Jual Alat Bantu Sex Di Semarang 081246444463 Pusat Alat Bantu Sex Toys
122022, Rekomendasi Kebijakan NHA_16 Des.pdf
1. Rekomendasi Kebijakan NHA
Pusat Kebijakan
Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK)
Jakarta, 16 Desember 2022
Kebijakan Strategis Penanganan Penyakit Kardiovaskular
Berdasarkan Analisis National Health Accounts
2. 2
TOPIK
▪ Ringkasan Eksekutif
▪ Pendahuluan
▪ Deskripsi Masalah
o Gambaran NHA Indonesia tahun 2021
o Gambaran Belanja Skema Asuransi Sosial (Program JKN) tahun
2021 dan Gambaran Layanan Askses Rawat Inap Nasional
o Variasi Distribusi Kasus Layanan Rawat Inap Rumah Sakit
Program JKN Pada Studi Kardiovaskular
• Kasus terbanyak pada CMG I (Kardiovaskular)
• Kasus dengan Unit Charge tinggi pada CMG I
(kardiovaskular)
o Intervensi terhadap penyakit kardiovaskular
• Upaya pencegahan
• Intervensi kateterisasi (cathlab) & bedah jantung terbuka
(CABG)
• Distribusi cath lab dan dokter spesialis di Indonesia
▪ Rekomendasi Kebijakan
O U T LI N E
3. 3
TOPIK
▪ Ringkasan Eksekutif
▪ Pendahuluan
▪ Deskripsi Masalah
o Gambaran NHA Indonesia tahun 2021
o Gambaran Belanja Skema Asuransi Sosial (Program JKN) tahun
2021 dan Gambaran Layanan Askses Rawat Inap Nasional
o Variasi Distribusi Kasus Layanan Rawat Inap Rumah Sakit
Program JKN Pada Studi Kardiovaskular
• Kasus terbanyak pada CMG I (Kardiovaskular)
• Kasus dengan Unit Charge tinggi pada CMG I
(kardiovaskular)
o Intervensi terhadap penyakit kardiovaskular
• Upaya pencegahan
• Intervensi kateterisasi (cathlab) & bedah jantung terbuka
(CABG)
• Distribusi cath lab dan dokter spesialis di Indonesia
▪ Rekomendasi Kebijakan
O U T LI N E
4. Ringkasan Eksekutif
4
Rekomendasi Kebijakan NHA
Penyakit Kardiovaskular (PKV)
• Penyebab utama morbiditas & mortalitas
• Dampak langsung & tidak langsung thd ekonomi
Belanja Kesehatan
Variasi Distribusi Kasus Layanan rawat Inap
Kardiovaskular
• National Admisi Rate : 44/10.000 peserta
• 14 propinsi di bawah rata-rata nasional
▪ Penyebab kematian no 2 Di Indonesia tahun 2019,
Pengeluaran tertinggi terhadap belanja kesehatan di
negara OECD
▪ Belanja kesehatan terus meningkat, terutama skema
publik. Skema Asuransi Kesehatan Sosial mengalami
peningkatan belanja sejak implementasi program JKN
tahun 2014 dan mendominasi skema publik sejak
tahun 2017-2019.
▪ Belanja skema JKN sebagian besar dilayani di Rumah
Sakit yaitu sebesar 79,4% (Rp79,02 T). Selain itu,
90% (Rp89,6 T) belanja skema JKN digunakan untuk
fungsi kuratif. Berdasarkan penyakit, 61,9% (Rp61,6T)
merupakan PTM dan Rp10,9T (17,8%) dari PTM
adalah untuk layanan PKV
• Terus meningkat tiap tahun
• Tahun 2021 : Rp 682,3 T
• Skema JKN : RS 79,4%, Kuratif 90%, PTM 61,9% - PKV
16,9%
• Peningkatan upaya promotive preventif
• Percepatan pembangunan cath lab
• Pemenuhan kebutuhan dokter spesialis terkait
Rekomendasi Kebijakan ▪ Dibutuhkan strategi kebijakan yang tepat untuk
menangani PKV
▪ Terdapat isu rujukan, isu supply side, serta isu
wilayah, dimana terdapat provinsi yang memiliki rate
kunjungan pada provinsi layan lebih banyak dari
provinsi terdaftar atau sebaliknya.
Distribusi Cathlab dan Dokter Spesialis
• Penanganan PKV dengan kateterisasi memerlukan sarpras
cathlab yang mencukupi
• Gap kebutuhan rasio jumlah dokter spesialis yang
menangani
5. 5
TOPIK
▪ Ringkasan Eksekutif
▪ Pendahuluan
▪ Deskripsi Masalah
o Gambaran NHA Indonesia tahun 2021
o Gambaran Belanja Skema Asuransi Sosial (Program JKN) tahun
2021 dan Gambaran Layanan Askses Rawat Inap Nasional
o Variasi Distribusi Kasus Layanan Rawat Inap Rumah Sakit
Program JKN Pada Studi Kardiovaskular
• Kasus terbanyak pada CMG I (Kardiovaskular)
• Kasus dengan Unit Charge tinggi pada CMG I
(kardiovaskular)
o Intervensi terhadap penyakit kardiovaskular
• Upaya pencegahan
• Intervensi kateterisasi (cathlab) & bedah jantung terbuka
(CABG)
• Distribusi cath lab dan dokter spesialis di Indonesia
▪ Rekomendasi Kebijakan
O U T LI N E
6. PENYAKIT KARDIOVASKULAR
6
Nomor 1 di dunia, nomor 2 di Indonesia
tahun 2019 (IHME)
Morbiditas & Mortalitas Tertinggi
Penyakit katastropik dengan biaya
termahal
Beban Biaya Tertinggi
PKV proporsi pengeluaran tertinggi
terhadap belanja Kesehatan di luar belanja
kapital (11%-15%)
OECD
Belanja PKV dalam JKN Rp 10,9
Trilliun
NHA 2021
Medikamentosa + Tindakan invasif
(cath lab,CABG)) .
Terapi PKV
Berkembang sejak beberapa decade terakhir
Prosedur Kateterisasi Jantung
Prosedur ini berpotensi meningkatkan keselamatan
pasien, menghindari komplikasi dan mengurangi biaya
American Heart Association
Berdampak langsung dan tidak langsung
terhadap ekonomi
Dampak PKV
Cathlab (angiografi coroner)
sebagai gold standar
diagnosis PJK
7. 7
Penyakit Kardiovaskular memberikan dampak ekonomi secara langsung dan
tidak langsung
Publikasi BMC Public Health 2018
Dampak ekonomi akibat kasus
hipertensi & kardiovaskular pada
negara pendapatan rendah-sedang :
❑ Biaya per 1 kali rawat inap
untuk kasus hipertensi berkisar
$500. Namun untuk kasus
penyakit jantung koroner
berkisar $5000
❑ Biaya pengobatan tiap bulan
untuk kasus hipertensi sekitar
$22. Namun rata-rata
pengobatan bulanan untuk PJK
berkisar $1000
Publikasi BMJ Open 2021
Satu kejadian Sindrom Koroner
Akut di Eropa dapat
mengakibatkan:
❑ hilangnya hari bekerja per
tahun sebanyak 59 hari bagi
penderita,
❑ dan 12 hari bagi keluarga
perawat
❑ setara dengan lebih kurang
€13,953 atau sekitar Rp 226
juta
Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh PKV terhadap Kesehatan dan Ekonomi maka PKV
perlu dicegah, salah satunya melalui pengendalian factor risiko (Hipertensi) dimana 49% kasus
hipertensi berpotensi menjadi penyakit kardiovaskular, oleh karena itu perlu upaya promotive preventif
yang tepat.
