it's only for student from college who studies management of agribussiness !
i hope it will be usefull \(^u^)/
follow me http://twitter.com/aindapryl
add me https://www.facebook.com/andari.latief
Teknologi Penanganan Pascapanen Buah untuk PasarZain Corps
Indonesia adalah negara tropis yang memiliki ragam buah khas yang
tersebar di berbagai pulau dan belum dikelola pengembangannya sebagaimana
mestinya baik menyangkut tata produksi, penanganan pascapanen, pengolahan
dan pemasarannya. Buah eksotik yang hanya tumbuh dan berproduksi di
Nusantara menjadi aset nasional yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya
bagi kemaslahatan rakyat. Tanaman buah yang menghutan menjadi daya
tarik tersendiri bagi konsumen yang mendambakan buah organik. Sementara
pengelolaan kebun tanaman buah menjadi upaya utama untuk menjaga
keberlanjutan pasokan buah bermutu kepada masyarakat pembeli baik domestik
maupun luar negeri (ekspor).
Keberhasilan bisnis buah mensyaratkan jumlah dan kontinyuitas
pasokan dari buah yang terjamin mutunya. Jaminan mutu buah dapat
diperoleh melalui penanganan pascapanen yang baik dan memadai dengan
memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu buah tersebut.
Penanganan pascapanen buah dirancang dalam bentuk rangkaian kegiatan dari
panen hingga buah dikemas dan siap distribusikan pemasarannya atau untuk
mendapatkan perlakuan seperti penyimpanan, pemeraman atau perlakuan
khusus lainnya yang dituntut konsumen. Bangsal penanganan buah untuk
menampung rangkaian kegiatan tersebut agar dapat dikendalikan dengan baik
menjadi sarana penting yang harus dimiliki pelaku bisnis buah.
Pemasaran sebagai bagian hilir dari sistem agribisnis harus didukung
oleh sistem transportasi yang handal dalam distribusinya, agar bisnis buah dapat
terjamin keberhasilannya. Pengembangan agribisnis buah dalam berbagai
tingkatan berdasarkan skala usaha termasuk kegiatan usaha pendukungnya
menjadi telaahan yang penting agar sistem agribisnis dapat berlangsung secara
adil, proporsional dan profesional serta melibatkan banyak pelaku usaha,
sehingga diharapkan dapat menjadi penyedia lapangan kerja bagi angkatan
kerja perdesaan di daerah sentra produksi.
Peningkatan produktifitas lahan dengan system agroforestri (tumpangsariGilang Putra
peningkatan produktifitas lahan dengan sistem agroforestri. berisi mengenai sistem penerapan agroforestri pada budidaya lahan, pilihan sistem agroforestri dan lain lain
it's only for student from college who studies management of agribussiness !
i hope it will be usefull \(^u^)/
follow me http://twitter.com/aindapryl
add me https://www.facebook.com/andari.latief
Teknologi Penanganan Pascapanen Buah untuk PasarZain Corps
Indonesia adalah negara tropis yang memiliki ragam buah khas yang
tersebar di berbagai pulau dan belum dikelola pengembangannya sebagaimana
mestinya baik menyangkut tata produksi, penanganan pascapanen, pengolahan
dan pemasarannya. Buah eksotik yang hanya tumbuh dan berproduksi di
Nusantara menjadi aset nasional yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya
bagi kemaslahatan rakyat. Tanaman buah yang menghutan menjadi daya
tarik tersendiri bagi konsumen yang mendambakan buah organik. Sementara
pengelolaan kebun tanaman buah menjadi upaya utama untuk menjaga
keberlanjutan pasokan buah bermutu kepada masyarakat pembeli baik domestik
maupun luar negeri (ekspor).
Keberhasilan bisnis buah mensyaratkan jumlah dan kontinyuitas
pasokan dari buah yang terjamin mutunya. Jaminan mutu buah dapat
diperoleh melalui penanganan pascapanen yang baik dan memadai dengan
memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu buah tersebut.
Penanganan pascapanen buah dirancang dalam bentuk rangkaian kegiatan dari
panen hingga buah dikemas dan siap distribusikan pemasarannya atau untuk
mendapatkan perlakuan seperti penyimpanan, pemeraman atau perlakuan
khusus lainnya yang dituntut konsumen. Bangsal penanganan buah untuk
menampung rangkaian kegiatan tersebut agar dapat dikendalikan dengan baik
menjadi sarana penting yang harus dimiliki pelaku bisnis buah.
Pemasaran sebagai bagian hilir dari sistem agribisnis harus didukung
oleh sistem transportasi yang handal dalam distribusinya, agar bisnis buah dapat
terjamin keberhasilannya. Pengembangan agribisnis buah dalam berbagai
tingkatan berdasarkan skala usaha termasuk kegiatan usaha pendukungnya
menjadi telaahan yang penting agar sistem agribisnis dapat berlangsung secara
adil, proporsional dan profesional serta melibatkan banyak pelaku usaha,
sehingga diharapkan dapat menjadi penyedia lapangan kerja bagi angkatan
kerja perdesaan di daerah sentra produksi.
Peningkatan produktifitas lahan dengan system agroforestri (tumpangsariGilang Putra
peningkatan produktifitas lahan dengan sistem agroforestri. berisi mengenai sistem penerapan agroforestri pada budidaya lahan, pilihan sistem agroforestri dan lain lain
laporan ini adalah tugas kuliah yang sengaja di share untuk kita belajar bersama
banyak engertian dan definisi dari beragam sumber
blog: http://www.bangaldhy.blogspot.com
Teknologi produksi padi pada lahan rawa lebakdianaeureka1
Presentasi tugas kelompok mata kuliah Teknologi Produksi Tanaman Pangan Padi Pada Lahan Rawa Lebak, prodi Agroekoteknologi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu 2018.
Tokoalatuji.com - Menurut kamu apa sih lahan gambut itu? Lahan gambut merupakan sebuah type tanah atau lahan basah yang berasal dari tanaman seperti pepohonan dan graminoid ( sejenis rerumputan ) yang mati dan tidak membusuk sepenuhnya lalu menghasilkan bahan organic yang sangat banyak secara natural/alami yang disebabkan oleh keadaan area yang memiliki kadar keasaman yang tinggi dan berair.
