Dokumen tersebut membahas tentang bahaya penyalahgunaan narkotika dan akibat hukumnya. Narkotika dapat merusak kesehatan dan memiliki sanksi hukum berupa denda atau hukuman penjara berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Tindakan kriminal lain seperti pencurian, penganiayaan, pembunuhan, dan kejahatan seksual terhadap anak-anak juga dijelaskan sanksi hukumnya.
Pidana mati merupakan satu jenis pidana dalam usianya, setua usia kehidupan manusia dan paling kontroversial dari semua sistem pidana, baik di negara-negara yang menganut sistem Common Law, maupun di negara-negara yang menganut Civil Law. Mempersoalkan hukuman mati dalam hukum pidana sebagai sarana mencapai tujuan dari hukum pidana itu sendiri, telah banyak menimbulkan perdebatan antar sesama ahli hukum pidana, diantara mereka ada yang pro dan juga ada yang kontra terhadap penggunaan sarana pidana mati sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum pidana yaitu memberikan rasa aman, memberikan keadilan dan sebagainya. Dalam hukum pidana Indonesia penggunaan hukuman mati dirasakan masih sangat efektif dalam mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang dapat dikualifikasikan kejahatan yang berat. Hal itu dapat dilihat dari KUHP nasional yang masih menempatkan hukuman mati sebagai pidana pokok selain itu terhadap hukum pidana di luar KUHP juga terdapat sebagian yang menempatkan hukuman mati sebagai sanksi dari dilanggarnya perbuatan tersebut. Adapun motif yang melatar belakangi masih digunakannya pidana mati sebagai saranan politik kriminal di Indonesia yakni: hukuman mati memiliki tingkat efektif yang lebih tinggi dari ancaman hukuman mati lainnya karena memiliki efek yang menakutkan (shock therapi) disamping juga lebih hemat. Hukuman mati digunakan agar tidak ada eigenrichting dalam masyarakat. Secara teoritis hukuman mati ini juga akan menimbulkan efek jera (detterent effect) yang sangat tinggi sehingga akan menyebabkan orang mengurungkan niatnya untuk melakukan tindak pidana, sehingga bisa dijadikan sebagai alat yang baik untuk prevensi umum maupun prevensi khusus. Disamping itu masih kuatnya fungsi pemidanaan yang menekankan pada aspek pembalasan (retributive), dan utamanya masih dipertahankannya. . Awal diberlakukannya praktek hukuman mati di Indonesia yaitu pada waktu Indonesia yang bernama Hindia Belanda adalah ketika diberlakukannya kodifikasi hukum pidana dalam Wetboek van Strafrecht voor Inlanders (indonesiers) atau WvSinl pada tanggal 1 Januari 1873. Kemudian karena adanya perkembangan baru dimana lahirnya kodifikasi pertama hukum pidana yang ada di belanda yang maka WvSinl tersebut kemudian disesuaikan dengan perkembangan tersebut dengan melakukan unifikasi hukum pidana di seluruh wilayah Indonesia. Maka pada tahun 1915 diundangkanlah Wetboek van strafrecht voor Indoensie, (WvSI) dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918. Berbeda dengan Belanda, di Hindia Belanda di dalam WvSi tersebut masih dicantumkan hukuman mati
Pidana mati merupakan satu jenis pidana dalam usianya, setua usia kehidupan manusia dan paling kontroversial dari semua sistem pidana, baik di negara-negara yang menganut sistem Common Law, maupun di negara-negara yang menganut Civil Law. Mempersoalkan hukuman mati dalam hukum pidana sebagai sarana mencapai tujuan dari hukum pidana itu sendiri, telah banyak menimbulkan perdebatan antar sesama ahli hukum pidana, diantara mereka ada yang pro dan juga ada yang kontra terhadap penggunaan sarana pidana mati sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum pidana yaitu memberikan rasa aman, memberikan keadilan dan sebagainya. Dalam hukum pidana Indonesia penggunaan hukuman mati dirasakan masih sangat efektif dalam mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang dapat dikualifikasikan kejahatan yang berat. Hal itu dapat dilihat dari KUHP nasional yang masih menempatkan hukuman mati sebagai pidana pokok selain itu terhadap hukum pidana di luar KUHP juga terdapat sebagian yang menempatkan hukuman mati sebagai sanksi dari dilanggarnya perbuatan tersebut. Adapun motif yang melatar belakangi masih digunakannya pidana mati sebagai saranan politik kriminal di Indonesia yakni: hukuman mati memiliki tingkat efektif yang lebih tinggi dari ancaman hukuman mati lainnya karena memiliki efek yang menakutkan (shock therapi) disamping juga lebih hemat. Hukuman mati digunakan agar tidak ada eigenrichting dalam masyarakat. Secara teoritis hukuman mati ini juga akan menimbulkan efek jera (detterent effect) yang sangat tinggi sehingga akan menyebabkan orang mengurungkan niatnya untuk melakukan tindak pidana, sehingga bisa dijadikan sebagai alat yang baik untuk prevensi umum maupun prevensi khusus. Disamping itu masih kuatnya fungsi pemidanaan yang menekankan pada aspek pembalasan (retributive), dan utamanya masih dipertahankannya. . Awal diberlakukannya praktek hukuman mati di Indonesia yaitu pada waktu Indonesia yang bernama Hindia Belanda adalah ketika diberlakukannya kodifikasi hukum pidana dalam Wetboek van Strafrecht voor Inlanders (indonesiers) atau WvSinl pada tanggal 1 Januari 1873. Kemudian karena adanya perkembangan baru dimana lahirnya kodifikasi pertama hukum pidana yang ada di belanda yang maka WvSinl tersebut kemudian disesuaikan dengan perkembangan tersebut dengan melakukan unifikasi hukum pidana di seluruh wilayah Indonesia. Maka pada tahun 1915 diundangkanlah Wetboek van strafrecht voor Indoensie, (WvSI) dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918. Berbeda dengan Belanda, di Hindia Belanda di dalam WvSi tersebut masih dicantumkan hukuman mati
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikanGradeAlfonso
Pertemuan ke-6 membahas tentang Ruang Lingkup dan Sumber Hukum Acara Pidana di pengadilan
Note = Saran dan perbaikan sangat diharapkan untuk masa depan generasi Indonesia, terimakasih
Perkembangan teknologi di era globalisasi memberikan dampak yang posistif maupun negatif dalam segala bidang,baik bidang ilmu pengetahuan pada umumnya maupun pada pengetahuan dalam ilmu hukum.Perkembangan dalam ilmu hukum ini mampu mempengaruhi dinamika dalam hukum pidana,perdata maupum hukum-hukum lainnya. Dalam hal hukum pidana sudah pasti akan berakibat pada aturan pada pasalnya atau pada segi penerapannya.Perkembangan ini diakibatkan selain pada perubahan teknologi yang berdampak pada ilmu pengetahuan juga berdampak pada kultur suatu masyarakat tersebut. Sehingga dalam penerapan pada pasal- pasal tersebut tentu bisa mengalami perubahan yang diakibatkan oleh perubahan kultur dalam masyarakat.
Anggota Tentara Negara Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan yang diatur dalam Pasal 21 UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Tentara adalah mereka yang berikatan dinas secara sukarela pada Angkatan Perang, yang wajib berada dalam dinas secara terus menerus dalam tenggang waktu ikatan dinas tersebut (Pasal 46 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1997 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM))( ).Sebagai anggota militer apabila perbuatan atau tindak pidananya itu tergolong sebagai tindak pidana militer yang pengaturannya terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) UU No. 31 Tahun 1997,maka anggota militer tersebut akan diperiksa dan diadili sesuai dengan acara pemeriksaan yang terdapat dalam UU No. 31 Tahun 1997, namun tak jarang terjadi bahwa anggota militer menjadi turut tersangka dalam tindak pidana yang dilakukannya secara bersama dengan orang sipil yang tunduk pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Dalam ilmu hukum pidana,Hukum Militer adalah “lek specialis” ,karena pelaku maupun objek prbuatannya khusus ditunjukkan kepada yang bersatus militer.Oleh karena itu dalam pelaksanaannyaterdapat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer dan Hukum Acara Pidana Militer.Di samping itu ada kekhususan lain yaitu adanya Hukum Disiplin Militer.Adanya kepentingan hukum yang hendak dilindungi selain kepentingan hukum yang terdapat dalam KUHP juga kepentingan militer itu sendiri.Serta adanya atasan yang berhak menghukum yang selanjutnya disebut Ankum.Yaitu atasan yang oleh atau atas dasar Undang-Undang diberi kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada prajurit TNI yang berada di bawah wewenang komandonya( ).
b) Pelaksanaan pidana militer menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).
Hukum Pidana Militer adalah ketentuan hukum yang mengatur seorang militer tentang tindakan-tindakan mana yang merupakan pelanggaran atau kejahatan atau merupakan larangan atau keharusan dan diberikan ancaman berupa sanksi pidana terhadap pelanggarnya.
Dalam penerapannya,Hukum Pidana Militer dipisahkan menjadi KUHPM sebagai hukum materialnya dan hukum acara pidana militer sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sebagai hukuman formal.
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikanGradeAlfonso
Pertemuan ke-6 membahas tentang Ruang Lingkup dan Sumber Hukum Acara Pidana di pengadilan
Note = Saran dan perbaikan sangat diharapkan untuk masa depan generasi Indonesia, terimakasih
Perkembangan teknologi di era globalisasi memberikan dampak yang posistif maupun negatif dalam segala bidang,baik bidang ilmu pengetahuan pada umumnya maupun pada pengetahuan dalam ilmu hukum.Perkembangan dalam ilmu hukum ini mampu mempengaruhi dinamika dalam hukum pidana,perdata maupum hukum-hukum lainnya. Dalam hal hukum pidana sudah pasti akan berakibat pada aturan pada pasalnya atau pada segi penerapannya.Perkembangan ini diakibatkan selain pada perubahan teknologi yang berdampak pada ilmu pengetahuan juga berdampak pada kultur suatu masyarakat tersebut. Sehingga dalam penerapan pada pasal- pasal tersebut tentu bisa mengalami perubahan yang diakibatkan oleh perubahan kultur dalam masyarakat.
Anggota Tentara Negara Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan yang diatur dalam Pasal 21 UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Tentara adalah mereka yang berikatan dinas secara sukarela pada Angkatan Perang, yang wajib berada dalam dinas secara terus menerus dalam tenggang waktu ikatan dinas tersebut (Pasal 46 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1997 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM))( ).Sebagai anggota militer apabila perbuatan atau tindak pidananya itu tergolong sebagai tindak pidana militer yang pengaturannya terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) UU No. 31 Tahun 1997,maka anggota militer tersebut akan diperiksa dan diadili sesuai dengan acara pemeriksaan yang terdapat dalam UU No. 31 Tahun 1997, namun tak jarang terjadi bahwa anggota militer menjadi turut tersangka dalam tindak pidana yang dilakukannya secara bersama dengan orang sipil yang tunduk pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Dalam ilmu hukum pidana,Hukum Militer adalah “lek specialis” ,karena pelaku maupun objek prbuatannya khusus ditunjukkan kepada yang bersatus militer.Oleh karena itu dalam pelaksanaannyaterdapat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer dan Hukum Acara Pidana Militer.Di samping itu ada kekhususan lain yaitu adanya Hukum Disiplin Militer.Adanya kepentingan hukum yang hendak dilindungi selain kepentingan hukum yang terdapat dalam KUHP juga kepentingan militer itu sendiri.Serta adanya atasan yang berhak menghukum yang selanjutnya disebut Ankum.Yaitu atasan yang oleh atau atas dasar Undang-Undang diberi kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada prajurit TNI yang berada di bawah wewenang komandonya( ).
b) Pelaksanaan pidana militer menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).
Hukum Pidana Militer adalah ketentuan hukum yang mengatur seorang militer tentang tindakan-tindakan mana yang merupakan pelanggaran atau kejahatan atau merupakan larangan atau keharusan dan diberikan ancaman berupa sanksi pidana terhadap pelanggarnya.
Dalam penerapannya,Hukum Pidana Militer dipisahkan menjadi KUHPM sebagai hukum materialnya dan hukum acara pidana militer sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sebagai hukuman formal.
4. PENGERTIAN DAN HAKIKAT
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Narkotika dan psikotropika pada dasarnya merupakan
zat atau obat yang bermanfaat untuk pengobatan
penyakit tertentu dan ilmu pengetahuan, namun disisi
lain dapat pula menimbulkan akibat yang sangat
merugikan apabila disalahgunakan.
5. DAMPAK PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA BAGI
KESEHATAN
Dari segi kesehatan menyebabkan:
1. Rusaknya susunan saraf pusat;
2. Rusaknya hati dan ginjal.
3. Gangguan pada otak.
4. Kulit dan kemaluan
5. HIV AIDS.
6. Hepatitis
7. Kerusakan fungsi jantung, mulai dari detak jantung
yang abnormal sampai dengan serangan jantung.
8. Pembuluh Darah.
9. Penyakit Gangguan Pernapasan.
6. 10.Merokok terbukti merupakan penyebab penyakit
bronkhitis, emphysema, dan kanker paru-paru.
11. Penyakit Nyeri Lambung.
12. Penyakit Kelumpuhan Otot.
13. Mengakibatkan pertumbuhan tulang terhenti.
lebih cepat dibanding saat normal. Sehingga
tinggi badan tidak maksimal, bahkan cenderung
pendek.
14. Stroke.
15. Paranoia, depresi, agresi, clan halusinasi.
16. Kemandulan.
17.Mengombang-ambingkan perasaan, kepenatan
mendalam, perubahan selera makan, nyeri pada
otot dan tulang, hilang ingatan, diare, keringat
dingin, dan muntah-muntah.
7. AKIBAT HUKUM
Penyalahgunaan narkoba selain berdampak
terhadap kesehatan juga memilki akibat
hukum bagi para pelakunya. Penyalahgunaan
narkotika diatur didalam Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2009 diancam sanksi mulai
dari denda sampai dengan pidana yang
tingkatan hukumannya tidak dapat dikatakan
sebagai katagori hukuman ringan namun
berupa kejahatan.
8. SKEMA HUKUMAN
Undang-undang menentukan hukuman bagi
penyalah gunaan narkotika dengan skema:
1. Rehabilitasi bagi korban;
2. Penjara disertai dengan denda bagi pelaku tindak
pidana;
3. Orang tua atau wali juga di ancam hukuman
kurungan dan denda apabila tidak melaporkan
anaknya yang menjadi pecandu narkotika;
4. Orang lain yang tidak melaporkan adanya tindak
pidana penyalahgunaan narkotika di ancam
hukuman penjara dan denda
9. PENYALAH GUNA BAGI DIRI SENDIRI
Bagi setiap penyalah guna yang
menggunakan narkotika untuk diri
sendiri rentang hukuman nya
Pidana Penjara paling singkat 1
tahun dan paling lama 4 tahun
10. PELAKU TINDAK PIDANA
1. Memiliki (menanam, memelihara, menyimpan,
menguasai);
Pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling
lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp.
400.000.000,- (Empat Ratus Juta) dan paling
banyak Rp. 8.000.000.000,- (Delapan Miliar).
2. Memproduksi (mengimpor, mengekspor, atau
menyalurkan);
Pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling
lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp.
600.000.000,- (Enam Ratus Juta) dan paling
banyak Rp. 10.000.000.000,- (Sepuluh Miliar).
11. 3.Menjual (menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, atau menyerahkan);
Pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling
lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp.
600.000.000,- (Enam Ratus Juta) dan paling
banyak Rp. 10.000.000.000,- (Sepuluh Miliar).
4. Membawa/Kurir (mengirim, mengangkut, atau
mentransito);
Pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling
lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp.
400.000.000,- (Enam Ratus Juta) dan paling
banyak Rp. 8.000.000.000,- (Delapan Miliar).
12. 5. Memberikan untuk digunakan orang lain.
Pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling
lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp.
600.000.000,- (Enam Ratus Juta) dan paling
banyak Rp. 10.000.000.000,- (Sepuluh Miliar).
13.
14. PENCURIAN
Pasal 362 KUHP:
Barang siapa mengambil barang, yang sama sekali
atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain,
dengan maksud akan memiliki barang itu dengan
melawan hak, dihukum karena pencurian selama-
lamanya 5 tahun atau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 900,-
15. PENGANIAYAAN
Pasal 351 KUHP:
1. Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya 2 tahun 8 bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-
2. jika perbuatan itu menjadikan luka berat,
sitersalah dihukum penjara selama-lamanya lima
tahun
3. Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya,
dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun
16. KEJAHATAN TERHADAP JIWA ORANG LAIN
Pasal 338 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa
orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan
hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.
Pasal 340 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja dan dengan
direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa
orang lain, dihukum karena pembunuhan
direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau
penjara seumur hidup atau penjara selama-lama 20
tahun
17. PERBUATAN ASUSILA DAN CABUL
Pasal 81 UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
1.Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah).
2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya
atau dengan orang lain. h).
18. Pasal 82 Pasal 81 UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan,
atau membujuk anak untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah)