Eksum dan raperda penyelenggaraan kota religius, jawa barat, selatan jakarta, kota satelit
1. 1
PENJELASAN
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK
TENTANG
PENYELENGGARAAN KOTA RELIGIUS
A. LATAR BELAKANG
bahwa masyarakat Kota Depok adalah masyarakat religius yang senantiasa menjunjung
tinggi harkat, martabat dan kemuliaan berdasarkan norma agama, norma hukum, norma
kesusilaan dan norma kesopanan sebagai tuntunan dalam menjalankan kehidupan pribadi
maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga Pemerintah
Daerah perlu mendorong setiap upaya masyarakat untuk senantiasa menyeru dan mengajak
kepada kebaikan dan mencegah perbuatan tercela sehingga terwujud suasana kehidupan
kemasyarakatan yang harmonis, rukun, damai, aman, tertib dan tenteram; bahwa upaya
mewujudkan suasana kehidupan kemasyarakatan yang harmonis, rukun, damai, aman, tertib
dan tenteram perlu dilakukan secara terpadu, sistematik dan berkelanjutan dengan
mengikutsertakan seluruh komponen masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan swasta.
B. POKOK-POKOK PIKIRAN
1. Landasan Filosofis
Pandangan ahli peraturan perundang-undangan M. Solly Lubis [Lubis, 1989],
menyatakan bahwa landasan filosofis adalah dasar filsafat atau pandangan, atau ide yang
menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan kebijaksanaan (pemerintahan) ke
dalam suatu rencana atau draft peraturan negara.
Peraturan perundang-undangan sebagai dasar landasan filosofis dibentuk dengan
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi suasana
kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada prinsipnya terdapat
pandangan yang menyatakan bahwa landasan filosofis adalah landasan berkaitan dengan
dasar atau ideologi negara, yaitu nilai-nilai (cita-cita hukum) yang terkandung dalam
Pancasila. Selanjutnya pandangan yang menyatakan bahwa landasan filosofis adalah
pandangan atau ide pokok yang melandasi seluruh isi peraturan perundang-undangan.
Salah satu cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan
umum. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut, pemerintah selaku otoritas tertinggi dalam
sebuah negara memiliki kewajiban untuk mengantisipasi pertumbuhan populasi yang terus
meningkat, mengantisipasi permasalahan lingkungan, mengantisipasi masalah kecemburuan
2. 2
sosial, meningkatkan kebutuhan integrasi tata kota dan kebutuhan kualitas layanan yang
efektif dan efisien serta memenuhi hak-hak sosial masyarakat.
Secara filosofis, negara sebagai pemegang mandat dari rakyat bertanggungjawab untuk
menyelengarakan pelayanan publik, sebagai usaha pemenuhan hak-hak dasar rakyat.
Dalam hal ini, posisi negara adalah sebagai pelayan masyarakat (public service) dari
pengguna layanan. Sementara rakyat memiliki hak atas pelayanan publik dari negara karena
sudah memenuhi kewajiban sebagai warga negara, seperti membayar pajak atau punggutan
lainnya (langsung maupun tidak langsung) dan terlibat dalam partisipasi penyelenggaraan
pelayanan.
Salah satu bentuk pelayanan yang sangat mendasar dan menjadi tugas negara
sekaligus sebagai upaya untuk mencapai tujuan negara adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Seiring dengan tugas negara sebagaimana tersebut di atas,
pemerintah pusat dan pemerintah daerah diharapkan menyediakan sarana dan prasarana
yang memadai sebagai unsur penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan
bernegara, dalam pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah negara dan fungsi
negara. Fungsi negara sebagaimana dijabarkan tersebut dipertegas oleh pendapat W.
Friedmann [Friedmann, 1990] yang membagi fungsi negara ke dalam dua tipe, yakni:
1. Fungsi negara sebagai penyedia (provider), fungsi ini dikaitan dengan konsep
kesejahteraan sosial (welfare state). Negara bertanggung jawab menyediakan sarana
dan prasarana untuk pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka menjamin
standar kehidupan bagi semua orang.
2. Fungsi negara sebagai pengatur (regulator), fungsi ini sebagai pembuat peraturan
menggunakan berbagai tingkat kontrol,
3. Fungsi negara sebagai pengusaha (enterprenuer), fungsi ini sebagai pengusaha
berkaitan dengan promosi daerah atas kekayaan alam yang ada untuk dimanfaatkan
sebagai sumber pembangunan melalui upaya investasi.
bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 21 Tahun 17 tentang
RPJMD-P yang di dalamnya memuat tentang Visi Kota Depok yaitu Unggul Nyaman dan
Religius dimana pada kata religius diperlukan penjabaran dalam implementasinya melalui
suatu peraturan Daerah tersendiri;
2. Landasan Sosiologis
Menurut ahli peraturan perundang-undangan Jimly Asshiddiqie [Asshiddiqie, 2006],
landasan sosiologis mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat akan norma hukum dan
sosial. Keberlakuan sosiologis berkenaan dengan (1) kriteria pengakuan terhadap daya ikat
norma hukum; (2) kriteria penerimaan terhadap daya ikat norma hukum; dan (3) kriteria
faktisitas menyangkut norma hukum secara faktual memang berlaku efektif dalam
masyarakat.
Kota Depok merupakan sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak
tepat di selatan Jakarta, yakni antara Jakarta dan Bogor. Dahulu Depok adalah kota
kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bogor, yang kemudian mendapat status kota
3. 3
administratif pada tahun 1982. Sejak 20 April 1999, Depok ditetapkan menjadi kotamadya
(sekarang: kota) yang terpisah dari Kabupaten Bogor. Kota Depok terdiri atas 11 kecamatan,
yang dibagi menjadi 63 kelurahan. Depok merupakan kota penyangga Jakarta. Ketika
menjadi kota administratif pada tahun 1982, penduduknya hanya 240.000 jiwa, dan ketika
menjadi kotamadya pada tahun 1999 penduduknya 1,2 juta jiwa.
Secara geografis, Kota Depok terletak pada 6° 22' 21 Lintang Selatan serta 106° 49' 39
Bujur Timur. Perubahan yang terjadi di Kota Depok adalah proses panjang dari serangkaian
perencanaan strategis menuju Kota yang mandiri. Geliat pembangunan terlihat di mana-
mana, ada Sekolah-sekolah dibangun, puskesmas dibangun, jalan-jalan diperbaiki, bahkan
Jalan Juanda yang menjadi kebanggaan hingga kini dibangun Untuk mengantisipasi
pesatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya ekonomi warga, pada tahun itu pula
dicanangkan pembangunan ruas jalan tol. Peruntukan ruas jalan tol inilah yang direncanakan
dalam perencanaan tata ruang wilayah Kota Depok. Untuk mewujudkan rencana itu
kemudian Panitia Khusus Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok, Akhirnya perencanaan
ruas Jalan Tol Cinere-Jagorawi dan rencana ruas jalan tol Depok-Antasari dapat terwujud
yang nantinya akan menghubungkan wilayah Jakarta, Depok dan Bogor. Bahkan tingkat
perekonomian Kota Depok tumbuh di atas rata-rata nasional. Masyarakatnya pun hidup
dalam alam toleransi dan mendapatkan perlakuan yang sama. Apalagi selama ini
masyarakat Kota Depok yang majemuk telah berhasil membuktikan secara regional maupun
nasional sebagai masyarakat yang dewasa bahkan perbedaan yang ada tidak pernah
memicu konflik sosial sehingga masyarakat Kota Depok bisa hidup berdampingan dan saling
bahu membahu membangun di segala aspek kehidupan.
