1. BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kesehatan menurut WHO merupakan suatu keadaan yang
sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit
atau
kelemahan.
Kesehatan
menurut
WHO
ini
mengandung
3
karakteristik, yaitu merefleksikan perhatian pada individu sebagai
manusia, memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan
eksternal, dan sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif.
Menurut Undang-undang No. 36 pasal 1 tahun 2009, kesehatan
merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis.
International Conference on Population and Development / ICPD
(Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan) bertujuan
meningkatkan kualitas hidup bagi semua manusia di seluruh dunia yang
menitikbertakan pada pemenuhan hak kesehatan reproduksi perempuan;
dan Millenium Development Goals / MDGs (2000) merupakan tujuan
dengan titik berat pada peranan perempuan yang akan dicapai pada 2015
(Jazila, 2008, CEDAW, ICPD, dan MDGs Melihat Hak Kesehatan
Reproduksi, ¶ 1, www.ihap.or.id, diperoleh pada tanggal 7 Mei 2012).
1
2. 2
Kesehatan
reproduksi
adalah
suatu
keadaan
sehat
secara
menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan
dengan alat, fungsi serta proses reproduksi bukannya kondisi yang bebas
dari penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan
seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah.
Reproduksi sehat berarti perilaku individu yang berkaitan dengan fungsi
dan proses reproduksi termasuk prilaku seksual yang sehat (Depkes RI,
2000).
Sejalan dengan itu pemeliharaan kesehatan reproduksi merupakan
suatu kumpulan metode, teknik dan pelayanan yang mendukung
kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui pencegahan dan
penyelesaian
masalah
kesehatan reproduksi.
Ini
juga
mencakup
kesehatan seksual, yang bertujuan meningkatkan status kehidupan dan
hubungan-hubungan perorangan, dan bukan semata-mata konseling dan
perawatan yang bertalian dengan reproduksi dan penyakit yang ditularkan
melalaui hubungan seks (Harahap, 2003).
Remaja di Indonesia mencakup seperempat dari seluruh jumlah
penduduk di Indonesia. Mengingat remaja merupakan masa transisi dari
masa kanak-kanak menuju dewasa maka remaja memiliki tugas
perkembangan yang tidak mudah. Mereka harus mendapatkan identitas
diri yang positif agar dapat berkembang sebagai dewasa muda yang
sehat dan produktif. Dengan jumlah populasi yang mencapai seperempat
penduduk di Indonesia maka permasalahan yang timbul akan menjadi
sedemikian besarnya. Permasalahan utama yang timbul pada remaja
adalah tentang kesehatan reproduksi ( Yunike, 2009).
3. 3
Keadaan kesehatan reproduksi remaja di Indonesia saat ini masih
belum seperti yang diharapkan. Bila dibandingkan dengan keadaan di
negara ASEAN lainnya, Indonesia masih tertinggal dalam banyak aspek
kesehatan reproduksi. Masalah kesehatan reproduksi selain berdampak
secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental, emosi,
keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial (Departemen Kesehatan RI,
2001).
Kesehatan reproduksi remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: kebersihan alat-alat genital, akses terhadap pendidikan kesehatan,
hubungan seksual pranikah, penyakit menular seksual (PMS), pengaruh
media masa, akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang
terjangkau, dan hubungan yang harmonis antara remaja dengan
keluarganya. Kesehatan reproduksi remaja ditentukan dengan bagaimana
remaja tersebut dalam merawat dan menjaga kebersihan vaginanya. Bila
alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akan meningkat dan
itu memudahkan pertumbuhan jamur. Remaja putri mudah terkena infeksi
genital bila tidak menjaga kebersihan vaginanya karena organ vagina
yang letaknya dekat dengan anus (Anonym, 2011, Faktor-faktor yang
mempengaruhi
kesehatan
reproduksi
remaja,
¶
1,
http://repository.usu.ac.id/, diperoleh tanggal 26 Februari 2012).
Permasalahan remaja yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
khususnya kebersihan vagina salah satunya disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan dan kesadaran untuk mencapai keadaan sehat secara
reproduksi.
