Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas pentingnya pendidikan yang seimbang antara aspek akademik, fisik, dan spiritual untuk menghasilkan generasi yang utuh dan berkarakter. Dokumen tersebut juga menyoroti perlunya perbaikan sistem pendidikan Indonesia dengan memperkuat aspek agama dan kemampuan guru.
1. Pengertian informasi adalah: data yang diolah dan dibentuk menjadi lebih berguna dan lebih berarti
bagi yang menerimanya. Informasi merupakan pengumpulan dan pengolahan data untuk
memberikan keterangan atau pengetahuan. Maka dengan demikian sumber informasi adalah data.
Data adalah kesatuan yang menggambarkan suatu kejadian atau kesatuan nyata.
http://ewawan.com/pengertian-informasi-definisi-informasi.html
Ciri-Ciri Informasi yang Berkualitas
Menurut Mc. Load
Akurasi
Informasi yang dihasilkan benar-benar akurat, data yang dimasukkan dan proses yang digunakan
didalam sistem harus benar sesuai dengan kenyataan atau proses harus sesuai dengan perumusan-
perumusan yang sesai.
Relevansi
Informasi yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan yang berhubungan dengan masalah yang
dihadapi, data yang digunakan untuk diproses seharusnya ada hubungannya dengan masalahnya
sehingga informasi yang diberikan bisa sesuai dengan masalah yang dihadapai.
Ketepatan waktu
Informasi yang dihasilkan tepat waktu, kalau saat ini kita membutuhkan suatu informasi maka
informasi yang kita butuhkan itulah yang kita dapatkan. Informasi tidak datang waktu yang dah
lewat atau sebelumnya.
Kelengkapan
Informasi yang dihasilkan lengkap, informasi yang dihasilan harus lengkap jadi tidak ada kekurangan
sedikitpun tentang informasi yang dicari.
http://ertaufiq.blogspot.com/2010/06/ciri-ciri-sistem.html
Kualitas informasi;
Tergantung dari 3 hal, yaitu informasi harus :
• Akurat, berarti informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak bias atau menyesatkan.
Akurat juga berarti informasi harus jelas mencerminkan masudnya.
• Tetap pada waktunya, berarti informasi yang datang pada penerima tidak boleh terlambat.
• Relevan, berarti informasi tersebut menpunyai manfaat untuk pemakainya. Relevansi informasi
untuk tiap-tiap orang satu dengan yang lainnya berbeda.
Metode pengumpulan data / Informasi
1. Pengamatan langsung
2. Wawancara
3. Perkiraan koserponden
4. Daftar pertanyaan
Sekarang ini anak-anak yang tengah gencar memburu ilmu di bangku pendidikan, disisi lain (hampir)
tidak pernah dididik secara serius dalam menumbuhkembangkan ranah emosional dan spiritualnya.
Ranah kecerdasan spiritual yang amat penting peranannya dalam melahirkan generasi yang utuh dan
paripurna justru dalam kenyataanya dikebiri dan dimarjinalkan.
Selama ini penilaian untuk mengukur kecerdasan anak didik (pelajar) masih terjebak pada sebuah
penilaian pada ranah koqnitif semata. Penilaian tidak pernah menjadikan salah satu anak didik atau
pelajar ketika memiliki kepekaan atau kepeduliaan terhadap sesamanya baik dalam lingkungan
sekolahnya maupun masyarakatnya. Pada hal keadaan seperti ini perlu didorong dalam diri pelajar
sebagai bagian dari pencerahan spiritual. Penafian semacam ini dalam penilaian tentunya sangat
terkait dengan kebijakan dan kurikulum pendidikan. Kebijakan dan kurikulum belum memberikan
ruang dan waktu yang cukup berarti untuk memberikan penilaian pada sikap pelajar terkait
kepedulian dan kepekaan siswa/anak didik.
2. Idealnya, pendidikan harus mampu memberikan proses pencerahan dan katarsis spiritual kepada
peserta didik. Katarsis spiritual yang dimaksud adalah memiliki apresiasi tinggi terhadap masalah
kemanusiaan, kejujuran, keadilan, demokratisasi, toleransi, dan kedamaian hidup. Sehingga mereka
mampu bersikap responsif terhadap segala persoalan yang tengah dihadapi masyarakat dan
bangsanya.