Perkembangan Kota Depok dari aspek geografis, demografis maupun sumber
pendapatan begitu pesat, terutama di bidang administrator pembangunan. Ada beberapa
indikator yang dapat dipergunakan sebagai acuan tentang pertumbuhan ekonomi di Kota
Depok. Capaian Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Depok pada tahun tahun 2016:
7,28%. Kontribusi paling dominan terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan
LPE, dari industri pengolahan. Terjadi peningkatan dari tahun ke tahun pada peranan sektor
tersier, yaitu dari 46,74% pada tahun 2015 menjadi 47,33% pada tahun 2016. Indikasi
tersebut menandakan bahwa masyarakat Depok sudah dapat memenuhi kebutuhan sektor
primer maupun sekunder.
Laju ekonomi yang meningkat tersebut, telah menjadikan Depok sebagai kota jasa dan
perdagangan. Hal itu terlihat secara nyata dengan semakin banyaknya layanan sektor jasa
dan perdagangan yang bermunculan di Kota Depok, seperti restauran, Mall, tempat-tempat
usaha dan layanan jasa lainnya. Pada tahun 2011, perekonomian Depok dijadikan
percontohan oleh Timor Leste dengan hadirnya Menteri Ekonomi dan Pembanguna Timor
Leste. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2016 pertumbuhan perekonomian Kota
Depok mencapai 7,28%. Angka tersebut jauh melebihi pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat
sebesar 5,67%.
Berdasarkan aspek sosiologis diatas, Kota Depok siap mewujudkan implementasi Tata
Nilai Kehidupan Masyarakat Yang Religius dengan memprioritaskan aspek pelayanan
publik, aspek interaksi warga, aspek keterbukaan informasi dan aspek kinerja pemerintah
yang bersih, transparan dan berintegritas.
3. Landasan Yuridis
Ahli peraturan perundang-undangan M. Solly Lubis [Lubis, 1989] menyatakan bahwa
landasan yuridis adalah ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum bagi pembuatan suatu
4. 4
peraturan, yang terbagi atas : (1) landasan yuridis formal, yakni landasan yuridis yang
memberi kewenangan untuk membuat peraturan tertentu; dan (2) landasan yuridis materiil,
yaitu landasan yuridis untuk segi isi (materi) yakni dasar hukum untuk mengatur hal-hal
tertentu.
Kajian dari segi yuridis ini dimaksudkan untuk melihat peraturan perundang-undangan
yang menjadi instrumen hukum sebagai dasar dalam pembentukan Rancangan Peraturan
Daerah Tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat Yang Religius. Dengan adanya kajian
yuridis, diharapkan materi dan substansi yang ada dalam Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat Yang Religius, ini tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan terkait. Adapun peraturan perundang-undangan
terkait yang menjadi dasar penyusunan rancangan peraturan daerah ini adalah sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18 dan Pasal 34.
2. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kotamadya Depok dan
Kotamadya Cilegon.
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Lembaran Negara Nomor
5679).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang
menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Depok (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2008
Nomor 83);
8. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 7 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Kota Depok Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2009
Nomor 7 Seri E;
9. Peraturan Daerah Kota Depok No. 21 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah
Nomor 7 tahun 2016 tentang RPJMD 2016 — 2021;
10. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 11 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum (Lembaran
Daerah Kota Depok Tahun 2009 Nomor 109);
C. MATERI MUATAN
Sistematika dalam Peraturan Daerah tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat Yang Religius yang
disusun meliputi :
BAB I : Ketentuan Umum
BAB II : Maksud dan Tujuan
BAB III : Ruang Lingkup
BAB IV : Prinsip-prinsip Dasar
BAB V : Pelaksanaan Norma-norma dalm Kehidupan
Masyarakat
5. 5
BAB VI : Pembinaan dan Pengawasan
BAB VII : Sanksi Administratif
BAB VIII : Ketentuan Penutup
Dari sisi substansi, bab yang menguraikan jangkauan, arah pengaturan serta
ruang lingkup materi muatan peraturan daerah ini telah mendasarkan diri pada hal-hal
yang sudah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Dasar tersebut meliputi dasar yuridis serta
fakta sosial yang melingkupinya. Hal ini menjadikan jangkauan, arah pengaturan serta
lingkup materi muatan tetap memiliki konsistensi dengan peraturan perundangan maupun
aspek yang lainnya.
a/n. Kepala Bagian Kesejahteraan Sosial
Sekretariat Daerah Kota Depok
Kasubag Pemberdayaan dan Keagamaan
Dzikrulloh Kamali, S.Pi
NIP. 197804142010011017
6. WALI KOTA DEPOK
PROVINSI JAWA BARAT
DRAFT PERATURAN DAERAH KOT DEPOK
NOMOR …TAHUN ……
TENTANG
PENYELENGGARAAN KOTA RELIGIUS
Menimbang : a. bahwa masyarakat Kota Depok adalah masyarakat religius yang senantiasa
menjunjung tinggi harkat, martabat dan kemuliaan berdasarkan norma agama,
norma hukum, norma kesusilaan dan norma kesopanan sebagai tuntunan dalam
menjalankan kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, sehingga Pemerintah Daerah perlu mendorong setiap
upaya masyarakat untuk senantiasa menyeru dan mengajak kepada kebaikan dan
mencegah perbuatan tercela sehingga terwujud suasana kehidupan
kemasyarakatan yang harmonis, rukun, damai, aman, tertib dan tenteram;
b. bahwa upaya mewujudkan suasana kehidupan kemasyarakatan yang harmonis,
rukun, damai, aman, tertib dan tenteram perlu dilakukan secara terpadu,
sistematik dan berkelanjutan dengan mengikutsertakan seluruh komponen
masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan swasta;
c. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor ….Tahun …… tentang
RPJMD-P yang di dalamnya memuat tentang Visi Kota Depok yaitu Unggul
Nyaman dan Religius dimana pada kata religius diperlukan penjabaran dalam
implementasinya melalui suatu peraturan Daerah tersendiri;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a huruf b
dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Tata Nilai Kehidupan
Masyarakat yang Religius di Kota Depok;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor .. Tahun ….. tentang Pembentukan Kota Depok
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun … Nomor…, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor….);
3. Undang-Undang Nomor … Tahun …. tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun …. Nomor ….., Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor ….), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor .. Tahun …. tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor .. Tahun …. tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun …. Nomor .., Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor ….);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
7. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4593);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4737);
7. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Depok (Lembaran
Daerah Kota Depok Tahun 2008 Nomor 83);
8. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 9 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Depok Tahun 2005 – 2025 (Lembaran
Daerah Kota Depok Tahun 2008 Nomor 89);
9. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 11 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum
(Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2009 Nomor 109);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DEPOK
dan
WALIKOTA DEPOK
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG TATA NILAI KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG
RELIGIUS DI KOTA DEPOK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
2. Walikota adalah Walikota Depok.
3. Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya.
8. 4. Norma adalah aturan-aturan atau pedoman sosial yang khusus mengenai tingkah
laku, sikap, dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan di
lingkungan.
5. Tata Nilai adalah sistem yang merupakan satu kesatuan nilai atau norma yang
meliputi norma agama, hukum, adat istiadat dan budaya, moral serta kesusilaan
yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
6. Setiap orang adalah orang perseorangan, instansi atau badan usaha.
7. Ibadah adalah seluruh aspek perbuatan manusia, baik lahir maupun batin yang
dilakukan semata-mata untuk melaksanakan perintah ajaran agama dengan
harapan mendapat ridho dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa.
8. Akhlak adalah perilaku yang mengandung nilai-nilai moral spiritual yang tercermin
dalam sikap lahir maupun batin dan perilaku budi pekerti atau kebiasaan yang
dilakukan oleh orang-seorang atau sekelompok orang dalam kehidupan pribadi
maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Pembentukan Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk mewujudkan peningkatan
tatanan kehidupan masyarakat Kota Depok yang berharkat, bermartabat dan
berakhlak mulia yang berdasarkan kepada norma-norma yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat Kota Depok dengan tetap berpedoman kepada
peraturan perundang-undangan.
(2) Tujuan dibentuknya Peraturan Daerah ini adalah untuk :
a. mewujudkan peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
b. membangun akhlak mulia;
c. menciptakan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
norma agama, norma hukum, norma kesusilaan dan norma kesopanan sebagai
pedoman dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
d. memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap akibat dari perilaku dan
perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat;
e. membangun kesadaran masyarakat untuk saling menghormati dan menghargai
antar pemeluk agama, etnis, budaya dan elemen masyarakat lainnya; dan
f. menciptakan kehidupan masyarakat yang rukun, tertib dan aman.
BAB III
RUANG LINGKUP
9. Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. prinsip-prinsip dasar;
b. pelaksanaan norma-norma dalam kehidupan masyarakat;
c. peran serta masyarakat;
d. pembinaan dan pengawasan; dan
e. sanksi administratif.
BAB IV
PRINSIP-PRINSIP DASAR
(1)
Pasal 4
Pelaksanaan norma-norma kehidupan masyarakat, diselenggarakan secara
terencana, terpadu dan berkelanjutan.
(2) Pelaksanaan norma-norma kehidupan masyarakat diselenggarakan melalui
pendekatan persuasif edukatif berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Pelaksanaan norma-norma kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan dalam rangka mewujudkan tata nilai
kehidupan masyarakat yang religius di Kota Depok.
(1)
BAB V
PELAKSANAAN NORMA-NORMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
Setiap orang wajib melaksanakan ajaran agamanya masingmasing sebagai
tuntunan dan pedoman hidup, baik dalam menjalankan kehidupan pribadi
maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2) Dalam upaya mewujudkan ajaran agama sebagai tuntunan dan pedoman hidup,
maka setiap orang agar senantiasa menyeru kepada kebajikan dan mencegah hal-
hal yang tercela dalam kehidupan sehari-hari.
(3) Setiap orang wajib menjaga kerukunan hidup antar pemeluk agama, etnis/suku
dan golongan dengan mengembangkan sikap saling menghargai dan
10. menghormati dalam melaksanakan kegiatan sosial kemasyarakatan.
(4) Setiap orang wajib mencegah dan menghindari perbuatan tercela yang dapat
menimbulkan kerugian dan keruntuhan akhlak, moral dan sosial.
(5) Perbuatan tercela sebagaimana dimaksud pada ayat (4), antara lain sebagai
berikut :
a. tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan jabatan/kekuasaan/kewenangan;
b. perzinahan atau pelacuran, baik yang dilakukan oleh orang yang berbeda
jenis kelamin maupun oleh orang yang berjenis kelamin sama;
c. perjudian dalam berbagai bentuk dan jenisnya;
d. mengkonsumsi dan/atau mengedarkan minuman dan/atau makanan yang
mengandung alkohol dan/atau ethanol dan/atau bahan lain yang dapat
memabukkan dan/atau menimbulkan kecanduan/ ketergantungan kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundangundangan;
e. mengkonsumsi dan/atau mengedarkan narkotika, zatzat adiktif dan obat-
obatan terlarang kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-
undangan;
f. praktik aborsi kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;
g. penggunaan sarana atau alat yang mengandung unsur pornografi kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;
h. pertunjukan, hiburan/wisata dan/atau reklame yang mengandung unsur
pornografi;
i. praktik riba, ijon dan sejenisnya;
j. perdukunan yang mengarah kepada perbuatan syirik;
k. eksploitasi secara melawan hukum terhadap anak di bawah umur dan kaum
perempuan;
l. penyebaran paham/aliran sesat;
m. perbuatan melawan hukum yang menimbulkan gangguan ketertiban
umum; n. mencacimaki, memfitnah, menghasut, menghina dan perbuatan
lainnya yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan dan
norma kesopanan; dan
o. perbuatan lainnya yang dilarang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(1)
Bagian Kedua
Pemeliharaan Keyakinan Beragama
Pasal 6
Setiap muslim wajib memelihara dan meningkatkan keyakinan Agama Islam
sesuai dengan Al-Qur’an dan AsSunah serta menjaga dari pengaruh ajaran yang
menyesatkan.
(2) Pemeliharaan, peningkatan dan penjagaan keyakinan beragama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib pula dilakukan oleh seluruh pemeluk agama sesuai
11. dengan ajaran agamanya masing-masing.
(3) Lembaga keagamaan agar senantiasa melaksanakan pembinaan dan
pembimbingan terhadap setiap pemeluk agama yang tidak melaksanakan
dan/atau telah menyimpang dari ajaran agamanya.
(4) Pemerintah Daerah memfasilitasi upaya pembinaan dan pembimbingan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai kewenangannya.
(1)
(2)
Bagian Ketiga
Pengamalan Ibadah
Pasal 7
Setiap orang berhak untuk beribadah menurut keyakinan berdasarkan ajaran
agamanya masing-masing.
Ibadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap
menghormati dan menjaga toleransi dan kerukunan antarumat beragama.
Pasal 8
Setiap orang wajib memberikan kesempatan kepada karyawan/pegawai untuk
menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama berdasarkan keyakinannya
masing-masing.
(1)
(2)
(3)
Pasal 9
Setiap orang yang mempekerjakan orang lain wajib menyediakan sarana
peribadatan secara layak sesuai kebutuhan dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pemerintah Daerah memfasilitasi agar setiap orang dapat melaksanakan ibadah
sesuai dengan ajaran agama berdasarkan keyakinannya.
Pemerintah Daerah sesuai kewenangan dan kemampuannya memfasilitasi
pengembangan sarana/ prasarana peribadatan.
Pasal 10
Setiap tempat peribadatan harus digunakan sesuai dengan fungsi dan
peruntukannya.
Bagian Keempat
Kegiatan Perekonomian
12. (1)
(2)
(3)
Pasal 11
Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang
perekonomian.
Dalam melaksanakan kegiatan perekonomian, setiap orang menerapkan prinsip
kejujuran, adil dan persaingan sehat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam melaksanakan kegiatan perekonomian, setiap muslim :
a. diutamakan menggunakan sistem ekonomi syari’ah;
b. dilarang melakukan praktek riba dan/atau ijon; dan
c. dalam melakukan usaha jasa pembiayaan keuangan, diutamakan menerapkan
sistem ekonomi syari’ah atau membentuk unit usaha syari’ah yang terpisah dari
usaha konvensional.
(1)
(2)
(3)
Bagian Kelima
Pembangunan Akhlak
Pasal 12
Setiap orang wajib membangun, menjaga dan memelihara akhlak sesuai ajaran
agama dan norma-norma sosial.
Pemerintah Daerah memfasilitasi pembinaan dan peningkatan akhlak sesuai
dengan nilai-nilai ajaran agama dan norma-norma sosial.
Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat melakukan pencegahan terhadap setiap
perbuatan tercela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1)
(2)
(3)
Bagian Keenam
Pengembangan Pendidikan
Pasal 13
Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat mengembangkan pendidikan agama,
baik secara formal, non formal maupun informal.
Pendidikan agama dilaksanakan dan dikembangkan dalam rangka meningkatkan
pengetahuan dan keyakinan terhadap ajaran agama.
Pemerintah Daerah membina dan memfasilitasi pelaksanaan dan pengembangan
13. (4)
pendidikan agama pada satuan pendidikan yang dikelola oleh Pemerintah Daerah
dan masyarakat.
Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan agama diatur dengan
Peraturan Daerah tersendiri.
(1)
(2)
(3)
Bagian Ketujuh
Etika Berpakaian
Pasal 14
Setiap orang wajib berpakaian yang sopan sesuai ajaran agamanya masing-
masing, norma kesopanan masyarakat Kota Depok.
