SlideShare a Scribd company logo
CURAH HUJAN DAN JUMLAH ALIRAN LIMPASAN HUJAN


1. PENDAHULUAN

  Aliran limpasan hujan adalah bagian dari hujan yang mengalir di atas permukaan tanah
  selama hujan dan sesaat sesudahnya.

  Secara lebih sederhana bisa diungkapkan bahwa prasarana drainase hujan itu menyalurkan
  limpasan yang tidak dikehendaki, ke suatu tempat pelimpahan terdekat yang dapat
  menerima, dalam waktu yang cukup sehingga tidak terjadi perusakan maupun hambatan
  yang berarti.

  Penentuan periode ulang dari hujan badai yang limpasannya akan dikendalikan,
  memerlukan suatu perimbangan ekonomis antara biaya bangunan dan biaya langsung dan
  tak langsung yang menyangkut kerugian yang mungkin terjadi pada kekayaan, serta
  kesukaran yang ditimbulkan, yang mengenai masyarakat umum selama beberapa tahun.
  Tidak adanya prasarana drainase jarang mengakibatkan terjadinya kematian tetapi biasanya
  merupakan penyebab kerusakan-kerusakan.

  Untuk memperkirakan jumlah limpasan air hujan, secara mudah dapat diingat bahwa
  seluruh aliran yang masuk jaringan penyalir itu merupakan aliran gaya berat. Aliran tersebut
  mengalir di atas permukaan tanah dengan berbagai karakteristik, seperti misalnya
  permukaan yang kasar, permukaan yang halus, lapisan kedap atau tak kedap, melalui berm
  atau selokan, dan masuk lubang berm ke saluran yang semakin lama semakin besar
  kapasitasnya.

  Pertimbangan juga diperlukan untuk menampung akibat meningkatnya urbanisasi dan
  berubahnya pendapat masyarakat mengenai drainase.

  Perencanaan sistem drainase yang mencakup seluruh wilayah itu merupakan hal yang
  penting. Upaya tersebut untuk mencegah pembangunan prasarana penyalir yang sepotong-
  sepotong, yang pada akhirnya tidak saling menunjang. Kebutuhan tersebut terutama terasa
  di daerah perkotaan.

  Kecepatan suatu limpasan hujan didalam saluran itu sulit menelitinya karena curahan hujan
  yang menyebabkan larian itu sangat beragam. Larian hujan itu adalah bagian hujan yang
  tidak hilang meresap kedalam tanah, atau tertinggal di lekukan permukaan ataupun yang
  tertinggal di permukaan dedaunan dan menguap. Kondisi permukaan dan bawah tanah,



                                                                                            1
banyak mempengaruhi kehilangan-kehilangan tersebut, baik yang disebabkan oleh kondisi
    alamiahnya maupun yang buatan.

    Dulu, banyak sekali rumus empiris yang digunakan, tetapi sebagian besar telah diabaikan
    meskipun ada yang cukup sederhana. Rumus empiris itu hanya akan menghasilkan hasil
    yang memuaskan sepanjang daerah dimana rumus tersebut diturunkan sama dengan kondisi
    daerah yang dipelajari, dan tidak memungkinkan pemakai menggunakan pertimbangan
    teknisnya terhadap perubahan komponen yang ada.

    Ada 2 langkah dasar untuk menanggulangi masalah. Pertama adalah menghitung limpasan
    dari hujan dengan menggunakan faktor pembanding. Kedua adalah memperkirakan sisa
    hujan setelah dikurangi resapan dan kehilangan oleh cegatan serta yang terhambat
    sementara dalam perjalanannya.

    Cara yang pertama telah lama digunakan didalam metode rasional, yang diperkenalkan
    tahun 1889. Cara yang kedua dipakai dalam cara yang menghendaki pendekatan yang lebih
    tepat, serta ekonomis.

    Cara manapun yang dipilih analisis yang pertama-tama harus dilakukan adalah analisis
    frekuensi (kekerapan) rencana peluang adalah kekerapan terjadi. Jadi, hujan badai
    berpeluang 20 % adalah R5, hujan yang sekali dalam 5 tahun disamai atau dilampaui atau 20
    kali dalam 100 tahun disamai atau dilampaui. Dalam metode rasional, kekerapan limpasan
    hujan dianggap sama dengan kekerapan dari kelebatan rata-rata dari hujan harian dengan
    kekerapan yang sama.

    Dalam metode-metode lain yang dimaksud di dalam unit pembahasan ini, limpasan tersebut
    diturunkan berdasarkan atas kelebatan hujan yang diperkirakan mempunyai pola kelebatan
    yang tertentu. Meskipun pola yang diperkirakan tersebut tidak memberikan kekerapan
    masing-masing kelebatannya, namun berangkat dari pola tersebut dapat diturunkan sebaran
    kekerapan kelebatan hujan harian dengan kekerapan rencana.

2. PENAFSIRAN DATA HUJAN

    Data hujan biasanya dipresentasikan dalam milimeter, dan bisa berupa tabel, diagram atau
    grafik. Bacaan atas harga-harga tertentu pada data yang dipresentasikan tersebut akan
    menghasilkan suatu gambaran mengenai sifat-sifat curahan maupun curah hujannya. Sifat
    curahan hujan itu terutama ditentukan oleh durasi (duration) dan kelebatannya (intensity).




2
Alat yang dipakai untuk mengukur curahan hujan adalah tabung gelas ukur (rain gauge)
atau perekam (Automatic Rain Recorder atau Pluviometer). Rain gauge menghasilkan data
disket, sedangkan pluviometer akan menghasilkan data yang berkesinambungan
(pluviogratif).

A. Durasi Curahan Hujan
   Durasi curahan hujan atau disingkat durasi hujan itu adalah waktu selama hujan
   mencurah, dimulai dari saat curahan mulai sampai saat curahan berhenti.

   Durasi curahan itu bisa hanya beberapa menit, tetapi mungkin juga sampai beberapa
   hari. Oleh karena itu data rekaman dari suatu perekam hujan otomatik akan sangat
   berguna untuk mengetahui sebaran kelebatan hujan yang terjadi. Grafik yang sajikan
   oleh perekam hujan adalah suatu grafik akumulatif, sehingga menaiknya grafik
   mengisyaratkan bahwa curahan masih berjalan, sedangkan grafik yang mendaftar
   menandakan curahan sudah berhenti. Gambar 2.1 menggambarkan rekaman hujan
   dengan interval 10 menit.


                                                                     Jam      mm
                                                                     6.10       0
                                                                     6.20       6
                                                                     6.30      19
                                                                     6.40      22
                                                                     6.50      13
                                                                     7.00       5
                                                                               65
                                                                     Curahan hujan
                                                                     dari jam 6.10
                                                                     s.d 7.00



                  Gambar 2.1. Akumulasi curah hujan 10 menitan

B. Kelebatan hujan
   Kelebatan hujan adalah besar hujan yang tercurah dalam satu satuan waktu. Pada
   umumnya curahan hujan dengan kelebatan yang kecil dapat berlangsung lama,
   sedangkan hujan badai, yang kelebatannya besar, berlangsung kurang dari satu hari.
   Kelebatan itu biasa dinyatakan dalam mm/jam.




                                                                                    3
Satu curahan hujan itu kelebatannya selalu berubah. Awal suatu curah hujan biasanya
       kelebatannya kecil, selang beberapa waktu kemudian kelebatan tersebut akan membesar
       dan akhirnya mengecil lagi ketika hujan akan berhenti.

       Apabila curahan hujan berlangsung lama, seringkali ditengah-tengah kelebatanya
       menurun untuk kemudian menaik lagi. Buaian kelebatan ini sering tidak hanya satu kali.
       Itulah sebabnya pola kelebatan suatu curah hujan sebaiknya tidak diturunkan dari data
       hujan harian, akan tetapi dari data rekaman hujan.

       Dengan demikian akan dipunyai suatu data yang berkesinambungan, dan dari data
       tersebut dapat diturunkan sebaran kelebatannya maupun kelebatan rata-ratanya. Sebagai
       contoh, sebaran kelebatan curah hujan pada grafik 2.1 dapat dibaca sebagai yang
       disajikan pada tabel 2.1.

                   Tabel 2.1 Sebaran Kelebatan Curah Hujan Rekaman Sesuai Grafik 2.1
             Jam         Durasi (unit)   Jumlah       Tinggi CH     Kelebatan       Hujan
                                          waktu         (mm)        (mm/jam)       mm/jam
                                         (menit)                                  Tambahan
             6.10                           0
             6.20             10           10            6             36              36
             6.30             10           20            19            114             78
             6.40             10           30            22            132             54
             6.40             10           40            13            78              48
             7.00             10           50            5             30              30



    C. Curah Hujan Terukur (Point Rainfall)
       Yang dimaksud dengan curah hujan terukur adalah tinggi curah hujan di tempat penakar
       hujan dipasang, jadi merupakan curah hujan dari stasiun hujan.

         (a) Curah hujan rata-rata terukur
             Curah hujan rata-rata terukur adalah curah hujan rata-rata suatu stasiun hujan,
             dapat dalam bentuk harga rata-rata 1 harian, 5 harian, bulanan, tahunan dan
             sebagainya. Harga rata-rata dihitung dari data pengamatan yang tersedia. Jadi
             mungkin ada curah hujan rata-rata dari data hujan 10 tahun, 15 tahun atau dari
             data 25 tahun. Makin banyak data pengamatannya makin kecil kemungkinan
             kesalahannya jika dibandingkan dengan curah hujan rata-rata jangka panjang.
             Kalau data hujan meliputi pengamatan 30 tahunan atau lebih, maka harga rata-




4
ratanya mendekati harga rata-rata jangka panjang. Kemungkinan kesalahannya
            hanya ±20.

            Melihat bahwa curah hujan bulanan rata-rata tersebut dihitung dari periode-
            periode yang berlainan dengan jumlah tahun yang beberapa pula, maka
            kemungkinan kesalahannya berbeda-beda yang berarti ketelitiannya juga berbeda.

       (b) Curah hujan ekstrim terukur
           Curah hujan harian maksimun dipakai untuk menghitung banjir. Harga-harga
           tersebut diambil dari data hujan tahun-tahun yang akan dipelajari.

            Berapa besar curah hujan maksimum di suatu tempat? Jika yang dimaksud curah
            hujan maksimum yang pernah terjadi, persoalannya akan sangat mudah karena
            besaran tersebut bisa sekedar diambil dari data curah hujan terbesar. Masalahnya
            adalah besarnya kemungkinan akan terjadinya curah-curah hujan yang pernah
            terjadi.

            Untuk itu perlu dianalisa periode ulang atau peluang disamai atau dilampauinya
            curah hujan tertentu dan dipelajari apakah curah hujan tersebut sudah cukup besar
            atau terlalu kecil untuk perencanaan, bukan curah hujan maksimum yang pernah
            terjadi, akan tetapi curah hujan maksimum yang dapat diramalkan dari data yang
            tersedia.


3. VARIASI CURAH HUJAN

  Seperti telah diketahui tinggi curah hujan di suatu tempat tidak sama dengan tinggi curah
  hujan di tempat lain, yang disebut variasi curah hujan menurut tempat. Di samping itu juga
  ada variasi curah hujan menurut waktu.

  A. Variasi Curah Hujan Dalam Satu Hari
     Variasi curah hujan dalam satu hari dapat kita lihat dari perbedaan kelebatannya dari
     menit ke menit berikutnya ataupun jam ke jam berikutnya.

     Di Bogor terlihat suatu variasi yang teratur tiap hari, seperti yang diperlihatkan pada
     gambar 3.1. Variasi yang teratur selama hari hujan itu biasanya kita dapati di daerah
     lereng gunung dimana Bogor terletak menghadap ke laut. Perbedaan temperatur yang
     terjadi antara daratan Jakarta dan laut pada tengah hari menyebabkan angin yang
     mengandung banyak uap air bertiup ke arah Bogor. Sehingga hujan yang deras di



                                                                                           5
daerah terebut hampir selalu terjadi lepas tengah hari. Jakarta, yang terletak dipinggir
       laut, tidak mempunyai distribusi hujan seperti Bogor, akan tetapi hampir merata
       sepanjang hari.




