SlideShare a Scribd company logo
Bab 3
SAMBUNGAN
Sambungan diperlukan jika:
1.Batang standar kurang panjang
2.Untuk meneruskan gaya dari elemen satu ke
elemen yang lain
3.Sambungan truss
4.Sambungan sebagai sendi
5.Untuk membentuk batang tersusun
6.Terdapat perubahan tampang
13.1.2 Klasifikasi sambungan
13.1.2.1 Sambungan kaku
Sambungan memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan
sudut-sudut antara komponen struktur yang disambung.
Deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga tidak
terlalu berpengaruh terhadap distribusi gaya maupun
terhadap deformasi keseluruhan struktur.
13.1.2.2 Sambungan semi kaku
Sambungan tidak memiliki kekakuan cukup untuk
mempertahankan sudut-sudut antara komponen struktur yang
disambung, namun mampu memberi kekangan yang dapat
diukur terhadap perubahan sudut. Pada sambungan semi kaku,
perhitungan kekakuan, penyebaran gaya, dan deformasinya
harus menggunakan analisis mekanika yang hasilnya didukung
oleh percobaan eksperimental.
13.1.2.3 Sambungan sendi
Sambungan pada kedua ujung komponen yang disambung
tidak ada momen. Sambungan sendi harus dapat berubah
bentuk agar memberikan rotasi yang diperlukan pada
sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen
lentur terhadap komponen struktur yang disambung. Detail
sambungan harus mempunyai kemampuan rotasi yang cukup.
Sambungan harus dapat memikul gaya reaksi yang bekerja
pada eksentrisitas yang sesuai dengan detail sambungannya.
Alat Sambung:
1. Baut  B. Hitam
B. Mutu Tinggi
2. Paku Keling
3. Las
Sambungan tipe tumpu adalah sambungan yang dibuat
dengan menggunakan baut yang dikencangkan dengan tangan,
atau baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan
gaya tarik minimum yang disyaratkan, yang kuat rencananya
disalurkan oleh gaya geser pada baut dan tumpuan pada
bagian-bagian yang disambungkan.
Sambungan tipe friksi adalah sambungan yang dibuat
dengan menggunakan baut mutu tinggi yang dikencangkan
untuk menimbulkan tarikan baut minimum yang disyaratkan
sedemikian rupa sehingga gaya-gaya geser rencana disalurkan
melalui jepitan yang bekerja dalam bidang kontak dan gesekan
yang ditimbulkan antara bidang-bidang kontak.
• Pembebanan dalam bidang adalah pembebanan yang
gaya dan momen lentur rencananya berada dalam
bidang sambungan sedemikian rupa sehingga gaya yang
ditimbulkan dalam komponen sambungan hanya gaya
geser.
• Pengencang tanpa slip adalah pengencang yang tidak
memungkinkan terjadinya slip antara pelat atau unsur
yang dihubungkan, sedemikian rupa sehingga
kedudukan relatifnya tidak berubah. Pengencang
tanpa slip dapat berupa sambungan tipe friksi dari
baut mutu tinggi atau las.
• Pembebanan tidak sebidang adalah pembebanan
yang gaya atau momen lentur rencananya menghasilkan
gaya yang arahnya tegak lurus bidang sambungan.
• Gaya ungkit adalah gaya tarik tambahan yang timbul
akibat melenturnya suatu komponen pada sambungan
yang memikul gaya tarik sehingga terjadi gaya ungkit
di ujung komponen yang melentur.
• Kencang tangan adalah kekencangan baut yang
diperoleh dengan kekuatan penuh seseorang yang
menggunakan alat pengencang standar atau dengan
beberapa pukulan alat pengencang impak
13.1.3 Perencanaan sambungan
Kuat rencana setiap komponen sambungan tidak
boleh kurang dari beban terfaktor yang dihitung.
Perencanaan sambungan harus memenuhi persyaratan
berikut:
1.Gaya-dalam yang disalurkan berada dalam
keseimbangan dengan gaya-gaya yang bekerja pada
sambungan;
2.Deformasi pada sambungan masih berada dalam
batas kemampuan deformasi sambungan;
3.Sambungan dan komponen yang berdekatan harus
mampu memikul gaya-gaya yang bekerja padanya.
13.1.4 Kuat rencana minimum sambungan
Sambungan struktural (tidak termasuk di dalamnya sambungan
tralis dan wartel mur, gording, dan spalk) harus direncanakan agar
sedikitnya dapat menerima gaya sebesar:
1. gaya-gaya yang berasal dari komponen struktur, dan
2. gaya minimum yang dinyatakan dalam nilai atau fraksi kuat
rencana komponen struktur dengan nilai minimum yang
diuraikan di bawah ini:
(i) Sambungan kaku: momen lentur sebesar 0,5 kali momen lentur
rencana komponen struktur;
(ii) Sambungan sendi pada balok sederhana: gaya geser sebesar 40 kN;
(iii) Sambungan pada ujung komponen struktur tarik atau tekan: suatu
gaya sebesar 0,3 kali kuat rencana komponen struktur, kecuali pada
batang berulir dengan wartel mur yang bekerja sebagai batang
pengikat, gaya tarik minimum harus sama dengan kuat rencana
batang;
Keterangan:
δ adalah faktor amplifikasi δb atau δs yang ditetapkan sesuai dengan Butir
7.4 SNI 2002
Ls adalah jarak antara titik pengekang lateral efektif
(iv) Sambungan lewatan komponen struktur tarik: suatu gaya sebesar
0,3 kali kuat rencana komponen struktur tarik;
(v)Sambungan lewatan komponen struktur tekan: jika ujungnya
dirancang untuk kontak penuh, maka gaya tekan boleh dipikul melalui
tumpuan pada bidang kontak dan jumlah alat pengencang harus cukup
untuk memikul semua bagian di tempatnya dan harus cukup untuk
menyalurkan gaya sebesar 0,15 kali kuat rencana komponen struktur
tekan. Selain itu, sambungan yang berada di antara pengekang lateral
harus direncanakan untuk memikul gaya aksial terfaktor, Nu, ditambah
momen lentur terfaktor, Mu, yang tidak kurang dari:
1000
su
u
LN
M
δ
=
Bila komponen struktur tersebut tidak dipersiapkan
untuk kontak penuh, penyambung dan pengencangnya
harus dirancang untuk memikul semua komponennya
tetap lurus dan harus direncanakan untuk menyalurkan
gaya sebesar 0,3 kali kuat rencana komponen struktur
tekan.
(vi) Sambungan lewatan balok: suatu momen lentur
sebesar 0,3 kali kuat lentur rencana balok, kecuali
pada sambungan yang direncanakan untuk menya-
lurkan gaya geser saja. Sambungan yang memikul
gaya geser saja harus direncanakan untuk menya-
lurkan gaya geser dan momen lentur yang ditim-
bulkan oleh eksentrisitas gaya terhadap titik berat
kelompok alat pengencang;
(vii) Sambungan lewatan komponen struktur yang
memikul gaya kombinasi:
sambungan komponen struktur yang memikul
kombinasi antara gaya tarik atau tekan aksial
dan momen lentur harus memenuhi (iv), (v) dan
(vi) sekaligus.
13.1.5 Pertemuan
Komponen struktur yang menyalurkan gaya-gaya pada
sambungan, sumbu netralnya harus direncanakan untuk
bertemu pada suatu titik.
Bila terdapat eksentrisitas pada sambungan, komponen
struktur dan sambungannya harus dapat memikul momen yang
diakibatkannya
13.1.6 Pemilihan alat pengencang
Bila sambungan memikul kejut, getaran, atau tidak boleh slip maka
harus digunakan sambungan tipe friksi dengan baut mutu tinggi atau las.
13.1.7 Sambungan kombinasi
Bila digunakan pengencang tanpa slip (baut mutu tinggi dalam sambungan
tipe friksi atau las) bersama dengan pengencang jenis slip (seperti baut
kencang tangan, atau baut mutu tinggi dalam sambungan tipe tumpu)
dalam suatu sambungan, semua beban terfaktor harus dianggap dipikul
oleh pengencang tanpa slip. Bila digunakan kombinasi pengencang tanpa
slip, beban terfaktor dapat dianggap dipikul bersama. Akan tetapi
apabila digunakan pengelasan dalam sambungan bersama-sama dengan
pengencang tanpa slip lainnya maka:
setiap gaya yang mula-mula bekerja langsung pada las tidak boleh
dianggap turut dipikul oleh pengencang yang ditambahkan setelah
bekerjanya gaya tersebut; dan
setiap gaya yang bekerja setelah pengelasan harus dianggap dipikul oleh
las.
13.1.8 Gaya ungkit
Baut yang direncanakan untuk memikul gaya tarik terfaktor
harus dapat memikul setiap gaya tarik tambahan akibat gaya
ungkit yang terjadi akibat komponen yang melenting.
13.1.9 Komponen sambungan
Komponen sambungan (antara lain pelat pengisi, pelat buhul,
pelat pendukung), kecuali alat pengencang, kekuatannya harus
diperhitungkan sesuai dengan persyaratan pada Butir 8, 9, 10,
dan 11.
13.1.10 Pengurangan luas akibat baut
13.1.10.1 Luas lubang
Luas lubang yang digunakan adalah luas penuh.
13.1.10.2 Lubang tidak selang-seling
Pada lubang yang tidak diselang-seling, luas
pengurangnya adalah jumlah maksimum luas lubang
dalam irisan penampang tegak lurus terhadap arah
gaya yang bekerja pada unsur struktur.
sg
sp
Arah gaya
gp sts 4/2
untuk setiap spasi antara dua lubang yang terpotong irisan
tersebut, dengan t adalah tebal pelat yang dilubangi serta sp
dan sg dapat dilihat pada Gambar 13.1-1. Jika didapatkan bebe-
rapa kemungkinan irisan penampang (termasuk irisan lubang
tidak selang-seling) maka harus dipilih irisan penampang yang
menghasilkan pengurangan luas yang maksimum.
13.1.10.3 Lubang selang-seling
Bila lubang dibuat selang-seling, luas yang dikurangkan
setidaknya harus sama dengan jumlah luas lubang dalam
irisan zig-zag yang dibuat dikurangi
t
Gambar 13.1-2 Siku dengan lubang pada kedua kaki.
Untuk penampang seperti siku dengan lubang dalam kedua
kaki, diambil sebagai jumlah jarak tepi ke tiap lubang,
dikurangi tebal kaki (lihat Gambar 13.1-2).
13.1.11 Sambungan pada profil berongga
Pada profil berongga pengaruh tegangan di sekitar sambungan
harus diperhitungkan.
sg = sg1 + sg2 - t
sg2
sg1
t
13.2 Perencanaan baut
13.2.1 Jenis baut
Jenis baut yang dapat digunakan pada ketentuan-ketentuan
Butir 13.2 dan 13.3 adalah baut yang jenisnya ditentukan dalam
SII (0589-81, 0647-91 dan 0780-83, SII 0781-83) atau SNI
(0541-89-A, 0571-89-A, dan 0661-89-A) yang sesuai, atau
penggantinya.
13.2.2 Kekuatan baut
Suatu baut yang memikul gaya terfaktor, Ru, harus memenuhi
Ru ≤ φ Rn (13.2-1)
Keterangan:
φ adalah faktor reduksi kekuatan
Rn adalah kuat nominal baut
b
uf
13.2.2.1 Baut dalam geser
Kuat geser rencana dari satu baut dihitung sebagai berikut:
(13.2-2)
Keterangan:
r1 = 0,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser
r1 = 0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser
φf = 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk
fraktur
adalah tegangan tarik putus baut
Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah
tak berulir
b
b
ufnfd AfrVV 1φφ ==
b
b
ufnfd AfrVV 1φφ ==
1. Pengantar
Baut yang memikul gaya tarik
Kuat tarik rencana satu baut dihitung sebagai berikut:
= 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk
fraktur
fφ
b
uf adalah tegangan tarik putus baut
Ab adalah luas bruto penampang baut
pada daerah tak berulir
b
b
ufnfd AfTT 75,0φφ == (13.2-3)
Keterangan:
1. Pengantar
mfr
nA
V
f b
uf
b
u
uv φ1≤=
n
T
AfTT u
btfnfd ≥== φφ
221 ffrff uvt ≤−≤
= 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur
n adalah jumlah baut
m adalah jumlah bidang geser
Baut pada sambungan tipe tumpu yang memikul kombinasi
geser dan tarik
Baut yang memikul gaya geser terfaktor, Vu , dan gaya tarik
terfaktor, Tu, secara bersamaan harus memenuhi kedua
persyaratan berikut ini:
(13.2-4)
(13.2-5)
(13.2-6)
Keterangan:
fφ
2r
1f
2r
1f
2r
2f
2f
untuk baut mutu tinggi:
= 807 MPa, = 621 MPa,
= 1,9 untuk baut dengan ulir pada bidang geser
,
= 1,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser,
untuk baut mutu normal:
= 410 MPa, = 310 MPa,
= 1,9
upbfnfd ftdRR φφ 0,2==
13.2.2.4 Kuat tumpu
Kuat tumpu rencana bergantung pada yang terlemah dari baut
atau komponen pelat yang disambung. Apabila jarak lubang tepi
terdekat dengan sisi pelat dalam arah kerja gaya lebih besar
daripada 1,5 kali diameter lubang, jarak antar lubang lebih
besar daripada 3 kali diameter lubang, dan ada lebih dari satu
baut dalam arah kerja gaya, maka kuat rencana tumpu dapat
dihitung sebagai berikut,
(13.2-7)upbfnfd ftdRR φφ 4,2==
Kuat tumpu yang didapat dari perhitungan di atas berlaku
untuk semua jenis lubang baut. Sedangkan untuk lubang baut
selot panjang tegak lurus arah kerja gaya berlaku persamaan
berikut ini,
(13.2-8)
=0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur
Keterangan:
db
adalah diameter baut nominal pada daerah tak berulir
tp
adalah tebal pelat
fu
adalah tegangan tarik putus yang ter endah dari baut
atau pelat
fφ
13.2.2.5 Pelat pengisi
Pada sambungan-sambungan yang tebal pelat pengisinya antara
6 mm sampai dengan 20 mm, kuat geser nominal satu baut yang
ditetapkan pada Butir 13.2.2.1 harus dikurangi dengan 15
persen. Pada sambungan-sambungan dengan bidang geser
majemuk yang lebih dari satu pelat pengisinya dilalui oleh satu
baut, reduksinya juga harus dihitung menggunakan ketebalan
pelat pengisi yang terbesar pada bidang geser yang dilalui oleh
baut tersebut.
13.2.3 Sambungan tanpa slip
1.3.2.3.1 Perencanaan
Pada sambungan tipe friksi yang mengunakan baut mutu
tinggi yang slipnya dibatasi, satu baut yang hanya memikul
gaya geser terfaktor, Vu, dalam bidang permukaan friksi
harus memenuhi:
Vu < Vd (= φ Vn )
Kuat rencana, Vd = f Vn, adalah kuat geser satu baut dalam
sambungan tipe friksi yang ditentukan sebagai berikut:
Vd = f Vn = 1,13 φ µ m Tb
Vd = f Vn = 1,13 φ µ m Tb
Keterangan:
µ adalah koefisien gesek yang ditentukan pada Butir 13.2.3.2
m adalah jumlah bidang geser
Tb adalah gaya tarik baut minimum pada pemasangan seperti
yang disyaratkan pada Butir 18.2.5.2
φ = 1,0 untuk lubang standar
φ = 0,85 untuk lubang selot pendek dan lubang besar
φ = 0,70 untuk lubang selot panjang tegak lurus arah
kerja gaya
φ= 0,60 untuk lubang selot panjang sejajar arah kerja
gaya
13.2.3.2 Bidang-bidang kontak
Bila bidang-bidang kontak dalam keadaan bersih, koefisien gesek, µ, harus
diambil sebesar 0,35. Bila permukaannya diratakan, atau keadaan
permukaan lainnya termasuk permukaan yang diolah oleh mesin, koefisien
geseknya harus diten-tukan berdasar hasil percobaan yang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Sambungan yang menggunakan baut mutu tinggi
harus diidentifikasi dan gambarnya harus menunjukkan dengan jelas
perlakuan permukaan yang diperlukan pada sambungan tersebut apakah
permukaan tersebut perlu dilindungi saat pengecatan atau tidak.
13.2.3.3 Kombinasi geser dan tarik pada sambungan tipe friksi
Baut pada sambungan yang slipnya dibatasi dan memikul gaya tarik
terfaktor, Tu, harus memenuhi ketentuan pada Butir 13.2.3.1 dengan kuat
rencana slip Vd = φ Vn direduksi dengan faktor
(13.2-10)





