Tujuan utama kegiatan dialog ini adalah:
1. Memperlancar komunikasi antara pimpinan ormas Islam pusat dan daerah.
2. Mempersatukan potensi umat Islam untuk pemberdayaan ekonomi melalui kegiatan berbasis masjid dan majelis taklim.
Hasil yang dicapai meliputi peningkatan kerjasama antar lembaga Islam dalam pemberdayaan ekonomi umat, serta pengembangan wawasan multikultural internal umat Islam.
1. DIALOG PENGEMBANGAN
WAWASAN MULTIKULTURAL
ANTARA PIMPINAN PUSAT
DAN DAERAH INTERN AGAMA ISLAM DI
PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI
SULAWESI SELATAN
Editor :
Drs. H. M. Yusuf Asry, M.Si.,APU
KEMENTERIAN AGAMA RI
BADAN LITBANG DAN DIKLAT
PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
JAKARTA
2010
2. Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT)
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan
Daerah Intern Agama Islam di Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan
Ed. I. Cet. 1. -------
Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama 2010
ix + 75 hlm; 21 x 29 cm
ISBN 978-979-797-282-0
Hak Cipta 2010, pada Penerbit
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara
apapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy,
tanpa izin sah dari penerbit
Cetakan Pertama, September 2010
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
DIALOG PENGEMBANGAN WAWASAN MULTIKULTURAL
ANTARA PIMPINAN PUSAT DAN DAERAH INTERN AGAMA
ISLAM DI PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI SULAWESI
SELATAN
Editor:
Drs. H.M. Yusuf Asry, M.Si.,APU
Desain cover dan Lay out oleh:
H. Zabidi
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Gedung Bayt al-Qur’an Museum Istiqlal Komplek Taman Mini
Indonesia Indah, Jakarta Telp/Fax. (021) 87790189, 87793540
Diterbitkan oleh:
Maloho Jaya Abadi Press, Jakarta
Anggota IKAPI No. 387/DKI/09
Jl. Jatiwaringin Raya No. 55 Jakarta 13620
Telp. (021) 862 1522, 8661 0137, 9821 5932 Fax. (021) 862 1522
3. iii
KATA SAMBUTAN
KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT
KEMENTERIAN AGAMA
lhamdulillah, saya menyambut baik atas telah
dapat diterbitkan buku Dialog Pengembangan
Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan
Daerah Intern Agama Islam di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi
Sulawesi Selatan ini.
Buku ini berisi pokok-pokok pikiran yang strategis dan
penting untuk dibaca dan diketahui oleh masyarakat luas.
Pertama, buku ini memuat upaya pengembangan wawasan
multikultural dalam rangka mencari cara efektif membangun
ukhuwah ditengah kemajemukan intern umat Islam. Kedua,
berisi peningkatkan kerjasama antar lembaga/ormas dan
tokoh Islam dalam usaha ekonomi ditengah melemah
kepedulian di bidang tersebut dewasa ini.
Dialog dalam masalah strategis yang dihadapi oleh umat
seperti ini sangat tepat, dengan melibatkan pimpinan ormas
Islam daerah dan pusat, akademisi atau pakar ekonomi
syariah, dan pelaku bisnis di daerah. Dari belajar pada
pengalaman lapangan tersebut dapat menumbuhkan
kebersamaan dalam pengembangan wawasan multikultural
dan pemberdayaan ekonomi umat.
Saya harapkan kepada pimpinan ormas Islam pusat dan
daerah, para pakar ekonomi syariah dan praktisi usaha
ekonomi di daerah hendaknya secara bersama-sama terus
memberikan sumbangan positif dan konstruktif terhadap
pemberdayaan umat. Hanya dengan demikian suatu dialog
akan lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara
optimal.
A
4. iv
Saya harapkan juga bersama Forum Kerukunan Umat
Beragama (FKUB) hendaknya dapat menggali dan
melestarikan kearifan lokal yang bermanfaat mendukung
kerukunan intern umat Islam, sekaligus mengkaji dan
menemukan kearifan baru lainnya.
Akhirnya dengan terbitnya buku ini, kiranya dapat
menjadi salah satu referensi dalam rangka memantapkan
kerukunan intern umat Islam sehingga tercipta kerjasama
melalui pemberdayaan ekonomi. Untuk itu, kepada semua
pihak yang memberikan konstribusinya untuk terwujud buku
ini, saya ucapkan terima kasih.
Jakarta, September 2010
Kepala Badan Litbang dan Diklat
Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA
NIP. 19570414 198203 1 003
5. v
PENGANTAR
KEPALA PUSLITBANG
KEHIDUPAN KEAGAMAAN
uji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt.
Hanya dengan hidayah dan perkenan-Nya, buku
Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara
Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Provinsi Jawa
Timur dan di Provinsi Sulawasi Selatan ini dapat diterbitkan.
Buku ini menyajikan dua hal peting yang relevan
dengan tuntutan perubahan sosial dan aspirasi umat Islam
dewasa ini. Pertama, berkenaan dengan wawasan
multikultural. Kedua adalah pemberdayaan ekonomi umat.
Pengembangan wawasan multikultural internal umat
Islam adalah dalam rangka meningkatkan toleransi atau
tasamuh antar sesama dengan semangat ukhuwah Islamiyah.
Pemberdayaan usaha ekonomi umat berbasis masjid atau
majelis taklim adalah dalam rangka meningkatkan
kemandirian ormas Islam, kesejahteraan umat dan masyarakat
secara keseluruhan.
Untuk itu Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kehidupan Keagamaan mengadakan kegiatan dialog untuk
memperlancar komunikasi dan kerjasama antar pimpinan
ormas Islam pusat dan daerah, mempersatukan potensi umat
Islam melalui kegiatan pemberdayaan ekonomi umat, baik
berbasis masjid maupun berbasis majlis taklim. Melalui
kegiatan dialog juga diungkapkan kajian teoritis oleh pakar
ekonomi syariah dan pengalaman praktis pelaku usaha
ekonomi oleh ormas keagamaan, dan pelaku bisnis di daerah.
Dengan terbitnya buku ini diharapkan dapat
memberikan masukan dalam upaya meningkatkan wawasan
multikultural intern umat Islam sehingga makin
P
6. vi
memperkokoh ukhuwah Islamiyah, dan pemberdayaan usaha
ekonomi umat.
Saya ucapkan terimakasih kepada Kepala Badan Litbang
dan Diklat atas sambutan yang disampaikan dalam buku ini.
Demikian pula terimakasih kepada berbagai pihak untuk
terwujudnya buku ini.
Jakarta, Agustus 2010
Kepala Puslibang Kehidupan
Keagamaan,
Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D
NIP. 19600416 198903 1 005
7. vii
PRAKATA EDITOR
erkat hidayat dan rahmat Allah swt jua dapat
disusun sebuah buku hasil kegiatan ”Dialog
Pengembangan Wawasan Multikultural Antara
Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam”.
Tulisan ini berasal dari dua laporan kegiatan dialog.
Pertama, dialog di Provinsi Jawa Timur, dan kedua di Provinsi
Sulawesi Selatan. Kedua kegiatan ini diselenggarakan pada
tahun 2009, dan tahun pertama kegiatan ini dilakukan.
Buku ini merupakan serial pertama, yang terdiri dari
empat bab. Bab satu Pendahuluan, Bab dua Penyelenggaraan
Dialog di Provinsi Jawa Timur, Bab tiga Penyelenggaraan
Dialog di Provinsi Sulawesi Selatan, dan terakhir Bab empat
adalah Penutup. Isi bab dua dan tiga terdiri atas dua sub bab,
yaitu Gambaran Daerah Kegiatan merupakan hasil penelitian,
dan hasil dialog. Untuk lebih memahami suasana dialog, sejak
dari persiapan hingga pelaksanaannya, maka dilampirkan
pula catatan perjalanan dan notulen dialog.
Dengan tersusunnya buku ini, kami ucapkan terima
kasih kepada Kepala Badan dan Diklat, dan Kepala Puslitbang
Kehidupan Keagamaan atas kepercayaan yang diberikan.
Demikian pula terima kasih kepada masing-masing Tim
Pelaksana Kegiatan.
Semoga buku ini memberikan manfaat bagi kita semua,
dan segenap pembaca yang budiman. Amien!
Jakarta, Juli 2010
Editor
Drs. H. M. Yusuf Asry, M.Si.,APU
B
9. ix
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN ................................................................ iii
KATA PENGANTAR ............................................................. v
PRAKATA EDITOR ............................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................ 1
1. Latar Belakang ................................................ 1
2. Tujuan dan Hasil yang Dicapai ................... 2
3. Peserta , Waktu dan Lokasi .......................... 3
4. Bentuk Kegiatan ............................................. 4
BAB II DIALOG PENGEMBANGAN WAWASAN
MULTIKULTURAL ANTARA PIMPINAN
PUSAT DAN DAERAH INTERN AGAMA
ISLAM DI PROVINSI JAWA TIMUR ......... 5
1. Gambaran Daerah Kegiatan ....................... 5
- Tataran Budaya .......................................... 5
- Kerukunan Intern....................................... 7
- Potensi Konflik Intern................................ 8
- Pemberdayaan Umat ................................. 9
- Kesimpulan dan Saran .............................. 10
2. Hasil Dialog Pengembangan Wawasan
Multikultural Pimpinan Pusat dan
Daerah Intern Agama Islam ....................... 11
- Pendahuluan ............................................... 11
- Tujuan, Tempat dan Peserta ..................... 15
- Proses Dialog .............................................. 17
- Sambutan dan Dialog Tingkat Provnsi.... 21
- Paparan Narasumber ................................ 23
10. x
- Sambutan dan Dialog Tingkat
Kabupaten ...................................................
26
- Paparan Narasumber ................................ 28
- Analisis ........................................................ 30
- Rekomendasi .............................................. 32
BAB III DIALOG PENGEMBANGAN WAWASAN
MULTIKULTURAL ANTARA PIMPINAN
PUSAT DAN DAERAH INTERN AGAMA
ISLAM DI PROVINSI SULAWESI
SELATAN ........................................................... 33
1. Gambaran Daerah Kegiatan ....................... 33
- Masjid di Kabupaten Sidrap..................... 35
- Masjid di Kota Makassar .......................... 38
- Kerukunan Intern....................................... 41
- Kesimpulan dan Saran .............................. 42
2. Hasil Dialog Pengembangan Wawasan
Multikultural Pimpinan Pusat dan
Daerah Intern Agama Islam ....................... 43
- Pendahuluan ............................................... 43
- Tujuan, Tempat dan Peserta ..................... 45
- Proses Dialog .............................................. 47
- Sambutan dan Paparan ............................. 52
- Paparan Narasumber ................................ 54
- Analisis ........................................................ 58
- Kesimpulan dan Saran .............................. 60
BAB IV PENUTUP ........................................................... 63
Lampiran :
1. Notulen Dialog di Provinsi Jawa Timur .....................
2. Notulen Dialog di Provinsi Sulawesi Selatan ...........
3. Kerangka Acuan Dialog .................................................
65
73
73
11. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
awasan multikultural merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat yang majemuk.
Kemajemukan meliputi berbagai aspek
kehidupan seperti dalam etnis, budaya dan agama. Wawasan
tersebut menjadi modal sosial bagi masyarakat majemuk, dan
dicontohkan terutama oleh mereka yang menyandang
pimpinan. Tak terkecuali pimpinan agama, baik di pusat
pemerintahan dan negara maupun di daerah-daerah. Banyak
media untuk mengembangkan wawasan multultural
dimaksud. Salah satunya ialah melalui dialog.
Dialog pengembangan wawasan multikultural antara
pimpinan agama pusat dan daerah merupakan suatu uapaya
strategis dan penting bagi terciptanya kehidupan masyarakat
yang makin rukun, baik intern suatu penganut agama
maupun antarumat beragama, saat ini dan kedepan.
Namun dalam realita akhir-akhir ini masalah paham
keagamaan dan sikap keberagamaan adakalanya
mengundang keresahan, bahkan konflik dalam masyarakat.
Munculnya aliran/paham keagamaan baik yang dipandang
sesuai atau tidak dengan pandangan arus utama penganut
agama (mainstreams) berhubungan erat dengan pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan ajaran agama oleh masyarakat.
Ketidaksesuaian pandangan hingga kemungkinan
penyimpangan dari pokok ajaran agama berdasarkan
keyakinan yang dianut umumnya umat suatu agama dapat
W
12. 2
terjadi. Bayak faktor yang menjadi penyebabnya, seperti
wawasan multikultural yang sempit, dan keberagamaan
sebagian masyarakat lebih pada tataran simbol-simbol
keagamaan, dan belum sepenuhnya menangkap makna ajaran
yang sesungguhnya.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama
memprogramkan peningkatan kualitas kehidupan beragama,
baik dalam pelayanan dan pemahaman agama serta
kehidupan beragama maupun peningkatan kerukunan intern
dan antarumat beragama.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Puslitbang
Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat,
Kementerian Agama berupaya memotivasi dan memfasilitasi
upaya pengembangan wawasan multikultural intern dan
antar umat beragama. Salah satu kegiatannya pada tahun
2009 ialah telah dilaksanakan Dialog Pengembangan
Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah
Intern Agama Islam di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi
Sulawesi Selatan.
2. Tujuan dan Hasil yang Dicapai
Kegiatan dialog pengembangan Wawasan Multikultural
Antar Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam ini
bertujuan :
1) Memperlancar komunikasi antara pimpinan ormas-ormas
Islam, baik antar ormas Islam pusat dan daerah maupun
antar sesama pimpinan ormas Islam daerah.
2) Menumbuhkan saling pengertian (tasamuh) dan sikap
saling menghargai serta mempercayai di antara pimpinan
agama Islam pusat dan daerah.
3) Manyatukan visi dan misi bersama para pimpinan agama
Islam pusat dan daerah dalam mengemban amanah
dakwah pembinaan umat agar lebih berkualitas dan
13. 3
dinamis di masa depan, khususnya dalam peningkatan
kerjasama nyata untuk menanggulangi masalah
kemiskinan dan kebodohan.
4) Menginventarisi kearifan lokal yang mendukung
kerukunan intern umat Islam, dan mengidentifikasi faktor-
faktor yang menghambat kerukunan intern umat Islam.
Hasil yang dicapai:
1) Pengembangan wawasan multikultural, pemahaman, dan
kesepahaman dalam hal penting bagi sesama pimpinan
ormas-ormas Islam pusat dan daerah.
2) Rumusan dinamika kerukunan intern umat Islam di
daerah, menyangkut potensi konflik dan integrasi sebagai
bahan antisipasi bersama pimpinan ormas Islam dan
pemerintah.
3) Kesepakatan antara pimpinan ormas Islam pusat dan
daerah tentang upaya nyata dan kerjasama kedua belah
pihak untuk meningkatkan kualitas umat, baik dalam
aspek fisik-materiil maupun mental-spiritual.
