Catatan harian ini diterjemahkan dari versi bahasa Inggris tulisan Malala di BBC Urdu. Semoga bermanfaat. Diterjemahkan sebagai bagian dari tulisan ini: http://kaki-kata.blogspot.com/2012/10/menulis-adalah-keberanian.html
2. Sabtu (3/1) : Aku Takut
Mimpi buruk bernama helikopter militer dan Taliban kembali
menghantuiku kemarin. Mimpi yang sudah kualami semenjak dimulainya
operasi militer di Swat!
Ibu membuatkanku sarapan pagi ini, kemudian aku berangkat ke sekolah.
Aku sebenarnya takut, karena Taliban telah mengeluarkan maklumat
pelarangan sekolah untuk anak-anak perempuan.
Hanya ada 11 dari 27 anak yang datang ke kelas hari ini. Oh ya, pasca
maklumat tersebut, tiga orang temanku pindah ke Peshawar, Lahore, dan
Rawalpindi bersama keluarganya .
Di perjalanan pulang dari sekolah, aku dengar seseorang mengatakan,
“Aku akan membunuhmu!”. Kupercepat langkahku, setelah beberapa saat
kutengok apakah orang itu masih mengikutiku. Namun, aku merasa lega
karena ternyata ia sedang menelefon, dan pasti sedang berbicara pada
seseorang di ujung telefon, bukan padaku.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
3. Minggu (4/1) : Aku Harus Sekolah
Hari ini adalah hari libur, dan aku terlambat bangun, sekitar pukul 10. Aku
mendengar ayah mengatakan ada 3 mayat yang tergeletak di Green
Chowk. Aku sedih mendengar berita tersebut. Sebelum diberlakukannya
operasi militer, kami semua biasa pergi ke Marghazar, Fiza Ghat dan Kanju
untuk piknik pada hari Minggu. Tetapi sekarang situasinya begini, sehingga
sudah satu setengah tahun ini kami tidak keluar.
Kami juga terbiasa jalan-jalan selepas makan malam, namun sekarang,
jangankan jalan-jalan, kami harus sudah ada di rumah sebelum matahari
terbenam. Hari ini aku membantu Ibu, mengerjakan PR, dan bermain
dengan saudara laki-lakiku. Jantungku berdegup kencang, karena aku
harus sekolah besok!
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
4. Senin (5/1) : Jangan Pakai PakaianWarna-warni!
Aku sedang bersiap-siap dan hendak mengenakan seragamku ketika
kuteringat bahwa Kepala Sekolah sudah memberi tahu kami untuk tidak
memakai seragam, dan datang ke sekolah memakai pakaian biasa.
Kuputuskan untuk memakai baju pink kesukaanku. Anak-anak lainnya juga
mengenakan pakaian yang berwarna-warni, dan sekolah menjadi terlihat
seperti rumah.
Seorang teman mendatangiku, bertanya, “Demi Tuhan, jawab
pertanyaanku dengan jujur, apa Taliban akan menyerang sekolah kita?”
Sepanjang apel pagi, kami diberitahu untuk tidak menggunakan atribut
warna-warni, karena Taliban keberatan dengan itu.
Aku pulang, baru akan ada kelas setelah makan siang. Pada malam hari,
aku menghidupkan TV dan mendengar bahwa setelah 15 hari berjalan,
jam malam di Shakardra dihapus . Aku senang mendengarnya, guru
Inggrisku tinggal disana, artinya dia akan segera mengajar lagi.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
5. Rabu (7/1) : Tiada Pembakaran & Ketakutan
Aku pergi ke Bunair untuk menghabiskan libur Muharram. Aku begitu
mengagumi Bunair karena pegunungan dan hamparan ladangnya yang
hijau-subur. Swat, kota kelahiranku, juga sangat indah, namun tidak ada
perdamaian di sana. Sementara, di Bunair damai dan tenang. Juga tidak
ada pembakaran dan rasa takut. Kami semua sangat senang.