−
b
u
T
T
13,1
1
13.3 Kelompok baut
13.3.1 Kelompok baut yang memikul pembebanan sebidang
Kuat rencana kelompok baut harus ditentukan dengan analisis
berdasarkan anggapan berikut:
a) Pelat penyambung harus dianggap kaku dan berputar terhadap suatu
titik yang dianggap sebagai pusat sesaat kelompok baut;
b) Dalam hal kelompok baut yang memikul momen murni (kopel), pusat
sesaat perputaran sama dengan titik berat kelompok baut. Jika kelompok
baut memikul gaya geser sebidang yang bekerja pada titik berat
kelompok baut, pusat sesaat untuk perputaran berada di tak- hingga dan
gaya geser rencana terbagi rata pada kelompok baut. Untuk kasus
lainnya, harus digunakan cara perhitungan yang standar;
c) Gaya geser rencana pada setiap baut harus dianggap bekerja tegak
lurus pada garis yang menghubungkan baut ke pusat sesaat, dan harus
diambil berbanding lurus dengan jarak antara baut dan pusat sesaat.
Tiap baut harus memenuhi ketentuan Butir 13.2.2.1 dan Butir 13.2.2.4,
atau Butir 13.2.3.1.
13.3.3 Kelompok baut yang menerima beban kombinasi
sebidang dan tidak sebidang
Kuat rencana baut pada suatu kelompok baut ditentukan sesuai
dengan Butir 13.3.1 dan 13.3.2. Setiap baut harus memenuhi
Butir 13.2.2.1, 13.2.2.2, 13.2.2.3, dan 13.2.2.4, atau Butir 13.2.3.1
dan 13.2.3.3.
13.3.2 Kelompok baut yang memikul pembebanan
tidak sebidang
Beban pada setiap baut dalam kelompok baut yang memikul
pembebanan tidak sebidang ditetapkan sesuai dengan Butir
13.1.3. Tiap baut harus memenuhi Butir 13.2.2.1, 13.2.2.2,
13.2.2.3, dan 13.2.2.4, atau Butir 13.2.3.1 dan 13.2.3.3.
Tabel 13.4-1 Jarak tepi minimum.
Tepi dipotong
dengan tangan
Tepi dipotong
dengan mesin
Tepi profil
bukan hasil
potongan
1,75 db
1,50 db
1,25 db
Dengan db adalah diameter nominal baut pada daerah tak berulir. Jarak
tepi pelat harus memenuhi juga ketentuan Butir 13.2.2.4.
13.4 Tata letak baut
13.4.1 Jarak
Jarak antar pusat lubang pengencang tidak boleh kurang dari 3 kali
diameter nominal pengencang. Jarak minimum pada pelat harus
memenuhi juga ketentuan Butir 13.2.2.4.
13.4.2 Jarak tepi minimum
Jarak minimum dari pusat pengencang ke tepi pelat atau pelat sayap
profil harus memenuhi spesifikasi dalam Tabel 13.4-1.
13.4.4 Jarak tepi maksimum
Jarak dari pusat tiap pengencang ke tepi terdekat suatu
bagian yang berhubungan dengan tepi yang lain tidak boleh
lebih dari 12 kali tebal pelat lapis luar tertipis dalam
sambungan dan juga tidak boleh melebihi 150 mm.
13.4.5 Lubang
Lubang baut harus memenuhi Butir 17.3.5.
13.4.3 Jarak maksimum
Jarak antara pusat pengencang tidak boleh melebihi 15 tp
(dengan tp adalah tebal pelat lapis tertipis didalam
sambungan), atau 200 mm. Pada pengencang yang tidak perlu
memikul beban terfaktor dalam daerah yang tidak mudah
berkarat, jaraknya tidak boleh melebihi 32 tp atau 300 mm.
Pada baris luar pengencang dalam arah gaya rencana,
jaraknya tidak boleh melebihi (4 tp + 100 mm) atau 200 mm.
1. Pengantar
Contoh 1
Pelat baja BJ 37 ukuran 200mmx10mm disambung dengan
dua pelat 200mmx6mm, menggunakan baut hitam diameter
19mm. Rencanakan sambungan tsb.
Diameter lubang = db + 2 = 21 mm
Dicoba dalam satu tampang ada dua baut
Lebar pelat neto bn = 200 – 2x21 = 158 mm
An = bn x t = 158 x 10 = 1580 mm2
Ag = 200 x 10 = 2000 mm2
Nu = φf x Ag x fu = 0.75 x 2000 x 370 = 555000 N
Nu = φf x An x fu = 0.9 x 1580 x 240 = 341280 N
Kekuatan baut:
Ab = 2 x 0.25 x π x d2
= 2x0.25xπx192
= 567.059 mm2
Kuat geser Vd = ff x r1 x fu x Ab
= 0,75x0,5x370x567.059 = 78679.44 N
Kuat tumpu Rd = 2,4 ff db tp fu = 2,4x0,75x19x10x370
= 126540 N
Jumlah baut n = Nu / Vd = 4.338  6 buah
Contoh 2
Pelat baja BJ 37 ukuran 100mmx12mm disambung dengan
dua pelat 100mmx8mm, menggunakan baut hitam diameter
16mm. Rencanakan sambungan tsb.
Diameter lubang = db + 1 = 18 mm
Dicoba dalam satu tampang ada dua baut
Lebar pelat neto bn = 100 – 2x18 = 64 mm
An = bn x t = 64 x 12 = 768 mm2
Ag = 100 x 12 = 1200 mm2
1. Pengantar
Nu = φf x Ag x fu = 0.75 x 1200 x 370 = 333000 N
Nu = φf x An x fu = 0.9 x 768 x 240 = 165888 N
Kekuatan baut:
Ab = 2 x 0.25 x π x d2
= 2x0.25xpx162
= 201.06 mm2
Kuat geser Vd = φf x r1 x fu x Ab = 0,75x0,5x370x201,06
= 55794,816 N
Kuat tumpu Rd = 2,4 φf db tp fu = 2,4x0,75x16x12x370
= 127872 N
Jumlah baut n = Nu / Vd = 2,973  4 buah
Contoh SoalBeban Eksentris 1
Beban pada baut R berbanding lurus dengan jarak ke
pusat sumbu (r),
......................
maks
maks
R
r
r
R 1
1 =W
R1
r1
maks
maks
R
r
r
R 2
2 =
maks
maks
R
r
r
R 3
3 =
maks
maks
R
r
r
R 6
6 =
r1 = rmaks
R1 = Rmaks
maks
maks
R
r
r
M
2
1
1 =
maks
maks
R
r
r
M
2
2
2 =
maks
maks
R
r
r
M
2
3
3 =
maks
maks
R
r
r
M
2
6
6 =
R3
R4
R5
R6
∑
=
=
=
ni
i
iMM
1
e
R2
∑
=
=
+
= ni
i
ii
maks
maksh
yx
yM
R
1
22
)( ∑
=
=
+
= ni
i
ii
maks
maksv
yx
xM
R
1
22
)(
dmaksvmakshmaks R
n
W
RRR ≤





++=
2
2
dmaksvmakshmaks V
n
W
RRR ≤





++=
2
2
( ) ∑
=
=
=++++==
ni
i
i
maks
maks
maks
maks
r
r
R
rrrr
r
R
WeM
1
22
6
2
3
2
2
2
1 ......
∑
=
=
= ni
i
i
maks
maks
r
rM
R
1
2
1. Pengantar
Beban Eksentris 2
220 mm
250 mm
570 mm
35
100
100
100
100
100
35
60KN
Beban Eksentris 2
Garis netral
2
b
2
b
yn
y4
y3
y2
y1
2
bd
4
1
A π=
y5
( ) ∑
=
=
+=
5i
1i
2
i
3
nn yA2yb75,0
3
1
I
n
maks
makst
I
yM
f =
Penyelesaian Cara 1
Posisi garis netral dicari dengan coba-
coba.
Luas tampang baut :
Dengan lebar efektif bidang tekan 0,75 b
garis netral ditentukan sedemikian
sehingga melewati pusat berat bidang
tekan efektif dan baut-baut tarik (di
atas garis netral).
Selanjutnya momen inersia terhadap
garis netral dihitung:
ymaks = y1
aris netral
2
b
2
b
yn
( ) 3
a
3
nn ya
3
1
yb75,0
3
1
I +=
n
1
makst
I
yM
f =
Penyelesaian Cara 2
Posisi garis netral dicari dengan setiap dua baut
diwakili dengan empat persegi panjang setinggi
jarak spasi baut arah vertikal yang sama luas.
Lebar epp dihitung sbb:
Dengan lebar efektif bidang tekan 0,75 b garis
netral ditentukan sedemikian sehingga melewati
pusat berat bidang tekan efektif dan epp
pengganti baut
Selanjutnya momen inersia terhadap garis
netral dihitung:
a
s
y1
ya
( )
s
d0,252
a
2
bπ
=
. . . . . . . . . . . .
maks
maks
T
y
y
T 2
2 =
maks
maks
T
y
y
T 1
1 =
maks
maks
T
y
y
T 3
3 =
maks
maks
T
y
y
T 6
6 =
maks
maks
T
y
y
M
2
1
1 =
maks
maks
T
y
y
M
2
2
2 =
maks
maks
T
y
y
M
2
3
3 =
maks
maks
T
y
y
M
2
6
6 =
∑
=
=
= ni
i
i
maks
maks
y
yM
T
1
2
∑
=
=
= ni
i
i
maks
makst
yA
yM
f
1
2
2
Penyelesaian Cara 3
Asumsi:Sumbu putar terletak
pada baut terbawah
Pengaruh Momen
Baja i-3

