Penelitian ini menganalisis jatuh tegangan pada sistem distribusi listrik tanpa dan dengan menggunakan sistem SWER. Hasil analisis menunjukkan bahwa jatuh tegangan pada sistem tanpa SWER adalah 45,481 Volt atau 19,689%, sedangkan pada sistem dengan SWER hanya 2,458 Volt atau 1,064%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan sistem SWER dapat mengurangi jatuh tegangan pada jaringan distribusi tegangan rendah di
1. Abstrak
Daerah pedesaan yang jauh dari sumber tenaga listrik, membutuhkan penghantar yang sangat panjang. Hal ini
merupakan kendala bagi konsumen tenaga listrik di pedesaaan karena semakin besar panjang penghantar maka
semakin resistansinya. Resistansi penghantar yang semakin besar dapat menyebabkan jatuh tegangan. Masalah
gangguan jatuh tegangan yang sering terjadi, dapat menyebabkan kerusakan pada alat-alat listrik yang digunakan.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis jatuh tegangan dengan melakukan analisis jatuh tegangan pada
sistem dengan menggunakan sistem SWER dan tanpa sistem SWER pada saluran tegangan menengah. Dengan
menggunakan sistem SWER, maka trafo distribusi semakin dekat dengan beban dan penghantar saluran distribusi
semakin pendek. Dengan demikian maka masalah jatuh tegangan pada titik beban dapat diatasi dengan baik.
Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa jatuh tegangan pada sistem tanpa SWER adalah sebesar 45,481
Volt atau 19,689% sedangkan jatuh tegangan pada sistem dengan SWER adalah sebesar 2,458 Volt atau 1,064%.
Hasil analisis jatuh tegangan tersebut memperlihatkan bahwa penggunaan sistem SWER dapat digunakan untuk
mengatasi jatuh tegangan pada jaringan distribusi tegangan rendah di daerah Buntao’, PT PLN Rayon Rantepao.
Kata Kunci : jaringan distribusi, jatuh tegangan, sistem SWER, tegangan rendah
1. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Jaringan distribusi tegangan rendah merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berfungsi untuk
melayani kebutuhan konsumen tenaga listrik. Jaringan ini terletak dalam kota atau di pedesaan. Jaringan
distribusi tegangan rendah di pedesaan pada umumnya jauh dari pusat pembangkit, sehingga membutuhkan
panjang penghantar dalam jumlah yang banyak.
Masalah jatuh tegangan tersebut sering terjadi pada jaringan distribusi tegangan rendah di daerah
pedesaan Buntao’ yang jauh dari kota Rantepao. Kebutuhan daya listrik di Kecamatan Buntao’ dilayani
oleh PT. PLN Rayon Rantepao dari sebuah trafo distribusi Kapa’ pada penyulang Pongtiku 20KV.
Pelayanan daya listrik ke Kecamatan Buntao’ sering mengalami masalah penurunan tegangan, akibatnya
konsumen merasa dirugikan. Penurunan tegangan dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen dalam
banyak aspek baik terhadap peralatan elektronik rumah tangga maupun terhadap kenyamanan pelanggan.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka akan dilakukan analisis jatuh tegangan pada jaringan
distribusi dengan menggunakan Single Wire Earth Return (SWER) dan tanpa SWER. SWER adalah sistem
jaringan distribusi tegangan rendah dengan menggunakan satu konduktor yang ditanahkan. Dengan
melakukan analisis jatuh tegangan dengan menggunakan SWER dan tanpa SWER pada saluran tegangan
ANALISIS PENGGUNAAN SWER UNTUK MENGATASI MASALAH JATUH
TEGANGAN PADA SALURAN TEGANGAN RENDAH
PT. PLN RAYON RANTEPAO
Simon Patabang1)
, Syahir Mahmud2)
Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Makassar
1),2).
Dosen Prodi Teknik Elektro, Universitas Atma Jaya Makassar
Email : spatabang@gmail.com
ABSTRAK
Daerah pedesaan yang jauh dari sumber tenaga listrik pada umumnya mengalami masalah jatuh tegangan karena
pengaruh panjang penghantar yang dibutuhkan. Hal ini merupakan kendala bagi konsumen tenaga listrik di pedesaaan
karena dapat menyebabkan jatuh tegangan. Karena masalah gangguan jatuh tegangan tersebut, maka alat-alat listrik
yang digunakan dapat mengalami kerusakan.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis jatuh tegangan dengan melakukan analisis jatuh tegangan pada sistem
dengan menggunakan sistem SWER dan tanpa sistem SWER pada saluran tegangan menengah. Dengan menggunakan
sistem SWER, maka trafo distribusi semakin dekat dengan beban dan penghantar saluran distribusi semakin pendek.
Dengan demikian maka masalah jatuh tegangan pada titik beban dapat diatasi dengan baik.
Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa jatuh tegangan pada sistem tanpa SWER adalah sebesar 45,481 Volt
atau 19,689% sedangkan jatuh tegangan pada sistem dengan SWER adalah sebesar 2,458 Volt atau 1,064%. Hasil
analisis jatuh tegangan tersebut memperlihatkan bahwa penggunaan sistem SWER dapat digunakan untuk mengatasi
jatuh tegangan pada jaringan distribusi tegangan rendah.
Kata Kunci : jatuh tegangan, sistem SWER, jaringan tegangan rendah
2. menengah maka akan dapat diketahui apakah sistem SWER dapat mengatasi jatuh tegangan pada jaringan
tegangan rendah.
2. LANDASAN TEORI
2.1.Sistem Distribusi Tenaga Listrik
Sistem distribusi terbagi 2 bagian yaitu sistem distribusi tegangan menengah dan sistem distribusi
tegangan rendah. Sistem distribusi tegangan menengah mempunyai tegangan kerja di atas 1 KV dan
setinggi‐tingginya 35 KV. Sistem distribusi tegangan rendah mempunyai tegangan kerja setinggi‐tingginya
1 KV. Jaringan distribusi Tegangan Menengah dimulai dari gardu induk pada sistem terpisah. Bentuk
jaringan dapat berbentuk radial atau tertutup.
Berdasarkan tegangannya sistem distribusi tegangan listrik di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi
dua macam tegangan yaitu, jaringan distribusi tegangan menengah 20 KV dan jaringa distribusi tegangan
rendah yang bertegangan 380/220 Volt.
2.2. Single Wire Earth Return (SWER)
Sistem distribusi satu kawat balik tanah atau Single Wire Earth Return adalah skema distribusi listrik
kawat tunggal yang digunakan untuk memasok listrik ke daerah pedesaan yang jauh dari pusat pembangkit
dan jarang penduduknya. Sebuah kawat tunggal digunakan untuk mendistribusikan daya listrik ke
pedesaan pada tegangan menengah 11,5 KV. Dengan demikian maka trafo distribusi semakin dekat ke titik
beban sehingga jatuh tegangan dapat diatasi.
Manfaat dari penerapan SWER sebagai metode kelistrikan untuk lokasi pedesaan dan terpencil karena
kepadatan beban rendah yang tersebar dan mungkin ratusan kilometer. Sistem SWER dipilih karena biaya
pembangunan dan pemeliharaannya lebih ekonomis (Chapman 2001).
2.3. Konfigurasi Sistem Distribusi SWER
Salah satu metode penyediaan tenaga listrik di daerah terpencil adalah dengan menggunakan sistem
SWER. Pada umumnya daerah pedesaan memiliki kasus khusus dimana unit beban relatif kecil dan para
konsumen tersebar luas. Konfigurasi sistem SWER pada jaringan distribusi dapat digambarkan seperti pada
Gambar 1.
Gambar 1. Konfigurasi Sistem Distribusi SWER
Model saluran transmisi digunakan untuk mewakili saluran transmisi dengan tujuan untuk
mengetahui perilaku saluran dalam jaringan listrik. Ada berbagai model yang dapat digunakan tergantung
pada karakteristik dari saluran transmisi. Masing-masing saluran memberikan akurasi yang berbeda-beda
dari perilaku dalam pemodelan saluran transmisi. Rangkaian ekivalen dari saluran transmisi pendek
ditunjukkan pada Gambar 2.