Hal
tersebut
diperkuat
oleh
Mubarak
(2011)
bahwa
pengetahuan merupakan domain yang berpengaruh dalam membentuk
4. 4
perilaku seseorang. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh
Lawrence Green (1980, dalam Mubarak, 2011) bahwa perilaku seseorang
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, pendukung dan
pendorong. Dari ketiga faktor tersebut, pengetahuan merupakan faktor
predisposisi yang mempengaruhi perilaku seseorang. Dengan demikian
perilaku yang kurang baik dalam membersihkan genitalia disebabkan oleh
pengetahuan yang kurang.
Pengetahuan kesehatan reproduksi sangat penting untuk remaja
khususnya
remaja
putri
karena
pada
saat
usia
remaja
terjadi
perkembangan yang sangat dinamis baik secara biologi maupun psikologi
dan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan remaja
seperti informasi yang di terima, orang tua, teman, orang terdekat, media
massa dan seringnya diskusi (Putriani, 2010).
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis
identitas atau pencarian identitas diri. Sehingga kondisi mereka dikatakan
masih labil. Hal ini terbukti dengan kejadian mereka yang mudah tergoda
dengan segala macam hal yang baru. Banyak remaja khususnya remaja
putri yang tidak percaya diri dengan daerah pribadi mereka. Sehingga
memilih untuk menggunakan berbagai macam produk yang ditawarkan
tanpa mengetahui lebih lanjut resiko yang akan terjadi (Sugata, 2010,
remaja, ¶ 3, http://scribd.com, diperoleh pada tanggal 27 Februari 2012).
Diantara produk-produk yang ditawarkan kepada para remaja ini
tentunya dari berbagai merk. Namun isi dari produk tersebut salah
satunya adalah daun sirih yang telah diolah menjadi sabun antiseptik
5. 5
untuk pembersih vagina yang telah dicampur dengan bahan-bahan lain
seperti stelechocarpus burahol, gambir, pinang, kencur ekstrak dan
sebagainya. Karena sabun antiseptik daun sirih ini berbagai macam
merk,sehingga kandungannya pun berbeda.
Sabun antiseptik daun sirih adalah sabun dari daun sirih yang
memiliki kandungan minyak atsiri yang berfungsi sebagai antiseptik.
Minyak atsiri daun sirih mengandung fenol dan kavinol. Fenol yang
dihasilkan dari ekstrak daun sirih merupakan senyawa golongan alkohol,
yang memiliki daya antiseptik lima kali lebih lama dari pada senyawa
fenol biasa (Dalimartha, 2006).
Sabun antiseptik daun sirih ini dapat digunakan sebagai antiseptik,
tetapi apabila penggunaannya berlebihan dapat meningkatkan keasaman
vagina. Dampaknya, kuman jahat hidup subur, jamur salah satunya.
Vagina yang terserang jamur candida memiliki ciri-ciri leukorea seperti
susu pecah, gatal, dan terasa perih saat kencing. Secara alamiah dalam
setiap vagina terdapat bakteri baik (flora normal vagina). Bakteri baik itu
berfungsi mengusir kuman yang merugikan. Pemakaian sabun vagina
berlebihan justru membunuh bakteri baik yang kemudian mempermudah
kuman masuk ke vagina (Ilmiah, 2011).
Leukorea (keputihan) merupakan gejala yang sangat sering dialami
oleh sebagian besar wanita. Gangguan ini merupakan masalah kedua
sesudah gangguan haid. Leukorea seringkali tidak ditangani dengan
serius oleh para remaja. Padahal, leukorea bisa jadi indikasi adanya
penyakit. Leukorea yang fisiologis terjadi pada saat seorang perempuan
6. 6
terangsang sistem birahinya menjelang menstruasi, sesudah menstruasi,
atau ditengah-tengah siklus, jumlahnya tidak begitu banyak, berwarna
jernih, putih (kadang-kadang meninggalkan bekas kuning di celana
dalam), tidak berbau dan tidak disertai keluhan seperti gatal, nyeri,
bengkak pada alat kelamin. Kebanyakan leukorea yang berbau dan
warnanya kuning harus diwaspadai karena beresiko timbulnya penyakit
atau infeksi genitalia (Wahyudi, 2002).
Para remaja harus waspada terhadap gejala leukorea. Kejadian
leukorea akibat kesalahan cara perawatan vagina dapat menyebabkan
ketidaknyamanan dan akan menimbulkan berbagai penyakit infeksi
genitalia diantaranya vulvitis (infeksi vulva), vaginitis kandidiasi (leukorea
kental bergumpal dan terasa sangat gatal), servisitis dan endometritis
(infeksi pada lapisan dalam dari rahim) (Manuaba, 2009).
Menurut Kusmanto (2012), leukorea dapat disebabkan karena
penggunaan antiseptik yang berlebihan. Antiseptik tersebut dapat
menyebabkan populasi bakteri di daerah vagina bisa ikut mati. Selain itu,
kebiasaan menggunakan produk pencuci kewanitaan yang berlebihan
dapat meningkatkan keasaman daerah vagina. Penelitian yang telah
dilakukan menyebutkan 3 dari 4 wanita di sana pernah mengalami
keputihan akibat penggunaan sabun pembersih vagina yang berlebihan
(Anonym, 2012, penyebab penggunaan antiseptik berlebihan terhadap
leukorea, ¶ 4, http://indonesiaindonesia.com, diperoleh tanggal 14 maret
2012).
7. 7
Data penelitian tentang kesehatan reproduksi menunjukan bahwa
75% wanita di dunia pasti mengalami leukorea paling tidak sekali seumur
hidup dan 45% diantaranya mengalami leukorea sebanyak 2 kali atau
lebih (Medica holistik, 2008). Di Indonesia kejadian leukorea semakin
meningkat. Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan bahwa tahun 2002,
50% wanita Indonesia pernah mengalami leukorea, kemudian pada tahun
2003 60% wanita pernah mengalami leukorea, sedangkan pada tahun
2004, hampir 70% wanita di Indonesia pernah mengalami leukorea
setidaknya sekali dalam hidupnya (Prasetyowati, 2009).
Di Indonesia kejadian leukorea lebih tinggi yaitu mencapai 70%
remaja mengalami leukorea yang disebabkan oleh jamur dan parasit
seperti cacing kremi atau protozoa (Trichomonas vaginalis). Angka ini
berbeda tajam dengan Eropa yang hanya 25% saja, karena cuaca di
Indonesia yang lembab sehingga mudah terinfeksi jamur Candida
albicans yang merupakan salah satu penyebab leukorea. Kondisi seperti
ini bisa dicegah dengan kebiasaan hygiene pribadi yang baik, sedangkan
kebisaan ini sendiri merupakan perilaku yang harus dibiasakan oleh
setiap individu, untuk itu dalam hal ini perawat mempunyai peranan
penting
untuk
mendidik
masyarakat
khususnya
remaja
tentang
pentingnya hygiene pribadi yang baik untuk mencegah terjadinya
leukorea yang patologis (Dianis, 2010).
Jumlah remaja usia 10-24 tahun di Jawa Barat tahun 2008 sudah
mencapai 11.662.000 orang. Jumlah remaja yang semakin meningkat
diikuti oleh permasalahan remaja yang semakin meluas terutama yang
terkait dengan kesehatan reproduksinya. Di Jawa Barat, tidak banyak
8. 8
lembaga yang khusus menangani permasalahan kesehatan reproduksi
remaja apalagi mengikutsertakan layanan yang ramah remaja. Total
remaja yang dijangkau oleh 3 youth centre di Jawa Barat (Bandung,
Tasikmalaya dan Cirebon) dan program-program lainnya selama tahun
2007 – 2008 hanya 0.72 % dari total remaja usia 10-24 tahun di Jawa
Barat. Angka ini menggambarkan betapa kecilnya jumlah remaja yang
terpapar informasi dan layanan yang terkait dengan KRR (Mukaromah,
2009,
Situasi
Kesehatan
Reproduksi
Remaja
Jawa Barat,
¶
1,
http://mcrpkbi.wordpress.com/, diperoleh tanggal 27 Juni 2012).
Penelitian Afriani (2005, dalam Prasetyowati, 2009) yang dilakukan
di SMAN 1 Kota Salatiga diperoleh 76% remaja mengalami leukorea
normal, sedangkan 23% remaja mengalami leukorea tidak normal.
