SlideShare a Scribd company logo
1
BAB 3
UNIT AERASI
3.1. Teori Transfer Gas
Transfer gas didefinisikan sebagai perpindahan gas dari fase gas ke fase cair atau
sebaiknya. Transfer gas melibatkan terjadinya kontak antara udara atau gas lain dengan air yang
menyebabkan berpindahnya suatu senyawa dari fase gas ke fase cair atau menguapnya suatu
senyawa dari fase cair (dalam bentuk terlarut) menjadi fase gas (lepas ke udara). Perpindahan
massa zat dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya (absorpsi – desorpsi), terjadi bila ada kontak
antar permukaan cairan dengan gas atau udara. Mekanisme ini terjadi secara difusi. Gaya
penggerak perpindahan massa dari udara ke dalam air atau sebaliknya dikendalikan oleh
perbedaan konsentrasi zat dalam larutan dan kelarutan gas pada kondisi tertentu.
Faktor utama yang mempengaruhi kelarutan gas dalam air adalah: suhu air, tekanan
parsial gas dalam fase gas, konsentrasi padatan terlarut dalam fase air dan komposisi kimia gas.
Kelarutan gas, tidak seperti kelarutan zat padat dalam air, menurun seiring dengan
kenaikan suhu. Pada tekanan parsial sampai 1 atm, konsentrasi keseimbangan gas dalam larutan
pada suatu suhu tertentu sebanding dengan tekanan parsial gas dalam air, sesuai dengan hukum
Henry:

 PHCs . (3.1)
dimana: Cs = konsentrasi jenuh atau keseimbangan gas dalam larutan, mg/l

P = Tekanan parsial phase gas dalam air, atm
H = koefisien kelarutan Henry.
Hukum Henry banyak digunakan pada gas-gas yang sering dijumpai dalam teknik
pengolahan air seperti oksigen, metana, karbondioksida, dan hidrogen sulfida. Dua gas terakhir
mengalami reaksi dalam air.
CO2 terlarut bereaksi dengan air sebagai berikut:
CO2 + H2O  H2CO3 (3.2)
H2CO3  H+
+ HCO3
-
(3.3)
HCO3
-
 H+
+ CO3
2-
(3.4)
Dalam kondisi normal konsentrasi H2CO3 dalam air tidak lebih dari 1% dari konsentrasi CO2.
Hidrogen sulfida bereaksi dalam larutan sebagai berikut:
H2S  H+
+ HS-
(3.5)
HS-
 H+
+ S2-
(3.6)
Berdasar pada persamaan 3.5. dan 3.6. kelarutan dari H2S tergantung pada derajat pH larutan.
Ammonia (NH3) dan klorin (Cl2) memiliki kelarutan gas tinggi dan mudah bereaksi dengan
air. Hubungan kelarutan – tekanan gas ini bias bila digunakan hukum Henry.
Bila permukaan air dipaparkan dengan udara atau gas dan belum terjadi kesetimbangan
sebelumnya, maka secara serentak dan segera pada bidang kontak antar fase akan jenuh dengan
gas dan gas ditransportasikan ke badan air dengan proses difusi molekuler sebagai berikut:
2
x
c
D
t
m





(3.7)
dimana:
t
m


= Laju perpindahan gas melintas permukaan area bidang kontak
D = koefisien difusi molekuler
x
c


= Gradien konsentrasi pada interface.
Model secara fisik dari konsep persamaan 3.8 ditunjukkan dalam Gambar 3.1.
Bulk Gas Well Mixed
(Turbulen area) Interface
Pg
Fixed Gas Film (Laminer area)
Pi Ci=Cs
Fixed Liquid Film (laminer area)
CL
(Turbulen area)
Bulk Liquid Well Mixed.
Gambar 3.1 Model transfer gas dua-film
Diasumsikan bahwa tahanan pada perpindahan gas berada dalam lapisan tetap (fixed
film) gas dan cair pada antar bidang (interface) gas - cair. Perpindahan gas melintasi bidang
permukaan lapisan gas menunjukkan adanya gradien tekanan dalam lapisan gas dan oleh sebab itu
tekanan gas pada bidang permukaan (interface), Pi lebih rendah dari tekanan bulk gas, Pg.
Perpindahan gas terjadi dalam dua langkah (1) perpindahan dari keseluruhan fase gas dengan
tekanan gas (Pg) ke interface, dengan tekanan parsial gas (Pi), selanjutnya dikonversi ke fase
liquid dengan konsentrasi Ci, (2) Transformasi dalam fase cair ke bulk liquid dengan konsentrasi
(CL). Perpindahan ini dapat terjadi dalam dua arah tergantung pada perbedaan konsentrasi CL dan
Ci. Jika CL > Ci dan Pi > Pg maka terjadi pelepasan gas dari fase cair ke fase gas.
Laju perpindahan gas melintas bidang permukaan A dinyatakan dalam persamaan:
)( sL CC
h
AD
t
m
A 

 (3.8).
Untuk menyatakan massa gas dalam bentuk konsentrasi maka satuan massa gas dibagi
dengan volume cairan yang ada dan disederhanakan maka diperoleh persamaan:
)*(.)( AAGsLLA pAKCC
V
A
KN
dt
dc
p 

(3.9)
dimana: a =
V
A
KL = koefisien transfer dalam fase cair.
KG = koefisien transfer dalam fase gas.
NA = Laju perpindahan massa,
3
Persamaan (3.9) dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu:
)( CCK
dt
dc
sLa  (3.10)
di mana: KLa = koefisien transfer total, jam-1
Cs = konsentrasi gas jenuh, mg/l
C = konsentrasi gas di cairan, mg/l
Aerator untuk perpindahan oksigen ditentukan berdasar pada kapasitas oksigenasinya
(OC), yang didefinisikan sebagai laju suplai oksigen oleh aerator ke dalam air bersih pada kondisi
standar (20C, 1 atm). Oxygenation Capacity (OC) dapat dituliskan:
OC = V
dt
dc
(3.11)
atau
OC = KLa. C*
20 . V (3.12).
Nilai KLa dapat ditentukan dalam skala percobaan dengan melakukan integrasi terhadap
persamaan (3.10) diperoleh persamaan garis lurus:
ln(Cs-Ct) = ln(Cs-Ci) – KLa.t (3.13)
Dari data percobaan dengan konsentrasi awal oksigen Ci dan konsentrasi oksigen dalam
interval waktu percobaan Ct, maka dapat diplot ln(Cs-Ct) Vs t, maka diperoleh garis lurus dengan
besarnya sudut arah (slope) adalah KLa.
Gas-gas yang menjadi perhatian pada bidang pengolahan air adalah oksigen,
karbondioksida, metana, hidrogen sulfida, ammonia, dan klor. Tujuan transfer gas dalam
pengolahan air adalah:
(1) untuk mengurangi konsentrasi bahan penyebab rasa dan bau, seperti hidrogen sulfida dan
beberapa senyawa organik, dengan jalan penguapan atau oksidasi
(2) untuk mengoksidasi besi dan mangan
(3) untuk melarutkan gas ke dalam air (seperti penambahan oksigen ke dalam air tanah dan
penambahan karbondioksida setelah pelunakan air)
(4) untuk menyisihkan senyawa yang mungkin dapat meningkatkan biaya pengolahan (misal:
adanya hidrogen sulfida akan meningkatkan kebutuhan klor pada proses diklorinasi;
adanya karbondioksida akan meningkatkan kebutuhan kapur pada proses pelunakan, dan
sebagainya).
3.2. Aerasi dan Stripping
3.2.1. Aerasi
"Aerasi" merupakan salah satu proses dari transfer gas yang lebih dikhususkan pada
transfer oksigen dari fase gas ke fase cair. Fungsi utama aerasi dalam pengolahan air adalah
melarutkan oksigen ke dalam air untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air dan
melepaskan kandungan gas-gas yang terlarut dalam air, serta membantu pengadukan air.
Aerasi dipergunakan pula untuk menghilangkan kandungan gas – gas terlarut, oksidasi
kandungan besi dan mangan dalam air, mereduksi kandungan ammonia dalam air melalui proses
nitrifikasi dan untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut agar air terasa lebih segar.
4
Penyisihan rasa dan bau. Aerasi mempunyai keterbatasan dalam hal penyisihan rasa dan bau.
Sebagian besar rasa dan bau disebabkan oleh bahan yang sangat larut dalam air, sehingga aerasi
kurang efisien dalam menyisihkan rasa dan bau ini dibandingkan dengan metoda pengolahan lain,
misalnya oksidasi kiiawi atau adsorpsi.
Penyisihan besi dan mangan. Penyisihan besi dan mangan dapat dilakukan dengan proses
oksidasi. Aplikasi aerasi dalam proses ini dapat memberikan cukup banyak oksigen untuk
berlangsungnya reaksi. Proses ini biasanya digunakan pada air tanah yang kebanyakan mempunyai
kandungan oksigen terlarut yang rendah. Oleh karena itu, aerasi dalam aplikasi ini akan
menghasilkan endapan dan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut. Mangan sering kali tidak
dapat teroksidasi pada pH normal. Peningkatan pH sampai 8,5 dapat memperbesar oksidasi
mangan, khususnya jika digunakan menara aerator.
Penyisihan senyawa organik volatile. Senyawa organik yang bersifat mudah menguap (volatile)
dapat disisihkan dengan cara aerasi.
Penyisihan karbondioksida. Karbondioksida dapat cepat dihilangkan dengan cara aerasi.
Karbondioksida mempunyai kelarutan yang rendah dalam air, sehingga aerasi sangat efisien dalam
penyisihannya. Proses ini biasanya diterapkan pada pelunakan air tanah yang umumnya
mempunyai kandungan karbondioksida yang tinggi. Tingginya konsentrasi karbondioksida dalam air
dapat meningkatkan pemakaian bahan kimia untuk keperluan pelunakan.
Penyisihan hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida adalah senyawa utama penyebab rasa dan bau yang
dapat diolah cukup efektif dengan aerasi. Mekanisme pengolahannya adalah terjadi oksidasi
hidrogen sulfida menghasilkan air dan belerang bebas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan oksigen adalah (1) suhu, (2) kejenuhan
oksigen, (3) karakteristik air, dan (4) derajat turbulensi.
3.2.1.1. Pengaruh Suhu
Koefisien penyerapan oksigen kLa meningkat seiring dengan kenaikan suhu, karena suhu dalam air
akan mempengaruhi tingkat difusi, tegangan permukaan dan kekentalan air. Kemampuan difusi
oksigen meningkat dengan peningkatan suhu, sedang tegangan permukaan dan kekentalan
menurun seiring dengan kenaikan suhu. Pengaruh suhu pada berbagai faktor tersebut dirangkum
dalam persamaan dengan koefisien empiris (f) sebagai berikut:
)(
)()( T
TLL faKaK 
 20
20 (3.14)
Nilai f untuk aerasi permukaan umumnya memiliki rentang nilai 1,012 – 1,047.
3.2.1.2. Kejenuhan Oksigen
Konsentrasi jenuh oksigen dalam air tergantung pada derajat salinitas air, suhu, dan tekanan
parsial oksigen yang berkontak dengan air. Eckenfelder dan O’Connor dalam Benefield dan Randal
(1982) menyarankan bahwa konsentrasi jenuh dapat ditentukan dari persamaan:
 
T
S
Cs



533
652475
760
,
, (3.15)
5
dimana:
(Cs)760 = nilai kejenuhan oksigen pada tekanan udara 760 mm Hg, mg/l
S = konsentrasi padatan terlarut dalam air, gram/l
T = suhu, C
Nilai konsentrasi jenuh oksigen pada persamaan (3.15) dapat dikoreksi untuk tekanan udara
barometrik dengan pernyataan:
 
p
pP
CC ss



760760
(3.16)
P menyatakan tekanan barometrik dalam mm Hg dan p menyatakan tekanan jenuh uap air pada
suhu air yang diaerasi. Tekanan jenuh uap air pada berbagai suhu disampaikan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Tekanan Uap Air yang Berkontak dengan Udara
Suhu C Tekanan uap (mm Hg)
0
5
10
15
20
25
30
4,5
6,5
9,2
12,8
17,5
23,8
31,8
Sumber: Benefield L.D & Randall (1982)
Konsentrasi jenuh oksigen terlarut pada tekanan 1 atm dan kandungan klorida = 0 mg/l yang
dipaparkan pada udara dengan kandungan oksigen 21 % tergantung pada suhu air (Tabel 3.2).
Tabel 3.2 Pengaruh Suhu terhadap Konsentrasi Jenuh Oksigen Terlarut pada Tekanan 1 atm
Suhu Air (C Cs (mg/l)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
14.62
13.84
13.13
12.48
11.87
11.33
10.83
10.37
9.95
9.54
9.17
8.83
8.53
8.22
7.92
7.63
Sumber: Benefield & Randall (1982
6
3.2.1.3. Karakteristik Air
Dalam praktek ada perbedaan nilai KLa untuk air bersih dengan KLa air limbah yang mengandung
materi tersuspensi, surfactant (detergen) dalam larutan dan perbedan temperatur. Faktor-faktor
ini juga mempengaruhi nilai Cs. Pengaruh faktor ini, dikoreksi dengan menggunakan koefisien
empirik () untuk pengaruh padatan tersuspensi dan surfactant dan () untuk pengaruh perbedaan
temperatur.
)(
)(
bersihair
limbahair
La
La
K
K
 (3.17)
)(
)(
bersihair
limbahair
s
s
C
C
 (3.18)
Nilai tipikal  untuk surface aerator berkisar 0,8 – 1,2 dan nilai  berkisar 0,9 – 1.
3.2.1.4. Derajat Turbulensi
Derajat turbulensi dalam tangki aerasi akan mempengaruhi nilai  sebagai berikut:
1. Turbulensi akan menurunkan derajat tahanan liquid – film
2. Turbulensi akan meningkatkan laju perpindahan masa oksigen karena terjadi percepatan laju
pergantian permukaan bidang kontak, yang berakibat pada defisit oksigen (driving-force, C)
tetap terjaga konstan.
3. Turbulensi secara langsung akan meningkatkan nilai koefisien perpindahan oksigen (KLa).
Contoh Soal 3.1:
Percobaan aerasi dengan menggunakan surface aerator dalam tangki uji berbentuk silinder
dengan volume 600 m3
dengan kondisi suhu air 15C dan tekanan atmosfer 750 mm Hg. Data
yang diperoleh adalah:
Waktu (menit) C (mg O2/l)
0
10
20
30
40
50
60
0
2,6
4,8
6
7,1
7,9
8,5
Tentukanlah Nilai KLa (1/jam).
Penyelesaian:
Pada suhu 15C dan tekanan 750 mm Hg nilai Cs = 10,2 mg/l, karena dipergunakan surface
aerator, maka diperlukan koreksi nilai Cs untuk penentuan KLa. Pada suhu ini tekanan uap air Pv
= 12,788 mm Hg sehingga:
mg/lt110
78812760
78812750
210
750
760 ,
,
,
, 





 x
pP
p
CsCs
7
Contoh Soal 3.2:
Surface aerator pada Contoh Soal 3.1 digunakan pada tangki aerasi dengan volume 500 m3
dan
suhu air 20C. Hitunglah (a) nilai KLa, (b) jumlah oksigen yang ditransfer per jam pada kondisi
standar.
Penyelesaian:
(a) (KLa)15C = 1,85 /jam
(KLa) 20C = (KLa)T x 20-T
=(1,85) x (1,024)20-15
= 2,083 /jam
(b) Jumlah Oksigen yang diperlukan:
kg O2/ jam = (KLa) 20C x Cs x V
pada suhu 20C konsentrasi jenuh Cs = 9,17 mg O2/l = 9,17. 10-6
kg O2/l
kg O2/ jam = 2,083/jam x 9,17 x 10-6
kg O2/l x 500.000 liter
= 9,55 kg O2/jam
= 24 lb O2/ jam
Data percobaan diolah sebagai berikut:
Waktu (menit) C (mg O2/l) Cs - C
0
10
20
30
40
50
60
0
2,6
4,8
6
7,1
7,9
8,5
10,1
7,5
5,3
4,1
3,0
2,2
1,6
Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara ln (Cs – C) Vs t, diperoleh kemiringan garis (slope) =
KLa = 1,85/jam.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0 20 40 60 80
Ln(Cs-C)
Waktu (menit)
8
3.2.2. Stripping
"Stripping" merupakan salah satu dari transfer gas yang lebih dikhususkan pada transfer
gas dari fase cair ke fase gas. Fungsi utama stripping dalam pengolahan air adalah untuk
menyisihkan kandungan gas terlarut yang tidak diinginkan, seperti ammonia, karbondioksida,
hidrogen sulfida, organik volatile, dan sebagainya.
Jenis peralatan stripping untuk penyisihan ammonia umumnya adalah menara dengan
sistem counter-current antara udara (upflow) dan air (downflow). Menara dilengkapi dengan kipas
angin, rak untuk mendistribusikan air, lubang untuk pengeluaran gas, dan sebagainya. Gambar 3.2
menunjukkan skema ammonia stripping.
Dasar perancangan ammonia stripping menggunakan persamaan Henry's sebagai berikut:
pA = m X (3.19)
dalam hal ini:
pA = tekanan parsial ammonia di campuran udara, mmHg (lihat Tabel 3.3)
m = konstanta
X = kadar ammonia di larutan pada kesetimbangan, ratio mol atau massa
Gambar 3.2 Skema ammonia stripping
Tabel 3.3 Tekanan Parsial Ammonia
Suhu, o
C Tekanan parsial ammonia, pA
(mmHg)
X
(gr NH3/106
gr air)
0
10
20
25
30
40
50
0,0112
0,0189
0,0300
0,0370
0,0479
0,0770
0,1110
50
50
50
50
50
50
50
Sumber: Qasim et al. (2000)
H
G
Y2
L
X2
L
X1
G
Y1
Keterangan:
H = tinggi tower
L = debit air
G = debit udara
X1, X2 = kadar ammonia di air
(sebaga ratio massa)
Y1, Y2 = kadar ammonia di udara
(sebaga ratio massa)
9
Kadar ammonia setimbang dalam campuran udara dinyatakan sebagai ratio massa atau
berat, dihubungkan dengan tekanan parsial sebagai berikut:













udara
A
t M
M
P
pA
Y* (3.20)
dalam hal ini:
Y* = ratio massa atau berat ammonia
Pt = tekanan total atmosfer, mmHg
pA = tekanan parsial ammonia, mmHg
MA = merat molekul ammonia, 17 gr/gr mol
Mudara = berat molekul udara, 29 gr/gr mol
Dalam ammonia stripping, perlu diketahui persen ammonia di larutan yaitu dalam bentuk
gas ammonia. Gas ammonia dalam kesetimbangan dengan ion ammonium diberikan dalam
persamaan reaksi:
NH3 + H2O  NH4
+
+ OH-
(3.21)
Pada saat pH meningkat, kesetimbangan akan bergerak ke kiri. Persen ammonia dalam
bentuk gas pada suhu 25o
C adalah (Metcalf dan Eddy dalam Reynolds, 1996):
][ 


H93
10x1,751
100
(persen)NH (3.22)
dalam hal ini, H+
= kadar ion hidrogen. Pada suhu 25o
C dan pH 10,8, 97,3% ammonia akan berada
dalam bentuk molekul gas ammonia terlarut di air. Ketika tekanan parsial ammonia di udara
adalah nol, ammonia stripping akan terjadi pada pH netral, tetapi efisiensinya sangat rendah
karena kebanyakan ammonia berada dalam bentuk ion ammonium, Meningkatnya pH sampai
sekitar 10,8 menyebabkan ammonia berubah dalam bentuk molekul gas ammonia, sehingga
stripping akan berlangsung dengan efisiensi yang tinggi.
Penentuan kebutuhan udara untuk ammonia stripping berdasarkan Gambar 3.2 dapat
dihitung dengan material balance berikut:
LX2 + GY1 = LX1 + GY2 (3.23)
atau
L(X2 - X1) = G(Y2 - Y1) (3.24)
Bila kadar ammonia di udara influen adalah nol (Y1 = 0) dan kadar ammonia di air efluen diabaikan
(X1 ~ 0), maka persamaan (3.24) disederhanakan menjadi:
2
2
X
Y
G
L

(3.25)
L/G adalah ratio massa air - udara. Pada umumnya debit udara disain diperoleh dari debit udara
teoritis dilkalikan faktor disain sebesar 1,50 hingga 1,75.
10
3.3. Operasi dan Peralatan Aerasi
Peralatan untuk perpindahan massa dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya dapat
dibedakan dalam beberapa jenis sesuai dengan sifat operasinya, yaitu:
(1) Gravitasi / jatuhan
(2) Semprotan
(3) Diffuser
(4) Mekanik
Perbandingan untuk pelaksanaan berbagai macam bentuk aerasi disajikan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Disain dan Karakteristik Operasi Aerator
Aerator Penyisihan Spesifikasi
Aerator Gravitasi:
Cascade 20-45% CO2 Tinggi: 1,0-3,0 m
Luas: 85-105 m2
/m2
.det
Kecepatan aliran 0,3 m/det
Packing Tower >95% VOC
>90% CO2
Diameter kolom maksimum 3 m
Beban hidrolik: 2000 m3
/m2
.hari
Tray >90% CO2 Kecepatan: 0,8-1,5 m3
/m2
/menit
Kebutuhan udara 7,5 m3
/m3
air
Jarak rak (tray): 30-75 cm
Luas: 50-160m2
/m3
det
Spray 70-90% CO2
25-40 H2S
Tinggi: 1,2-9 m
Diameter nozzle: 2,5-4,0 cm
Jarak Nozzle: 0,6-3,6 m
Debit nozzle:5-10 L/det
Luas bak: 105-320 m2
/m3
det
Tekanan semprot: 70 kPa
Aerator terdifusi 80% VOC Waktu detensi: 10-30 menit
Udara:0,7-1,1 m3
/m3
air
Tangki: kedalaman 2,7-4,5 m, lebar 3-9 m
Lebar / kedalaman < 2
Volume maksimum =150 m3
Diameter lubang diffuser: 2-5 mm diameter
Aerator Mekanik 50-80% CO2 Waktu detensi: 10-30 menit
Kedalaman tangki: 2-4 m
Sumber: Qasim et al. (2000)
Aerator gravitasi meliputi pelimpah, terjunan air, cascade, aliran di atas bidang miring, menara
(tray atau packed). Kontak antara air dan udara terjadi ketika air dijatuhkan dari ketinggian
tertentu.
Aerasi metoda jatuhan dapat dilakukan dengan berbagai jenis operasi antara lain (lihat
Gambar 3.3):
11
1. Aerasi jatuhan bertingkat (Cascade Aeration)
2. Aerasi aliran dalam talang dengan pelimpah
3. Kombinasi jatuhan dan pengudaraan dengan aliran berlawanan.
4. Tray aeration
Gambar 3.3 Beberapa tipe aerator garvitasi
(i) cascade, (ii) packed tower counter-current, (iii) tray aerator
Operasi aerasi dengan sistem ini, dilakukan dengan memompa air pada ketinggian
tertentu kemudian dilepaskan pada titik pancaran pada bagian paling atas dari alat. Suhu udara
dan kecepatan angin sangat berpengaruh pada laju aerasi. Waktu kontak ditentukan oleh tinggi
jatuhan dan kapasitas aliran air yang direncanakan.
Rumus umum efisiensi aerasi dengan metoda jatuhan bertingkat adalah:
CoCs
CoCe
K


 (3.26)
12
dimana:
K = koefisien efisiensi
Cs = konsentrasi jenuh oksigen terlarut pada suhu operasi., mg/l
Ce= konsentrasi oksigen setelah aerasi,mg/l
Co = konsentrasi oksigen pada saat awal, mg/l.
Pengaruh faktor suhu dan tinggi jatuhan pada efisiensi aerasi untuk berbagai jenis air
dirumuskan secara empiris sebagai berikut:
1. Air tanah tak terpolusi: K = 0,45 (1 + 0,026. T). H (3.27)
2. Air tercemar: K = 0,36 (1+0,046.T). H (3.28)
3. Air limbah domestik: K = 0,29 (1+0,046.T).H (3.29)
dimana: T = suhu air ,
h = tinggi jatuhan, m
Waktu kontak antara air dan udara untuk gravity aerator jatuh bebas:
g
h
t
2
 (3.30)
t adalah waktu kontak, h adalah tinggi jatuhan, dan g adalah percepatan gravitasi.
Aerasi dengan weir berganda, secara empiris dirumuskan:
 
n
n
K
xCoCsCsCn 





 1 (3.31)
Dalam formulasi ini, n adalah jumlah weir atau cascade untuk jatuhan.
Aerator semprot menyemprotkan butiran air ke udara melalui lubang atau nozzle, baik yang
bergerak maupun diam. Bentuk aerator semprot dapat dilihat pada Gambar 3.4. Berikut adalah
persamaan yang digunakan dalam perhitungan aerator semprot (spray aerator):
Q = nq = nCda 2𝑔ℎ
dengan: Q = debit total, m3
/detik
Cd = koefisien lubang
n = jumlah lubang
q = debit tiap lubang, m3
/detik
a = luas penampang lubang, m2
h = head pada lubang, m
Nilai Cd tergantung pada bentuk lubang. Pada tipe sharp edged, nilai Cd = 0,6, rounded Cd = 0,8,
dan streamline Cd = 0,85 hingga 0,92.
13
Gambar 3.4 Spray aerator
Aerator udara terdifusi melakukan transfer oksigen dari udara bertekanan yang diinjeksikan ke
dalam air. Injeksi udara berlangsung dalam bak besar melalui difuser berpori berbentuk plat atau
tabung. Udara yang keluar dari difuser biasa berbentuk gelembung udara yang akan menyebabkan
peningkatan turbulensi air. Gelembung yang dihasilkan oleh difuser diklasifikasikan menjadi fine
dan coarse bubble. Efisiensi yang dapat dicapai dengan fine bubble aerator adalah 8 - 12%,
sementara untuk coarse bubble aerator adalah 4 - 8%. Periode aerasi berkisar 10 – 30 menit,
suplai udara 0,1 – 1 m3
/menit per m3
volume tangki.
Laju perpindahan oksigen untuk aerasi dengan injeksi udara (diffused aeration) diformulasikan
(Eckenfelder dan Ford dalam Reynolds,1996):
)(,
,*)( 206701
021 
 T
Lsm
n
a CCDCGN (3.32)
C dan n = konstanta
Ga = debit udara pada 20o
C dan 1 atm, m3
/menit
D = kedalaman difuser, m
Csm = konsentrasi gas jenuh pada setengah kedalaman bak, mg/l
 = KLa (air)/KLa (air bersih)
Karena kelarutan oksigen bervariasi terhadap tekanan, konsentrasi jenuh oksigen, Csm ditentukan
pada setengah kedalaman tangki aerasi yang dapat didekati dengan rumus:







42203
er
sm
OP
CC (3.33)
Cs = konsentrasi gas jenuh, mg/l
Pr = tekanan absolut pada kedalaman pelepasan udara, kPa
Oe = % gas dalam aliran udara yang dikeluarkan
Kebutuhan energi untuk suatu kompressor udara dapat dihitung dengan persamaan:














 1
1
21
n
p
p
EnC
FRT
P
..
(3.34)
14
dimana:
P = daya, kW
F = massa aliran udara, kg/det
= Ga (m3
/det) x densitas udara (kg/m3
)
R = konstanta gas = 0,288
T1 = suhu absolut udara masuk, K
p1 = tekanan absolut udara masuk, kPa
p2 = tekanan absolut udara keluar, kPa
n = 0,283 untuk udara
E = efisiensi kompressor biasanya berkisar antara 70 – 80 %.
C = 1,0
Aerator mekanik menggunakan alat pengaduk yang digerakkan motor. Ada beberapa tipe alat
pengaduk, yaitu paddle tenggelam, paddle permukaan, propeller, turbine, dan aerator draft-
tube.
Formulasi laju perpindahan oksigen untuk aerasi mekanik adalah:
)(
,.
,
20
021
179






 
 TLs
o
CC
NN (3.35)
dimana:
N = laju perpindahan oksigen pada kondisi operasi, lb/jam
No = Perpindahan oksigen dalam aerator, lb/jam.
Klasifikasi aerator mekanik meliputi:
 high-speed axial-flow pump
- sering digunakan untuk aerated lagoon
- daya motor: 1 - 150 hp (0,75 - 112 kW)
- kecepatan putaran: 900 - 1800 rpm
- kedalaman air: 0,9 - 5,5 m
- kecepatan transfer oksigen: 1,22 - 2,37 kg/kW.jam
 slow speed vertical turbine
- digunakan untuk activated sludge, aerobic digestion, aerated lagoon
- daya motor: 3 - 150 hp (2,2 - 112 kW)
- diameter turbine: 0,9 - 3,7 m
- speed: 30 - 60 rpm
- kedalaman air: 0,9 - 9,1 m
- kecepatan transfer oksigen: 1,22 - 2,37 kg/kW.jam
 submerged slow-speed vertical turbine
- ditempatkan pada 0,46 m di atas dasar bak
15
- diameter turbine: 0,1 - 0,2 kali lebar bak
- kecepatan transfer oksigen: 1,22 - 1,83 kg/kW.jam
- diperlukan sumber udara bertekanan
 rotating brush aerator
- digunakan untuk oxidation ditch
- tersusun atas poros horisontal yang panjang dengan bristle yang tercelup air sebagian
- kecepatan transfer oksigen: 1,83 - 2,13 kg/kW.jam
Contoh Soal 3.3:
Suatu diffuser udara digunakan untuk aerasi proses lumpur aktif. Diffuser diletakkan pada
kedalaman 4 m di bawah permukaan air. Kehilangan gesekan di sistem perpipaan
diestimasikan sebesar 13 kPa. Perancangan didasarkan pada tekanan barometrik rata-rata
sebesar 740 mm Hg dan suhu operasi 25 C. Spesifikasi dari pabrik menunjukkan bahwa setiap
difuser mampu mentransfer 0,8 kg O2/jam, jika dioperasikan pada debit udara udara 0,3
m3
/menit. Estimasikan massa O2/jam yang ditransfer per unit difuser pada kondisi aktual.
Asumsikan bahwa 7 % oksigen yang ada dalam gelembung udara terserap dalam air. Pada
kondisi tunak konsentrasi oksigen terlarut sebesar 2,5 mg/lt.
Penyelesaian:
1. Dihitung nilai Cs untuk air kran pada suhu 25C & P = 740 mm Hg .
pada tekanan 760 mm Hg nilai Cs = 8,4 mg/lt dan pu = 23,8 mm Hg
Sehingga ltmgCs /,
,
,
, 178
823760
823740
48 



2. Hitung nilai Csm pada titik tengah dengan Pers (3.33)







42203
er
sm
OP
CC
1 atm = 10,34 m air = 101,37 kPa
Pr = Patm + (H/10,34) x 101,37 + (kehilangan energi gesekan)
Pr = [(740/760) x101,35]+[(4/10,34) x 101,37]+13 = 150,9 kPa
Oe = 21 % (1-x) = 21 % (1-0,07) = 19,5 %
Jadi Csm = 8,17 [(150,9/203) + (19,5/42)] = 9,87 mg/lt.
3. Massa oksigen yang ditransfer dihitung dengan Pers (7.26):
)(,
,*)( 206701
021 
 T
Lsm
n
a CCDCGN , dengan asumsi konstanta C dan n masing-masing
0,04233 dan 0,1 dan  = 0,75, maka:
75002152879430042330 202567090
,*,*),,(*,*, )(,, 
N = 0,221 kg O2/jam
16
3.4. Soal-soal
1. Tentukan nilai KLa dari data oksigen terlarut yang diberikan pada tabel berikut:
Waktu (menit) C (mg O2/l)
0
1
2
3
4
5
6
8
10
12
15
20
25
30
0
2,2
3,85
5,05
6,00
6,65
7,10
7,85
8,25
8,55
8,60
8,70
8,75
8,75
Temperatur air adalah 26o
C
2. Suatu studi “unsteady-state aeration” dilakukan dengan menggunakan bak aerasi memakai
sistem diffusi udara. Karakteristik sistem adalah sebagai berikut:
Dimensi tanki: 15 m x 7,5 m x 4,5 m (p x l x h)
Flow rate udara per diffuser: 3,5 m3
/menit (pada 760 mm Hg dan 0°C).
Percobaan pertama, tanki aerasi diisi penuh dengan air kran suhu air 25°C. Tekanan atmosfer
765 mm Hg. Air kran dideoksigenasi dengan menginjeksikan dengan gas nitrogen setelah kadar
oksigen mencapai nol aerasi dimulai. Selama aerasi tangki ditutup rapat dan udara yang
keluar dianalisis. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Waktu (menit) DO (mg/l ) Parameter Volume (%)
0 0,0 CO2 2,3
5 2,4 O2 16,9
10 4,4 N2 80,8
15 5,9
20 7,2
25 8,2
Percobaan kedua sama seperti percobaan pertama hanya air krannya diganti dengan air
limbah yang bersuhu 35°C dan tekanan atmosfer = 770 mm Hg. Data yang diperoleh adalah
sebagai berikut:
Waktu (menit) DO (mg/l ) Parameter Volume (%)
0 0,0 CO2 2,7
5 1,5 O2 18,8
10 2,8 N2 78,5
15 4,1
20 5,2
25 6,1
Penurunan tekanan akibat gesekan yang terjadi dalam sistem perpipaan = 1 psi dan nilai ß =
0,9 dan konsentrasi biomass pada air limbah diabaikan.
17
Hitunglah:
a. Konsentrasi jenuh oksigen pada air kran pada “mid-depth” (T=25°C dan P = 765 mm Hg).
b. Konsentrasi jenuh oksigen pada air limbah pada “mid-depth” (T=30°C dan P = 770 mm
Hg).
c. KLa air kran (1/jam) pada suhu 25°C dan 20°C
d. KLa air limbah (1/jam) pada suhu 35°C dan 20°C
e. Koefisien α pada 20°C
f. Lb O2/Jam yang ditransfer ke air limbah pada 35°C untuk aerasi steady state dengan
konsentrasi DO rata - rata = 2 mg O2/L.
3.5. Bahan Bacaan
1. Bennefield, Larry D; Randall, Clifford W. Biological Process Design for Wastewater
Treatment, Prentice-Hall, Inc, Englewwod Cliffs, NJ 07632, 1982.
2. Casey. T.J., Unit Treatment Processes in Water and Wastewater Engineering, John
Wiley & Sons, Singapore, 1997.
3. Droste, Ronald L., Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment, John Wiley
& Sons, New York, 1997
4. Qasim, Syed R, Edward M. Motley, dan Guang Zhu, Water Works Engineering: Planning,
Design dan Operation, Prentice Hall PTR, Upper Saddle River, NJ 07458, 2000.
5. Ramalho, R.S., Introduction to Wastewater Treatment Processes, Second Edition,
Academic Press Inc.111 Fith Avenue, New York 10003, 1983.
6. Reynolds, Tom D, Unit Operations and Processes in Environmental Engineering,
Brooks/Cole Engineering Divisions, Moenterey, California, 1996.
7. Sundstrom, Donald. W., Wastewater Treatment, Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, NJ
07632, 1979.

More Related Content

What's hot

Perencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan Lumpur
Perencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan LumpurPerencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan Lumpur
Perencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan Lumpur
Joy Irman
 
Jenis jenis Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPAL)
Jenis jenis Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPAL)Jenis jenis Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPAL)
Jenis jenis Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPAL)
Joy Irman
 
Koagulasi dan-flokulasi (1)
Koagulasi dan-flokulasi (1)Koagulasi dan-flokulasi (1)
Koagulasi dan-flokulasi (1)Ecko Chicharito
 
Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat - Anaerobic Bafle Reactor - Per...
Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat - Anaerobic Bafle Reactor - Per...Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat - Anaerobic Bafle Reactor - Per...
Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat - Anaerobic Bafle Reactor - Per...
Joy Irman
 
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
Muhamad Imam Khairy
 
reaktor CSTR dan PFR
reaktor CSTR dan PFRreaktor CSTR dan PFR
reaktor CSTR dan PFR
sartikot
 
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Joy Irman
 
Penentuan do, cod dan bod
Penentuan do, cod dan bodPenentuan do, cod dan bod
Penentuan do, cod dan bod
UIN Alauddin Makassar
 
perencanaan intake
perencanaan intakeperencanaan intake
perencanaan intake
Reza Nuari
 
proses pengelolaan air limbah secara kimia
proses pengelolaan air limbah secara kimiaproses pengelolaan air limbah secara kimia
proses pengelolaan air limbah secara kimia
mun farid
 
Sistem pengolahan air limbah setempat on-site system
Sistem pengolahan air limbah setempat   on-site systemSistem pengolahan air limbah setempat   on-site system
Sistem pengolahan air limbah setempat on-site system
Joy Irman
 
Teknik pengambilan sampel bod
Teknik pengambilan sampel bodTeknik pengambilan sampel bod
Teknik pengambilan sampel bod
Fahrul Islam islam
 
Pengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah IndustriPengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah Industriguest150909
 
Penyediaan Air bersih
Penyediaan Air bersihPenyediaan Air bersih
Penyediaan Air bersih
guestcb0db
 
Sistem pengolahan air limbah terpusat off-site system
Sistem pengolahan air limbah terpusat   off-site systemSistem pengolahan air limbah terpusat   off-site system
Sistem pengolahan air limbah terpusat off-site system
Joy Irman
 
Perhitungan jumlah trip kendaraan pengangkut sampah
Perhitungan jumlah trip kendaraan pengangkut sampahPerhitungan jumlah trip kendaraan pengangkut sampah
Perhitungan jumlah trip kendaraan pengangkut sampah
Nurul Angreliany
 
214361943 6-pengolahan-air-bersih
214361943 6-pengolahan-air-bersih214361943 6-pengolahan-air-bersih
214361943 6-pengolahan-air-bersihYudirwan Tanjung
 
Perencanaan Teknis IPLT - Unit Pengeringan Lumpur
Perencanaan Teknis IPLT - Unit Pengeringan LumpurPerencanaan Teknis IPLT - Unit Pengeringan Lumpur
Perencanaan Teknis IPLT - Unit Pengeringan Lumpur
Joy Irman
 
Teknologi dan Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T)
Teknologi dan Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T)Teknologi dan Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T)
Teknologi dan Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T)
Joy Irman
 
PerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
PerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air MinumPerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
PerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
Joy Irman
 

What's hot (20)

Perencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan Lumpur
Perencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan LumpurPerencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan Lumpur
Perencanaan Teknis dan Teknologi Pengolahan Lumpur
 
Jenis jenis Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPAL)
Jenis jenis Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPAL)Jenis jenis Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPAL)
Jenis jenis Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPAL)
 
Koagulasi dan-flokulasi (1)
Koagulasi dan-flokulasi (1)Koagulasi dan-flokulasi (1)
Koagulasi dan-flokulasi (1)
 
Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat - Anaerobic Bafle Reactor - Per...
Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat - Anaerobic Bafle Reactor - Per...Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat - Anaerobic Bafle Reactor - Per...
Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat - Anaerobic Bafle Reactor - Per...
 
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
 
reaktor CSTR dan PFR
reaktor CSTR dan PFRreaktor CSTR dan PFR
reaktor CSTR dan PFR
 
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)
 
Penentuan do, cod dan bod
Penentuan do, cod dan bodPenentuan do, cod dan bod
Penentuan do, cod dan bod
 
perencanaan intake
perencanaan intakeperencanaan intake
perencanaan intake
 
proses pengelolaan air limbah secara kimia
proses pengelolaan air limbah secara kimiaproses pengelolaan air limbah secara kimia
proses pengelolaan air limbah secara kimia
 
Sistem pengolahan air limbah setempat on-site system
Sistem pengolahan air limbah setempat   on-site systemSistem pengolahan air limbah setempat   on-site system
Sistem pengolahan air limbah setempat on-site system
 
Teknik pengambilan sampel bod
Teknik pengambilan sampel bodTeknik pengambilan sampel bod
Teknik pengambilan sampel bod
 
Pengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah IndustriPengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah Industri
 
Penyediaan Air bersih
Penyediaan Air bersihPenyediaan Air bersih
Penyediaan Air bersih
 
Sistem pengolahan air limbah terpusat off-site system
Sistem pengolahan air limbah terpusat   off-site systemSistem pengolahan air limbah terpusat   off-site system
Sistem pengolahan air limbah terpusat off-site system
 
Perhitungan jumlah trip kendaraan pengangkut sampah
Perhitungan jumlah trip kendaraan pengangkut sampahPerhitungan jumlah trip kendaraan pengangkut sampah
Perhitungan jumlah trip kendaraan pengangkut sampah
 
214361943 6-pengolahan-air-bersih
214361943 6-pengolahan-air-bersih214361943 6-pengolahan-air-bersih
214361943 6-pengolahan-air-bersih
 
Perencanaan Teknis IPLT - Unit Pengeringan Lumpur
Perencanaan Teknis IPLT - Unit Pengeringan LumpurPerencanaan Teknis IPLT - Unit Pengeringan Lumpur
Perencanaan Teknis IPLT - Unit Pengeringan Lumpur
 
Teknologi dan Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T)
Teknologi dan Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T)Teknologi dan Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T)
Teknologi dan Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T)
 
PerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
PerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air MinumPerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
PerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
 

Similar to 3 unit-aerasi-so

geokimia panas bumi .pdf
geokimia panas bumi .pdfgeokimia panas bumi .pdf
geokimia panas bumi .pdf
murnisulastri2
 
PPT 3 GAS TERLARUT (2).ppt
PPT 3 GAS TERLARUT (2).pptPPT 3 GAS TERLARUT (2).ppt
PPT 3 GAS TERLARUT (2).ppt
donotdisturb6
 
Jurnal Absorbsi CO2 dengan larutan NaOH
Jurnal Absorbsi CO2 dengan larutan NaOHJurnal Absorbsi CO2 dengan larutan NaOH
Jurnal Absorbsi CO2 dengan larutan NaOH
Ita Pratiwi
 
Laporan oksigen terlarut
Laporan oksigen terlarutLaporan oksigen terlarut
Laporan oksigen terlarut
U Lhia Estrada
 
Renita new
Renita newRenita new
fdokumen.site_bahan-ajar-mekanika-fluida.ppt
fdokumen.site_bahan-ajar-mekanika-fluida.pptfdokumen.site_bahan-ajar-mekanika-fluida.ppt
fdokumen.site_bahan-ajar-mekanika-fluida.ppt
RickyAzrofiSamara3
 
daster kimdas percobaan1.docx
daster kimdas percobaan1.docxdaster kimdas percobaan1.docx
daster kimdas percobaan1.docx
AyuPutri541814
 
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah HidrlogiMateri Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
Nurul Afdal Haris
 
Aliran fluida-pada-aluran-tertutup-pipa
Aliran fluida-pada-aluran-tertutup-pipaAliran fluida-pada-aluran-tertutup-pipa
Aliran fluida-pada-aluran-tertutup-pipa
cahpati138
 
Pot absorbsi
Pot absorbsi Pot absorbsi
Pot absorbsi
Dwidjo Guswondo
 
Reaks Oksidasi Dan Reduksi
Reaks Oksidasi Dan ReduksiReaks Oksidasi Dan Reduksi
Reaks Oksidasi Dan Reduksi
Puswita Septia Usman
 
larutan dan stoikiometri...................
larutan dan stoikiometri...................larutan dan stoikiometri...................
larutan dan stoikiometri...................
LetdaSusIPutuBagusMa
 
1698150899888_5.+Unit+Koagulasi-flokulasi.pdf
1698150899888_5.+Unit+Koagulasi-flokulasi.pdf1698150899888_5.+Unit+Koagulasi-flokulasi.pdf
1698150899888_5.+Unit+Koagulasi-flokulasi.pdf
beynabestari
 
Mekanika fluida 2 pertemuan 1 okk
Mekanika fluida 2 pertemuan 1 okkMekanika fluida 2 pertemuan 1 okk
Mekanika fluida 2 pertemuan 1 okk
Marfizal Marfizal
 
Teknologi humidifikasi.pptx
Teknologi humidifikasi.pptxTeknologi humidifikasi.pptx
Teknologi humidifikasi.pptx
TengkuHastriad
 
enguapan-sebagai-energi-pengaktifan-penguapan-3-pdf-free-2.pdf
enguapan-sebagai-energi-pengaktifan-penguapan-3-pdf-free-2.pdfenguapan-sebagai-energi-pengaktifan-penguapan-3-pdf-free-2.pdf
enguapan-sebagai-energi-pengaktifan-penguapan-3-pdf-free-2.pdf
Mita622040
 

Similar to 3 unit-aerasi-so (20)

geokimia panas bumi .pdf
geokimia panas bumi .pdfgeokimia panas bumi .pdf
geokimia panas bumi .pdf
 
PPT 3 GAS TERLARUT (2).ppt
PPT 3 GAS TERLARUT (2).pptPPT 3 GAS TERLARUT (2).ppt
PPT 3 GAS TERLARUT (2).ppt
 
Jurnal Absorbsi CO2 dengan larutan NaOH
Jurnal Absorbsi CO2 dengan larutan NaOHJurnal Absorbsi CO2 dengan larutan NaOH
Jurnal Absorbsi CO2 dengan larutan NaOH
 
Laporan oksigen terlarut
Laporan oksigen terlarutLaporan oksigen terlarut
Laporan oksigen terlarut
 
Renita new
Renita newRenita new
Renita new
 
fdokumen.site_bahan-ajar-mekanika-fluida.ppt
fdokumen.site_bahan-ajar-mekanika-fluida.pptfdokumen.site_bahan-ajar-mekanika-fluida.ppt
fdokumen.site_bahan-ajar-mekanika-fluida.ppt
 
Farfis i
Farfis iFarfis i
Farfis i
 
daster kimdas percobaan1.docx
daster kimdas percobaan1.docxdaster kimdas percobaan1.docx
daster kimdas percobaan1.docx
 
Jurnal absorpsi
Jurnal absorpsiJurnal absorpsi
Jurnal absorpsi
 
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah HidrlogiMateri Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
Materi Evapotranspirasi Mata Kuliah Hidrlogi
 
Kel 3 reaksi kimia
Kel 3 reaksi kimiaKel 3 reaksi kimia
Kel 3 reaksi kimia
 
Aliran fluida-pada-aluran-tertutup-pipa
Aliran fluida-pada-aluran-tertutup-pipaAliran fluida-pada-aluran-tertutup-pipa
Aliran fluida-pada-aluran-tertutup-pipa
 
Pot absorbsi
Pot absorbsi Pot absorbsi
Pot absorbsi
 
Reaks Oksidasi Dan Reduksi
Reaks Oksidasi Dan ReduksiReaks Oksidasi Dan Reduksi
Reaks Oksidasi Dan Reduksi
 
larutan dan stoikiometri...................
larutan dan stoikiometri...................larutan dan stoikiometri...................
larutan dan stoikiometri...................
 
1698150899888_5.+Unit+Koagulasi-flokulasi.pdf
1698150899888_5.+Unit+Koagulasi-flokulasi.pdf1698150899888_5.+Unit+Koagulasi-flokulasi.pdf
1698150899888_5.+Unit+Koagulasi-flokulasi.pdf
 
Mekanika fluida ppt
Mekanika fluida pptMekanika fluida ppt
Mekanika fluida ppt
 
Mekanika fluida 2 pertemuan 1 okk
Mekanika fluida 2 pertemuan 1 okkMekanika fluida 2 pertemuan 1 okk
Mekanika fluida 2 pertemuan 1 okk
 
Teknologi humidifikasi.pptx
Teknologi humidifikasi.pptxTeknologi humidifikasi.pptx
Teknologi humidifikasi.pptx
 
enguapan-sebagai-energi-pengaktifan-penguapan-3-pdf-free-2.pdf
enguapan-sebagai-energi-pengaktifan-penguapan-3-pdf-free-2.pdfenguapan-sebagai-energi-pengaktifan-penguapan-3-pdf-free-2.pdf
enguapan-sebagai-energi-pengaktifan-penguapan-3-pdf-free-2.pdf
 

Recently uploaded

Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
YongYongYong1
 
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
GusniartiGusniarti5
 
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdfPanduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
MildayantiMildayanti
 
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdfKelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
JALANJALANKENYANG
 
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
Kanaidi ken
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
nasrudienaulia
 
PPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptx
PPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptxPPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptx
PPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptx
AqlanHaritsAlfarisi
 
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdfJuknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
HendraSagita2
 
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdekaSOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
NiaTazmia2
 
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul AjarPowerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
MashudiMashudi12
 
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdfMODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
sitispd78
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
fadlurrahman260903
 
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptxRENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
mukminbdk
 
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptxGERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
fildiausmayusuf1
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
ahyani72
 
Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...
Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...
Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...
ahyani72
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
indraayurestuw
 
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs KonsekuensiAksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
sabir51
 

Recently uploaded (20)

Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
 
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
 
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
 
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdfPanduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
 
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdfKelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
 
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28  Juni 2024
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
 
PPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptx
PPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptxPPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptx
PPT PENGELOLAAN KINERJA PADA PMM SEKOLAH.pptx
 
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdfJuknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
 
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdekaSOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
 
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul AjarPowerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
 
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdfMODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
MODUL AJAR MAT LANJUT KELAS XI FASE F.pdf
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
 
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptxRENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
RENCANA TINDAK LANJUT (RTL) PASCA PELATIHAN.pptx
 
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptxGERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
 
Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...
Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...
Materi 1_Bagaimana Kita Memaknai Sekolah yang Berkualitas_ (ss versi kab_kot)...
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
 
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs KonsekuensiAksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
 

3 unit-aerasi-so

  • 1. 1 BAB 3 UNIT AERASI 3.1. Teori Transfer Gas Transfer gas didefinisikan sebagai perpindahan gas dari fase gas ke fase cair atau sebaiknya. Transfer gas melibatkan terjadinya kontak antara udara atau gas lain dengan air yang menyebabkan berpindahnya suatu senyawa dari fase gas ke fase cair atau menguapnya suatu senyawa dari fase cair (dalam bentuk terlarut) menjadi fase gas (lepas ke udara). Perpindahan massa zat dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya (absorpsi – desorpsi), terjadi bila ada kontak antar permukaan cairan dengan gas atau udara. Mekanisme ini terjadi secara difusi. Gaya penggerak perpindahan massa dari udara ke dalam air atau sebaliknya dikendalikan oleh perbedaan konsentrasi zat dalam larutan dan kelarutan gas pada kondisi tertentu. Faktor utama yang mempengaruhi kelarutan gas dalam air adalah: suhu air, tekanan parsial gas dalam fase gas, konsentrasi padatan terlarut dalam fase air dan komposisi kimia gas. Kelarutan gas, tidak seperti kelarutan zat padat dalam air, menurun seiring dengan kenaikan suhu. Pada tekanan parsial sampai 1 atm, konsentrasi keseimbangan gas dalam larutan pada suatu suhu tertentu sebanding dengan tekanan parsial gas dalam air, sesuai dengan hukum Henry:   PHCs . (3.1) dimana: Cs = konsentrasi jenuh atau keseimbangan gas dalam larutan, mg/l  P = Tekanan parsial phase gas dalam air, atm H = koefisien kelarutan Henry. Hukum Henry banyak digunakan pada gas-gas yang sering dijumpai dalam teknik pengolahan air seperti oksigen, metana, karbondioksida, dan hidrogen sulfida. Dua gas terakhir mengalami reaksi dalam air. CO2 terlarut bereaksi dengan air sebagai berikut: CO2 + H2O  H2CO3 (3.2) H2CO3  H+ + HCO3 - (3.3) HCO3 -  H+ + CO3 2- (3.4) Dalam kondisi normal konsentrasi H2CO3 dalam air tidak lebih dari 1% dari konsentrasi CO2. Hidrogen sulfida bereaksi dalam larutan sebagai berikut: H2S  H+ + HS- (3.5) HS-  H+ + S2- (3.6) Berdasar pada persamaan 3.5. dan 3.6. kelarutan dari H2S tergantung pada derajat pH larutan. Ammonia (NH3) dan klorin (Cl2) memiliki kelarutan gas tinggi dan mudah bereaksi dengan air. Hubungan kelarutan – tekanan gas ini bias bila digunakan hukum Henry. Bila permukaan air dipaparkan dengan udara atau gas dan belum terjadi kesetimbangan sebelumnya, maka secara serentak dan segera pada bidang kontak antar fase akan jenuh dengan gas dan gas ditransportasikan ke badan air dengan proses difusi molekuler sebagai berikut:
  • 2. 2 x c D t m      (3.7) dimana: t m   = Laju perpindahan gas melintas permukaan area bidang kontak D = koefisien difusi molekuler x c   = Gradien konsentrasi pada interface. Model secara fisik dari konsep persamaan 3.8 ditunjukkan dalam Gambar 3.1. Bulk Gas Well Mixed (Turbulen area) Interface Pg Fixed Gas Film (Laminer area) Pi Ci=Cs Fixed Liquid Film (laminer area) CL (Turbulen area) Bulk Liquid Well Mixed. Gambar 3.1 Model transfer gas dua-film Diasumsikan bahwa tahanan pada perpindahan gas berada dalam lapisan tetap (fixed film) gas dan cair pada antar bidang (interface) gas - cair. Perpindahan gas melintasi bidang permukaan lapisan gas menunjukkan adanya gradien tekanan dalam lapisan gas dan oleh sebab itu tekanan gas pada bidang permukaan (interface), Pi lebih rendah dari tekanan bulk gas, Pg. Perpindahan gas terjadi dalam dua langkah (1) perpindahan dari keseluruhan fase gas dengan tekanan gas (Pg) ke interface, dengan tekanan parsial gas (Pi), selanjutnya dikonversi ke fase liquid dengan konsentrasi Ci, (2) Transformasi dalam fase cair ke bulk liquid dengan konsentrasi (CL). Perpindahan ini dapat terjadi dalam dua arah tergantung pada perbedaan konsentrasi CL dan Ci. Jika CL > Ci dan Pi > Pg maka terjadi pelepasan gas dari fase cair ke fase gas. Laju perpindahan gas melintas bidang permukaan A dinyatakan dalam persamaan: )( sL CC h AD t m A    (3.8). Untuk menyatakan massa gas dalam bentuk konsentrasi maka satuan massa gas dibagi dengan volume cairan yang ada dan disederhanakan maka diperoleh persamaan: )*(.)( AAGsLLA pAKCC V A KN dt dc p   (3.9) dimana: a = V A KL = koefisien transfer dalam fase cair. KG = koefisien transfer dalam fase gas. NA = Laju perpindahan massa,
  • 3. 3 Persamaan (3.9) dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu: )( CCK dt dc sLa  (3.10) di mana: KLa = koefisien transfer total, jam-1 Cs = konsentrasi gas jenuh, mg/l C = konsentrasi gas di cairan, mg/l Aerator untuk perpindahan oksigen ditentukan berdasar pada kapasitas oksigenasinya (OC), yang didefinisikan sebagai laju suplai oksigen oleh aerator ke dalam air bersih pada kondisi standar (20C, 1 atm). Oxygenation Capacity (OC) dapat dituliskan: OC = V dt dc (3.11) atau OC = KLa. C* 20 . V (3.12). Nilai KLa dapat ditentukan dalam skala percobaan dengan melakukan integrasi terhadap persamaan (3.10) diperoleh persamaan garis lurus: ln(Cs-Ct) = ln(Cs-Ci) – KLa.t (3.13) Dari data percobaan dengan konsentrasi awal oksigen Ci dan konsentrasi oksigen dalam interval waktu percobaan Ct, maka dapat diplot ln(Cs-Ct) Vs t, maka diperoleh garis lurus dengan besarnya sudut arah (slope) adalah KLa. Gas-gas yang menjadi perhatian pada bidang pengolahan air adalah oksigen, karbondioksida, metana, hidrogen sulfida, ammonia, dan klor. Tujuan transfer gas dalam pengolahan air adalah: (1) untuk mengurangi konsentrasi bahan penyebab rasa dan bau, seperti hidrogen sulfida dan beberapa senyawa organik, dengan jalan penguapan atau oksidasi (2) untuk mengoksidasi besi dan mangan (3) untuk melarutkan gas ke dalam air (seperti penambahan oksigen ke dalam air tanah dan penambahan karbondioksida setelah pelunakan air) (4) untuk menyisihkan senyawa yang mungkin dapat meningkatkan biaya pengolahan (misal: adanya hidrogen sulfida akan meningkatkan kebutuhan klor pada proses diklorinasi; adanya karbondioksida akan meningkatkan kebutuhan kapur pada proses pelunakan, dan sebagainya). 3.2. Aerasi dan Stripping 3.2.1. Aerasi "Aerasi" merupakan salah satu proses dari transfer gas yang lebih dikhususkan pada transfer oksigen dari fase gas ke fase cair. Fungsi utama aerasi dalam pengolahan air adalah melarutkan oksigen ke dalam air untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air dan melepaskan kandungan gas-gas yang terlarut dalam air, serta membantu pengadukan air. Aerasi dipergunakan pula untuk menghilangkan kandungan gas – gas terlarut, oksidasi kandungan besi dan mangan dalam air, mereduksi kandungan ammonia dalam air melalui proses nitrifikasi dan untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut agar air terasa lebih segar.
  • 4. 4 Penyisihan rasa dan bau. Aerasi mempunyai keterbatasan dalam hal penyisihan rasa dan bau. Sebagian besar rasa dan bau disebabkan oleh bahan yang sangat larut dalam air, sehingga aerasi kurang efisien dalam menyisihkan rasa dan bau ini dibandingkan dengan metoda pengolahan lain, misalnya oksidasi kiiawi atau adsorpsi. Penyisihan besi dan mangan. Penyisihan besi dan mangan dapat dilakukan dengan proses oksidasi. Aplikasi aerasi dalam proses ini dapat memberikan cukup banyak oksigen untuk berlangsungnya reaksi. Proses ini biasanya digunakan pada air tanah yang kebanyakan mempunyai kandungan oksigen terlarut yang rendah. Oleh karena itu, aerasi dalam aplikasi ini akan menghasilkan endapan dan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut. Mangan sering kali tidak dapat teroksidasi pada pH normal. Peningkatan pH sampai 8,5 dapat memperbesar oksidasi mangan, khususnya jika digunakan menara aerator. Penyisihan senyawa organik volatile. Senyawa organik yang bersifat mudah menguap (volatile) dapat disisihkan dengan cara aerasi. Penyisihan karbondioksida. Karbondioksida dapat cepat dihilangkan dengan cara aerasi. Karbondioksida mempunyai kelarutan yang rendah dalam air, sehingga aerasi sangat efisien dalam penyisihannya. Proses ini biasanya diterapkan pada pelunakan air tanah yang umumnya mempunyai kandungan karbondioksida yang tinggi. Tingginya konsentrasi karbondioksida dalam air dapat meningkatkan pemakaian bahan kimia untuk keperluan pelunakan. Penyisihan hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida adalah senyawa utama penyebab rasa dan bau yang dapat diolah cukup efektif dengan aerasi. Mekanisme pengolahannya adalah terjadi oksidasi hidrogen sulfida menghasilkan air dan belerang bebas. Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan oksigen adalah (1) suhu, (2) kejenuhan oksigen, (3) karakteristik air, dan (4) derajat turbulensi. 3.2.1.1. Pengaruh Suhu Koefisien penyerapan oksigen kLa meningkat seiring dengan kenaikan suhu, karena suhu dalam air akan mempengaruhi tingkat difusi, tegangan permukaan dan kekentalan air. Kemampuan difusi oksigen meningkat dengan peningkatan suhu, sedang tegangan permukaan dan kekentalan menurun seiring dengan kenaikan suhu. Pengaruh suhu pada berbagai faktor tersebut dirangkum dalam persamaan dengan koefisien empiris (f) sebagai berikut: )( )()( T TLL faKaK   20 20 (3.14) Nilai f untuk aerasi permukaan umumnya memiliki rentang nilai 1,012 – 1,047. 3.2.1.2. Kejenuhan Oksigen Konsentrasi jenuh oksigen dalam air tergantung pada derajat salinitas air, suhu, dan tekanan parsial oksigen yang berkontak dengan air. Eckenfelder dan O’Connor dalam Benefield dan Randal (1982) menyarankan bahwa konsentrasi jenuh dapat ditentukan dari persamaan:   T S Cs    533 652475 760 , , (3.15)
  • 5. 5 dimana: (Cs)760 = nilai kejenuhan oksigen pada tekanan udara 760 mm Hg, mg/l S = konsentrasi padatan terlarut dalam air, gram/l T = suhu, C Nilai konsentrasi jenuh oksigen pada persamaan (3.15) dapat dikoreksi untuk tekanan udara barometrik dengan pernyataan:   p pP CC ss    760760 (3.16) P menyatakan tekanan barometrik dalam mm Hg dan p menyatakan tekanan jenuh uap air pada suhu air yang diaerasi. Tekanan jenuh uap air pada berbagai suhu disampaikan pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Tekanan Uap Air yang Berkontak dengan Udara Suhu C Tekanan uap (mm Hg) 0 5 10 15 20 25 30 4,5 6,5 9,2 12,8 17,5 23,8 31,8 Sumber: Benefield L.D & Randall (1982) Konsentrasi jenuh oksigen terlarut pada tekanan 1 atm dan kandungan klorida = 0 mg/l yang dipaparkan pada udara dengan kandungan oksigen 21 % tergantung pada suhu air (Tabel 3.2). Tabel 3.2 Pengaruh Suhu terhadap Konsentrasi Jenuh Oksigen Terlarut pada Tekanan 1 atm Suhu Air (C Cs (mg/l) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 14.62 13.84 13.13 12.48 11.87 11.33 10.83 10.37 9.95 9.54 9.17 8.83 8.53 8.22 7.92 7.63 Sumber: Benefield & Randall (1982
  • 6. 6 3.2.1.3. Karakteristik Air Dalam praktek ada perbedaan nilai KLa untuk air bersih dengan KLa air limbah yang mengandung materi tersuspensi, surfactant (detergen) dalam larutan dan perbedan temperatur. Faktor-faktor ini juga mempengaruhi nilai Cs. Pengaruh faktor ini, dikoreksi dengan menggunakan koefisien empirik () untuk pengaruh padatan tersuspensi dan surfactant dan () untuk pengaruh perbedaan temperatur. )( )( bersihair limbahair La La K K  (3.17) )( )( bersihair limbahair s s C C  (3.18) Nilai tipikal  untuk surface aerator berkisar 0,8 – 1,2 dan nilai  berkisar 0,9 – 1. 3.2.1.4. Derajat Turbulensi Derajat turbulensi dalam tangki aerasi akan mempengaruhi nilai  sebagai berikut: 1. Turbulensi akan menurunkan derajat tahanan liquid – film 2. Turbulensi akan meningkatkan laju perpindahan masa oksigen karena terjadi percepatan laju pergantian permukaan bidang kontak, yang berakibat pada defisit oksigen (driving-force, C) tetap terjaga konstan. 3. Turbulensi secara langsung akan meningkatkan nilai koefisien perpindahan oksigen (KLa). Contoh Soal 3.1: Percobaan aerasi dengan menggunakan surface aerator dalam tangki uji berbentuk silinder dengan volume 600 m3 dengan kondisi suhu air 15C dan tekanan atmosfer 750 mm Hg. Data yang diperoleh adalah: Waktu (menit) C (mg O2/l) 0 10 20 30 40 50 60 0 2,6 4,8 6 7,1 7,9 8,5 Tentukanlah Nilai KLa (1/jam). Penyelesaian: Pada suhu 15C dan tekanan 750 mm Hg nilai Cs = 10,2 mg/l, karena dipergunakan surface aerator, maka diperlukan koreksi nilai Cs untuk penentuan KLa. Pada suhu ini tekanan uap air Pv = 12,788 mm Hg sehingga: mg/lt110 78812760 78812750 210 750 760 , , , ,        x pP p CsCs
  • 7. 7 Contoh Soal 3.2: Surface aerator pada Contoh Soal 3.1 digunakan pada tangki aerasi dengan volume 500 m3 dan suhu air 20C. Hitunglah (a) nilai KLa, (b) jumlah oksigen yang ditransfer per jam pada kondisi standar. Penyelesaian: (a) (KLa)15C = 1,85 /jam (KLa) 20C = (KLa)T x 20-T =(1,85) x (1,024)20-15 = 2,083 /jam (b) Jumlah Oksigen yang diperlukan: kg O2/ jam = (KLa) 20C x Cs x V pada suhu 20C konsentrasi jenuh Cs = 9,17 mg O2/l = 9,17. 10-6 kg O2/l kg O2/ jam = 2,083/jam x 9,17 x 10-6 kg O2/l x 500.000 liter = 9,55 kg O2/jam = 24 lb O2/ jam Data percobaan diolah sebagai berikut: Waktu (menit) C (mg O2/l) Cs - C 0 10 20 30 40 50 60 0 2,6 4,8 6 7,1 7,9 8,5 10,1 7,5 5,3 4,1 3,0 2,2 1,6 Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara ln (Cs – C) Vs t, diperoleh kemiringan garis (slope) = KLa = 1,85/jam. 0 0,5 1 1,5 2 2,5 0 20 40 60 80 Ln(Cs-C) Waktu (menit)
  • 8. 8 3.2.2. Stripping "Stripping" merupakan salah satu dari transfer gas yang lebih dikhususkan pada transfer gas dari fase cair ke fase gas. Fungsi utama stripping dalam pengolahan air adalah untuk menyisihkan kandungan gas terlarut yang tidak diinginkan, seperti ammonia, karbondioksida, hidrogen sulfida, organik volatile, dan sebagainya. Jenis peralatan stripping untuk penyisihan ammonia umumnya adalah menara dengan sistem counter-current antara udara (upflow) dan air (downflow). Menara dilengkapi dengan kipas angin, rak untuk mendistribusikan air, lubang untuk pengeluaran gas, dan sebagainya. Gambar 3.2 menunjukkan skema ammonia stripping. Dasar perancangan ammonia stripping menggunakan persamaan Henry's sebagai berikut: pA = m X (3.19) dalam hal ini: pA = tekanan parsial ammonia di campuran udara, mmHg (lihat Tabel 3.3) m = konstanta X = kadar ammonia di larutan pada kesetimbangan, ratio mol atau massa Gambar 3.2 Skema ammonia stripping Tabel 3.3 Tekanan Parsial Ammonia Suhu, o C Tekanan parsial ammonia, pA (mmHg) X (gr NH3/106 gr air) 0 10 20 25 30 40 50 0,0112 0,0189 0,0300 0,0370 0,0479 0,0770 0,1110 50 50 50 50 50 50 50 Sumber: Qasim et al. (2000) H G Y2 L X2 L X1 G Y1 Keterangan: H = tinggi tower L = debit air G = debit udara X1, X2 = kadar ammonia di air (sebaga ratio massa) Y1, Y2 = kadar ammonia di udara (sebaga ratio massa)
  • 9. 9 Kadar ammonia setimbang dalam campuran udara dinyatakan sebagai ratio massa atau berat, dihubungkan dengan tekanan parsial sebagai berikut:              udara A t M M P pA Y* (3.20) dalam hal ini: Y* = ratio massa atau berat ammonia Pt = tekanan total atmosfer, mmHg pA = tekanan parsial ammonia, mmHg MA = merat molekul ammonia, 17 gr/gr mol Mudara = berat molekul udara, 29 gr/gr mol Dalam ammonia stripping, perlu diketahui persen ammonia di larutan yaitu dalam bentuk gas ammonia. Gas ammonia dalam kesetimbangan dengan ion ammonium diberikan dalam persamaan reaksi: NH3 + H2O  NH4 + + OH- (3.21) Pada saat pH meningkat, kesetimbangan akan bergerak ke kiri. Persen ammonia dalam bentuk gas pada suhu 25o C adalah (Metcalf dan Eddy dalam Reynolds, 1996): ][    H93 10x1,751 100 (persen)NH (3.22) dalam hal ini, H+ = kadar ion hidrogen. Pada suhu 25o C dan pH 10,8, 97,3% ammonia akan berada dalam bentuk molekul gas ammonia terlarut di air. Ketika tekanan parsial ammonia di udara adalah nol, ammonia stripping akan terjadi pada pH netral, tetapi efisiensinya sangat rendah karena kebanyakan ammonia berada dalam bentuk ion ammonium, Meningkatnya pH sampai sekitar 10,8 menyebabkan ammonia berubah dalam bentuk molekul gas ammonia, sehingga stripping akan berlangsung dengan efisiensi yang tinggi. Penentuan kebutuhan udara untuk ammonia stripping berdasarkan Gambar 3.2 dapat dihitung dengan material balance berikut: LX2 + GY1 = LX1 + GY2 (3.23) atau L(X2 - X1) = G(Y2 - Y1) (3.24) Bila kadar ammonia di udara influen adalah nol (Y1 = 0) dan kadar ammonia di air efluen diabaikan (X1 ~ 0), maka persamaan (3.24) disederhanakan menjadi: 2 2 X Y G L  (3.25) L/G adalah ratio massa air - udara. Pada umumnya debit udara disain diperoleh dari debit udara teoritis dilkalikan faktor disain sebesar 1,50 hingga 1,75.
  • 10. 10 3.3. Operasi dan Peralatan Aerasi Peralatan untuk perpindahan massa dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya dapat dibedakan dalam beberapa jenis sesuai dengan sifat operasinya, yaitu: (1) Gravitasi / jatuhan (2) Semprotan (3) Diffuser (4) Mekanik Perbandingan untuk pelaksanaan berbagai macam bentuk aerasi disajikan pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Disain dan Karakteristik Operasi Aerator Aerator Penyisihan Spesifikasi Aerator Gravitasi: Cascade 20-45% CO2 Tinggi: 1,0-3,0 m Luas: 85-105 m2 /m2 .det Kecepatan aliran 0,3 m/det Packing Tower >95% VOC >90% CO2 Diameter kolom maksimum 3 m Beban hidrolik: 2000 m3 /m2 .hari Tray >90% CO2 Kecepatan: 0,8-1,5 m3 /m2 /menit Kebutuhan udara 7,5 m3 /m3 air Jarak rak (tray): 30-75 cm Luas: 50-160m2 /m3 det Spray 70-90% CO2 25-40 H2S Tinggi: 1,2-9 m Diameter nozzle: 2,5-4,0 cm Jarak Nozzle: 0,6-3,6 m Debit nozzle:5-10 L/det Luas bak: 105-320 m2 /m3 det Tekanan semprot: 70 kPa Aerator terdifusi 80% VOC Waktu detensi: 10-30 menit Udara:0,7-1,1 m3 /m3 air Tangki: kedalaman 2,7-4,5 m, lebar 3-9 m Lebar / kedalaman < 2 Volume maksimum =150 m3 Diameter lubang diffuser: 2-5 mm diameter Aerator Mekanik 50-80% CO2 Waktu detensi: 10-30 menit Kedalaman tangki: 2-4 m Sumber: Qasim et al. (2000) Aerator gravitasi meliputi pelimpah, terjunan air, cascade, aliran di atas bidang miring, menara (tray atau packed). Kontak antara air dan udara terjadi ketika air dijatuhkan dari ketinggian tertentu. Aerasi metoda jatuhan dapat dilakukan dengan berbagai jenis operasi antara lain (lihat Gambar 3.3):
  • 11. 11 1. Aerasi jatuhan bertingkat (Cascade Aeration) 2. Aerasi aliran dalam talang dengan pelimpah 3. Kombinasi jatuhan dan pengudaraan dengan aliran berlawanan. 4. Tray aeration Gambar 3.3 Beberapa tipe aerator garvitasi (i) cascade, (ii) packed tower counter-current, (iii) tray aerator Operasi aerasi dengan sistem ini, dilakukan dengan memompa air pada ketinggian tertentu kemudian dilepaskan pada titik pancaran pada bagian paling atas dari alat. Suhu udara dan kecepatan angin sangat berpengaruh pada laju aerasi. Waktu kontak ditentukan oleh tinggi jatuhan dan kapasitas aliran air yang direncanakan. Rumus umum efisiensi aerasi dengan metoda jatuhan bertingkat adalah: CoCs CoCe K    (3.26)
  • 12. 12 dimana: K = koefisien efisiensi Cs = konsentrasi jenuh oksigen terlarut pada suhu operasi., mg/l Ce= konsentrasi oksigen setelah aerasi,mg/l Co = konsentrasi oksigen pada saat awal, mg/l. Pengaruh faktor suhu dan tinggi jatuhan pada efisiensi aerasi untuk berbagai jenis air dirumuskan secara empiris sebagai berikut: 1. Air tanah tak terpolusi: K = 0,45 (1 + 0,026. T). H (3.27) 2. Air tercemar: K = 0,36 (1+0,046.T). H (3.28) 3. Air limbah domestik: K = 0,29 (1+0,046.T).H (3.29) dimana: T = suhu air , h = tinggi jatuhan, m Waktu kontak antara air dan udara untuk gravity aerator jatuh bebas: g h t 2  (3.30) t adalah waktu kontak, h adalah tinggi jatuhan, dan g adalah percepatan gravitasi. Aerasi dengan weir berganda, secara empiris dirumuskan:   n n K xCoCsCsCn        1 (3.31) Dalam formulasi ini, n adalah jumlah weir atau cascade untuk jatuhan. Aerator semprot menyemprotkan butiran air ke udara melalui lubang atau nozzle, baik yang bergerak maupun diam. Bentuk aerator semprot dapat dilihat pada Gambar 3.4. Berikut adalah persamaan yang digunakan dalam perhitungan aerator semprot (spray aerator): Q = nq = nCda 2𝑔ℎ dengan: Q = debit total, m3 /detik Cd = koefisien lubang n = jumlah lubang q = debit tiap lubang, m3 /detik a = luas penampang lubang, m2 h = head pada lubang, m Nilai Cd tergantung pada bentuk lubang. Pada tipe sharp edged, nilai Cd = 0,6, rounded Cd = 0,8, dan streamline Cd = 0,85 hingga 0,92.
  • 13. 13 Gambar 3.4 Spray aerator Aerator udara terdifusi melakukan transfer oksigen dari udara bertekanan yang diinjeksikan ke dalam air. Injeksi udara berlangsung dalam bak besar melalui difuser berpori berbentuk plat atau tabung. Udara yang keluar dari difuser biasa berbentuk gelembung udara yang akan menyebabkan peningkatan turbulensi air. Gelembung yang dihasilkan oleh difuser diklasifikasikan menjadi fine dan coarse bubble. Efisiensi yang dapat dicapai dengan fine bubble aerator adalah 8 - 12%, sementara untuk coarse bubble aerator adalah 4 - 8%. Periode aerasi berkisar 10 – 30 menit, suplai udara 0,1 – 1 m3 /menit per m3 volume tangki. Laju perpindahan oksigen untuk aerasi dengan injeksi udara (diffused aeration) diformulasikan (Eckenfelder dan Ford dalam Reynolds,1996): )(, ,*)( 206701 021   T Lsm n a CCDCGN (3.32) C dan n = konstanta Ga = debit udara pada 20o C dan 1 atm, m3 /menit D = kedalaman difuser, m Csm = konsentrasi gas jenuh pada setengah kedalaman bak, mg/l  = KLa (air)/KLa (air bersih) Karena kelarutan oksigen bervariasi terhadap tekanan, konsentrasi jenuh oksigen, Csm ditentukan pada setengah kedalaman tangki aerasi yang dapat didekati dengan rumus:        42203 er sm OP CC (3.33) Cs = konsentrasi gas jenuh, mg/l Pr = tekanan absolut pada kedalaman pelepasan udara, kPa Oe = % gas dalam aliran udara yang dikeluarkan Kebutuhan energi untuk suatu kompressor udara dapat dihitung dengan persamaan:                1 1 21 n p p EnC FRT P .. (3.34)
  • 14. 14 dimana: P = daya, kW F = massa aliran udara, kg/det = Ga (m3 /det) x densitas udara (kg/m3 ) R = konstanta gas = 0,288 T1 = suhu absolut udara masuk, K p1 = tekanan absolut udara masuk, kPa p2 = tekanan absolut udara keluar, kPa n = 0,283 untuk udara E = efisiensi kompressor biasanya berkisar antara 70 – 80 %. C = 1,0 Aerator mekanik menggunakan alat pengaduk yang digerakkan motor. Ada beberapa tipe alat pengaduk, yaitu paddle tenggelam, paddle permukaan, propeller, turbine, dan aerator draft- tube. Formulasi laju perpindahan oksigen untuk aerasi mekanik adalah: )( ,. , 20 021 179          TLs o CC NN (3.35) dimana: N = laju perpindahan oksigen pada kondisi operasi, lb/jam No = Perpindahan oksigen dalam aerator, lb/jam. Klasifikasi aerator mekanik meliputi:  high-speed axial-flow pump - sering digunakan untuk aerated lagoon - daya motor: 1 - 150 hp (0,75 - 112 kW) - kecepatan putaran: 900 - 1800 rpm - kedalaman air: 0,9 - 5,5 m - kecepatan transfer oksigen: 1,22 - 2,37 kg/kW.jam  slow speed vertical turbine - digunakan untuk activated sludge, aerobic digestion, aerated lagoon - daya motor: 3 - 150 hp (2,2 - 112 kW) - diameter turbine: 0,9 - 3,7 m - speed: 30 - 60 rpm - kedalaman air: 0,9 - 9,1 m - kecepatan transfer oksigen: 1,22 - 2,37 kg/kW.jam  submerged slow-speed vertical turbine - ditempatkan pada 0,46 m di atas dasar bak
  • 15. 15 - diameter turbine: 0,1 - 0,2 kali lebar bak - kecepatan transfer oksigen: 1,22 - 1,83 kg/kW.jam - diperlukan sumber udara bertekanan  rotating brush aerator - digunakan untuk oxidation ditch - tersusun atas poros horisontal yang panjang dengan bristle yang tercelup air sebagian - kecepatan transfer oksigen: 1,83 - 2,13 kg/kW.jam Contoh Soal 3.3: Suatu diffuser udara digunakan untuk aerasi proses lumpur aktif. Diffuser diletakkan pada kedalaman 4 m di bawah permukaan air. Kehilangan gesekan di sistem perpipaan diestimasikan sebesar 13 kPa. Perancangan didasarkan pada tekanan barometrik rata-rata sebesar 740 mm Hg dan suhu operasi 25 C. Spesifikasi dari pabrik menunjukkan bahwa setiap difuser mampu mentransfer 0,8 kg O2/jam, jika dioperasikan pada debit udara udara 0,3 m3 /menit. Estimasikan massa O2/jam yang ditransfer per unit difuser pada kondisi aktual. Asumsikan bahwa 7 % oksigen yang ada dalam gelembung udara terserap dalam air. Pada kondisi tunak konsentrasi oksigen terlarut sebesar 2,5 mg/lt. Penyelesaian: 1. Dihitung nilai Cs untuk air kran pada suhu 25C & P = 740 mm Hg . pada tekanan 760 mm Hg nilai Cs = 8,4 mg/lt dan pu = 23,8 mm Hg Sehingga ltmgCs /, , , , 178 823760 823740 48     2. Hitung nilai Csm pada titik tengah dengan Pers (3.33)        42203 er sm OP CC 1 atm = 10,34 m air = 101,37 kPa Pr = Patm + (H/10,34) x 101,37 + (kehilangan energi gesekan) Pr = [(740/760) x101,35]+[(4/10,34) x 101,37]+13 = 150,9 kPa Oe = 21 % (1-x) = 21 % (1-0,07) = 19,5 % Jadi Csm = 8,17 [(150,9/203) + (19,5/42)] = 9,87 mg/lt. 3. Massa oksigen yang ditransfer dihitung dengan Pers (7.26): )(, ,*)( 206701 021   T Lsm n a CCDCGN , dengan asumsi konstanta C dan n masing-masing 0,04233 dan 0,1 dan  = 0,75, maka: 75002152879430042330 202567090 ,*,*),,(*,*, )(,,  N = 0,221 kg O2/jam
  • 16. 16 3.4. Soal-soal 1. Tentukan nilai KLa dari data oksigen terlarut yang diberikan pada tabel berikut: Waktu (menit) C (mg O2/l) 0 1 2 3 4 5 6 8 10 12 15 20 25 30 0 2,2 3,85 5,05 6,00 6,65 7,10 7,85 8,25 8,55 8,60 8,70 8,75 8,75 Temperatur air adalah 26o C 2. Suatu studi “unsteady-state aeration” dilakukan dengan menggunakan bak aerasi memakai sistem diffusi udara. Karakteristik sistem adalah sebagai berikut: Dimensi tanki: 15 m x 7,5 m x 4,5 m (p x l x h) Flow rate udara per diffuser: 3,5 m3 /menit (pada 760 mm Hg dan 0°C). Percobaan pertama, tanki aerasi diisi penuh dengan air kran suhu air 25°C. Tekanan atmosfer 765 mm Hg. Air kran dideoksigenasi dengan menginjeksikan dengan gas nitrogen setelah kadar oksigen mencapai nol aerasi dimulai. Selama aerasi tangki ditutup rapat dan udara yang keluar dianalisis. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut: Waktu (menit) DO (mg/l ) Parameter Volume (%) 0 0,0 CO2 2,3 5 2,4 O2 16,9 10 4,4 N2 80,8 15 5,9 20 7,2 25 8,2 Percobaan kedua sama seperti percobaan pertama hanya air krannya diganti dengan air limbah yang bersuhu 35°C dan tekanan atmosfer = 770 mm Hg. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut: Waktu (menit) DO (mg/l ) Parameter Volume (%) 0 0,0 CO2 2,7 5 1,5 O2 18,8 10 2,8 N2 78,5 15 4,1 20 5,2 25 6,1 Penurunan tekanan akibat gesekan yang terjadi dalam sistem perpipaan = 1 psi dan nilai ß = 0,9 dan konsentrasi biomass pada air limbah diabaikan.
  • 17. 17 Hitunglah: a. Konsentrasi jenuh oksigen pada air kran pada “mid-depth” (T=25°C dan P = 765 mm Hg). b. Konsentrasi jenuh oksigen pada air limbah pada “mid-depth” (T=30°C dan P = 770 mm Hg). c. KLa air kran (1/jam) pada suhu 25°C dan 20°C d. KLa air limbah (1/jam) pada suhu 35°C dan 20°C e. Koefisien α pada 20°C f. Lb O2/Jam yang ditransfer ke air limbah pada 35°C untuk aerasi steady state dengan konsentrasi DO rata - rata = 2 mg O2/L. 3.5. Bahan Bacaan 1. Bennefield, Larry D; Randall, Clifford W. Biological Process Design for Wastewater Treatment, Prentice-Hall, Inc, Englewwod Cliffs, NJ 07632, 1982. 2. Casey. T.J., Unit Treatment Processes in Water and Wastewater Engineering, John Wiley & Sons, Singapore, 1997. 3. Droste, Ronald L., Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment, John Wiley & Sons, New York, 1997 4. Qasim, Syed R, Edward M. Motley, dan Guang Zhu, Water Works Engineering: Planning, Design dan Operation, Prentice Hall PTR, Upper Saddle River, NJ 07458, 2000. 5. Ramalho, R.S., Introduction to Wastewater Treatment Processes, Second Edition, Academic Press Inc.111 Fith Avenue, New York 10003, 1983. 6. Reynolds, Tom D, Unit Operations and Processes in Environmental Engineering, Brooks/Cole Engineering Divisions, Moenterey, California, 1996. 7. Sundstrom, Donald. W., Wastewater Treatment, Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, NJ 07632, 1979.