Dokumen ini membahas tentang curah hujan dan jumlah aliran limpasan hujan. Menguraikan bahwa aliran limpasan hujan adalah bagian dari hujan yang mengalir di atas permukaan tanah selama dan sesudah hujan, serta berbagai faktor yang mempengaruhi besarnya aliran limpasan seperti durasi hujan, kelebatan hujan, dan variasi curah hujan berdasarkan waktu dan tempat."
->Siphon adalah bangunan pembawa yang melewati bawah saluran lain (biasanya pembuang) atau jalan. Siphon bersifat saluran bertekanan atau tertutup.
->Bangunan terjun atau got miring diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih curam daripada kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Bangunan terjunan dapat berupa terjunan tegak atau terjunan miring.
-> Gorong-gorong dipakai untuk membawa aliran air melewati bawah jalan air lainnya atau bawah jalan, serta jalan kereta api. Gorong-gorong mempunyai potongan melintang yang lebih kecil daripada luas basah saluran hulu maupun hilir.
Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Ban...Dian Werokila
Dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek teknik sipil yang berkaitan dengan pengaturan dan pemanfaatan air, dibutuhkan suatu analisis hidrologi, sehingga dalam mendesain serta menganalisis faktor-faktor utama dalam pelaksanaan suatu proyek seperti keamanan dan nilai ekonomis, aspek hidrologi tidak dapat diabaikan.
Seorang perencana harus dapat merencanakan bangunan air yang secara optimal mampu untuk mempertahankan kekuatan dan umur bangunan itu sendiri, sehingga dalam periode penggunaannya, bangunan tersebut diharapkan dapat dilalui dengan aman oleh banjir yang terjadi sampai ketinggian debit maksimum tanpa adanya kerusakan pada bangunan tersebut. Permasalahan yang terjadi adalah berapa besar debit yang harus disalurkan melalui bangunan yang besarnya tidak tentu dan berubah-ubah karena adanya banjir. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu perhitungan hidrologi khususnya analisis banjir rancangan.
Analisis hidrologi digunakan untuk memperkirakan debit banjir rencana, ada beberapa metode yang digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana mulai dari metode Rasional yang cukup sederhana sampai dengan metode yang sangat kompleks yang kemudian telah dikembangkan untuk disesuaikan dengan kondisi setempat, dikarenakan dari beberapa metode yang ada belum tentu sesuai dengan karakteristik daerah aliran sungai (DAS) yang ditinjau. Sehingga dalam memilih metode yang tepat untuk suatu DAS diperlukan kajian yang mendalam agar suatu proyek tersebut aman namun tetap bernilai ekonomis.
Persamaan Rasional merupakan salah satu cara untuk menganalisis debit banjir rencana, namun hasilnya seringkali menghasilkan penyimpangan yang cukup besar sehingga persamaan Rasional dibatasi untuk daerah dengan luas daerah aliran sungai yang kecil, yaitu kurang dari 300 ha (Goldman et.al.,1986).
Metode Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi dalam penerapannya bahwa koefisien limpasan (C) dianggap sama untuk berbagai frekuensi hujan dan hanya dapat dihitung nilai debit puncaknya saja, volume dan waktu lamanya hidrograf banjir naik dan turun tidak dapat ditentukan.
Salah satu variabel dalam persamaan Rasional adalah koefisien limpasan (C) , faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit banjir. Koefisien limpasan (C) didefinisikan sebagai perbandingan antara debit puncak aktual dengan debit puncak yang mungkin terjadi. Harga C berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan pada faktor-faktor yang bersangkutan dengan aliran permukaan di dalam sungai, terutama kelembaban tanah, sehingga pemilihan harga koefisien limpasan (C) yang tepat memerlukan pengalaman hidrologi yang luas.
Dengan didasari latar belakang tersebut di atas, maka penulis mencoba melakukan penelitian pada suatu daerah aliran sungai agar pemilihan harga koefisien limpasan (C) pada persamaan Rasional terhadap hidrograf satuan terukur suatu daerah aliran sungai tepat sesuai dengan kondisi DAS, penelitian ini dalam bentuk tugas ak
->Siphon adalah bangunan pembawa yang melewati bawah saluran lain (biasanya pembuang) atau jalan. Siphon bersifat saluran bertekanan atau tertutup.
->Bangunan terjun atau got miring diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih curam daripada kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Bangunan terjunan dapat berupa terjunan tegak atau terjunan miring.
-> Gorong-gorong dipakai untuk membawa aliran air melewati bawah jalan air lainnya atau bawah jalan, serta jalan kereta api. Gorong-gorong mempunyai potongan melintang yang lebih kecil daripada luas basah saluran hulu maupun hilir.
Analisa Koefisien Limpasan pada Persamaan Rasional untuk Menghitung Debit Ban...Dian Werokila
Dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek teknik sipil yang berkaitan dengan pengaturan dan pemanfaatan air, dibutuhkan suatu analisis hidrologi, sehingga dalam mendesain serta menganalisis faktor-faktor utama dalam pelaksanaan suatu proyek seperti keamanan dan nilai ekonomis, aspek hidrologi tidak dapat diabaikan.
Seorang perencana harus dapat merencanakan bangunan air yang secara optimal mampu untuk mempertahankan kekuatan dan umur bangunan itu sendiri, sehingga dalam periode penggunaannya, bangunan tersebut diharapkan dapat dilalui dengan aman oleh banjir yang terjadi sampai ketinggian debit maksimum tanpa adanya kerusakan pada bangunan tersebut. Permasalahan yang terjadi adalah berapa besar debit yang harus disalurkan melalui bangunan yang besarnya tidak tentu dan berubah-ubah karena adanya banjir. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu perhitungan hidrologi khususnya analisis banjir rancangan.
Analisis hidrologi digunakan untuk memperkirakan debit banjir rencana, ada beberapa metode yang digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana mulai dari metode Rasional yang cukup sederhana sampai dengan metode yang sangat kompleks yang kemudian telah dikembangkan untuk disesuaikan dengan kondisi setempat, dikarenakan dari beberapa metode yang ada belum tentu sesuai dengan karakteristik daerah aliran sungai (DAS) yang ditinjau. Sehingga dalam memilih metode yang tepat untuk suatu DAS diperlukan kajian yang mendalam agar suatu proyek tersebut aman namun tetap bernilai ekonomis.