3. Gambar 2. Rangkaian Ekivalen Saluran Distrubusi
Keterangan :
V1 adalah tegangan line-to-netral pada sisi pengirim
V2 adalah tegangan line-to-netral sisi penerima.
I1 adalah arus saluran pada sisi pengirim
I1 adalah arus saluran pada sisi penerima
Z adalah total impedansi rangkaian saluran.
Rangkaian dapat diselesaikan sebagai rangkaian ac seri sederhana dengan menggunakan persamaan :
1 2
I I
= (1)
1 2 2
V V I Z
= + (2)
2.4.Jatuh Tegangan
Jatuh tegangan merupakan besarnya tegangan yang hilang pada suatu penghantar. Jatuh tegangan pada
saluran tenaga listrik secara umum berbanding lurus dengan panjang saluran dan beban serta berbanding
terbalik dengan luas penampang penghantar. Jatuh tegangan pada saluran transmisi adalah selisih antara
tegangan pada sisi kirim dan tegangan pada sisi terima. Apabila perbedaan nilai tegangan tersebut melebihi
standar yang ditentukan, maka mutu penyaluran tersebut rendah.
Berdasarkan standar SPLN, ditentukan bahwa jatuh tegangan pada beban, maksimum +5% dan
minimum -10% dari tegangan nominalnya. Dengan memisalkan saluran distribusi adalah saluran transmisi
pendek seperti pada Gambar 2 maka diperoleh bahwa :
V1 = V2 + Z.I
V1 = V2 + I (R + jX), (3)
dimana V1 = tegangan kirim, V2 = tegangan terima, I = arus saluran, dimana I1 = I2 = I
Gambar 3. Diagram Phasor Untuk Faktor Daya Lagging
4. Pada faktor daya lagging, dapat digambarkan diagram phasor tegangan seperti pada Gambar 3. Dari
diagram phasor diketahui bahwa panjang V2 = oa dan V1 = oc = og. Karena panjang eg besarnya sangat
kecil dibandingkan dengan panjang oc atau eg<<oc, maka eg dapat diabaikan sehingga diperoleh :
V1= oc = oa + ad + de,
dimana :
oa = V2
ad = RI cos
de = XI sin ,
maka :
V1 = V2 + RI cos + XI sin
V1 – V2 = RI cos + XI sin
V = R I cos + X I sin (4)
dimana cos : faktor daya.
Jatuh tegangan maksimum didefinisikan dengan persamaan :
V = R I cos + X I sin (5)
Jika diketahui jarak atau panjang saluran L (km), maka besarnya jatuh tegangan sepanjang penghantar
dapat dihitung dengan persamaan:
V = L I (R cos + X sin ) (6)
Jatuh tegangan dalam persentase dihitung dengan persamaan :
1 1
( )
(%) 100%
L I R cos X
V sin
x
V V
=
+
(7)
Keterangan :
∆V : Jatuh tegangan (V)
V1 : Tegangan awal saluran (V)
V2 : Tegangan ujung saluran (V)
R : Resistansi saluran (Ω /km)
X : Reaktansi saluran (Ω /km)
3. ANALISIS MASALAH
Untuk kebutuhan analisa masalah jatuh tegangan pada tegangan rendah dalam penelitian Tugas Akhir
ini, maka perlu dibuat pemodelan saluran distribusi untuk mempermudah analisa yang akan dilakukan.
Untuk melakukan analisis data dalam penelitian ini maka jaringan tegangan rendah dapat dimodelkan atau
direpresentasikan sebagai berikut :
3.1. Pemodelan Sistem Tanpa SWER
Diagram satu garis dari model sistem ditunjukkan seperti pada Gambar 4.
5. Gambar 4. Diagram Satu Garis Sistem Distribusi 1 phasa Tanpa SWER
3.2. Pemodelan Sistem Dengan SWER
Jaringan SWER disuplai dari sistem tiga phasa pada tegangan menengah 20 KV. Pemodelan dengan
sistem SWER, menggunakan sebuah trafo isolasi antara sisi primer tegangan 20 KV dan pada sisi
sekunder tegangan 20KV/√3 atau 11,5 KV.
Baik sisi primer maupun sisi sekunder dari trafo distribusi ditanahkan dengan tujuan untuk
menghilangkan pengaruh arus magnetisasi pada sisi tegangan tinggi terhadap sisi tegangan rendah. Selain
itu berfungsi untuk proteksi sistem. Diagram satu garis dari model sistem dengan SWER ditunjukkan
pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram Satu Garis Distribusi 1 phasa Dengan SWER
4. ANALISIS PENELITIAN
4.1. Jatuh Tegangan Tanpa SWER
Berdasarkan Gambar 6, besarnya tegangan pada sisi jaringan distribusi sekunder adalah 231/400 Volt.
Tegangan phasa 231 volt digunakan untuk mensuplai beban konsumen. Analisis jatuh tegangan diperoleh
dengan menggambarkan sistem seperti pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram Analisis Jatuh Tegangan Tanpa SWER
6. Dalam perhitungan jatuh tegangan, yang akan dihitung adalah mulai dari sisi sekunder trafo distribusi
sampai pada ujung saluran tegangan rendah (titik A-C).
4.2. Jatuh Tegangan Dengan SWER
Besarnya jatuh tegangan pada tahanan pentanahan sebesar 0,1134 % masih memenuhi toleransi yang
diijinkan yaitu +5%. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruhnya terhadap tegangan phasa sangat kecil.
Gambar 7. Diagram Analisis Jatuh Tegangan Dengan SWER
Analisis jatuh tegangan diperoleh dengan menggambarkan sistem seperti pada Gambar 7.
Pada saluran sepanjang 1750 m tidak terjadi jatuh tegangan karena saluran tersebut bertegangan
menengah 11,5 KV. Jatuh tegangan terjadi ketika tegangan 11,5 KV diturunkan oleh trafo distribusi
menjadi 231 volt untuk mensuplai daya ke pelanggan. Gambar 7. menunjukkan bahwa jarak beban dari
trafo distribusi semakin dekat yaitu jarak titik D dan E.
4.3. Pembahasan Hasil Analisis
Hasil analisis jatuh tegangan diperoleh bahwa besarnya jatuh tegangan pada penghantar sepanjang 1750
m menuju ke titik beban adalah seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Perhitungan Jatuh Tegangan
Komponen Tanpa SWER Dengan SWER
Panjang Penghantar
(m)
1750 + 200 = 1950 m 200 m
Jatuh Tegangan V
(Volt) 45,481 2,458
Jatuh Tegangan (V
%)
19, 689 1,064
Besarnya jatuh tegangan pada sistem tanpa SWER jauh lebih besar yaitu 45,481 Volt sedangkan pada
sistem dengan SWER jatuh tegangannya 2,458 Volt untuk jarak konsumen yang sama. Hasil perbaikan ini
diperoleh karena pada sistem SWER, jarak trafo distribusi ke titik beban semakin dekat sehingga panjang
saluran distribusi tegangan rendahnya semakin pendek.
Persentase jatuh tegangan antara kedua sistem jauh berbeda yaitu 19,689% untuk sistem tanpa SWER
dan 1,068% untuk sistem dengan SWER. Dari hasil tersebut di atas memperlihatkan bahwa penggunaan
sistem SWER pada jaringan tegangan menengah dapat mengatasi jatuh tegangan pada titik beban.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka perbandingan tegangan yang diterima oleh konsumen
sebelum dan sesudah ada SWER dapat dihitung dengan hasil seperti pada Table 2.
7. Tabel 2. Perbandingan Tegangan Pada Konsumen Sebelum dan Sesudah ada SWER
Sistem
Tegangan Kirim
V1
Jatuh Tegangan
(V)
Tegangan Terima
V2
Tanpa
SWER
231 Volt 45,481 185,519 Volt
Dengan
SWER
231 Volt 2,458 228,542 Volt
Hasil perbandingan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa dengan menggunakan sistem SWER pada
jaringan tegangan rendah untuk daerah pedesaan, maka tegangan pada titik beban hampir stabil. Dengan
demikian, maka pelayanan konsumen semakin baik dan memuaskan. Hasil perhitungan besarnya jatuh
tegangan berdasarkan hasil pengukuran pada titik beban dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jatuh Tegangan Berdasarkan Hasil Pengukuran pada Titik Beban
NO
Tegangan Ukur
(Volt)
Jatuh Tegangan
(Volt)
Persentase Jatuh
Tegangan (%)
1 180,567 50.433 21.8325
2 181,552 49.448 21.4061
3 175,324 55.676 24.1022
4 179,453 51.547 22.3147
5 187,563 43.437 18.8039
6 175,872 55.128 23.8649
7 187,854 43.146 18.6779
8 180,567 50.433 21.8325
Rata-
rata
181.169 49.831 21.5717
Hasil pengukuran pada Tabel 3 menggambarkan bahwa besarnya tegangan rata-rata adalah 181,169
Volt dengan jatuh tegangan pada titik beban adalah 49,831 Volt atau 21,5717%. Jika dibandingkan dengan
hasil analisis, diperoleh bahwa besarnya jatuh tegangan pada titik beban adalah 45,481 Volt atau 19, 6934
%. Adanya perbedaan antara hasil pengukuran dan hasil analisis kemungkinan disebabkan adanya pengaruh
jatuh tegangan pada klem atau sambungan kabel dalam jaringan dan instalasi rumah sehingga hasil
pengukuran memberikan hasil yang lebih besar.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jatuh tegangan yang cukup besar dalam
jaringan tegangan rendah di daerah pedesaan disebabkan oleh jarak trafo distribusi untuk mensuplai seluruh
beban sangat jauh dan membutuhkan saluran yang panjang. Haisl analisis diperoleh bahwa jatuh tegangan
pada jaringan tegangan rendah untuk pedesaan Kapa’ adalah 45,282 Volt atau 19, 689 %, dimana jatuh
tegangan tersebut tidak memenuhi standar PUIL yaitu maksimum 5%. Dengan menggunakan sistem
SWER, maka jatuh tegangan yang terjadi pada jaringan tegangan rendah untuk pedesaan Kapa’ dapat
diperbaiki atau diturunkan menjadi 2,458 Volt atau 1,064 %. Hasil analisis menunjukkan bahwa sistem
SWER sangat baik digunakan untuk melayani kebutuhan listrik di daerah pedesaan karena dapat
meningkatkan kualitas pelayanan listrik ke konsumen.
8. 6. DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, Kuwahara. 1993, Pengantar Teknik Tenaga Listrik, jilid II, cetakan keenam PT. Pradaya
Paramitha, Jakarta.
Chapman, N, 'When One Wire Is Enough, Transmission and Distribution World, vol 53, no. 4, 2001
Ergon Energy, Distribution System Earthing Guidelines, 2008,
<http://www.ergon.com.au/__data/assets/pdf_file/0018/6615/Distribution-System-Earthing-
Guidelines.pdf>. diakses 12 Maret 2016
Hutauruk, T. S. Transmisi Daya Listrik, Erlangga, Jakarta 1996.
Nobbs , Rebecca. 2012, Development of advanced SWER models for the Ergon Energy network,
University of Southern Queensland,., <https://eprints.usq.edu.au/23101/ 1/Nobbs_2012.pdf>, diakses 12
Maret 2016.
Pabla, A. S., Hadi Abdul, 1972, Sistem Distribusi Daya Listrik, Erlangga, Jakarta 1991.
Samra, Balwinder Singh. An Analysis Of Single Wire
Earth Return ( SWER ) System for Rural
Electrification.