Hari ini kami juga mengunjungi makam Pir Baba, ada banyak orang di
sana. Orang-orang datang untuk berdoa, sementara kami untuk piknik :D
Ada banyak toko yang menjual gelang, anting-anting, liontin, dan
perhiasan imitasi lainnya. Kuterpikir untuk membeli sesuatu, tetapi tidak
ada yang menarik – Ibu membeli anting dan gelang.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
6. Jumat (9/1) : Maulana Meninggal?
Hari ini di sekolah. Kuceritakan pada teman-temanku tentang
perjalananku ke Bunair. Namun, mereka bilang, mereka sudah bosan
mendengarkan cerita soal Bunair. Kami lantas mendiskusikan rumor
meninggalnnya Maulana Shah Dauran, orang yang biasa menyampaikan
pidato di FM radio. Dialah yang mengumumkan pelarangan sekolah bagi
anak-anak perempuan.
Beberapa orang mengatakan dia sudah meninggal, namun yang lain tidak
setuju. Rumor meninggalnya ia beredar setelah ia tidak berpidato seperti
biasa di FM radio semalam. Seorang anak perempuan mengatakan ia
sudah mati.
Karena tidak ada kelas di hari Jumat, aku bermain sepanjang siang.
Kuhidupkan TV di malam hari, dan kudengar soal ledakan di Lahore. Ku
bertanya pada diriku sendiri, “Kenapa ledakan-ledakan seperti itu masih
saja terjadi di Pakistan?”
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
7. Rabu (14/1) : Mungkin Kutidak Sekolah Lagi
Aku sedih saat pergi sekolah, menyadari bahwa libur musim dingin akan
dimulai esok. Kepala Sekolah mengumumkannya, namun ia tidak
menyebutkan kapan kami masuk lagi. Ini baru pertama kali terjadi!
Dulu, tanggal kapan kami masuk selalu diumumkan dengan jelas. Kepsek
tidak memberitahu alasan di balik hal tersebut, tapi kupikir karena
larangan sekolah untuk anak perempuan akan efektif 15 Januari, besok!
Anak-anak perempuan tidak lagi tertarik untuk liburan karena tahu
diterapkannya maklumat Taliban membuat mereka tidak bisa sekolah lagi.
Beberapa masih optimis sekolah akan buka Februari nanti, tetapi
beberapa sudah memutuskan pindah dari Swat demi sekolah mereka.
Karena hari ini adalah hari terakhir sekolah, kami bermain lebih lama.
Aku yakin sekolah akan buka kembali, suatu hari, tetapi ketika ku
menatapnya sebelum pulang, rasanya seperti aku tidak akan datang
kembali ke tempat ini.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
8. Kamis (15/1) : Malam yang Penuh Tembakan
Malam ini dipenuhi dengan suara tembakan artileri, aku terbangun
sampai tiga kali. Tetapi karena aku libur, aku terlambat bangun, pukul 10.
setelah itu temanku datang, dan kami mendiskusikan PR kami.
Hari ini 15 Januari, hari terakhir sebelum maklumat Taliban benar-benar
efektif, dan anehnya temanku mendiskusikan PR kami seolah-olah tidak
terjadi apa-apa.
Hari ini aku juga membaca diaryku di BBC Urdu, dan juga dimuat di koran.
Ibu senang dengan nama penaku, “Gul Makai”, dan menanyai ayah,
“Kenapa tidak mengganti namanya jadi Gul Makai saja?” Aku juga
menyukai nama tersebut, karena nama asliku berarti dirundung sedih.
Ayah mengatakan, beberapa hari lalu seorang pria membawa priontout
diaryku dan katanya itu menakjubkannya. Ayah katanya tersenyum,
namun tidak bisa untuk sekadar mengatakan bahwa itu tulisan anaknya.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
9. Jumat (15/1) : Tidak Ada Polisi yang Terlihat
Ayah memberitahu bahwa pemerintah akan melindungi sekolah kami.
Perdana Menteri juga memperhatikan isu ini. Aku cukup bahagia awalnya,
namun sekarang aku tahu bahwa itu tidak akan menyelesaikan masalah.
Di sini, di Swat, kami mendengar setiap hari ada banyak tentara yang
terbunuh dan diculik di satu tempat dan tempat yang lain. Tetapi anehnya
polisi tidak terlihat dimana-mana.
Orang tua kami juga takut. Kata mereka, mereka tidak akan izinkan kami
sekolah sampai Taliban benar-benar mencabut larangannya. Tentara
seharusnya bertanggung jawab atas terganggunya pendidikan kami.
Hari ini, seorang laki-laki – tetanggaku, pergi ke sekolah, dan Kepala
Sekolah memintanya pulang karena jam malam akan segera diterapkan.
Tapi ketika ia sampai di rumah, dia mulai sadar bahwa tidak ada jam
malam, sekolahnya ditutup karena tentara stand-by di jalan dekat
sekolahnya.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
10. Senin (19/1) : Tentara di Bunker Mereka
Lima sekolah sudah dimusnahkan, satu di antara terletak di dekat
rumahku. Aku cukup terkejut, karena sekolah itu sudah tutup, jadi
mengapa tetap dihancurkan? Tidak ada satu orangpun yang pergi ke
sekolah, mematuhi deadline yang diberikan Taliban.
Hari ini aku mengunjungi rumah temanku, dan dia menceritakan,
beberapa hari lalu seseorang membunuh paman Maulana Shah Dauran,
kemungkinan lelaki itu marah karena Taliban sudah memusnahkan
sekolah-sekolah.
Dia juga mengatakan, tidak ada seorangpun yang membuat Taliban
menderita, tetapi ketika mereka terluka mereka membawanya keluar
pada sekolah kami. Dan anehnya, tentara tidak melakukan apa-apa
melihat hal tersebut. Mereka tetap saja duduk di bunker mereka di atas
bukit, menyembelih kambing dan makan dengan lahapnya.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
11. Kamis (22/1) : Situasi Bahaya
Aku bosan duduk di rumah terus sejak sekolah tutup. Beberapa temanku
sudah meninggalkan Swat, karena situasi yang sangat berbahaya. Akupun
tidak pernah keluar rumah. Di malam hari, Maulana Shah Dauran, ulama
Taliban yang umumkan larangan sekolah, mengingatkan para perempuan
untuk tetap di rumah! Diapun mengatakan, sekolah yang dijadikan markas
oleh para tentara akan di ledakkan.
Ayah mengatakan, tentara sudah sampai di sekolah di wilayah Haji Baba.
Semoga Allah melindungi mereka. Maulana Shah Dauran juga mengatakan
dalam pidatonya di FM radio, 3 orang ‘pencuri’ akan dicambuk besok,
siapapun yang ingin melihat bisa datang. Aku terkejut, ketika kita tengah
menderita seperti ini, kenapa orang-orang tetap pergi dan menonton hal-hal
seperti itu? Kenapa pula tentara tidak menghentikan aksi mereka?
Aku melihat, dimanapun ada tentara biasanya ada Taliban di dekatnya,
tetapi di mana ada Taliban, tentara akan memilih pergi.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
12. Sabtu (24/1) : Tidak Ada Nama di Papan Kehormatan
Ujian tahunan kami ditunda hingga selepas liburan. Namun hal tersebut
mungkin terjadi hanya jika Taliban mengizinkan anak-anak perempuan
sekolah. Kami sudah diberitahu bab mana saja yang akan diujikan, tapi
aku tidak merasa seperti sedang belajar.
Sejak kemarin, tentara telah mengambil kendali atas institusi pendidikan
untuk alasan perlindungan. Itu terlihat seperti: mereka memikirkan
proteksi sekolah baru setelah belasan hancur dan ratusan lainnya ditutup.
Jika saja mereka melakukan operasi dengan benar, situasi ini tidak akan
pernah muncul.
Muslim Khan (jubir Taliban Swat) mengatakan jika sekolah-sekolah yang
dijaga tentara akan diserang. Kami jadi lebih takut mendapati tentara-tentara
di sekolah. Ada sebuah papan bernama papan kehormatan di
sekolahku, dimana nama peraih prestasi tertinggi akan ditulis di sana.
Namun, sepertinya tidak ada nama siapapun di sana tahun ini!
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
13. Senin (26/1) : Permen (dari) Helikopter
Aku terbangun karena gemuruh tembakan artileri di pagi pagi buta.
Sebelumnya kami takut takut suara helikopter, dan sekarang artileri. Aku
ingat kali pertama ketika helikopter-helikopter itu terbang di atas rumah
kami di awal operasi. Kami ketakutan, dan kemudian bersembunyi!
Anak-anak lain di lingkunganku juga sangat takut. Suatu hari, permen-permen
karamel dilemparkan dari helikopter itu, dan ini terus berlanjut
hingga beberapa kali. Sekarang, kapanpun kami mendengar suara
helikopter, kami akan berlari keluar dan menunggu permen itu jatuh, tapi
itu tidak pernah terjadi lagi. Beberapa waktu lalu ayah memberi kabar
gembira, ia akan membawa kami semua ke Islamabad besok. Kami sangat
gembira!