                  Radial : Hujan per jam Sebagai persentasi Dari distribusi merata

                  Gambar 3.1. Distribusi curah hujan harian pada bulan Januari dan
                                  Februari di Bogor dan Jakarta.


    B. Variasi Menurut Tempat
       Suatu peta hujan menggambarkan variasi atau sebaran hujan menurut tempat. Sebagai
       contoh peta curah hujan DAS Citanduy yang menggambarkan variasi tinggi curahan
       hujan pada tanggal 6-7 November 1969. (Gambar 3.2)

        1) Korelasi Antara Sifat-Sifat Curahan Hujan

           Antara sifat-sifat curahan hujan seperti kelabatan dengan luas daerah dan durasi
           curahan ada hubungannya.




6
Gambar 3.2 Peta Curah Hujan Tanggal 6-7 November 1969

2) Hubungan tinggi dan waktu atau durasi hujan
   Di Indonesia sebagian besar data hujan adalah tinggi curah hujan harian. Padahal
   untuk perhitungan-perhitungan sering diperlukan data tinggi curah hujan dengan
   waktu atau durasi kurang atau lebih dari satu hari. Untuk perencanaan waduk dan
   polder misalnya, diperlukan data tinggi curah hujan untuk durasi t > sehari, untuk
   diperhitungkan pembuangan daerah-daerah kecil seperti lapangan terbang atau
   saluran jalan misalnya, diperlukan curah hujan dengan durasi t < sehari.
   Atas usul Ministeri Van Gezondheid Oost Indonesia kepada LPMA, untuk daerah
   Indonesia Timur yang kering itu telah ditetapkan 3 (tiga) macam rumus untuk
   keperluan perencanaan untuk saluran-saluran pembuangan air hujan daerah
   perkotaan.

   (a) Tinggi curah hujan untuk waktu hujan 1 – 10 hari
       Rumus yang digunakan:


             = 362 log(t + 6 ) − 206
       100 R
        R24
      Dimana:         t = Banyaknya hari hujan
                      R = Tinggi curah hujan rencana
                      R24 = Curah hujan harian dalam mm



                                                                                   7
Dari rumus tersebut dibuat Tabel T / II / 14


                               Tabel 3.1 Tabel T / II / 14
        Banyaknya              100 R           Banyaknya      100 R
       Hari Hujan (t)           R            Hari Hujan (t)    R24
                                  24

              1                 100                 5          171
             1,5                111                5.6         178
              2                 121                 6          185
             2.5                130                 7          197
              3                 130                 8          209
             3.5                148                 9          220
              4                 156                10          230
             4.5                164

    Jika curah hujan harian diketahui R24 = 180 mm, maka curah hujan 4 hari
    misalnya dapat dihitung:

    100 R4 hr                       180
              = 156 ------- R4 hr =     × 156 = 281 mm
     R24 jam                        100




8
(b) Tinggi curah hujan untuk durasi 24 jam

                    Tabel 3.2 Tinggi curah hujan untuk durasi 24 jam
      Waktu           100 R      Waktu      100 R       Waktu      100 R
     hujan (t)                  hujan (t)              hujan (t)
    dalam jam          R24     dalam jam
                                             R24      dalam jam
                                                                    R24
        1.0            52.4        3.1       75.0         7.0      88.4
        1.1            54.3        3.2       75.6         7.5      89.3
        1.2            56.0        3.3       76.2         8.0      90.2
        1.4            57.6        3.4       76.8         8.5      90.9
        1.5            60.6        3.6       77.3         9.0      91.6
        1.6            61.9        3.7       77.8         10       92.8
        1.7            63.1        3.8       78.3         11       93.8
        1.8            64.3        3.9       79.2         12       94.7
        1.9            65.4        4.0       79.7         13       95.5
        2.0            66.4        4.2       80.5         14       96.1
        2.1            67.4        4.4       81.3         15       96.7
        2.2            68.4        4.6       82.1         16       97.2
        2.3            69.3        4.8       82.8         17       97.7
        2.4            70.1        5.0       83.4         18       98.1
        2.5            70.9        5.2       84.0         19       98.5
        2.6            71.7        5.4       84.6         20       98.9
        2.7            72.4        5.6       85.2         21       99.2
        2.8            73.1        5.8       85.7         22       99.5
        2.9            73.8        6.0       86.2         23       99.8
        3.0            74.4        6.5       87.4         24       100.0

   Rumus yang digunakan:
   (100 R )2   =
                   11.300t
      R24          t + 3,12
   R dan R24 dalam mm, t dalam jam
   Jika diketahui curah hujan harian R24 = 240 mm, maka curah hujan 4 jam:
            240
   R24 =        × 79,7 = 191 mm
            100




                                                                             9
(c) Tinggi Curah Hujan untuk Durasi 0 – 1 jam
             a ⋅ R24
        R=
             R24 + b
        Dimana a dan b adalah faktor-faktor yang tergantung durasi hujan seperti pada
        tabel 3.3.

          Tabel 3.3 Tabel faktor-faktor yang tergantung durasi hujan
                 Waktu hujan            a             b
                    1 menit           5,85           21,6
                    5 menit           29,1           116
                   10 menit           73,8           254
                   15 menit           138            424
                   20 menit           228            636
                   25 menit           351            909
                   30 menit           524            1272
                   35 menit           774            1781
                   40 menit           1159           2544
                   45 menit           1811           3816
                   50 menit           3131           6360
                   55 menit           7119          13992
                   59 menit          39083          75048

     Boerema mempunyai anggapan bahwa curah hujan maksimum di suatu tempat
     mempunyai pola sebaran tertentu. Data curah hujan Jakarta tahun 1879-1924 telah
     diolah, dan telah dibuat lengkung yang menggambarkan hubungan antara tinggi
     curah hujan dan waktu hujan. Lengkung tersebut memperlihatkan 4 bagian, yang
     tidak lain menggambarkan hubungan tinggi curah hujan dengan durasi atau waktu
     yang pendek yaitu antara 10-60 dan sedang yaitu antara 1-24 jam, yang panjang
     yaitu 1-30 hari dan yang panjang sekali antara 1-12 bulan, yang masing-masing
     mempunyai persamaan untuk menggambarkannya. Sebagai perbandingan
     digambar juga lengkung curah hujan maksimum dunia menurut Foster untuk 1
     menit sampai 2 bulan.




10
11
Tanimoto telah melakukan studi lanjutan atas dasar hasil studi Boerema dan telah
          memperoleh sebaran curah hujan untuk pulau Jawa seperti pada tabel 3.4.

                   Tabel 3.4 Sebaran Curahan Hujan Sebesar 170 mm
                   230 mm, 350 mm dan 470 mm untuk Pulau Jawa.
          Jam          170 mm          230 mm          350 mm           470 mm
           1             87              90              96               101
           2             28              31              36               42
           3             18              20              26               31
           4             11              14              20               25
           5              8              11              16               22
           6              6               9              14               20
           7              6               8              13               19
           8              4               7              12               18
           9              2               5              10               15
           10             -               5              10               15
           11             -               4               9               14
           12             -               4               9               14
           13             -               4               9               14
           14             -               4               9               14
           15             -               3               8               12
           16             -               3               8               11
           17             -               3               7               13
           18             -               3               7               13
           19             -               2               7               13
           20             -               -               7               11
           21             -               -               7               11
           22             -               -               6               11
           23             -               -               4               10

     3)    Hubungan Tinggi dan Luas Daerah Hujan
           Melchior telah menurunkan hubungan tinggi hujan dengan luas daerah hujan dari
           pengamatan curah hujan oleh overveldt ten Huisinya di Begalen Selatan pada
           tahun 1889.
           Rumus yang bentuknya:
                  1970
            F=             − 3960 + 1720
                 β1 − 0,12
           hanya berlaku untuk hujan harian. Tinggi curah hujan digambarkan oleh faktor
           β1, sehingga besarnya adalah β1 x R24 jam.




12
4) Hubungan tinggi luas daerah dan durasi hujan
    Untuk hujan dengan durasi kurang dari 24 jam masih ada suatu reduksi (β2) yang juga
    tergantung dari luas daerah hujan seperti tabel 3.5.

                                       Tabel 3.5 Faktor reduksi β
      F                           Harga 2 dalam % untuk berbagai waktu hujan
     Ks2       1      2       3       4     5     6     8     10    12     16   20   24
      0        44    64      80      89    92     92    93    94    95     96   98   100
     10        37    57      70      80    82     84    87    90    91     95   97   100
     50        29    45      57      66    70     74    79    83    88     94   96   100
     300       20    33      43      52    57     61    69    77    85     93   95   100
               12    23      32      42    50     54    66    74    83     92   94   100

     Karena = β1 x β2, dan untuk curah hujan 24 jam β2 = 100, 1008 = 1 maka β = β1
     Weduwen dan Haspers secara langsung memasukkan pengaruh waktu dan luas daerah
     ke dalam rumus faktor reduksinya:
                         t +1
     Weduwen β =                   (Nomogram 2 – 8)
                     120 + t + 9 F

                1         t + 3,7 × 100,4t F ⋅ 0,75
     Haspers        =1+                   ×
               β               t 2 + 15      12

     Untuk daerah Indonesia Timur diturunkan dari dara curah hujan daerah Sulawesi,
     yang dimasukkan oleh Ministerie Van Gezondheid oost Indonesia pada jaman Federal
     kepada Biro Hidrologi Departemen PUTL. Faktor reduksi tersebut juga tergantung
     durasi hujan.

     Dari pengamatan di daerah Sulawesi Selatan dengan luas F antara 0-3000 Ha dan
     waktu hujan antara 10-60 menit, telah didapatkan harga-harga untuk faktor reduksi
     seperti pada tabel 3.6, yang besarnya tergantung dari luas daerah maupun dari durasi
     hujan.




                                                                                      13
Gambar 3.4 Nomogram Faktor Reduksi Raspers




14
Tabel 3.6
                                        Luas daerah hujan F dalam Ha
Durasi Hujan t (menit)
                                  0    500       1000      2000        3000
          10                      1    0,93       0,88     0,84         0,80
          30                      1    0,94       0,90     0,86         0,84
          60                      1    0,95       0,92     0,90         0,86

Rumus Empiris : β = 1 - 0,4 F
                        t + 100

yang diturunkan dari durasi dan luas daerah hujan untuk daerah yang sama
diselesaikan dan menjadi seperti pada tabel 3.7.

                                        Tabel 3.7
                                           Luas daerah hujan F dalam Ha
  Durasi Hujan t (menit)
                                      0    500     1000       2000        3000
           10                         1    0,92     0,89      0,84         0,80
           30                         1    0,93     0,90      0,86         0,83
           60                         1    0,94     0,92      0,89         0,86

Terdapat sedikit perbedaan antara tabel 3.6 dan tabel 3.7, sehingga rumus tersebut
dapat dipakai. Untuk memudahkan, dari rumus tersebut dibuat suatu tabel yang
mendetail seperti pada tabel 3.8.

Tabel tersebut dibuat untuk merencanakan saluran-saluran pembuang air hujan daerah
pemukiman atau kota, yang menggunakan rumus Rasional yang Q = CiA, dimana i
adalah kelebatan hujan selama waktu konsentrasi t yang pada umumnya lebih pendek
dari 1 jam.

Tabel-tabel tersebut didapat dari bagian Hidrologi lembaga penyelidikan masalah air
di Bandung pada zaman federal.




