Paparan bertujuan untuk memberikan critical review terhadap jurnal yang berjudul: Multiple Carrying Capacities from a Management-Oriented Perspective to Operationalize Sustainable Tourism in Protected Areas yang dimuat dalam Journal of Environmental Management Volume 128 tahun 2013. Penelitian yang dilakukan oleh Salerno, F., Viviano, G., dkk. pada jurnal tersebut bertujuan untuk menjelaskan bagaimana konsep daya dukung pariwisata (TCC) telah bergeser dari pendekatan satu dimensi menjadi multidimensi serta menghidupkan kembali perdebatannya. Masalah-masalah yang akan direview dari artikel ini adalah: (1) Aspek teoritis dari jurnal yang dapat dianggap sudah mengevaluasi TCC serta sudah memenuhi untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan, hanya saja pendekatan DPSIR dan pendekatan Partisipatif belum dijelaskan lebih lanjut; (2) Metode penelitian dari jurnal yang direview meliputi teknik pengumpulan data, metode survei, metode pemilihan sampel dan teknik analisis data yang dibandingkan dengan metode TCC di Indonesia, dan (3) Kritik hasil jurnal, data penelitian serta diskusi dan pelajaran yang dapat diambil untuk penerapan di Indonesia. Artikel ini mendapatkan perbedaan metode, yaitu metode penghitungan rumus Cifuentes (1992) umunya di Indonesia, dan pendekatan SOT dan SOS sebagai lesson learned pengembangan kawasan lindung yang dapat diterapkan di Indonesia. TCC dinilai belum dikembangkan secara sistematis dan operatif sesuai karakteristik destinasi di Indonesia.
Proyek Akhir Pengaruh Kepadatan Pengunjung Terhadap Pengalaman Pengunjung di ...Rumba .
Merupakan tugas proyek akhir untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Diploma IV, Program Studi Manajemen Destinasi Pariwisata. Jurusan Kepariwisataan, Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung pada tahun 2014
Indonesia memiliki kawasan karst terluas di Asia Tenggara yakni 142.000 km2 dan sekitar 15%-nya masuk dalam kawasan lindung (Clements et al 2006). Luasan karst tersebut belum banyak diungkap kekayaannya. Eksplorasi dan penelitian kawasan karst di Indonesia umumnya dilakukan oleh negara lain (Perancis, Inggris, Australia, Italia, dan lain-lain).
Proyek Akhir Pengaruh Kepadatan Pengunjung Terhadap Pengalaman Pengunjung di ...Rumba .
Merupakan tugas proyek akhir untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Diploma IV, Program Studi Manajemen Destinasi Pariwisata. Jurusan Kepariwisataan, Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung pada tahun 2014
Indonesia memiliki kawasan karst terluas di Asia Tenggara yakni 142.000 km2 dan sekitar 15%-nya masuk dalam kawasan lindung (Clements et al 2006). Luasan karst tersebut belum banyak diungkap kekayaannya. Eksplorasi dan penelitian kawasan karst di Indonesia umumnya dilakukan oleh negara lain (Perancis, Inggris, Australia, Italia, dan lain-lain).
Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation Farhan Helmy
My Presentation on climate change complexity and potential solutions using En-ROADS simulation developed by Climate Interactive, MIT and Ventana System. (in Bahasa Indonesia)
Review Perencanaan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan ...bramantiyo marjuki
Review Proses Perencanaan Keruangan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan di Bukit Tekenang, Taman Nasional Danau Sentarum, Kapuas Hulu Kalimantan Barat Indonesia.
Local government: facilitator or inhibitor of sustainable tourism development? on Journal of Sustainable Tourism, 2013
Vol. 21, No. 1, 80–98,
Lisa Ruhanen
a School of Tourism, The University of Queensland, St Lucia ,
Brisbane , Queensland , Australia Published online: 02 May 2012.
ARAHAN MITIGASI BENCANA PASCA ERUPSI GUNUNG GAMALAMA DI KOTA TERNATEDede Saputra
Perkembangan suatu wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan karena sosial ekonomi, budaya dan geoggrafis antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat berbeda. Dilain sisi, perkembangan suatu wilayah akan meningkatkan kebutuhan lahan sebagai tempat tinggal dan beraktivitas. Hal ini mengakibatkan penduduk terpaksa menempati lokasi yang tidak layak huni seperti di daerah perbukitan dan lereng pegunungan. Aktivitas masyarakat tersebut menyebabkan tingkat kerawanan bencana menjadi semakin meningkat, manakala lahan dieksploitasi secara berlebihan tanpa memperhatikan daya dukung lahan. Di Kawasan Rawan Bencana III Gunung Gamalama terdapat Kawasan Lindung yang dicantumkan dalam RTRW. Berdasarkan RTRW Kota Ternate telah ditetapkan kawasan lindung yang sesuai fungsinya harus dipertahankan karena sangat penting untuk dijadikan kawasan tangkapan hujan dan area konservasi untuk menahan laju longsor dan mempertahankan kondisi air tanah. Suatu ekosistem dapat mengalami keruskan yang disebabkan oleh letusan gunung berapi perubahan pada ekosistem baik sebagian maupun keseluruhannya yang diikuti perubahan vegetasi pada daerah tersebut. Terjadinya erupsi pada tanggal 14 desember 2011, sebagian besar materialnya telah mengisi sungai yang ada di sekitar gunung gamalama dan beberapa lahan pada daerah-daerah di sekitaran gunung mengalami kerusakan.
Kata Kunci : Kawasan Rawan Bencana, NDVI, Mitigasi.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
More Related Content
Similar to Berbagai Kapasitas Daya Dukung dari Perspektif Manajemen untuk Mengoperasionalkan Pariwisata Berkelanjutan di Kawasan Lindung
Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation Farhan Helmy
My Presentation on climate change complexity and potential solutions using En-ROADS simulation developed by Climate Interactive, MIT and Ventana System. (in Bahasa Indonesia)
Review Perencanaan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan ...bramantiyo marjuki
Review Proses Perencanaan Keruangan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Pada Zona Pemanfaatan di Bukit Tekenang, Taman Nasional Danau Sentarum, Kapuas Hulu Kalimantan Barat Indonesia.
Local government: facilitator or inhibitor of sustainable tourism development? on Journal of Sustainable Tourism, 2013
Vol. 21, No. 1, 80–98,
Lisa Ruhanen
a School of Tourism, The University of Queensland, St Lucia ,
Brisbane , Queensland , Australia Published online: 02 May 2012.
ARAHAN MITIGASI BENCANA PASCA ERUPSI GUNUNG GAMALAMA DI KOTA TERNATEDede Saputra
Perkembangan suatu wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan karena sosial ekonomi, budaya dan geoggrafis antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat berbeda. Dilain sisi, perkembangan suatu wilayah akan meningkatkan kebutuhan lahan sebagai tempat tinggal dan beraktivitas. Hal ini mengakibatkan penduduk terpaksa menempati lokasi yang tidak layak huni seperti di daerah perbukitan dan lereng pegunungan. Aktivitas masyarakat tersebut menyebabkan tingkat kerawanan bencana menjadi semakin meningkat, manakala lahan dieksploitasi secara berlebihan tanpa memperhatikan daya dukung lahan. Di Kawasan Rawan Bencana III Gunung Gamalama terdapat Kawasan Lindung yang dicantumkan dalam RTRW. Berdasarkan RTRW Kota Ternate telah ditetapkan kawasan lindung yang sesuai fungsinya harus dipertahankan karena sangat penting untuk dijadikan kawasan tangkapan hujan dan area konservasi untuk menahan laju longsor dan mempertahankan kondisi air tanah. Suatu ekosistem dapat mengalami keruskan yang disebabkan oleh letusan gunung berapi perubahan pada ekosistem baik sebagian maupun keseluruhannya yang diikuti perubahan vegetasi pada daerah tersebut. Terjadinya erupsi pada tanggal 14 desember 2011, sebagian besar materialnya telah mengisi sungai yang ada di sekitar gunung gamalama dan beberapa lahan pada daerah-daerah di sekitaran gunung mengalami kerusakan.
Kata Kunci : Kawasan Rawan Bencana, NDVI, Mitigasi.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
Analisis Konten Pendekatan Fear Appeal dalam Kampanye #TogetherPossible WWF.pdfBrigittaBelva
Berada dalam kerangka Mata Kuliah Riset Periklanan, tim peneliti menganalisis penggunaan pendekatan "fear appeal" atau memicu rasa takut dalam kampanye #TogetherPossible yang dilakukan oleh World Wide Fund (WWF) untuk mengedukasi masyarakat tentang isu lingkungan.
Analisis dilakukan dengan metode kualitatif, meliputi analisis konten media sosial WWF, observasi, dan analisis naratif. Tidak hanya itu, penelitian ini juga memberikan strategi nyata untuk meningkatkan keterlibatan dan dampak kampanye serupa di masa depan.
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
Contoh surat Pengunduran diri karang taruna daerah.docx
Berbagai Kapasitas Daya Dukung dari Perspektif Manajemen untuk Mengoperasionalkan Pariwisata Berkelanjutan di Kawasan Lindung
1. JURNAL REVIEW
Berbagai Kapasitas Daya Dukung dari Perspektif Manajemen untuk
Mengoperasionalkan Pariwisata Berkelanjutan di Kawasan Lindung
Rumba 28819003
PK6001 – Topik Khusus (Pariwisata Berkelanjutan)
Bandung, 20 April 2020
2. • Daya Dukung Pariwisata (TCC) bergeser dari satu dimensi menjadi multidimensi
(aspek lingkungan sosial, dan politik);
• Studi fokus pada kawasan lindung yaitu, wilayah Gunung Everest;
• Data kualitatif dikumpulkan dari wisatawan dan dikombinasikan dengan pemodelan
lingkungan menggunakan kerangka kerja partisipatif.
• Kepuasan wisatawan menunjukkan margin positif untuk ekspansi wisata, tetapi
kondisi lingkungan saat ini membatasi pengembangan dengan pertimbangan dimensi
ruang dan waktu
• TCC dapat memainkan peran penting dalam pengelolaan kawasan lindung hanya jika
dipandang sebagai alat kebijakan strategis yang sistematis dalam proses perencanaan
daripada sebagai bilangan yang tidak dapat dimodifikasi.
• Menerjemahkan strategi dalam tindakan dapat menggunakan langkah-langkah
standar, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyeimbangkan komponen TCC
sebagai bagian dari kerangka kerja pengambilan keputusan.
Artikel History
Diterima 16 Januari 2013
Direvisi 11 April 2013
Tersedia online 30 Mei 2013
Halaman 116-125
Kata Kunci
Daya Dukung Pariwisata, Daya
Dukung Sosial, Daya Dukung
Lingkungan, Pariwisata
Berkelanjutan, Kawasan Lindung,
Substitusi Waktu-ke-Waktu
Publikasi
Dibiayai Kemenlu Italia DGCS
Mitra
IUCN, ICIMOD
INFORMASI JURNAL 02RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
Reviewer
Rumba 28819003
3. 03
PARIWISATA NEPAL
• Pariwisata adalah industri terbesar dan sumber devisa di Nepal. Nepal
memiliki 8 dari 10 gunung tertinggi di dunia dan surga bagi para
pendaki, pemanjat tebing, dan petualang.
• Puncak Gn. Everest dan warisan dunia Lumbini merupakan destinasi
utama Nepal.
• Tahun 2011 menjadi Tahun Pariwisata Nepal untuk menarik 1 juta
wisatawan mancanegara.
• Tahun 2012 menjadi Tahun Pariwisata Lumbini untuk mempromosikan
Lumbini, tempat kelahiran Budha Gautama.
• TN. Sagarmatha adalah rumah bagi puncak tertinggi di dunia - Gn.
Everest (8.848 m). Ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun
1976 dan mencakup beberapa puncak lainnya di atas 6.000 m. TN ini
mendapat pengakuan sebagai Situs Warisan Dunia pada tahun 1979.
• TN ini menawarkan beragam jenis satwa liar termasuk lebih dari 118
spesies burung, berbagai jenis pohon dan hewan langka yang jarang
terlihat meliputi: macan tutul salju, panda merah, dan dua jenis
burung yang memukau yaitu tanduk merah dan Impeyan.
• Waktu terbaik untuk berkunjung adalah selama musim gugur
Oktober-November dan musim semi/panas Maret-Mei.
(Gb.1) Landscape SNPBZ
sumber : www.wallpapercave.com
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
4. 04
1. PENDAHULUAN
• Pengelolaan pariwisata di kawasan lindung perlu direncanakan, dikelola, dan
dipantau secara hati-hati untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang
(WTO, 2005).
• Banyak kawasan lindung telah mempromosikan pengembangan pariwisata
untuk meningkatkan kondisi ekonomi mereka (Nepal, 2002, 2005; WTO, 2005).
• Perdebatan batas pertumbuhan destinasi bukanlah hal baru: sejak 1930-an
dalam sektor pariwisata (Saveriades, 2000).
• Awal 1990-an, konsep TCC sebagian besar digantikan oleh gagasan
pariwisata berkelanjutan (Navarro Jurado et al., 2012) namun keduanya menekankan
pembatasan pertumbuhan pariwisata dan perubahan lingkungan fisik dan
sosial mana yang dapat diterima (Butler, 1999; Liu, 2003).
• TCC banyak dikritik terkait situasi, kompleksitas substansial, dan
ketidakpastian (Lindberg et al., 1997 ; McCool dan Lime, 2001) namun konsep ini tetap
banyak dipergunakan melalui aspek ekologis, ekonomi, sosiologis, dan
persepsi (Briassoulis, 2000; Papageorgiou dan Brotherton, 1999; Buckley, 1999) serta permintaan
dari pengelola daya tarik wisata untuk memperkirakan ambang batas ukur
terutama terkait fungsi ekosistem(Castellani dan Sala, 2012)
• Tujuan penelitian : bukan untuk mematahkan paradigma melainkan untuk
menghidupkan kembali perdebatan tentang batas pertumbuhan suatu
destinasi, mencari solusi dari kelemahan pendekatan ini, serta berkontribusi
pada operasionalisasi pengelolaan berkelanjutan pada kawasan lindung.
Jumlah pengunjung maksimum
yang dapat dipertahankan suatu
kawasan tanpa penurunan
lingkungan fisik dan tanpa
berkurangnya jumlah kepuasan
pengunjung
(Mathieson and Wall, 1982; Prato, 2001)
TCC
Istilah yang akan sering muncul
TCC = Tourism Carrying Capacity
SCC = Social Carrying Capacities
ECC = Environmental Carrying Capacities
SNPBZ = Sagarmatha (Everest) National Park and Buffer Zone
SOT = Spreading Over Time Scenario
SOS = Spreading Over Space Scenario
Sumber : F. Salerno, dkk, Journal of Environmental Management 128 (2013) 116-125
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
5. 05
2. STUDI KASUS
• Penelitian dilakukan sebagai proyek 3 tahun (2006-2009) dikembangkan dengan kerangka kerja implementasi hasil World Summit for Sustainable
Development (UN, 2002).
• Penelitian bertujuan menciptakan metodologi untuk memfasilitasi proses pengelolaan kawasan lindung pegunungan (Amatya et al., 2010).
Sagarmatha (Everest) National Park dan
Buffer Zone (SNPBZ) di Nepal
• SNPBZ (1400 km2) adalah kawasan lindung tertinggi di dunia.
Keindahan alam yang luar biasa dan keanekaragaman budaya dan
biologis didominasi oleh Gunung Everest menjadikan SNPBZ destinasi
utama bagi alam, daya tarik budaya yang unik (budaya Sherpa dan
biara-biara Budha kuno) dan wisatawan yang suka petualangan
(Salerno et al., 2010a).
• Pengelolaan SNPBZ dimodifikasi menyesuaikan konservasi, serta
mengakomodasi kebutuhan wisata pendakian. Konservasi meliputi
perlindungan satwa liar, SD air dan tanah, dan kepentingan
masyarakat lokal (DNPWC, 2003).
(Gb 2) Papan Informasi SNP; (Gb. 3) Landscape SNP. Sumber : google.com
2.1 Profil Wisatawan
• Pendakian oleh Sir Edmund H. dan Tenzing N. Sherpa (1953) membuat
pendaki internasional, trekker, dan penjelajah tergerak. Kendala akses
ke SNPBZ masih sulit dengan harus mendaki 2 minggu ke Namche dari
Kathmandu.
• Landasan terbang Lukla dibangun (1964). Jumlah wisatawan meningkat
hanya 20 pada 1964 menjadi 30.599 pada 2008.
• Penurunan wisatawan terjadi karena konflik internal dan teroris pada
2001 (Gb. 4). Pengunjung paling tinggi pada musim semi dan gugur.
Tidak ada pengunjung pada musim hujan (Jun-Agt) (Gb. 5).
• Pariwisata menciptakan peluang kerja dan merubah ekonomi lokal
masyarakat. Maka, belum ada pembatasan pengunjung menghindari
dampak negatif-kemiskinan
(Gb 4) Penurunan wisatawan 2001; (Gb. 5) Penurunan wisatawan Jun-Agt.
Sumber : F. Salerno, dkk, Journal of Environmental Management 128 (2013) 116-125
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
6. 06
2. STUDI KASUS
• Penelitian fokus pada jalur trekking populer dengan asumsi jumlah
wisatawan di Namche sama dengan yang memasuki Monjo (Basnet,
1993; Nepal, 2003).
• Pola arus wisatawan di sepanjang jalur saat musim gugur selama 30
tahun terakhir (Basnet, 1993; Nepal, 2003 dan penelitian ini) menunjukkan
bahwa jumlah wisatawan diarahkan ke Gunung Everest (jalur 3 dan
4) telah menurun, khususnya antara 1978 dan 1997 (Gb.6). Secara
khusus, peneliti mengamati peningkatan minat pada central ring
(jalur 5 dan 7 melalui Gokyo & Dzonghla) dan island peak (jalur 6
melalui Chukung) serta sedikit peningkatan untuk jalur ke Thame
(jalur 2), lihat (Gb. 7)
(Gb. 7) Peta Taman Nasional dan Zona Penyangga Sagarmatha (SNPZB).
Sumber : F. Salerno, dkk, Journal of Environmental Management 128 (2013) 116-125
(Gb 6) Pola arus wisata musim gugur di
sepanjang jalur TN selama 30 tahun
terakhir: 1978, 1997 dan 2007 (studi saat
ini)
(Gb 8) Everest Base Camp Trek with Gokyo Lake Trek (a); Island Peak Climbing – Himganga Treks
and Expedition (b)
(Gb 9) Everest view via Thame to Kongde
Sumber : google.com
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
7. 073. DAYA DUKUNG PARIWISATA: EVALUASI ULANG DAN PENETAPAN PRINSIP
• Apakah pembatasan merupakan fitur bawaan sistem atau didorong tujuan manajemen dan politik? McCool dan Lime (2001).
• Disepakati pada aspek TCC: aspek intrinsik dan budaya (Lawson et al., 2003; Saarinen, 2006; Navarro Jurado et al., 2012). Kedua aspek berkontribusi
menentukan batas berkelanjutan untuk pertumbuhan dan termasuk dalam konsep keberlanjutan (Saarinen, 2006).
Kritik 1
Aspek Intrinsik : komponen deskriptif dari sistem.
Meliputi sumberdaya (State), dampak (Impact) terhadap
tekanan wisatawan (Driver), dan mitigasi (Response) dari
manajemen. Aspek intrinsik dapat dievaluasi dengan
pendekatan DPSIR (Driver, Pressure, State, Impact,
Response), (EEA, 2005).
Aspek Budaya : batas penerimaan terhadap aspek sosial dan lingkungan
dari sistem. Masyarakat lebih mampu mendefinisikan batasan untuk
perlindungan sumber daya daripada pelaku usaha. Perlunya pendekatan
partisipatif melibatkan pemangku kepentingan dengan justifikasi: Pirot, dkk (2000)
:
1. Pemangku kepentingan lokal memiliki
minat yang kuat dalam proses
manajemen;
2. Umumnya memiliki pengetahuan yang
relevan dengan ekosistem dan cara
pengelolaannya;
3. Nilai-nilai budaya, etika, dan spiritual
mereka telah berkembang didasari
interaksi yang telah berlangsung lama
dengan suatu ekosistem; dan
4. Mereka telah mengembangkan
penggunaan lokal atau sistem tenurial
yang dapat disesuaikan dengan maksud
dan tujuan dari program pengelolaan
ekosistem.(Gb 10) Basic DPSIR Concepts (a); dan Contoh DPSIR Gunung (b)
Sumber : uruqulnadhif.com
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
8. 083. DAYA DUKUNG PARIWISATA: EVALUASI ULANG DAN PENETAPAN PRINSIP
• Terdiri pada sisi pengakuan dan pengintegrasian berbagai aspek dan perspektif TCC yang berbeda dalam fokus dan kaitannya dengan
sumber daya yang digunakan (Saarinen, 2006).
• TCC terbatas penerapannya pada dimensi yang dapat diukur saja. Penerapan sebagian besar pada pesisir/pulau dan kawasan lindung
menyangkut jumlah wisatawan, arus pengunjung, perlindungan alam, dan pengalaman pengunjung (Manning, 2002; Coccossis dan Mexa, 2004).
Kritik 2
Social Carrying Capacity (SCC): mengacu pada
tingkat penggunaan wisatawan yang dapat ditampung di
kawasan lindung tanpa mengurangi kualitas pengalaman
dan kepuasan wisatawan (Lawson dkk 2003)
1. Konsep ini mempertimbangkan toleransi pada
crowding, termasuk Perceived Carrying Capacity
(PCC) (Pearce, 1989).
2. SCC memberikan pemahaman tekanan pada
ekosistem dan implementasi kebijakan yang dilakukan
pengelola untuk menanggapi pengembangan
pariwisata berkelanjutan (Hunter, 1997; Saveriades, 2000;
Saarinen, 2006).
3. SCC dapat dimasukkan sebagai batas atas dari bisnis
pariwisata dalam Konsep Destination Life Cycle
(Saarinen, 2006).
Environmental (Physical and Ecological) Carrying
Capacity (ECC): mencerminkan dampak pada ekosistem,
lingkungan budaya terbangun dan infrastruktur (Coccossis dan Mexa,
2004).
Physical-ecological terdiri dari
komponen yang tetap dan fleksibel
Kapasitas/Sistem SDA Sistem Infrastruktur
SCC + ECC = Sustainable
Penelitian diupayakan dapat menganalisis
aspek TCC :
Persepsi wisatawan
Dampak pada masyarakat
Kepuasan wisatawan (SCC)
Tingkat kerusakan SDA (ECC)
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
9. 09
4. METODE & DATA
4.1 Kerangka Kerja Pemodelan
Partisipatif
• Implementasi TCC perlu dipertimbangkan dalam perencanaan
yang lebih luas untuk pengembangan pariwisata sehingga
memerlukan partisipasi seluruh aktor utama dan masyarakat
(Saarinen, 2006-Coccossis dan Mexa, 2004).
• Kerangka kerja pemodelan partisipatif mengutamakan
permintaan dan kebutuhan para pemangku kepentingan lokal,
terdiri dari 5 modul :
Modul 1 (pembatasan sistem) : Profil sejarah, rumusan
masalah, latar belakang, tujuan
Modul 2 (model kualitatif) : konseptualisasi sistem,
mengemukakan sosio-ekosistem secara iteratif
Modul 3 (penelitian berorientasi manajemen) :
menggunakan output modul 1 dan 2 untuk mendefinisikan
persyaratan data – melengkapi model dengan hubungan
kuantitatif.
Modul 4 (pemodelan kuantitatif) : mengantisipasi
perubahan sistem dengan model matematika, teori, dan
hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam.
Modul 5 (manajemen adaptif) : evaluasi kebijakan
pemangku kepentingan secara berulang mulai dari proses
menuju hasil
4.2 Metode Survei
2006 2007 2008 2009
2006-2008
Penilaian kondisi TN, situasi energi,
pengelolaan limbah padat, dan kualitas air
Salerno et al. (2010a) dan Manfredi et al. (2010)
Okt-Nov 2007
Arus, jumlah,
profil,
destinasi
tujuan, dan
persepsi
wisatawan
Mar-Jun 2008
Informasi
komprehensif
Taman
Nasional
5000
kuesioner
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
10. 10
4. METODE & DATA
4.3 Penggunaan Model Substitusi
Waktu-ke-Waktu untuk menilai
Daya Dukung Sosial
• Tujuan : mengevaluasi dampak tekanan wisatawan pada
persepsi pengunjung dan kepuasan mereka secara
keseluruhan.
• Individu yang sama dapat menghasilkan dampak yang
berbeda tergantung pada kondisi destinasi wisata.
• Minggu-minggu kurang padat mewakili kondisi tahunan
rata-rata yang bisa dialami taman nasional di masa lalu.
• Minggu-minggu yang lebih ramai adalah perwakilan dari
situasi masa depan yang dapat ditentukan dengan
mengasumsikan peningkatan terus-menerus dalam jumlah
wisatawan.
• Jumlah wisatawan mingguan rata-rata aktual (588) dengan
jumlah wisatawan tahunan (30.599). Standar deviasi
sebesar 590 pengunjung (100% dari rata-rata),
• Lokasi pintu masuk wisata memungkinkan perubahan
persepsi terkait dengan berbagai tingkat penggunaan
sumber daya.
4.4 Model Berbasis Individu dan Model Sistem
Dinamis digunakan untuk menentukan
Daya Dukung Lingkungan
• Pemodelan
Berbasis
Individu (IB) :
memodelkan
arus wisata
dengan
menganalisis
perilaku
wisatawan.
• Sistem
Dinamis (SD)
memodelkan
dinamika
lingkungan
(lebih banyak
data).
(Gb 11) Struktur pemodelan keseluruhan digunakan untuk menilai Daya
Dukung Lingkungan di SNPBZ
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
11. 11
4. METODE & DATA
4.5 Indikator dan Ambang Batas yang Dapat Diterima
• Persepsi wisatawan tentang : masalah utama TN, tingkat kepuasan umum, dan status
kerusakan sumber daya dirujuk silang dengan jumlah wisatawan (Gb. 12)
(Materi 1)
(Gb 12) Ambang batas yang dapat diterima
a) Persepsi wisatawan: Garis-garis tipis dan hitam masing-masing menunjukkan persepsi
penerimaan atau tidak dapat diterima. C-peri mewakili jumlah wisatawan yang sesuai
dengan ambang batas yang dapat diterima untuk masing-masing sektor yang
diselidiki (i).
b) Agregat kepuasan wisatawan: C-sat mewakili jumlah wisatawan yang memaksimalkan
kepuasan wisatawan.
c) Status kerusakan sumber daya: C-envi mewakili jumlah wisatawan yang sesuai dengan
ambang batas yang dapat dimodelkan untuk setiap sumber daya yang diselidiki (i)
(Materi 2)
(Gb 13) Supplementary material 1 dan 2
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
12. 12
5. HASIL
5.1 Sistem dan Batasan Masalah
• Peneliti melakukan pembatasan pada sistem
yang diteliti. Pemodelan partisipatif melalui
2 lokakarya kepada perwakilan industri
pariwisata, LSM, asosiasi perdagangan,
lembaga keagamaan, pengelola taman
nasional, pembuat keputusan, organisasi
penelitian, dan komunitas taman nasional.
• Responden diminta mengidentifikasi
peristiwa/perubahan SNPBZ 100 tahun
terakhir
• Responden diminta mengidentifikasi
harapan, tantangan, kekhawatiran SNPBZ 25
tahun ke depan.
• Mayoritas responden sepakat bahwa
konsumsi energi, keadaan hutan, polusi air,
dan pengelolaan limbah padat adalah paling
terdampak negatif karena peningkatan
kunjungan.
(Gb 14) Analisis bersama berbagai aspek Daya Dukung
Pariwisata di SNPBZ. Untuk semua grafik sumbu x mewakili
jumlah wisatawan tahunan yang masuk di taman.
5.2 Daya Dukung Sosial
• Wisatawan menilai : tingkat keramaian,
kualitas air, efisiensi energi, pengolahan
limbah padat, dan perlindungan tradisi lokal.
• Gb. 14 Terdapat hubungan antara respon
wisatawan dan jumlah wisatawan pada
semua hasil kecuali perlindungan tradisi
lokal.
• Ambang batas yang dapat diterima :
1) Tingkat keramaian = 32.500 wisatawan
2) Kualitas air = 31.000 wisatawan
3) Efisiensi energi = 45.000 wisatawan
4) Limbah = tidak ada titik konvergensi
5)Tradisi lokal = 75% wisatawan menganggap
tidak terkait dengan jumlah wisatawan
• Pengalaman wisatawan: puas (51%) dan
sangat puas (30%)
• Kepuasan pengunjung meningkat hingga
ambang batas 34.000 wisatawan, lebih dari
itu, menurun.
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
13. 13
5. HASIL
5.3 Daya Dukung Lingkungan
• Skenario ‘bisnis seperti biasa’ (garis merah pada
Gb. 14g) sudah diuji pada Modul 3 dengan data
dukung lapangan (Salerno dkk, 2010b).
• Penelitian ini menggunakan skenario berbeda
dengan memvariasikan jumlah wisatawan
tahunan namun tetap mempertahankan
distribusi musiman pada 2008 (Gb.5)
• (Gb. 14g) Kualitas air sungai, limbah padat, dan
kepadatan berlebih berada di bawah ambang
batas.
• Sedangkan permintaan energi dan biomassa
hutan berada pada tingkat yang tidak sesuai
(defisit).
5.4 Daya Dukung Parwi dari waktu ke waktu dan ruang
(Gb 15) Penilaian Kapasitas ECC dari waktu ke waktu (a) dan ruang (b) dan
skenario pemodelan yang relevan bertujuan untuk mengurangi kepadatan
wisatawan
• SNPBZ menggunakan jalur yang tidak proporsional
dan musiman (Gb. 7) sehingga TCC perlu dianalisis
dikaitkan dengan spasial dan temporal arus
pengunjung.
• Pengelola SNPBZ sepakat menganalisis ‘skenario
manajemen’ agar menyebarkan aliran wisatawan
dari waktu ke waktu (SOT) dan ruang (SOS).
• Gb. 15 Defisit energi terkonsentrasi pada dua
musim (50% musim semi dan 90% musim gugur),
lainnya tidak defisit. Defisit pada jalur trek 3, 4, dan
6 sekitar 40%
SOT dan SOS mampu mengurangi defisit sekitar
25% musim gugur dan 30% di jalur trek.
• Limbah bermasalah pada musim wisatawan (> 30%
April dan Oktober). SOT meningkatkan efisiensi
manajemen menjadi 35%
• Kualitas air sangat buruk pada November (tekanan
wisatawan) dan Desember (debit air rendah). SOT
tidak berhasil signifikan, namun jalur 2 meningkat
40% baik
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
14. 14
6. Diskusi dan Pelajaran yang Diambil
• TCC dibatasi oleh kualitas dan kuantitas yang tersedia di taman
nasional :
Hilangnya biomassa hutan dikarenakan meningkatnya
permintaan kayu (Salerno, dkk. 2010a).
Pengelolaan limbah padat dan kualitas air sungai
menunjukkan kondisi kritis terkait musim wisatawan
Persepsi wisatawan tentang perlindungan tradisi bersifat
independen terhadap jumlah wisatawan
Wisatawan masih mendukung pengembangan lebih lanjut
meskipun ECC memberlakukan pembatasan
• Komponen ECC dapat dimanipulasi dengan tingkat fleksibilitas :
pembatasan pertumbuhan yang diinduksi dapat dikurangi
melalui investasi dan langkah-langkah pengaturan (Coccossis dan
Mexa, 2004).
• Kebijakan untuk menyebarkan wisatawan melalui SOT dan SOS
dapat meningkatkan ECC.
• TCC dipandang sebagai alat kebijakan strategis yang sistematis
dalam proses perencanaan daripada angka unik yang intrinsik
yang tidak dapat dimodifikasi.
• Dengan menggunakan pendekatan partisipatif, TCC dapat
digunakan sebagai alat penataan masalah, pembangunan
konsensus, dan sebagai metode pemecahan masalah.
1. Pentingnya fleksibiltas dalam kerangka
kerja
2. Perlunya menyeimbangkan komponen TCC
3. Penggabungan komponen kuantitatif dan
kualitatif
4. Satu area kawasan lindung mungkin ada
beberapa TCC
5. Daya dukung tidak diperbaiki dalam waktu,
namun dapat dimodifikasi oleh kebijakan
pengelola
(Gb 16) Biomassa hutan (a); dan Kualitas air sungai SNPBZ (b)
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
15. 15
7. Kesimpulan
Kerangka kerja perencanaan
yang berbeda telah
dikembangkan untuk
membuat keputusan tentang
TCC kawasan lindung,
termasuk LAC (Stankey et al., 1985),
VIM (Graefe et al., 1990; Farrell dan
Marion, 2002), dan VERP (Shelby dan
Heberlein, 1986; Layanan Taman Nasional,
1997; Manning, 2001) namun
kelemahannya adalah sifat
kerangka kerja yang reaktif
(Lawson et al., 2003), non kuantitatif
dan kurangnya ketelitian
analitis (Prato, 2001).
Berapa banyak
yang terlalu
banyak?
Seberapa banyak
perubahan dari kondisi
alam dapat diterima,
terkait tujuan dan sasaran
suatu destinasi?
1. Evaluasi ulang TCC menjadi perspektif
yang lebih berorientasi manajemen.
2. TCC bergeser dari pendekatan satu
dimensi ke multidimensi (lingkungan,
sosial, politik).
3. Data kualitatif dari wisatawan (persepsi,
masalah utama TN, perlindungan tradisi
lokal, kepuasan) harus dikombinasikan
dengan pemodelan lingkungan
menggunakan kerangka kerja partisipatif.
4. TCC sebagai alat kebijakan strategis
bukan nomor intrinsik yang tidak dapat
dimodifikasi.
5. TCC perlu dikembangkan contoh
sistematis dan operatif agar dapat
diterjemahkan dalam tindakan
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
16. 16
CRITICAL REVIEW
Judul : Isi dari jurnal sudah dapat menggambarkan judul jurnal
yang dibuat oleh penulis. Jurnal diawali abstrak sebagaimana
jurnal pada umumnya.
Abstrak : Abstrak sudah memberikan kata kunci yang sesuai
dengan aturan abstrak pada umumnya, namun sebaiknya
memasukkan space substitution.
Pendahuluan : Telah dijabarkan pengelolaan pariwisata di
kawasan lindung, perkembangan konsep TCC, dan tujuan
penelitian. Namun penulis tidak menjabarkan perkembangan
pariwisata dan kontribusinya ke Nepal sebagai informasi umum.
pembaca dapat mengetahui secara spesifik karakteristik
wisatawan.
3. Dampak ekonomi terhadap lokal sebaiknya tidak dimasukkan
dalam profil wisatawan namun dibahas pada sub-bab
terpisah. Hal ini menarik diketahui mengingat masyarakat
sekitar SNPBZ sudah sangat bergantung pada pariwisata.
Besaran pola ketergantungan mungkin mempengaruhi aspek
perlindungan tradisi lokal.
4. Sebelum membahas mengenai pemilihan jalur trekking
populer pada sub-bab profil wisatawan, perlu dijelaskan
sebelumnya pada studi kasus atau gambaran umum lokasi
penelitian mengenai jenis-jenis jalur trekking yang tersedia
sesuai poin 1.
Studi Kasus :
1. Penulis sekilas menjelaskan mengenai SNPBZ dan profil
wisatawan. Namun penulis tidak memberikan informasi
mengenai peran SNPBZ terhadap pariwisata Nepal, dan
gambaran produk wisata SNPBZ sebagai informasi umum.
2. Profil wisatawan sebaiknya dapat ditampilkan sekilas seperti
supplementary material 1 & 2. Dapat juga menampilkan data
karakteristik demografis (umur, jenis kelamin, pendapatan,
tingkat pendidikan) dan karakteristik geografis (asal, durasi
wisata, waktu tempuh trekking) dan motivasi berwisata
(waktu kunjungan, tujuan, jenis rombongan) sehingga
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
Penulisan : Dari segi kerapihan penulisan, jurnal ditulis rapi
dengan pengaturan rata kanan-kiri (justify text), namun penulis
masih menggunakan kata ‘kami (we)’ sebagai subjek, yang mana
sebaiknya diganti oleh tim peneliti atau ‘this research’
17. 17
CRITICAL REVIEW
Evaluasi Ulang Konsep : Penulis sudah menggambarkan
mengenai ‘tinjauan pustaka’ yang berisi evaluasi TCC dan
penetapan prinsip atau ‘ruang lingkup substansi’ yang digunakan
pada penelitian. Hanya saja detail pendekatan DPSIR tidak
dijelaskan mendalam sehingga pembaca cukup kesulitan
memahami dan harus mencari informasi lain diluar jurnal. Selain
itu penulis mengambil pendekatan ECC dengan menggabungkan
daya dukung fisik dan lingkungan, berbeda dengan penerapan di
Indonesia yang membedakan hal tersebut.
Metode dan Data: Penulis sudah menjelaskan kerangka kerja
pemodelan partisipatif, metode survei, penggunaan model
substitusi waktu-ke-waktu untuk menilai SCC, serta model IB dan
SB untuk menentukan ECC, hanya saja:
Supplementary material : Terdiri dari 2 lampiran file yang
sangat bermanfaat bagi pembaca.
1. Penulis tidak mendeskripsikan kerangka kerja pemodelan
partisipatif dalam supplementary material sehingga pembaca
tidak mengetahui mendalam 5 modul permodelan
partisipatif.
2. Metode survei dilakukan secara parsial (berbeda tahun)
sehingga memungkinkan munculnya lack of information
berupa perubahan kebijakan, tren, dst.
Hasil: Penulis memaparkan data kuantitatif dengan deskripsi
berupa sistem dan batasan masalah, SCC, ECC, serta TCC melalui
manajemen skenario SOT dan SOS.
Diskusi dan Pelajaran: Penulis memaparkan beberapa
kesimpulan sementara sebagai bahan diskusi dan pelajaran yang
bisa diambil. Sebaikya deskiripsi ini masuk dalam bab kesimpulan.
Kesimpulan: Penulis memaparkan beberapa kesimpulan akhir
dan kalimat saran. Sebaikya penulis dapat memisahkan dalam
sub-bagian mana yang kesimpulan dan mana yang saran sehingga
pembaca bisa lebih mudah memahami jurnal.
1. Supp material 1 : berisi metode survei, hasil dari kuesioner,
skenario SOT & SOS, dan pemodelan partisipatif modul 3 dan
5.
2. Supp material 2 : berisi rumus pernghitungan limbah, energi,
kualitas air, pengelolaan pariwisata, pengelolaan biomass,
indikator status SDA, dan ambang batas SDA.
RINGKASAN
JURNAL
CRITICALREVIEW
JURNAL
GAMBARANUMUM
Bagian sistem dan batasan masalah sedikit menjelaskan ‘unit
analisis’ yang seharusnya dimasukkan di metode penelitian, bukan
hasil penelitian.
18. 18
DAFTAR PUSTAKA
Salerno, F. dkk. (2013): Multiple Carrying Capacities from a management-oriented perspective to operationalize Sustainable Tourism in Protected
Areas. Journal of Environmental Management, Vol. 128, 116-125. Elsevier.
Situs Internet (web site) :
Contoh Review Jurnal. 5 April 2020, informasi diperoleh melalui situs internet: https://www.cryptowi.com/review-jurnal/. Diakses pada tanggal 31
Maret 2020.
Environment and Conservation Program. Informasi diperoleh melalui situs internet :https://www.volunteersinitiativenepal.org/environment-
conservation-program/. Diakses pada tanggal 20 April 2020.
Konsep DPSIR dan Definisi Teori Pembangunan. 3 Agustus 2015, informasi diperoleh melalui situs internet:
https://www.uruqulnadhif.com/2015/08/konsep-dpsir-dan-definisi-teori.html. Diakses pada tanggal 11 April 2020.
Pariwisata di Nepal. 2 November 2018, informasi diperoleh melalui situs internet : https://id.wikipedia.org/wiki/Pariwisata_di_Nepal. Diakses pada
tanggal 17 April 2020.
Sagarmatha National Park. Informasi diperoleh melalui situs internet : https://www.welcomenepal.com/places-to-see/sagarmatha-national-park.html.
Diakses pada tanggal 17 April 2020.
*gambar lainnya bersumber dari google, wallpapercave.com, dan freepick.com