Dokumen tersebut membahas tentang pelatihan early warning system (EWS) di RSD Soebandi. Dokumen menjelaskan pengertian EWS, cara kerja, kriteria pasien, dan tindakan yang harus diambil berdasarkan skala EWS pasien. Dokumen juga membahas sistem resusitasi darurat dan alur pelaksanaannya di rumah sakit.
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) adalah suatu mekanisme pelayanan korban/pasien gawat darurat yang terintegrasi dan berbasis call center menggunakan kode akses telekomunikasi dengan melibatkan masyarakat. SPGDT bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan dan mempercepat waktu penanganan korban/pasien gawat darurat sehingga dapat menurunkan angka kematian serta kecacatan. SPGDT memegang peran penting dalam pelayanan masyarakat di tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional.
Penyelenggaraan SPGDT terdiri atas sistem komunikasi gawat darurat, sistem penanganan korban/pasien gawat darurat, dan sistem transportasi gawat darurat. Ketiga sistem tersebut harus saling terintegrasi satu sama lain. Masyarakat yang mengetahui dan mengalami kegawatdaruratan dapat melaporkan dan/atau meminta bantuan melalui Call Center. Operator Call Center memiliki tugas menerima, menjawab panggilan, memverifikasi laporan kejadian gawat darurat; mengoperasikan komputer dan aplikasi sistem informasi untuk mencatat informasi panggilan darurat dari masyarakat.
Dalam SPGDT, mekanisme komunikasi dan kolaborasi rujukan antarfasilitas pelayanan kesehatan dalam jejaring memiliki peranan sangat penting. Tantangan sistem rujukan antara lain permasalahan keterlambatan dan kendala komunikasi-koordinasi antara perujuk dengan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan. Dengan komunikasi dan koordinasi yang baik maka fasilitas kesehatan rujukan menjadi lebih siap menerima pasien, rujukan lebih terarah, pasien sudah distabilisasi sebelum dirujuk, serta ada kolaborasi antara perujuk dengan fasilitas rujukan.
PSC (Public Safety Center) atau Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu adalah pusat pelayanan di kabupaten/kota yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal-hal yang berhubungan dengan kegawatdaruratan. PSC merupakan ujung tombak pelayanan untuk mendapatkan respon cepat dalam penyelenggaraan SPGDT. Dalam menyelenggarakan PSC di kabupaten/kota, diperlukan sistem informasi dan komunikasi yang memadai dengan dukungan teknologi informasi yang mudah diakses dalam jejaring rujukan. Sistem informasi dan komunikasi jejaring rujukan pelayanan kesehatan ini harus berfungsi secara terintegrasi melibatkan fasilitas pelayanan kesehatan primer, fasilitas pelayanan kesehatan rujukan, serta Dinas Kesehatan.
Standar Akreditasi RS yang memuat pelayanan berfokus pasien dan standar modul APK AP PP dan PAB. Juga memuat alur pelayanan serta peran case manager. Disajikan dalam bentuk powrr ppoin show
Membaca elektrokardiografi adalah kompetensi standar para dokter dan perawat di gawat darurat. Dari sekian banyak metode membaca EKG, saya menawarkan cara membaca EKG yang bisa dikembangkan secara sistematis melalui latihan. Silakan dinikmati.
Surveilans pengendalian dan pencegahan infeksi di puskesmasI Putu Cahya Legawa
Bagaimana tim PPI merencanakan dan mengerjakan surveilans terkait HAIs di lingkungan pelayanan Puskesmas?
Presentasi ini memberikan gambaran ringkas mengenai bagaimana menyusun langkah-langkah survei PPI di faskes primer.
ICRA - Infection Control Risk Assesment, merupakan berfungsi menilai probabilitas munculnya infeksi akibat proyek konstruksi di lingkungan rumah sakit, dan menurunkan risiko infeksi tersebut sehingga bisa meningkatkan mutu keselamatan pasien,
EWS adalah sebuah sistem skoring fisiologis yang umumnya digunakan pada pasien dewasa sebelum pasien mengalami kondisi kegawatan. Skoring EWS disertai dengan algoritme tindakan berdasarkan hasil skoring dari pengkajian pasien (Duncan & McMullan, 2012).
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) adalah suatu mekanisme pelayanan korban/pasien gawat darurat yang terintegrasi dan berbasis call center menggunakan kode akses telekomunikasi dengan melibatkan masyarakat. SPGDT bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan dan mempercepat waktu penanganan korban/pasien gawat darurat sehingga dapat menurunkan angka kematian serta kecacatan. SPGDT memegang peran penting dalam pelayanan masyarakat di tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional.
Penyelenggaraan SPGDT terdiri atas sistem komunikasi gawat darurat, sistem penanganan korban/pasien gawat darurat, dan sistem transportasi gawat darurat. Ketiga sistem tersebut harus saling terintegrasi satu sama lain. Masyarakat yang mengetahui dan mengalami kegawatdaruratan dapat melaporkan dan/atau meminta bantuan melalui Call Center. Operator Call Center memiliki tugas menerima, menjawab panggilan, memverifikasi laporan kejadian gawat darurat; mengoperasikan komputer dan aplikasi sistem informasi untuk mencatat informasi panggilan darurat dari masyarakat.
Dalam SPGDT, mekanisme komunikasi dan kolaborasi rujukan antarfasilitas pelayanan kesehatan dalam jejaring memiliki peranan sangat penting. Tantangan sistem rujukan antara lain permasalahan keterlambatan dan kendala komunikasi-koordinasi antara perujuk dengan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan. Dengan komunikasi dan koordinasi yang baik maka fasilitas kesehatan rujukan menjadi lebih siap menerima pasien, rujukan lebih terarah, pasien sudah distabilisasi sebelum dirujuk, serta ada kolaborasi antara perujuk dengan fasilitas rujukan.
PSC (Public Safety Center) atau Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu adalah pusat pelayanan di kabupaten/kota yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal-hal yang berhubungan dengan kegawatdaruratan. PSC merupakan ujung tombak pelayanan untuk mendapatkan respon cepat dalam penyelenggaraan SPGDT. Dalam menyelenggarakan PSC di kabupaten/kota, diperlukan sistem informasi dan komunikasi yang memadai dengan dukungan teknologi informasi yang mudah diakses dalam jejaring rujukan. Sistem informasi dan komunikasi jejaring rujukan pelayanan kesehatan ini harus berfungsi secara terintegrasi melibatkan fasilitas pelayanan kesehatan primer, fasilitas pelayanan kesehatan rujukan, serta Dinas Kesehatan.
Standar Akreditasi RS yang memuat pelayanan berfokus pasien dan standar modul APK AP PP dan PAB. Juga memuat alur pelayanan serta peran case manager. Disajikan dalam bentuk powrr ppoin show
Membaca elektrokardiografi adalah kompetensi standar para dokter dan perawat di gawat darurat. Dari sekian banyak metode membaca EKG, saya menawarkan cara membaca EKG yang bisa dikembangkan secara sistematis melalui latihan. Silakan dinikmati.
Surveilans pengendalian dan pencegahan infeksi di puskesmasI Putu Cahya Legawa
Bagaimana tim PPI merencanakan dan mengerjakan surveilans terkait HAIs di lingkungan pelayanan Puskesmas?
Presentasi ini memberikan gambaran ringkas mengenai bagaimana menyusun langkah-langkah survei PPI di faskes primer.
ICRA - Infection Control Risk Assesment, merupakan berfungsi menilai probabilitas munculnya infeksi akibat proyek konstruksi di lingkungan rumah sakit, dan menurunkan risiko infeksi tersebut sehingga bisa meningkatkan mutu keselamatan pasien,
EWS adalah sebuah sistem skoring fisiologis yang umumnya digunakan pada pasien dewasa sebelum pasien mengalami kondisi kegawatan. Skoring EWS disertai dengan algoritme tindakan berdasarkan hasil skoring dari pengkajian pasien (Duncan & McMullan, 2012).
3. RSD dr
SOEBANDI
MENGAPAharusEWS??
APA saja EWS di RSD SOEBANDI
DIMANAsajaEWSditerapkandiRSDSOEBANDI
KAPAN saja EWS diterapkan di RSD SOEBANDI
SIAPA saja yang menilai EWS
BAGAIMANA cara menggunakan EWS ?
•
•
•
•
•
•
TAKE HOME MESSAGE ??
4. RSD dr
SOEBANDI
LATAR BELAKANG
Dari bahasa Perancis trier “Pemilihan atau Memilih”
Adalah proses pemilihan pada pasien yang cedera atau
sakit berdasarkan kebutuhan terhadap penatalaksanaan
kegawat-daruratan
Triage= Menegakkan Prioritas Px
DEFINISI TRIASE
Sangat Tergantung dari
Waktu Petugas Merespon Kondisi Klinis
Abnormal dari Pasien
6. RSD dr
SOEBANDI
Australasian Triage Scale (ATS)
Manchester Triage Scale (MTS)
Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS)
Emergency Severity Index (ESI)
Singapore Patient Acuity Category Scale (PACS) →
Berdasarkan klinis psn, tdk memperhatikan sumber
daya → Emergency dan Non emergency
Di Indonesia RS mengadopsi dan memodifikasi dua
sistem tersebut. Meskipun demikian, tdk sedikit RS
yg menyusun sistem triage sendiri.
JENIS TRIAGE DUNIA
7. RSD dr
SOEBANDI
Prioritas 1 atau Emergensi
Pasien dg kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi
dan intervensi segera
Pasien dibawa ke ruang resusitasi
Waktu tunggu 0 (Nol)
Prioritas 2 atau Urgent
Pasien dengan penyakit yang akut
Mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki
Waktu tunggu ≤ 15 menit
Area Critical care
PRIORITAS TRIAGE
8. RSD dr
SOEBANDI
Prioritas 3 atau Non Urgent
Psn yg biasanya dpt berjalan dg masalah medis yg minimal
luka lama
Kondisi yang timbul sudah lama
Area ambulatory / ruang P3
Prioritas 0 atau 4 Kasus kematian
Tidak ada respon pada segala rangsangan
Tidak ada respirasi spontan
Tidak ada bukti aktivitas jantung
Hilangnya respon pupil terhadap cahaya
PRIORITAS TRIAGE
9. RSD dr
SOEBANDI
Bagian integral dari asuhan pasien yg
dilaksanakan sesuai standar
Advokat psn ketika terjadi
penyimpangan standar perawatan yg
mengancam keselamatan pasien
Merupakan suatu informasi status
kes, keb psn, kegiatan asuhan kep
serta respons thd auhan yg
diterimanya.
sebagai wahana komunikasi dan
koordinasi antar profesi
(Interdisipliner) yg dpt dipergunakan
utk mengungkap suatu fakta aktual.
DOKUMENTASI
10. RSD dr
SOEBANDI
RSUP SARDJITO YOGYAKARTA 2018
POST ROSC SURVIVAL
RATE ↑
SESUAI INDIKASI
LOS ↓ dan ICU ↓ non
indikasi
Kendali mutu RS ↑
RJP ROSC
MANA RS KITA ???
11. RSD dr
SOEBANDI
11
*Standar PAP.3.1 early warning system (EWS)
*Standar PAP.3.2 yan resusitasi - “Code Blue”
*Standar PAP.3.3 pelayanan darah dan produk darah.
*Standar PAP.3.4 asuhan dgn peralatan bantu hidup dasar atau
yang koma.
*Standar PAP.3.5 asuhan pasien dgn penyakit menular dan yg
daya tahannya diturunkan (immune-supressed)
*Standar PAP.3.6 asuhan pasien dialisis (cuci darah)
*Standar PAP.3.7 penggunaan alat penghalang (restraint)
*Standar PAP.3.8 asuhan pasien usia lanjut, mereka yg cacat,
anak-a nak dan mereka yg berisiko disiksa.
* PAP.3.9 asuhan pada pasien yg mendapat kemoterapi atau
pelayanan lain yg berisiko tinggi.
Mengurangi/menekan RISIKO
Mengurangi/menekan RISIKO
Mengurangi/menekan RISIKO
23. RSD dr
SOEBANDI
MODIFIKASI PENYESUAIAN RSD SOEBANDI
MODIFIKASI SISTEM EWS DARI NEWS2 2017
M
E
W
S
SARPRAS KURANG = TIDAK ADA HCU
SDM KURANG = TIDAK ADA TMRC
RS MENYEDIAKAN PASIEN MONITOR STANDAR DI RUANG RAWAT INAP
25. RSD dr
SOEBANDI
INTERPRETASI
1.Assessmen o/ perawat senior Maks 5 menit
2.Ekskalasi monitoring, Jika Diperlukan 4-6 jam
3.Jika Diperlukan, konsultasi dengan dokter jaga
Ruangan
4.Ekskalasi perawatan dan terapi (Nyeri,
Oksigenasi, Antipiretik)
1. Call for help dr Jaga (max 5
menit)
2. Eskalasi monitoring tiap jam
3. Eskalasi perawatan dan terapi
sesuai kondisi pasien
4. Konsultasi DPJP dan Spesialis
terkait
5. Jika perlu pindah ke area
Intermediate – High Care
1. Panggil perawat senior-dr Jaga
2. Resusitasi, buka jalan nafas,
support ventilasi, oksigenasi dan
sirkulasi
3. Aktivasi code blue, respon tim
emergensi maks 10 mnt
4. Peralatan-obat emergency-
monitor kontinyu
5. Konsul DPJP, komunikasi kel
pasien
1. Panggil bantuan orang/petugas terdekat
2. Aktivasi Code Blue respon maksimal 5 menit
3. Mulai RJP (30 kompresi : 2 bantuan nafas)
4. Ambil peralatan dan obat-obatan emergency – Defibrilator
5. Resusitasi diambil alih oleh tim sekunder (Tim Code Blue)
6. Konsultasi DPJP – Komunikasi keluarga
26. RSD dr
SOEBANDI
SNARS 2017 PAP 3.1
SK PEDOMAN PANDUAN SPO
UMAN SOSIALISASI PELATIHAN
DARUS SYIFA DAN KOMED
EWS ditulis dalam CPPT tiap Pasien :
misal “EWS : 4”
PPJP lapor dr Umum, Terapi (-)
Ada TIM EWS-Code Blue yang bertugas mengolah data
pasien skala kritis dilakukan Resus/DNR
(1 Dokter umum, 2 Perawat, 1 Apoteker, 1 Sekuriti/Admin)
DE JURE !! (Fx Adm)
DE FACTO :
EWS dapat Dijalankan dengan bantuan Rolling DM dan
Dokter Umum di IGD maupun ruangan untuk melakukan
pengolahan data administrasi px kritis :
Fungsi : Pengenalan, Pendidikan dan Praktik
Pemantauan Evaluasi EWS
Ruangan Pusat
EWS-Code Blue
khusus yang
mampu
terintegrasi
dengan akses
kemanapun
ruangan di RS
27. RSD dr
SOEBANDI
APA YANG BISA KITA LAKUKAN di RS KITA ??
• Pasien Skala EWS Hijau 1-4 (tanpa nilai merah dalam skoring) Masuk di Ruang
Rawat Biasa dengan monitoring manual berkala tiap Shift
• Pasien Skala EWS Merah dan Biru (Pasca Resusitasi-ROSC) Masuk di Ruang Rawat
Intensif (Apabila Intensif ada KAPASITAS TEMPAT dan Masuk PRIORITAS I) dr
Jaga Lapor kondisi pasien kepada dr Penanggung Jawab Intensif
• Pasien Skala EWS Kuning Masuk di Ruang Intermediate dari tiap Ruang Rawat
Biasa (Basic Monitoring System – TD, N, SaO2, Suhu, RR) di RS, Px Skala ini
masuk Ruang Rawat Biasa dengan monitoring manual berkala tiap 4-6 jam
• Pasien Skala EWS Oranye dan Hitam (DNR) Masuk dalam Ruangan High Care Unit
(HCU-ROI) Advanced Monitoring System non Invasive Respiratory Support ((-)
Ventilator) di RS, Px Skala ini Masuk di Ruangan Rawat Intermediate / Rawat
Biasa dengan Automatic Basic Monitoring (TD, N, SaO2, Suhu, RR) tiap jam. KIE
KELUARGA Apabila DNR
28. RSD dr
SOEBANDI
PASCA PENILAIAN TINDAKAN EWS
• Tim Jaga Reaksi Cepat Kode Biru mengolah data yang didapatkan dengan memberikan
perhatian pada setiap pasien dengan kondisi EWS skala 5-6 atau 3 (dalam satu
parameter)
• Setiap perubahan kenaikan skala EWS pada pasien dgn skala 5-6 dilaporkan kepada tim
jaga reaksi cepat Kode Biru
• Pasien dengan skala EWS 5-6 yang diterima oleh tim jaga reaksi cepat kode biru, telah
harus dilakukan KIE oleh DPJP terkait tindakan pertolongan kode biru apabila terjadi
kegawat daruratan.
• Kepastian tindakan Resusitasi maupun Do Not Resuscitate (DNR) ditegakkan pada
pasien dengan skala EWS 5-6 dengan lebih dahulu dilakukan KIE oleh DPJP terkait
pasien. Interpretasi EWS Shift Pagi oleh DPJP dan tim Perawatan Pagi
• Apabila terjadi kegawatan kode biru pada pasien dengan skala 5-6, dan pasien
dilakukan tindakan resusitasi maka Alur pelaksanaan kode biru berlaku
• Apabila terjadi kegawatan kode biru pada pasien dengan skala 5-6 dan pasien
dinyatakan DNR (Terminal) maka pendekatan KIE keluarga pasien berlaku dan pasien
tidak diberlakukan kode biru
29. RSD dr
SOEBANDI
PASCA PENILAIAN TINDAKAN EWS
• Pada Pasien dengan kegawatan skala 5-6 dalam kondisi segera dan
mendadak (misalnya dalam tindakan operasi, terjadi henti jantung tiba-
tiba, maupun kejang mendadak pada pasien PEB) berlaku kondisi alur
pelayanan kode biru.
• Pasien yang telah menjalani alur pelayanan kode biru dan dinyatakan
stabil secara klinis oleh DPJP, dipindahkan ke Unit Rawat Intensif (ICU,
PICU-NICU, ICCU) maupun tetap di Ruangan Rawat Inap dengan
monitoring sesuai dengan SPO Indikasi rawat Intensif yang berlaku di RS.
30. RSD dr
SOEBANDI
SOP Paska Resusitasi
Kesesuaian antara level kegawatan
pasien dengan level perawatan
LOC: LEVEL OF CARE
38. RSD dr
SOEBANDI
KRITERIA MASUK ICU 1. Sakit kritis, Tidak Stabil, Terapi Intensif tertitrasi
2. Ventilasi Mekanik
3. Vasoaktif Kontinyu
4. Pengobatan Kontinyu Tertitrasi
Contoh : Post Op Bedah Thorak, Syok Sepsis, Ggx Asam Basa
mengancam jiwa, Pasca Cardiac Arrest - ROSC
I
1. Memerlukan Pemantauan Canggih di ICU (ETCO2, IABP,
CO, PCWP, CVP, Intermitten Echo hemo-dinamik dan
vaskular)
2. Memerlukan Terapi Intervensi (HD)
Contoh : HD intensif, Burn Unit, Peny
dasar Jtg-Paru, Gagal Ginjal Akut,
Post Operatif Emergency dan Resiko tinggi ASA 3-4
II
1. Sakit kritis komorbid tetap
2. Kemungkinan sembuh kecil
3. Manfaat ICU kecil
Contoh : Ca metastatik paru, tamponade, sumbatan jalan
nafas
III
1. Diluar ke III Prioritas, Seijin kepala ICU
2. Apabila ada px ICU prioritas OUT
3. Pasien DNR
4. Pasien Vegetatif Permanen
5. Pasien Mati Batang Otak
Contoh : Px Terminal, GCS 111 irreversibel, MBO
NON
Permenkes 519/MENKES/PER/III/2011
39. RSD dr
SOEBANDI
KRITERIA KELUAR INTENSIF
1) Penyakit atau keadaan pasien telah membaik
dan cukup stabil.
2) Terapi dan perawatan intensif tidak memberi
hasil pada pasien.
3) Dan pada saat itu pasien tidak menggunakan
ventilator.Pasien mengalami mati batang otak.
4) Pasien mengalami stadium akhir (ARDS stadium
akhir)
5) Pasien/keluarga menolak dirawat lebih lanjut di
ICU (pl.paksa)
6) Pasien/keluarga memerlukan terapi yang lebih
gawat mau masuk ICU dan tempat penuh.
Permenkes 519/MENKES/PER/III/2011
INDIKASI MASUK : DOKTER PENANGGUNG JAWAB INTENSIF YANG
BERTUGAS
INDIKASI KELUAR : DOKTER PENANGGUNG JAWAB INTENSIF dan
DPJP
43. RSD dr
SOEBANDI
RANCANGAN TRIASE EWS CODEBLUE
• Mengaktifkan kembali HCU (High Care Unit) sebagai pusat kendali EWS di
RS.
• Melengkapi Ruangan RaNap dengan Intermediate Care yang memiliki
Monitor Pasien Otomatis Standar (SaO2, TD, Nadi, RR, Temp)
• TIM EMERGENCY REAKSI CEPAT RS (1 dokter Umum, 2 Perawat, 1 Farmasi
Klinis, 1 Sekuriti-Admin (Trolley Keeper))
• Pada pasien non Terminal dengan skala 5-6 yang telah diresusitasi maka
pindah ke HCU untuk pemantauan ketat tanda tanda vital sebelum terjadi
kode biru
• Pada pasien Terminal dengan skala 5-6, diputuskan dari awal Shift oleh DPJP
DNR/Tidak. Sehingga Pasien Terminal yang DNR tetap di ruangan atau
pindah ke Ruang PCU (Paliative Care Unit) untuk menjalani perawatan
paliatif