Dokumen tersebut membahas tentang polineuropati diabetes. Polineuropati diabetes adalah kondisi yang mempengaruhi beberapa saraf perifer akibat degenerasi saraf perifer langsung akibat kadar glukosa darah tinggi pada pasien diabetes. Polineuropati diabetes umumnya bermanifestasi sebagai gangguan sensorik dan motorik simetris yang dimulai dari ekstremitas bawah dan berkembang ke atas. Faktor risikonya antara lain hiperglikemia berkepanjangan
Dokumen tersebut membahas tentang asma, termasuk definisi, faktor risiko, patofisiologi, epidemiologi, riwayat alamiah penyakit, gejala, pencegahan, dan program pengendalian asma menurut kementerian kesehatan.
Ulkus peptikum adalah kerusakan mukosa lambung dan duodenum akibat asam lambung. Terdapat 4 jenis ulkus gaster berdasarkan lokasi. Faktor risiko termasuk infeksi H. pylori, NSAIDs, merokok, dan alkohol. Diagnosis didasarkan pada gejala dan hasil endoskopi. Pengobatan meliputi diet, obat netralisir asam dan proteksi mukosa, serta operasi untuk komplikasi atau gagal pengobatan.
Dokumen tersebut merupakan pedoman pengendalian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman ini memberikan panduan mengenai kebijakan, strategi, dan kegiatan utama dalam pengendalian ISPA seperti pencegahan, deteksi dini, penatalaksanaan, pelaporan, dan pemantauan program pengendalian ISPA di Indonesia.
Dokumen tersebut membahas tentang diabetes mellitus, termasuk definisi, gejala, komplikasi, klasifikasi, kriteria diagnosis, dan penatalaksanaannya. Diabetes merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi atau kerja insulin yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani."
Dokumen tersebut membahas tentang asma, termasuk definisi, faktor risiko, patofisiologi, epidemiologi, riwayat alamiah penyakit, gejala, pencegahan, dan program pengendalian asma menurut kementerian kesehatan.
Ulkus peptikum adalah kerusakan mukosa lambung dan duodenum akibat asam lambung. Terdapat 4 jenis ulkus gaster berdasarkan lokasi. Faktor risiko termasuk infeksi H. pylori, NSAIDs, merokok, dan alkohol. Diagnosis didasarkan pada gejala dan hasil endoskopi. Pengobatan meliputi diet, obat netralisir asam dan proteksi mukosa, serta operasi untuk komplikasi atau gagal pengobatan.
Dokumen tersebut merupakan pedoman pengendalian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman ini memberikan panduan mengenai kebijakan, strategi, dan kegiatan utama dalam pengendalian ISPA seperti pencegahan, deteksi dini, penatalaksanaan, pelaporan, dan pemantauan program pengendalian ISPA di Indonesia.
Dokumen tersebut membahas tentang diabetes mellitus, termasuk definisi, gejala, komplikasi, klasifikasi, kriteria diagnosis, dan penatalaksanaannya. Diabetes merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi atau kerja insulin yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani."
Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke unit gawat darurat rumah sakit dengan keluhan nyeri dada berat sejak 1 minggu yang memberat sejak 3 jam terakhir. Keluhan dirasakan menjalar ke lengan kiri, ke rahang disertai keringat dingin. Riwayat perokok aktif sejak 30 tahun lalu menghabiskan 2 bungkus per hari.
Pada pemeriksaan nampak dia terlihat pucat, BMI 30 kg/m2 dengan kulit dingin dan berkeringat. Nadinya lemah, dengan sekali-kali ekstrasistole (denyut ventrikuler ektopik). Tekanan darah arterial 200/100 mmHg. Bunyi jantung normal, fisis jantung ditemukan kardiomegali. Pada EKG didapatkan gambaran elevasi segemen ST di II, III, aVF disertai gambaran LVH. Laboratorium ditemukan LDL kolesterol 180 mg/dl, HDL 28 mg/dl, HbA1C 11%, SGOT 12, SGPT 18, Hb 12 gr%
PENGARUH UMUR, DEPRESI DAN DEMENSIA TERHADAP DISABILITAS FUNGSIONAL LANSIA DI...Bondan Palestin
Kombinasi umur, depresi, dan demensia berpengaruh signifikan terhadap disabilitas fungsional lansia. Penelitian ini menunjukkan hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan tingkat disabilitas yang diukur."