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
14. Rabu (28/1) : Air Mata Orangtuaku
Ayah tepati janjinya, kami tiba di Islamabad kemarin. Di perjalanan dari
Swat aku sangat takut karena kudengar Taliban melakukan razia. Tapi tidak
terjadi apapun pada kami. Tentaralah yang melakuan razia. Begitu
meninggalkan Swat, ketakutan kami sedikit berkurang.
Di Islamabad kami tinggal di rumah teman ayah. Ini kali pertama aku ke
kota. Ia begitu indah dengan bungalow & jalannya. Tapi minus keindahan
alam. Ayah bawa kami ke Museum Lok Virsa. Aku belajar banyak. Di Swat
juga ada museum, tapi aku tak yakin ia selamat dari pertempuran. Ayah
membeli popcorn dari seorang pria tua. Saat pria itu menanyai kami
dengan bahasa Pasthu, ayah bertanya apa ia berasal dari Islamabad. "Apa
Anda pikir Islamabad pernah bisa menjadi milik orang Pashtu?“, jawabnya.
Lelaki itu dari Mohmand, operasi militer memaksanya tinggalkan rumah,
pergi ke kota. Saat itulah kulihat air mata meleleh dari mata kedua
orangtuaku.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
15. Sabtu (24/1) : Menggali Kubur (i)
Satu-satunya efek baik dari perang di Swat adalah, ayah membawa kami
keluar dari Mingora (kota terbesar di lembah Swat) ke kota-kota lain. Kami
tiba di Peshawar, dari Islamabad, kemarin. Di sana kami mampir sebentar
ke rumah seorang saudara, sebelum melanjutkan perjalanan ke Bannu.
Adikku yang berumur lima tahun sedang bermain di halaman. Ketika ayah
bertanya sedang main apa dia, “Menggali kubur.”, jawabnya.
Lalu kami ke terminal, lalu ke Bannu. Mobil yang kami tumpangi sudah
uzur dan sopir membunyikan klaksonnya secara berlebihan. Dalam
perjalanan, mobil kaami menghantam sebuah lubang - pada saat yang
sama klaksonnya menjerit – dan membangunkan adikku. Dia sangat
ketakutan dan bertanya: “Apakah itu ledakan bom?”
Setibanya di Bannu, teman ayah sudah menunggu kami. Dia juga seorang
Pashtu, namun keluarganya berbicara dengan dialek Bannu, sehingga kami
tidak begitu mengerti.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
16. Sabtu (24/1) : Menggali Kubur (ii)
Kami pergi ke pasar, kemudian ke taman. Di sini perempuan harus
mengenakan jilbab tertutup setiap kali meninggalkan rumah. Ibu juga
memakai tapi aku menolak untuk memakainya, karena aku akan kesulitan
berjalan.
Dibandingkan dengan Swat, Bannu cukup damai. Orang di tempat kami
menginap mengatakan, Taliban memang ada di daerah tersebut, tetapi
kerusuhan tidak sebanyak di Swat. Taliban juga telah mengancam akan
menutup sekolah-sekolah, namun sampai sekarang sekolah masih tetap
buka.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
17. Sabtu (31/1) : Siapa Akan Balas Kematian Mereka?
Dalam perjalanan kembali dari Bannu ke Peshawar, seorang teman
meneleponku .
Dia sangat takut dan mengatakan bahwa situasi di Swat memburuk dan
mengingatkanku untuk tidak pulang dulu. Dia mengatakan operasi militer
telah ditingkatkan dan hari ini 37 orang telah tewas dalam penembakan.
Kami tiba di Peshawar saat malam hari, dalam keadaan sangat capek. Aku
menyalakan TV dan ada berita tentang Swat. Stasiun TV melaporkan
orang-orang pergi dari Swat dengan berjalan kaki, dan tanpa membawa
apapun.
Kupidah ke stasiun lain, seorang wanita berkata “Kami akan membalas
pembunuhan Benazir Bhutto". Aku bertanya pada ayah, siapa yang akan
membalas kematian ratusan orang Swat?
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
18. Senin (2/2) : Tiada Lagi Tembakan dan Ketakutan
Aku kecewa karena sekolah-sekolah di Swat masih saja tutup. Kami
seharusnya masuk sekolah hari ini. Ketika ku bangun, kusadar bahwa
sekolah masih belum juga buka, dan itu sangat mengecewakan. Dahulu,
kami terbiasa menikmati “libur sekolah”. Tetapi tidak untuk “liburan” kali
ini, karena kutakut sekolah ditutup selamanya, sesuai permintaan Taliban.
Ayah mengatakan, akibat penutupan sekolah untuk perempuan, sekolah
untuk anak lelaki juga memutuskan untuk tetap libur sampai 8 Februari.
Untuk hal ini, pemberitahuan telah ditempel di luar sekolah, bahwa
mereka akan memulai aktivitas lagi tanggal 9 Februari. Ayah juga
menambahkan, tidak ada pengumuman apapun yang dikeluarkan sekolah
anak perempuan, itu artinya mereka belum akan membuka sekolah lagi.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
19. Sabtu (7/2) : Keheningan yang Menakutkan
Aku dan adikku berangkat menuju Mingora di sore hari. Ibu sudah pergi
terlebih dahulu. Aku merasa bahagia, sekaligus takut, memikirkan aku
baru akan pulang 20 hari lagi. Sebelum memasuki Mingora, kami melewati
keheningan yang menakutkan di Qambar.
Tidak ada orang lain, selain orang-orang dengan rambut dan janggut
panjang. Dari penampilannya, mereka seperti Taliban. Aku juga melihat
beberapa rumah yang rusak akibat ledakan.
Jalanan Minora sangat sempit. Kami pergi ke supermarket untuk
membelikan Ibu hadiah. Sayang, supermarket tutup, padahal biasanya ia
tetap buka hingga larut malam. Kami memang tidak memberi tahu Ibu
perihal rencana kami kembali ke Mingora, semacam surprise kecil-kecilan.
Dan begitu kami masuk rumah, ia memang cukup terkejut, hehe.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
20. Minggu (8/2) : Ingatan akan Sekolah
Aku sedih melihat seragam, tas dan juga kotak peralatan geometriku. Aku
merasa terluka ketika membuka lemari dan melihatnya. Sekolah untuk
anak laki-laki mulai buka besok. Tetapi Taliban sudah melarang akses
pendidikan untuk anak-anak perempuan.
Ingatan akan sekolah terlintas di hadapanku, terutama obrolan-obrolan di
antara kami. Sekolah adikku juga sudah dibuka kembali, dan dia belum
menyelesaikan PR-nya.
Ibu menyebutkan perihal diberlakukannya jam malam besok, adikku
bertanya apakah itu beneran. Begitu Ibu bilang iya, ia menari-nari
bahagia.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
21. Senin (9/2) : Genting
Sekolah untuk anak laki-laki di Swat sudah buka lagi, dan Taliban sudah
mencabut pembatasan sekolah untuk anak perempuan – oleh karena itu
kami juga berangkat sekolah. Sekolah kami terdiri dari pre-school hingga
SD.
Adikku mengatakan, dari 49 murid, hanya ada 6 orang yang datang –
sudah termasuk anak perempuan. Di sekolahku, hanya 70 murid – dari
total 700, yang datang.
Hari ini pembantuku datang. Ia biasanya datang sekali seminggu untuk
mencuci baju kami. Dia berasal dari Attock, tetapi dia sudah tinggal di
daerah ini selama beberapa tahun. Dia mengatakan bahwa situasi Swat
sudah sangat genting. Suaminya bahkan memintanya pulang ke Attock.
Orang-orang yang meninggalkan tanah kelahiran mereka memang bukan
benar-benar sekadar karena keinginan – kemiskinan dan permintaan
kekasihlah yang biasanya membuat mereka pergi.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
22. Rabu (11/2) : Ledakan Peringatan
Aku ketakutan sepanjang hari, juga bosan. Kami tidak memiliki TV
sekarang. Telah terjadi pencurian selama kami pergi ke Mingora.
Pencurian tak pernah ada dulu, tapi pasca memburuknya keamanan di
Mingora, pencurian merajalela. Syukur tidak ada uang atau emas di
rumah. Gelangku awalnya tidak ada, lalu kutemukan lagi. Mungkin para
pencuri mengiranya emas, tetapi lalu sadar itu imitasi.
Maulana Fazlullah dalam pidato radionya mengatakan serangan kepada
kantor polisi Mingora – kota terbesar di lembah Swat, baru-baru ini masih
selevel dengan ledakan panci presto. Dia mengatakan, serangan
selanjutnya akan menyerupai ledakan kaldron, setelah itu baru selevel
ledakan kapal tanker.
Malam hari ayah menceritakan situasi terkini di Swat. Akhir-akhir ini kami
sering menyebut kata tentara, Taliban, roket, meriam, Maulana Fazlullah,
Muslim Khan (pemimpin militan), polisi, helikopter, kematian dan terluka.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
23. Kamis (12/2) : Ledakan Keras
Ada ledakan keras semalam. Kedua adikku tidur nyenyak, tapi aku tidak.
Aku merebahkan diri di pangkuan Ayah, kemudian pindah ke pangkuan
Ibu, namun tetap saja tidak bisa tidur.
Itulah kenapa aku selalu terlambat bangun. Di siang hari aku ada kelas,
guru agamaku datang. Di malam hari, aku kembali bermain dengan kedua
adikku. Juga bermain game di komputer sebentar.
Sebelum dibatasinya jaringan TV kabel, aku biasa menonton Star Plus TV,
drama favoritku addalah 'Raja Kee Aye Gee Barat' (Lelaki idamanku akan
datang meminangku).
Hari ini hari Kamis, dan aku takut karena orang-orang mengatakan
serangan bunuh diri biasa dilakukan pada Jumat pagi atau petang. Mereka
juga mengatakan, Jumat dipilih karena hari tersebut penting bagi umat
Islam, melakukan serangan di hari tersebut akan menyenangkan Allah.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
24. Jumat (13/2) : Fazlullah Menangis
Cuaca hari ini sangat bagus. Hujan membuat Swat terlihat lebih indah.
Ketika ku bangun, Ibu menceritakan pembunuhan sopir becak dan
seorang penjaga malam. Kehidupan kian hari kian memburuk.
Ratusan orang dari daerah tetangga datang ke Mingora setiap hari, sedang
orang-orang Mingora sendiri pindah ke tempat lain. Yang kaya pindah dari
Swat, sementara yang miskin tidak punya pilihan kecuali tetap tinggal.
Kami menelefon seorang sepupu untuk membawa kami keliling kota saat
cuaca bagus seperti ini. Ia menjemput kami, tapi ketika kami sampai di
pasar, ternyata pasar telah tutup, dan jalanan terlihat sepi. Kami ingin
pergi ke Qambar, namun seseorang mengatakan sebuah prosesi besar
sedang diadakan di luar sana.
Malam itu Maulana Fazlullah menangis di radio, memohon dihentikannya
operasi militer. Meminta orang-orang untuk tidak pindah ke kota lain, dan
tetap tinggal di rumah mereka.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
25. Minggu (15/2) : Jangan Takut!
Beberapa tamu dari desa dan Peshawar datang hari ini. Ketika kami
makan siang, tembakan terdengar dari luar. Aku, yang belum pernah
mendengarnya, ketakutan dan mengira Taliban datang kembali. Aku
berlari menghampiri ayah yang kemudian menenangkanku dengan
berkata, “Jangan takut, itu adalah tembakan perdamaian!”
Koran memberitakan perjanjian damai pemerintah dan kelompok militan
yang akan ditandatangani esok dan mereka menembak dalam
kegembiraan. Selanjutnya, pada malam dimana Taliban mengumumkan
perjanjian damai di stasiun radio mereka, tembakan yang lebih keras
bersahutan. Orang-orang lebih percaya pada apa kata militan daripada
apa yang pemerintah katakan.
Ketika kami mendengar pengumuman tersebut, Ibu, kemudian diikuti oleh
ayah, mulai menangis. Kedua adikku menitikkan air mata juga.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
26. Selasa (17/2) : Hiruk Pikuk
Hari ini aku mulai mempersiapkan diri untuk ujian. Setelah kesepakatan
damai, harapan dibukanya lagi sekolah untuk anak-anak perempuan
kembali muncul. Guruku tidak datang hari ini karena harus menghadiri
pertunangan.
Ketika ku masuk kamar, kedua adikku sedang bermain. Yang satu dengan
helikopter-helikopteran, sementara yang lain dengan pistol kertas.
Seorang berteriak “tembak”, sementara yang lain berkata “ambil posisi”.
Seorang adikku berkata pada ayah, ia ingin membuat bom atom!
Maulana Sufi Mohammad berada di Swat hari ini. Begitu pula dengan
media-media yang meliputnya. Kota menjadi saksi beragam kesibukan.
Hiruk pikuk telah kembali ke kota ini. Semoga Allah membantu suksesnya
perjanjian ini. Aku optimis!
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
27. Rabu (18/2) : Munculnya Harapan
Aku ke pasar hari ini. Sangat ramai. Orang-orang bahagia dengan
kesepakatan yang mereka buat. Setelah sekian lama, aku kembali melihat
kemacetan. Di malam hari, ayah membawa berita kematian wartawan
Swat, Musa Khankhel. Ibu sedang tidak enak badan. Harapan kami akan
perdamaian kembali muncul.
Kamis (19/2) : Perdamaian, bukan Peperangan!
Ayah menyiapkan sarapan hari ini, Ibu masih sakit. Ia menanyai ayah
kenapa tidak memberi tahunya soal kematian wartawan itu. Aku memberi
tahu adikku, mulai sekarang kami tidak akan berbicara soal perang lagi,
tetapi tentang perdamaian! Kami juga mendapatkan informasi dari kepala
sekolah bila ujian akan dilaksanakan pada minggu pertama bulan Maret.
Aku harus lebih rajin belajar!
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
28. Sabtu (21/2)
Situasi Swat sedikit demi sedikit membaik. Tembak-tembakan juga sudah
berkurang. Tetapi orang-orang masih ketakutan. Mereka juga takut kalau-kalau
perjanjian damai dibatalkan.
Rumor yang beredar menyebutkan beberapa pemimpin Taliban tidak
menyetujui kesepakatan itu dan berjanji untuk tetap mengangkat hingga
akhir hayat. Detak jantungku menguat mendengar rumor seperti itu.
Mengapa mereka melakukannya? Mereka berkata akan membalas
dendam atas Jamia Hafsan & Masjid Merah. Tetapi, bukan kami yang
bertanggungjawab atas yang terjadi disana. Kenapa mereka tak membalas
dendam pada pihak yang bertanggungjawab atas itu?
Beberapa saat lalu Maulana Fazlullah mengumumkan bahwa dia
mencabut larangan sekolah untuk perempuan. Anak perempuan bisa
pergi sekolah sampai ujian, 17 Maret nanti, tetapi dengan menutup aurat.
Aku sangat senang mendengarnya, tidak menyangka ini akan terjadi.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
29. Minggu (22/2)
Hari ini kami pergi ke Pasar “Cheena”, dimana kami bisa membeli berbagai
“barang perempuan” – karena memang hanya itu yang mereka jual.
Dalam perjalanan ke pasar, kami merasa sangat takut karena Taliban
menerapkan larangan pergi berbelanja untuk perempuan. Begitu sampai
di pasar, kami terkejut melihat hanya ada beberapa orang perempuan di
sana, padahal biasanya begitu penuh sampai kadang saling dorong.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
30. Senin (23/2)
Aku sangat gembira ketika bangun tidur, karena aku akan pergi ke sekolah
hari ini. Di sekolah, beberapa anak perempuan memakai seragam
sementara sisanya bebas. Selama apel, mereka terlihat sangat gembira
dan berpelukan satu sama lain. Setelah apel, kepala sekolah menasihati
kami untuk menutupi aurat dengan benar dan menggunakan burqa
seperti yang diperintahkan oleh Taliban.
Hanya ada 12 siswa di kelasku karena beberapa sudah pindah dari Swat.
Yang lain tidak diizinkan pergi oleh orangtuanya yang ketakutan.
Empat orang temanku sudah meninggalkan Swat. Dan satu sisanya
memberi tahuku bahwa ia juga akan pindah ke Rawalpindi. Aku kecewa
dan meminta tidak pergi karena perdamaian sudah disetujui dan situasi
sedikit demi sedikit membaik. Tetapi, ia mengatakan bahwa kondisi sangat
tidak pasti. Aku sangat sedih. Empat orang temanku sudah pergi dan yang
terakhir akan pergi juga.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
31. Rabu (25/2)
Ibu tidak enak badan dan ayah sedang rapat di luar kota, sehingga aku
menyiapkan sarapan sendiri, lalu berangkat sekolah. Hari ini banyak
bermain di kelas dan bergembira seperti biasa kami lakukan dulu.
Sekarang ini, helikopter sudah jarang terlihat. Begitu juga dengan tentara
dan Taliban, sudah jarang dibicarakan. Di siang hari, Ibu, sepupu dan aku
pergi ke pasar. Dulu aku senang memakai burqa, tetapi dengan sekarang.
Aku sebal karena burqa sedikit menghambat jalanku.
Ada gosip di Swat yang menyebutkan bahwa satu hari seorang perempuan
memakai burqa tradisional. Dia terjatuh dan ketika seorang pria berusaha
membantunya, dia menolak dan berkata, “Jangan bantu aku Bang, karena
itu hanya akan membuat Maulana Fazlullah luar biasa gembira.”
Ketika kami memasuki satu toko dimana kami biasa belanja, penjaganya
tertawa dan bilang bahwa dia ketakutan dan mengira kami pelaku bom
bunuh diri.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
32. Jumat (27/2)
Aku sangat gembira melihat dua orang temanku di sekolah lagi hari ini.
Selama operasi militer, mereka pergi ke Rawalpindi. Mereka mengatakan
bahwa ada kedamaian di Rawalpindi dan standar hiduppun baik. Tetapi
mereka berdua sangat menanti kembalinya perdamaian di Swat sehingga
mereka bisa pulang.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
33. Jumat (27/2)
Jumlah kedatangan semakin hari semakin bertambah dan hari ini 19 dari
27 murid datang. Ujian dijadwalkan pada 9 Maret dan kami berusaha
untuk menambah waktu belajar. Hari ini kami ke Pasar Cheena bersama
yang lain dan berbelanja banyak hal karena ada cuci gudang di salah satu
toko. Sebagian besar toko di Pasar Cheena memang sudah tutup.
Kami tidur nyenyak karena tidak ada lagi penembakan hari-hari ini.
Kabarnya Taliban masih melakukan aktivitasnya di daerah mereka. Mereka
juga menjarah barang-barang yang seharusnya untuk pengungsi. Temanku
mengatakan bahwa saudaranya terkaget melihat temannya mencari
kendaraan di malam hari bersama Taliban. Saudaranya berkata bahwa
temannya itu bekerja sebagai buruh di pagi hari dan bersama Taliban saat
malam. Saudara temanku tadi menanyainya kenapa dia bersama Taliban
padahal ia bukan anggota Taliban. Ia menjawab bahwa ia mendapatkan
uang di pagi hari dan juga di malam hari saat bersama Taliban.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
34. Selasa (3/3)
Adik laki-lakiku tidak ingin pergi ke sekolah. Dia menangis ketika pergi ke
sekolah dan gembira begitu pulang ke rumah. Tetapi hari ini ia pulang
dengan menangis dan berkata bahwa dia takut. Dia berkata, kapanpun
melihat seseorang, dia ketakutan karena bisa jadi ia akan diculik.
Adikku itu sering berdoa, “Ya Allah, bawalah kedamaian ke Swat dan jika
tidak, tolong bawa Amerika dan Tiongkok ke sini.”
Ada pertempuran lain antara tentara dan Taliban. Dan beberapa insiden
serupa telah terjadi beberapa hari terakhir. Hari ini aku mendengar suara
mortir. Orang-orang kembali ketakutan kalau-kalau perdamaian akan
segera berakhir. Beberapa orang mengatakan bahwa perjanjian damai
tidak permanen, itu hanya semacam istirahat bertempur.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat
35. Rabu (4/3)
Hari ini guru kami menanyakan berapa dari kami yang mendengarkan
Radio FM and sebagian besar berkata dulu iya, tidak sudah tidak lagi
sekarang. Tetapi beberapa mengatakan masih tetap mendengarkannya.
Kami perpikir bahwa saat saluran radio FM dihentikan, ketika itulah
kedamaian akan kembali ke Swat.
Taliban mengatakan bahwa mereka menggunakan Radio FM untuk
menyebarkan ajaran Qur’an. Tetapi, setelah Komandan Khalil
mengajarkan Qur’an dengan singkat, ia akan beralih mengancam lawan-lawannya.
Pengumuman tentang pertempuran, kegiatan-kegiatan dan
pembunuhan juga dilakukan melalui Radio FM.
Selama waktu istirahat, kami melihat helikopter berterbangan. Mereka
terbang sangat rendah di atas sekolah. Anak-anak memanggil para tentara
dan mereka melambaikan tanggannya. Para tentara terlihat sudah terlalu
capai melambaikan tangan sekarang.
Catatan Harian Malala Yousafzai -
diterjemahkan oleh Bastian Hidayat