Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai data kependudukan di Provinsi DIY pada tahun 2010. Jumlah penduduk DIY pada tahun 2010 adalah 3.457.491 jiwa yang tersebar di 5 kabupaten/kota. Kepadatan penduduk DIY pada tahun 2010 adalah 1.085 jiwa per km2, meningkat dari tahun 2000. Kota Yogyakarta memiliki kepadatan tertinggi sedangkan Kabupaten Gunungkidul memiliki kepadatan terendah
Kualitas sumber daya
manusia Indonesia dibandingkan dengan
negara lain di dunia saat ini masih sangat
rendah? Berdasarkan data yang dipublikasikan
oleh United Nation Development Program
(UNDP) tahun 2004, Indonesia berada pada
peringkat terbawah di antara negara-negara
ASEAN setelah Malaysia, Thailand, Filipina,
dan Vietnam. Adapun jika dibandingkan dengan
negara-negara di dunia, Indonesia berada pada
peringkat 111, jauh di bawah Singapura yang
berada di peringkat 25.
Kualitas sumber daya
manusia Indonesia dibandingkan dengan
negara lain di dunia saat ini masih sangat
rendah? Berdasarkan data yang dipublikasikan
oleh United Nation Development Program
(UNDP) tahun 2004, Indonesia berada pada
peringkat terbawah di antara negara-negara
ASEAN setelah Malaysia, Thailand, Filipina,
dan Vietnam. Adapun jika dibandingkan dengan
negara-negara di dunia, Indonesia berada pada
peringkat 111, jauh di bawah Singapura yang
berada di peringkat 25.
ILMU SOSIAL DASAR
1.Sosial Edukasi tentang pertumbuhan,perkembangan,dan perpindahan penduduk,masyarakat,dan kebudayaan.
2.mengkaji pengaruh dan dampak yang terjadi karena pertumbuhan penduduk.
3.mengaji berbagai kenyataan yang diwujudkan dari pertumbuhan,perkembangan,dan kebudayaan yang ada.
ILMU SOSIAL DASAR
1.Sosial Edukasi tentang pertumbuhan,perkembangan,dan perpindahan penduduk,masyarakat,dan kebudayaan.
2.mengkaji pengaruh dan dampak yang terjadi karena pertumbuhan penduduk.
3.mengaji berbagai kenyataan yang diwujudkan dari pertumbuhan,perkembangan,dan kebudayaan yang ada.
Keahlian identifikasi karang hingga ke tingkat spesies masih tergolong langka di Indonesia. Berbeda dengan identifikasi pada ikan karang yang umumnya langsung ke tahap spesies, identifikasi karang dimulai secara bertahap, yakni dari pengenalan bentuk-bentuk pertumbuhan karang (coral life form) dan tipe-tipe koralit (corallite) terlebih dahulu, kemudian memasuki tingkat marga/genus, dan terakhir ke tingkat spesies.
Monitoring merupakan kegiatan pengambilan data dan informasi pada ekosistem terumbu karang atau pada manusia yang memanfaatkan sumberdaya terumbu karang tersebut. Idealnya, seorang pengelola terumbu karang harus menguasai dasar-dasar monitoring yang terdiri dari berbagai macam parameter yang dapat atau tidak berubah sepanjang waktu.
Ada dua macam tipe umum monitoring, yaitu monitoring ekologi dan monitoring sosial-ekonomi. Parameter-parameter yang digunakan dalam kedua macam monitoring tersebut seringkali berhubungan sangat dekat, sehingga monitoring ekologi dan sosial-ekonomi dapat dilakukan pada tempat dan waktu yang bersamaan.
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannyaMujiyanto -
Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada bulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup pada kategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi, secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
1. DATA KEPENDUDUKANPROVINSI DIY
Nama Anggota Kelompok:
Rizqi PratomoPutro
Rosaliana Indah S
Rudwianto Bayu P
Saufika Astrida W
SosietKogoya
2. • Pengertiandata kependudukan
Data kependudukanmerupakankumpulan
informasiyang diperolehdari suatu pengamatan
berupaangka, lambangatau sifat yang dapat
memberikangambaran tentang suatu keadaan
atau persoalan.
3. A. Jumlah Penduduk Tahun 2010
Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio
Kota Yogyakarta 189.137 199.490 388.627 94,81
Bantul 454.491 457.012 911.503 99,45
Kulon Progo 190.694 198.175 388.869 96,23
Gunungkidul 326.703 348.679 675.382 93,70
Sleman 547.885 545.225 1.093.110 100,49
DIY 1.708.910 1.748.581 3.457.491 97,73
• Jumlah penduduk DIY pada tahun 2010 menurut hasil Sensus Penduduk (SP) 2010
sebanyak 3.457.491 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk berjenis kelamin laki-
laki sebanyak 1.708.910 jiwa dan perempuan sebanyak 1.748.581 jiwa yang tersebar
di lima kabupaten/kota. Jumlah penduduk DIY semakin bertambah setiap tahun
dengan laju pertumbuhan yang berfluktuasi, namun masih cukup terkendali.
Sumber: DIY Dalam Angka 2013, BPS DIY
4. • Faktor yang menyebabkan pertumbuhan penduduk stabil dalam
wilayah tersebut yaitu faktor kelahiran dan kematian. Faktor
kelahiran dijelaskan bahwa dengan adanya program KB, penundaan
pernikahan dini sehingga dapat mengupayakan jumlah anak. Selain
itu, adanya anggapan bahwa anak menjadi beban dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Faktor kematian dijelaskan bahwa dalam provinsi
DIY, lingkungan sehat dan adanya ajaran bahwa dilarang bunuh diri
serta membunuh oranglain, sehingga angka kematian relative
rendah.
• Dampak dari pertumbuhan penduduk yang relative stabil yaitu
tingkat pengangguran dan kemiskinan berkurang, distribusi pangan
dapat tersebar secara merata, dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat.
6. • Nilai seks rasio DIY pada tahun 2010 adalah 97,73 artinya, terdapat 98 penduduk laki-laki untuk
setiap 100 penduduk perempuan atau jumlah penduduk perempuan 2,27 persen lebih banyak dari
penduduk laki-laki. Dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk tahun 2000, seks rasio tahun
2010 mengalami penurunan dari 98,3 menjadi 97,73. Seks rasio di hampir semua kabupaten/kota
memiliki nilai kurang dari 100, artinya jumlah penduduk perempuan lebih dominan dibandingkan
dengan penduduk laki-laki. Namun demikian, Kabupaten Sleman justru memiliki seks rasio lebih
dari 100 yang berarti jumlah penduduk laki-lakinya lebih banyak dari perempuan. Hampir semua
kabupaten/kota juga mengalami penurunan seks rasio, kecuali Bantul yang meningkat dari 99
persen pada tahun2000 menjadi 99,45 persen pada tahun 2010.
7.
8. • Komposisi penduduk DIY menurut kelompok usia
berdasarkan hasil SP 2000 dan SP 2010 masih
didominasi oleh kelompok penduduk berusia muda (15-
34 tahun). Namun demikian, komposisi penduduk
selama kedua periode menunjukkan pergeseran secara
signifikan. Populasi penduduk berusia muda (kelompok
usia 15-24 tahun) pada piramida penduduk tahun 2000
terlihat cukup dominan, namun pada piramida
penduduk tahun 2010 populasi penduduk yang dominan
terdapat pada kelompok usia 15-44 tahun. Penduduk
pada kelompok umur rendah (0-9 tahun) di piramida
penduduk tahun 2010 terlihat meningkat, sementara
pada kelompok usia produktif (25-54) terjadi
penambahan populasi yang cukup signifikan.
9. • Fenomena ini menunjukkan perkembangan kelompok penduduk usia muda yang
cukup progresif dan mendorong peningkatan jumlah angkatan kerja. Hal ini menjadi
sebuah potensi manakala penduduk yang mulai masuk pasar kerja memiliki keahlian
yang mumpuni dan didukung oleh tersedianya kesempatan kerja yang luas. Namun,
jika kesempatan kerja yang tersedia terbatas fenomena peningkatan penduduk
berusia ini perlu diantisipasi agar tidak berdampak pada peningkatan tingkat
pengangguran. Secara umum juga terjadi peningkatan populasi penduduk berusia tua
(>64 tahun) dan hal ini menandakan adanya perbaikan kualitas kesehatan yang
mendorong meningkatnya usia harapan hidup penduduk.
10. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak
2 297 261 jiwa (66,44 persen) dan di daerah perdesaan sebanyak 1 160 230 jiwa
(33,56 persen).
Sumber : Profil Kependudukan DIY Hasil SP 2010, BPS DIY
11. Persentase distribusi penduduk menurut kabupaten/kota tahun 2010 bervariasi dari yang terendah
sebesar 11,24 persen di Kota Yogyakarta hingga yang tertinggi sebesar 31,62 persen di Kabupaten Sleman.
Kepadatan penduduk DIY pada tahun 2010 sebesar 1.085 jiwa per km2, artinya setiap 1 km2 wilayah
DIY dihuni oleh 1.085 jiwa penduduk. Kepadatan penduduk ini berada pada urutan ketiga secara nasional setelah
Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, yang masing-masing memiliki kepadatan penduduk 14.469 jiwa per km2
dan 1.217 jiwa per km2. Dibandingkan dengan kepadatan penduduk pada tahun 2000 yang mencapai 979 jiwa
per km2, kepadatan penduduk pada tahun 2010 meningkat cukup tajam dengan selisih 106 jiwa per km2. Hal ini
berarti, selama rentang sepuluh tahun jumlah penduduk di setiap 1 km2wilayah DIY bertambah sebanyak 106
jiwa.
12. Berdasarkan wilayah, kepadatan penduduk yang tertinggi terjadi di Kota Yogyakarta.
Setiap 1 km2 wilayah Kota Yogyakarta dihuni oleh 11.958 jiwa penduduk pada tahun 2000. Tingginya
kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta berkaitan dengan statusnya sebagai ibukota pemerintahan
provinsi maupun sebagai pusat perekonomian dan pendidikan yang menuntut ketersediaan sarana dan
infrastruktur sosial ekonomi yang lebih memadai. Faktor ini menjadi daya tarik bagi sebagian
penduduk dari luar daerah untuk bermigrasi dan melakukan aktivitas ekonomi maupun aktivitas
pendidikan di Kota Yogyakarta.
Kabupaten Sleman dan Bantul menjadi dua daerah yang memiliki peningkatan kepadatan
penduduk tercepat dengan dengan tingkat kepadatan masing-masing sebesar 1.902 jiwa/km2 dan
1.798 jiwa/km2 pada tahun 2010. Sementara itu, Gunungkidul menjadi daerah dengan kepadatan
penduduk terendah yakni 445 jiwa/km2. Rendahnya kepadatan penduduk di Gunungkidul berkaitan
dengan karakteristik wilayah yang berupa pegunungan kering dengan dukungan infrastruktur yang
kurang memadai untuk dijadikan sebagai tempat tinggal maupun tempat untuk melakukan aktivitas
ekonomi, sehingga ada kecenderungan kaum terdidik dari daerah ini yang justru bermigrasi keluar
dengan motif mencari pekerjaan dan penghidupan yang lebih layak.