GAGAL GINJAL KRONIK TAHAP AKHIR STUDI KASUS APOTEKERPHARMACEUTICAL CARE SofiaNofianti
Tn MS mengalami gagal ginjal kronis tahap akhir dengan komplikasi diabetes, hipertensi, dan hiperkolesterol. Ia membutuhkan terapi insulin, valsartan, simvastatin, ranitidin, kalsitriol, dan hemodialisis secara rutin. Apoteker memberikan edukasi tentang penggunaan obat dan gaya hidup sehat serta melakukan monitoring parameter kesehatan.
Dokumen tersebut membahas tentang infusi intra vena sebagai salah satu cara pemberian obat yang dapat mengontrol kadar obat dalam darah dengan tepat. Ia juga menjelaskan nasib obat setelah pemberian, perhitungan kadar obat dalam plasma, dan contoh soal terkait perhitungan dosis muat untuk infusi intra vena.
uji stabilitas Aspirin dengan cara Analisis dipercepatnisha althaf
Prinsip Percobaan
Metode analisis dipercepat (accelerated stability analysis methods) adalah berdasarkan prinsip - prinsip kinetika kimia menurut cara ini nilai k untuk penguraian obat dalam larutan pada berbagai macam suhu (50,60,700c) sehingga diperoleh plot dengan beberapa fungsi konsentrasi terhadap waktu (penguraian orde nol) atau log konsentrasi terhadap waktu (penguraian orde pertama). Logaritma laju penguraian spesifik kemudian diplot terhadap kebalikan dari temperatur mutlak (plot Arrhenius) dan hasil serupa berupa garis lurus diekstraplotasikan sampai suhu kamar.
Sulfonilurea merupakan kelas obat antidiabetes oral yang bekerja dengan menstimulasi pelepasan insulin dari sel beta pankreas. Sulfonilurea dibagi menjadi generasi pertama dan kedua, dengan generasi kedua lebih kuat dan efektif. Metformin menurunkan produksi glukosa hati dan meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, sedangkan meglitinid bekerja dengan menutup kanal kalium di sel beta sehingga mempengaruhi pelepasan insulin.
Ekskresi obat melalui ginjal melibatkan tiga proses: filtrasi glomerulus, sekresi tubular aktif, dan reabsorpsi tubular. Parameter klirens berguna untuk mengukur kemampuan tubuh mengeliminasi obat. Faktor seperti usia, pH urin, dan ikatan protein plasma dapat mempengaruhi ekskresi ginjal.
GAGAL GINJAL KRONIK TAHAP AKHIR STUDI KASUS APOTEKERPHARMACEUTICAL CARE SofiaNofianti
Tn MS mengalami gagal ginjal kronis tahap akhir dengan komplikasi diabetes, hipertensi, dan hiperkolesterol. Ia membutuhkan terapi insulin, valsartan, simvastatin, ranitidin, kalsitriol, dan hemodialisis secara rutin. Apoteker memberikan edukasi tentang penggunaan obat dan gaya hidup sehat serta melakukan monitoring parameter kesehatan.
Dokumen tersebut membahas tentang infusi intra vena sebagai salah satu cara pemberian obat yang dapat mengontrol kadar obat dalam darah dengan tepat. Ia juga menjelaskan nasib obat setelah pemberian, perhitungan kadar obat dalam plasma, dan contoh soal terkait perhitungan dosis muat untuk infusi intra vena.
uji stabilitas Aspirin dengan cara Analisis dipercepatnisha althaf
Prinsip Percobaan
Metode analisis dipercepat (accelerated stability analysis methods) adalah berdasarkan prinsip - prinsip kinetika kimia menurut cara ini nilai k untuk penguraian obat dalam larutan pada berbagai macam suhu (50,60,700c) sehingga diperoleh plot dengan beberapa fungsi konsentrasi terhadap waktu (penguraian orde nol) atau log konsentrasi terhadap waktu (penguraian orde pertama). Logaritma laju penguraian spesifik kemudian diplot terhadap kebalikan dari temperatur mutlak (plot Arrhenius) dan hasil serupa berupa garis lurus diekstraplotasikan sampai suhu kamar.