Persamaan Rasional merupakan salah satu cara untuk menganalisis debit banjir rencana, namun hasilnya seringkali menghasilkan penyimpangan yang cukup besar sehingga persamaan Rasional dibatasi untuk daerah dengan luas daerah aliran sungai yang kecil, yaitu kurang dari 300 ha (Goldman et.al.,1986).
Metode Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi dalam penerapannya bahwa koefisien limpasan (C) dianggap sama untuk berbagai frekuensi hujan dan hanya dapat dihitung nilai debit puncaknya saja, volume dan waktu lamanya hidrograf banjir naik dan turun tidak dapat ditentukan.
Salah satu variabel dalam persamaan Rasional adalah koefisien limpasan (C) , faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit banjir. Koefisien limpasan (C) didefinisikan sebagai perbandingan antara debit puncak aktual dengan debit puncak yang mungkin terjadi. Harga C berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan pada faktor-faktor yang bersangkutan dengan aliran permukaan di dalam sungai, terutama kelembaban tanah, sehingga pemilihan harga koefisien limpasan (C) yang tepat memerlukan pengalaman hidrologi yang luas.
Dengan didasari latar belakang tersebut di atas, maka penulis mencoba melakukan penelitian pada suatu daerah aliran sungai agar pemilihan harga koefisien limpasan (C) pada persamaan Rasional terhadap hidrograf satuan terukur suatu daerah aliran sungai tepat sesuai dengan kondisi DAS, penelitian ini dalam bentuk tugas ak
Jaringan Transmisi - Sistem Jaringan Perpipaan Yahya M Aji
Fungsi jaringan transmisi adalah menyalurkan air bersih dari IPA (Instalasi Pengolahan Air) ke ground tank/reservoir.
Ada 3 jenis system transmisi, yaitu :
Sistem gravitasi
Memanfaatkan energy potensial akibat perbedaan elevasi sumber air dengan reservoir. Artinya, perbedaan tinggi yang dimiliki saja sudah cukup untuk mengalirkan air dari sumber air ke reservoir.
Sistem pompa
Digunakan apabila energy akibat beda elevasi tidak cukup untuk mengalirkan air ke tujuan, sehingga diperlukan daya tambahan.
Sistem gabungan
Gabungan dari kedua system diatas, yaitu penggunaan system gravitasi dan system pompa secara bersama-sama.
MANAJEMEN SUMBER DAYA AIR (WATER RESOURCES MANAGEMENT)
Materi pengantar sistem rekayasa teknik sipil
Komponen MSDA
peran sarjana teknik sipil dalam bidang MSDA
Permasalahan banjir yang melanda Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno Hatta disebabkan oleh daya airnya yang rusak : tersumbatnya air pada saluran bak kontrol sehingga air meluap ke atas.
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)Joy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Jaringan Transmisi - Sistem Jaringan Perpipaan Yahya M Aji
Fungsi jaringan transmisi adalah menyalurkan air bersih dari IPA (Instalasi Pengolahan Air) ke ground tank/reservoir.
Ada 3 jenis system transmisi, yaitu :
Sistem gravitasi
Memanfaatkan energy potensial akibat perbedaan elevasi sumber air dengan reservoir. Artinya, perbedaan tinggi yang dimiliki saja sudah cukup untuk mengalirkan air dari sumber air ke reservoir.
Sistem pompa
Digunakan apabila energy akibat beda elevasi tidak cukup untuk mengalirkan air ke tujuan, sehingga diperlukan daya tambahan.
Sistem gabungan
Gabungan dari kedua system diatas, yaitu penggunaan system gravitasi dan system pompa secara bersama-sama.
MANAJEMEN SUMBER DAYA AIR (WATER RESOURCES MANAGEMENT)
Materi pengantar sistem rekayasa teknik sipil
Komponen MSDA
peran sarjana teknik sipil dalam bidang MSDA
Permasalahan banjir yang melanda Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno Hatta disebabkan oleh daya airnya yang rusak : tersumbatnya air pada saluran bak kontrol sehingga air meluap ke atas.
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)Joy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019infosanitasi
Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019, Direktur Perkotaan, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, Kementrian Dalam Negeri
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasiinfosanitasi
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasi sebagai dokumen pusat dalam rangka penyusunan RPI2JM ( Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah), Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementrian Pekerjaan Umum
Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019infosanitasi
Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015 2019. Air Limbah dan Persampahan, Penyehatan Lingkungan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...infosanitasi
Platform Pembangunan Sanitasi 2015-2019 Strategi, Kebijakan, Tujuan, Sasaran dan Target Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan Persampahan). Selain pembangunan fisik infrastruktur sanitasi, juga aspek non-fisik seperti kelembagaan, pengaturan, PHBS, dll.
Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015infosanitasi
Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 648-565/Kep/Bangda/2014 tentang Penetapan Kabupaten/Kota sebagai Pelaksana Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun 2015.
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDFRajaclean
Jasa Cuci Sofa Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor, Laundry Sofa Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Jakarta Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Kulit Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Panggilan Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Di Rumah Bogor Barat Bogor, Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Fabric Bogor Barat Bogor, Laundry Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor,
Jasa cuci sofa kini semakin diminati karena kepraktisannya. Dengan menggunakan jasa ini, Anda tidak perlu repot mencuci sofa sendiri. Profesional dalam bidang ini dilengkapi dengan peralatan modern yang mampu membersihkan sofa hingga ke serat terdalam, menghilangkan kotoran dan bakteri yang tidak terlihat.
aku lah11111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111Kota Bandung Lautan Api Mulai Agresif: Persib Segera Comot Bintang Persija Lagi, Bobotoh Pasti Suka
Tayang: Jumat, 31 Mei 2024 06:00
Penulis: Adi Manggala Saputro Editor: Elfan Fajar Nugroho
zoom-inlihat fotoKota Bandung Lautan Api Mulai Agresif: Persib Segera Comot Bintang Persija Lagi, Bobotoh Pasti Suka
Instagram @persib @persija
Skuad Persib Bandung (kiri) dan Persija Jakarta (kanan). Kota Bandung Lautan Api mulai agresif, Persib Bandung segera comot bintang Persija Jakarta, Bobotoh dijamin pasti suka, berikut sosoknya.