[Ringkasan]
Angina Ludwig adalah infeksi akut yang menyerang ruang sublingual dan submandibular yang disebabkan oleh infeksi odontogenik. Infeksi ini dapat menyebar dengan cepat dan berpotensi menyebabkan kematian. Gejala klinisnya berupa nyeri dan pembengkakan di leher bawah serta elevasi lidah yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan.
Retardasi mental adalah gangguan perkembangan jiwa yang ditandai dengan terjadinya keterlambatan keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh. Retardasi mental dibedakan menjadi ringan, sedang, berat, dan sangat berat berdasarkan kisaran IQ dan tingkat keterampilan yang dapat dicapai. Sebagian besar kasus retardasi mental disebabkan oleh etiologi organik.
Total kasus difteri di Jawa Timur sepanjang tahun 2017 mencapai 318 kasus, dimana 12 di antaranya meninggal dunia. Pemerintah menetapkan kejadian ini sebagai Kejadian Luar Biasa. Strategi penanggulangan difteri di Jawa Timur meliputi penyelidikan epidemiologi, peningkatan surveilans, pencegahan kematian melalui diagnosis dini dan rujukan, serta imunisasi lanjutan untuk kontak erat dan kelompok berisiko.
Dokumen tersebut membahas tentang colic abdomen atau rasa nyeri pada perut yang bersifat hilang timbul dan disebabkan oleh infeksi atau sumbatan organ dalam perut seperti empedu dan ginjal. Dokumen ini menjelaskan definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan diagnostik, komplikasi, dan penatalaksanaan medis dari kondisi colic abdomen.
Tn. N mengalami gangguan psikotik berupa halusinasi auditif dan waham paranoid yang sudah berlangsung selama sebulan. Dokter mendiagnosisnya dengan skizofrenia paranoid dan memberikan obat antipsikotik serta obat untuk mencegah efek samping.
Neuropati perifer adalah gangguan saraf perifer yang dapat mengenai sensorik, motorik, atau otonom. Diagnosis tepat membutuhkan anamnesa lengkap dan pemeriksaan fisik neurologi. Kasus akut seperti Guillain-Barre dan Bell's Palsy memerlukan diagnosis cepat dan penanganan awal untuk memperbaiki prognosis.
Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke unit gawat darurat rumah sakit dengan keluhan nyeri dada berat sejak 1 minggu yang memberat sejak 3 jam terakhir. Keluhan dirasakan menjalar ke lengan kiri, ke rahang disertai keringat dingin. Riwayat perokok aktif sejak 30 tahun lalu menghabiskan 2 bungkus per hari.
Pada pemeriksaan nampak dia terlihat pucat, BMI 30 kg/m2 dengan kulit dingin dan berkeringat. Nadinya lemah, dengan sekali-kali ekstrasistole (denyut ventrikuler ektopik). Tekanan darah arterial 200/100 mmHg. Bunyi jantung normal, fisis jantung ditemukan kardiomegali. Pada EKG didapatkan gambaran elevasi segemen ST di II, III, aVF disertai gambaran LVH. Laboratorium ditemukan LDL kolesterol 180 mg/dl, HDL 28 mg/dl, HbA1C 11%, SGOT 12, SGPT 18, Hb 12 gr%
PENGARUH UMUR, DEPRESI DAN DEMENSIA TERHADAP DISABILITAS FUNGSIONAL LANSIA DI...Bondan Palestin
Kombinasi umur, depresi, dan demensia berpengaruh signifikan terhadap disabilitas fungsional lansia. Penelitian ini menunjukkan hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan tingkat disabilitas yang diukur."
[Ringkasan]
Angina Ludwig adalah infeksi akut yang menyerang ruang sublingual dan submandibular yang disebabkan oleh infeksi odontogenik. Infeksi ini dapat menyebar dengan cepat dan berpotensi menyebabkan kematian. Gejala klinisnya berupa nyeri dan pembengkakan di leher bawah serta elevasi lidah yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan.
Retardasi mental adalah gangguan perkembangan jiwa yang ditandai dengan terjadinya keterlambatan keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh. Retardasi mental dibedakan menjadi ringan, sedang, berat, dan sangat berat berdasarkan kisaran IQ dan tingkat keterampilan yang dapat dicapai. Sebagian besar kasus retardasi mental disebabkan oleh etiologi organik.
Total kasus difteri di Jawa Timur sepanjang tahun 2017 mencapai 318 kasus, dimana 12 di antaranya meninggal dunia. Pemerintah menetapkan kejadian ini sebagai Kejadian Luar Biasa. Strategi penanggulangan difteri di Jawa Timur meliputi penyelidikan epidemiologi, peningkatan surveilans, pencegahan kematian melalui diagnosis dini dan rujukan, serta imunisasi lanjutan untuk kontak erat dan kelompok berisiko.
Dokumen tersebut membahas tentang colic abdomen atau rasa nyeri pada perut yang bersifat hilang timbul dan disebabkan oleh infeksi atau sumbatan organ dalam perut seperti empedu dan ginjal. Dokumen ini menjelaskan definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan diagnostik, komplikasi, dan penatalaksanaan medis dari kondisi colic abdomen.
Tn. N mengalami gangguan psikotik berupa halusinasi auditif dan waham paranoid yang sudah berlangsung selama sebulan. Dokter mendiagnosisnya dengan skizofrenia paranoid dan memberikan obat antipsikotik serta obat untuk mencegah efek samping.
Neuropati perifer adalah gangguan saraf perifer yang dapat mengenai sensorik, motorik, atau otonom. Diagnosis tepat membutuhkan anamnesa lengkap dan pemeriksaan fisik neurologi. Kasus akut seperti Guillain-Barre dan Bell's Palsy memerlukan diagnosis cepat dan penanganan awal untuk memperbaiki prognosis.
Teks tersebut membahas tentang diabetes mellitus, komplikasi luka gangren diabetik, dan pengobatan luka gangren dengan pembalutan madu alami. Diabetes adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat kelainan sekresi atau kerja insulin, yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi organ. Salah satu komplikasi diabetes adalah luka gangren pada kaki yang disebabkan kerusakan saraf dan sirkulasi darah. Pembalutan luka gangren
praktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hariEka Tambunan
Makalah ini membahas diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik klinis sehari-hari. Nyeri neuropatik dapat berasal dari lesi pada sistem somatosensorik dan memiliki gejala khas seperti nyeri terbakar atau kesemutan. Diagnosis nyeri neuropatik memerlukan penilaian gejala dan tanda klinis pasien seperti hiperalgesia serta penggunaan alat penilaian seperti ID Pain. Konfirmasi diagnosis dapat dilakuk
Dokumen tersebut membahas tentang patofisiologi dan penyimpangan pada beberapa kondisi kesehatan seperti hemorrhagic stroke, angina pectoris, infark miokard, morbus hansen, diabetes mellitus, dan striktura urethra. Secara umum menjelaskan gangguan aliran darah, metabolisme, dan kerusakan jaringan yang terjadi pada kondisi-kondisi tersebut yang menyebabkan gangguan fungsi organ dan sistem tubuh.
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2Utik Pariani
Dokumen tersebut merangkum konsep dasar diabetes mellitus, termasuk definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaannya. Diabetes mellitus adalah kelompok gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia akibat kekurangan produksi insulin atau resistensi terhadap insulin. Terdapat dua tipe utama diabetes yaitu tipe 1 yang disebabkan kerusakan sel pankreas dan tipe 2 yang le
Dokumen tersebut membahas tentang tinjauan pustaka mengenai neuropati diabetik. Terdapat definisi neuropati diabetik, epidemiologi yang menunjukkan 30-40% pasien diabetes tipe 2 mengalami neuropati perifer, dan klasifikasi neuropati diabetik berdasarkan klinis dan pola neuropati. Juga dibahas mengenai patogenesis neuropati diabetik yang terkait faktor vaskuler, metabolisme, neurotropik, dan imunologi seperti aktivasi polyol pathway dan protein kinase C yang d
1. Diabetic foot adalah salah satu komplikasi diabetes yang sering terjadi akibat gangguan saraf dan sirkulasi darah pada kaki
2. Faktor risiko utama termasuk kadar glukosa tinggi, tekanan pada kaki, dan gangguan saraf atau pembuluh darah
3. Diagnosis melibatkan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan penunjang untuk menentukan tahapan dan penanganannya
Laporan ini membahas gangren pada pasien diabetes melitus. DM dapat menyebabkan komplikasi seperti gangguan pembuluh darah dan saraf yang dapat menimbulkan gangren, terutama pada ekstremitas bawah. Gangren diabetik ditandai dengan nekrosis jaringan akibat penurunan aliran darah dan sering terinfeksi bakteri. Komplikasi gangren dapat berupa osteomielitis, sepsis, amputasi anggota tubuh.
Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang disebabkan oleh defisiensi insulin. Penanganannya meliputi rehidrasi, penggantian elektrolit, dan terapi insulin. Komplikasinya dapat berupa gangguan ginjal, mata, saraf, dan jantung.
Dokumen tersebut membahas tentang komplikasi diabetes melitus, khususnya retinopati diabetik dan nefropati diabetik. Retinopati diabetik adalah kerusakan pada retina yang dapat menyebabkan kebutaan, sedangkan nefropati diabetik adalah gangguan ginjal akibat diabetes yang ditandai dengan proteinuria. Kedua komplikasi ini disebabkan oleh hiperglikemia yang mengaktifkan berbagai jalur biokimia seperti jalur poliol dan glikasi protein.
Sindrom nefrotik adalah kondisi klinis yang ditandai dengan proteinuria berlebih, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Jika tidak ditangani, akan menyebabkan penurunan laju filtrasi ginjal dan gagal ginjal. Secara etiologi dibedakan menjadi kongenital, primer, dan sekunder. Secara klinis dibagi berdasarkan respons terhadap steroid menjadi responsif, relaps jarang, relaps sering tergantung steroid, serta resisten
1. Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia kronis akibat kelainan sekresi atau kerja insulin.
2. Terdapat beberapa jenis diabetes melitus antara lain tipe 1, tipe 2, selama kehamilan, dan tipe lain.
3. Diagnosis diabetes melitus didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa darah.
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFratnawulokt
Peningkatan status kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu hal prioritas di Indonesia. Status derajat kesehatan ibu dan anak sendiri dapat dinilai dari jumlah AKI dan AKB. Pemerintah berupaya menerapkan program Sustainable Development Goals (SDGs) dengan harapan dapat menekan AKI dan AKB, tetapi kenyataannya masih tinggi sehingga tujuan dari penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif dari ibu hamil trimester III sampai KB.
Metode penelitian menggunakan Continuity of Care dengan pendokumentasian SOAP Notes. Subjek penelitian Ny. “H” usia 34 tahun masa kehamilan Trimester III hingga KB di PMB E Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.
Hasil asuhan selama masa kehamilan trimester III tidak ada komplikasi pada Ny. “E”. Masa persalinan berjalan lancar meskipun terdapat kesenjangan dimana IMD dilakukan kurang dari 1 jam. Kunjungan neonatus hingga nifas normal tidak ada komplikasi, metode kontrasepsi memilih KB implant.
Kesimpulan asuhan pada Ny. “H” ditemukan kesenjangan antara kenyataan dan teori di penatalaksanaan, tetapi dalam pemberian asuhan ini kesenjangan masih dalam batas normal. Asuhan kebidanan ini diberikan untuk membantu mengurangi kemungkinan terjadi komplikasi pada saat masa kehamilan hingga KB.
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Neuropati merupakan suatu penyakit saraf yang sering ditemukan di klinik,
ditandai dengan gejala karakteristik berupa hilangnya serat saraf perifer secara
progresif. Jenis neuropati cukup bervariasi sesuai dengan penyebab, gejala klinik,
dan derajad perkembangan penyakitnya. Neuropati mulai dari yang akut hingga
reversibel sampai dengan bentuk kronis dan ireversibel.1,2
Neuropati merupakan bagian dari “tripati” yaitu bentuk komplikasi yang
paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus yang terdiri atas
neuropati, retinopati dan nefropati. Angka kejadian neuropati diabetik umumnya
meningkat dengan bertambahnya umur dan lamanya durasi diabetes melitus.3,4
Neuropati diabetes adalah kelompok gangguan heterogen yang menunjukan
abonrmalitas, merupakan komplikasi jangka panjang dan sangat signifikan
menghasilkan morbiditas dan mortalitas.5
Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang diderita seumur hidup
sehingga progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat
menimbulkan komplikasi. Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambat
dengan gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan
kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis.6
Umumnya neuropati diabetik terjadi setelah adanya intoleransi glukosa yang
cukup lama sehingga hiperglikemia persisten dianggap sebagai faktor primer.
1
2. Walaupun demikian, faktor metabolik ini bukanlah satu-satunya faktor yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya neuropati diabetik. Beberapa teori lain
yang diterima ialah teori vaskular, autoimun dan nerve growth factor.1,2
Ada beberapa manifestasi klinik neuropati termasuk diantaranya
mononeuropati ataupun polineuropati. Pada pasien diabetes melitus lebih banyak
ditemukan polineuropati sensoris distalis, disertai dengan gangguan serat saraf
motorik dan otonom. Polineuropati merupakan jenis neuropati yang menyebabkan
kelainan fungsional simetris akibat kelainan-kelainan difus yang mempengaruhi
seluruh susunan saraf perifer.1,7,8
Manifestasi bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa
terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat.