Berdasarkan PMK 64 tahun 2016*
❑ Rata-rata tarif per episode kasus
hipertensi: Rp2,9 jt
❑ Rata-rata tarif Tindakan PCI :
Rp27,4 jt
❑ Rata-rata tarif Tindakan bypass
jantung : Rp71,5 jt dengan tarif
max Rp215 jt
*) Tarif Ina-CBG’s di kelas ABCD seluruh regional,
kepemilikan dan kelas rawat (di luar RS Khusus)
8. 8
TOPIK
▪ Ringkasan Eksekutif
▪ Pendahuluan
▪ Deskripsi Masalah
o Gambaran NHA Indonesia tahun 2021
o Gambaran Belanja Skema Asuransi Sosial (Program JKN) tahun
2021 dan Gambaran Layanan Askses Rawat Inap Nasional
o Variasi Distribusi Kasus Layanan Rawat Inap Rumah Sakit
Program JKN Pada Studi Kardiovaskular
• Kasus terbanyak pada CMG I (Kardiovaskular)
• Kasus dengan Unit Charge tinggi pada CMG I
(kardiovaskular)
o Intervensi terhadap penyakit kardiovaskular
• Upaya pencegahan
• Intervensi kateterisasi (cathlab) & bedah jantung terbuka
(CABG)
• Distribusi cath lab dan dokter spesialis di Indonesia
▪ Rekomendasi Kebijakan
O U T LI N E
9. Skema Non-
Publik
245,76 T
(36,0%)
Skema
Publik
436,55 T
(64,0%)
Triliun
Rupiah
Belanja kesehatan Indonesia terus meningkat, terutama skema publik
Skema Asuransi Kesehatan Sosial mengalami peningkatan belanja sejak implementasi program JKN dimulai pada tahun 2014
dan mendominasi pada skema publik mulai tahun 2017-2019.
10. Belanja kesehatan skema JKN 2021 sebagian besar dilayani di Rumah Sakit
10
Berdasarkan fungsinya, didominasi untuk belanja kuratif
Kuratif
Rawat Inap
51%
Kuratif
Rawat Jalan
39%
Promotif
Preventif
5%
Administrasi &
Modal
5%
Total : 99,5 T
▪ Fungsi Kuratif : 90%
▪ Fungsi Promotif
Preventif : 5%
Rumah Sakit
79,4%
FKTP
15,8%
BPJS Kesehatan
4,8%
Total : 99,5 T
Belanja JKN Berdasarkan Dimensi Provider
dalam NHA 2021
Belanja JKN Berdasarkan Dimensi
Fungsi dalam NHA 2021
11. Gambaran Pemanfaatan Dana JKN selama 3 Tahun:
83-85% belanja Kesehatan JKN digunakan untuk Rawat Inap dan Rawat
Jalan di FKRTL
11
dalam Rp triliun
Faskes Metode Bayar 2018 2019 2020 2021*
FKRTL
CBGs – Rawat Inap 54,0 58,9 44,6 49,4
CBGs – Rawat Jalan 25,5 28,5 23,1 26,1
Non-CBGs 3,4 3,6 4,1 3,4
Total FKTRL 83,0 85% 91,1 85% 71,7 82% 79,0 83%
FKTP
Kapitasi 13,2 14,4 14,1 13,7
Non Kapitasi 1,5 2,0 1,9 2,0
Total FKTP 14,7 15% 16,4 15% 16,0 18% 15,7 17%
Total Klaim FKRTL dan FKTP 97,7 100% 107,5 100% 87,7 100% 94,7 100%
Total Skema JKN
(termasuk DAOP dan Kapital
BPJS-K)
102,1 111,9 92,4 99,5
FKRTL Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
FKTP Fasilitas Keseshatan Tingkat Pertama
CBGs Case Base Groups
DAOP Dana Operasional dan kapital BPJS-K
Sumber data: NHA Indonesia
*estimasi
12. Berdasarkan penyakit, pengeluaran JKN banyak dikeluarkan untuk PTM
12
Dan dari PTM, paling besar pengeluaran kesehatan untuk kardiovaskular, genito-urinary dan neoplasm
Berdasarkan penyakit, lebih dari 50% belanja JKN dikeluarkan
untuk penyakit tidak menular (PTM) …
... dan dari beberapa PTM, paling besar proporsi pengeluaran untuk,
kardiovaskular, genito-urinary dan neoplasms
Belanja JKN berdasarkan Penyakit, 2019-2021 Rincian Belanja PTM pada Skema JKN, 2019-2021
61,3%
59,0%
61,9%
12,4%
14,2%
13,3%
7,7%
10,0%
8,4%
11,6%
8,8%
8,4%
4,0%
5,1%
4,8%
3,0%
2,9%
3,2%
0,02%
0,02%
0,02%
112
92
99
-
20
40
60
80
100
120
2019 2020 2021
Rp
trilliun
Non Communicable Diseases Maternal, Neonatal, Repro Health
Other diseases Infectious & parasitic
Not specific diseases Injuries
Nutritional deficiencies Total
18,0%; 12,4
16,5%; 9,0 17,8%; 10,9
15,1%; 10,4
17,9%; 9,7
16,9%; 10,4
13,8%; 9,4
14,1%; 7,7
14,2%; 8,7
10,4%; 7,2
11,6%; 6,3
11,0%; 6,8
9,4%; 6,5
8,6%; 4,7
9,0%; 5,6
8,8%; 6,0
7,9%; 4,3
8,8%; 5,4
8,6%; 5,9
8,8%; 4,8
8,6%; 5,3
7,7%; 5,3
7,5%; 4,1
7,3%; 4,5
5,4%; 3,7
4,3%; 2,3
3,8%; 2,3
2,9%; 2,0
2,8%; 1,5
2,6%; 1,6
68,6
54,5
61,6
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
2019 2020 2021
Rp
Trilliun
Cardiovascular Genito-urinary
Neoplasms Endocrine & metabolic dis
Other non communicable diseases Digestive
Sense organ Neurological, mental, behavior
Sumber: NHA by Disease Accounts
14. ➢ 57% kasus dilayani di kelas RS C
➢ Penanganan kasus pada CBG tsb tidak
kompleks dan tidak membutuhkan peralatan
canggih
➢ Kasus pada CBG tsb belum memerlukan
kompetensi SDM yang kompleks
➢ Kriteria RS Kelas C dengan minimal SDM
cukup memenuhi standar pelayanan pada
kasus hipertensi
Utilisasi Kasus Hipertensi (I-4-17)
14
• Jumlah admisi terbanyak pada CMG I :
kasus hipertensi (I-4-17) sebesar 15,4%
• Walaupun jumlah admisi terbanyak,
rerata Unit Charge terkecil Rp2,1 jt
(Total klaim Rp1T; 4,7% terhadap CMG I)
Distribusi Kasus
CBG I-4-17
menurut Kelas
RS
➢ Kasus hipertensi dapat diakses dan dilayani di kelas RS A-B-C-D di
seluruh regional, baik Jawa-Bali maupun Luar Jawa-Bali.
➢ Berdasarkan data sebaran tenaga medis di Indonesia, SDM untuk
menangani kasus tsb sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia
➢ Penanganan kasus terkait hipertensi dapat dilayani di seluruh wilayah
Indonesia dengan kompetensi SDM yang mencukupi serta sarpras yang
tidak kompleks.
15. Hipertensi merupakan ‘Pintu Dari Segala Penyakit’ dan juga ‘Silent Killer’
15
49% kasus hipertensi berpotensi menjadi penyakit kardiovaskular, oleh karena itu perlu pencegahan melalui
upaya promotive preventif yang tepat
C : Cek Kesehatan secara rutin
E : Enyahkan asap rokok
R : Rajin aktivitas fisik
D : Diet seimbang
I : Istirahat cukup
K : Kelola stress
P: Periksa Kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
A : Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat
T : Tetap diet dengan gizi seimbang
U : Upayakan aktifitas fisik dengan aman
H : Hindari asap rokok, alkohol dan zat karsinogenik lainnya
Pelaksanaan skrining HIPERTENSI di layanan primer melalui
pemanfaatan JKN saat ini sudah berjalan (Prolanis) namun
belum maksimal → Perlu peningkatan manfaat JKN berbasis
Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK )
16. ➢ Kateterisasi bermanfaat untuk diagnosis dan
juga untuk pengobatan intervensi pada kasus
jantung koroner.
➢ Prosedur CBGs tsb memerlukan sarpras yang
memadai (seperti cathlab), serta SDM yang
mampu laksana memenuhi standar pelayanan.
➢ Sebagian besar kasus prosedur kateterisasi
dilayani di kelas A dan B (mayoritas di kelas B)
Utilisasi Kasus Prosedur Kateterisasi (I-1-15)
16
Distribusi Kasus
CBG I-1-15
menurut Kelas RS
➢ Walaupun prosedur kateterisasi dapat diakses di Jawa-Bali dan luar
Jawa Bali, namun Jawa Bali menangani kasus yang lebih tinggi dalam
prosedur tsb.
➢ Prosedur kateterisasi dapat dilakukan dengan pemenuhan SDM dan
sarpras yang memadai
➢ Kelengkapan sarpras di luar wilayah Jawa-Bali belum dapat terpenuhi
secara merata.
Jumlah admisi pada CBGs I-1-15
= 3,6% terhadap total kasus CMG I
Rerata Unit Charge = Rp 8,5jt
(Total klaim Rp0,3M; 4,3% terhadap CMG I)
17. 17
Kasus I-1-05 memiliki unit charge
tertinggi Rp140,5 jt dengan jumlah admisi
yang kecil <0,5% kasus pada CMG I
Distribusi Kasus
CBG I-1-05
menurut Kelas
RS
➢ 86 % kasus dilayani di kelas RS A
➢ Penanganan kasus pada CBG tsb
merupakan layanan kompleks dan
memerlukan peralatan canggih
➢ Memerlukan kompetensi SDM SpBTKV,
SpAn, SpJP
➢ Kriteria RS Kelas C dan D belum dapat
memenuhi layanan pada CBG tsb
➢ Terdapat variasi yang lebar antara wilayah Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali
➢ Penanganan kasus kompleks ini hanya dapat ditangani di kelas RS A/B
daerah Jawa-Bali dengan pemenuhan SDM dan sarpras yang memadai
➢ Kelengkapan sarpras di luar wilayah Jawa-Bali belum dapat terpenuhi
secara merata.
Utilisasi Kasus Prosedur Pembedahan ByPass Pembuluh Darah Koroner
dengan Katerisasi Jantung (I-1-05)
18. Penanganan Kardiovaskuler
1. Perubahan Gaya Hidup (CERDIK & PATUH)
2. Obat-obatan
3. Prosedur Medis
• Pasang Stent atau Ring
Dikenal dengan istilah kateterisasi.
Tindakan ini dilakukan oleh dokter spesialis
jantung dan pembuluh darah di ruang Cath Lab
dengan tujuan agar sumbatan dalam pembuluh
darah dapat terbuka dan aliran darah jantung dapat
mengalir kembali.
• Operasi Bypass Jantung
Dilakukan dengan mencangkok pembuluh darah
lain agar darah mengalir melewati pembuluh darah
yang baru tersebut. Tindakan dilakukan oleh dokter
spesialis bedah thoraks kardiovaskular
Prosedur
Kateterisasi
(I-1-15)
Prosedur
Kardiovaskular
Perkutan / PCI
(I-1-40)
Operasi
bypass jantung
dgn
kateterisasi
(I-1-05)
Jumlah kasus pada
klaim JKN
33,2 rb 41,6 rb 111
Rerata Unit Charge
(UC) dari data klaim
JKN 2019
Rp 8,5 jt Rp 39,6 jt Rp 140,6 jt
% kasus dgn status
keluar meninggal
pada tiap prosedur
0,6% 1,6% 10,9%
▪ Prosedur dengan kateterisasi memiliki UC lebih rendah
dibanding tindakan PCI dan bypass jantung.
▪ Prosedur kateterisasi memerlukan sarpras yang
memadai seperti cathlab untuk pengobatan intervensi
pada kasus jantung coroner
▪ Apabila diagnosis intervensi kardiovaskuler tidak
dilakukan dengan cepat, maka akan ada beban biaya
yang tinggi akibat penanganan medis kardiovaskular
dengan tindakan PCI ataupun bypass jantung dan juga
resiko kematian menjadi meningkat >10x lipat.
19. Layanan Kardiovaskular belum merata di Indonesia
Masih banyak kab/kota yang belum memiliki cathlab. Dari total 403 cathlab, hanya dimiliki oleh 30 provinsi yang
tersebar di 102 kab/kota.
1
1
1
2
25
71
38
13 4
19
2
15
5
20. Sebaran Dokter Spesialis terkait kardiovaskular berdasarkan Provinsi
20
Dokter Spesialis Jantung (Sp.JP), Bedah Thorax (Sp.BTKV) dan Anesthesi (Sp.An) belum merata di Indonesia, masih
terpusat di Jawa-Bali
0
100
200
300
400
500
600
ACEH
SUMUT
SUMBAR
RIAU
JAMBI
SUMSEL
BENGK…
LAMPU…
KEP.BAB…
KEP.RIAU
DKI
…
JABAR
JATENG
YOGYA
JATIM
BANTEN
BALI
NTB
NTT
NTB
KALTENG
KALSEL
KALTIM
KALTARA
SULUT
SULTENG
SULSEL
SULTRA
GORON…
SULBAR
MALUKU
MALUT
PAPBAR
PAPUA
SpJP SpBTKV SpAn
Jumlah Dokter
Spesialis Saat Ini
Kesepakatan
Rasio per 1000
Penduduk
Kebutuhan Jumlah
Dokter Spesialis
Berdasarkan Rasio
Penduduk
Gap Jumlah
Dokter Spesialis
Dokter Sp.JP 1.555 0,01 2.796 1.241
Dokter Sp.BTKV 181 0,0002 559 378
Dokter Sp.An 3.077 0,02 3.392 315
Dari 260 RS yang memiliki cathlab
akan ada 40 RS Pengampu yang
mampu melayani cathlab dan
hanya 10 RS yang mampu
melakukan bedah jantung terbuka
21. 21
TOPIK
▪ Ringkasan Eksekutif
▪ Pendahuluan
▪ Deskripsi Masalah
o Gambaran NHA Indonesia tahun 2021
o Gambaran Belanja Skema Asuransi Sosial (Program JKN) tahun
2021 dan Gambaran Layanan Askses Rawat Inap Nasional
o Variasi Distribusi Kasus Layanan Rawat Inap Rumah Sakit
Program JKN Pada Studi Kardiovaskular
• Kasus terbanyak pada CMG I (Kardiovaskular)
• Kasus dengan Unit Charge tinggi pada CMG I
(kardiovaskular)
o Intervensi terhadap penyakit kardiovaskular
• Upaya pencegahan
• Intervensi kateterisasi (cathlab) & bedah jantung terbuka
(CABG)
• Distribusi cath lab dan dokter spesialis di Indonesia
▪ Rekomendasi Kebijakan
O U T LI N E
22. Rekomendasi kebijakan (1/2)
1. Penguatan layanan primer dengan meningkatkan upaya promotif preventif dalam
paket manfaat JKN berbasis KDK yang memberikan daya ungkit dalam
pengendalian penyakit katastropik kardiovaskular dalam layanan skrining 14
penyakit.
2. Perbaikan supply side fasilitas pelayanan kardiovaskular melalui pembangunan
cath lab di 34 provinsi secara bertahap dengan memetakan kabupaten/kota
prioritas dan mengembangkan sistem pengampuan RS di wilayah prioritas agar
dapat melaksanakan pelayanan cath lab dan bedah jantung terbuka.
3. Monitoring dan evaluasi pemanfaatan skrining dan cathlab secara teratur untuk
memastikan pelayanan tersebut memberikan dampak dalam menurunkan
mortalitas dan morbiditas penyakit kardiovaskular.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan
Kepada:
23. 23
Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan
Perbaikan supply side SDM pelayanan kardiovaskular melalui pemenuhan kebutuhan
dokter spesialis terkait di wilayah prioritas agar dapat melaksanakan pelayanan cath
lab dan bedah jantung terbuka.
Rekomendasi kebijakan (2/2)
Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan
Melakukan analisis/kajian utilisasi dan dampak ekonomi pemanfaatan cathlab
terhadap upaya pengendalian penyakit katastropik khususnya kardiovaskular
Kepada: