1. Tugas Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kasus Semanggi dalam prespektif HAM
FEBRIAN RAMONDA 211150042
HENKY PURNAMA 211150035
JEREMY JOVAN S 211150053
IMELDA CHRISTINA S 211150059
3. Ada beberapa jenis dan macam hak asasi manusia, namun secara garis besar hak
asasi manusia dapat digolongkan menjadi 6 macam, berikut ini macam-macam HAM :
1. Hak Asasi Pribadi (Personal Rights), yaituhak yang masih berhubungan dengan
kehidupan pribadi manusia.
2. Hak Asasi Politik (Political Rights),yaituhak yang berhubungan dengan
kehidupan politik.
3. Hak Asasi Hukum (Legal Equality Rights), yaituhak yang berhubungan dengan
berbagai kehidupan hukum dan juga pemerintahan.
4. Hak Asasi Ekonomi (Property Rights), yaitu hak yang berhubungan dengan
berbagai kegiatan perekonomian.
A. JENIS HAK ASASI MANUSIA
4. A. JENIS HAK ASASI MANUSIA
5. Hak Asasi Sosial Budaya (Social Culture Rights), yaitu hak yang berhubungan dengan
kehidupan dalam bermasyarakat
6. Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights), yaitu hak untuk diperlakukan sama terhadap
tata cara pengadilan.
6. A. Semanggi I
Pada tanggal 11 November 1998, mahasiswa dan masyarakat yang bergerak dari
Jalan Salemba, bentrok dengan Pamswakarsa di kompleks Tugu Proklamasi. ▪ Pada tanggal 12
November 1998 ratusan ribu mahasiswa dan masyrakat bergerak menuju ke gedung DPR/MPR
dari segala arah, Semanggi-SlipiKuningan, tetapi tidak ada yang berhasil menembus ke sana
karena dikawal dengan sangat ketat oleh tentara, Brimob dan juga Pamswakarsa (pengamanan
sipil yang bersenjata bambu runcing untuk diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya
terjadi bentrok di daerah Slipi dan Jl. Sudirman, puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Ribuan
mahasiswa dievekuasi ke Atma Jaya. Satu orang pelajar, yaitu Lukman Firdaus, terluka berat
dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia. Esok harinya Jumat
tanggal 13 November 1998 mahasiswa dan masyarakat sudah bergabung dan mencapai daerah
Semanggi dan sekitarnya, bergabung dengan mahasiswa yang sudah ada di kampus Universitas
Atma Jaya Jakarta. Jalan Sudirman sudah dihadang oleh aparat sejak malam hari dan pagi
hingga siang harinya jumlah aparat semakin banyak guna menghadang laju mahasiswa dan
masyarakat. Kali ini mahasiswa bersama masyarakat dikepung dari dua arah sepanjang Jalan
Jenderal Sudirman dengan menggunakan kendaraan lapis baja.
7. Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan
ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan
massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan
namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat ketika ribuan
mahasiswa sedang duduk di jalan. Saat itu juga beberapa mahasiswa tertembak dan
meninggal seketika di jalan. Salah satunya adalah Teddy Wardhani Kusuma,
mahasiswa Institut Teknologi Indonesia yang merupakan korban meninggal pertama
di hari itu. Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Universitas Atma Jaya untuk
berlindung dan merawat kawan-kawan seklaligus masyarakat yang terluka. Korban
kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah
Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya,
Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang
terluka di pelataran parkir kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta.
8. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi
penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan penembakan ke dalam kampus
Atma Jaya. Semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka.
Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut
dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu sehingga jumlah korban yang
meninggal mencapai 17 orang. Korban lain yang meninggal dunia adalah: Sigit Prasetyo (YAI),
Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta), Muzammil Joko
(Universitas Indonesia), Uga 5 Usmana, Abdullah/Donit, Agus Setiana, Budiono, Doni Effendi,
Rinanto, Sidik, Kristian Nikijulong, Sidik, Hadi. Jumlah korban yang didata oleh Tim Relawan
untuk Kemanusiaan berjumlah 17 orang korban, yang terdiri dari 6 orang mahasiswa dari
berbagai Perguruan Tinggi di Jakarta, 2 orang pelajar SMA, 2 orang anggota aparat keamanan
dari POLRI, seorang anggota Satpam Hero Swalayan, 4 orang anggota Pam Swakarsa dan 3
orang warga masyarakat. Sementara 456 korban mengalami luka-luka, sebagian besar akibat
tembakan senjata api dan pukulan benda keras, tajam/tumpul. Mereka ini terdiri dari mahasiswa,
pelajar, wartawan, aparat keamanan dan anggota masyarakat lainnya dari berbagai latar belakang
dan usia, termasuk Ayu Ratna Sari, seorang anak kecil berusia 6 tahun, terkena peluru nyasar di
kepala.
9. B. Semanggi II
Pada 24 September 1999, untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak
kekerasan kepada aksi-aksi mahasiswa. Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan
transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB)
yang materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer
untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa
bergerak dalam jumlah besar untuk bersamasama menentang diberlakukannya UU PKB.
Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan
Universitas Atma Jaya. Selain di Jakarta, pada sikap yang dibuat penolakan UU PKB ini
korban juga berjatuhan di Lampung dan Palembang. Pada Tragedi Lampung 28 September
1999, 2 orang mahasiswa Universitas Lampung, Muhammad Yusuf Rizal dan Saidatul
Fitriah, tewas tertembak di depan Koramil Kedaton. Di Palembang, 5 Oktober 1999, Meyer
Ardiansyah (Universitas IBA Palembang) tewas sebab tertusuk di depan Markas Kodam
II/Sriwijaya.
10. C. Peringatan
Pada 14 November 2005, para mahasiswa menaburkan bunga di Jl.
Sudirman tepat di depan kampus Universitas Atma Jaya bagi memperingati tujuh
tahun Tragedi Semanggi I. Sehari sebelumnya, peringatan Tujuh Tahun Tragedi
Semanggi I diadakan di Sekretariat Jaringan Solidaritas Keluarga Korban
Pelanggaran HAM (JSKK), Jalan Binong 1A, samping kompleks Tugu
Proklamasi. Dimulai dengan konferensi pers, diskusi, dan ditutup dengan
pemutaran film dokumenter Perjuangan Tanpa Kesudahan karya AKKRa (Aliansi
Korban Kekerasan Negara)
11. D. Pengusutan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam pertemuannya dengan
Presiden Habibie saat itu meminta pemerintah untuk memberi penjelasan tentang sebab dan
akibat serta pertanggungan jawab mengenai peristiwa tanggal 13 November itu secara
terbuka pada masyarakat luas karena berbagai keterangan yang diberikan ternyata berbeda
dengan kenyataan di lapangan. (Kompas, 16 November 1998). Panglima ABRI Jenderal TNI
Wiranto, dalam jumpa pers di Hankam mengakui ada sejumlah prajurit yang terlalu defensif
dan menyimpang dari prosedur, menembaki dan memukuli mahasiswa. Namun, Wiranto
menuduh ada kelompok radikal tertentu yang memancing bentrokan mahasiswa dengan
aparat, dengan tujuan menggagalkan Sidang Istimewa. (Kompas, 23 November 1998).
12. E. Pengadilan Ad Hoc
Harapan kasus Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II bagi menggelar pengadilan HAM ad
hoc bagi para oknum tragedi berdarah itu ditentukan gagal tercapai. Badan Musyawarah (Bamus) DPR
pada 6 Maret 2007 kembali memveto rekomendasi tersebut. Putusan tersebut membuat usul pengadilan
HAM kandas, sebab tak akan pernah disahkan di rapat paripurna. Putusan penolakan dari Bamus itu
merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya Bamus 7 telah menolak, namun di tingkat rapim DPR
diputuskan bagi dikembalikan lagi ke Bamus. Hasil rapat ulang Bamus kembali menolaknya. Sebab itu,
hampir pasti usul yang merupakan rekomendasi Komisi III itu tak dibahas lagi. Rapat Bamus dipimpin
Ketua DPR Luhur Laksono. Dalam rapat itu enam dari sepuluh fraksi menolak. Keenam fraksi itu
merupakan Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PPP, Fraksi PKS, Fraksi PBR, dan
Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (BPD). Sementara fraksi yang secara konsisten mendukung usul itu
dibawa ke paripurna merupakan Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Fraksi PAN,
dan Fraksi PDS.
13. Keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPR, ini menganulir putusan
Komisi III-yang menyarankan pemimpin DPR berkirim surat bagi Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono bagi membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc-membuat penuntasan
kasus pelanggaran hak asasi manusia Trisakti dan Semanggi semakin tidak jelas. Pada
periode sebelumnya 1999-2005, DPR juga menyatakan bahwa kasus Tragedi Trisakti
dan Semanggi I dan II bukanlah pelanggaran berat HAM. 9 Juli 2001 rapat paripurna
DPR RI mendengarkan hasil laporan Pansus TSS, disampaikan Sutarjdjo Surjoguritno.
Inti laporan tersebut: • F-PDI P, F-PDKB, F-PKB (3 fraksi ) menyatakan kasus Trisakti,
Semanggi I dan II terjadi unsur pelanggaran HAM Berat. • Sedangkan F-Golkar, F-
TNI/Polri, F-PPP, F-PBB, F -Reformasi, F-KKI, F-PDU (7 fraksi) menyatakan tidak
terjadi pelanggaran HAM berat pada kasus TSS.
14. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan
kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal
yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI,
dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok
atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan
HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM
sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM. Penanganan dan
penyelesaian kasus Trisakti-Semanggi tidak pernah mendapatkan kepastian hukum.
Sepertinya keberadaan UU HAM, Komnas HAM, dan KPP HAM tidak berdaya mengungkap
tragedi kemanusiaan tersebut. Ironisnya justru memunculkan perbedaan pendapat. Apakah
tragedi berdarah ini termasuk pelanggaran HAM berat atau bukan. Sebenarnya ada apa
dengan aparat penegak hukum kita.