                                                                                  15
Tabel 3.8 Reduksi untuk Daerah Indonesia Timur
     Luas daerah                         Untuk waktu hujan t dalam
       hujan f
                    5 mn    10 mn    15 mn    20 mn     30 mn    40 mn      50 mn   60 mn
      dalam ha
             0     1,000   1,000     1,000    1,000    1,000    1,000       1,000   1,000
           50      0,973   0,974     0,975    0,976    0,978    0,980       0,981   0,982
          100      0,962   0,964     0,965    0,976    0,969    0,971       0,973   0,975
          150      0,953   0,955     0,957    0,959    0,962    0,965       0,967   0,969
          200      0,946   0,949     0,951    0,953    0,956    0,960       0,962   0,965
          300      0,934   0,937     0,940    0,942    0,947    0,950       0,954   0,957
          400      0,924   0,927     0,930    0,933    0,938    0,943       0,947   0,950
          500      0,915   0,919     0,922    0,925    0,931    0,936       0,940   0,944
          600      0,907   0,911     0,915    0,918    0,925    0,930       0,935   0,935
          700      0,899   0,904     0,908    0,912    0,919    0,924       0,929   0,934
          800      0,892   0,897     0,902    0,906    0,913    0,919       0,925   0,929
          900      0,886   0,891     0,896    0,900    0,908    0,914       0,920   0,925
         1000      0,880   0,885     0,890    0,895    0,903    0,910       0,916   0,921
         1100      0,874   0,879     0,885    0,889    0,898    0,905       0,911   0,917
         1200      0,868   0,874     0,880    0,885    0,893    0,901       0,908   0,913
         1300      0,863   0,869     0,875    0,880    0,889    0,897       0,904   0,910
         1400      0,857   0,864     0,870    0,875    0,885    0,893       0,900   0,906
         1500      0,852   0,859     0,865    0,871    0,881    0,889       0,897   0,903
         1600      0,848   0,855     0,861    0,867    0,877    0,886       0,893   0,900
         1700      0,843   0,850     0,857    0,863    0,873    0,882       0,890   0,897
         1800      0,838   0,846     0,852    0,859    0,869    0,879       0,887   0,894
         1900      0,834   0,842     0,848    0,855    0,866    0,875       0,884   0,891
         2000      0,930   0,837     0,844    0,851    0,862    0,872       0,881   0,888
         2100      0,825   0,833     0,841    0,847    0,859,   0,869       0,878   0,885
         2200      0,821   0,829     0,837    0,844    0,856    0,866       0,875   0,883
         2300      0,817   0,826     0,833    0,840    0,852    0,863       0,872   0,880
         2400      0,813   0,822     0,830    0,837    0,849    0,860       0,869   0,878
         2500      0,809   0,818     0,826    0,833    0,846    0,857       0,867   0,875
         2600      0,806   0,815     0,823    0,830    0,843    0,854       0,864   0,873
         2700      0,802   0,811     0,819    0,827    0,840    0,852       0,861   0,870
         2800      0,798   0,808     0,816    0,824    0,837    0,849       0,859   0,868
         2900      0,795   0,804     0,813    0,821    0,834    0,846       0,566   0,865
         3000      0,791   0,801     0,810    0,817    0,831    0,844       0,854   0,863




16
5) Hubungan Kelebatan dan Durasi Hujan
           Makin deras hujan yang berarti makin tinggi kelebatannya, makin pendek
           curahannya. Hubungan kelebatan durasi hujan digambarkan dengan rumus-rumus
           berikut:
                   a
            i=        (5 menit < t < 2 jam)
                 t +b
           dimana :      i   =    kelebatan dalam mm/jam
                         t   =    durasi dalam jam
                         a   =    besarnya curah hujan dalam mm
                         b   =    koefisien yang tergantung keadaan setempat yang
                                  dinyatakan dalam jam
                 c
           i=       (t > 2 jam)
                 tn
           Dimana :      c = kelebatan dalam mm/jam
                         t = durasi dalam jam,
                         n = koefisien tergantung tempat,


4. ANALISIS CURAH HUJAN
   A. Faktor Kelebatan Curah Hujan
      Didalam perencanaan sistem drainase (penyaliran) besar frekuensi kelebatan hujan
      yang akan dikendalikan ditentukan sesuai dengan tingkat keamanan yang akan
      diberikan kepada daerah yang bersangkutan. Pengamanan tersebut sesuai dengan besar
      kerugian yang akan dicegah. Namun demikian, apabila jaringan penyalir yang akan
      dibuat tidak menyangkut nilai biaya yang besar, maka pertimbangan-pertimbangan
      teknis cukup didukung dengan pengalaman dan data kehandaian jaringan lain yang
      berada di daerah yang mempunyai karakteristik yang sama.

        Angka kekerapan yang biasa digunakan oleh konsultan adalah:
        1) untuk saluran hujan di daerah perumahan, digunakan R2 sampai R15 dan biasanya
           diambil R5
        2) untuk daerah perdagangan dan wilayah mahal digunakan R10 sampai R50. Angka
           persisnya tergantung pada pertimbangan ekonomi.
        3) untuk pekerjaan pengendalian banjir, R50 atau lebih.




                                                                                     17
Faktor-faktor lain yang menentukan besar kekerapan rencana antara lain:
          a. Memilih hujan dengan kelebatan yang lebih tinggi meskipun lebih jarang terjadi,
              terutama untuk wilayah-wilayah yang pengendalian larian hujannya tidak akan
              mempengaruhi kondisi ekonominya di masa mendatang.
          b. Memilih hujan dengan kelebatan yang lebih tinggi, meskipun lebih jarang terjadi,
              untuk perencanaan pembuangan air hujan yang yang disatukan dengan air limbah.
              Cara tersebut dilakukan terutama karena kemungkinan terjadinya kerugian yang
              lebih besar apabila air melimpas keluar saluran.
          c. Memilih hujan dengan kelebatan yang tinggi dan lebih jarang terjadi untuk
              perencanaan bangunan khusus, antara lain seperti pada sistem pemompaan
              penyaliran daerah by pass. Pertambangan tersebut dilandasi oleh kemungkinan
              rusaknya fasilitas jalan yang penting tersebut bila sampai terjadi banjir. Frekuensi
              rencana yang diambil biasanya R50 atau bahkan lebih, terutama apabila wilayah
              tadahannya kecil.
          d. Mengambil hujan dengan kelebatan lebih rendah tetapi lebih sering terjadi,
              mengingat keterbatasan dana. Dengan demikian tingkat pengamanannya pun
              terbatas.

          Nyatalah sekarang bahwa biaya pembuatan jaringan penyaliran itu tidak langsung
          berhubungan dengan pemilihan frekuensi rencana. Dari studi-studi terdahulu didapati
          bahwa perbedaan biaya pembangunan jaringan penyalir dengan frekuensi hujan
          rencananya yang 10 tahun sekali disamai atau lampaui hanya berbeda 6 sampai 11 %
          lebih besar dari sistem yang direncanakan dengan fekuensi 5 tahunan. Dan angka-
          angka tersebut juga tergantung pada kelerengan alur.

     B.   Beberapa Metode Untuk Menurunkan Lengkung IDF
          Inti dari penurunan lengkung IDF adalah:
          1) Menurunkan kelebatan-kelebatan maksimum hujan untuk jujuh-jujuh tertentu (5
               menit, 10 menit, 30 menit, 1 jam    2 jam)
          2) Menentukan kekerapan kelebatan-kelebatan tersebut
          3) Membuat lengkung hubungan antara kelebatan dan durasinya pada kekerapan
               tertentu.




18
Bentuk akhir dari lengkung yang diinginkan seperti pada gambar 4.1.


 mm                                            mm
 hujan                                         hujan




                                        menit                                                menit
             a.   Bila di-plot dalam                          b. Bila di-plot dalam kertas
                  kertas grafik biasa                            log normal


                                 Gambar 4.1 Lengkung IDF

                      Tabel 4.1 Curah Hujan Maksimum

  No.    Tahun        5’        10’      20’           30’      45’      1 jam     2 jam     3 jam
   1     1961           10         15      25            35       60         75       90        95
   2     1962           15         20      26            32       40         42       45        48
   3     1963           22         30      37            48       62         80      100       110
   4     1964            9         11      15            17       20         25       30        40
   5     1965            8         17      27            37       50         70       80        90
   6     1966           11         15      28            39       67         76       91       100
   7     1967           14         18      29            41       57         83      105       115
   8     1968           13         25      40            55       70         89      109       121
   9     1969           12         19      32            40       51         60       65        75
   10    1970           20         35      50            67       75         93      107       125
   11    1971           25         45      60            70       80         97      110       124
   12    1972           24         34      44            54       74         82       87        94
   13    1973           21         22      24            31       37         50       67        70




                                                                                                     19
Tabel 4.2 Frekuensi Curah Hujan Maksimum
        No.      F
        Urut    N+1      5’     10’      20’     30’     45’    1 jam   2 jam    3 jam
        (m)      M
         1       14       25       45      60      70      80      97      110     125
         2       7        24       35      50      67      75      93      109     124
         3      4.7       22       34      44      55      74      89      107     121
         4      3.5       21       30      40      54      70      83      105     115
         5      2.8       20       25      37      48      67      82      100     110
         6      2.3       15       22      32      41      62      80       91     100
         7       2        14       20      29      40      60      76       90      95
         8      1.75      13       19      28      39      57      75       87      94
         9      1.5       12       18      27      37      51      70       80      90
         10     1.4       11       17      26      35      50      60       67      75
         11     1.3       10       15      25      32      40      50       65      70
         12     1.2        9       15      24      31      37      42        5      48
         13     1.1        8       11      15      17      20      25       30      40

     Masalah yang sering dihadapi adalah bahwa sebaran hujan dalam waktu tersebut tidak
     dipunyai, karena hujan-hujan tersebut diamati melalui gelas pengukur. Hanya perekam
     hujan (ARP, pluviometer) yang bisa memberi data sebaran hujan dalam waktu,
     sebagaimana diketahui jumlah pluviometer di Indonesia itu amat terbatas.

     Cara yang akan diperkenalkan disini adalah cara di Indonesia, yang selama ini telah
     dilakukan dan cara yang dikenal di benua Australia. Data dasar yang dipakai untuk
     menurunkan hubungan kelebatan – durasi – frekuensi hujan adalah data rekaman
     curah hujan. Panjang pengamatan, ketepatan pengukuran dan letak serta kerapatan
     stasiun pengamat akan sangat mempengaruhi ketangguhan data. Agar data yang
     didapat tersebut dapat diproses untuk menentukan besar lariannya, maka diperlukan
     berbagai prosedur statistika, sehingga suatu lengkung kelebatan hujan dengan
     berbagai frekuensi bisa didapatkan (IDF).

     Dari tabel 4.1 dan 4.2 dapat langsung kita ketahui hujan R14, R7, R2. untuk
     mendapatkan R5, R10 dan R25 dapat digunakan bantuan kertas grafik long normal.
     Apabila datanya kurang, maka dibuat suatu seri data partial, yakni dengan menetapkan
     suatu angka ambang, yang dianggap bisa mewakili angka kelebatan hujan badai.

     Angka yang didapatkan dengan cara ini biasanya adalah lebih kecil sehingga harus
     dikoreksi dengan suatu faktor koreksi. Secara empiris untuk Jakarta besar faktor
     koreksi tersebut digambarkan pada gambar 4.2.




20
Gambar 4.2 Grafik faktor koreksi




                                   21
Gambar 4.3 Grafik Lengkung IDF (percontoh)
     Analisis Seri Waktu
     Cara tersebut dapat dilakukan apabila datanya memang benar-benar mencakupi.
     Langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut:
     - Pertama-tama untuk setiap durasi hujan yang tertentu, kelebatan maksimum
         tahunannya dicatat dan ditabulasikan. Setiap tahun hanya diwakili oleh satu data,
         meskipun mungkin dalam tahun tersebut ada curahan lain-lain yang lebih besar
         dari curahan maksimum yang terjadi pada tahun-tahun lainnya.
     - Kemudian urutkan dan buat analisis frekuensinya
     - Susun durasi curahan menurut frekuensinya
     - Turunkan intensitas hujannya (dalam mm/jam)
     - Kemudian petakan dalam gambar dengan tujuh hujan sebagai axis dan kelebatan
         sebagai ordinat

     Menurunkan sebaran waktu dari hujan harian rencana
     Penurunan kelebatan suatu curah hujan ekstrem hanya dilakukan apabila rekaman
     dalam bentuk pluviograf tidak dipunyai. Metode yang biasanya digunakan di
     Indonesia adalah dengan melakukan analisis kekerapan pada curah hujan harian
     ekstrem untuk periode pengamatan yang panjang (15-20 th).

     Untuk curah hujan harian rencana yang didapat tersebut kemudian diturunkan sebaran
     kelebatannya dalam waktu. Misalnya untuk waktu 5 menit, 10 menit, 15 menit, 30
     menit, 1 jam dan seterusnya. Cara menurunkannya, bisa dilakukan dengan metode
     empiris yang telah dibahas dalam bab 4 pada unit ini. Dari penelitian didapati bahwa
     hasil yang didapatkan melalui cara ini adalah lebih besar atau kurang tepat. Namun
     untuk kondisi tidak ada data, tidak ada pilihan lain.




22
Cara ini mengasumsikan, bahwa kelebatan hujan untuk durasi yang pendek itu
           kekerapan terjadinya adalah sama dengan kekerapan terjadi dari hujan maximum
           harian yang bersangkutan. Atau dengan kata lain, bahwa hujan maksimum harian
           dengan kekerapan terjadi yang tertentu itu sendiri dari hujan-hujan berdurasi pendek
           dengan kekerapan terjadi yang sama.

           Cara-cara lainnya
           Untuk mendapatkan IDF yang tepat, dan konsisten dalam sebaran waktu dan
           tempatnya, di Australia di tempuh beberapa cara. Data maximum tahunan dari hujan
           berdurasi 5 menit sampai 72 jam dianalisis kekerapannya dengan menggunakan
           sebaran peluang log Person Type III, dengan angka skew yang cukup kecil, yakni 0,8.

           Disebabkan oleh terbatasnya data rekaman pengukur hujan otomatis, maka digunakan
           berbagai teknik regresi untuk memperkirakan kelebatan hujan-hujan berdurasi pendek.

5.    PENDEKATAN YANG DILAKUKAN
      Agar pendekatan bisa menyeluruh, namun sederhana, ada 3 cara pendekatan yang
      diusulkan. Pemilihan cara mana yang akan dipakai, tergantung pada persyaratan mengenai
      data. Cara-cara tersebut adalah:
       o Prosedur persamaan aljabar
       o Prosedur grafis
       o Teknik komputerasi

      Prosedur aljabar dan grafis mencakupi 8 langkah untuk mendapatkan lengkung IDF untuk
      sembarang lokasi, dengan jalan menggunakan data masukan dari peta kekerapan curah
      hujan yang detail.

      Untuk mendapatkan lengkung IDF yang sesuai dengan kondisi topografi, dan yang
      sebarannya dalam waktu dan ruang adalah konsisten, maka diperlukan pekerjaan-pekerjaan
      yang sangat banyak, yang mencakupi penelitian dan pengembangan.




     Untuk mempelajari riset apa saja yang diperlukan, dipersilahkan membaca:

     Rp. Canterford, et. Al 1987, Desigintensity – Frequency – duratin Rainfall, chapter II.




                                                                                               23

More Related Content

What's hot

Mekanika fluida 2 pertemuan 7 okk
Mekanika fluida 2 pertemuan 7 okkMekanika fluida 2 pertemuan 7 okk
Mekanika fluida 2 pertemuan 7 okk
Marfizal Marfizal
 
87280501 perencanaan-sistem-drainase
87280501 perencanaan-sistem-drainase87280501 perencanaan-sistem-drainase
87280501 perencanaan-sistem-drainase
Miftakhul Yaqin
 
11 sistem jaringan dan bangunan irigasi
11   sistem jaringan dan bangunan irigasi11   sistem jaringan dan bangunan irigasi
11 sistem jaringan dan bangunan irigasi
Kharistya Amaru
 
Tangki septik sistem terpisah dengan bidang peresapan
Tangki septik sistem terpisah dengan bidang peresapanTangki septik sistem terpisah dengan bidang peresapan
Tangki septik sistem terpisah dengan bidang peresapan
Bambang Supriatna
 
Dasar-dasar teknik dan manajemen drainase
Dasar-dasar teknik dan manajemen drainaseDasar-dasar teknik dan manajemen drainase
Dasar-dasar teknik dan manajemen drainase
infosanitasi
 
Jaringan Transmisi - Sistem Jaringan Perpipaan
Jaringan Transmisi - Sistem Jaringan Perpipaan Jaringan Transmisi - Sistem Jaringan Perpipaan
Jaringan Transmisi - Sistem Jaringan Perpipaan
Yahya M Aji
 
Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada
Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah adaMetode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada
Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada
Raymond B. Munthe (Dinas Pekerjaan Umum Prov. Babel)
 
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase PerkotaanPermen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
infosanitasi
 
Evapotranspirasi dan curah hujan
Evapotranspirasi dan curah hujanEvapotranspirasi dan curah hujan
Evapotranspirasi dan curah hujan
Khairullah Khairullah
 
Uji Konsistensi Data Hujan
Uji Konsistensi Data HujanUji Konsistensi Data Hujan
Uji Konsistensi Data Hujan
triseptiaindriharian
 
Bangunan pelengkap-instalasi-drainase-bab-5
Bangunan pelengkap-instalasi-drainase-bab-5Bangunan pelengkap-instalasi-drainase-bab-5
Bangunan pelengkap-instalasi-drainase-bab-5
Mela Prihapsari Purwaningrum
 
perencanaan intake
perencanaan intakeperencanaan intake
perencanaan intake
Reza Nuari
 
Drainase
DrainaseDrainase
Drainase
Peka Canggung
 
Manajemen sumber daya air
Manajemen sumber daya airManajemen sumber daya air
Manajemen sumber daya air
afrays iwd
 
Perencanaan pengelolaan air limbah dengan sistem terpusat
Perencanaan pengelolaan air limbah dengan sistem terpusatPerencanaan pengelolaan air limbah dengan sistem terpusat
Perencanaan pengelolaan air limbah dengan sistem terpusat
infosanitasi
 
current meter
current meter current meter
current meter
brama_nalendra
 
Perencanaan bendung
Perencanaan bendungPerencanaan bendung
Perencanaan bendung
ironsand2009
 
Stabilitas tanah dengan kapur
Stabilitas tanah dengan kapurStabilitas tanah dengan kapur
Stabilitas tanah dengan kapur
herewith sofian
 
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Joy Irman
 

What's hot (20)

Mekanika fluida 2 pertemuan 7 okk
Mekanika fluida 2 pertemuan 7 okkMekanika fluida 2 pertemuan 7 okk
Mekanika fluida 2 pertemuan 7 okk
 
87280501 perencanaan-sistem-drainase
87280501 perencanaan-sistem-drainase87280501 perencanaan-sistem-drainase
87280501 perencanaan-sistem-drainase
 
11 sistem jaringan dan bangunan irigasi
11   sistem jaringan dan bangunan irigasi11   sistem jaringan dan bangunan irigasi
11 sistem jaringan dan bangunan irigasi
 
Tangki septik sistem terpisah dengan bidang peresapan
Tangki septik sistem terpisah dengan bidang peresapanTangki septik sistem terpisah dengan bidang peresapan
Tangki septik sistem terpisah dengan bidang peresapan
 
Dasar-dasar teknik dan manajemen drainase
Dasar-dasar teknik dan manajemen drainaseDasar-dasar teknik dan manajemen drainase
Dasar-dasar teknik dan manajemen drainase
 
Jaringan Transmisi - Sistem Jaringan Perpipaan
Jaringan Transmisi - Sistem Jaringan Perpipaan Jaringan Transmisi - Sistem Jaringan Perpipaan
Jaringan Transmisi - Sistem Jaringan Perpipaan
 
Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada
Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah adaMetode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada
Metode penanganan kelongsoran dalam menjaga infrastruktur yang telah ada
 
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase PerkotaanPermen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan
 
Evapotranspirasi dan curah hujan
Evapotranspirasi dan curah hujanEvapotranspirasi dan curah hujan
Evapotranspirasi dan curah hujan
 
Kp 03 2010 saluran
Kp 03 2010 saluranKp 03 2010 saluran
Kp 03 2010 saluran
 
Uji Konsistensi Data Hujan
Uji Konsistensi Data HujanUji Konsistensi Data Hujan
Uji Konsistensi Data Hujan
 
Bangunan pelengkap-instalasi-drainase-bab-5
Bangunan pelengkap-instalasi-drainase-bab-5Bangunan pelengkap-instalasi-drainase-bab-5
Bangunan pelengkap-instalasi-drainase-bab-5
 
perencanaan intake
perencanaan intakeperencanaan intake
perencanaan intake
 
Drainase
DrainaseDrainase
Drainase
 
Manajemen sumber daya air
Manajemen sumber daya airManajemen sumber daya air
Manajemen sumber daya air
 
Perencanaan pengelolaan air limbah dengan sistem terpusat
Perencanaan pengelolaan air limbah dengan sistem terpusatPerencanaan pengelolaan air limbah dengan sistem terpusat
Perencanaan pengelolaan air limbah dengan sistem terpusat
 
current meter
current meter current meter
current meter
 
Perencanaan bendung
Perencanaan bendungPerencanaan bendung
Perencanaan bendung
 
Stabilitas tanah dengan kapur
Stabilitas tanah dengan kapurStabilitas tanah dengan kapur
Stabilitas tanah dengan kapur
 
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
 

Similar to Curah hujan dan aliran limpasan

Modul 5.pdf
Modul 5.pdfModul 5.pdf
Modul 5.pdf
fadliyuswandi1
 
ANALISA HIDROLOGI
ANALISA HIDROLOGIANALISA HIDROLOGI
ANALISA HIDROLOGI
DimasPrayuda9
 
41223_2._unit_hidrograf.ppt
41223_2._unit_hidrograf.ppt41223_2._unit_hidrograf.ppt
41223_2._unit_hidrograf.ppt
Meylis2
 
PPT Rekayasa Hidrologi [TM11].pdf
PPT Rekayasa Hidrologi [TM11].pdfPPT Rekayasa Hidrologi [TM11].pdf
PPT Rekayasa Hidrologi [TM11].pdf
NabilaPutriAriestaBu
 
Hidrologi Hujan.pptx
Hidrologi Hujan.pptxHidrologi Hujan.pptx
Hidrologi Hujan.pptx
audisaamalia
 
5.-Prosedur-dan-Instruksi-Kerja-Perhitungan-debit-banjir.pdf
5.-Prosedur-dan-Instruksi-Kerja-Perhitungan-debit-banjir.pdf5.-Prosedur-dan-Instruksi-Kerja-Perhitungan-debit-banjir.pdf
5.-Prosedur-dan-Instruksi-Kerja-Perhitungan-debit-banjir.pdf
HestinaEviyanti3
 
curah hujan unutk sistem penyaliran tambang
curah hujan unutk sistem penyaliran tambangcurah hujan unutk sistem penyaliran tambang
curah hujan unutk sistem penyaliran tambang
ssuser99d91c1
 
drainase kota tugas
drainase kota tugasdrainase kota tugas
drainase kota tugas
Aryo Bimantoro
 
Hidrologi &amp; potensi pltm
Hidrologi &amp; potensi pltmHidrologi &amp; potensi pltm
Hidrologi &amp; potensi pltm
Wirawan Dhewantoro
 
Studi kasus drainase
Studi kasus drainaseStudi kasus drainase
Studi kasus drainase
infosanitasi
 
d0463_Lampiran_Modul.pdf
d0463_Lampiran_Modul.pdfd0463_Lampiran_Modul.pdf
d0463_Lampiran_Modul.pdf
elizabethrudhu
 
BAB 5 PALING BENAR.pdf
BAB 5 PALING BENAR.pdfBAB 5 PALING BENAR.pdf
BAB 5 PALING BENAR.pdf
AlrafizraMuhaya1
 

Similar to Curah hujan dan aliran limpasan (15)

Modul 5.pdf
Modul 5.pdfModul 5.pdf
Modul 5.pdf
 
ANALISA HIDROLOGI
ANALISA HIDROLOGIANALISA HIDROLOGI
ANALISA HIDROLOGI
 
41223_2._unit_hidrograf.ppt
41223_2._unit_hidrograf.ppt41223_2._unit_hidrograf.ppt
41223_2._unit_hidrograf.ppt
 
PPT Rekayasa Hidrologi [TM11].pdf
PPT Rekayasa Hidrologi [TM11].pdfPPT Rekayasa Hidrologi [TM11].pdf
PPT Rekayasa Hidrologi [TM11].pdf
 
Banjir rancangan.pptx
Banjir rancangan.pptxBanjir rancangan.pptx
Banjir rancangan.pptx
 
Hidrologi Hujan.pptx
Hidrologi Hujan.pptxHidrologi Hujan.pptx
Hidrologi Hujan.pptx
 
5.-Prosedur-dan-Instruksi-Kerja-Perhitungan-debit-banjir.pdf
5.-Prosedur-dan-Instruksi-Kerja-Perhitungan-debit-banjir.pdf5.-Prosedur-dan-Instruksi-Kerja-Perhitungan-debit-banjir.pdf
5.-Prosedur-dan-Instruksi-Kerja-Perhitungan-debit-banjir.pdf
 
curah hujan unutk sistem penyaliran tambang
curah hujan unutk sistem penyaliran tambangcurah hujan unutk sistem penyaliran tambang
curah hujan unutk sistem penyaliran tambang
 
drainase kota tugas
drainase kota tugasdrainase kota tugas
drainase kota tugas
 
Hidrologi &amp; potensi pltm
Hidrologi &amp; potensi pltmHidrologi &amp; potensi pltm
Hidrologi &amp; potensi pltm
 
2. sedimentasi waduk
2. sedimentasi waduk2. sedimentasi waduk
2. sedimentasi waduk
 
Studi kasus drainase
Studi kasus drainaseStudi kasus drainase
Studi kasus drainase
 
d0463_Lampiran_Modul.pdf
d0463_Lampiran_Modul.pdfd0463_Lampiran_Modul.pdf
d0463_Lampiran_Modul.pdf
 
GLOBE_SENIARWAN_2013
GLOBE_SENIARWAN_2013GLOBE_SENIARWAN_2013
GLOBE_SENIARWAN_2013
 
BAB 5 PALING BENAR.pdf
BAB 5 PALING BENAR.pdfBAB 5 PALING BENAR.pdf
BAB 5 PALING BENAR.pdf
 

More from infosanitasi

Permen pupr24 2014
Permen pupr24 2014Permen pupr24 2014
Permen pupr24 2014infosanitasi
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
infosanitasi
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
infosanitasi
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...infosanitasi
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
infosanitasi
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...infosanitasi
 
Permen PUPR pupr26 2014
Permen PUPR pupr26 2014Permen PUPR pupr26 2014
Permen PUPR pupr26 2014infosanitasi
 
Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019
Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019
Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019
infosanitasi
 
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasi
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program SanitasiUsulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasi
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasi
infosanitasi
 
Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019
Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019
Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019
infosanitasi
 
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang KesehatanPengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
infosanitasi
 
Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015
Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015
Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015
infosanitasi
 
Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015
Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015
Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015
infosanitasi
 
Kesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBM
Kesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBMKesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBM
Kesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBM
infosanitasi
 
Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019
Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019
Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019
infosanitasi
 
Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi
Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan SanitasiPeraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi
Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi
infosanitasi
 
Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...
Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...
Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...
infosanitasi
 
Tahap Implementasi Pembangunan Sanitasi Permukiman
Tahap Implementasi Pembangunan Sanitasi PermukimanTahap Implementasi Pembangunan Sanitasi Permukiman
Tahap Implementasi Pembangunan Sanitasi Permukiman
infosanitasi
 
Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015
Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015
Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015
infosanitasi
 
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
infosanitasi
 

More from infosanitasi (20)

Permen pupr24 2014
Permen pupr24 2014Permen pupr24 2014
Permen pupr24 2014
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
 
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
Permen PUPR 26 2014 tentang Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Sistem A...
 
Permen PUPR pupr26 2014
Permen PUPR pupr26 2014Permen PUPR pupr26 2014
Permen PUPR pupr26 2014
 
Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019
Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019
Aspek Kelembagaan dan Pendanaan Sanitasi dalam Program PPSP 2015-2019
 
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasi
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program SanitasiUsulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasi
Usulan Program dan Kegiatan dalam Memorandum Program Sanitasi
 
Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019
Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019
Target Pembangunan Sanitasi Nasional 2015-2019
 
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang KesehatanPengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
Pengalokasian Pendanaan Sanitasi bidang Kesehatan
 
Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015
Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015
Pendampingan Pokja dalam Pengelolaan Program PPSP 2015
 
Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015
Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015
Pelaksanaan Program PPSP tahun 2015
 
Kesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBM
Kesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBMKesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBM
Kesiapan Pelaksanaan Studi Primer dan IPP STBM
 
Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019
Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019
Arah Kebijakan Program PPSP 2015 2019
 
Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi
Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan SanitasiPeraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi
Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi
 
Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...
Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...
Strategi, Kebijakan, Target dan Sasaran Pembangunan Sanitasi (Air Limbah dan ...
 
Tahap Implementasi Pembangunan Sanitasi Permukiman
Tahap Implementasi Pembangunan Sanitasi PermukimanTahap Implementasi Pembangunan Sanitasi Permukiman
Tahap Implementasi Pembangunan Sanitasi Permukiman
 
Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015
Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015
Daftar Kabupaten/Kota Peserta Program PPSP 2015
 
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
 

Recently uploaded

studi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).ppt
studi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).pptstudi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).ppt
studi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).ppt
SendowoResiden
 
10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx
10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx
10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx
RahmanAnshari3
 
PPT legalitas usaha mikro kecil dan menengah.pptx
PPT legalitas usaha mikro kecil dan menengah.pptxPPT legalitas usaha mikro kecil dan menengah.pptx
PPT legalitas usaha mikro kecil dan menengah.pptx
flashretailindo
 
BAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptx
BAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptxBAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptx
BAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptx
arda89
 
kinerja penyusunan anggaran organisasi yang baik
kinerja penyusunan anggaran organisasi yang baikkinerja penyusunan anggaran organisasi yang baik
kinerja penyusunan anggaran organisasi yang baik
HalomoanHutajulu3
 
Strategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaan
Strategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaanStrategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaan
Strategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaan
fatamorganareborn88
 
Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...
Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...
Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...
GalihHardiansyah2
 
Presentation BMB Rev 21 Februari 2020.pdf
Presentation BMB Rev 21 Februari 2020.pdfPresentation BMB Rev 21 Februari 2020.pdf
Presentation BMB Rev 21 Februari 2020.pdf
perumahanbukitmentar
 
PERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptx
PERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptxPERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptx
PERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptx
AzisahAchmad
 
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDF
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDFJasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDF
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDF
Rajaclean
 
17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt
17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt
17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt
aciambarwati
 
pph pasal 4 ayat 2 belajar ( pph Final ).ppt
pph pasal 4 ayat 2  belajar ( pph Final ).pptpph pasal 4 ayat 2  belajar ( pph Final ).ppt
pph pasal 4 ayat 2 belajar ( pph Final ).ppt
mediamandirinusantar
 
bauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioning
bauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioningbauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioning
bauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioning
wear7
 
SCRB (1).pdfdsdadasdjhjasjdh asjdhjhas jdhjasdhjhasjd jsadhjash jdhjashd jha ...
SCRB (1).pdfdsdadasdjhjasjdh asjdhjhas jdhjasdhjhasjd jsadhjash jdhjashd jha ...SCRB (1).pdfdsdadasdjhjasjdh asjdhjhas jdhjasdhjhasjd jsadhjash jdhjashd jha ...
SCRB (1).pdfdsdadasdjhjasjdh asjdhjhas jdhjasdhjhasjd jsadhjash jdhjashd jha ...
humancapitalfcs
 

Recently uploaded (14)

studi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).ppt
studi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).pptstudi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).ppt
studi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).ppt
 
10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx
10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx
10. Bab tentang Anuitas - Matematika ekonomi.pptx
 
PPT legalitas usaha mikro kecil dan menengah.pptx
PPT legalitas usaha mikro kecil dan menengah.pptxPPT legalitas usaha mikro kecil dan menengah.pptx
PPT legalitas usaha mikro kecil dan menengah.pptx
 
BAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptx
BAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptxBAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptx
BAB 8 Teori Akuntansi dan Konsekuensi Ekonomi.pptx
 
kinerja penyusunan anggaran organisasi yang baik
kinerja penyusunan anggaran organisasi yang baikkinerja penyusunan anggaran organisasi yang baik
kinerja penyusunan anggaran organisasi yang baik
 
Strategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaan
Strategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaanStrategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaan
Strategi pemasaran dalam bisnis ritel diperusahaan
 
Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...
Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...
Khutbah Jum'at, RASULULLAH BERANGKAT BERUMRAH DAN BERHAJI MULAI BULAN DZULQA'...
 
Presentation BMB Rev 21 Februari 2020.pdf
Presentation BMB Rev 21 Februari 2020.pdfPresentation BMB Rev 21 Februari 2020.pdf
Presentation BMB Rev 21 Februari 2020.pdf
 
PERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptx
PERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptxPERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptx
PERTEMUAN 1 ; PENGANTAR DIGITAL MARKETING PERTANIAN.pptx
 
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDF
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDFJasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDF
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDF
 
17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt
17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt
17837355 pemantauan dan pengendalian.ppt
 
pph pasal 4 ayat 2 belajar ( pph Final ).ppt
pph pasal 4 ayat 2  belajar ( pph Final ).pptpph pasal 4 ayat 2  belajar ( pph Final ).ppt
pph pasal 4 ayat 2 belajar ( pph Final ).ppt
 
bauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioning
bauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioningbauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioning
bauran pemasaran- STP-segmen pasar-positioning
 
SCRB (1).pdfdsdadasdjhjasjdh asjdhjhas jdhjasdhjhasjd jsadhjash jdhjashd jha ...
SCRB (1).pdfdsdadasdjhjasjdh asjdhjhas jdhjasdhjhasjd jsadhjash jdhjashd jha ...SCRB (1).pdfdsdadasdjhjasjdh asjdhjhas jdhjasdhjhasjd jsadhjash jdhjashd jha ...
SCRB (1).pdfdsdadasdjhjasjdh asjdhjhas jdhjasdhjhasjd jsadhjash jdhjashd jha ...
 

Curah hujan dan aliran limpasan

  • 1. CURAH HUJAN DAN JUMLAH ALIRAN LIMPASAN HUJAN 1. PENDAHULUAN Aliran limpasan hujan adalah bagian dari hujan yang mengalir di atas permukaan tanah selama hujan dan sesaat sesudahnya. Secara lebih sederhana bisa diungkapkan bahwa prasarana drainase hujan itu menyalurkan limpasan yang tidak dikehendaki, ke suatu tempat pelimpahan terdekat yang dapat menerima, dalam waktu yang cukup sehingga tidak terjadi perusakan maupun hambatan yang berarti. Penentuan periode ulang dari hujan badai yang limpasannya akan dikendalikan, memerlukan suatu perimbangan ekonomis antara biaya bangunan dan biaya langsung dan tak langsung yang menyangkut kerugian yang mungkin terjadi pada kekayaan, serta kesukaran yang ditimbulkan, yang mengenai masyarakat umum selama beberapa tahun. Tidak adanya prasarana drainase jarang mengakibatkan terjadinya kematian tetapi biasanya merupakan penyebab kerusakan-kerusakan. Untuk memperkirakan jumlah limpasan air hujan, secara mudah dapat diingat bahwa seluruh aliran yang masuk jaringan penyalir itu merupakan aliran gaya berat. Aliran tersebut mengalir di atas permukaan tanah dengan berbagai karakteristik, seperti misalnya permukaan yang kasar, permukaan yang halus, lapisan kedap atau tak kedap, melalui berm atau selokan, dan masuk lubang berm ke saluran yang semakin lama semakin besar kapasitasnya. Pertimbangan juga diperlukan untuk menampung akibat meningkatnya urbanisasi dan berubahnya pendapat masyarakat mengenai drainase. Perencanaan sistem drainase yang mencakup seluruh wilayah itu merupakan hal yang penting. Upaya tersebut untuk mencegah pembangunan prasarana penyalir yang sepotong- sepotong, yang pada akhirnya tidak saling menunjang. Kebutuhan tersebut terutama terasa di daerah perkotaan. Kecepatan suatu limpasan hujan didalam saluran itu sulit menelitinya karena curahan hujan yang menyebabkan larian itu sangat beragam. Larian hujan itu adalah bagian hujan yang tidak hilang meresap kedalam tanah, atau tertinggal di lekukan permukaan ataupun yang tertinggal di permukaan dedaunan dan menguap. Kondisi permukaan dan bawah tanah, 1
  • 2. banyak mempengaruhi kehilangan-kehilangan tersebut, baik yang disebabkan oleh kondisi alamiahnya maupun yang buatan. Dulu, banyak sekali rumus empiris yang digunakan, tetapi sebagian besar telah diabaikan meskipun ada yang cukup sederhana. Rumus empiris itu hanya akan menghasilkan hasil yang memuaskan sepanjang daerah dimana rumus tersebut diturunkan sama dengan kondisi daerah yang dipelajari, dan tidak memungkinkan pemakai menggunakan pertimbangan teknisnya terhadap perubahan komponen yang ada. Ada 2 langkah dasar untuk menanggulangi masalah. Pertama adalah menghitung limpasan dari hujan dengan menggunakan faktor pembanding. Kedua adalah memperkirakan sisa hujan setelah dikurangi resapan dan kehilangan oleh cegatan serta yang terhambat sementara dalam perjalanannya. Cara yang pertama telah lama digunakan didalam metode rasional, yang diperkenalkan tahun 1889. Cara yang kedua dipakai dalam cara yang menghendaki pendekatan yang lebih tepat, serta ekonomis. Cara manapun yang dipilih analisis yang pertama-tama harus dilakukan adalah analisis frekuensi (kekerapan) rencana peluang adalah kekerapan terjadi. Jadi, hujan badai berpeluang 20 % adalah R5, hujan yang sekali dalam 5 tahun disamai atau dilampaui atau 20 kali dalam 100 tahun disamai atau dilampaui. Dalam metode rasional, kekerapan limpasan hujan dianggap sama dengan kekerapan dari kelebatan rata-rata dari hujan harian dengan kekerapan yang sama. Dalam metode-metode lain yang dimaksud di dalam unit pembahasan ini, limpasan tersebut diturunkan berdasarkan atas kelebatan hujan yang diperkirakan mempunyai pola kelebatan yang tertentu. Meskipun pola yang diperkirakan tersebut tidak memberikan kekerapan masing-masing kelebatannya, namun berangkat dari pola tersebut dapat diturunkan sebaran kekerapan kelebatan hujan harian dengan kekerapan rencana. 2. PENAFSIRAN DATA HUJAN Data hujan biasanya dipresentasikan dalam milimeter, dan bisa berupa tabel, diagram atau grafik. Bacaan atas harga-harga tertentu pada data yang dipresentasikan tersebut akan menghasilkan suatu gambaran mengenai sifat-sifat curahan maupun curah hujannya. Sifat curahan hujan itu terutama ditentukan oleh durasi (duration) dan kelebatannya (intensity). 2
  • 3. Alat yang dipakai untuk mengukur curahan hujan adalah tabung gelas ukur (rain gauge) atau perekam (Automatic Rain Recorder atau Pluviometer). Rain gauge menghasilkan data disket, sedangkan pluviometer akan menghasilkan data yang berkesinambungan (pluviogratif). A. Durasi Curahan Hujan Durasi curahan hujan atau disingkat durasi hujan itu adalah waktu selama hujan mencurah, dimulai dari saat curahan mulai sampai saat curahan berhenti. Durasi curahan itu bisa hanya beberapa menit, tetapi mungkin juga sampai beberapa hari. Oleh karena itu data rekaman dari suatu perekam hujan otomatik akan sangat berguna untuk mengetahui sebaran kelebatan hujan yang terjadi. Grafik yang sajikan oleh perekam hujan adalah suatu grafik akumulatif, sehingga menaiknya grafik mengisyaratkan bahwa curahan masih berjalan, sedangkan grafik yang mendaftar menandakan curahan sudah berhenti. Gambar 2.1 menggambarkan rekaman hujan dengan interval 10 menit. Jam mm 6.10 0 6.20 6 6.30 19 6.40 22 6.50 13 7.00 5 65 Curahan hujan dari jam 6.10 s.d 7.00 Gambar 2.1. Akumulasi curah hujan 10 menitan B. Kelebatan hujan Kelebatan hujan adalah besar hujan yang tercurah dalam satu satuan waktu. Pada umumnya curahan hujan dengan kelebatan yang kecil dapat berlangsung lama, sedangkan hujan badai, yang kelebatannya besar, berlangsung kurang dari satu hari. Kelebatan itu biasa dinyatakan dalam mm/jam. 3
  • 4. Satu curahan hujan itu kelebatannya selalu berubah. Awal suatu curah hujan biasanya kelebatannya kecil, selang beberapa waktu kemudian kelebatan tersebut akan membesar dan akhirnya mengecil lagi ketika hujan akan berhenti. Apabila curahan hujan berlangsung lama, seringkali ditengah-tengah kelebatanya menurun untuk kemudian menaik lagi. Buaian kelebatan ini sering tidak hanya satu kali. Itulah sebabnya pola kelebatan suatu curah hujan sebaiknya tidak diturunkan dari data hujan harian, akan tetapi dari data rekaman hujan. Dengan demikian akan dipunyai suatu data yang berkesinambungan, dan dari data tersebut dapat diturunkan sebaran kelebatannya maupun kelebatan rata-ratanya. Sebagai contoh, sebaran kelebatan curah hujan pada grafik 2.1 dapat dibaca sebagai yang disajikan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Sebaran Kelebatan Curah Hujan Rekaman Sesuai Grafik 2.1 Jam Durasi (unit) Jumlah Tinggi CH Kelebatan Hujan waktu (mm) (mm/jam) mm/jam (menit) Tambahan 6.10 0 6.20 10 10 6 36 36 6.30 10 20 19 114 78 6.40 10 30 22 132 54 6.40 10 40 13 78 48 7.00 10 50 5 30 30 C. Curah Hujan Terukur (Point Rainfall) Yang dimaksud dengan curah hujan terukur adalah tinggi curah hujan di tempat penakar hujan dipasang, jadi merupakan curah hujan dari stasiun hujan. (a) Curah hujan rata-rata terukur Curah hujan rata-rata terukur adalah curah hujan rata-rata suatu stasiun hujan, dapat dalam bentuk harga rata-rata 1 harian, 5 harian, bulanan, tahunan dan sebagainya. Harga rata-rata dihitung dari data pengamatan yang tersedia. Jadi mungkin ada curah hujan rata-rata dari data hujan 10 tahun, 15 tahun atau dari data 25 tahun. Makin banyak data pengamatannya makin kecil kemungkinan kesalahannya jika dibandingkan dengan curah hujan rata-rata jangka panjang. Kalau data hujan meliputi pengamatan 30 tahunan atau lebih, maka harga rata- 4
  • 5. ratanya mendekati harga rata-rata jangka panjang. Kemungkinan kesalahannya hanya ±20. Melihat bahwa curah hujan bulanan rata-rata tersebut dihitung dari periode- periode yang berlainan dengan jumlah tahun yang beberapa pula, maka kemungkinan kesalahannya berbeda-beda yang berarti ketelitiannya juga berbeda. (b) Curah hujan ekstrim terukur Curah hujan harian maksimun dipakai untuk menghitung banjir. Harga-harga tersebut diambil dari data hujan tahun-tahun yang akan dipelajari. Berapa besar curah hujan maksimum di suatu tempat? Jika yang dimaksud curah hujan maksimum yang pernah terjadi, persoalannya akan sangat mudah karena besaran tersebut bisa sekedar diambil dari data curah hujan terbesar. Masalahnya adalah besarnya kemungkinan akan terjadinya curah-curah hujan yang pernah terjadi. Untuk itu perlu dianalisa periode ulang atau peluang disamai atau dilampauinya curah hujan tertentu dan dipelajari apakah curah hujan tersebut sudah cukup besar atau terlalu kecil untuk perencanaan, bukan curah hujan maksimum yang pernah terjadi, akan tetapi curah hujan maksimum yang dapat diramalkan dari data yang tersedia. 3. VARIASI CURAH HUJAN Seperti telah diketahui tinggi curah hujan di suatu tempat tidak sama dengan tinggi curah hujan di tempat lain, yang disebut variasi curah hujan menurut tempat. Di samping itu juga ada variasi curah hujan menurut waktu. A. Variasi Curah Hujan Dalam Satu Hari Variasi curah hujan dalam satu hari dapat kita lihat dari perbedaan kelebatannya dari menit ke menit berikutnya ataupun jam ke jam berikutnya. Di Bogor terlihat suatu variasi yang teratur tiap hari, seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.1. Variasi yang teratur selama hari hujan itu biasanya kita dapati di daerah lereng gunung dimana Bogor terletak menghadap ke laut. Perbedaan temperatur yang terjadi antara daratan Jakarta dan laut pada tengah hari menyebabkan angin yang mengandung banyak uap air bertiup ke arah Bogor. Sehingga hujan yang deras di 5
  • 6. daerah terebut hampir selalu terjadi lepas tengah hari. Jakarta, yang terletak dipinggir laut, tidak mempunyai distribusi hujan seperti Bogor, akan tetapi hampir merata sepanjang hari. Radial : Hujan per jam Sebagai persentasi Dari distribusi merata Gambar 3.1. Distribusi curah hujan harian pada bulan Januari dan Februari di Bogor dan Jakarta. B. Variasi Menurut Tempat Suatu peta hujan menggambarkan variasi atau sebaran hujan menurut tempat. Sebagai contoh peta curah hujan DAS Citanduy yang menggambarkan variasi tinggi curahan hujan pada tanggal 6-7 November 1969. (Gambar 3.2) 1) Korelasi Antara Sifat-Sifat Curahan Hujan Antara sifat-sifat curahan hujan seperti kelabatan dengan luas daerah dan durasi curahan ada hubungannya. 6
  • 7. Gambar 3.2 Peta Curah Hujan Tanggal 6-7 November 1969 2) Hubungan tinggi dan waktu atau durasi hujan Di Indonesia sebagian besar data hujan adalah tinggi curah hujan harian. Padahal untuk perhitungan-perhitungan sering diperlukan data tinggi curah hujan dengan waktu atau durasi kurang atau lebih dari satu hari. Untuk perencanaan waduk dan polder misalnya, diperlukan data tinggi curah hujan untuk durasi t > sehari, untuk diperhitungkan pembuangan daerah-daerah kecil seperti lapangan terbang atau saluran jalan misalnya, diperlukan curah hujan dengan durasi t < sehari. Atas usul Ministeri Van Gezondheid Oost Indonesia kepada LPMA, untuk daerah Indonesia Timur yang kering itu telah ditetapkan 3 (tiga) macam rumus untuk keperluan perencanaan untuk saluran-saluran pembuangan air hujan daerah perkotaan. (a) Tinggi curah hujan untuk waktu hujan 1 – 10 hari Rumus yang digunakan: = 362 log(t + 6 ) − 206 100 R R24 Dimana: t = Banyaknya hari hujan R = Tinggi curah hujan rencana R24 = Curah hujan harian dalam mm 7
  • 8. Dari rumus tersebut dibuat Tabel T / II / 14 Tabel 3.1 Tabel T / II / 14 Banyaknya 100 R Banyaknya 100 R Hari Hujan (t) R Hari Hujan (t) R24 24 1 100 5 171 1,5 111 5.6 178 2 121 6 185 2.5 130 7 197 3 130 8 209 3.5 148 9 220 4 156 10 230 4.5 164 Jika curah hujan harian diketahui R24 = 180 mm, maka curah hujan 4 hari misalnya dapat dihitung: 100 R4 hr 180 = 156 ------- R4 hr = × 156 = 281 mm R24 jam 100 8
  • 9. (b) Tinggi curah hujan untuk durasi 24 jam Tabel 3.2 Tinggi curah hujan untuk durasi 24 jam Waktu 100 R Waktu 100 R Waktu 100 R hujan (t) hujan (t) hujan (t) dalam jam R24 dalam jam R24 dalam jam R24 1.0 52.4 3.1 75.0 7.0 88.4 1.1 54.3 3.2 75.6 7.5 89.3 1.2 56.0 3.3 76.2 8.0 90.2 1.4 57.6 3.4 76.8 8.5 90.9 1.5 60.6 3.6 77.3 9.0 91.6 1.6 61.9 3.7 77.8 10 92.8 1.7 63.1 3.8 78.3 11 93.8 1.8 64.3 3.9 79.2 12 94.7 1.9 65.4 4.0 79.7 13 95.5 2.0 66.4 4.2 80.5 14 96.1 2.1 67.4 4.4 81.3 15 96.7 2.2 68.4 4.6 82.1 16 97.2 2.3 69.3 4.8 82.8 17 97.7 2.4 70.1 5.0 83.4 18 98.1 2.5 70.9 5.2 84.0 19 98.5 2.6 71.7 5.4 84.6 20 98.9 2.7 72.4 5.6 85.2 21 99.2 2.8 73.1 5.8 85.7 22 99.5 2.9 73.8 6.0 86.2 23 99.8 3.0 74.4 6.5 87.4 24 100.0 Rumus yang digunakan: (100 R )2 = 11.300t R24 t + 3,12 R dan R24 dalam mm, t dalam jam Jika diketahui curah hujan harian R24 = 240 mm, maka curah hujan 4 jam: 240 R24 = × 79,7 = 191 mm 100 9
  • 10. (c) Tinggi Curah Hujan untuk Durasi 0 – 1 jam a ⋅ R24 R= R24 + b Dimana a dan b adalah faktor-faktor yang tergantung durasi hujan seperti pada tabel 3.3. Tabel 3.3 Tabel faktor-faktor yang tergantung durasi hujan Waktu hujan a b 1 menit 5,85 21,6 5 menit 29,1 116 10 menit 73,8 254 15 menit 138 424 20 menit 228 636 25 menit 351 909 30 menit 524 1272 35 menit 774 1781 40 menit 1159 2544 45 menit 1811 3816 50 menit 3131 6360 55 menit 7119 13992 59 menit 39083 75048 Boerema mempunyai anggapan bahwa curah hujan maksimum di suatu tempat mempunyai pola sebaran tertentu. Data curah hujan Jakarta tahun 1879-1924 telah diolah, dan telah dibuat lengkung yang menggambarkan hubungan antara tinggi curah hujan dan waktu hujan. Lengkung tersebut memperlihatkan 4 bagian, yang tidak lain menggambarkan hubungan tinggi curah hujan dengan durasi atau waktu yang pendek yaitu antara 10-60 dan sedang yaitu antara 1-24 jam, yang panjang yaitu 1-30 hari dan yang panjang sekali antara 1-12 bulan, yang masing-masing mempunyai persamaan untuk menggambarkannya. Sebagai perbandingan digambar juga lengkung curah hujan maksimum dunia menurut Foster untuk 1 menit sampai 2 bulan. 10
  • 11. 11
  • 12. Tanimoto telah melakukan studi lanjutan atas dasar hasil studi Boerema dan telah memperoleh sebaran curah hujan untuk pulau Jawa seperti pada tabel 3.4. Tabel 3.4 Sebaran Curahan Hujan Sebesar 170 mm 230 mm, 350 mm dan 470 mm untuk Pulau Jawa. Jam 170 mm 230 mm 350 mm 470 mm 1 87 90 96 101 2 28 31 36 42 3 18 20 26 31 4 11 14 20 25 5 8 11 16 22 6 6 9 14 20 7 6 8 13 19 8 4 7 12 18 9 2 5 10 15 10 - 5 10 15 11 - 4 9 14 12 - 4 9 14 13 - 4 9 14 14 - 4 9 14 15 - 3 8 12 16 - 3 8 11 17 - 3 7 13 18 - 3 7 13 19 - 2 7 13 20 - - 7 11 21 - - 7 11 22 - - 6 11 23 - - 4 10 3) Hubungan Tinggi dan Luas Daerah Hujan Melchior telah menurunkan hubungan tinggi hujan dengan luas daerah hujan dari pengamatan curah hujan oleh overveldt ten Huisinya di Begalen Selatan pada tahun 1889. Rumus yang bentuknya: 1970 F= − 3960 + 1720 β1 − 0,12 hanya berlaku untuk hujan harian. Tinggi curah hujan digambarkan oleh faktor β1, sehingga besarnya adalah β1 x R24 jam. 12
  • 13. 4) Hubungan tinggi luas daerah dan durasi hujan Untuk hujan dengan durasi kurang dari 24 jam masih ada suatu reduksi (β2) yang juga tergantung dari luas daerah hujan seperti tabel 3.5. Tabel 3.5 Faktor reduksi β F Harga 2 dalam % untuk berbagai waktu hujan Ks2 1 2 3 4 5 6 8 10 12 16 20 24 0 44 64 80 89 92 92 93 94 95 96 98 100 10 37 57 70 80 82 84 87 90 91 95 97 100 50 29 45 57 66 70 74 79 83 88 94 96 100 300 20 33 43 52 57 61 69 77 85 93 95 100 12 23 32 42 50 54 66 74 83 92 94 100 Karena = β1 x β2, dan untuk curah hujan 24 jam β2 = 100, 1008 = 1 maka β = β1 Weduwen dan Haspers secara langsung memasukkan pengaruh waktu dan luas daerah ke dalam rumus faktor reduksinya: t +1 Weduwen β = (Nomogram 2 – 8) 120 + t + 9 F 1 t + 3,7 × 100,4t F ⋅ 0,75 Haspers =1+ × β t 2 + 15 12 Untuk daerah Indonesia Timur diturunkan dari dara curah hujan daerah Sulawesi, yang dimasukkan oleh Ministerie Van Gezondheid oost Indonesia pada jaman Federal kepada Biro Hidrologi Departemen PUTL. Faktor reduksi tersebut juga tergantung durasi hujan. Dari pengamatan di daerah Sulawesi Selatan dengan luas F antara 0-3000 Ha dan waktu hujan antara 10-60 menit, telah didapatkan harga-harga untuk faktor reduksi seperti pada tabel 3.6, yang besarnya tergantung dari luas daerah maupun dari durasi hujan. 13
  • 14. Gambar 3.4 Nomogram Faktor Reduksi Raspers 14
  • 15. Tabel 3.6 Luas daerah hujan F dalam Ha Durasi Hujan t (menit) 0 500 1000 2000 3000 10 1 0,93 0,88 0,84 0,80 30 1 0,94 0,90 0,86 0,84 60 1 0,95 0,92 0,90 0,86 Rumus Empiris : β = 1 - 0,4 F t + 100 yang diturunkan dari durasi dan luas daerah hujan untuk daerah yang sama diselesaikan dan menjadi seperti pada tabel 3.7. Tabel 3.7 Luas daerah hujan F dalam Ha Durasi Hujan t (menit) 0 500 1000 2000 3000 10 1 0,92 0,89 0,84 0,80 30 1 0,93 0,90 0,86 0,83 60 1 0,94 0,92 0,89 0,86 Terdapat sedikit perbedaan antara tabel 3.6 dan tabel 3.7, sehingga rumus tersebut dapat dipakai. Untuk memudahkan, dari rumus tersebut dibuat suatu tabel yang mendetail seperti pada tabel 3.8. Tabel tersebut dibuat untuk merencanakan saluran-saluran pembuang air hujan daerah pemukiman atau kota, yang menggunakan rumus Rasional yang Q = CiA, dimana i adalah kelebatan hujan selama waktu konsentrasi t yang pada umumnya lebih pendek dari 1 jam. Tabel-tabel tersebut didapat dari bagian Hidrologi lembaga penyelidikan masalah air di Bandung pada zaman federal. 15
  • 16. Tabel 3.8 Reduksi untuk Daerah Indonesia Timur Luas daerah Untuk waktu hujan t dalam hujan f 5 mn 10 mn 15 mn 20 mn 30 mn 40 mn 50 mn 60 mn dalam ha 0 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 50 0,973 0,974 0,975 0,976 0,978 0,980 0,981 0,982 100 0,962 0,964 0,965 0,976 0,969 0,971 0,973 0,975 150 0,953 0,955 0,957 0,959 0,962 0,965 0,967 0,969 200 0,946 0,949 0,951 0,953 0,956 0,960 0,962 0,965 300 0,934 0,937 0,940 0,942 0,947 0,950 0,954 0,957 400 0,924 0,927 0,930 0,933 0,938 0,943 0,947 0,950 500 0,915 0,919 0,922 0,925 0,931 0,936 0,940 0,944 600 0,907 0,911 0,915 0,918 0,925 0,930 0,935 0,935 700 0,899 0,904 0,908 0,912 0,919 0,924 0,929 0,934 800 0,892 0,897 0,902 0,906 0,913 0,919 0,925 0,929 900 0,886 0,891 0,896 0,900 0,908 0,914 0,920 0,925 1000 0,880 0,885 0,890 0,895 0,903 0,910 0,916 0,921 1100 0,874 0,879 0,885 0,889 0,898 0,905 0,911 0,917 1200 0,868 0,874 0,880 0,885 0,893 0,901 0,908 0,913 1300 0,863 0,869 0,875 0,880 0,889 0,897 0,904 0,910 1400 0,857 0,864 0,870 0,875 0,885 0,893 0,900 0,906 1500 0,852 0,859 0,865 0,871 0,881 0,889 0,897 0,903 1600 0,848 0,855 0,861 0,867 0,877 0,886 0,893 0,900 1700 0,843 0,850 0,857 0,863 0,873 0,882 0,890 0,897 1800 0,838 0,846 0,852 0,859 0,869 0,879 0,887 0,894 1900 0,834 0,842 0,848 0,855 0,866 0,875 0,884 0,891 2000 0,930 0,837 0,844 0,851 0,862 0,872 0,881 0,888 2100 0,825 0,833 0,841 0,847 0,859, 0,869 0,878 0,885 2200 0,821 0,829 0,837 0,844 0,856 0,866 0,875 0,883 2300 0,817 0,826 0,833 0,840 0,852 0,863 0,872 0,880 2400 0,813 0,822 0,830 0,837 0,849 0,860 0,869 0,878 2500 0,809 0,818 0,826 0,833 0,846 0,857 0,867 0,875 2600 0,806 0,815 0,823 0,830 0,843 0,854 0,864 0,873 2700 0,802 0,811 0,819 0,827 0,840 0,852 0,861 0,870 2800 0,798 0,808 0,816 0,824 0,837 0,849 0,859 0,868 2900 0,795 0,804 0,813 0,821 0,834 0,846 0,566 0,865 3000 0,791 0,801 0,810 0,817 0,831 0,844 0,854 0,863 16
  • 17. 5) Hubungan Kelebatan dan Durasi Hujan Makin deras hujan yang berarti makin tinggi kelebatannya, makin pendek curahannya. Hubungan kelebatan durasi hujan digambarkan dengan rumus-rumus berikut: a i= (5 menit < t < 2 jam) t +b dimana : i = kelebatan dalam mm/jam t = durasi dalam jam a = besarnya curah hujan dalam mm b = koefisien yang tergantung keadaan setempat yang dinyatakan dalam jam c i= (t > 2 jam) tn Dimana : c = kelebatan dalam mm/jam t = durasi dalam jam, n = koefisien tergantung tempat, 4. ANALISIS CURAH HUJAN A. Faktor Kelebatan Curah Hujan Didalam perencanaan sistem drainase (penyaliran) besar frekuensi kelebatan hujan yang akan dikendalikan ditentukan sesuai dengan tingkat keamanan yang akan diberikan kepada daerah yang bersangkutan. Pengamanan tersebut sesuai dengan besar kerugian yang akan dicegah. Namun demikian, apabila jaringan penyalir yang akan dibuat tidak menyangkut nilai biaya yang besar, maka pertimbangan-pertimbangan teknis cukup didukung dengan pengalaman dan data kehandaian jaringan lain yang berada di daerah yang mempunyai karakteristik yang sama. Angka kekerapan yang biasa digunakan oleh konsultan adalah: 1) untuk saluran hujan di daerah perumahan, digunakan R2 sampai R15 dan biasanya diambil R5 2) untuk daerah perdagangan dan wilayah mahal digunakan R10 sampai R50. Angka persisnya tergantung pada pertimbangan ekonomi. 3) untuk pekerjaan pengendalian banjir, R50 atau lebih. 17
  • 18. Faktor-faktor lain yang menentukan besar kekerapan rencana antara lain: a. Memilih hujan dengan kelebatan yang lebih tinggi meskipun lebih jarang terjadi, terutama untuk wilayah-wilayah yang pengendalian larian hujannya tidak akan mempengaruhi kondisi ekonominya di masa mendatang. b. Memilih hujan dengan kelebatan yang lebih tinggi, meskipun lebih jarang terjadi, untuk perencanaan pembuangan air hujan yang yang disatukan dengan air limbah. Cara tersebut dilakukan terutama karena kemungkinan terjadinya kerugian yang lebih besar apabila air melimpas keluar saluran. c. Memilih hujan dengan kelebatan yang tinggi dan lebih jarang terjadi untuk perencanaan bangunan khusus, antara lain seperti pada sistem pemompaan penyaliran daerah by pass. Pertambangan tersebut dilandasi oleh kemungkinan rusaknya fasilitas jalan yang penting tersebut bila sampai terjadi banjir. Frekuensi rencana yang diambil biasanya R50 atau bahkan lebih, terutama apabila wilayah tadahannya kecil. d. Mengambil hujan dengan kelebatan lebih rendah tetapi lebih sering terjadi, mengingat keterbatasan dana. Dengan demikian tingkat pengamanannya pun terbatas. Nyatalah sekarang bahwa biaya pembuatan jaringan penyaliran itu tidak langsung berhubungan dengan pemilihan frekuensi rencana. Dari studi-studi terdahulu didapati bahwa perbedaan biaya pembangunan jaringan penyalir dengan frekuensi hujan rencananya yang 10 tahun sekali disamai atau lampaui hanya berbeda 6 sampai 11 % lebih besar dari sistem yang direncanakan dengan fekuensi 5 tahunan. Dan angka- angka tersebut juga tergantung pada kelerengan alur. B. Beberapa Metode Untuk Menurunkan Lengkung IDF Inti dari penurunan lengkung IDF adalah: 1) Menurunkan kelebatan-kelebatan maksimum hujan untuk jujuh-jujuh tertentu (5 menit, 10 menit, 30 menit, 1 jam 2 jam) 2) Menentukan kekerapan kelebatan-kelebatan tersebut 3) Membuat lengkung hubungan antara kelebatan dan durasinya pada kekerapan tertentu. 18
  • 19. Bentuk akhir dari lengkung yang diinginkan seperti pada gambar 4.1. mm mm hujan hujan menit menit a. Bila di-plot dalam b. Bila di-plot dalam kertas kertas grafik biasa log normal Gambar 4.1 Lengkung IDF Tabel 4.1 Curah Hujan Maksimum No. Tahun 5’ 10’ 20’ 30’ 45’ 1 jam 2 jam 3 jam 1 1961 10 15 25 35 60 75 90 95 2 1962 15 20 26 32 40 42 45 48 3 1963 22 30 37 48 62 80 100 110 4 1964 9 11 15 17 20 25 30 40 5 1965 8 17 27 37 50 70 80 90 6 1966 11 15 28 39 67 76 91 100 7 1967 14 18 29 41 57 83 105 115 8 1968 13 25 40 55 70 89 109 121 9 1969 12 19 32 40 51 60 65 75 10 1970 20 35 50 67 75 93 107 125 11 1971 25 45 60 70 80 97 110 124 12 1972 24 34 44 54 74 82 87 94 13 1973 21 22 24 31 37 50 67 70 19
  • 20. Tabel 4.2 Frekuensi Curah Hujan Maksimum No. F Urut N+1 5’ 10’ 20’ 30’ 45’ 1 jam 2 jam 3 jam (m) M 1 14 25 45 60 70 80 97 110 125 2 7 24 35 50 67 75 93 109 124 3 4.7 22 34 44 55 74 89 107 121 4 3.5 21 30 40 54 70 83 105 115 5 2.8 20 25 37 48 67 82 100 110 6 2.3 15 22 32 41 62 80 91 100 7 2 14 20 29 40 60 76 90 95 8 1.75 13 19 28 39 57 75 87 94 9 1.5 12 18 27 37 51 70 80 90 10 1.4 11 17 26 35 50 60 67 75 11 1.3 10 15 25 32 40 50 65 70 12 1.2 9 15 24 31 37 42 5 48 13 1.1 8 11 15 17 20 25 30 40 Masalah yang sering dihadapi adalah bahwa sebaran hujan dalam waktu tersebut tidak dipunyai, karena hujan-hujan tersebut diamati melalui gelas pengukur. Hanya perekam hujan (ARP, pluviometer) yang bisa memberi data sebaran hujan dalam waktu, sebagaimana diketahui jumlah pluviometer di Indonesia itu amat terbatas. Cara yang akan diperkenalkan disini adalah cara di Indonesia, yang selama ini telah dilakukan dan cara yang dikenal di benua Australia. Data dasar yang dipakai untuk menurunkan hubungan kelebatan – durasi – frekuensi hujan adalah data rekaman curah hujan. Panjang pengamatan, ketepatan pengukuran dan letak serta kerapatan stasiun pengamat akan sangat mempengaruhi ketangguhan data. Agar data yang didapat tersebut dapat diproses untuk menentukan besar lariannya, maka diperlukan berbagai prosedur statistika, sehingga suatu lengkung kelebatan hujan dengan berbagai frekuensi bisa didapatkan (IDF). Dari tabel 4.1 dan 4.2 dapat langsung kita ketahui hujan R14, R7, R2. untuk mendapatkan R5, R10 dan R25 dapat digunakan bantuan kertas grafik long normal. Apabila datanya kurang, maka dibuat suatu seri data partial, yakni dengan menetapkan suatu angka ambang, yang dianggap bisa mewakili angka kelebatan hujan badai. Angka yang didapatkan dengan cara ini biasanya adalah lebih kecil sehingga harus dikoreksi dengan suatu faktor koreksi. Secara empiris untuk Jakarta besar faktor koreksi tersebut digambarkan pada gambar 4.2. 20
  • 21. Gambar 4.2 Grafik faktor koreksi 21
  • 22. Gambar 4.3 Grafik Lengkung IDF (percontoh) Analisis Seri Waktu Cara tersebut dapat dilakukan apabila datanya memang benar-benar mencakupi. Langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut: - Pertama-tama untuk setiap durasi hujan yang tertentu, kelebatan maksimum tahunannya dicatat dan ditabulasikan. Setiap tahun hanya diwakili oleh satu data, meskipun mungkin dalam tahun tersebut ada curahan lain-lain yang lebih besar dari curahan maksimum yang terjadi pada tahun-tahun lainnya. - Kemudian urutkan dan buat analisis frekuensinya - Susun durasi curahan menurut frekuensinya - Turunkan intensitas hujannya (dalam mm/jam) - Kemudian petakan dalam gambar dengan tujuh hujan sebagai axis dan kelebatan sebagai ordinat Menurunkan sebaran waktu dari hujan harian rencana Penurunan kelebatan suatu curah hujan ekstrem hanya dilakukan apabila rekaman dalam bentuk pluviograf tidak dipunyai. Metode yang biasanya digunakan di Indonesia adalah dengan melakukan analisis kekerapan pada curah hujan harian ekstrem untuk periode pengamatan yang panjang (15-20 th). Untuk curah hujan harian rencana yang didapat tersebut kemudian diturunkan sebaran kelebatannya dalam waktu. Misalnya untuk waktu 5 menit, 10 menit, 15 menit, 30 menit, 1 jam dan seterusnya. Cara menurunkannya, bisa dilakukan dengan metode empiris yang telah dibahas dalam bab 4 pada unit ini. Dari penelitian didapati bahwa hasil yang didapatkan melalui cara ini adalah lebih besar atau kurang tepat. Namun untuk kondisi tidak ada data, tidak ada pilihan lain. 22
  • 23. Cara ini mengasumsikan, bahwa kelebatan hujan untuk durasi yang pendek itu kekerapan terjadinya adalah sama dengan kekerapan terjadi dari hujan maximum harian yang bersangkutan. Atau dengan kata lain, bahwa hujan maksimum harian dengan kekerapan terjadi yang tertentu itu sendiri dari hujan-hujan berdurasi pendek dengan kekerapan terjadi yang sama. Cara-cara lainnya Untuk mendapatkan IDF yang tepat, dan konsisten dalam sebaran waktu dan tempatnya, di Australia di tempuh beberapa cara. Data maximum tahunan dari hujan berdurasi 5 menit sampai 72 jam dianalisis kekerapannya dengan menggunakan sebaran peluang log Person Type III, dengan angka skew yang cukup kecil, yakni 0,8. Disebabkan oleh terbatasnya data rekaman pengukur hujan otomatis, maka digunakan berbagai teknik regresi untuk memperkirakan kelebatan hujan-hujan berdurasi pendek. 5. PENDEKATAN YANG DILAKUKAN Agar pendekatan bisa menyeluruh, namun sederhana, ada 3 cara pendekatan yang diusulkan. Pemilihan cara mana yang akan dipakai, tergantung pada persyaratan mengenai data. Cara-cara tersebut adalah: o Prosedur persamaan aljabar o Prosedur grafis o Teknik komputerasi Prosedur aljabar dan grafis mencakupi 8 langkah untuk mendapatkan lengkung IDF untuk sembarang lokasi, dengan jalan menggunakan data masukan dari peta kekerapan curah hujan yang detail. Untuk mendapatkan lengkung IDF yang sesuai dengan kondisi topografi, dan yang sebarannya dalam waktu dan ruang adalah konsisten, maka diperlukan pekerjaan-pekerjaan yang sangat banyak, yang mencakupi penelitian dan pengembangan. Untuk mempelajari riset apa saja yang diperlukan, dipersilahkan membaca: Rp. Canterford, et. Al 1987, Desigintensity – Frequency – duratin Rainfall, chapter II. 23