Melalui pencerahan yang berhasil ditimbanya, mereka diharapkan dapat menjadi sosok spiritual
yang menciptakan damai di tengah berkecamuknya kebencian. Mampu menawarkan pengampunan
bila terjadi penghinaan, atau setidaknya dapat melahirkan manusia yang merasa malu ketika
melakukan kesalahan atau keburukan seperti korupsi yang kita ketahui bersama mewabah di negeri
ini.
Anak yang memiliki kecerdasan spiritual dalam hal ini apresiasi yang tinggi terhadap nilai-nilai
kemanusiaan. Mewujudkan diri dalam perikehidupan yang diliputi dengan kesadaran penuh. Perilaku
yang berpedomankan hati nurani, penampilan yang enuine tanpa kepalsuan, kepedulian besar akan
tegaknya etika sosial. Namun sebaliknya bila anak tidak memiliki kecerdasan spiritual; menunjukkan
diri dalam ekspresi eksklusif, dan intoleran serta acuh tak acuh terhadap problem masyarakat dan
bangsanya. Bahkan efeknya seperti apa yang terjadi belakangan ini, yakni konflik atau tawuran antara
pelajar, eks bebas, dan pecandu obat-obat terlarang.
Dengan adanya berbagai fakta tersebut, bisa dikatakan bahwa kondisi pelajar yang masih jauh
mencerminkan sebagai anak terdidik. Dengan demikian pendidikan kita harus bersikap antisipatif
dalam bentuk memberikan sentuhan perhatian yang cukup berarti terhadap ranah spiritual siswa.
Kurikulum dan kebijakan pendidikan harus benar-benar mengakomodasi ranah spiritual siswa secara
proporsional dan substansial.
Mata pelajaran yang terkait dengan pembangunan spiritual anak, selain ditambah alokasi waktunya.
Hendaknya juga tidak sekadar mencekoki siswa dengan setumpuk eori dan hafalan, tetapi harus
benar-benar menyentuh kedalaman dan hakikat spiritual yang membuka ruang kesadaran nurani di
tengah konteks kehidupan sosial-budaya yang majemuk. Hal itu harus didukung oleh semua guru
lintas mata pelajaran dengan mengintegrasikan nilai-nilai kemanusiaan ke dalam materi ajar.
Pendidikan yang melahirkan SDM yang mempuni dengan kualitas kemanusiaan yang dimiliki oleh
anak didik atau pelajar tentunya kita dapat berharap membawa bangsa ini mampu untuk bersaing
dengan bangsa yang lain. Dalam menumbuhkan SDM tersebut membutuhkan energi yang besar dari
semua elemen pendidikan termasuk pemerintah sebagai penentu kebijakan.
http://www.buletinsia.com/2013/04/pendidikan-sarana-mengasah-spiritual.html
ROGOJAMPI – SMP Negeri 1 Rogojampi menerapkan pendidikan yang seimbang antara kecerdasan
akademik, fisik, dan spiritual. Begitu diluncurkan, program keseimbangan belajar itu disambut baik
seluruh warga sekolah. Dengan belajar seimbang masalah akademik, fi sik, dan spiritual, akan
meningkatkan prestasi siswa.
Sepanjang tahun 2012 ini, sudah segudang prestasi baik akademik maupun non akademik yang telah
dicapai siswa SMPN 1 Rogojampi. Untuk mendampingi prestasi akademik tersebut,
sekolah menyelenggarakan kegiatan spiritual rutin.
Kegiatan itu yakni, membaca Alquran dan surat Yasin yang sudah familiar. Selain itu, ada lagi
kegiatan salat Dhuha secara bergiliran setiap jam istirahat. Tidak ketinggalan, ada Baca Tulis Alquran
wajib bagi siswa yang belum bisa setiap Jumat pukul 06.00 – 07.00.
3. Seluruh warga sekolah melakukan gerakan Jumat Bersih di lingkungan sekitar. Ending dari kegiatan
tersebut diharapkan dapat membentuk karakter siswa yang siap dan tangguh dalam
menghadapi perkembangan global yang tidak bisa terbendung saat ini.
Setiap hari di dalam tas sekolah siswa, selain membawa buku mata pelajaran juga didampingi buku
saku surat Yasin. Suatu ikhtiar kita membekaliputra-putri tercinta menyongsong masa depan yang
lebih baik. (radar)
http://www.kabarbanyuwangi.info/siswa-butuh-keseimbangan-akademik-fisik-dan-spiritual.html
Antisipasi Kenakalan Remaja, Siswa Butuh Training
Emotional
Ditulis Oleh Redaksi
Friday, 14 December 2012
PADANG, METRO-Kemerosotan moral serta meningkatnya angka kenakalan pelajar di Kota padang butuh
perhatian dari lembaga pendidikan untuk mencari solusi. Hal tersebur tidak terlepas dari peranan seorang guru
yang menjadi panutan bagi generasi penerus bangsa.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Padang, Indang Dewata mengatakan, selain kewajiban seorang guru
membangun kualitas intelektual siswa. Sekolah, katanya, perlu memberikan training emotional kepada peserta
didik. Hal tersebut sama pentingnya dengan pengembangan ilmu teknologi yang kini gencar dilakukan.
“Untuk mengimbangi perkembangan teknologi informasi maka para siswa harus dibentengi dengan nilai-nilai
budi pekerti luhur dan nilai-nilai religius lewat pembinaan mental dan spiritual,― ujar Indang kepada
POSMETRO, Jumat (14/12).
Disebutkan, dunia pendidikan punya tanggung jawab terhadap berbagai prilaku menyimpang generasi penerus.
Profesi kependidikan, kata dia, harus profesional, mampu memiliki kompetensi sosial, kepribadian sebagai
panutan dalam mengembangkan intelektual tetapi juga budi pekerti.
“Sebab dengan budi pekerti serta nilai iman yang baik, bisa membekali para pelajar dari pengaruh negatif
perkembangan dunia informasi dan teknologi sekarang, agar tidak terjadi lagi kenakalan pelajar “ ungkap
Indang.
Ditambahkan Indang, training emotional tersebut merupakan kegiatan positif dan harus diikuti sekolah-sekolah
yang lain. Karena pembinaan watak dan mental siswa diharapkan bisa mengubah perilaku siswa menjadi lebih
baik.(cr19)
Kemajuan suatu bangsa dapat tercapai ketika semua sektor dalam tatanan negaranya maju. Satu di
antara banyak sektor itu adalah pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu sektor paling vital
dalam kehidupan manusia serta kehidupan bernegara, mengapa bisa dikatakan demikian? Contoh
saja kemajuan negara Tirai Bambu dalam sektor teknologinya yang canggih, hal ini dikarenakan
mereka sangat memperhatikan sektor pendidikan mereka sebelumnya. Dengan majunya sektor
pendidikan maka akan menghasilkan SDM yang berkualitas yang kemudian akan menghasilkan karya
tekhnologi yang berkualitas pula. Bila teknologi sudah maju dan menumbuhkan daya jual maka akan
menyokong sektor ekonomi, lalu sektor pembangungan, dan sektor-sektor lainnya. Contoh yang
lebih sederhana adalah anak yang bisa berbicara padahal belum bisa membaca dan menulis, ini
terjadi karena orang tua si anak yang mengajarkan, dengan kata lain si anak telah menjalani proses
pendidikan berbicara dari orang tuanya. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sekecil apapun
perkembangan yang dialami manusia dalam aspek apapun pasti tidak lepas dari peran pendidikan.
4. Perumpamaan pendidikan seperti mata rantai yang sangat bisa mempengaruhi keutuhan rantai-
rantai lannya dalam kehidupan bernegara.
Dengan sistemiknya pengaruh pendidikan tersebut, maka akan sangat berbahaya jika sektor
pendidikan suatu negara mengalami keterpurukan. Mirisnya, sektor pendidikan di Indonesia saat ini
sedang mengalami hal tersebut, seperti yang diungkapkan Drs. Mangatur Sinaga M.Hum mengenai
wajah pendidikan di Indonesia dewasa ini “potert pendidikan Indonesia dewasa ini adalah
amburadul. Orang-orang yang masuk ke LPDK, seperti FKIP maupun IKIP tidak
memiliki background sebagai guru maupun pendidik(pedagogik), karena kebanyakan mereka berasal
dari SMA, SMK, dsb, maka wajar tidak ada kemampuan pedagogik yang dimiliki karna kemampuan
ini hanya ada dan diajarkan di sekolah khusus untuk menjadi guru, kalaupun ada sangat sedikit
sekali, dan tidak cukup untuk dijadikan bekal. Dengan tidak adanya kemampuan pedagogik ini,
mereka tidak siap untuk dibina menjadi tenaga pengajar sekaligus pendidik. Seharusnya yang boleh
masuk ke FKIP atau IKIP adalah tamatan dari Sekolah Keguruan seperti SPG yang sudah dibekali
kemampuan pedagogik, ….”
Banyak faktor yang mempengaruhi kemajuan pendidikan, di antaranya potensi masyarakat, seperti
yang telah disebutkan di atas dan solusinya “…hidupkan kembali sekolah-sekolah guru, apapun
namanya yang penting dirikan lagi, agar orang-orang yang akan dibina dan diasah lagi kemampuan
pedagogiknya di LPDK adalah orang-orang yang memang siap” Mangatur menambahkan. Guru
adalah penentu pertama bagi murid-muridnya, guru yang berkompeten tentu akan menghasilkan
murid yang berkompeten. Untuk itu perlu adanya pelatihan khusus dalam proses menghasilkan
tenaga pendidik yang berkompeten, karena mendidik bukan perkara main-main seperti yang
diutarakan Dosen FKIP PBSI ini“mendidik merupakan usaha sadar dan terencana, yang menentukan
mau jadi apa nanti seorang anak yang didiknya” dan proses ini tentu saja tidak instan. Proses yang
instan akan mengasilkan guru abal-abal, dan guru abal-abal tentu akan membentuk murid yang abal-
abal pula, akan bagaimana masa depan negara ini jika generasi mudanya abal-abal?
Selain masyarakat, hal yang paling utama dalam upaya perbaikan sistem pendidikan yang amburadul
saat ini adalah agama. Seperti yang ditambahkan Mangatur“ agama itu seperti benteng. Apa yang
bisa menghalangi ketika ada sesorang yang pintar namun dia gunakan kepintarannya itu untuk
membuat bom? Agama bukan? Seseorang yang sadar agama tentu tidak akan menggunakan
kepintarannya dalam melakukan hal-hal yang tidak baik seperti itu” lebih lanjut beliau
menambahkan “secara kognitif bisa dikatakan pendidikan sekarang berhasil, namun secara afektif
dan psikomotor belum”.
Hal ini membuktikan bahwa pintar saja tidak cukup untuk menghasilkan generasi yang cemerlang
yang akan sanggup bersaing dimasa depan sebagai pemegang tampuk pemerintahan dengan negara-
negara lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa ternyata sistem pendidikan kita telah dirasuki sekulerisme,
paham yang memisahkan agama dari kehidupan, khususnya kehidupan berpendidikan, padahal
agama adalah pengontrol untuk menjaga seseorang dari kemaksiatan meskipun dia pintar, karena
pintar saja tidaklah cukup, harus ada pengontrol kepintarannya. Banyak manusia pintar di Indonesia,
namun mereka korupsi, banyak kaum intelektual di Negri ini, namun mereka melakukan seks bebas,
aborsi, terorisme, dan tawuran. Ini membuktikan bahwa kaum intelektual hasil sistem pendidikan
yang sekuler sekarang ini mengalami krisis moral, padahal pelajaran moral telah diajarkan dalam
pendidikan. “agama adalah puncak segalanya, kemudian filsafat, barulah yang lainnya..” tambah
5. Mangatur. “guru perlu agama, gak bisa pintar saja.” lanjut beliau, bila diperhatikan tidak banyak
tenaga pendidik yang mengaitkan pelajarannya dengan agama sewaktu mengajar, padahal ini sangat
peniting mengingat agama sebagai pengontrol sikap, selain itu bukankah poin satu dalam Pancasila
adalah Ketuhanan Yang Maha Esa? Dalam perkuliahan matakuliah agama yang hanya 2 SKS sama
sekali tidak cukup untuk membentuk generasi yang bisa mengontrol kepintarannya. Untuk itu
aplikasi dari kesadaran beragama dalam pendidikan harus ditingkatkan.
Makna pendidikan sangat luas, seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa sekecil apapun
perkembangan yang dialami manusia dalam aspek apapun pasti tidak lepas dari peran pendidikan.
Cara memperoleh pendidikan sejatinya tidak hanya bisa didapat di lembaga formal seperti sekolah
dan perguruan tinggi, namun juga lembaga non formal, yakni keluarga. Apakah permasalahan
pendidikan dipengaruhi oleh keluarga? Jelas, karena pendidikan pertama manusia justru berasal dari
keluarga. Pembentukan pola pikir dan tindakan anak didik tidak hanya terbentuk saat di sekolah tapi
juga saat di rumah. Pekerjaan Rumah(PR)yang merupakan bentuk pendidikan yang diberikan guru
agar murid mau belajar dirumah, rajin membaca, dan semangat menuntut ilmu akan terjadi jika ada
dukungan dari keluarga.
Negara juga faktor penentu wajah pendidikan, karena seperti yang katakan Mangatur“ Negara
adalah pelegalisasinya (aturan maupun kurikulum pendidikan)” sistem pendidikan berjalan sesuai
kurikulum yang turunkan Dinas Pendidikan, dan Dinas Pendidikan tentu hanya akan mengatur
kurikulum yang selaras dengan tujuan maupun sistem Negara, dan Negara yang punya kuasa untuk
melegalisasi maupun tidak melegalisasi (menyetujui) apapun yang dikeluarkan Dinas. Sistemik
bukan? Dan negara merupakan batang tempat tumbuhnya cabang-cabang seperti pendidikan,
cabang ekonomi, cabang budaya, dan banyak lagi cabang lainnya.
Mengenai sistem Pendidikan yang ternyata dipengaruhi sistem pemerintahan(negara) maka jika kita
tilik ternyata sistem pendidikan sekuler ini telah menghasilkan murid-murid yang study oriented-
hanya berfokus pada belajar- untuk menacapai materi saja. Jika ditanya: Untuk apa belajar mati-
matian? Tentu jawabannya: biar cepet lulus trus cepet dapat kerja dan cari duit yang banyak.
Kapitalistik bukan? Apalagi dengan biaya pendidikan yang tiap tahunnya makin meroket,
mempersulit masyarakat untuk meraih pendidikan, tentu apabila contohnya seseorang yang telah
bersusah payah mengumpulkan biaya demi kuliah, maka ketika tamat maupun menjelang itu dia
akan berusaha mencari cara untuk ‘ganti rugi dana’ yang telah dikeluarkannya. Bisa jadi ini adalah
cikal bakal korupsi. Semakin tahun biaya hidup, khususnya pendidikan semakin mahal, seiring
dengan itu kasus korupsi pun makin menumpuk, dan yang melakukan itu bukan kaum yang tidak
mengecap pendidikan tinggi. Kebanyakan dari mereka justru orang-orang cerdas, namun
menyalahgunakan kecerdasannya. Ironis.
Dari uraian tersebut, jelas sudah bahwa problem pendidikan Indonesia sudah sistemik, saling
berpaut antara keluarga, masyarakat, negara, serta agama. Akar masalahnya karena pendidikan kita
telah dipengaruhi sistem kapitalis-sekuler, sistem yang menjadikan materi sebagai tujuan hidup yang
utama sekaligus membedakan agama dari kehidupan. Jika ingin pendidikan maju dan menghasilkan
generasi yang cemerlang demi masa depan negara yang cerah, sudah saatnya keluarga, masyarakat,
dan negara menyadari dan segera meninggalkan sistem kapitalis-sekuler yang menggerayangi sistem
pendidikan kita dan beralih pada sistem Islam.