Dokumen tersebut membahas teori psikologis evolusionis tentang asal usul agama menurut Sigmund Freud. Freud berpendapat bahwa agama bermula dari kompleks Oedipus dan rasa bersalah manusia setelah membunuh ayahnya pada zaman prasejarah. Teori ini menjelaskan asal-usul kepercayaan, ritual, dan lembaga-lembaga keagamaan berdasarkan psikologi manusia.
Some parts of the information used in this presentation are based on my own reading and understanding while some are taken from various resources i.e. printed and online resources. I do not own the illustrations and graphics used in this presentation. All information/illustrations belong to their respective owner.
Some parts of the information used in this presentation are based on my own reading and understanding while some are taken from various resources i.e. printed and online resources. I do not own the illustrations and graphics used in this presentation. All information/illustrations belong to their respective owner.
1. Asal Usul Agama "Psychologis Evolusionistis"
PENDAHULUAN
Fenomena beragama dalam kehidupan manusia adalah fenomena yang unik,
universal, dan masih penuh misteri, sekalipun hanya kepercayaan kepada yang ghaib,
sacral, atau melakukan ritual dan mengalami kehidupan transdental. Ekspresi
religious telah ada dikalangan masyarakat primitive maupun modern. Dalam
masyarakat primitive, kehidupan beragama merupakan system social budaya,
sedangkan dalam masyarakat modern, kehidupan beragama hanya salah satu aspek
saja dari kehidupan sehari hari. Sungguhpun demikian, tidak ada aspek kebudayaan
lain selain agama yang pengaruh dan implikasinya sangat luas terhadap kehidupan
manusia. Tidak mengherankan kalau dikatakan agama mewarnai dan membentuk
suatu budaya.
Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap
keyakinan adanya kekuatan gaib, luar biasa, atau supranatural yang berpengaruh
terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam.
Kepercayaan itu menimbulkan perilaku tertentu, seperti berdoa, memuja, dan
lainnya, serta menimbulkan sikap mental tertentu, seperti rasa takut, rasa optimis,
pasrah, dan lainnya dari individu dan masyarakat yang mempercayainya. Karenanya,
keinginan, petunjuk, dan ketentuan kekuatan gaib harus dipatuhi, kalau manusia dan
masyarakat ingin kehidupan ini berjalan dengan baik dan selamat.
Kepercayaan beragama yang bertolak dari kekuatan ghaib ini tampak aneh,
tidak alamiah dan tidak rasional dalam pandangan individu dan masyarakat modern
yang terlalu dipengaruhi oleh pandangan bahwa sesuatu diyakini ada kalau kongrit,
rasional, alamiah atau terbuktik secara empiric dan ilmiah.
Namun demikian, kehidupan beragama adalah kenyataan hidup manusia yang
ditemukan sepanjang sejarah masyarakat dan kehidupan pribadinya. Ketergantungan
masyarakat dan individu kepada kekuatan ghaib ditemukan dari zaman purba sampai
ke zaman modern ini. Kepercayaan itu diyakini kebenarannya sehingga ia menjadi
kepercayaan keagamaan atau kepercayaan religious. Mengadakan upacara upacara
2. pada momen momen tertentu seperti perkawinan, kelahiran, dan kematian, juga
berlangsung dari dahulu kala sampai zaman modern ini. Upacara ini dalam agama
dinamakan ibadah dan dalam antropologi agama disebut ritual.
Kepercayaan terhadap sucinya sesuatu itu dinamakan dengan mempercayai
adanya sifat sacral pada sesuatu itu. Mempercayai sesuatu sebagai yang suci atau
sacral juga cirri khas kehidupan beragama. Adanya aturan terhadap individu dalam
kehidupan bermasyarakat, berhubungan dengan alam lingkungannya atau dalam
berhubungan dengan tuhan juga ditemukan disetiap masyarat, dimana dan
dikapanpun. Beragama sebagai gejala universal masyarakat manusia juga diakui oleh
bergson, seorang pemikir perancis. Ia menulis bahwa kita menemukan masyarakat
manusia tanpa sains, seni dan filsafat tapi tidak pernah ada masyarakat tanpa agama
walaupun ia tidak menyebut contoh masyatakat yang tanpa seni dan filsafat hidup.
Namun ungkapannya ini menekankan universalnya fenomena beragama dalam
kehidupan masyarakat.
A. PENGERTIAN AGAMA
Agama adalah sebuah keyakinan dan kepercayaan, sehingga sulit diukur secara
tepat. Hal ini pula yang menyulitkan para ahli untuk memberikan definisi yang tepat
tentang agama. Bahkan Walter Houston Clark dengan tegas mengakui bahwa tidak
ada yang lebih sukar daripada mencari kata kata yang dapat digunakan untuk
membuat definisi agama.
Namun pendapat ini bukan berarti bahwa agama sama sekali tak dapat dipahami
melalui pendekatan definitive. Karena itu, walaupun mungkin belum disepakati
semua pihak, rangkuman definisi yang dikemukakan Harun nasution1[1] dapat
memberi gambaran tentang pengertian agama. Beranjak dari pengertian etimologis,
1[1] Harun nasution adalah seorang sarjana Indonesia yang mengikuti gerakan
modern abad pertengahan dari mu’tazilah. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya
diluar negeri, ia menghabiskan masa mudanya di Saudi, mesir, Eropa sampai
akhirnya di Kanada. Pemikirannya sangat terpengaruh oleh mu’tazilah. Sebelum ia
mengabdikan dirinya di IAIN Jakarta, ia telah menyelesaikan PhDnya di Isntitut
Studi Islam di Mc Gill University selama 7 tahun.
3. harun Nasution kemudian merangkum sejumlah definisi tentang agama dan
merumuskan unsur-unsur penting yang terdapat di dalam agama tersebut.
Harun Nasution menurut pengertian agama berdasarkan asal kata, yaitu al din,
religi (relegere, religare) dan agama. Al din (semit) berarti undang undang atau
hokum. Kemudian, dalam bahasa arab, kata ini mengandung arti menguasai,
menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Adapun dari kata religi (Latin)
atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian, relegere berarti
mengikat. Adapun kata agama terdiri dari a = tak, gam = pergi mengandung arti tak
pergi, tetap ditempat atau diwarisi turun temurun.
Bertitik tolak dari pengertian kata kata tersebut, menurut harun nasution,
intisarinya adalah ikatan. Karena itu, agama mengandung arti ikatan yang harus
dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang
lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan ghaib yang tak dapat ditangkap dengan
panca indera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan
manusia sehari hari. Secara definitive, menurut Harun Nasution agama adalah:
a) Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib yang harus
dipatuhi.
b) Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia.
c) Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu
sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan
perbuatan manusia.
d) Kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
e) Suatu system tingkah laku yang berasal dari kekuatan ghaib.
f) Pengakuan terhadap adanya kewajiban kewajiban yang diyakini bersumber pada
suatu kekuatan ghaib.
g) Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan
takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
h) Ajaran ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul. 2[2]
2[2] Arifin, Bambang Syamsul, Psikologi agama, Pustaka Setia, Cetakan I, Bandung,
2008
4. Agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia karena ia dapat memberikan
beberapa perubahan.
B. PSIKOLOGI MANUSIA DALAM BERAGAMA
Manusia sebagai subjek dari agama sudah tentu memiliki hubungan yang erat
dengan agama itu sendiri. Hubungan antara dua variable ini ada yang menyangkut
masalah masalah besar, menengah, dan kecil. Meneliti hubugan masalah besar dalam
kehidupan seperti hubungan agama dengan kemujuan, pembangunan atau
modernisasi, agama dan kebahagiaan hidup dinamakan dengan proses grand theories.
Dibawah itu, dapat pula diteliti masalah yang lebih khusus, seperti hubungan agama
dengan politik, ilmu pengetahuan, seni, organisasi, yang dapat dinamakan dengan
middle theories. Kemudian perhatian peneliti antropologi dapat pula ditujukan
kepada fenomena yang lebih khusus atau kecil dari middle theoris dalam masyarakat,
seperti fenomena meneliti music nasyid dikampus suatu universitas umum,
kehidupan seksual pastur suatu gereja katolik, kehidupan spiritual para selebritis
suatu kota metropolitan. Hasil penelitian atau studi tentang hal yang lebih khusus ini
yang biasa dinamakan studi kasus dapat dinamakan mikro teoris.
Diantara ahli antropologi ada yang tidak setuju, antropologi ikut ikutan pula
mengembangkan pengetahuan teoritis seperti ilmu alam, sosiologi, dan ilmu ekonomi
sebagaimana dikemuakakan oleh geertz. Namun sebagai ilmu yang mulanya
dikembangkan oleh kebudayaan modern barat, penilaian terhadap hubungan agama
dan kehidupan dapat dibaca, baik secara tersurat, atau minimal secara tersirat.
Maka muncul beberapa teori asal usul agama, diantaranya adalah teori psikologis.
Sigmund freud mulanya seorang dokter medis. Ia menyaksikan banyak penyakit
fisik dilatar belakangi oleh gangguan jiwa. Ia juga menulis tentang agama dan
masyarakat primitive. Gangguan jiwa manusia, menurutnya, disebabkan keinginan
hewani manusia yang terkumpul dalam alam bawah sadar jiwa manusia banyak yang
terhalang untuk direalisasi oleh nilai nilai ideal yang berada dalam jiwa manusia
yang dinamakan superego. Superego berasal dari tekanan hukum, moral, agama, dan
budaya. Keinginan hewani manusia demikian mendasar , menurut freud, sehingga
tampil dalam bentuk Oedipus kompleks. Dari masih kecil, anak anak sudah menaruh
5. cemburu kepada orang tuanya yang sejenis kelamin dengan dia karena orang tuanya
itu juga mencintai orang tuanya yang berlawanan jenis dengan dia sendiri. Dia juga
mencintai o9ran gtuanya yan gberlawanan jenis kelamin itu oleh karena itu, anak
lelaki menaruh cemburu kepada ayahnya dan anak perempuan menaruh cemburu dari
kecil kepada ibunya.
Dalam bukunya totem dan taboo ia menjelaskan bahwa asal mula agama, etik,
masyarakat, dan seni adalah pada Oedipus kompleks. Terpengaruh oleh data suku
aborigin yang digunakan Durkheim. Freud mendasarkan teorinya pada eksogami dari
suku yang bersangkutan dan binatang atau tumbuhan totem tidak boleh dinamakan
kecuali dengan ritual tertentu. Dalam masyarakat yang hanya hidup dari berburu,
bapak punya peran besar dan menyingkirnkan peran anak laki laki yang lain. Bapak
juga memonopoli perempuan yang ada dalam sukunya. Syahdan, kata freud, pada
suatu hari, anak laki laki tersingkir nekat menyembelih ayahnya dan memekan
daging ayahnya itu. Kemudian timbul rasa bersalah dan berdosa yang serius
dikalangan mereka. Lalu mereka berbalik menghormati, memuja, menyembah, dan
memimta ampun kepada ayah tersebut. Dengan demikian, bapak yang mati akhirnya
juga menjadi sangat berkuasa. Dengan kisah Oedipus kompleks inilah dimulainya
kepercayaan keagamaan menurut freud. Dari seni lahir kepercayaan kepada totem,
taboo, incessed, eksogami, ritual totem dalam masyarakat. Binatang totem adalah
ayah itu sendiri. Lama kelamaan anggota suku biasa atau awam merasa tidak bias
berhubungan dengan totem dan tuhan itu. Lalu timbul pula lembaga pemuka agama.
Dalam agama Kristen tuhan anak juga memuja dan menyembah tuhan bapak karena
Oedipus complex.
Namun, disamping itu, freud juga mengakui bahwa agama adalah kebutuhan
psikologis manusia. Karena ketidak mampuan manusia menghadapai berbagai
bencana alam, mereka buat patung atau lukisan yang menempatkan bahaya alam itu
sebagai tempat pelampiasan kemarahan. Mereka juga memerlukan orang kuat untuk
menhadapai semua bencana, yaitu Tuhan. Tetapi tuhan itu sebenarnya adalah orang
yang paling mereka cemburui dan takuti., yaitu ayah mereka sendir. Dengan
demikian, freud membuktikan kebenaran teori Oedipus complex. Dengan demikian,
agama tidak lain dari an in fantile opsession (obsesi kekanak kanakan).
6. Cerita ini juga diterapkannya untuk agama yahudi yang berasal dari agama mesir
kuno. Amenhotep adalah raja mesir yang meresmikan satu tuhan yang maha kuasa.
Salah satu seorang rakyatnya yang bernama musa yang tidak mau agamanya dikotori
oleh polytheisme mereka mengajak kaumnya bangsa yahudi untuk percaya kepada
satu tuhan, melakukan khitan bagi laki laki, memberikan hukum hukum, dan
memerintahkan menyembah tuhan aton yang maha esa. namun, diantara bangsanya
ada yang keras kepala, ingkar, dan malah berusaha membunuh nabi musa dan
mengembalikan agama monotheisme yahudi ke agama polytheis suku suku
sebelumnya yang dinamakan dengan agama yahwe. Oleh sebab itu, nabi adalah
bapak orang yahudi, dibunuh oleh para pemberontak, anak anaknya. Kemudian anak
anaknya merasa berdosa dan berdamai serta menghormati bapaknya dan hukumnya.
Agama yahwe mereka intergrasikan dengan agama adonai yang diajarkan musa, si
bapak terbunuh. Teori ini tentu mengundang banyak kritik, suatu rekonstruksi yang
didasarkan kepada khayalan, tidak kepada fakta.3[3]
C. KESIMPULAN
Dalam menelusuri asal usul mengapa manusia beragama, kebanyakan
ilmuwan social mengembalikannya kepada factor kelemahan manusia. Manusia
beragama karena beberapa hal berikut. Yang pertama, karena ia tidak mampu
mengatasi bencana alam dengan kemampuan sendiri. Kedua, karena ia tidak mampu
melestarikan sumber daya dan keharmohisan alam, seperti tidak mampu menjamin
matahari tetap bersinar dan apdi mereka tetap menjadi. Ketiga, mereka tidak mampu
mengatur tindakan manusia untuk dapat hidup damai satu sama lain dalam
masyarakat. Karena ketidak mampuan itulah mereka mempercayai adanya kekuatan
ghaib yang maha mampu menyelamatkan atau membantu mereka. Ini berarti bahwa
kepercayaan kepada kekuatan ghaib tersebut mereka buat sendiri untuk menjwab
misteri kehidupan dan gejala alam.
Sehingga pada awal mula munculnya agama inilah mau tidak mau manusia
harus mempercayai kepada hal yang ghaib kekuatan supernatural yang mereka
3[3] Agus, Bustanuddin, Agama dalam kehidupan manusia pengantar antropologi
agama, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2006
7. harapkan dapat membantu manusia dalam menyelesaikan semua permasalahan yang
tidak mampu manusia selesaikan. Inilah fitrah manusia, psikologis manusia yang
selalu meminta bantuan kepada yang lebih bisa dan lebih mampu apabila ia sendiri
tidak mampu melakukannya.
Wallahu a’lam.
REFRENSI
Ø Agus, Bustanuddin, Agama dalam kehidupan manusia pengantar antropologi
agama, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2006
Ø Thomas F.O’DEA,Sosiologi Agama,Suatu pengenalan Awal,Jakarta, Yayasan
Solidaritas Gajah Mada,1996