Penelitian ini menganalisis kelas kemampuan lahan dan tingkat kesesuaian penggunaan lahan di Kabupaten Sidoarjo. Analisis dilakukan dengan membandingkan kondisi saat ini dan rencana tata ruang wilayah. Hasilnya menunjukkan peningkatan laju erosi dan penurunan luas lahan yang sesuai digunakan. Hal ini mengindikasikan perkembangan daerah belum memperhatikan kelas kemampuan lahan.
1. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan dan kerapatan vegetasi di kawasan pertambangan Rantau Pandan dengan menggunakan citra Landsat tahun 2005, 2010, dan 2020.
2. Data penginderaan jauh diperoleh dari Google Earth dan USGS, kemudian dilakukan pengolahan citra untuk memperoleh peta penggunaan lahan dan kerapatan vegetasi. Analisis dilakukan dengan metode NDVI dan overlay peta.
3.
Dokumen tersebut membahas tentang perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang dari tahun 1994 hingga 2008. Perubahan penggunaan lahan terjadi karena pertambahan penduduk dan faktor lain seperti jarak aksesibilitas dan jumlah penduduk pendatang. Analisis menunjukkan luas lahan permukiman dan jasa/komersial meningkat, sementara lahan pertanian seperti kebun campur, sawah, dan tegalan menur
Dokumen ini membahas perubahan penggunaan lahan di DAS Kreo dan dampaknya terhadap debit puncak. Penelitian menggunakan teknik penginderaan jauh untuk mengukur karakteristik fisik DAS dan mengestimasi debit puncak dengan metode rasional. Hasilnya menunjukkan perubahan luasan lahan sawah dan pemukiman desa antara tahun 1992-1999 berdampak pada peningkatan debit puncak dan banjir.
Paragraf pertama menjelaskan konsep jejak ekologi yang pertama kali diusulkan pada tahun 1992 oleh William Rees. Jejak ekologi mewakili area lahan yang dibutuhkan untuk memproduksi sumber daya dan menyerap limbah penduduk. Paragraf berikutnya menjelaskan metode penghitungan jejak ekologi dan perbandingannya dengan biokapasitas.
Dokumen tersebut membahas beberapa model konservasi tanah dan air seperti USLE, GUEST, AGNPS, dan ANSWERS. Model-model tersebut dapat digunakan untuk memprediksi erosi dan mengevaluasi dampak teknik konservasi tanah melalui simulasi.
1. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan dan kerapatan vegetasi di kawasan pertambangan Rantau Pandan dengan menggunakan citra Landsat tahun 2005, 2010, dan 2020.
2. Data penginderaan jauh diperoleh dari Google Earth dan USGS, kemudian dilakukan pengolahan citra untuk memperoleh peta penggunaan lahan dan kerapatan vegetasi. Analisis dilakukan dengan metode NDVI dan overlay peta.
3.
Dokumen tersebut membahas tentang perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang dari tahun 1994 hingga 2008. Perubahan penggunaan lahan terjadi karena pertambahan penduduk dan faktor lain seperti jarak aksesibilitas dan jumlah penduduk pendatang. Analisis menunjukkan luas lahan permukiman dan jasa/komersial meningkat, sementara lahan pertanian seperti kebun campur, sawah, dan tegalan menur
Dokumen ini membahas perubahan penggunaan lahan di DAS Kreo dan dampaknya terhadap debit puncak. Penelitian menggunakan teknik penginderaan jauh untuk mengukur karakteristik fisik DAS dan mengestimasi debit puncak dengan metode rasional. Hasilnya menunjukkan perubahan luasan lahan sawah dan pemukiman desa antara tahun 1992-1999 berdampak pada peningkatan debit puncak dan banjir.
Paragraf pertama menjelaskan konsep jejak ekologi yang pertama kali diusulkan pada tahun 1992 oleh William Rees. Jejak ekologi mewakili area lahan yang dibutuhkan untuk memproduksi sumber daya dan menyerap limbah penduduk. Paragraf berikutnya menjelaskan metode penghitungan jejak ekologi dan perbandingannya dengan biokapasitas.
Dokumen tersebut membahas beberapa model konservasi tanah dan air seperti USLE, GUEST, AGNPS, dan ANSWERS. Model-model tersebut dapat digunakan untuk memprediksi erosi dan mengevaluasi dampak teknik konservasi tanah melalui simulasi.
Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )Helmas Tanjung
Dokumen tersebut membahas metode untuk memprediksi laju erosi tanah, khususnya menggunakan model Universal Soil Loss Equation (USLE). Model USLE memprediksi laju erosi berdasarkan faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng, penutup lahan, dan tindakan konservasi tanah. Dokumen tersebut juga menjelaskan cara menentukan nilai masing-masing faktor dan mengklasifikasikan tingkat b
Laju infiltrasi dan_permeabilitas_tanah-agustus 2012NurdinUng
Penelitian ini mengkaji laju infiltrasi dan permeabilitas tanah di areal Kampus 1 Universitas Negeri Gorontalo untuk menentukan fungsinya sebagai daerah resapan air. Hasilnya menunjukkan bahwa laju infiltrasi dan permeabilitas tanah di area tersebut termasuk sangat cepat, dengan nilai tertinggi pada jarak 140 meter dan terendah pada 170 meter.
9.monitoring dan evaluasi kinerja das dan tata airZaidil Firza
Dokumen tersebut membahas tentang monitoring dan evaluasi pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), yang meliputi monitoring debit air, sedimentasi, dan kualitas air guna mengetahui perkembangan tata air DAS. Dokumen ini juga menjelaskan kriteria dan indikator untuk menilai kinerja pengelolaan DAS dalam aspek tata air, sedimen, dan kualitas air.
Survei tanah dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis data tanah secara sistematis agar dapat dikelompokkan ke dalam satuan-satuan tanah tertentu dan dituangkan ke dalam peta tanah. Peta tanah berguna untuk memberikan informasi tentang jenis tanah, sifat tanah, dan bentuk lahan guna membantu pengambilan keputusan mengenai penggunaan lahan. Survei tanah dilakukan dengan berbagai tingkatan yang berbeda skala
Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011NurdinUng
Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang berpotensi besar untuk usaha pertanian. Daerah aliran
sungai (DAS) Limboto mempunyai lahan kering yang sesuai untuk pengembangan pertanian seluas 37.049 ha,
sedangkan lahan datar sampai bergelombang yang potensial untuk pertanian 33.144 ha. Untuk memanfaatkan
lahan kering tersebut, dapat diterapkan beberapa strategi dan teknologi yang meliputi: 1) pengelolaan sistem budi
daya, yang mencakup pengelompokan tanaman dalam suatu bentang lahan mengikuti kebutuhan air yang sama,
penentuan pola tanam yang tepat, pemberian mulsa dan bahan organik, pembuatan pemecah angin, dan penerapan
sistem agroforestry, 2) pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya melalui penyuluhan, penyediaan sarana dan
prasarana produksi serta permodalan petani, pemberdayaan kelembagaan petani dan penyuluh, serta penerapan
sistem agribisnis, dan 3) implementasi kebijakan yang berpihak kepada pertanian, yang meliputi pemberian subsidi
kepada petani di daerah hulu untuk melaksanakan konservasi lahan, pemberian subsidi pajak kepada petani di
daerah hulu, penetapan peraturan daerah yang berkaitan dengan pengelolaan lahan berbasis konservasi, dan
pengelolaan lahan dengan sistem hak guna usaha (HGU). Hal lain yang terpenting dalam pemanfaatan lahan kering
adalah sinkronisasi dan koordinasi antarinstitusi pemerintah dengan melibatkan petani untuk menghindari tumpang
tindih kepentingan.
Morfologi, sifat fisik dan kimia tanah inceptisols dari bahan lakustrin paguy...NurdinUng
Dokumen tersebut membahas tentang morfologi, sifat fisik dan kimia dua pedon tanah Inceptisol yang berasal dari endapan lakustrin di Paguyaman, Gorontalo. Kedua pedon tanah memiliki warna coklat dan tekstur bervariasi antara lempung dan liat. Sifat-sifat tanah menunjukkan telah terbentuk horison kambik namun belum horison argilik. Kedua pedon diklasifikasikan sebagai Typic Eutrudept dan
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian erosi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti iklim, tanah, topografi, vegetasi dan manusia. Juga dijelaskan metode perhitungan erosi menggunakan rumus USLE dengan mempertimbangkan faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng, pengolahan tanaman dan teknik konservasi tanah
Dokumen tersebut membahas tentang sumber daya lahan khususnya tanah, mulai dari definisi lahan dan sumber daya lahan, komponen-komponen yang membentuk tanah, faktor-faktor pembentuk tanah, sifat-sifat tanah, sistem klasifikasi tanah menurut USDA, serta jenis-jenis ordo tanah.
Dokumen tersebut membahas tentang evaluasi lahan, dimulai dari latar belakang dan manfaat evaluasi lahan untuk perencanaan penggunaan lahan dan kelestarian sumber daya lahan. Dokumen ini juga menjelaskan perbedaan antara tanah dan lahan, serta pengertian evaluasi lahan dan berbagai cara yang dilakukan. Selanjutnya dibahas sistem klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan kelas kemampuan lahan untuk menentukan pengguna
Proposal skripsi ini membahas analisis pemilihan lokasi pengelolaan pengisian ulang akuifer (MAR) untuk mengatasi kekeringan di Gunung Kidul. Penelitian ini akan mengidentifikasi kriteria dan lokasi potensial MAR menggunakan sistem informasi geografis dan analisis keputusan berbasis spasial. Metode ini diharapkan dapat merekomendasikan lokasi MAR guna menyediakan air jangka panjang bagi masyarakat.
Makalah ini membahas tentang survei tanah dan manfaatnya. Survei tanah dilakukan untuk mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah yang sama atau hampir sama sifatnya. Terdapat beberapa tahapan dalam survei tanah mulai dari persiapan, pendahuluan, utama, hingga pengolahan data. Metode yang digunakan antara lain metode grid kaku dan metode fisiografik. Manfaat survei tanah diantar
Chapter 3. Classification and Method of Land Evaluation.
Land Evaluation.
Lecturer: Purwandaru Widyasunu & Tamad.
Agrotechnology, Fac. of Agriculture, UNSOED, Purwokerto.
Studi ini menganalisis perubahan penggunaan lahan di sekitar Kali Surabaya antara tahun 1990-1997 dengan menggunakan penginderaan jauh dan SIG. Hasilnya menunjukkan penurunan lahan sawah sebesar 5,72%, peningkatan permukiman 15,16%, dan peningkatan industri 36,67%, yang mempengaruhi kualitas air sungai.
Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )Helmas Tanjung
Dokumen tersebut membahas metode untuk memprediksi laju erosi tanah, khususnya menggunakan model Universal Soil Loss Equation (USLE). Model USLE memprediksi laju erosi berdasarkan faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng, penutup lahan, dan tindakan konservasi tanah. Dokumen tersebut juga menjelaskan cara menentukan nilai masing-masing faktor dan mengklasifikasikan tingkat b
Laju infiltrasi dan_permeabilitas_tanah-agustus 2012NurdinUng
Penelitian ini mengkaji laju infiltrasi dan permeabilitas tanah di areal Kampus 1 Universitas Negeri Gorontalo untuk menentukan fungsinya sebagai daerah resapan air. Hasilnya menunjukkan bahwa laju infiltrasi dan permeabilitas tanah di area tersebut termasuk sangat cepat, dengan nilai tertinggi pada jarak 140 meter dan terendah pada 170 meter.
9.monitoring dan evaluasi kinerja das dan tata airZaidil Firza
Dokumen tersebut membahas tentang monitoring dan evaluasi pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), yang meliputi monitoring debit air, sedimentasi, dan kualitas air guna mengetahui perkembangan tata air DAS. Dokumen ini juga menjelaskan kriteria dan indikator untuk menilai kinerja pengelolaan DAS dalam aspek tata air, sedimen, dan kualitas air.
Survei tanah dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis data tanah secara sistematis agar dapat dikelompokkan ke dalam satuan-satuan tanah tertentu dan dituangkan ke dalam peta tanah. Peta tanah berguna untuk memberikan informasi tentang jenis tanah, sifat tanah, dan bentuk lahan guna membantu pengambilan keputusan mengenai penggunaan lahan. Survei tanah dilakukan dengan berbagai tingkatan yang berbeda skala
Penggunaan lahan kering di das limboto sept 2011NurdinUng
Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang berpotensi besar untuk usaha pertanian. Daerah aliran
sungai (DAS) Limboto mempunyai lahan kering yang sesuai untuk pengembangan pertanian seluas 37.049 ha,
sedangkan lahan datar sampai bergelombang yang potensial untuk pertanian 33.144 ha. Untuk memanfaatkan
lahan kering tersebut, dapat diterapkan beberapa strategi dan teknologi yang meliputi: 1) pengelolaan sistem budi
daya, yang mencakup pengelompokan tanaman dalam suatu bentang lahan mengikuti kebutuhan air yang sama,
penentuan pola tanam yang tepat, pemberian mulsa dan bahan organik, pembuatan pemecah angin, dan penerapan
sistem agroforestry, 2) pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya melalui penyuluhan, penyediaan sarana dan
prasarana produksi serta permodalan petani, pemberdayaan kelembagaan petani dan penyuluh, serta penerapan
sistem agribisnis, dan 3) implementasi kebijakan yang berpihak kepada pertanian, yang meliputi pemberian subsidi
kepada petani di daerah hulu untuk melaksanakan konservasi lahan, pemberian subsidi pajak kepada petani di
daerah hulu, penetapan peraturan daerah yang berkaitan dengan pengelolaan lahan berbasis konservasi, dan
pengelolaan lahan dengan sistem hak guna usaha (HGU). Hal lain yang terpenting dalam pemanfaatan lahan kering
adalah sinkronisasi dan koordinasi antarinstitusi pemerintah dengan melibatkan petani untuk menghindari tumpang
tindih kepentingan.
Morfologi, sifat fisik dan kimia tanah inceptisols dari bahan lakustrin paguy...NurdinUng
Dokumen tersebut membahas tentang morfologi, sifat fisik dan kimia dua pedon tanah Inceptisol yang berasal dari endapan lakustrin di Paguyaman, Gorontalo. Kedua pedon tanah memiliki warna coklat dan tekstur bervariasi antara lempung dan liat. Sifat-sifat tanah menunjukkan telah terbentuk horison kambik namun belum horison argilik. Kedua pedon diklasifikasikan sebagai Typic Eutrudept dan
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian erosi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti iklim, tanah, topografi, vegetasi dan manusia. Juga dijelaskan metode perhitungan erosi menggunakan rumus USLE dengan mempertimbangkan faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng, pengolahan tanaman dan teknik konservasi tanah
Dokumen tersebut membahas tentang sumber daya lahan khususnya tanah, mulai dari definisi lahan dan sumber daya lahan, komponen-komponen yang membentuk tanah, faktor-faktor pembentuk tanah, sifat-sifat tanah, sistem klasifikasi tanah menurut USDA, serta jenis-jenis ordo tanah.
Dokumen tersebut membahas tentang evaluasi lahan, dimulai dari latar belakang dan manfaat evaluasi lahan untuk perencanaan penggunaan lahan dan kelestarian sumber daya lahan. Dokumen ini juga menjelaskan perbedaan antara tanah dan lahan, serta pengertian evaluasi lahan dan berbagai cara yang dilakukan. Selanjutnya dibahas sistem klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan kelas kemampuan lahan untuk menentukan pengguna
Proposal skripsi ini membahas analisis pemilihan lokasi pengelolaan pengisian ulang akuifer (MAR) untuk mengatasi kekeringan di Gunung Kidul. Penelitian ini akan mengidentifikasi kriteria dan lokasi potensial MAR menggunakan sistem informasi geografis dan analisis keputusan berbasis spasial. Metode ini diharapkan dapat merekomendasikan lokasi MAR guna menyediakan air jangka panjang bagi masyarakat.
Makalah ini membahas tentang survei tanah dan manfaatnya. Survei tanah dilakukan untuk mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah yang sama atau hampir sama sifatnya. Terdapat beberapa tahapan dalam survei tanah mulai dari persiapan, pendahuluan, utama, hingga pengolahan data. Metode yang digunakan antara lain metode grid kaku dan metode fisiografik. Manfaat survei tanah diantar
Chapter 3. Classification and Method of Land Evaluation.
Land Evaluation.
Lecturer: Purwandaru Widyasunu & Tamad.
Agrotechnology, Fac. of Agriculture, UNSOED, Purwokerto.
Studi ini menganalisis perubahan penggunaan lahan di sekitar Kali Surabaya antara tahun 1990-1997 dengan menggunakan penginderaan jauh dan SIG. Hasilnya menunjukkan penurunan lahan sawah sebesar 5,72%, peningkatan permukiman 15,16%, dan peningkatan industri 36,67%, yang mempengaruhi kualitas air sungai.
1. Penelitian ini menganalisis perubahan penggunaan lahan di kawasan peri-urban Kota Makassar antara tahun 2004-2014 dan memprediksi perubahan hingga tahun 2024 dengan menggunakan model CA-Marcov dan regresi logistik biner.
Dokumen ini merupakan resensi jurnal ilmiah tentang ekstraksi data indeks vegetasi dari citra satelit ALOS untuk evaluasi ruang terbuka hijau di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan citra satelit dan SIG untuk menghitung indeks vegetasi NDVI, yang kemudian dihubungkan dengan kerapatan vegetasi lapangan untuk memetakan distribusi ruang terbuka hijau. Hasilnya menunjukkan b
IDENTIFIKASI LAHAN TERSEDIA DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI SPASIAL UNTUK MENDUKUN...Repository Ipb
Artikel ini menguji penggunaan teknologi informasi geografis dan evaluasi multi-kriteria untuk mengidentifikasi lahan yang tersedia untuk didistribusikan kepada petani berlahan sempit sebagai bagian dari program reforma agraria di Provinsi Riau dan Jawa Barat. Penelitian menganalisis dua alternatif kriteria untuk menentukan lahan yang tersedia dengan menggunakan database spasial dan atribut. Hasilnya menunjukkan luasan lahan yang tersedia
Hasil Penelitian Evaluasi lahan di Kecamatan Libureng Kab. Bone Prov. Sulawes...Muhammad Yusran saputra
Penelitian ini mengevaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman tebu di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone. Lahan dikelompokkan menjadi enam unit berdasarkan jenis tanah dan lereng. Analisis menunjukkan bahwa kesesuaian lahan aktual berkisar antara sangat sesuai hingga sesuai marginal, dengan faktor pembatas seperti ketersediaan hara. Namun, kesesuaian lahan potensial dapat ditingkatkan menjadi sangat sesuai
Evaluasi kesesuaian lahan untuk perkebunan di Kecamatan Mijen dengan menganalisis topografi, jenis batuan, dan jenis tanah. Laporan ini menjelaskan pengertian evaluasi lahan dan kesesuaian lahan serta unsur-unsur yang mempengaruhinya seperti karakteristik lahan. Dilakukan pula overlay peta litologi, tanah dan kelerengan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan perkebunan.
Analisis spasial potensi Desa Harapan Jaya menunjukkan potensi sosial berupa jumlah penduduk dan kepadatan yang besar, serta potensi fisik seperti ketinggian, penggunaan lahan, dan curah hujan yang mendukung pembangunan pertanian, pariwisata, dan perkebunan.
Pemanfaatan citra penginderaan jauh dan sistem informasi geografis untuk peme...Asep Mulyono
Dokumen ini membahas pemetaan lahan kritis di daerah Kokap dan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo menggunakan citra penginderaan jauh dan sistem informasi geografis. Metode yang digunakan mengacu pada pedoman Departemen Kehutanan untuk menentukan tingkat kritisitas lahan berdasarkan parameter tutupan lahan, kemiringan lereng, bahaya erosi, produktivitas, manajemen lahan dan batuan. Hasilnya mengidentifikasi lahan tidak k
Dokumen tersebut merupakan panduan pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dengan pendanaan internal Universitas Halu Oleo tahun 2019. Panduan ini memuat penjelasan mengenai program-program penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dikelola oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Halu Oleo beserta tata cara pengajuan proposal, seleksi, pelaksanaan, dan pelaporan kegi
Peta ini menunjukkan lokasi daerah irigasi di Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara yang terdiri dari delapan lokasi yaitu D.I. Lampeapi, D.I. Wawousu, D.I. Mosolo, D.I. Ladianta, D.I. Tekonea, D.I. Kekea, D.I. Lasilowo I, dan D.I. Labeau. Peta ini juga menampilkan batas administratif kabupaten dan kecamatan serta jaringan
Identifikasi lahan potensial untuk pengembangan pariwisata di kabupaten buton...jufrikarim
Pemerintah mengumumkan paket stimulus ekonomi baru untuk menyelamatkan bisnis dan pekerjaan. Paket ini memberi insentif pajak dan bantuan tunai untuk UMKM serta memperpanjang program pengaman sosial. Langkah ini diambil untuk mendorong pemulihan ekonomi selama pandemi Covid-19.
Analisis spasial status hara tanah pada lahan persiapan percetakan sawah di k...jufrikarim
Upaya pencapaian swasembada pangan dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yakni
peningkatan indeks pertanaman (IP) atau peningkatan produktivitas sawah-sawah
eksisting dan penambahan luas baku lahan sawah. Peningkatan produksi padi sawah
melalui perluasan sawah atau ekstensifikasi masih sangat dimungkinkan karena potensi
lahan yang sesuai untuk perluasan sawah masih cukup luas sehingga pendekatan ini
masih sangat memungkinkan untuk dilakukan melalui program perluasan sawah baru.
Program ini harus diawali dengan mengetahui spasial status hara tanah pada lahan
perluasan percetakan sawah. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Oktober 2016
hingga Maret 2017. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui spasial status hara Nitrogen
(N), Fospor (P), Kalium (K), dan pH tanah pada lahan persiapan pencetakan sawah baru
di Kabupaten Bombana. Penelitian ini menggunakan metode survei bebas didasarkan
pada peta administrasi Kabupaten Bombana dengan luas lahan sawah bukaan baru 840,91
ha yang tersebar di 14 Desa. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Parameter yang diamati meliputi Ntotal,
Fospor (P2O5 ekstrak HCl), K-total (K2O ekstrak HCl), dan pH tanah (H2O). Hasil
penelitian menunjukan bahwa N-total terbagi atas dua golongan yakni status rendah
seluas 316,11 ha dan status sedang dengan luas 524,8 ha. Hara P-potensial tanah dengan
dua kategori yaitu status rendah seluas 83,27 ha dan status sedang seluas 757,64 ha. Hara
K-total dengan dua kategori yaitu status sedang dengan luas 444,27 ha dan status tinggi
seluas 396,64 ha. Kondisi pH tanah dengan tiga kategori yaitu agak masam seluas 334,63
ha; masam seluas 59,84 ha; dan netral seluas 446,44 ha.
Peraturan Daerah ini mengatur tentang retribusi penjualan produksi usaha daerah di Kabupaten Konawe Selatan. Dokumen ini menjelaskan definisi istilah, ketentuan umum, dan dasar hukum yang menjadi acuan penetapan peraturan ini.
18. sni 6502.2 2010 spesifikasi penyajian peta rupa bumi 25.000 (1)
Analisis kelas kemampuan lahan sebagai penentu kesesuaian
1. Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
1
ANALISIS KELAS KEMAMPUAN LAHAN SEBAGAI PENENTU KESESUAIAN
PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN SIDOARJO
Analysis Land Capability Class As Determinants of Land Use Suitability in Sidoarjo
Renanda Ariska Faradina1, Bambang Rahadi2*, Bambang Suharto3
1Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang
2Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran- Malang
*Email Korespondensi: jbrahadi@ub.ac.id
ABSTRAK
Bukti dari pembangunan daerah diantaranya dengan tumbuh kembangnya infrastruktur daerah
yang membutuhkan lahan besar dan tentunya menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan. Alih fungsi
lahan yang tidak sesuai dengan arahan ruang akan berdampak terlampauinya daya dukung
lingkungan. Upaya untuk mengatasi terlampauinya daya dukung lingkungan maka diperlukan suatu
analisis kesesuaian penggunaan lahan berdasarkan kelas kemampuan lahan. Tujuan dari penelitian
ini yaitu menduga tingkat laju erosi serta menentukan perubahan luas kesesuaian penggunaan lahan
antara kondisi existing dan RTRW. Metode yang digunakan yaitu analisis spasial dengan cara overlay
data spasial untuk menghasilkan unit pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai laju erosi pada kondisi penggunaan
lahan existing dan RTRW sebesar 0.020 ton ha-1 y-1. Didapatkan pula hasil bahwa terjadi peningkatan
luas ketidaksesuaian penggunaan lahan pada kondisi existing sebesar 46.18% (33,285.278 Ha),
sedangkan pada RTRW sebesar 76.48% (51,531.952 Ha). Hal ini menunjukkan perkembangan daerah
di Kabupaten Sidoarjo belum memperhatikan kesesuaian peruntukan berdasarkan kelas kemampuan
lahan.
Kata kunci: Daya dukung, kemampuan, lahan, RTRW
Abstract
Evidence of such local area development with the growth of infrastructure require large land areas and certainly
cause land conversion. Land use that does not comply with the directives of space will have an impact exceeding
the carrying capacity of the environment. Efforts to address exceeding the carrying capacity of the environment
will require a proper analysis of land use based on land capability class. The aim of this study is suspected the
rate of erosion and determine the suitability of use of land area change between the existing condition and the
RTRW. Spatial analysis used overlay spatial data in a way to generate new mapping unit that will be used as
the unit of analysis. The results showed that an increase in the value of the rate of erosion on the condition of the
existing land use and spatial planning of 0.020 ton ha-1 y-1. Found also the result that an increasing mismatch
extensive land use on the existing condition of 46.18% (33,285.278 ha), while the RTRW amounted to 76.48%
(51,531.952 ha). This shows the development of the area in Sidoarjo yet to suitability designation based on land
capability class.
Keywords: Capability, carrying capacity, land, spatial planning land
PENDAHULUAN
Berbagai kepentingan yang dilakukan
pemerintah dalam rangka pembangunan
daerah diantaranya dengan
mengembangkan kawasan industri,
permukiman, serta berbagai sarana dan
prasarana pendukung lainnya yang pada
akhirnya menuntut kebutuhan akan lahan.
Sementara itu lahan yang tersedia
didominasi oleh lahan pertanian. Dengan
demikian, luas lahan pertanian di suatu
wilayah tersebut tentunya akan mengalami
penurunan luas lahan akibat adanya alih
fungsi lahan. Alih fungsi lahan yang tidak
2. Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
2
sesuai dengan arahan pemanfaatan lahan,
akan berpotensi terhadap terlampauinya
daya dukung lingkungan.
Ketergantungan manusia terhadap
tanah terus meningkat. Hal ini
menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan terhadap lingkungan yang akan
mendorong kemerosotan sumberdaya
tanah baik mutu maupun jumlahnya.
Kemerosotan ini seperti ditunjukkan oleh
laju erosi yang makin meningkat
(Nurs’aban, 2006).
Perkembangan Kabupaten Sidoarjo
yang cukup pesat membawa implikasi
terjadinya konversi lahan yang cukup
tinggi. Hal ini terlihat dari tahun 2007-2008,
luas lahan pertanian yang semula 23,262
Ha, menjadi 22,684 Ha sehingga terjadi
penyusutannya sekitar 578 Ha. Pada tahun
2009 ketersediaan lahan pertanian 22,539
Ha, yang telah mengalami penyusutan
sangat drastis sekitar 145 Ha. (DPRD
Kabupaten Sidoarjo, 2011). Menurut Feranti
(2011), tingginya laju alih fungsi lahan
pertanian di Kabupaten Sidoarjo ini
didorong oleh beberapa kasus yaitu adanya
bencana lumpur Sidoarjo, dan usaha
intensifikasi pertanian yang tidak optimal.
Perubahan lahan pertanian terutama yang
terjadi di wilayah perkotaan disebabkan
adanya pembangunan industri dan
perumahan dalam skala besar di wilayah
pinggiran kota.
Upaya pengendalian alih fungsi
lahan, dapat dilakukan dengan
melaksanakan penyusunan kebijakan,
rencana dan program pembangunan yang
selaras dengan lingkungan dan tentunya
berkelanjutan serta harus diimbangi
dengan koordinasi dan sinkronisasi dalam
pelaksanaannya (Murniningtyas, 2006).
Analisis kesesuaian penggunaan lahan
merupakan salah satu bentuk upaya
pengendalian perkembangan kawasan
yang berkaitan dengan karakteristik
masing-masing kawasan peruntukan
seperti kesesuaian dan ketersediaan lahan.
Perkembangan kawasan harus mengikuti
standart dan kriteria yang berkaitan
dengan faktor pembatas untuk masing-
masing jenis kawasan peruntukan. Tujuan
dari penelitian ini yaitu menduga tingkat
laju erosi aktual dan perubahan tingkat
erosi seiring perubahan tata ruang
berdasarkan RTRW serta menentukan
perubahan luas kesesuaian penggunaan
lahan antara kondisi saat ini dan RTRW.
BAHAN DAN METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Sidoarjo yang terletak pada koordinat
112.50 sampai 112.90 Bujur Timur (BT) dan
7.30 sampai 7.50 Lintang Selatan (LS). Luas
wilayahnya 72,088.439 Ha. Kabupaten
Sidoarjo adalah sebelah Barat berbatasan
dengan Kabupaten Mojokerto; sebelah
Timur berbatasan dengan Selat Madura;
sebelah Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Pasuruan dan sebelah Utara
berbatasan dengan Kota Surabaya dan
Kabupaten Gresik (Gambar 1).
Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten
Sidoarjo
Pendugaan Tingkat Laju Erosi
Penentuan nilai tingkat laju erosi
berdasarkan faktor yang mempengaruhi
diantaranya faktor Erosivitas (R),
Erodibilitas (K), Panjang (L) dan
Kemiringan Lereng (S), serta Faktor
Tanaman (C) dan Pengolahan Lahan (P).
Masing-masing faktor memiliki tahapan
perhitungan sendiri sebelum
diakumulasikan ke dalam nilai laju erosi.
Semua parameter diolah untuk mengetahui
seberapa banyak tanah yang tererosi (A).
3. Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
3
Hasil yang diperoleh tersebut
diklasifikasikan berdasarkan tingkat
bahaya erosi.
1. Penentuan nilai erosivitas hujan
Perhitungan indeks erosivitas hujan
menggunakan Metode Utomo, sedangkan
penentuan luas pengaruh Stasiun Hujan
menggunakan Metode Thiessen sehingga
didapatkan poligon yang membagi wilayah
Kabupaten Sidoarjo menjadi 28 wilayah
beserta luasnya. Hasil luasan Stasiun Hujan
yang diperoleh dari Metode Thiessen
tersebut, akan digunakan untuk
mengetahui besarnya koefisien Thiessen.
Penentuan besarnya koefisien Thiessen
dengan cara membagi antara luas masing-
masing Stasiun Hujan dengan Luas Total
Kabupaten Sidoarjo, sehingga didapatkan
hasil koefisien Thiessen. Hasil dari nilai
koefisien Thiessen tersebut digunakan
sebagai faktor kali dalam menentukan
curah hujan rata-rata harian yang
kemudian akan menghasilkan curah hujan
rata-rata bulanan, curah hujan maksimal,
dan jumlah hari hujan dalam kurun waktu
bulanan pada setiap Stasiun Hujan.
Nilai erosivitas hujan (R) dapat
dihitung menggunakan metode Utomo
(Persamaan 1), dimana Rb = indeks
erosivitas bulanan, Hb = curah hujan
bulanan (cm). Penentuan curah hujan
bulanan dengan pengolahan data curah
hujan 10 tahun terakhir dengan metode
Poligon Thiessen (Persamaan 2), dimana
R = curah hujan rata-rata (cm), Rn = curah
hujan di stasiun hujan n (cm), An = luas
daerah pengaruh stasiun hujan n (Ha).
Nilai R didapatkan dari penjumlahan nilai
Rb tiap bulan (Persamaan 3), dimana R =
indeks erosivitas tahunan (cm), Rbi =
indeks erosivitas bulan ke-i (cm).
Rb = 10.84 + 4.15 Hb (1)
∑ =
∑ =
=
n
1i An
n
1i Rn.An
R (2)
R = ∑ =
12
1i iRb (3)
Data hasil perhitungan tersebut
dimasukkan ke data atribut Peta Sebaran
Stasiun Hujan lalu dilakukan griding. Grid
merupakan peta dalam bentuk pixel dimana
setiap pixel bisa ditentukan ukurannya
sehingga jika dioverlay akan dapat
diketahui nilai yang dihasilkan pada setiap
pixelnya.
2. Penentuan nilai erodibilitas tanah
Nilai erodibilitas tanah (K)
menggambarkan kepekaan jenis tanah
terhadap erosi. Semakin tinggi nilai indeks
erodibilitas tanah maka tanah tersebut
semakin peka terhadap erosi. Tinggi
rendahnya nilai erodibilitas tanah
dipengaruhi oleh perbedaan tekstur tanah.
Penentuan nilai indeks erodibilitas tanah
yang dipakai dalam penelitian ini
didapatkan dari penelitian sebelumnya.
Indeks erodibilitas tanah Kabupaten
Sidoarjo (Tabel 1).
Tabel 1. Nilai Indeks Erodibilitas Tanah (K) di
Kabupaten Sidoarjo
Sumber: Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Kehutanan dalam
Prawijiwuri, G. 2011.
3. Penentuan nilai panjang dan
kemiringan lereng
Faktor panjang (L) dan kemiringan lereng
(S) mempengaruhi besarnya erosi yang
terjadi. Makin panjang suatu lereng maka
erosi yang terjadi akan makin besar pula.
Sedangkan kemiringan lereng
mempengaruhi banyaknya limpasan yang
terjadi. Panjang dan kemiringan lereng (LS)
ditentukan dengan peta dasar yaitu peta
kontur Kabupaten Sidoarjo yang diolah
dengan menggunakan Arc.View 3.1. Nilai
LS dapat dihitung dengan persamaan yang
direkomendasikan oleh Arsyad (2010)
(Persamaan 4).
LS= (0.0138+0.00965S+0.00138S2) L (4)
Jenis Tanah Nilai K
Aluvial Kelabu Tua 0.115
Asosiasi Aluvial Kelabu dan
aluvial Coklat Kekelabuan
0.193
Aluvial Hidromof 0.320
Grumosol Kelabu Tua 0.187
4. Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
4
4. Penentuan nilai pengelolaan tanaman
dan pengolahan tanah
Penentuan besarnya nilai Faktor Tanaman
(C) dan Faktor Pengolahan Lahan (P)
dianalisa berdasarkan peta tata guna lahan
pada kondisi existing maupun RTRW.
Tutupan lahan berpengaruh terhadap
terjadinya erosi. Dasarnya jika makin
banyak tutupan lahan maka dapat
melindungi permukaan tanah dari tetesan
air hujan yang nantinya akan memperkecil
terjadinya gaya tekan air terhadap tanah.
Faktor C dan P ditentukan berdasarkan
penelitian sebelumnya (Tabel 2).
Tabel 2. Nilai Faktor Tanaman (C) dan Pengolahan
Lahan (P)
Tata Guna Lahan Nilai C Nilai P
Pemukiman 0.750 0.250
Perairan darat 0.000 0.000
Persawahan 0.010 0.100
Hutan bakau 0.085 1.000
Industri 0.750 0.250
Jasa 0.750 0.250
Pertanian tanah kering
Semusim
0.200 0.763
Kebun 0.200 0.268
Tanah terbuka 1.000 1.000
Kawasan Geologi 1.000 1.000
Sumber: (1) BP. DAS Brantas, 2002; (2) Fathoni, 2011; (3) Hasil
Interpretasi Satelit 2011 dan Survei Lapangan 2012 dalam
Surono, 2013.
5. Penentuan nilai tingkat laju erosi
Besarnya laju erosi dihasilkan dari overlay
tiap-tiap peta yang telah didapatkan.
Perhitungan laju erosi menggunakan
metode USLE (Universal Soil Loss Equation)
(Persamaan 5), yaitu Banyaknya tanah
tererosi dalam satuan ton ha-1 y-1 (A);
Faktor erosivitas hujan dan aliran
permukaan, yaitu jumlah satuan indeks
erosi hujan tahunan dalam satuan cm (R);
Faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi
per indeks erosi hujan untuk suatu jenis
atau karakteristik tanah (K); Faktor panjang
dan kemiringan lereng, yaitu nisbah antara
besarnya erosi per indeks erosi dari suatu
lahan dengan panjang dan kemiringan
lahan tertentu terhadap besarnya erosi (LS);
Faktor tanaman penutup lahan dan
manajemen tanaman, yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari suatu lahan dengan
penutup tanaman dan manajemen tanaman
tertentu (C); Faktor pengolahan lahan (P)
yaitu nisbah antara besarnya erosi dari
suatu lahan dengan pengolahan lahan dan
manajemen lahan tertentu. Perhitungan
nilai tingkat laju erosi (Persamaan 5)
(Wischmeier, 1978).
A = R x K x LS x CP (5)
Setelah didapatkan besarnya laju erosi
setiap unit lahan, lalu diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman solum tanah,
sehingga diperoleh peta tingkat bahaya
erosi Kabupaten Sidoarjo. Hasil tersebut
diklasifikasikan berdasarkan tingkat
bahaya erosi yang terjadi setiap unit lahan
sehingga didapatkan peta tingkat bahaya
erosi yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo.
6. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi
Tingkat bahaya erosi juga dapat
diperhitungkan dari jumlah tanah yang
hilang maksimum dalam ton-1ha-1y-1 pada
setiap unit lahan, kemudian
diklasifikasikan erosinya sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan dan
dikombinasikan dengan solum tanah maka
akan diperoleh kelas tingkat bahaya erosi
sesuai BRLKT (Balai Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah) (Tabel 3).
Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi
Solum Tanah
(cm)
Kelas Bahaya Erosi (ton-1ha-1th-1)
I II III IV V
Dalam 1 2 3 4 5
Sedang 2 3 4 5 5
Dangkal 3 4 5 5 5
Sangat dangkal 4 5 5 5 5
Keterangan: Dalam = >90, Sedang = 60-90, Dangkal = 30-60,
Sangat dangkal = <30, I = <15, II = 15-60, III = 60-180, IV = 180-
480, V = >480; 1 = sangat ringan, 2 = ringan, 3 = sedang, 4 =
berat, 5 = sangat berat.
Klasifikasi Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan adalah
penilaian komponen lahan yang menurut
Arsyad (1989) adalah penilaian komponen-
komponen lahan secara sistematis dan
pengelompokan ke dalam berbagai
kategori berdasarkan sifat-sifat yang
merupakan potensi dan penghambat dalam
penggunaan lahan. Lahan digolongkan
dalam tiga kategori utama yaitu kelas, sub-
kelas, dan satuan kemampuan lahan.
1. Tingkat Sub Kelas
Parameter yang digunakan untuk
mengklasifikasikan lahan berdasarkan
tingkat sub kelas diantaranya adalah
5. Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
5
tekstur tanah (t), permeabilitas tanah (p),
kedalaman efektif (k), drainase tanah (d),
lereng permukaan (l), dan erosi (e). Data
yang dibutuhkan untuk klasifikasi
diantaranya peta jenis tanah Kabupaten
Sidoarjo, peta kontur untuk menentukan
kelerengan, dan peta erosi.
2. Tingkat Kelas
Klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan
tingkat kelas diperlukan untuk
menggolongkan lahan sehingga dapat
diketahui alokasi pemanfaatan yang tepat
sesuai dengan kemampuan lahan yang
dimiliki. Kemampuan lahan
diklasifikasikan ke dalam 8 kelas yang
ditandai dengan huruf romawi I – VIII. Dua
kelas pertama (kelas I, II) adalah lahan
yang cocok untuk pertanian dan dua kelas
terakhir (VII dan VIII) adalah lahan yang
harus dilindungi atau untuk fungsi
konservasi. Kelas III, IV, V, dan VI dapat
dipertimbangkan untuk berbagai
pemanfaatan lainnya. Klasifikasi
kemampuan lahan berdasarkan tingkat
kelas dilakukan berdasarkan hasil dari klasi
fikasi tingkat sub kelas. Acuan yang
digunakan untuk klasifikasi berdasarkan
tingkat kelas adalah Peraturan Menteri LH
No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penentuan Daya Dukung Lingkungan
Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah
(Tabel 4).
3. Evaluasi Penggunaan Lahan Existing
dan RTRW 2009-2029
Evaluasi kesesuaian penggunaan lahan
dilakukan pada lahan existing dan RTRW
2009-2029 dengan metode overlay. Teknik
overlay dilakukan dengan bantuan
perangkat lunak berupa ArcView 3.1.
Overlay dilakukan pada dua peta yaitu peta
penggunaan lahan existing dan peta arahan
penggunaan lahan berdasarkan kelas
kemampuan, yang selanjutnya tahap ini
dilakukan juga pada peta RTRW. Evaluasi
dilakukan dengan membandingkan
penggunaan lahan awal dan penggunaan
lahan arahan. Hasil evaluasi diperoleh
output berupa pengklasifikasian lahan
berdasarkan tingkat kesesuaian yang
dibagi menjadi tiga kategori yaitu S1
(sangat sesuai) jika penggunaan lahan
tersebut sudah sesuai dengan arahan yang
ada, S2 (cukup sesuai) jika penggunaan
lahan tidak sesuai dengan arahan tetapi
masih dapat ditoleransi, N (tidak sesuai)
jika penggunaan lahan tidak sesuai dengan
arahan dan sudah tidak dapat ditoleransi.
Tabel 4. Kriteria Kelas Kemampuan Lahan
Subkelas
Kelas Kemampuan Lahan
I II III IV V VI VII VIII
1. Tekstur tanah
a. Lapisan atas t2/t3 t1/t4 t1/t4 (*) (*) (*) (*) t5
b. Lapisan bawah t2/t3 t1/t4 t1/t4 (*) (*) (*) (*) t5
2. Lereng permukaan (%) l0 l1 l2 l3 (*) l4 l5 l6
3. Drainase d0/d1 d2 d3 d4 (**) (*) (*) (*)
4. Kedalaman efektif k0 k0 k1 k2 (*) k3 (*) (*)
5. Keadaan erosi e0 e1 e1 e2 (*) e3 e4 (*)
6. Permeabilitas p2/p3 p2/p3 p2/p3 p3 p1 (*) (*) p3
Keterangan: (*) = dapat mempunyai sebaran sifat faktor penghambat dari kelas yang lebih rendah, (**) = permukaan
tanah selalu tergenang air. Tekstur tanah: t1 = halus, t2 = agak halus, t3 = sedang, t4 = agak kasar, t5 = kasar; Kedalaman
efektif: k0 = >90cm, k1 = 90-50cm, k2 = 50-25cm, k3 = <25cm; Permeabilitas: p1 = 0.5cm h-1, p2 = 0.5-2.0 cm h-1, p3 = 2.0-
6.25cm h-1; Drainase: d0 = baik, d1 = agak baik, d2 = agak buruk, d3 = buruk, d4 = sangat buruk; Erosi: e0 = tidak ada
erosi, e1 = sangat ringan, e2 = ringan, e3 = sedang, e4 = besar, e5 = sangat besar; Lereng permukaan: l0 = 0-3%, l1 = 3-8%, l2
= 8-15%, l3 = 15-30%, l4 = 30-45%, l5 = 45-65%, l6 = >65%.
6. Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan Lahan Kabupaten Sidoarjo
Penggunaan lahan existing Kabupaten
Sidoarjo didominasi oleh persawahan
seluas 31,908.409 Ha atau (44.26%) dari luas
seluruh wilayah Kabupaten Sidoarjo.
Sedangkan pada lahan RTRW 2009-2029
tata guna lahan paling dominan yaitu
pemukiman sebesar 27,356.707 Ha atau
37.95% dari seluruh wilayah Kabupaten
Sidoarjo. Berdasarkan RTRW Kabupaten
Sidoarjo, pemerintah cenderung
meningkatkan sektor pemukiman yang
meliputi industri dan jasa serta
menurunkan sektor pertanian yang juga
meliputi perairan darat. Perbedaan
penggunaan lahan existing dan RTRW
Kabupaten Sidoarjo (Tabel 5).
Tabel 5. Perbandingan penggunaan lahan Existing dan
RTRW Kabupaten Sidoarjo
Penggunaan
Lahan
Luas (Ha) Persentase (%)
Existing RTRW Existing RTRW
Pemukiman 14077.401 27356.707 19.53 37.95
Perairan
darat
19467.451 13404.208 27.00 18.59
Persawahan 31908.409 14486.878 44.26 20.09
Hutan
bakau
1124.665 2949.302 1.56 4.09
Industri 174.762 11184.081 0.25 15.52
Jasa 3.415 1843.419 0.00 2.55
Pertanian
semusim
1912.728 - 2.65 -
Kebun 1871.329 - 2.59 -
Tanah
terbuka
1548.279 - 2.14 -
Kawasan
Geologi
863,843 1.19
Sumber: Peta Penggunaan Lahan tahun 2008 dan Peta RTRW
tahun 2009-2029 Kabupaten Sidoarjo
Tingkat Laju Erosi Kabupaten Sidoarjo
Hasil perhitungan nilai indeks erosivitas
(R) tahunan terbesar di Kabupaten Sidoarjo
terjadi di daerah pengaruh Stasiun Hujan
Sedati yaitu sebesar 225.24 sedangkan nilai
erosivitas tahunan terkecil terjadi di daerah
pengaruh Stasiun Hujan Cepiples yaitu
sebesar 139.52.
Kabupaten Sidoarjo didominasi
dengan jenis tanah Aluvial Kelabu Tua.
Jenis tanah yang lain diantaranya Aluvial
Hidromof, Grumosol Kelabu Tua, dan yang
paling sedikit yaitu Asosiasi Aluvial Kelabu
dan Coklat Kekelabuan. Indeks erodibilitas
tanah terbesar pada jenis tanah Aluvial
Hidromof dengan luas wilayah sebesar
24.556,033 Ha. Nilai indeks erodibilitas
tanah terkecil pada jenis tanah Aluvial
Kelabu Tua dengan luas wilayah sebesar
44.782,974 Ha. Indeks erodibilitas tanah
menunjukkan tingkat kerentanan tanah
terhadap erosi, yaitu retensi partikel
terhadap pengikisan dan perpindahan
tanah oleh energi kinetik air hujan. Tekstur
tanah yang sangat halus akan lebih mudah
hanyut dibandingkan dengan tekstur tanah
yang kasar. Kandungan bahan organik
yang tinggi akan menyebabkan nilai
erodibilitas tinggi (Herawati, 2010).
Nilai LS di Kabupaten Sidoarjo
tertinggi sebesar 5250.816 sedangkan nilai
LS terendah sebesar 0.151. Mayoritas
Kabupaten Sidoarjo mempunyai nilai LS
berkisar antara 0.151-583.558 m, karena
wilayah Kabupaten Sidoarjo topografinya
datar. Panjang dan kemiringan lereng
terdiri dari dua komponen, yakni faktor
panjang dan faktor kemiringan lereng.
Faktor panjang lereng adalah jarak
horizontal dari permukaan atas yang
mengalir ke bawah dimana gradien lereng
menurun hingga ke titik awal atau ketika
limpasan permukaan (run off) menjadi
terfokus pada saluran tertentu (Renard et
al., 1997).
Penentuan besarnya nilai C dan P
berdasarkan tata guna lahan existing dan
RTRW Kabupaten Sidoarjo. Nilai C paling
tinggi yaitu pada Pemukiman, Jasa, dan
Industri sebesar 0.750 karena diasumsikan
pada pemukiman, industri maupun jasa
tidak ada tutupan lahan atau tanaman
penutup, yang ada hanyalah bangunan-
bangunan yang menghalangi masuknya air
ke tanah. Sedangkan nilai C paling rendah
yaitu perairan darat karena pada perairan
diasumsikan tidak ada erosi. Nilai P paling
tinggi yaitu pada hutan bakau, kawasan
geologi terdampak lumpur dan tanah
terbuka sebesar 1 karena diasumsikan pada
ketiga kawasan tersebut tidak ada
pengolahan tanah dengan baik atau tidak
ada tindakan pengendalian erosi.
Sedangkan pada perairan darat tidak
memiliki nilai P (0), karena tidak ada lahan
sehingga diasumsikan tidak ada erosi.
Faktor penutupan lahan menggambarkan
dampak kegiatan pertanian dan
7. Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
7
pengelolaannya pada tingkat erosi tanah
(Renard et al., 1997).
Nilai Erosi (A) didapatkan dengan
mengkalikan faktor-faktor yang
mempengaruhi erosi. Hasil perhitungan
pendugaan nilai laju erosi pada kondisi
tata guna lahan existing dapat diketahui
jumlah erosi total Kabupaten Sidoarjo
dengan luas wilayah sebesar 72,088.439 Ha
mencapai 51,182.792 ton y-1 dengan erosi
rata-rata sebesar 0.710 ton ha-1 y-1. Pada
RTRW 2009-2029 diketahui jumlah erosi
total Kabupaten Sidoarjo mencapai
52,624.560 ton y-1 dengan erosi rata-rata
sebesar 0.73 ton ha-1 y-1. Berdasarkan
perhitungan nilai erosi rata-rata tersebut
dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan laju erosi pada 20 tahun
(RTRW) sebesar 0.02 ton ha-1 y-1 atau 2.82%
dari erosi yang terjadi pada kondisi
existing. Peta hasil klasifikasi erosi pada
kondisi existing (a) dan RTRW 2009-2029
(b) pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta Klasifikasi Erosi : (a) Kondisi Existing 2008; (b) Kondisi RTRW tahun 2029
Kabupaten Sidoarjo
8. Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
8
Berdasarkan gambar diatas dapat
diketahui perubahan luas dari masing-
masing tingkat bahaya erosi existing dan
RTRW. Terjadi penurunan persentase luas
untuk kategori sangat ringan dari kondisi
existing ke RTRW yaitu 97.63% menjadi
95.18% dari luas total Kabupaten Sidoarjo.
Sedangkan terjadi peningkatan untuk
kategori ringan dari kondisi existing ke
RTRW yaitu 2.15% menjadi 4.22% dari luas
total Kabupaten Sidoarjo. Kategori sedang
juga mengalami peningkatan yaitu dari
0.15% untuk existing, menjadi 0.50% untuk
RTRW. Kategori Berat persentasenya sama
antara existing dan RTRW yaitu 0.04%.
Kategori sangat berat mengalami
peningkatan yaitu dari 0.02% untuk
existing menjadi 0.05% untuk RTRW.
Peningkatan laju erosi tingkat ringan,
sedang, dan sangat berat dikarenakan
adanya peningkatan penggunaan lahan
pemukiman dan penurunan lahan vegetasi
di Kabupaten Sidoarjo. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Dariah et al.,
(2004), tingkat erosi akan semakin tinggi
dengan meningkatnya kegiatan penduduk
yang membuka tanah-tanah pertanian
tanpa pengolahan yang benar.
Meninjau pada kondisi existing
wilayah yang mempunyai kategori erosi
sangat ringan atau tidak ada erosi (e0)
meliputi hampir semua wilayah
Kabupaten Sidoarjo. Kategori ringan (e1)
meliputi Kecamatan Krian, Taman,
Sukodono, Sidoarjo, Candi, Wonoayu,
Jabon, Porong, Krembung, Tanggualangin.
Kategori sedang (e2) meliputi Kecamatan
Sidoarjo, Buduran, Waru, Sukodono.
Kategori berat (e3) meliputi Kecamatan
Jabon, Buduran, Porong. Kategori sangat
berat (e4) meliputi Kecamatan
Tanggulangin, Candi, Buduran. Pada
kondisi RTRW wilayah yang mempunyai
kategori erosi sangat ringan (e0) meliputi
hampir semua wilayah kabupaten
Sidoarjo. Kategori ringan (e1) meliputi
kecamatan Balongbendo, Krian, Sukodono,
Buduran, wonoayu, Gedangan, Candi,
Porong, Jabon. Kategori sedang (e2)
meliputi Kecamatan Sedati, Waru,
Sidoarjo, Tanggulangin, Krian, Jabon.
Kategori berat (e3) meliputi Kecamatan
Porong, Jabon, Tanggulangin. Kategori
sangat berat (e4) meliputi Kecamatan
Tanggulangin, Candi. Penelitian yang
menggunakan kategori tingkat bahaya
erosi juga dilakukan oleh Fathillah (2012)
yang menghasilkan tingkat bahaya erosi di
DAS Tenggarong memiliki tingkat ringan
hingga sangat berat, jika dibandingkan
dengan hasil di Kabupaten Sidoarjo maka
hasilnya tingkat laju erosi di DAS
Tenggarong lebih tinggi dibandingkan di
Kabupaten Sidoarjo.
Klasifikasi Kemampuan Lahan
1. Tingkat Sub Kelas
Klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan
tingkat sub kelas merupakan
pengelompokan lahan berdasarkan
karakteristiknya. Karakteristik tersebut
terdiri dari beberapa parameter
diantaranya tekstur tanah, permeabilitas,
kedalaman efektif, drainase tanah lereng
permukaan, dan erosi. Klasifikasi
kemampuan lahan berdasarkan tingkat
sub kelas (Tabel 6).
Tabel 6. Luasan lahan pada setiap faktor
penghambat Kabupaten Sidoarjo
Faktor
Hasil
klasifikasi
Luas
Ha %
t
t2 23,842.148 33.07
t4 47,268.469 65.57
t5 977.821 1.36
k k0 72,088.439 100
p
p2 23,842.148 33.07
p4 47,268.469 65.57
p5 977.821 1.36
d
d0 977.821 1.36
d1 47,268.469 65.57
d3 23,842.148 33.07
e
e0 70,379.460 97.63
e1 1,549.139 2.15
e2 109.440 0.15
e3 33.120 0.04
e4 17.280 0.02
l
l0 63,982.139 88.76
l1 6,858.939 9.51
l2 1,134.260 1.57
l3 61.920 0.08
l4 1.440 0.00
l6 48.960 0.07
Keterangan: t = tekstur (t2 = agak halus – t5 = kasar); k
= kedalaman efektif (k0 = dalam); p = permeabilitas
(p2 = agak lambat – p5 = cepat); d = drainase (d0 =
baik – d3 = buruk); e = erosi (e0 = tidak ada erosi – e4
= sangat berat); l = lereng permukaan (l0 = datar – l6 =
sangat curam).
9. Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
9
Kabupaten Sidoarjo berdasarkan jenis
tanah yang ada, memiliki tiga jenis tekstur
tanah, yaitu lempung berlumpur, lempung
berpasir, dan pasir berlempung. Ketiganya
mempengaruhi daya serap (infiltrasi) air
limpasan, dimana pasir paling cepat
menyerap air, lanau mempunyai daya serap
sedang, dan lempung paling sulit menyerap
(Farida, 2005). Berdasarkan tekstur tanah
yang ada, maka dapat ditentukan
permeabilitas dan drainase dari masing-
masing jenis tanah yang ada di Kabupaten
Sidoarjo. Permeabilitas di Kabupaten
Sidoarjo diantaranya agak lambat (0.5-2.0
cm h-1), agak cepat (6.25-12.5 cm h-1), cepat
(>12.5 cm h-1). Sedangkan kondisi drainase
di Kabupaten Sidoarjo baik, agak baik,
buruk, dengan masing-masing persentase
luas yaitu 2.03%, 63.91% 34.06%. Menurut
Asmin dan Syamsiar (2006), permeabilitas
merupakan salah satu unsur penilaian
untuk keperluan pengolahan tanah, yaitu
untuk memperbaiki kondisi pergerakan air
dan daya serap air tanah. Bila permeabilitas
pada lapisan olah tertentu cepat, berakibat
tanah cepat mengering sehingga daya serap
air tanah rendah. Sebaliknya bila lambat air
limpasan akan mudah terbentuk pada lahan
miring atau tergenang pada lahan datar.
Kabupaten Sidoarjo hanya memiliki
satu kategori kedalaman efektif. Dapat
diketahui saat penentuan tingkat bahaya
erosi menurut BRLKT (Balai Rehabilitasi
Lahan dan Konservasi Tanah) karena rata-
rata erosi yang terjadi masuk kategori Kelas
I, yaitu SR (sangat ringan) maka secara
otomatis diketahui solum tanahnya dalam
(>90 cm). Sehingga dapat ditentukan di
Kabupaten Sidoarjo kebanyakan
mempunyai kedalaman tanah dalam ( >90
cm). Menurut Hardjowigeno (1995),
kedalaman efektif adalah kedalaman tanah
yang masih dapat ditembus oleh akar
tanaman.
Kabupaten Sidoarjo termasuk wilayah
yang topografinya datar, oleh karena itu
lereng permukaan yang mendominasi di
Kabupaten Sidoarjo yaitu kategori l0. Lereng
permukaan ini berkaitan dengan nilai
tingkat erosi, sehingga kategori tingkat erosi
yang paling dominan di Kabupaten Sidoarjo
yaitu sangat ringan (e0). Kategori tingkat
erosi sangat berat ada di kawasan
Kecamatan Tanggulangin, hal ini
dikarenakan lereng permukaan yang sangat
curam dan sebagian besar karena drainase
tanah yang buruk sehingga lebih mudah
mengalami erosi.
2. Tingkat Kelas
Klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan
tingkat kelas ini dilakukan untuk
mengetahui alokasi pemanfaatan ruang
yang tepat sesuai dengan kemampuan lahan
yang dimiliki. Acuan yang digunakan untuk
klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan
tingkat kelas adalah Peraturan Menteri LH
Nomor 17 Tahun 2009. Berdasarkan hasil
klasifikasi tingkat sub kelas dan kelas, maka
didapatkan hasil berupa peta kelas
kemampuan lahan yaitu sebagai
pembanding untuk proses evaluasi
penggunaan lahan existing dan RTRW 2009-
2029 Kabupaten Sidoarjo. Peta kelas
kemampuan lahan disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta Kelas Kemampuan Lahan Kabupaten
Sidoarjo
Kabupaten Sidoarjo memiliki kelas
kemampuan lahan yang bermacam-macam
yaitu Kelas I, II, III, V, VI, VII, VIII. Semakin
besar tingkat kelas kemampuan lahan, maka
pilihan penggunaan lahan akan semakin
sedikit. Kecamatan yang termasuk dalam
Kelas I diantaranya Balongbendo, Tarik,
Prambon, Tulangan, Sidoarjo, Sukodono,
Jabon. Kelas II tersebar di Kecamatan
balongbendo, Tarik, Tulangan, Candi,
10. Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
10
Sidoarjo, Buduran, Sedati, waru, Jabon,
Sukodono. Kelas III tersebar di Kecamatan
Krian, Krembung, Porong, Tanggulangin,
Jabon. Kelas V tersebar di Kecamatan
Wonoayu, Sukodono, Gedangan, Sidoarjo,
Taman, Waru. Kelas VI tersebar di Kecamatan
Jabon, Tanggulangin, Tulangan, Buduran.
Kelas VII tersebar di Kecamatan Waru. Kelas
VIII tersebar di Kecamatan Tanggulangin,
Candi. Sebesar 59,25% kesesuaian didominasi
oleh lahan pertanian.
Hasil Evaluasi Kesesuaian Penggunaan
Lahan
Evaluasi penggunaan lahan existing dan
RTRW 2009-2029 Kabupaten Sidoarjo
dilakukan setelah didapatkan peta kelas
kemampuan lahan. Kemudian dapat
diketahui perbedaan kesesuaian pengunaan
lahan yang terjadi antara existing dan RTRW
2009-2029 Kabupaten Sidoarjo. Perbedaan
kesesuaian penggunaan lahan existing dan
RTRW 2009-2029 Kabupaten Sidoarjo untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Perbedaan Kesesuaian Penggunaan Lahan
Existing dan RTRW 2009-2029 Kabupaten Sidoarjo
Kategori
Kesesuaian
Existing RTRW
Luasan (Ha) % Luasan (Ha) %
S1
(sangat sesuai)
20,136.51 27.93 13,207.79 18.33
S2
(cukup sesuai)
18,666.65 25.89 7,348.69 10.19
N
(tidak sesuai)
33,285.28 46.18 51,531.95 71.48
Total 72,088.439 100 72,088.439 100
Sumber: Hasil Analisis dan Perhitungan, 2015
Berdasarkan Tabel diatas perubahan
persentase kategori kesesuaian antara existing
dan RTRW, untuk kategori S1 (sangat sesuai)
sebesar 9.60%. Kategori S2 (cukup sesuai)
sebesar 15.70%. Kategori N (tidak sesuai)
sebesar 25.30%. Evaluasi penggunaan lahan
juga dilakukan oleh Suryoputro (2006) untuk
mengetahui informasi dasar dalam upaya
mendukung pengembangan wisata pantai
srau Kabupaten Pacitan.
Perbandingan kesesuaian penggunaan
lahan antara kondisi existing dan RTRW
didominasi oleh kesesuaian peruntukan
sawah dengan luas 31908.409 Ha atau 44.26%
dari luas keseluruhan Kabupaten Sidoarjo.
Ketidaksesuaian penggunaan lahan
didominasi oleh peruntukan pemukiman
yang meliputi industri dan jasa dengan luas
18246.674 Ha atau 25.30% dari luas
keseluruhan yang seharusnya untuk lahan
persawahan. Hal ini menunjukkan terjadi
pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
arahan, atau terjadi pembukaan lahan yang
tidak sesuai dengan peruntukannya. Menurut
Rifai (2009), ketepatan dalam pemilihan lokasi
untuk pemukiman mempunyai arti yang
penting dalam aspek keruangan karena akan
menentukan tingkat keawetan bangunan,
nilai ekonomis, dampak pemukiman terhadap
lingkungan disekitarnya atau bahkan dapat
menyebabkan pemukiman tersebut terkena
bencana alam seperti erosi, banjir, dan tanah
longsor.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad. 1989. Evaluasi Kemampuan Lahan
untuk Arahan Penggunaan Lahan
dengan Foto Udara.
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/
LAINNYA/HENDRO_MURTIANTO
/03_Evaluasi_Kemampuan_Lahan.pd
f. Diakses pada tanggal 23 Juli 2015
Jam 11.42 WIB.
Arsyad, Sitanala. 2010. Konservasi Tanah dan
Air. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. IPB
Press. Bogor.
Asmin dan Syamsiar. 2006. Pengenalan Sifat
Fisik Tanah untuk Kesesuaian
Pengelolaan Lahan Tanpa Olah Tanah
pada Lahan Kering di Sulawesi Tenggara.
Buletin dan Informasi Pertanian. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian
Sulawesi Tenggara.
http://jurnal.unsyiah.ac.id/agrista/ar
ticle/viewFile/685/669. Diakses pada
tanggal 29 Juli 2015 jam 1.28 WIB.
Dariah A., Achmad R., Undang K. 2004. Erosi
dan Degradasi Lahan Kering di Indonesia.
http://balittanah.litbang.pertanian.go
.id/ind/dokumentasi/buku/buku%2
0lahan%20kering/01erosi_dan_degra
dasi.pdf. Diakses pada tanggal 28 Juli
2015 Jam 6.08 WIB.
DPRD Kabupaten Sidoarjo. 2011.
http://dprdsidoarjokab.go.id/pertah
un-lahan pertanian-sidoarjo-susut-
200-hektar.html. Diakses pada tanggal
22 Juli 2015 Jam 21.47 WIB.
11. Faradina, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
11
Farida H., M. Taufik, Bangun M. 2005.
Analisis Genangan Air Hujan di
Kawasan Delta dengan Menggunakan
Perngindraan Jauh dan SIG. Institut
Teknologi Sepuluh November.
Surabaya.
Fathillah, S.S. 2012. Penilaian Tingkat Bahaya
Erosi, Sedimentasi, dan Kemampuan
serta Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit
untuk Penatagunaan Lahan DAS
Tenggarong, Kabupaten Kutai
Kartanegara. Universitas Gadjah
Mada. Yogjakarta.
Fathoni dalam Imam, 2011. Evaluasi Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Terhadap
Potensi Laju Erosi (Studi Kasus di
Kabupaten Ponorogo). Universitas
Brawijaya. Malang.
Feranti, N.S. 2011. Pengendalian Alih Fungsi
Lahan Pertanian Menjadi Non
Pertanian di Kecamatan Balongbendo.
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-
Undergraduate-16717-3607100003-
Presentation.pdf. Diakses pada
tanggal 29 Juli jam 0.37 WIB.
Hardjowigeno. 1995. Ilmu Tanah.
http://repository.usu.ac.id/bitstream
/123456789/18843/4/Chapter%20II.p
df. Diakses pada tanggal 28 Juli 2015
Jam 7.29 WIB.
Hasil Interpretasi Satelit 2011 dan Survei
Lapangan 2012 dalam Surono. 2013.
Aplikasi Sistem Informasi Geografi dalam
Memprediksi Erosi dengan Metode USLE
di Sub DAS Dumoga.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.ph
p/cocos/article/view/2372. Diakses
pada tanggal 23 Juli 2015 Jam 11.41
WIB.
Herawati, Tuti. 2010. Analisis Spasial Tingkat
Bahaya Erosi di Wilayah DAS Cisadane
Kabupaten Bogor. Jurnal Penelitian
Pengembangan Hutan dan konservasi
Alam. 04 (04):413-424.
Murniningtyas, Endah. 2006. Strategi
Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian. Direktorat Pangan dan
Pertanian, Kementrian Perencanaan
Pembangunan Nasional
(BAPPENAS). Jakarta.
Nurs’aban, M. 2006. Pengendalian Erosi Tanah
Sebagai Upaya Melestarikan Kemampuan
Fungsi Lingkungan. Jurnal Geografi.
Vol.4(2):93.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/f
iles/penelitian/Muhammad%20Nurs
a%27ban,%20M.Pd./artikel_erosi_Ge
omedia%2006.pdf. Diakses pada
tanggal 29 Juli 2015 Jam 0.23 WIB.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 17. 2009. Pedoman
Penentuan Daya Dukung Lingkungan
Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah.
Deputi V MENLH Bidang penataan
Lingkungan. Jakarta.
Pusat Inventarisasi dan Perpetaan
Kehutanan dalam Prawijiwuri, Gitri.
2011. Model Erosion Hazard untuk
Pengelolaan Sub Daerah Aliran Sungai
(DAS) Cisokan Provinsi Jawa Barat.
http://eprints.undip.ac.id/31493.
Diakses pada tanggal 22 Juli 2015 Jam
22.48 WIB.
Renard, K.G., G.R. Foster, G.A. Weesies,
D.K. McCool, and D.C. Yoder. 1997.
Predicting Soil Erosion by Water: A
Guide to Conservation Planning With the
Revised Univer-sal Soil Loss Equation
(RUSLE). US Department of
Agriculture Handbook No. 703.
Rifai, Muhammad. 2009. Evaluasi
Pengembangan Area untuk Pemukiman
di Sebagian Wilayah Kabupaten Sidoarjo
Menggunakan Sistem Informasi
Geografis.
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-
Undergraduate-10152-
Presentation.pdf. Diakses pada
tanggal 28 Juli 2015 Jam 8.02 WIB
Suryoputro. 2006. Evaluasi Kemampuan Lahan
Ditinjau dari Aspek Fisik Lahan Sebagai
Informasi Dasar untuk Mendukung
Pengembangan Wisata Pantai Srau
Kabupaten Pacitan. Jurnal Ilmu
Kelautan Vol. 11 (2): 95-100.
Wischmeier,W.H., and D.D. Smith. 1978.
Predicting Rainfall Erosion Losses : A
Guide to Conservation Planning. US-DA
Agric, Handb. No. 537.