Dokumen tersebut membahas 3 poin utama: (1) pentingnya pengembangan science and technology park di Indonesia untuk meningkatkan kerjasama antara lembaga riset dan industri, (2) program Kementerian Riset dan Teknologi untuk merevitalisasi pusat-pusat riset menjadi science park, dan (3) contoh-contoh science park berhasil di luar negeri yang diharapkan dapat dijadikan teladan di Indonesia.
1. 1
PENGEMBANGAN SCIENCE AND TECHNOLOGY PARK
DI INDONESIA
Wisnu Sardjono Soenarso
Asisten Deputi Urusan Jaringan Penyedia dengan Pengguna
Kementerian Riset dan Teknologi
I. Latar Belakang
Data empiris menunjukkan adanya korelasi antara penguasaan
teknologi dengan kemajuan perekonomian suatu negara. Dalam kasus
Indonesia, meskipun kinerja perekonomian Indonesia relatif baik, namun
kontribusi teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi masih belum
menggembirakan. Saat ini Indonesia masih dihadapkan pada dua kendala
yang menjadi tantangan utama, yaitu : (1) keterbatasan kapasitas investasi
nasional di sektor industri hilir untuk mengolah bahan mentah atau bahan
setengah jadi menjadi produk jadi, dan (2) belum siapnya teknologi nasional
untuk menyokong tumbuh kembang industri hilir tersebut.1
Menurut laporan World Economic Forum (WEF) tahun 2011, Indonesia
saat ini masuk dalam kategori negara yang berada pada tahapan efficiency-
driven, yaitu negara yang perekonomiannya berbasis kepada proses produksi
yang efisien. Dalam laporan WEF juga disebutkan bahwa indeks daya saing
global/Global Competetiveness Index (GCI) Indonesia mengalami peningkatan
dari peringkat ke-54 pada tahun 2009 menjadi 44 pada tahun 2010, walaupun
kemudian turun menjadi 46 pada tahun 2011. Diantara negara-negara
ASEAN, setelah Singapura, Malaysia menempati posisi teratas (peringkat ke
21), disusul oleh Thailand (39).
Pada dasarnya persoalan utama yang dihadapi Indonesia saat ini adalah
rendahnya hasil riset dan teknologi dalam negeri yang diadopsi oleh industri
atau pengguna teknologi lainnya. Kapasitas lembaga pengembang teknologi
Indonesia sesungguhnya cukup baik, terbukti dengan posisi indeks inovasi
Indonesia dalam peringkat WEF tahun 2011 yang berada pada posisi ke 36
dan tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 2010.
Kemampuan inovasi Indonesia ini sudah setara dengan negara-negara yang
perekonomiannya sudah berbasis inovasi. Berdasarkan survei WEF tersebut,
dilaporkan bahwa kapasitas pengembangan teknologi ini ternyata belum
diimbangi dengan kesiapan pengguna teknologi untuk mengadopsinya,
terbukti dengan peringkat kesiapan teknologi (technological readiness) yang
1Inovasi Untuk Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Riset dan Teknologi, hal. 34.
2. 2
masih relatif rendah, yakni pada peringkat ke - 94 yang mengalami penurunan
sebesar tiga peringkat dibanding tahun 2010.
Selain memuat data peringkat Indonesia berdasarkan indeks daya saing
global/Global Competetiveness Index (GCI), pilar inovasi, dan kesiapan
teknologi (technological readiness), data WEF juga mencatat indikator kinerja
kerjasama riset antara universitas dengan industri untuk mengukur peringkat
daya saing ini. Berdasarkan indikator kinerja kerjasama riset antara
universitas dengan industri, pada tahun 2011 ini Indonesia mengalami
penurunan sebanyak 3 tingkat dibandingkan dengan tahun 2010, yaitu dari
peringkat 38 menjadi peringkat 41. Penurunan peringkat kerjasama riset
antara universitas (perguruan tinggi) atau lembaga penelitian dan
pengembangan (lemlitbang) dengan industri ini, juga diperkuat dengan hasil
survei Inovasi Industri Manufaktur yang dilakukan oleh PAPPIPTEK-LIPI tahun
2009 yang menunjukkan bahwa hanya sekitar 17% industri yang melakukan
kerjasama inovasi (Gambar 1).
Rendahnya tingkat kerjasama riset yang dapat menghasilkan suatu
inovasi antara perguruan tinggi dan lemlitbang dengan industri, salah satunya
disebabkan karena perguruan tinggi dan lemlitbang belum menjadi sumber
informasi inovasi bagi perusahaan (berdasarkan Hasil Survey Inovasi Industri
Manufaktur yang dilakukan oleh PAPPIPTEK-LIPI pada tahun 2009
sebagaimana dalam Gambar 2). Dampak inovasi yang dihasilkan apabila
perusahaan melakukan kerjasama riset diantaranya adalah perusahaan akan
mampu bertahan dalam persaingan, kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi
dengan baik, dan keuntungan perusahaan akan mengalami peningkatan.
(Gambar 3).
Menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut dan untuk
mewujudkan visi sebagai negara maju dan sejahtera pada tahun 2025,
Pemerintah melalui peluncuran Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) bertekad mempercepat
transformasi ekonomi dengan mengedepankan pendekatan bukan sekedar
business as usual yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan
terfokus pada prioritas yang konkrit dan terukur.
Gambar 1. Kerjasama Inovasi
Sumber : Seminar Nasional Kebijakan Iptek
dan Inovasi Tanggal 26 Juli 2011,
PAPPIPTEK-LIPI
3. 3
Salah satu strategi dalam pelaksanaan MP3EI adalah pengembangan
kapasitas SDM dan iptek yang sesuai di setiap koridor ekonomi. Inisiatif
strategik dalam pelaksanaan strategi ini diantaranya revitalisasi Puspiptek
sebagai science and technology park, pengembangan industrial park,
pembentukan klaster inovasi daerah untuk pemerataan pertumbuhan,
pengembangan industri strategis pendukung konektivitas, dan penguatan
aktor inovasi (SDM dan inovasi). Diharapkan dengan adanya program strategik
pengembangan kapasitas SDM dan iptek disetiap koridor ekonomi
sebagaimana terdapat dalam MP3EI, akan dapat menyelesaikan permasalah-
permasalahan yang berkaitan dengan pembangunan iptek nasional.
Gambar 2. Sumber Informasi Inovasi
Sumber : Seminar Nasional Kebijakan Iptek dan Inovasi Tanggal 26 Juli 2011, PAPPIPTEK-LIPI
4. 4
Gambar 3. Dampak Inovasi
Sumber : Seminar Nasional Kebijakan Iptek dan Inovasi Tanggal 26 Juli 2011, PAPPIPTEK-LIPI.
II. Program Kementerian Riset dan Teknologi
Sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, strategi pembangunan Iptek
dilaksanakan melalui dua prioritas pembangunan yaitu “Penguatan Sistem
Inovasi Nasional (SINas) yang berfungsi sebagai wahana pembangunan Iptek
menuju visi pembangunan Iptek dalam jangka panjang; dan Peningkatan
Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek (P3 Iptek) yang dilaksanakan
sesuai dengan arah yang digariskan dalam RPJPN 2005-2024.” Selain itu
pembangunan iptek nasional juga digariskan dalam MP3EI khususnya dalam
hal pengembangan kapasitas SDM dan iptek.
Berkaitan dengan prioritas pembangunan iptek tersebut, maka fokus
kebijakan pembangunan iptek yang dilakukan oleh Kementerian Riset dan
Teknologi (KRT) diarahkan untuk memperkuat SINas dalam rangka
meningkatkan kontribusi iptek terhadap pembangunan nasional. Dalam skala
regional (daerah), adalah membangun sistem inovasi daerah (SIDa) berbasis
kepada potensi unggulan masing-masing daerah, sehingga memperbesar
peluang bagi masyarakat lokal untuk berperan aktif sesuai semangat
pembangunan yang bersifat inklusif dan sejalan dengan upaya mendorong
terwujudnya masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). 2
2
Ibid., hal. 104.
5. 5
Dalam kaitan dengan SINas, KRT berperan menciptakan ruang yang
berfungsi sebagai “panggung” inovasi, agar terjadi interaksi dan kolaborasi
yang baik antar aktor-aktor inovasi -baik aktor utama yaitu penyedia iptek dan
pengguna teknologi, maupun aktor pendukung- dalam suasana yang kondusif.
Peran lainnya adalah mempercepat koordinasi dan intermediasi antara
penyedia dengan pengguna teknologi serta mendorong pemanfaatan hasil
penelitian, pengembangan dan perekayasaan guna menyelesaikan
permasalahan pembangunan, meningkatkan daya saing, juga memberikan
layanan kepada masyarakat serta mencapai kemandirian bangsa.
Untuk melaksanakan peran KRT dalam menciptakan panggung inovasi
dan menjalin kolaborasi antara penyedia dengan pengguna teknologi, maka
KRT telah memiliki sejumlah program kegiatan. Salah satu program KRT
untuk mendorong terjadinya kolaborasi dan interaksi antara aktor inovasi
adalah melalui revitalisasi Puspiptek sebagai science and technology park (STP)
sebagaimana tertuang dalam MP3EI dan pengembangan lembaga intermediasi.
Revitalisasi Puspiptek menjadi STP diharapkan menjadi suatu wadah
yang dapat memfasilitasi terjalinnya kerjasama antara penyedia dengan
pengguna iptek. Upaya yang dilakukan untuk merangsang atau mempercepat
difusi teknologi adalah dengan membentuk lembaga intermediasi. Tugas
lembaga intermediasi adalah mengarahkan riset akademik pada permintaan
pasar; sebaliknya, isu-isu komersial ditengok dari sudut pandang akademik.3
Pada saat ini, lembaga intermediasi yang ada pada dasarnya diinisiasi
oleh pemerintah, seperti Bussiness Innovation center (BIC) dan Bussiness
Technology Center (BTC). Sejak tahun 2010, BTC yang dikelola Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah dilebur masuk ke dalam
organisasi BPPT Engineering.4 Pada tahun 2008, KRT telah menfasilitasi
pendirian Business Innovation Center (BIC). Tujuan utama pendirian BIC
adalah untuk mengoptimalkan pemberdayaan inovasi di Indonesia dalam
rangka meningkatkan pembangunan nasional. Sejak tahun 2008 tersebut, BIC
telah menerbitkan katalog tahunan hasil-hasil riset yang dianggap berpeluang
untuk dikomersialisasikan, melalui serial terbitan buku ‘100 Inovasi Indonesia’
(2008), ‘101 Inovasi Indonesia (2009), ‘102 Inovasi Indonesia’ (2010), dan ‘103
Inovasi Indonesia’ (2011). KRT terus berupaya meningkatkan peran BIC dan
BTC, sehingga diharapkan menjadi gerbang untuk partisipasi lembaga
pengguna teknologi, khususnya industri-industri berbasis teknologi.
3
Ibid. hal. 40.
4
Ibid., hal 20.
6. 6
III. Science and Technology Park (STP) di Indonesia
Salah satu strategi dalam meningkatkan kapasitas SDM dan Iptek yang
digariskan oleh MP3EI yaitu dengan merevitalisasi Puspiptek menjadi Science
& Technology Park atau Science Technopark (STP). Hal ini merupakan tugas
dari KRT untuk merevitalisasi Puspiptek dan diarahkan agar di daerah-daerah
juga terbentuk STP. Menurut International Association of Science Park/IASP
(2002), STP merupakan kawasan khusus yang diorganisasikan secara
profesional dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan komunitas di sekitar
kawasan tersebut melalui pendayagunaan iptek dan budaya inovasi yang
terintegrasi dengan kegiatan bisnis dan pendidikan.
STP digunakan sebagai sarana untuk menginisiasi dan mengalirkan
pengetahuan dan teknologi diantara lembaga litbang, universitas dan industri.
STP memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya industri-industri berbasis
inovasi melalui inkubasi dan proses ‘spin-off’ disamping menyediakan jasa-
jasa bernilai ekonomi tinggi dalam suatu kawasan yang dilengkapi fasilitas
berkualitas tinggi. Terdapat beberapa istilah sejenis dengan STP yang biasa
digunakan, antara lain “Research Park”, “Science Park”, “Bussiness Park”,
“Innovation Center”, dan lain-lain.
Beberapa STP yang telah dikembangkan di luar negeri seperti Daejeon
Science Town di Korea, Zongguanchun Science Park di Cina, Tsukuba Science
City di Jepang, dan Technology Park Malaysia (TPM) di Malaysia. Daejeon
Science Town di Korea mempunyai fasilitas layanan penelitian dan
pengembangan, eksperimen dan kapasitas produksi, inkubasi bisnis high-tech
dan pendukungnya, tempat rekreasi dan taman, dan pendukung lain
administrasi.
Zongguanchun Science Park (ZSP) di Cina merupakan kawasan yang
didalamnya terdapat National University, Research Institute, dan Hitech
Company yang bergerak dalam sektor Information Technology. Salah satu pilar
dalam ZSP adalah Beijing Internasional Business Incubation (IBI) yang didirikan
pada tahun 1994. IBI mempunyai komitmen untuk mendukung inovasi dan
start up company, industri dengan teknologi tinggi, kerjasama internasional
dalam pengembangan industri berbasis Science and Technology, mempercepat
komersialisasi dan promosi dari industri berbasis teknologi tinggi di China.
STP lain di luar negeri yaitu Tsukuba Science City di Jepang Technology
Park Malaysia di Malaysia. Tsukuba Science City memiliki 5 wilayah yang
merupakan lokasi dari pusat institusi penelitian (riset), dan terdapat 40
institusi pendidikan dan penelitian, serta 33 organisasi pemerintah dan swasta
yang berlokasi di kawasan ini. Technology Park Malaysia di Malaysia
merupakan kawasan yang dikembangkan untuk mempercepat proses
transformasi peningkatan ilmu pengetahuan dan perekonomian Malaysia. TPM
7. 7
dikelola oleh tenaga profesional yang memiliki tujuan utama untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mempromosikan budaya
berinovasi dan bersaing dalam aspek ilmu pengetahuan dan industri.
Contoh-contoh STP di luar negeri tersebut telah menuai sukses dalam
menciptakan interaksi antara penyedia dan pengguna teknologi. Diharapkan
pengembangan STP di Indonesia juga menjadi wahana yang benar-benar dapat
menciptakan interaksi diantara penyedia dengan pengguna teknologi.
Saat ini, dibeberapa daerah di Indonesia telah terbentuk STP baik atas
inisiatif pemerintah, perguruan tinggi, maupun swasta. Diantaranya ada Solo
Techno Park di Kota Surakarta, Sragen Techno Park di Kabupaten Sragen Jawa
Tengah, Bandung Techno Park, Jababeka Research Center di Kota Mandiri
Jababeka Jawa Barat, Agro Techno Park di berbagai Provinsi, serta Puspiptek
di Tangerang Selatan Banten. Beberapa tempat menyusul membentuk
kawasan itu, diantaranya Cibinong Science Center milik LIPI di Cibinong serta
Universitas Indonesia Science Park di Depok Jawa Barat.
Solo Technopark
Solo Technopark dibangun sebagai pusat pendidikan dan teknologi, pusat
riset, pusat pelatihan dan pusat inkubasi produk baru, serta pusat industri
dan perdagangan. Solo Technopark merupakan kawasan terpadu
menggabungkan dunia industri, perguruan tinggi, riset dan pelatihan,
kewirausahaan, perbankan, pemerintah pusat dan daerah di kawasan
Pedaringan, Jebres, Solo, Jawa Tengah. Solo Technopark memberikan layanan
pendidikan di bidang aplikasi praktis industri seperti program pelatihan
mekanik manufaktur, pengelasan, mekanik garmen, otomotif, Informasi
Teknologi (IT/elektronik), dan teknik mesin. Layanan lain dari Solo
Technopark adalah meningkatkan kewirausahaan dan inovasi dengan
menggunakan inkubator canggih dan penyebaran layanan konseling yang
ekstensif, baik dalam konteks teknis dan operasional untuk ekonomi lokal.
Inkubator bisnis dan teknologi dirancang bagi lulusan akademi dan wirausaha
muda untuk mengembangkan inovasi dan mengkomersialkannya. Dari
beberapa layanan tersebut, pelatihan pengelasan di bawah air dan mekanik
manufaktur merupakan produk unggulan dari Solo Technopark.
Sragen Technopark
Lembaga yang bernama resmi BLK Technopark Ganesha Sukowati Sragen
ini merupakan pengembangan dari Balai Latihan kerja (BLK) yang bertujuan
menetapkan dan mengimplementasikan R&D, pelatihan, mengembangkan
kemandirian maupun kerjasama untuk meningkatkan keahlian, tenaga kerja,
produk, dan pelayanan yang mempunyai nilai jual dan nilai tambah bagi
8. 8
pemerintah dan masyarakat Sragen. Technopark yang berdiri di Jl. Dr. Sutomo
Sragen, di atas areal milik pemerintah Kabupaten Sragen akan menjadi wadah
kompetensi sumber daya manusia (SDM), dengan menjalankan fungsi One
Stop Service Labor Market (OSSLM). Dengan aplikasi pelatihan teknologi
terbaru membuat perusahaan-perusahaan bisa langsung memakai jasa
peserta didik di Technopark. Jenis pelatihan yang ada di Sragen Technopark
diantaranya Kejuruan Otomotif, Kejuruan Teknologi Mekanik Logam, Kejuruan
Teknologi Mekanik Las, Kejuruan Listrik, Kejuruan Bangunan, Kejuruan Tata
Niaga dan Kejuruan Industri Tekstil, dan lain-lain.
Bandung Techno Park (BTP)
Bandung Techno Park merupakan wadah yang mewujudkan masyarakat
informasi Indonesia dengan membentuk tenaga di bidang informasi,
komunikasi, dan teknologi (ICT) yang berkompeten dan berdaya saing. BTP
diharapkan akan menciptakan lebih banyak lagi technopreneur di kalangan
mahasiswa. BTP bisa menjadi wadah bisnis antara akademik, industri dan
pemerintah berupa riset bersama dan sharing teknologi. Dengan demikian,
akademisi bisa memberi kontribusi berupa riset yang dibutuhkan pemerintah
sebagai pembuat regulasi, sedangkan keuntungan finansial akan diperoleh
industri sebagai penggerak roda ekonomi. Adapun produk unggulan BTP yaitu
bus billing, detektor polusi, KWH meter, touchboard, volume detector,
agriculture system information management (SIM), IP Phone, dan USB Key. BTP
menginisiasi kerjasama dengan electronic and telecomunication research
institute (ETRI) Korea, Industrial Technology Research Institute (ITRI) Taiwan,
dan HUAWEI.
Jababeka Research Center
Jababeka Research center (JRC) merupakan sebuah Bussiness
Technonology Center di kawasan industri Jababeka yang mempunyai visi
sebagai sebuah lembaga intermediasi yang kompeten. JRC menghubungkan
antara pemasok teknologi (lembaga litbang dan perguruan tinggi) dengan
pengguna teknologi (khususnya industri yang beada di kawasan) dengan
harapan untuk memiliki kontrak kerjasama. Disamping itu, JRC menjalankan
peran intermediasi dengan menyediakan platform untuk pertukaran informasi
antara akademisi, lembaga penelitian, dan pengusaha; menyediakan platform
untuk pasar-siap inventorizing hasil penelitian dari seluruh Indonesia; serta
bekerja sama dengan berbagai lembaga litbang, universitas, dan mitra asing di
tingkat alih teknologi. Adapun industri yang telah mengembangkan bisnisnya
di JRC adalah Samsung Electronic, ICI, Mattel, KAO, dan Niisin. JRC juga
mengalokasikan lahan yang dikembangkan untuk keperluan yang spesifik
seperti Movieland yang dikhususkan untuk industri film dan televisi, Medical
City untuk kawasan khusus healthcare, dan Education Park yang menjadi
lokasi President University.
9. 9
Cibinong Science Center
Cibinong Science Center (CSC) yang dikelola oleh Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) berada di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Dengan luas sekitar 189,6 hektar, kawasan CSC seperti direncanakan
sejak awal akan menjadi pusat kegiatan penelitian, pengembangan, inovasi,
serta sistem manajemen informasi sains bidang ilmu hayati. CSC merupakan
kawasan bernuansa teknologi yang ditujukan untuk pewadahan kegiatan
pengembangan teknologi dan industri berbasis teknologi yang berada di kota
Cibinong. Konsep kelembagaan CSC dengan pendekatan
masyarakat/persuasif yaitu iptek yang melibatkan masyarakat. Pembagian
zona kawasan pada wilayah CSC yaitu perkantoran, penghijauan, dan
kemitraaan (pembuatan gedung kemitraan untuk kerjasama dengan pihak
luar misalkan gedung auditorium, audiovisual, wisata ilmiah, dll). Kini CSC
yang dikembangkan menjadi acuan perkembangan penelitian hayati di
Indonesia, memiliki potensi dalam pengembangan bio-hydro untuk
kepentingan industri, kebun plasma nutfah tumbuhan dan hewan, Ecology
Park (Eco Park) dengan luas sekitar 21 ha. Pada saat ini CSC masih dalam
taraf pengembangan dan pembangunan.
Agro Techno Park
Agro Techno Park (ATP) merupakan kawasan khusus berbasis teknologi
pertanian, peternakan dan perikanan. ATP dibangun untuk memfasilitasi
percepatan alih teknologi pertanian yang dihasilkan oleh instansi pemerintah
penelitian dan pengembangan, pendidikan tinggi dan perusahaan yang juga
sebagai model pertanian terpadu oleh siklus biologis (bio cyclo farming). Lokasi
ATP antara lain Kab Ogan Ilir dan Muara Enim (2003, Sumsel), Cianjur (2007,
Koleberes Cikadu, Cianjur), dan Jembrana (2007, Bali). Pada awal
pendiriannya, ATP dikelola oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang
bermitra dengan Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi Lokal / Sekolah
Kejuruan. Baru tahun 2011, ATP secara bertahap diserahkelolakan ke pihak
pemerintah daerah atau perguruan tinggi setempat seperti pada tanggal 20
April 2011 dilaksanakan Pendatanganan Naskah Alih Kelola dan Serah Terima
Sementara ATP Jembrana dari Kementerian Riset dan Teknologi kepada
Pemda Kabupaten Jembrana. Adapun program dan kegiatan ATP antara lain
di bidang pertanian, perikanan, peternakan, dan teknologi transfer.
UI Science Park
UI Science park akan berlokasi di Kampus UI Depok, Jawa Barat.
Pendirian UI Science Park merupakan bagian pencapaian visi UI sebagai
Research University. Misi yang diemban UI Science Park antara lain
mengakselerasi inovasi teknologi melalui jejaring industri, pusat pelatihan,
pusat riset dan pemerintah daerah; meningkatkan inovasi teknologi untuk
10. 10
industri lokal; dan meningkatkan daya saing nasional yang didukung daya
saing daerah berbasis teknologi. Selain itu UI Science Park juga mendukung
kolaborasi antara aktor inovasi, mendorong transformasi struktur industri,
menarik teknologi tinggi asing, menciptakan lapangan kerja, dan peningkatkan
perekonomian daerah dan meningkatkan daya saing nasional.
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek)
Puspiptek Serpong didirikan berdasarkan Keppres No. 43 Tahun 1976,
tanggal 1 Oktober 1976 pada masa Menteri Riset Prof. Dr. Sumitro
Djojohadikusumo. Tujuan pembangunan Puspiptek pada saat itu adalah
untuk memindahkan sejumlah pusat milik Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ke suatu kawasan agar pusat-
pusat tersebut, dengan kelangsungan identitasnya masing-masing, dapat
membentuk kemampuan yang kuat bagi pengamanan dan pelaksanaan
kegiatan penelitian iptek yang berhubungan dengan Program Riset Nasional.
Pada masa Menegristek Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie, arah pengembangan
Puspiptek diperluas dengan memasukkan kawasan industri teknologi tinggi
dan kawasan pendidikan tinggi sebagai elemen baru dalam keseluruhan
kawasan Puspiptek. Beberapa laboratorium dibangun untuk menunjang
BUMN industri strategis seperti PT. IPTN (sekarang PT. DI) dan PT PAL.
Dengan tujuan untuk mendukung proses industrialisasi di Indonesia maka
Puspiptek dirancang untuk menjadi kawasan yang mensinergikan SDM
terdidik dan terlatih, peralatan penelitian dan pelayanan teknis yang paling
lengkap di Indonesia serta teknologi dan keahlian yang telah terakumulasikan
selama lebih dari seperempat abad.
Sarana dan prasarana yang ada di Kawasan sejak perencanaannya telah
diarahkan untuk kegiatan penelitian & pelayanan teknis, kawasan industri
teknologi tinggi dan pendidikan tinggi strata pasca sarjana. Kawasan seluas
350 hektar ini menurut Rencana Induknya akan terbagi atas tiga area yaitu
area laboratoria, area industri dan area pendidikan tinggi. Pada saat ini
dikawasan Puspiptek seluas 460 ha telah berdiri 30 laboratorium yang modern
milik BATAN, BPPT, LIPI, dan Pusarpedal (Kementerian Lingkungan Hidup).
Puspiptek menempati lahan seluas sekitar 460 Ha, dan mempekerjakan lebih
dari 4.000 pegawai dengan lebih dari 150 orang diantaranya bergelar
Doktor/Ph.D, dan 2.000 orang sarjana/D3 sebagai peneliti dan perekayasa di
laboratorium. Semua sumberdaya laboratoria ini diarahkan agar secara
langsung dapat difungsikan untuk menghasilkan nilai tambah kepada
perekonomian Indonesia sesuai dengan mekanisme pasar yang nyata. Nilai
tambah ini secara langsung dihasilkan dalam bentuk peningkatan mutu dan
produktivitas yang merupakan kontribusi pelayanan teknis.
11. 11
Misalnya saja laboratoria milik BPPT yang mempunyai kompetensi
pengujian alat mekanik dan transportasi, pengujian motor bakar, pengujian
dan analisa mesin, dll. Laboratoria milik BATAN memiliki kompetensi dalam
standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi ketenaganukliran; rekayasa industri
berbasis bioteknologi; desain dan pengujian di terowongan angin; litbang
peningkatan efisiensi produksi mesin perkakas, teknik produksi dan otomasi,
dll. Sedangkan kompetensi yang dimiliki oleh LIPI misalnya dalam elayanan
jasa kalibrasi, instrumentasi, dan metrologi bagi masyarakat; penyusunan
kebijakan dan pedoman metrology, standard, testing and quality (MSTQ), dll.
Kenyataannya selama 25 tahun, Puspiptek dengan kemampuan
laboratoria yang canggih dan didukung oleh pendapatan negara bukan pajak
(PNBP) LPNK sebesar kurang lebih 48 milyar rupiah, belum banyak
termanfaatkan oleh industri. Hal ini terutama karena layanan teknis maupun
inovasi yang telah teruji secara teknis ilmiah tersebut, masih memerlukan
pematangan komersil agar layak secara ekonomis untuk dapat digunakan
skala industri. Jadi secara generik masih terdapat kesenjangan antara
kegiatan riset dan pelayanan teknis dengan kegiatan industri.
Untuk menjembatani kesenjangan ini maka diperlukan upaya-upaya
komersialisasi yang selama ini belum ditangani dengan baik. Komersialisasi ini
diantaranya meliputi inkubasi bisnis, yang mematangkan suatu inovasi yang
telah teruji secara ilmiah, agar jika diproduksi mampu bersaing di pasar
bebas. Di kawasan Puspiptek telah ada Balai Inkubator Teknologi sebagai
lembaga intermediasi untuk membantu melahirkan industri pemula dan
technopreneurship dari teknologi baru (emerging technologies) yang telah
terbukti lebih tahan krisis ekonomi sejak tahun 1997. Selain itu berdirinya
BIC yang difasilitasi oleh KRT diharapkan menjadi lembaga intermediasi yang
dapat menghubungkan antara penyedia dan penggguna iptek.
IV. Revitalisasi Puspiptek
Sebagaimana yang telah ditentukan dalam MP3EI, untuk meningkatkan
kapasitas SDM dan iptek salah satu strateginya adalah dengan merevitalisasi
Puspiptek menjadi Indonesia – Science and Technology Park (I-STP). Selain
dalam MP3EI, legalisasi atas revitalisasi Puspiptek menuju I-STP adalah
sebagaimana yang disepakati dalam Rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional
(Rakornas) 2010, Rekomendasi Rapat Pimpinan Ristek tanggal 27 Desember
2010, dan Surat Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi.
Berdasarkan Rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2010
ditentukan bahwa Masterplan Revitalisasi Puspiptek harus sudah mulai
dilaksanakan tahun 2011. Revitalisasi Puspiptek juga dilegalisasi melalui
Rekomendasi Rapat Pimpinan Ristek tanggal 27 Desember 2010 yang
memutuskan untuk memberikan dukungan kebijakan revitalisasi Puspiptek,
12. 12
pembentukan intermediation body (tech upgrading, TBI, Product innovation
project), dan masterplan revitalisasi Puspiptek harus dikaitkan dengan rencana
pengembangan laboratorium, instalasi nuklir BATAN, terbentuknya model
STP, profesional manajemen, pusat informasi dan fasilitas workshop untuk
up-grading produk hasil riset.
Untuk itu Kementerian Riset dan Teknologi dalam melaksanakan RPJM
dan juga MP3EI memandang perlu untuk mempunyai suatu kawasan dan
wadah yang memungkinkan terjadinya interaksi antara para aktor dalam
SINas dan SIDa. Revitalisasi Puspiptek menjadi I-STP dipandang perlu untuk
menciptakan lingkungan atau wahana interaksi antara penyedia dengan
pengguna iptek. Dalam rangka mendukung program revitalisasi Puspiptek
menjadi I-STP, Puspiptek telah bergabung dalam World Technopolis Association
(WTA). WTA adalah non government organization (NGO) internasional dalam
bidang perhimpunan STP sedunia. Salah satu tujuan WTA adalah
meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional berbasiskan karya-karya
inovatif.
Bergabungnya Puspiptek dalam WTA dirintis pada tahun 2007
berdasarkan kerjasama antara Kementerian Ristek, badan PBB untuk ilmu
pengetahuan dan kebudayaan (UNESCO) dan WTA. Pada bulan Februari 2009
kerja sama tersebut mulai dikukuhkan dengan pematangan konsep dan studi
perbandingan di berbagai tempat di Indonesia, diantaranya adalah kawasan
industri Jababeka di Bekasi, Solo Tekno Park, Puspiptek di Serpong dan
beberapa perguruan tinggi. Selanjutnya pada tanggal 2 Maret 2010, KRT
menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan WTA.
Dalam nota kesepahaman WTA tersebut antara lain akan mendorong
dan mendukung terbentuknya STP di Indonesia termasuk pengadaan
peralatan untuk STP, mempromosikan dan mengajak hi-tech ventures firm dari
negara anggota WTA untuk menjadi tenant di STP Indonesia, serta bantuan
teknis dan manajemen. Selain itu WTA juga akan membantu pembiayaan
untuk pembuatan masterplan dan capacity building. Sementara itu KRT
bertugas untuk mengkordinasikan lembaga litbang dan institusi terkait
lainnya dalam pembangunan dan pengoperasian STP Indonesia. Dengan
bergabungnya Puspiptek dalam WTA, maka langkah untuk mewujudkan
Puspiptek sebagai model Sistem Inovasi Nasional (SINas) berbasis STP akan
semakin jelas.
Revitasliasi Puspiptek juga diarahkan untuk menjawab data Survei Biro
Riset Ekonomi Bank Indonesia pada bulan Desember 2010 terhadap 29.469
industri besar dan sedang dengan kriteria survey yaitu penggunaan teknologi,
alokasi anggaran Riset and Development (R&D), dan tenaga ahli, maka
diperoleh data bahwa sebasar 78% industri yang memiliki inovasi rendah
(Gambar 4). Dengan demikian, hasil survey tersebut mengindikasikan bahwa
13. 13
sebagian besar industri masih belum melakukan inovasi-inovasi padahal
inovasi tersebut memberikan dampak yang besar terhadap kemajuan industri.
Nampak bahwa industri atau perusahaan yang mengembangkan inovasi hanya
berkutat pada industri makanan dan minuman, sedangkan industri di sektor
yang lain belum berupaya mengembangkan inovasi (Gambar 5). Fasilitas dan
sumber daya manusia Puspiptek belum bisa meningkatkan penggunaan
teknologi dalam negeri. Selain itu industri-industri yang bisa didukung oleh
fasilitas dan sumber daya maanusia Puspiptek belum menunjukan aktivitas
yang optimal.
78%
Inovasi
Rendah
2%
Inovasi Tinggi
20%
Inovasi
Sedang
Gambar 4. Inovasi Industri
Sumber : Presentasi Menteri Negara Riset dan
Teknologi, Suharna Surapranata, dalam Forum
BIC 2011 Tanggal 29 September 2011.
Gambar 5. Perusahaan Yang Mengembangkan Inovasi
Sumber : Seminar Nasional Kebijakan Iptek dan Inovasi
Tanggal 26 Juli 2011, PAPPIPTEK-LIPI
14. 14
Diharapkan dengan terbentuknya Puspiptek menjadi I-STP dan dengan
didukung oleh kemampuan laboratorium di Puspiptek dapat menciptakan
interaksi dan kolaborasi antara penyedia dan pengguna iptek (industri). Selain
itu, dengan kemampuan laboratorium yang ada di Puspiptek akan semakin
banyak industri yang melakukan inovasi yang tidak terbatas pada sektor
makanan dan minuman tetapi juga sektor batu bara, kimia, karet, mesin,
radio, kendaraan bermotor, dsb. Dengan demikian diharapkan industri selain
makanan dan minuman dapat melakukan inovasi dengan memanfaatkan
laboratoria di Puspiptek (lihat PAPPIPTEK-LIPI tahun 2009). Fakta-fakta ini
dapat digunakan untuk memacu laboratoria dan pusat penelitian dan
pengembangan di kawasan Puspiptek lebih berperan meningkatkan kerjasama
inovasi dengan industri-industri manufaktur dan industri-industri yang lain.
Dalam rangka revitalisasi Puspiptek menuju I-STP, salah satunya sangat
penting untuk disusun masterplan I-STP. Masterplan I-STP tersebut
merupakan cerminan dari rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam
pengembangan konsep I-STP tersebut. Pengembangan konsep I-STP harus
didukung dengan manajemen kawasan, infrastruktur, dan manajemen
operasional yang meliputi intermediasi, inkubasi, insentif strategis, dan
capacity building SDM.
Berkaitan dengan konsep kelembagaan I-STP, maka terdapat 9
(sembilan) peran lembaga I-STP yaitu sebagai fasilitator data/informasi iptek,
fasilitator pemasaran bersama, peran fasilitator inovasi produk industri,
fasilitator inkubasi bisnis teknologi, koordinator stakeholders I-STP, peran
technology clearing house, intermediator pendanaan dan teknologi, dan
fasilitator komersialisasi HKI. Pengembangan fungsi-fungsi berdasarkan 9
peran lembaga I-STP dilakukan secara bertahap bedasarkan skala prioritas
dengan mengacu pada faktor kesiapan SDM pelaksana, kesiapan biaya
operasional, kesiapan infrastruktur pendukung, kebutuhan customer I-STP,
dukungan regulasi, dan kebijakan pemerintah.
Untuk mengetahui kapasitas sarana dan prasarana laboratorium di
Puspiptek, telah diadakan quick assessment (QA). Hasil Quick Assessment (QA)
Sarana dan Prasarana Laboratorium LPNK di Puspiptek Serpong adalah
balai/Pusat tidak hanya melakukan penelitian namun juga mengembangkan
layanan & produk, tetapi terkendala oleh alat tua/rusak/kurang memadai,
hambatan peraturan (PNBP), dan kurangnya sosialisasi. Walaupun sebagian
besar alat di laboratorium berfungsi, namun tidak bekerja full capacity, mulai
tertinggal secara teknologi, dan alat utama (terutama untuk layanan) mulai
overload.
15. 15
Salah satu aktifitas penting dalam I-STP adalah adanya kerjasama
antara aktor-aktor yang terlibat di I-STP yaitu penyedia dengan pengguna
iptek. Oleh karena itu, Rapat Pokja STP berhasil menyusun Draft SOP
Kerjasama I-STP yang menyangkut pengikatan investor di I-STP, yaitu tahap
pertama melakukan penilaian terhadap I-STP dan proses perkembangannya
yang didalamnya terdapat kejelasan mengenai tugas dan peran masing-masing
pihak yang terkait dengan pengembangan I-STP. Tahap kedua adalah proses
Marketing dan Promosi I-STP yang terdiri dari proses persiapan &
perencanaan kegiatan promosi, penetapan rencana kegiatan promosi, aktifitas
promosi, evaluasi promosi, dan follow up.
Selanjutnya tahap ketiga dalam kerjasama di I-STP adalah proses
penyaringan investor yang terdiri dari proses konsultasi, pengajuan aplikasi
proposal, seleksi administratif, seleksi kapabilitas, persetujuan hasil seleksi,
meeting, dan penjelasan ketidaksepahaman jika tidak terdapat kesepakatan
kerjasama. Tahap berikutnya adalah proses penerimaan dan pengikatan
kerjasama yaitu mendetailkan syarat dan kondisi. Tahapan terakhir yang
penting dalam proses kerjasama riset adalah proses monitoring yang terdiri
dari proses membuat progress report, evaluasi progress report, meeting,
dokumen progress report, komentar atau review, dan tahap proyek
dilanjutkan.
V. Penutup
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat
dikemukakan adalah diperlukan usaha-usaha untuk menyediakan model
SINas yaitu merevitalisasi Puspiptek menuju I-STP agar di daerah lain dapat
memiliki STP solusi untuk mengatasi permasalahan seputar pembangunan
iptek menuju penguatan sistem inovasi nasional (SINas) adalah dengan
pengembangan Science and Techno Park (STP) di Indonesia. Selain itu
anggaran rutin di Puspiptek yang memiliki aset kurang lebih 3 triliun rupiah
masih perlu ditingkatkan agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal
kepada penggunanya. Dalam jangka pendek Puspiptek diarahkan untuk
melayani kebutuhan pemangku kepentingan, sehingga benar-benar tercipta
interaksi dan kolaborasi antara penyedia dengan pengguna iptek.
Untuk mendorong peran Puspiptek di masa mendatang, beberapa
program KRT seperti insentif riset strategis diarahkan untuk membiayai riset-
riset dari unit kerja yang berada di kawasan Puspiptek. Penambahan
pembiayaan juga diperlukan untuk memperbarui peralatan yang sudah mulai
tua dan rusak. Peningkatan dan penambahan sumberdaya manusia juga
merupakan hal yang penting mengingat mulai 2 atau 3 tahun kedepan,
banyak yang sudah memasuki usia pensiun. Selain itu juga diupayakan
meningkatkan pembiayaan program-program intermediasi, inkubasi serta
komunikasi dengan para pemangku kepentingan. KRT juga mengajak
16. 16
pemangku kepentingan dari unsur non pemerintah untuk berkolaborasi
dengan unit kerja yang berada di kawasan Puspiptek melalui berbagai
rangkaian pameran, seminar, workshop dan pelatihan yang utamanya untuk
mendayagunakan sumberdaya yang ada. Kerjasama luar negeri juga terus
ditingkatkan, misalnya saja dengan World Technopolis Association (WTA) dan
UNESCO dalam hal capacity building pengembangan Indonesia Science
Technopark. Selain itu, hal yang paling utama adalah sinergi antara Lembaga
Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang berada di bawah koordinasi KRT.
Hal ini merupakan langkah awal pengembangan Indonesia Science Techno
Park. Pengembangan Science Techno Park di daerah, selain memerlukan peran
dan komitmen dari pemerintah daerah juga diperlukan insentif-insentif yang
menarik bagi sektor dunia usaha untuk bergabung. Insentif fiskal dan
finansial merupakan hal yang perlu dipertimbangkan.
17. 17
DAFTAR REFERENSI
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2011. Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025,
Republik Indonesia.
Ristek. 2011. Inovasi untuk Kesejahteraan Rakyat. Kementerian Riset
dan Teknologi, Jakarta.
Simamora, Nani Grace. 2011. Indikator Iptek Indonesia: Sektor Industri.
Bahan Presentasi di Seminar Nasional Kebijakan Iptek dan Inovasi, Jakarta.
Laporan World Economic Forum (WEF). 2011. The Global
Competitiveness Report 2011-2012. World Economic Forum, Geneva.
--------------. www.bandungtechnopark.com.
--------------.www.puspiptek.net.
--------------.www.ristek.go.id
--------------.www.solotechnopark.com
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerjasama Inovasi
Gambar 2. Sumber Informasi Inovasi
Gambar 3. Dampak Inovasi
Gambar 4. Inovasi Industri
Gambar 5. Perusahaan Yang Mengembangkan Inovasi