TRIBUNWOW.COM - Kota Bandung Lautan Api mulai agresif, Persib Bandung segera comot bintang Persija Jakarta, Bobotoh dijamin pasti suka, berikut sosoknya.
Dilansir TribunWow.com, keberhasilan Persib Bandung dalam perekrutan Rezaldi Hehanusa nampaknya menjadi motivasi mereka untuk bisa kembali gembosi sang rival abadi, Persija Jakarta.
Hal itu dapat dibuktikan dengan masuknya gelandang bintang Persija Jakarta, Hanif Sjahbandi.
Kabar masuknya Hanif Sjahbandi ke dalam lis belanja Persib Bandung diungkap oleh akun seputar sepak bola Indonesia, @transfernews_ft, Kamis (31/5/2024).
Baca juga: Transfer Kejutan Persib Bandung? Bintang di Luar Dugaan Kepergok Beri Sinyal, Bobotoh Dijamin Suka
"Hanif Sjahbandi (DMF/27) masuk radar Persib Bandung," tulis @transfernews_ft.
Sebagaimana diketahui, masuknya Hanif Sjahbandi selain karena ketagihan akan keberhasilan Persib Bandung dalam merekrut Rezaldi Hehanusa, hal itu menunjukkan sinyal Maung Bandung ingin memulangkan putra daerahnya satu per satu ke Kota Kembang.
Mengingat, Hanif Sjahbandi merupakan gelandang asli jebolan Persib Bandung yang juga pemain kelahiran Kota Bandung.
Meski, ia tercatat belum pernah berkarier di Persib Bandung senior meski pernah bergabung dengan tim juniorn Pangeran Biru pada Januari sampai dengan Juli 2015 silam.
Artikel ini telah tayang di TribunWow.com dengan judul Kota Bandung Lautan Api Mulai Agresif: Persib Segera Comot Bintang Persija Lagi, Bobotoh Pasti Suka, https://wow.tribunnews.
1. CURAH HUJAN DAN JUMLAH ALIRAN LIMPASAN HUJAN
1. PENDAHULUAN
Aliran limpasan hujan adalah bagian dari hujan yang mengalir di atas permukaan tanah
selama hujan dan sesaat sesudahnya.
Secara lebih sederhana bisa diungkapkan bahwa prasarana drainase hujan itu menyalurkan
limpasan yang tidak dikehendaki, ke suatu tempat pelimpahan terdekat yang dapat
menerima, dalam waktu yang cukup sehingga tidak terjadi perusakan maupun hambatan
yang berarti.
Penentuan periode ulang dari hujan badai yang limpasannya akan dikendalikan,
memerlukan suatu perimbangan ekonomis antara biaya bangunan dan biaya langsung dan
tak langsung yang menyangkut kerugian yang mungkin terjadi pada kekayaan, serta
kesukaran yang ditimbulkan, yang mengenai masyarakat umum selama beberapa tahun.
Tidak adanya prasarana drainase jarang mengakibatkan terjadinya kematian tetapi biasanya
merupakan penyebab kerusakan-kerusakan.
Untuk memperkirakan jumlah limpasan air hujan, secara mudah dapat diingat bahwa
seluruh aliran yang masuk jaringan penyalir itu merupakan aliran gaya berat. Aliran tersebut
mengalir di atas permukaan tanah dengan berbagai karakteristik, seperti misalnya
permukaan yang kasar, permukaan yang halus, lapisan kedap atau tak kedap, melalui berm
atau selokan, dan masuk lubang berm ke saluran yang semakin lama semakin besar
kapasitasnya.
Pertimbangan juga diperlukan untuk menampung akibat meningkatnya urbanisasi dan
berubahnya pendapat masyarakat mengenai drainase.
Perencanaan sistem drainase yang mencakup seluruh wilayah itu merupakan hal yang
penting. Upaya tersebut untuk mencegah pembangunan prasarana penyalir yang sepotong-
sepotong, yang pada akhirnya tidak saling menunjang. Kebutuhan tersebut terutama terasa
di daerah perkotaan.
Kecepatan suatu limpasan hujan didalam saluran itu sulit menelitinya karena curahan hujan
yang menyebabkan larian itu sangat beragam. Larian hujan itu adalah bagian hujan yang
tidak hilang meresap kedalam tanah, atau tertinggal di lekukan permukaan ataupun yang
tertinggal di permukaan dedaunan dan menguap. Kondisi permukaan dan bawah tanah,
1
2. banyak mempengaruhi kehilangan-kehilangan tersebut, baik yang disebabkan oleh kondisi
alamiahnya maupun yang buatan.
Dulu, banyak sekali rumus empiris yang digunakan, tetapi sebagian besar telah diabaikan
meskipun ada yang cukup sederhana. Rumus empiris itu hanya akan menghasilkan hasil
yang memuaskan sepanjang daerah dimana rumus tersebut diturunkan sama dengan kondisi
daerah yang dipelajari, dan tidak memungkinkan pemakai menggunakan pertimbangan
teknisnya terhadap perubahan komponen yang ada.
Ada 2 langkah dasar untuk menanggulangi masalah. Pertama adalah menghitung limpasan
dari hujan dengan menggunakan faktor pembanding. Kedua adalah memperkirakan sisa
hujan setelah dikurangi resapan dan kehilangan oleh cegatan serta yang terhambat
sementara dalam perjalanannya.
Cara yang pertama telah lama digunakan didalam metode rasional, yang diperkenalkan
tahun 1889. Cara yang kedua dipakai dalam cara yang menghendaki pendekatan yang lebih
tepat, serta ekonomis.
