SlideShare a Scribd company logo
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Neuropati merupakan suatu penyakit saraf yang sering ditemukan di klinik,
ditandai dengan gejala karakteristik berupa hilangnya serat saraf perifer secara
progresif. Jenis neuropati cukup bervariasi sesuai dengan penyebab, gejala klinik,
dan derajad perkembangan penyakitnya. Neuropati mulai dari yang akut hingga
reversibel sampai dengan bentuk kronis dan ireversibel.1,2
Neuropati merupakan bagian dari “tripati” yaitu bentuk komplikasi yang
paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus yang terdiri atas
neuropati, retinopati dan nefropati. Angka kejadian neuropati diabetik umumnya
meningkat dengan bertambahnya umur dan lamanya durasi diabetes melitus.3,4
Neuropati diabetes adalah kelompok gangguan heterogen yang menunjukan
abonrmalitas, merupakan komplikasi jangka panjang dan sangat signifikan
menghasilkan morbiditas dan mortalitas.5
Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang diderita seumur hidup
sehingga progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat
menimbulkan komplikasi. Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambat
dengan gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan
kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis.6
Umumnya neuropati diabetik terjadi setelah adanya intoleransi glukosa yang
cukup lama sehingga hiperglikemia persisten dianggap sebagai faktor primer.
1
Walaupun demikian, faktor metabolik ini bukanlah satu-satunya faktor yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya neuropati diabetik. Beberapa teori lain
yang diterima ialah teori vaskular, autoimun dan nerve growth factor.1,2
Ada beberapa manifestasi klinik neuropati termasuk diantaranya
mononeuropati ataupun polineuropati. Pada pasien diabetes melitus lebih banyak
ditemukan polineuropati sensoris distalis, disertai dengan gangguan serat saraf
motorik dan otonom. Polineuropati merupakan jenis neuropati yang menyebabkan
kelainan fungsional simetris akibat kelainan-kelainan difus yang mempengaruhi
seluruh susunan saraf perifer.1,7,8
Manifestasi bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa
terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat.
Bisa juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik yang semua itu
bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.9
Risiko yang dihadapi pasien diabetes melitus dengan polineuropati diabetes
antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh dan amputasi
jari/kaki.2
Berdasarkan penjelasan mengenai neuropati diabetik terkhususnya
polineuropati sebagai bentuk komplikasi kronis diabetes melitus yang paling
sering terjadi. Maka saya tertarik untuk mengambil polineuropati diabetes sebagai
referat saya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Polineuropati diabetes adalah suatu kondisi yang mempengaruhi berberapa
saraf perifer yang disebabkan oleh degenerasi saraf perifer akibat langsung dari
peningkatan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus. Istilah deskriptif
yang menunjukan adanya gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi
pada diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Distribusi
polineuropati umumnya bilateral simetris dan perkembangannya lambat.
Polineuropati atau peripheral neuropati diidentifikasikan pada daerah distal dan
dimulai dari kaki kemudian meningkat ke atas.10,11
2.2 Epidemiologi
Studi epidemiologi menunjukan prevalensi dari peripheral neuropati
berkisar antara 5% sampai 100%. Prevalensi neuropati diabetik (ND) dalam
berbagai literatur sangat bervariasi. Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan
bahwa 10-20 % pasien saat ditegakan Diabetes Melitus telah mengalami
neuropati. Prevalensi neuropati diabetik ini akan meningkat sejalan dengan
lamanya penyakit dan tingginya hiperglikemia. Diperkirakan setelah menderita
diabetes selama 25 tahun, prevalensi neuropati diabetik 50 %. Kemungkinan
terjadi neuropati diabetik pada kedua jenis kelamin sama.12,13,14
3
Neuropati ditemukan pada hampir 30 % penderita diabetes melitus, angka
kejadian neuropati diabetik yang disertai dengan nyeri ditemukan pada 16 %
sampai dengan 26 % penderita neuropati diabetik. Lama menderita diduga sangat
berkaitan dengan perkembangan dan progresivitas neuropati diabetik dan hal ini
berpengaruh terhadap timbulnya nyeri neuropati pada penderita diabetes
melitus.2,15
Diabetes Mellitus (DM) terjadi pada sekitar 20 % populasi > 65 tahun.
Penyebab Neuropati terbanyak. Prevalensi neuropati pada pasien DM sekitar
66%. Sekitar 8% sudah menderita neuropati pada saat didiagnosa DM, 50%
setelah 25 tahun didiagnosa DM, 45% pada pasien NIDDM, 54% pada pasien
IDDM.1,15
2.3 Faktor Risiko
Hiperglikemia merupakan faktor risiko pada pasien DM Tipe 1 dan DM
Tipe 2. Hubungan lain yang juga berperan adalah usia, lama mengalami diabetes,
kualitas kontrol metabolik, berat badan, konsumsi rokok, kadar HDL dan temuan
penyakit kardiovaskular.15,16
2.4 Patofisiologi
Saraf perifer (saraf spinalis dan kranialis) untuk memelihara otot, kulit, dan
pembuluh darah terdiri dari sejumlah saraf campuran yaitu saraf motorik,
sensorik, dan vegetatif. Dari segi fisiologis, ketiga jenis saraf tadi dibedakan
berdasarkan ukuran penampangnya, yaitu saraf tipe A (5-12 mikron), tipe B (3-4
mikron), dan tipe C (1-2 mikron). Saraf tipe A aksonnya bermielin tebal, tipe b
4
bermielin tipis dan tipe C aksonnya tidak bermielin. Akson bermielin tebal adalah
akson saraf motorik pada umumnya dan sebagian saraf sensorik untuk jenis
protopatik. Akson bermielin tipis adalah sebagian akson saraf motorik dan
sebagian saraf sensorik. Akson yang tidak bermielin adalah akson sensorik dan
autonom.2
Neuropati diabetik tidak terjadi oleh karena faktor tunggal, melainkan
karena interaksi beberapa faktor, seperti faktor metabolik, vaskular dan mekanik.
Faktor kausatif utama adalah gangguan metabolik jaringan saraf.1,2,12,15
1) Faktor metabolik
Proses kejadian neuropati berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang
berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, pembentukan radikal
bebas dan aktivasi Protein Kinase C (PKC), sintesis advance glycosilation end
products (AGEs). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya
vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun bersama rendahnya
mioninositol dalam sel terjadilah neuropati diabetik. Berbagai penelitian
membuktikan bahwa kejadian neuropati diabetik sangat berhubungan dengan
lama dan beratnya diabetes melitus.
a. Peningkatan aktivitas jalur poliol
Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang
berkepanjangan. Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur
poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim adose-reduktase, yang
mengubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh
sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa
5
dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas.
Salah satu kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf
menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan
edem saraf. Peningkatan sintesis sorbitol mengakibatkan terhambatnya
mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan
akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stress osmotik yang akan
merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase c (PKC).
b. Aktivasi PKC
Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar na
intraseluler menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol
masuk ke dalam saraf sehingga terjadi gangguan tranduksi sinyal saraf.
Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan nadph saraf
yang merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena
nadph merupakan kofaktor penting untuk gluthation dan nitric oxide
synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan
saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide
(NO).
c. Sintesis advance glycosilation end products (AGEs).
Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia
berkepanjangan akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation
end products (AGEs). Ages ini sangat toksik dan merusak semua protein
tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka
sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang berakibat vasodilatasi
6
berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya
mioinositol dalam sel saraf, terjadilah neuropati diabetik. Kerusakan
aksonal metabolik awal masih dapat kembali pulih dengan kendali
glikemik yang optimal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini berlanjut
menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut
tidak dapat diperbaiki lagi.
2) Kelainan vaskular
Hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular.
Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang
disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan
endotel vaskular dan menetralisir NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi
mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui
penebalan membran basalis; trombosit pada arteriol intraneural; peningkatan
agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnnya
aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular; stasis aksonal,
pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian
neuropati yang didasari oleh kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan
modifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi,
indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi.
3) Mekanisme Imun
Suatu penelitian menunjuikan bahwa 22% dari 120 penyandang dm tipe 1
memiliki complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% pasien dm
tipe 2 memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini menunjukan bahwa antibody
7
tersebut berperan pada patogenesis neuropati diabetik. Bukti lain yang
menyokong peran antibodi dalam mekanisme patogenik adalah antineural
antibodies pada serum sebagian penyandang diabetes melitus. Autoantibodi
yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan
sensorik yang bias dideteksi dengan imunofloresens indirek. Disamping itu
adanya penumpukan antibodi dan komplemen pada berbagai komponen saraf
suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun.
4) Peran nerve growth factor (NGF).
NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf.
Pada penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan
berhubungan dengan derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen
substance p dan calcitonin-gen-regulated peptide (CGRP). Peptide ini
mempunyai efek terhadap vasodilatasi, mobilitas intestinal dan nosiseptif, yang
semuanya mengalami gangguan pada neuropati diabetik.
2.5 Manifestasi Klinis
Terlihat pada 20% pasien diabetes melitus, tetapi dengan pemeriksaan
elektrofisiologi pada diabetes melitus asimptomatik tampak bahwa penderita
sudah mengalami neuropati subklinik. Pada kasus yang jarang, neuropati mungkin
merupakan tanda awal suatu diabetes melitus.1,2,16
8
Gambar 2-1 Perbedaan manifestasi klinis dari neuropati diabetes (Modified from Pickup J, Williams G [eds].
Textbook of Diabetes, Vol 1. Oxford, UK, Blackwell Scientific, 1997.)
5
Polineuropati sensorik-motorik simetris, bentuk ini paling sering dijumpai,
keluhan dapat dimulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat.
Polineuropati biasanya memiliki karakteristik :12,17
Gambar 2-2 Perbedaan manifestasi klinis neuropati serat besar –dan kecil fibroneuropathy. ADL, activities
of daily living; QOL, quality of life. (Adapted from Vinik AI, Mehrabyan A. Diabetic neuropathies. Med Clin
North Am 2004;88:947-999.)
5
9
1) Tanda pertama muncul pada tungkai bawah.
2) Parestesia selalu terjadi pada jari kaki atau telapak kaki, terutama pada malam
hari. Ada rasa tebal atau kesemutan, terutama pada tungkai bawah
3) Sensasi sarung pada kaki “seperti kaos kaki”
4) Kehilangan refleks Achilles
5) Penyusutan atau kehilangan perasaan getar, dimulai dari distal.
6) Saat kondisi berkembang, terjadi paresis extensor jari kaki pada dorsum kaki.
7) Makin lama, paresis sepanjang extensor jari dan kaki.
8) Kedua kaki terkulai.
9) Sensasi seperti terbakar.
10) Gangguan sensoris dan kelemahan menyebar ke tungkai atas.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Diagnosis Diabetes Melitus
Langkah-langkah diagnosis dm dan gangguan toleransi glukosa berdasarkan
perkeni dalam konsensus diabetes melitus tipe 2 Tahun 2011 ditegakkan atas
dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria.13,14
Untuk penentuan diagnosis, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.13
10
Secara ringkas kriteria diagnosis diabetes melitus untuk dewasa tidak hamil
berdasarkan Perkeni Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 2-1 seperti yang tertera
di bawah ini. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
klasik diabetes melitus seperti di bawah ini :14
1) Keluhan klasik berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan.
2) Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Tabel 2-1. Kriteria Diagnosis DM
No. Kriteria diagnosis diabetes melitus
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Glukosa plasma
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan
waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa diartikan
pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
3.
Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/l). TTGO yang dilakukan
dengan standar who, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa
anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
* pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ada 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM,
jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.
14
11
Keterangan gambar :
GDP = glukosa darah puasa
GDS = glukosa darah sewaktu
GDPT = glukosa darah puasa terganggu
TGT = toleransi glukosa terganggu
Gambar 2-1. Langkah-Langkah Diagnostik DM
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau dm,
bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT).13,14
1) TGT : diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/l).
2) GDPT : diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/l) dan pemeriksaan
TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dl.
12
2.6.2 Diagnosis Polineuropati Diabetes
Polineuropati sensori-motor simetris distal atau distal symmetrical
sensorymotor polyneuropathy (DPN) merupakan jenis kelainan yang paling sering
terjadi, ditandai dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan fungsi
motorik (lebih jarang) berlangsung pada bagian distal yang berkembang ke arah
proksimal.1,2
Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari, sangat
bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya
dengan jawaban tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup mengeluarkan
kemungkinan adanya neuropati. Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan
pengkajian terhadap : 1). Refleks motorik, 2). Fungsi serabut saraf besar dengan
tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer) dan rasa tekan
(estesiometer dengan filament mono semmes-weinstein); 3). Fungsi serabut saraf
kecil dengan sensasi suhu; 4). Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya
gangguan hantar saraf dapat dikerjakan elektromiografi.2
Bentuk lain yang juga sering ditemukan ialah neuropati otonom
(parasimpatis dan simpatis) atau diabetic autonomic neuropathy (dan). Uji
komponen parasimpatis dan dilakukan dengan 1). Tes respons denyut jantung
terhadap maneuver vasalva; 2). Variasi denyut jantung selama napas dalam
(denyut jantung maksimum-minimum). Uji komponen simpatis dan dilakukan
dengan 1). Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik); respons
tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik).18
13
2.7 Terapi
Strategi pengelolaan pasien diabetes melitus dengan keluhan neuropati
diabetes dibagi ke dalam 3 bagian. Strategi pengelolaan pertama adalah diagnosis
nd sedini mungkin, strategi kedua yaitu dengan kendali glikemik dan perawatan
kaki sebaik-baiknya, dan strategi yang ketiga yaitu pengendalian keluhan
neuropati/nyeri neuropati diabetik. Selain itu pengendalian neuropati diabetik
perlu melibatkan banyak seperti perawatan umum, pengendalian glukosa darah
dan parameter metabolik lain.13
1) Perawatan umum/kaki1
Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah
trauma berulang pada neuropati kompresi.
2) Pengendalian glukosa darah2
Pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala merupakan
langkah pertama yang harus dilakukan, pengendalian faktor metabolik lain
perlu dilakukan seperti hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai komponen tak
terpisahkan juga perlu dilakukan. Pengendalian glukosa darah mampu
mengurangi komplikasi kronik diabetes termasuk neuropati.
3) Terapi medikamentosa1
Untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik diabetes
melitus termasuk neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan obat-obat yang
berperan pada proses timbulnya komplikasi kronik diabetes, yaitu :
a. Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat
penimbunan sorbitol dan fruktosa.
14
b. Penghambat ACE
c. Neurotropin : nerve growth factor, brain-derived neurotrophic factor.
d. Alpha lipoic acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan
radikal hidroksil, superoksida, dan peroksil serta membentuk kembali
glutation.
e. Penghambat protein kinase c
f. Gangliodes, merupakan komponen utama membrane sel.
g. Gamma linoleic acid (GLA) suatu prekusor membrane fosfolipid.
h. Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs.
i. Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologik
maupun non neurologik akibat penyakit autoimun.
4) Pedoman pengelolaan dengan nyeri 1,2
Sedangkan untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, sangat dianjurkan untuk
memahami mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut, antara lain
aktivasi reseptor n-methyl-d-aspartate (NMDA) yang berlokasi di membran
post spinatik spinal cord dan pengeluaran substance p dari serabut saraf besar a
yang berfungsi sebagai neuromodulator nyeri. Manifestasi nyeri dapat berupa
rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia, nyeri menjalar, dll. Pemahaman terhadap
mekanisme nyeri penting agar dapat member terapi yang lebih rasional,
meskipun terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya bersifat simtomatis.
Pengelolaan dengan nyeri yang dianjurkan ialah :
a. NSAID (ibuprofen 600 mg 4 x/hari, sulindac 200 mg 2 x/hari).
15
b. Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin 100
ng/hari, nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/hari).
c. Antikonvulsan (gabapentin 900 mg 3 x/hari, karbamazepin 200 mg 4
x/hari).
d. Antiaritmia (mexilletin 150-450 mg/hari)
e. Topical : capsaicin 0,075 % 4x/hari, fluphenazine 1 mg 3x/hari,
transcutaneous electrical nerve stimulation.
Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal yang mampu mengatasi
nyeri neuropati diabetes. Meskipun demikian, pengobatan nyeri umumnya
dimulai dengan obat anti-depresan atau anti-konvulsan tergantung ada tidaknya
efek samping. Dosis obat dapat ditingkatkan hingga dosis maksimum atau
sampai efek samping muncul. Kadang-kadang kombinasi anti-depresan dan
anti-konvulsan cukup efektif. Bila dengan regimen ini belum atau kurang ada
perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat topikal. Bila tetap tidak atau kurang
berhasil, kombinasi obat yang lain dapat dilakukan.1,2
2.8 Komplikasi
Kehilangan sensasi menyebabkan cedera pada sendi, desktruksi sendi
permanen (Charcot joint), ulser pada kaki dan amputasi. Dapat menyebabkan
ketidakmampuan, isolasi sosial dan kehilangan kemandirian terutama pada pasien
usia tua. 19
16
2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk neuropati perifer motorik adalah Guillain-Barré
syndrome, Charcot-Marie-Tooth syndrome, porphyria, lead poisoning dan
diphtheria. Sedangkan nyeri pada neuropati perifer adalah neuropati alkoholik,
diabetic amyotrophy, porphyria, defisiensi vitamin B1 atau vitamin B12 dan
carcinoma.16
2.10 Edukasi
Edukasi pasien menjadi sangat penting dalam pengelolaan nyeri. Diperlukan
penjelasan tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya
pemeriksaan kaki, pentingnya evaluasi secara teratur terhadap kemungkinan
timbulnya neurpati diabetik pada pasien diabetes melitus.20,21
2.11 Prognosis
Tipe diabetes melitus yang diderita akan mempengaruhi diagnosis
neuropati diabetik. Pada NIDDM (non-insulin dependent diabetes melitus atau
DM Tipe 2) memiliki prognosis yang lebih baik daripada tipe IDDM (insulin
dependent diabetes melitus atau DM Tipe 1). Lama dan beratnya diabetes melitus
serta lama dan beratnya keluhan neuropati yang dialami, dan apakah sudah
mengenai saraf otonom, semuanya akan menentukan prognosis neuropati
diabetik.1,2,21
BAB III
17
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Polineuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronik dari
Diabetes Melitus. Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun dan NGF) yang
berperan pada mekanisme patogenik adalah hiperglikemia sebagai komponen
faktor metabolik yang merupakan dasar utama patogenesis ND.
Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan polineuropati diabetik
pada pasien diabetes melitus perlu diperhatikan, berdasarkan diagnosis diikuti
dengan pengendalian glukosa darah. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada
dasarnya bersifat simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat yang bekerja
sesuai mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut. Pendekatan non-
farmakologis termasuk edukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan total sulit
untuk dicapai.
18

More Related Content

What's hot

MODUL NYERI DADA BLOK KARDIOVASKULER
MODUL NYERI DADA BLOK KARDIOVASKULERMODUL NYERI DADA BLOK KARDIOVASKULER
MODUL NYERI DADA BLOK KARDIOVASKULER
Rindang Abas
 
PENGARUH UMUR, DEPRESI DAN DEMENSIA TERHADAP DISABILITAS FUNGSIONAL LANSIA DI...
PENGARUH UMUR, DEPRESI DAN DEMENSIA TERHADAP DISABILITAS FUNGSIONAL LANSIA DI...PENGARUH UMUR, DEPRESI DAN DEMENSIA TERHADAP DISABILITAS FUNGSIONAL LANSIA DI...
PENGARUH UMUR, DEPRESI DAN DEMENSIA TERHADAP DISABILITAS FUNGSIONAL LANSIA DI...
Bondan Palestin
 
Angina ludwig referat THT
Angina ludwig referat THTAngina ludwig referat THT
Angina ludwig referat THT
Suderi Abbas
 
Retardasi mental (i)
Retardasi mental (i)Retardasi mental (i)
Retardasi mental (i)
dadadony
 
Ppt osteomielitis
Ppt osteomielitisPpt osteomielitis
Ppt osteomielitisKANDA IZUL
 
Dm
DmDm
Proses keperawatan pada anak dengan bronkitis
Proses keperawatan pada anak dengan bronkitisProses keperawatan pada anak dengan bronkitis
Proses keperawatan pada anak dengan bronkitis
kristanto djuwahir
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
dr. Bobby Ahmad
 
Definisi, Etiologi dan Faktor Resiko ASMA
Definisi, Etiologi dan Faktor Resiko ASMADefinisi, Etiologi dan Faktor Resiko ASMA
Definisi, Etiologi dan Faktor Resiko ASMALena Setianingsih
 
Nyeri bukan hanya sekedar jenis rasa
Nyeri bukan hanya sekedar jenis rasaNyeri bukan hanya sekedar jenis rasa
Nyeri bukan hanya sekedar jenis rasa
Rachmat Gunadi Wachjudi
 
difteri.ppt
difteri.pptdifteri.ppt
difteri.ppt
UmuQonitun
 
Abses peritonsilar
Abses peritonsilarAbses peritonsilar
Abses peritonsilar
Zarah Dzulhijjah
 
Colic abdomen
Colic abdomenColic abdomen
Colic abdomen
Jafar Latzone
 
Skizofrenia
Skizofrenia Skizofrenia
Skizofrenia
fikri asyura
 
Migrain
MigrainMigrain
Hipoglikemi
HipoglikemiHipoglikemi
Hipoglikemi
CinthiaDewi
 
Modul 2 merokok
Modul 2 merokokModul 2 merokok
Modul 2 merokok
Ai Coryde
 

What's hot (20)

MODUL NYERI DADA BLOK KARDIOVASKULER
MODUL NYERI DADA BLOK KARDIOVASKULERMODUL NYERI DADA BLOK KARDIOVASKULER
MODUL NYERI DADA BLOK KARDIOVASKULER
 
Asma bronkial
Asma bronkialAsma bronkial
Asma bronkial
 
PENGARUH UMUR, DEPRESI DAN DEMENSIA TERHADAP DISABILITAS FUNGSIONAL LANSIA DI...
PENGARUH UMUR, DEPRESI DAN DEMENSIA TERHADAP DISABILITAS FUNGSIONAL LANSIA DI...PENGARUH UMUR, DEPRESI DAN DEMENSIA TERHADAP DISABILITAS FUNGSIONAL LANSIA DI...
PENGARUH UMUR, DEPRESI DAN DEMENSIA TERHADAP DISABILITAS FUNGSIONAL LANSIA DI...
 
Angina ludwig referat THT
Angina ludwig referat THTAngina ludwig referat THT
Angina ludwig referat THT
 
Retardasi mental (i)
Retardasi mental (i)Retardasi mental (i)
Retardasi mental (i)
 
Ppt osteomielitis
Ppt osteomielitisPpt osteomielitis
Ppt osteomielitis
 
Dm
DmDm
Dm
 
Proses keperawatan pada anak dengan bronkitis
Proses keperawatan pada anak dengan bronkitisProses keperawatan pada anak dengan bronkitis
Proses keperawatan pada anak dengan bronkitis
 
Pathways ggk
Pathways ggkPathways ggk
Pathways ggk
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
 
Definisi, Etiologi dan Faktor Resiko ASMA
Definisi, Etiologi dan Faktor Resiko ASMADefinisi, Etiologi dan Faktor Resiko ASMA
Definisi, Etiologi dan Faktor Resiko ASMA
 
Ppt pneumonia
Ppt pneumoniaPpt pneumonia
Ppt pneumonia
 
Nyeri bukan hanya sekedar jenis rasa
Nyeri bukan hanya sekedar jenis rasaNyeri bukan hanya sekedar jenis rasa
Nyeri bukan hanya sekedar jenis rasa
 
difteri.ppt
difteri.pptdifteri.ppt
difteri.ppt
 
Abses peritonsilar
Abses peritonsilarAbses peritonsilar
Abses peritonsilar
 
Colic abdomen
Colic abdomenColic abdomen
Colic abdomen
 
Skizofrenia
Skizofrenia Skizofrenia
Skizofrenia
 
Migrain
MigrainMigrain
Migrain
 
Hipoglikemi
HipoglikemiHipoglikemi
Hipoglikemi
 
Modul 2 merokok
Modul 2 merokokModul 2 merokok
Modul 2 merokok
 

Viewers also liked

Neuropati perifer non diabetik
Neuropati perifer non diabetikNeuropati perifer non diabetik
Neuropati perifer non diabetik
Suharti Wairagya
 
makalah-neuropati
makalah-neuropatimakalah-neuropati
makalah-neuropati
Eka Tambunan
 
130299213 analisa-jurnal
130299213 analisa-jurnal130299213 analisa-jurnal
130299213 analisa-jurnal
Dian Ratnasari
 
praktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hari
praktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-haripraktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hari
praktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hari
Eka Tambunan
 
Penyimpangan kdm
Penyimpangan kdmPenyimpangan kdm
Penyimpangan kdm
Operator Warnet Vast Raha
 
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2
Utik Pariani
 

Viewers also liked (6)

Neuropati perifer non diabetik
Neuropati perifer non diabetikNeuropati perifer non diabetik
Neuropati perifer non diabetik
 
makalah-neuropati
makalah-neuropatimakalah-neuropati
makalah-neuropati
 
130299213 analisa-jurnal
130299213 analisa-jurnal130299213 analisa-jurnal
130299213 analisa-jurnal
 
praktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hari
praktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-haripraktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hari
praktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hari
 
Penyimpangan kdm
Penyimpangan kdmPenyimpangan kdm
Penyimpangan kdm
 
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2
 

Similar to 275330822 polineuropati-diabetik

Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter ii
verasihombing08
 
424603177-Diabetic-Foot.pptx
424603177-Diabetic-Foot.pptx424603177-Diabetic-Foot.pptx
424603177-Diabetic-Foot.pptx
redhabiby
 
Makalah puskesmas
Makalah puskesmasMakalah puskesmas
Makalah puskesmas
Septian Muna Barakati
 
Diabetes Melitus
Diabetes MelitusDiabetes Melitus
Diabetes Melitus
Midwife Wahyuni
 
Lp kmb ulkus dm
Lp kmb ulkus dmLp kmb ulkus dm
Lp kmb ulkus dmifaaa
 
Sistem endokrin
Sistem endokrinSistem endokrin
Sistem endokrin
silvia farhanidiah
 
78149561 lp-dm-gangren
78149561 lp-dm-gangren78149561 lp-dm-gangren
78149561 lp-dm-gangren
khriesna
 
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 
Komplikasi diabetes melitus
Komplikasi diabetes melitusKomplikasi diabetes melitus
Komplikasi diabetes melitus
Muhammad sobri maulana
 
ggggg
gggggggggg
Materi “dm(diabetes melitus)
Materi “dm(diabetes melitus)Materi “dm(diabetes melitus)
Materi “dm(diabetes melitus)
Chudy KeDai
 
REFERAT BAGIAN ANAK.pptx
REFERAT BAGIAN ANAK.pptxREFERAT BAGIAN ANAK.pptx
REFERAT BAGIAN ANAK.pptx
MuhammadAfief5
 
SINDROMA_METABOLIK_dan_Obesitas.pptx
SINDROMA_METABOLIK_dan_Obesitas.pptxSINDROMA_METABOLIK_dan_Obesitas.pptx
SINDROMA_METABOLIK_dan_Obesitas.pptx
binkloe
 
Laporan pendahuluan askep ujian icu dm
Laporan pendahuluan askep ujian icu dmLaporan pendahuluan askep ujian icu dm
Laporan pendahuluan askep ujian icu dm
Yabniel Lit Jingga
 
BAB 1 - BAB 5 AENI.docx
BAB 1 - BAB 5 AENI.docxBAB 1 - BAB 5 AENI.docx
BAB 1 - BAB 5 AENI.docx
NurliannaSitanggang
 
Luka diabetik
Luka diabetikLuka diabetik
Luka diabetik
Herianto Elbcome 300
 
Asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia dengan diabetes mellitus AKPER PEM...
Asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia dengan diabetes mellitus AKPER PEM...Asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia dengan diabetes mellitus AKPER PEM...
Asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia dengan diabetes mellitus AKPER PEM...Operator Warnet Vast Raha
 
REFERAT DM
REFERAT DMREFERAT DM
REFERAT DM
Natasha Nasution
 

Similar to 275330822 polineuropati-diabetik (20)

Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter ii
 
Nefropatik diabetik
Nefropatik diabetikNefropatik diabetik
Nefropatik diabetik
 
Eklamsia 1
Eklamsia 1Eklamsia 1
Eklamsia 1
 
424603177-Diabetic-Foot.pptx
424603177-Diabetic-Foot.pptx424603177-Diabetic-Foot.pptx
424603177-Diabetic-Foot.pptx
 
Makalah puskesmas
Makalah puskesmasMakalah puskesmas
Makalah puskesmas
 
Diabetes Melitus
Diabetes MelitusDiabetes Melitus
Diabetes Melitus
 
Lp kmb ulkus dm
Lp kmb ulkus dmLp kmb ulkus dm
Lp kmb ulkus dm
 
Sistem endokrin
Sistem endokrinSistem endokrin
Sistem endokrin
 
78149561 lp-dm-gangren
78149561 lp-dm-gangren78149561 lp-dm-gangren
78149561 lp-dm-gangren
 
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
Gadar ''ketoasidosis diabetik'' AKPER PEMKAB MUNA
 
Komplikasi diabetes melitus
Komplikasi diabetes melitusKomplikasi diabetes melitus
Komplikasi diabetes melitus
 
ggggg
gggggggggg
ggggg
 
Materi “dm(diabetes melitus)
Materi “dm(diabetes melitus)Materi “dm(diabetes melitus)
Materi “dm(diabetes melitus)
 
REFERAT BAGIAN ANAK.pptx
REFERAT BAGIAN ANAK.pptxREFERAT BAGIAN ANAK.pptx
REFERAT BAGIAN ANAK.pptx
 
SINDROMA_METABOLIK_dan_Obesitas.pptx
SINDROMA_METABOLIK_dan_Obesitas.pptxSINDROMA_METABOLIK_dan_Obesitas.pptx
SINDROMA_METABOLIK_dan_Obesitas.pptx
 
Laporan pendahuluan askep ujian icu dm
Laporan pendahuluan askep ujian icu dmLaporan pendahuluan askep ujian icu dm
Laporan pendahuluan askep ujian icu dm
 
BAB 1 - BAB 5 AENI.docx
BAB 1 - BAB 5 AENI.docxBAB 1 - BAB 5 AENI.docx
BAB 1 - BAB 5 AENI.docx
 
Luka diabetik
Luka diabetikLuka diabetik
Luka diabetik
 
Asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia dengan diabetes mellitus AKPER PEM...
Asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia dengan diabetes mellitus AKPER PEM...Asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia dengan diabetes mellitus AKPER PEM...
Asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia dengan diabetes mellitus AKPER PEM...
 
REFERAT DM
REFERAT DMREFERAT DM
REFERAT DM
 

Recently uploaded

DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptxDEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DamianLoveChannel
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
andiulfahmagefirahra1
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
ryskilahmudin
 
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptxfarmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
MuhammadAuliaKurniaw1
 
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasijejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
lala263132
 
graves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiologygraves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiology
RheginaSalsabila
 
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdfpengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
adwinhadipurnadi
 
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptxSlide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
FiikFiik
 
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
nurulkarunia4
 
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.pptGambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
ssusera85899
 
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskularfarmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
MuhammadAuliaKurniaw1
 
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
LisnaKhairaniNasutio
 
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
Datalablokakalianda
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
fritshenukh
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
syam586213
 
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
ratnawulokt
 
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteranpemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
hadijaul
 
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTPPetunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
adhiwargamandiriseja
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
arikiskandar
 
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic DasarANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
MFCorp
 

Recently uploaded (20)

DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptxDEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
DEFENISI OPERASIONAL (SINDROM) PENYAKIT SKDR.pptx
 
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.pptCara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik_New.ppt
 
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdfPengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
Pengertian dan jenis obat antiparasit.pdf
 
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptxfarmakologi antikoagulan presentasi.pptx
farmakologi antikoagulan presentasi.pptx
 
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasijejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
jejaring dan jaringan pkm 2019 presentasi
 
graves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiologygraves’ disease etiology, pathofisiology
graves’ disease etiology, pathofisiology
 
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdfpengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
pengukuran dan intervensi Serentak stunting.pdf
 
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptxSlide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
Slide 1. Analisis Obat-obat Analgetik.pptx
 
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
Hiv DAN AIDS dalam kehamilan-------------
 
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.pptGambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
Gambaran Umum asuhan persalinan normal.ppt
 
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskularfarmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
farmakologi antikoagulan pada kasus kardiovaskular
 
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
1.Kebutuhan Dasar Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.pptx
 
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
441766795-PERSONAL-HYGIENE-ppt kebersihan diri sendiri.ppt
 
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdfv2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
v2 Intervensi serentak pencegahan stunting.pdf
 
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptxMateri 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
Materi 5. Penjaminan Mutu Labkesmas.pptx
 
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFPRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF
 
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteranpemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
pemaparan PPT pneumonia untuk fakultas kedokteran
 
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTPPetunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
Petunjuk teknis Aplikasi Indikator Nasional Mutu FKTP
 
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdfDesain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
Desain Deskriptif Desain studi pada epidemiology bencana .pdf
 
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic DasarANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
ANTIBIOTIK TOPIKAL Farmakologi Basic Dasar
 

275330822 polineuropati-diabetik

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neuropati merupakan suatu penyakit saraf yang sering ditemukan di klinik, ditandai dengan gejala karakteristik berupa hilangnya serat saraf perifer secara progresif. Jenis neuropati cukup bervariasi sesuai dengan penyebab, gejala klinik, dan derajad perkembangan penyakitnya. Neuropati mulai dari yang akut hingga reversibel sampai dengan bentuk kronis dan ireversibel.1,2 Neuropati merupakan bagian dari “tripati” yaitu bentuk komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus yang terdiri atas neuropati, retinopati dan nefropati. Angka kejadian neuropati diabetik umumnya meningkat dengan bertambahnya umur dan lamanya durasi diabetes melitus.3,4 Neuropati diabetes adalah kelompok gangguan heterogen yang menunjukan abonrmalitas, merupakan komplikasi jangka panjang dan sangat signifikan menghasilkan morbiditas dan mortalitas.5 Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang diderita seumur hidup sehingga progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat menimbulkan komplikasi. Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambat dengan gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis.6 Umumnya neuropati diabetik terjadi setelah adanya intoleransi glukosa yang cukup lama sehingga hiperglikemia persisten dianggap sebagai faktor primer. 1
  • 2. Walaupun demikian, faktor metabolik ini bukanlah satu-satunya faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya neuropati diabetik. Beberapa teori lain yang diterima ialah teori vaskular, autoimun dan nerve growth factor.1,2 Ada beberapa manifestasi klinik neuropati termasuk diantaranya mononeuropati ataupun polineuropati. Pada pasien diabetes melitus lebih banyak ditemukan polineuropati sensoris distalis, disertai dengan gangguan serat saraf motorik dan otonom. Polineuropati merupakan jenis neuropati yang menyebabkan kelainan fungsional simetris akibat kelainan-kelainan difus yang mempengaruhi seluruh susunan saraf perifer.1,7,8 Manifestasi bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.9 Risiko yang dihadapi pasien diabetes melitus dengan polineuropati diabetes antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh dan amputasi jari/kaki.2 Berdasarkan penjelasan mengenai neuropati diabetik terkhususnya polineuropati sebagai bentuk komplikasi kronis diabetes melitus yang paling sering terjadi. Maka saya tertarik untuk mengambil polineuropati diabetes sebagai referat saya. 2
  • 3. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Polineuropati diabetes adalah suatu kondisi yang mempengaruhi berberapa saraf perifer yang disebabkan oleh degenerasi saraf perifer akibat langsung dari peningkatan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus. Istilah deskriptif yang menunjukan adanya gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Distribusi polineuropati umumnya bilateral simetris dan perkembangannya lambat. Polineuropati atau peripheral neuropati diidentifikasikan pada daerah distal dan dimulai dari kaki kemudian meningkat ke atas.10,11 2.2 Epidemiologi Studi epidemiologi menunjukan prevalensi dari peripheral neuropati berkisar antara 5% sampai 100%. Prevalensi neuropati diabetik (ND) dalam berbagai literatur sangat bervariasi. Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa 10-20 % pasien saat ditegakan Diabetes Melitus telah mengalami neuropati. Prevalensi neuropati diabetik ini akan meningkat sejalan dengan lamanya penyakit dan tingginya hiperglikemia. Diperkirakan setelah menderita diabetes selama 25 tahun, prevalensi neuropati diabetik 50 %. Kemungkinan terjadi neuropati diabetik pada kedua jenis kelamin sama.12,13,14 3
  • 4. Neuropati ditemukan pada hampir 30 % penderita diabetes melitus, angka kejadian neuropati diabetik yang disertai dengan nyeri ditemukan pada 16 % sampai dengan 26 % penderita neuropati diabetik. Lama menderita diduga sangat berkaitan dengan perkembangan dan progresivitas neuropati diabetik dan hal ini berpengaruh terhadap timbulnya nyeri neuropati pada penderita diabetes melitus.2,15 Diabetes Mellitus (DM) terjadi pada sekitar 20 % populasi > 65 tahun. Penyebab Neuropati terbanyak. Prevalensi neuropati pada pasien DM sekitar 66%. Sekitar 8% sudah menderita neuropati pada saat didiagnosa DM, 50% setelah 25 tahun didiagnosa DM, 45% pada pasien NIDDM, 54% pada pasien IDDM.1,15 2.3 Faktor Risiko Hiperglikemia merupakan faktor risiko pada pasien DM Tipe 1 dan DM Tipe 2. Hubungan lain yang juga berperan adalah usia, lama mengalami diabetes, kualitas kontrol metabolik, berat badan, konsumsi rokok, kadar HDL dan temuan penyakit kardiovaskular.15,16 2.4 Patofisiologi Saraf perifer (saraf spinalis dan kranialis) untuk memelihara otot, kulit, dan pembuluh darah terdiri dari sejumlah saraf campuran yaitu saraf motorik, sensorik, dan vegetatif. Dari segi fisiologis, ketiga jenis saraf tadi dibedakan berdasarkan ukuran penampangnya, yaitu saraf tipe A (5-12 mikron), tipe B (3-4 mikron), dan tipe C (1-2 mikron). Saraf tipe A aksonnya bermielin tebal, tipe b 4
  • 5. bermielin tipis dan tipe C aksonnya tidak bermielin. Akson bermielin tebal adalah akson saraf motorik pada umumnya dan sebagian saraf sensorik untuk jenis protopatik. Akson bermielin tipis adalah sebagian akson saraf motorik dan sebagian saraf sensorik. Akson yang tidak bermielin adalah akson sensorik dan autonom.2 Neuropati diabetik tidak terjadi oleh karena faktor tunggal, melainkan karena interaksi beberapa faktor, seperti faktor metabolik, vaskular dan mekanik. Faktor kausatif utama adalah gangguan metabolik jaringan saraf.1,2,12,15 1) Faktor metabolik Proses kejadian neuropati berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, pembentukan radikal bebas dan aktivasi Protein Kinase C (PKC), sintesis advance glycosilation end products (AGEs). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun bersama rendahnya mioninositol dalam sel terjadilah neuropati diabetik. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kejadian neuropati diabetik sangat berhubungan dengan lama dan beratnya diabetes melitus. a. Peningkatan aktivitas jalur poliol Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim adose-reduktase, yang mengubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa 5
  • 6. dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas. Salah satu kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edem saraf. Peningkatan sintesis sorbitol mengakibatkan terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stress osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase c (PKC). b. Aktivasi PKC Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar na intraseluler menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam saraf sehingga terjadi gangguan tranduksi sinyal saraf. Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan nadph saraf yang merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena nadph merupakan kofaktor penting untuk gluthation dan nitric oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO). c. Sintesis advance glycosilation end products (AGEs). Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). Ages ini sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang berakibat vasodilatasi 6
  • 7. berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel saraf, terjadilah neuropati diabetik. Kerusakan aksonal metabolik awal masih dapat kembali pulih dengan kendali glikemik yang optimal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini berlanjut menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi. 2) Kelainan vaskular Hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular dan menetralisir NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui penebalan membran basalis; trombosit pada arteriol intraneural; peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular; stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan modifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi, indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi. 3) Mekanisme Imun Suatu penelitian menunjuikan bahwa 22% dari 120 penyandang dm tipe 1 memiliki complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% pasien dm tipe 2 memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini menunjukan bahwa antibody 7
  • 8. tersebut berperan pada patogenesis neuropati diabetik. Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam mekanisme patogenik adalah antineural antibodies pada serum sebagian penyandang diabetes melitus. Autoantibodi yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bias dideteksi dengan imunofloresens indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibodi dan komplemen pada berbagai komponen saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun. 4) Peran nerve growth factor (NGF). NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen substance p dan calcitonin-gen-regulated peptide (CGRP). Peptide ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi, mobilitas intestinal dan nosiseptif, yang semuanya mengalami gangguan pada neuropati diabetik. 2.5 Manifestasi Klinis Terlihat pada 20% pasien diabetes melitus, tetapi dengan pemeriksaan elektrofisiologi pada diabetes melitus asimptomatik tampak bahwa penderita sudah mengalami neuropati subklinik. Pada kasus yang jarang, neuropati mungkin merupakan tanda awal suatu diabetes melitus.1,2,16 8
  • 9. Gambar 2-1 Perbedaan manifestasi klinis dari neuropati diabetes (Modified from Pickup J, Williams G [eds]. Textbook of Diabetes, Vol 1. Oxford, UK, Blackwell Scientific, 1997.) 5 Polineuropati sensorik-motorik simetris, bentuk ini paling sering dijumpai, keluhan dapat dimulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Polineuropati biasanya memiliki karakteristik :12,17 Gambar 2-2 Perbedaan manifestasi klinis neuropati serat besar –dan kecil fibroneuropathy. ADL, activities of daily living; QOL, quality of life. (Adapted from Vinik AI, Mehrabyan A. Diabetic neuropathies. Med Clin North Am 2004;88:947-999.) 5 9
  • 10. 1) Tanda pertama muncul pada tungkai bawah. 2) Parestesia selalu terjadi pada jari kaki atau telapak kaki, terutama pada malam hari. Ada rasa tebal atau kesemutan, terutama pada tungkai bawah 3) Sensasi sarung pada kaki “seperti kaos kaki” 4) Kehilangan refleks Achilles 5) Penyusutan atau kehilangan perasaan getar, dimulai dari distal. 6) Saat kondisi berkembang, terjadi paresis extensor jari kaki pada dorsum kaki. 7) Makin lama, paresis sepanjang extensor jari dan kaki. 8) Kedua kaki terkulai. 9) Sensasi seperti terbakar. 10) Gangguan sensoris dan kelemahan menyebar ke tungkai atas. 2.6 Diagnosis 2.6.1 Diagnosis Diabetes Melitus Langkah-langkah diagnosis dm dan gangguan toleransi glukosa berdasarkan perkeni dalam konsensus diabetes melitus tipe 2 Tahun 2011 ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.13,14 Untuk penentuan diagnosis, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.13 10
  • 11. Secara ringkas kriteria diagnosis diabetes melitus untuk dewasa tidak hamil berdasarkan Perkeni Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 2-1 seperti yang tertera di bawah ini. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti di bawah ini :14 1) Keluhan klasik berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan. 2) Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Tabel 2-1. Kriteria Diagnosis DM No. Kriteria diagnosis diabetes melitus 1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. 2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. 3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/l). TTGO yang dilakukan dengan standar who, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. * pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ada 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik. 14 11
  • 12. Keterangan gambar : GDP = glukosa darah puasa GDS = glukosa darah sewaktu GDPT = glukosa darah puasa terganggu TGT = toleransi glukosa terganggu Gambar 2-1. Langkah-Langkah Diagnostik DM Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau dm, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).13,14 1) TGT : diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/l). 2) GDPT : diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/l) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dl. 12
  • 13. 2.6.2 Diagnosis Polineuropati Diabetes Polineuropati sensori-motor simetris distal atau distal symmetrical sensorymotor polyneuropathy (DPN) merupakan jenis kelainan yang paling sering terjadi, ditandai dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan fungsi motorik (lebih jarang) berlangsung pada bagian distal yang berkembang ke arah proksimal.1,2 Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari, sangat bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup mengeluarkan kemungkinan adanya neuropati. Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan pengkajian terhadap : 1). Refleks motorik, 2). Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer) dan rasa tekan (estesiometer dengan filament mono semmes-weinstein); 3). Fungsi serabut saraf kecil dengan sensasi suhu; 4). Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat dikerjakan elektromiografi.2 Bentuk lain yang juga sering ditemukan ialah neuropati otonom (parasimpatis dan simpatis) atau diabetic autonomic neuropathy (dan). Uji komponen parasimpatis dan dilakukan dengan 1). Tes respons denyut jantung terhadap maneuver vasalva; 2). Variasi denyut jantung selama napas dalam (denyut jantung maksimum-minimum). Uji komponen simpatis dan dilakukan dengan 1). Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik); respons tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik).18 13
  • 14. 2.7 Terapi Strategi pengelolaan pasien diabetes melitus dengan keluhan neuropati diabetes dibagi ke dalam 3 bagian. Strategi pengelolaan pertama adalah diagnosis nd sedini mungkin, strategi kedua yaitu dengan kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik-baiknya, dan strategi yang ketiga yaitu pengendalian keluhan neuropati/nyeri neuropati diabetik. Selain itu pengendalian neuropati diabetik perlu melibatkan banyak seperti perawatan umum, pengendalian glukosa darah dan parameter metabolik lain.13 1) Perawatan umum/kaki1 Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma berulang pada neuropati kompresi. 2) Pengendalian glukosa darah2 Pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala merupakan langkah pertama yang harus dilakukan, pengendalian faktor metabolik lain perlu dilakukan seperti hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan. Pengendalian glukosa darah mampu mengurangi komplikasi kronik diabetes termasuk neuropati. 3) Terapi medikamentosa1 Untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik diabetes melitus termasuk neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan obat-obat yang berperan pada proses timbulnya komplikasi kronik diabetes, yaitu : a. Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa. 14
  • 15. b. Penghambat ACE c. Neurotropin : nerve growth factor, brain-derived neurotrophic factor. d. Alpha lipoic acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil, superoksida, dan peroksil serta membentuk kembali glutation. e. Penghambat protein kinase c f. Gangliodes, merupakan komponen utama membrane sel. g. Gamma linoleic acid (GLA) suatu prekusor membrane fosfolipid. h. Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs. i. Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologik maupun non neurologik akibat penyakit autoimun. 4) Pedoman pengelolaan dengan nyeri 1,2 Sedangkan untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, sangat dianjurkan untuk memahami mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut, antara lain aktivasi reseptor n-methyl-d-aspartate (NMDA) yang berlokasi di membran post spinatik spinal cord dan pengeluaran substance p dari serabut saraf besar a yang berfungsi sebagai neuromodulator nyeri. Manifestasi nyeri dapat berupa rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia, nyeri menjalar, dll. Pemahaman terhadap mekanisme nyeri penting agar dapat member terapi yang lebih rasional, meskipun terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya bersifat simtomatis. Pengelolaan dengan nyeri yang dianjurkan ialah : a. NSAID (ibuprofen 600 mg 4 x/hari, sulindac 200 mg 2 x/hari). 15
  • 16. b. Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin 100 ng/hari, nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/hari). c. Antikonvulsan (gabapentin 900 mg 3 x/hari, karbamazepin 200 mg 4 x/hari). d. Antiaritmia (mexilletin 150-450 mg/hari) e. Topical : capsaicin 0,075 % 4x/hari, fluphenazine 1 mg 3x/hari, transcutaneous electrical nerve stimulation. Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal yang mampu mengatasi nyeri neuropati diabetes. Meskipun demikian, pengobatan nyeri umumnya dimulai dengan obat anti-depresan atau anti-konvulsan tergantung ada tidaknya efek samping. Dosis obat dapat ditingkatkan hingga dosis maksimum atau sampai efek samping muncul. Kadang-kadang kombinasi anti-depresan dan anti-konvulsan cukup efektif. Bila dengan regimen ini belum atau kurang ada perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat topikal. Bila tetap tidak atau kurang berhasil, kombinasi obat yang lain dapat dilakukan.1,2 2.8 Komplikasi Kehilangan sensasi menyebabkan cedera pada sendi, desktruksi sendi permanen (Charcot joint), ulser pada kaki dan amputasi. Dapat menyebabkan ketidakmampuan, isolasi sosial dan kehilangan kemandirian terutama pada pasien usia tua. 19 16
  • 17. 2.9 Diagnosis Banding Diagnosis banding untuk neuropati perifer motorik adalah Guillain-Barré syndrome, Charcot-Marie-Tooth syndrome, porphyria, lead poisoning dan diphtheria. Sedangkan nyeri pada neuropati perifer adalah neuropati alkoholik, diabetic amyotrophy, porphyria, defisiensi vitamin B1 atau vitamin B12 dan carcinoma.16 2.10 Edukasi Edukasi pasien menjadi sangat penting dalam pengelolaan nyeri. Diperlukan penjelasan tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki, pentingnya evaluasi secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya neurpati diabetik pada pasien diabetes melitus.20,21 2.11 Prognosis Tipe diabetes melitus yang diderita akan mempengaruhi diagnosis neuropati diabetik. Pada NIDDM (non-insulin dependent diabetes melitus atau DM Tipe 2) memiliki prognosis yang lebih baik daripada tipe IDDM (insulin dependent diabetes melitus atau DM Tipe 1). Lama dan beratnya diabetes melitus serta lama dan beratnya keluhan neuropati yang dialami, dan apakah sudah mengenai saraf otonom, semuanya akan menentukan prognosis neuropati diabetik.1,2,21 BAB III 17
  • 18. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Polineuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronik dari Diabetes Melitus. Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun dan NGF) yang berperan pada mekanisme patogenik adalah hiperglikemia sebagai komponen faktor metabolik yang merupakan dasar utama patogenesis ND. Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan polineuropati diabetik pada pasien diabetes melitus perlu diperhatikan, berdasarkan diagnosis diikuti dengan pengendalian glukosa darah. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat yang bekerja sesuai mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut. Pendekatan non- farmakologis termasuk edukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan total sulit untuk dicapai. 18