Setiap pemeluk agama wajib saling menghormati dan menghargai tata cara dan
batasan berpakaian sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.
Setiap lembaga, baik pemerintah daerah maupun swasta di Kota Depok mengatur
dan menetapkan ketentuan berpakaian bagi setiap pegawai, karyawan dan/atau
orang yang berada dibawah tanggung jawabnya atau lingkungan kerjanya dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, cara berpakaian
menurut ajaran agamanya dan/atau norma kesopanan masyarakat Kota Depok.
BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
(1)
(2)
Pasal 15
Dalam melaksanakan pembangunan tata nilai kehidupan masyarakat yang
religius, Pemerintah Daerah melibatkan peran serta seluruh masyarakat.
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berkenaan dengan
upaya membangun tata nilai kehidupan masyarakat di Kota Depok yang meliputi
kegiatan :
a. sosalisasi dan pembinaan penerapan pembangunan tata nilai kehidupan
masyarakat yang religius; dan
b. konsultasi dan koordinasi penerapan pembangunan tata nilai kehidupan
masyarakat yang religius.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
14. Pasal 16
Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan pembangunan tata nilai kehidupan masyarakat yang religius di Kota
Depok
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 17
Untuk mewujudkan keterpaduan antara peran serta masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 dan kewenangan pemerintah daerah dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16, dibentuk tim koordinasi penerapan pembangunan tata nilai kehidupan
masyarakat yang religius di Kota Depok.
Tim Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Walikota, yang keanggotaannya terdiri dari unsur :
a. Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan
b. Masyarakat.
Tim Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas pokok :
a. menyusun pedoman penerapan pembangunan tata nilai kehidupan
masyarakat yang religius;
b. sosalisasi, pembinaan dan pengawasan penerapan pembangunan tata nilai
kehidupan masyarakat yang religius; dan
c. konsultasi dan koordinasi penerapan pembangunan tata nilai kehidupan
masyarakat yang religius;
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja tim koordinasi diatur dengan
Peraturan Walikota.
(1)
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 18
Setiap orang yang mempekerjakan orang lain yang :
a. tidak memberikan kesempatan kepada karyawan/pegawai untuk menjalankan
ibadah sesuai dengan ajaran agama berdasarkan keyakinannya masing-masing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dikenakan sanksi administratif
berupa :
1. teguran;
2. peringatan tertulis;
3. penghentian kegiatan; dan/atau
4. pencabutan izin.
b. tidak menyediakan sarana peribadatan secara layak sesuai kebutuhan dan
ketentuan peraturan perundangundangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
15. (2)
(3)
(4)
(5)
ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif berupa :
1. teguran;
2. peringatan tertulis;
3. penghentian kegiatan; dan/atau
4. pencabutan izin.
Setiap lembaga, baik pemerintah daerah maupun swasta yang tidak mengatur
dan menetapkan ketentuan berpakaian bagi setiap pegawai, karyawan dan/atau
orang yang berada dibawah tanggung jawabnya atau lingkungan kerjanya dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, cara berpakaian
menurut ajaran agamanya dan norma kesopanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (3) dapat dikenakan sanksi administratif berupa :
1. teguran;
2. peringatan tertulis;
3. penghentian kegiatan; dan/atau
4. pencabutan izin.
Penerapan sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a angka 4, huruf b angka 4 dan ayat (2) angka 4 dilaksanakan
sesuai kewenangan pemerintah daerah.
Dalam hal sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a angka 4, huruf b angka 4 dan ayat (2) angka 4 bukan
merupakan kewenangan pemerintah daerah, penerapannya dilakukan dengan
menerbitkan rekomendasi pencabutan izin kepada lembaga yang berwenang
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur
dengan Peraturan Walikota.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1
(satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 20
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Depok. Ditetapkan di Depok pada
tanggal …………………………….