Teknologi produksi padi pada lahan rawa pasang surutdianaeureka1
Presentasi tugas kelompok mata kuliah semester 4 Teknologi Produksi Tanaman Pangan pada lahan rawa pasang surut prodi Agroekoteknologi Jurusan Budidaya Fakultas pertanian Universitas Bengkulu tahun 2018.
SE Sekjen Nomor 1829 tentang penyesuaian sistem kerja ASN dalam New Normal (3...
Brosur
1. OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN
RAWA LEBAK MELALUI
INOVASI POLA TANAM
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sumatera Selatan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Kementerian Pertanian
2019
BPTP SUMATERA SELATAN
Jl. Kolonel H. Barlian No. 83 KM. 6
Palembang, 30153
2. OPTIMALISASI PEMANFAATAN
LAHAN RAWA LEBAK MELALUI
INOVASI POLA TANAM
Penyusun:
Nur Wahyu Sariningtias
Editor:
Waluyo
Susilawati
Desain:
Nur Wahyu Sariningtias
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN
SUMATERA SELATAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2019
3.
4. i | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha
Esa karena atas berkat dan rahmatNya sehingga penyusunan
booklet tentang Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Rawa
Lebak Melalui Inovasi Pola Tanam di Sumatera Selatan ini
dapat terlaksana baik. Penyusunan booklet ini dalam rangka
mendukung pelaksanaan kegiatan aktualisasi nilai-nilai dasar
PNS yang penulis laksanakan di IP2TP Kayu Agung, BPTP
Sumatera Selatan.
Sumatera selatan merupakan salah satu wilayah yang
memiliki lahan rawa lebak cukup luas dan sangat berpotensi
untuk dikembangkan dalam rangka mendukung program
swasembada pangan menuju Lumbung Pangan Dunia.
Optimalisasi pemanfaatan lahan rawa lebak dapat
ditingkatkan salah satunya melalui perencanaan pola tanam
yang baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan booklet
ini masih banyak kekurangan, namun harapannya booklet ini
dapat memberikan sedikit informasi tentang pemanfaatan
lahan rawa lebak yang ada di Sumatera Selatan dan dapat
bermanfaat untuk kita semua.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua
pihak yang telah berperan dan mendukung terlaksannya
penyusunan booklet ini.
Palembang, 31 Agustus 2019
Penulis
5. ii | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................ii
PENDAHULUAN ......................................................................... 1
LAHAN RAWA............................................................................ 3
TANTANGAN LAHAN RAWA LEBAK........................................ 8
POTENSI LAHAN RAWA LEBAK ..............................................10
KARAKTERISASI LAHAN RAWA LEBAK...................................13
PENGELOLAAN LAHAN RAWA LEBAK..................................19
POLA TANAM ..........................................................................25
JENIS DAN VARIETAS TANAMAN YANG ADAPTIF...............33
PENUTUP...................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA....................................................................38
6. 1 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
PENDAHULUAN
Seiring dengan laju pertambahan penduduk di
Indonesia yang kian meningkat, kebutuhan pangan pun
semakin besar. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, laju
pertambahan penduduk di Indonesia mencapai 2-3
persen per tahun.
Padi merupakan komoditas strategis yang menjadi
kebutuhan dasar hampir seluruh rakyat di Indonesia serta
menjadi prioritas dalam menunjang program pertanian.
Di Indonesia, usahatani padi masih menjadi tulang
punggung perekonomian pedesaan (Budianto, 2003).
Pengadaan produksi beras dalam negeri sangat
penting dalam rangka keberlanjutannya ketahanan
pangan nasional dengan sasaran tercapainya
swasembada pangan (beras) (Suryatna, 2007). Berkaitan
dengan hal tersebut, diperlukan adanya upaya
penanggulangan melalui peningkatan intensitas
pertanaman dan produktivitas lahan sawah yang ada,
percetakan lahan sawah baru, dan pengembangan
lahan potensial lainnya termasuk lahan marjinal seperti
lahan rawa lebak.
7. 2 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
Lahan rawa lebak merupakan lahan marjinal yang
mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan.
Di Sumatera Selatan, potensi pengembangan lahan
rawa lebak yang dimiliki cukup luas yakni mencapai 2.98
juta ha dan sudah dimanfaatkan untuk padi seluas 0.37
juta ha. Peningkatan produksi tanaman di lahan rawa
lebak memiliki peluang yang cukup besar mengingat
arealnya yang cukup luas dan teknologi
pemanfaatannya yang sudah tersedia.
Pemanfaatan lahan rawa lebak dapat
dioptimalkan dengan intensifikasi penerapan teknologi
pertanian dan perluasan area tanam, serta dengan
meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) melalui
pengelolaan sistem tanam dan pola tanam yang lebih
terstruktur dan terencana. Dengan demikian, lahan rawa
lebak diharapkan dapat menunjang penyediaan
pangan yang cukup dan berkelanjutan serta memberi
peluang bagi diversifikasi produksi pertanian, agribisnis,
dan peningkatan pendapatan serta pengembangan
wilayah (Ismail et al., 1993).
8. 3 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
LAHAN RAWA
Lahan rawa adalah ekosistem yang meliputi
daerah pantai, aliran sungai, danau, lebak, yang
menjorok masuk ke pedalaman sampai sejauh masih
dirasakannya gerakan pasang. Dalam nomenkelatur
yang lebih luas lahan rawa dikategorikan sebagai lahan
basah (wetlands) yang dicirikan oleh rezim air, curah
hujan tinggi, dan topografi yang rendah (Nursyamsi et
al., 2014). Sementara itu, menurut Haryono et al.(2013)
dalam bukunya yang berjudul Lahan Rawa: Penelitian
dan Pengembangan menjelaskan bahwa lahan rawa
adalah salah satu ekosistem lahan basah (wetland) yang
terletak antara wilayah dengan sistem daratan
(terrestrial) dengan sistem perairan dalam (aquatic).
Menurut Tim Koordinasi P2NPLRB (Penyusunan
Perencanaan Nasional Pengelolaan Lahan Rawa
Berkelanjutan) disebut lahan rawa apabila memenuhi 4
unsur utama berikut, yaitu; (1) jenuh air sampai
tergenang terus-menerus atau berkala yang
menyebabkan suasana anaerobic, (2) topografi landai,
dasar, sampai cekung, (3) sedimen mineral (akibat erosi
9. 4 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
terbawa aliran sungai) dan atau gambut (akibat
tumpukan sisa vegetasi setempat), dan (4) ditumbuhi
vegetasi secara alami (WACLIMAD, 2011).
Pada Pertemuan Nasional Pengembangan
Pertanian Lahan Rawa yang diadakan Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan tahun 1992 di
Cisarua, Bogor yang kemudian diratifikasi dalam PP
73/2013 tentang Rawa, disepakati bahwa lahan rawa
dibagi dalam 2 (dua) tipologi, yaitu (1) Rawa pasang
surut dan (2) Rawa lebak.
Gambar 1. Pembagian lahan rawa
Lahan rawa pasang surut, berdasarkan kondisi
tinggi rendahnya pasang atau luapan air
(hidrotopografi) dibagi menjadi 4 (empat) tipe luapan,
yaitu (1) tipe A, (2) tipe B, (3) tipe C, dan (4) tipe D
Sumber:
slideplayer.info
(google search)
10. 5 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
(Noorsyamsi dan Hidayat dalam Noor, 2004). Tipe A, yaitu
daerah yang mendapatkan luapan pada saat pasang
besar dan pasang kecil. Wilayah tipe A ini meliputi pantai
sampai pesisir, dan tepian sungai. Tipe B, yaitu daerah
yang hanya mendapatkan luapan pada saat pasang
besar. Wilayah tipe B ini meliputi rawa belakang (back
swamps) dari pinggiran sungai sampai mencapai > 50 km
ke pedalaman. Tipe C, yaitu daerah yang tidak
mendapatkan luapan pasang langsung, tetapi
mendapatkan pengaruh resapan pasang dengan tinggi
muka air tanah < 50 cm. Sedangkan tipe D sama serupa
dengan tipe C, tetapi pengaruh resapan kurang dengan
tinggi muka air tanah lebih dalam > 50 cm. Wilayah tipe
D ini sering disamakan dengan lahan tadah hujan.
Gambar 2. Pembagian lahan rawa pasang surut berdasarkan kondisi
tinggi rendahnya pasang atau luapan air
Sumber:
slideplayer.info
(google search)
11. 6 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
Lahan rawa lebak, berdasarkan tinggi dan
lamanya genangan akibat curah hujan atau banjir
kiriman dibedakan menjadi 4 (empat) tipe lebak, yaitu
(1) Lebak dangkal, (2) Lebak tengahan, (3) Lebak dalam,
dan (4) Lebak sangat dalam. Lebak dangkal yaitu lebak
yang mempunyai tinggi genangan < 50 cm dengan
waktu < 3 bulan atau lebih. Lebak tengahan yaitu lebak
yang mempunyai tinggi genangan > 50-100 cm dengan
lama genangan 3-6 bulan atau kurang tetapi genangan
lebih tinggi > 100 cm. Lebak dalam yaitu lebak yang
mempunyai tinggi genangan > 100 cm dengan lama
genangan > 6 bulan atau kurang dengan tinggi
genangan lebih tinggi. Lebak sangat dalam yaitu lebak
yang tergenang > 200 cm dengan lama genangan
hampir sepanjang tahun (Subagyo, 2006).
Gambar 3. Pembagian lahan rawa lebak berdasarkan tinggi dan
lamanya genangan
Sumber:
ekarismawina.wixsite.com
(google search)
12. 7 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
Berdasarkan sifat tanah dan kendalanya dalam
pengembangan pertanian, lahan rawa dibagi dalam 4
tipologi lahan, yaitu; (1) lahan potensial, (2) lahan sulfat
masam, (3) lahan gambut, dan (4) lahan salin.
Sementara itu, berdasarkan jenis tanahnya (soil
taxonomy), tanah-tanah di lahan rawa dapat
dimasukkan ke dalam kelompok besar (great group),
yaitu: (1) tanah alluvial marin (Sulfaquent Sulfaquept
Hydraquent, Fluvaquent), (2) tanah alluvial sungai
(Endoaquent, Endoaquept), (3) tanah gambut
(Haplofibrist/hemist, Sulfihemist/saprist, Sulfohemis/saprist)
(LAWOO & AARD, 1990; Subagyo et al. 2006). Dari ketiga
kelompok tanah tersebut, kelompok tanah alluvial marin
banyak ditemukan pada lahan rawa pasang surut, dan
kelompok tanah alluvial sungai banyak ditemukan di
lahan rawa lebak, sedangkan tanah gambut banyak
ditemukan dikeduanya (Haryono et al., 2013).
13. 8 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
TANTANGAN LAHAN RAWA LEBAK
Masalah utama yang dijumpai pada lahan rawa
lebak adalah genangan yang tinggi dan kebanjiran di
musim penghujan serta terjadinya kekeringan di musim
kemarau. Kondisi tergenang yang cukup lama akan
berpengaruh pada tingkat kesuburan fisik, kimia, dan
biologi tanah (Puslitanak, 2007). Akibatnya,tidak jarang
petani memperoleh hasil panen yang kurang baik atau
bahkan dapat mengalami kegagalan panen.
Terhambatnya pengembangan pemanfaatan
rawa lebak sebagai lahan pertanian disebabkan oleh
berbagai kendala agrofisik, berupa: rendahnya tingkat
kesuburan, rendahnya pH tanah, tata air, kendala biologi
berupa serangan hama/ penyakit dan gulma, serta
kendala sosial ekonomi yang meliputi keterbatasan
modal, tenaga kerja, tingkat pendidikan dan prasarana
yang kurang memadai. Namun demikian, sebagai lahan
potensial dalam pengembangan tanaman pangan,
lahan rawa lebak memegang posisi semakin penting,
tidak hanya untuk produksi pangan nasional, tetapi juga
memberikan peluang bagi diversifikasi produksi
14. 9 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
pertanian, agribisnis dan pengembangan ekonomi
wilayah (Djafar, 1989).
