Dokumen tersebut membahas periode remaja dari berbagai perspektif psikologi. Remaja adalah masa transisi antara anak-anak dan dewasa yang ditandai dengan perkembangan fisik dan kognitif pesat beserta pencarian identitas diri. Teori-teori seperti Freud, Erikson, Piaget membahas tahapan perkembangan pada masa remaja terkait aspek seksual, moral, kognitif, dan identitas.
2. Periode Remaja (Adolescence)
Menurut Elizabeth B. Hurlock:
• Masa transisi: dari periode anak ke periode dewasa.
• Dibagi menjadi 2 periode:
- Periode remaja awal (early adolescence), antara usia 13 – 17 tahun.
- Periode remaja akhir (late adolescence), antara 17 – 18 tahun (umur dewasa menu-
rut hukum yang berlaku di suatu negara).
• Merupakan klimaks dari periode-periode sebelumnya: diuji dan dibuktikan, sehingga
dalam periode selanjutnya individu telah mempunyai suatu pola pribadi yang mantap.
• Teman sebaya punya arti penting: membentuk pola perilaku dan nilai-nilai baru yang
pada gilirannya bisa menggantikan nilai-nilai serta pola perilaku yang dipelajari di ru-
mah.
• Idealis: remaja memandang dunianya seperti yang ia inginkan, bukan sebagaimana
adanya.
• Periode pemantapan identitas diri: pengertiannya akan ‘siapa aku’ akan menentukan
pola perilakunya sebagai orang dewasa.
• Masa storm & stress: frustrasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian (masa
penuh gejolak)
3. Perspektif psikoanalisis (Sigmund Freud)
• Hasrat seksual (libido) adalah motivasi paling penting/paling dasar, bukan saja
bagi orang dewasa, tapi juga bagi anak-anak dan bayi.
• Seksual lebih diartikan sebagai sensasi kenikmatan yang muncul dari persentuh-
an kulit. Contoh: bayi, anak-anak maupun orang dewasa sangat menikmati belai-
an, ciuman dsb.
• Periode remaja sebagai masa internal disharmony (ketidakharmonisan internal),
sehingga menimbulkan keadaan storm & stress (Anna Freud).
• Periode remaja = tahap genital, yang dimulai pada saat pubertas, yaitu ketika do-
rongan seksual sangat jelas terlihat pada diri remaja.
• Seringkali terjadi mekanisme pertahanan diri/ego (defense mechanism), yaitu
usaha individu (secara tidak sadar) untuk menghambat dorongan (id) menjadi
wujud yang lebih dapat diterima dan tidak terlalu mengancam.
Media 3.2
4. Beberapa mekanisme pertahanan ego:
• Penolakan, yaitu ketika individu tidak mau mengalami suatu peristiwa. Contoh:
ketika seorang anak yang ngotot melakukan otopsi terhadap ibunya yang sudah me-
ninggal, karena ia ingin mengingkari bahwa memang ibunya sudah meninggal. Pe-
nolakan adalah cara paling primitif.
• Represi adalah ketidakmampuan untuk mengingat kembali situasi atau peristiwa
yang menakutkan. Ini merupakan mekanisme yang berbahaya sekaligus menjadi
bentuk paling umum.
• Penggantian (displacement), dilakukan dengan cara mengalihkan arah dorongan ke
target pengganti.
• Proyeksi, ‘penggantian ke arah luar’, yaitu merupakan kebalikan dari melawan
diri sendiri.
• Pembentukan reaksi, ‘percaya pada hal yang sebaliknya’, yaitu mengubah dorong-
an-dorongan yang tidak bisa diterima menjadi dapat diterima.
• Introjeksi (identifikasi), dilakukan dengan cara membawa kepribadian orang lain ma-
suk ke dalam dirinya.
• Regresi, yaitu kembali ke masa-masa lalu.
• Rasionalisasi, adalah pendistorsian kognitif terhadap ‘kenyataan’ dengan tujuan ke-
nyataan tsb tidak lagi memberi kesan menakutkan.
• Sublimasi, yaitu mengubah berbagai rangsangan yang tidak diterima (seks, kema-
rahan, ketakutan dll) ke dalam bentuk yang bisa diterima secara sosial.
Media 3.3
5. Teori dari Erik Erikson
Erikson adalah seorang psikologi-ego Freudian, yang membenarkan dan meneri-
ma gagasan-gagasan Freud, termasuk tentang Oedipus Complex yang sampai
sekarang masih diperdebatkan. Erikson terkenal karena upayanya memperbaiki
dan memperluas teori tahapan yang dicetuskan Freud. Menurutnya, kepribadian
berkembang melalui 8 tahap, dimana periode remaja termasuk pada tahap keli-
ma.
• Masa remaja: dimulai saat masa puber – 18/20 tahun.
• Tugas perkembangan yang harus dilakukan: pencapaian identitas ego (ego
identity) dan menghindari kekacauan peran (role confusion).
• Identitas ego: mengetahui siapa Anda dan bagaimana cara anda terjun ke
tengah masyarakat.
• Agar pencarian identitas ego lebih mudah:
1. Harus tahu mainstream kebudayaan orang dewasa
2. Masyarakat menyediakan ritus-ritus penerimaan
• Peran yang kabur: ketidakpastian tempat seseorang di dalam masyarakat dan
dunia.
• Kesetiaan (fidelity): kemampuan hidup berdasarkan standar yang berlaku di
tengah masyarakat terlepas dari segala kekurangan, kelemahan dan ketidak-
konsistenannya (sesuai dengan kemampuan yang dimiliki).
Media 3.4
6. Perkembangan Kognitif
Menurut Jean Piaget
• Berada pada tahap operasi formal (mulai usia 12 tahun).
• Mencakup kematangan prinsip-prinsip logika dan menggunakannya
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan abstrak (pemikiran hipo-
tetik).
• Pola berpikir menjadi lebih fleksibel dan mampu melihat persoalan
dari berbagai sudut yang berbeda.
7. Tingkat
(Level)
Tahap
(Stages)
I. Pra konvesional
Anak mengenal baik buruk, benar salah
suatu perbuatan dari sudut konsekuensi
(dampak/akibat) menyenangkan (gan-
jaran) atau menyakiti (hukuman) secara
fisik atau enak tidaknya akibat perbuat-
an yang diterima.
1. Orientasi Hukuman dan Kepatuhan
Anak mematuhi aturan orangtua agar ter-
hindar dari hukuman.
2. Orientasi ‘pertukaran’
“Jika kau memberi, maka aku akan mem
berimu”. Atau “Aku akan memukul ta-
nganmu, jika kamu memukul tanganku”
II. Konvensional
Anak memandang perbuatan itu baik/
benar, atau berharga bagi dirinya apa-
bila dapat memenuhi harapan/persetu-
juan keluarga, kelompok (lingkungan)
3. Orientasi ‘anak manis’
Perbuatan itu baik bagi anak, jika dapat
menyenangkan atau disetujui orang lain.
4. Orientasi hukum dan ketertiban
Perilaku yang baik adalah melaksanakan
tugas/kewajiban sendiri, menghormati
otoritas, dan memelihara ketertiban sosi-
al.
8. Tingkat
(Level)
Tahap
(Stage)
III. Pasca konvensional
(Remaja dan Dewasa)
Ada usaha individu untuk mengartikan
nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral
yang dapat diterapkan, terlepas dari
otoritas kelompok atau orang yang me-
megang/menganut prinsip-prinsip mo-
ral atau prinsip-prinsip moral tsb. Juga
terlepas dari apakah individu yang ber-
sangkutan termasuk kekelompok itu
atau tidak.
5. Orientasi ‘kontrak sosial’
Perbuatan yang baik dirumuskan dalam
kerangka hak-hak individual yang umum
serta disepakati oleh seluruh masyarakat.
Dengan demikian, perbuatan yang baik
adalah yang sesuai dengan undang-
undang yang berlaku.
6. Orientasi ‘prinsip universal’
Kebenaran ditentukan oleh keputusan
kata hati, sesuai dengan prinsip-prinsip
etika yang logis, universal dan konsisten,
seperti keadilan, kesamaan hak asasi ma-
nusia, dan penghormatan kepada marta-
bat manusia.
9. .
Perkembangan Moral (menurut Jean Piaget)
Tahap I: Realisme moral (Stage of moral realism), berkembang sampai 7 tahun.
Anak otomatis menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada tanpa penelaahan
rasional. Orangtua dan para orang dewasa di sekitarnya sebagai mahluk-mahluk
serba bisa, oleh karena itu patut diikuti tanpa harus bertanya-tanya. Benar dan
salah didasarkan atas konsekuensi dari perilakunya.
Tahap II: Moralitas otonom (Stage of autonomous morality), mulai usia 8 tahun
sampai dewasa.
Pada masa ini, konsep benar dan salah yang dipelajari dari orangtuanya perlahan-
Lahan mulai berubah tergantung situasi dan faktor lain. Ketika anak sudah berusia
17 tahun, maka kemampuan untuk berabstraksi memungkinkan anak mengerti ala-
San yang ada di belakang tiap-tiap aturan atau harapan orang lain. Oleh karena itu
Anak dapat mempertimbangkan konsekuensi perilakunya secara lebih rasional.
10. Perkembangan Fisik
• Tubuh remaja mengalami perkembangan yang sangat pesat (Growth Spurt)
dari tubuh anak-anak menjadi tubuh dewasa
• Terjadi penumpukan lapisan lemak di beberapa bagian tubuh (perempuan) dan
pembentukan otot di bagian tubuh (laki-laki)
• Maturitas seksual dapat hamil dan melahirkan, sedangkan laki-laki dapat
membuahi
• Tanda seks sekunder bentuk tubuh, muncul rambut di bagian tertentu, per-
ubahan suara pada laki-laki, tumbuhnya jakun, pembesaran di panggul, dan
dada (perempuan) dan lebar bahu pada laki-laki
• Biasanya fisik perempuan ‘matang’ lebih cepat dibanding laki-laki