Bisa juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik yang semua itu
bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.9
Risiko yang dihadapi pasien diabetes melitus dengan polineuropati diabetes
antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh dan amputasi
jari/kaki.2
Berdasarkan penjelasan mengenai neuropati diabetik terkhususnya
polineuropati sebagai bentuk komplikasi kronis diabetes melitus yang paling
sering terjadi. Maka saya tertarik untuk mengambil polineuropati diabetes sebagai
referat saya.
2
3. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Polineuropati diabetes adalah suatu kondisi yang mempengaruhi berberapa
saraf perifer yang disebabkan oleh degenerasi saraf perifer akibat langsung dari
peningkatan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus. Istilah deskriptif
yang menunjukan adanya gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi
pada diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Distribusi
polineuropati umumnya bilateral simetris dan perkembangannya lambat.
Polineuropati atau peripheral neuropati diidentifikasikan pada daerah distal dan
dimulai dari kaki kemudian meningkat ke atas.10,11
2.2 Epidemiologi
Studi epidemiologi menunjukan prevalensi dari peripheral neuropati
berkisar antara 5% sampai 100%. Prevalensi neuropati diabetik (ND) dalam
berbagai literatur sangat bervariasi. Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan
bahwa 10-20 % pasien saat ditegakan Diabetes Melitus telah mengalami
neuropati. Prevalensi neuropati diabetik ini akan meningkat sejalan dengan
lamanya penyakit dan tingginya hiperglikemia. Diperkirakan setelah menderita
diabetes selama 25 tahun, prevalensi neuropati diabetik 50 %. Kemungkinan
terjadi neuropati diabetik pada kedua jenis kelamin sama.12,13,14
3
4. Neuropati ditemukan pada hampir 30 % penderita diabetes melitus, angka
kejadian neuropati diabetik yang disertai dengan nyeri ditemukan pada 16 %
sampai dengan 26 % penderita neuropati diabetik. Lama menderita diduga sangat
berkaitan dengan perkembangan dan progresivitas neuropati diabetik dan hal ini
berpengaruh terhadap timbulnya nyeri neuropati pada penderita diabetes
melitus.2,15
Diabetes Mellitus (DM) terjadi pada sekitar 20 % populasi > 65 tahun.
Penyebab Neuropati terbanyak. Prevalensi neuropati pada pasien DM sekitar
66%. Sekitar 8% sudah menderita neuropati pada saat didiagnosa DM, 50%
setelah 25 tahun didiagnosa DM, 45% pada pasien NIDDM, 54% pada pasien
IDDM.1,15
2.3 Faktor Risiko
Hiperglikemia merupakan faktor risiko pada pasien DM Tipe 1 dan DM
Tipe 2. Hubungan lain yang juga berperan adalah usia, lama mengalami diabetes,
kualitas kontrol metabolik, berat badan, konsumsi rokok, kadar HDL dan temuan
penyakit kardiovaskular.15,16
2.4 Patofisiologi
Saraf perifer (saraf spinalis dan kranialis) untuk memelihara otot, kulit, dan
pembuluh darah terdiri dari sejumlah saraf campuran yaitu saraf motorik,
sensorik, dan vegetatif. Dari segi fisiologis, ketiga jenis saraf tadi dibedakan
berdasarkan ukuran penampangnya, yaitu saraf tipe A (5-12 mikron), tipe B (3-4
mikron), dan tipe C (1-2 mikron). Saraf tipe A aksonnya bermielin tebal, tipe b
4
5. bermielin tipis dan tipe C aksonnya tidak bermielin. Akson bermielin tebal adalah
akson saraf motorik pada umumnya dan sebagian saraf sensorik untuk jenis
protopatik. Akson bermielin tipis adalah sebagian akson saraf motorik dan
sebagian saraf sensorik. Akson yang tidak bermielin adalah akson sensorik dan
autonom.2
Neuropati diabetik tidak terjadi oleh karena faktor tunggal, melainkan
karena interaksi beberapa faktor, seperti faktor metabolik, vaskular dan mekanik.
Faktor kausatif utama adalah gangguan metabolik jaringan saraf.1,2,12,15
1) Faktor metabolik
Proses kejadian neuropati berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang
berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, pembentukan radikal
bebas dan aktivasi Protein Kinase C (PKC), sintesis advance glycosilation end
products (AGEs). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya
vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun bersama rendahnya
mioninositol dalam sel terjadilah neuropati diabetik. Berbagai penelitian
membuktikan bahwa kejadian neuropati diabetik sangat berhubungan dengan
lama dan beratnya diabetes melitus.
a. Peningkatan aktivitas jalur poliol
Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang
berkepanjangan. Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur
poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim adose-reduktase, yang
mengubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh
sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa
5
6. dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas.
Salah satu kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf
menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan
edem saraf. Peningkatan sintesis sorbitol mengakibatkan terhambatnya
mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan
akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stress osmotik yang akan
merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase c (PKC).
b. Aktivasi PKC
Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar na
intraseluler menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol
masuk ke dalam saraf sehingga terjadi gangguan tranduksi sinyal saraf.
Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan nadph saraf
yang merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena
nadph merupakan kofaktor penting untuk gluthation dan nitric oxide
synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan
saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide
(NO).
c. Sintesis advance glycosilation end products (AGEs).
Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia
berkepanjangan akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation
end products (AGEs). Ages ini sangat toksik dan merusak semua protein
tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka
sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang berakibat vasodilatasi
6
7. berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya
mioinositol dalam sel saraf, terjadilah neuropati diabetik. Kerusakan
aksonal metabolik awal masih dapat kembali pulih dengan kendali
glikemik yang optimal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini berlanjut
menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut
tidak dapat diperbaiki lagi.
2) Kelainan vaskular
Hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular.
Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang
disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan
endotel vaskular dan menetralisir NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi
mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui
penebalan membran basalis; trombosit pada arteriol intraneural; peningkatan
agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnnya
aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular; stasis aksonal,
pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian
neuropati yang didasari oleh kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan
modifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi,
indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi.
3) Mekanisme Imun
Suatu penelitian menunjuikan bahwa 22% dari 120 penyandang dm tipe 1
memiliki complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% pasien dm
tipe 2 memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini menunjukan bahwa antibody
7
8. tersebut berperan pada patogenesis neuropati diabetik. Bukti lain yang
menyokong peran antibodi dalam mekanisme patogenik adalah antineural
antibodies pada serum sebagian penyandang diabetes melitus. Autoantibodi
yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan
sensorik yang bias dideteksi dengan imunofloresens indirek. Disamping itu
adanya penumpukan antibodi dan komplemen pada berbagai komponen saraf
suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun.
4) Peran nerve growth factor (NGF).
NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf.
Pada penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan
berhubungan dengan derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen
substance p dan calcitonin-gen-regulated peptide (CGRP). Peptide ini
mempunyai efek terhadap vasodilatasi, mobilitas intestinal dan nosiseptif, yang
semuanya mengalami gangguan pada neuropati diabetik.
2.5 Manifestasi Klinis
Terlihat pada 20% pasien diabetes melitus, tetapi dengan pemeriksaan
elektrofisiologi pada diabetes melitus asimptomatik tampak bahwa penderita
sudah mengalami neuropati subklinik. Pada kasus yang jarang, neuropati mungkin
merupakan tanda awal suatu diabetes melitus.1,2,16
8
9. Gambar 2-1 Perbedaan manifestasi klinis dari neuropati diabetes (Modified from Pickup J, Williams G [eds].
Textbook of Diabetes, Vol 1. Oxford, UK, Blackwell Scientific, 1997.)
5
Polineuropati sensorik-motorik simetris, bentuk ini paling sering dijumpai,
keluhan dapat dimulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat.
Polineuropati biasanya memiliki karakteristik :12,17
Gambar 2-2 Perbedaan manifestasi klinis neuropati serat besar –dan kecil fibroneuropathy. ADL, activities
of daily living; QOL, quality of life. (Adapted from Vinik AI, Mehrabyan A. Diabetic neuropathies. Med Clin
North Am 2004;88:947-999.)
5
9
10. 1) Tanda pertama muncul pada tungkai bawah.
2) Parestesia selalu terjadi pada jari kaki atau telapak kaki, terutama pada malam
hari. Ada rasa tebal atau kesemutan, terutama pada tungkai bawah
3) Sensasi sarung pada kaki “seperti kaos kaki”
4) Kehilangan refleks Achilles
5) Penyusutan atau kehilangan perasaan getar, dimulai dari distal.
6) Saat kondisi berkembang, terjadi paresis extensor jari kaki pada dorsum kaki.
7) Makin lama, paresis sepanjang extensor jari dan kaki.
8) Kedua kaki terkulai.
9) Sensasi seperti terbakar.
10) Gangguan sensoris dan kelemahan menyebar ke tungkai atas.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Diagnosis Diabetes Melitus
Langkah-langkah diagnosis dm dan gangguan toleransi glukosa berdasarkan
perkeni dalam konsensus diabetes melitus tipe 2 Tahun 2011 ditegakkan atas
dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria.13,14
Untuk penentuan diagnosis, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.13
10
11. Secara ringkas kriteria diagnosis diabetes melitus untuk dewasa tidak hamil
berdasarkan Perkeni Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 2-1 seperti yang tertera
di bawah ini. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
klasik diabetes melitus seperti di bawah ini :14
1) Keluhan klasik berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan.
2) Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Tabel 2-1. Kriteria Diagnosis DM
No. Kriteria diagnosis diabetes melitus
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Glukosa plasma
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan
waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa diartikan
pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
3.
Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/l). TTGO yang dilakukan
dengan standar who, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa
anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
* pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ada 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM,
jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.
14
11
12. Keterangan gambar :
GDP = glukosa darah puasa
GDS = glukosa darah sewaktu
GDPT = glukosa darah puasa terganggu
TGT = toleransi glukosa terganggu
Gambar 2-1. Langkah-Langkah Diagnostik DM
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau dm,
bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT).13,14
1) TGT : diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/l).
2) GDPT : diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/l) dan pemeriksaan
TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dl.
12
13. 2.6.2 Diagnosis Polineuropati Diabetes
Polineuropati sensori-motor simetris distal atau distal symmetrical
sensorymotor polyneuropathy (DPN) merupakan jenis kelainan yang paling sering
terjadi, ditandai dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan fungsi
motorik (lebih jarang) berlangsung pada bagian distal yang berkembang ke arah
proksimal.1,2
Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari, sangat
bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya
dengan jawaban tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup mengeluarkan
kemungkinan adanya neuropati. Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan
pengkajian terhadap : 1). Refleks motorik, 2). Fungsi serabut saraf besar dengan
tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer) dan rasa tekan
(estesiometer dengan filament mono semmes-weinstein); 3). Fungsi serabut saraf
kecil dengan sensasi suhu; 4). Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya
gangguan hantar saraf dapat dikerjakan elektromiografi.2
Bentuk lain yang juga sering ditemukan ialah neuropati otonom
(parasimpatis dan simpatis) atau diabetic autonomic neuropathy (dan). Uji
komponen parasimpatis dan dilakukan dengan 1). Tes respons denyut jantung
terhadap maneuver vasalva; 2). Variasi denyut jantung selama napas dalam
(denyut jantung maksimum-minimum). Uji komponen simpatis dan dilakukan
dengan 1). Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik); respons
tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik).18
13
14. 2.7 Terapi
Strategi pengelolaan pasien diabetes melitus dengan keluhan neuropati
diabetes dibagi ke dalam 3 bagian. Strategi pengelolaan pertama adalah diagnosis
nd sedini mungkin, strategi kedua yaitu dengan kendali glikemik dan perawatan
kaki sebaik-baiknya, dan strategi yang ketiga yaitu pengendalian keluhan
neuropati/nyeri neuropati diabetik. Selain itu pengendalian neuropati diabetik
perlu melibatkan banyak seperti perawatan umum, pengendalian glukosa darah
dan parameter metabolik lain.13
1) Perawatan umum/kaki1
Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah
trauma berulang pada neuropati kompresi.
2) Pengendalian glukosa darah2
Pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala merupakan
langkah pertama yang harus dilakukan, pengendalian faktor metabolik lain
perlu dilakukan seperti hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai komponen tak
terpisahkan juga perlu dilakukan. Pengendalian glukosa darah mampu
mengurangi komplikasi kronik diabetes termasuk neuropati.
3) Terapi medikamentosa1
Untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik diabetes
melitus termasuk neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan obat-obat yang
berperan pada proses timbulnya komplikasi kronik diabetes, yaitu :
a. Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat
penimbunan sorbitol dan fruktosa.
14
15. b. Penghambat ACE
c. Neurotropin : nerve growth factor, brain-derived neurotrophic factor.
d. Alpha lipoic acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan
radikal hidroksil, superoksida, dan peroksil serta membentuk kembali
glutation.
e. Penghambat protein kinase c
f. Gangliodes, merupakan komponen utama membrane sel.
g. Gamma linoleic acid (GLA) suatu prekusor membrane fosfolipid.
h. Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs.
i. Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologik
maupun non neurologik akibat penyakit autoimun.
4) Pedoman pengelolaan dengan nyeri 1,2
Sedangkan untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, sangat dianjurkan untuk
memahami mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut, antara lain
aktivasi reseptor n-methyl-d-aspartate (NMDA) yang berlokasi di membran
post spinatik spinal cord dan pengeluaran substance p dari serabut saraf besar a
yang berfungsi sebagai neuromodulator nyeri. Manifestasi nyeri dapat berupa
rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia, nyeri menjalar, dll. Pemahaman terhadap
mekanisme nyeri penting agar dapat member terapi yang lebih rasional,
meskipun terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya bersifat simtomatis.
Pengelolaan dengan nyeri yang dianjurkan ialah :
a. NSAID (ibuprofen 600 mg 4 x/hari, sulindac 200 mg 2 x/hari).
15
16. b. Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin 100
ng/hari, nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/hari).
c. Antikonvulsan (gabapentin 900 mg 3 x/hari, karbamazepin 200 mg 4
x/hari).
d. Antiaritmia (mexilletin 150-450 mg/hari)
e. Topical : capsaicin 0,075 % 4x/hari, fluphenazine 1 mg 3x/hari,
transcutaneous electrical nerve stimulation.
Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal yang mampu mengatasi
nyeri neuropati diabetes. Meskipun demikian, pengobatan nyeri umumnya
dimulai dengan obat anti-depresan atau anti-konvulsan tergantung ada tidaknya
efek samping. Dosis obat dapat ditingkatkan hingga dosis maksimum atau
sampai efek samping muncul. Kadang-kadang kombinasi anti-depresan dan
anti-konvulsan cukup efektif. Bila dengan regimen ini belum atau kurang ada
perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat topikal. Bila tetap tidak atau kurang
berhasil, kombinasi obat yang lain dapat dilakukan.1,2
2.8 Komplikasi
Kehilangan sensasi menyebabkan cedera pada sendi, desktruksi sendi
permanen (Charcot joint), ulser pada kaki dan amputasi. Dapat menyebabkan
ketidakmampuan, isolasi sosial dan kehilangan kemandirian terutama pada pasien
usia tua. 19
16
17. 2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk neuropati perifer motorik adalah Guillain-Barré
syndrome, Charcot-Marie-Tooth syndrome, porphyria, lead poisoning dan
diphtheria. Sedangkan nyeri pada neuropati perifer adalah neuropati alkoholik,
diabetic amyotrophy, porphyria, defisiensi vitamin B1 atau vitamin B12 dan
carcinoma.16
2.10 Edukasi
Edukasi pasien menjadi sangat penting dalam pengelolaan nyeri. Diperlukan
penjelasan tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya
pemeriksaan kaki, pentingnya evaluasi secara teratur terhadap kemungkinan
timbulnya neurpati diabetik pada pasien diabetes melitus.20,21
2.11 Prognosis
Tipe diabetes melitus yang diderita akan mempengaruhi diagnosis
neuropati diabetik. Pada NIDDM (non-insulin dependent diabetes melitus atau
DM Tipe 2) memiliki prognosis yang lebih baik daripada tipe IDDM (insulin
dependent diabetes melitus atau DM Tipe 1). Lama dan beratnya diabetes melitus
serta lama dan beratnya keluhan neuropati yang dialami, dan apakah sudah
mengenai saraf otonom, semuanya akan menentukan prognosis neuropati
diabetik.1,2,21
BAB III
17
18. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Polineuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronik dari
Diabetes Melitus. Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun dan NGF) yang
berperan pada mekanisme patogenik adalah hiperglikemia sebagai komponen
faktor metabolik yang merupakan dasar utama patogenesis ND.
Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan polineuropati diabetik
pada pasien diabetes melitus perlu diperhatikan, berdasarkan diagnosis diikuti
dengan pengendalian glukosa darah. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada
dasarnya bersifat simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat yang bekerja
sesuai mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut. Pendekatan non-
farmakologis termasuk edukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan total sulit
untuk dicapai.
18