Sedangkan hasil penelitian Farah (2009) tentang kejadian leukorea pada
siswi kelas XI di SMA Negeri 1 Jepara didapatkan dari 80 remaja terdapat
44 (62,5%) mengalami leukorea. Sebanyak 36 (52,5%) yang mengalami
leukorea karena tidak tahu cara membersihkan alat genitalianya dengan
baik dan benar.
Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat telah membentuk komisi
kesehatan reproduksi sebagai keberlanjutan dari kesepakatan nasional,
menerapkan pelayanan kesehatan reproduksi yang dilaksanakan secara
terpadu, berkualitas, dengan memperhatikan hak reproduksi perorangan
melalui paket pelayanan kesehatan reproduksi, tetapi tidak semua daerah
melakukannya.
Pemerintahan
Daerah
Kabupaten
Tasikmalaya
mengeluarkan sejumlah kebijakan yang selanjutnya dituangkan dalam
peraturan daerah, diantaranya kebijakan penyelenggaraan Kesehatan
9. 9
Reproduksi untuk para remaja, sehingga remaja dapat menambah
wawasan tentang cara menjaga kesehatan reproduksinya (Yunike, 2010).
Secara geografis, Kota Garut terbagi menjadi tiga bagian yaitu
Garut Utara, Garut Kota dan Garut Selatan. Pada tahun 2010 jumlah
penduduk di Kota Garut mencapai 874.920 jiwa. Jumlah remaja wanita di
Kota Garut mencapai 108.701 jiwa. Pemerintahan Daerah Kabupaten
Garut belum memberikan penyuluhan ataupun mengadakan bimbingan
konseling mengenai kesehatan reproduksi pada kalangan remaja,
sehingga belum ditemukan data mengenai jumlah remaja di Kota Garut
yang mengalami infeksi genitalia (Badan Pusat Statistik Garut, 2010).
Dari berbagai bagian di wilayah Garut ini terdapat banyak SMA baik
yang negeri maupun swasta. Salah satu SMA yang di ambil sebagai
sampel penelitian dari berbagai wilayah Garut ini adalah SMAN 19 Garut
yang jaraknya mencapai 10km dari pusat kota kearah selatan.
Sedangkan untuk pembandingnya di ambil dari Garut Utara yaitu SMAN 1
Leuwigoong dan Garut Selatan yaitu SMA 1 Handayani Pameungpeuk.
Setelah dilakukan wawancara dari ketiga SMA ini, didapatkan hasil
bahwa setiap remaja yang dilakukan wawancara mengaku tidak tahu cara
menjaga dan merawat vaginanya dengan baik dan tidak tahu efek
samping dari penggunaan sabun antiseptik daun sirih dalam jangka waktu
yang panjang dan pemakaian yang berlebihan.
Adapun hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan dengan
memberikan angket kepada masing-masing sampel di SMAN 19 Garut,
10. 10
SMA 1 Leuwigoong dan SMA Handayani 1 Pameungpeuk, didapatkan
hasil sebagai berikut:
Tabel 1.1 Data Hasil Studi Pendahuluan siswi yang Menggunakan
Sabun Antiseptik Daun Sirih dan Kejadian Leukorea di
Berbagai SMA di Kota Garut Tahun 2012
No
1
2
3
Letak
Wilayah
Nama
Sekolah
Garut
Utara
Garut
Kota
SMA 1
Leuwigoong
SMAN 19
Garut
SMA
Handayani 1
Pameungpe
uk
Garut
Selatan
Berdasarkan
Banyak
Respond
en
Jumlah
Pengguna Sabun
antiseptik
daunsirih
Jumlah
Pengguna
air biasa
Kejadian
leukorea
patologis
Kejadian
leukorea
normal
20 orang
10 orang
10 orang
11 orang
9 orang
20 orang
12 orang
8 orang
12 orang
8 orang
20 orang
9 orang
11 orang
8 orang
12 orang
tabel
diatas,
jumlah
responden
tertinggi
yang
menggunakan sabun antiseptik daun sirih adalah SMAN 19 Garut. Saat
ini tercatat jumlah siswa perempuan kelas X dan XI SMAN 19 Garut
tahun 2011/2012 yaitu sebanyak 230 siswa, yang terdiri dari siswa kelas
X 113 orang dan siswa kelas XI 117 orang. Siswa yang sekolah di SMA ini
belum mendapatkan informasi yang jelas tentang pentingnya menjaga
kebersihan vagina, sehingga siswa remaja wanita yang sekolah di SMA
ini dapat dengan mudah menggunakan berbagai macam produk untuk
membersihkan alat genitalianya.
Studi pendahuluan di SMAN 19 Garut ini dilakukan pada kelas XI
IPA dan XI IPS. Kelas XI IPA sebanyak 10 orang, kelas XI IPS sebanyak
10 orang dengan jumlah siswa 20 orang, didapatkan 12 orang (60%)
mengatakan setiap mandi menggunakan sabun antiseptik daun sirih
sebagai pembersih vaginanya dan mengalami leukorea yang berwarna
11. 11
kuning dan berbau, sehingga mengalami gatal-gatal pada vaginanya.
Sementara 8 orang lainnya mengatakan tidak menggunakan sabun
antiseptik daun sirih untuk membersihkan vaginanya dan mengalami
leukorea berwarna bening dan tidak berbau. Siswa lain yang tidak
menggunakan
sabun
antiseptik
daun
sirih
mengatakan
hanya
menggunakan air biasa untuk mencuci vaginanya dan hanya mengalami
leukorea yang berwarna putih. Kebanyakan siswa ini malu untuk
mengungkapkan ketidaktahuannya tentang cara menjaga kebersihan
vaginanya, sehingga angka terjadinya leukorea akibat dari kesalahan
cara membersihkannya pun lebih tinggi di banding SMA lainnya.
Dari fenomena yang didapat, penulis tertarik untuk mengetahui
“Hubungan Pengetahuan Remaja Putri tentang Sabun Antiseptik Daun
Sirih dengan Kejadian Leukorea di SMAN 19 Garut”. Dengan demikian,
untuk meminimalkan keadaan tersebut, perawat perlu mengidentifikasi
pengetahuan remaja tentang sabun antiseptik daun sirih dan kejadian
leukorea sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti membuat
rumusan
masalah
sebagai
berikut:
“Bagaimanakah
hubungan
Pengetahuan Remaja Putri tentang Penggunaan Sabun Antiseptik Daun
Sirih dengan Kejadian leukorea di SMAN 19 Garut tahun 2012?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
12. 12
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan Remaja Putri tentang
Penggunaan Sabun Antiseptik Daun Sirih dengan Kejadian leukorea di
SMAN 19 Garut tahun 2012.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang
penggunaan sabun antiseptik daun sirih di SMAN 19 Garut tahun
2012.
b. Untuk mengetahui gambaran kejadian leukorea di SMAN 19 Garut
tahun 2012.
c. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja putri tentang
penggunaan sabun antiseptik daun sirih dengan kejadian leukorea di
SMAN 19 Garut tahun 2012.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu
keperawatan dalam kesehatan reproduksi tentang cara personal
hygiene yang baik.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu
kesehatan
reproduksi
dalam
menentukan
banyaknya
kejadian
leukorea yang behubungan dengan penggunaan sabun antiseptik
daun sirih sebagai sabun pembersih vagina.
13. 13
2. Manfaat Praktis
a. Bagi institusi kesehatan di masyarakat
Hasil penelitian ini bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Garut
dapat menjadi data dasar untuk mengevaluasi pelaksanaan program
kesehatan reproduksi remaja tentang kejadian leukorea yang
disebabkan karena penggunaan sabun antiseptik daun sirih yang
nantinya dapat berkembang menjadi penyakit infeksi genitalia.
b. Bagi institusi sekolah
Bagi institusi sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi pengetahuan remaja putri tentang penggunaan sabun
antiseptik daun sirih terhadap pengetahuan Remaja tentang Sabun
Antiseptik Daun Sirih dengan Kejadian Leukorea sehingga mampu
menentukan risiko terjadinya leukorea pada remaja dan dapat
memotivasi supaya mampu melakukan personal hygiene yang lebih
baik.