Cara manapun yang dipilih analisis yang pertama-tama harus dilakukan adalah analisis
frekuensi (kekerapan) rencana peluang adalah kekerapan terjadi. Jadi, hujan badai
berpeluang 20 % adalah R5, hujan yang sekali dalam 5 tahun disamai atau dilampaui atau 20
kali dalam 100 tahun disamai atau dilampaui. Dalam metode rasional, kekerapan limpasan
hujan dianggap sama dengan kekerapan dari kelebatan rata-rata dari hujan harian dengan
kekerapan yang sama.
Dalam metode-metode lain yang dimaksud di dalam unit pembahasan ini, limpasan tersebut
diturunkan berdasarkan atas kelebatan hujan yang diperkirakan mempunyai pola kelebatan
yang tertentu. Meskipun pola yang diperkirakan tersebut tidak memberikan kekerapan
masing-masing kelebatannya, namun berangkat dari pola tersebut dapat diturunkan sebaran
kekerapan kelebatan hujan harian dengan kekerapan rencana.
2. PENAFSIRAN DATA HUJAN
Data hujan biasanya dipresentasikan dalam milimeter, dan bisa berupa tabel, diagram atau
grafik. Bacaan atas harga-harga tertentu pada data yang dipresentasikan tersebut akan
menghasilkan suatu gambaran mengenai sifat-sifat curahan maupun curah hujannya. Sifat
curahan hujan itu terutama ditentukan oleh durasi (duration) dan kelebatannya (intensity).
2
3. Alat yang dipakai untuk mengukur curahan hujan adalah tabung gelas ukur (rain gauge)
atau perekam (Automatic Rain Recorder atau Pluviometer). Rain gauge menghasilkan data
disket, sedangkan pluviometer akan menghasilkan data yang berkesinambungan
(pluviogratif).
A. Durasi Curahan Hujan
Durasi curahan hujan atau disingkat durasi hujan itu adalah waktu selama hujan
mencurah, dimulai dari saat curahan mulai sampai saat curahan berhenti.
Durasi curahan itu bisa hanya beberapa menit, tetapi mungkin juga sampai beberapa
hari. Oleh karena itu data rekaman dari suatu perekam hujan otomatik akan sangat
berguna untuk mengetahui sebaran kelebatan hujan yang terjadi. Grafik yang sajikan
oleh perekam hujan adalah suatu grafik akumulatif, sehingga menaiknya grafik
mengisyaratkan bahwa curahan masih berjalan, sedangkan grafik yang mendaftar
menandakan curahan sudah berhenti. Gambar 2.1 menggambarkan rekaman hujan
dengan interval 10 menit.
Jam mm
6.10 0
6.20 6
6.30 19
6.40 22
6.50 13
7.00 5
65
Curahan hujan
dari jam 6.10
s.d 7.00
Gambar 2.1. Akumulasi curah hujan 10 menitan
B. Kelebatan hujan
Kelebatan hujan adalah besar hujan yang tercurah dalam satu satuan waktu. Pada
umumnya curahan hujan dengan kelebatan yang kecil dapat berlangsung lama,
sedangkan hujan badai, yang kelebatannya besar, berlangsung kurang dari satu hari.
Kelebatan itu biasa dinyatakan dalam mm/jam.
3
4. Satu curahan hujan itu kelebatannya selalu berubah. Awal suatu curah hujan biasanya
kelebatannya kecil, selang beberapa waktu kemudian kelebatan tersebut akan membesar
dan akhirnya mengecil lagi ketika hujan akan berhenti.
Apabila curahan hujan berlangsung lama, seringkali ditengah-tengah kelebatanya
menurun untuk kemudian menaik lagi. Buaian kelebatan ini sering tidak hanya satu kali.
Itulah sebabnya pola kelebatan suatu curah hujan sebaiknya tidak diturunkan dari data
hujan harian, akan tetapi dari data rekaman hujan.
Dengan demikian akan dipunyai suatu data yang berkesinambungan, dan dari data
tersebut dapat diturunkan sebaran kelebatannya maupun kelebatan rata-ratanya. Sebagai
contoh, sebaran kelebatan curah hujan pada grafik 2.1 dapat dibaca sebagai yang
disajikan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sebaran Kelebatan Curah Hujan Rekaman Sesuai Grafik 2.1
Jam Durasi (unit) Jumlah Tinggi CH Kelebatan Hujan
waktu (mm) (mm/jam) mm/jam
(menit) Tambahan
6.10 0
6.20 10 10 6 36 36
6.30 10 20 19 114 78
6.40 10 30 22 132 54
6.40 10 40 13 78 48
7.00 10 50 5 30 30
C. Curah Hujan Terukur (Point Rainfall)
Yang dimaksud dengan curah hujan terukur adalah tinggi curah hujan di tempat penakar
hujan dipasang, jadi merupakan curah hujan dari stasiun hujan.
(a) Curah hujan rata-rata terukur
Curah hujan rata-rata terukur adalah curah hujan rata-rata suatu stasiun hujan,
dapat dalam bentuk harga rata-rata 1 harian, 5 harian, bulanan, tahunan dan
sebagainya. Harga rata-rata dihitung dari data pengamatan yang tersedia. Jadi
mungkin ada curah hujan rata-rata dari data hujan 10 tahun, 15 tahun atau dari
data 25 tahun. Makin banyak data pengamatannya makin kecil kemungkinan
kesalahannya jika dibandingkan dengan curah hujan rata-rata jangka panjang.
Kalau data hujan meliputi pengamatan 30 tahunan atau lebih, maka harga rata-
4
5. ratanya mendekati harga rata-rata jangka panjang. Kemungkinan kesalahannya
hanya ±20.
Melihat bahwa curah hujan bulanan rata-rata tersebut dihitung dari periode-
periode yang berlainan dengan jumlah tahun yang beberapa pula, maka
kemungkinan kesalahannya berbeda-beda yang berarti ketelitiannya juga berbeda.
(b) Curah hujan ekstrim terukur
Curah hujan harian maksimun dipakai untuk menghitung banjir. Harga-harga
tersebut diambil dari data hujan tahun-tahun yang akan dipelajari.
Berapa besar curah hujan maksimum di suatu tempat? Jika yang dimaksud curah
hujan maksimum yang pernah terjadi, persoalannya akan sangat mudah karena
besaran tersebut bisa sekedar diambil dari data curah hujan terbesar. Masalahnya
adalah besarnya kemungkinan akan terjadinya curah-curah hujan yang pernah
terjadi.
Untuk itu perlu dianalisa periode ulang atau peluang disamai atau dilampauinya
curah hujan tertentu dan dipelajari apakah curah hujan tersebut sudah cukup besar
atau terlalu kecil untuk perencanaan, bukan curah hujan maksimum yang pernah
terjadi, akan tetapi curah hujan maksimum yang dapat diramalkan dari data yang
tersedia.
3. VARIASI CURAH HUJAN
Seperti telah diketahui tinggi curah hujan di suatu tempat tidak sama dengan tinggi curah
hujan di tempat lain, yang disebut variasi curah hujan menurut tempat. Di samping itu juga
ada variasi curah hujan menurut waktu.
A. Variasi Curah Hujan Dalam Satu Hari
Variasi curah hujan dalam satu hari dapat kita lihat dari perbedaan kelebatannya dari
menit ke menit berikutnya ataupun jam ke jam berikutnya.
Di Bogor terlihat suatu variasi yang teratur tiap hari, seperti yang diperlihatkan pada
gambar 3.1. Variasi yang teratur selama hari hujan itu biasanya kita dapati di daerah
lereng gunung dimana Bogor terletak menghadap ke laut. Perbedaan temperatur yang
terjadi antara daratan Jakarta dan laut pada tengah hari menyebabkan angin yang
mengandung banyak uap air bertiup ke arah Bogor. Sehingga hujan yang deras di
5
6. daerah terebut hampir selalu terjadi lepas tengah hari. Jakarta, yang terletak dipinggir
laut, tidak mempunyai distribusi hujan seperti Bogor, akan tetapi hampir merata
sepanjang hari.
Radial : Hujan per jam Sebagai persentasi Dari distribusi merata
Gambar 3.1. Distribusi curah hujan harian pada bulan Januari dan
Februari di Bogor dan Jakarta.
B. Variasi Menurut Tempat
Suatu peta hujan menggambarkan variasi atau sebaran hujan menurut tempat. Sebagai
contoh peta curah hujan DAS Citanduy yang menggambarkan variasi tinggi curahan
hujan pada tanggal 6-7 November 1969. (Gambar 3.2)
1) Korelasi Antara Sifat-Sifat Curahan Hujan
Antara sifat-sifat curahan hujan seperti kelabatan dengan luas daerah dan durasi
curahan ada hubungannya.
6
7. Gambar 3.2 Peta Curah Hujan Tanggal 6-7 November 1969
2) Hubungan tinggi dan waktu atau durasi hujan
Di Indonesia sebagian besar data hujan adalah tinggi curah hujan harian. Padahal
untuk perhitungan-perhitungan sering diperlukan data tinggi curah hujan dengan
waktu atau durasi kurang atau lebih dari satu hari. Untuk perencanaan waduk dan
polder misalnya, diperlukan data tinggi curah hujan untuk durasi t > sehari, untuk
diperhitungkan pembuangan daerah-daerah kecil seperti lapangan terbang atau
saluran jalan misalnya, diperlukan curah hujan dengan durasi t < sehari.
Atas usul Ministeri Van Gezondheid Oost Indonesia kepada LPMA, untuk daerah
Indonesia Timur yang kering itu telah ditetapkan 3 (tiga) macam rumus untuk
keperluan perencanaan untuk saluran-saluran pembuangan air hujan daerah
perkotaan.
(a) Tinggi curah hujan untuk waktu hujan 1 – 10 hari
Rumus yang digunakan:
= 362 log(t + 6 ) − 206
100 R
R24
Dimana: t = Banyaknya hari hujan
R = Tinggi curah hujan rencana
R24 = Curah hujan harian dalam mm
7
8. Dari rumus tersebut dibuat Tabel T / II / 14
Tabel 3.1 Tabel T / II / 14
Banyaknya 100 R Banyaknya 100 R
Hari Hujan (t) R Hari Hujan (t) R24
24
1 100 5 171
1,5 111 5.6 178
2 121 6 185
2.5 130 7 197
3 130 8 209
3.5 148 9 220
4 156 10 230
4.5 164
Jika curah hujan harian diketahui R24 = 180 mm, maka curah hujan 4 hari
misalnya dapat dihitung:
100 R4 hr 180
= 156 ------- R4 hr = × 156 = 281 mm
R24 jam 100
8
9. (b) Tinggi curah hujan untuk durasi 24 jam
Tabel 3.2 Tinggi curah hujan untuk durasi 24 jam
Waktu 100 R Waktu 100 R Waktu 100 R
hujan (t) hujan (t) hujan (t)
dalam jam R24 dalam jam
R24 dalam jam
R24
1.0 52.4 3.1 75.0 7.0 88.4
1.1 54.3 3.2 75.6 7.5 89.3
1.2 56.0 3.3 76.2 8.0 90.2
1.4 57.6 3.4 76.8 8.5 90.9
1.5 60.6 3.6 77.3 9.0 91.6
1.6 61.9 3.7 77.8 10 92.8
1.7 63.1 3.8 78.3 11 93.8
1.8 64.3 3.9 79.2 12 94.7
1.9 65.4 4.0 79.7 13 95.5
2.0 66.4 4.2 80.5 14 96.1
2.1 67.4 4.4 81.3 15 96.7
2.2 68.4 4.6 82.1 16 97.2
2.3 69.3 4.8 82.8 17 97.7
2.4 70.1 5.0 83.4 18 98.1
2.5 70.9 5.2 84.0 19 98.5
2.6 71.7 5.4 84.6 20 98.9
2.7 72.4 5.6 85.2 21 99.2
2.8 73.1 5.8 85.7 22 99.5
2.9 73.8 6.0 86.2 23 99.8
3.0 74.4 6.5 87.4 24 100.0
Rumus yang digunakan:
(100 R )2 =
11.300t
R24 t + 3,12
R dan R24 dalam mm, t dalam jam
Jika diketahui curah hujan harian R24 = 240 mm, maka curah hujan 4 jam:
240
R24 = × 79,7 = 191 mm
100
9
10. (c) Tinggi Curah Hujan untuk Durasi 0 – 1 jam
a ⋅ R24
R=
R24 + b
Dimana a dan b adalah faktor-faktor yang tergantung durasi hujan seperti pada
tabel 3.3.
Tabel 3.3 Tabel faktor-faktor yang tergantung durasi hujan
Waktu hujan a b
1 menit 5,85 21,6
5 menit 29,1 116
10 menit 73,8 254
15 menit 138 424
20 menit 228 636
25 menit 351 909
30 menit 524 1272
35 menit 774 1781
40 menit 1159 2544
45 menit 1811 3816
50 menit 3131 6360
55 menit 7119 13992
59 menit 39083 75048
Boerema mempunyai anggapan bahwa curah hujan maksimum di suatu tempat
mempunyai pola sebaran tertentu. Data curah hujan Jakarta tahun 1879-1924 telah
diolah, dan telah dibuat lengkung yang menggambarkan hubungan antara tinggi
curah hujan dan waktu hujan. Lengkung tersebut memperlihatkan 4 bagian, yang
tidak lain menggambarkan hubungan tinggi curah hujan dengan durasi atau waktu
yang pendek yaitu antara 10-60 dan sedang yaitu antara 1-24 jam, yang panjang
yaitu 1-30 hari dan yang panjang sekali antara 1-12 bulan, yang masing-masing
mempunyai persamaan untuk menggambarkannya. Sebagai perbandingan
digambar juga lengkung curah hujan maksimum dunia menurut Foster untuk 1
menit sampai 2 bulan.
10
12. Tanimoto telah melakukan studi lanjutan atas dasar hasil studi Boerema dan telah
memperoleh sebaran curah hujan untuk pulau Jawa seperti pada tabel 3.4.
Tabel 3.4 Sebaran Curahan Hujan Sebesar 170 mm
230 mm, 350 mm dan 470 mm untuk Pulau Jawa.
Jam 170 mm 230 mm 350 mm 470 mm
1 87 90 96 101
2 28 31 36 42
3 18 20 26 31
4 11 14 20 25
5 8 11 16 22
6 6 9 14 20
7 6 8 13 19
8 4 7 12 18
9 2 5 10 15
10 - 5 10 15
11 - 4 9 14
12 - 4 9 14
13 - 4 9 14
14 - 4 9 14
15 - 3 8 12
16 - 3 8 11
17 - 3 7 13
18 - 3 7 13
19 - 2 7 13
20 - - 7 11
21 - - 7 11
22 - - 6 11
23 - - 4 10
3) Hubungan Tinggi dan Luas Daerah Hujan
Melchior telah menurunkan hubungan tinggi hujan dengan luas daerah hujan dari
pengamatan curah hujan oleh overveldt ten Huisinya di Begalen Selatan pada
tahun 1889.
Rumus yang bentuknya:
1970
F= − 3960 + 1720
β1 − 0,12
hanya berlaku untuk hujan harian. Tinggi curah hujan digambarkan oleh faktor
β1, sehingga besarnya adalah β1 x R24 jam.
12
13. 4) Hubungan tinggi luas daerah dan durasi hujan
Untuk hujan dengan durasi kurang dari 24 jam masih ada suatu reduksi (β2) yang juga
tergantung dari luas daerah hujan seperti tabel 3.5.
Tabel 3.5 Faktor reduksi β
F Harga 2 dalam % untuk berbagai waktu hujan
Ks2 1 2 3 4 5 6 8 10 12 16 20 24
0 44 64 80 89 92 92 93 94 95 96 98 100
10 37 57 70 80 82 84 87 90 91 95 97 100
50 29 45 57 66 70 74 79 83 88 94 96 100
300 20 33 43 52 57 61 69 77 85 93 95 100
12 23 32 42 50 54 66 74 83 92 94 100
Karena = β1 x β2, dan untuk curah hujan 24 jam β2 = 100, 1008 = 1 maka β = β1
Weduwen dan Haspers secara langsung memasukkan pengaruh waktu dan luas daerah
ke dalam rumus faktor reduksinya:
t +1
Weduwen β = (Nomogram 2 – 8)
120 + t + 9 F
1 t + 3,7 × 100,4t F ⋅ 0,75
Haspers =1+ ×
β t 2 + 15 12
Untuk daerah Indonesia Timur diturunkan dari dara curah hujan daerah Sulawesi,
yang dimasukkan oleh Ministerie Van Gezondheid oost Indonesia pada jaman Federal
kepada Biro Hidrologi Departemen PUTL. Faktor reduksi tersebut juga tergantung
durasi hujan.
Dari pengamatan di daerah Sulawesi Selatan dengan luas F antara 0-3000 Ha dan
waktu hujan antara 10-60 menit, telah didapatkan harga-harga untuk faktor reduksi
seperti pada tabel 3.6, yang besarnya tergantung dari luas daerah maupun dari durasi
hujan.
13
15. Tabel 3.6
Luas daerah hujan F dalam Ha
Durasi Hujan t (menit)
0 500 1000 2000 3000
10 1 0,93 0,88 0,84 0,80
30 1 0,94 0,90 0,86 0,84
60 1 0,95 0,92 0,90 0,86
Rumus Empiris : β = 1 - 0,4 F
t + 100
yang diturunkan dari durasi dan luas daerah hujan untuk daerah yang sama
diselesaikan dan menjadi seperti pada tabel 3.7.
Tabel 3.7
Luas daerah hujan F dalam Ha
Durasi Hujan t (menit)
0 500 1000 2000 3000
10 1 0,92 0,89 0,84 0,80
30 1 0,93 0,90 0,86 0,83
60 1 0,94 0,92 0,89 0,86
Terdapat sedikit perbedaan antara tabel 3.6 dan tabel 3.7, sehingga rumus tersebut
dapat dipakai. Untuk memudahkan, dari rumus tersebut dibuat suatu tabel yang
mendetail seperti pada tabel 3.8.