3. Peserta, Waktu dan Lokasi
1) Peserta Dialog dari pusat sebanyak 30 orang, terdiri
atas unsur Majelis Ulama Indonesia (MUI), pimpinan
organisasi Islam, pejabat Kementerian Agama pusat,
Kementerian terkait, wartawan cetak dan elektronik,
serta panitia pelaksana. Peserta daerah, baik tingkat
provinsi maupun kabupaten/kota masing-masing
sebanyak 60 orang, dengan unsur meliputi: pimpinan
organisasi Islam, MUI, Dewan Masjid Indonesia (DMI)
Provinsi, dan perwakilannya di daerah tingkat
kabupaten/kota, tokoh masyarakat Islam, tokoh
14. 4
pemuda/perempuan, unsur perguruan tinggi Islam,
pejabat Kementerian Agama dan pejabat pemerintah
daerah terkait.
2) Waktu pelaksanaan kegiatan ini antara bulan Juli
hingga Oktober 2009.
3) Lokasi kegiatan adalah di Provinsi Jawa Timur dan di
Provinsi Sulawesi Selatan.
4. Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatan secara umum dibagi tiga, yaitu:
1) Penelitian ke daerah sasaran, untuk mengungkapkan
seputar kerukunan dan faktor ketidakrukunan intern umat
Islam, serta potensi usaha ekonomi, dengan konsentrasi
berbasis masjid atau majelis taklim. Hasil penelitian ini
sebagai bekal awal bagi peserta pusat untuk mengenali
lokasi sasaran yang akan dikunjungi serta merupakan
salah satu referensi dalam dialog.
2) Pelaksanaan dialog/diskusi antara pimpinan pusat dan
daerah di provinsi, dan di salah satu kabupaten/kota yang
ditetapkan oleh panitia daerah.
3) Kunjungan ke masjid-masjid dalam rangka silaturahim,
dan dialog mengenai kegiatan usaha ekonomi, disertai
pemberian bantuan dana stimulan.
15. 5
BAB II
DIALOG PENGEMBANGAN WAWASAN
MULTIKULTURAL ANTARA PIMPINAN PUSAT
DAN DAERAH INTERN AGAMA ISLAM
DI PROVINSI JAWA TIMUR
1. Gambaran Daerah Kegiatan
Tataran Budaya
ntuk memperoleh gambaran tentang daerah
kegiatan dilakukan penelitian tentang
“Kerukunan Intern dan Pemberdayaan
Komunitas Muslim” pada tanggal 9 s/d 17 Juli 2009 di Kota
Surabaya dan Kabupaten Pasuruan. Informasi bersumber dari
penelusuran atau telaah litertur, dokumentasi, dan
wawancara.
Wawancara dilakukan dengan para pimpinan ormas
Islam dan pejabat pemerintahan setempat yang terkait. Di
antaranya ialah pejabat Kementerian Agama kabupaten/
kota, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU),
Muhammadiyah, PERSIS, Al Irsyad, Dewan Masjid Indonesia
(DMI) dan Badan Komunikasi Pemuda dan Remaja Masjid
(BKPRI).
Dari segi budaya, Ayu Sutarto dari Universitas Jember
(2004), mengelompokkan wilayah Jawa Timur menjadi empat
kawasan budaya besar :
Pertama, kawasan Budaya Mataraman. Kawasan budaya
yang meliputi: daerah perbatasan Provinsi Jawa Tengah di
U
16. 6
barat hingga kabupaten Kediri di timur. Pengaruh budaya
Mataraman baik di masa Hindu Buddha, maupun era
kesultanan Mataram yang berpusat di Yogyakarta – Surakarta,
relatif masih kental. Adat istiadatnya mirip dengan
masyarakat Jawa Tengah yang berakar pada budaya ekologi
sawah atau agraris. Pola pemukiman desa mengelompok,
solidaritas sosial tinggi, dan didukung oleh tradisi gotong-
royong.
Kedua, kawasan Budaya Arek. Cakupan wilayah budaya
yang membentang dari pesisir utara di Surabaya sampai
pedalaman selatan daerah Malang. Wilayah ini tergolong
paling pesat dari segi perkembangan ekonominya di Jawa
Timur. Sekitar 49 % aktivitas ekonomi Jawa Timur ada di
wilayah ini. Oleh karena itu, arus migrasi cukup tinggi.
Persentuhan budaya lokal dengan beragam budaya dari luar,
mempengaruhi munculnya budaya komunitas Arek, dengan
karakter seperti semangat juang tinggi, solidaritas kental, dan
terbuka terhadap perubahan.
Ketiga, kawasan Budaya Madura. Wilayah budaya ini di
pulau Madura, dengan geografis sebagian besar lahan kering.
Ciri-ciri budaya ini sebagaimana dikemukakan oleh
Kuntowijoyo adalah pola pemukiman desa terpencar,
solidaritas desa relatif kecil, hubungan sosial terpusat pada
individual dengan keluarga inti sebagai unit dasarnya.
Keempat, kawasan Budaya Pandalungan. Pandalungan
berarti “Periuk Besar”. Bertemunya dua budaya besar Jawa
dan Madura (budaya sawah dan budaya tegal) yang
membentuk budaya Pandalungan. Karakteristik budaya ini
secara umum, agraris-egaliter, kerja keras, agresif, solidaritas
sosial kental, dan memandang pimpinan agama Islam selaku
tokoh kunci, khususnya bidang agama. Wilayah budaya ini
mencakup Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso,
Lumajang Jember dan Banyuwangi.
17. 7
Kerukunan Intern
Kehidupan sosial dan kerukunan komunitas muslim di
Jawa Timur, khususnya di Kota Surabaya dan Kabupaten
Pasuruan saat ini relatif kondusif. Tidak ada konflik terbuka
di lingkungan umat Islam. Komunikasi, interaksi dan
kemitraan antar kelompok muslim setempat dari waktu ke
waktu makin kental, baik frekuensi maupun intensitasnya.
Tingkat ketegangan antar kelompok, secara umum rendah.
Kecenderungan umum untuk membangun keharmonisan,
saling pengertian dan kemitraan antar kelompok muslim
makin meningkat dan merupakan dambaan semua kalangan
serta ormas Islam.
Beberapa faktor yang dipandang berpengaruh dan
menopang kondisi dan situasi sosial yang rukun tersebut,
menurut tokoh-tokoh ormas Islam, antara lain:
Pertama, mobilitas sosial yang tinggi secara horizontal
maupun vertikal –membuka peluang berkembangnya kontak-
kontak sosial antar warga yang berasal dari sub-sub kultur
yang berbeda seperti pedesaan – perkotaan, abangan – santri.
Sosialisasi terjadi lebih intens melalui pendidikan yang
mewajibkan pelajaran agama di tiap jenjang, dari tingkat dasar
hingga perguruan tinggi. Dengan demikian terjadi persamaan
aspirasi tentang keislaman. Kontroversi masa lalu di seputar
paham dan pengamalan agama yang berakar pada fikih, saat
ini makin pudar. Begitupun halnya dengan segmentasi
religio–kultural, semangat perubahan dan kebersamaan dalam
perbedaan, sudah mulai terbiasa dan diterima oleh para tokoh
Muslim dari berbagai lapisan, dan tidak mengundang
benturan, apalagi konflik terbuka.
Kedua, Kondisi dan situasi dimungkinkan tumbuh dan
berkembangnya suatu “kesadaran baru” di kalangan
18. 8
masyarakat akan pentingnya upaya pengembangan Islam
secara keseluruhan. Berbagai perbedaan paham keagamaan
dan perbedaan ideologis antarkelompok muslim, segera
dikesampingkan. Kesadaran untuk saling mengerti, saling
berbagi, dan saling terbuka dalam perbedaan, termasuk cara
hidup beragama keseharian, sudah menyebar dan tumbuh
secara luas. Penerapan konsep “ukhuwah Islamiyah” bukan
berarti meletakkan umat Islam dalam satu lembaga besar.
Selain tidak mungkin, hal itu juga bertentangan dengan
hakikat Islam yang mengakui keragaman komunitas muslim.
Ketiga, peran sentral para ulama dan tokoh muslim serta
pejabat pemerintahan setempat sebagai simbol pemersatu
yang senantiasa berupaya memelihara suasana rukun, dan
sigap mencari serta melakukan langkah-langkah penyelesaian,
tiap kali muncul konflik. Keempat, keberadaan kelompok-
kelompok muslim yang relatif kecil, tidak banyak
mengganggu dan mengancam tradisi keagamaan setempat
yang sudah mapan, dengan dominasi NU dan
Muhammadiyah.
Kelima, pola dakwah dari para tokoh muslim saat ini
lebih akomodatif, tidak menyinggung kehidupan sosio–
kultural masyarakat lokal. Dakwah sebagai sarana dan lebih
fokus pada penyampaian nilai-nilai dan pesan-pesan
keislaman. Pendekatan akomodatif dalam dakwah ini,
dipandang sangat bermanfaat dalam upaya mengembangkan
respon positif dan simpati para partisipan pengajian,
khususnya dari kalangan kelompok abangan.
Potensi Konflik Intern
Dari wawancara dengan para tokoh ormas Islam
setempat diperoleh sejumlah informasi bahwa terdapat
beberapa persoalan yang acapkali memancing konflik lokal.
19. 9
Di antaranya ialah berkenaan dengan masalah tanah wakaf,
perkawinan siri, kelompok eksklusif seperti Shidiqiyyah,
Syiah, Ahmadiyah, salafi, santet, perjudian, pergaulan bebas,
minuman keras, narkoba dan praktik maksiat.
Pemberdayaan Umat
Dari penjelasan para tokoh ormas Islam setempat
tergambar bahwa pengajian rutin untuk segenap lapisan
sosial, tahlilan dan upacara selamatan lingkaran hidup sudah
merupakan kelaziman umum di lingkungan komunitas
muslim setempat. Hal ini, bukan hanya dipedesaan, tetapi
juga diperkotaan. Penyenggara pengajian adalah ormas Islam,
majelis taklim dan kelompok muslim lokal.
Upaya pemberdayaan umat, mayoritas warga NU di
wilayah Jawa Timur sangat intensif membina umat melalui
ratusan pondok pesantren, lembaga dakwah, masjid, majelis
taklim, kelompok tarekat dan beberapa lembaga pendidikan
umum dan sosial. Aktivitas NU yang relatif lebih fokus pada
pengembangan pondok pesantren dan dakwah. Upaya ini
dipandang lebih efektif bagi peningkatan wawasan
keagamaan, dan prilaku keshalihan ritual umat.
Muhammadiyah yang merupakan kelompok muslim
terbesar kedua setelah NU, selain memiliki aktivitas
pengajian, juga sangat aktif berkiprah di bidang sosial dan
ekonomi. Puluhan perguruan tinggi, ratusan sekolah, rumah
sakit dan klinik serta panti asuhan berada di bawah naungan
Muhammadiyah.
Selain itu, di lingkungan Muhammadiyah terdapat
sejumlah usaha sosial ekonomi juga menjadi garapan penting
kelompok ini. Misalnya, budidaya kelapa sawit dan kentang,
penyaluran pupuk, Bank Syariah Mandiri, koperasi, ternak
20. 10
madu, tanaman hias, pertokoan (Surya Mart), kursus
keterampilan, bantuan dana bergulir, dan proyek kerjasama
dengan luar negeri di bidang pertanian. Keragaman kegiatan
sosial ekonomi tersebut dipandang sangat bermakna bagi
peningkatan kesejahteraan dan aktualisasi perilaku keshalihan
sosial umat.
Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia
(BKPRMI) berupaya meningkatkan wawasan dan
keterampilan praktis, khususnya di kalangan kawula muda.
Aktif menyelenggarakan pelatihan pemberdayaan umat
melaui kegiatan keterampilan. Di antara kegiatannya adalah
mengelola TK Al-Quran, pengembangan dakwah, manajemen
ekonomi dan koperasi, kesehatan masyarakat, kamtibmas dan
keluarga sakinah.
Kesimpulan dan Saran
Kondisi kerukunan intern umat Islam Jawa Timur,
khususnya di Surabaya dan Kabupaten Pasuruan saat ini
relatif kondusif. Tidak ada konflik terbuka melibatkan massa
yang mengganggu sendi kerukunan umat beragama. Suasana
rukun ditopang oleh beberapa faktor, seperti : mobilitas sosial
yang tinggi (horizontal vertical), sikap keterbukaan,
meningkatnya kesadaran akan pentingnya kebersamaan,
kesatuan, silaturahim, ukhuwah Islamiyah, dan
pengembangan pola dakwah yang makin akomodatif.
Namun, terdapat sejumlah persoalan acapkali
mengundang konflik lokal yang perlu mendapat perhatian
dan pemantauan agar tidak mengganggu upaya peningkatan
kerukunan. Misalnya, masalah tanah wakaf, perkawinan siri
dan perceraian yang tidak sesuai dengan peraturan
perundangan, paham dan pengamalan agama yang dianggap
menyimpang dari paham arus utama umat Islam, dan praktik
21. 11
maksiat seperti pergaulan bebas, perjudian, minuman keras
dan obat terlarang.
Beragam upaya pemberdayaan umat telah dilakukan
oleh ormas dan komunitas muslim. Misalnya, NU dengan
pondok pesantren, kelompok tarekat, masjid, dan peran
lembaga-lembaga dakwahnya. Muhammadiyah lebih fokus
berkiprah di bidang sosial dan ekonomi melalui berbagai
proyek yang relatif efektif bagi upaya peningkatan
kesejahteraan umat.
Langkah ke depan yang dipandang strategis dalam
pengembangan wawasan multikultural antara lain:
a) Peningkatan frekuensi dan intensitas kontak-kontak sosial
keagamaan antar warga yang berasal dari sub kultur lokal
yang berbeda. b) Peningkatan pola dakwah yang lebih
akomodatif. c) Peningkatan jaringan kerja kemitraaan antar
ormas-ormas Islam, terutama antara NU dan Muhammadiyah
ke arah upaya perwujudan perilaku umat yang salih secara
spiritual, sosial dan ekonomi.
2. Hasil Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural
Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam
Pendahuluan
Jawa Timur adalah salah satu provinsi dengan
penduduk terpadat di Indonesia. Menurut data Badan Pusat
Stastik (BPS), jumlah penduduk Jawa Timur pada 2005 se-
banyak 35.009.452 jiwa. Jumlah ini tergolong besar. Dari
seluruh provinsi di Indonesia, jumlah penduduk Jawa Ti-
mur—berdasarkan data BPS tahun 2005—menempati urutan
kedua setelah Jawa Barat yang jumlah penduduknya sebanyak
36.329.940 jiwa.
22. 12
Bila dilihat dari aspek agama, mayoritas penduduk Jawa
Timur memeluk Islam. Dengan tetap merujuk pada data BPS
tahun 2005, pemilahan penduduk Jawa Timur berdasarkan
agama dapat digambarkan sebagai berikut: Islam sebanyak
33.672.798 jiwa atau 96.2% dari jumlah penduduk Jawa Timur,
Kristen sebanyak 575.182 jiwa atau 1.6%, Katolik sebanyak
399.869 jiwa atau 1.2%, Hindu sebanyak 214.824 jiwa atau
0.6%, dan Buddha sebanyak 146.779 jiwa atau 0.4%.