Sulfonilurea merupakan kelas obat antidiabetes oral yang bekerja dengan menstimulasi pelepasan insulin dari sel beta pankreas. Sulfonilurea dibagi menjadi generasi pertama dan kedua, dengan generasi kedua lebih kuat dan efektif. Metformin menurunkan produksi glukosa hati dan meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, sedangkan meglitinid bekerja dengan menutup kanal kalium di sel beta sehingga mempengaruhi pelepasan insulin.
Ekskresi obat melalui ginjal melibatkan tiga proses: filtrasi glomerulus, sekresi tubular aktif, dan reabsorpsi tubular. Parameter klirens berguna untuk mengukur kemampuan tubuh mengeliminasi obat. Faktor seperti usia, pH urin, dan ikatan protein plasma dapat mempengaruhi ekskresi ginjal.
Dokumen tersebut membahas tentang aplikasi farmakokinetika klinis dalam merancang aturan dosis obat secara individual untuk mencapai respon terapeutik optimal dan meminimalkan efek samping, dengan mempertimbangkan variasi antar individu dalam farmakokinetika dan farmakodinamika."
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan LD50 supermetrin pada tikus. Tiga ekor tikus diberi supermetrin secara oral dengan tiga dosis berbeda, yaitu 25 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB. Perilaku tikus diamati selama 60 menit. Hasilnya menunjukkan bahwa dosis 25 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB tidak menyebabkan kematian tikus, sedangkan dosis 400 mg/kgBB menyebabkan ke
FARMASI KLINIK - Aplikasi Farmakokinetika pada GeriatrikNesha Mutiara
Dokumen tersebut membahas tentang aplikasi farmakokinetik pada pasien geriatrik. Secara singkat, farmakokinetik pada geriatrik berbeda dari dewasa karena perubahan fungsi ginjal dan hati serta status mental. Pemberian obat pada geriatrik perlu mempertimbangkan riwayat penyakit, dosis yang lebih rendah, dan risiko interaksi obat.
Obat-obatan Antipsikotik (terjemahan bahasa indonesia, 2.0)Bagus Utomo
Antipsikotik digunakan untuk mengobati gangguan psikotik. Obat generasi lama seperti fenotiazin dan butirofenon menghambat dopamin tetapi tidak selektif, sehingga menimbulkan efek samping motorik. Obat generasi baru lebih selektif dan menimbulkan efek samping yang lebih sedikit, meskipun masih dapat menimbulkan kenaikan berat badan dan gula darah. Penelitian terus berlangsung untuk mengembangkan obat
Dokumen tersebut membahas pengembangan obat herbal, mulai dari definisi obat herbal menurut WHO, penggunaan obat herbal di berbagai negara, tahapan pengembangan obat herbal meliputi seleksi, uji preklinik, standarisasi, uji klinik, serta contoh beberapa obat herbal.
Ny Rusni dirawat di rumah sakit karena DM, hipertensi, dislipidemia, dan asidosis metabolik. Terapi yang dianjurkan adalah insulin, ACE inhibitor, statin, dan natrium bikarbonat untuk mengendalikan kondisinya.
Biofarmasetika mempelajari hubungan antara sifat fisika kimia obat, bentuk sediaan, dan rute pemberian yang mempengaruhi kecepatan dan derajat absorpsi obat. Faktor-faktor seperti kelarutan, hidrofilisitas, bentuk garam, dan polimorfisme mempengaruhi proses disolusi dan absorpsi obat. Uji biofarmasetika penting untuk memprediksi bioavailabilitas dan memilih formulasi terbaik.
Dokumen tersebut membahas tentang antibiotika, termasuk definisi, penggolongan, mekanisme kerja, dan contoh antibiotika dari berbagai golongan seperti penisilin, sefalosporin, aminoglikosida, dan lainnya. Dokumen ini juga menjelaskan indikasi, efek samping, dan peringatan penggunaan antibiotika.
Antibiotik beta Laktam dan Makrolida - Kimia Farmasi 1Bayu Mario
Dokumen tersebut membahas tentang dua golongan antibiotik yaitu beta-laktam dan makrolida. Antibiotik beta-laktam bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri melalui cincin beta-laktamnya, sedangkan makrolida bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri melalui ikatan dengan situs spesifik pada ribosom. Kedua golongan antibiotik ini memiliki hubungan antara struktur kimia dengan aktivitasnya
Laporan praktikum musrin salila pps UnnesMusrin Salila
Dokumen tersebut membahas tentang penggunaan spektrofotometer UV-Vis untuk menentukan kadar parasetamol dalam sediaan obat. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis dan teori terkait spektroskopi serta struktur kimia parasetamol dijelaskan sebagai dasar untuk menganalisis kadar parasetamol.
Dokumen tersebut membahas tentang Biofarmasetika yang mempelajari hubungan antara sifat kimia fisika obat dengan absorbsi dan efek farmakologisnya. Dibahas pula korelasi percobaan in vitro-in vivo, pengaturan dosis ganda baik secara oral maupun intra vena, serta beberapa rumus untuk menghitung kadar obat dalam plasma.
Dokumen tersebut merangkum penjelasan tentang penggolongan obat analgetik ke dalam dua kelompok besar, yaitu analgetika narkotik dan non-narkotik. Analgetika narkotik memiliki daya penghilang nyeri yang kuat namun menurunkan kesadaran, sedangkan analgetika non-narkotik tidak menurunkan kesadaran meski daya penghilang nyerinya kurang kuat.
This document discusses various types of depression and bipolar disorder, their symptoms, and treatments. It covers unipolar depression, also known as major depression, and bipolar disorder, also called manic-depressive illness. The symptoms of depression include changes in mood, sleep, cognition, as well as feelings of worthlessness, guilt, fatigue and suicidal thoughts. Mania symptoms include abnormally and persistently elevated mood, inflated self-esteem, decreased need for sleep, and excessive involvement in pleasurable activities. The document outlines various antidepressant medications including tricyclic antidepressants, monoamine oxidase inhibitors, selective serotonin reuptake inhibitors, norepinephrine reuptake inhibitors, and mixed serotonin-norepine
Dokumen tersebut membahas tentang farmakokinetik nonlinier yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenuhnya sistem enzim dan pembawa, serta adanya perubahan patologis dalam proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat. Dokumen ini juga menjelaskan beberapa contoh perhitungan waktu eliminasi obat dengan menggunakan persamaan Michaelis-Menten dan kapasitas terbatas.
Dokumen tersebut membahas tentang berbagai jenis antijamur untuk infeksi sistemik dan topikal. Untuk infeksi sistemik digunakan amfoterisin B, flusitosin, dan golongan azol seperti ketokonazol, sedangkan untuk infeksi topikal digunakan griseofulvin, imidazol, dan nistatin. Dibahas pula mekanisme kerja, indikasi, efek samping dari beberapa antijamur tersebut.
[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas tentang epilepsi, yang merupakan gangguan sistem saraf pusat yang ditandai dengan terjadinya serangan kejang secara berulang. Dokumen ini menjelaskan definisi, klasifikasi, epidemiologi, dampak, diagnosis, penyebab, penatalaksanaan, dan obat-obat antiepilepsi untuk mengontrol dan mencegah terjadinya serangan epilepsi.
Dokumen tersebut membahas tentang aplikasi farmakokinetika klinis dalam merancang aturan dosis obat secara individual untuk mencapai respon terapeutik optimal dan meminimalkan efek samping, dengan mempertimbangkan variasi antar individu dalam farmakokinetika dan farmakodinamika."
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan LD50 supermetrin pada tikus. Tiga ekor tikus diberi supermetrin secara oral dengan tiga dosis berbeda, yaitu 25 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB. Perilaku tikus diamati selama 60 menit. Hasilnya menunjukkan bahwa dosis 25 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB tidak menyebabkan kematian tikus, sedangkan dosis 400 mg/kgBB menyebabkan ke
FARMASI KLINIK - Aplikasi Farmakokinetika pada GeriatrikNesha Mutiara
Dokumen tersebut membahas tentang aplikasi farmakokinetik pada pasien geriatrik. Secara singkat, farmakokinetik pada geriatrik berbeda dari dewasa karena perubahan fungsi ginjal dan hati serta status mental. Pemberian obat pada geriatrik perlu mempertimbangkan riwayat penyakit, dosis yang lebih rendah, dan risiko interaksi obat.