Tabel tersebut dibuat untuk merencanakan saluran-saluran pembuang air hujan daerah
pemukiman atau kota, yang menggunakan rumus Rasional yang Q = CiA, dimana i
adalah kelebatan hujan selama waktu konsentrasi t yang pada umumnya lebih pendek
dari 1 jam.
Tabel-tabel tersebut didapat dari bagian Hidrologi lembaga penyelidikan masalah air
di Bandung pada zaman federal.
15
17. 5) Hubungan Kelebatan dan Durasi Hujan
Makin deras hujan yang berarti makin tinggi kelebatannya, makin pendek
curahannya. Hubungan kelebatan durasi hujan digambarkan dengan rumus-rumus
berikut:
a
i= (5 menit < t < 2 jam)
t +b
dimana : i = kelebatan dalam mm/jam
t = durasi dalam jam
a = besarnya curah hujan dalam mm
b = koefisien yang tergantung keadaan setempat yang
dinyatakan dalam jam
c
i= (t > 2 jam)
tn
Dimana : c = kelebatan dalam mm/jam
t = durasi dalam jam,
n = koefisien tergantung tempat,
4. ANALISIS CURAH HUJAN
A. Faktor Kelebatan Curah Hujan
Didalam perencanaan sistem drainase (penyaliran) besar frekuensi kelebatan hujan
yang akan dikendalikan ditentukan sesuai dengan tingkat keamanan yang akan
diberikan kepada daerah yang bersangkutan. Pengamanan tersebut sesuai dengan besar
kerugian yang akan dicegah. Namun demikian, apabila jaringan penyalir yang akan
dibuat tidak menyangkut nilai biaya yang besar, maka pertimbangan-pertimbangan
teknis cukup didukung dengan pengalaman dan data kehandaian jaringan lain yang
berada di daerah yang mempunyai karakteristik yang sama.
Angka kekerapan yang biasa digunakan oleh konsultan adalah:
1) untuk saluran hujan di daerah perumahan, digunakan R2 sampai R15 dan biasanya
diambil R5
2) untuk daerah perdagangan dan wilayah mahal digunakan R10 sampai R50. Angka
persisnya tergantung pada pertimbangan ekonomi.
3) untuk pekerjaan pengendalian banjir, R50 atau lebih.
17
18. Faktor-faktor lain yang menentukan besar kekerapan rencana antara lain:
a. Memilih hujan dengan kelebatan yang lebih tinggi meskipun lebih jarang terjadi,
terutama untuk wilayah-wilayah yang pengendalian larian hujannya tidak akan
mempengaruhi kondisi ekonominya di masa mendatang.
b. Memilih hujan dengan kelebatan yang lebih tinggi, meskipun lebih jarang terjadi,
untuk perencanaan pembuangan air hujan yang yang disatukan dengan air limbah.
Cara tersebut dilakukan terutama karena kemungkinan terjadinya kerugian yang
lebih besar apabila air melimpas keluar saluran.
c. Memilih hujan dengan kelebatan yang tinggi dan lebih jarang terjadi untuk
perencanaan bangunan khusus, antara lain seperti pada sistem pemompaan
penyaliran daerah by pass. Pertambangan tersebut dilandasi oleh kemungkinan
rusaknya fasilitas jalan yang penting tersebut bila sampai terjadi banjir. Frekuensi
rencana yang diambil biasanya R50 atau bahkan lebih, terutama apabila wilayah
tadahannya kecil.
d. Mengambil hujan dengan kelebatan lebih rendah tetapi lebih sering terjadi,
mengingat keterbatasan dana. Dengan demikian tingkat pengamanannya pun
terbatas.
Nyatalah sekarang bahwa biaya pembuatan jaringan penyaliran itu tidak langsung
berhubungan dengan pemilihan frekuensi rencana. Dari studi-studi terdahulu didapati
bahwa perbedaan biaya pembangunan jaringan penyalir dengan frekuensi hujan
rencananya yang 10 tahun sekali disamai atau lampaui hanya berbeda 6 sampai 11 %
lebih besar dari sistem yang direncanakan dengan fekuensi 5 tahunan. Dan angka-
angka tersebut juga tergantung pada kelerengan alur.
B. Beberapa Metode Untuk Menurunkan Lengkung IDF
Inti dari penurunan lengkung IDF adalah:
1) Menurunkan kelebatan-kelebatan maksimum hujan untuk jujuh-jujuh tertentu (5
menit, 10 menit, 30 menit, 1 jam 2 jam)
2) Menentukan kekerapan kelebatan-kelebatan tersebut
3) Membuat lengkung hubungan antara kelebatan dan durasinya pada kekerapan
tertentu.
18
19. Bentuk akhir dari lengkung yang diinginkan seperti pada gambar 4.1.
mm mm
hujan hujan
menit menit
a. Bila di-plot dalam b. Bila di-plot dalam kertas
kertas grafik biasa log normal
Gambar 4.1 Lengkung IDF
Tabel 4.1 Curah Hujan Maksimum
No. Tahun 5’ 10’ 20’ 30’ 45’ 1 jam 2 jam 3 jam
1 1961 10 15 25 35 60 75 90 95
2 1962 15 20 26 32 40 42 45 48
3 1963 22 30 37 48 62 80 100 110
4 1964 9 11 15 17 20 25 30 40
5 1965 8 17 27 37 50 70 80 90
6 1966 11 15 28 39 67 76 91 100
7 1967 14 18 29 41 57 83 105 115
8 1968 13 25 40 55 70 89 109 121
9 1969 12 19 32 40 51 60 65 75
10 1970 20 35 50 67 75 93 107 125
11 1971 25 45 60 70 80 97 110 124
12 1972 24 34 44 54 74 82 87 94
13 1973 21 22 24 31 37 50 67 70
19
20. Tabel 4.2 Frekuensi Curah Hujan Maksimum
No. F
Urut N+1 5’ 10’ 20’ 30’ 45’ 1 jam 2 jam 3 jam
(m) M
1 14 25 45 60 70 80 97 110 125
2 7 24 35 50 67 75 93 109 124
3 4.7 22 34 44 55 74 89 107 121
4 3.5 21 30 40 54 70 83 105 115
5 2.8 20 25 37 48 67 82 100 110
6 2.3 15 22 32 41 62 80 91 100
7 2 14 20 29 40 60 76 90 95
8 1.75 13 19 28 39 57 75 87 94
9 1.5 12 18 27 37 51 70 80 90
10 1.4 11 17 26 35 50 60 67 75
11 1.3 10 15 25 32 40 50 65 70
12 1.2 9 15 24 31 37 42 5 48
13 1.1 8 11 15 17 20 25 30 40
Masalah yang sering dihadapi adalah bahwa sebaran hujan dalam waktu tersebut tidak
dipunyai, karena hujan-hujan tersebut diamati melalui gelas pengukur. Hanya perekam
hujan (ARP, pluviometer) yang bisa memberi data sebaran hujan dalam waktu,
sebagaimana diketahui jumlah pluviometer di Indonesia itu amat terbatas.
Cara yang akan diperkenalkan disini adalah cara di Indonesia, yang selama ini telah
dilakukan dan cara yang dikenal di benua Australia. Data dasar yang dipakai untuk
menurunkan hubungan kelebatan – durasi – frekuensi hujan adalah data rekaman
curah hujan. Panjang pengamatan, ketepatan pengukuran dan letak serta kerapatan
stasiun pengamat akan sangat mempengaruhi ketangguhan data. Agar data yang
didapat tersebut dapat diproses untuk menentukan besar lariannya, maka diperlukan
berbagai prosedur statistika, sehingga suatu lengkung kelebatan hujan dengan
berbagai frekuensi bisa didapatkan (IDF).
Dari tabel 4.1 dan 4.2 dapat langsung kita ketahui hujan R14, R7, R2. untuk
mendapatkan R5, R10 dan R25 dapat digunakan bantuan kertas grafik long normal.
Apabila datanya kurang, maka dibuat suatu seri data partial, yakni dengan menetapkan
suatu angka ambang, yang dianggap bisa mewakili angka kelebatan hujan badai.
Angka yang didapatkan dengan cara ini biasanya adalah lebih kecil sehingga harus
dikoreksi dengan suatu faktor koreksi. Secara empiris untuk Jakarta besar faktor
koreksi tersebut digambarkan pada gambar 4.2.
20
22. Gambar 4.3 Grafik Lengkung IDF (percontoh)
Analisis Seri Waktu
Cara tersebut dapat dilakukan apabila datanya memang benar-benar mencakupi.
Langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut:
- Pertama-tama untuk setiap durasi hujan yang tertentu, kelebatan maksimum
tahunannya dicatat dan ditabulasikan. Setiap tahun hanya diwakili oleh satu data,
meskipun mungkin dalam tahun tersebut ada curahan lain-lain yang lebih besar
dari curahan maksimum yang terjadi pada tahun-tahun lainnya.
- Kemudian urutkan dan buat analisis frekuensinya
- Susun durasi curahan menurut frekuensinya
- Turunkan intensitas hujannya (dalam mm/jam)
- Kemudian petakan dalam gambar dengan tujuh hujan sebagai axis dan kelebatan
sebagai ordinat
Menurunkan sebaran waktu dari hujan harian rencana
Penurunan kelebatan suatu curah hujan ekstrem hanya dilakukan apabila rekaman
dalam bentuk pluviograf tidak dipunyai. Metode yang biasanya digunakan di
Indonesia adalah dengan melakukan analisis kekerapan pada curah hujan harian
ekstrem untuk periode pengamatan yang panjang (15-20 th).
Untuk curah hujan harian rencana yang didapat tersebut kemudian diturunkan sebaran
kelebatannya dalam waktu. Misalnya untuk waktu 5 menit, 10 menit, 15 menit, 30
menit, 1 jam dan seterusnya. Cara menurunkannya, bisa dilakukan dengan metode
empiris yang telah dibahas dalam bab 4 pada unit ini. Dari penelitian didapati bahwa
hasil yang didapatkan melalui cara ini adalah lebih besar atau kurang tepat. Namun
untuk kondisi tidak ada data, tidak ada pilihan lain.
22
23. Cara ini mengasumsikan, bahwa kelebatan hujan untuk durasi yang pendek itu
kekerapan terjadinya adalah sama dengan kekerapan terjadi dari hujan maximum
harian yang bersangkutan. Atau dengan kata lain, bahwa hujan maksimum harian
dengan kekerapan terjadi yang tertentu itu sendiri dari hujan-hujan berdurasi pendek
dengan kekerapan terjadi yang sama.
Cara-cara lainnya
Untuk mendapatkan IDF yang tepat, dan konsisten dalam sebaran waktu dan
tempatnya, di Australia di tempuh beberapa cara. Data maximum tahunan dari hujan
berdurasi 5 menit sampai 72 jam dianalisis kekerapannya dengan menggunakan
sebaran peluang log Person Type III, dengan angka skew yang cukup kecil, yakni 0,8.
Disebabkan oleh terbatasnya data rekaman pengukur hujan otomatis, maka digunakan
berbagai teknik regresi untuk memperkirakan kelebatan hujan-hujan berdurasi pendek.
5. PENDEKATAN YANG DILAKUKAN
Agar pendekatan bisa menyeluruh, namun sederhana, ada 3 cara pendekatan yang
diusulkan. Pemilihan cara mana yang akan dipakai, tergantung pada persyaratan mengenai
data. Cara-cara tersebut adalah:
o Prosedur persamaan aljabar
o Prosedur grafis
o Teknik komputerasi
Prosedur aljabar dan grafis mencakupi 8 langkah untuk mendapatkan lengkung IDF untuk
sembarang lokasi, dengan jalan menggunakan data masukan dari peta kekerapan curah
hujan yang detail.
Untuk mendapatkan lengkung IDF yang sesuai dengan kondisi topografi, dan yang
sebarannya dalam waktu dan ruang adalah konsisten, maka diperlukan pekerjaan-pekerjaan
yang sangat banyak, yang mencakupi penelitian dan pengembangan.
Untuk mempelajari riset apa saja yang diperlukan, dipersilahkan membaca:
Rp. Canterford, et. Al 1987, Desigintensity – Frequency – duratin Rainfall, chapter II.
23