Masyarakat Jawa Timur memiliki keragamaan dilihat
dari kategori sosial-budaya keagamaannya. Apabila
menggunakan tipologi Geertz, maka dari 33.672.798 orang
yang memeluk Islam, di antara mereka ada yang bisa
dikategorikan sebagai santri, abangan, dan priyayi. Keragaman
budaya keagamaan tersebut tidak dapat dilepaskan dari
pemilahan penduduk Jawa Timur berdasarkan sub-budaya
dominan, yakni: sub budaya Madura (pulau Madura), sub
budaya pendalungan yang ada di pesisir utara bagian timur
dari Jawa Timur—daerah tapal kuda), sub budaya Arek
(Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik dan Surabaya), sub
budaya Osing (Banyuwangi dan sekitarnya), dan sub budaya
Mataraman (mulai Lumajang hingga Magetan).
Masyarakat pada masing-masing sub budaya tersebut,
menurut I Nyoman Naya Sujana (2003), memiliki perilaku
sosial yang berbeda. Masyarakat sub budaya Madura sering
digambarkan sebagai masyarakat paternalistik, karena lebih
mengutamakan pengaruh tokoh agama, terutama yang
bergelar kiyai. Hubungan antara kyai dengan masyarakat
pada sub budaya Madura memiliki kemiripan dengan
pesantren. Menurut Zamakhsyari Dhofir (1982), di pesantren
kiyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan
kewenangan (power and authority). Dengan posisi yang
demikian kuat tersebut, jelas Dhofir, tidak seorang pun santri
23. 13
atau orang lain yang dapat melawan kekuasan kiyai di
lingkungan pesantren.
Jika menggunakan konsep James C. Scott (Kang Young
Soon, 2007), relasi antara kiyai dan santri sebagaimana telah
dikemukakan disebut dengan basis in inequality, yakni suatu
relasi yang tidak berkeseimbangan akibat adanya perbedaan
dalam kekuasan dan otoritas. Namun demikian, sejak
beberapa tahun terakhir setelah maraknya pemilihan kepala
daerah (Pilkada) secara langsung dan terjadi gejala “politik
uang”, ternyata sangat berpengaruh terhadap relasi sosial
antara ulama dan masyarakat di beberapa tempat di Jawa
Timur.
Masyarakat sub budaya Madura berbeda dengan
masyarakat sub budaya Mataraman. Pada masyarakat ini,
pengaruh tokoh agama tidak begitu menonjol sebagaimana
halnya sub budaya Madura. Relasi sosial dalam sub budaya
Mataraman lebih mengutamakan faktor kekerabatan Jawa.
Sedangkan agama, jelas Sujana, hanya menjadi segmen
pelengkap dari hubungan sosial. Praktik keagamaan selalu
berjalan seiring dengan praktik budaya Jawa. Mereka,
demikian Sujana, masih memiliki kepercayaan yang sangat
kuat terhadap mitos dan magis di mana dunia ini dianggap
dikendalikan oleh roh-roh yang ada di alam ini. Karena itu
tradisi slametan sangat menonjol dalam praktik budaya.
Menurut Sujana, sub budaya Arek cenderung
menampilkan perilaku rasional. Tampaknya, dipengaruhi oleh
budaya asing setelah adanya proses industrialisasi di wilayah
sekitar Surabaya dan Malang. Sedangkan sub budaya Osing
memiliki ciri menonjol sebagai masyarakat petani yang rajin
sekaligus seniman. Sub budaya Osing, menurut Sujana,
memiliki kemiripan dengan budaya yang berkembang di Bali.
24. 14
Sekalipun antara masing-masing sub budaya tersebut
memiliki perbedaan, tetapi dalam hal tertentu, katakanlah
--sekadar menyebut salah satu contoh-- yang berkaitan
dengan budaya keagamaan, dimungkinkan ada kemiripan.
Jika, misalnya, sub budaya Madura dikatakan memiliki ciri
sebagai masyarakat yang religius, sementara sub budaya
Mataraman cenderung menjadikan agama sebagai pelengkap
saja, tidak bisa diartikan seluruh masyarakat yang tinggal di
pulau Madura memiliki karakter religius. Dan juga tidak
dapat diartikan, seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah
sub budaya Mataraman kurang religius.
Dalam konteks keragamaan budaya keagamaan tersebut,
maka dengan sendirinya potensi konflik antarumat Islam di
Jawa Timur cukup rentan. Kondisi tersebut semakin
meningkat kualitasnya apabila dikaitkan dengan realitas
kemiskinan di Jawa Timur. Berdasarkan data dari BPS yang
dikutip oleh Surya (2 Juli 2008), tercatat per Maret 2008
sebanyak 6,65 juta jiwa di Jawa Timur yang masuk dalam
kategori miskin. Kendati—masih menurut sumber yang sa-
ma—terjadi penurunan dibandingkan dengan periode Maret
2007 di mana penduduk miskin di Jawa Timur berjumlah 7,15
juta jiwa. Variabel ekonomi ini perlu mendapat perhatian
khusus, karena dapat memberikan pengaruh secara negatif
terhadap relasi sosial masyarakat Jawa Timur yang majemuk.
Berangkat dari fenomena di atas, maka kualitas dan
kuantitas komunikasi antarpemuka agama Islam patut terus
ditingkatkan, terutama pada isu-isu bersama yang dapat
meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat. Pemberdayaan
ekonomi masyarakat adalah isu mendesak yang bisa digarap
bersama antara pimpinan pusat dan daerah di kalangan intern
umat Islam. Dengan meningkatnya taraf ekonomi masyarakat
25. 15
Islam diharapkan potensi-potensi konflik internal umat Islam
dengan sendirinya akan berkurang.
Variabel ajaran dan aliran agama yang berkembang pada
era pasca reformasi juga perlu mendapatkan perhatian. Ada
sejumlah potensi konflik berkaitan dengan paham keagamaan
ini. Beberapa kasus perebutan pengaruh penguasaan masjid,
perkembangan pesantren dari Salafiyah Syafi`iyah menjadi
Salafi seperti Pondok Pesantren Maskumambang, Gresik dan
dari Salafiyah Syafi`iyah menjadi Jamaah Tabligh tentu
mengundang sejumlah pandangan dan sikap bagi masyarakat
tradisional. Begitu juga lahirnya paham transnasional lainnya
seperti Ikhwan al-Muslimin, Hizbut Tahrir dan Syiah serta
masyarakat yang masing-masing menganut patronase
keagamaan tunggal tentu sangat rawan terhadap konflik.
Sehubungan dengan hal tersebut, Puslitbang Kehidupan
keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
pada tahun anggaran 2009 ini menyelenggarakan Dialog
Pegembangan Wawasan Multikultural antara Pimpinan Pusat dan
Daerah Intern Agama Islam di Provinsi Jawa Timur yang berlang-
sung dari hari Rabu s.d. Sabtu, tanggal 5 s.d. 8 Agustus 2009.
Tujuan, Tempat dan Peserta Dialog
Kegiatan Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural
Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di
Jawa Timur bertujuan sebagaimana tersebut dalam Bab
Pendahuluan.
Kegiatan Dialog ini secara formal dipusatkan di dua
wilayah, yaitu di Kota Surabaya untuk tingkat provinsi, dan di
Kabupaten Pasuruan untuk tingkat kabupaten/kota. Peserta
dialog terdiri atas 29 orang dari pusat dan 60 orang dari
daerah, baik yang dilakukan di Kota Surabaya maupun di
Kabupaten Pasuruan. Para peserta dialog meliputi unsur:
26. 16
1. Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Wilayah
dan Daerah;
2. Pimpinan Pusat, Wilayah dan Daerah Muhammadiyah
Jawa Timur;
3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Wilayah dan Cabang;
4. Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS), Wilayah dan
Daerah;
5. Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Al-Irsyad, Wilayah
dan Daerah;
6. Pimpinan Pusat Muslimat NU, Wilayah dan Cabang;
7. Pimpinan Pusat Fatayat NU, Wilayah dan Cabang;
8. Pimpinan Pusat Aisyiyah, Wilayah dan Daerah;
9. Pengurus Pusat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
(DDII), Wilayah dan Daerah;
10. Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI), Wilayah
dan Daerah;
11. Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (FPI),
Wilayah dan Daerah;
12. Pengurus Besar Persatuan Tarbiyah Islamiyah,
Wilayah dan Daerah;
13. Dewan Pimpinan Pusat Ittihadul Muballighin,
Wilayah dan Daerah;
14. Pengurus Besar Mathlaul Anwar, Wilayah dan Daerah;
15. Dr. H. Amiur Nuruddin, MA (IAIN Sumatera
Utara);
27. 17
16. Pejabat Kementerian Agama pusat dan daerah, yaitu
Kepala Badan Litbang dan Diklat, Kepala Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Kepala Bidang Bina Program
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Kepala Sub Direktorat
Kemitraan Umat Ditjen Bimas Islam, Kepala Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Kepala
Kantor Kementerian Agama Kota Pasuruan, dan para
Kepala KUA di Kota Pasuruan.
17. Peneliti pada Badan Litbang dan Diklat, Kementerian
Agama.
Selain proses dialog secara formal, juga dilakukan
kegiatan dialog informal dengan para pengurus dan jamaah
masjid-masjid yang dikunjungi oleh para peserta dari pusat.
Masjid-masjid yang dikunjungi adalah masjid-masjid yang
umumnya mempunyai bidang usaha ekonomi dan keumatan,
baik yang sebatas memenuhi keperluan operasional masjid
maupun dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Proses Dialog
Dialog dilakukan dengan dua pendekatan: Pertama, dialog
formal yang melibatkan para pimpinan ormas Islam dan
pejabat Kementerian Agama pusat, wilayah dan daerah serta
menghadirkan para narasumber dari pusat dan daerah. Kedua,
dialog informal melalui kunjungan ke masjid-masjid yang
mengembangkan kegiatan ekonomi keumatan serta berdiskusi
dengan para pengurus dan jamaah masjid. Kunjungan dan
diskusi bertujuan menyambung dan mempererat silaturahim
dengan pimpinan ormas Islam pusat, dan sekaligus untuk
memperoleh informasi seputar bentuk dan strategi
pemberdayaan ekonomi umat.
Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara
Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Jawa
28. 18
Timur untuk tingkat provinsi dilakukan di Kota Surabaya,
bertempat di Hotel Ibis Kota Surabaya pada tanggal 5 Agustus
2009. Acara dibuka secara resmi oleh Kepala Badan
Kesbangpol Provinsi Jawa Timur atas nama Gubernur Jawa
Timur dan sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama, mewakili peserta dialog dari pusat.
Setelah pembukaan, acara dilanjutkan dengan presentasi
makalah dan dialog yang terbagi dalam 2 (dua) sessi. Sessi
pertama bertindak selaku narasumber adalah Prof. Dr. H.M.
Atho Mudzhar dan Prof. Dr. H. Utang Ranuwijaya, MA. Pada
sessi kedua bertindak selaku narasumber adalah Ir. Musthafa
Zuhad Mughni, Dra. Nelly Asnifati, dan Dr. H. Amiur
Nuruddin, MA.
Sedangkan dialog untuk tingkat kabupaten/kota
diselenggarakan di Kabupaten Pasuruan, bertempat di Hotel
Tretes Raya pada tanggal 6 Agustus 2009, yang dibuka secara
resmi oleh Kepala Kesbangpol Kabupaten Pasuruan atas nama
Bupati Pasuruan dan sambutan Kepala Puslitbang Kehidupan
Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama,
mewakili peserta dialog dari pusat.
Setelah pembukaan, dilanjutkan presentasi makalah dan
dialog yang terbagi pada 2 (dua) sessi. Sessi pertama yang
bertindak selaku narasumber adalah Prof. H. Abd. Rahman
Mas`ud, Ph.D dan Prof. Dr. H. Utang Ranuwijaya, MA. Pada
sessi kedua bertindak selaku narasumber adalah Ir. Musthafa
Zuhad Mughni, Dra. Nelly Asnifati, dan Dr. H. Amiur
Nuruddin, MA. Tema dialog seputar bagaimana membangun
ukhuwah Islamiyah dan pemberdayaan ekonomi umat berbasis
masjid.
Dialog dilakukan pula pada saat peserta pusat melakukan
kunjungan ke masjid-masjid yang secara berurutan sebagai
berikut:
29. 19
1) Masjid Tholabuddin (Surabaya). Masjid ini didirikan oleh
seorang tokoh bernama Tholabuddin, asal Banten
keturunan Yaman. Pada tanggal 23 November 2005,
dilakukan acara peresmian renovasi bangunan masjid
yang ke-4 dan diresmikan oleh Rois Syuriah PBNU, K.H.
Mustofa Bisri. Kegiatan masjid antara lain: (1) Takmir
mengelola perawatan masjid dan peribadatan; (2) Yayasan
Masjid Tholabuddin yang mengelola lembaga pendidikan
agama, klinik kesehatan (sedang berjalan kurang baik),
dan ikut saham dalam pengelolaan pasar tradisional.
2) Masjid Maryam (Surabaya). Nama masjid diambil dari
nama isteri seorang tokoh yang mewakafkan dan
mendirikan masjid bernama Baswedan. Kegiatan
pengurus masjid antara lain: (1) bagian takmir, mengurus
perawatan dan kegiatan peribadatan; (2) bagian
pendidikan, mengelola lembaga pendidikan taman kanak-
kanak, SMP, SMA; dan bagian sosial, mengelola klinik
kesehatan umum dan gigi.
3) Masjid Al-Muhajirin (Bangil). Masjid ini merupakan
binaan Pengurus Ranting Muhammadiyah setempat,
mengelola kegiatan antara lain: (1) takmir, mengurus
perawatan masjid dan peribadatan; (2) lembaga
pendidikan taman kanak-kanak dan TPA; (3) koperasi,
dengan usaha penjualan madu. Di masjid ini pula peserta
mendapatkan informasi dari Kasubbag TU Kandepag Ka-
bupaten Pasuruan tentang kegiatan dakwah dan
pembinaan keagamaan di Kabupaten Pasuruan.
4) Masjid Manarul Islam (Bangil). Masjid yang dikelola oleh
Yayasan Manarul Islam Bangil ini dengan kegiatan: (1)
perawatan masjid dan peribadatan; (2) pesantren tinggi
(Ma`had `Aly), toko buku dan penerbitan.
30. 20
5) Masjid Al-Ishlah (Pohjentrek, Pasuruan). Takmir masjid ini
selain mengurus perawatan masjid dan peribadatan, juga
mengelola koperasi dengan bidang usaha distributor Susu
Haji, dan juga tengah merintis air kemasan, serta santunan
sosial bagi kaum miskin dan dhuafa.
6) Masjid Al-Hidayah (Purwodadi, Pasuruan). Masjid
letaknya sangat strategis karena di pinggir jalan besar.
Takmir masjid ini selain mengurus perawatan masjid dan
peribadatan, juga ada pengurus yayasan yang mengelola
koperasi dan lembaga pendidikan Madrasah Tsanawiyah.