Obat-obatan Antipsikotik (terjemahan bahasa indonesia, 2.0)Bagus Utomo
Antipsikotik digunakan untuk mengobati gangguan psikotik. Obat generasi lama seperti fenotiazin dan butirofenon menghambat dopamin tetapi tidak selektif, sehingga menimbulkan efek samping motorik. Obat generasi baru lebih selektif dan menimbulkan efek samping yang lebih sedikit, meskipun masih dapat menimbulkan kenaikan berat badan dan gula darah. Penelitian terus berlangsung untuk mengembangkan obat
Dokumen tersebut membahas pengembangan obat herbal, mulai dari definisi obat herbal menurut WHO, penggunaan obat herbal di berbagai negara, tahapan pengembangan obat herbal meliputi seleksi, uji preklinik, standarisasi, uji klinik, serta contoh beberapa obat herbal.
Ny Rusni dirawat di rumah sakit karena DM, hipertensi, dislipidemia, dan asidosis metabolik. Terapi yang dianjurkan adalah insulin, ACE inhibitor, statin, dan natrium bikarbonat untuk mengendalikan kondisinya.
Biofarmasetika mempelajari hubungan antara sifat fisika kimia obat, bentuk sediaan, dan rute pemberian yang mempengaruhi kecepatan dan derajat absorpsi obat. Faktor-faktor seperti kelarutan, hidrofilisitas, bentuk garam, dan polimorfisme mempengaruhi proses disolusi dan absorpsi obat. Uji biofarmasetika penting untuk memprediksi bioavailabilitas dan memilih formulasi terbaik.
Dokumen tersebut membahas tentang antibiotika, termasuk definisi, penggolongan, mekanisme kerja, dan contoh antibiotika dari berbagai golongan seperti penisilin, sefalosporin, aminoglikosida, dan lainnya. Dokumen ini juga menjelaskan indikasi, efek samping, dan peringatan penggunaan antibiotika.
Antibiotik beta Laktam dan Makrolida - Kimia Farmasi 1Bayu Mario
Dokumen tersebut membahas tentang dua golongan antibiotik yaitu beta-laktam dan makrolida. Antibiotik beta-laktam bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri melalui cincin beta-laktamnya, sedangkan makrolida bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri melalui ikatan dengan situs spesifik pada ribosom. Kedua golongan antibiotik ini memiliki hubungan antara struktur kimia dengan aktivitasnya
Laporan praktikum musrin salila pps UnnesMusrin Salila
Dokumen tersebut membahas tentang penggunaan spektrofotometer UV-Vis untuk menentukan kadar parasetamol dalam sediaan obat. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis dan teori terkait spektroskopi serta struktur kimia parasetamol dijelaskan sebagai dasar untuk menganalisis kadar parasetamol.
Dokumen tersebut membahas tentang Biofarmasetika yang mempelajari hubungan antara sifat kimia fisika obat dengan absorbsi dan efek farmakologisnya. Dibahas pula korelasi percobaan in vitro-in vivo, pengaturan dosis ganda baik secara oral maupun intra vena, serta beberapa rumus untuk menghitung kadar obat dalam plasma.
Dokumen tersebut merangkum penjelasan tentang penggolongan obat analgetik ke dalam dua kelompok besar, yaitu analgetika narkotik dan non-narkotik. Analgetika narkotik memiliki daya penghilang nyeri yang kuat namun menurunkan kesadaran, sedangkan analgetika non-narkotik tidak menurunkan kesadaran meski daya penghilang nyerinya kurang kuat.
This document discusses various types of depression and bipolar disorder, their symptoms, and treatments. It covers unipolar depression, also known as major depression, and bipolar disorder, also called manic-depressive illness. The symptoms of depression include changes in mood, sleep, cognition, as well as feelings of worthlessness, guilt, fatigue and suicidal thoughts. Mania symptoms include abnormally and persistently elevated mood, inflated self-esteem, decreased need for sleep, and excessive involvement in pleasurable activities. The document outlines various antidepressant medications including tricyclic antidepressants, monoamine oxidase inhibitors, selective serotonin reuptake inhibitors, norepinephrine reuptake inhibitors, and mixed serotonin-norepine
Dokumen tersebut membahas tentang farmakokinetik nonlinier yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenuhnya sistem enzim dan pembawa, serta adanya perubahan patologis dalam proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat. Dokumen ini juga menjelaskan beberapa contoh perhitungan waktu eliminasi obat dengan menggunakan persamaan Michaelis-Menten dan kapasitas terbatas.
Dokumen tersebut membahas tentang berbagai jenis antijamur untuk infeksi sistemik dan topikal. Untuk infeksi sistemik digunakan amfoterisin B, flusitosin, dan golongan azol seperti ketokonazol, sedangkan untuk infeksi topikal digunakan griseofulvin, imidazol, dan nistatin. Dibahas pula mekanisme kerja, indikasi, efek samping dari beberapa antijamur tersebut.
[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas tentang epilepsi, yang merupakan gangguan sistem saraf pusat yang ditandai dengan terjadinya serangan kejang secara berulang. Dokumen ini menjelaskan definisi, klasifikasi, epidemiologi, dampak, diagnosis, penyebab, penatalaksanaan, dan obat-obat antiepilepsi untuk mengontrol dan mencegah terjadinya serangan epilepsi.
Dokumen tersebut membahas tentang epilepsi dan status epileptikus. Epilepsi adalah kondisi yang ditandai oleh terjadinya dua kali atau lebih kejang tanpa provokasi dengan selang waktu lebih dari 24 jam. Status epileptikus adalah kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua kali kejang tanpa pemulihan kesadaran di antaranya. Pengobatan utama epilepsi dan status epileptikus adalah pemberian obat antiepilepsi secara oral atau
Dokumen tersebut membahas berbagai kelainan sistem persarafan seperti penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, konvusi dan epilepsi, penyakit Alzheimer, serta infeksi sistem saraf pusat khususnya meningitis. Dokumen ini menjelaskan definisi, patofisiologi, gejala klinis, dan penatalaksanaan dari berbagai kondisi tersebut.
Dokumen tersebut membahas tentang epilepsi. Epilepsi adalah gangguan sistem saraf otak yang disebabkan aktivitas berlebihan sel-sel saraf di otak sehingga menyebabkan berbagai reaksi seperti bengong, kejang-kejang, dan kontraksi otot. Epilepsi diklasifikasikan menjadi idiopatik (penyebabnya tidak diketahui) dan simptomatik (penyebabnya diketahui seperti cedera kepala atau tumor otak). Gejalanya berupa
Dokumen tersebut membahas tentang epilepsi, yang merupakan manifestasi klinis dari bangkitan serupa yang terjadi secara mendadak akibat hiperaktivitas sel saraf di otak. Terdapat berbagai klasifikasi epilepsi seperti parsial, umum, dan tak tergolongkan, serta etiologi, pemeriksaan, dan penatalaksanaannya yang umumnya menggunakan obat antiepilepsi.
Dokumen tersebut membahas tentang penanganan keadaan darurat di bidang neurologi, termasuk penurunan kesadaran, status epileptikus, infeksi sistem saraf pusat, dan stroke. Terdapat penjelasan mengenai gejala, penyebab, dan tatalaksana awal untuk kondisi-kondisi tersebut.
Dokumen tersebut membahas tentang epilepsi, meliputi definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, gejala, diagnosis dan terapi epilepsi. Secara ringkas, epilepsi adalah gangguan otak yang ditandai dengan terjadinya serangan epileptik yang disebabkan oleh faktor predisposisi dan perubahan neurobiologis di otak. Epilepsi umum terjadi pada anak-anak dan orang lanjut usia, dengan diagnosis utama didasarkan pada riway
Kasus 1: Wanita 22 tahun dengan epilepsi mioklonik yang diobati valproat namun mengalami kenaikan berat badan dan perubahan ke epilepsi tonik-klonik. Pengobatan diganti menjadi lamotrigine secara bertahap untuk mencegah status epileptikus.
Kasus 2: Pria 40 tahun dengan riwayat penyakit kronis dan kejang akibat berhenti minum obat antiepilepsi phenytoin selama 4 hari. Diberi obat benzodiazepin se
Epilepsi dibagi menjadi parsial dan umum. Parsial terdiri dari sederhana, kompleks, dan umum sekunder. Umum terdiri dari absen, mioklonik, tonik, klonik, tonik-klonik, dan atonik. Patofisiologi epilepsi disebabkan gangguan neuron eksitasi dan inhibisi. Faktor yang mempengaruhi pemilihan antiepilepsi antara lain efikasi, jenis kejang, keamanan, efek samping, dan karakteristik farmokinet
2. DEFINISI EPILEPSI
• Epilepsi adalah suatu gangguan saraf kronik, dimana terjadi kejang yang bersifat recurent (berulang).
• Kejang: manifestasi klinik dari aktivitas neuron cortical yang berlebihan di dalam korteks cerebral dan
ditandai dengan adanya perubahan aktifitas elektrik pada saat dilakukan pemeriksaan
electroencephalography (EEG).
• Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi tergantung dari daerah otak fungsional mana yang terlibat.
4. ETIOLOGI
• Gangguan/abnormalitas dari pelepasan neuron.
• Banyak hal yang bisa menyebabkan terjadinya abnormalitas pelepasan neuron, seperti:
1. Birth trauma
2. Cedera kepala
3. Tumor otak
4. Penyakit cerebrovascular
5. Genetik
6. Idiopatik
5.
6. PATOFISIOLOGI
• Kejang disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara pengaruh inhibisi dan eksitatori pada otak,
terjadi karena:
• Kurangnya transmisi inhibitori. Contoh: setelah pemberian antagonis GABA, atau selama penghentian pemberian
agonis GABA (alcohol, benzodiazepin).
• Meningkatnya aksi eksitatori meningkatnya aksi glutamat atau aspartat di dalam otak.
7. DIAGNOSA
• Pasien didiagnosis epilepsi, jika mengalami gejala
serangan kejang secara berulang.
• Untuk menentukan jenis epilepsinya, selain dari
gejala, diperlukan berbagai alat diagnostic:
• EEG
• CT-Scan
• MRI
• Dan lain-lain
8. KLASIFIKASI EPILEPSI
•Berdasarkan data klinik dan EEG, kejang dapat dibagi menjadi:
1. Kejang umum (generalized seizure): jika aktivasi terjadi pada kedua hemisphere
otak secara bersama-sama.
2. Kejang Parsial/focal: jika dimulai dari daerah tertentu dari otak.
9. KEJANG UMUM
1. Tonik-klonik = grand mal
• Merupakan bentuk paling banyak terjadi.
• Pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas
terengah-engah, keluar air liur.
• Bisa terjadi sianosis, ngompol, atau
menggigit lidah.
• Terjadi beberapa menit, kemudian diikuti
lemah, kebingungan, sakit kepala atau tidur.
10. 2. Abscense attacks = petit mal
• Jenis yang jarang.
• Umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja.
• Penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala terkulai.
• Kejadiannya Cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari.
3. Kejang mioklonik
• Biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur.
• Pasien mengalami sentakan tiba-tiba.
• Jenis yang sama (tapi non epileptic) bisa terjadi pada pasien normal.
4. Kejang atonik
• Jarang terjadi.
• Pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot jatuh, namun bisa segera recovered.
11. KEJANG PARSIAL
1. Simple partial seizure
• Pasien tidak kehilangan kesadaran.
• Terjadi sentakan-sentakan pada bagian tertentu dari tubuh.
2. Complex partial seizure
• Pasien melakukan gerakan –gerakan tak terkendali: gerakan mengunyah, meringis dll tanpa kesadaran.
12. SASARAN TERAPI
•Mengontrol (mencegah dan mengurangi frekuensi) supaya tidak terjadi kejang
beraktivitas normal kembali.
•Meminimalisir adverse effect of drug.
Strategi terapi:
Mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik saraf yg berlebihan melalui
perubahan kanal ion atau mengatur ketersediaan neurotransmitter.
13. PRINSIP PENGOBATAN PADA EPILEPSI
• Monoterapi
• Menurunkan potensi AE
• Meningkatkan kepatuhan pasien
• Hindari / minimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif
• Jika monoterapi gagal, dapat diberikan sedatif atau politerapi
• Pemberian terapi sesuai dengan jenis epilepsinya
• Mulai dengan dosis terkecil (dapat ditingkatkan sesuai dengan kondisi pasien)
14. PRINSIP PENGOBATAN PADA EPILEPSI
•Variasi individual -- perlu pemantauan
•Monitoring kadar obat dalam darah - penyesuaian dosis
•Lama pengobatan tergantung jenis epilepsinya, kondisi pasien dan
kepatuhan pasien
•Jangan menghentikan pengobatan secara tiba-tiba (mendadak).
15. PENATALAKSANAAN TERAPI
•Non farmakologi :
•Amati faktor pemicu.
•Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, OR, konsumsi kopi
atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.