More Related Content

What's hot

SNI Tata Cara Perencanaan Struktur Baja.ppt
SNI Tata Cara Perencanaan Struktur Baja.pptSNI Tata Cara Perencanaan Struktur Baja.ppt
SNI Tata Cara Perencanaan Struktur Baja.pptdarmadi ir,mm
 
MODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNAN
MODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNANMODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNAN
MODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNANPPGHybrid1
 
menghitung Momen Ultimate baja komposit
menghitung Momen Ultimate baja kompositmenghitung Momen Ultimate baja komposit
menghitung Momen Ultimate baja kompositShaleh Afif Hasibuan
 
Definifisi beton prategang
Definifisi beton prategangDefinifisi beton prategang
Definifisi beton prategangrendy surindra
 
SNI 03 - 1729 - 2002 TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG
SNI 03 - 1729 - 2002 TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNGSNI 03 - 1729 - 2002 TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG
SNI 03 - 1729 - 2002 TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNGMira Pemayun
 
Struktur baja-5 lentur-balok
Struktur baja-5 lentur-balokStruktur baja-5 lentur-balok
Struktur baja-5 lentur-balokLeticia Freidac
 
Baja 1 struktur tekan tersusun
Baja 1 struktur tekan tersusunBaja 1 struktur tekan tersusun
Baja 1 struktur tekan tersusunFeraLestari3
 
240279231 perencanaan-gudang-baja-docx
240279231 perencanaan-gudang-baja-docx240279231 perencanaan-gudang-baja-docx
240279231 perencanaan-gudang-baja-docxAris Munandar Saputra
 
Bab 2 perencanaan gording
Bab 2 perencanaan gordingBab 2 perencanaan gording
Bab 2 perencanaan gordingGraham Atmadja
 
Beton2 tata 15-perencanaan-pondasi-telapak
Beton2 tata 15-perencanaan-pondasi-telapakBeton2 tata 15-perencanaan-pondasi-telapak
Beton2 tata 15-perencanaan-pondasi-telapakMaman Asep
 
RANGKUMAN BATANG TEKAN DAN BATANG TARIK KONSTRUKSI BAJA 1
RANGKUMAN BATANG TEKAN DAN BATANG TARIK KONSTRUKSI BAJA 1RANGKUMAN BATANG TEKAN DAN BATANG TARIK KONSTRUKSI BAJA 1
RANGKUMAN BATANG TEKAN DAN BATANG TARIK KONSTRUKSI BAJA 1MOSES HADUN
 
Perkerasan jalan raya kelompok dhanes
Perkerasan jalan raya kelompok dhanesPerkerasan jalan raya kelompok dhanes
Perkerasan jalan raya kelompok dhanesrakesword
 
perhitungan jembatan
perhitungan jembatanperhitungan jembatan
perhitungan jembatanFarid Thahura
 
Struktur Baja: Desain dan Perilaku Jilid 2
Struktur Baja: Desain dan Perilaku Jilid 2Struktur Baja: Desain dan Perilaku Jilid 2
Struktur Baja: Desain dan Perilaku Jilid 2Nurul Angreliany
 

What's hot (20)

SNI Tata Cara Perencanaan Struktur Baja.ppt
SNI Tata Cara Perencanaan Struktur Baja.pptSNI Tata Cara Perencanaan Struktur Baja.ppt
SNI Tata Cara Perencanaan Struktur Baja.ppt
 
MODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNAN
MODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNANMODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNAN
MODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNAN
 
menghitung Momen Ultimate baja komposit
menghitung Momen Ultimate baja kompositmenghitung Momen Ultimate baja komposit
menghitung Momen Ultimate baja komposit
 
Definifisi beton prategang
Definifisi beton prategangDefinifisi beton prategang
Definifisi beton prategang
 
SNI 03 - 1729 - 2002 TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG
SNI 03 - 1729 - 2002 TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNGSNI 03 - 1729 - 2002 TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG
SNI 03 - 1729 - 2002 TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG
 
Sni kayu-2002
Sni kayu-2002Sni kayu-2002
Sni kayu-2002
 
Struktur baja-5 lentur-balok
Struktur baja-5 lentur-balokStruktur baja-5 lentur-balok
Struktur baja-5 lentur-balok
 
2. pci girder
2. pci girder2. pci girder
2. pci girder
 
Tiang Pancang I
Tiang Pancang ITiang Pancang I
Tiang Pancang I
 
Baja 1 struktur tekan tersusun
Baja 1 struktur tekan tersusunBaja 1 struktur tekan tersusun
Baja 1 struktur tekan tersusun
 
Sambungan baut
Sambungan bautSambungan baut
Sambungan baut
 
240279231 perencanaan-gudang-baja-docx
240279231 perencanaan-gudang-baja-docx240279231 perencanaan-gudang-baja-docx
240279231 perencanaan-gudang-baja-docx
 
Bab 2 perencanaan gording
Bab 2 perencanaan gordingBab 2 perencanaan gording
Bab 2 perencanaan gording
 
Beton2 tata 15-perencanaan-pondasi-telapak
Beton2 tata 15-perencanaan-pondasi-telapakBeton2 tata 15-perencanaan-pondasi-telapak
Beton2 tata 15-perencanaan-pondasi-telapak
 
Pelat Lantai
Pelat LantaiPelat Lantai
Pelat Lantai
 
Bab iii perencanaan kuda
Bab iii perencanaan kudaBab iii perencanaan kuda
Bab iii perencanaan kuda
 
RANGKUMAN BATANG TEKAN DAN BATANG TARIK KONSTRUKSI BAJA 1
RANGKUMAN BATANG TEKAN DAN BATANG TARIK KONSTRUKSI BAJA 1RANGKUMAN BATANG TEKAN DAN BATANG TARIK KONSTRUKSI BAJA 1
RANGKUMAN BATANG TEKAN DAN BATANG TARIK KONSTRUKSI BAJA 1
 
Perkerasan jalan raya kelompok dhanes
Perkerasan jalan raya kelompok dhanesPerkerasan jalan raya kelompok dhanes
Perkerasan jalan raya kelompok dhanes
 
perhitungan jembatan
perhitungan jembatanperhitungan jembatan
perhitungan jembatan
 
Struktur Baja: Desain dan Perilaku Jilid 2
Struktur Baja: Desain dan Perilaku Jilid 2Struktur Baja: Desain dan Perilaku Jilid 2
Struktur Baja: Desain dan Perilaku Jilid 2
 

Similar to Baja i-3

Elemen Mesin 2 - Perencanaan Poros dengan Beban Puntir
Elemen Mesin 2 - Perencanaan Poros dengan Beban PuntirElemen Mesin 2 - Perencanaan Poros dengan Beban Puntir
Elemen Mesin 2 - Perencanaan Poros dengan Beban PuntirDewi Izza
 
Pertemuan 6 S. Baja II.pdf
Pertemuan 6 S. Baja II.pdfPertemuan 6 S. Baja II.pdf
Pertemuan 6 S. Baja II.pdfsionalan
 
STRUKTUR BAJA TARIK DAN TEKAN rev.ppt
STRUKTUR BAJA TARIK DAN TEKAN rev.pptSTRUKTUR BAJA TARIK DAN TEKAN rev.ppt
STRUKTUR BAJA TARIK DAN TEKAN rev.pptDitaLestari18
 
Elemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
Elemen Mesin 3 - Perencanaan KoplingElemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
Elemen Mesin 3 - Perencanaan KoplingDewi Izza
 
Analisis desain baja ringan
Analisis desain baja ringanAnalisis desain baja ringan
Analisis desain baja ringanmoses hadun
 