7) Masjid Jami Babul Mubarok (Kutu`an, Lecari, Sukorejo,
Pasuruan). Masjid ini merupakan binaan Pengurus
Cabang Nahdlatul Ulama setempat. Takmir masjid selain
melakukan perawatan masjid dan peribadatan, juga
mengelola kegiatan santunan anak yatim, pemuda dan
remaja, kemuslimatan, kewirausahaan, pengelolaan zakat,
infaq dan shadaqah.
8) Masjid Al-Azhar (Dupak, Bandarejo, Surabaya). Masjid
yang lokasinya dekat lokalisasi PSK ini merupakan binaan
dari Pimpinan Ranting Muhammadiyah setempat. Takmir
masjid dipegang oleh seorang pengusaha muda bidang
garmen. Karena itu tidaklah aneh bila nuansa
kewirausahaan sangat tampak di masjid ini. Takmir masjid
memiliki berbagai kegiatan antara lain: (1) mengurus
perawatan/pengembangan masjid dan peribadatan; (2)
mengelola lembaga pendidikan TK/TPA; (3) mengelola
klinik bersalin dan umum; (4) kegiatan sosial, mengelola
zakat, infaq, shadaqah, menyantuni anak yatim, fakir
miskin dan kaum dhuafa; dan (5) pengobatan gratis bagi
kaum dhuafa.
31. 21
9) Masjid Al-Irsyad (Surabaya). Masjid di bawah pengelolaan
Yayasan Pendidikan Al-Irsyad Surabaya (YPAS) ini
bangunannya sangat besar untuk ukuran masjid di
Indonesia walaupun proses pembangunannya belum
rampung 100 persen. YPAS selain mengurus
perawatan/pembangunan masjid dan peribadatan, juga
mengelola lembaga pendidikan formal baik tingkat TK,
SD, SMP dan SLTA, dan tengah mengembangkan usaha
ekonomi jamaah.
10) Masjid At-Taqwa (Jl. Pogot 1 Surabaya). Masjid di bawah
binaan Pimpinan Cabang Muhammadiyah, selain
mengurus perawatan masjid dan peribadatan, juga
mengelola lembaga pendidikan TK/TPA. Selain itu juga
membina usaha/ekonomi jamaah dalam bentuk Baitut
Tamwil Muhammadiyah (BTM).
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama menyerahkan dana bantuan
pembinaan pengembangan ekonomi umat kepada setiap
masjid yang dikunjungi masing-masing sebesar Rp
17.500.000,- (tujuh belas juta lima ratus ribu rupiah).
Sambutan dan Dialog Tingkat Provinsi
a. Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat
1) Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara
Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam dianggap
penting sebagai wahana untuk terus meningkatkan dan
mengembangkan wawasan multikultural di kalangan
pemuka agama baik pusat maupun daerah dalam rangka
pemeliharaan kerukunan umat beragama.
2) Tujuan kegiatan adalah untuk memperlancar komunikasi,
menumbuhkan saling pengertian, saling menghargai, dan
32. 22
mempercayai antarpemuka agama Islam pusat dan dae-
rah, serta menginventarisasi kearifan lokal yang
mendukung kerukunan, dan mengidentifikasi faktor
ketidakrukunan intern umat Islam, serta menyatukan visi
dan misi bersama bagi peningkatan kerjasama nyata
dalam menanggulangi kemiskinan dan kebodohan.
3) Fenomena kemiskinan pada sebagian besar umat Islam di
Indonesia masih terlihat dengan jelas. Faktor fisik mereka
hampir merupakan satu-satunya modal untuk dihargai
sebagai human capital. Massa miskin menjadi sangat
bergantung pada “budi baik” pengusaha dan pemilik
modal.
4) Tingkat pendidikan umat Islam sebagian besar masih
rendah. Orientasi pekerjaan diarahkan untuk menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS), bukan untuk menjadi
wiraswastawan. Sebab, sebagian mereka melihat
entrepreneurship mempunyai risiko kerugian, sehingga
mereka cenderung menghindarinya.
5) Umat Islam memiliki banyak ormas, baik besar maupun
kecil, di mana keberadaan mereka merupakan aset yang
sangat berharga bagi pengembangan ekonomi umat. Sa-
yangnya, ormas-ormas Islam ini belum memanfaatkan
dana-dana pinjaman dari bank-bank syariah yang
menyediakan dana Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil
(UMK).
6) Berkembangnya paham keagamaan transnasional---Salafi,
Hizbut Tahrir, Ikhawanul Muslimin, Syiah, dan Jamaah
Tabligh---perlu mendapat perhatian.
33. 23
b. Gubernur Jawa Timur
1) Pluralitas merupakan sunnatullah, sehingga pengembang-
an wawasan multikultural sebagai pandangan yang lahir
dari kenyataan keanekaan ciptaan Allah adalah kebutuhan
bagi bangsa Indonesia.
2) Pengingkaran atas kenyataan pluralitas dalam keanekaan
budaya akan melahirkan pandangan yang sempit dan
eksklusif sangat potensial melahirkan konflik dan perten-
tangan yang akan merugikan diri sendiri.
3) Provinsi Jawa Timur masih dihadapkan pada berbagai
persoalan sosial budaya, seperti masih rendahnya strata
ekonomi masyarakat dan pendidikan. Dengan rendahnya
kualitas ekonomi dan pendidikan, membawa dampak
pada rendahnya kualitas kesehatan. Rendahnya kualitas
SDM berdampak pada rendahnya daya saing dengan
bangsa lain, khususnya di bidang ketenagakerjaan.
4) Mengharapkan ormas-ormas Islam di Jawa Timur ikut
berperan serta aktif dalam peningkatan kualitas sumber
daya manusia umat Islam.
Paparan Narasumber
Sessi I
Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar
Ditilik dari aspek sejarah, pertumbuhan dan
perkembangan ormas Islam, seperti Sarekat Dagang Islam
(SDI) tahun 1905, Muhammadiyah (1912), dan Nahdlatul
Ulama (1926), pada mulanya berkaitan dengan upaya
pemberdayaan ekonomi umat. Mereka tidak hanya fokus
pada dakwah, pendidikan dan sosial, tetapi juga menyentuh
pada persoalan-persoalan ekonomi. Sehingga tidaklah
34. 24
mengherankan jika ormas Islam masa lalu cukup berwibawa
karena kemandirian yang mereka miliki.
Sekarang ini telah terjadi pergeseran yang signifikan di
kalangan ormas Islam. Semangat kewirausahaan ormas-ormas
Islam mengalami degradasi. Ini ditandai dengan kurangnya
kiprah ormas Islam dalam lapangan ekonomi. Ada kesan,
ormas Islam terjebak pada lapangan politik praktis dan
kurang memperhatikan aspek ekonomi tersebut. Akibat lebih
lanjut adalah kehidupan ekonomi umat yang merupakan
warga ormas-ormas Islam tersebut kurang mendapatkan
perhatian. Sampai di sini ormas Islam gagal memainkan
peranannya meningkatkan kesejahteraan anggota dan umat
Islam pada umumnya.
Kenyataan demikian memaksa untuk mengakhiri
kurangnya perhatian ormas Islam terhadap peningkatan
kesejahteraan umat. Ormas Islam perlu kembali ke khittah
perjuangan ketika organisasi tersebut didirikan pada
mulanya. Untuk itu, agenda-agenda strategis pemberdayaan
ekonomi umat perlu dirancang kembali.
Islam sarat dengan ajaran yang mementingkan
keseimbangan antara dimensi ritual dan sosial (muamalah).
Aspek muamalah cukup banyak, tetapi tampaknya aspek
ekonomi kurang mendapat perhatian.
Prof. Dr. H. Utang Ranuwijaya, MA
Ukhuwah berarti mengikatkan diri antarindividu atau
kelompok dengan ikatan layaknya saudara sedarah, yang di
dalamnya ada suasana kebersamaan, toleransi, tenggang rasa,
saling membantu dan menyayangi.
Pada saat ini ukhuwah di kalangan umat Islam tengah
mendapat tantangan, dan dalam banyak kasus mengarah
pada disintegrasi umat yang diakibatkan oleh: (1) faktor
35. 25
politik; (2) perbedaan organisasi keagamaan dan aliran atau
madzhab fikih yang dianut; (3) perbedaan suku dan ras
dengan karakter dan kultur lokal masing-masing; (4)
berkembangnya egoisme dan fanatisme kesukuan, kelompok
dan organisasi; dan (5) sikap menistakan pihak lain di luar
komunitasnya.
Dalam rangka menangani persoalan ikhtilaf dalam soal-
soal keagamaan, MUI bersama para ulama dari berbagai
penjuru tanah air melalui Ijtima` Ulama tahun 2006 dengan
bijak menyepakati dua hal pokok, yaitu disebut dengan
taswiyatul manhaj (penyamaan pola pikir dalam masalah
keagamaan) dan tansiqul harakah (koordinasi dan sinkronisasi
langkah strategis dalam gerakan keagamaan).
b. Sessi II
Pada sessi II Narasumber Ir. Musthafa Zuhad Mughni,
Dra. Nelly Asnifati, dan Dr. H. Amiur Nuruddin, MA. Mereka
secara umum menekankan tentang pentingnya etos kerja,
strategi pemberdayaan ekonomi, dan pengembangan sumber
daya manusia.
Simpulan Hasil Dialog
Dalam upaya pengembangan usaha ekonomi, umat
Islam masih dihadapkan pada kendala permodalan dan
keterampilan. Untuk itu, diperlukan upaya bersama untuk
membuka akses yang lebih besar pada lembaga-lembaga
keuangan syariah dan pemberian keterampilan wirausaha
yang bekerjasama dengan pemerintah, pihak perbankan atau
pihak swasta yang lain. Diperlukan struktur yang jelas dalam
pembinaan pemberdayaan ekonomi umat mulai dari tingkat
pusat, wilayah hingga daerah.
36. 26
Sambutan dan Dialog Tingkat Kabupaten
1. Sambutan
Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan
1) Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara
Pimpinan Agama Pusat dan Daerah Intern Agama Islam
dianggap penting sebagai wahana untuk terus meningkat-
kan dan mengembangkan wawasan multikultural di
kalangan pemuka agama baik pusat maupun daerah
dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama.
2) Tujuan kegiatan adalah untuk memperlancar komunikasi,
menumbuhkan saling pengertian, saling menghargai, dan
mempercayai antarpemuka agama Islam pusat dan dae-
rah, serta menginventarisasi persoalan-persoalan lokal
yang dapat mendukung kerukunan dan ketidakrukunan
intern umat Islam serta menyatukan visi dan misi bersama
bagi peningkatan kerjasama nyata dalam menanggulangi
kemiskinan dan kebodohan.
3) Fenomena kemiskinan pada sebagian besar umat Islam di
Indonesia masih terlihat dengan jelas. Faktor fisik mereka
hampir merupakan satu-satunya modal untuk dihargai
sebagai human capital. Massa miskin menjadi sangat
bergantung pada “budi baik” pengusaha dan pemilik
modal.
4) Tingkat pendidikan umat Islam sebagian besar masih
rendah. Orientasi pekerjaan diarahkan untuk menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS), bukan untuk menjadi
wiraswastawan. Sebab, sebagian mereka melihat
entrepreneurship mempunyai risiko kerugian, sehingga
mereka cenderung menghindarinya.
37. 27
5) Umat Islam memiliki banyak ormas, baik besar maupun
kecil, di mana keberadaan mereka merupakan aset yang
sangat berharga bagi pengembangan ekonomi umat. Sa-
yangnya, ormas-ormas Islam ini belum memanfaatkan
dana-dana pinjaman dari bank-bank syariah yang
menyediakan dana Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil
(UMK).
6) Berkembangnya paham keagamaan transnasional---Salafi,
Hizbut Tahrir, Ikhawanul Muslimin, Syiah, dan Jamaah
Tabligh---perlu mendapat perhatian.
Bupati Pasuruan
1) Mengharapkan agar Dialog Pengembangan Wawasan
Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern
Agama Islam di Kabupaten Pasuruan dapat menghasilkan
rumusan-rumusan yang dapat dijadikan bekal dalam
hidup berbangsa dan bermasyarakat. Dialog ini juga
diharapkan dapat menambah wawasan umat Islam untuk
lebih terbuka dalam menyikapi multikulturalisme
masyarakat Jawa Timur.
2) Melalui dialog diharapkan akan menjadi motivator bagi
umat Islam untuk lebih terbuka dalam menyampaikan
aspirasi dan sumbang saran dalam membangun negara
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3) Meningkatkan terus kegiatan yang dapat menambah
wawasan umat Islam dalam menjalankan progam nasional
maupun program daerah yang pada hakikatnya untuk
kepentingan kesejahteraan masyarakat.
4) Mempererat silaturahim di antara umat Islam agar tercipta
hubungan yang harmonis dalam membangun masyarakat
khususnya di Kabupaten Pasuruan.
38. 28
Paparan Narasumber
a. Sessi I
Prof. H. Abd. Rahman Mas`ud, Ph.D
Dalam pelaksanaan ajaran Islam sering terjadi
ketidakseimbangan dalam pelaksanaan ajaran hablum minal
Allah dan hablum min-alnas. Akibatnya, umat Islam cenderung
mementingkan aspek ritual dari sosial (muamalah).
Karakteristik Sunni adalah: (1) tidak melawan
pemerintah; (2) persatuan dan kesatuan sangat penting; (3)
teguh dan kokoh memegang kelompok (jamaah); (4)
wasathiyah (moderasi); dan (5) menampilkan komunitas
normatif (teguh memegang syariah).
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama pada Tahun 2008 telah melakukan
penelitian tentang Hubungan Pemahaman Keagamaan dan Etos
Kerja Ekonomi Masyarakat Islam. Di antara kesimpulan dan
rekomendasinya ialah dalam Islam terdapat nilai-nilai dan etos
kerja ekonomi secara normatif, seperti “bekerja keras merupa-
kan panggilan keimanan dan sekaligus ibadah”. Tujuannya,
agar terwujud kesejahteraan individu dan masyarakat lahir dan
batin, dunia dan akhirat.
Pemahaman masyarakat Islam dalam aspek ekonomi dan
ibadah sosial secara umum dapat memberikan motivasi dan
dukungan pada etos kerja ekonomi yang tinggi. Motivasi dan
dukungan tersebut tampak lebih besar di perkotaan yang
berprofesi di bidang perdagangan dibandingkan di pedesaan
yang umumnya berprofesi di bidang pertanian.
39. 29
Prof. Dr. H. Utang Ranuwijaya, MA
Ukhuwah berarti mengikatkan diri antarindividu atau
kelompok dengan ikatan layaknya saudara sedarah, yang di
dalamnya ada suasana kebersamaan, toleransi, tenggang rasa,
saling membantu dan menyayangi.
Pada saat ini ukhuwah di kalangan umat Islam tengah
mendapat tantangan, dan dalam banyak kasus mengarah
pada disintegrasi umat yang diakibatkan oleh: (1) faktor
politik; (2) perbedaan organisasi keagamaan dan aliran atau
madzhab fikih yang dianut; (3) perbedaan suku dan ras
dengan karakter dan kultur lokal masing-masing; (4) egoisme
dan fanatisme kesukuan, kelompok dan organisasi; dan (5)
sikap menistakan pihak lain di luar komunitasnya.
Dalam rangka menangani persoalan ikhtilaf dalam soal-
soal keagamaan, MUI bersama para ulama dari berbagai
penjuru tanah air melalui Ijtima` Ulama tahun 2006 dengan
bijak menyepakati dua hal pokok, yaitu disebut dengan
taswiyatul manhaj (penyamaan pola pikir dalam masalah
keagamaan) dan tansiqul harakah (koordinasi dan sinkronisasi
langkah strategis dalam gerakan keagamaan).
b. Sessi II
Pada sessi II tampil narasumber Ir. Musthafa Zuhad
Mughni, Dra. Nelly Asnifati, dan Dr. H. Amiur Nuruddin,
MA. Mereka secara umum menekankan pentingnya etos kerja,
strategi pemberdayaan ekonomi, dan pengembangan sumber
daya manusia.
Simpulan Hasil Dialog
Dalam upaya pengembangan usaha ekonomi, umat
Islam masih dihadapkan pada kendala permodalan dan
40. 30
keterampilan. Untuk itu, diperlukan upaya bersama untuk
membuka akses yang lebih besar pada lembaga-lembaga
keuangan syariah dan pemberian keterampilan wirausaha
yang bekerjasama dengan pemerintah, pihak perbankan atau
pihak swasta yang lain.
Analisis
Potensi Masjid
1) Ada dua kategori masjid yakni masjid yang berfungsi
sebagai pelayanan umat (public service) dan masjid yang
telah mampu mengembangkan potensi jamaah dalam
bidang pendidikan dan pemberdayaan ekonomi umat.
2) Dari 10 masjid yang dikunjungi, ada 6 masjid yang masih
perlu dikembangkan potensi ekonominya yang terdiri atas
modal, manajemen dan pasar, dan 4 masjid perlu
pembangunan institusi yang mencakup modal dan
pendampingan.
3) Di Pasuruan telah dikembangkan fikih masjid yang
membahas tentang perlu adanya nadzir baik oleh
organisasi, yayasan maupun perorangan. Selain itu juga
telah dikembangkan peta dakwah yang membagi
masyarakat Pasuruan menjadi tiga kategori, yaitu abangan
(daerah pegunungan), santri (daerah pesisir), dan
campuran (daerah pertanian).
Potensi Konflik
1. Para pendatang banyak yang tidak bisa mengikuti
kebiasaan masyarakat setempat. Para pendatang
mempunyai semangat bersaing yang tinggi sehingga
dapat menimbulkan persaingan bagi warga setempat.
41. 31
2. Tradisi penghormatan terhadap ulama yang berlebihan di
sebagian masyarakat dapat menimbulkan sikap fanatisme.
3. Tumbuh dan berkembang paham dan gerakan keagamaan
yang cenderung mengabaikan kultur masyarakat Jawa
Timur yang tasamuh (toleran), dan tawasuth (moderat),
ta`awun (kerjasama, kooperatif).
Potensi Kerukunan
1) Semangat ukhuwah Islamiyah tumbuh dan berkembang di
kalangan ormas dan masyarakat Islam.
2) Pengaruh ulama/kiyai masih sangat kuat sebagai uswatun
hasanah bagi masyarakat dalam mengembangkan budaya
damai dan penggerak aktivitas ekonomi.
3) Kegiatan pemberdayaan ekonomi dan sosial yang
dilaksanakan di masjid-masjid merupakan aktivitas amat
positif baik dalam rangka ukhuwah Islamiyah maupun
pembangunan masyarakat secara umum.
Analisis Pendukung Pemberdayaan Ekonomi Umat
1) Masjid-masjid yang dikunjungi kebanyakan lokasinya
mempunyai nilai ekonomis strategis.
2) Sudah tumbuh kesadaran pentingnya membangun
ekonomi umat berbasis masjid.
3) Sudah ada beberapa masjid yang melakukan
pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dapat dijadikan
sebagai pilot project bagi kegiatan sejenis di tempat lain.
Analisis Penghambat Pemberdayaan Ekonomi Umat
1) Masih ada pengurus masjid yang memiliki pandangan
bahwa masjid hanya sebagai pusat ibadah ritual dan
mengabaikan fungsi masjid sebagai pusat pemberdayaan
ekonomi umat.
42. 32
2) Pengurus masjid kekurangan sumber daya manusia yang
mempunyai wawasan dan pengalaman praktis
kewirausahaan.
3) Pengurus masjid kurang memperoleh informasi untuk
mengakses sumber-sumber permodalan dan pemasaran.
Rekomendasi
1. Perlu pengembangan pemahaman dan wawasan peran
dan fungsi masjid sebagai pusat pelayanan umat (public
service) dan pengembangan potensi jamaah dalam bidang
pendidikan dan ekonomi.
2. Perlu monitoring terhadap masjid-masjid yang sudah
dikunjungi oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan.
3. Untuk kegiatan sejenis berikutnya agar lebih tepat sasaran
perlu dilakukan survei untuk menentukan masjid yang
memenuhi kriteria untuk dikunjungi.
4. Fikih masjid dan pemetaan dakwah sebagaimana yang
telah dilakukan di Pasuruan diharapkan dapat dijadikan
model bagi masjid-masjid di wilayah lain.
5. Perlu pengembangan pemahaman dan wawasan adabul
ikhtilaf di kalangan pengurus masjid dan ormas Islam oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI).
6. Perlu terus dikembangkan semangat ukhuwah Islamiyah
di kalangan ormas dan masyarakat Islam melalui kegiatan
Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara
Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam.
7. Perlu ditumbuh-kembangkan paham dan gerakan
keagamaan yang tasamuh (toleran), tawasuth (moderat),
dan ta`awun (kerjasama, kooperatif).
43. 33
BAB III
DIALOG PENGEMBANGAN WAWASAN
MULTIKULTURAL ANTARA PIMPINAN PUSAT DAN
DAERAH INTERN AGAMA ISLAM DI PROVINSI
SULAWESI SELATAN
1. Gambaran Daerah Kegiatan
nformasi mengenai situasi dan kondisi kerukunan
intern umat Islam di daerah penelitian diperoleh
melalui pengamatan, telaah dokumen-tasi serta
wawancara dengan para tokoh/ormas-ormas Islam dan
pejabat pemerintahan. Di antaranya Kepala Kementerian
Agama Kabupaten Sidrap, pengurus-pengurus masjid
dibawah binaan ormas-ormas keagamaan seperti NU,
Muhammadiyah, Darud Dakwah Wal-Irsyad dan MUI, serta
para jamaah masjid dan ibu-ibu pengurus majelis taklim.
Kota Makassar tercatat dengan luas wilayah 175,77 Km²
secara administratif terbagi atas 14 (empat belas) kecamatan,
143 kelurahan, 936 Rukun Warga (RW) dan 4.580 Rukun
Tetangga (RT). Kota Makassar berbatasan: sebelah utara
dengan Kabupaten Maros, sebelah timur Kabupaten Maros,
sebelah selatan Kabupaten Gowa dan sebelah barat adalah
Selat Makassar.
Penduduk kota Makassar tahun 2008 tercatat sebanyak
1.253.656 jiwa, terdiri dari 610.304 laki-laki dan 652.352
perempuan. Matapencaharian utama terdiri dari petani,
nelayan, guru, jasa dan pegawai negeri dan swasta. Meskipun
penduduk kota Makassar terdiri dari multi etnis dan agama,
I
44. 34
namun tingkat kerukunan cukup kondusif. Penduduk kota
Makassar sebagaimana halnya daerah lain sangat heterogen
dalam agama. Semua agama besar yang ada di Indonesia
terdapat di Kota Makassar yaitu: Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Buddha dan Khonghucu. Sarana rumah ibadah cukup
tersedia, baik yang dibangun oleh pemerintah maupun
swadaya masyarakat.
Pangkajene adalah ibukota Kabupaten Sidenreng
Rappang (Sidrap). Luas Kabupaten Sidrap mencapai 1.883,25
Km², terbagi dalam 11 kecamatan dan 103 desa/kelurahan.
Batas daerah ialah dengan Kabupaten Pinrang dan Kabupaten
Enrekang di sebelah utara, Kabupaten Luwu dan Kabupaten
Wajo di sebelah timur, Kabupaten Barru dan Kabupaten
Soppeng di sebelah selatan serta batas sebelah barat adalah
masing-masing Kabupaten Pinrang dan Kota Pare.
Sidrap ialah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi
Selatan, terletak sekitar 183 Km di sebelah utara Kota
Makassar (Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan).
Penduduk Kabupaten Sidrap pada tahun 2003 berjumlah
241.638 jiwa yang tersebar di 11 kecamatan, terdiri dari
115.364 laki-laki dan 126.274 perempuan. Penduduk
berdasarkan agama di Kabupaten Sidrap terdiri dari Islam
242.207 jiwa, Protestan 244 jiwa, Katolik 22 jiwa, Hindu 16.490
jiwa. Jumlah keseluruhannya 258.989 jiwa. Data rumah ibadat
tercatat 890 buah, terdiri dari: 369 masjid, 20 mushalla, dan
sebuah langgar. Jamaah masjid yang ada di Kabupaten Sidrap
maupun di Kota Makassar, pada umumnya berlatabelakang
pendidikan sangat bervariasi, mulai dari tingkat SD sampai
S3.
Sarana dan prasarana keagamaan cukup tersedia. Sarana
pendidikan mulai tingkat anak-anak sampai kelompok
dewasa. Pembinaan majelis taklim, dan TPA/-TPQ
45. 35
mengajarkan pengetahuan keagamaan, terutama tata cara
salat fardlu, salat sunnat, puasa, zakat, infaq dan sadaqoh. Di
samping itu juga diajarkan tata cara berwudlu, praktik salat
dan bacaan doa harian.
Penduduk Sidrap mayoritas beragama Islam, dan suku
terbesar ialah Bugis. Namun, di antara sebagian penduduk
asli yang bersuku Bugis terdapat penganut kepercayaan
Hindu Tolotang di Amparita. Kehidupan keagamaan baik di
Kabupaten Sidrap maupun di Kota Makassar tampak
semarak, dengan banyaknya majelis taklim dan kelompok
pengajian.
Sesuai agenda peserta dialog pusat mengunjungi 12
masjid. 5 masjid di Kabupaten Sidrap dan 7 masjid di Kota
Makssar. Dari segi fisik, semua masjid tersebut permanen,
hanya terdapat beberapa masjid sedang direnovasi. Gambaran
singkat dari masjid tersebut sebagai berikut:;
Masjid di Kabupaten Sidrap
Masjid Nurul Ma’arif. Masjid ini didirikan pada tahun
1925, di atas tanah wakaf seluas 25x 23 meter. Dan
pembangunan masjid ini, selain dari swadaya masyarakat
juga bantuan Pemda. Masjid ini dikelola oleh Darud Dakwah
Wal-Irsyad (DDI), dipimpin oleh H. Lansyang.
Latar belakang pendidikan jamaah bervariasi dari mulai
tingkat SD sampai dengan Sekolah Lanjutan Atas. Mata-
pencaharian utama ialah petani padi, guru, dan jasa.
Kegiatan masjid, selain peribatan juga tempat
diselenggarakan peringatan hari-hari besar Islam. Kegiatan
pengajian oleh kaum ibu, bapak dan remaja serta majelis
taklim. Jumlah jamaah berkisar antara 50-80 orang.
46. 36
Dari segi potensi ekonomi, Masjid Nurul Ma’arif
membuat usaha pandai besi yakni pembuatan golok, pisau
dan parang. Selain itu juga mengembangkan usaha sewa
kursi, dan alat pemandian jenazah. Modal awal berasal dari
kas masjid, selanjutnya dari penyewaan kursi yang saat ini
berjumlah 50 buah.
Masjid Arrahmah Amparita. Masjid ini didirikan pada
tahun 1937 di atas tanah wakaf dengan ukuran panjang 41
meter dan lebar 38 meter. Luas bangunan 29 x 27 meter.
Masjid didirikan atas inisiatif Raja Arung Amparita (Andi
Sulolipu) dengan dana pembangunan swadaya masyarakat
dan bantuan pemerintah.
Kondisi fisik masjid banguan permanen, dengan lahan
parkir dan tempat wudhu yang memadai. Masjid ini telah
lama berdiri, dengan penganut agama di sekitarnya mayoritas
agama Hindu Tolotang. Latar belakang pendidikan
jamaahnya bervariasi dari mulai SD sampai sarjana.
Matapencaharian jamaah umumnya PNS, petani, pedagang,
dan jasa.
Masjid Raya Pangkajene Islamic Center
Letak masjid dipusat pemukiman penduduk kota.
Matapencaharian jamaah meliputi: pensiunan PNS, guru,
pedagang dan jasa.
Masjid Raya Pangkajene ini diketuai oleh Drs. H.
Hasanuddin S.M.Si. Kegiatannya selain tempat peribadatan
juga peringatan hari-hari besar Islam, pengajian ibu-ibu
majelis taklim, jamaah bapak-bapak dan remaja, serta
pengajian TPA. Dalam usaha ekonomi, pengurus masjid
menyelenggarakan penyewaan ambulance dan jasa
pemandian jenazah.
47. 37
Masjid Al-Manar Arateng
Masjid ini didirikan pada tahun 1925 di Desa Amparita,
di atas lahan tanah wakaf 27,5 x 40 meter. Semula masjid
diberi nama Masjid Langkara yang dibangun dari tiang kayu
jati, dinding papan, atap seng, lantai menggunakan tikar daun
lontar. Setelah beberapa kali renovasi luas banguanan menjadi
15 x 15 meter. Kondisi fisik masjid permanen.
Latar belakang pendidikan jamaah bervariasi dari SD
sampai Sekolah Lanjutan Atas. Matapencaharian jamaah
umumnya petani, jasa dan pedagang. Masjid yang dipimpin
oleh M. Akib Ali selain menyelenggarakan ibadah juga
mengadakan peringatan hari-hari besar Islam, kegiatan
pengajian majelis taklim bapak dan remaja serta pengajian
TPA. Usaha ekonomi belum berkembang, tetapi telah dirintis
dalam bentuk penyediaan bahan sembako bagi jamaah, dan
menyewakan peralatan pesta perkawinan.
Masjid Al-Anshor Bacu-Bacue Pukkota.
Masjid ini didirikan pada tanggal 1 Januari 2008 di Bacu
Bacue, di atas tanah wakaf seluas 24 x 35 meter. Kondisi fisik
masjid cukup permanen, sekalipun masih dalam tahap
pembangunan. Latar belakang pendidikan jamaah bervariasi
dari SD sampai Sekolah Lanjutan Atas. Matapencaharian
jamaah umumnya petani, dan jasa.