•Farmakologi : menggunakan obat-obat antiepilepsi
21. DRUG
Partial
Seizure
Generalized
Tonic- Clonic/
Grand Mal
Absence
Atypical
Absence
Drug of
Choice
Carbamazepine
Phenytoin
Valproate
Valproate
Carbamazepine
Phenytoin
Ethosuximide
Valproate
Valproate
Alternative
Lamotrigine
Gabapentine
Topiramate
Tiagabine
Primidone
Phenobarbital
Lamotrigine
Topiramate
Primidone
Phenobarbital
Clonazepam
Lamotrigine
Clonazepam
Lamotrigine
Topiramate
Felbamate
22. EPILEPSI PADA KEHAMILAN
•The possibility of increased maternal seizures,
•Pregnancy complications,
•Adverse fetal outcome.
•Approximately 25% to 30% of women have increased seizures during pregnancy
•Increased seizure activity may result from either a direct effect on seizure threshold or a
reduction in AED concentration.
•Barbiturates and phenytoin are associated with congenital heart malformations, orofacial
clefts, and other malformations.
•Valproic acid and carbamazepine are associated with spina bifida (neural tube defect) and
hypospadias.
23. •Lamotrigin dan gabapentin : tidak ditemui efek teratogen pada hewan uji,
tetapi data pada manusia belum cukup kuat.
•Pemberian suplemen asam folat dan vitamin k diperlukan selama wanita
hamil yang mengkonsumsi obat-obat antiepilepsi.
EEG: jadi nanti dilihat bagaimana aktifitas listrik diotak.
febrile seizure adalah kejang yang terjadi akibat peningkatan suhu tubuh (lebih dari 38 derajat Celsius).
Kejang demam pada bayi juga terjadi akibat suatu proses ekstranium (di luar kelainan otak).
“Kondisi ini umumnya dialami oleh anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun. Orang awam menyebut demam ini dengan ‘step’ pada anak. Biasanya, peningkatan suhu yang menyebabkan kejang ini bisa dipengaruhi oleh adanya faktor infeksi pada tubuh anak
Sampai saat ini, belum ada penyebab pasti yang buat seorang bayi bisa alami demam kejang. Namun, ada beberapa risiko yang buat bayi alami febrile seizure seperti riwayat kejang dari keluarga, usia kurang dari 12 bulan, temperatur rendah saat kejang (tidak perlu suhu tinggi untuk kejang), dan cepat kejang setelah demam
Penyakit saraf ada hubnya dgn NT ini. NT ini ibarat mak comblang yg mghubungkan antara rangsangan dgn rseptor/sarafnya.
GABA inhibitori. Jd di SSP ada yg Namanya inhibitori dan eksitatori. Nah Inhibitori dan eksitatori ini harus seimbang didalam saraf kita. Inhibitori >> otomatis byk yg dihambat, kalo eksitatori yg >> lebih byk yg dipacu. Ketidakseimbangan tsb inilah yg akan menyebabkan nanti gangguan saraf.
1. Adanya masalah pada proses kelhiran bayi.
Epilepsi pada bayi juga punya gejala kejang dan bisa terjadi berulang meski sedang tidak demam.
Jika kejang demam umumnya akan berhenti sendiri tanpa pengobatan, berbeda dengan epilepsi. Epilepsi membutuhkan obat rutin untuk mencegah kejang kambuh.
Penderita epilepsi pada bayi atau anak, biasanya akan terus minum obat jika kejang sering terjadi. Namun, apabila sudah jarang kambuh, dokter bisa saja menghentikan pemberian obat.
Kalau kejang hanya sekali2, blm bisa didiagnosa epiepsi bisa jd krn penyakit ttntu. Seperti missal pada anak dgn demam tinggi, bisa trjdi kejang namun tdk berulang terjdi jka demam sgt tggi.
GABA transaminase: enzim yg menguraikan GABA tdk ada pemecahan GABA.
Gaba transporter memperlama aksi GABA.
Levetiracetam: modulasi aktivitas synaptic vesicel protein 2A dan pengaruh pada signaling Ca2+.
Harus diperhatikan dsni, bagaimana kemgkinan trjdinya pengkatan kejang pd ibu hamil,
Dan bagaimana jka mengonsumsi obat antiepilepsi pd ibu hamil apakah bs trjdi komplikasi yg dpt mempengaruhi janin pd ibu hamil.
Spina bifida: kelainan pada tulang blkg bayi. Hipospadias: saluran kencing pd penis tdk brda diujung.