SlideShare a Scribd company logo
KATA PENGANTAR
Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu
pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan
dan sasaran pendidikan yang diinginkan.
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan
perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk
menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil
yang maksimal.
Mengembangkan kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah dan sederhana
karena banyak sekali pertanyaan yang dapat dikemukakan untuk dipertimbangkan.
Misalnya: Apakah yang ingin dicapai? Manusia yang bagaimana yang diharapkan
akan dibentuk? Apakah yang diutamakan kebutuhan sekarang atau masa mendatang?
Apakah hakikat anak harus dipertimbangkan atau diperlukan sebagai orang dewasa?
Dan segudang pertanyaan lagi yang kesemuanya menyangkut asas-asas yang
mendasari setiap kurikulum, yaitu asas filosotis, asas psikologis, asas sosiologis dan
asas organisatoris.
Dengan kurikulum yang sesuai dan tepat, maka dapat diharapkan sasaran dan
tujuan pendidikan akan dapat tercapai secara maksimal.
Buku ini penting bagi para mahasiswa, para guru dan siapa saja yang berminat
dan berkecimpung di bidang pendidikan.
DAFTARISI
Kata Pengantar
Bab 1 : Pengertian Dan Asas-Asas Kurikulum
Bab 2 : Asas-Asas Fisiologi
Bab 3 : Asas Psikologis Anak
Bab 4 : Asas Psikologis Anak
Bab 5 : Proses Perubahan Dan Perbaikan Kurikulum
Bab 6 : Kurikulum Dan Masyarakat
Bab 7 : Organisasi Kurikulum
Bab 8 : Menentukan Scope Dan Sequence Dalam Pembinaan Kurikulum
Bab 9 : Mengubah Kurikulum
Bab 10 : Penutup
Daftar Buku
BAB1
PENGERTIAN DAN ASAS-ASAS
KURIKULUM
Masa depan bangsa terletak dalam tangan generasi muda. Mutu bangsa di
kemudian hari bergantung pada pendidikan yang dikecap oleh anak-anak sekarang,
terutama melalui pendidikan formal yang diterima di sekolah. Apa yang akan dicapai
di sekolah, ditentukan oleh kurikulum sekolah itu. Jadi barang siapa yang menguasai
kurikulum memegang nasib bangsa dan negara. Maka dapat dipahami bahwa
kurikulum sebagai alat yang begitu vital bagi perkembangan bangsa dipegang oleh
pemerintah suatu negara. Dapat pula dipahami betapa pentingnya usaha
mengembangkan kurikulum itu. Oleh sebab setiap guru merupakan kunci utama
dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus pula memahami seluk-beluk kurikulum.
Hingga batas tertentu, dalam skala mikro, guru juga seorang pengembang kurikulum
bagi kelasnya.
APA YANG DIMAKSUD DENGAN KURIKULUM
Perkataan kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan
sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Perkataan ini belum terdapat dalam kamus
Webster tahun 1812 dan baru timbul untuk pertama kalinya dalam kamus tahun 1856.
Artinya pada waktu itu ialah: " L a race course; a place for running; a chariot. 2. a
course in general; applied particulary to the course of study in a university". Jadi
dengan "kurikulum" dimaksud suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau
kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. "Kurikulum" juga berarti "chariot,"
semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat yang membawa seorang dari
"start" sampai "finish".
Di samping penggunaan "kurikulum" semula dalam bidang olah raga,
kemudian dipakai dalam bidang pendidikan, yakni sejumlah mata kuliah di
perguruantinggi.
Dalam kasus Webster tahun 1955 "kurikulum diberi arti '"a. A course esp. a
specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to a degree, b.
The whole body of courses offered in an educational institution, or department
thereof, -. the usual sense." Di sini "kurikulum" khusus digunakan dalam pendidikan
dan pengajaran, yakni sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di
perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat.
"Kurikulum" juga berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga
pendidikan.
Di Indonesia istilah "kurikulum" boleh dikatakan baru menjadi populer sejak
tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang ,memperoleh pendidikan di
Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya
yang lazim digunakan ialah "rencana pelajaran". Pada hakikatnya kurikulum sama
artinya dengan rencana pelajaran. Hilda Taba dalam bukunya Curriculum
Development, Theory and Practice mengartikan sebagai "a plan for learning", yakni
sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak.
Dalam buku ini kami gunakan istilah "kurikulum," karena pengertian
kurikulum banyak mengalami perkembangan, berkat pemikiran yang banyak oleh
tokoh-tokoh pendidikan mengenai kurikulum, sehingga dapat meliputi hal-hal yang
tidak direncanakan, namun turut mengubah kelakuan anak didik. Kurikulum juga
bukan lagi sekedar sejumlah mata pelajaran , akan tetapi mendapat liputan yang jauh
lebih luas. Maka karena itu istilah "rencana pelajaran" rasanya terlampau sempit dan
terikat oleh pengertian tradisional, yang sangat terbatas pada bahan pelajaran dalam
buku pelajaran.
Dalam teori, tetapi juga dalam praktik, pengertian kurikulum yang lama sudah
banyak ditinggalkan. Para ahli pendidikan kebanyakan memberi arti dan isi yang
lebih luas daripada semula. Selain itu pengertiannya pun senantiasa dapat
berkembang dan mengalami perubahan. Perubahan itu antara lain terjadi karena
orang tak kunjung puas dengan hasil pendidikan sekolah dan selalu ingin
memperbaikinya. Memang tak mungkin disusun suatu kurikulum yang baik serta
mantap sepanjang zaman. Suatu kurikulum hanya mungkin baik untuk suatu
masyarakat tertentu pada masa tertentu. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mengubah masyarakat dan dengan sendirinya kurikulum pun tak
dapat tiada hams disesuaikan dengan tuntutan zaman.
Di samping itu banyak timbul pendapat-pendapat baru tentang hakikat dan
perkembangan anak, caranya belajar, tentang masyarakat dan ilmu pengetahuan, dan
Iain-lain, yang memaksa diadakannya perubahan dalam kurikulum. Pengembangan
kurikulum adalah proses yang tak henti-hentinya, yang harus dilakukan secara
kontinu. Jika tidak, maka kurikulum menjadi usang atau ketinggalan zaman. Makin
cepat perubahan dalam masyarakat, makin sering diperlukan penyesuaian kurikulum.
Namun, mengubah kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah. Praktek
pendidikan di sekolah senantiasa jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan teori
kurikulum. Bukan sesuatu yang aneh, bila suatu teori kurikulum baru menjadi
kenyataan setelah 50 sampai 75 tahun kemudian. Kelambanan ini terjadi antara lain
karena guru-guru banyak yang lebih ingin berpegang pada yang telah ada, merasa
lebih aman dengan praktik-praktik rutin dan tradisional daripada mencobakan hal-hal
baru, yang memerlukan pemikiran dan usaha yang lebih banyak dan ada kalanya
menuntut perubahan pada diri guru itu sendiri. Itu sebabnya maka kurikulum masih
banyak diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan kepada
anak.
BEBERAPA DEFINISI KURIKULUM
Seperti telah dikemukakan di atas, perubahan zaman menuntut kurikulum
baru dan sering juga pengertian baru mengenai makna kurikulum itu sendiri.
Perubahan zaman memberi tugas-tugas baru kepada sekolah, di antaranya tugas-tugas
yang sediakala dipikul oleh lembaga-lembaga lain seperti rumah tangga, pemerintah,
petugas agama, dan Iain-lain. Misalnya, anak-anak gadis biasanya belajar memasak,
menjahit, mengurus rumah, dan pekerjaan lain dari ibunya. Dunia modern sering
mengharuskan ibu-ibu bekerja, dan tidak sempat lagi mendidik anaknya dalam
keterampilan rumah tangga. Maka tugas ibu itu dipercayakan kepada sekolah dengan
memberi pelajaran PKK. Ada pula ibu-ibu yang tak puas dan merasa bosan hanya
terikat oleh rutin rumah tangga dan ingin
menentukan karirnya sendiri. Demikian pula soal kesehatan jasmani anak, keamanan
lalu lintas, keterampilan vokasional, pendidikan seks, pencegahan minum alkohol
atau ganja, kepramukaan, pendidikan, agama, dan hal-hal lain lambat laun digeser
tanggung-jawab pendidikannya kepada sekolah. Dengan demikian kurikulum sekolah
tidak hanya meliputi mata pelajaran tradisional, melainkan berbagai kegiatan lain
yang bersifat edukatif, di dalam maupun di luar sekolah.
Dengan bertambahnya tanggung jawab sekolah timbulah berbagai macam
defmisi kurikulum, sehingga semakin sukar memastikan apakah sebenarnya
kurikulum itu. Akhirnya setiap pendidik, setiap guru harus menentukan sendiri
apakah kurikulum itu bagi dirinya. Pengertian yang dianut oleh seseorang akan
mempengaruhi kegiatan belajar-mengajar dalam kelas maupun di luar kelas.
Di bawah ini kami berikan sejumlah defmisi kurikulum menurut beberapa
ahli kurikulum.
1. J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning for
Better Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut.
" The Curriculum is the sum total of school's efforts to influence learning, whether
in the clasroom, on the playground, or out of school." Jadi segala usaha sekolah
untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman
sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa
yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler.
2. Harold B. Albertycs. dalam Reorganizing the High-School Curriculum (1965)
memandang kurikulum sebagai "all of the activities that are provided for students
by the school". Seperti halnya dengan defmisi Saylor dan Alexander, kurikulum
tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan
lain, di dalam dan luar kelas, yang berada di bawah tanggung jawab sekolah.
Defmisi melihat manfaat kegiatan dan pengalaman siswa di luar mata pelajaran
tradisional.
3. B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum
sebagai "a sequence of potential experiences set up in the school for the purpose
of disciplining children and youth in group ways of thinking and acting". Mereka
melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat
diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berpikir dan berbuat
sesuai dengan masyarakatnya.
4. William B. Ragan, dalam buku Modern Elementary Curriculum (1966)
menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut: "The tendency in recent decades has
ben to use the term in a broader sense to refer to the whole life and program of the
school. The term is used ... to include all the experiences of children for which the
school accepts responsibility. It denotes the results of efferorts on the part of the
adults of the community, and the nation to bring to the children the finest, most
whole some influences that exist in the culture."
Ragan mengunakan kurikulum dalam arti yang luas, yang meliputi
seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak di
bawah tanggung-jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran
tetapi meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan sosial antara guru
dan murid, metode mengajar, cara mengevaluasi termasuk kurikulum.
5. J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam buku Secondary School
lmprovemant (1973) juga menganut defmisi kurikulum yang luas. Menurut
mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara
mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar,
bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal struktural
mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.
Ketiga aspek pokok, program, manusia dan fasilitas sangat erat hubungannya,
sehingga tak mungkin diadakan perbaikan kalau tidak diperhatikan ketiga-
tiganya.
6. Alice Miel juga menganut pendirian yang luas mengenai kurikulum. Dalam
bukunya Changing the Curriculum : a Social Process (1946) is mengemukakan
bahwa kurikulum juga meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan,
keyakinan, pengetahuan dan sikap orang-orang melayani dan dilayani sekolah,
yakni anak didik, masyarakat, para pendidik dan personalia (termasuk penjaga
sekolah, pegawai administrasi dan orang lainnya yang ada hubungannya dengan
murid-murid ). Jadi kurikulum meliputi segala pengalaman dan pengaruh yang
bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah. Defmisi Miel tentang
kurikulum sangat luas yang mencakup yang meliputi bukan hanya pengetahuan,
kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita serta norma-norma,
melainkan juga pribadi guru, kepala sekolah serta seluruh pegawai sekolah.
Langeveld seorang ahli pendidikan Belanda dalam bukunya Leerboek der
Pedagogische Psychologie membedakan apa yang disebutnya opvoedingsmiddelen
dan opvoedingsfaktoren Istilah pertama berarti alat-alat pendidikan, yaitu segala
sesuatu yang dengan sengaja dilakukan oleh sipendidik terhadap anak-didik guna
mempengaruhi kelakuannya, seperti menjelaskan, menganjurkan, memuji, melarang
atau menghukum. Istilah kedua berarti faktor-faktor pendidikan, meliputi keadaan
lingkungan pendidikan seperti kebersihan ruangan, keramahan pendidik, jadi tidak
merupakan tindakan yang disengaja. Kita lihat bahwa Alice Miel mencakup kedua hal
itu dalam pengertian kurikulumnya yakni alat pendidikan dan faktor pendidikan.
Tak semua ahli kurikulum menganut pendirian yang begitu luas. Hilda Taba
berpendapat bahwa defmisi yang terlampau luas mengaburkan pengertian kurikulum
sehingga menghalangi pemikiran dan pengolahan yang tajam tentang kurikulum. Jika
kurikulum dirumuskan sebagai "segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk
memperoleh hasil yang diharapkan dalam situasi di dalam maupun di luar sekolah"
atau sebagai" sejumlah pengalaman yang potensial dapat diberikan oleh sekolah
dengan tujuan agar anak dan pemuda dibiasakan berpikir dan berbuat menurut
kelompok atau masyarakat tempat ia hidup", maka defmisi yang luas itu membuatnya
tidak fungsional. Maka Hilda Taba memilih posisi yang tidak terlampau luas dan tidak
pula terlampau sempit, karena defmisi yang sempit tidak lagi diterima oleh sekolah
modern.
Hilda Taba mengemukakan, bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan
suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berparsitipasi sebagai anggota yang
produktif dalam masyrakatnya. Tiap kurikulum, bagaimanapun polanya, selalu
mempunyai komponen-komponen tertentu, yakni pernyataan tentang tujuan dan
sasaran, seleksi dan organisasi bahan dan isi pelajaran, bentuk dan kegiatan belajar
dan mengajar, dan akhirnya evaluasi hasil belajar. Perbedaan kurikulum terletak pada
penekanan pada unsur-unsur tertentu.
7. Edward A. Krug dalam The Secondary School Curriculum (1960) menunjukkan
pendirian yang terbatas tapi realistis tentang kurikulum. Defmisinya ialah "A
Curriculum Consists of the means used to achieve or carry out given purposes of
schooling". Kurikulum dilihatnya sebagai cara-cara dan usaha untuk mencapai
tujuan persekolahan. la membedakan tugas sekolah mengenai perkembangan
anak dan tanggung jawab lembaga pendidikan lainnya seperti rumah tangga,
lembaga agama, masyarakat, dan Iain-lain. la dengan sengaja menggunakan
istilah "schooling" untuk menjelaskan apa sebenarnya tugas sekolah. Memborong
segala tanggung jawab atas pendidikan anak akan merupakan beban yang
terlampau berat, sehingga tidak mungkin dilakukan dengan baik.
Maka karena itu Krug membatasi kurikulum pada : 1. organized classroom
instruction, yaitu pengajaran di dalam kelas, 2. kegiatan-kegiatan tertentu di luar
pengajaran itu, seperti bimbingan dan penyuluhan, kegiatan pengabdian masyarakat,
pengalaman kerja yang bertalian dengan pelajaran, dan perkemahan sekolah. Akan
tetapi kegiatan-kegiatan akhir masih bersifat kontroversial.
Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna
mencapai tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat idea, suatu
cita-cita tentang manusia atau warga negara yang akan dibentuk. Kurikulum ini lazim
mengandung harapan-harapan yang sering berbunyi muluk-muluk.
Apa yang dapat diwujudkan dalam kenyataan disebut kurikulum yang real.
Karena tak segala sesuatu yang direncanakan dapat direalisasikan, maka terdapatlah
kesenjangan antara idea dan real curriculum.
Smith dan kawan-kawan memandang kurikulum sebagai rangkaian
pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak, jadi dapat disebut
potential curriculum. Namun apa yang benar-benar dapat diwujudkan pada anak
secara individual, misalnya bahan yang benar-benar diperolehnya, disebut actual
curriculum.
Berbagai tafsiran tentang kurikulum dapat kita tinjau dari segi lain, sehingga
kita peroleh penggolongan sebagai sebagai berikut:
1. Kurikulum dapat dilihat sabagai produk, yakni sebagai hasil karya para
pengembang kurikulum, biasanya dalam suatu panitia. Hasilnya dituangkan
dalam bentuk buku atau pedoman kurikulum, yang misalnya berisi sejumlah mata
pelajaran yang harus diajarkan.
2. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh
sekolah untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa mengajarkan berbagai mata
pelajaran tetapi dapat juga meliputi segala kegiatan yang dianggap dapat
mempengaruhi perkembangan siswa misalnya perkumpulan sekolah,
pertandingan, pramuka, warung sekolah dan Iain-lain.
3. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari
siswa, yakni pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu. Apa yang diharapkan
akan dipelajari tidak selalu sama dengan apa yang benar-benar dipelajari.
4. Kurikulum sebagi pengalaman siswa. Ketiga pandangan diatas berkenaan dengan
perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa yang secara
aktual menjadi kenyataan pada tiap siswa. Ada kemungkinan, bahwa apa yang
diwujudkan pada diri anak berbeda dengan apa yang diharapkan menurut
rencana.
Mengenai masalah kurikulum senantiasa terdapat pendirian yang
berbeda-beda, bahkan sering yang bertentangan. Ketidakpuasan dengan kurikulum
yang berlaku adalah sesuatu yang biasa dan memberi dorongan mencari kurikulum
baru. Akan tetapi mengajukan kurikulum yang ekstrim sering dilakukan dengan
mendiskreditkan kurikulum yang lama, pada hal kurikulum itu pun mengandung
kebaikan, sedangkan kurikulum pasti tidak akan sempurna dan akan tampil
kekurangannya setelah berjalan dalam beberapa waktu.
Dalam praktiknya biasanya tidak dapat pertentangan yang begitu tajam
seperti yang digambarkan dalam teorinya. Pada umumnya guru itu konservatif dan
cenderung berpegang pada cara-cara yang lama yang telah dikuasainya dan menurut
pengalamannya memberi hasil yang baik. la tidak mudah melepaskan yang lama yang
sudah terbukti kebaikannya, sebelum ia yakin bahwa yang baru itu ternyata lebih baik
lagi. Juga ada kemungkinan untuk mengawinkan yang baru dengan yang lama. Maka
karena itu jarang akan terdapat bahwa suatu teori tentang kurikulam dilaksanakan
secara murni. Selain itu berbagai jenis kurikulum dapat hidup bersama tanpa
menimbulkan konflik.
Adanya berbagai tafsiran tentang kurikulum tak perlu merisaukan, karena
justru dapat memberi dorongan untuk mengadakan inovasi mencari bentuk -bentuk
kurikulum baru. Pandangan yang berbeda-beda itu memberi dinamika dalam
pemikiran tentang kurikulum secara kontinu tanpa henti-hentinya.
Bila dalam buku ini kami uraikan kurikulum dalam bentuk murninya menurut
teori yang mendasarinya, jadi menonjolkannya dalam bentuk yang ekstrim, perlu kita
ketahui bahwa dalam praktik pendidikan sering terjadi campuran atau adanya
berbagai bentuk kurikulum yang hidup bersama secara damai.
ASAS-ASAS KURIKULUM
Mengembangkan kurikulum bukan sesuatu yang mudah dan sederhana
karena banyak hal yang harus dipertimbangkan dan banyak pertanyaan yang dapat
diajukan untuk diperhitungkan. Misalnya : Apakah yang ingin dicapai, manusia yang
bagaimana yang diharapkan akan dibentuk? Apakah akan diutamakan kebutuhan
anak pada saat sekarang atau masa mendatang? Apakah hakikat anak harus
dipertimbangkan, ataukah ia diperlakukan sebagai orang dewasa? Apakah kebutuhan
anak itu? Apakah harus dipentingkan anak sebagai individu atau sebagai anggota
kelompok? Apakah yang harus dipentingkan, mengajarkan kejujuran atau memberi
pendidikan umum? Apakah pelajaran akan didasarkan
atas disiplin ilmu ataukah dipusatkan pada masalah sosial dan pribadi? Apakah
semua anak harus mengikuti pelajaran yang sama
taukah is diizinkan memilih pelajaran sesuai dengan minatnya? Apakah
seluruh kurikulum sama bagi semua sekolah secara uniform, atau diberi kelonggaran
untuk menyesuaikannya dengan keadaan daerah? Apakah hasil belajar anak akan
diuji secara uniform ataukah diserahkan pada penilaian guru yang dapat mempelajari
anak itu dalam segala aspek selama waktu yang panjang ?
Semua pertanyaan itu menyangkut asas-asas yang mendasari setiap
kurikulum, yakni :
1. Asas filosofis yang berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan
filsafat negara.
2. Asas psikologis yang memperhitungkan faktor anak dalam kurikulum yakni a.
psikologi anak, perkembangan anak, b. psikologi belajar, bagaimana proses
belajar anak.
3. Asas sosiologis, yaitu keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya,
kebudayaan manusia, hasil kerja manusia herupa pengetahuan, dan Iain-lain.
4. Asas organisatoris yang mempertimbangkan bentuk dan organisasi bahan
pelajaran yang disajikan.
Walaupun dalam buku ini keempat asas itu akan dipaparkan lebih lanjut,
dirasa perlu memberikannya lebih dahulu secara singkat.
1. Asas Filosofis
Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang "baik". Apakah
yang dimaksud dengan "balk" pada hakikatnya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita
atau filsafat yang dianut negara, tapi juga guru, orang tua, masyarakat bahkan dunia.
Perbedaan filsafat dengan sendirinya akan menimbulkan perbedaan dalam tujuan
pendidikan, jadi juga bahan pelajaran yang disajikan, mungkin juga cara mengajar
dan menilainya. Pendidikan di negara otokratis akan berbeda dengan negara yang
demokratis, pendidikan di negara yang menganut agama Budha akan berlainan
denagan pendidikan di negara yang memeluk agama Islam
atau Kristen. Kurikulum tak dapat tiada mempunyai hubungan yang erat dengan
filsafat bangsa dan negara terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan
sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal.
2. Asas Psikologis
a. Psikologi anak
Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan
situasi-situasi di mana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya. Selama
berabad-abad anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain daripada orang dewasa
dan karena itu mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya. Baru
setelah Rousseau anak itu dikenal sebagai anak, dan dilakukan penelitian ilmiah
untuk lebih mengenalnya, dan sejak permulaan abad ke-20 anak kian mendapat
perhatian menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Timbullah aliran
yang disebut progresif, bahkan kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat
dan perkembangan anak, yaitu "Child centered curriculum". Kurikulum ini dapat
dipandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang ditentukan oleh orang dewasa
tanpa menghiraukan kebutuhan dan minat anak. Tentu saja kurikulum yang begitu
ekstrim mengutamakan salah satu dasar akan mempunyai kekurangan-kekurangan.
Namun gerakan ini tak dapat tiada menarik perhatian para pendidik, khususnya para
pengembang kurikulum, untuk selalu menjadikan anak sebagai salah satu pokok
pemikiran.
b. Psikologi belajar
Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa
anak-anak dapat dididik, dapat dipengaruhi kelakuannya. Anak-anak dapat belajar,
dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat menerima
norma-norma, dapat menguasai sejumlah keterampilan. Soal yang penting ialah :
bagaimanakah anak itu belajar? Kalau kita tahu betul, bagaimana proses belajar itu
berlangsung, dalam keadaan yang bagaimana belajar itu memberi hasil yang
sebaik-baiknya, maka kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan cara
yang seefektif-efektifnya.
Oleh sebab belajar itu ternyata suatu proses yang pelik dan kompleks, maka
timbullah berbagai teori belajar yang menunjukkan ketidaksesuaian satu sama lain.
Penelitian dilakukan untuk lebih mendalam memahami proses belajar ini, banyak di
antaranya dengan melakukan eksperimen.
Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa tiap teori itu mengandung kebenaran,
akan tetapi tidak memberikan gambaran tentang keseluruhan proses belajar itu, jadi
yang mencakup segala gejala belajar, dari yang sederhana sampai yang paling pelik.
Teori belajar dijadikan dasar bagi proses belajar-mengajar. Dengan demikian
ada hubungan yang erat antara kurikulum dan psikologi belajar dan psikologi anak.
Karena hubungan yang sangat erat itu maka psikologi menjadi salah satu dasar
kurikulum.
3. Asas Sosiologis
Anak tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia lainnya, ia selalu hidup dalam
suatu masyarakat. Di situ ia harus memenuhi tugas-tugas yang harus dilakukannya
dengan penuh tanggung-jawab, baik sebagai anak, maupun sebagai orang dewasa
kelak. Ia banyak menerima jasa dari masyarakat dan ia sebaliknya harus
menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarakat. Tuntutan masyarakat tak dapat
diabaikannya.
Tiap masyarakat mempunyai norma-norma, adat kebiasaan yang tak dapat
tiada harus dikenal dan diwujudkan anak dalam pribadinya lalu dinyatakannya dalam
kelakuannya. Tiap masyarakat berlainan corak nilai-nilai yang dianutnya. Tiap anak
akan berbeda latar belakang kebudayaannya. Perbedaan ini harus di-pertimbangkan
dalam kurikulum. Juga perubahan masyarakat akibat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan faktor pertimbangan dalam kurikulum.
Oleh sebab masyarakat suatu faktor yang begitu penting dalam
pengembangan kurikulum, maka masyarakat dijadikan salah satu asas. Dalam hal ini
pun harus kita jaga, agar asas ini jangan terlampau mendominasi sehingga
timbul kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau
"society-centered curriculum".
4. Asas Organisatoris
Asas ini herkenaan dengan masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan
pelajaran akan disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah,
ataukah diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya
dalam bentuk broad-field atau bidang studi seperti IP A, IPS, Bahasa, dan Iain-lain.
Ataukah diusahakan hubungan secara lebih mendalam dengan menghapuskan segala
batas-batas mata pelajaran, jadi dalam bentuk kurikulum yang terpadu. Ilmu jiwa
asosiasi yang berpendirian bahwa keseluruhan sama dengan jumlah bagianbagiannya
cenderung memilih kurikulum yang subject-centered, atau yang berpusat pada mata
pelajaran, yang dengan sendirinya akan terpisah-pisah. Sebaliknya ilmu jiwa Gestalt
lebih mengutamakan keseluruhan, karena keseluruhan itu bermakna dan lebih relevan
dengan kebutuhan anak dan masyarakat. Aliran psikologi ini lebih cenderung
memilih kurikulum terpadu atau integrated kurikulum.
Kembali perlu di ingatkan, bahwa tidak ada kurikulum yang baik dan tidak
baik. Setiap organisasi kurikulum mempunyai kebaikan akan tetapi tidak lepas dari
kektirangan ditinjau dari segi-segi tertentu. Selain itu, bermacam-macam organisasi
kurikulum dapat dijalankan secara bersama di satu sekolah, bahkan yang satu dapat
membantu atau melengkapi yang satu lagi.
Kurikulum yang bagaimana yang harus dipilih? Pertanyaan itu diajukan
karena macamnya kemungkinan. Dalam mengembangkan kurikulum harus diadakan
pilihan, jadi selalu hasil semacam kompromi antara anggota panitia kurikulum.
Sering dikatakan bahwa "curriculum is a matter of choice", kurikulurri adalah soal
pilihan. Dalam hal ini pilihan banyak bergantung pada pendirian atau sikap seseorang
tentang pendidikan. Pada umumnya dapat dibedakan dua pendirian utama, yakni
yang tradisional dan yang progresif.
KURIKULUM TRDISIONAL ATAU PROGRESIF
Kurikulum tradisional yang ingin mengawetkan yang lama tidak dengan
sendirinya buruk dan merugikan, oleh sebab apa yang diawetkan, selalu yang baik,
apakah itu nilai-nilai, barang seni, benda, dan sebagainya. Namun dalam masa
perubahan yang serba dinamis ini, menutup mata bagi perubahan akan merugikan diri
sendiri. Sebaliknya kurikulum modern - progresif juga tidak dengan sendirinya baik
dan luput dari, berbagai kekurangan.
Menjalankan kurikulum progresif akan banyak mendapat tentangan, antara
lain dari pihak guru yang terkenal karena sikap konservatifnya, juga orangitua yang
telah mengecap pendidikan tradisional dan merasakan manfaatnya. Kesulitan yang
dihadapi kurikulum progresif ialah, bahwa orang mengharapkan hasil-hasil
tradisional dari sekolah yang progresif. Sekolah progresif misalnya mementingkan
kemampuan memecahkan masalah dan menggunakan pengetahuan secara fungsional
untuk memecahkan masalah itu. Tidak diharapkan siswa mempunyai pengetahuan
yang uniform. Namun orang tua masih mengharapkan agar murid-murid hafal akan
nama-nama geografis, tahun-tahun dan tokoh-tokoh sejarah, terampil dalam hitungan
di luar kepala, dan Iain-lain. Sekolah progresif harus dinilai berdasarkan
prinsip-prinsip sekolah itu. Kita inginkan agar anak-anak kreatif, sanggup berpikir
sendiri, walaupun kesimpulannya lain dari yang lain, kita ingin agar anak sanggup
mengadakan penelitian dan penemun, namun kita mengadakan ujian nasional yang
uniform yang tidak menghiraukan perbedaan individual, dan terutama menonjolkan
hafalan, tidak mengizinkan perbedaan pendapat, menentukan lebih dahulu mana yang
benar yang dicoba anak mencari atau menerkanya bila menghadapi ujian bercorak
objektif
Di bawah ini kami cantumkan beberapa perbedaan antara pendirian
tradisional dan progresif.
Penganut kurikulum tradisional berpegang pada kurikulum yang didasarkan
atas subjek atau mata pelajaran, yang biasanya diberikan secara terpisah-pisah. Bahan
mata pelajaran diambil dari berbagai disiplin ilmu yang dibina dan senantiasa
dikembangkan para ilmuwan dan karena itu mendapat penghargaan tinggi dari
masyarakat. Kurikulum tradisional ini telah bertahan selama beberapa abad dan
diduga akan bertahan terus sepanjang masa. Dianggap
bahwa ilmu mempunyai nilai tersendiri dan karena itu dapat dipelajari demi ilmu itu
sendiri. Selain itu mempelajari ilmu akan mengembangkan kemampuan intelektual
anak.
Penganut kurikulum progresif atau modern tidak menolak ilmu, akan tetapi
tidak dipelajari demi ilmu sendiri, akan tetapi untuk digunakan dalam memecahkan
suatu masalah. Sambil memecahkan masalah siswa mengumpulkan ilmu yang
diperlukan. Mengumpulkan ilmu demi ilmu yang tidak fungsional hanya membebani
otak dengan hal-hal yang mubazir. Tujuan pendidikan bukan hanya mengembangkan
aspek intelektual saja melainkan keseluruhan pribadi anak dalam segala aspek.
Dalam kurikulum tradisional diperlukan pengarahan, pengawasan, kontrol
dan disiplin yang ketat, agar siswa mempelajari bahan yang sama dan mencapai
tingkat penguasaan yang sama. Sebaliknya kurikulum yang progresif lebih banyak
memberi kebebasan kepada siswa untuk menentukan apa yang akan dipelajarinya,
sesuai dengan minat dan kesanggupannya dalam suasana yang mengizinkan
kebebasan.
Apa yang dipelajari dalam kurikulum tradisional dianggap akan berguna
kelak di kemudian hari anak, karena banyak pelajaran yang sebenarnya tidak ada
kaitannya dengan kehidupan anak dalam masyarakat. Di lain pihak, kurikulum
progresif memilih masalahmasalah yang nyata dalam kehidupan anak dan
masyarakat.
Kurikulum tradisional menyamaratakan semua siswa baik mengenai bahan,
metode belajar-mengajar, maupun evaluasi. Kurikulum progresif memperhatikan
bahkan membantuperkembangan keunikan individu.
Kurikulum tradisional menerima kenyataan dalam masyarakat sebagaimana
adanya, sedangkan kurikulum progresif berusaha untuk mengubah lingkungan untuk
membentuk dunia yang lebih baik.
Kalau diteliti lebih lanjut dapat lagi kita temui perbedaan lain antara kedua
pendekatan dalam pengembangan kurikulum. Dapat kita katakan, bahwa kurikulum
progresif merupakan reaksi dalam berbagai bentuk terhadap
kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam kurikulum tradisional. Namun
betapapun kritik terhadap kurikulum tradisional, kurikulum ini tetap bertahan.
Juga kurikulum progresif tidak bebas dari kritik yang tajam dari berbagai
pihak. Yang paling berpengaruh ialah kritik bahwa kurikulum ini kurang
mengembangkan kemampuan intelektual anak, sehingga setelah peluncuran Sputnik,
aliran progresif mengalami pukulan hebat, dengan ditonjolkannya kembali kurikulum
yang berdasarkan disiplin ilmu, akan tetapi akibatnya ialah, bahwa faktor anak
kembali dianaktirikan.
KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
Ralph W.Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and
Instruction (1949), salah satu buku yang paling berpengaruh dalam pengembangan
kurikulum, mengajukan 4 pertanyaan pokok, yakni :
1. Tujuan apa yang harus dicapai sekolah?
2. Bagaimanakah memilih bahan pelajaran guna mencapai tujuan itu?
3. Bagaimanakah bahan disajikan agar efektif diajarkan?
4. Bagaimanakah efektivitas belajar dapat dinilai?
Berdasarkan pertanyaan itu, maka diperoleh keempat komponen kurikulum
yakni, (1) tujuan, (2) bahan pelajaran, (3) proses belajar-mengajar, (4) evaluasi atau
penilaian. Keempat komponen itu dapat kita gambarkan dalam bagan sebagai berikut:
„ TUJUAN
i,
EVALUASI BAHAN
^ *
^-~ PBM
Keempat komponen itu saling berhubungan. Setiap komponen bertalian erat
dengan ketiga komponen lainnya. Tujuan menentukan bahan apa yang akan
dipelajari, bagaimana proses belajarnya, dan apa yang harus dinilai. Demikian pula
penilaian dapat mempengaruhi komponen lainnya. Pada saat dipentingkan-
nya evaluasi dalam bentuk ujian, misalnya Ebtanas, UMPTN, maka timbul
kecenderungan untuk menjadikan bahan ujian sebagai tujuan kurikulum, proses
belajar-mengajar cenderung mengutamakan latihan dan hafalan.
Bila salah satu komponen berubah, misalnya ditonjolkannya tujuan yang baru,
atau proses belajar-mengajar, misalnya metode baru, atau cara penilaian, maka semua
komponen lainnya turut mengalami perubahan. Kalau tujuannya jelas, maka bahan
pelajaran, PBM, maupun evaluasi pun lebih jelas.
Pola kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler ini tampaknya sangat
sederhana, namun dalam kenyataannya lebih kompleks daripada yang diduga. Tak
mudah menentukan tujuan pendidikan atau pelajaran, tak mudah pula menentukan
bahan yang tepat guna mencapai tujuan itu, misalnya bahan untuk mendidik anak agar
menjadi manusia pembangun, jujur, kerja keras, dan sebagainya. Menentukan PBM
yang efektif tak kurang sulitnya, karena keberhaslannya baru diketahui setelah dinilai.
Konsep tayle tentang komposisi kurikulum tentu mendapat kritik, namun
masih dipertimbangkan hingga sekarang.
RANGKUMAN
1. Kurikulum yang semula berarti jarak yang harus ditempuh, kemudian menjadi
sejumlah mata pelajaran yang harus dilalui untuk mendapat ijazah.
2. Para ahli kurikulum "modern" cenderung memberikan pengertian yang lebih luas,
sehingga meliputi kegiatan di luar kelas, bahkan juga mencakup segala sesuatu
yang dapat mempengaruhi kelakuan siswa, termasuk kebersihan kelas, pribadi
guru, sikap petugas sekolah, dan Iain-lain.
3. Kurikulum dapat dipandang dari berbagai segi, yakni, curriculum as a product, as
a program, as intended learnings, as the experiences of the learner. Dapat pula kita
memandangnya sebagai formal curriculum, ideal, real, actual curriculum atau
potential learning experiences.
4. Ada kebaikan dan kelemahan pengertian kurikulum yang terlampau luas atau
terlampau sempit. Hilda Taba memandang kurikulum sebagai "a plan for
learning".
5. Ada kecenderungan pengertian kurikulum meluas, karena banyak tugas yang
sedianya oleh rumah tangga dan lembaga informal lainnya dibebankan kepada
sekolah.
6. Kurikulum senantiasa harus diubah karena perubahan masyarakat akibat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan kurikulum berjalan
kontinu kalau tidak mau ketinggalan zaman.
7. Karena adanya macam-macam defmisi kurikulum, tiap guru harus menentukan
tafsirannya sendiri. Pilihannya itu akan mempengaruhi konsepsinya tentang
tugasnya sebagai pendidik. la dapat menganut pendirian yaang tradisional atau
progresif.
PERTANYAAN DAN TUGAS
1. Jelaskan perkembangan pengertian kurikulum.
2. Jelaskan arti kurikulum sebagai product, program, intended learnings, the
experiences of the learner. Juga pengertian kurikulum formal, real, ideal,
potential, actual.
3. Bandingkan berbagai defmisi yang tercantum dalam pelajaran, antara lain
mengenai luas cakupannya.
4. Bagaimanakah pengertian kurikulum di sekolah kita?
5. Dikatakan, bahwa praktik kurikulum jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan
teorinya. Jelaskan.
6. Sebutkan asas-asas kurikulum. Selidiki azas-azas itu pada kurikulum yang
berlaku di sekolah kita.
7. Menurut Saudara siapakah yang mengembangkan kurikulum? Apakah orangtua,
begitu juga murid harus tout dalam pengembangan kurikulum?
8. Bagaimana pendapat Saudara tentang guru sebagai pengembang kurikulum?
9. Di antara asas-asas kurikulum, asas manakah yang paling banyak mengalami
perubahan? Mana yang paling sedikit atau tidak berubah?
10. Perbedaan apakah yang mungkin timbul di antara anggota panitia pengembangan
kurikulum?
11. Bila dibandingkan kurikulum sebelum dan sesudah kita merdeka perbedaan
apakah kiranya yang kita dapati?
12. Jelaskan adanya hubungan yang erat di antara komponenkomponen kurikulum.
Jelaskan bahwa perubahan dalam satu komponen mempengaruhi komponen
lainnya.
13. Ada kurikulum yang tidak direncanakan, yakni "hidden curriculum" atau
kurikulum yang tersembunyi. Tahukah Saudara apa maksudnya dan memberi
beberapa contoh?
BAB 2
ASAS-ASAS FILOSOFIS
Filsafat sangat penting karena harus dipertimbangkan dalam mengambil
keputusan tentang setiap aspek kurikulum. Untuk tiap keputusan harus ada dasarnya.
Filsafat adalah cara berpikir yang sedalam-dalamnya, yakni sampai akarnya tentang
hakikat sesuatu.
Ada orang yang berpendapat bahwa guru tak perlu mempelajari filsafat,
karena sangat abstrak dan karena itu tak praktis dan tidak ada manfaatnya bagi
pekerjaannya. Pendirian itu terlampau picik, karena apa yang dilakukan guru harus
didasarkan pada apa yang dipercayai, diyakininya sebagai benar dan baik. Filsafat itu
antara lain menentukan kepercayaan kita tentang : apakah hakikat manusia,
khususnya hakikat anak dan sifat-sifatnya, apakah sumber kebenaran dan nilai-nilai
yang hendaknya menjadi pegangan hidup kita, tentang apakah yang baik, apakah
hidup yang baik, apakah yang sebaiknya diajarkan kepada anak-didik, apakah
peranan sekolah dalam masyarakat, apakah peranan guru dalam proses belajar
mengajar, dan Iain-lain.
Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang apa
yang mereka junjung tinggi. Filsafat yang kabur akan menimbulkan kurikulum yang
tidak menentu arahnya. Kini terdapat berbagai aliran filsafat, masing-masing dengan
dasar pemikiran tersendiri. Di sini akan kami bicarakan dengan singkat beberapa
buah yakni :
1. Aliran Perennialisme
Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui
pengetahuan yang "abadi, universal dan absolut" atau "perennial" yang ditemukan
dan diciptakan para pemikir unggul sepanjang masa, yang dihimpun dalam "the Great
Books" atau "Buku Agung". Kebenaran dalam buku itu bertahan teguh terhadap
segala perubahan zaman.
Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas subject atau mata
pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan
seperti IPA atau IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat
mengembangkan kemampuan intelektual seperti matematika, fisika, kimia, biologi
yang diajarkan, sedangkan yang berkenaan emosi dan jasmani seperti seni rupa, olah
raga sebaiknya dikesampingkan. Pelajaran yang diberikan termasuk pelajaran yang
sulit karena memerlukan inteligensi tinggi. Kurikulum ini memberi persiapan yang
sungguhsungguh bagi studi di perguruan tinggi.
2. Aliran Idealisme
Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari "atas", dari dunia
supranatural dari Tuhan. Boleh dikatakan hampir semua agama menganut filsafat
idialisme. Kebenaran dipercayai datangnya dari Tuhan yang diterima melalui wahyu.
Kebenaran ini, termasuk dogma dan norma-normanya bersifat mutlak. Apa yang
datang dari Tuhan baik dan benar. Tujuan hidup ialah memenuhi kehendak Tuhan.
Filsafat ini umumnya diterapkan di sekolah yang berorientasi religius. Semua
siswa diharuskan mengikuti pelajaran agama, menghadiri khotbah dan membaca
Kitab Suci. Biasanya disiplin termasuk ketat, pelanggaran diberi hukuman yang
setimpal bahkan dapat dikeluarkan dari sekolah. Namun pendidikan intelektual juga
sangat diutamakan dengan menentukan standar mutu yang tinggi.
3. Aliran Realisme
Filsafat realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan
dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukumhukum alam. Mutu kehidupan senatiasa
dapat ditingkatkan melalui kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan
hidup ialah memperbaiki kehidupan melalui penelitian ilmiah.
Sekolah yang beraliran realisme mengutamakan pengetahuan yang sudah
mantap sebagai hasil penelitian ilmiah yang dituangkan secara sistemetis dalam
berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran. Di sekolah akan dimulai dengan teori-teori
dan prinsip-prinsip yang fundamental, kemudian praktik dan aplikasinya.
Karena mengutamakan pengetahuan yang esensial, maka pelajaran
"embel-embel" seperti keterampilan dan kesenian dianggap tidak perlu.
Kurikulum ini tidak memperhatikan minat anak, namun diharapkan agar
menaruh minat terhadap pelajaran akademis. la harus sungguh-sungguh mempelajari
buku-buku berbagai disiplin ilmu. Penguasaan ilmu yang banyak berkat studi yang
intensif adalah persiapan yang sebaik-baiknya bagi lanjutan studi dan kehidupan
dalam masyarakat. Dapat dibayangkan banyaknya murid yang tidak mampu
mengikuti studi akademis serupa ini.
4. Aliran Pragmatisme"
Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau utilitarianisme dan
berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan pengalamannya.
Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif dan dapat berubah. Yang baik,
ialah yang berakibat baik bagi masyarakat. Tujuan hidup ialah mengabdi kepada
masyarakat dengan peningkatan kesejahteraan manusia.
Tugas guru bukan mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan,
melainkan memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan
guna memecahkan masalah, atas dasar kepercayaan bahwa belajar itu hanya dapat di
lakukan oleh anak sendiri, bukan karena "dipompakan ke dalam otaknya". Yang
penting ialah bukan "what to think" melainkan "how to think" yakni melalui
pemecahan masalah. Pengetahuan diperoleh bukan dengan mempelajari mata
pelajaran, melainkan karena digunakan secara fungsional dalam memecahkan
masalah.
Aliran pragmatisme sering sejalan dengan aliran rekonstruksionisme yang
berpendirian bahwa sekolah harus berada pada garis depan pembangunan dan
perubahan masyarakat. Sekolah ini menjauhi indoktrinasi dan mengajak siswa secara
kritis menganalisis isu-isu sosial.
Dalam perencanaan kurikulum orangtua dan masyarakat sering dilibatkan
agar dapat memadukan sumber-sumber pendidikan formal dengan sumber sosial,
politik dan ekonomi guna memperbaiki ekonomi kondisi hidup manusia. Banyak di
antara penganut aliran ini memandang sekolah sebagai masyarakat kecil.
5. Aliran Eksistensialisme
Filsafat ini mengutamakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa
yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda secara individual dan ditentukan
masing-masing secara bebas, namun dengan pertimbangan jangan menyinggung
perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah menyempurnakan diri, merealisasikan diri.
Sekolah yang berdasarkan eksistensialisme mendidik anak agar is
menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas orang lain. la hrus
bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri secara bertanggungjawab. Sekolah
ini menolak segala kurikulum, pedoman, instruksi, buku wajib, dan Iain-lain dari
pihak luar. Anak harus mencari identitasnya sendiri, menentukan standardnya sendiri
dan kurikulumnya sendiri. Dengan sendirinya mereka tidak dipersiapkan untuk
menempuh ujian nasional.
Dari segala mata pelajaran, mungkin ilmu-ilmu sosial yang paling menarik
mereka Pendidikan moral tidak diajarkan kepada mereka, juga tidak ditetapkan
aturan-aturan yang harus mereka patuhi. Bimbingan yang diberikan sering bersifat
non-directive, di mana guru banyak mendengarkan dan mengajukan pertanyaan tanpa
mengingatkan apa yang harus dilakukan anak.
Cicero memandang filsafat sebagai ilmu tentang hal-hal yang
semuluk-muluknya. Filsafat ialah "induk segala ilmu". Tujuan filsafat ialah
membentuk suatu pandangan yang sistematis tantang keseluruhan ilmu. Ini berarti
bahwa seorang ahli filsafat harus dapat mencernakannya dan mengasimilasikannya
berkat proses yang disebut berpikir. Pekerjaan ini sangat sulit dan tak mungkin
dilakukan oleh setiap orang biasa. Ilmu pengetahuan dewasa ini sangat luas dan pelik
dan tak mungkin lagi bagi seorang untuk menguasainya, bahkan satu cabang disiplin
ilmu sekalipun sulit dikuasai sepenuhnya. Dalam arti ini, tak mungkin setiap orang
mempunyai filsafat. Dan bila dikatakan bahwa tiap guru harus mempunyai filsafat,
maka kata itu digunakan dalam arti yang berlainan, yakni
sebagai "suatu sistem nilai-nilai", suatu pandangan hidup. Manusia telah menemukan
tenaga atom berkat kemajuan ilmu pengetahuan, akan tetapi bila ditanya, untuk
apakah tenaga itu digunakan, untuk perang yang dapat menghancurkan umat manusia
atau untuk peningkatan kehidupan manusia, maka kita memasuki lapangan nilai-nilai
atau filsafat. Ilmu menemukan pengetahuan dan teknologi, akan tetapi
penggunaannya ditentukan oleh filsafat atau nilai-nilai.
Kalau filsafat di tafsirkan sebagai sistem nila-nilai, apakah setiap orang dapat
mempunyai suatu filsafat sendiri? Filsafat dengan pengertian ini telah ada sejak ada
manusia di bumi ini, sejak Adam dan Hawa. Dalam arti ini filsafat bukanlah sesuatu
yang maha-sulit dan pelik, melainkan sesuatu yang biasa yang dapat dimiliki setiap
orang yang berpikir dan mencoba menafsirkan makna dan nilai hidup bagi dirinya,
dan mencari suatu sistem nilai-nilai yang menjadi pegangannya dalam menghadapi
masalah-masalah dalam hidupnya dan dengan demikian memberi corak tertentu
kepada kelakuannya. Filsafat ialah pendapat yang sejujur-jujurnya tentang makna
hidup baginya.
Walaupun tiap orang pernah berpikir tentang apa arti hidup ini baginya,
belum tentulis dikatakan mempunyai suatu filsafat hidup. Sering seorang kurang
sadar dan kurang jelas mengetahui nilai-nilai apa yang dianutnya. Pandangan hidup
kabur, tak konsisten, tak berakar prinsip-prinsip yang jelas. Kelakuannya tidak
menunjukkan corak tertentu.
Filsafat ialah sesuatu yang menunjukan suatu sistem, yang dapat menentukan
arah hidup dan serta menggambarkan nilai-nilai apa yang paling dihargai dalam hidup
seseorang. Filsafat serupa inilah yang harus dimiliki setiap guru, setiap pendidik, agar
dapat membantu anak membentuk pandangan hidup yang sehat. Dalam filsafat
gurulah terkandung gambaran tentang masyarakat yang akan dibangun, manusia
apakah yang harus dibentuk, kurikulum apakah yang akan digunakan. Tujuan,
metode, alat pendidikan, pandangan tentang anak, ditentukan oleh filsafat yang
dianutnya. Pendidikan yang diberikan berdasarkan filsafat tidak merupakan
rangkaian perbuatan mekanis yang lepas-lepas akan tetapi merupakan suatu
kebulatan mengarah kepada tujuan tertentu.
Sekolah tanpa filsafat laksana kapal tanpa kemudi. Filsafat yang berbeda atau
bertentangan di kalangan pendidik tak akan membawa bahtera pendidikan ke
arahtujuantertentu.
Segala keputusan yang diambil mengenai pendidikan atau kurikulum, bila
ditelusuri secara lebih mendalam, mempunyai dasar filosofis. Sering filsafat yang
mendasarinya tidak dinyatakan secara eksplisit. Keputusan tentang PPSI, CBSA,
muatan lokal, pendidikan dasar 9 tahun, tentu ada dasar falsafahnya. Demikian pula di
dalam kelas, bila guru menghukum atau memuji anak, menjalankan disiplin keras
atau lunak, mendorong atau melarang anak menjadi penyanyi, membolehkan
anak-anak bekerja sama, menyuruh anak mencari data dari lapangan, di belakang
tindakan itu ada falsafahnya. Tentu diharapkan agar tindakan itu mempunyai dasar
filosofis yang konsisten.
APAKAH GUNA FILSAFAT PENDIDIKAN?
Pentingnya filsafat bagi pendidikan nyata bila kita ketahui besar manfaatnya
bagi kurikulum yakni :
1. Filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing.
Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik
anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu.
Jadi filsafat menentukan tujuan pendidikan.
2. Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil
pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
3. Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai
tujuan itu.
4. Filsafat memberi kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas.
Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
5. Tujuan pendidikan memberi petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana
tujuan itu telah tercapai.
6. Tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar mengajar, bila jelas
diketahui apa yang ingin dicapai.
FILSAFAT PENDIDIKAN DI INDONESIA
Tujuan pendidikan, yang ingin dicapai dengan pendidikan ditentukan oleh
filsafat yang dianut oleh pemerintah, atau penguasa dalam suatu negara. Kalau
pemerintahan bertukar, dengan sendirinya tujuan pendidikan pun berubah sama
sekali.
Pemerintah Belanda yang menguasai Indonesia selama tiga setengah abad
menganut paham imperialisme dan kolonialisme yang bertujuan untuk
mempertahankan agar lebih lama dapat memperoleh keuntungan dari tanah
jajahannya antara lain dengan menghalangi, memperlambat, atau sangat membatasi
pendidikan bagi orang Indonesia. Kebanyakan anak yang bersekolah hanya di sekolah
desa yang boleh dikatakan tak mendapat kesempatan untuk melanjutkan pelajaran.
Segelintir anak dibolehkan memasuki sekolah yang berbahasa Belanda akan tetapi
jalan ke sekolah lanjutan sangat dipersempit. Bahasa Belanda digunakan untuk
menahan orang lolos ke sekolah yang lebih tinggi. Adanya sekolah lanjutan hanya
karena keperluan mereka akan pegawai di kantor pemerintah atau swasta. Kurikulum
di sekolah yang berbahasa Belanda sama dengan yang apa yang berlaku di negeri
Belanda sendiri. Untung masih bisa lolos beberapa anak Indonesia untuk mengecap
pendidikan tinggi, antara lain Soekarno, Hatta dan Iain-lain yang berhasil
menghentikan penjajahan dari bumi Indonesia ini.
Jepang yang kemudian menduduki negara kita, segera menghapus segala
sisa-sisa pendidikan yang berbau Belanda. Bahasa Jepang di ajarkan sebagai
pengganti bahasa Belanda dan mujurnya bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar
di semua tingkatan sekolah. Latihan militer diberikan untuk membantu mereka dalam
mempertahankan jajahannya. Hormat terhadap kaisar Jepang di tanamkan dalam
upacara-upacara.
Kemerdekaan Indonesia yang kita rebut dari tangan penjajah, merombak
sistem pendidikan secara radikal dengan mendasarkannya atas filsafat bangsa kita,
yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara.
PANCASILA SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN
Pancasila yang kita akui dan terima sebagai filsafat dan pandangan hidup
bangsa kita, yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari, dijadikan pula
filsafat pendidikan kita.
Seperti dinyatakan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1968, Pancasila adalah
jiwa seluruh rakyat Indonesia dan negara kita. Di samping itu, bagi kita Pancasila
sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Kesadaran dan cita-cita moral
Pancasila sudah berurat berakar dalam kebudayaan bangsa Indonesia, yang
mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan, jika dapat
dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia secara
pribadi, dalam hubungan dengan alam, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya,
maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah, dan kebahagiaan rohaniah.
Seperti kita ketahui, Pancasila terdiri atas :
1. Ketuhanan yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan / perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Walaupun Pancasila dirumuskan menjelang kemerdekaan kita, pada
hakikatnya ia telah hidup dalam masyarakat Indonesia sejak dahulu kala dalam moral,
adat istiadat, dan kebiasaan bangsa kita. " Dengan adanya kemerdekaan Indonesia,
maka Pancasila itu bukanlah lahir, atau baru dijelmakan, tetapi sebe-narnya, dengan
adanya kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia, Pancasila itu bangkit kembali"
(M. Nasroen, dalam Pantjasila Pusaka Lama , 1954 )
Oleh sebab Pancasila diakui sebagai pandangan hidup bangsa, maka sudah
seharusnya prinsip-prinsip itu di sampaikan kepada generasi muda melalui
pendidikan dan pengajaran.
Dalam undang-undang tentang dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah,
bab III, pasal 4, tercantum :
" Pendidikan dan pengajaran berdasarkan asas-asas yang termaktub dalam
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan
kebangsaan Indonesia".
Asas-asas itu seyogianya diwujudkan dalam pendidikan di sekolah maupun di
luar rumah. Asas-asas yang masih bersifat umum itu masih perlu diuraikan agar lebih
jelas untuk dijadikan pedoman dalam pendidikan.
Sila Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
Agama sering merupakan pokok persengketaan antara manusia dengan
sesamanya, bahkan sejak berabad-abad hingga sekarang bangsa-bangsa bersengketa
karena perbedaan agama dan menimbulkan banyak penderitaan, walaupun tiap agama
pada prinsipnya tidak menganjurkan penganutnya untuk menyakiti orang lain.
Perbedaan agama juga terdapat di Indonesia, namun senantiasa hidup damai
berdampingan. Perang agama seperti terdapat di benua lain tidak pernah kita kenal di
Tanah air kita. Bahkan saling membantu mendirikan mesjid atau gereja oleh orang
sekampung yang berbeda agama bisa terjadi. Agama tidak menimbulkan keretakan
dalam agama dan adat-istiadat.
Pancasila menjamin hak setiap warga Indonesia memuja Tuhan dan memeluk
agamanya masing-masing. Bahwa agama dipentingkan oleh pemerintah nyata dengan
diwajibkannya pelajaran agama di sekolah, dari SD sampai Perguruan Tinggi.
Sekolah berkewajiban membantu anak-anak hidup menurut agamanya sambil
memupuk rasa toleransi, pengertian dan rasa hormat terhadap penganut agama lain.
Ketetapan MPR No. II/MPR/1978, yang juga dinamakan "Ekaprasetia
Pancakarsa", memberi petunjuk nyata dan jelas tentang wujud kelima sila dalam
Pancasila.
Mengenai sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa diberi uraian sebagai berikut :
(1) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
(2) Hormat-menghormati dan bekerja-sama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan
hidup.
(3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
(4) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Nasionalisme yang melewati batas, yakni " chauvinisme" dapat mengandung
bahaya, karena mendewakan negara sendiri sambil memandang rendah terhadap
bangsa-bangsa lain. Nasionalisme yang berlebihan sering menimbulkan peperangan
dan karena itu harus dibatasi. Kerja sama antar bangsa menjadi syarat mutlak bila kita
ingin mencegah pemusnahan umat manusia dari permukaan bumi ini. Sila
Kemanusiaan dalam Pancasila menghargai manusia dan menghormati setiap bangsa.
Atas dasar Kemanusiaan kita turut berusaha memelihara perdamaian dunia.
Soal dunia adalah soal tiap negara. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi menciutkan segala jarak dan membuat dunia ini relatif kecil, sehingga apa
yang terjadi di suatu negara mempengaruhi bagian-bagian lain di dunia. Masalah
ledakan penduduk, populasi udara dan lautan, percobaan bom atom, menipisnya
lapisan ozon, menjadi masalah bagi semua negara, termasuk kita di Indonesia.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab diuraikan sebagai berikut:
(1) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara
sesama manusia.
(2) Saling mencintai sesama manusia.
(3) Mengembangkan sikap tenggang rasa.
(4) (Tak) semena-mena terhadap orang lain.
(5) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
(6) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
(7) Berani membela kebenaran dan keadilan.
(8) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia,
karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan
bangsa lain.
Sila Persatuan Indonesia
Sila ini merupakan dorongan yang kuat dalam membebaskan Tanah Air kita
dari belenggu penjajahan dan kolonialisme. Sila ini dianggap sangat penting dalam
menciptakan pendidikan nasional. Kesatuan Bangsa dan Negara merupakan syarat
mutlak dalam pembangunan negara kita. Telah sering kesatuan negara kita diancam
oleh perpecahan, namun tetap tegak teguh dengan perkasa. Sekolah berkewajiban
untuk memupuk rasa kebangsaan, rasa kesatuan dan persatuan dalam hati sanubari
tiap anak. Mereka harus dengan rasa bangga dapat mengatakan "Saya anak
Indonesia" dari daerah mana pun mereka berasal.
Memupuk rasa persatuan sangat mutlak diperlukan, karena keadaan geografis
Indonesia, yang terdiri atas ribuan pulau, tersebar dalam jarak seperdelapan
khatulistiwa, dihuni oleh penduduk yang mempunyai ratusan macam bahasa dan adat
istiadat yang terbentuk selama berabad-abad dalam keadaan isolasi alamiah.
Terbentuknya kesatuan dan persatuan sungguh merupakan suatu prestasi nasional
yang luar biasa, bila kita pikirkan bahwa negara lain yang kecil namun dilanda oleh
perpecahan yang menjerumuskan penduduk ke dalam jurang kesengsaraan. Kesatuan
Indonesia dibantu oleh alat komunikasi yang kian canggih dan mendekatkan apa yang
semula jauh.
Kesatuan bukanlah tujuan akan tetapi suatu jalan atau alat untuk mencapai
kesejahteraan dan kemakmuran bagi segenap bangsa Indonesia.
Sila Persatuan Indonesia selanjutnya diuraikan sebagai berikut :
(1) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
(2) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
(3) Cinta Tanah Air dan Bangsa.
(4) Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
(5) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka
Tunggal Ika.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/ Perwakilan.
Kerakyatan atau demokrasi sering ditafsirkan sebagai hak setiap warga
negara untuk memilih pemerintahan sendiri. Dasar ini mengakui, bahwa manusia
mempunyai hak yang sama untuk menentukan politik negara. Negara itu bukan untuk
dinikmati oleh hanya segelintir manusia yang berkuasa politis atau ekono-mis,
melainkan untuk kepentingan seluruh rakyat. Keputusan diambil berdasarkan
musyawarah, dengan jalan perundingan oleh wakil-wakil yang dipilih rakyat dan
tidak didiktekan oleh pihak atasan. Agar rakyat dapat mengeluarkan pendapat secara
bertanggung jawab, perlulah pendidikan.
Demokrasi dikatakan mempunyai tiga prinsip utama, yakni:
(1) Rasa hormat terhadap pribadi dan harkat manusia.
(2) Kepercayaan, bahwa setiap manusia biasa mempunyai pikiran yang sehat dan
dapat berpikir inteligen.
(3) Kerelaan berbakti kepada kesejahteraan bersama.
Demokrasi menjamin hak setiap warga negara, tanpa menghiraukan
kesukuan, agama, jenis kelamin, atau kedudukan. Hal ini antara lain dinyatakan
dalam Undang-Undang Dasar yang menyatakan, bahwa "Tidak seorang pun boleh
diperbudak, diperulur, atau diperhamba"
Asas ini mempunyai pengaruh penting dalam pendidikan, antara lain dalam
huhungan orang tua atau guru terhadap anak. Anak pun manusia penuh dan harus
dihormati pendapatnya, harus diberi kesempatan mengeluarkan pendapatnya secara
bebas, diturutsertakan dalam diskusi dalam hal-hal yang menyangkut
dirinya. Sikap demokrasi menghapuskan sisa-sisa sikap feodalisme dan kolonialisme
yang bertindak otokratis dan otoriter. Dalam metode mengajar pun lebih banyak
diadakan diskusi dalam suasana bebas namun berdisiplin. Anak wanita diberi
kesempatan yang sama untuk menempuh pendidikan apa pun sampai tingkat yang
setinggi-tingginya.
Sila ini selanjutnya diuraikan sebagai berikut:
(1) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
(2) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
(3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
(4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
(5) Dengan itikad baik dan tanggung-jawab menerima dan melaksanakan.
(6) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
(7) Keputusan yang diambil hams dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Mempunyai hak yang sama dalam memilih wakil rakyat belum cukup. Setiap
orang ingin agar kebutuhannya sehari-hari dipenuhi, seperti makan yang cukup,
pakaian, kesempatan berekreasi, memiliki rumah sendiri, menyekolahkan anak
sampai tingkat yang setinggi-tingginya, mendapatkan pekerjaan, dan menikmati hari
tua yang tenang.
Rakyat.kita masih banyak tergolong miskin, walaupun negara kita terkenal
sebagai negara yang kaya raya. Kekayaan melimpah, ekspor kita meningkat secara
drastis, namun pembagiannya belum merata, sehingga jurang kaya-miskin kian
melebar. Sila keadilan sosial menuntut agar kekayaan dan kemakmuran itu
merata bagi segenap rakyat kita. Akan tetapi di samping itu kita tidak boleh enggan
menyingsing lengan dan bekerja keras. Anak-anak dididik agar menghormati setiap
pekerjaan yang jujur dan tidak memandang rendah terhadap pekerjaan dengan tangan.
Anak juga hams diajar hidup hemat dengan menabung untukharidepan.
Akhirnya sila diuraikan lagi sebagai berikut:
(1) Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap
dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
(2) Bersikap adil.
(3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
(4) Menghormati hak-hak orang lain.
(5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
(6) Menjauhkan sikap pemerasan terhadap orang lain.
(7) Tidak bersikap boros.
(8) Tidak bergaya hidup mewah.
(9) Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
(10) Suka bekerja keras.
(11) Menghargai hasil karya orang lain.
(12) Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata
dan
berkeadilan sosial.
Agar Pancasila daya yang dinamis yang mewarnai seluruh tindakan kita, kita
masing-masing harus merenungkan, memahami, menghayatinya dengan berpegang
pada "Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila" atau " Eka Prasetia
Pancakarsa".
TUJUAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
Dalam Tap. MPR No.II / MPR / 1988 tentang GBHN tercantum : Pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia
Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras,
bertanggungjawab, mandiri, cerdas, danterampil serta sehat jasmani danrohani.
Pendidikan nasional harus juga mampu menumbuhkan dan memperdalam
rasa cinta kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu dikembangkan iklim belajar dan
mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap serta
perilaku yang inovatif. Dengan demikian pendidikan nasional akan mampu
mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri
serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (pasal 4), tertera :
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan yang berbudi luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan rohani dan jasmani, berkepribadian yang
mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, dasar pendidikan Nasional
adalah Falsafah Negara Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945.
Pasal 3 mengatakan:
(1) Tujuan pendidikan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan yang
berpancasila dan membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya,
memiliki pengetahuan dan keterthripilan, dapat mengembangkan kreativitas dan
tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa
dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang
luhur, mencintai bangsanya, dan sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang
termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.
(2) Seluruh program pendidikan terutama Pendidikan Umum dan bidang studi Ilmu
Pengetahuan Sosial, harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila dan
unsur-unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa nilai-nilai 1945 kepada
Generasi Muda.
Tujuan Pendidikan Nasional yang sangat umum itu diuraikan lebih lanjut
dalam tujuan institusional yakni tujuan yang harus dicapai oleh suatu jenis sekolah
tertentu. Bagi SMA misalnya tujuan institusional umum ialah agar lulusannya:
a. Menjamin warga negara yang baik sebagai manusia yang utuh sehat, kuat lahir
dan batin.
b. Menguasai hasil-hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari
pendidikan di Sekolah Menengah Umum tingkat Pertama.
c. Memiliki bekal untuk melanjutkan studinya ke lembaga pendidikan yang lebih
tinggi dengan menempuh :
1. program umum yang sama bagi semua siswa.
2. program pilihan bagi mereka yang mempersiapkan dirinya untuk studi di
lembaga pendidikan yang lebih tinggi.
d. memiliki bekal untuk terjun ke masyarakat dengan mengambil keterampilan
untuk bekerja yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan minatnya dan
kebutuhan masyarakat.
Tujuan khusus pendidikan SMA adalah agar lulusan :
a. Dibidangpengetahuan:
1. Memiliki pengetahuan tentang agama atau kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar kenegaraan dan Pemerintahan
sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Memiliki pengetahuan yang fungsional tentang fakta dan kejadian penting
yang aktual, baik lokal, regional, nasional, maupun internasional.
4. Menguasai pengetahuan dasar dalam bidang matematika, ilmu pengetahuan
