Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)Khusnul Kotimah
Makalah yang berisi penjelasan tentang tafsir, ta'wil dan tarjamah guna memenuhi tugas ULUMUL QUR"AN 1. kunjungi bog saya di khusnulsawo.blogspot.com \(^o^)/ yaa..??
terima kasih
Pendidikan Islam adalah salah satu aspek dari ajaran Islam. Karenanya tujuan pendidikan Islam menjadi tujuan hidup manusia yang diharapkan dalam Islam, yaitu menciptakan pribadi sebagai hamba Allah yang bertakwa kepada-Nya, dan dapat mencapai kebahagian hidup di dunia maupun di akhirat.
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat IlmuJihad Achmad Gojali
Epistemologi Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung dan dijustifikasi oleh akal kebahasan yang digali lewat inferensi (istidlal).
Materi kuliah tentang Karakteristik islam. Cari lebih banyak lagi materi kuliah Semester 1 di: http://muhammadhabibielecture.blogspot.com/2014/12/kuliah-semester-1-thp-ftp-ub.htm
Makalah Tafsir, Ta'wil dan Tarjamah (Ulumul Qur'an 1)Khusnul Kotimah
Makalah yang berisi penjelasan tentang tafsir, ta'wil dan tarjamah guna memenuhi tugas ULUMUL QUR"AN 1. kunjungi bog saya di khusnulsawo.blogspot.com \(^o^)/ yaa..??
terima kasih
Pendidikan Islam adalah salah satu aspek dari ajaran Islam. Karenanya tujuan pendidikan Islam menjadi tujuan hidup manusia yang diharapkan dalam Islam, yaitu menciptakan pribadi sebagai hamba Allah yang bertakwa kepada-Nya, dan dapat mencapai kebahagian hidup di dunia maupun di akhirat.
EPISTEMOLOGI ISLAM BAYANI, BURHANI DAN IRFANI - Makalah Filsafat IlmuJihad Achmad Gojali
Epistemologi Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung dan dijustifikasi oleh akal kebahasan yang digali lewat inferensi (istidlal).
Materi kuliah tentang Karakteristik islam. Cari lebih banyak lagi materi kuliah Semester 1 di: http://muhammadhabibielecture.blogspot.com/2014/12/kuliah-semester-1-thp-ftp-ub.htm
salah satu daripada topik utama daripada kursus aqidah islam yang bertemakan perbincangan umummengenai peranan dan kepentingan agama kepada manusia..
<fpi>
2. AGAMA
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
2
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan terhadap kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “Islam dan Ilmu
Pengetahuan” tanpa ada halangan yang berarti dan selesai tepat pada waktunya.
Dalam Penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Bapak Agus
Hermawan M.Pdi selaku dosen mata kuliah Agama, serta keluarga dan kerabat penulis yang telah
membantu dan memberi dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis sadar makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis berharap kritik dan
saran semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan seluruh pembaca pada umumnya.
Bekasi, Oktober 2012
Penulis
3. AGAMA
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
A. Pendahuluan 4
B. Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam 4
C. Klasifikasi dan Karakteristik Ilmu dalam Islam 9
D. Kesimpulan 13
Kata Penutup 14
Daftar Pustaka 15
4. AGAMA
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
4
A. Pendahuluan
Kedudukan akal dan wahyu dalam Islam menempati posisi yang sangat terhormat, me le bihi
agama-agama lain, karena akal dan wahyu adalah suatu yang sangat urgen untuk manusia, dialah yang
memberikan perbedaan manusia untuk mencapai derajat ketaqwaan kepada sang kholiq, akal pun harus
dibina dengan ilmu-ilmu sehingga mnghasilkan budi pekrti yang sangat mulia yang menjadi dasar sumber
kehidupan dan juga tujuan dari baginda rasulullah SAW. Tidak hanaya itu dengan akal juga manusia bisa
menjadi ciptaan pilihan yang allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, begitu juga
dengan wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian allah yang sangat luar biasa untuk membimbing
manusia pada jalan yang lurus.
Namun dalam menggunakan akal terbatas akan hal-hal bersifat tauhid, karena ketauhitan sang
pencipta tak akan terukur dalam menemukan titik ahir, begitu pula dengan wahyu sang Esa, karena wahyu
diberikan kepada orang-orang terpilih dan semata-mata untuk menunjukkan kebesaran Allah. Maka dalam
menangani anatara wahyu dana akal harus slalu mengingat bahwa semua itu karna allah semata. Dan
tidak akan terjadi jika allah tak mengijinkannya. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kemusyrikan
terhadap allah karena kesombongannya.
B. Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam
1. Wahyu
a) Pengertian Wahyu
Kata wahyu berasal dari kata arab الوحي, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan
pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan.[1] Dan ketika Al-
Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. oleh sebab itu
wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang
yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul
wahyu Allah terhada Nabi-Nabi-NYA ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan
kepada Nabi.[2]
Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah
pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan
bahwa semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara.
Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya.
[1] Nasution, Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, UI Press, Jakarta, cetakan kedua, 1986.
[2] Nasution, Harun Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), UI Press, Jakarta,cet.V,1986.
5. AGAMA
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
5
b) Fungsi wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksut memberi informasi
disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada tuhan,
menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan
perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat.
Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan allah kepada
nabi-nabiNYA untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang
tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang pencipta
yaitu Allah SWT.
c) Kekuatan wahyu
Memang sulit saat ini membuktikan jika wahyu memiliki kekuatan, tetapi kita tidak
mampu mengelak sejarah wahyu ada, oleh karna itu wahyu diyakini memiliki kekuatan
karena beberapa faktor antara lain:
1) Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
2) Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3) Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.
4) Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
5) Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.
B. Akal
a) Pengertian Akal
Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘Aql ()العـقـل, yang
dalam bentuk kata benda.[3] Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh
()عـقـلوه dalam 1 ayat, ta’qiluun ()تعـقـلون 24 ayat, na’qil ()نعـقـل 1 ayat, ya’qiluha ()يعـقـلها 1
ayat dan ya’qiluun ()يعـقـلون 22 ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti.
Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk
membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya
sangat luas.
[3] www.google.com// pengertian akal dan wahyu.ic.id
6. AGAMA
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
6
Dalam pemahaman Prof. Izutzu, kata ‘aql di zaman jahiliyyah dipakai dalam arti
kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut
kecakapan memecahkan masalah (problem-solving capacity). Orang berakal, menurut
pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah.
Bagaimana pun kata ‘aqala mengandung arti mengerti, memahami dan berfikir.
Sedangkan Muhammad Abduh berpendapat bahwa akal adalah: sutu daya yang hanya
dimiliki manusia dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahluk
lain.
b) Fungsi Akal
Akal banyak memiliki fungsi dalam kehidupan, antara lain:
1. Sebagai tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan.
2. Sebagai alat untuk menemukan solusi ketika permasalahan datang.
3. Sebagai alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
Dan masih banyak lagi fungsi akal, karena hakikat dari akal adalah sebagai mesin
penggerak dalam tubuh yang mengatur dalam berbagai hal yang akan dilakukan setiap
manusia yang akan meninjau baik, buruk dan akibatnya dari hal yang akan dikerjakan
tersebut. Dan Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna
kalau tidak didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat
dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan.
c) Kekuatan Akal
Tak seperti wahyu, kekuatan akal lebih terlihat jelas dan mudah dimengerti, seperti
contoh:
1) Mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya.
2) Mengetahui adanya hidup akhirat.
3) Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan
berbuat baik, sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan pada
perbuatan jahat.
4) Mengetahui wajibnya manusia mengenal tuhan.
5) Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia mnjauhi perbuatan
jahat untuk kebahagiannya di akhirat.
6) Membuat hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.
7. AGAMA
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
7
3. Kedudukan Wahyu Dan Akal Dalam Islam
Kedudukan antara wahyu dalam islam sama-sama penting. Karena islam tak akan terlihat
sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal dalam
islam. Dapat dilihat dalam hukum islam, antar wahyu dan akal ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum
islam berbicara yang identik dengan wahyu, maka akal akan segerah menerima dan mengambil
kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut.karena
sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah namun kalau wahyu hanya
orang-orang tertentu yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahu, dan akal adalah hadiah
terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.
Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan berartiakal
diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan untuk menempatkan akal
sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalucocok dengan syariat islam
dalam permasalahan apapun. Dan Wa hyu ba ik be rupa Al-qur’a n da n Ha dits be rsumbe r
da ri Alla h SWT, priba di Na biMuhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini,
memainkan peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu mmerupakan perintah
yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpamengenal ruang dan waktu, baik
perintah itu disampaikan dalam bentuk umum ataukhusus.Apa ya ng diba wa ole h wa hyu
tida k a da ya ng be rte nta nga n de nga n a ka l, ba hka n ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal.
Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah.Wa hyu itu
me ne ga kka n hukum me nurut ka te gori pe rbua ta n ma nusia . ba ik pe rinta h maupun
larangan. Se sungguhnya wa hyu ya ng be rupa a l-qur’a n da n a s -sunna h turun se c a ra
be ra ngsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.[4]
Namun tidak selalu mendukung antara wahyu dan akal, karena seiring perkembangan zaman
akal yang semestinya mempercayai wahyu adalah sebuah anugrah dari Allah terhadap orang yang terpilih,
terkadang mempertanyakan keaslian wahyu tersebut. Apakah wahyu itu benar dari Allah ataukah hanya
pemikiran seseorang yang beranggapan smua itu wahyu. Seperti pendapat Abu Jabbar bahwa akal tak
dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari pada upah yang ditentukan
untuk suatu perbuatan baik lain, demikian pula akal tak mengetahui bahwa hkuman untuk suatu perbuatan
buruk lebih besar dari hukuman untuk suatu perbuatan buruk yang lain. Semua itu hanya dapat diketahui
dengan perantaraan wahyu. Al-Jubbai berkata wahyulah yang menjelaskan perincian hukuman dan upah
yang akan diperoleh manusia di akhirat.
[4] Nasution, Harun, Tentang Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid I,II.
8. AGAMA
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
8
Karena Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam sering dibicarakan dalam konteks,
yang manakah diantara kedua akal dan wahyu itu yang menjadi sumbr pengetahuan manusia tentang
tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih kepada tuhan, tentang apa yang baik dan yang buruk,
serta tentang kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari yang buruk.
Maka para aliran islam memiliki pendapat sendiri-sendiri antra lain:[5]
1) Aliran Mu’tazilah sebagai penganut pemikiran kalam tradisional, berpendapat bahwa
akal mmpunyai kemampuan mengetahui empat konsep tersebut.
2) Sementara itu aliran Maturidiyah Samarkand yang juga termasuk pemikiran kalam
tradisional, mengatakan juga kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan yang
buruk akan mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal tersebut.
3) Sebaliknya aliran Asy’ariyah, sebagai penganut pemikiran kalam tradisional juga
berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui tuhan sedangkan tiga hal lainnya,
yakni kewajiban berterima kasih kepada tuhan, baik dan buruk serta kewajiban
melaksanakan yang baik dan menghindari yang jahat diketahui manusia berdasarkan
wahyu.
4) Sementara itu aliran maturidiah Bukhara yang juga digolongkan kedalam pemikiran
kalam tradisional berpendapat bahwa dua dari keempat hal tersebut yakni mengetahui
tuhan dan mengetahui yang baik dan buruk dapat diketahui dngan akal, sedangkan dua
hal lainnya yakni kewajiaban berterima kasih kepada tuhan serta kewajiban
melaksanakan yang baik serta meninggalkan yang buruk hanya dapat diketahui
dengan wahyu.
Adapun ayat-ayat yang dijadikan dalil oleh paham Maturidiyah Samarkand dan mu’tazilah,
dan terlebih lagi untuk menguatkan pendapat mereka adalah surat as-sajdah, surat al-ghosiyah ayat 17 dan
surat al-a’rof ayat 185. Di samping itu, buku ushul fiqih berbicara tentang siapa yang menjadi hakim atau
pembuat hukum sebelum bi’sah atau nabi diutus, menjelaskan bahwa Mu’tazilah berpendapat pembuat
hukum adalah akal manusia sendiri. dan untuk memperkuat pendapat mereka dipergunakan dalil al-
Qur’an surat Hud ayat 24.Sementara itu aliran kalam tradisional mngambil beberapa ayat Al-qur’an
sebagai dalil dalam rangka memperkuat pendapat yang mereka bawa . ayat-ayat tersebut adalah ayat 15
surat al-isro, ayat 134 surat Taha, ayat 164 surat An-Nisa dan ayat 18 surat Al-Mulk.
[5] Atang, Metodologi Study Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
9. AGAMA
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
9
Dalam menangani hal tersebut banyak beberapa tokoh dengan pendapatnya memaparkan hal-
hal yang berhubungan antara wahyu dan akal. Seperti Harun Nasution menggugat masalah dalam berfikir
yang dinilainya sebagai kemunduran umat islam dalam sejarah. Menurut beliau yang diperlukan adalah
suatu upaya untuk merasionalisasi pemahaman umat islam yang dinilai dogmatis tersebut, yang
menyebabkan kemunduran umat islam karena kurang mengoptimalkan potensi akal yang dimiliki. bagi
Harun Nasution agama dan wahyu pada hakikatnya hanya dasar saja dan tugas akal yang akan
menjelaskan dan memahami agama tersebut.
C. Klasifikasi dan Karakteristik Ilmu dalam Islam
1. al-Fārābī
Sejalan dengan perkembangan waktu, ‘ulum dibagi dan diklasifikasikan ke dalam isi dan bentuk.
Salah satu upaya yang paling awal untuk mengklasifikasikan ‘ulum dilakukan oleh al-Kindī, Abū Yūsuf
ibn Ishaq (801-873 M.) atau sekitar abad ketiga Hijriyah. Akan tetapi, klasifikasi yang banyak diterima
mengenai ‘ulum dibuat oleh Ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhān Abū Nashr al-Fārābī (wafat di
Damaskus pada tahun 339 H/950 M), yang berasal dari Fārāb di kawasan Transoxania. Klasifikasinya
mengenai ‘ulum mencakup:
(a) pengetahuan bahasa
(b) pengetahuan logika
(c) pengetahuan matematik; aritmatik, geometri, optik, atrologi, “gaya” (berat), dan mekanik
(d) (1) pengetahuan teologis dan alamiah serta (d) (2) pengetahuan “teologi”, yang mencakup
ilmu politik, fiqh (ilmu hukum), dan kalām (teologi skolastik).
Dalam De Ortu Scientarium, klasifikasi yang dimaksudkan oleh al-Fārābī, yang hanya terbit
dalam bahasa Latin, ‘ulum (pengetahuan) diklasifikasikan dengan cara yang berbeda. Dalam hubungan
ini:
1) Pengetahuan alam yang berkaitan dengan hal-hal dan sebab sebab terjadinya perubahan benda.
Pengetahuan tentang gerak dan diam ini lebih lanjut dibagi ke dalam:
a) astrologi yuridis (de judiciis);
b) kedokteran;
c) kewahyuan (de-nigromantia);
d) (penafsiran atas) visi (de imaginibus);
e) agrikultur;
f) navigasi;
g) alchemy (“pengetahuan untuk mengubah sesuatu ke dalam jenis-jenis baru”);
h) optik (de speculis).
2) a) pengetahuan mengenai 4 unsur pembentuk alam semesta, yaitu: api, udara, air, dan tanah dan 4 sifat
yang menyertai masing-masing unsur panas, dingin, cair, dan kering.
b) (1) ‘ulum al-riyādiyah (pengetahuan matematis mengenai angka-angka)
(2) mensuration
(3) astronomi
(4) musik.
Dalam klasifikasi dan teoripengetahuan, al-Fārābī menekankan bahwa kebenaran agama (wahyu)
dan kebenaran filsafat (akal) memiliki obyek yang sama, tetapi berbeda dalam bentuknya. Gagasan
tentang pembagian pengetahuan ini cukup berpengaruh dan al-Fārābī merupakan pemikir pertama yang
menghadirkan pemikiran filsafat yang kemudian diikuti oleh para ‘ulamā` dan hukamā`.
10. AGAMA
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
10
2. Ibn Sīnā
Abū ‘Alī al-Husayn ibn Sīnā (Avicenna dalam bahasa Latin atau Aven Sina dalam bahasa Ibrani)
lahir pada tahun 980 M dan wafat 428 H/1037 M. Di kalangan orang Arab, ia dikenal sebagai al-syaikh
al-ra`īs (maharaja dalam pengetahuan) atau mu’allim al-tsānī (guru kedua setelah Aristoteles). Ia
dilahirkan dekat Bukhara, tinggal kawasan timur dunia muslim, dan dikuburkan di Hamadan. Ia pelanjut
terpenting dari al-Fārābī. Ia mengikuti al-Fārābī dalam menyatukan ‘ilm dan hikmah (filsafat) dan
mengungkapkan serta menekankan aspek-aspek Platonik. Kemudian, ia membagi ‘ulum ke dalam dua
bagian, seperti terlihat dari dua krya ringkasnya mengenai topik ini, yaitu Risālah Taqsīm al-‘Ulūm:
1) pengetahuan teoritis atau spekulatif yang berguna dalam pencarian atas keyakinan yang kuat mengenai
segala sesuatu yang keberadaannya melampaui kegiatan manusia, “tujuannya adalah hanya
pembentukan pandangan-pandangan akal (ra`y), semisal pengetahuan atau keyakinan tentang keesaan
Tuhan dan pengetahuan mengenai predestinasi (qismah);
2) (pengetahuan) praktis yang berguna dalam pencarian pandangan-pandangan rasional untuk
memperoleh “kebaikan” dengan pandangan untuk tindakan.
Pembagian lain mengenai ‘ulum menurut ibn Sīnā adalah:
1) pengetahuan yang lebih rendah, yang disebut sebagai pengetahuan tentang kealaman atau ‘ilm al
thabī’iyāh. Pengetahuan ini dibagi lagi ke dalam 2 subbagian:
a) dasar atau prinsip yang berkaitan dengan kualitas-kualitas yang dimiliki oleh benda-benda
alamiah – materi, bentuk, gerak, ciri dan sebab atau syarat produksi;
b) cabang atau turunan pengetahuan yang berkaitan dengan keadaan-keadaan, gerak dan diam
unsur-unsur utama dunia, termasuk benda-benda langit. Bagian turunan-pengetahuan ini dibagi
ke dalam berbagai bagian: kedokteran, astronomi, penafsiran atas gagasan (ta1bir), magis (‘ilm
al-thilismat), dan alkemia.
2) pengetahuan menengah, yang disebut pengetahuan propaedeutis atau al-‘ilm al-riyaddhiyah; dan
3) Pengetahuan yang lebih atas yang dikenal sebagai pengetahuan “teologis” atau ‘ilm al-ilahiyyah.
3. Al-Ghazzali
Abū Hamīd Muhammad al-Ghazzālī (dalam bahasa Latin, dikenal sebagai Algazel) adalah teolog
Islam terkemuka serta pemikir yang cemerlang dan orisinal, yang ditetapkan oleh kaum Muslim dan
bangsa Eropa sebagai muslim terbaik setelah Muhammad saw. Ia dilahirkan pada tahun 450 H/1058 M di
Thus, Khurasan, Mashhad, Iran, dan meninggal pada tahun 505 H/1111 M. Klasifikasinya tentang ‘ulum
dapat dianalisis berdasarkan tiga keriteria:
(1) klasifikasi ‘ulum berdasarkan tingkat kewajiban;
(2) klasifikasi ‘ulum berdasarkan sumber; dan
(3) klasifikasi ‘ulum berrdasarkan fungsi sosial.
1) Klasifikasi ‘ulum berdasarkan tingkat kewajiban menurut al-Ghazzālī
a) pengetahuan yang menjadi kewajiban pribadi (fardh ‘ayn): kewajibannya merupakan kewajiban
syari’ah. Ia bertolak dengan pengetahuan mengenai “lima tiang” Islam dan ketika pengetahuan ini
melekat pada individu: syahadat, solat, zakat, puasa, dan haji. Pengetahuan inipun menjadi kewajiban
untuk mempelajari tentang :
1. Gagasan dan tindakan yang diharuskan atau dilarang menurut hukum Islam; dan
2. Keyakinan dan tindakan “qalbu”. ‘Ilm al-mu’āmalah (pengetahuan mengenai transaksi) secara
tradisional berhubungan dengan hukum keperdataan Islam. Sekalipun demikian, al-Ghazzālī
mengembalikannya pada persoalan etika. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa persoalan ini
seringkali dilupakan para ahli hukum. Untuk memperbaiki pengetahuan kalbu ia melakukan
11. AGAMA
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
11
semacam “perang suci”. Ini merupakan perjuangan untuk menemukan surga dan menghindarkan
neraka. Bahkan, iapun menamakannya sebagai “pengetahuan ukhrawi”. Ia memasukkannya
“kelembutan” pada keyakinan dan perbuatan yang menjadi tugas tanpa henti setiap manusia.
3. ‘Ilm al-muhāshafah (ilmu tentang wahyu) merupakan pengetahuan esoteris mengenai hal-hal yang
bersifat transenden, seperti pengetahuan mengenai malaikat, sifat-sifat Allāh, kenabian, dan
sebagainya. Semua orang dituntut untuk meyakininya, seperti para Nabi a.s. dan “orang-orang yang
takarub dengan Allāh” memiliki pengetahuan nyata mengenai semua misteri ini. Akan tetapi, orang
kebanyakan diharapkan membatasi pengetahuan mereka pada hal-hal yang dibolehkan oleh hukum
Islam, karena pengetahuan mengenai realitas transendental berada di luar wilayah kajian para
filosof dan teolog.
b) Kewajiban sosial (fardh kifāyah) dari ‘ulūm. Pengetahuan mengenai ‘ulūm ini merupakan
kewajiban (fardh) untuk komunitas muslim secara keseluruhan. Akan tetapi, kewajiban tersebut
akan menjadi bagi sebagian sosial karena dikenakan pada sebagian anggota komunitas muslim
yang secara khusus menekuni cabang-cabang pengetahuan tertentu. Kesemuanya “mencakup
setiap pengetahuan, tanpa kecuali, yang dimaksudkan untuk kemaslahatan dunia”, yang tanpanya
“komunitas muslim akan diturunkan ke posisi paling rendah”.
2) Klasifikasi ‘Ulūm berdasarkan Sumber
a) Pengetahuan syarī’yah (‘ulūm syarī’yah). Pengetahuan-pengetahuan ini “diterima oleh Nabi
Muhammad saw. tidak melalui penalaran, seperti aritmetika, atau pendengaran, seperti bahasa”.
Pengetahuan-pengetahuan ini berhubungan dengan sumber ajaran yang pertama dan kedua, yaitu al-
Qur’ān dan Sunnah. Furū (cabang) dari pengetahuan ini bersumber dari sumber-sumber syarī’ah
melalui proses penalaran, yang meliputi fiqih dan “pengetahuan mengenai ihwal hati`”.
b) Pengetahuan-pengetahuan non-syarī’yah (‘ulūm ghayr syarī’-yah). Sumber-sumber primer dari
‘ulūm ghayr syarī’yah adalah akal, pengamatan, dan sebagainya. ‘Ulūm yang dibolehkan (mubāh)
adalah “pengetahuan-pengetahuan yang tidak secara tegas dilarang oleh syari’ah, yang mencakup
pengetahuan-pengetahuan rasional dan filosofis.
3) Klasifikasi berdasarkan Fungsi Sosial
a) Pengetahuan-pengetahuan yang terpuji (mahmūd), yaitu pengetahuan-pengetahuan yang bermanfaat
dan tidak dapat dielakkan, karena aktivitas kehidupan bergantung kepada pengetahuan-pengetahuan
tersebut, misalnya pengobatan dan aritmatika.
b) pengetahuan-pengetahuan yang tercela (madzmūm), seperti pengetahuan-pengetahuan magis,
astrologi, dan sebagainya.
Perbedaan antara pengetahuan yang terpuji dengan pengetahauan yang tercela didasarkan pada
kriteria: jika pengetahuan dapat “melilhat segala sesuatu apa adanya, seperti salah satu sifat Allāh”.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan adanya pengetahuan yang terpuji, sekaligus tercela, al-Ghazzāli
menggambarkan nilai dan kesempurnaan pengetahuan dalam bab pertama kitabnya, Kitāb al-‘Ilm.
4. Ibn Khaldūn
‘Abd al-Rahmān ibn Khaldūn (732-808 H/1332-1406 M) merupakan “ahli sejarah filsafat
pertama dan berpengaruh hingga abad kesembilan belas”. Ia dilahirkan dari keluarga Arab-Spanyol.
Hingga berusia 40 tahun, ia tinggal Spanyol-Muslim dan Afrika Utara. Ia mengabdi pada berbagai
penguasa dengan posisi penting dalam setiap struktur pemerintahan tempatnya mengabdi.
12. AGAMA
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
12
Sejak tahun 784 H/1382 M sampai meninggal, ia bekerja sebagai profesor dan Hakim Kepala di
Mesir. Ia dikenal sebagai ahli sejarah dan sosiolog politik, ilmu ekonomi, kehidupan perkotaan, dan
pengetahuan. Kemashurannya terlihat dari karyanya yang berjudul Muqaddimah (Prolegomena), juga
Universal History dan Kitāb al-`Ibār wa Diwān al-Mubtadā wa al-Khabar fī Ayām al-‘Arab wa al-Ajam
wa al-Barbar. Kitab-kitab tersebut ditulis selama masa pensiun di perbatasan Algeria dalam jangka waktu
kurang dari 4 tahun (776 779H/1375-1377 M.
Ibn Khaldūn memiliki kesamaan pandangan dengan al-Ghazzali. Ia membagi pengetahuan ke
dalam du klasifikasi utama, yaitu pengetahuan syarī’ah dan pengetahuan filsafat. Pengetahuan-
pengetahuan berbasis syari’ah (naqliyah, wadh’īyyah, atau positif). Pengetahuan ini merupakan
pengetahuan institusional yang didasarkan pada informasi-informasi yang bersumber dari al-Qur’ān dan
Sunnah. Dalam pengetahuan-pengetahuan ini, tidak ada ruang untuk penalaran akal kecuali dalam
penerapan praktis dan deduktif. Temuan-temuan yang bertentangan dengan hukum Islam (bid’ah), teologi
spekulatif, shūfīsm, dan sebagainya ditambahkan ke dalam pengetahuan-pengetahuan jenis ini. “Semua
pengetahuan yang diperoleh melalui transmisi ini secara ekslusif merupakan miliki komutias mulism dan
semua anggotanya. Sekalipun terdapat pengetahuan-pengetahuan sejenis pada setiap komunitas, namun
kesamaannya sangat jauh (jins ba’īd) selama kesemua pengetahuan itu termasuk ke dalam pengetahuan
hukum … “. Dengan demikian, setiap komunitas atau bangsa di dunia memiliki hukum (syari’ah)
tersendiri untuk pasokan doma dan doktrin serta kaidah-kaidah mengenai perbuatan yang harus,
dianjurkan, dibolehkan, dicela, dan dilarang untuk dilakukan. Agama-agama lain tertarik pada konsep
“agama” yang sempit, sehingga menafikan politik dan kepemimpinan dari organisasi sosial komunitas
agama tersebut. Oleh karena itu, sulit dibandingkan dengan syari’ah Islam.
Nabi memiliki pengetahuan yang berada di luar jangkauan penalaran teoritis, yang tidak dapat
dikenali oleh semua mukmin. Oleh karena itu, lebih baik bagi kebanyakan mukmin untuk tidak
membuang waktu dengan kebenaran rasional dari segala sesuatu yang ghayb. Apabila metafisika
dijadikan objek pengetahuan teoritis, maka “pemikiran akan tersesat dan hilang serta tidak meperoleh
pandangan yang benar”.
5. Klasifikasi Lain
a. ‘Ilm al-Abdan dan ‘Ilm al-Adyān
Nabi Muhammad saw. diberitakan telah berkata bahwa pengetahuan dibagi ke dalam dua bagian:
pengetahuan tentang keagamaan dan pengetahuan tentang tubuh (al-‘ilmal-ilmān, al-‘ilmal-adyān
dan al-‘ilm al-abadān). Dalam kaitannya dengan nilai, maka pengetahuan bertumpu pada teologi
dan kedokteran. Hal itu telah ditafsirkan pula bahwa pengetahuan dibedakan menjadi pengetahuan
yang abstrak dan pengetahuan yang konkrit atau pengetahuan metafisik dan fisik. Klasifikasi ini
menjelaskan bahwa dalam Islam pengetahuan alamiah atau fisika tidak bertentangan dengan ajaran
agama. “Islam mencakup keseluruhan hidup, agama [umat Islam] merupakan agama yang agung,
karena mencakup semua yang hal yang dikenal sebagai gejala alam”.
b. ‘Ilm Inti dan ‘Ilm Bantu
Pengetahuan inti adalah teologi, etika, fiqh, ushūl fiqh, dan pengetahuan mengenai al-Qur’ān dan
al-Sunnah (Hadīts). Adapun pengetahuan-bantu adalah tatabahasa, retorika, logika, metodologi,
dan matematika.
c. ‘Ulūm al-‘Arab dan ‘Ulūm al-Ajam
Pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan al-Qur’ān, Hadīts, dan fiqh, yang
menggunakan bahasa Arab, dikenal sebagai ‘Ulūm al-‘Arab, “pengetahuan-pengetahuan Arab”.
Pengetahuan-pengetahuan “sekuler” yang berasal dari bahasa asing (Yunani, Persia, dan India)
serta sumber-sumber kuno disebut sebagai ‘Ulūm al-Ajam (“pengetahuan-pengetahuan no-Arab”)
atau ‘Ulūm al-Awā’il (“pengetahuan-pengetahuan kuno”). Pengetahuan Arab-Islam merupakan
13. AGAMA
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
13
pengetahuan yang dipandang sangat penting sejalan dengan pekembangan waktu. Klasifikasi
pengetahuan ke dalam pengetahuan yang terpuji (mahmūdah) dan tercela (madhzūmah)
merupakan klasifikasi pengnetahuan yang cukup penting.
d. Pengetahuan Naqliyah (yang berbasis wahyu) dan ‘Aqliyah (yang berbasis akal dan
intelektual)
Klasifikasi ini dikemukakan oleh Ibn Khaldūn. Akan tetapi, pemikir lain memiliki pandangan yang
sama. Pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan al-Qur’ān (seperti kalam Allāh, tajwid,
bacaan, pemahaman dan penafsiran) dan al-Sunnah (semisal priwayatan hadīts), hukum, kaidah-
kaidah hukum, pemahaman dan pengamalan ibadah, merupakan naqliyah ‘ulūm. Pada umumnya,
kesemuanya merupakan ‘Ulūm al-‘Arab sesuai dengan klasifikasi sebelumnya. ‘Ulūm yang tidak
berhubungan langsung dengan agama disebut ‘aqliyah ‘ulūm,karena kebanyakan merupakan ‘ulūm
al-ajam, yang meliputi pengnetahuan-pengetahuan alamiah, filsafat, dan “asing”.
e. ‘Ulūm yang Dibutuhkan dan ‘Ulūm yang Diwajibkan
Pengetahuan-pengetahuan yang dibutuhkan adalah intuisi dan fakta sejarah serta geografi yang
dikenal sebagai laporan umum. Adapun pengetahuan-pengetahuan yang diwajibkan dijamin melalui
penerapan akal. Fakta penting yang dikenalkan wahyu melahirkan pengetahuan-pengetahuan yang
dibutuhkan.
C. Kesimpulan
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diciptakan Allah SWT mempunyai banyak sekali
kelebihan jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk ciptaan Allah SWT yang lainnya. Satu hal yang
membuat manusia lebih baik dari makhluk yang lain yaitu manusia mampu berpikir dengan akalnya,
karena manusia dianugerahi oleh Allah SWT dengan akal sehingga dengannya manusia mampu memilih,
mempertimbangkan, menentukan jalan pikirannya sendiri. Meski penghormatan Islam terhadap akal
sedemikian besar, bukan berarti seseorang lantas semaunya mempergunakan akal, sehingga seseorang
lantas diperbudak oleh akalnya sendiri dan setiap masalah dihadapi hanya oleh kekuatan akalnya.
14. AGAMA
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
14
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/7627750/Pendidikan-Agamaislam
http://yusufsila2011.weebly.com/8/post/2011/05/islam-dan-ilmu-pengetahuan.html
http://www.scribd.com/archive/plans?doc=66349177
http://fosilbasyar.wordpress.com/2011/08/09/kedudukan-akal-dalam-islam/
http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2234862-kedudukan-akal-dan-wahyu-
dalam/#ixzz2AC8OdbNq
http://asa-2009.blogspot.com/2012/02/kedudukan-wahyu-dan-akal-dalam-islam.html
http://deffs.blogspot.com/2009/11/ilmu-dan-klasifikasi-ilmu-dalam-sejarah.html
http://sweejamz-lovers.blogspot.com/
15. AGAMA
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
15
KATA PENUTUP
Demikianlah hasil dari makalah yang telah penulis buat selama kurang lebih satu minggu dalam
rangka memperdalam wawasan penulis tentang Islam dan Ilmu Pengetahuan. Semoga dengan
terbentuknya makalah ini, penulis dapat memberikan pengetahuan yang luas kepada semua orang yang
membacanya terutama bagi mahasiswa STKIP Panca Sakti Bekasi. Penulis juga berharap bahwa dengan
terbentuknya makalah ini, semua orang yang membutuhkan bahan-bahan yang terkait dengan Islam dan
Ilmu Pengetahuan menjadi tertolong dan tidak kesulitan dalam mencari bahan-bahan yang dibutuhkan.
Makalah ini penulis persembahkan bagi berkembangnya struktur pendidikan di STKIP Panca
Sakti. Semoga apa yang tertulis di dalam makalah ini selalu abadi dan memberikan berkah yang tiada
hentimya dalam kehidupan kita bersama. Amin.