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufakturBahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufakturAhmadAffandi36
 
Makalah Poros dan Pasak
Makalah Poros dan PasakMakalah Poros dan Pasak
Makalah Poros dan PasakHari Hidayat
 
2. Tegangan Sederhana pada bagian mesin.pdf
2. Tegangan Sederhana pada bagian mesin.pdf2. Tegangan Sederhana pada bagian mesin.pdf
2. Tegangan Sederhana pada bagian mesin.pdfTotohHanafiah1
 
Handout mesin pengangkat 4
Handout mesin pengangkat 4Handout mesin pengangkat 4
Handout mesin pengangkat 4serasipohan
 
PERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIA
PERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIAPERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIA
PERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIAMOSES HADUN
 
kuattarik-210301074459.pdf
kuattarik-210301074459.pdfkuattarik-210301074459.pdf
kuattarik-210301074459.pdfArianta Rian
 
MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL SESSION 3 TORSI.pptx
MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL SESSION 3 TORSI.pptxMEKANIKA KEKUATAN MATERIAL SESSION 3 TORSI.pptx
MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL SESSION 3 TORSI.pptxZAIDSULAIMAN5
 
fdokumen.com_minggu-9-kemampuan-layanan.ppt
fdokumen.com_minggu-9-kemampuan-layanan.pptfdokumen.com_minggu-9-kemampuan-layanan.ppt
fdokumen.com_minggu-9-kemampuan-layanan.pptAlrifqi3
 
sambungan-des-2005 (Sambungan baut).ppt
sambungan-des-2005 (Sambungan baut).pptsambungan-des-2005 (Sambungan baut).ppt
sambungan-des-2005 (Sambungan baut).pptfitryhasdanita1
 
Handout mesin pengangkat
Handout mesin pengangkatHandout mesin pengangkat
Handout mesin pengangkatAlen Pepa
 

Similar to Baja i-3 (20)

Elemen Mesin 2 - Perencanaan Poros dengan Beban Puntir
Elemen Mesin 2 - Perencanaan Poros dengan Beban PuntirElemen Mesin 2 - Perencanaan Poros dengan Beban Puntir
Elemen Mesin 2 - Perencanaan Poros dengan Beban Puntir
 
Pertemuan 6 S. Baja II.pdf
Pertemuan 6 S. Baja II.pdfPertemuan 6 S. Baja II.pdf
Pertemuan 6 S. Baja II.pdf
 
STRUKTUR BAJA TARIK DAN TEKAN rev.ppt
STRUKTUR BAJA TARIK DAN TEKAN rev.pptSTRUKTUR BAJA TARIK DAN TEKAN rev.ppt
STRUKTUR BAJA TARIK DAN TEKAN rev.ppt
 
Elemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
Elemen Mesin 3 - Perencanaan KoplingElemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
Elemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
 
Bab 07-poros1
Bab 07-poros1Bab 07-poros1
Bab 07-poros1
 
Analisis desain baja ringan
Analisis desain baja ringanAnalisis desain baja ringan
Analisis desain baja ringan
 
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufakturBahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
 
Makalah Poros dan Pasak
Makalah Poros dan PasakMakalah Poros dan Pasak
Makalah Poros dan Pasak
 
173213944 perencanaan-angkur
173213944 perencanaan-angkur173213944 perencanaan-angkur
173213944 perencanaan-angkur
 
2. Tegangan Sederhana pada bagian mesin.pdf
2. Tegangan Sederhana pada bagian mesin.pdf2. Tegangan Sederhana pada bagian mesin.pdf
2. Tegangan Sederhana pada bagian mesin.pdf
 
Handout mesin pengangkat 4
Handout mesin pengangkat 4Handout mesin pengangkat 4
Handout mesin pengangkat 4
 
PERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIA
PERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIAPERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIA
PERATURAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIA
 
kuattarik-210301074459.pdf
kuattarik-210301074459.pdfkuattarik-210301074459.pdf
kuattarik-210301074459.pdf
 
MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL SESSION 3 TORSI.pptx
MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL SESSION 3 TORSI.pptxMEKANIKA KEKUATAN MATERIAL SESSION 3 TORSI.pptx
MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL SESSION 3 TORSI.pptx
 
fdokumen.com_minggu-9-kemampuan-layanan.ppt
fdokumen.com_minggu-9-kemampuan-layanan.pptfdokumen.com_minggu-9-kemampuan-layanan.ppt
fdokumen.com_minggu-9-kemampuan-layanan.ppt
 
sambungan-des-2005 (Sambungan baut).ppt
sambungan-des-2005 (Sambungan baut).pptsambungan-des-2005 (Sambungan baut).ppt
sambungan-des-2005 (Sambungan baut).ppt
 
Handout mesin pengangkat
Handout mesin pengangkatHandout mesin pengangkat
Handout mesin pengangkat
 
zzzzzz
zzzzzzzzzzzz
zzzzzz
 
Elmesw10 coupling
Elmesw10 couplingElmesw10 coupling
Elmesw10 coupling
 
Bab vijb
Bab vijbBab vijb
Bab vijb
 

Recently uploaded

Panduan Logging Ringkas Nickel laterite.
Panduan Logging Ringkas Nickel laterite.Panduan Logging Ringkas Nickel laterite.
Panduan Logging Ringkas Nickel laterite.aldreyuda
 
Ukuran penyebaran data berkelompok (statistika)
Ukuran penyebaran data berkelompok (statistika)Ukuran penyebaran data berkelompok (statistika)
Ukuran penyebaran data berkelompok (statistika)hendriko8
 
Tugas 01 Penjelasan Cara Melakukan Gasifikasi.pdf
Tugas 01 Penjelasan Cara Melakukan Gasifikasi.pdfTugas 01 Penjelasan Cara Melakukan Gasifikasi.pdf
Tugas 01 Penjelasan Cara Melakukan Gasifikasi.pdfnimrodnapitu
 
Studi Kasus Pantai Kelan Provinsi Bali.pdf
Studi Kasus Pantai Kelan Provinsi Bali.pdfStudi Kasus Pantai Kelan Provinsi Bali.pdf
Studi Kasus Pantai Kelan Provinsi Bali.pdfnovia73231
 
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdfDaftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdfTsabitpattipeilohy
 
SUPERVISOR K3 (MAULANA PANDU PERMANA).ppt
SUPERVISOR K3 (MAULANA PANDU PERMANA).pptSUPERVISOR K3 (MAULANA PANDU PERMANA).ppt
SUPERVISOR K3 (MAULANA PANDU PERMANA).pptwartonowartono11
 
Metode Kerja Borepile utk Proyek Jembantan Hauling Blok III Utara PT AGM Kals...
Metode Kerja Borepile utk Proyek Jembantan Hauling Blok III Utara PT AGM Kals...Metode Kerja Borepile utk Proyek Jembantan Hauling Blok III Utara PT AGM Kals...
Metode Kerja Borepile utk Proyek Jembantan Hauling Blok III Utara PT AGM Kals...MichaelBluer
 
Matematika diskrit: metode pohon/trees.ppt
Matematika diskrit: metode pohon/trees.pptMatematika diskrit: metode pohon/trees.ppt
Matematika diskrit: metode pohon/trees.pptAzrilAld
 

Recently uploaded (8)

Panduan Logging Ringkas Nickel laterite.
Panduan Logging Ringkas Nickel laterite.Panduan Logging Ringkas Nickel laterite.
Panduan Logging Ringkas Nickel laterite.
 
Ukuran penyebaran data berkelompok (statistika)
Ukuran penyebaran data berkelompok (statistika)Ukuran penyebaran data berkelompok (statistika)
Ukuran penyebaran data berkelompok (statistika)
 
Tugas 01 Penjelasan Cara Melakukan Gasifikasi.pdf
Tugas 01 Penjelasan Cara Melakukan Gasifikasi.pdfTugas 01 Penjelasan Cara Melakukan Gasifikasi.pdf
Tugas 01 Penjelasan Cara Melakukan Gasifikasi.pdf
 
Studi Kasus Pantai Kelan Provinsi Bali.pdf
Studi Kasus Pantai Kelan Provinsi Bali.pdfStudi Kasus Pantai Kelan Provinsi Bali.pdf
Studi Kasus Pantai Kelan Provinsi Bali.pdf
 
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdfDaftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
 
SUPERVISOR K3 (MAULANA PANDU PERMANA).ppt
SUPERVISOR K3 (MAULANA PANDU PERMANA).pptSUPERVISOR K3 (MAULANA PANDU PERMANA).ppt
SUPERVISOR K3 (MAULANA PANDU PERMANA).ppt
 
Metode Kerja Borepile utk Proyek Jembantan Hauling Blok III Utara PT AGM Kals...
Metode Kerja Borepile utk Proyek Jembantan Hauling Blok III Utara PT AGM Kals...Metode Kerja Borepile utk Proyek Jembantan Hauling Blok III Utara PT AGM Kals...
Metode Kerja Borepile utk Proyek Jembantan Hauling Blok III Utara PT AGM Kals...
 
Matematika diskrit: metode pohon/trees.ppt
Matematika diskrit: metode pohon/trees.pptMatematika diskrit: metode pohon/trees.ppt
Matematika diskrit: metode pohon/trees.ppt
 

Baja i-3

  • 2. Sambungan diperlukan jika: 1.Batang standar kurang panjang 2.Untuk meneruskan gaya dari elemen satu ke elemen yang lain 3.Sambungan truss 4.Sambungan sebagai sendi 5.Untuk membentuk batang tersusun 6.Terdapat perubahan tampang
  • 3. 13.1.2 Klasifikasi sambungan 13.1.2.1 Sambungan kaku Sambungan memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara komponen struktur yang disambung. Deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap distribusi gaya maupun terhadap deformasi keseluruhan struktur. 13.1.2.2 Sambungan semi kaku Sambungan tidak memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara komponen struktur yang disambung, namun mampu memberi kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut. Pada sambungan semi kaku, perhitungan kekakuan, penyebaran gaya, dan deformasinya harus menggunakan analisis mekanika yang hasilnya didukung oleh percobaan eksperimental.
  • 4. 13.1.2.3 Sambungan sendi Sambungan pada kedua ujung komponen yang disambung tidak ada momen. Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang diperlukan pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur terhadap komponen struktur yang disambung. Detail sambungan harus mempunyai kemampuan rotasi yang cukup. Sambungan harus dapat memikul gaya reaksi yang bekerja pada eksentrisitas yang sesuai dengan detail sambungannya. Alat Sambung: 1. Baut  B. Hitam B. Mutu Tinggi 2. Paku Keling 3. Las
  • 5. Sambungan tipe tumpu adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut yang dikencangkan dengan tangan, atau baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan gaya tarik minimum yang disyaratkan, yang kuat rencananya disalurkan oleh gaya geser pada baut dan tumpuan pada bagian-bagian yang disambungkan. Sambungan tipe friksi adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan tarikan baut minimum yang disyaratkan sedemikian rupa sehingga gaya-gaya geser rencana disalurkan melalui jepitan yang bekerja dalam bidang kontak dan gesekan yang ditimbulkan antara bidang-bidang kontak.
  • 6. • Pembebanan dalam bidang adalah pembebanan yang gaya dan momen lentur rencananya berada dalam bidang sambungan sedemikian rupa sehingga gaya yang ditimbulkan dalam komponen sambungan hanya gaya geser. • Pengencang tanpa slip adalah pengencang yang tidak memungkinkan terjadinya slip antara pelat atau unsur yang dihubungkan, sedemikian rupa sehingga kedudukan relatifnya tidak berubah. Pengencang tanpa slip dapat berupa sambungan tipe friksi dari baut mutu tinggi atau las.
  • 7. • Pembebanan tidak sebidang adalah pembebanan yang gaya atau momen lentur rencananya menghasilkan gaya yang arahnya tegak lurus bidang sambungan. • Gaya ungkit adalah gaya tarik tambahan yang timbul akibat melenturnya suatu komponen pada sambungan yang memikul gaya tarik sehingga terjadi gaya ungkit di ujung komponen yang melentur. • Kencang tangan adalah kekencangan baut yang diperoleh dengan kekuatan penuh seseorang yang menggunakan alat pengencang standar atau dengan beberapa pukulan alat pengencang impak
  • 8. 13.1.3 Perencanaan sambungan Kuat rencana setiap komponen sambungan tidak boleh kurang dari beban terfaktor yang dihitung. Perencanaan sambungan harus memenuhi persyaratan berikut: 1.Gaya-dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan dengan gaya-gaya yang bekerja pada sambungan; 2.Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan deformasi sambungan; 3.Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gaya-gaya yang bekerja padanya.
  • 9. 13.1.4 Kuat rencana minimum sambungan Sambungan struktural (tidak termasuk di dalamnya sambungan tralis dan wartel mur, gording, dan spalk) harus direncanakan agar sedikitnya dapat menerima gaya sebesar: 1. gaya-gaya yang berasal dari komponen struktur, dan 2. gaya minimum yang dinyatakan dalam nilai atau fraksi kuat rencana komponen struktur dengan nilai minimum yang diuraikan di bawah ini: (i) Sambungan kaku: momen lentur sebesar 0,5 kali momen lentur rencana komponen struktur; (ii) Sambungan sendi pada balok sederhana: gaya geser sebesar 40 kN; (iii) Sambungan pada ujung komponen struktur tarik atau tekan: suatu gaya sebesar 0,3 kali kuat rencana komponen struktur, kecuali pada batang berulir dengan wartel mur yang bekerja sebagai batang pengikat, gaya tarik minimum harus sama dengan kuat rencana batang;
  • 10. Keterangan: δ adalah faktor amplifikasi δb atau δs yang ditetapkan sesuai dengan Butir 7.4 SNI 2002 Ls adalah jarak antara titik pengekang lateral efektif (iv) Sambungan lewatan komponen struktur tarik: suatu gaya sebesar 0,3 kali kuat rencana komponen struktur tarik; (v)Sambungan lewatan komponen struktur tekan: jika ujungnya dirancang untuk kontak penuh, maka gaya tekan boleh dipikul melalui tumpuan pada bidang kontak dan jumlah alat pengencang harus cukup untuk memikul semua bagian di tempatnya dan harus cukup untuk menyalurkan gaya sebesar 0,15 kali kuat rencana komponen struktur tekan. Selain itu, sambungan yang berada di antara pengekang lateral harus direncanakan untuk memikul gaya aksial terfaktor, Nu, ditambah momen lentur terfaktor, Mu, yang tidak kurang dari: 1000 su u LN M δ =
  • 11. Bila komponen struktur tersebut tidak dipersiapkan untuk kontak penuh, penyambung dan pengencangnya harus dirancang untuk memikul semua komponennya tetap lurus dan harus direncanakan untuk menyalurkan gaya sebesar 0,3 kali kuat rencana komponen struktur tekan. (vi) Sambungan lewatan balok: suatu momen lentur sebesar 0,3 kali kuat lentur rencana balok, kecuali pada sambungan yang direncanakan untuk menya- lurkan gaya geser saja. Sambungan yang memikul gaya geser saja harus direncanakan untuk menya- lurkan gaya geser dan momen lentur yang ditim- bulkan oleh eksentrisitas gaya terhadap titik berat kelompok alat pengencang;
  • 12. (vii) Sambungan lewatan komponen struktur yang memikul gaya kombinasi: sambungan komponen struktur yang memikul kombinasi antara gaya tarik atau tekan aksial dan momen lentur harus memenuhi (iv), (v) dan (vi) sekaligus. 13.1.5 Pertemuan Komponen struktur yang menyalurkan gaya-gaya pada sambungan, sumbu netralnya harus direncanakan untuk bertemu pada suatu titik. Bila terdapat eksentrisitas pada sambungan, komponen struktur dan sambungannya harus dapat memikul momen yang diakibatkannya
  • 13. 13.1.6 Pemilihan alat pengencang Bila sambungan memikul kejut, getaran, atau tidak boleh slip maka harus digunakan sambungan tipe friksi dengan baut mutu tinggi atau las. 13.1.7 Sambungan kombinasi Bila digunakan pengencang tanpa slip (baut mutu tinggi dalam sambungan tipe friksi atau las) bersama dengan pengencang jenis slip (seperti baut kencang tangan, atau baut mutu tinggi dalam sambungan tipe tumpu) dalam suatu sambungan, semua beban terfaktor harus dianggap dipikul oleh pengencang tanpa slip. Bila digunakan kombinasi pengencang tanpa slip, beban terfaktor dapat dianggap dipikul bersama. Akan tetapi apabila digunakan pengelasan dalam sambungan bersama-sama dengan pengencang tanpa slip lainnya maka: setiap gaya yang mula-mula bekerja langsung pada las tidak boleh dianggap turut dipikul oleh pengencang yang ditambahkan setelah bekerjanya gaya tersebut; dan setiap gaya yang bekerja setelah pengelasan harus dianggap dipikul oleh las.
  • 14. 13.1.8 Gaya ungkit Baut yang direncanakan untuk memikul gaya tarik terfaktor harus dapat memikul setiap gaya tarik tambahan akibat gaya ungkit yang terjadi akibat komponen yang melenting. 13.1.9 Komponen sambungan Komponen sambungan (antara lain pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung), kecuali alat pengencang, kekuatannya harus diperhitungkan sesuai dengan persyaratan pada Butir 8, 9, 10, dan 11.
  • 15. 13.1.10 Pengurangan luas akibat baut 13.1.10.1 Luas lubang Luas lubang yang digunakan adalah luas penuh. 13.1.10.2 Lubang tidak selang-seling Pada lubang yang tidak diselang-seling, luas pengurangnya adalah jumlah maksimum luas lubang dalam irisan penampang tegak lurus terhadap arah gaya yang bekerja pada unsur struktur.
  • 16. sg sp Arah gaya gp sts 4/2 untuk setiap spasi antara dua lubang yang terpotong irisan tersebut, dengan t adalah tebal pelat yang dilubangi serta sp dan sg dapat dilihat pada Gambar 13.1-1. Jika didapatkan bebe- rapa kemungkinan irisan penampang (termasuk irisan lubang tidak selang-seling) maka harus dipilih irisan penampang yang menghasilkan pengurangan luas yang maksimum. 13.1.10.3 Lubang selang-seling Bila lubang dibuat selang-seling, luas yang dikurangkan setidaknya harus sama dengan jumlah luas lubang dalam irisan zig-zag yang dibuat dikurangi
  • 17. t Gambar 13.1-2 Siku dengan lubang pada kedua kaki. Untuk penampang seperti siku dengan lubang dalam kedua kaki, diambil sebagai jumlah jarak tepi ke tiap lubang, dikurangi tebal kaki (lihat Gambar 13.1-2). 13.1.11 Sambungan pada profil berongga Pada profil berongga pengaruh tegangan di sekitar sambungan harus diperhitungkan. sg = sg1 + sg2 - t sg2 sg1 t
  • 18. 13.2 Perencanaan baut 13.2.1 Jenis baut Jenis baut yang dapat digunakan pada ketentuan-ketentuan Butir 13.2 dan 13.3 adalah baut yang jenisnya ditentukan dalam SII (0589-81, 0647-91 dan 0780-83, SII 0781-83) atau SNI (0541-89-A, 0571-89-A, dan 0661-89-A) yang sesuai, atau penggantinya. 13.2.2 Kekuatan baut Suatu baut yang memikul gaya terfaktor, Ru, harus memenuhi Ru ≤ φ Rn (13.2-1) Keterangan: φ adalah faktor reduksi kekuatan Rn adalah kuat nominal baut
  • 19. b uf 13.2.2.1 Baut dalam geser Kuat geser rencana dari satu baut dihitung sebagai berikut: (13.2-2) Keterangan: r1 = 0,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser r1 = 0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser φf = 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur adalah tegangan tarik putus baut Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir b b ufnfd AfrVV 1φφ ==
  • 20.
  • 22.
  • 23.
  • 24.
  • 25.
  • 26. 1. Pengantar Baut yang memikul gaya tarik Kuat tarik rencana satu baut dihitung sebagai berikut: = 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur fφ b uf adalah tegangan tarik putus baut Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir b b ufnfd AfTT 75,0φφ == (13.2-3) Keterangan:
  • 27. 1. Pengantar mfr nA V f b uf b u uv φ1≤= n T AfTT u btfnfd ≥== φφ 221 ffrff uvt ≤−≤ = 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur n adalah jumlah baut m adalah jumlah bidang geser Baut pada sambungan tipe tumpu yang memikul kombinasi geser dan tarik Baut yang memikul gaya geser terfaktor, Vu , dan gaya tarik terfaktor, Tu, secara bersamaan harus memenuhi kedua persyaratan berikut ini: (13.2-4) (13.2-5) (13.2-6) Keterangan: fφ
  • 28. 2r 1f 2r 1f 2r 2f 2f untuk baut mutu tinggi: = 807 MPa, = 621 MPa, = 1,9 untuk baut dengan ulir pada bidang geser , = 1,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser, untuk baut mutu normal: = 410 MPa, = 310 MPa, = 1,9
  • 29. upbfnfd ftdRR φφ 0,2== 13.2.2.4 Kuat tumpu Kuat tumpu rencana bergantung pada yang terlemah dari baut atau komponen pelat yang disambung. Apabila jarak lubang tepi terdekat dengan sisi pelat dalam arah kerja gaya lebih besar daripada 1,5 kali diameter lubang, jarak antar lubang lebih besar daripada 3 kali diameter lubang, dan ada lebih dari satu baut dalam arah kerja gaya, maka kuat rencana tumpu dapat dihitung sebagai berikut, (13.2-7)upbfnfd ftdRR φφ 4,2== Kuat tumpu yang didapat dari perhitungan di atas berlaku untuk semua jenis lubang baut. Sedangkan untuk lubang baut selot panjang tegak lurus arah kerja gaya berlaku persamaan berikut ini, (13.2-8)
  • 30. =0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur Keterangan: db adalah diameter baut nominal pada daerah tak berulir tp adalah tebal pelat fu adalah tegangan tarik putus yang ter endah dari baut atau pelat fφ
  • 31.
  • 32. 13.2.2.5 Pelat pengisi Pada sambungan-sambungan yang tebal pelat pengisinya antara 6 mm sampai dengan 20 mm, kuat geser nominal satu baut yang ditetapkan pada Butir 13.2.2.1 harus dikurangi dengan 15 persen. Pada sambungan-sambungan dengan bidang geser majemuk yang lebih dari satu pelat pengisinya dilalui oleh satu baut, reduksinya juga harus dihitung menggunakan ketebalan pelat pengisi yang terbesar pada bidang geser yang dilalui oleh baut tersebut.
  • 33. 13.2.3 Sambungan tanpa slip 1.3.2.3.1 Perencanaan Pada sambungan tipe friksi yang mengunakan baut mutu tinggi yang slipnya dibatasi, satu baut yang hanya memikul gaya geser terfaktor, Vu, dalam bidang permukaan friksi harus memenuhi: Vu < Vd (= φ Vn ) Kuat rencana, Vd = f Vn, adalah kuat geser satu baut dalam sambungan tipe friksi yang ditentukan sebagai berikut: Vd = f Vn = 1,13 φ µ m Tb
  • 34. Vd = f Vn = 1,13 φ µ m Tb Keterangan: µ adalah koefisien gesek yang ditentukan pada Butir 13.2.3.2 m adalah jumlah bidang geser Tb adalah gaya tarik baut minimum pada pemasangan seperti yang disyaratkan pada Butir 18.2.5.2 φ = 1,0 untuk lubang standar φ = 0,85 untuk lubang selot pendek dan lubang besar φ = 0,70 untuk lubang selot panjang tegak lurus arah kerja gaya φ= 0,60 untuk lubang selot panjang sejajar arah kerja gaya
  • 35. 13.2.3.2 Bidang-bidang kontak Bila bidang-bidang kontak dalam keadaan bersih, koefisien gesek, µ, harus diambil sebesar 0,35. Bila permukaannya diratakan, atau keadaan permukaan lainnya termasuk permukaan yang diolah oleh mesin, koefisien geseknya harus diten-tukan berdasar hasil percobaan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sambungan yang menggunakan baut mutu tinggi harus diidentifikasi dan gambarnya harus menunjukkan dengan jelas perlakuan permukaan yang diperlukan pada sambungan tersebut apakah permukaan tersebut perlu dilindungi saat pengecatan atau tidak. 13.2.3.3 Kombinasi geser dan tarik pada sambungan tipe friksi Baut pada sambungan yang slipnya dibatasi dan memikul gaya tarik terfaktor, Tu, harus memenuhi ketentuan pada Butir 13.2.3.1 dengan kuat rencana slip Vd = φ Vn direduksi dengan faktor (13.2-10)      − b u T T 13,1 1
  • 36. 13.3 Kelompok baut 13.3.1 Kelompok baut yang memikul pembebanan sebidang Kuat rencana kelompok baut harus ditentukan dengan analisis berdasarkan anggapan berikut: a) Pelat penyambung harus dianggap kaku dan berputar terhadap suatu titik yang dianggap sebagai pusat sesaat kelompok baut; b) Dalam hal kelompok baut yang memikul momen murni (kopel), pusat sesaat perputaran sama dengan titik berat kelompok baut. Jika kelompok baut memikul gaya geser sebidang yang bekerja pada titik berat kelompok baut, pusat sesaat untuk perputaran berada di tak- hingga dan gaya geser rencana terbagi rata pada kelompok baut. Untuk kasus lainnya, harus digunakan cara perhitungan yang standar; c) Gaya geser rencana pada setiap baut harus dianggap bekerja tegak lurus pada garis yang menghubungkan baut ke pusat sesaat, dan harus diambil berbanding lurus dengan jarak antara baut dan pusat sesaat. Tiap baut harus memenuhi ketentuan Butir 13.2.2.1 dan Butir 13.2.2.4, atau Butir 13.2.3.1.
  • 37. 13.3.3 Kelompok baut yang menerima beban kombinasi sebidang dan tidak sebidang Kuat rencana baut pada suatu kelompok baut ditentukan sesuai dengan Butir 13.3.1 dan 13.3.2. Setiap baut harus memenuhi Butir 13.2.2.1, 13.2.2.2, 13.2.2.3, dan 13.2.2.4, atau Butir 13.2.3.1 dan 13.2.3.3. 13.3.2 Kelompok baut yang memikul pembebanan tidak sebidang Beban pada setiap baut dalam kelompok baut yang memikul pembebanan tidak sebidang ditetapkan sesuai dengan Butir 13.1.3. Tiap baut harus memenuhi Butir 13.2.2.1, 13.2.2.2, 13.2.2.3, dan 13.2.2.4, atau Butir 13.2.3.1 dan 13.2.3.3.
  • 38. Tabel 13.4-1 Jarak tepi minimum. Tepi dipotong dengan tangan Tepi dipotong dengan mesin Tepi profil bukan hasil potongan 1,75 db 1,50 db 1,25 db Dengan db adalah diameter nominal baut pada daerah tak berulir. Jarak tepi pelat harus memenuhi juga ketentuan Butir 13.2.2.4. 13.4 Tata letak baut 13.4.1 Jarak Jarak antar pusat lubang pengencang tidak boleh kurang dari 3 kali diameter nominal pengencang. Jarak minimum pada pelat harus memenuhi juga ketentuan Butir 13.2.2.4. 13.4.2 Jarak tepi minimum Jarak minimum dari pusat pengencang ke tepi pelat atau pelat sayap profil harus memenuhi spesifikasi dalam Tabel 13.4-1.
  • 39. 13.4.4 Jarak tepi maksimum Jarak dari pusat tiap pengencang ke tepi terdekat suatu bagian yang berhubungan dengan tepi yang lain tidak boleh lebih dari 12 kali tebal pelat lapis luar tertipis dalam sambungan dan juga tidak boleh melebihi 150 mm. 13.4.5 Lubang Lubang baut harus memenuhi Butir 17.3.5. 13.4.3 Jarak maksimum Jarak antara pusat pengencang tidak boleh melebihi 15 tp (dengan tp adalah tebal pelat lapis tertipis didalam sambungan), atau 200 mm. Pada pengencang yang tidak perlu memikul beban terfaktor dalam daerah yang tidak mudah berkarat, jaraknya tidak boleh melebihi 32 tp atau 300 mm. Pada baris luar pengencang dalam arah gaya rencana, jaraknya tidak boleh melebihi (4 tp + 100 mm) atau 200 mm.
  • 41. Contoh 1 Pelat baja BJ 37 ukuran 200mmx10mm disambung dengan dua pelat 200mmx6mm, menggunakan baut hitam diameter 19mm. Rencanakan sambungan tsb. Diameter lubang = db + 2 = 21 mm Dicoba dalam satu tampang ada dua baut Lebar pelat neto bn = 200 – 2x21 = 158 mm An = bn x t = 158 x 10 = 1580 mm2 Ag = 200 x 10 = 2000 mm2
  • 42.
  • 43. Nu = φf x Ag x fu = 0.75 x 2000 x 370 = 555000 N Nu = φf x An x fu = 0.9 x 1580 x 240 = 341280 N Kekuatan baut: Ab = 2 x 0.25 x π x d2 = 2x0.25xπx192 = 567.059 mm2 Kuat geser Vd = ff x r1 x fu x Ab = 0,75x0,5x370x567.059 = 78679.44 N Kuat tumpu Rd = 2,4 ff db tp fu = 2,4x0,75x19x10x370 = 126540 N Jumlah baut n = Nu / Vd = 4.338  6 buah
  • 44. Contoh 2 Pelat baja BJ 37 ukuran 100mmx12mm disambung dengan dua pelat 100mmx8mm, menggunakan baut hitam diameter 16mm. Rencanakan sambungan tsb. Diameter lubang = db + 1 = 18 mm Dicoba dalam satu tampang ada dua baut Lebar pelat neto bn = 100 – 2x18 = 64 mm An = bn x t = 64 x 12 = 768 mm2 Ag = 100 x 12 = 1200 mm2
  • 46. Nu = φf x Ag x fu = 0.75 x 1200 x 370 = 333000 N Nu = φf x An x fu = 0.9 x 768 x 240 = 165888 N Kekuatan baut: Ab = 2 x 0.25 x π x d2 = 2x0.25xpx162 = 201.06 mm2 Kuat geser Vd = φf x r1 x fu x Ab = 0,75x0,5x370x201,06 = 55794,816 N Kuat tumpu Rd = 2,4 φf db tp fu = 2,4x0,75x16x12x370 = 127872 N Jumlah baut n = Nu / Vd = 2,973  4 buah
  • 48. Beban pada baut R berbanding lurus dengan jarak ke pusat sumbu (r), ...................... maks maks R r r R 1 1 =W R1 r1 maks maks R r r R 2 2 = maks maks R r r R 3 3 = maks maks R r r R 6 6 = r1 = rmaks R1 = Rmaks maks maks R r r M 2 1 1 = maks maks R r r M 2 2 2 = maks maks R r r M 2 3 3 = maks maks R r r M 2 6 6 = R3 R4 R5 R6 ∑ = = = ni i iMM 1 e R2
  • 49. ∑ = = + = ni i ii maks maksh yx yM R 1 22 )( ∑ = = + = ni i ii maks maksv yx xM R 1 22 )( dmaksvmakshmaks R n W RRR ≤      ++= 2 2 dmaksvmakshmaks V n W RRR ≤      ++= 2 2 ( ) ∑ = = =++++== ni i i maks maks maks maks r r R rrrr r R WeM 1 22 6 2 3 2 2 2 1 ...... ∑ = = = ni i i maks maks r rM R 1 2
  • 51. 220 mm 250 mm 570 mm 35 100 100 100 100 100 35 60KN Beban Eksentris 2
  • 52. Garis netral 2 b 2 b yn y4 y3 y2 y1 2 bd 4 1 A π= y5 ( ) ∑ = = += 5i 1i 2 i 3 nn yA2yb75,0 3 1 I n maks makst I yM f = Penyelesaian Cara 1 Posisi garis netral dicari dengan coba- coba. Luas tampang baut : Dengan lebar efektif bidang tekan 0,75 b garis netral ditentukan sedemikian sehingga melewati pusat berat bidang tekan efektif dan baut-baut tarik (di atas garis netral). Selanjutnya momen inersia terhadap garis netral dihitung: ymaks = y1
  • 53. aris netral 2 b 2 b yn ( ) 3 a 3 nn ya 3 1 yb75,0 3 1 I += n 1 makst I yM f = Penyelesaian Cara 2 Posisi garis netral dicari dengan setiap dua baut diwakili dengan empat persegi panjang setinggi jarak spasi baut arah vertikal yang sama luas. Lebar epp dihitung sbb: Dengan lebar efektif bidang tekan 0,75 b garis netral ditentukan sedemikian sehingga melewati pusat berat bidang tekan efektif dan epp pengganti baut Selanjutnya momen inersia terhadap garis netral dihitung: a s y1 ya ( ) s d0,252 a 2 bπ =
  • 54. . . . . . . . . . . . . maks maks T y y T 2 2 = maks maks T y y T 1 1 = maks maks T y y T 3 3 = maks maks T y y T 6 6 = maks maks T y y M 2 1 1 = maks maks T y y M 2 2 2 = maks maks T y y M 2 3 3 = maks maks T y y M 2 6 6 = ∑ = = = ni i i maks maks y yM T 1 2 ∑ = = = ni i i maks makst yA yM f 1 2 2 Penyelesaian Cara 3 Asumsi:Sumbu putar terletak pada baut terbawah