alam, ilmu pengetahuan sosial, dan bahasa (khususnya bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris) serta menguasai pengetahuan yang cukup lanjut dalam satu
atau beberapa dari bidang pengetahuan tersebut di atas.
5. Memiliki pengetahuan tentang berbagai jenis dan jenjang pekerjaan yang ada
di masyrakat serta syarat-syaratnya.
6. Memiliki pengetahuan tentang berbagai unsur kebudayaan dan tradisi
nasional. 7. Memiliki pengetahuan dasar tentang kependudukan,
kesejahteraan keluarga, dan kesehatan.
b. Dibidangketerampilan:
1. Menguasai cara belajar yang baik.
2. Memiliki keterampilan memecahkan masalah dengan sistematis.
3. Mampu membawa/memahami isi bacaan yang agak lanjut dalam bahasa
Indonesia dan bacaan sederhana dalam bahasa Inggris yang berguna baginya.
4. Memiliki keterampilan mengadakan komunikasi sosial dengan orang lain,
lisan maupun tulisan dan keterampilan mengekspresi diri sendiri, lisan
maupun tertulis.
5. Memiliki keterampilan olah raga dan kebiasaan olah raga.
6. Memiliki keterampilan sekurang-kurangnya dalam satu cabang kesenian.
7. Memiliki keterampilan dalam segi kesejahteraan keluarga dan segi kesehatan.
8. Memiliki keterampilan dalam bidang administrasi dan kepemimpinan.
9. menguasai sekurang-kurangnya satu jenis keterampilan untuk bekerja sesuai
dengan minat dan kebutuhan lingkungan.
c. Di bidang nilai dan sikap:
1. Menerima dan melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Menerima dan melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa yang dianutnya, serta menghormati dan kepercayaan Tuhan
Yang Maha Esa yang dianut orang lain.
3. Mencintai sesama manusia, bangsa, dan lingkungan sekitarnya.
4. Memilki sikap demokratis dan tenggang rasa.
5. Memiliki rasa tanggung jawab dalam pekerjaan dan masyarakat.
6. Dapat mengapresiasi kebudayaan dan tradisi nasional.
7. Percaya pada diri sendiri dan bersikap makarya.
8. Memiliki minat dan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan.
9. Memiliki kesadaran akan disiplin dan patuh pada peraturan yang berlaku,
bebas danjujur.
10. Memiliki inisiatif, daya kreatif, sikap kritis, rasional dan obyektif dalam
memecahkanpersoalan.
11. Memiliki sikap hemat dan produktif.
12. Memiliki minat dan sikap yang positif dalam konstruktif terhadap olah raga
dan hidup sehat.
13. Menghargai setiap jenis pekerjaan dan prestasi kerja di masyarakat tanpa
memandang tinggi rendahnya nilai sosial/ekonomi masing-masing jenis
pekerjaan tersebut dan berjiwa pengabdian kepada masyarakat.
14. Memiliki kesadaran menghargai waktu.
Demikianlah secara lengkap tujuan institusional yang harus diwujudkan
kepada murid-murid SMA. Tujuan itu pun masih bersifat umum dan perlu diuraikan
lagi menjadi tujuan yang terperinci yakni: Tujuan kurikuler yaitu tujuan yang harus
dicapai oleh suatu program bidang studi, dan tujuan instruksional, yang harus dicapai
oleh suatu pelajaran.
Tujuan pendidikan nasional, yaitu membentuk manusia pembangunan yang
ber-Pancasila, yang kemudian diuraikan dalam sejumlah butir-butir sebagai
penjelasan makna tiap sila, diuraikan selanjutnya dalam tujuan-tujuan yang lebih
kongkrit berupa tujuan-tujuan institusional, antara lain yang harus dicapai oleh tiap
tingkatan dan jenis sekolah. Tujuan-tujuan ini pun masih terlampau umum untuk
dapat diwujudkan dalam situasi kelas. Karena itu tiap tujuan institusional masih perlu
diuraikan dalam tujuan tiap bidang studi yang mempunyai tujuan yang lebih spesifik,
namun masih perlu lagi diperinci dalam tujuan-tujuan yang dapat direalisasikan
dalam kelas, yang masih dapat bersifat umum, yang disebut Tujuan Instruksional
Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Di bawah ini kami berikan
beberapa contoh TIU dan TIK.
Contoh 1.
Bidang Studi : Ilmu pengetahuan sosial
Mata Pelajaran : Ekonomi dan koperasi
Topik : Produksi nasional dan pendapatan Nasional
Kelas : I (satu)
Semester : 1 (pertama)
Waktu : 3 x45 menit
Tujuan Instruksional
1. Tujuan Instruksional Umum
Agar siswa mengetahui serta memahami Produksi Nasional dan Pendapatan
Nasional.
2. Tujuan Instruksional Khusus
1.1. Agar siswa dapat menjelaskan perbedaan dan persamaan antara Produksi
Nasional dan Pendapat Nasional.
1.2. Agar siswa dapat menyebutkan unsur dari Produksi Nasional
dan Pendapatan Nasional.
1.3. Agar siswa dapat menghitung Pendapatan Nasional.
1.4. Agar siswa dapat menyebutkan kegunaan pengetahuan
besarnya Pendapatan Nasional.
1.5. Agar siswa dapat mengukur tingkat kemakmuran suatu negara.
1.6. Agar siswa dapat menyebutkan akibat dari Pendapatan Nasional yang
konstan dari tahun ke tahun.
(Dikutip dari: Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) 1975. Pedoman
Pelaksanaan Kurikulum, uku : III. A. 2, Model Satuan Pelajaran, Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1976, h. 156).
Contoh 2.
Bidang Studi : IPA
Mata Pelajaran : Biologi
Topik : Konsep tentang hidup, teori-teori tentang
asal-usukl
kehidupan.
Kelas : I (satu)
Semester : 1 (pertama)
Waktu :6jamPelajaran
Jumlah jam pelajaran yang 6 jam itu dialokasikan sebagai berikut : 3 jam
untuk pendahuluan dan 2 jam untuk sub pokok bahasan :
1. Asal kehidupan
2. Ciri-cirimahlukhidup
3. Pembedaan antara biotik dan abiotik; sedang I jam pelajaran untuk
mengadakan evaluasi pokok bahasan tersebut di atas.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Dihadapkan pada sejumlah perubahan situasi, siswa dapat menyebutkan
sifat-sifat tertentu yang merupakan sifat khas dari mahluk hidup.
2. Dihadapkan kepada sejumlah pernyataan, siswa memilih pernyataan tertentu
yang dikemukakan oleh Teori Generatio Spontanea.
3. Dihadapkan kepada sejumlah usaha untuk perkembangan teori tentang asal-usul
kehidupan, siswa dapat memilih usaha tertentu yang dicapai oleh percobaan
Pasteur.
4. Dihadapkan kepada sifat-sifat zat, siswa dapat memilih zat tertentu menjadi
alasan mengapa Stenley Miller menggunakan campuran air, amoniak,, dan metan
dalam eksperimennya.
5. Dihadapkan kepada sejumlah perubahan teori-teori asal-usul kehidupan, siswa
dapat menyebutkan perubahan tertentu yang diakibatkan oleh percobaan Stenley
Miller.
6. Dihadapkan kepada sejumlah nama orang yang berjasa dalam asal-usul
kehidupan, siswa dapat menunjukkan dengan tepat hasil penemuan tertentu dari
orang tersebut.
7. Dihadapkan kepada sejumlah kegiatan hidup, siswa dapat menunjukan dengan
tepat proses proses yang terganggu akibat kegiatan hidup tertentu.
(Kurikulum SMA, pedoman Pelaksanaan, him. 184).
Dalam contoh-contoh di atas kita lihat usaha untuk menguraikan tujuan
instruksional umum menjadi sejumlah tujuan instruksional khusus
yang
diharapkan dapat mencapai apa yang terkandung dalam tujuan instruksional umum,
atau dalam topik bahasan. Selanjutnya diharapkan, bahwa tujuan instruksional umum
ini merupakan bagian dari tujuan bidang studi yang memberi sumbangan kepada
tujuan yang lebih tinggi yaitu pembentukan manusia pembangunan yang
ber-Pancasila. Walupun jauh jarak antara tujuan instruksional khusus dengan tujuan
pendidikan nasional, namun diharapkan bahwa setiap tujuan, betapapun spesifiknya
selalu merupakan bagian dan sumbangan kepada tercapainya tujuan pendidikan
nasional itu. Tiap tujuan kegiatan mengajar-belajar di sekolah memperoleh maknanya
dalam rangka tujuan pendidikan nasional itu.
Kita lihat di sini dari suatu usaha untuk memperoleh tujuan yang spesifik,
yang dirumuskan sebagai tujuan instruksional khusus. Dasar pikiran ialah bahwa
makin spesifik tujuan itu makin jelas diketahui metode untuk mencapainya dan makin
mudah pula hasil belajar dinilai sebagai umpan-balik atau feedback untuk membantu
anak memperbaiki kekurangannya.
Dengan sendirinya semua tujuan yang lebih khusus bertalian erat dengan
tujuan yang lebih umum, bahkan merupakan analisis yang makin terinci dari tujuan
yang lebih umum. Semua tujuan-tujuan yang khusus merupakan usaha kearah
tercapainya tujuan umum yang akhirnya menuju kepada wujudnya tujuan pendidikan
nasional.
MENGKHUSUSKAN TUJUAN
Sejak semula para ahli kurikulum menyadari perlunya merinci tujuan yang
bersifat umum menjadi tujuan yang lebih khusus. Tujuan pendidikan nasional
dikhususkan menjadi tujuan institusional, yaitu tujuan tiap lembaga pendidikan dari
SD sampai Perguruan Tinggi. Tujuan pendidikan institusional yang masih sangat
umum ini masih perlu diuraikan menjadi tujuan kurikuler dan selanjutnya dalam
tujuan instruksional umum lazim dikenal sebagai TIU dan tujuan instruksional
khusus atau TIK.
Buku pedoman kurikulum yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menguraikan tujuan sampai tingkat TIU, sehingga guru mendapat
kesempatan untuk merumuskan TIK. Di sini kita harus hati-hati dan jangan
memandang TIK sebagai tujuan yang terpenting yang harus dicapai. Kita keliru bila
menganggap bahwa tujuan yang harus dikejar guru adalah TIK. Tujuan pendidikan
apa yang ditentukan sebagai tujuan pendidikan nasional. Jadi TIK harus dipandang
sebagai langkah untuk mencapai TIU, dan TIU suatu langkah pula guna mencapai
tujuan kurikuler dan seterusnya sehingga segala usaha sekolah akhirnya bermuara
pada tujuan pendidikan nasional.
Tujuan Pendidikan Nasional
4 tf
Tujuan Institusional
If}
Tujuan Kurikuler
in
Tujuan Instruksional Umum (TIU)
in
Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Untuk merumuskan TIK kita dapat memperhatikan beberapa petunjuk yang
diberikan Robert F. Mager dalam buku Preparing Instructional Objectives
Pertama : Rumuskan TIK dalam bentuk kelakuan siswa. la harus dapat
memperlihatkan penguasaannya dalam kelakuan atau perbuatan yang dapat kita
amati, yang "observable" tapi juga yang "measurable" atau dapat diukur
keberhasilanya. Untuk itu kita harus menggunakan kata kerja tertentu yang
memungkinkan kita mengamati keberhasilannya belajar. Misalnya kata kerja seperti
dapat mengatakan, menggambarkan, menguraikan, memperdengarkan,
menunjukkan, dan sebagainya. Kata kerja seperti memahami, memikirkan, mengerti,
merasakan, dan Iain-lain tak dapat dilihat sebab terjadi dalam diri siswa.
Kedua : Rumuskan pula kondisi-kondisi di mana kelakuan itu akan nyata,
misalnya dengan menggunakan kalkulator, mesin tulis, atlas, kamus, dan sebagainya.
Ketiga : Rumuskan pula secara spesifik kriteria tentang tingkat keberhasilan
siswa dalam mencapai tujuan itu. Misalnya dapat menyebut 9 dari sepuluh butir,
mengetik satu halaman dalam waktu tertentu dengan sebanyak-banyaknya 2 salah.
Merumuskan tujuan secara spesifik sangat banyak faedahnya. Guru tahu
dengan jelas tujuan apa yang harus dicapainya, ia dapat menentukan bahan apa yang
harus diberikannya, ia juga dapat memilih metode mengajar yang lebih tepat, dan ia
dapat mengetahui hasil belajar siswa. Di lain pihak siswa pun tahu apa yang harus
dikuasainya. Karena penilain dapat dilakukan dengan segera, guru dapat memberi
balikan guna membantu siswa mengadakan perbaikan.
Namun demikian banyak pula kelemahanya. TIK sering berupa fakta,
informasi, pengetahuan, yakni tujuan kognitif yang paling rendah menurut taksonomi
Bloom. Hasil belajar banyak merupakan hafalan, sehingga kemampuan berpikir
kurang dikembangkan. Selain itu apa yang dipelajari berupa pengetahuan yang lepas.
Uraian TIU menjadi TIK dapat memecah kebulatan bahan pelajaran, sehingga terjadi
atomosasi pengetahuan. Selain itu hal-hal yang bersifat kognitif seperti sikap tidak
observable dan measitreable, dan karena itu akan diabaikan. TIK berupa fakta dan
informasi tidak mempunyai nilai transfer artinya tidak dapat digunakan menghadapi
situasi-situasi yang belum pernah dipelajari. Sistem ujian kita sangat menyuburkan
TIK dan oleh sebab hasil belajar berdasarkan TIK dapat diamati dan diukur maka TIK
digunakan untuk mengetahui prestasi sekolah, kegiatan guru. Dengan ini guru dan
kepala sekolah dapat di minta pertanggungjawaban (accountability).
PERUMUSAN TUJUAN MENURUT HILDA TABA
Hilda Taba dalam Curriculum Development memberikan petunjuk-petunjuk
yang berikut dalam merumuskan tujuan, sebagai berikut:
Rumusan tujuan harus meliputi : 1. proses mental,
yaitu metode untuk melakukan sesuatu
2. produk, bahan yang bertalian dengan itu.
Contoh : M,
Memperoleh keterampilan menggunakan peta (proses) untuk mencari
ibukota negara-negara di Amerika Selatan (produk)". Memiliki kesanggupan
untuk membedakan (proses) fakta dan opini" (produk).
Sering rumusan tujuan itu kurang lengkap dan hanya mengemukakan satu aspek,
misalnya " keterampilan mengguna-kan peta", atau " kesanggupan berpikir
kritis". Jadi dalam merumuskan tujuan hendaknya sekaligus kita cakup "mental
process" dan "product of learning". Sering dipersoalkan, yang manakah lebih
penting, proses atau produk belajar.
Tujuan yang hanya berisi produk, akan mengutamakan penguasaan fakta,
informasi, atau pengetahuan. Proses mental seperti kesanggupan menganalisis,
menafsirkan, membandingkan, memecahkan masalah, atau berpikir logis
diabaikan. Ujian termasuk Ebtanas, sebagian besar mengenai produk dan sangat
minimal mengenai proses. Membuat butir-butir ujian dalam bentuk test objektif
lebih sukar dan penilaiannya juga lebih sulit.
3. Tujuan yang kompleks harus lebih dispesifikkan, sehingga lebih jelas bentuk
kelakuan yang diharapkan. Misalnya, "mengapresiasi kesenian" yang terlampau
umum dapat lebih dikhususkan menjadi" mengapresiasi tari Bali".
4. Dalam merumuskan tujuan harus dinyatakan bentuk kelakuan yang diharapkan
dari kegiatan belajar itu. Mempelajari agama-agama lain tidak dengan sendirinya
memupuk sikap toleransi sebagai basil belajar sampingan atau apa disebut
"concomitant learning". Kita harus secara khusus menye-butkan toleransi sebagai
tujuan yang ingin kita capai dan memberikan kegiatan-kegiatan belajar yang
serasi untuk menimbulkan sikap itu.
5. Tujuan sering bersifat " development", yaitu tidak dapat dicapai sekaligus, akan
tetapi harus dikembangkan secara kontinu. Misalnya, " berpikir kritis" atau "
kesanggupan memecahkan masalah" memerlukan waktu yang lama agar tercapai.
Ada tujuan yang sangat spesifik yang dapat tercapai dalam waktu singkat. Akan
tetapi kita keliru bila kita anggap bahwa semua tujuan bersifat terminal dan segera
terpenuhi. Ada tujuan yang mungkin tidak tercapai selama
belajar di sekolah, bahkan ada pula yang tak dapat tercapai sepenuhnya selama
hidup, seperti kerelaan berkorban untuk sesama manusia, menyerahkan diri
sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, demikian pula prinsip-prinsip ideal lainnya.
6. Tujuan hendaknya realistis, dalam arti bahwa tujuan itu benar-benar dapat dicapai
anak pada tingkat dan usia tertentu, atau selama jam pelajaran, atau selama belajar
di sekolah itu. Tujuan yang sangat indah kedengaran, akan tetapi tidak mungkin
terwujudkan, sebaiknya jangan dijadikan tujuan pelajaran. Karena itu kita hams
tahu batas-batas kemampuan anak berdasarkan studi tentang anak dan
pengalaman. Adakalanya terlampau tinggi kita perk irakan kesanggupan anak,
akan tetapi sering pula terlampau rendah. Adakalanya anak-anak telah pandai
membaca sebelum masuk sekolah, akan tetapi ia masih harus mengikuti pelajaran
membaca permulaan, yang sangat membosankannya.
7. Tujuan harus meliputi segala aspek perkembangan anak yang menjadi tanggung
jawab sekolah. Pada umumnya tujuan itu meliputi aspek kognitif, nilai dan sikap
serta keterampilan psikomotoris.
PENGKHUSUSAN TUJUAN MENURUT BENYAMIN BLOOM
Dalam perumusan tujuan, para penyusun kurikulum banyak memperoleh bantuan
dari buku Taxonomy of Educational Objectives (1956) oleh Benjamin Bloom, cs,.
Mereka membagi tujuan-tujuan pendidikan dalam tiga ranah (domain), dan tiap ranah
dirinci lagi dalam tujuan-tujuan yang lebih spesifik yang hierarkis.
A. Tujuan-tujuan Kognitif
Ranah kognitif atau cognitive domain meliputi segi intelektual dan proses
kognitif, yakni :
1. Mengetahui, yakni mempelajari dan mengingat fakta, kata-kata, istilah, peristiwa,
konsep, prinsip, aturan, kategori, metodologi, teori, dan sebagainya.
2. Memahami, yakni menafsirkan sesuatu, menterjemahkannya dalam bentuk lain,
menyatakannya dengan kata-kata sendiri, mengambil kesimpulan
berdasarkan apa yang diketahui, menduga akibat sesuatu
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, dan sebagainya.
3. Menerapkan, yaitu menggunakan apa yang dipelajari dalam situasi baru,
mentransfer.
4. Menganalisis, yaitu menguraikan suatu keseluruhan dalam bagian-bagian untuk
melihat hakikat bagian-bagiannya serta hubungan antara bagian-bagian itu.
5. Mensintesis, yaitu menggabungkan bagian-bagian dan secara kreatif membentuk
sesuatu yang baru.
6. Mengevaluasi, yakn menggunakan kriteria untuk menilai sesuatu.
B. Tujuan-tujuan Afektif
Ranah afektif atau, affective domain, berkenaan dengan kesadaran akan
sesuatu, perasaan, dan penilaian tentang sesuatu.
1. Memperhatikan, menunjukkan minat, sadar akan adanya suatu gejala, kondisi,
situasi, atau masalah tertentu, misalnya keindahan dalam musik gamelan, atau
arsitektur gedung lama. la menunjukkan kesediaannya untuk mendengarnya atau
melihatnya dan tidak mengelakkannya.
2. Merespons atau memberi reaksi terhadap gejala, situasi, atau kegiatan itu sambil
merasa kepuasan.
3. Menghargai, menerima suatu nilai, mengutamakannya, bahkan menaruh
komitmen terhadap nilai itu. la percaya akan kebaikan nilai itu dan rela untuk
mempertahankannya.
4. Mengorganisasi nilai dengan mengkonsepsualisasi dan mensistematisasinya
dalam pikirannya.
5. Mengkarakterisasi nilai-nilai, menginternalisasinya, menjadikannya bagian dari
pribadinya dan menerimanya sebagai falsafah hidupnya.
C. Tujuan-tujuan Psikomotor
Ranah psikomotor atau psycho-motor domain, meliputi tingkat kegiatan yang
berikut:
1. Melakukan gerakan fisik seperti berjalan, melompat, berlari, menarik,
mendorong, dan memanipulasi.
2. Menunjukan kemampuan perseptual secara visual, auditif, taktial, kinestetik,
serta mengkordinasi seluruhnya.
3. Memperlihatkan kemampuan fisik yang mengandung ketahanan kekutan,
kelenturan, kelincahan dan kecepatan bereaksi.
4. Melakukan gerakan yang terampil serta terkordinasi dalam permainan, olah raga,
dan kesenian.
5. Mengadakan komunikasi non-verbal, yakni dapat menyampaikan pesan melalui
gerak muka, gerakan tangan, penampilan, dan ekspresi kreatif seperti tarian.
Buah pikiran Bloom cs menjadi populer setelah timbul aliran dalam
pendidikan ke arah pengkhususan tujuan, sehingga hasil belajar dapat diamati dan
diukur.
Ketiga ranah itu saling berhubungan sebagai aspek kelakuan manusia.
Pengetahuan selalu memerlukan keterampilan misalnya keterampilan membaca,
berpikir, dan Iain-lain dan disamping itu juga minat dan penghargaan (afektif) tentang
apa yang dipelajari. Demikian pula apresiasi musik tak lepas dari pengetahuan dan
keterampilan berkenaan dengan musik. Dalam pengajaran ketiga aspek itu perlu
mendapat perhatian. Selain memberi pengetahuan tentang suatu bidang studi
sebaiknya juga dipupuk sikap positif terhadap bidang studi itu serta keterampilan
yang terkait. Sering ketiga ranah itu dipisah-pisahkan dalam merumuskan tujuan
instruksional khusus.
Rincian tiap ranah mempunyai hierarki. Misalnya dalam ranah koqnitif,
pemahaman lebih "tinggi" daripada pengetahuan penerapan, lebih tinggi dari pada
pemahaman, dan seterusnya. Demikian pula halnya dengan rincian ranah-ranah
lainnya.
BEBERAPA TUJUAN PENDIDIKAN LAINNYA
Pada tahun 1859 seorang yang bernamaa Herbert Spencer yang pada dasarnya
bukan pendidik dan juga tidak mengecap pendidikan formal secara
teratur jadi lebih merupakan otodidak, mengajukan pertanyaan yang sangat penting,
yang hingga sekarang masih harus dipertimbangkan oleh setiap pengembangan
kurikulum: " What knowledge is of most worth?". Pengetahuan apa yang paling
berharga? Apa yang harus diajarkan yang paling berharga bagi kehidupan seseorang?
la menganjurkan hal-hal yang berikut:
1. Self-preservation, hal-hal yang bertalian dengan usaha melangsungkan hidup,
seperti hidup sehat, mencegah penyakit, hidup teratur, melindungi diri terhadap
gangguan yang datang dari alam, dari manusia lainnya, dari berbagai situasi
hidup, dan Iain-lain.
2. Securing the necessities of life, mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup
dengan melakukan pekerjaan.
3. Rearing a family, mengurus dan memelihara rumah tangga, bertanggung jawab
atas pendidikan anak dan kesejahteraan keluarga.
4. Maintaining proper social and political relationship yaitu memelihara hubungan
baik dengan masyarakat dan memenuhi kewajibannya terhadap negara.
6. Enjoying leisure time yaitu memanfaatkan waktu senggang untuk menikmatinya
dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan.
Hal-hal yang dikemukakan Herbert Spencer ini kira-kira satu setengah abad
yang lalu, masih berlaku sampai sekarang dan sering dipertimbangkan dalam
pengembangan kurikulum. Di sini Herbert Spencer sangat mengutamakan relevansi
pendidikan. Banyak yang diajarkan di sekolah yang tidak jelas apa kaitannya dengan
kehidupan anak sehari-hari. Alasan memberinya ialah bahwa pelajaran itu berguna
kelak bila melanjutkan pelajaran.
Tujuan pendidikan yang juga cukup terkenal ialah The Seven Cardinal
Principles yaitu tujuh prinsip yang pokok, sebagai berikut:
1. Health (kesehatan),
2. Command of fundamental processes (penguasaan keterampilan fundamental
seperti membaca, menulis, berhitung).
3. Worthy home membership (menjadi anggota keluarga yang berharga).
4. Vocational efficiency (efisiensi dalam pekerjaan).
5. Citizenshop (kewarganegaraan).
6. Worthy use of leisure (penggunaan waktu senggang secara bermanfaat),
7. Satisfaction of relegious needs (pemuasan kebutuhan keagamaan) (1918).
Kita lihat banyak persamaannya dengan apa yang dianjurkan oleh Herbert
Spencer sebelumnya.
Selanjutnya akan kami berikan tujuan-tujuan pendidikan menurut
Educational Policies Commission (1938), yaitu :
1. Self-realization, perwujudan pribadi.
2. Human relationship, hubungan antar-manusia
3. Economic efficciency, efisiensi ekonomi.
4. Civic responsibility, tanggung jawab warga negara.
Setiap tujuan masih diuraikan lebih lanjut. Misalnya "economic efficiency"
dirinci sebagai berikut. Produsen yang terdidik merasakann kepuasan atas pekerjaan
yang baik, mengetahui syarat-syarat dan kesempatan kerja, memilih jabatan yang
tepat, mencapai kemajuan dalam jabatan yang dipilih, memelihara dan mempertinggi
tingkat efisiensi kerja, menghargai nilai sosial pekerjaan. Sebagai konsumen yang
terdidik is merencanakan ekonomi hidupnya sendiri, membentuk norma-norma guna
mengatur pengeluarannya, merupakan pembeli yang tahu dan cakap, mengambil
tindakan yang tepat untuk menjaga kepentingannya.
Tujuan-tujuan yang dikemukakan di atas hanya sekadar bahan perbandingan
dengan kurikulum kita.
RANGKUMAN
1. Filsafat ialah ilmu yang mencari kebenaran sampai akar- akarnya, jadi suatu
kegiatan intelektual. Dalam pengembangan kurikulum biasanya dipandang
sebagai sistem nilai-nilai.
2. Tujuan pendidikan ditentukan oleh filsafat suatu bangsa.
3. Walapun setiap orang mengenal nilai-nilai, agar dapat dikatakan is
mempunyai filsafat nilai-nilainya itu harus merupakan suatu sistem, jadi
konsisten dan saling berhubungan.
4. Dalam kurikulum sering tercantum tujuan-tujuan yang muluk-muluk tetapi
belum tentu dapat direalisasikan. Jadi keadaan sekolah tidak memberi gambaran
tentang keadaan yang sebenarnya.
5. Filsafat bangsa dan negara dengan sendirinya menjadi tujuan pendidikan
nasional serta harus pula menjadi filsafat para pengembang kurikulum dan juga
guru dalam pelaksanaannya.
6. Filsafat pendidikan harus menjadi "way of life" yang diterapkan dalam
lingkungan sekolah.
7. Tujuan pendidikan nasional sangat umum dan masih perlu diuraikan menjadi
tujuan institusional, kurikuler, tujuan instruksional umum dan khusus.
8. Tujuan pendidikan kita didasarkan atas Pancasila, UUD 1945, dan GBHN.
Setiap guru harus mempunyai gambaran yang jelas tentang dasar-dasar
pendidikan nasional itu, agar semua pelajaran diarahkan guna membentuk
manusia yang dicita-citakan.
9. Untuk membentuk manusia seutuhnya harus diperhatikan aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor dalam segala tingkatannya.
10. Benjamin Bloom membantu dalam merumuskan tujuan yang lebih spesifik
dalam ketiga ranah.
11. Hilda Taba mempersyaratkan agar dalam rumusan tujuan tercakup proses dan
produk.
12. Herbert Spencer menganjurkan tujuan-tujuan yang relevan dengan kehidupan
manusia sehari-hari. Buah pikirannya itu masih berpengaruh sampai sekarang.
PERTANYAAN DAN TUGAS
1. Apakah pengertian Saudara tentang filsafat?
2. Apakah menurut Saudara setiap orang mempunyai filsafat?
Coba
selidiki pada orang-orang di sekitar Saudara apakah mereka dapat
dikatakan mempunyai suatu filsafat?
3. Norma-norma biasanya diperoleh dari berbagai sumber, seperti agama, falsafah
negara, adat-istiadat, pengalaman pribadi, dan Iain-lain. Coba tuliskan
norma-norma yang Saudara junjung tinggi. Diskusikan dengan teman.
4. Apakah guna filsafat bagi pendidikan. Tunjukkan bagaimana filsafat itu
diterapkan dalam kurikulum kita.
5. Tunjukkan perbedaan kurikulum berhubungan dengan peredaan filsafat
pendidikan sebelum dan sesudah kemerdekaan.
6. Bagaimana gambaran Saudara tentang manusia yang demokratis? Apakah
sifat-sifat itu telah nyata di sekolah? Masih adakah pengaruh feodalisme dalam
masyarakat kita?
7. Bagaimana pendapat Saudara tentang tujuan-tujuan yang dikemukakan Herbert
Spencer, the Seven Cardinal Principles, dan Educational Policies Commission?
Adakah yang dapat atau tidak dapat Saudara terima? Apa alasan Saudara.
8. Bagaimanakah pandangan Saudara tentang manusia Pancasila? Apakah telah
melihatnya dalam kenyataan?
9. Diskusikan tujuan pendidikan nasional dalam Kurikulum SMA.
lO.Bandingkan tujuan institusional bagi SD, SMP, dan SMA. Perhatikan
persamaan dan perbedaannya. Selidiki hingga mana tujuan-tujuan itu telah di liputi
oleh bidang studi yang diberikan di berbagai tingkatan sekolah. 11. Hingga manakah
TIK harus dikhususkan, misalnya " agar anak dapat mengatakan beberapa tugas wall
kota, agar anak dapat menyebut nama wall kota, agar anak mengenal gambar wali
kota, agar anak dapat men gatakan usia wali kota, agar anak dapat mengatakan alamat
wall kota. Apakah pengkhu-susan TIK tidak dapat berlebihan?
12.Apakah kebaikan dan kelemahan TIK? Manakah lebih pen- ting, TIK atau TIU?
Bagaimana hubungan timbal balik antara TIK dan TIU?
13. Berikan sejumlah petunjuk tentang perumusan TIK.
14.Bagaimana syarat yang diajukan Hilda Taba dalam merumuskan tujuan pelajaran.
Beri pendapat Saudara.
15. Pilih satu TIU, lalu rumuskan TIK-nya. Minta teman lain juga melakukannya.
Diskusikan.
16. Selidiki tujuan-tujuan pelajaran, lalu tinjau dari segi taksonomi Bloom, baik
mengenai ranahnya maupun tentang tingkatannya.
17.Bagaimanakah dapat Saudara ketahui ada tidaknya kesamaan antara tujuan guru
dan tujuan siswa. Diskusikan bila ada persamaan dan perbedaannya.
BAB 3
ASAS PSIKOLOGIS KURIKULUM
DAN PSIKOLOGIS BELAJAR
PENDAHULUAN
Dalam mengambil keputusan tentang kurikulum pengetahuan tentang
psikologi anak dan bagaimana anakbelajar, sangat diperlukan, antara lain dalam
1. seleksi dan organisasi bahan pelajaran,
2. menentukan kegiatan belajar yang paling serasi,
3. merencanakan kondisi belajar yang optimal agar tujuan belajar tercapai.
Apa yang akan dipelajari memerlukan pengenalan perkembangan anak, akan
tetapi bagaimana anak belajar membutuhkan pengetahuan tentang berbagai teori
belajar. Walaupun telah banyak diketahui tentang belajar, namun masih banyak yang
belum diketahui, masih belum jelas betul secara terinci apa yang harus dilakukan agar
anak belajar. Hal ini antara lain disebabkan penelitian dan eksperimen tentang belajar
yang dilakukan dalam laboratorium yang terbatas jumlah variabelnya, yang sering
dilakukan terhadap binatang, jadi jauh berbeda dengan situasi belajar di dalam kelas.
Selain itu yang diselidiki kebanyakan ialah belajar pada tingkatan mental rendah,
sedangkan belajar pada tingkatan mental tinggi masih memerlukan penelitian yang
lebih banyak.
Belajar itu ternyata sangat kompleks. Apa yang dipelajari bermacam-macam.
Ada bedanya belajar fakta atau informasi, lain belajar memecahkan masalah, lain pula
mempelajari nilai-nilai. Tak ada satu teori belajar yang dapat mencakup segala
macam jenis belajar. Banyak macam teori belajar seperti teori ilmu jiwa atau daya
atau mental disiplin, teori S-R yang behavioristik, teori Gestalt atau teori lapangan,
dan Iain-lain dan belum ada teori belajar yang dapat mempertemukannya.
Guru-guru sering tidak menyadari asas teori belajar yang digunakannya. PPSI
menggunakan teori belajar yang berbeda dengan pendekatan proses. Guru
mengajar menurut apa yang diperkirakannya akan memberi hasil yang baik dan ini
sering dilakukan dengan menggunakan berbagai teori belajar.
Dalam bab ini akan kita bicarakan teori belajar menurut ilmu jiwa daya
(mental disipline), teori asosiasi (S-R), conditioning, teori Gestalt, teori lapangan, dan
pendapat berbagai tokoh psikologi seperti Gagne, Bandura, dan Bruner.
APA YANG DIMAKSUD DENGAN BELAJAR
Apakah sebenarnya belajar itu, belum diketahui sepenuhnya, sama dengan
proses psikis lainnya. Bermacam-macam teori mencoba menjelaskannya ditinjau dari
segi tertentu, dengan dasar filosofis yang berbeda tentang hakikat manusia. Suatu
teori belajar ialah suatu pandangan terpadu yang sistematis tentang cara manusia
berinteraksi dengan lingkungan sehingga terjadi suatu perubahan kelakuan. Tiap guru
mengajar dapat diketahui teori yang mendasarinya, walaupun guru itu sendiri kurang
atau tidak menyadarinya. Mengenal teori kiranya dapat membantu guru memahami
atas dasar apa ia melakukannya.
Sejak ada manusia di dunia ini ia belajar dan ada yang mengajarnya. Tiap
orang tua mendidik anaknya, mengajarnya berbagai pengetahuan, keterampilan,
norma-norma, dan sebagainya. Rasanya semua lancar walaupun tak seorang pun
memikirkan atau menghiraukan ada tidaknya dasar teorinya belajar dan mengajar dan
semua belajar secara wajar. Namun orang mendirikan sekolah belajar itu dijadikan
masalah, dan ternyata sangat kompleks dan pelik. Apa yang dipelajari di sekolah
berbeda sekali di rumah atau di ladang.
Defmisi belajar berbeda menurut teori yang dianut. Secara tradisional belajar
dianggap sebagai menambah pengetahuan. Yang diutamakan ialah aspek intelektual.
Anak-anak disuruh mempelajari berbagai macam mata pelajaran yang memberinya
berbagai pengetahuan yang menjadi miliknya, kebanyakan dengan menghafalnya.
Pendapat lain yang lebih populer ialah memandang belajar sebagai perubahan
kelakuan, suatu "change of behavior". Suatu defmisi yang sering dikutip ialah yang
diberikan oleh Ernest R. Hilgard, sebagai berikut:
Learning is the process, by which an activity originates or is changed through
training procedures (Whether in the laboratory on in the natural environment) as
distinguishe from changes by factors not atributable to training.
Seorang belajar bila ia ingin melakukan suatu kegiatan sehingga kelakuannya
berubah. Ia dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukannya. Ia
menghadapi situasi dengan cara lain. Kelakuan harus kita pandang dalam arti yang
luas yang meliputi pengamatan, pengenalan, perbuatan, keterampilan, minat,
penghargaan, sikap, dan Iain-lain. Jadi belajar tidak hanya mengenai bidang
intelektual saja, akan tetapi seluruh pribadi anak, kognitif, efektif, maupun
psikomotor. Bila* guru mengajar matematika, sejarah, biologi, dan Iain-lain. Ia
hendaknya jangan merasa puas bila pengetahuan anak bertambah, akan tetapi juga
agar anak mempunyai sikap anak yang positif dan menyukai mata pelajaran itu.
Perubahan karena mabuk atau keletihan bukan hasil belajar karena tidak diperoleh
melalui kegiatan belajar. Demikian pula kemampuan binatang karena pertumbuhan
instink, seperti membuat sarang, bukan hasil belajar.
Bila kita terima belajar sebagai perubahan kelakuan, maka pendidik
menghadapi tiga soal:
1. Ia harus mengetahui kelakuan apa yang diharapkan dari anak. Hal ini
berkenaan dengan tujuan yang akhirnya ditentukan oleh falsafah pendidikan.
2. Ia mengetahui hingga manakah taraf perkembangan anak, agar
bahan pelajaran dapat dikuasai anak.
3. Ia harus tahu bagaimana anak belajar, bagaimana guru mengajarkannya, kondisi
apa yang harus dipenuhi agar terjacti proses belajar yang berlfasil.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, kita akan lebih lanjut membicarakan
beberapa teori belajar yang banyak diterapkan dalam proses belajar-mengajar.
TEORI ILMU JIWA DAYA ATAU MENTAL DISIPLIN
Teori pelajar yang paling tua ini beranggapan, bahwa "otak" atau mental
manusia terdiri atas sejumlah "faculties" atau daya- day a. Tiap daya mempunyai
fungsi tertentu, maka ada daya-ingat, daya-pikir, daya tanggap, daya-fantasi, dan
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)
asas asas-kurikulum(3)

More Related Content

What's hot

Metode studi islam
Metode studi islamMetode studi islam
Metode studi islam
Shinta Ari Herdiana
 
Teori Piaget, Ausubel, dan Brunner
Teori Piaget, Ausubel, dan BrunnerTeori Piaget, Ausubel, dan Brunner
Teori Piaget, Ausubel, dan Brunner
Dimas Dwi Senggono S
 
Teknik penyusunan soal pilihan ganda
Teknik penyusunan soal pilihan gandaTeknik penyusunan soal pilihan ganda
Teknik penyusunan soal pilihan ganda
Mulyadi Bahri
 
Power point teori belajar behavioristik
Power point teori belajar behavioristikPower point teori belajar behavioristik
Power point teori belajar behavioristikRINISUGIYARTI
 
Pendekatan pembelajaran individual (KELOMPOK 3)
Pendekatan pembelajaran individual (KELOMPOK 3)Pendekatan pembelajaran individual (KELOMPOK 3)
Pendekatan pembelajaran individual (KELOMPOK 3)
Nastiti Rahajeng
 
Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik
Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didikProses perkembangan moral dan spiritual peserta didik
Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik
Deep Walker
 
Latar belakang perubahan kurikulum dari kurkulum cbsa sampai kurikulum 2013
Latar belakang perubahan kurikulum dari kurkulum cbsa sampai kurikulum 2013Latar belakang perubahan kurikulum dari kurkulum cbsa sampai kurikulum 2013
Latar belakang perubahan kurikulum dari kurkulum cbsa sampai kurikulum 2013
Syaidah Ahnur
 
Teori Belajar Kognitif dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Teori Belajar Kognitif dan Penerapannya dalam PembelajaranTeori Belajar Kognitif dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Teori Belajar Kognitif dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Fitri Yusmaniah
 
Inovasi pendidikan di Indonesia
Inovasi pendidikan di IndonesiaInovasi pendidikan di Indonesia
Inovasi pendidikan di Indonesia
Fikahati Rachmawati
 
Laporan hasil observasi dan wawancara peserta didik di sma
Laporan hasil observasi dan wawancara peserta didik di smaLaporan hasil observasi dan wawancara peserta didik di sma
Laporan hasil observasi dan wawancara peserta didik di smaSiti Khoirunika
 
Contoh Modul
Contoh Modul Contoh Modul
Contoh Modul
Tatik prisnamasari
 
Makalah Kurikulum Pendidikan
Makalah Kurikulum PendidikanMakalah Kurikulum Pendidikan
Makalah Kurikulum Pendidikan
Ela Suryani
 
Subjek dan objek pendidikan
Subjek dan objek pendidikanSubjek dan objek pendidikan
Subjek dan objek pendidikan
Dewi Bahagia
 
Upaya dalam menangani kesalahpahaman bk
Upaya dalam menangani kesalahpahaman bkUpaya dalam menangani kesalahpahaman bk
Upaya dalam menangani kesalahpahaman bk
Nur Arifaizal Basri
 
Soal ujian ut pgsd pdgk4106 pendidikan ips di sd
Soal ujian ut pgsd pdgk4106 pendidikan ips di sdSoal ujian ut pgsd pdgk4106 pendidikan ips di sd
Soal ujian ut pgsd pdgk4106 pendidikan ips di sd
SDN 1 JUGLANGAN
 
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Ali Murfi
 
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
universitas negeri padang
 
Contoh program tahunan dan program semester
Contoh program tahunan dan program semesterContoh program tahunan dan program semester
Contoh program tahunan dan program semester
Sherly Anggraini
 
Peran guru dalam supervisi pendidikan
Peran guru dalam supervisi pendidikanPeran guru dalam supervisi pendidikan
Peran guru dalam supervisi pendidikan
Indah Lestari
 
PPT KONSEP DASAR PTK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS)
PPT KONSEP DASAR PTK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS)PPT KONSEP DASAR PTK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS)
PPT KONSEP DASAR PTK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS)
Rudi Salam Sinulingga
 

What's hot (20)

Metode studi islam
Metode studi islamMetode studi islam
Metode studi islam
 
Teori Piaget, Ausubel, dan Brunner
Teori Piaget, Ausubel, dan BrunnerTeori Piaget, Ausubel, dan Brunner
Teori Piaget, Ausubel, dan Brunner
 
Teknik penyusunan soal pilihan ganda
Teknik penyusunan soal pilihan gandaTeknik penyusunan soal pilihan ganda
Teknik penyusunan soal pilihan ganda
 
Power point teori belajar behavioristik
Power point teori belajar behavioristikPower point teori belajar behavioristik
Power point teori belajar behavioristik
 
Pendekatan pembelajaran individual (KELOMPOK 3)
Pendekatan pembelajaran individual (KELOMPOK 3)Pendekatan pembelajaran individual (KELOMPOK 3)
Pendekatan pembelajaran individual (KELOMPOK 3)
 
Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik
Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didikProses perkembangan moral dan spiritual peserta didik
Proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik
 
Latar belakang perubahan kurikulum dari kurkulum cbsa sampai kurikulum 2013
Latar belakang perubahan kurikulum dari kurkulum cbsa sampai kurikulum 2013Latar belakang perubahan kurikulum dari kurkulum cbsa sampai kurikulum 2013
Latar belakang perubahan kurikulum dari kurkulum cbsa sampai kurikulum 2013
 
Teori Belajar Kognitif dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Teori Belajar Kognitif dan Penerapannya dalam PembelajaranTeori Belajar Kognitif dan Penerapannya dalam Pembelajaran
Teori Belajar Kognitif dan Penerapannya dalam Pembelajaran
 
Inovasi pendidikan di Indonesia
Inovasi pendidikan di IndonesiaInovasi pendidikan di Indonesia
Inovasi pendidikan di Indonesia
 
Laporan hasil observasi dan wawancara peserta didik di sma
Laporan hasil observasi dan wawancara peserta didik di smaLaporan hasil observasi dan wawancara peserta didik di sma
Laporan hasil observasi dan wawancara peserta didik di sma
 
Contoh Modul
Contoh Modul Contoh Modul
Contoh Modul
 
Makalah Kurikulum Pendidikan
Makalah Kurikulum PendidikanMakalah Kurikulum Pendidikan
Makalah Kurikulum Pendidikan
 
Subjek dan objek pendidikan
Subjek dan objek pendidikanSubjek dan objek pendidikan
Subjek dan objek pendidikan
 
Upaya dalam menangani kesalahpahaman bk
Upaya dalam menangani kesalahpahaman bkUpaya dalam menangani kesalahpahaman bk
Upaya dalam menangani kesalahpahaman bk
 
Soal ujian ut pgsd pdgk4106 pendidikan ips di sd
Soal ujian ut pgsd pdgk4106 pendidikan ips di sdSoal ujian ut pgsd pdgk4106 pendidikan ips di sd
Soal ujian ut pgsd pdgk4106 pendidikan ips di sd
 
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
 
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP)
 
Contoh program tahunan dan program semester
Contoh program tahunan dan program semesterContoh program tahunan dan program semester
Contoh program tahunan dan program semester
 
Peran guru dalam supervisi pendidikan
Peran guru dalam supervisi pendidikanPeran guru dalam supervisi pendidikan
Peran guru dalam supervisi pendidikan
 
PPT KONSEP DASAR PTK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS)
PPT KONSEP DASAR PTK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS)PPT KONSEP DASAR PTK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS)
PPT KONSEP DASAR PTK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS)
 

Viewers also liked

Azas-azas pengembangan kurikulum
Azas-azas pengembangan kurikulumAzas-azas pengembangan kurikulum
Azas-azas pengembangan kurikulum
Dasrieny Pratiwi
 
Asas kurikulum
Asas kurikulumAsas kurikulum
Asas kurikulum
Hadliwati Daud
 
Presentasi landasan pengembangan kurikulum
Presentasi landasan pengembangan kurikulumPresentasi landasan pengembangan kurikulum
Presentasi landasan pengembangan kurikulum
hasanah sn
 
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksiDeskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Dedi Yulianto
 
KBK 05. pengelolaan kurikulum di sekolah
KBK 05. pengelolaan kurikulum di sekolahKBK 05. pengelolaan kurikulum di sekolah
KBK 05. pengelolaan kurikulum di sekolah
Jasmin Jasin
 
(2) struktur kurikulum 2013
(2) struktur kurikulum 2013(2) struktur kurikulum 2013
(2) struktur kurikulum 2013
muriokryan
 
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan KognitifRemaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Iwan Wahidin
 
Makalah struktur kurikulum 2013
Makalah struktur kurikulum 2013Makalah struktur kurikulum 2013
Makalah struktur kurikulum 2013Bambang Giwank
 
Panitia seminar penelitian tindakan kelas
Panitia seminar penelitian tindakan kelasPanitia seminar penelitian tindakan kelas
Panitia seminar penelitian tindakan kelas
Septian Muna Barakati
 
Struktur kurikulum pendidikan di malaysia
Struktur kurikulum pendidikan di malaysiaStruktur kurikulum pendidikan di malaysia
Struktur kurikulum pendidikan di malaysia
iedazi91
 
Berita acara pelaksanaan seminar laporan hasil penelitian tindakan kelas
Berita acara pelaksanaan seminar laporan hasil penelitian tindakan kelasBerita acara pelaksanaan seminar laporan hasil penelitian tindakan kelas
Berita acara pelaksanaan seminar laporan hasil penelitian tindakan kelas
Narendra
 
Perkembangan pendidikan di Malaysia
Perkembangan pendidikan di MalaysiaPerkembangan pendidikan di Malaysia
Perkembangan pendidikan di Malaysia
University Tun Hussein Onn Malaysia
 
Topik 1 Konsep Asas Psikologi
Topik 1 Konsep Asas PsikologiTopik 1 Konsep Asas Psikologi
Topik 1 Konsep Asas Psikologiguest0321ac
 
PENGANTAR PSIKOLOGI UMUM
PENGANTAR PSIKOLOGI UMUMPENGANTAR PSIKOLOGI UMUM
PENGANTAR PSIKOLOGI UMUMFitriAmaliyah
 
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajar
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajarMakalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajar
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajar
Ukhty Nicken
 
ASAS PSIKOLOGI Pengenalan Psikologi
ASAS PSIKOLOGI Pengenalan PsikologiASAS PSIKOLOGI Pengenalan Psikologi
ASAS PSIKOLOGI Pengenalan Psikologi
Amin Upsi
 
SD-MI kelas06 pendidikan kewarganegaraan setiati fajar
SD-MI kelas06 pendidikan kewarganegaraan setiati fajarSD-MI kelas06 pendidikan kewarganegaraan setiati fajar
SD-MI kelas06 pendidikan kewarganegaraan setiati fajar
sekolah maya
 
Peran indonesia dalam negara asia tenggara
Peran indonesia dalam negara asia tenggaraPeran indonesia dalam negara asia tenggara
Peran indonesia dalam negara asia tenggara
Lilo Kautsar
 
SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI MALAYSIA
SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI MALAYSIASEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI MALAYSIA
SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI MALAYSIANurul Hidayu Abd Halim
 

Viewers also liked (19)

Azas-azas pengembangan kurikulum
Azas-azas pengembangan kurikulumAzas-azas pengembangan kurikulum
Azas-azas pengembangan kurikulum
 
Asas kurikulum
Asas kurikulumAsas kurikulum
Asas kurikulum
 
Presentasi landasan pengembangan kurikulum
Presentasi landasan pengembangan kurikulumPresentasi landasan pengembangan kurikulum
Presentasi landasan pengembangan kurikulum
 
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksiDeskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
 
KBK 05. pengelolaan kurikulum di sekolah
KBK 05. pengelolaan kurikulum di sekolahKBK 05. pengelolaan kurikulum di sekolah
KBK 05. pengelolaan kurikulum di sekolah
 
(2) struktur kurikulum 2013
(2) struktur kurikulum 2013(2) struktur kurikulum 2013
(2) struktur kurikulum 2013
 
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan KognitifRemaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
 
Makalah struktur kurikulum 2013
Makalah struktur kurikulum 2013Makalah struktur kurikulum 2013
Makalah struktur kurikulum 2013
 
Panitia seminar penelitian tindakan kelas
Panitia seminar penelitian tindakan kelasPanitia seminar penelitian tindakan kelas
Panitia seminar penelitian tindakan kelas
 
Struktur kurikulum pendidikan di malaysia
Struktur kurikulum pendidikan di malaysiaStruktur kurikulum pendidikan di malaysia
Struktur kurikulum pendidikan di malaysia
 
Berita acara pelaksanaan seminar laporan hasil penelitian tindakan kelas
Berita acara pelaksanaan seminar laporan hasil penelitian tindakan kelasBerita acara pelaksanaan seminar laporan hasil penelitian tindakan kelas
Berita acara pelaksanaan seminar laporan hasil penelitian tindakan kelas
 
Perkembangan pendidikan di Malaysia
Perkembangan pendidikan di MalaysiaPerkembangan pendidikan di Malaysia
Perkembangan pendidikan di Malaysia
 
Topik 1 Konsep Asas Psikologi
Topik 1 Konsep Asas PsikologiTopik 1 Konsep Asas Psikologi
Topik 1 Konsep Asas Psikologi
 
PENGANTAR PSIKOLOGI UMUM
PENGANTAR PSIKOLOGI UMUMPENGANTAR PSIKOLOGI UMUM
PENGANTAR PSIKOLOGI UMUM
 
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajar
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajarMakalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajar
Makalah konsep dasar strategi pembelajaran dan teori belajar
 
ASAS PSIKOLOGI Pengenalan Psikologi
ASAS PSIKOLOGI Pengenalan PsikologiASAS PSIKOLOGI Pengenalan Psikologi
ASAS PSIKOLOGI Pengenalan Psikologi
 
SD-MI kelas06 pendidikan kewarganegaraan setiati fajar
SD-MI kelas06 pendidikan kewarganegaraan setiati fajarSD-MI kelas06 pendidikan kewarganegaraan setiati fajar
SD-MI kelas06 pendidikan kewarganegaraan setiati fajar
 
Peran indonesia dalam negara asia tenggara
Peran indonesia dalam negara asia tenggaraPeran indonesia dalam negara asia tenggara
Peran indonesia dalam negara asia tenggara
 
SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI MALAYSIA
SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI MALAYSIASEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI MALAYSIA
SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI MALAYSIA
 

Similar to asas asas-kurikulum(3)

Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum
Pengertian, Peran dan Fungsi KurikulumPengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum
Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum
Mayawi Karim
 
Tugas kajian kurikulum
Tugas kajian kurikulumTugas kajian kurikulum
Tugas kajian kurikulum
reza ediya
 
Modul pengembangan bahan ajar
Modul pengembangan bahan ajarModul pengembangan bahan ajar
Modul pengembangan bahan ajarRian Jrs Tewur
 
Pa' didik pengembangan kurikulum 2
Pa' didik pengembangan kurikulum 2Pa' didik pengembangan kurikulum 2
Pa' didik pengembangan kurikulum 2
Bali D'gunners
 
Telaah kurikulum kimia
Telaah kurikulum kimiaTelaah kurikulum kimia
Telaah kurikulum kimia
CarlosEnvious
 
Analisis kritis 2
Analisis kritis 2Analisis kritis 2
Analisis kritis 2
saipuleffendi1
 
Pembahasan
PembahasanPembahasan
Pembahasan
ikka sukana
 
Bab i1 penelitian (autosaved)
Bab i1 penelitian (autosaved)Bab i1 penelitian (autosaved)
Bab i1 penelitian (autosaved)
jida Almajida
 
Manajemen kurikulum aisyah ulfa IAIN Surakarta
Manajemen kurikulum aisyah ulfa IAIN SurakartaManajemen kurikulum aisyah ulfa IAIN Surakarta
Manajemen kurikulum aisyah ulfa IAIN Surakarta
AisyahUlfaAmbariyah
 
AKSI NYATA KURIKULUM MERDEKA.pptx
AKSI NYATA KURIKULUM MERDEKA.pptxAKSI NYATA KURIKULUM MERDEKA.pptx
AKSI NYATA KURIKULUM MERDEKA.pptx
VinkaSriKembarawati
 
Aji febrianto
Aji febriantoAji febrianto
Aji febrianto
iwan Alit
 
Telaah Kurikilum
Telaah KurikilumTelaah Kurikilum
Telaah Kurikilum
Mellya Silaban
 
Pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum Pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum
Tatik prisnamasari
 
Pidato%20Ilmiah%20Prof%20Laut
Pidato%20Ilmiah%20Prof%20LautPidato%20Ilmiah%20Prof%20Laut
Pidato%20Ilmiah%20Prof%20Lautsherina munaf
 
Tugasan soalan 1 Type Of Curriculum
Tugasan soalan 1 Type Of CurriculumTugasan soalan 1 Type Of Curriculum
Tugasan soalan 1 Type Of Curriculum
aloysiusapat
 
Ppt pengembangan kurikulum mi di indonesia
Ppt pengembangan kurikulum mi di indonesiaPpt pengembangan kurikulum mi di indonesia
Ppt pengembangan kurikulum mi di indonesiaShofy Fyah
 
Hakikat dan Substansi Kurikulum
Hakikat dan Substansi KurikulumHakikat dan Substansi Kurikulum
Hakikat dan Substansi Kurikulum
Hariyatunnisa Ahmad
 
kurikulum pai 1
kurikulum pai  1kurikulum pai  1
kurikulum pai 1
tatiksuwartinah
 
Jurnal kurikulum
Jurnal kurikulumJurnal kurikulum
Jurnal kurikulum
apotek agam farma
 
Jurnal kurikulum
Jurnal kurikulumJurnal kurikulum
Jurnal kurikulum
apotek agam farma
 

Similar to asas asas-kurikulum(3) (20)

Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum
Pengertian, Peran dan Fungsi KurikulumPengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum
Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum
 
Tugas kajian kurikulum
Tugas kajian kurikulumTugas kajian kurikulum
Tugas kajian kurikulum
 
Modul pengembangan bahan ajar
Modul pengembangan bahan ajarModul pengembangan bahan ajar
Modul pengembangan bahan ajar
 
Pa' didik pengembangan kurikulum 2
Pa' didik pengembangan kurikulum 2Pa' didik pengembangan kurikulum 2
Pa' didik pengembangan kurikulum 2
 
Telaah kurikulum kimia
Telaah kurikulum kimiaTelaah kurikulum kimia
Telaah kurikulum kimia
 
Analisis kritis 2
Analisis kritis 2Analisis kritis 2
Analisis kritis 2
 
Pembahasan
PembahasanPembahasan
Pembahasan
 
Bab i1 penelitian (autosaved)
Bab i1 penelitian (autosaved)Bab i1 penelitian (autosaved)
Bab i1 penelitian (autosaved)
 
Manajemen kurikulum aisyah ulfa IAIN Surakarta
Manajemen kurikulum aisyah ulfa IAIN SurakartaManajemen kurikulum aisyah ulfa IAIN Surakarta
Manajemen kurikulum aisyah ulfa IAIN Surakarta
 
AKSI NYATA KURIKULUM MERDEKA.pptx
AKSI NYATA KURIKULUM MERDEKA.pptxAKSI NYATA KURIKULUM MERDEKA.pptx
AKSI NYATA KURIKULUM MERDEKA.pptx
 
Aji febrianto
Aji febriantoAji febrianto
Aji febrianto
 
Telaah Kurikilum
Telaah KurikilumTelaah Kurikilum
Telaah Kurikilum
 
Pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum Pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum
 
Pidato%20Ilmiah%20Prof%20Laut
Pidato%20Ilmiah%20Prof%20LautPidato%20Ilmiah%20Prof%20Laut
Pidato%20Ilmiah%20Prof%20Laut
 
Tugasan soalan 1 Type Of Curriculum
Tugasan soalan 1 Type Of CurriculumTugasan soalan 1 Type Of Curriculum
Tugasan soalan 1 Type Of Curriculum
 
Ppt pengembangan kurikulum mi di indonesia
Ppt pengembangan kurikulum mi di indonesiaPpt pengembangan kurikulum mi di indonesia
Ppt pengembangan kurikulum mi di indonesia
 
Hakikat dan Substansi Kurikulum
Hakikat dan Substansi KurikulumHakikat dan Substansi Kurikulum
Hakikat dan Substansi Kurikulum
 
kurikulum pai 1
kurikulum pai  1kurikulum pai  1
kurikulum pai 1
 
Jurnal kurikulum
Jurnal kurikulumJurnal kurikulum
Jurnal kurikulum
 
Jurnal kurikulum
Jurnal kurikulumJurnal kurikulum
Jurnal kurikulum
 

asas asas-kurikulum(3)

  • 1. KATA PENGANTAR Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal. Mengembangkan kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah dan sederhana karena banyak sekali pertanyaan yang dapat dikemukakan untuk dipertimbangkan. Misalnya: Apakah yang ingin dicapai? Manusia yang bagaimana yang diharapkan akan dibentuk? Apakah yang diutamakan kebutuhan sekarang atau masa mendatang? Apakah hakikat anak harus dipertimbangkan atau diperlukan sebagai orang dewasa? Dan segudang pertanyaan lagi yang kesemuanya menyangkut asas-asas yang mendasari setiap kurikulum, yaitu asas filosotis, asas psikologis, asas sosiologis dan asas organisatoris. Dengan kurikulum yang sesuai dan tepat, maka dapat diharapkan sasaran dan tujuan pendidikan akan dapat tercapai secara maksimal. Buku ini penting bagi para mahasiswa, para guru dan siapa saja yang berminat dan berkecimpung di bidang pendidikan.
  • 2. DAFTARISI Kata Pengantar Bab 1 : Pengertian Dan Asas-Asas Kurikulum Bab 2 : Asas-Asas Fisiologi Bab 3 : Asas Psikologis Anak Bab 4 : Asas Psikologis Anak Bab 5 : Proses Perubahan Dan Perbaikan Kurikulum Bab 6 : Kurikulum Dan Masyarakat Bab 7 : Organisasi Kurikulum Bab 8 : Menentukan Scope Dan Sequence Dalam Pembinaan Kurikulum Bab 9 : Mengubah Kurikulum Bab 10 : Penutup Daftar Buku
  • 3. BAB1 PENGERTIAN DAN ASAS-ASAS KURIKULUM Masa depan bangsa terletak dalam tangan generasi muda. Mutu bangsa di kemudian hari bergantung pada pendidikan yang dikecap oleh anak-anak sekarang, terutama melalui pendidikan formal yang diterima di sekolah. Apa yang akan dicapai di sekolah, ditentukan oleh kurikulum sekolah itu. Jadi barang siapa yang menguasai kurikulum memegang nasib bangsa dan negara. Maka dapat dipahami bahwa kurikulum sebagai alat yang begitu vital bagi perkembangan bangsa dipegang oleh pemerintah suatu negara. Dapat pula dipahami betapa pentingnya usaha mengembangkan kurikulum itu. Oleh sebab setiap guru merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus pula memahami seluk-beluk kurikulum. Hingga batas tertentu, dalam skala mikro, guru juga seorang pengembang kurikulum bagi kelasnya. APA YANG DIMAKSUD DENGAN KURIKULUM Perkataan kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Perkataan ini belum terdapat dalam kamus Webster tahun 1812 dan baru timbul untuk pertama kalinya dalam kamus tahun 1856. Artinya pada waktu itu ialah: " L a race course; a place for running; a chariot. 2. a course in general; applied particulary to the course of study in a university". Jadi dengan "kurikulum" dimaksud suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. "Kurikulum" juga berarti "chariot," semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat yang membawa seorang dari "start" sampai "finish". Di samping penggunaan "kurikulum" semula dalam bidang olah raga, kemudian dipakai dalam bidang pendidikan, yakni sejumlah mata kuliah di perguruantinggi.
  • 4. Dalam kasus Webster tahun 1955 "kurikulum diberi arti '"a. A course esp. a specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to a degree, b. The whole body of courses offered in an educational institution, or department thereof, -. the usual sense." Di sini "kurikulum" khusus digunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yakni sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat. "Kurikulum" juga berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan. Di Indonesia istilah "kurikulum" boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang ,memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan ialah "rencana pelajaran". Pada hakikatnya kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran. Hilda Taba dalam bukunya Curriculum Development, Theory and Practice mengartikan sebagai "a plan for learning", yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak. Dalam buku ini kami gunakan istilah "kurikulum," karena pengertian kurikulum banyak mengalami perkembangan, berkat pemikiran yang banyak oleh tokoh-tokoh pendidikan mengenai kurikulum, sehingga dapat meliputi hal-hal yang tidak direncanakan, namun turut mengubah kelakuan anak didik. Kurikulum juga bukan lagi sekedar sejumlah mata pelajaran , akan tetapi mendapat liputan yang jauh lebih luas. Maka karena itu istilah "rencana pelajaran" rasanya terlampau sempit dan terikat oleh pengertian tradisional, yang sangat terbatas pada bahan pelajaran dalam buku pelajaran. Dalam teori, tetapi juga dalam praktik, pengertian kurikulum yang lama sudah banyak ditinggalkan. Para ahli pendidikan kebanyakan memberi arti dan isi yang lebih luas daripada semula. Selain itu pengertiannya pun senantiasa dapat berkembang dan mengalami perubahan. Perubahan itu antara lain terjadi karena orang tak kunjung puas dengan hasil pendidikan sekolah dan selalu ingin memperbaikinya. Memang tak mungkin disusun suatu kurikulum yang baik serta mantap sepanjang zaman. Suatu kurikulum hanya mungkin baik untuk suatu masyarakat tertentu pada masa tertentu. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
  • 5. teknologi yang mengubah masyarakat dan dengan sendirinya kurikulum pun tak dapat tiada hams disesuaikan dengan tuntutan zaman. Di samping itu banyak timbul pendapat-pendapat baru tentang hakikat dan perkembangan anak, caranya belajar, tentang masyarakat dan ilmu pengetahuan, dan Iain-lain, yang memaksa diadakannya perubahan dalam kurikulum. Pengembangan kurikulum adalah proses yang tak henti-hentinya, yang harus dilakukan secara kontinu. Jika tidak, maka kurikulum menjadi usang atau ketinggalan zaman. Makin cepat perubahan dalam masyarakat, makin sering diperlukan penyesuaian kurikulum. Namun, mengubah kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah. Praktek pendidikan di sekolah senantiasa jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan teori kurikulum. Bukan sesuatu yang aneh, bila suatu teori kurikulum baru menjadi kenyataan setelah 50 sampai 75 tahun kemudian. Kelambanan ini terjadi antara lain karena guru-guru banyak yang lebih ingin berpegang pada yang telah ada, merasa lebih aman dengan praktik-praktik rutin dan tradisional daripada mencobakan hal-hal baru, yang memerlukan pemikiran dan usaha yang lebih banyak dan ada kalanya menuntut perubahan pada diri guru itu sendiri. Itu sebabnya maka kurikulum masih banyak diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan kepada anak. BEBERAPA DEFINISI KURIKULUM Seperti telah dikemukakan di atas, perubahan zaman menuntut kurikulum baru dan sering juga pengertian baru mengenai makna kurikulum itu sendiri. Perubahan zaman memberi tugas-tugas baru kepada sekolah, di antaranya tugas-tugas yang sediakala dipikul oleh lembaga-lembaga lain seperti rumah tangga, pemerintah, petugas agama, dan Iain-lain. Misalnya, anak-anak gadis biasanya belajar memasak, menjahit, mengurus rumah, dan pekerjaan lain dari ibunya. Dunia modern sering mengharuskan ibu-ibu bekerja, dan tidak sempat lagi mendidik anaknya dalam keterampilan rumah tangga. Maka tugas ibu itu dipercayakan kepada sekolah dengan memberi pelajaran PKK. Ada pula ibu-ibu yang tak puas dan merasa bosan hanya terikat oleh rutin rumah tangga dan ingin
  • 6. menentukan karirnya sendiri. Demikian pula soal kesehatan jasmani anak, keamanan lalu lintas, keterampilan vokasional, pendidikan seks, pencegahan minum alkohol atau ganja, kepramukaan, pendidikan, agama, dan hal-hal lain lambat laun digeser tanggung-jawab pendidikannya kepada sekolah. Dengan demikian kurikulum sekolah tidak hanya meliputi mata pelajaran tradisional, melainkan berbagai kegiatan lain yang bersifat edukatif, di dalam maupun di luar sekolah. Dengan bertambahnya tanggung jawab sekolah timbulah berbagai macam defmisi kurikulum, sehingga semakin sukar memastikan apakah sebenarnya kurikulum itu. Akhirnya setiap pendidik, setiap guru harus menentukan sendiri apakah kurikulum itu bagi dirinya. Pengertian yang dianut oleh seseorang akan mempengaruhi kegiatan belajar-mengajar dalam kelas maupun di luar kelas. Di bawah ini kami berikan sejumlah defmisi kurikulum menurut beberapa ahli kurikulum. 1. J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning for Better Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut. " The Curriculum is the sum total of school's efforts to influence learning, whether in the clasroom, on the playground, or out of school." Jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler. 2. Harold B. Albertycs. dalam Reorganizing the High-School Curriculum (1965) memandang kurikulum sebagai "all of the activities that are provided for students by the school". Seperti halnya dengan defmisi Saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan luar kelas, yang berada di bawah tanggung jawab sekolah. Defmisi melihat manfaat kegiatan dan pengalaman siswa di luar mata pelajaran tradisional.
  • 7. 3. B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum sebagai "a sequence of potential experiences set up in the school for the purpose of disciplining children and youth in group ways of thinking and acting". Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya. 4. William B. Ragan, dalam buku Modern Elementary Curriculum (1966) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut: "The tendency in recent decades has ben to use the term in a broader sense to refer to the whole life and program of the school. The term is used ... to include all the experiences of children for which the school accepts responsibility. It denotes the results of efferorts on the part of the adults of the community, and the nation to bring to the children the finest, most whole some influences that exist in the culture." Ragan mengunakan kurikulum dalam arti yang luas, yang meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak di bawah tanggung-jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan sosial antara guru dan murid, metode mengajar, cara mengevaluasi termasuk kurikulum. 5. J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam buku Secondary School lmprovemant (1973) juga menganut defmisi kurikulum yang luas. Menurut mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal struktural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran. Ketiga aspek pokok, program, manusia dan fasilitas sangat erat hubungannya, sehingga tak mungkin diadakan perbaikan kalau tidak diperhatikan ketiga- tiganya.
  • 8. 6. Alice Miel juga menganut pendirian yang luas mengenai kurikulum. Dalam bukunya Changing the Curriculum : a Social Process (1946) is mengemukakan bahwa kurikulum juga meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan dan sikap orang-orang melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik dan personalia (termasuk penjaga sekolah, pegawai administrasi dan orang lainnya yang ada hubungannya dengan murid-murid ). Jadi kurikulum meliputi segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah. Defmisi Miel tentang kurikulum sangat luas yang mencakup yang meliputi bukan hanya pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita serta norma-norma, melainkan juga pribadi guru, kepala sekolah serta seluruh pegawai sekolah. Langeveld seorang ahli pendidikan Belanda dalam bukunya Leerboek der Pedagogische Psychologie membedakan apa yang disebutnya opvoedingsmiddelen dan opvoedingsfaktoren Istilah pertama berarti alat-alat pendidikan, yaitu segala sesuatu yang dengan sengaja dilakukan oleh sipendidik terhadap anak-didik guna mempengaruhi kelakuannya, seperti menjelaskan, menganjurkan, memuji, melarang atau menghukum. Istilah kedua berarti faktor-faktor pendidikan, meliputi keadaan lingkungan pendidikan seperti kebersihan ruangan, keramahan pendidik, jadi tidak merupakan tindakan yang disengaja. Kita lihat bahwa Alice Miel mencakup kedua hal itu dalam pengertian kurikulumnya yakni alat pendidikan dan faktor pendidikan. Tak semua ahli kurikulum menganut pendirian yang begitu luas. Hilda Taba berpendapat bahwa defmisi yang terlampau luas mengaburkan pengertian kurikulum sehingga menghalangi pemikiran dan pengolahan yang tajam tentang kurikulum. Jika kurikulum dirumuskan sebagai "segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam situasi di dalam maupun di luar sekolah" atau sebagai" sejumlah pengalaman yang potensial dapat diberikan oleh sekolah dengan tujuan agar anak dan pemuda dibiasakan berpikir dan berbuat menurut kelompok atau masyarakat tempat ia hidup", maka defmisi yang luas itu membuatnya tidak fungsional. Maka Hilda Taba memilih posisi yang tidak terlampau luas dan tidak pula terlampau sempit, karena defmisi yang sempit tidak lagi diterima oleh sekolah modern.
  • 9. Hilda Taba mengemukakan, bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berparsitipasi sebagai anggota yang produktif dalam masyrakatnya. Tiap kurikulum, bagaimanapun polanya, selalu mempunyai komponen-komponen tertentu, yakni pernyataan tentang tujuan dan sasaran, seleksi dan organisasi bahan dan isi pelajaran, bentuk dan kegiatan belajar dan mengajar, dan akhirnya evaluasi hasil belajar. Perbedaan kurikulum terletak pada penekanan pada unsur-unsur tertentu. 7. Edward A. Krug dalam The Secondary School Curriculum (1960) menunjukkan pendirian yang terbatas tapi realistis tentang kurikulum. Defmisinya ialah "A Curriculum Consists of the means used to achieve or carry out given purposes of schooling". Kurikulum dilihatnya sebagai cara-cara dan usaha untuk mencapai tujuan persekolahan. la membedakan tugas sekolah mengenai perkembangan anak dan tanggung jawab lembaga pendidikan lainnya seperti rumah tangga, lembaga agama, masyarakat, dan Iain-lain. la dengan sengaja menggunakan istilah "schooling" untuk menjelaskan apa sebenarnya tugas sekolah. Memborong segala tanggung jawab atas pendidikan anak akan merupakan beban yang terlampau berat, sehingga tidak mungkin dilakukan dengan baik. Maka karena itu Krug membatasi kurikulum pada : 1. organized classroom instruction, yaitu pengajaran di dalam kelas, 2. kegiatan-kegiatan tertentu di luar pengajaran itu, seperti bimbingan dan penyuluhan, kegiatan pengabdian masyarakat, pengalaman kerja yang bertalian dengan pelajaran, dan perkemahan sekolah. Akan tetapi kegiatan-kegiatan akhir masih bersifat kontroversial. Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat idea, suatu cita-cita tentang manusia atau warga negara yang akan dibentuk. Kurikulum ini lazim mengandung harapan-harapan yang sering berbunyi muluk-muluk. Apa yang dapat diwujudkan dalam kenyataan disebut kurikulum yang real. Karena tak segala sesuatu yang direncanakan dapat direalisasikan, maka terdapatlah kesenjangan antara idea dan real curriculum.
  • 10. Smith dan kawan-kawan memandang kurikulum sebagai rangkaian pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak, jadi dapat disebut potential curriculum. Namun apa yang benar-benar dapat diwujudkan pada anak secara individual, misalnya bahan yang benar-benar diperolehnya, disebut actual curriculum. Berbagai tafsiran tentang kurikulum dapat kita tinjau dari segi lain, sehingga kita peroleh penggolongan sebagai sebagai berikut: 1. Kurikulum dapat dilihat sabagai produk, yakni sebagai hasil karya para pengembang kurikulum, biasanya dalam suatu panitia. Hasilnya dituangkan dalam bentuk buku atau pedoman kurikulum, yang misalnya berisi sejumlah mata pelajaran yang harus diajarkan. 2. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa mengajarkan berbagai mata pelajaran tetapi dapat juga meliputi segala kegiatan yang dianggap dapat mempengaruhi perkembangan siswa misalnya perkumpulan sekolah, pertandingan, pramuka, warung sekolah dan Iain-lain. 3. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa, yakni pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu. Apa yang diharapkan akan dipelajari tidak selalu sama dengan apa yang benar-benar dipelajari. 4. Kurikulum sebagi pengalaman siswa. Ketiga pandangan diatas berkenaan dengan perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa yang secara aktual menjadi kenyataan pada tiap siswa. Ada kemungkinan, bahwa apa yang diwujudkan pada diri anak berbeda dengan apa yang diharapkan menurut rencana. Mengenai masalah kurikulum senantiasa terdapat pendirian yang berbeda-beda, bahkan sering yang bertentangan. Ketidakpuasan dengan kurikulum yang berlaku adalah sesuatu yang biasa dan memberi dorongan mencari kurikulum baru. Akan tetapi mengajukan kurikulum yang ekstrim sering dilakukan dengan mendiskreditkan kurikulum yang lama, pada hal kurikulum itu pun mengandung
  • 11. kebaikan, sedangkan kurikulum pasti tidak akan sempurna dan akan tampil kekurangannya setelah berjalan dalam beberapa waktu. Dalam praktiknya biasanya tidak dapat pertentangan yang begitu tajam seperti yang digambarkan dalam teorinya. Pada umumnya guru itu konservatif dan cenderung berpegang pada cara-cara yang lama yang telah dikuasainya dan menurut pengalamannya memberi hasil yang baik. la tidak mudah melepaskan yang lama yang sudah terbukti kebaikannya, sebelum ia yakin bahwa yang baru itu ternyata lebih baik lagi. Juga ada kemungkinan untuk mengawinkan yang baru dengan yang lama. Maka karena itu jarang akan terdapat bahwa suatu teori tentang kurikulam dilaksanakan secara murni. Selain itu berbagai jenis kurikulum dapat hidup bersama tanpa menimbulkan konflik. Adanya berbagai tafsiran tentang kurikulum tak perlu merisaukan, karena justru dapat memberi dorongan untuk mengadakan inovasi mencari bentuk -bentuk kurikulum baru. Pandangan yang berbeda-beda itu memberi dinamika dalam pemikiran tentang kurikulum secara kontinu tanpa henti-hentinya. Bila dalam buku ini kami uraikan kurikulum dalam bentuk murninya menurut teori yang mendasarinya, jadi menonjolkannya dalam bentuk yang ekstrim, perlu kita ketahui bahwa dalam praktik pendidikan sering terjadi campuran atau adanya berbagai bentuk kurikulum yang hidup bersama secara damai. ASAS-ASAS KURIKULUM Mengembangkan kurikulum bukan sesuatu yang mudah dan sederhana karena banyak hal yang harus dipertimbangkan dan banyak pertanyaan yang dapat diajukan untuk diperhitungkan. Misalnya : Apakah yang ingin dicapai, manusia yang bagaimana yang diharapkan akan dibentuk? Apakah akan diutamakan kebutuhan anak pada saat sekarang atau masa mendatang? Apakah hakikat anak harus dipertimbangkan, ataukah ia diperlakukan sebagai orang dewasa? Apakah kebutuhan anak itu? Apakah harus dipentingkan anak sebagai individu atau sebagai anggota kelompok? Apakah yang harus dipentingkan, mengajarkan kejujuran atau memberi pendidikan umum? Apakah pelajaran akan didasarkan
  • 12. atas disiplin ilmu ataukah dipusatkan pada masalah sosial dan pribadi? Apakah semua anak harus mengikuti pelajaran yang sama taukah is diizinkan memilih pelajaran sesuai dengan minatnya? Apakah seluruh kurikulum sama bagi semua sekolah secara uniform, atau diberi kelonggaran untuk menyesuaikannya dengan keadaan daerah? Apakah hasil belajar anak akan diuji secara uniform ataukah diserahkan pada penilaian guru yang dapat mempelajari anak itu dalam segala aspek selama waktu yang panjang ? Semua pertanyaan itu menyangkut asas-asas yang mendasari setiap kurikulum, yakni : 1. Asas filosofis yang berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara. 2. Asas psikologis yang memperhitungkan faktor anak dalam kurikulum yakni a. psikologi anak, perkembangan anak, b. psikologi belajar, bagaimana proses belajar anak. 3. Asas sosiologis, yaitu keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya, kebudayaan manusia, hasil kerja manusia herupa pengetahuan, dan Iain-lain. 4. Asas organisatoris yang mempertimbangkan bentuk dan organisasi bahan pelajaran yang disajikan. Walaupun dalam buku ini keempat asas itu akan dipaparkan lebih lanjut, dirasa perlu memberikannya lebih dahulu secara singkat. 1. Asas Filosofis Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang "baik". Apakah yang dimaksud dengan "balk" pada hakikatnya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita atau filsafat yang dianut negara, tapi juga guru, orang tua, masyarakat bahkan dunia. Perbedaan filsafat dengan sendirinya akan menimbulkan perbedaan dalam tujuan pendidikan, jadi juga bahan pelajaran yang disajikan, mungkin juga cara mengajar dan menilainya. Pendidikan di negara otokratis akan berbeda dengan negara yang demokratis, pendidikan di negara yang menganut agama Budha akan berlainan denagan pendidikan di negara yang memeluk agama Islam
  • 13. atau Kristen. Kurikulum tak dapat tiada mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat bangsa dan negara terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal. 2. Asas Psikologis a. Psikologi anak Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-situasi di mana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya. Selama berabad-abad anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain daripada orang dewasa dan karena itu mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya. Baru setelah Rousseau anak itu dikenal sebagai anak, dan dilakukan penelitian ilmiah untuk lebih mengenalnya, dan sejak permulaan abad ke-20 anak kian mendapat perhatian menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Timbullah aliran yang disebut progresif, bahkan kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan perkembangan anak, yaitu "Child centered curriculum". Kurikulum ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang ditentukan oleh orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan dan minat anak. Tentu saja kurikulum yang begitu ekstrim mengutamakan salah satu dasar akan mempunyai kekurangan-kekurangan. Namun gerakan ini tak dapat tiada menarik perhatian para pendidik, khususnya para pengembang kurikulum, untuk selalu menjadikan anak sebagai salah satu pokok pemikiran. b. Psikologi belajar Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak-anak dapat dididik, dapat dipengaruhi kelakuannya. Anak-anak dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat menerima norma-norma, dapat menguasai sejumlah keterampilan. Soal yang penting ialah : bagaimanakah anak itu belajar? Kalau kita tahu betul, bagaimana proses belajar itu berlangsung, dalam keadaan yang bagaimana belajar itu memberi hasil yang sebaik-baiknya, maka kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan cara yang seefektif-efektifnya.
  • 14. Oleh sebab belajar itu ternyata suatu proses yang pelik dan kompleks, maka timbullah berbagai teori belajar yang menunjukkan ketidaksesuaian satu sama lain. Penelitian dilakukan untuk lebih mendalam memahami proses belajar ini, banyak di antaranya dengan melakukan eksperimen. Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa tiap teori itu mengandung kebenaran, akan tetapi tidak memberikan gambaran tentang keseluruhan proses belajar itu, jadi yang mencakup segala gejala belajar, dari yang sederhana sampai yang paling pelik. Teori belajar dijadikan dasar bagi proses belajar-mengajar. Dengan demikian ada hubungan yang erat antara kurikulum dan psikologi belajar dan psikologi anak. Karena hubungan yang sangat erat itu maka psikologi menjadi salah satu dasar kurikulum. 3. Asas Sosiologis Anak tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia lainnya, ia selalu hidup dalam suatu masyarakat. Di situ ia harus memenuhi tugas-tugas yang harus dilakukannya dengan penuh tanggung-jawab, baik sebagai anak, maupun sebagai orang dewasa kelak. Ia banyak menerima jasa dari masyarakat dan ia sebaliknya harus menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarakat. Tuntutan masyarakat tak dapat diabaikannya. Tiap masyarakat mempunyai norma-norma, adat kebiasaan yang tak dapat tiada harus dikenal dan diwujudkan anak dalam pribadinya lalu dinyatakannya dalam kelakuannya. Tiap masyarakat berlainan corak nilai-nilai yang dianutnya. Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaannya. Perbedaan ini harus di-pertimbangkan dalam kurikulum. Juga perubahan masyarakat akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor pertimbangan dalam kurikulum. Oleh sebab masyarakat suatu faktor yang begitu penting dalam pengembangan kurikulum, maka masyarakat dijadikan salah satu asas. Dalam hal ini pun harus kita jaga, agar asas ini jangan terlampau mendominasi sehingga
  • 15. timbul kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau "society-centered curriculum". 4. Asas Organisatoris Asas ini herkenaan dengan masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan pelajaran akan disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya dalam bentuk broad-field atau bidang studi seperti IP A, IPS, Bahasa, dan Iain-lain. Ataukah diusahakan hubungan secara lebih mendalam dengan menghapuskan segala batas-batas mata pelajaran, jadi dalam bentuk kurikulum yang terpadu. Ilmu jiwa asosiasi yang berpendirian bahwa keseluruhan sama dengan jumlah bagianbagiannya cenderung memilih kurikulum yang subject-centered, atau yang berpusat pada mata pelajaran, yang dengan sendirinya akan terpisah-pisah. Sebaliknya ilmu jiwa Gestalt lebih mengutamakan keseluruhan, karena keseluruhan itu bermakna dan lebih relevan dengan kebutuhan anak dan masyarakat. Aliran psikologi ini lebih cenderung memilih kurikulum terpadu atau integrated kurikulum. Kembali perlu di ingatkan, bahwa tidak ada kurikulum yang baik dan tidak baik. Setiap organisasi kurikulum mempunyai kebaikan akan tetapi tidak lepas dari kektirangan ditinjau dari segi-segi tertentu. Selain itu, bermacam-macam organisasi kurikulum dapat dijalankan secara bersama di satu sekolah, bahkan yang satu dapat membantu atau melengkapi yang satu lagi. Kurikulum yang bagaimana yang harus dipilih? Pertanyaan itu diajukan karena macamnya kemungkinan. Dalam mengembangkan kurikulum harus diadakan pilihan, jadi selalu hasil semacam kompromi antara anggota panitia kurikulum. Sering dikatakan bahwa "curriculum is a matter of choice", kurikulurri adalah soal pilihan. Dalam hal ini pilihan banyak bergantung pada pendirian atau sikap seseorang tentang pendidikan. Pada umumnya dapat dibedakan dua pendirian utama, yakni yang tradisional dan yang progresif. KURIKULUM TRDISIONAL ATAU PROGRESIF
  • 16. Kurikulum tradisional yang ingin mengawetkan yang lama tidak dengan sendirinya buruk dan merugikan, oleh sebab apa yang diawetkan, selalu yang baik, apakah itu nilai-nilai, barang seni, benda, dan sebagainya. Namun dalam masa perubahan yang serba dinamis ini, menutup mata bagi perubahan akan merugikan diri sendiri. Sebaliknya kurikulum modern - progresif juga tidak dengan sendirinya baik dan luput dari, berbagai kekurangan. Menjalankan kurikulum progresif akan banyak mendapat tentangan, antara lain dari pihak guru yang terkenal karena sikap konservatifnya, juga orangitua yang telah mengecap pendidikan tradisional dan merasakan manfaatnya. Kesulitan yang dihadapi kurikulum progresif ialah, bahwa orang mengharapkan hasil-hasil tradisional dari sekolah yang progresif. Sekolah progresif misalnya mementingkan kemampuan memecahkan masalah dan menggunakan pengetahuan secara fungsional untuk memecahkan masalah itu. Tidak diharapkan siswa mempunyai pengetahuan yang uniform. Namun orang tua masih mengharapkan agar murid-murid hafal akan nama-nama geografis, tahun-tahun dan tokoh-tokoh sejarah, terampil dalam hitungan di luar kepala, dan Iain-lain. Sekolah progresif harus dinilai berdasarkan prinsip-prinsip sekolah itu. Kita inginkan agar anak-anak kreatif, sanggup berpikir sendiri, walaupun kesimpulannya lain dari yang lain, kita ingin agar anak sanggup mengadakan penelitian dan penemun, namun kita mengadakan ujian nasional yang uniform yang tidak menghiraukan perbedaan individual, dan terutama menonjolkan hafalan, tidak mengizinkan perbedaan pendapat, menentukan lebih dahulu mana yang benar yang dicoba anak mencari atau menerkanya bila menghadapi ujian bercorak objektif Di bawah ini kami cantumkan beberapa perbedaan antara pendirian tradisional dan progresif. Penganut kurikulum tradisional berpegang pada kurikulum yang didasarkan atas subjek atau mata pelajaran, yang biasanya diberikan secara terpisah-pisah. Bahan mata pelajaran diambil dari berbagai disiplin ilmu yang dibina dan senantiasa dikembangkan para ilmuwan dan karena itu mendapat penghargaan tinggi dari masyarakat. Kurikulum tradisional ini telah bertahan selama beberapa abad dan diduga akan bertahan terus sepanjang masa. Dianggap
  • 17. bahwa ilmu mempunyai nilai tersendiri dan karena itu dapat dipelajari demi ilmu itu sendiri. Selain itu mempelajari ilmu akan mengembangkan kemampuan intelektual anak. Penganut kurikulum progresif atau modern tidak menolak ilmu, akan tetapi tidak dipelajari demi ilmu sendiri, akan tetapi untuk digunakan dalam memecahkan suatu masalah. Sambil memecahkan masalah siswa mengumpulkan ilmu yang diperlukan. Mengumpulkan ilmu demi ilmu yang tidak fungsional hanya membebani otak dengan hal-hal yang mubazir. Tujuan pendidikan bukan hanya mengembangkan aspek intelektual saja melainkan keseluruhan pribadi anak dalam segala aspek. Dalam kurikulum tradisional diperlukan pengarahan, pengawasan, kontrol dan disiplin yang ketat, agar siswa mempelajari bahan yang sama dan mencapai tingkat penguasaan yang sama. Sebaliknya kurikulum yang progresif lebih banyak memberi kebebasan kepada siswa untuk menentukan apa yang akan dipelajarinya, sesuai dengan minat dan kesanggupannya dalam suasana yang mengizinkan kebebasan. Apa yang dipelajari dalam kurikulum tradisional dianggap akan berguna kelak di kemudian hari anak, karena banyak pelajaran yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan kehidupan anak dalam masyarakat. Di lain pihak, kurikulum progresif memilih masalahmasalah yang nyata dalam kehidupan anak dan masyarakat. Kurikulum tradisional menyamaratakan semua siswa baik mengenai bahan, metode belajar-mengajar, maupun evaluasi. Kurikulum progresif memperhatikan bahkan membantuperkembangan keunikan individu. Kurikulum tradisional menerima kenyataan dalam masyarakat sebagaimana adanya, sedangkan kurikulum progresif berusaha untuk mengubah lingkungan untuk membentuk dunia yang lebih baik. Kalau diteliti lebih lanjut dapat lagi kita temui perbedaan lain antara kedua pendekatan dalam pengembangan kurikulum. Dapat kita katakan, bahwa kurikulum progresif merupakan reaksi dalam berbagai bentuk terhadap
  • 18. kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam kurikulum tradisional. Namun betapapun kritik terhadap kurikulum tradisional, kurikulum ini tetap bertahan. Juga kurikulum progresif tidak bebas dari kritik yang tajam dari berbagai pihak. Yang paling berpengaruh ialah kritik bahwa kurikulum ini kurang mengembangkan kemampuan intelektual anak, sehingga setelah peluncuran Sputnik, aliran progresif mengalami pukulan hebat, dengan ditonjolkannya kembali kurikulum yang berdasarkan disiplin ilmu, akan tetapi akibatnya ialah, bahwa faktor anak kembali dianaktirikan. KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM Ralph W.Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction (1949), salah satu buku yang paling berpengaruh dalam pengembangan kurikulum, mengajukan 4 pertanyaan pokok, yakni : 1. Tujuan apa yang harus dicapai sekolah? 2. Bagaimanakah memilih bahan pelajaran guna mencapai tujuan itu? 3. Bagaimanakah bahan disajikan agar efektif diajarkan? 4. Bagaimanakah efektivitas belajar dapat dinilai? Berdasarkan pertanyaan itu, maka diperoleh keempat komponen kurikulum yakni, (1) tujuan, (2) bahan pelajaran, (3) proses belajar-mengajar, (4) evaluasi atau penilaian. Keempat komponen itu dapat kita gambarkan dalam bagan sebagai berikut: „ TUJUAN i, EVALUASI BAHAN ^ * ^-~ PBM Keempat komponen itu saling berhubungan. Setiap komponen bertalian erat dengan ketiga komponen lainnya. Tujuan menentukan bahan apa yang akan dipelajari, bagaimana proses belajarnya, dan apa yang harus dinilai. Demikian pula
  • 19. penilaian dapat mempengaruhi komponen lainnya. Pada saat dipentingkan-
  • 20. nya evaluasi dalam bentuk ujian, misalnya Ebtanas, UMPTN, maka timbul kecenderungan untuk menjadikan bahan ujian sebagai tujuan kurikulum, proses belajar-mengajar cenderung mengutamakan latihan dan hafalan. Bila salah satu komponen berubah, misalnya ditonjolkannya tujuan yang baru, atau proses belajar-mengajar, misalnya metode baru, atau cara penilaian, maka semua komponen lainnya turut mengalami perubahan. Kalau tujuannya jelas, maka bahan pelajaran, PBM, maupun evaluasi pun lebih jelas. Pola kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler ini tampaknya sangat sederhana, namun dalam kenyataannya lebih kompleks daripada yang diduga. Tak mudah menentukan tujuan pendidikan atau pelajaran, tak mudah pula menentukan bahan yang tepat guna mencapai tujuan itu, misalnya bahan untuk mendidik anak agar menjadi manusia pembangun, jujur, kerja keras, dan sebagainya. Menentukan PBM yang efektif tak kurang sulitnya, karena keberhaslannya baru diketahui setelah dinilai. Konsep tayle tentang komposisi kurikulum tentu mendapat kritik, namun masih dipertimbangkan hingga sekarang. RANGKUMAN 1. Kurikulum yang semula berarti jarak yang harus ditempuh, kemudian menjadi sejumlah mata pelajaran yang harus dilalui untuk mendapat ijazah. 2. Para ahli kurikulum "modern" cenderung memberikan pengertian yang lebih luas, sehingga meliputi kegiatan di luar kelas, bahkan juga mencakup segala sesuatu yang dapat mempengaruhi kelakuan siswa, termasuk kebersihan kelas, pribadi guru, sikap petugas sekolah, dan Iain-lain. 3. Kurikulum dapat dipandang dari berbagai segi, yakni, curriculum as a product, as a program, as intended learnings, as the experiences of the learner. Dapat pula kita memandangnya sebagai formal curriculum, ideal, real, actual curriculum atau potential learning experiences.
  • 21. 4. Ada kebaikan dan kelemahan pengertian kurikulum yang terlampau luas atau terlampau sempit. Hilda Taba memandang kurikulum sebagai "a plan for learning". 5. Ada kecenderungan pengertian kurikulum meluas, karena banyak tugas yang sedianya oleh rumah tangga dan lembaga informal lainnya dibebankan kepada sekolah. 6. Kurikulum senantiasa harus diubah karena perubahan masyarakat akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan kurikulum berjalan kontinu kalau tidak mau ketinggalan zaman. 7. Karena adanya macam-macam defmisi kurikulum, tiap guru harus menentukan tafsirannya sendiri. Pilihannya itu akan mempengaruhi konsepsinya tentang tugasnya sebagai pendidik. la dapat menganut pendirian yaang tradisional atau progresif. PERTANYAAN DAN TUGAS 1. Jelaskan perkembangan pengertian kurikulum. 2. Jelaskan arti kurikulum sebagai product, program, intended learnings, the experiences of the learner. Juga pengertian kurikulum formal, real, ideal, potential, actual. 3. Bandingkan berbagai defmisi yang tercantum dalam pelajaran, antara lain mengenai luas cakupannya. 4. Bagaimanakah pengertian kurikulum di sekolah kita? 5. Dikatakan, bahwa praktik kurikulum jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan teorinya. Jelaskan. 6. Sebutkan asas-asas kurikulum. Selidiki azas-azas itu pada kurikulum yang berlaku di sekolah kita. 7. Menurut Saudara siapakah yang mengembangkan kurikulum? Apakah orangtua, begitu juga murid harus tout dalam pengembangan kurikulum? 8. Bagaimana pendapat Saudara tentang guru sebagai pengembang kurikulum? 9. Di antara asas-asas kurikulum, asas manakah yang paling banyak mengalami perubahan? Mana yang paling sedikit atau tidak berubah? 10. Perbedaan apakah yang mungkin timbul di antara anggota panitia pengembangan kurikulum?
  • 22. 11. Bila dibandingkan kurikulum sebelum dan sesudah kita merdeka perbedaan apakah kiranya yang kita dapati? 12. Jelaskan adanya hubungan yang erat di antara komponenkomponen kurikulum. Jelaskan bahwa perubahan dalam satu komponen mempengaruhi komponen lainnya. 13. Ada kurikulum yang tidak direncanakan, yakni "hidden curriculum" atau kurikulum yang tersembunyi. Tahukah Saudara apa maksudnya dan memberi beberapa contoh?
  • 23. BAB 2 ASAS-ASAS FILOSOFIS Filsafat sangat penting karena harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang setiap aspek kurikulum. Untuk tiap keputusan harus ada dasarnya. Filsafat adalah cara berpikir yang sedalam-dalamnya, yakni sampai akarnya tentang hakikat sesuatu. Ada orang yang berpendapat bahwa guru tak perlu mempelajari filsafat, karena sangat abstrak dan karena itu tak praktis dan tidak ada manfaatnya bagi pekerjaannya. Pendirian itu terlampau picik, karena apa yang dilakukan guru harus didasarkan pada apa yang dipercayai, diyakininya sebagai benar dan baik. Filsafat itu antara lain menentukan kepercayaan kita tentang : apakah hakikat manusia, khususnya hakikat anak dan sifat-sifatnya, apakah sumber kebenaran dan nilai-nilai yang hendaknya menjadi pegangan hidup kita, tentang apakah yang baik, apakah hidup yang baik, apakah yang sebaiknya diajarkan kepada anak-didik, apakah peranan sekolah dalam masyarakat, apakah peranan guru dalam proses belajar mengajar, dan Iain-lain. Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang apa yang mereka junjung tinggi. Filsafat yang kabur akan menimbulkan kurikulum yang tidak menentu arahnya. Kini terdapat berbagai aliran filsafat, masing-masing dengan dasar pemikiran tersendiri. Di sini akan kami bicarakan dengan singkat beberapa buah yakni : 1. Aliran Perennialisme Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang "abadi, universal dan absolut" atau "perennial" yang ditemukan dan diciptakan para pemikir unggul sepanjang masa, yang dihimpun dalam "the Great Books" atau "Buku Agung". Kebenaran dalam buku itu bertahan teguh terhadap segala perubahan zaman. Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas subject atau mata pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan
  • 24. seperti IPA atau IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat mengembangkan kemampuan intelektual seperti matematika, fisika, kimia, biologi yang diajarkan, sedangkan yang berkenaan emosi dan jasmani seperti seni rupa, olah raga sebaiknya dikesampingkan. Pelajaran yang diberikan termasuk pelajaran yang sulit karena memerlukan inteligensi tinggi. Kurikulum ini memberi persiapan yang sungguhsungguh bagi studi di perguruan tinggi. 2. Aliran Idealisme Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari "atas", dari dunia supranatural dari Tuhan. Boleh dikatakan hampir semua agama menganut filsafat idialisme. Kebenaran dipercayai datangnya dari Tuhan yang diterima melalui wahyu. Kebenaran ini, termasuk dogma dan norma-normanya bersifat mutlak. Apa yang datang dari Tuhan baik dan benar. Tujuan hidup ialah memenuhi kehendak Tuhan. Filsafat ini umumnya diterapkan di sekolah yang berorientasi religius. Semua siswa diharuskan mengikuti pelajaran agama, menghadiri khotbah dan membaca Kitab Suci. Biasanya disiplin termasuk ketat, pelanggaran diberi hukuman yang setimpal bahkan dapat dikeluarkan dari sekolah. Namun pendidikan intelektual juga sangat diutamakan dengan menentukan standar mutu yang tinggi. 3. Aliran Realisme Filsafat realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukumhukum alam. Mutu kehidupan senatiasa dapat ditingkatkan melalui kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan hidup ialah memperbaiki kehidupan melalui penelitian ilmiah. Sekolah yang beraliran realisme mengutamakan pengetahuan yang sudah mantap sebagai hasil penelitian ilmiah yang dituangkan secara sistemetis dalam berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran. Di sekolah akan dimulai dengan teori-teori dan prinsip-prinsip yang fundamental, kemudian praktik dan aplikasinya.
  • 25. Karena mengutamakan pengetahuan yang esensial, maka pelajaran "embel-embel" seperti keterampilan dan kesenian dianggap tidak perlu. Kurikulum ini tidak memperhatikan minat anak, namun diharapkan agar menaruh minat terhadap pelajaran akademis. la harus sungguh-sungguh mempelajari buku-buku berbagai disiplin ilmu. Penguasaan ilmu yang banyak berkat studi yang intensif adalah persiapan yang sebaik-baiknya bagi lanjutan studi dan kehidupan dalam masyarakat. Dapat dibayangkan banyaknya murid yang tidak mampu mengikuti studi akademis serupa ini. 4. Aliran Pragmatisme" Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau utilitarianisme dan berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif dan dapat berubah. Yang baik, ialah yang berakibat baik bagi masyarakat. Tujuan hidup ialah mengabdi kepada masyarakat dengan peningkatan kesejahteraan manusia. Tugas guru bukan mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan, melainkan memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan masalah, atas dasar kepercayaan bahwa belajar itu hanya dapat di lakukan oleh anak sendiri, bukan karena "dipompakan ke dalam otaknya". Yang penting ialah bukan "what to think" melainkan "how to think" yakni melalui pemecahan masalah. Pengetahuan diperoleh bukan dengan mempelajari mata pelajaran, melainkan karena digunakan secara fungsional dalam memecahkan masalah. Aliran pragmatisme sering sejalan dengan aliran rekonstruksionisme yang berpendirian bahwa sekolah harus berada pada garis depan pembangunan dan perubahan masyarakat. Sekolah ini menjauhi indoktrinasi dan mengajak siswa secara kritis menganalisis isu-isu sosial. Dalam perencanaan kurikulum orangtua dan masyarakat sering dilibatkan agar dapat memadukan sumber-sumber pendidikan formal dengan sumber sosial,
  • 26. politik dan ekonomi guna memperbaiki ekonomi kondisi hidup manusia. Banyak di antara penganut aliran ini memandang sekolah sebagai masyarakat kecil. 5. Aliran Eksistensialisme Filsafat ini mengutamakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda secara individual dan ditentukan masing-masing secara bebas, namun dengan pertimbangan jangan menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah menyempurnakan diri, merealisasikan diri. Sekolah yang berdasarkan eksistensialisme mendidik anak agar is menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas orang lain. la hrus bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri secara bertanggungjawab. Sekolah ini menolak segala kurikulum, pedoman, instruksi, buku wajib, dan Iain-lain dari pihak luar. Anak harus mencari identitasnya sendiri, menentukan standardnya sendiri dan kurikulumnya sendiri. Dengan sendirinya mereka tidak dipersiapkan untuk menempuh ujian nasional. Dari segala mata pelajaran, mungkin ilmu-ilmu sosial yang paling menarik mereka Pendidikan moral tidak diajarkan kepada mereka, juga tidak ditetapkan aturan-aturan yang harus mereka patuhi. Bimbingan yang diberikan sering bersifat non-directive, di mana guru banyak mendengarkan dan mengajukan pertanyaan tanpa mengingatkan apa yang harus dilakukan anak. Cicero memandang filsafat sebagai ilmu tentang hal-hal yang semuluk-muluknya. Filsafat ialah "induk segala ilmu". Tujuan filsafat ialah membentuk suatu pandangan yang sistematis tantang keseluruhan ilmu. Ini berarti bahwa seorang ahli filsafat harus dapat mencernakannya dan mengasimilasikannya berkat proses yang disebut berpikir. Pekerjaan ini sangat sulit dan tak mungkin dilakukan oleh setiap orang biasa. Ilmu pengetahuan dewasa ini sangat luas dan pelik dan tak mungkin lagi bagi seorang untuk menguasainya, bahkan satu cabang disiplin ilmu sekalipun sulit dikuasai sepenuhnya. Dalam arti ini, tak mungkin setiap orang mempunyai filsafat. Dan bila dikatakan bahwa tiap guru harus mempunyai filsafat, maka kata itu digunakan dalam arti yang berlainan, yakni
  • 27. sebagai "suatu sistem nilai-nilai", suatu pandangan hidup. Manusia telah menemukan tenaga atom berkat kemajuan ilmu pengetahuan, akan tetapi bila ditanya, untuk apakah tenaga itu digunakan, untuk perang yang dapat menghancurkan umat manusia atau untuk peningkatan kehidupan manusia, maka kita memasuki lapangan nilai-nilai atau filsafat. Ilmu menemukan pengetahuan dan teknologi, akan tetapi penggunaannya ditentukan oleh filsafat atau nilai-nilai. Kalau filsafat di tafsirkan sebagai sistem nila-nilai, apakah setiap orang dapat mempunyai suatu filsafat sendiri? Filsafat dengan pengertian ini telah ada sejak ada manusia di bumi ini, sejak Adam dan Hawa. Dalam arti ini filsafat bukanlah sesuatu yang maha-sulit dan pelik, melainkan sesuatu yang biasa yang dapat dimiliki setiap orang yang berpikir dan mencoba menafsirkan makna dan nilai hidup bagi dirinya, dan mencari suatu sistem nilai-nilai yang menjadi pegangannya dalam menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya dan dengan demikian memberi corak tertentu kepada kelakuannya. Filsafat ialah pendapat yang sejujur-jujurnya tentang makna hidup baginya. Walaupun tiap orang pernah berpikir tentang apa arti hidup ini baginya, belum tentulis dikatakan mempunyai suatu filsafat hidup. Sering seorang kurang sadar dan kurang jelas mengetahui nilai-nilai apa yang dianutnya. Pandangan hidup kabur, tak konsisten, tak berakar prinsip-prinsip yang jelas. Kelakuannya tidak menunjukkan corak tertentu. Filsafat ialah sesuatu yang menunjukan suatu sistem, yang dapat menentukan arah hidup dan serta menggambarkan nilai-nilai apa yang paling dihargai dalam hidup seseorang. Filsafat serupa inilah yang harus dimiliki setiap guru, setiap pendidik, agar dapat membantu anak membentuk pandangan hidup yang sehat. Dalam filsafat gurulah terkandung gambaran tentang masyarakat yang akan dibangun, manusia apakah yang harus dibentuk, kurikulum apakah yang akan digunakan. Tujuan, metode, alat pendidikan, pandangan tentang anak, ditentukan oleh filsafat yang dianutnya. Pendidikan yang diberikan berdasarkan filsafat tidak merupakan rangkaian perbuatan mekanis yang lepas-lepas akan tetapi merupakan suatu kebulatan mengarah kepada tujuan tertentu.
  • 28. Sekolah tanpa filsafat laksana kapal tanpa kemudi. Filsafat yang berbeda atau bertentangan di kalangan pendidik tak akan membawa bahtera pendidikan ke arahtujuantertentu. Segala keputusan yang diambil mengenai pendidikan atau kurikulum, bila ditelusuri secara lebih mendalam, mempunyai dasar filosofis. Sering filsafat yang mendasarinya tidak dinyatakan secara eksplisit. Keputusan tentang PPSI, CBSA, muatan lokal, pendidikan dasar 9 tahun, tentu ada dasar falsafahnya. Demikian pula di dalam kelas, bila guru menghukum atau memuji anak, menjalankan disiplin keras atau lunak, mendorong atau melarang anak menjadi penyanyi, membolehkan anak-anak bekerja sama, menyuruh anak mencari data dari lapangan, di belakang tindakan itu ada falsafahnya. Tentu diharapkan agar tindakan itu mempunyai dasar filosofis yang konsisten. APAKAH GUNA FILSAFAT PENDIDIKAN? Pentingnya filsafat bagi pendidikan nyata bila kita ketahui besar manfaatnya bagi kurikulum yakni : 1. Filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing. Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi filsafat menentukan tujuan pendidikan. 2. Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk. 3. Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan itu. 4. Filsafat memberi kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak. 5. Tujuan pendidikan memberi petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan itu telah tercapai. 6. Tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar mengajar, bila jelas diketahui apa yang ingin dicapai. FILSAFAT PENDIDIKAN DI INDONESIA
  • 29. Tujuan pendidikan, yang ingin dicapai dengan pendidikan ditentukan oleh filsafat yang dianut oleh pemerintah, atau penguasa dalam suatu negara. Kalau pemerintahan bertukar, dengan sendirinya tujuan pendidikan pun berubah sama sekali. Pemerintah Belanda yang menguasai Indonesia selama tiga setengah abad menganut paham imperialisme dan kolonialisme yang bertujuan untuk mempertahankan agar lebih lama dapat memperoleh keuntungan dari tanah jajahannya antara lain dengan menghalangi, memperlambat, atau sangat membatasi pendidikan bagi orang Indonesia. Kebanyakan anak yang bersekolah hanya di sekolah desa yang boleh dikatakan tak mendapat kesempatan untuk melanjutkan pelajaran. Segelintir anak dibolehkan memasuki sekolah yang berbahasa Belanda akan tetapi jalan ke sekolah lanjutan sangat dipersempit. Bahasa Belanda digunakan untuk menahan orang lolos ke sekolah yang lebih tinggi. Adanya sekolah lanjutan hanya karena keperluan mereka akan pegawai di kantor pemerintah atau swasta. Kurikulum di sekolah yang berbahasa Belanda sama dengan yang apa yang berlaku di negeri Belanda sendiri. Untung masih bisa lolos beberapa anak Indonesia untuk mengecap pendidikan tinggi, antara lain Soekarno, Hatta dan Iain-lain yang berhasil menghentikan penjajahan dari bumi Indonesia ini. Jepang yang kemudian menduduki negara kita, segera menghapus segala sisa-sisa pendidikan yang berbau Belanda. Bahasa Jepang di ajarkan sebagai pengganti bahasa Belanda dan mujurnya bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar di semua tingkatan sekolah. Latihan militer diberikan untuk membantu mereka dalam mempertahankan jajahannya. Hormat terhadap kaisar Jepang di tanamkan dalam upacara-upacara. Kemerdekaan Indonesia yang kita rebut dari tangan penjajah, merombak sistem pendidikan secara radikal dengan mendasarkannya atas filsafat bangsa kita, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara. PANCASILA SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN
  • 30. Pancasila yang kita akui dan terima sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa kita, yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari, dijadikan pula filsafat pendidikan kita. Seperti dinyatakan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1968, Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia dan negara kita. Di samping itu, bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Kesadaran dan cita-cita moral Pancasila sudah berurat berakar dalam kebudayaan bangsa Indonesia, yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan, jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia secara pribadi, dalam hubungan dengan alam, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah, dan kebahagiaan rohaniah. Seperti kita ketahui, Pancasila terdiri atas : 1. Ketuhanan yang Maha Esa. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Persatuan Indonesia. 4. Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Walaupun Pancasila dirumuskan menjelang kemerdekaan kita, pada hakikatnya ia telah hidup dalam masyarakat Indonesia sejak dahulu kala dalam moral, adat istiadat, dan kebiasaan bangsa kita. " Dengan adanya kemerdekaan Indonesia, maka Pancasila itu bukanlah lahir, atau baru dijelmakan, tetapi sebe-narnya, dengan adanya kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia, Pancasila itu bangkit kembali" (M. Nasroen, dalam Pantjasila Pusaka Lama , 1954 ) Oleh sebab Pancasila diakui sebagai pandangan hidup bangsa, maka sudah seharusnya prinsip-prinsip itu di sampaikan kepada generasi muda melalui pendidikan dan pengajaran.
  • 31. Dalam undang-undang tentang dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah, bab III, pasal 4, tercantum : " Pendidikan dan pengajaran berdasarkan asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia". Asas-asas itu seyogianya diwujudkan dalam pendidikan di sekolah maupun di luar rumah. Asas-asas yang masih bersifat umum itu masih perlu diuraikan agar lebih jelas untuk dijadikan pedoman dalam pendidikan. Sila Ke-Tuhanan Yang Maha Esa Agama sering merupakan pokok persengketaan antara manusia dengan sesamanya, bahkan sejak berabad-abad hingga sekarang bangsa-bangsa bersengketa karena perbedaan agama dan menimbulkan banyak penderitaan, walaupun tiap agama pada prinsipnya tidak menganjurkan penganutnya untuk menyakiti orang lain. Perbedaan agama juga terdapat di Indonesia, namun senantiasa hidup damai berdampingan. Perang agama seperti terdapat di benua lain tidak pernah kita kenal di Tanah air kita. Bahkan saling membantu mendirikan mesjid atau gereja oleh orang sekampung yang berbeda agama bisa terjadi. Agama tidak menimbulkan keretakan dalam agama dan adat-istiadat. Pancasila menjamin hak setiap warga Indonesia memuja Tuhan dan memeluk agamanya masing-masing. Bahwa agama dipentingkan oleh pemerintah nyata dengan diwajibkannya pelajaran agama di sekolah, dari SD sampai Perguruan Tinggi. Sekolah berkewajiban membantu anak-anak hidup menurut agamanya sambil memupuk rasa toleransi, pengertian dan rasa hormat terhadap penganut agama lain. Ketetapan MPR No. II/MPR/1978, yang juga dinamakan "Ekaprasetia Pancakarsa", memberi petunjuk nyata dan jelas tentang wujud kelima sila dalam Pancasila.
  • 32. Mengenai sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa diberi uraian sebagai berikut : (1) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. (2) Hormat-menghormati dan bekerja-sama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup. (3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. (4) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Nasionalisme yang melewati batas, yakni " chauvinisme" dapat mengandung bahaya, karena mendewakan negara sendiri sambil memandang rendah terhadap bangsa-bangsa lain. Nasionalisme yang berlebihan sering menimbulkan peperangan dan karena itu harus dibatasi. Kerja sama antar bangsa menjadi syarat mutlak bila kita ingin mencegah pemusnahan umat manusia dari permukaan bumi ini. Sila Kemanusiaan dalam Pancasila menghargai manusia dan menghormati setiap bangsa. Atas dasar Kemanusiaan kita turut berusaha memelihara perdamaian dunia. Soal dunia adalah soal tiap negara. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menciutkan segala jarak dan membuat dunia ini relatif kecil, sehingga apa yang terjadi di suatu negara mempengaruhi bagian-bagian lain di dunia. Masalah ledakan penduduk, populasi udara dan lautan, percobaan bom atom, menipisnya lapisan ozon, menjadi masalah bagi semua negara, termasuk kita di Indonesia. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab diuraikan sebagai berikut: (1) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. (2) Saling mencintai sesama manusia. (3) Mengembangkan sikap tenggang rasa. (4) (Tak) semena-mena terhadap orang lain.
  • 33. (5) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. (6) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. (7) Berani membela kebenaran dan keadilan. (8) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain. Sila Persatuan Indonesia Sila ini merupakan dorongan yang kuat dalam membebaskan Tanah Air kita dari belenggu penjajahan dan kolonialisme. Sila ini dianggap sangat penting dalam menciptakan pendidikan nasional. Kesatuan Bangsa dan Negara merupakan syarat mutlak dalam pembangunan negara kita. Telah sering kesatuan negara kita diancam oleh perpecahan, namun tetap tegak teguh dengan perkasa. Sekolah berkewajiban untuk memupuk rasa kebangsaan, rasa kesatuan dan persatuan dalam hati sanubari tiap anak. Mereka harus dengan rasa bangga dapat mengatakan "Saya anak Indonesia" dari daerah mana pun mereka berasal. Memupuk rasa persatuan sangat mutlak diperlukan, karena keadaan geografis Indonesia, yang terdiri atas ribuan pulau, tersebar dalam jarak seperdelapan khatulistiwa, dihuni oleh penduduk yang mempunyai ratusan macam bahasa dan adat istiadat yang terbentuk selama berabad-abad dalam keadaan isolasi alamiah. Terbentuknya kesatuan dan persatuan sungguh merupakan suatu prestasi nasional yang luar biasa, bila kita pikirkan bahwa negara lain yang kecil namun dilanda oleh perpecahan yang menjerumuskan penduduk ke dalam jurang kesengsaraan. Kesatuan Indonesia dibantu oleh alat komunikasi yang kian canggih dan mendekatkan apa yang semula jauh. Kesatuan bukanlah tujuan akan tetapi suatu jalan atau alat untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bagi segenap bangsa Indonesia. Sila Persatuan Indonesia selanjutnya diuraikan sebagai berikut :
  • 34. (1) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. (2) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. (3) Cinta Tanah Air dan Bangsa. (4) Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia. (5) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan. Kerakyatan atau demokrasi sering ditafsirkan sebagai hak setiap warga negara untuk memilih pemerintahan sendiri. Dasar ini mengakui, bahwa manusia mempunyai hak yang sama untuk menentukan politik negara. Negara itu bukan untuk dinikmati oleh hanya segelintir manusia yang berkuasa politis atau ekono-mis, melainkan untuk kepentingan seluruh rakyat. Keputusan diambil berdasarkan musyawarah, dengan jalan perundingan oleh wakil-wakil yang dipilih rakyat dan tidak didiktekan oleh pihak atasan. Agar rakyat dapat mengeluarkan pendapat secara bertanggung jawab, perlulah pendidikan. Demokrasi dikatakan mempunyai tiga prinsip utama, yakni: (1) Rasa hormat terhadap pribadi dan harkat manusia. (2) Kepercayaan, bahwa setiap manusia biasa mempunyai pikiran yang sehat dan dapat berpikir inteligen. (3) Kerelaan berbakti kepada kesejahteraan bersama. Demokrasi menjamin hak setiap warga negara, tanpa menghiraukan kesukuan, agama, jenis kelamin, atau kedudukan. Hal ini antara lain dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar yang menyatakan, bahwa "Tidak seorang pun boleh diperbudak, diperulur, atau diperhamba" Asas ini mempunyai pengaruh penting dalam pendidikan, antara lain dalam huhungan orang tua atau guru terhadap anak. Anak pun manusia penuh dan harus dihormati pendapatnya, harus diberi kesempatan mengeluarkan pendapatnya secara bebas, diturutsertakan dalam diskusi dalam hal-hal yang menyangkut
  • 35. dirinya. Sikap demokrasi menghapuskan sisa-sisa sikap feodalisme dan kolonialisme yang bertindak otokratis dan otoriter. Dalam metode mengajar pun lebih banyak diadakan diskusi dalam suasana bebas namun berdisiplin. Anak wanita diberi kesempatan yang sama untuk menempuh pendidikan apa pun sampai tingkat yang setinggi-tingginya. Sila ini selanjutnya diuraikan sebagai berikut: (1) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. (2) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. (3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. (4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. (5) Dengan itikad baik dan tanggung-jawab menerima dan melaksanakan. (6) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. (7) Keputusan yang diambil hams dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Mempunyai hak yang sama dalam memilih wakil rakyat belum cukup. Setiap orang ingin agar kebutuhannya sehari-hari dipenuhi, seperti makan yang cukup, pakaian, kesempatan berekreasi, memiliki rumah sendiri, menyekolahkan anak sampai tingkat yang setinggi-tingginya, mendapatkan pekerjaan, dan menikmati hari tua yang tenang. Rakyat.kita masih banyak tergolong miskin, walaupun negara kita terkenal sebagai negara yang kaya raya. Kekayaan melimpah, ekspor kita meningkat secara drastis, namun pembagiannya belum merata, sehingga jurang kaya-miskin kian melebar. Sila keadilan sosial menuntut agar kekayaan dan kemakmuran itu
  • 36. merata bagi segenap rakyat kita. Akan tetapi di samping itu kita tidak boleh enggan menyingsing lengan dan bekerja keras. Anak-anak dididik agar menghormati setiap pekerjaan yang jujur dan tidak memandang rendah terhadap pekerjaan dengan tangan. Anak juga hams diajar hidup hemat dengan menabung untukharidepan. Akhirnya sila diuraikan lagi sebagai berikut: (1) Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan. (2) Bersikap adil. (3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. (4) Menghormati hak-hak orang lain. (5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain. (6) Menjauhkan sikap pemerasan terhadap orang lain. (7) Tidak bersikap boros. (8) Tidak bergaya hidup mewah. (9) Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum. (10) Suka bekerja keras. (11) Menghargai hasil karya orang lain. (12) Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. Agar Pancasila daya yang dinamis yang mewarnai seluruh tindakan kita, kita masing-masing harus merenungkan, memahami, menghayatinya dengan berpegang pada "Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila" atau " Eka Prasetia Pancakarsa". TUJUAN PENDIDIKAN DI INDONESIA Dalam Tap. MPR No.II / MPR / 1988 tentang GBHN tercantum : Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
  • 37. Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggungjawab, mandiri, cerdas, danterampil serta sehat jasmani danrohani. Pendidikan nasional harus juga mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap serta perilaku yang inovatif. Dengan demikian pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa. Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 4), tertera : Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan yang berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan rohani dan jasmani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, dasar pendidikan Nasional adalah Falsafah Negara Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Pasal 3 mengatakan: (1) Tujuan pendidikan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan yang berpancasila dan membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterthripilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945. (2) Seluruh program pendidikan terutama Pendidikan Umum dan bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial, harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila dan unsur-unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa nilai-nilai 1945 kepada Generasi Muda.
  • 38. Tujuan Pendidikan Nasional yang sangat umum itu diuraikan lebih lanjut dalam tujuan institusional yakni tujuan yang harus dicapai oleh suatu jenis sekolah tertentu. Bagi SMA misalnya tujuan institusional umum ialah agar lulusannya: a. Menjamin warga negara yang baik sebagai manusia yang utuh sehat, kuat lahir dan batin. b. Menguasai hasil-hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di Sekolah Menengah Umum tingkat Pertama. c. Memiliki bekal untuk melanjutkan studinya ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi dengan menempuh : 1. program umum yang sama bagi semua siswa. 2. program pilihan bagi mereka yang mempersiapkan dirinya untuk studi di lembaga pendidikan yang lebih tinggi. d. memiliki bekal untuk terjun ke masyarakat dengan mengambil keterampilan untuk bekerja yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan minatnya dan kebutuhan masyarakat. Tujuan khusus pendidikan SMA adalah agar lulusan : a. Dibidangpengetahuan: 1. Memiliki pengetahuan tentang agama atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar kenegaraan dan Pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. 3. Memiliki pengetahuan yang fungsional tentang fakta dan kejadian penting yang aktual, baik lokal, regional, nasional, maupun internasional. 4. Menguasai pengetahuan dasar dalam bidang matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan bahasa (khususnya bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) serta menguasai pengetahuan yang cukup lanjut dalam satu atau beberapa dari bidang pengetahuan tersebut di atas. 5. Memiliki pengetahuan tentang berbagai jenis dan jenjang pekerjaan yang ada di masyrakat serta syarat-syaratnya. 6. Memiliki pengetahuan tentang berbagai unsur kebudayaan dan tradisi
  • 39. nasional. 7. Memiliki pengetahuan dasar tentang kependudukan, kesejahteraan keluarga, dan kesehatan. b. Dibidangketerampilan: 1. Menguasai cara belajar yang baik. 2. Memiliki keterampilan memecahkan masalah dengan sistematis. 3. Mampu membawa/memahami isi bacaan yang agak lanjut dalam bahasa Indonesia dan bacaan sederhana dalam bahasa Inggris yang berguna baginya. 4. Memiliki keterampilan mengadakan komunikasi sosial dengan orang lain, lisan maupun tulisan dan keterampilan mengekspresi diri sendiri, lisan maupun tertulis. 5. Memiliki keterampilan olah raga dan kebiasaan olah raga. 6. Memiliki keterampilan sekurang-kurangnya dalam satu cabang kesenian. 7. Memiliki keterampilan dalam segi kesejahteraan keluarga dan segi kesehatan. 8. Memiliki keterampilan dalam bidang administrasi dan kepemimpinan. 9. menguasai sekurang-kurangnya satu jenis keterampilan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhan lingkungan. c. Di bidang nilai dan sikap: 1. Menerima dan melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 2. Menerima dan melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dianutnya, serta menghormati dan kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa yang dianut orang lain. 3. Mencintai sesama manusia, bangsa, dan lingkungan sekitarnya. 4. Memilki sikap demokratis dan tenggang rasa. 5. Memiliki rasa tanggung jawab dalam pekerjaan dan masyarakat. 6. Dapat mengapresiasi kebudayaan dan tradisi nasional. 7. Percaya pada diri sendiri dan bersikap makarya. 8. Memiliki minat dan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan. 9. Memiliki kesadaran akan disiplin dan patuh pada peraturan yang berlaku, bebas danjujur.
  • 40. 10. Memiliki inisiatif, daya kreatif, sikap kritis, rasional dan obyektif dalam memecahkanpersoalan. 11. Memiliki sikap hemat dan produktif. 12. Memiliki minat dan sikap yang positif dalam konstruktif terhadap olah raga dan hidup sehat. 13. Menghargai setiap jenis pekerjaan dan prestasi kerja di masyarakat tanpa memandang tinggi rendahnya nilai sosial/ekonomi masing-masing jenis pekerjaan tersebut dan berjiwa pengabdian kepada masyarakat. 14. Memiliki kesadaran menghargai waktu. Demikianlah secara lengkap tujuan institusional yang harus diwujudkan kepada murid-murid SMA. Tujuan itu pun masih bersifat umum dan perlu diuraikan lagi menjadi tujuan yang terperinci yakni: Tujuan kurikuler yaitu tujuan yang harus dicapai oleh suatu program bidang studi, dan tujuan instruksional, yang harus dicapai oleh suatu pelajaran. Tujuan pendidikan nasional, yaitu membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila, yang kemudian diuraikan dalam sejumlah butir-butir sebagai penjelasan makna tiap sila, diuraikan selanjutnya dalam tujuan-tujuan yang lebih kongkrit berupa tujuan-tujuan institusional, antara lain yang harus dicapai oleh tiap tingkatan dan jenis sekolah. Tujuan-tujuan ini pun masih terlampau umum untuk dapat diwujudkan dalam situasi kelas. Karena itu tiap tujuan institusional masih perlu diuraikan dalam tujuan tiap bidang studi yang mempunyai tujuan yang lebih spesifik, namun masih perlu lagi diperinci dalam tujuan-tujuan yang dapat direalisasikan dalam kelas, yang masih dapat bersifat umum, yang disebut Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Di bawah ini kami berikan beberapa contoh TIU dan TIK. Contoh 1. Bidang Studi : Ilmu pengetahuan sosial Mata Pelajaran : Ekonomi dan koperasi Topik : Produksi nasional dan pendapatan Nasional Kelas : I (satu)
  • 41. Semester : 1 (pertama) Waktu : 3 x45 menit Tujuan Instruksional 1. Tujuan Instruksional Umum Agar siswa mengetahui serta memahami Produksi Nasional dan Pendapatan Nasional. 2. Tujuan Instruksional Khusus 1.1. Agar siswa dapat menjelaskan perbedaan dan persamaan antara Produksi Nasional dan Pendapat Nasional. 1.2. Agar siswa dapat menyebutkan unsur dari Produksi Nasional dan Pendapatan Nasional. 1.3. Agar siswa dapat menghitung Pendapatan Nasional. 1.4. Agar siswa dapat menyebutkan kegunaan pengetahuan besarnya Pendapatan Nasional. 1.5. Agar siswa dapat mengukur tingkat kemakmuran suatu negara. 1.6. Agar siswa dapat menyebutkan akibat dari Pendapatan Nasional yang konstan dari tahun ke tahun. (Dikutip dari: Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) 1975. Pedoman Pelaksanaan Kurikulum, uku : III. A. 2, Model Satuan Pelajaran, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1976, h. 156). Contoh 2. Bidang Studi : IPA Mata Pelajaran : Biologi Topik : Konsep tentang hidup, teori-teori tentang asal-usukl kehidupan.
  • 42. Kelas : I (satu)
  • 43. Semester : 1 (pertama) Waktu :6jamPelajaran Jumlah jam pelajaran yang 6 jam itu dialokasikan sebagai berikut : 3 jam untuk pendahuluan dan 2 jam untuk sub pokok bahasan : 1. Asal kehidupan 2. Ciri-cirimahlukhidup 3. Pembedaan antara biotik dan abiotik; sedang I jam pelajaran untuk mengadakan evaluasi pokok bahasan tersebut di atas. Tujuan Instruksional Khusus 1. Dihadapkan pada sejumlah perubahan situasi, siswa dapat menyebutkan sifat-sifat tertentu yang merupakan sifat khas dari mahluk hidup. 2. Dihadapkan kepada sejumlah pernyataan, siswa memilih pernyataan tertentu yang dikemukakan oleh Teori Generatio Spontanea. 3. Dihadapkan kepada sejumlah usaha untuk perkembangan teori tentang asal-usul kehidupan, siswa dapat memilih usaha tertentu yang dicapai oleh percobaan Pasteur. 4. Dihadapkan kepada sifat-sifat zat, siswa dapat memilih zat tertentu menjadi alasan mengapa Stenley Miller menggunakan campuran air, amoniak,, dan metan dalam eksperimennya. 5. Dihadapkan kepada sejumlah perubahan teori-teori asal-usul kehidupan, siswa dapat menyebutkan perubahan tertentu yang diakibatkan oleh percobaan Stenley Miller. 6. Dihadapkan kepada sejumlah nama orang yang berjasa dalam asal-usul kehidupan, siswa dapat menunjukkan dengan tepat hasil penemuan tertentu dari orang tersebut. 7. Dihadapkan kepada sejumlah kegiatan hidup, siswa dapat menunjukan dengan tepat proses proses yang terganggu akibat kegiatan hidup tertentu. (Kurikulum SMA, pedoman Pelaksanaan, him. 184). Dalam contoh-contoh di atas kita lihat usaha untuk menguraikan tujuan instruksional umum menjadi sejumlah tujuan instruksional khusus
  • 44. yang
  • 45. diharapkan dapat mencapai apa yang terkandung dalam tujuan instruksional umum, atau dalam topik bahasan. Selanjutnya diharapkan, bahwa tujuan instruksional umum ini merupakan bagian dari tujuan bidang studi yang memberi sumbangan kepada tujuan yang lebih tinggi yaitu pembentukan manusia pembangunan yang ber-Pancasila. Walupun jauh jarak antara tujuan instruksional khusus dengan tujuan pendidikan nasional, namun diharapkan bahwa setiap tujuan, betapapun spesifiknya selalu merupakan bagian dan sumbangan kepada tercapainya tujuan pendidikan nasional itu. Tiap tujuan kegiatan mengajar-belajar di sekolah memperoleh maknanya dalam rangka tujuan pendidikan nasional itu. Kita lihat di sini dari suatu usaha untuk memperoleh tujuan yang spesifik, yang dirumuskan sebagai tujuan instruksional khusus. Dasar pikiran ialah bahwa makin spesifik tujuan itu makin jelas diketahui metode untuk mencapainya dan makin mudah pula hasil belajar dinilai sebagai umpan-balik atau feedback untuk membantu anak memperbaiki kekurangannya. Dengan sendirinya semua tujuan yang lebih khusus bertalian erat dengan tujuan yang lebih umum, bahkan merupakan analisis yang makin terinci dari tujuan yang lebih umum. Semua tujuan-tujuan yang khusus merupakan usaha kearah tercapainya tujuan umum yang akhirnya menuju kepada wujudnya tujuan pendidikan nasional. MENGKHUSUSKAN TUJUAN Sejak semula para ahli kurikulum menyadari perlunya merinci tujuan yang bersifat umum menjadi tujuan yang lebih khusus. Tujuan pendidikan nasional dikhususkan menjadi tujuan institusional, yaitu tujuan tiap lembaga pendidikan dari SD sampai Perguruan Tinggi. Tujuan pendidikan institusional yang masih sangat umum ini masih perlu diuraikan menjadi tujuan kurikuler dan selanjutnya dalam tujuan instruksional umum lazim dikenal sebagai TIU dan tujuan instruksional khusus atau TIK. Buku pedoman kurikulum yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menguraikan tujuan sampai tingkat TIU, sehingga guru mendapat kesempatan untuk merumuskan TIK. Di sini kita harus hati-hati dan jangan
  • 46. memandang TIK sebagai tujuan yang terpenting yang harus dicapai. Kita keliru bila menganggap bahwa tujuan yang harus dikejar guru adalah TIK. Tujuan pendidikan apa yang ditentukan sebagai tujuan pendidikan nasional. Jadi TIK harus dipandang sebagai langkah untuk mencapai TIU, dan TIU suatu langkah pula guna mencapai tujuan kurikuler dan seterusnya sehingga segala usaha sekolah akhirnya bermuara pada tujuan pendidikan nasional. Tujuan Pendidikan Nasional 4 tf Tujuan Institusional If} Tujuan Kurikuler in Tujuan Instruksional Umum (TIU) in Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Untuk merumuskan TIK kita dapat memperhatikan beberapa petunjuk yang diberikan Robert F. Mager dalam buku Preparing Instructional Objectives Pertama : Rumuskan TIK dalam bentuk kelakuan siswa. la harus dapat memperlihatkan penguasaannya dalam kelakuan atau perbuatan yang dapat kita amati, yang "observable" tapi juga yang "measurable" atau dapat diukur keberhasilanya. Untuk itu kita harus menggunakan kata kerja tertentu yang memungkinkan kita mengamati keberhasilannya belajar. Misalnya kata kerja seperti dapat mengatakan, menggambarkan, menguraikan, memperdengarkan, menunjukkan, dan sebagainya. Kata kerja seperti memahami, memikirkan, mengerti, merasakan, dan Iain-lain tak dapat dilihat sebab terjadi dalam diri siswa. Kedua : Rumuskan pula kondisi-kondisi di mana kelakuan itu akan nyata, misalnya dengan menggunakan kalkulator, mesin tulis, atlas, kamus, dan sebagainya.
  • 47. Ketiga : Rumuskan pula secara spesifik kriteria tentang tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan itu. Misalnya dapat menyebut 9 dari sepuluh butir, mengetik satu halaman dalam waktu tertentu dengan sebanyak-banyaknya 2 salah. Merumuskan tujuan secara spesifik sangat banyak faedahnya. Guru tahu dengan jelas tujuan apa yang harus dicapainya, ia dapat menentukan bahan apa yang harus diberikannya, ia juga dapat memilih metode mengajar yang lebih tepat, dan ia dapat mengetahui hasil belajar siswa. Di lain pihak siswa pun tahu apa yang harus dikuasainya. Karena penilain dapat dilakukan dengan segera, guru dapat memberi balikan guna membantu siswa mengadakan perbaikan. Namun demikian banyak pula kelemahanya. TIK sering berupa fakta, informasi, pengetahuan, yakni tujuan kognitif yang paling rendah menurut taksonomi Bloom. Hasil belajar banyak merupakan hafalan, sehingga kemampuan berpikir kurang dikembangkan. Selain itu apa yang dipelajari berupa pengetahuan yang lepas. Uraian TIU menjadi TIK dapat memecah kebulatan bahan pelajaran, sehingga terjadi atomosasi pengetahuan. Selain itu hal-hal yang bersifat kognitif seperti sikap tidak observable dan measitreable, dan karena itu akan diabaikan. TIK berupa fakta dan informasi tidak mempunyai nilai transfer artinya tidak dapat digunakan menghadapi situasi-situasi yang belum pernah dipelajari. Sistem ujian kita sangat menyuburkan TIK dan oleh sebab hasil belajar berdasarkan TIK dapat diamati dan diukur maka TIK digunakan untuk mengetahui prestasi sekolah, kegiatan guru. Dengan ini guru dan kepala sekolah dapat di minta pertanggungjawaban (accountability). PERUMUSAN TUJUAN MENURUT HILDA TABA Hilda Taba dalam Curriculum Development memberikan petunjuk-petunjuk yang berikut dalam merumuskan tujuan, sebagai berikut: Rumusan tujuan harus meliputi : 1. proses mental, yaitu metode untuk melakukan sesuatu
  • 48. 2. produk, bahan yang bertalian dengan itu. Contoh : M, Memperoleh keterampilan menggunakan peta (proses) untuk mencari ibukota negara-negara di Amerika Selatan (produk)". Memiliki kesanggupan untuk membedakan (proses) fakta dan opini" (produk). Sering rumusan tujuan itu kurang lengkap dan hanya mengemukakan satu aspek, misalnya " keterampilan mengguna-kan peta", atau " kesanggupan berpikir kritis". Jadi dalam merumuskan tujuan hendaknya sekaligus kita cakup "mental process" dan "product of learning". Sering dipersoalkan, yang manakah lebih penting, proses atau produk belajar. Tujuan yang hanya berisi produk, akan mengutamakan penguasaan fakta, informasi, atau pengetahuan. Proses mental seperti kesanggupan menganalisis, menafsirkan, membandingkan, memecahkan masalah, atau berpikir logis diabaikan. Ujian termasuk Ebtanas, sebagian besar mengenai produk dan sangat minimal mengenai proses. Membuat butir-butir ujian dalam bentuk test objektif lebih sukar dan penilaiannya juga lebih sulit. 3. Tujuan yang kompleks harus lebih dispesifikkan, sehingga lebih jelas bentuk kelakuan yang diharapkan. Misalnya, "mengapresiasi kesenian" yang terlampau umum dapat lebih dikhususkan menjadi" mengapresiasi tari Bali". 4. Dalam merumuskan tujuan harus dinyatakan bentuk kelakuan yang diharapkan dari kegiatan belajar itu. Mempelajari agama-agama lain tidak dengan sendirinya memupuk sikap toleransi sebagai basil belajar sampingan atau apa disebut "concomitant learning". Kita harus secara khusus menye-butkan toleransi sebagai tujuan yang ingin kita capai dan memberikan kegiatan-kegiatan belajar yang serasi untuk menimbulkan sikap itu. 5. Tujuan sering bersifat " development", yaitu tidak dapat dicapai sekaligus, akan tetapi harus dikembangkan secara kontinu. Misalnya, " berpikir kritis" atau " kesanggupan memecahkan masalah" memerlukan waktu yang lama agar tercapai. Ada tujuan yang sangat spesifik yang dapat tercapai dalam waktu singkat. Akan tetapi kita keliru bila kita anggap bahwa semua tujuan bersifat terminal dan segera terpenuhi. Ada tujuan yang mungkin tidak tercapai selama
  • 49. belajar di sekolah, bahkan ada pula yang tak dapat tercapai sepenuhnya selama hidup, seperti kerelaan berkorban untuk sesama manusia, menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, demikian pula prinsip-prinsip ideal lainnya. 6. Tujuan hendaknya realistis, dalam arti bahwa tujuan itu benar-benar dapat dicapai anak pada tingkat dan usia tertentu, atau selama jam pelajaran, atau selama belajar di sekolah itu. Tujuan yang sangat indah kedengaran, akan tetapi tidak mungkin terwujudkan, sebaiknya jangan dijadikan tujuan pelajaran. Karena itu kita hams tahu batas-batas kemampuan anak berdasarkan studi tentang anak dan pengalaman. Adakalanya terlampau tinggi kita perk irakan kesanggupan anak, akan tetapi sering pula terlampau rendah. Adakalanya anak-anak telah pandai membaca sebelum masuk sekolah, akan tetapi ia masih harus mengikuti pelajaran membaca permulaan, yang sangat membosankannya. 7. Tujuan harus meliputi segala aspek perkembangan anak yang menjadi tanggung jawab sekolah. Pada umumnya tujuan itu meliputi aspek kognitif, nilai dan sikap serta keterampilan psikomotoris. PENGKHUSUSAN TUJUAN MENURUT BENYAMIN BLOOM Dalam perumusan tujuan, para penyusun kurikulum banyak memperoleh bantuan dari buku Taxonomy of Educational Objectives (1956) oleh Benjamin Bloom, cs,. Mereka membagi tujuan-tujuan pendidikan dalam tiga ranah (domain), dan tiap ranah dirinci lagi dalam tujuan-tujuan yang lebih spesifik yang hierarkis. A. Tujuan-tujuan Kognitif Ranah kognitif atau cognitive domain meliputi segi intelektual dan proses kognitif, yakni : 1. Mengetahui, yakni mempelajari dan mengingat fakta, kata-kata, istilah, peristiwa, konsep, prinsip, aturan, kategori, metodologi, teori, dan sebagainya. 2. Memahami, yakni menafsirkan sesuatu, menterjemahkannya dalam bentuk lain, menyatakannya dengan kata-kata sendiri, mengambil kesimpulan
  • 50. berdasarkan apa yang diketahui, menduga akibat sesuatu berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, dan sebagainya. 3. Menerapkan, yaitu menggunakan apa yang dipelajari dalam situasi baru, mentransfer. 4. Menganalisis, yaitu menguraikan suatu keseluruhan dalam bagian-bagian untuk melihat hakikat bagian-bagiannya serta hubungan antara bagian-bagian itu. 5. Mensintesis, yaitu menggabungkan bagian-bagian dan secara kreatif membentuk sesuatu yang baru. 6. Mengevaluasi, yakn menggunakan kriteria untuk menilai sesuatu. B. Tujuan-tujuan Afektif Ranah afektif atau, affective domain, berkenaan dengan kesadaran akan sesuatu, perasaan, dan penilaian tentang sesuatu. 1. Memperhatikan, menunjukkan minat, sadar akan adanya suatu gejala, kondisi, situasi, atau masalah tertentu, misalnya keindahan dalam musik gamelan, atau arsitektur gedung lama. la menunjukkan kesediaannya untuk mendengarnya atau melihatnya dan tidak mengelakkannya. 2. Merespons atau memberi reaksi terhadap gejala, situasi, atau kegiatan itu sambil merasa kepuasan. 3. Menghargai, menerima suatu nilai, mengutamakannya, bahkan menaruh komitmen terhadap nilai itu. la percaya akan kebaikan nilai itu dan rela untuk mempertahankannya. 4. Mengorganisasi nilai dengan mengkonsepsualisasi dan mensistematisasinya dalam pikirannya. 5. Mengkarakterisasi nilai-nilai, menginternalisasinya, menjadikannya bagian dari pribadinya dan menerimanya sebagai falsafah hidupnya. C. Tujuan-tujuan Psikomotor Ranah psikomotor atau psycho-motor domain, meliputi tingkat kegiatan yang berikut:
  • 51. 1. Melakukan gerakan fisik seperti berjalan, melompat, berlari, menarik, mendorong, dan memanipulasi. 2. Menunjukan kemampuan perseptual secara visual, auditif, taktial, kinestetik, serta mengkordinasi seluruhnya. 3. Memperlihatkan kemampuan fisik yang mengandung ketahanan kekutan, kelenturan, kelincahan dan kecepatan bereaksi. 4. Melakukan gerakan yang terampil serta terkordinasi dalam permainan, olah raga, dan kesenian. 5. Mengadakan komunikasi non-verbal, yakni dapat menyampaikan pesan melalui gerak muka, gerakan tangan, penampilan, dan ekspresi kreatif seperti tarian. Buah pikiran Bloom cs menjadi populer setelah timbul aliran dalam pendidikan ke arah pengkhususan tujuan, sehingga hasil belajar dapat diamati dan diukur. Ketiga ranah itu saling berhubungan sebagai aspek kelakuan manusia. Pengetahuan selalu memerlukan keterampilan misalnya keterampilan membaca, berpikir, dan Iain-lain dan disamping itu juga minat dan penghargaan (afektif) tentang apa yang dipelajari. Demikian pula apresiasi musik tak lepas dari pengetahuan dan keterampilan berkenaan dengan musik. Dalam pengajaran ketiga aspek itu perlu mendapat perhatian. Selain memberi pengetahuan tentang suatu bidang studi sebaiknya juga dipupuk sikap positif terhadap bidang studi itu serta keterampilan yang terkait. Sering ketiga ranah itu dipisah-pisahkan dalam merumuskan tujuan instruksional khusus. Rincian tiap ranah mempunyai hierarki. Misalnya dalam ranah koqnitif, pemahaman lebih "tinggi" daripada pengetahuan penerapan, lebih tinggi dari pada pemahaman, dan seterusnya. Demikian pula halnya dengan rincian ranah-ranah lainnya. BEBERAPA TUJUAN PENDIDIKAN LAINNYA Pada tahun 1859 seorang yang bernamaa Herbert Spencer yang pada dasarnya bukan pendidik dan juga tidak mengecap pendidikan formal secara
  • 52. teratur jadi lebih merupakan otodidak, mengajukan pertanyaan yang sangat penting, yang hingga sekarang masih harus dipertimbangkan oleh setiap pengembangan kurikulum: " What knowledge is of most worth?". Pengetahuan apa yang paling berharga? Apa yang harus diajarkan yang paling berharga bagi kehidupan seseorang? la menganjurkan hal-hal yang berikut: 1. Self-preservation, hal-hal yang bertalian dengan usaha melangsungkan hidup, seperti hidup sehat, mencegah penyakit, hidup teratur, melindungi diri terhadap gangguan yang datang dari alam, dari manusia lainnya, dari berbagai situasi hidup, dan Iain-lain. 2. Securing the necessities of life, mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan melakukan pekerjaan. 3. Rearing a family, mengurus dan memelihara rumah tangga, bertanggung jawab atas pendidikan anak dan kesejahteraan keluarga. 4. Maintaining proper social and political relationship yaitu memelihara hubungan baik dengan masyarakat dan memenuhi kewajibannya terhadap negara. 6. Enjoying leisure time yaitu memanfaatkan waktu senggang untuk menikmatinya dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan. Hal-hal yang dikemukakan Herbert Spencer ini kira-kira satu setengah abad yang lalu, masih berlaku sampai sekarang dan sering dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Di sini Herbert Spencer sangat mengutamakan relevansi pendidikan. Banyak yang diajarkan di sekolah yang tidak jelas apa kaitannya dengan kehidupan anak sehari-hari. Alasan memberinya ialah bahwa pelajaran itu berguna kelak bila melanjutkan pelajaran. Tujuan pendidikan yang juga cukup terkenal ialah The Seven Cardinal Principles yaitu tujuh prinsip yang pokok, sebagai berikut: 1. Health (kesehatan), 2. Command of fundamental processes (penguasaan keterampilan fundamental seperti membaca, menulis, berhitung). 3. Worthy home membership (menjadi anggota keluarga yang berharga). 4. Vocational efficiency (efisiensi dalam pekerjaan).
  • 53. 5. Citizenshop (kewarganegaraan). 6. Worthy use of leisure (penggunaan waktu senggang secara bermanfaat), 7. Satisfaction of relegious needs (pemuasan kebutuhan keagamaan) (1918). Kita lihat banyak persamaannya dengan apa yang dianjurkan oleh Herbert Spencer sebelumnya. Selanjutnya akan kami berikan tujuan-tujuan pendidikan menurut Educational Policies Commission (1938), yaitu : 1. Self-realization, perwujudan pribadi. 2. Human relationship, hubungan antar-manusia 3. Economic efficciency, efisiensi ekonomi. 4. Civic responsibility, tanggung jawab warga negara. Setiap tujuan masih diuraikan lebih lanjut. Misalnya "economic efficiency" dirinci sebagai berikut. Produsen yang terdidik merasakann kepuasan atas pekerjaan yang baik, mengetahui syarat-syarat dan kesempatan kerja, memilih jabatan yang tepat, mencapai kemajuan dalam jabatan yang dipilih, memelihara dan mempertinggi tingkat efisiensi kerja, menghargai nilai sosial pekerjaan. Sebagai konsumen yang terdidik is merencanakan ekonomi hidupnya sendiri, membentuk norma-norma guna mengatur pengeluarannya, merupakan pembeli yang tahu dan cakap, mengambil tindakan yang tepat untuk menjaga kepentingannya. Tujuan-tujuan yang dikemukakan di atas hanya sekadar bahan perbandingan dengan kurikulum kita. RANGKUMAN 1. Filsafat ialah ilmu yang mencari kebenaran sampai akar- akarnya, jadi suatu kegiatan intelektual. Dalam pengembangan kurikulum biasanya dipandang sebagai sistem nilai-nilai. 2. Tujuan pendidikan ditentukan oleh filsafat suatu bangsa. 3. Walapun setiap orang mengenal nilai-nilai, agar dapat dikatakan is mempunyai filsafat nilai-nilainya itu harus merupakan suatu sistem, jadi
  • 54. konsisten dan saling berhubungan. 4. Dalam kurikulum sering tercantum tujuan-tujuan yang muluk-muluk tetapi belum tentu dapat direalisasikan. Jadi keadaan sekolah tidak memberi gambaran tentang keadaan yang sebenarnya. 5. Filsafat bangsa dan negara dengan sendirinya menjadi tujuan pendidikan nasional serta harus pula menjadi filsafat para pengembang kurikulum dan juga guru dalam pelaksanaannya. 6. Filsafat pendidikan harus menjadi "way of life" yang diterapkan dalam lingkungan sekolah. 7. Tujuan pendidikan nasional sangat umum dan masih perlu diuraikan menjadi tujuan institusional, kurikuler, tujuan instruksional umum dan khusus. 8. Tujuan pendidikan kita didasarkan atas Pancasila, UUD 1945, dan GBHN. Setiap guru harus mempunyai gambaran yang jelas tentang dasar-dasar pendidikan nasional itu, agar semua pelajaran diarahkan guna membentuk manusia yang dicita-citakan. 9. Untuk membentuk manusia seutuhnya harus diperhatikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor dalam segala tingkatannya. 10. Benjamin Bloom membantu dalam merumuskan tujuan yang lebih spesifik dalam ketiga ranah. 11. Hilda Taba mempersyaratkan agar dalam rumusan tujuan tercakup proses dan produk. 12. Herbert Spencer menganjurkan tujuan-tujuan yang relevan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Buah pikirannya itu masih berpengaruh sampai sekarang. PERTANYAAN DAN TUGAS 1. Apakah pengertian Saudara tentang filsafat? 2. Apakah menurut Saudara setiap orang mempunyai filsafat? Coba
  • 55. selidiki pada orang-orang di sekitar Saudara apakah mereka dapat dikatakan mempunyai suatu filsafat? 3. Norma-norma biasanya diperoleh dari berbagai sumber, seperti agama, falsafah negara, adat-istiadat, pengalaman pribadi, dan Iain-lain. Coba tuliskan norma-norma yang Saudara junjung tinggi. Diskusikan dengan teman. 4. Apakah guna filsafat bagi pendidikan. Tunjukkan bagaimana filsafat itu diterapkan dalam kurikulum kita. 5. Tunjukkan perbedaan kurikulum berhubungan dengan peredaan filsafat pendidikan sebelum dan sesudah kemerdekaan. 6. Bagaimana gambaran Saudara tentang manusia yang demokratis? Apakah sifat-sifat itu telah nyata di sekolah? Masih adakah pengaruh feodalisme dalam masyarakat kita? 7. Bagaimana pendapat Saudara tentang tujuan-tujuan yang dikemukakan Herbert Spencer, the Seven Cardinal Principles, dan Educational Policies Commission? Adakah yang dapat atau tidak dapat Saudara terima? Apa alasan Saudara. 8. Bagaimanakah pandangan Saudara tentang manusia Pancasila? Apakah telah melihatnya dalam kenyataan? 9. Diskusikan tujuan pendidikan nasional dalam Kurikulum SMA. lO.Bandingkan tujuan institusional bagi SD, SMP, dan SMA. Perhatikan persamaan dan perbedaannya. Selidiki hingga mana tujuan-tujuan itu telah di liputi oleh bidang studi yang diberikan di berbagai tingkatan sekolah. 11. Hingga manakah TIK harus dikhususkan, misalnya " agar anak dapat mengatakan beberapa tugas wall kota, agar anak dapat menyebut nama wall kota, agar anak mengenal gambar wali kota, agar anak dapat men gatakan usia wali kota, agar anak dapat mengatakan alamat wall kota. Apakah pengkhu-susan TIK tidak dapat berlebihan?
  • 56. 12.Apakah kebaikan dan kelemahan TIK? Manakah lebih pen- ting, TIK atau TIU? Bagaimana hubungan timbal balik antara TIK dan TIU? 13. Berikan sejumlah petunjuk tentang perumusan TIK. 14.Bagaimana syarat yang diajukan Hilda Taba dalam merumuskan tujuan pelajaran. Beri pendapat Saudara. 15. Pilih satu TIU, lalu rumuskan TIK-nya. Minta teman lain juga melakukannya. Diskusikan. 16. Selidiki tujuan-tujuan pelajaran, lalu tinjau dari segi taksonomi Bloom, baik mengenai ranahnya maupun tentang tingkatannya. 17.Bagaimanakah dapat Saudara ketahui ada tidaknya kesamaan antara tujuan guru dan tujuan siswa. Diskusikan bila ada persamaan dan perbedaannya.
  • 57. BAB 3 ASAS PSIKOLOGIS KURIKULUM DAN PSIKOLOGIS BELAJAR PENDAHULUAN Dalam mengambil keputusan tentang kurikulum pengetahuan tentang psikologi anak dan bagaimana anakbelajar, sangat diperlukan, antara lain dalam 1. seleksi dan organisasi bahan pelajaran, 2. menentukan kegiatan belajar yang paling serasi, 3. merencanakan kondisi belajar yang optimal agar tujuan belajar tercapai. Apa yang akan dipelajari memerlukan pengenalan perkembangan anak, akan tetapi bagaimana anak belajar membutuhkan pengetahuan tentang berbagai teori belajar. Walaupun telah banyak diketahui tentang belajar, namun masih banyak yang belum diketahui, masih belum jelas betul secara terinci apa yang harus dilakukan agar anak belajar. Hal ini antara lain disebabkan penelitian dan eksperimen tentang belajar yang dilakukan dalam laboratorium yang terbatas jumlah variabelnya, yang sering dilakukan terhadap binatang, jadi jauh berbeda dengan situasi belajar di dalam kelas. Selain itu yang diselidiki kebanyakan ialah belajar pada tingkatan mental rendah, sedangkan belajar pada tingkatan mental tinggi masih memerlukan penelitian yang lebih banyak. Belajar itu ternyata sangat kompleks. Apa yang dipelajari bermacam-macam. Ada bedanya belajar fakta atau informasi, lain belajar memecahkan masalah, lain pula mempelajari nilai-nilai. Tak ada satu teori belajar yang dapat mencakup segala macam jenis belajar. Banyak macam teori belajar seperti teori ilmu jiwa atau daya atau mental disiplin, teori S-R yang behavioristik, teori Gestalt atau teori lapangan, dan Iain-lain dan belum ada teori belajar yang dapat mempertemukannya. Guru-guru sering tidak menyadari asas teori belajar yang digunakannya. PPSI menggunakan teori belajar yang berbeda dengan pendekatan proses. Guru
  • 58. mengajar menurut apa yang diperkirakannya akan memberi hasil yang baik dan ini sering dilakukan dengan menggunakan berbagai teori belajar. Dalam bab ini akan kita bicarakan teori belajar menurut ilmu jiwa daya (mental disipline), teori asosiasi (S-R), conditioning, teori Gestalt, teori lapangan, dan pendapat berbagai tokoh psikologi seperti Gagne, Bandura, dan Bruner. APA YANG DIMAKSUD DENGAN BELAJAR Apakah sebenarnya belajar itu, belum diketahui sepenuhnya, sama dengan proses psikis lainnya. Bermacam-macam teori mencoba menjelaskannya ditinjau dari segi tertentu, dengan dasar filosofis yang berbeda tentang hakikat manusia. Suatu teori belajar ialah suatu pandangan terpadu yang sistematis tentang cara manusia berinteraksi dengan lingkungan sehingga terjadi suatu perubahan kelakuan. Tiap guru mengajar dapat diketahui teori yang mendasarinya, walaupun guru itu sendiri kurang atau tidak menyadarinya. Mengenal teori kiranya dapat membantu guru memahami atas dasar apa ia melakukannya. Sejak ada manusia di dunia ini ia belajar dan ada yang mengajarnya. Tiap orang tua mendidik anaknya, mengajarnya berbagai pengetahuan, keterampilan, norma-norma, dan sebagainya. Rasanya semua lancar walaupun tak seorang pun memikirkan atau menghiraukan ada tidaknya dasar teorinya belajar dan mengajar dan semua belajar secara wajar. Namun orang mendirikan sekolah belajar itu dijadikan masalah, dan ternyata sangat kompleks dan pelik. Apa yang dipelajari di sekolah berbeda sekali di rumah atau di ladang. Defmisi belajar berbeda menurut teori yang dianut. Secara tradisional belajar dianggap sebagai menambah pengetahuan. Yang diutamakan ialah aspek intelektual. Anak-anak disuruh mempelajari berbagai macam mata pelajaran yang memberinya berbagai pengetahuan yang menjadi miliknya, kebanyakan dengan menghafalnya. Pendapat lain yang lebih populer ialah memandang belajar sebagai perubahan kelakuan, suatu "change of behavior". Suatu defmisi yang sering dikutip ialah yang diberikan oleh Ernest R. Hilgard, sebagai berikut:
  • 59. Learning is the process, by which an activity originates or is changed through training procedures (Whether in the laboratory on in the natural environment) as distinguishe from changes by factors not atributable to training. Seorang belajar bila ia ingin melakukan suatu kegiatan sehingga kelakuannya berubah. Ia dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukannya. Ia menghadapi situasi dengan cara lain. Kelakuan harus kita pandang dalam arti yang luas yang meliputi pengamatan, pengenalan, perbuatan, keterampilan, minat, penghargaan, sikap, dan Iain-lain. Jadi belajar tidak hanya mengenai bidang intelektual saja, akan tetapi seluruh pribadi anak, kognitif, efektif, maupun psikomotor. Bila* guru mengajar matematika, sejarah, biologi, dan Iain-lain. Ia hendaknya jangan merasa puas bila pengetahuan anak bertambah, akan tetapi juga agar anak mempunyai sikap anak yang positif dan menyukai mata pelajaran itu. Perubahan karena mabuk atau keletihan bukan hasil belajar karena tidak diperoleh melalui kegiatan belajar. Demikian pula kemampuan binatang karena pertumbuhan instink, seperti membuat sarang, bukan hasil belajar. Bila kita terima belajar sebagai perubahan kelakuan, maka pendidik menghadapi tiga soal: 1. Ia harus mengetahui kelakuan apa yang diharapkan dari anak. Hal ini berkenaan dengan tujuan yang akhirnya ditentukan oleh falsafah pendidikan. 2. Ia mengetahui hingga manakah taraf perkembangan anak, agar bahan pelajaran dapat dikuasai anak. 3. Ia harus tahu bagaimana anak belajar, bagaimana guru mengajarkannya, kondisi apa yang harus dipenuhi agar terjacti proses belajar yang berlfasil. Seperti yang telah dikemukakan di atas, kita akan lebih lanjut membicarakan beberapa teori belajar yang banyak diterapkan dalam proses belajar-mengajar. TEORI ILMU JIWA DAYA ATAU MENTAL DISIPLIN Teori pelajar yang paling tua ini beranggapan, bahwa "otak" atau mental manusia terdiri atas sejumlah "faculties" atau daya- day a. Tiap daya mempunyai fungsi tertentu, maka ada daya-ingat, daya-pikir, daya tanggap, daya-fantasi, dan