Gambar 4. Lahan rawa lebak di Sumatera Selatan
15. 10 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
POTENSI LAHAN RAWA LEBAK
Lahan rawa lebak sebagai lahan alternatif untuk
pengembangan pertanian memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan agroekosistem
lainnya, seperti lahan kering atau tadah hujan.
Keunggulan lahan rawa lebak diantaranya: (1)
ketersediaan lahan cukup luas, (2) sumber daya air
melimpah, (3) topografi relatif datar, (4) akses ke lahan
dapat melalui sungai dan sudah banyak jalan darat, (5)
lebih tahan deraan iklim, (6) rentang panen panjang, (7)
keanekaragaman hayati dan sumber plasma nutfah
cukup kaya, dan (8) mempunyai potensi warisan budaya
dan kearifan lokal mendukung (Haryono et al., 2013).
Indonesia mempunyai areal lahan rawa lebak
seluas 13,3 juta ha yang terdiri dari 4,2 juta ha rawa lebak
dangkal, 6,07 juta ha rawa lebak tengahan dan 3,0 juta
ha rawa lebak dalam. Lahan tersebut tersebar di Pulau
Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Wijaya-Adhi et al.,
1992). Untuk Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), potensi
pengembangan lahan rawa lebak cukup luas mencapai
2,98 juta ha dan yang sudah dimanfaatkan untuk
16. 11 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
tanaman padi adalah seluas 368.69 ha, yang terdiri dari
70.908 ha lebak dangkal; 129.103 ha lebak tengahan,
dan 168.67 ha lebak dalam (Puslitbangtanak, 2002), yang
tersebar di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Musi
Banyuasin (MUBA), Ogan Komering Ulu (OKU) dan Muara
Enim.
Gambar 5. Persemaian bibit padi
Lahan rawa lebak mempunyai prospek yang
cukup baik untuk menjamin swasembada pangan
nasional apabila dikelola dengan menggunakan
teknologi yang tepat. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah banyak
melakukan penelitian dasar, terapan maupun
pengembangan dan menghasilkan teknologi anjuran
untuk pengembangan sistem usahatani lahan rawa
spesipik lokasi. Teknologi utama yang telah
17. 12 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
direkomendasikan antara lain penataan lahan,
komoditas dan varietas unggul, pemupukan dan
pengendalian organisme penggangggu tanaman.
Kabupaten OKI merupakan daerah yang
mempunyai potensi areal lebak yang terluas di Sumsel,
yakni seluas 281.410 ha (Dinas Pertanian OKI, 2001). Hasil
penelitian di Kebun Percobaan (KP) Kayu Agung,
Kabupaten OKI, Sumsel, menunjukkan bahwa
produktivitas lahan rawa lebak mempunyai peluang
besar untuk ditingkatkan, terutama pada lebak
pematang/dangkal dengan mengintroduksikan varietas
unggul baru dan paket pemupukan yang spesifik lokasi
(Waluyo et al., 2009).
18. 13 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
KARAKTERISASI LAHAN RAWA
LEBAK
Pada umumnya sifat morfologi tanah rawa lebak
merupakan tanah dengan kondisi alumik atau
berdrainase terhambat sampai sangat terhambat.
Sedangkan sifat-sifat kimiawi tanah, pada umumnya
memeperlihatkan kandungan C organik yang tinggi
sampai sangat tinggi. KTK tanah juga bervariasi,
umumnya berkisar anatara 10 samapi 40 me/100 gram
tanah. Kation-kation basa juga bervariasi dari rendah
sampai sangat tinggi. Kandungan P tersedia juga
bervariasi, namun pada umumnya sangat rendah
sampai rendah. Demikian pula pH tanah, umumnya
bersifat masam sampai sangat masam (pH tanah 3,0-
5,5). Dari sifat karakterisrtik tersebut dapat dikemukakan
bahwa untuk pengelolaan lahan lebak memerlukan
input teknologi cukup tinggi.
Lahan rawa lebak mempunyai karakter yang khas
yaitu terdapatnya genangan air pada periode waktu
yang cukup lama. Air yang menggenang tersebut bukan
merupakan akumulasi air pasang, tetapi berasal dari
19. 14 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
limpasan air permukaan di wilayah tersebut dan dari
wilayah sekitarnya karena topografinya yang rendah.
Kondisi genangan air tersebut dipengaruhi oleh curah
hujan setempat dan wilayah sekitarnya (Ismail et al,
1993). Air dapat menggenang cukup lama, lebih dari 6
bulan, akibat adanya cekungan dalam atau yang
dikenal sebagai rawa lembah atau daerah lembah.
Menurut Widjaja-Adhi et al (1992), berdasarkan lama dan
ketinggian genangan air, lahan rawa lebak dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu lebak dangkal,
lebak tengahan dan lebak dalam.
Gambar 6. Pembagian lahan rawa berdasarkan ketinggian
genangan air
Lebak dangkal
Daerah yang dikategorikan lebak dangkal,
dicirikan oleh ketinggian genangan air < 50 cm dengan
20. 15 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
lama genangan < 3 bulan. Lebak dangkal mempunyai
potensi luas 4,17 juta hektar. Lahan ini umumnya
mempunyai kesuburan tanah yang lebih rendah
dibandingkan dengan lebak tengahan dan lebak
dalam, karena adanya proses pengkayaan dari luapan
air sungai yang membawa lumpur dari wilayah hulu
(Ismail et al, 1993). Wilayah lahan lebak dangkal sangat
potensial untuk budidaya padi maupun hortikultura.
Dengan pengetahuan dan pengalamannya, petani
telah memanfaatkan lahan ini untuk budidaya padi,
beberapa diantaranya telah menerapkan pola padi-
padi. Namun demikian pola tanam sekali setahun masih
mendomonasi sistem usahatani berbasis padi, dengan
tanaman pendukung sayuran, jagung maupun
hortikultura (semangka), seperti dilahan lebak dangkal
Sumatera Selatan (Waluyo, 2003).
Lebak tengahan
Wilayah yang dikategorikan lebak tengahan
dicirikan oleh ketinggian genangan air antara 50 cm-100
cm, dengan lama genangan 3-6 bulan. Lebak tengahan
mempunyai potensi luas 6,07 juta hektar dan mempunyai
21. 16 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
genangan air yang lebih dalam dan lebih lama
daripada lebak dangkal, sehingga waktu surutnya air
juga lebih belakangan. Oleh karena itu, masa
pertanaman padi pada wilayah ini lebih belakang
dibanding lebak dangkal.
Budidaya padi pada wilayah ini biasanya hanya
dilaksanakan pada kemarau disesuaikan dengan kondisi
genangan airnya. Pola tanam pada wilayah ini
umumnya monokultur padi sedangkan komoditas
palawija utamanya kacang tanah, jagung, merupakan
komoditas kedua setelah padi.
Lebak dalam
Wilayah yang dikategorikan lebak dalam dicirikan
oleh ketinggian genangan air diatas 100 cm, dengan
lama genangan lebih dari 6 bulan. Lebak dalam
mempunyai potensi seluas 3,04 juta ha. Pada musim
kemarau dengan kondisi iklim yang normal masih ada
genangan air. Selain itu wilayah ini ditumbuhi oleh
beragam gulma, jenis rumput Paspalidium tumbuh subur
pada kondisi lahan berair, sehingga wilayah ini
merupakan reservoir air dan sumber bibit ikan perairan
22. 17 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
bebas. Wilayah ini sangat jarang digunakan untuk
budidaya pertanaman, kecuali pada musim kering yang
panjang akibat adanya anomali iklim seperti El-Nino.
Pada kondisi demikian beberapa wilayah memang
potensial untuk perluasan areal tanaman.
Gambar 7. Lahan rawa lebak berdasarkan tinggi genangan
Berdasarkan pengaruh sungai, lahan rawa lebak
dapat dibedakan antara (1) lebak terkurung, (2) lebak
setengah terkurung, (3) lebak sungai (Diperta Sumsel,
1989 dalam Kosman dan Jumberi, 1996). Lebak terkurung
yaitu lebak yang tinggi-rendahnya genangan
dipengaruhi oleh luapan air akibat curah hujan langsung
dan air limpasan dari lahan sekitarnya yang terjadi
secara bertahap. Lebak setengah terkurung yaitu lebak
yang tinggi-rendahnya genangan dipengaruhi oleh
luapan sungai, selain curah hujan langsung dan
23. 18 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
kenaikan genangan secara mendadak tetapi surut
secara perlahan. Lebak sungai yaitu lebak yang tinggi-
rendahnya genangan dipengaruhi langsung oleh naik-
turunnya luapan sungai besar dan sungai kecil di
sekitarnya.
24. 19 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
PENGELOLAAN LAHAN RAWA
LEBAK
Sistem pengelolaan lahan merupakan salah satu
faktor penentu keberhasilan pengembangan pertanian
di lahan rawa lebak sesuai dengan agroekosistem
setempat. Sistem pengelolaan lahan yang dianjurkan
untuk tipologi lahan rawa lebak dangkal adalah sistem
surjan dan caren (Tabel 1).
Tabel 1. Sistem pengelolaan lahan yang dianjurkan untuk
setiap tipologi lahan
Tipologi Lahan Penataan Lahan Pola Tanam yang
dianjurkan
Lebak Dangkal Sawah tadah hujan
Sistem Surjan
Sistem Caren
Padi-palawija-Padi
Guludan : Palawija 3 X
Tabukan : Padi-
palawija-padi
Padi-palawija-padi
Lebak Tengahan Sistem hampang /mina
padi
padi-palawija-
padi+ikan
Lebak Dalam Sawah lebak padi+ikan
Untuk lahan lebak tengahan dapat dianjurkan
untuk ditata dengan sistem hampang (mina padi),
sedangkan lebak dalam ditata sebagai sawah lebak
25. 20 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
dan perikanan. Pengeloaan lahan dengan sistem surjan
dan caren mempunyai beberapa keuntungan antara
stabilitas produksi lebih mantap dan intensitas tanam
lebih tinggi dan diversivikasi lebih mudah dilaksanakan.
Sistem Surjan
Surjan atau sorjan (bahasa banjar) merupakan
sebuah sistem pertanian di lahan rawa lebak yang
memadukan antara sistem sawah dengan sistem
tegalan. Kata surjan diambil dari bahasa Jawa yang
artinya lurik atau garis-garis. Hamparan surjan memang
tampak dari atas seperti susunan garis-garis selang seling
yang merupakan bagian dari tembokan atau guludan,
atau tegalan (raised bed) dan bagian tabukan atau
sawah (sunken bed). Dalam sistem surjan ruang dan
waktu usahatani dioptimalkan dengan beragam
komoditas dan pola tanam. Sistem sawah atau
persawahan (untuk padi sawah) dan sistem tegalan
untuk tanaman padi gogo dan palawija, atau sistem
kebun untuk tanaman perkebunan/ tanaman tahunan
hanya dapat memberikan kontribusi secara partial
kepada petani dengan basis utama hanya dengan satu
26. 21 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
komoditas. Misalnya pada sistem sawah, komoditas
utama adalah padi. Demikian juga pada sistem tegalan
yang menjadi komoditas utama adalah jagung,
sedangkan pada sistem kebun yang menjadi komoditas
utama antara lain karet, kelapa, kakao atau jeruk. Pada
sistem surjan usahatani atau pertanian dikelola dalam
bentuk multi-guna lahan dan multi-komoditas sehingga
dalam sistem usahataninya dihasilkan produksi yang
lebih beragam yang tujuannya agar dapat memberikan
kontribusi pendapatan lebih banyak dan keuntungan
lebih besar.
Gambar 8. Contoh Sistem surjan di lahan rawa pasang surut dan
lebak (Badan Litbang Pertanian, 1983)
Menurut Soemartono dalam Noor (2004)
penerapan sistem surjan di lahan rawa sangat sesuai
dengan kondisi dan kendala lahan rawa yang berkaitan
dengan kondisi hidrologi atau tata air yang belum dapat
27. 22 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
dikuasai secara baik, sehingga resiko kegagalan dalam
usahatani sangat tinggi. Oleh karena itu sistem surjan di
lahan rawa lebak mempunyai tujuan antara lain: (1)
Mengantisipasi kerugian apabila terjadi kegagalan
dalam pertanaman padi, (2) Menciptakan peluang
untuk pertanaman palawija, sayuran dan hortikultura
lainnya, (3) Perbaikan gizi dengan adanya pertanaman
sayuran dan palawija, dan (4) Meningkatkan
pendapatan petani melalui diversifikasi tanaman dan
usaha lainnya. Dengan kata lain, pengenalan sistem
surjan di lahan rawa lebak dimaksudkan untuk menekan
resiko kegagalan dalam usahatani sehingga apabila
gagal panen padi, masih ada panen palawija atau
sayuran yang merupakan sumber pendapatan keluarga.
Sistem surjan ini juga banyak diterapkan oleh petani
Malaysia, Thailand dan Vietnam dalam pemanfaatan
lahan rawa untuk pertanian (Noor, 2004).
Gambar 9. Pembuatan sistem surjan (balittra.pertanian.go.id)
28. 23 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
Sistem Caren
Caren merupakan suatu sistem pertanian yang
sering disebut juga dengan mina padi. Pada sistem ini
dilakukan dengan membuat parit atau caren
mengelilingi area lahan tanam padi. Lebar caren yang
biasa digunakan adalah 2 m dengan kedalaman 1 m, di
dalam caren itulah yang nantinya dijadikan tempat
untuk melakukan budidaya ikan selama proses
pertanaman padi berlangsung. Pada sistem ini,
pemanenan ikan dapat dilakukan bersamaan dengan
waktu panen padi.
Gambar 10. Pembuatan Sistem Caren pada lahan rawa lebak
dangkal dan tengahan.
Sistem surjan dan sistem caren biasa dilakukan
pada lahan lebak pematang/ dangkal dan tengahan.
29. 24 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
Cara ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu
penanaman dapat dilakukan sepanjang musim, baik
musim kemarau maupun musim hujan. Lahan tersebut
dapat dimanfaatkan sesuai dengan komoditi dan kondisi
air saat itu (Waluyo et al., 2009).
30. 25 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
POLA TANAM
Pola tanam adalah usaha penanaman pada
sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak
dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu
termasuk masa pengelolaan tanah dan masa tidak
ditanami (bera) selama periode tertentu (Sari, 2017). Pola
tanam biasanya disusun selama satu tahun dengan
memperhatikan curah hujan dan ketersediaan air. Pola
tanam terbagi menjadi dua yakni, pola tanam
monokultur dan pola tanam polikultur. Pola tanam
monokultur adalah pola pertanian dengan menanam
satu jenis tanaman pada suatu bidang lahan.
Sedangkan pola tanam polikultur adalah pola pertanian
dengan menanam banyak jenis tanaman pada satu
bidang lahan yang tersusun dan terencana dengan
menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik.
Tanaman Polikultur Terbagi Menjadi:
a. Tumpang sari (Intercropping), adalah penanaman
lebih dari satu tanaman pada waktu yang
bersamaan atau selama periode tanam pada satu
tempat yang sama.
31. 26 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
b. Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara
beruntun sepanjang tahun dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk
mendapat keuntungan maksimum.
c. Tanaman Bersisipan (Relay Cropping), merupakan
pola tanam dengan menyisipkan satu atau
beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok
(dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu
yang berbeda).
d. Tanaman Campuran (Mixed Cropping),
merupakan penanaman terdiri beberapa
tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam
maupun larikannya, semua tercampur jadi satu.
Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman
hama dan penyakit.
e. Tanaman bergiliran (Sequential Planting),
merupakan penanaman dua jenis tanaman atau
lebih yang dilakukan secara bergiliran. Setelah
tanaman yang satu panen kemudian baru
ditanam tanaman berikutnya pada sebidang
lahan yang sama.
32. 27 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
Peningkatan pemanfaatan lahan rawa lebak
dapat dilakukan melalui konsep Pengelolaan Tanaman
Terpadu (PTT) padi dan palawija (Waluyo, 2017).
Komponen teknologi yang penting bagi peningkatan
produktivitas lahan rawa lebak adalah: 1) Pengaturan
waktu tanam, 2) Penggunaan Varietas Unggul Baru
(VUB) dengan sifat; umur genjah, produksi tinggi,
tahan genangan, 3) Amelioran dan pemupukan
berimbang, 4) Pengaturan populasi tanam melalui sistem
tanam jajar legowo, 5) Jumlah bibit yang ditanam 2-3
tanaman/rumpun, 6) Umur bibit kurang dari 30 hari, 7)
Pengendalian organisme pengganggu tanaman secara
terpadu, dan 8) Penanganan panen dan pasca panen.
Gambar 11. Penanaman padi di lahan rawa lebak
Peningkatan produksi dan pendapatan di lahan
lebak dilakukan dengan penerapan sistem usahatani
33. 28 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
yang mencakup pengaturan pola tanam dan budidaya
komoditas yang disesuaikan dengan penataan lahan
untuk setiap tipologi lahan seperti halnya pada pola
pertanian sawah lebak yang dilakukan di Kayu Agung,
Sumatera Selatan (Tabel 2). Pola tanam untuk lahan
lebak dangkal dan tengahan bisa berupa padi-palawija-
padi, sedangkan untuk lebak dalam dapat ditanami
padi sekali setahun dengan kombinasi budidaya ikan
(Waluyo, et al.2000).
Tabel 2. Contoh Pola pertanian sawah lebak di Kayu Agung,
Sumatera Selatan.
Jenis
lebak
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Lebak
dangkal
Semai Tanam padi-panen Tanam palawija Tanam padi air
Lebak
tengahan
Semai Tanam padi-panen Tanam palawija(genjah) Tanam padi air
Lebak
dalam
Genangan air Semai Tanam padi-panen + ikan Bera
ikan
Penyusunan pola tanam pada lahan rawa lebak
didasarkan pada perubahan penyebaran tinggi air dan
34. 29 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
lama genangan air pada musim kering (musim kemarau)
dan basah (musim hujan). Pada lahan rawa lebak
dangkal dapat dimanfaatan untuk pertanian tanaman
pangan dengan pola padi – palawija – padi/ padi+ikan.
Masa tanam padi yang pertama dimulai dengan
penyemaian benih padi pada bulan Januari – Febuari
atau pada saat tinggi genangan 20-40 cm, dan tanam
padi dilakukan pada akhir bulan Febuari atau awal
Maret atau saat tinggi genangan 10-20 cm. Masa tanam
padi yang kedua dapat dilakukan pada sekitar akhir
bulan September atau awal bulan Oktober tergantung
kondisi genangan air. Sedangkan untuk masa tanam
palawija dapat dilakuan pada bulan Juni – September.
Padaa lahan rawa lebak tengahan dapat diterapkan
pola tanam pertanian padi – palawija – padi+ikan. Masa
tanam padi pertama dapat dilakukan sekitar bulan
Maret – Juni dan masa tanam padi kedua dapat
dilakukan pada sekitar pertengahan bulan Oktober.
Sedangkan untuk penanaman palawija dapat dilakukan
pada bulan Juli – september dengan memilih tanaman
palawija yang berumur genjah. Pada lebak dalam,
biasanya hanya dapat dilakukan satu kali tanam
35. 30 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
dengan melakukan sitem mina padi (tanam padi dan
ikan). Masa tanam padi bisa dilakukan pada sekitar
pertengahan bulan Mei – Oktober.
Budidaya padi di lahan lebak dibagi dua yaitu: a)
padi musim kemarau (padi sawah) yaitu tanaman padi
yang diusahakan pada muism kemarau, b) padi musim
hujan yaitu tanaman padi yang diusahakan pada musim
hujan (Waluyo et al., 2009).
Budidaya padi lahan rawa lebak pada musim
kemarau adalah sebagai berikut: (1) Tidak diperlukan
pengolahan tanah, kecuali pada lahan rawa lebak
dangkal, (2) Penyiapan lahan cukup dengan
membersihkan rumput dan semak, (3) Penanaman bibit
dilakukan bila air telah tinggal sekitar 20 cm diatas
permukaan tana, penanaman dilakukan dengan
tongkat pendek yang disebut “pandu” atau “mandau
luncuk” dengan menghimpit bagian akar bibit kemudian
ditusukkan ke tanah sampai pangkal akar terbenam.
Jumlah 3 batang/lubang ditanm dengan jarak 25x25 cm,
(4) Anjuran pemupukan sesuai rekomendasi spesifik
lokasi, (5) Panen dilakukan sekitar umur 120-130 hari
tergantung varietas.
36. 31 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
Gambar 12. Budidaya padi di musim kemarau
Berbeda dengan musim kemarau, penanaman
padi pada musim hujan hanya dilakukan pada lebak
dangkal dan tengahan. Budidaya pada musim hujan di
rawa lebak adalah sebagai berikut: (1) Pengolahan
tanah dengan cangkul/traktor dikerjakan pada waktu
tanah masih kering sebelum turun hujan, (2) Pertanaman
dilakukan segera setelah turun hujan dengan cara sebar
benih langsung (direct seeding), ditugal maupun dengan
sistem tanam pindah, (3) Jarak tanam 25x25 cm, dengan
3-5 gabah atau bibit per lubang, Jumlah benih sekitar 40-
50 kg/ha, (4) Pemupukan sesuai anjuran, (5)
Pengendalian hama penyakit terutama tikus dilakukan
sejak awal penanaman dengan cara grapyokan,
peracunan, perangkap dan sanitasi.
37. 32 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
Gambar 13. Budidaya paddi di musim hujan
38. 33 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
JENIS DAN VARIETAS TANAMAN
YANG ADAPTIF
Badan Litbang Pertanian telah mengidentifikasi
varietas tanaman yang dapat tumbuh dan berkembang
baik di lahan rawa lebak, baik varietas unggul lokal
maupun unggul nasional. Tanaman yang dapat
dikembangkan di lahan rawa lebak adalah tanaman
pangan dan tanaman sayuran.
Tanaman pangan
Tanaman pangan yang utama diusahakan di
lahan lebak adalah padi. Beberapa varietas padi lokal
yang adaptasi pada kondisi spesifik lahan rawa lebak
dan telah banyak digunakan petani di lahan lebak
adalah Siputih, Bone, Sanapi, Ketek, Siam. Sementara itu,
untuk beberapa varietas padi unggul yang beradaptasi
dan tumbuh dengan baik di lahan lebak adalah IR 42,
Ciherang, Mekongga, Ciliwung, Situbagendit, Inpari 6,
Inpari 30, Inpari 22, Inpari 33, Inpara 3, Inpara 4, Inpara 6,
Inpara 8. Sedangkan untuk jenis palawija yang biasa dan
39. 34 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
banyak ditanam di lahan rawa lebak meliputi jagung,
kacang tanah, dan kacang hijau.
Tanaman Hortikultura
Tanaman hotikultura seperti sayuran juga banyak
dibudidayakan di lahan rawa lebak. Kegiatan budidaya
ini dapat semakin mengoptimalkan hasil pemanfaatan
lahan rawa dan tentunya dapat menambah
penghasilan petani. Beberapa jenis tanaman hortikultura
yang banyak dibudidayakan di lahan rawa lebak
adalah kacang panjang, terong, cungkediro (ranggem),
cabai, tomat, gambas (oyong), paria, jenis sawi-sawian,
kangkung, bayam.
Gambar 14. Contoh pertanaman hortikultura di lahan rawa lebak
dangkal (IP2TP Kayu Agung)
40. 35 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
Perikanan
Usahatani ikan di lahan rawa lebak dapat
dilakukan dengan sistem kolam ataupun minapadi (ikan-
padi) kususnya untuk sistem caren terutama untuk lebak
tengahan, baik secara monokultur maupun polikultur.
Sedangkan pemeliharaanya dapat dilakukan dengan
sistem hampang (memagari suatu luasan perairan). Jenis
ikan yang biasa digunakan adalah ikan nila, ikan mas,
ikan patin.
41. 36 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
PENUTUP
Lahan rawa lebak di Indonesia mempunyai potensi
yang cukup besar untuk dikembangkan dalam rangka
menjamin swasembada pangan nasional, tentunya
dengan pengelolaan menggunakan teknologi yang
tepat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
telah banyak melakukan penelitian dasar, terapan
maupun pengembangan dan menghasilkan teknologi
anjuran untuk pengembangan sistem usahatani lahan
rawa spesipik lokasi. Teknologi utama yang telah
direkomendasikan antara lain penataan lahan,
komoditas dan varietas unggul, pemupukan dan
pengendalian organisme penggangggu tanaman.
Pengelolaan lahan rawa lebak sangat dipengaruhi
oleh tinggi rendahnya genangan air (hidrotopografi),
sistem drainase dan cuaca, sehingga perlu dilakukan
perencanaan Pola tanam yang tepat dan baik, guna
mengoptimalkan pemanfaatan lahan rawa lebak dan
dalam rangka mendukung pertanian IP 200 atau bahkan
IP 300. Ada dua sistem pengelolaan lahan rawa lebak
yang direkomendasikan yakni sitem surjan (tegalan) dan
42. 37 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
sistem caren (dengan tambak ikan). Pola tanam yang
dianjurkan umtuk lahan rawa lebak dangkal adalah
padi-palawija-padi, pada lahan rawa lebak tengahan
adalah padi-palawija-padi+ikan, dan pada lahan rawa
lebak dalam adalah padi+ikan.
43. 38 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
DAFTAR PUSTAKA
Budianto, D. 2003. Kebijaksanaan penelitian dan
pengembangan teknologi peningkatan produktivitas
padi terpadu di Indonesia. Prosiding Lokakarya
pelaksanaan Program Peningkatan Produktivitas Padi
Terpadu (P3T) tahun 2003. Puslitbangtan. Bogor.
Dinas Pertanian tanaman Pangan.2001. Laporan Tahunan,
Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Sumatera Selatan.
Djafar, Z.R. 1989. Pengembangan lahan lebak dalam
menunjang peningkatan produksi pangan di Sumatera
Selatan. Makalah pada Lokakarya Penyusunan Repelita
V Sub-sektor Pertanian Tanaman Pangan. Palembang,
28-29 Maret 1989.
Haryono, Muhammad Noor, Haris Syahbuddin, Muhrizal
Sarwani. 2013. Lahan Rawa: Penelitian dan
Pengembangan. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Ismail, I.G., T. Alihamsayah, IPG Wijaya Adhi, Suwarno, T.
Herawati. R. Taher, dan DE. Sianturi. 1993. Sewindu
Penelitian Pertanian di Lahan Rawa: Kontribusi, dan
Prospek Pengembangan. Proyek Swamps II.
Puslitbangtan Tanaman Pangan. Bogor.
Kosman, E. dan A. Jumberi. 1996. Tampilan potensi usahatani
di lahan rawa lebak. Hlm: 75-90. Dalam B. Prayudi et al.
(Eds.). Pros. Seminar Teknologi Sistem Usahatani Lahan
Rawa dan Lahan Kering. Buku I. Balittra. Banjarbaru.
Sari, Maya D. 2017. Pengertian dan jenis pola tanam. Diakses
pada 24 Agustus 2019.
(http://sumsel.litbang.pertanian.go.id).
44. 39 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
Noor, M. 2004. Lahan Rawa: Sifat dan Pengelolaan Tanah
Bermasalah Sulfat Masam. Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 241 Hlm.
Nursyamsi, Dedi, Dkk. 2014. Sistem Surjan: Model Pertanian
Lahan Rawa Adaptif Perubahan Iklim. IAARD Press.
Jakarta. 135 Hlm.
Puslitbangtanak. 2002. Anomali iklim. Evaluasi dampak,
peramalan dan teknologi antisipasinya. Untuk menekan
resiko penurunan produksi. Laporan hasil penelitian. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Subagyo, H. 2006. Klasifikasi dan penyebaran lahan rawa.
Dalam Didi Ardi S et al. (eds.). Karakteristik dan
Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Hlm.: 1-22.
Suryatna, A. 2007. Menelisik ketahanan pangan, kebijakan
pangan, dan swasembada beras. Orasi Pengukuhan
Profesor Riset Bidang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan
Litbang Pertanian. Bogor.
Tim Puslitanak. 2007. Karakterisasi lahan rawa lebak Prima Tani
desa Kota daro II, Kecamatan Rantau Panjang,
Kabupaten Ogan Ilir. Provinsi Sumatera Selatan. Badan
Litbang Departemen Pertanian.
WACLIMAD.2012a. Lowland Definition. Working Paper 1. Water
Management for Climate Change Mitigation and
Adaptive Management Development (WACLIMAD) in
Low Land. Bappenas-Euroconsult MatMAcDonald. GOI-
World Bank. Jakarta.
Waluyo, Suparwoto dan I.G Inu. 2000. Potensi dan peluang
pengembangan tanaman pangan di lahan rawa lebak
Sumatera Selatan. Dalam Proseding Seminar Nasional
45. 40 | O p t i m a l i s a s i P e m a n f a a t a n L a h a n R a w a
Penelitian dan pengembangan Pertanian di lahan Rawa.
Cipayung, 25-27 Juli 2000.
Waluyo, Suparwoto dan Jumakir. 2002. Sifat kimia tanah dan
kesesuaian lahan pada masing-masing tipologi lahan
rawa lebak di Kabupaten Komering Ilir Sumsel. Dalam
Jurnal Agronomi Universitas Jambi. 2002. Jambi.
Waluyo, I.W Supartha dan R. Dewi. 2003. Teknologi Budidaya
Padi Di lahan rawa lebak Dalam Teknologi budidaya
Komoditas Unggulan Sumatera Selatan. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sumatera Selatan badan Penelitian
Dan Pengembangan Pertanian.
Waluyo, Suparwoto, dan I.W Supartha. 2009. Laporan Akhir
Prima Tani di lahan Rawa Lebak, Kabupaten Ogan Ilir
(OKI) Sumatera Selatan. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sumatera Selatan.
Waluyo. 2017. Pola tanam lahan rawa lebak dangkal
peningkatan pendapatan petani. Diakses pada 24
Agustus 2019. (http://sumsel.litbang.pertanian.go.id).
Widjaya Adhi,IPG. K. Nugroho, D. Ardi dan S. karama. 1992.
Sumber daya lahan pasang surut, rawa dan pantai.
Makalah disajikan pada pertemuan nasional
pengembangan pertanian lahan pasang surut dan rawa
di Cisarua, tgl 3-4 maret 1992.