Masjid Al-Anshor yang diketuai oleh Ustadz Abu Bakar
ini, selain menyelenggarakan kegiatan peribadatan,
peringatan hari-hari besar Islam, juga mengadakan kegiatan
pengajian majelis taklim bapak dan remaja serta pengajian
TPA. Dalam usaha ekonomi, masjid ini menyelenggarakan
usaha jual beli kayu bekas, yang telah berlangsung selama 10
tahun belakangan ini.
48. 38
Masjid di Kota Makassar
Masjid Nurul Yaqin Pa’baeng-baeng.
Masjid ini dibangun semi permanen di atas lahan milik
Satuan Resimen Mobile X (Brimob) dengan ukuran 10 x 20
meter. Atas prakarsa oleh Kapten Pol Moeh. Sjoekoer
bekerjasama para tokoh masyarakat masjid ini didirikan.
Kondisi fisik masjid permanen.
Latar belakang pendidikan jamaah masjid ini bervariasi
dari SD, Sekolah Lanjutan Atas dan ada pula yang sampai
Perguruan Tinggi. Matapencaharian umumnya pedagang,
karyawan dan pensiunan dari berbagai instansi pemerintah
dan swasta. Rumah tinggal jamaah umumnya berada disekitar
masjid dan sebagian lainnya jauh dari masjid dengan kondisi
lingkungan kota yang ramai dan dekat pasar.
Pembina masjid Nurul Yaqin adalah Letkol Purn. Pol.H.
Moeh. Sjoekoer dengan kegiatan selain peribatan juga
peringatan hari-hari besar Islam, dan kegiatan pengajian
majelis taklim bapak, remaja dan pengajian TPA.
Kegiatan dalam bidang usaha ekonomi ialah penyediaan
WC Umum. Penghasilan perbulan mencapai 2 juta rupiah.
Sedangkan usaha jasa wartel terhenti, karena banyak oranfg
yang memiliki Handphone (HP).
Masjid Ridha Muhammadiyah Tamalote
Masjid ini didirikan pada tahun 1982, di atas tanah
wakaf Baso Lawa (mantan sekretaris Muhammadiyah Kota
Makassar). Latar belakang pendidikan jamaah bervariasi dari
SD sampai perguruan Tinggi. Matapencaharian jamaah
umumnya pedagang, karyawan dan pensiunan dari berbagai
instansi, seperti PU, TNI, dan pensiunan Kementerian
Pendidikan Nasional.
49. 39
Pembina masjid ini H. Abd. Razak Muh. Thahir.
Kegiatan masjid, selain peribatan juga peringatan hari-hari
besar Islam, dan serta pengajian TPA. Kegiatan di bidang
usaha ekonomi ialah mendirikan Baituttamwil
Muhammadiyah (BTM) dengan modal awal 10 juta. BTM ini
bergerak dalam penyediaan modal usaha bagi jamaah yang
ingin mengembangkan usahanya, seperti pedagang sayuran,
dan kue-kue.
Masjid Ihyaul Jamaah Lembo
Masjid ini didirikan tahun 1958 telah direnovasi pada
tahun 1984. Kondisi fisik masjid permanen. Masjid yang
diketuai oleh H. Hasrullah, selain menyelenggarakan kegiatan
peribadatan juga peringatan hari-hari besar Islam juga
kegiatan pengajian ibu-ibu majelis taklim serta pengajian TPA.
Kegiatan lainnya berupa majelis taklim kaum ibu yang
berjumlah antara 20 sampai 30 orang. Kegiatan masjid dalam
usaha ekonomi baru sebatas wacana.
Masjid Nurul Ilham
Masjid ini didirikan pada tahun 1981, terletak di Lette
Rajawali, berawal dari mushalla. Sejak tahun 1988 mulai
dibangun permanen, dua lantai. Pada tahun 1995 ditingkatkan
menjadi masjid. Kondisi fisik masjid permanen.
Latar belakang pendidikan jamaah bervariasi dari
tingkat SD sampai Perguruan Tinggi. Matapencaharian
jamaah umumnya pedagang kue/lauk pauk di kaki lima,
karyawan, jasa, dan guru. Pengurus masjid yang diketuai
Kasim Razak ini, selain kegiatan peribadatan juga di bidang
pendidikan seperti pesantren kilat, dan kegiatan hari-hari
besar Islam, pengajian majelis taklim ibu-ibu tiap minggu dan
bulanan, serta pengajian TPA.
50. 40
Kegiatan usaha ekonomi adalah koperasi simpan pinjam,
terutama bagi anggota majelis taklim yang jumlahnya
mencapai 75 orang. Setiap jamaah diharuskan menabung
secara rutin tiap minggu Rp.10.000,-. Jamaah dapat meminjam
sebesar Rp. 500.000,- Pengembaliannya diangsur sebanyak 10
kali.
Masjid Darul Hijrah
Masjid ini dibangun permanen. Terletak di Rajawali.
Tersedia ruang aula yang biasa dimanfaatkan jamaah untuk
latihan/pertandingan bulu tangkis. Dan juga disewakan
untuk pesta pernikahan. Kegiatan masjid ini masih sebatas
dalam peribadatan. Kegiatan usaha ekonomi belum ada.
Sebagian jamaah masjid ini berpendapat fungsi masjid adalah
khusus untuk ibadah.
Masjid Manaratul Musaffir
Masjid ini terletak di Rajawali. Kegiatan di masjid ini
selain peribadatan juga peringatan hari-hari besar Islam dan
pengajian ibu-ibu majelis taklim serta pengajian TPA. Di
masjid ini tidak terdapat kegiatan pemberdayaan jamaah
dalam usaha ekonomi, denga alasan masjid berfungsi untuk
ibadah.
Masjid Al-Jihad
Masjid ini didirikan pada tahun 1998 di Perumahan
Delta, Sudiang, di atas tanah 7 x 7 meter. Masjid diketuai oleh
Hidayat Palaloi, SE, MM. Kegiatan di masjid ini selain
peribadatan juga peringatan hari-hari besar Islam, pengajian
ibu-ibu majelis taklim, forum mubaligh, yasinan bagi kaum
bapak dan ibu. Belum ada kerja sama dengan masjid lain
dalam kegaiatan keagamaan dan sosial keagamaan lainnya.
51. 41
Masjid ini telah membentuk Lembaga Pemberdayaan
Ekonomi Umat (LPEM) yang diketuai oleh Drs. Abd Muis.
Usaha yang telah dikembangkan ialah membuat kue-kue
tradisional dan penyewaan kursi.
Kerukunan Intern
Kabupaten Sidrap dikenal sebagai lumbung padi
Nusantara, karena itu matapencaharian utama penduduknya
adalah petani padi. Suku yang dominan ialah Bugis, dan
mayoritas beragama Islam. Namun di Desa Amparita
mayoritas pemeluk agama Hindu Tolotang.
Kerukunan intern umat Islam di Sulawesi Selatan
tergolong kondusif. Masyarakat berpegang pada kearifan
lokal yang merupakan warisan para leluhur. Perbedaan
paham keagamaan disikapi penuh tasamuh. Misalnya, dalam
shalat tarawih dapat terjadi dua paham. Bagi yang menganut
paham 11 rakaat (8 rakaat tarawih dan 3 witir) shalat tarawih
diberi kesempatan lebih dahulu untuk menyelesaikannya,
sedangkan yang shalat tarawih 20 rakaat melanjutkannya.
Selanjutnya bersama-sama menyelesaikan witirnya.
Masyarakat Bugis yang bermukim di Kabupaten Sidrap
dalam interaksi sosial antar kelompok muslim lainnya berjalan
lancar, saling kerjasama sekalipun terdapat perbedaan dalam
masalah khilafiah. Hal ini sudah terbiasa dan tidak
menjadikan konflik, seperti halnya pelaksanaan salat tarawih
yang diatur sedemikian rupa.
Peranserta masyarakat, tokoh agama dan para pejabat
pmerintah dalam membina dan membangun masjid
merupakan suatu simbol pemersatu yang senantiasa berupaya
memelihara suasana yang telah terjalin dengan rukun.
Kerjasama terjalin antartokoh agama, tokoh masyarakat dan
52. 42
pemerintah untuk melakukan dialog dan mengantisipasi
trjadinya konflik horizontal.
Kerukunan intern umat Islam di kota Makassar dan
Kabupaten Sidrap adalah cukup kondusif. Apalagi dengan
terbentuknya wadah Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB) semakin intens pada upaya peningkatan pemahaman
nilai-nilai ajaran agama yang berwawasan multikultural, dan
pembinaan kerukunan melalui pemuda lintas agama dalam
pemahaman nilai-nilai keagamaan.
Masjid-masjid yang ada di Kabupaten Sidrap maupun
yang ada di kota Makassar umumnya tidak mengkotak-
kotakkan umat dalam soal ibadah. Masjid-masjid yang ada di
kabupaten Sidrap maupun di kota Makassar merangkul
semua umat, bahkan senantiasa menjalin kerjasama melalui
pengajian bergilir. Kerjasama antarmasjid tersebut terdapat
pula kegiatan budaya lomba seperti qasidah rabbana, lomba
adzan dan pertukaran kader mubaligh, pengajian safari dan
salat tarawih keliling.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dalam pemberdayaan ekonomi, kurang komunikasi
antara pengurus masjid dan jamaah dengan masyarakat..
Sementara kehidupan masyarakat makin berat, dengan
banyaknya penduduk miskin dan pengangguran, serta anak-
anak putus sekolah. Masjid hendaknya dapat mengambil
peran menjadi pendukung dalam pemberdayaan masyarakat
menghadapi masalah kemiskinan dan pengangguran..
Hubungan antara tokoh agama, tokoh masyarakat dan
pejabat pemerintahan terjalin dalam pemberdayaan ekonomi
umat. Upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk
53. 43
memelihara kerukunan intern umat Islam di Kabupaten
Sidrap dan Kota Makassar cukup kondusif. Tidak ada
perselisihan paham yang berdampak kepada konflik.
Langkah-langkah strategis dalam menanggulangi
kemiskinan dan kebodohan adalah melalui pengelolaan wakaf
produktif untuk pengembangan bisnis. Banyak areal masjid
belum diberdayakan secara optimal.
Faktor lokal yang tidak mendukung kerukunan intern
umat Islam adalah sikap eksklusif, baik dalam akidah maupun
ibadah. Sementara faktor yang dapat mendukung kerukunan
intern umat Islam adalah hubungan antara tokoh agama,
tokoh masyarakat dan pajabat pemerintahan terjalin dengan
baik dalam peningkatan pemberdayaan sosial dan ekonomi.
Saran
Pengurus masjid hendaknya menjalin komunikasi dan
koordinasi lebih intensif dengan berbagai komunitas Islam
dalam menciptakan kerjasama dalam memakmurkan masjid.
1. Sebaiknya pengelola masjid menjamin kesejahteraan
petugas kebersihan masjid, agar konsentrasi pada tugas
memelihara kebersihan masjid.
2. Hasil Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural
Antara Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam
di Provinsi Sulawesi Selatan
Pendahuluan
Sulawesi Selatan dengan ibukota Makassar terletak di
bagian Selatan Pulau Sulawesi yang luas wilayahnya
62.482,54 km2 (42%). Posisi wilayah ini cukup strategis sebagai
pusat pelayanan dan pengembangan masyarakat di Kawasan
Timur Indonesia (KTI), bahkan untuk skala internasional (BPS,
54. 44
2008). Penduduk yang mendiami wilayah ini pada tahun 2007
berjumlah 8.107.257 jiwa (data Kanwil Kemenag, 2008), yang
tersebar di 23 kabupaten/kota. Penduduk terdiri atas berbagai
suku bangsa (etnis). Etnis setempat berdasarkan urutan
terbanyak ialah Makassar, kemudian Bugis, Mandar dan
Toraja. Etnis pendatang antara Jawa, Madura, dan Tionghoa.
Mayoritas penduduk Sulawesi Selatan menganut agama
Islam. Perincian penganut agama yang tercatat pada Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan
sebanyak 8.107.257 jiwa, komposisinya: Islam 7.010.500 jiwa
(dari 86.68%), Kristen 820.000 jiwa (10.13 %), Katolik 175.753
jiwa (2.17%), Hindu 63.196 jiwa ( 0,02%), Buddha 16.276 jiwa (
0,20%), dan lainnya 1.532 jiwa (0,01%). Tiap agama memiliki
rumah ibadat. Semuanya tercatat 19.401 buah, dengan
perincian rumah ibadat Islam 12.108 buah (9.974 Masjid, 1.104
Langgar, 1.030 Mushalla), 411 Gereja Katolik, 1.975 Gereja
Kristen, 4.878 Pura dan 27 Wihara. Rohaniwan Islam terdaftar
20.424 orang, terdiri dari : 690 ulama, 7.333 muballigh, 9.573
khatib dan 2.826 Penyuluh Agama Islam.
Agama dikaitkan dengan etnis, Islam dianut oleh
mayoritas etnis Makassar, Bugis, dan Mandar. Kristen dianut
oleh sebagian besar etnis Toraja. Juga ada penganut
kepercayaan Alo’ To Dolo. Hindu Tolotang dianut oleh
sebagian orang Bugis yang terkonsentrasi di Kelurahan
Amparita, Kecamatan Tallu Limpo Kabupaten Sindenreng
Rappang (Sidrap) dengan populasi mencapai 60%, selebihnya
Islam. Namun, secara keseluruhan penduduk Sidrap adalah
mayoritas Islam (96%). Hubungan antar etnis yang berkaitan
dengan pemeluk agama di Sulawesi Selatan cukup rukun.
Tidak ada konflik yang mengganggu hubungan, baik intern
maupun antarumat beragama.
55. 45
Dari hasil pengamatan awal pada sepuluh masjid di
Kota Makassar dan Kabupaten Sidrap telah mulai
dikembangkan usaha pemberdayaan ekonomi umat. Hanya
saja dalam sistem pengelolaan, pendanaan dan
perkembangannya masih dalam tahap uji coba, dan umumnya
dalam kegiatan usaha yang terbatas. Jumlah masjid yang besar
merupakan institusi yang fungsional dalam pemenuhan
kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan fenomena kemajemukan latar belakang
keyakinan keagamaan, keragaman etnik, budaya dan
golongan sosial, serta kondisi pemberdayaan ekonomi
tersebut, maka relevan diadakan Dialog Pegembangan
Wawasan Multikultural Antara Pimpinan Pusat dan Daerah
Intern Agama Islam di Provinsi Sulawesi Selatan.
Tujuan, Tempat dan Peserta Dialog
Kegiatan Dialog ini bertujuan sebagaimana
dikemukakan pada Bab Pendahuluan. Dialog ini
diselenggarakan di dua wilayah, yaitu : di Kota Makassar
untuk tingkat provinsi pada tanggal 12-13 Oktober 2009; dan
di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) untuk tingkat
kabupaten/kota pada tanggal 14-15 Oktober 2009.
Dialog ini diikuti oleh pimpinan ormas tingkat pusat
sebanyak 29 orang, dan pimpinan ormas tingkat provinsi di
Kota Makassar dan Kabupaten Sidrap, masing-masing 60
orang. peserta dialog meliputi unsur:
1. Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tingkat Pusat,
Wilayah dan Daerah.
2. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Wilayah dan Cabang.
3. Pimpinan Pusat Muslimat NU, Wilayah dan Cabang.
56. 46
4. Pucuk Pimpinan Fatayat NU, Wilayah dan Cabang.
5. Pimpinan Pusat Aisyiyah, Wilayah dan Daerah.
6. Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dan Daerah.
7. Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS), Wilayah dan
Daerah.
8. Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Al-Irsyad dan
Daerah.
9. Pengurus Pusat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
(DDII), Wilayah dan Daerah.
10. Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI), Wilayah
dan Daerah.
11. Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (FPI).
12. Pengurus Besar Persatuan Tarbiyah Islamiyah.
13. Dewan Pimpinan Pusat Ittihadul Muballighin.
14. Pengurus Besar Mathlaul Anwar.
15. Pimpinan Darud Dakwah Wal Irsyad Islamiyah (DDII)
Sidrap.
16. H. Amiur Nuruddin (IAIN Sumatera Utara).
17. Pejabat Kementerian Agama pusat dan daerah, terdiri dari:
Kepala Badan Litbang dan Diklat, Kepala Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Kepala Bidang Bina Program
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Kepala Sub Direktorat
Keluarga Sakinah dan Pembinaan Syariah Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kepala Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan,
Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Makassar dan
Kabupaten Sidrap.
18. Peneliti pada Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama.
57. 47
Proses Dialog
Pelaksanaan Dialog dan silaturahim ini terbagi atas dua
kegiatan: Pertama, dialog dalam pertemuan pengembangan
wawasan multikultural dan pengembangan ekonomi umat.
Kedua, dialog dalam kunjungan silaturahim ke masjid-masjid
dalam rangka pemberdayaan ekonomi umat.
Pembukaan acara Dialog untuk tingkat provinsi di Kota
Makassar, bertempat di Hotel Horison pada tanggal 13
Oktober 2009. Acara dibuka secara resmi oleh Gubernur
Sulawesi Selatan yang diwakili oleh Asisten Bidang
Pemerintahan. Pembukaan acara Dialog tingkat
kabupaten/kota diselenggarakan di Kabupaten Sidrap pada
tanggal 14 Oktober 2009, bertempat di Aula Kantor Bupati
Sidrap. Dialog dibuka oleh Bupati Sidrap yang diwakili oleh
Sekertaris Daerah. Kepala Badan Litbang dan Diklat
Departemen Agama, Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar
menyampaikan Kata Sambutan pada kedua acara tersebut.
Setelah acara pembukaan, dilanjutkan pelaksanaan
dialog, masing-masing terdiri dari dua sesi. Sesi I, presentasi
makalah dari Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama (Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar), dengan judul
“Pemberdayaan Ormas Keagamaan dalam Kehidupan Sosial-
Ekonomi”, dan dari Ketua Komisi Pengkajian dan
Pengembangan MUI (Prof. Dr. Utang Ranuwijaya), dengan
judul “Ukhuwah Islamiyah, Ikhtilaf, dan Pengentasan
Kemiskinan”.
Dialog Sesi II dilanjutkan presentasi makalah dari Prof.
Dr. Amiur Nuruddin, MA (IAIN Sumatera Utara), dengan
judul “Merekat Hubungan Internal Lembaga Sosial
Keagamaan dalam meraih Kesejahteraan Sejati Melalui
58. 48
Penerapan Ekonomi Syariah”. Ir. H. Musthafa Zuhad Mughni
(NU) menyajikan makalah dengan judul “Peranan dan
Pengalaman Ormas Nahdlatul Ulama dalam Pemberdayaan
Ekonomi Umat”, dan Dra. Nelly Asnifati (Aisyiah) judul
“Peranan Muhammadiyah dalam Pemberdayaan Ekonomi
Umat”.
Pada dialog pengembangan multikultural, inti
makalahnya ialah pemantapan ukhuwah dan pemberdayaan
ekonomi.
Masjid yang dikunjungi sebanyak 10 buah, dan profil
singkat masing-masing masjid, sebagai berikut:
Masjid Ihyaul Jamaah.
Masjid ini terletak di Jl. Tinumbu Lr.165 A/259
Kelurahan Lembo Kecamatan Tallo, Kota Makassar yang
didirikan pada tahun 1958. Saat ini diketuai oleh H. Kanu
Surullah. Pada awalnya masjid ini ialah Surau atau Langgar
pindahan dari Kecamatan Ujung Tanah. Kemudian
ditingkatkan menjadi Masjid Lembo. Selanjutnya, nama
tersebut diganti dengan Ihyaul Jamaah. Masjid ini di bawah
binaan Ikatan Masjid Musholla Islamiyah Mujtahidah
(IMMIM) dan MUI.
Masjid ini merupakan warisan dari kalangan jamaah
Ahlussunnah wal Jamaah dan Nahdliyyin (NU) dalam
pelaksanaan ibadah konsisten pada keyakinan dan paham
masing-masing. Kegiatan mesjid ini, selain ibadah khusus,
juga terdapat pengajian dua mingguan, Majelis Taklim, dan
TPA Al-Ishlah. Masjid ini mendapat suntikan dana dari
Pemerintah Daerah, dan saat ini memiliki dana mencapai Rp
90.000.000,- Dalam bidang usaha, koperasi masjid ini antara
lain telah memproduksi meubel dan sirup markisa yang
dipasarkan di dalam dan di luar daerah Sulawesi Selatan.
59. 49
Masjid Nurul Ilham.
Masjid ini terletak di Jl. Rajawali I Lr.10/51 Lette
Kecamatan Mariso, Kota Makassar yang menempati area yang
dahulunya berupa laut, kemudian ditimbun dan dibangun
mushalla pada tahun 1981. Ketua masjid saat ini ialah Drs.
Djamaluddin Husein. Kegiatan-kegiatan masjid selain ibadah
mahdah, juga menyelenggarakan pendidikan TPA/TPQ,
Majelis Taklim Muthmainnah. Untuk menunjang kegiatan
usaha telah didirikan koperasi simpan-pinjam Masjid Nurul
Ilham Lette. Tiap menabung anggota tiap Minggu Rp 10.000,-
Anggota dapat meminjam antara Rp 500.000,- sampai dengan
Rp 1.000.000,- Pengembalian pinjaman selama sepuluh bulan
dengan sistem angsuran. Modal awal bersumber dari warga
masyarakat setempat dan bantuan Nahdlatul Ulama sebesar
Rp 3.000.000,-
Masjid Raya Pangkajene
Masjid ini terletak di Jl. A. Nuruddin No.1 Pangkajene,
Kabupaten Sidrap. Masjid ini didirikan pada tahun 1942.
Ketua Takmir masjid saat ini ialah Drs. H. Hasannuddin S,
M.Si. Masjid ini selain sebagai pusat peribadatan juga tempat
kegiatan sosial dan usaha ekonomi. Usahanya penyewaan
mobil jenazah. Melalui usaha ini telah menghimpun dana
sebesar Rp 47.000.000,-. Masjid Raya Pangkajene ini sedang
direnovasi. Lantai dasar direncanakan untuk usaha ekonomi.
Lantai dua untuk peribadatan. Lahan yang tersisa
direncanakan untuk pendidikan.
Masjid Al-Anshar Bacu-Bacue
Masjid ini terletak di Jl. Kampung Bacu-Bacue Kel.
Sidenreng Kecamatan Watang Sidenreng Kabupaten Sidrap.
Didirikan pada tanggal 10 Januari 2008, dan mulai resmi
digunakan pada 21 Agustus 2009. Pendirinya H. Guru Muh.
60. 50
Shaleh. Kegiatan masjid ini selain ibadah mahdah juga
menyelenggarakan Taman Pendidikan Al-Quran tingkat anak-
anak, remaja, dan pengajian rutin sekali seminggu. Bidang
usaha yang dilakukan ialah jual-beli kayu bekas bongkaran,
besi bekas, dan usaha sewa menyewa kursi.
Masjid Ar-Rahmah
Masjid ini beralamat di Jl. Andi Sulolipu Amparita
Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidrap. Didirikan pada
tahun 1932. Ketua masjid saat ini ialah H. Odang Kadir.
Kegiatan masjid, selain untuk ibadah mahdah, juga
menyelenggarakan majlis taklim, pengajian remaja, dan TPA.
Kegiatan dalam bidang usaha ekonomi ialah Koperasi Simpan
Pinjam dan Konsumsi dalam bentuk penyediaan barang-
barang kebutuhan sehari-hari. Tiap anggota yang meminjam
dari koperasi dikenakan biaya administrasi setiap bulan 1%.
Masjid Nurul Maarif
Masjid ini beralamat di Jl. Poros Soppeng, LK II
Kelurahan Pajalele Keamatan Tellu Limpo, Kabupaten Sidrap.
Didirikan pada tahun 1953. Ketua masjid saat ini ialah H.
Langsang. Kegiatan masjid selain ibadah mahdah, juga
menyelenggarakan Peringatan Hari Besar Islam, majelis
taklim, remaja masjid, dan TPA. Bidang usaha masjid yang
dikembangkan ialah bidang ekonomi, antara lain
menyewakan alat penyelenggaraan jenazah, pembuatan kursi,
dan penyewaan molen. Penyewaan molen dengan dana awal
sebesar Rp 1.000.000,- telah mencapai Rp 5.000.000,-. Usaha
lain ialah pengembangan industri kerajinan pandai besi.
Masjid Al-Manar
Masjid ini terletak di Kel. Arateng Kecamatan Tellu
Limpoe, Kabupaten Sidrap. Masjid ini didirikan pada tahun
1925. Ketua masjid saat ini ialah M. Akib Ali. Kegiatan mesjid
61. 51
selain ibadah mahdah, juga ada majelis taklim, pengajian
remaja, dan TPA. Masjid ini telah mendirikan Koperasi
Simpan Pinjam dan Pengadaan Barang Konsumsi. Kegiatan ini
menyediakan barang kebutuhan sehari-hari, dengan modal
awal pada tahun 2008 sebesar Rp. 1.000.000,-
Masjid Ridla
Masjid ini terletak di Jln. Tamalat I No. 62, Kota Makasar.
Didirikan pada tahun 1981. Pembina masjid saat ini ialah H.
Abd. Razak M. Thaher BA. Kegiatan masjid selain ibadah
mahdah juga menyelenggarakan majelis taklim, pengajian
remaja, TPA dan peringatan hari-hari besar Islam. Bidang
usaha telah terbentuk Baituttamwil Muhammadiyah (BTM) Al
Kautsar pada tanggal 15 Oktober 2009. BTM ini diketuai oleh
Drs. H. Ismail Nurdin Azrun. Sebagai lembaga keuangan
mikro, berupaya memberdayakan ekonomi umat, khususnya
di lingkungan jamaah Masjid Ridha dan umat Islam
umumnya. Modal awal BTM ini dari simpanan pokok khusus,
simpanan pokok dan simpanan wajib dari anggota pendiri
sebesar Rp. 10.000.000,-
Masjid Nurul Yakin
Masjid ini terletak di Pa’baeng-baeng, Kota Makassar.
Didirikan tahun 1963, terletak di depan pasar. Kegiatannya
selain ibadah mahdah juga menyelenggarakan majelis taklim,
pengajian anak-anak, remaja dan TPA. Kegiatan usaha adalah
penyediaan WC umum dan pendapatan rata-rata per-bulan
Rp. 2.500.000,-.
Masjid Al-Jihad
Masjid ini terletak di Perumahan Delta, Sudiang, Kota
Makassar. Didirikan pada tahun 1998. Ketua masjid saat ini
ialah Hidayat Palaloi, SE., MM. Kegiatan masjid selain ibadah
mahdah juga ada kegiatan majelis taklim, Forum Muballigh
62. 52
dan Kelompok Yasinan. Dalam bidang usaha telah terbentuk
lembaga Pemberdayaan Ekonomi Umat (LPEM) yang diketuai
Drs. Abdul Muis. Bentuk usaha jamaah masjid antara lain
membuat dan menjual kue tradisional, penyewaan kursi, dan
koperasi simpan pinjam.
Sambutan dan Paparan
a. Sambutan dan Pengarahan
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
1. Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara
Pimpinan Agama Pusat dan Daerah Intern Agama Islam
dianggap penting sebagai wahana untuk terus meningkat-
kan dan mengembangkan wawasan multikultural di
kalangan pemuka agama, baik pusat maupun daerah
dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama.
2. Tujuan kegiatan ini adalah memperlancar komunikasi,
menumbuhkan saling pengertian, saling menghargai, dan
mempercayai antara pemuka agama Islam pusat dan dae-
rah, serta menginventarisasi persoalan-persoalan lokal
yang dapat mendukung kerukunan dan ketidakrukunan
intern umat Islam, menyatukan visi dan misi bersama bagi
peningkatan kerjasama nyata dalam menanggulangi
kemiskinan dan keterbelakangan.
3. Fenomena kemiskinan pada sebagian umat Islam di
Indonesia masih terlihat jelas. Faktor fisik hampir
merupakan satu-satunya modal untuk dihargai sebagai
human capital. Masyarakat miskin menjadi sangat
bergantung pada “budi baik” pengusaha dan pemilik
modal.
4. Pendidikan umat Islam sebagian besar masih rendah.
Orientasi diarahkan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil
63. 53
(PNS), bukan untuk menjadi wiraswastawan. Sebab,
sebahagiannya melihat entrepreneurship memiliki resiko
kerugian, sehingga cenderung menghindarinya.
5. Umat Islam mendirikan banyak ormas, baik besar maupun
kecil. Keberadaannya merupakan aset yang sangat
berharga bagi pengembangan ekonomi umat. Sayangnya,
ormas-ormas Islam belum memanfaatkan dana-dana
pinjaman dari bank-bank syariah untuk pengembangan
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Gubernur Sulawesi Selatan
1. Pengembangan wawasan multikultural antara pimpinan
pusat dan daerah intern umat Islam merupakan langkah
penting, strategis, dan visioner dalam meningkatkan
kesadaran bagi setiap warga negara dalam memelihara
kerukunan, kebersamaan, dan rasa senasib
sepenanggungan.
2. Setiap komponen masyarakat hendaknya memahami dan
memiliki sikap mental dan semangat kebersamaan yang
senantiasa tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari,
berupa kecintaan pada tanah air dan kerelaan berkorban
untuk masyarakat, bangsa, dan negara.
3. Seluruh komponen masyarakat dituntut agar benar-benar
memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai
kebangsaan dengan penuh rasa tanggung jawab, sebagai
anak bangsa.
4. Kemajemukan bangsa sebagai rahmat Allah SWT harus
disyukuri, dengan cara menjunjung tinggi dan
menghormati kemajemukan. Semua suku, pemeluk
agama, ras dan golongan seharusnya bersinergi dan
senantiasa dalam ikatan solidaritas untuk memperkokoh
64. 54
integritas nasional, sebagai bagian dari ajaran agama dan
nilai luhur budaya bangsa.
Bupati Sidenreng Rappang
1. Kabupaten Sidrap berpenduduk 248.769 jiwa, yang
menganut tiga agama, yaitu; Islam, Kristen dan Hindu.
Mayoritas penganut Islam (239.224 jiwa atau 96,16%),
Kristen (476 jiwa atau 0,19%), dan Hindu (9.068 jiwa atau
4%).
2. Dialog wawasan multikultural ini menjadi sangat penting
dalam merajut dan memperkuat kerukunan umat
beragama dan berbangsa yang mantap dan akan mampu
membantu dan memelihara serta meningkatkan
kerukunan yang dinamis, dan lestari.
3. Kondisi kehidupan keagamaan di Kabupaten Sidrap saat
ini diwarnai oleh perbedaan-perbedaan dalam pemelukan
agama. Hidup berdampingan secara damai. Namun rentan
terhadap godaan kepentingan primordialisme dan
egosentrisme individu maupun kelompok.
4. Dialog diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran secara jernih dan tulus.
Paparan Narasumber
Sessi I
Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar
1. Ditilik dari aspek sejarah, telah terjadi pertumbuhan dan
perkembangan ormas Islam modern, seperti Sarekat Da-
gang Islam (SDI) tahun 1905, Muhammadiyah (1912), dan
Nahdlatul Ulama (1926). Pada awal-mula kegiatannya
antara lain berkaitan dengan upaya pemberdayaan
65. 55
ekonomi umat, selain kegiatan dakwah, pendidikan dan
sosial. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika ormas
Islam masa lalu, berwibawa dengan kemandirianya.
2. Ada kesan sekarang ini telah terjadi pergeseran yang
signifikan dalam ormas Islam yaitu semangat
kewirausahaan ormas-ormas Islam mengalami degradasi.
Ini ditandai dengan kurangnya kiprah ormas Islam dalam
lapangan ekonomi. Ormas Islam terjebak pada lapangan
politik praktis, kurang memperhatikan aspek ekonomi,
dan gagal dalam peranan meningkatkan kesejahteraan
anggota dan umat Islam umumnya.
3. Untuk mengakhiri kurangnya perhatian ormas-ormas
Islam terhadap peningkatan kesejahteraan umat perlu
kembali ke khittah perjuangan ketika organisasi tersebut
didirikan. Agenda-agenda strategis pemberdayaan
ekonomi umat perlu dirancang kembali.
4. Islam sarat dengan ajaran yang mementingkan
keseimbangan antara dimensi ritual dan sosial (muamalah).
Aspek muamalah cukup banyak, tetapi tampaknya aspek
ekonomi, saat ini, kurang mendapat perhatian.
Prof. Dr. H. Utang Ranuwijaya, MA
1. Ukhuwah berarti mengikatkan diri antarindividu atau
kelompok dengan ikatan layaknya saudara sedarah, yang
di dalamnya ada suasana kebersamaan, toleransi,
tenggang rasa, saling membantu dan menyayangi.
2. Pada saat ini ukhuwah di kalangan umat Islam tengah
mendapat tantangan, dan dalam banyak kasus mengarah
pada disintegrasi umat yang diakibatkan oleh faktor : (1)
politik; (2) perbedaan organisasi keagamaan dan aliran
atau mazhab fikih yang dianut; (3) perbedaan suku dan ras
dengan karakter dan kultur lokal masing-masing; (4)
66. 56
berkembangnya egoisme dan fanatisme kesukuan,
kelompok dan organisasi; dan (5) sikap menistakan pihak
lain di luar komunitasnya.
3. Penangan masalah ikhtilaf dalam soal-soal keagamaan,
MUI bersama para ulama dari berbagai penjuru tanah air
melalui ijtima` Ulama tahun 2006 dengan bijak menye-
pakati dua hal pokok, yaitu disebut dengan taswiyatul
manhaj (penyamaan pola pikir dalam masalah keagamaan)
dan tansiqul harakah (koordinasi dan sinkronisasi langkah
strategis dalam gerakan keagamaan).
Sessi II
Pada sessi II makalah disajikan oleh narasumber : Ir. H.
Musthafa Zuhad Mughni, Dra. Nelly Asnifati, dan Prof. Dr. H.
Amiur Nuruddin, MA. Secara umum para narasumber
menekankan perlunya pemberdayaan umat melalui
pengembangan ekonomi oleh ormas-ormas Islam.
Ir. H. Musthafa Zuhad Mughni
1. Nahdlatul Ulama (NU) sejak awal berdirinya telah
berpikir dan berbuat tentang ekonomi umat. Keberadaan
NU sendiri berawal dari organisasi ekonomi, yakni
Nahdlatut Tujjar (1918) yang mendirikan badan usaha
Syirkah Al ‘Inan dengan pendiri dan pengurusnya yaitu
KH. Hasyim Asy’ari sebagai ketua, KH. Wahab Hasbullah
sebagai bendahara, dan KH. Bisri Syansuri selaku
sekretaris.
2. Masalah ekonomi menjadi salah satu agenda pembahasan
dalam organisasi Tasywirul Afkar (1918). Organisasi-
organisasi tersebut dan Nahdlatul Wathan (1914) menjadi
modal didirikannya NU tahun 1926.
67. 57
3. Saat ini NU mengembangkan usaha di bidang ekonomi
umat dengan mendirikan BPR, Koperasi Syirkah
Muawanah, Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah, Koperasi
An Nisa Muslimat NU, Koperasi Yasmin Fatayat NU dan
Koperasi Kowina Anshor di seluruh Indonesia.
Dra. Nelly Asnifati
1. Sejak awal berdirinya Muhammadiyah telah mengusung
usaha ekonomi umat. Sejumlah koperasi dan unit amal
usaha lainnya didirikan. Saat ini, Muhammadiyah telah
memiliki 160 koperasi/BMT yang tersebar di seluruh
Indonesia. Aisyiyah memiliki tidak kurang dari 50
koperasi berbadan hukum, dan sekitar 650 pra koperasi.
Hal ini belum termasuk unit usaha lain yang didirikan
oleh pemuda Muhammadiyah dan Nasyiyatul Aisyiyah.
2. Sebagai contoh di Jawa Timur, Muhammadiyah mengelola
48 Suryamart yang ada di Ponorogo, Ngawi, dan Kediri.
Dalam permodalan, selain dari BPR, juga terdapat 47
koperasi, dan 24 di antaranya ialah koperasi wanita.
3. Aisyiyah dan Nasyiyatul Aisyiyah mengelola 23 koperasi
primer, sebuah koperasi dan 350 pra koperasi wanita,
dengan menggunakan pola syariah, sekalipun sebagian
masih konvensional.
4. Aisyiyah mengelola Koperasi Sakinah di Sidoardjo, yang
saat ini telah mempunyai 1000 anggota, dengan aset Rp. 2
milyar dan omzet Rp 3 Milyar. Koperasi ini terbuka untuk
masyarakat non-Muhammadiyah. Di antara anggotanya
ialah Anshor (NU).
5. Dari pengalaman mengelola usaha pemberdayaan umat,
diyakini pola pemberdayaan yang bersifat bottom-up lebih
berhasil dibandingkan pola top-down.
68. 58
Prof. Dr. H. Amiur Nuruddin, MA
1. Sejak zaman Rasulullah SAW telah ada upaya
pemberdayaan ekonomi umat, bahkan Rasulullah sendiri
adalah seorang pelaku bisnis. Karena itu, sistem ekonomi
syariah bukanlah campuran dari sistem ekonomi kapitalis
dan sosialis.
2. Di bidang usaha ekonomi, lembaga sosial keagamaan
dapat bersama-sama dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan sejati.
3. Lembaga/ormas keagamaan Islam hendaklah mengambil
peran dalam mewujudkan kesejahteraan tersebut dengan
menerapkan ekonomi syariah.
Analisis
1. Komunikasi antar peserta dialog telah terbangun suasana
keakraban, saling pengertian, kebersamaan, keterbukaan,
memperoleh informasidan pengalaman baru. Makin
tumbuh kesadaran pentingnya komunikasi dalam
pemberdayaan ekonomi umat berbasis masjid.
2. Peserta dialog cukup antusias, bersemangat dan kritis
terhadap materi yang disampaikan. Respon peserta
terhadap materi dialog menyentuh kebutuhan masyarakat,
seperti masalah ukhuwah dan pemberdayaan ekonomi
umat. Penyajiannya oleh pakar di bidangnya, waktunya
tepat dan suasana diskusi hidup.
3. Kunjungan ke masjid, silaturahim dan perkenalan anggota
rombongan dengan masyarakat setempat memiliki arti
tersendiri. Karena kebersamaan pimpinan ormas dalam
satu tim dapat menjadi contoh bagi ormas dan masyarakat
Islam di daerah. Hal ini berdampak pada pengembangan
ukhuwah Islamiyah dan tasamuh antar ormas Islam, serta
bersama-sama membangun ekonomi umat.
69. 59
4. Pengembangan ekonomi umat tidak sekedar wacana.
Materi dialog, tentang ukhuwah dan ekonomi syariah,
sudah tepat diberi contoh aplikatifnya, yaitu
pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh
Muhammadiyah dan NU.
5. Masjid-masjid yang dikunjungi dan mendapatkan bantuan
memang sudah memiliki usaha bidang ekonomi sekalipun
ada kesan belum siap dalam memanfaatkan dana stimulus
sesuai dengan tujuan pemberdayaan ekonomi umat,
seperti Majid Raya Pangkajene dan Masjid Al-Anshor
Bacu-Bacue, tetapi dapat meningkatkan motivasi bersama
pada usaha pemberdayaan ekonomi umat.
6. Dialog Pengembangan Wawasan Mutikultural yang
dikemas dalam bentuk kunjungan masih tetap dalam
kerangka kajian. Kajian ini berbeda dengan penelitian,
baik yang bercorak empirik, tekstual, maupun evaluatif.
Corak kajian bersifat emansipatoris dan advokasi, untuk
sebuah model pemberdayaan umat. Kajian seperti ini
melibatkan partisipasi Puslitbang, tokoh ormas,
Kementerian Agama di daerah, tokoh organisasi daerah,
panitia daerah dan masyarakat sasaran dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan bersama-sama melakukan
refleksi dan evaluasi.
7. Kajian dimulai dengan focus group discussion untuk menilai
kebutuhan (need essesment) yang akan menjadi materi
dalam diskusi dan pengetahuan serta keterampilan yang
diperlukan untuk pemberdayaan masyarakat. Oleh karena
itu, pemaparan gagasan yang bersifat normatif tidaklah
cukup, dan perlu contoh-contoh atau bukti yang nyata.
8. Pengenalan peserta dialog dari pusat perlu juga
disampaikan peran dan kepeloporannya dalam ukhuwah
dan pemberdayaan ekonomi umat.
70. 60
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Kegiatan dialog pengembangan wawasan multikultural
antara pimpinan pusat dan daerah intern agama Islam di
Sulawesi Selatan dilihat dari indikator kegiatan telah
terpenuhi, tujuan dan sasaran juga telah tercapai.
2. Masjid-masjid yang dikunjungi dan memperoleh bantuan
sebagian besar belum memiliki usaha pemberdayaan umat
yang berbasis masjid yang dikelola secara profesional.
3. Usaha pengembangan ekonomi umat berbasis masjid
belum dikolola secara profesional terkendala dengan
sumber daya manusia, belum ada pelatihan,
pendampingan dan monitoring.
Saran
1. Untuk pengembangan wawasan multikultural antara
pimpinan pusat dan daerah intern agama Islam terdapat
beberapa hal yang perlu disempurnakan, antara lain :
materi diskusi agar disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat setempat seperti penguatan akidah dan akhlak
lebih penting untuk diselesaikan terlebih dahulu.
2. Untuk mendorong pemberdayaan ekonomi umat
hendaknya memperhatikan potensi ekonomi masyarakat
lokal melalui pendekatan bottom up, pengembangan
polapola pemberdayaan ekonomi umat yang bersifat
bottom-up (berbasis kebutuhan masyarakat setempat)
untuk prioritas diperhatikan.
3. Pengembangan wawasan multikultural antara pimpinan
pusat dan daerah intern umat Islam hendaknya
ditindaklanjuti melalui : pilot project, pembentukan forum
pokja oleh ormas-ormas Islam, penilaian kebutuhan (need
71. 61
essesment) masjid-masjid yang menjadi sasaran kunjungan
untuk bantuan stimulus, materi diskusi.
4. Studi kelayakan hendaknya benar-benar dapat diadakan
sebagai bahan acuan untuk menilai kebutuhan yang tepat
sasaran.
5. Sesudah kunjungan dan pemberian bantuan dana stimulus
hendaknya dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Kanwil
Kementerian Agama Provinsi, dan Kantor Kementerian
Agama Kab./Kota bersama Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama.
6. Ukhuwah Islamiyah di kalangan ormas dan masyarakat
Islam hendaknya terus dikembangkan dengan melakukan
sosialisasi panduan Ukhuwah Islamiyah, Wathaniyah, dan
Basyariyah dari MUI, antara lain melalui kegiatan Dialog
Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pimpinan
Pusat dan Daerah Intern Agama Islam.
7. Sarana kebersihan di lingkungan masjid (toilet dan tempat
wudlu) hendaknya menjadi perhatian pengurus masjid
dan ormas Islam untuk memenuhi standar kebersihan dan
kesehatan dalam rangka terpeliharanya kesejahteraan
umat..
73. 63
BAB IV
PENUTUP
ejak masa awal perkembangan Islam telah
muncul fenomena perbedaan pendapat, paham
keagamaan, aliran dan ciri khas gerakannya.
Kecenderungan terjadinya perbedaan tersebut terkait dengan
kemajemukan etnis, tradisi, budaya, pendidikan, ekonomi,
politik dan agama. Dalam realita muncul fenomena mengarah
kepada adanya paham dan ormas keagamaan yang moderat,
inklusif dan garis keras, eksklusif dalam melaksanakan yang
diyakininya, dan dalam dakwahnya. Sikap tersebut dapat
mengundang salah pengertian, bahkan dapat terjadi benturan
jika lemah sikap tasamuh dan rendah semangat ukhuwah
Islamiyah.
Perbedaan pendapat dan paham keagamaan intern umat
Islam bukan masalah prinsip (ushuliyah) perlu disikapi dengan
semangat toleran (ruh tasamuh). Suatu usaha yang dimungkin
terbangunnya kembali kerjasama antar ormas Islam ialah
melalui dialog multikultural dan pemberdayaan ekonomi
umat berbasis masjid atau majelis taklim, dengan menerapkan
prinsip ekonomi syariah.
Pengembangan wawasan multikultural antara pimpinan
pusat dan daerah intern agama Islam ialah sebuah kegiatan
strategis dan penting ke arah terwujudnya kerukunan hidup
beragama, khusunya bagi umat Islam. Kegiatan Dialog
Pengembangan wawasan multikultural pimpinan pusat dan
daerah intern agama Islam yang dimulai tahun 2009, sebagai
tahun pertama, perlu dilanjutkan secara berkesinambungan
S