SlideShare a Scribd company logo
1 of 68
Download to read offline
PEDOMAN VISITE
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2011
KATA PENGANTAR
	 Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas izin dan karuniaNya akhirnya Pedoman Visite bagi Apoteker
dapat diselesaikan.
	 Tujuan penyusunan Pedoman ini adalah sebagai acuan bagi
apoteker dalam melaksanakan kegiatan visite sebagai implementasi
dari perluasan  paradigma pelayanan kefarmasian yang  berfokus
pada obat (Drug Oriented) bertambah   fokusnya kepada pasien
(Patient Oriented) yang mengharuskan terciptanya pelayanan
kefarmasian (Pharmaceutical Care) komprehensif yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
	 Pedoman ini disusun atas kerja sama berbagai pihak meliputi
akademisi, praktisi dan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
sehingga diharapkan pedoman ini dapat diaplikasikan dalam
pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Dalam kesempatan
ini kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada para Nara sumber atas kontribusinya,
semoga kerja sama yang baik ini dapat terus ditingkatkan di masa
yang akan datang.
	 	 Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian
		 Dra. Engko Sosialine M, Apt
	 	 NIP. 19610119 198803 2001
ii
iii
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
NOMOR : HK.03.05/III/570/11
Tentang
PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN PEDOMAN VISITE
Menimbang 	:	 a.	 bahwa untuk meningkatkan mutu dan
memperluas cakupan pelayanan kefarmasian di
fasilitas kesehatan, perlu adanya Pedoman Visite
sebagai acuan bagi apoteker mengenai tata cara
pelaksanaan visite;
	 	 	 	 b.	 bahwa dalam rangka penyusunan pedoman visite,
perlu dibentuk Tim Penyusun Pedoman Visite;
Mengingat 	 :	 1. 	 Undang – undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
	 	 	 	 2.	 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,   Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5072);
	 	 	 	 3. 	 Peraturan   Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3781);
DIREKTORAT JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN R.I
Jalan H.R. Rasuna Said Blok X5 Kavling 4 - 9 Jakarta 12950
Telepon : (021) 5201590 Pesawat 2029, 8011 Faksimile : (021) 52964838 Kotak Pos : 203
iv
	 	 	 	 4.  	 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5044);
	 	 	 	 5.	 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang
Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian
Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 7 Tahun 2007;  
	 	 	 	 6.	 Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian
Negara serta Susunan Organisasi,Tugas dan
Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
	 	 	 	 7.	 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1333/
Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit;
	 	 	 	 8.	 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1197/
Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di  Rumah Sakit;
	 	 	 	 9.	 Peraturan Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/
VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
M E M U T U S K A N
MENETAPKAN :	 Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Tentang Pembentukan Tim Penyusun
Pedoman Visite
PERTAMA	 :	 Membentuk Tim Penyusun Pedoman Visite dengan
susunan sebagai berikut :
Pengarah	 :	 Dra. Sri Indrawaty, Apt, M.Kes
	 	 	 	 Penanggung Jawab	:	 Dra. Engko Sosialine M, Apt
	 	 	 	 Ketua		 :	 Dra. Fatimah Umar, Apt, MM
	 	 	 	 Sekretaris	 :	 Helsy Pahlemy, S.Si, Apt, M.Farm   
	 	 	 	 Anggota	 :	 1.	Retnosari Andrajati, Apt, MS.Ph.D
   	 	 	 	 	 	 	 	 2. 	Dra. Siti Farida, Apt, Sp.FRS
	 	    	 	 	 	 	 	 3. 	Dra. Nun Zairina, Apt, Sp.FRS
	 	    	 	 	 	 	 	 4. 	Dra. Yulia Trisna, Apt, M.Pharm
	 	    	 	 	 	 	 	 5. 	Dra. Sri Hartini, M.Si, Apt
	 	    	 	 	 	 	 	 6.	Sri Bintang Lestari, S.Si, Apt, M.Si
	 	    	 	 	 	 	 	 7.	A.A. Ayu Pithadini, S.Si, Apt
	 	    	 	 	 	 	 	 8.	Dra. L. Endang Budiarti,Apt, M.Pharm
	 	    	 	 	 	 	 	 9.	 Fauna Herawati, S.Si,Apt, M. Farm-Klin
	 	 	 	 Sekretariat	 :	 1.	 Candra Lesmana, S.Farm, Apt
	 	    	 	 	 	 	 	 2.	 Apriandi, S.Farm, Apt
	 	    	 	 	 	 	 	 3.	 Shinta Rizki Mandarini, AMF
KEDUA  	 :	 Tim bertugas menyusun Pedoman Visite
KETIGA 	 :	 Dalam melakukan tugasnya Tim bertanggung jawab
kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
KEEMPAT	 :	 Dana berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
(DIPA) Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun
2011.
vi
KELIMA   	 :	 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
dan akan ditinjau kembali apabila ada kesalahan atau
kekeliruan.
	 	 	 	 	 	 Ditetapkan di	 : JAKARTA
	 	 	 	 	 	 Pada tanggal	 : 11 Maret 2011
	 	 	 	
	 	 	 	 	 	 Direktur Jenderal
						 Dra. Sri Indrawaty, Apt, M.Kes
	 	 	 	 	 	 NIP. 19530621 198012 2001
vii
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BINA
KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
	 Pelayanan kefarmasian sebagai bagian integral dari sistem
pelayanan kesehatan diharapkan dapat memaksimalkan efek
terapi, meminimalkan resiko pengobatan, meminimumkan biaya
pengobatan dan menghormati pilihan pasien, yang merupakan
bagian dari prinsip peresepan yang baik. Pelayanan ini meliputi
pelayanan farmasi klinik oleh apoteker di rumah sakit, yang
ditujukan untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan
pengobatan yang rasional, yaitu: efektif, aman dan dengan biaya
terjangkau.
	 Apoteker mempunyai kewajiban memberikan perlindungan
kepada pasien dan masyarakat dalam menjamin dan/
atau menetapkan sediaan farmasi, memberikan pelayanan
kefarmasian yang baik serta mempertahankan dan meningkatkan
mutu penyelenggaraan pelayanan kefarmasian sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan peran
tersebut, apoteker memerlukan peningkatan pengetahuan,
ketrampilan dan sikap yang sesuai secara berkesinambungan
sejalan dengan perkembangan terkini.
	 Pelaksanaan pelayanan kefarmasian pada pasien salah
satunya berupa praktik apoteker ruang rawat melalui kegiatan
visite. Pedoman ini disusun untuk digunakan oleh Apoteker
dalam melaksanakan pelayanan visite di Rumah Sakit. Dengan
adanya pedoman ini, diharapkan dapat menjadi acuan bagi
apoteker dalam melaksanakan kegiatan visite sehingga dapat
meningkatkan kualitas hasil terapi dan keselamatan pasien.
viii
	 Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
turut berkontribusi dalam penyusunan pedoman visite ini. Saya
berharap, dengan diterbitkannya pedoman ini dapat memberi
manfaat bagi pelaksanaan pelayanan visite oleh Apoteker di
Indonesia.
	 Jakarta, April 2011
	 Direktur Jenderal
	 Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
	 Dra. Sri Indrawaty, Apt, M.Kes
	 NIP 19530621 1980122001
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1	 Formulir Pemantauan Terapi Obat 	 .....................	 29
Lampiran 2	 Klasifikasi Masalah Terkait Obat	 ..........................	 33
Lampiran 3	 Algoritme Naranjo	.................................................	 39
Lampiran 4	 Contoh Kasus	........................................................	 41
Lampiran 5	 Formulir Monitoring Efek Samping Obat	..............	 53
DAFTAR SINGKATAN
BB	 :	 Berat Badan
TB	 :	 Tinggi Badan
USG	 :	 Ultra sonografi
CT Scan	: 	 Computed axial tomography scan
DOA	 : 	 Daftar Obat Askes
DPHO	 : 	 Daftar Plafon Harga Obat
BNF	 : 	 British National Formulary
DIH	 : 	 Drug Information Handbook
AHFS	 :	 American Hospital Formulary Service
SOAP	 :	 Subject-Object Assesment Plan
RBC	 : 	 Red blood cell
WBC	 : 	 White blood cell
ESO	 : 	 Efek samping obat
ADR	 : 	 Adverse drug reaction
DM	 : 	 Diabetes Mellitus
ROTD	 : 	 Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan
 
xi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 	................................................................	 i
KEPUTUSAN DIRJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN	.	 iii
SAMBUTAN DIRJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT
KESEHATAN	 ........................................................................	 vii
DAFTAR LAMPIRAN	 ...............................................................	 ix
DAFTAR SINGKATAN	 ...........................................................	 x
DAFTAR ISI	 ...........................................................................	 xi
	
BAB 1	 PENDAHULUAN	 ...................................................... 	 1
	 1.1	 Latar Belakang	 ................................................	 1
	 1.2	 Tujuan 	..............................................................	 2
	 1.3	 Sasaran 	 ...........................................................	 2
	 1.4	 Landasan Hukum	 .............................................	 2
	 1.5	 Ruang Lingkup	 .................................................	 3
BAB 2	 PRAKTIK APOTEKER  RUANG RAWAT 	 .................	 5
	 2.1	 Pengertian, Peran dan Fungsi	 .........................	 5
	 2.2	 Tujuan dan sasaran 	.........................................	 6
	 2.3	 Tanggung Jawab dan Tugas pokok 	.................	 6
BAB 3	 PERSIAPAN PRAKTIK VISITE	 .................................	 11
	 3.1	 Seleksi pasien   	..................................................	 11
	 3.2	 Pengumpulan informasi medis dan penggunaan
	 	 obat 	 .................................................................	 12
	 3.3	 Pengkajian masalah terkait penggunaan obat	 .	 14
xii
	 3.4	 Fasilitas	 ...........................................................	 14
BAB 4	 PELAKSANAAN VISITE 	 .......................................... 	 15
	 4.1	 Visite Mandiri	....................................................	 16
	 4.2	 Visite Tim	..........................................................	 18
	 4.3	 Dokumentasi kegiatan visite	.............................	 20
BAB 5	 EVALUASI PRAKTIK VISITE	 ....................................	 23
BAB 6	 PENUTUP	 .................................................................	 25
DAFTAR PUSTAKA	 ................................................................	 27
LAMPIRAN	 ............................................................................	 29
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1	 Latar Belakang
	 Pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada
pengelolaan obat sebagai komoditi telah berkembang orientasinya
pada pelayanan kepada pasien (pharmaceutical care). Apoteker di
rumah sakit diharapkan memberikan  pelayanan kefarmasian kepada  
pasien, yang memastikan bahwa pengobatan yang diberikan pada
setiap individu pasien adalah pengobatan yang rasional.   Selain
mampu menjamin keamanan, khasiat dan mutu obat agar mampu
memberikan manfaat bagi kesehatan dan berbasis bukti (evidence
based medicines), pelayanan kefarmasian juga diharapkan mampu
mengidentifikasi, menyelesaikan dan mencegah masalah terkait
pengunaan obat yang aktual dan potensial.  
	 Kegiatanpelayanankefarmasianyangberorientasipadapasien
adalah praktik apoteker ruang rawat (ward pharmacist) dengan visite
sebagai salah satu aktivitasnya. Visite apoteker adalah kunjungan
rutin yang dilakukan apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam
rangka mencapai hasil terapi (clinical outcome) yang lebih baik.
Aktivitas visite dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi  
secara aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam
proses penetapan keputusan terkait terapi obat pasien.
	 Beberapa penelitian menunjukkan dampak positif dari
pelaksanaan kegiatan visite pada aspek humanistik (contoh:
peningkatan kualitas hidup pasien, kepuasan pasien), aspek
klinik (contoh:   perbaikan tanda-tanda klinik, penurunan kejadian
reaksi obat yang tidak diinginkan, penurunan morbiditas dan
mortalitas, penurunan lama hari rawat), serta aspek ekonomi
(contoh: berkurangnya biaya obat dan biaya pengobatan secara
keseluruhan).  
	 Dalam penelitian Klopotowska 2010 yang dilakukan di Belanda,
partisipasi apoteker dalam visite pada intensive care unit telah
melakukan 659 rekomendasi dari 1173 peresepan dengan tingkat
penerimaan dokter sebesar 74%. Peran Apoteker dalam ruang
ICU mampu menurunkan kesalahan peresepan yang bermakna
(p0,001), yaitu: 190,5 per 1000 hari-pasien menjadi 62,5 per 1000
hari-pasien. Dari sisi penghematan biaya pengobatan, pencegahan
reaksi obat yang tidak diinginkan menunjukkan penghematan biaya
sebesar 26-40 Euro.
	 Sebagai konsekuensi perubahan orientasi pelayanan
kefarmasian, apoteker dituntut untuk terus meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan
visite dengan baik. Saat ini, masih belum tersusun secara sistematis
tata cara pelaksanaan visite sebagai panduan bagi apoteker yang
akan melakukan visite. Oleh karena itu diperlukan pedoman bagi
apoteker dalam menjalankan praktik visite untuk meningkatkan
hasil terapi (clinical outcome) dan keselamatan pasien.
	 Pelaksanaan visite merupakan bagian dari implementasi
standar pelayanan farmasi di rumah sakit.  
1.2	 Tujuan
	 Pedoman visite apoteker di ruang rawat disusun sebagai
panduan bagi apoteker dalam melakukan visite.
1.3	 Sasaran
	 Pedoman ini ditujukan bagi apoteker di fasilitas pelayanan
kesehatan.
1.4	 Landasan Hukum
1.	 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
2.	 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
3.	 Peraturan Pemerintah Republik No 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
4.	 Kepmenkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di  Rumah Sakit;
5.	 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara No.Per/07/M.PAN/4/2008 Tentang Jabatan
Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya;
6.	 Peraturan Bersama Menkes dan Ka.BAKN No. 1113/
Menkes/PB/XII/2008 dan No.26/2008 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka
Kreditnya;
7.	 Keputusan Menteri Kesehatan No.1333/Menkes/SK/
XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
8.	 Keputusan Menteri Kesehatan No.377/Menkes/PER/
V/2009 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional
Apoteker dan Angka Kreditnya;
9.	 Keputusan Menteri Kesehatan No.1144/Menkes/Per/
VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan;
1.5	 Ruang Lingkup
	 Visite yang dilakukan oleh apoteker berupa kunjungan
apoteker ke pasien di ruang rawat, meliputi: (i) identifikasi masalah
terkait penggunaan obat, (ii) rekomendasi penyelesaian/pencegahan
masalah terkait penggunaan obat dan/atau pemberian informasi
obat, (iii) pemantauan implementasi rekomendasi dan hasil terapi
pasien.
	 Apoteker dalam praktik visite harus berkomunikasi secara
efektif dengan pasien/keluarga, dokter dan profesi kesehatan lain,
serta terlibat aktif dalam keputusan terapi obat untuk mencapai
hasil terapi (clinical outcome) yang optimal. Apoteker melakukan
dokumentasi semua tindakan yang dilakukan dalam praktik visite
sebagai pertanggungjawaban profesi, sebagai bahan pendidikan
dan penelitian, serta perbaikan mutu praktik profesi.
 
BAB 2
PRAKTIK APOTEKER RUANG RAWAT
2.1 	Pengertian, Peran dan Fungsi
	 Praktik apoteker ruang rawat merupakan praktik apoteker
langsung kepada pasien di ruang rawat dalam rangka pencapaian
hasil terapi obat yang lebih baik dan meminimalkan kesalahan obat
(medicationerrors).Apotekermelakukanpraktikdiruangrawatsesuai
dengan kompetensi dan kemampuan farmasi klinik yang dikuasai.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa keberadaan apoteker di
ruang rawat mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
terkait obat, serta menurunkan medication errors.
	 Penelitian Kjeldby 2009 menunjukkan kontribusi positif
apoteker terhadap jaminan kualitas terapi obat di ruang rawat (7
dari 8 dokter dan seluruh perawat mengakui hal tersebut). Apoteker  
mengidentifikasi 137 masalah terkait obat dari 384 lembar pemberian
obat; 73 (53%) masalah terkait obat diantaranya memerlukan
penanganan segera, yaitu: (i) 48 (41%) masalah terkait dosis, (ii)
35 (30,4%) masalah terkait pemilihan obat, (iii) 32 (27,8%) masalah
terkait kebutuhan monitoring penggunaan obat.
	 Penelitian Martínez-López de Castro 2009 menunjukkan
bahwa penyiapan unit dose dispensing (UDD) untuk pasien rawat
inap oleh apoteker ruang rawat dan implementasi prosedur checking
medication menurunkan kejadian medication error di bangsal
gynaecology-urology (3.24% vs. 0.52%), orthopaedic (2% vs. 1.69%)
and neurology-pneumology (2.81% vs. 2.02%).
	 Peran dan fungsi apoteker ruang rawat secara umum adalah:
1.	 Mendorong efektifitas dan keamanan pengobatan pasien
2.	 Melaksanakan dispensing berdasarkan legalitas dan standar
profesi
3.	 Membangun tim kerja yang baik dengan menghormati kode
etik masing-masing profesi dan asas confidential
4.	 Melaksanakan pendidikan dan pelatihan dalam rangka
pemenuhan kompetensi standar profesi
5.	 Terlibat secara aktif  dalam penelitian obat
2.2 	 Tujuan apoteker ruang rawat
	 Pelaksanaan praktik apoteker ruang rawat bertujuan:
1.	 Pasien mendapatkan obat sesuai rejimen (indikasi, bentuk
sediaan, dosis, rute, frekuensi, waktu, durasi)
2.	 Pasien mendapatkan terapi obat secara efektif dengan risiko
minimal (efek samping, medication errors, biaya)
2.3	 Tanggung Jawab dan Tugas pokok
	 Tanggung jawab apoteker ruang rawat terutama terkait  
dengan:
1.	 Ketersediaan obat yang berkualitas dan legal
2.	 Penyelesaian masalah terkait obat
3.	 Dokumentasi terapi obat (rekomendasi dan perubahan
rejimen)
4.	 Pemeliharaan dan peningkatan kompetensi tentang sediaan
farmasi dan alat kesehatan (minimal sesuai kebutuhan di
ruang rawat tersebut)
5.	 Pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan penelitian
	 Tugas Pokok Apoteker ruang rawat meliputi beberapa berikut:
1.	 Penyelesaian masalah terkait penggunaan obat pasien
a.	 Memastikan kebenaran dan kelengkapan informasi
terkait terapi obat dalam resep, rekam medis maupun
dalam dokumen/kertas kerja lain
b.	 Memastikan tidak ada kesalahan peresepan melalui
pengkajian resep (administratif, farmasetik, klinis) bagi
setiap pasien
c.	 Memberikan informasi, penjelasan, konseling, saran
tentang pemilihan bentuk sediaan (dosage form) yang
paling sesuai bagi setiap pasien
d.	 Memastikan ketepatan indikasi penggunaan obat, yaitu:
masalah terkait penggunaan obat dapat diidentifikasi,
diselesaikan, dan efektivitas maupun kondisi yang tidak
diinginkan dapat dipantau
e.	 Melakukan visite (ward rounds) mandiri maupun
kolaborasi dengan dokter atau profesi kesehatan lain,
melakukan penelusuran riwayat pengobatan dan terlibat
dalam proses keputusan terapi obat pasien
f.	 Melakukan diskusi dengan dokter, perawat dan profesi
kesehatan lain tentang terapi obat dalam rangka
pencapaian hasil terapi yang telah ditetapkan (definite
clinical outcome)
g.	 Melakukan komunikasi dengan pasien/keluarga pasien
(care giver) terkait obat yang digunakan
h.	 Memberikan informasi obat yang diperlukan dokter,
perawat, pasien/keluarga pasien (care giver) atau profesi
kesehatan lain
i.	 Melakukan monitoring secara aktif, dokumentasi dan
pelaporan efek samping obat dan sediaan farmasi,
termasuk alat kesehatan, kosmetik dan herbal.
j.	 Melakukan pengkajian penggunaan obat secara aktif
2.	 Memastikan ketepatan dispensing:
a.	 Memastikan keberlangsungan rejimen obat terpenuhi
bagi pasien di ruang rawat maupun pasien pulang
b.	 Memastikan kebenaran dalam penyiapan dan pemberian
obat, yang meliputi: tepat pasien, tepat dosis, tepat
bentuk sediaan, tepat rute, tepat waktu pemberian obat,
disertai dengan kecukupan informasi (lisan dan tertulis)
c.	 Memastikan ketepatan penyiapan obat yang potensial
menyebabkan kondisi fatal (high alert medication)
d.	 Memastikan ketepatan rekonstitusi sediaan steril
sesuai kaidah teknik aseptik dengan memperhatikan
kompatibilitas dan kelarutan untuk menjaga kestabilan
e.	 Memastikan ketepatan teknik penggunaan, misalnya:
penggunaan inhaler, semprot hidung, injeksi insulin,
injeksi enoxaparin
f.	 Memastikan ketersediaan obat dan alat kesehatan
emergensi agar selalu sesuai dengan stok yang
ditetapkan di ruang rawat bersama perawat dan dokter
jaga (jika ada)
g.	 Memastikan ketepatan penyimpanan obat sesuai dengan
persyaratan farmasetik dan aspek legal
h.	 Memastikan proses dispensing sediaan non steril di
ruang rawat menggunakan peralatan sesuai standar,
meminimalkan kontaminan
i.	 Memastikan proses dispensing sediaan steril memenuhi
teknik aseptik dan keselamatan kerja sesuai dengan
persyaratan dan prosedur yang berlaku.
3.	 Pendidikan :
a.	 Partisipasi dalam proses pendidikan mahasiswa farmasi,
tenaga teknis kefarmasian maupun profesi kesehatan
lain
b.	 Partisipasi dalam proses pelatihan apoteker, mahasiswa
farmasi, tenaga teknis kefarmasian maupun profesi
kesehatan lain
c.	 Melakukan pendampingan profesi kesehatan yang belum
mampu dan belum berpengalaman dalam penyiapan
obat
d.	 Partisipasi dalam Pendidikan berkelanjutan (Continuing
Professional Development)
4.	 Penelitian :
a.	 Partisipasi dalam penelitian terkait obat (drug use study)
di rumah sakit
b.	 Partisipasi dalam uji klinik (penyimpanan, penyiapan,
pendistribusian, pengendalian, dan pemusnahan)
5.	 Partisipasi aktif dalam tim:
a.	 Pada saat praktik di ruang rawat berkolaborasi dengan
dokter, perawat dan profesi kesehatan lain untuk
memastikan keamanan, efektifitas dan kemanfaatan,
serta keterjangkauan biaya penggunaan obat.
b.	 Bekerja sama dengan tim lain (misalnya: tim paliatif,
tim pengendalian infeksi, tim patient safety, Subkomite
Farmasi dan Terapi, dll) di rumah sakit/fasilitas pelayanan
kesehatan
10
11
BAB 3
PERSIAPAN PRAKTIK VISITE
	 Praktik visite yang dilakukan oleh apoteker bertujuan untuk:
(1) meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan
pasien, perkembangan kondisi klinik, dan rencana  terapi  secara
komprehensif; (2) memberikan informasi mengenai farmakologi,
farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek
lain terkait terapi obat pada pasien, (3) memberikan rekomendasi
sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal pemilihan terapi,
implementasi dan monitoring terapi;  (4) memberikan rekomendasi
penyelesaian masalah terkait penggunaan obat akibat keputusan
klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya
	 Sebelum memulai praktik visite di ruang rawat, seorang
apoteker perlu membekali diri dengan berbagai pengetahuan,
minimal: patofisiologi, terminologi medis, farmakokinetika,
farmakologi, farmakoterapi, farmakoekonomi, farmakoepidemiologi,
pengobatan berbasis bukti. Selain itu diperlukan kemampuan
interpretasi data laboratorium dan data penunjang diagnostik lain;
berkomunikasi secara efektif dengan pasien, dan tenaga kesehatan
lain. Praktik visite membutuhkan persiapan dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:   
3.1 	 Seleksi pasien
	 Seharusnya layanan visite diberikan kepada semua pasien
yang masuk rumah sakit. Namun mengingat keterbatasan jumlah
apoteker maka layanan visite diprioritaskan untuk pasien dengan
kriteria sebagai berikut:
a.	 Pasien baru (dalam 24 jam pertama);
b.	 Pasien dalam perawatan intensif;
c.	 Pasien yang menerima lebih dari 5 macam obat;
12
d.	 Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama hati
dan ginjal;
e.	 Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai
kritis (critical value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit,
penurunan kadar albumin;
f.	 Pasien yang mendapatkan obat yang mempunyai indeks
terapetik sempit, berpotensi menimbulkan reaksi obat yang
tidak diinginkan (ROTD) yang fatal. Contoh: pasien yang
mendapatkan terapi obat digoksin, karbamazepin, teofilin,
sitostatika;
3.2 	 Pengumpulan informasi penggunaan obat
	 Informasi penggunaan obat dapat diperoleh dari rekam medik,
wawancara dengan pasien/keluarga, catatan pemberian obat.
Informasi tersebut meliputi:
-	 Data pasien : nama, nomor rekam medis, umur, jenis kelamin,
berat badan (BB), tinggi badan (TB), ruang rawat, nomor
tempat tidur, sumber pembiayaan
-	 Keluhan utama: keluhan/kondisi pasien yang menjadi alasan
untuk dirawat  
-	 Riwayat penyakit saat ini (history of present illness) merupakan
riwayat keluhan / keadaan pasien berkenaan dengan penyakit
yang dideritanya saat ini  
-	 Riwayat sosial: kondisi sosial (gaya hidup) dan ekonomi pasien
yang berhubungan dengan penyakitnya. Contoh: pola makan,
merokok, minuman keras, perilaku seks bebas, pengguna
narkoba, tingkat pendidikan, penghasilan
-	 Riwayat penyakit terdahulu: riwayat singkat penyakit yang
pernah diderita pasien, tindakan dan perawatan yang
pernah diterimanya yang berhubungan dengan penyakit
pasien saat ini
13
-	 Riwayat penyakit keluarga: adanya keluarga yang menderita
penyakit yang sama atau berhubungan dengan penyakit yang
sedang dialami pasien. Contoh: hipertensi, diabetes, jantung,
kelainan darah, kanker  
-	 Riwayat penggunaan obat: daftar obat yang pernah digunakan
pasien sebelum dirawat (termasuk obat bebas, obat tradisional/
herbal medicine) dan lama penggunaan obat
-	 Riwayat alergi/ ROTD daftar obat yang pernah menimbulkan
reaksi alergi atau ROTD.
-	 Pemeriksaan fisik: tanda-tanda vital (temperatur, tekanan
darah, nadi, kecepatan pernapasan), kajian sistem organ
(kardiovaskuler, ginjal, hati)
-	 Pemeriksaanlaboratorium:Datahasilpemeriksaanlaboratorium
diperlukan dengan tujuan: (i) menilai apakah diperlukan terapi
obat, (ii) penyesuaian dosis, (iii) menilai efek terapeutik obat,
(iv) menilai adanya ROTD, (v) mencegah terjadinya kesalahan
dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratorium,
misalnya: akibat sampel sudah rusak, kuantitas sampel tidak
cukup, sampel diambil pada waktu yang tidak tepat, prosedur
tidak benar, reagensia yang digunakan tidak tepat, kesalahan
teknis oleh petugas, interaksi dengan makanan/obat.
Apoteker harus dapat menilai hasil pemeriksaan pasien dan
membandingkannya dengan nilai normal. (lihat contoh kasus)
-	 Pemeriksaan diagnostik: foto roentgen, USG, CT Scan. Data
hasil pemeriksaan diagnostik diperlukan dengan tujuan:
(i) menunjang penegakan diagnosis, (ii) menilai hasil
terapeutik pengobatan, (iii) menilai adanya risiko pengobatan.
-	 Masalah medis meliputi gejala dan tanda klinis, diagnosis
utama dan penyerta.
-	 Catatan penggunaan obat saat ini adalah daftar obat yang
sedang digunakan oleh pasien.
14
-	 Catatan perkembangan pasien adalah kondisi klinis pasien
yang diamati dari hari ke hari.
3.3 	 Pengkajian masalah terkait obat
	 Pasien yang mendapatkan obat memiliki risiko mengalami
masalah terkait penggunaan obat baik yang bersifat aktual (yang
nyata terjadi) maupun potensial (yang mungkin terjadi). Masalah
terkait penggunaan obat antara lain: efektivitas terapi, efek samping
obat, biaya. Penjelasan rinci tentang klasifikasi masalah terkait obat
lihat lampiran 2.
3.4 Fasilitas
Fasilitas praktik visite antara lain:
a.	 Formulir Pemantauan Terapi Obat
b.	 Referensi dapat berupa cetakan atau elektronik, misalnya:
Formularium Rumah Sakit, Pedoman Penggunaan Antibiotika,
Pedoman Diagnosis dan Terapi, Daftar Obat Askes (DOA),
Daftar Plafon Harga Obat (DPHO), British National Formulary
(BNF), Drug Information Handbook (DIH), American Hospital
Formulary Services (AHFS): Drug Information, Pedoman
Terapi, dll.
c.	 Kalkulator
15
BAB 4
PELAKSANAAN VISITE
	 Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri
atau kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan situasi
dan kondisi. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing (lihat tabel) yang perlu diperhatikan dalam melakukan
kegiatan visite dan menetapkan rekomendasi.
Kegiatan visite mandiri
Kegiatan visite tim:
16
4.1 	 Visite Mandiri
4.1.1 Memperkenalkan diri kepada pasien
	 Pada kegiatan visite mandiri, apoteker harus memperkenalkan
diri kepada pasien dan keluarganya agar timbul kepercayaan mereka
terhadap profesi apoteker sehingga mereka dapat bersikap terbuka
dan kooperatif. Contoh cara memperkenalkan diri, “Selamat pagi Bu
Siti, saya Retno, apoteker di ruang rawat ini. Bagaimana keadaan Ibu
hari ini? Membaik? Atau ada keluhan lain?”. Pada tahap ini, apoteker
dapat menilai adanya hambatan pasien dalam berkomunikasi dan
status klinis pasien (misalnya: kesadaran, kesulitan berbicara, dll).
4.1.2 Mendengarkan respon yang disampaikan oleh pasien dan
identifikasi masalah
	 Setelah memberikan salam, apoteker berkomunikasi efektif
secaraaktifuntukmenggalipermasalahanpasienterkaitpenggunaan
obat (lihat informasi penggunaan obat di atas). Respon dapat
berupa keluhan yang disampaikan oleh pasien, misalnya: rasa nyeri
menetap/bertambah, sulit buang air besar; atau adanya keluhan
baru, misalnya: gatal-gatal, mual, pusing. Apoteker harus melakukan
kajian untuk memastikan apakah keluhan tersebut terkait dengan
penggunaan obat yang telah diberitahukan sebelumnya, misalnya
urin berwarna merah karena penggunaan rifampisin; mual karena
penggunaan siprofloksasin atau metformin.
	 Setelah bertemu dengan pasien berdasarkan informasi
penggunaan yang diperoleh, apoteker dapat (i) menetapkan status
masalah (aktual atau potensial), dan (ii) mengidentifikasi adanya
masalah baru.
  
4.1.3	Memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan
masalah terkait penggunaan obat
	 Pada visite mandiri, rekomendasi lebih ditujukan kepada
pasien dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan
17
obat dalam hal aturan pakai, cara pakai, dan hal-hal yang harus
diperhatikan selama menggunakan obat. Rekomendasi kepada
pasien yang dilakukan oleh apoteker dapat berupa konseling,
edukasi, dan pendampingan cara penggunaan obat.
	 Setelah pelaksanaan visite mandiri, apoteker dapat
menyampaikan rekomendasi kepada perawat tentang jadwal dan
cara pemberian obat, misalnya: obat diberikan pada waktu yang
telah ditentukan (interval waktu pemberian yang sama), pemberian
obat sebelum/sesudah makan, selang waktu pemberian obat untuk
mencegah terjadinya interaksi, kecepatan infus, jenis pelarut yang
digunakan, stabilitas dan ketercampuran obat suntik. Rekomendasi
kepada perawat yang dilakukan oleh apoteker dapat berupa
konseling, edukasi, dan pendampingan cara penyiapan obat.
	 Rekomendasi yang diberikan harus berdasarkan pada bukti
terbaik, terpercaya dan terkini agar diperoleh hasil terapi yang
optimal.
	 Rekomendasi kepada apoteker lain dapat dilakukan dalam
proses penyiapan obat, misalnya: kalkulasi dan penyesuaian
dosis, pengaturan jalur dan laju infus. Rekomendasi kepada dokter
yang merawat yang dilakukan oleh apoteker dapat berupa diskusi
pembahasan masalah dan kesepakatan keputusan terapi.
4.1.4	 Melakukan pemantauan implementasi rekomendasi
	 Apoteker harus memantau pelaksanaan rekomendasi kepada
pasien, perawat, atau dokter. Jika rekomendasi belum dilaksanakan
maka apoteker harus menelusuri penyebab tidak dilaksanakannya
rekomendasi dan mengupayakan penyelesaian masalah. Contoh:
pasien minum siprofloksasin bersama dengan antasida karena
sudah terbiasa minum semua obat setelah makan atau minum
siprofloksasin bersama dengan susu. Seharusnya siprofloksasin
diminum dengan selang waktu 2 jam sebelum minum antasida/susu.
Hal tersebut dapat diatasi dengan memberi edukasi kepada perawat/
pasien tentang adanya interaksi antara siprofloksasin dan antasida/
18
susu membentuk kompleks yang menyebabkan penyerapan
siprofloksasin terganggu dan efektivitas siprofloksasin berkurang.
4.1.5 Melakukan pemantauan efektivitas dan keamanan terkait
penggunaan obat
	 Pemantauan efektivitas dan keamanan efek samping dapat
dilakukandenganmenggunakanmetodeSubject-ObjectAssessment
Plan(SOAP).Subjektifadalahsemuakeluhanyangdirasakanpasien.
Objektif adalah hasil pemeriksaan yang dapat diukur, misalnya
temperatur, tekanan darah, kadar glukosa darah, kreatinin serum,
bersihan kreatinin, jumlah leukosit dalam darah, dll. Assessment
adalah penilaian penggunaan obat pasien (identifikasi masalah
terkait obat). Plan adalah rekomendasi yang diberikan berdasarkan
assessment yang dilakukan. Apoteker juga harus memantau hasil
rekomendasi dengan mengamati kondisi klinis pasien baik yang
terkait dengan efektivitas terapi maupun efek samping obat. Contoh:
efektivitas antibiotika dapat dinilai dari perbaikan tanda-tanda infeksi
setelah 48-72 jam, misalnya: demam menurun (36,5-37oC), jumlah
leukosit mendekati nilai normal (5000-10.000x109/L); sedangkan
efek samping antibiotika, misalnya: diare, mual.
4.2 	 Visite tim
4.2.1	Memperkenalkan diri kepada pasien dan/atau tim
	 Pada kegiatan visite bersama dengan tenaga kesehatan lain,
perkenalan anggota tim kepada pasien dan keluarganya dilakukan
oleh ketua tim visite.
4.2.2	Mengikuti dengan seksama presentasi kasus yang
disampaikan
	 Pada saat mengunjungi pasien, dokter yang merawat akan
memaparkan perkembangan kondisi klinis pasien berdasarkan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan wawancara dengan
19
pasien; hal ini dapat dimanfaatkan apoteker untuk memperbarui
data pasien yang telah diperoleh sebelumnya atau mengkaji
ulang permasalahan baru yang timbul karena perubahan terapi.
Apoteker harus berpartisipasi aktif dalam menggali latar belakang
permasalahan terkait penggunaan obat. Contoh: keluhan pasien
berupa sulit buang air besar dapat disebabkan oleh imobilitas atau
efek samping obat, misalnya codein.
4.2.3	Memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan
masalah terkait penggunaan obat
	 Sebelum memberikan rekomendasi, apoteker berdiskusi
dengan anggota tim secara aktif untuk saling mengklarifikasi,
mengkonfirmasi, dan melengkapi informasi penggunaan obat,
Pada visite tim, rekomendasi lebih ditujukan kepada dokter yang
merawat dengan tujuan untuk meningkatkan hasil terapi, khususnya
dalam pemilihan terapi obat, misalnya pemilihan jenis dan rejimen
antibiotika untuk terapi demam tifoid, waktu penggantian antibiotika
injeksi menjadi antibiotika oral, lama penggunaan antibiotika sesuai
pedoman terapi yang berlaku.
	 Rekomendasi yang diberikan harus berdasarkan informasi dari
pasien, pengalaman klinis (kepakaran) dokter dan bukti terbaik yang
dapat diperoleh. Rekomendasi tersebut merupakan kesepakatan
penggunaan obat yang terbaik agar diperoleh hasil terapi yang
optimal. Pemberian rekomendasi kepada dokter yang merawat
dikomunikasikan secara efektif, misalnya: saran tertentu yang
bersifat sensitif (dapat menimbulkan kesalahpahaman) diberikan
secara pribadi (tidak di depan pasien/perawat).
4.2.4	Melakukan pemantauan implementasi rekomendasi
	 Setelah rekomendasi disetujui dokter yang merawat untuk
diimplementasikan, apoteker harus memantau pelaksanaan
rekomendasi perubahan terapi pada rekam medik dan catatan
pemberian obat. Jika rekomendasi belum dilaksanakan maka
20
apoteker harus menelusuri penyebabnya dan mengupayakan
penyelesaian masalah. Contoh: jika saran untuk mengganti
antibiotika injeksi menjadi antibiotika oral setelah 2 hari suhu tubuh
pasien normal tidak dilaksanakan (dapat diketahui dari rekam
medik/catatan pemberian obat) maka apoteker harus menelusuri
penyebabnya. Contoh penyebabnya: dokter belum memberikan
instruksi, obat tidak tersedia, perawat belum memberikan. Apoteker
dapat mengingatkan dokter tentang penggantian bentuk sediaan
antibiotika.
4.2.5	Melakukan pemantauan efektivitas dan keamanan terkait
penggunaan obat
	 Pemantauan efektivitas dan keamanan penggunaan obat
berupa keluhan pasien, manifestasi klinis, dan hasil pemeriksaan
penunjang; dapat dilakukan dengan menggunakan metode SOAP.
Contoh: pemberian insulin harus dipantau secara ketat untuk
penyesuaian dosis (target kadar glukosa darah tercapai) dan
menghindari terjadinya hipoglikemia; pada penggunaan Kaptopril,
apoteker memperhatikan penurunan tekanan darah pasien sebagai
indikator efektivitas terapi dan menanyakan keluhan batuk kering
sebagai indikator ROTD.
4.3 	 Dokumentasi praktik visite
	 Pendokumentasian merupakan hal yang harus dilakukan
dalam setiap kegiatan pelayanan farmasi. Pendokumentasian
adalah kegiatan merekam praktik visite yang meliputi: informasi
penggunaan obat, perubahan terapi, catatan kajian penggunaan
obat (masalah terkait penggunaan obat, rekomendasi, hasil diskusi
dengan dokter yang merawat, implementasi, hasil terapi).
Tujuan pendokumentasian kegiatan visite pasien adalah:
a.	 Menjamin akuntabilitas dan kredibilitas
b.	 Bahan evaluasi dan perbaikan mutu kegiatan
c.	 Bahan pendidikan dan penelitian kegiatan
21
	 Pendokumentasian dilakukan pada lembar kerja praktik
visite dan lembar kajian penggunaan obat (lihat contoh pada
lampiran). Penyimpanan dokumentasi kegiatan visite dapat disusun
berdasarkan nama pasien dan tanggal lahir, serta nomor rekam
medik agar mudah ditelusuri kembali. Hal yang harus diperhatikan
oleh apoteker adalah bahwa dokumen bersifat rahasia, oleh karena
itu harus dikelola dengan baik sehingga terjaga kerahasiaannya.
22
23
BAB 5
EVALUASI PRAKTIK VISITE
	 Evaluasi merupakan proses penjaminan kualitas pelayanan
dalam hal ini praktik visite apoteker ruang rawat berdasarkan
indikator yang ditetapkan. Indikator dapat dikembangkan sesuai
dengan program mutu rumah sakit masing-masing.
	 Secara garis besar evaluasi dapat dilakukan pada tahap input,
proses maupun output. Lingkup materi evaluasi terhadap kinerja
apoteker antara lain dalam hal:
1.	 Pengkajian rencana pengobatan pasien
2.	 Pengkajian dokumentasi pemberian obat
3.	 Frekuensi diskusi masalah klinis terkait pasien termasuk
rencana apoteker untuk mengatasi masalah tersebut
4.	 Rekomendasi apoteker dalam perubahan rejimen obat (clinical
pharmacy intervention)
	 Materi lingkup di atas dapat dibuat dalam bentuk indikator
kinerja seperti contoh di bawah  ini :
24
Indikator Kunci Kinerja visite apoteker
(key performance indicator)
25
BAB 6
PENUTUP
	 Pelayanan kefarmasian merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada
pelayanan pasien. Visite adalah salah satu fungsi klinik apoteker
dalam pelayanan kefarmasian untuk memantau efek terapi dan
efek samping obat, menilai kemajuan kondisi pasien bekerjasama
dengan tenaga kesehatan lainnya.
	 Adanya pedoman visite bagi apoteker di fasilitas pelayanan
kesehatan diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi
bagi apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian
(pharmaceutical care) secara menyeluruh. Kegiatan visite yang
dilakukan secara benar akan meningkatkan peran dan citra tenaga
farmasi di masyarakat luas dan dapat meningkatkan derajat
kesehatan.
26
27
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Pedoman
Konseling Pelayanan Kefarmasian Di Fasilitas Kesehatan.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hansen, K.N.  Parthasaranthi, G. (2004). Text Book of Clinical
Pharmacy Practice: Essential Concept and Skills. India: Orient
Longman Private Limited.
LYH Lai, MSM Hu, NCW Leow, PN Voon, Jl Wong, LL
Tiong.”Pharmacist Participation in Clinician Rounds and Cost
Saving Implications”. Departement of Pharmacy, Serawak:
General Hospital.
Poh,E.P.,Nigro,O.,Avent,M.L.,Doecke,C.J.(2009).Pharmaceutical
Reforms: Clinical Pharmacy Ward Service Versus a Medical
Team Model. J Pharm Pract Res. 3, 39: 176-80.
Siregar, J.P.C.,  Kumolosasi, E. (2005). Farmasi Klinik : Teori dan
Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Stephens, M (Ed). (2000). Hospital Pharmacy. London:
Pharmaceutical Press.
Suthakaran, C.,  Adithan, C. (Ed). Therapeutic drug monitoring
– concepts, methodology, clinical applications and limitations.
Health Administrator. 19, 1, 22-26
PK.Lakshmi, Clinical Pharmacy Services, 2006
Hinton, James, May San Kyi, Stella Barnass, Do antibiotic ward
rounds improve antibiotic prescribing? West Middlesex
University Hospital, UK.
28
WHO, Developing pharmacy practice: A focus ob patient care,
Handbook, 2006
ManuelAlosAlminana, et.al, The Need for Clinical Pharmacy , WSCP
European Society of Clinical Pharmacy
SHPA Standards of Practice for Clinical Pharmacy, J Pharm Pract
Res 2005;35(2):122-46
Aslam Mohamed, Chik Kaw Tan dan Adji Prayitno, Farmasi Klinik,
Jakarta: PT. Elex Komputindo, 2003.
29
21
LAMPIRAN 1
FORM PEMANTAUN TERAPI OBAT
Nama	Rumah	Sakit:	 Ruangan	Rawat:	
Nama	Pasien:	
Umur:	
Jenis	Kelamin:	
Berat	Badan:	
Tinggi	Badan:	
KELUHAN UTAMA:
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU:
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
RIWAYAT KELUARGA:
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
RIWAYAT SOSIAL:
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT:
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
LAMPIRAN 1
FORMULIR PEMANTAUAN TERAPI OBAT
30
22
HASIL PEMERIKSAAN FISIK:
Pemeriksaan Nilai normal Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. Tgl.
	 	 	 	 	 	 	
	 	 	 	 	 	 	
	 	 	 	 	 	 	
	 	 	 	 	 	 	
	 	 	 	 	 	 	
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM:
Pemeriksaan Nilai normal Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. Tgl.
	 	 	 	 	 	 	
	 	 	 	 	 	 	
	 	 	 	 	 	 	
	 	 	 	 	 	 	
HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK:
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
HASIL PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI:
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
31
23
PENGGUNAAN OBAT SAAT INI:
Nama Obat Regimen Indikasi Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. Tgl.
	 	 	 	 	 	 	 	 	 	 	
	 	 	 	 	 	 	 	 	 	 	
	 	 	 	 	 	 	 	 	 	 	
	 	 	 	 	 	 	 	 	 	 	
	 	 	 	 	 	 	 	 	 	 	
DIAGNOSIS:
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
32
24
PEMANTAUAN (S.O.A.P)
Tgl Kondisi
Klinis
(S/O)
Masalah Terkait
Obat
(Assassment)
Rekomendasi
(Plan)
Ttd Keterangan
33
LAMPIRAN 2
KLASIFIKASI MASALAH TERKAIT OBAT
34
26
Klasifikasi sub domain Masalah (PCNE v6.2)
Kode Domain Utama
Efektivitas terapi M1.1 Obat	tidak	efektif	atau	pengobatan	gagal	
M1.2 Efek	obat	tidak	optimal	
M1.3 Efek	obat	salah	(idiosinkrasi)	
M1.4 Ada	indikasi	yang	tidak	diterapi	
Reaksi Obat yang
Tidak
Dikehendaki
(ROTD)
M2.1 Pasien	menderita	ROTD	bukan	alergi	
M2.2 Pasien	menderita	ROTD	alergi	
M2.3 Pasien	menderita	efek	toksik		
Biaya
pengobatan
M3.1 Biaya	pengobatan	lebih	mahal	dari	yang	diperlukan	
M3.2 Obat	tidak	diperlukan	
Lain-lain M4.1 Pasien	tidak	puas	dengan	terapi	yang	diterimanya	meskipun	
terapi	tersebut	optimal	baik	dari	segi	efektivitas	maupun	biaya	
M4.2 Keluhan	pasien/masalah	tidak	jelas,	tidak	termasuk	ketiga	
kategori	masalah	terkait	obat	di	atas
35
27
Klasifikasi sub domain Penyebab (PCNE v6.2)
Kode Domain Utama
Pemilihan obat P1.1 Pemilihan	obat	tidak	tepat	(bukan	untuk	indikasi	yang	paling	tepat)	
termasuk	penggunaan	obat	yang	kontraindikasi	
P1.2 Tidak	ada	indikasi	penggunaan	obat	atau	indikasi	obat	tidak	jelas		
P1.3 Kombinasi	obat-obat	atau	obat-makanan	tidak	tepat	termasuk	kejadian	
interaksi	obat	
P1.4 Duplikasi	kelompok	terapi	atau	bahan	aktif	yang	tidak	tepat	
P1.5 Ada	indikasi	tetapi	obat	tidak	diresepkan	
P1.6 Banyak	obat	(kelompok	terapi	atau	bahan	aktif	yang	berbeda)	
diresepkan	untuk	indikasi	yang	sama	
P1.7 Tersedia	obat	yang	lebih	hemat	biaya	
P1.8 Kebutuhan	obat	yang	bersifat	sinergis/preventif	tidak	diresepkan	
P1.9 Ada	indikasi	baru	dan	obat	belum	diresepkan	
Pemilihan bentuk
sediaan
P2.1 Bentuk	sediaan	obat	tidak	tepat	
Pemilihan dosis P3.1 Dosis	obat	terlalu	rendah	
P3.2 Dosis	obat	terlalu	tinggi	
P3.3 Pengaturan	dosis	kurang	sering	
P3.4 Pengaturan	dosis	terlalu	sering	
P3.5 Tidak	dilakukan	Pemantauan	Kadar	Obat	Dalam	Darah	(PKOD)	
P3.6 Masalah	terkait	farmakokinetika	obat	yang	memerlukan	penyesuaian	
dosis	
P3.7 Perburukan/perbaikan	kondisi	sakit	yang	memerlukan	penyesuaian	
dosis	
Penentuan lama
pengobatan
P4.1 Lama	pengobatan	terlalu	pendek	
P4.2 Lama	pengobatan	terlalu	panjang	
Proses
penggunaan obat
P5.1 Waktu	penggunaan	obat	atau	interval	pemberian	dosis	tidak	tepat	
P5.2 Menggunakan	obat	lebih	sedikit	dari	pedoman	pengobatan	
(underused)	atau	pemberian	obat	lebih	jarang	dari	aturan	penggunaan	
(under-administered)
P5.3 Menggunakan	obat	berlebih	(overused)	atau	pemberian	obat	melebihi	
aturan	penggunaan	(over-administered)
P5.4 Obat	tidak	diminum	atau	tidak	diberikan	
P5.5 Minum	obat	yang	salah	atau	memberikan	obat	yang	salah
36
28
P5.6 Penyalahgunaan	obat	(penggunaan	obat	tidak	sesuai	peruntukan	
resmi)		
P5.7 Pasien	tidak	dapat	menggunakan	obat	atau	bentuk	sediaan	sesuai	
aturan	
Klasifikasi sub domain Penyebab (PCNE v6.2) lanjutan
Kode Domain Utama
Logistik
(Kefarmasian)
P6.1 Obat	yang	diresepkan	tidak	tersedia	
P6.2 Kesalahan	peresepan	(dalam	hal	menulis	resep)	
P6.3 Kesalahan	peracikan	obat	(dispensing error)
Pasien P7.1 Pasien	lupa	minum	obat	
P7.2 Pasien	mengunakan	obat	yang	tidak	diperlukan	
P7.3 Pasien	makan	makanan	yang	berinteraksi	dengan	obat	
P7.4 Penyimpanan	obat	oleh	pasien	tidak	tepat	
Lain-lain P8.1 Lain-lain;	sebutkan	
P8.2 Penyebab	tidak	jelas
37
38
30
Klasifikasi sub domain Hasil Intervensi (PCNE v6.2)
Kode Domain Utama
Hasil intervensi
tidak diketahui
H0.0 Hasil	intervensi	tidak	diketahui	
Masalah
terselesaikan
secara tuntas
H1.0 Masalah	terselesaikan	tuntas	
Masalah
terselesaikan
sebagian
H2.0 Masalah	terselesaikan	sebagian	
Masalah tidak
terselesaikan
H3.1 Masalah	tidak	terselesaikan,	kerja	sama	dengan	pasien	kurang	
H3.2 Masalah	tidak	terselesaikan,	kerja	sama	dengan	penulis	resep	
kurang	
H3.3 Masalah	tidak	terselesaikan,	intervensi	tidak	efektif	
H3.4 Tidak	ada	kebutuhan	atau	kemungkinan	untuk	menyelesaikan	
masaah
39
LAMPIRAN 3
ALGORITME NARANJO
	 Algoritma atau skala Naranjo dapat digunakan untuk mengidentifikasi
ROTD secara lebih kuantitatif. Algoritma Naranjo terdiri dari 10 pertanyaan
sederhana. Setiap pilihan jawaban atas pertanyaan tersebut memiliki
skor nilai yang berbeda. Setiap kolom dijumlahkan ke bawah dan hasil
penjumlahan kolom dijumlahkan. Nilai total dari hasil pengisian algoritma
tersebut akan membantu menggolongkan ROTD ke dalam beberapa
kemungkinan, yaitu pasti, lebih mungkin, mungkin dan meragukan.
No.	 Pertanyaan	 Ya	 Tidak	 Tidak
	 	 	 	 Tahu
1	 Apakah terdapat laporan lengkap tentang	 +1	 0	 0
	 reaksi tersebut sebelumnya?
2	 Apakah kejadian yang tidak dikehendaki 	 +2	 -1	 0
	 muncul setelah obat yang dicurigai
	 digunakan?
3	 Apakah ROTD membaik ketika obat 	 +1	 -1	 0
	 diberhentikan atau setelah pemberian
	 suatu antagonis yang spesifik?
4	 Apakah ROTD muncul kembali setelah 	 +2	 -1	 0
	 obatnya digunakan kembali?
5	 Adakah penyebab lain yang dapat 	 -1	 +2	 0
	 menyebabkan reaksi dengan sendirinya?
6	 Apakah reaksi muncul kembali setelah 	 -1	 0	 0
	 pemberian plasebo?
7	 Apakah kadar obat dalam darah berada 	 +1	 0	 0
	 dalam rentang yang dianggap toksik?
8	 Apakah reaksi menjadi lebih parah ketika 	 +1	 0	 0
	 dosis obat ditingkatkan atau menjadi
	 kurang parah ketika dosis obat diturunkan?
9	 Apakah pasien memiliki reaksi serupa 	 +1 	 0 	 0
	 terhadap obat-obatan yang sama atau
	 serupa pada paparan sebelumnya?
10	 Apakah ROTD telah dipastikan dengan 	 +1	 0	 0
	 suatu bukti yang obyektif (misal: hasil uji
	 laboratorium, dsb.)?	
Algoritma Naranjo (Oberg, 1999) (Garcia-Cortes, Lucena, Pachkoria, Borraz, Hidalgo, 
Andrade, 2008)
40
Hasil akhir penjumlahan dinilai berdasarkan kategori berikut: suatu reaksi
dikatakan ‘pasti’ ROTD jika dari hasil penilaian didapatkan skor  9,
‘lebih mungkin’ jika didapatkan skor 5-8, ‘mungkin’ jika memiliki skor 1-4,
‘meragukan’jika didapatkan skor   0.
41
31
LAMPIRAN 4
CONTOH KASUS
Nomor	Rekam	Medik	:	00-32-11	 Masuk	Rumah	Sakit	 :12/11/2010	pk.	21.28	
Bangsal	 :	Penyakit	Dalam	 Riwayat	alergi		 :	amoksisilin		
Nama	 	 :	St	K	 																		P/L	 Riwayat	penyakit	 :	DM	
BB	90	kg	 ;	TB	 				163	cm	 Diagnosis	masuk	 :	Hematemesis	
Keluhan:	anemia,	muntah	darah	bergumpal-gumpal	sebanyak	5	kali	mulai	tanggal	11,	
BAB	(Buang	Air	Besar)	hitam,	pusing.	
Kehidupan	sosial:	tinggal	bersama	istri	dan	anaknya;	merokok	3	batang/hari		
Hasil	pemeriksaan	laboratorium:	
Pemeriksaan	 Nilai	normal	 12/11	 15/11	 	 	 	
WBC/leukosit	 4,0-10,5	 x103
/cu	mm	 16,54	 	 	 	 	
RBC/eritrosit	 4,7-6,0	 x106
/cu	mm	 2,42	 	 	 	 	
Hb	 13,5-18,0	 g/dL	 7,0	 8,2	 	 	 	
HCT/PCV	 42-52	 %	 20,9	 	 	 	 	
PLT	 150-450	 x103
/cu	mm	 245	 	 	 	 	
HbA1C	 6,5	 %	 8,3	 	 	 	 	
aPTT	 25-38	 Detik	 31,9	 	 	 	 	
Hasil	pemeriksaan	gastroscopy:	varices	esofagus	post	ligasi,	gastritis	chronic	
LAMPIRAN 4
CONTOH KASUS
42
32
Tanda-tanda	vital	
Pemeriksaan	 Satuan	 12/11	 13/11	 14/11	 15/11	 	 	 	
Tekanan
darah
mmHg	 90/60	 90/60	 120/80	 120/80	 	 	 	
Nadi	 x/menit	 108	 96	 100	 116	 	 	 	
Temperatur	 °C	 36	 38,6	 37,2	 36,9	 	 	 	
Pengobatan	selama	dirawat:	
Nama	obat	 Aturan	pakai	 Keterangan	
RL	500mL	 4fl/24	jam	iv	 	
Ondansetron	4mg/2mL	 3x1	iv	 	
Omeprazole	40mg	 2x1	iv	 20/11	diturunkan	menjadi	1x1	
Cefotaxime	1gram	 3x1	iv	 	
Kalnex	100mg/1mL	 3x500mg	iv	 	
Vitamin	K	10mg/1mL	 3x1	im	 	
PRC	(Pack	Red	Cells)	 2	bag/hari	iv	 	
Subjektif	(S)/Objektif	(O):	kondisi	klinis;	Assessment	(A):	penilaian	masalah	
penggunaan	obat;	Plan	(P):	rekomendasi	
Tgl	 Subjektif	
(S)/Objektif
(O)	
Assessment	(A)	 Plan	(P)	 Keterangan	
12/11 O:	Perdarahan	
lambung	akut	
P1.2,	C1.1	
Somatostatin
adalah	obat	
pilihan	untuk	
mengatasi
perdarahan
esophagus,
dapat
mengurangi
kebutuhan
I1.1
memberitahu	
dokter	bahwa	
somatostatin	
lebih	efektif	
dalam
menghentikan
perdarahan
daripada
kombinasi
Dokter	setuju	
merubah	peresepan	
(I1	menjadi	I3)	
15/11	Hb	8,2g/dL,	
melena(-)
43
33
transfusi	darah	
(WGO,	2007)	
asam
tranexamat
dan	vitamin	Ka
Monitor	efektivitas	
somatostatin	dengan	
memantau	kondisi	
perdarahan	pasien	
Problem aktual
12/11	 O:	Perdarahan	
lambung	akut	
P1.2,	C3.3	
Aturan	pakai	
omeprazole
kurang	tepat,	
frekuensi
kurang	sering		
I1.1
memberitahu	
dokter	tentang	
aturan	pakai	
omeprazole
untuk
mengatasi
perdarahan
lambungb
Dokter	tetap	dengan	
aturan	pakai	2x40mg	
iv
Pemberian	iv	bolus	
omeprazole	2x40mg	
hingga	19/11.	Pada	
tanggal	20/11	
diturunkan	menjadi	
1x40mg.	
Monitor	efektivitas	
omeprazole	dengan	
memantau	kondisi	
perdarahan	pasien	
Edukasi	pasien	untuk	
tidak	makan	makanan	
yang	dapat	
mengiritasi	lambung,	
misalnya	vitamin	C	
dosis	tinggi,	sambal,	
dll.	
Problem potensial
12/11 O:	Pasien	DM	
dengan
HbA1C	8,3%	
P1.4,	C1.5	
Semua	pasien	
DM	yang	masuk	
rumah	sakit	
harus	diperiksa	
kadar	gula	
darah	dan	
I1.1
menyarankan	
dokter	untuk	
melakukan	
pemeriksaan
kadar	gula	
Dokter	setuju	
melakukan	
pemeriksaan	kadar	
gula	acak	(I1	menjadi	
I3)
44
34
HbA1C	(bila	
tidak	ada	
pemeriksaan
HbA1C	dalam	
2-3	bulan	
terakhir)	karena	
hasil	penelitian	
menunjukkan
bahwa	jumlah	
hari	perawatan	
pasien	diabetes	
lebih	lama	
daripada	pasien	
yang	tidak	
diabetes
darah	 18/11	GDA	426mg/dLc
Monitor	efektivitas	
insulin	dan	risiko	
hipoglikemia,	bila	
perlu	dilakukan	
penyesuaian	dosis	
Problem aktual
12/11	 S:	Tidak	ada	
keluhan	mual	
P3.2,	C1.2	
Tidak	ada	
indikasi
penggunaan
ondansetron	
I1.1
memberitahu	
dokter	bahwa	
penggunaan
obat	anti	
muntahnya
berlebihand
Dokter	tetap	
memberikan	
ondansetron	3x1	iv	
Sejak	tanggal	18/11	
obat	habis	(belum	
dibeli	oleh	pasien)	
Problem aktual
12/11	 O:	Obesitase
(BMI30kg/m2
)
P1.4,	C1.5	
Obesitas	dan	
profil	lipid	yang	
jelek
meningkatkan
risiko	penyakit	
kardiovaskular	
pada	pasien	
diabetes
I1.1
memberitahu	
dokter	tentang	
faktor	risiko	
pasien	dan	
rekomendasi
pemberian
statin	
I2.1
memberikan	
konseling
kepada
Tidak	ada	tanggapan	
dari	dokter	
Edukasi	pasien	untuk	
membatasi	asupan	
makanan	yang	tinggi	
kalori	atau	
menyarankan	pasien	
untuk	berkonsultasi	
dengan	ahli	gizi
45
35
pasien
tentang	faktor	
risiko	penyakit	
kardiovaskular	
karena
obesitas		
Problem potensial
12/11	 O:	Merokok	3	
batang/hari
P1.4,	C1.5	
Merokok	akan	
meningkatkan
risiko	penyakit	
kardiovaskular,	
dan	risiko	
komplikasi
mikrovaskular	
pada	pasien	
diabetes
I2.1
memberikan	
konseling
kepada
pasien
tentang	faktor	
risiko	penyakit	
kardiovaskular	
karena
merokok	
Edukasi	pasien	untuk	
berhenti	merokok		
Bila	perlu	
menyarankan	
pemberian	’Nicotine	
replacement	therapy”f
Problem potensial
Keterangan:
a
		Somatostatin,	Asam	tranexamat,	vitamin	K	
Somatostatin
iv	 bolus	 250mikrogram	 dilanjutkan	 dengan	 infus	 kontinu	 250mikrogram/jam	 hingga	
perdarahan	berhenti	(biasanya	dalam	48-72	jam).	
Lyomark	 (somatostatin)	 3mg	 pertama	 akan	 habis	 dalam	 11	 jam;	 Lyomark	 3mg	
berikutnya	 akan	 habis	 dalam	 12	 jam.	 Kira-kira	 diperlukan	 4	 ampul	 Lyomark	 dengan	
biaya	4xRp.	600.000=	Rp.	2.400.000.	
Cara	menyiapkan:	
1.	 1	ampul	Lyomarck	3mg	+	NS	(Normal	Saline,	NaCl	0,9%)	hingga	mencapai	volume	
10mL	
2.	 1	mL	disuntikan	langsung,	9mL	sisanya	diinfuskan	selama	11	jam	dengan	
kecepatan	0,82mL/jam.	
Asam	tranexamat,	vitamin	K	
Asam	tranexamat	500mg:	sehari	3x5	ampul	(1	ampul	100mg/5mL)	iv.	Jadi	diperlukan	
3x5xRp.	88.000	=	Rp.	1.320.000/hari
46
36
Vitamin	 K:	 10mg/hari	 diberikan	 secara	 intramuskular.Jadi	 diperlukan	 1x1	 ampul	
(10mg/1mL)x	Rp.	170.775	=	Rp.170.775/hari.	Pasien	dalam	kasus	ini	mendapat	3x1	
ampul.	(Sweetman	2009,	p.	1081;	1997)	
b
	Aturan	pakai	omeprazole	untuk	mengatasi	perdarahan	lambung:	iv	bolus	80mg	diikuti	
dengan	infus	kontinu	8mg/jam	selama	72	jam.	(Libby,	2000;	Lau,	2000)	
c
	GDA	496mg/dL	
Target	kadar	gula	darah:	140-180mg/dL;	HbA1C	6,5%	
Kebutuhan	 insulin	 adalah	 0,6	 unit/kg/hari.	 Untuk	 pasien	 dengan	 berat	 badan	 90kg,	
diperlukan	54	unit/hari.	Pemberian	basal	insulin	adalah	40-50%	total	kebutuhan	sehari,	
yaitu	22-27	unit/24jam;	mulai	dengan	infus	kontinu	1	unit/jam.	Bolus	insulin	sebanyak	
50-60%,	yaitu	27-33	unit	dibagi	tiga	atau	3x9-11	unit,	mulai	dengan	3x10	unit.	(ADA	
2011,	S43-6;	Clement	2004,	566)	
d
	obat	anti	muntahnya	berlebihan	
Ondansetron	 diindikasikan	 untuk	 kondisi	 mual	 sedang	 hingga	 berat,	 misalnya	 pada	
saat	kemoterapi	atau	persiapan	operasi.	Pilihan	obat	mual	untuk	kondisi	ringan	hingga	
sedang	adalah	metoclopramide	3x10mg.	(BNF	2010,	247)	
e
	obesitas	
BMI	pasien	=	90	kg/1,632
	m2
	=	33,87	kg/m2
	(33,8730,	termasuk	kategori	obesitas).	
Menurut	ADA	2011,	statin	perlu	diberikan	kepada	semua	pasien	diabetes	(berapapun	
nilai	LDLnya)	yang	berusia	40	tahun	dan	memiliki	satu	atau	lebih	faktor	risiko	penyakit	
kardiovaskular.	Obesitas	adalah	salau	satu	faktor	risiko	penyakit	kardiovaskular.	(ADA	
2011,	S29)	
e
	Nicotine	replacement	therapy	
Contoh	 obat	 yang	 digunakan	 untuk	 menghentikan	 kebiasaan	 merokok	 adalah	
varenicline.	 Sebelum	 pasien	 menggunakan	 varenicline,	 pasien	 diminta	 untuk	
menentukan	 tanggal	 berhenti	 merokok,	 kemudian	 varenicline	 diberikan	 1-2minggu	
sebelum	tanggal	tersebut	agar	pada	tanggal	yang	ditentukan	untuk	berhenti	merokok	
sudah	 tidak	 ada	 lagi	 pengaruh	 rokok.	 Aturan	 pakai	 varenicline	 tablet	 oral	 adalah	
sebagai	berikut:	
Hari	ke	1-3	 Sehari	1x0,5mg	
Hari	ke	4-7	 Sehari	2x0,5mg	
Hari	ke	8	hingga	12	minggu	 Sehari	2x1mg
47
37
Contoh kasus 2:
Nomor	Rekam	Medik	:	13-27-05	 Masuk	Rumah	Sakit	 :	02/03/2011	pk.	
10.28
Bangsal	 	 :	Penyakit	Dalam	 Riwayat	alergi		 :	–		
Nama/umur	 	 :	PS/36	tahun									
P/L
Riwayat	penyakit	 :	–	
BB			60	kg	 ;	TB	 				170								cm	 Diagnosis	masuk	 :	Obs.	Febris	
Keluhan:	nafsu	makan	berkurang,	panas	naik	turun	dan	mual	selama	1	minggu,	
muntah	1	kali,	nyeri	perut	(-),	diare	(-),	badan	agak	lemas	
Kehidupan	sosial:	tinggal	bersama	orang	tua		
Hasil	pemeriksaan	laboratorium:	
Pemeriksaan	 Nilai	normal	 02/03	 03/03	 	 	 	
WBC/leukosit	 4,0-10,5	 x103
/cu	mm	 8,6	 	 	 	 	
RBC/eritrosit	 4,7-6,0	 x106
/cu	mm	 5,21	 	 	 	 	
Hb	 13,5-18,0	 g/dL	 13,8	 	 	 	 	
HCT/PCV	 42-52	 %	 43,4	 	 	 	 	
PLT	 150-450	 x103
/cu	mm	 214	 	 	 	 	
SGOT/ASAT	 37	 U/L	 89,7	 	 	 	 	
SGPT/ALAT	 42	 U/L	 75,6	 	 	 	 	
Widal:
Typhus	O	
Typhus	H	
Parathypus	A	
Parathypus	B	
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
	 	 	
1/80
1/160
Negatif
Negatif
03/03	Foto	thorax:	normal
48
38
Tanda-tanda	vital	
Pemeriksaan	 Satuan	 02/03	 03/03	 04/03	 05/03	 06/03	 	 	
Tekanan
darah
mmHg	 130/80	 120/80	 120/80	 110/80	 120/80	 	 	
Nadi	 x/menit	 108	 92	 92	 100	 100	 	 	
Temperatur	 °C	 39,5	 37,6	 38,2	 38,0	 37,3	 	 	
Pengobatan	selama	dirawat:	
Nama	obat	 Aturan	pakai	 Keterangan	
RL	500mL	 3fl/24	jam	iv	 	
Pantoprazole	40mg	 2x1	iv	 	
Ceftriaxone	1gram	 1x1	iv	 Diberikan	kepada	pasien	2x1g	per	hari	
Magaldrate	540	mg/5mL,	
simethicone	20	mg/5mL	
3x1	C	po	 	
Parasetamol	500mg	 3x1	po	 	
Tgl	 Kondisi	klinis	 Problem	 Intervensi	 Tt	 Keterangan	
02/03 Tifoid:
demam,	mual,	
muntah;	yang	
disebabkan
oleh	bakteri	
Salmonella
typhi
P3.1,	C1.7	-	
Harga
ceftriaxone	vial	
1g	Rp.	138.600;	
amoxicillin	1g	
Rp.	18.700;	
chloramphenicol
1g	Rp.	90.000	
(MIMS,	2011)	
C1.1
Ceftriaxone	1-2	
gram	i.v	selama	
10-14	hari	
I1.1
memberitahu	
dokter	bahwa	
amoxicillina
injeksi	lebih	
cost-effective
dan
sebaiknya
ceftriaxone
hanya
digunakan
pada	kondisi	
sepsis	untuk	
menghindari
terjadinya
	 Dokter	tetap	
menggunakan
ceftriaxone
Monitor	efektivitas	
ceftriaxone	dengan	
memantau	tanda	dan	
gejala	infeksi	yang	
dialami	pasien,	
misalnya:	demam	
Monitor	jumlah
49
39
diberikan
kepada	pasien	
yang	sepsis	
(RSUD	Dr.	
Soetomo,	2006)	
C5.3	–	drug
over-
administered
karena	tertulis	di	
lembar	daftar	
obat	aturan	
pakainya	1xiv	
tetapi	diberikan	
kepada	pasien	
2x/hari
resistensi	
antibiotika		
I4.1	–	
menanyakan	
kepada
perawat	yang	
memberikan	
obat	tentang	
perbedaan
aturan	pakai	
yang	tertulis	
dan	jumlah	
obat	yang	
diberikan
kepada
pasien.	
pemberian	ceftriaxone	
per	hari	(1x	atau	2x)	
Problem aktual
02/03 Tifoid:
demam,	mual,	
muntah;	yang	
disebabkan
oleh	bakteri	
Salmonella
typhi.	Tidak	
ada	keluhan	
muntah	darah	
atau	melena.	
Tidak
diketahui
adanya
riwayat
penyakit
tukak	peptik.	
P3.2,	C1.2	
Tidak	ada	
indikasi
pemberian
pantoprazole.
Kondisi	pasien	
tidak	termasuk	
kondisi	yang	
berisiko
mengalami
stress ulcer.b
(Khalili,	2010)	
I1.1
menanyakan	
kepada	dokter	
tentang
kondisi	pasien	
yang	dapat	
meningkatkan
risiko
terjadinya
stress ulcer.
	 Dokter	menurunkan	
dosis	pantoprazole	
dari		2x40mg	iv	
menjadi	1x40mg	iv.		
Pada	tanggal	04/03	
pantoprazole	iv	
diganti	pantoprazole	
oral.
Monitor	perubahan	
dosis	dan	bentuk	
sediaan	pantoprazole;	
serta	kemungkinan	
munculnya	tanda	
perdarahan	pasien	
Edukasi	pasien	untuk	
makan	makanan	
TKTP	(Tinggi	Kalori
50
40
Tinggi	Protein)	lunak	
atau	diit	padat	rendah	
selulosa	(misalnya:	
sayuran	dan	buah-
buahan)
(DepKes,	2006)
Problem aktual
02/03 Tifoid:
demam,	mual,	
muntah;	yang	
disebabkan
oleh	bakteri	
Salmonella
typhi.	Tidak	
ada	keluhan	
muntah	darah	
atau	melena.	
Tidak
diketahui
adanya
riwayat
penyakit
tukak	peptik.	
P3.2,	C1.2	
Tidak	ada	
indikasi
pemberian
kombinasi
magaldrate	dan	
simethicone.	
Kondisi	pasien	
tidak	termasuk	
kondisi	yang	
berisiko
mengalami
stress ulcer.
(Khalili,	2010)	
I1.1
menanyakan	
kepada	dokter	
tentang
kondisi	pasien	
yang	dapat	
meningkatkan
risiko
terjadinya
stress ulcer.
	 Dokter	tetap	
menggunakan
kombinasi	magaldrate	
dan	simethicone.		
Pada	tanggal	05/03	
instruksi	penggunaan	
kombinasi	magaldrate	
dan	simethicone:	HS	
(Habis	–	Stop).	
Problem aktual
Keterangan:
a
		Pemberian	amoxicillin	injeksi	untuk	terapi	demam	tifoid	
Amoxycilline	 100mg/kg	 BB	 sehari	 oral/intravena,	 dibagi	 dalam	 3	 atau	 4	 dosis.	
Antimikroba	diberikan	selama	14	hari	atau	sampai	7	hari	bebas	demam.	
Untuk	 pasien	 dengan	 berat	 badan	 60kg,	 dosis	 amoxicillin	 100mg/kg	 BB	 x	
60kg=6000mg	dibagi	dalam	3	dosis,	berarti	sehari	3x2gram.	
Untuk	pasien	yang	sepsis	dapat	diberikan	ceftriaxone	1-2	gram	iv	selama	10-14	hari.	
(RSUD	Dr.	Soetomo	2006,	p.	362-7)
51
41
b
	Stress	ulcer	
Menurut American Society of Health-System Pharmacists	 (ASHP)	 1999	 profilaksis	
diberikan	 pada	 indikasi/kondisi:	 penggunaan	 ventilator	 mekanik	 48jam,	 masalah	
coagulopathy	 (jumlah	 platelet50.000;	 INR1,5;	 PTT2	 kali	 normal),	 riwayat	
perdarahan	lambung	atau	tukak	peptic	dalam	1	tahun	terakhir.	Profilaksis	juga	dapat	
diberikan	 pada	 kondisi:	 sepsis,	 insufisiensi	 ginjal,	 gangguan	 fungsi	 hati,	 enteral
feeding,	penggunaan	glukokortikoid	(misalnya:	penggunaan	hidrokortison250mg/hari	
atau	 setara),	 penggunaan	 heparin	 atau	 low molecular weight heparin	 (LMWH),	
penggunaan	warfarin,	penggunaan	NSAID	lebih	dari	3	bulan,	rawat	inap	di	ICU	lebih	
dari	1	minggu,	mengalami	perdarahan	lambung	selama	6	hari	atau	lebih.	
Daftar Pustaka
1.	 Khalili	H,	Dashti-Khavidaki	S,	Talasaz	AHH,	Tabeefar	H,	Hendoise	N.	Descriptive	
analysis	of	a	clinical	pharmacy	intervention	to	improve	the	appropriate	use	of	stress	
ulcer	 prophylaxis	 in	 a	 hospital	 infectious	 disease	 ward.	 J	 Manag	 Care	 Pharm.	
2010;16(2):114-21.
2.	 Martínez-López	de	Castro	N,	Troncoso-Mariño	A,	Campelo-Sánchez	E,	Vázquez-
López	C,	Inaraja-Bobo	MT.	Pharmaceutical	care	strategies	to	prevent	medication	
errors.	Rev	Calid	Asist.	2009	Aug;24(4):149-54.	
3.	 Kjeldby	C,	Bjerre	A,	Refsum	N.	[Clinical	pharmacist	in	a	multidisciplinary	team	in	a	
paediatric	 department]	 [Article	 in	 Norwegian].	 Tidsskr	 Nor	 Laegeforen.	 2009	 Sep	
10;129(17):1746-9.
4.	 National	 Association	 of	 Pharmacy	 Regulatory	 Authorities.	 Model	 standards	 of	
practice	 for	 Canadian	 pharmacists	 [Internet].	 2009	 [cited	 2011	 Feb	 8].	 Available	
from:
http://www.ocpinfo.com/Client/ocp/OCPHome.nsf/object/Model_Standards/$file/Mo
del_Standards.pdf.
5.	 World	Health	Organization.	Developing	pharmacy	practice:	a	focus	on	patient	care	
[Internet].	 2006	 [cited	 2011	 Feb	 8].	 Available	 from:	
http://www.fip.org/files/fip/publications/DevelopingPharmacyPractice/DevelopingPh
armacyPracticeEN.pdf.	
6.	 The	 PCNE	 classification	 for	 drug	 related	 problems	 V	 6.2.	 Zuidlaren.	 The	
Pharmaceutical	Care	Network	Europe;	2010.	
7.	 Pharmaceutical	 Society	 of	 Australia.	 Guidelines	 for	 pharmacists	 providing	
Residential	 Medication	 Management	 Review	 (RMMR)	 and	 Quality	 Use	 of	
Medicines	 (QUM)	 services	 [Internet].	 2010	 [cited	 2011	 Feb	 8].	 Available	 from:	
http://www.psa.org.au/site.php?id=6730.	
8.	 World	 Gastroenterology	 Organisation.	 Esophageal	 varices	 [Internet].	 2007	 [cited	
2011	 Feb	 8].	 Available	 from:	
http://www.worldgastroenterology.org/assets/downloads/en/pdf/guidelines/18_treat
ment_e_varices_en.pdf.	
9.	 Sweetman	SC,	Blake	PS,	Brayfield	A,	McGlashan	JM,	Neathercoat	GC,	Parsons	
AV,	et	al.	Martindale:	the	complete	drug	reference.	36th
	ed.	London:	Pharmaceutical	
Press;	2009.	
Daftar Kasus
(Untuk Contoh Kasus)
1.	 Khalili H, Dashti-Khavidaki S, Talasaz AHH, Tabeefar H, Hendoise
N. Descriptive analysis of a clinical pharmacy intervention to improve
the appropriate use of stress ulcer prophylaxis in a hospital infectious
disease ward. J Manag Care Pharm. 2010;16(2):114-21.
2.	 Martínez-López de Castro N, Troncoso-Mariño A, Campelo-
Sánchez E, Vázquez-López C, Inaraja-Bobo MT. Pharmaceutical
care strategies to prevent medication errors. Rev Calid Asist. 2009
Aug;24(4):149-54.
3.	 KjeldbyC,BjerreA,RefsumN.[Clinicalpharmacistinamultidisciplinary
team in a paediatric department] [Article in Norwegian]. Tidsskr Nor
Laegeforen. 2009 Sep 10;129(17):1746-9.
4.	 National Association of Pharmacy Regulatory Authorities. Model
standards of practice for Canadian pharmacists [Internet]. 2009
[cited 2011 Feb 8]. Available from: http://www.ocpinfo.com/Client/
ocp/OCPHome.nsf/object/Model_Standards/$file/Model_Standards.
pdf.
5.	 World Health Organization. Developing pharmacy practice: a focus on
patient care [Internet]. 2006 [cited 2011 Feb 8]. Available from: http://
www.fip.org/files/fip/publications/DevelopingPharmacyPractice/
DevelopingPharmacyPracticeEN.pdf.
6.	 The PCNE classification for drug related problems V 6.2. Zuidlaren.
The Pharmaceutical Care Network Europe; 2010.
52
7.	 Pharmaceutical Society of Australia. Guidelines for pharmacists
providing Residential Medication Management Review (RMMR) and
Quality Use of Medicines (QUM) services [Internet]. 2010 [cited 2011
Feb 8]. Available from: http://www.psa.org.au/site.php?id=6730.
8.	 World Gastroenterology Organisation. Esophageal varices
[Internet]. 2007 [cited 2011 Feb 8]. Available from: http://www.
worldgastroenterology.org/assets/downloads/en/pdf/guidelines/18_
treatment_e_varices_en.pdf.
9.	 Sweetman SC, Blake PS, Brayfield A, McGlashan JM, Neathercoat
GC, Parsons AV, et al. Martindale: the complete drug reference. 36th
ed. London: Pharmaceutical Press; 2009.
10.	 Lau JYW, Sung JJY, Lee KKC, Yung M, Wong SKH, Wu JCY, et
al. Effect of intravenous omeprazole on recurrent bleeding after
endoscopic treatment of bleeding peptic ulcers. N Engl J Med.
2000;343:310-6.
11.	 Libby ED. Omeprazole to prevent recurrent bleeding after endoscopic
treatment of ulcers. N Engl J Med. 2000;343:358-9.
12.	 Clement S, Braithwaite SS, Magee MF, Ahmann A, Smith EP,
Schafer RG, Hirsch IB. Management of diabetes and hyperglycemia
in hospitals. Diabetes Care. 2004;27(2):553-91.
13.	 Martin J, Claase LA, Jordan B, Macfarlane CR, Patterson AF, Ryan
RSM, et al. BNF 59: March 2010. 59th ed. London: BMJ Group and
Pharmaceutical Press; 2010.
14.	 Datapharm Communications Limited. CHAMPIX 0.5 mg film-coated
tablets; CHAMPIX 1 mg film-coated tablets [Internet]. 2011 [cited
2011 Feb 8]. Available from: http://www.medicines.org.uk/EMC/
medicine/19045/SPC/CHAMPIX++0.5+mg+film-coated+tablets%3b
+CHAMPIX++1+mg+film-coated+tablets/#POSOLOGY.
15.	 Klopotowska JE, Kuiper R, van Kan HJ, de Pont AC, Dijkgraaf MG,
Lie-A-Huen L, Vroom MB, Smorenburg SM. On-ward participation
of a hospital pharmacist in a Dutch intensive care unit reduces
prescribing errors and related patient harm: an intervention study.
Crit Care. 2010;14(5):R174. Epub 2010 Oct 4
53
LAMPIRAN 5
FORMULIR MONITORING EFEK SAMPING OBAT
54

More Related Content

What's hot

Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmasPetunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmasHelenWidaya
 
PMK Nomor 12_Tahun 2017 ttg_penyelenggaraan_imunisasi_
PMK Nomor 12_Tahun 2017 ttg_penyelenggaraan_imunisasi_PMK Nomor 12_Tahun 2017 ttg_penyelenggaraan_imunisasi_
PMK Nomor 12_Tahun 2017 ttg_penyelenggaraan_imunisasi_LinaNadhilah2
 
Mi 1 6. pengendalian obat di puskesmas
Mi 1   6. pengendalian obat di puskesmasMi 1   6. pengendalian obat di puskesmas
Mi 1 6. pengendalian obat di puskesmasLinaNadhilah2
 
Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker Surya Amal
 
Home pharmacy care
Home pharmacy careHome pharmacy care
Home pharmacy careHelenWidaya
 
Tugas pencatatan kefarmasian di puskesmas
Tugas pencatatan kefarmasian di puskesmasTugas pencatatan kefarmasian di puskesmas
Tugas pencatatan kefarmasian di puskesmasmcjhoe
 
Evaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi Penggunaan ObatEvaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi Penggunaan Obatsaninuraeni
 
Pedoman interpretasi data klinik
Pedoman interpretasi data klinikPedoman interpretasi data klinik
Pedoman interpretasi data kliniksaninuraeni
 
Materi pelatihan manajemen kefarmasian di puskesmas (jica)
Materi pelatihan manajemen kefarmasian di puskesmas (jica)Materi pelatihan manajemen kefarmasian di puskesmas (jica)
Materi pelatihan manajemen kefarmasian di puskesmas (jica)Ulfah Hanum
 
Mi 1 7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmas
Mi 1   7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmasMi 1   7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmas
Mi 1 7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmasLinaNadhilah2
 
Pedoman penyusunan formularium rs
Pedoman penyusunan formularium rsPedoman penyusunan formularium rs
Pedoman penyusunan formularium rsHenry Nobito
 
Mi 1 1. perencanaan obat di puskesmas
Mi 1   1. perencanaan obat di puskesmasMi 1   1. perencanaan obat di puskesmas
Mi 1 1. perencanaan obat di puskesmasLinaNadhilah2
 
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasiSisca Yoliza
 
Makalah tugas dan fungsi apoteker
Makalah tugas dan fungsi apotekerMakalah tugas dan fungsi apoteker
Makalah tugas dan fungsi apotekerAkira Sama
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 2020
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto 2020Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto 2020
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 2020dinasintia
 

What's hot (20)

Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmasPetunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
 
PMK Nomor 12_Tahun 2017 ttg_penyelenggaraan_imunisasi_
PMK Nomor 12_Tahun 2017 ttg_penyelenggaraan_imunisasi_PMK Nomor 12_Tahun 2017 ttg_penyelenggaraan_imunisasi_
PMK Nomor 12_Tahun 2017 ttg_penyelenggaraan_imunisasi_
 
Mi 1 6. pengendalian obat di puskesmas
Mi 1   6. pengendalian obat di puskesmasMi 1   6. pengendalian obat di puskesmas
Mi 1 6. pengendalian obat di puskesmas
 
VISITE
VISITEVISITE
VISITE
 
Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker
 
Home pharmacy care
Home pharmacy careHome pharmacy care
Home pharmacy care
 
Tugas pencatatan kefarmasian di puskesmas
Tugas pencatatan kefarmasian di puskesmasTugas pencatatan kefarmasian di puskesmas
Tugas pencatatan kefarmasian di puskesmas
 
Evaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi Penggunaan ObatEvaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi Penggunaan Obat
 
praktek Puskesmas
praktek Puskesmaspraktek Puskesmas
praktek Puskesmas
 
Pedoman interpretasi data klinik
Pedoman interpretasi data klinikPedoman interpretasi data klinik
Pedoman interpretasi data klinik
 
Materi pelatihan manajemen kefarmasian di puskesmas (jica)
Materi pelatihan manajemen kefarmasian di puskesmas (jica)Materi pelatihan manajemen kefarmasian di puskesmas (jica)
Materi pelatihan manajemen kefarmasian di puskesmas (jica)
 
Mi 1 7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmas
Mi 1   7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmasMi 1   7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmas
Mi 1 7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmas
 
PEDOMAN MESO NAKES
PEDOMAN MESO NAKESPEDOMAN MESO NAKES
PEDOMAN MESO NAKES
 
Pemantauan Terapi Obat, Binfar 2009
Pemantauan Terapi Obat, Binfar 2009Pemantauan Terapi Obat, Binfar 2009
Pemantauan Terapi Obat, Binfar 2009
 
Pedoman penyusunan formularium rs
Pedoman penyusunan formularium rsPedoman penyusunan formularium rs
Pedoman penyusunan formularium rs
 
Pedoman farmakoekonomi
Pedoman farmakoekonomiPedoman farmakoekonomi
Pedoman farmakoekonomi
 
Mi 1 1. perencanaan obat di puskesmas
Mi 1   1. perencanaan obat di puskesmasMi 1   1. perencanaan obat di puskesmas
Mi 1 1. perencanaan obat di puskesmas
 
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
 
Makalah tugas dan fungsi apoteker
Makalah tugas dan fungsi apotekerMakalah tugas dan fungsi apoteker
Makalah tugas dan fungsi apoteker
 
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 2020
Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto 2020Pelayanan kefarmasian di pkm   ciloto 2020
Pelayanan kefarmasian di pkm ciloto 2020
 

Similar to pedoman visite

Pedoman-Pelayanan-Kefarmasian-untuk-terapi-antibiotik.pdf
Pedoman-Pelayanan-Kefarmasian-untuk-terapi-antibiotik.pdfPedoman-Pelayanan-Kefarmasian-untuk-terapi-antibiotik.pdf
Pedoman-Pelayanan-Kefarmasian-untuk-terapi-antibiotik.pdfRizal760252
 
Petunjuk teknis apotek berdasarkan SK menkes 10272004
Petunjuk teknis apotek berdasarkan SK menkes 10272004Petunjuk teknis apotek berdasarkan SK menkes 10272004
Petunjuk teknis apotek berdasarkan SK menkes 10272004Achmad Fauzi Al' Amrie
 
Pharmaceutical Care HIV/AIDS
Pharmaceutical Care HIV/AIDSPharmaceutical Care HIV/AIDS
Pharmaceutical Care HIV/AIDSSurya Amal
 
Pedoman interpretasi data klinik 2011
Pedoman interpretasi data klinik 2011Pedoman interpretasi data klinik 2011
Pedoman interpretasi data klinik 2011Universitas Pancasila
 
Pedoman Interpretasi Data Klinik
Pedoman Interpretasi Data Klinik Pedoman Interpretasi Data Klinik
Pedoman Interpretasi Data Klinik Surya Amal
 
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di PuskesmasPetunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di PuskesmasAndrieFitriansyah1
 
48769286 pedoman-pelayanan-farmasi-di-puskesmas
48769286 pedoman-pelayanan-farmasi-di-puskesmas48769286 pedoman-pelayanan-farmasi-di-puskesmas
48769286 pedoman-pelayanan-farmasi-di-puskesmasWayan Ajha
 
Keputusan menteri kesehatan republik indonesia
Keputusan menteri kesehatan republik indonesiaKeputusan menteri kesehatan republik indonesia
Keputusan menteri kesehatan republik indonesiaRidwan Ridwan
 
1203407607 standar pelayanan farmasi di rs
1203407607 standar pelayanan farmasi di rs 1203407607 standar pelayanan farmasi di rs
1203407607 standar pelayanan farmasi di rs Dewi Novalina
 
1203407607 standar pelayanan farmasi di rs (1)
1203407607 standar pelayanan farmasi di rs  (1)1203407607 standar pelayanan farmasi di rs  (1)
1203407607 standar pelayanan farmasi di rs (1)BabangPattimura
 
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013Septian Muna Barakati
 
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013Operator Warnet Vast Raha
 
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013Operator Warnet Vast Raha
 
Panduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdf
Panduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdfPanduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdf
Panduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdfNajwa852066
 

Similar to pedoman visite (20)

Pedoman-Pelayanan-Kefarmasian-untuk-terapi-antibiotik.pdf
Pedoman-Pelayanan-Kefarmasian-untuk-terapi-antibiotik.pdfPedoman-Pelayanan-Kefarmasian-untuk-terapi-antibiotik.pdf
Pedoman-Pelayanan-Kefarmasian-untuk-terapi-antibiotik.pdf
 
Home care
Home careHome care
Home care
 
Petunjuk teknis apotek berdasarkan SK menkes 10272004
Petunjuk teknis apotek berdasarkan SK menkes 10272004Petunjuk teknis apotek berdasarkan SK menkes 10272004
Petunjuk teknis apotek berdasarkan SK menkes 10272004
 
Pharmaceutical Care HIV/AIDS
Pharmaceutical Care HIV/AIDSPharmaceutical Care HIV/AIDS
Pharmaceutical Care HIV/AIDS
 
Pedoman interpretasi data klinik 2011
Pedoman interpretasi data klinik 2011Pedoman interpretasi data klinik 2011
Pedoman interpretasi data klinik 2011
 
Pedoman Interpretasi Data Klinik
Pedoman Interpretasi Data Klinik Pedoman Interpretasi Data Klinik
Pedoman Interpretasi Data Klinik
 
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di PuskesmasPetunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
 
48769286 pedoman-pelayanan-farmasi-di-puskesmas
48769286 pedoman-pelayanan-farmasi-di-puskesmas48769286 pedoman-pelayanan-farmasi-di-puskesmas
48769286 pedoman-pelayanan-farmasi-di-puskesmas
 
Keputusan menteri kesehatan republik indonesia
Keputusan menteri kesehatan republik indonesiaKeputusan menteri kesehatan republik indonesia
Keputusan menteri kesehatan republik indonesia
 
1203407607 standar pelayanan farmasi di rs
1203407607 standar pelayanan farmasi di rs 1203407607 standar pelayanan farmasi di rs
1203407607 standar pelayanan farmasi di rs
 
1203407607 standar pelayanan farmasi di rs (1)
1203407607 standar pelayanan farmasi di rs  (1)1203407607 standar pelayanan farmasi di rs  (1)
1203407607 standar pelayanan farmasi di rs (1)
 
Doen 2013
Doen 2013Doen 2013
Doen 2013
 
Doen 2013
Doen 2013Doen 2013
Doen 2013
 
Tugas isna
Tugas isnaTugas isna
Tugas isna
 
Doen 2013
Doen 2013Doen 2013
Doen 2013
 
Doen daftar obat esensial nasional
Doen   daftar obat esensial nasionalDoen   daftar obat esensial nasional
Doen daftar obat esensial nasional
 
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
 
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
 
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
Kepmenkes 312 2013 daftar obat esensial nasional 2013
 
Panduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdf
Panduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdfPanduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdf
Panduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdf
 

More from saninuraeni

Interaksi obat di puskesmas ibrahim adjie
Interaksi obat di puskesmas ibrahim adjieInteraksi obat di puskesmas ibrahim adjie
Interaksi obat di puskesmas ibrahim adjiesaninuraeni
 
PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)
PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)
PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)saninuraeni
 
Teknik konseling
Teknik konseling Teknik konseling
Teknik konseling saninuraeni
 
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO)Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO)saninuraeni
 
Evaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi Penggunaan ObatEvaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi Penggunaan Obatsaninuraeni
 
Home pharmacy care
Home pharmacy careHome pharmacy care
Home pharmacy caresaninuraeni
 
Monitoring efek samping obat (MESO)
Monitoring efek samping obat (MESO) Monitoring efek samping obat (MESO)
Monitoring efek samping obat (MESO) saninuraeni
 
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)saninuraeni
 

More from saninuraeni (9)

Interaksi obat di puskesmas ibrahim adjie
Interaksi obat di puskesmas ibrahim adjieInteraksi obat di puskesmas ibrahim adjie
Interaksi obat di puskesmas ibrahim adjie
 
PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)
PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)
PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)
 
Teknik konseling
Teknik konseling Teknik konseling
Teknik konseling
 
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO)Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
 
Visite Pasien
Visite PasienVisite Pasien
Visite Pasien
 
Evaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi Penggunaan ObatEvaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi Penggunaan Obat
 
Home pharmacy care
Home pharmacy careHome pharmacy care
Home pharmacy care
 
Monitoring efek samping obat (MESO)
Monitoring efek samping obat (MESO) Monitoring efek samping obat (MESO)
Monitoring efek samping obat (MESO)
 
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)
 

Recently uploaded

Hidrodinamika1111111111111111111111.pptx
Hidrodinamika1111111111111111111111.pptxHidrodinamika1111111111111111111111.pptx
Hidrodinamika1111111111111111111111.pptxJasaketikku
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilancahyadewi17
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
oscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung functionoscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung functionolivia371624
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptxHIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptxgastroupdate
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisRachmandiarRaras
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptika291990
 
Obat-Obat Toksikologi Farmakologi II .pdf
Obat-Obat Toksikologi Farmakologi II .pdfObat-Obat Toksikologi Farmakologi II .pdf
Obat-Obat Toksikologi Farmakologi II .pdfAdistriSafiraRosman
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 
Stabilisasi dan Transfer Pasien Rumah Sakit.pptx
Stabilisasi dan Transfer Pasien Rumah Sakit.pptxStabilisasi dan Transfer Pasien Rumah Sakit.pptx
Stabilisasi dan Transfer Pasien Rumah Sakit.pptxdrrheinz
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxrittafarmaraflesia
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxISKANDARSYAPARI
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfFatimaZalamatulInzan
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxnadiasariamd
 

Recently uploaded (20)

Hidrodinamika1111111111111111111111.pptx
Hidrodinamika1111111111111111111111.pptxHidrodinamika1111111111111111111111.pptx
Hidrodinamika1111111111111111111111.pptx
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
oscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung functionoscillometry for assessing lung function
oscillometry for assessing lung function
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptxHIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
HIV/ AIDS PENYULUHAN untuk awam [1].pptx
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
 
Obat-Obat Toksikologi Farmakologi II .pdf
Obat-Obat Toksikologi Farmakologi II .pdfObat-Obat Toksikologi Farmakologi II .pdf
Obat-Obat Toksikologi Farmakologi II .pdf
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 
Stabilisasi dan Transfer Pasien Rumah Sakit.pptx
Stabilisasi dan Transfer Pasien Rumah Sakit.pptxStabilisasi dan Transfer Pasien Rumah Sakit.pptx
Stabilisasi dan Transfer Pasien Rumah Sakit.pptx
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
 

pedoman visite

  • 1. PEDOMAN VISITE KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2011
  • 2.
  • 3. KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas izin dan karuniaNya akhirnya Pedoman Visite bagi Apoteker dapat diselesaikan. Tujuan penyusunan Pedoman ini adalah sebagai acuan bagi apoteker dalam melaksanakan kegiatan visite sebagai implementasi dari perluasan paradigma pelayanan kefarmasian yang berfokus pada obat (Drug Oriented) bertambah fokusnya kepada pasien (Patient Oriented) yang mengharuskan terciptanya pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care) komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pedoman ini disusun atas kerja sama berbagai pihak meliputi akademisi, praktisi dan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian sehingga diharapkan pedoman ini dapat diaplikasikan dalam pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para Nara sumber atas kontribusinya, semoga kerja sama yang baik ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang. Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian Dra. Engko Sosialine M, Apt NIP. 19610119 198803 2001
  • 4. ii
  • 5. iii KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN NOMOR : HK.03.05/III/570/11 Tentang PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN PEDOMAN VISITE Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan, perlu adanya Pedoman Visite sebagai acuan bagi apoteker mengenai tata cara pelaksanaan visite; b. bahwa dalam rangka penyusunan pedoman visite, perlu dibentuk Tim Penyusun Pedoman Visite; Mengingat : 1. Undang – undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781); DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN R.I Jalan H.R. Rasuna Said Blok X5 Kavling 4 - 9 Jakarta 12950 Telepon : (021) 5201590 Pesawat 2029, 8011 Faksimile : (021) 52964838 Kotak Pos : 203
  • 6. iv 4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044); 5. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2007; 6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1333/ Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit; 8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit; 9. Peraturan Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/ VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; M E M U T U S K A N MENETAPKAN : Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tentang Pembentukan Tim Penyusun Pedoman Visite PERTAMA : Membentuk Tim Penyusun Pedoman Visite dengan susunan sebagai berikut :
  • 7. Pengarah : Dra. Sri Indrawaty, Apt, M.Kes Penanggung Jawab : Dra. Engko Sosialine M, Apt Ketua : Dra. Fatimah Umar, Apt, MM Sekretaris : Helsy Pahlemy, S.Si, Apt, M.Farm Anggota : 1. Retnosari Andrajati, Apt, MS.Ph.D 2. Dra. Siti Farida, Apt, Sp.FRS 3. Dra. Nun Zairina, Apt, Sp.FRS 4. Dra. Yulia Trisna, Apt, M.Pharm 5. Dra. Sri Hartini, M.Si, Apt 6. Sri Bintang Lestari, S.Si, Apt, M.Si 7. A.A. Ayu Pithadini, S.Si, Apt 8. Dra. L. Endang Budiarti,Apt, M.Pharm 9. Fauna Herawati, S.Si,Apt, M. Farm-Klin Sekretariat : 1. Candra Lesmana, S.Farm, Apt 2. Apriandi, S.Farm, Apt 3. Shinta Rizki Mandarini, AMF KEDUA : Tim bertugas menyusun Pedoman Visite KETIGA : Dalam melakukan tugasnya Tim bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan KEEMPAT : Dana berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun 2011.
  • 8. vi KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan ditinjau kembali apabila ada kesalahan atau kekeliruan. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 11 Maret 2011 Direktur Jenderal Dra. Sri Indrawaty, Apt, M.Kes NIP. 19530621 198012 2001
  • 9. vii SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Pelayanan kefarmasian sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan diharapkan dapat memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko pengobatan, meminimumkan biaya pengobatan dan menghormati pilihan pasien, yang merupakan bagian dari prinsip peresepan yang baik. Pelayanan ini meliputi pelayanan farmasi klinik oleh apoteker di rumah sakit, yang ditujukan untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan pengobatan yang rasional, yaitu: efektif, aman dan dengan biaya terjangkau. Apoteker mempunyai kewajiban memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam menjamin dan/ atau menetapkan sediaan farmasi, memberikan pelayanan kefarmasian yang baik serta mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pelayanan kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan peran tersebut, apoteker memerlukan peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang sesuai secara berkesinambungan sejalan dengan perkembangan terkini. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian pada pasien salah satunya berupa praktik apoteker ruang rawat melalui kegiatan visite. Pedoman ini disusun untuk digunakan oleh Apoteker dalam melaksanakan pelayanan visite di Rumah Sakit. Dengan adanya pedoman ini, diharapkan dapat menjadi acuan bagi apoteker dalam melaksanakan kegiatan visite sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil terapi dan keselamatan pasien.
  • 10. viii Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut berkontribusi dalam penyusunan pedoman visite ini. Saya berharap, dengan diterbitkannya pedoman ini dapat memberi manfaat bagi pelaksanaan pelayanan visite oleh Apoteker di Indonesia. Jakarta, April 2011 Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Dra. Sri Indrawaty, Apt, M.Kes NIP 19530621 1980122001
  • 11. ix DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Formulir Pemantauan Terapi Obat ..................... 29 Lampiran 2 Klasifikasi Masalah Terkait Obat .......................... 33 Lampiran 3 Algoritme Naranjo ................................................. 39 Lampiran 4 Contoh Kasus ........................................................ 41 Lampiran 5 Formulir Monitoring Efek Samping Obat .............. 53
  • 12. DAFTAR SINGKATAN BB : Berat Badan TB : Tinggi Badan USG : Ultra sonografi CT Scan : Computed axial tomography scan DOA : Daftar Obat Askes DPHO : Daftar Plafon Harga Obat BNF : British National Formulary DIH : Drug Information Handbook AHFS : American Hospital Formulary Service SOAP : Subject-Object Assesment Plan RBC : Red blood cell WBC : White blood cell ESO : Efek samping obat ADR : Adverse drug reaction DM : Diabetes Mellitus ROTD : Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan  
  • 13. xi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................ i KEPUTUSAN DIRJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN . iii SAMBUTAN DIRJEN BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN ........................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................... ix DAFTAR SINGKATAN ........................................................... x DAFTAR ISI ........................................................................... xi BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................ 1 1.2 Tujuan .............................................................. 2 1.3 Sasaran ........................................................... 2 1.4 Landasan Hukum ............................................. 2 1.5 Ruang Lingkup ................................................. 3 BAB 2 PRAKTIK APOTEKER RUANG RAWAT ................. 5 2.1 Pengertian, Peran dan Fungsi ......................... 5 2.2 Tujuan dan sasaran ......................................... 6 2.3 Tanggung Jawab dan Tugas pokok ................. 6 BAB 3 PERSIAPAN PRAKTIK VISITE ................................. 11 3.1 Seleksi pasien .................................................. 11 3.2 Pengumpulan informasi medis dan penggunaan obat ................................................................. 12 3.3 Pengkajian masalah terkait penggunaan obat . 14
  • 14. xii 3.4 Fasilitas ........................................................... 14 BAB 4 PELAKSANAAN VISITE .......................................... 15 4.1 Visite Mandiri .................................................... 16 4.2 Visite Tim .......................................................... 18 4.3 Dokumentasi kegiatan visite ............................. 20 BAB 5 EVALUASI PRAKTIK VISITE .................................... 23 BAB 6 PENUTUP ................................................................. 25 DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 27 LAMPIRAN ............................................................................ 29
  • 15. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi telah berkembang orientasinya pada pelayanan kepada pasien (pharmaceutical care). Apoteker di rumah sakit diharapkan memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien, yang memastikan bahwa pengobatan yang diberikan pada setiap individu pasien adalah pengobatan yang rasional. Selain mampu menjamin keamanan, khasiat dan mutu obat agar mampu memberikan manfaat bagi kesehatan dan berbasis bukti (evidence based medicines), pelayanan kefarmasian juga diharapkan mampu mengidentifikasi, menyelesaikan dan mencegah masalah terkait pengunaan obat yang aktual dan potensial. Kegiatanpelayanankefarmasianyangberorientasipadapasien adalah praktik apoteker ruang rawat (ward pharmacist) dengan visite sebagai salah satu aktivitasnya. Visite apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi (clinical outcome) yang lebih baik. Aktivitas visite dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi secara aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses penetapan keputusan terkait terapi obat pasien. Beberapa penelitian menunjukkan dampak positif dari pelaksanaan kegiatan visite pada aspek humanistik (contoh: peningkatan kualitas hidup pasien, kepuasan pasien), aspek klinik (contoh: perbaikan tanda-tanda klinik, penurunan kejadian reaksi obat yang tidak diinginkan, penurunan morbiditas dan mortalitas, penurunan lama hari rawat), serta aspek ekonomi (contoh: berkurangnya biaya obat dan biaya pengobatan secara keseluruhan). Dalam penelitian Klopotowska 2010 yang dilakukan di Belanda, partisipasi apoteker dalam visite pada intensive care unit telah
  • 16. melakukan 659 rekomendasi dari 1173 peresepan dengan tingkat penerimaan dokter sebesar 74%. Peran Apoteker dalam ruang ICU mampu menurunkan kesalahan peresepan yang bermakna (p0,001), yaitu: 190,5 per 1000 hari-pasien menjadi 62,5 per 1000 hari-pasien. Dari sisi penghematan biaya pengobatan, pencegahan reaksi obat yang tidak diinginkan menunjukkan penghematan biaya sebesar 26-40 Euro. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi pelayanan kefarmasian, apoteker dituntut untuk terus meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan visite dengan baik. Saat ini, masih belum tersusun secara sistematis tata cara pelaksanaan visite sebagai panduan bagi apoteker yang akan melakukan visite. Oleh karena itu diperlukan pedoman bagi apoteker dalam menjalankan praktik visite untuk meningkatkan hasil terapi (clinical outcome) dan keselamatan pasien. Pelaksanaan visite merupakan bagian dari implementasi standar pelayanan farmasi di rumah sakit. 1.2 Tujuan Pedoman visite apoteker di ruang rawat disusun sebagai panduan bagi apoteker dalam melakukan visite. 1.3 Sasaran Pedoman ini ditujukan bagi apoteker di fasilitas pelayanan kesehatan. 1.4 Landasan Hukum 1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
  • 17. 2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 3. Peraturan Pemerintah Republik No 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044); 4. Kepmenkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit; 5. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.Per/07/M.PAN/4/2008 Tentang Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya; 6. Peraturan Bersama Menkes dan Ka.BAKN No. 1113/ Menkes/PB/XII/2008 dan No.26/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya; 7. Keputusan Menteri Kesehatan No.1333/Menkes/SK/ XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit; 8. Keputusan Menteri Kesehatan No.377/Menkes/PER/ V/2009 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya; 9. Keputusan Menteri Kesehatan No.1144/Menkes/Per/ VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan; 1.5 Ruang Lingkup Visite yang dilakukan oleh apoteker berupa kunjungan apoteker ke pasien di ruang rawat, meliputi: (i) identifikasi masalah terkait penggunaan obat, (ii) rekomendasi penyelesaian/pencegahan
  • 18. masalah terkait penggunaan obat dan/atau pemberian informasi obat, (iii) pemantauan implementasi rekomendasi dan hasil terapi pasien. Apoteker dalam praktik visite harus berkomunikasi secara efektif dengan pasien/keluarga, dokter dan profesi kesehatan lain, serta terlibat aktif dalam keputusan terapi obat untuk mencapai hasil terapi (clinical outcome) yang optimal. Apoteker melakukan dokumentasi semua tindakan yang dilakukan dalam praktik visite sebagai pertanggungjawaban profesi, sebagai bahan pendidikan dan penelitian, serta perbaikan mutu praktik profesi.  
  • 19. BAB 2 PRAKTIK APOTEKER RUANG RAWAT 2.1 Pengertian, Peran dan Fungsi Praktik apoteker ruang rawat merupakan praktik apoteker langsung kepada pasien di ruang rawat dalam rangka pencapaian hasil terapi obat yang lebih baik dan meminimalkan kesalahan obat (medicationerrors).Apotekermelakukanpraktikdiruangrawatsesuai dengan kompetensi dan kemampuan farmasi klinik yang dikuasai. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa keberadaan apoteker di ruang rawat mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait obat, serta menurunkan medication errors. Penelitian Kjeldby 2009 menunjukkan kontribusi positif apoteker terhadap jaminan kualitas terapi obat di ruang rawat (7 dari 8 dokter dan seluruh perawat mengakui hal tersebut). Apoteker mengidentifikasi 137 masalah terkait obat dari 384 lembar pemberian obat; 73 (53%) masalah terkait obat diantaranya memerlukan penanganan segera, yaitu: (i) 48 (41%) masalah terkait dosis, (ii) 35 (30,4%) masalah terkait pemilihan obat, (iii) 32 (27,8%) masalah terkait kebutuhan monitoring penggunaan obat. Penelitian Martínez-López de Castro 2009 menunjukkan bahwa penyiapan unit dose dispensing (UDD) untuk pasien rawat inap oleh apoteker ruang rawat dan implementasi prosedur checking medication menurunkan kejadian medication error di bangsal gynaecology-urology (3.24% vs. 0.52%), orthopaedic (2% vs. 1.69%) and neurology-pneumology (2.81% vs. 2.02%). Peran dan fungsi apoteker ruang rawat secara umum adalah: 1. Mendorong efektifitas dan keamanan pengobatan pasien 2. Melaksanakan dispensing berdasarkan legalitas dan standar profesi
  • 20. 3. Membangun tim kerja yang baik dengan menghormati kode etik masing-masing profesi dan asas confidential 4. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan dalam rangka pemenuhan kompetensi standar profesi 5. Terlibat secara aktif dalam penelitian obat 2.2 Tujuan apoteker ruang rawat Pelaksanaan praktik apoteker ruang rawat bertujuan: 1. Pasien mendapatkan obat sesuai rejimen (indikasi, bentuk sediaan, dosis, rute, frekuensi, waktu, durasi) 2. Pasien mendapatkan terapi obat secara efektif dengan risiko minimal (efek samping, medication errors, biaya) 2.3 Tanggung Jawab dan Tugas pokok Tanggung jawab apoteker ruang rawat terutama terkait dengan: 1. Ketersediaan obat yang berkualitas dan legal 2. Penyelesaian masalah terkait obat 3. Dokumentasi terapi obat (rekomendasi dan perubahan rejimen) 4. Pemeliharaan dan peningkatan kompetensi tentang sediaan farmasi dan alat kesehatan (minimal sesuai kebutuhan di ruang rawat tersebut) 5. Pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan penelitian Tugas Pokok Apoteker ruang rawat meliputi beberapa berikut: 1. Penyelesaian masalah terkait penggunaan obat pasien a. Memastikan kebenaran dan kelengkapan informasi terkait terapi obat dalam resep, rekam medis maupun dalam dokumen/kertas kerja lain
  • 21. b. Memastikan tidak ada kesalahan peresepan melalui pengkajian resep (administratif, farmasetik, klinis) bagi setiap pasien c. Memberikan informasi, penjelasan, konseling, saran tentang pemilihan bentuk sediaan (dosage form) yang paling sesuai bagi setiap pasien d. Memastikan ketepatan indikasi penggunaan obat, yaitu: masalah terkait penggunaan obat dapat diidentifikasi, diselesaikan, dan efektivitas maupun kondisi yang tidak diinginkan dapat dipantau e. Melakukan visite (ward rounds) mandiri maupun kolaborasi dengan dokter atau profesi kesehatan lain, melakukan penelusuran riwayat pengobatan dan terlibat dalam proses keputusan terapi obat pasien f. Melakukan diskusi dengan dokter, perawat dan profesi kesehatan lain tentang terapi obat dalam rangka pencapaian hasil terapi yang telah ditetapkan (definite clinical outcome) g. Melakukan komunikasi dengan pasien/keluarga pasien (care giver) terkait obat yang digunakan h. Memberikan informasi obat yang diperlukan dokter, perawat, pasien/keluarga pasien (care giver) atau profesi kesehatan lain i. Melakukan monitoring secara aktif, dokumentasi dan pelaporan efek samping obat dan sediaan farmasi, termasuk alat kesehatan, kosmetik dan herbal. j. Melakukan pengkajian penggunaan obat secara aktif 2. Memastikan ketepatan dispensing: a. Memastikan keberlangsungan rejimen obat terpenuhi bagi pasien di ruang rawat maupun pasien pulang
  • 22. b. Memastikan kebenaran dalam penyiapan dan pemberian obat, yang meliputi: tepat pasien, tepat dosis, tepat bentuk sediaan, tepat rute, tepat waktu pemberian obat, disertai dengan kecukupan informasi (lisan dan tertulis) c. Memastikan ketepatan penyiapan obat yang potensial menyebabkan kondisi fatal (high alert medication) d. Memastikan ketepatan rekonstitusi sediaan steril sesuai kaidah teknik aseptik dengan memperhatikan kompatibilitas dan kelarutan untuk menjaga kestabilan e. Memastikan ketepatan teknik penggunaan, misalnya: penggunaan inhaler, semprot hidung, injeksi insulin, injeksi enoxaparin f. Memastikan ketersediaan obat dan alat kesehatan emergensi agar selalu sesuai dengan stok yang ditetapkan di ruang rawat bersama perawat dan dokter jaga (jika ada) g. Memastikan ketepatan penyimpanan obat sesuai dengan persyaratan farmasetik dan aspek legal h. Memastikan proses dispensing sediaan non steril di ruang rawat menggunakan peralatan sesuai standar, meminimalkan kontaminan i. Memastikan proses dispensing sediaan steril memenuhi teknik aseptik dan keselamatan kerja sesuai dengan persyaratan dan prosedur yang berlaku. 3. Pendidikan : a. Partisipasi dalam proses pendidikan mahasiswa farmasi, tenaga teknis kefarmasian maupun profesi kesehatan lain b. Partisipasi dalam proses pelatihan apoteker, mahasiswa farmasi, tenaga teknis kefarmasian maupun profesi kesehatan lain
  • 23. c. Melakukan pendampingan profesi kesehatan yang belum mampu dan belum berpengalaman dalam penyiapan obat d. Partisipasi dalam Pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional Development) 4. Penelitian : a. Partisipasi dalam penelitian terkait obat (drug use study) di rumah sakit b. Partisipasi dalam uji klinik (penyimpanan, penyiapan, pendistribusian, pengendalian, dan pemusnahan) 5. Partisipasi aktif dalam tim: a. Pada saat praktik di ruang rawat berkolaborasi dengan dokter, perawat dan profesi kesehatan lain untuk memastikan keamanan, efektifitas dan kemanfaatan, serta keterjangkauan biaya penggunaan obat. b. Bekerja sama dengan tim lain (misalnya: tim paliatif, tim pengendalian infeksi, tim patient safety, Subkomite Farmasi dan Terapi, dll) di rumah sakit/fasilitas pelayanan kesehatan
  • 24. 10
  • 25. 11 BAB 3 PERSIAPAN PRAKTIK VISITE Praktik visite yang dilakukan oleh apoteker bertujuan untuk: (1) meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien, perkembangan kondisi klinik, dan rencana terapi secara komprehensif; (2) memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien, (3) memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi; (4) memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya Sebelum memulai praktik visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu membekali diri dengan berbagai pengetahuan, minimal: patofisiologi, terminologi medis, farmakokinetika, farmakologi, farmakoterapi, farmakoekonomi, farmakoepidemiologi, pengobatan berbasis bukti. Selain itu diperlukan kemampuan interpretasi data laboratorium dan data penunjang diagnostik lain; berkomunikasi secara efektif dengan pasien, dan tenaga kesehatan lain. Praktik visite membutuhkan persiapan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 3.1 Seleksi pasien Seharusnya layanan visite diberikan kepada semua pasien yang masuk rumah sakit. Namun mengingat keterbatasan jumlah apoteker maka layanan visite diprioritaskan untuk pasien dengan kriteria sebagai berikut: a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama); b. Pasien dalam perawatan intensif; c. Pasien yang menerima lebih dari 5 macam obat;
  • 26. 12 d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama hati dan ginjal; e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis (critical value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar albumin; f. Pasien yang mendapatkan obat yang mempunyai indeks terapetik sempit, berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal. Contoh: pasien yang mendapatkan terapi obat digoksin, karbamazepin, teofilin, sitostatika; 3.2 Pengumpulan informasi penggunaan obat Informasi penggunaan obat dapat diperoleh dari rekam medik, wawancara dengan pasien/keluarga, catatan pemberian obat. Informasi tersebut meliputi: - Data pasien : nama, nomor rekam medis, umur, jenis kelamin, berat badan (BB), tinggi badan (TB), ruang rawat, nomor tempat tidur, sumber pembiayaan - Keluhan utama: keluhan/kondisi pasien yang menjadi alasan untuk dirawat - Riwayat penyakit saat ini (history of present illness) merupakan riwayat keluhan / keadaan pasien berkenaan dengan penyakit yang dideritanya saat ini - Riwayat sosial: kondisi sosial (gaya hidup) dan ekonomi pasien yang berhubungan dengan penyakitnya. Contoh: pola makan, merokok, minuman keras, perilaku seks bebas, pengguna narkoba, tingkat pendidikan, penghasilan - Riwayat penyakit terdahulu: riwayat singkat penyakit yang pernah diderita pasien, tindakan dan perawatan yang pernah diterimanya yang berhubungan dengan penyakit pasien saat ini
  • 27. 13 - Riwayat penyakit keluarga: adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama atau berhubungan dengan penyakit yang sedang dialami pasien. Contoh: hipertensi, diabetes, jantung, kelainan darah, kanker - Riwayat penggunaan obat: daftar obat yang pernah digunakan pasien sebelum dirawat (termasuk obat bebas, obat tradisional/ herbal medicine) dan lama penggunaan obat - Riwayat alergi/ ROTD daftar obat yang pernah menimbulkan reaksi alergi atau ROTD. - Pemeriksaan fisik: tanda-tanda vital (temperatur, tekanan darah, nadi, kecepatan pernapasan), kajian sistem organ (kardiovaskuler, ginjal, hati) - Pemeriksaanlaboratorium:Datahasilpemeriksaanlaboratorium diperlukan dengan tujuan: (i) menilai apakah diperlukan terapi obat, (ii) penyesuaian dosis, (iii) menilai efek terapeutik obat, (iv) menilai adanya ROTD, (v) mencegah terjadinya kesalahan dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya: akibat sampel sudah rusak, kuantitas sampel tidak cukup, sampel diambil pada waktu yang tidak tepat, prosedur tidak benar, reagensia yang digunakan tidak tepat, kesalahan teknis oleh petugas, interaksi dengan makanan/obat. Apoteker harus dapat menilai hasil pemeriksaan pasien dan membandingkannya dengan nilai normal. (lihat contoh kasus) - Pemeriksaan diagnostik: foto roentgen, USG, CT Scan. Data hasil pemeriksaan diagnostik diperlukan dengan tujuan: (i) menunjang penegakan diagnosis, (ii) menilai hasil terapeutik pengobatan, (iii) menilai adanya risiko pengobatan. - Masalah medis meliputi gejala dan tanda klinis, diagnosis utama dan penyerta. - Catatan penggunaan obat saat ini adalah daftar obat yang sedang digunakan oleh pasien.
  • 28. 14 - Catatan perkembangan pasien adalah kondisi klinis pasien yang diamati dari hari ke hari. 3.3 Pengkajian masalah terkait obat Pasien yang mendapatkan obat memiliki risiko mengalami masalah terkait penggunaan obat baik yang bersifat aktual (yang nyata terjadi) maupun potensial (yang mungkin terjadi). Masalah terkait penggunaan obat antara lain: efektivitas terapi, efek samping obat, biaya. Penjelasan rinci tentang klasifikasi masalah terkait obat lihat lampiran 2. 3.4 Fasilitas Fasilitas praktik visite antara lain: a. Formulir Pemantauan Terapi Obat b. Referensi dapat berupa cetakan atau elektronik, misalnya: Formularium Rumah Sakit, Pedoman Penggunaan Antibiotika, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Daftar Obat Askes (DOA), Daftar Plafon Harga Obat (DPHO), British National Formulary (BNF), Drug Information Handbook (DIH), American Hospital Formulary Services (AHFS): Drug Information, Pedoman Terapi, dll. c. Kalkulator
  • 29. 15 BAB 4 PELAKSANAAN VISITE Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan situasi dan kondisi. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing- masing (lihat tabel) yang perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan visite dan menetapkan rekomendasi. Kegiatan visite mandiri Kegiatan visite tim:
  • 30. 16 4.1 Visite Mandiri 4.1.1 Memperkenalkan diri kepada pasien Pada kegiatan visite mandiri, apoteker harus memperkenalkan diri kepada pasien dan keluarganya agar timbul kepercayaan mereka terhadap profesi apoteker sehingga mereka dapat bersikap terbuka dan kooperatif. Contoh cara memperkenalkan diri, “Selamat pagi Bu Siti, saya Retno, apoteker di ruang rawat ini. Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Membaik? Atau ada keluhan lain?”. Pada tahap ini, apoteker dapat menilai adanya hambatan pasien dalam berkomunikasi dan status klinis pasien (misalnya: kesadaran, kesulitan berbicara, dll). 4.1.2 Mendengarkan respon yang disampaikan oleh pasien dan identifikasi masalah Setelah memberikan salam, apoteker berkomunikasi efektif secaraaktifuntukmenggalipermasalahanpasienterkaitpenggunaan obat (lihat informasi penggunaan obat di atas). Respon dapat berupa keluhan yang disampaikan oleh pasien, misalnya: rasa nyeri menetap/bertambah, sulit buang air besar; atau adanya keluhan baru, misalnya: gatal-gatal, mual, pusing. Apoteker harus melakukan kajian untuk memastikan apakah keluhan tersebut terkait dengan penggunaan obat yang telah diberitahukan sebelumnya, misalnya urin berwarna merah karena penggunaan rifampisin; mual karena penggunaan siprofloksasin atau metformin. Setelah bertemu dengan pasien berdasarkan informasi penggunaan yang diperoleh, apoteker dapat (i) menetapkan status masalah (aktual atau potensial), dan (ii) mengidentifikasi adanya masalah baru. 4.1.3 Memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait penggunaan obat Pada visite mandiri, rekomendasi lebih ditujukan kepada pasien dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan
  • 31. 17 obat dalam hal aturan pakai, cara pakai, dan hal-hal yang harus diperhatikan selama menggunakan obat. Rekomendasi kepada pasien yang dilakukan oleh apoteker dapat berupa konseling, edukasi, dan pendampingan cara penggunaan obat. Setelah pelaksanaan visite mandiri, apoteker dapat menyampaikan rekomendasi kepada perawat tentang jadwal dan cara pemberian obat, misalnya: obat diberikan pada waktu yang telah ditentukan (interval waktu pemberian yang sama), pemberian obat sebelum/sesudah makan, selang waktu pemberian obat untuk mencegah terjadinya interaksi, kecepatan infus, jenis pelarut yang digunakan, stabilitas dan ketercampuran obat suntik. Rekomendasi kepada perawat yang dilakukan oleh apoteker dapat berupa konseling, edukasi, dan pendampingan cara penyiapan obat. Rekomendasi yang diberikan harus berdasarkan pada bukti terbaik, terpercaya dan terkini agar diperoleh hasil terapi yang optimal. Rekomendasi kepada apoteker lain dapat dilakukan dalam proses penyiapan obat, misalnya: kalkulasi dan penyesuaian dosis, pengaturan jalur dan laju infus. Rekomendasi kepada dokter yang merawat yang dilakukan oleh apoteker dapat berupa diskusi pembahasan masalah dan kesepakatan keputusan terapi. 4.1.4 Melakukan pemantauan implementasi rekomendasi Apoteker harus memantau pelaksanaan rekomendasi kepada pasien, perawat, atau dokter. Jika rekomendasi belum dilaksanakan maka apoteker harus menelusuri penyebab tidak dilaksanakannya rekomendasi dan mengupayakan penyelesaian masalah. Contoh: pasien minum siprofloksasin bersama dengan antasida karena sudah terbiasa minum semua obat setelah makan atau minum siprofloksasin bersama dengan susu. Seharusnya siprofloksasin diminum dengan selang waktu 2 jam sebelum minum antasida/susu. Hal tersebut dapat diatasi dengan memberi edukasi kepada perawat/ pasien tentang adanya interaksi antara siprofloksasin dan antasida/
  • 32. 18 susu membentuk kompleks yang menyebabkan penyerapan siprofloksasin terganggu dan efektivitas siprofloksasin berkurang. 4.1.5 Melakukan pemantauan efektivitas dan keamanan terkait penggunaan obat Pemantauan efektivitas dan keamanan efek samping dapat dilakukandenganmenggunakanmetodeSubject-ObjectAssessment Plan(SOAP).Subjektifadalahsemuakeluhanyangdirasakanpasien. Objektif adalah hasil pemeriksaan yang dapat diukur, misalnya temperatur, tekanan darah, kadar glukosa darah, kreatinin serum, bersihan kreatinin, jumlah leukosit dalam darah, dll. Assessment adalah penilaian penggunaan obat pasien (identifikasi masalah terkait obat). Plan adalah rekomendasi yang diberikan berdasarkan assessment yang dilakukan. Apoteker juga harus memantau hasil rekomendasi dengan mengamati kondisi klinis pasien baik yang terkait dengan efektivitas terapi maupun efek samping obat. Contoh: efektivitas antibiotika dapat dinilai dari perbaikan tanda-tanda infeksi setelah 48-72 jam, misalnya: demam menurun (36,5-37oC), jumlah leukosit mendekati nilai normal (5000-10.000x109/L); sedangkan efek samping antibiotika, misalnya: diare, mual. 4.2 Visite tim 4.2.1 Memperkenalkan diri kepada pasien dan/atau tim Pada kegiatan visite bersama dengan tenaga kesehatan lain, perkenalan anggota tim kepada pasien dan keluarganya dilakukan oleh ketua tim visite. 4.2.2 Mengikuti dengan seksama presentasi kasus yang disampaikan Pada saat mengunjungi pasien, dokter yang merawat akan memaparkan perkembangan kondisi klinis pasien berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan wawancara dengan
  • 33. 19 pasien; hal ini dapat dimanfaatkan apoteker untuk memperbarui data pasien yang telah diperoleh sebelumnya atau mengkaji ulang permasalahan baru yang timbul karena perubahan terapi. Apoteker harus berpartisipasi aktif dalam menggali latar belakang permasalahan terkait penggunaan obat. Contoh: keluhan pasien berupa sulit buang air besar dapat disebabkan oleh imobilitas atau efek samping obat, misalnya codein. 4.2.3 Memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait penggunaan obat Sebelum memberikan rekomendasi, apoteker berdiskusi dengan anggota tim secara aktif untuk saling mengklarifikasi, mengkonfirmasi, dan melengkapi informasi penggunaan obat, Pada visite tim, rekomendasi lebih ditujukan kepada dokter yang merawat dengan tujuan untuk meningkatkan hasil terapi, khususnya dalam pemilihan terapi obat, misalnya pemilihan jenis dan rejimen antibiotika untuk terapi demam tifoid, waktu penggantian antibiotika injeksi menjadi antibiotika oral, lama penggunaan antibiotika sesuai pedoman terapi yang berlaku. Rekomendasi yang diberikan harus berdasarkan informasi dari pasien, pengalaman klinis (kepakaran) dokter dan bukti terbaik yang dapat diperoleh. Rekomendasi tersebut merupakan kesepakatan penggunaan obat yang terbaik agar diperoleh hasil terapi yang optimal. Pemberian rekomendasi kepada dokter yang merawat dikomunikasikan secara efektif, misalnya: saran tertentu yang bersifat sensitif (dapat menimbulkan kesalahpahaman) diberikan secara pribadi (tidak di depan pasien/perawat). 4.2.4 Melakukan pemantauan implementasi rekomendasi Setelah rekomendasi disetujui dokter yang merawat untuk diimplementasikan, apoteker harus memantau pelaksanaan rekomendasi perubahan terapi pada rekam medik dan catatan pemberian obat. Jika rekomendasi belum dilaksanakan maka
  • 34. 20 apoteker harus menelusuri penyebabnya dan mengupayakan penyelesaian masalah. Contoh: jika saran untuk mengganti antibiotika injeksi menjadi antibiotika oral setelah 2 hari suhu tubuh pasien normal tidak dilaksanakan (dapat diketahui dari rekam medik/catatan pemberian obat) maka apoteker harus menelusuri penyebabnya. Contoh penyebabnya: dokter belum memberikan instruksi, obat tidak tersedia, perawat belum memberikan. Apoteker dapat mengingatkan dokter tentang penggantian bentuk sediaan antibiotika. 4.2.5 Melakukan pemantauan efektivitas dan keamanan terkait penggunaan obat Pemantauan efektivitas dan keamanan penggunaan obat berupa keluhan pasien, manifestasi klinis, dan hasil pemeriksaan penunjang; dapat dilakukan dengan menggunakan metode SOAP. Contoh: pemberian insulin harus dipantau secara ketat untuk penyesuaian dosis (target kadar glukosa darah tercapai) dan menghindari terjadinya hipoglikemia; pada penggunaan Kaptopril, apoteker memperhatikan penurunan tekanan darah pasien sebagai indikator efektivitas terapi dan menanyakan keluhan batuk kering sebagai indikator ROTD. 4.3 Dokumentasi praktik visite Pendokumentasian merupakan hal yang harus dilakukan dalam setiap kegiatan pelayanan farmasi. Pendokumentasian adalah kegiatan merekam praktik visite yang meliputi: informasi penggunaan obat, perubahan terapi, catatan kajian penggunaan obat (masalah terkait penggunaan obat, rekomendasi, hasil diskusi dengan dokter yang merawat, implementasi, hasil terapi). Tujuan pendokumentasian kegiatan visite pasien adalah: a. Menjamin akuntabilitas dan kredibilitas b. Bahan evaluasi dan perbaikan mutu kegiatan c. Bahan pendidikan dan penelitian kegiatan
  • 35. 21 Pendokumentasian dilakukan pada lembar kerja praktik visite dan lembar kajian penggunaan obat (lihat contoh pada lampiran). Penyimpanan dokumentasi kegiatan visite dapat disusun berdasarkan nama pasien dan tanggal lahir, serta nomor rekam medik agar mudah ditelusuri kembali. Hal yang harus diperhatikan oleh apoteker adalah bahwa dokumen bersifat rahasia, oleh karena itu harus dikelola dengan baik sehingga terjaga kerahasiaannya.
  • 36. 22
  • 37. 23 BAB 5 EVALUASI PRAKTIK VISITE Evaluasi merupakan proses penjaminan kualitas pelayanan dalam hal ini praktik visite apoteker ruang rawat berdasarkan indikator yang ditetapkan. Indikator dapat dikembangkan sesuai dengan program mutu rumah sakit masing-masing. Secara garis besar evaluasi dapat dilakukan pada tahap input, proses maupun output. Lingkup materi evaluasi terhadap kinerja apoteker antara lain dalam hal: 1. Pengkajian rencana pengobatan pasien 2. Pengkajian dokumentasi pemberian obat 3. Frekuensi diskusi masalah klinis terkait pasien termasuk rencana apoteker untuk mengatasi masalah tersebut 4. Rekomendasi apoteker dalam perubahan rejimen obat (clinical pharmacy intervention) Materi lingkup di atas dapat dibuat dalam bentuk indikator kinerja seperti contoh di bawah ini :
  • 38. 24 Indikator Kunci Kinerja visite apoteker (key performance indicator)
  • 39. 25 BAB 6 PENUTUP Pelayanan kefarmasian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pelayanan pasien. Visite adalah salah satu fungsi klinik apoteker dalam pelayanan kefarmasian untuk memantau efek terapi dan efek samping obat, menilai kemajuan kondisi pasien bekerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya. Adanya pedoman visite bagi apoteker di fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi bagi apoteker dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) secara menyeluruh. Kegiatan visite yang dilakukan secara benar akan meningkatkan peran dan citra tenaga farmasi di masyarakat luas dan dapat meningkatkan derajat kesehatan.
  • 40. 26
  • 41. 27 DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian Di Fasilitas Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hansen, K.N. Parthasaranthi, G. (2004). Text Book of Clinical Pharmacy Practice: Essential Concept and Skills. India: Orient Longman Private Limited. LYH Lai, MSM Hu, NCW Leow, PN Voon, Jl Wong, LL Tiong.”Pharmacist Participation in Clinician Rounds and Cost Saving Implications”. Departement of Pharmacy, Serawak: General Hospital. Poh,E.P.,Nigro,O.,Avent,M.L.,Doecke,C.J.(2009).Pharmaceutical Reforms: Clinical Pharmacy Ward Service Versus a Medical Team Model. J Pharm Pract Res. 3, 39: 176-80. Siregar, J.P.C., Kumolosasi, E. (2005). Farmasi Klinik : Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Stephens, M (Ed). (2000). Hospital Pharmacy. London: Pharmaceutical Press. Suthakaran, C., Adithan, C. (Ed). Therapeutic drug monitoring – concepts, methodology, clinical applications and limitations. Health Administrator. 19, 1, 22-26 PK.Lakshmi, Clinical Pharmacy Services, 2006 Hinton, James, May San Kyi, Stella Barnass, Do antibiotic ward rounds improve antibiotic prescribing? West Middlesex University Hospital, UK.
  • 42. 28 WHO, Developing pharmacy practice: A focus ob patient care, Handbook, 2006 ManuelAlosAlminana, et.al, The Need for Clinical Pharmacy , WSCP European Society of Clinical Pharmacy SHPA Standards of Practice for Clinical Pharmacy, J Pharm Pract Res 2005;35(2):122-46 Aslam Mohamed, Chik Kaw Tan dan Adji Prayitno, Farmasi Klinik, Jakarta: PT. Elex Komputindo, 2003.
  • 43. 29 21 LAMPIRAN 1 FORM PEMANTAUN TERAPI OBAT Nama Rumah Sakit: Ruangan Rawat: Nama Pasien: Umur: Jenis Kelamin: Berat Badan: Tinggi Badan: KELUHAN UTAMA: ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG: ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU: ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ RIWAYAT KELUARGA: ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ RIWAYAT SOSIAL: ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT: ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ LAMPIRAN 1 FORMULIR PEMANTAUAN TERAPI OBAT
  • 44. 30 22 HASIL PEMERIKSAAN FISIK: Pemeriksaan Nilai normal Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM: Pemeriksaan Nilai normal Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK: ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ HASIL PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI: ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________
  • 45. 31 23 PENGGUNAAN OBAT SAAT INI: Nama Obat Regimen Indikasi Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. Tgl. DIAGNOSIS: ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________
  • 46. 32 24 PEMANTAUAN (S.O.A.P) Tgl Kondisi Klinis (S/O) Masalah Terkait Obat (Assassment) Rekomendasi (Plan) Ttd Keterangan
  • 48. 34 26 Klasifikasi sub domain Masalah (PCNE v6.2) Kode Domain Utama Efektivitas terapi M1.1 Obat tidak efektif atau pengobatan gagal M1.2 Efek obat tidak optimal M1.3 Efek obat salah (idiosinkrasi) M1.4 Ada indikasi yang tidak diterapi Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) M2.1 Pasien menderita ROTD bukan alergi M2.2 Pasien menderita ROTD alergi M2.3 Pasien menderita efek toksik Biaya pengobatan M3.1 Biaya pengobatan lebih mahal dari yang diperlukan M3.2 Obat tidak diperlukan Lain-lain M4.1 Pasien tidak puas dengan terapi yang diterimanya meskipun terapi tersebut optimal baik dari segi efektivitas maupun biaya M4.2 Keluhan pasien/masalah tidak jelas, tidak termasuk ketiga kategori masalah terkait obat di atas
  • 49. 35 27 Klasifikasi sub domain Penyebab (PCNE v6.2) Kode Domain Utama Pemilihan obat P1.1 Pemilihan obat tidak tepat (bukan untuk indikasi yang paling tepat) termasuk penggunaan obat yang kontraindikasi P1.2 Tidak ada indikasi penggunaan obat atau indikasi obat tidak jelas P1.3 Kombinasi obat-obat atau obat-makanan tidak tepat termasuk kejadian interaksi obat P1.4 Duplikasi kelompok terapi atau bahan aktif yang tidak tepat P1.5 Ada indikasi tetapi obat tidak diresepkan P1.6 Banyak obat (kelompok terapi atau bahan aktif yang berbeda) diresepkan untuk indikasi yang sama P1.7 Tersedia obat yang lebih hemat biaya P1.8 Kebutuhan obat yang bersifat sinergis/preventif tidak diresepkan P1.9 Ada indikasi baru dan obat belum diresepkan Pemilihan bentuk sediaan P2.1 Bentuk sediaan obat tidak tepat Pemilihan dosis P3.1 Dosis obat terlalu rendah P3.2 Dosis obat terlalu tinggi P3.3 Pengaturan dosis kurang sering P3.4 Pengaturan dosis terlalu sering P3.5 Tidak dilakukan Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD) P3.6 Masalah terkait farmakokinetika obat yang memerlukan penyesuaian dosis P3.7 Perburukan/perbaikan kondisi sakit yang memerlukan penyesuaian dosis Penentuan lama pengobatan P4.1 Lama pengobatan terlalu pendek P4.2 Lama pengobatan terlalu panjang Proses penggunaan obat P5.1 Waktu penggunaan obat atau interval pemberian dosis tidak tepat P5.2 Menggunakan obat lebih sedikit dari pedoman pengobatan (underused) atau pemberian obat lebih jarang dari aturan penggunaan (under-administered) P5.3 Menggunakan obat berlebih (overused) atau pemberian obat melebihi aturan penggunaan (over-administered) P5.4 Obat tidak diminum atau tidak diberikan P5.5 Minum obat yang salah atau memberikan obat yang salah
  • 50. 36 28 P5.6 Penyalahgunaan obat (penggunaan obat tidak sesuai peruntukan resmi) P5.7 Pasien tidak dapat menggunakan obat atau bentuk sediaan sesuai aturan Klasifikasi sub domain Penyebab (PCNE v6.2) lanjutan Kode Domain Utama Logistik (Kefarmasian) P6.1 Obat yang diresepkan tidak tersedia P6.2 Kesalahan peresepan (dalam hal menulis resep) P6.3 Kesalahan peracikan obat (dispensing error) Pasien P7.1 Pasien lupa minum obat P7.2 Pasien mengunakan obat yang tidak diperlukan P7.3 Pasien makan makanan yang berinteraksi dengan obat P7.4 Penyimpanan obat oleh pasien tidak tepat Lain-lain P8.1 Lain-lain; sebutkan P8.2 Penyebab tidak jelas
  • 51. 37
  • 52. 38 30 Klasifikasi sub domain Hasil Intervensi (PCNE v6.2) Kode Domain Utama Hasil intervensi tidak diketahui H0.0 Hasil intervensi tidak diketahui Masalah terselesaikan secara tuntas H1.0 Masalah terselesaikan tuntas Masalah terselesaikan sebagian H2.0 Masalah terselesaikan sebagian Masalah tidak terselesaikan H3.1 Masalah tidak terselesaikan, kerja sama dengan pasien kurang H3.2 Masalah tidak terselesaikan, kerja sama dengan penulis resep kurang H3.3 Masalah tidak terselesaikan, intervensi tidak efektif H3.4 Tidak ada kebutuhan atau kemungkinan untuk menyelesaikan masaah
  • 53. 39 LAMPIRAN 3 ALGORITME NARANJO Algoritma atau skala Naranjo dapat digunakan untuk mengidentifikasi ROTD secara lebih kuantitatif. Algoritma Naranjo terdiri dari 10 pertanyaan sederhana. Setiap pilihan jawaban atas pertanyaan tersebut memiliki skor nilai yang berbeda. Setiap kolom dijumlahkan ke bawah dan hasil penjumlahan kolom dijumlahkan. Nilai total dari hasil pengisian algoritma tersebut akan membantu menggolongkan ROTD ke dalam beberapa kemungkinan, yaitu pasti, lebih mungkin, mungkin dan meragukan. No. Pertanyaan Ya Tidak Tidak Tahu 1 Apakah terdapat laporan lengkap tentang +1 0 0 reaksi tersebut sebelumnya? 2 Apakah kejadian yang tidak dikehendaki +2 -1 0 muncul setelah obat yang dicurigai digunakan? 3 Apakah ROTD membaik ketika obat +1 -1 0 diberhentikan atau setelah pemberian suatu antagonis yang spesifik? 4 Apakah ROTD muncul kembali setelah +2 -1 0 obatnya digunakan kembali? 5 Adakah penyebab lain yang dapat -1 +2 0 menyebabkan reaksi dengan sendirinya? 6 Apakah reaksi muncul kembali setelah -1 0 0 pemberian plasebo? 7 Apakah kadar obat dalam darah berada +1 0 0 dalam rentang yang dianggap toksik? 8 Apakah reaksi menjadi lebih parah ketika +1 0 0 dosis obat ditingkatkan atau menjadi kurang parah ketika dosis obat diturunkan? 9 Apakah pasien memiliki reaksi serupa +1 0 0 terhadap obat-obatan yang sama atau serupa pada paparan sebelumnya? 10 Apakah ROTD telah dipastikan dengan +1 0 0 suatu bukti yang obyektif (misal: hasil uji laboratorium, dsb.)? Algoritma Naranjo (Oberg, 1999) (Garcia-Cortes, Lucena, Pachkoria, Borraz, Hidalgo, Andrade, 2008)
  • 54. 40 Hasil akhir penjumlahan dinilai berdasarkan kategori berikut: suatu reaksi dikatakan ‘pasti’ ROTD jika dari hasil penilaian didapatkan skor 9, ‘lebih mungkin’ jika didapatkan skor 5-8, ‘mungkin’ jika memiliki skor 1-4, ‘meragukan’jika didapatkan skor 0.
  • 55. 41 31 LAMPIRAN 4 CONTOH KASUS Nomor Rekam Medik : 00-32-11 Masuk Rumah Sakit :12/11/2010 pk. 21.28 Bangsal : Penyakit Dalam Riwayat alergi : amoksisilin Nama : St K P/L Riwayat penyakit : DM BB 90 kg ; TB 163 cm Diagnosis masuk : Hematemesis Keluhan: anemia, muntah darah bergumpal-gumpal sebanyak 5 kali mulai tanggal 11, BAB (Buang Air Besar) hitam, pusing. Kehidupan sosial: tinggal bersama istri dan anaknya; merokok 3 batang/hari Hasil pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan Nilai normal 12/11 15/11 WBC/leukosit 4,0-10,5 x103 /cu mm 16,54 RBC/eritrosit 4,7-6,0 x106 /cu mm 2,42 Hb 13,5-18,0 g/dL 7,0 8,2 HCT/PCV 42-52 % 20,9 PLT 150-450 x103 /cu mm 245 HbA1C 6,5 % 8,3 aPTT 25-38 Detik 31,9 Hasil pemeriksaan gastroscopy: varices esofagus post ligasi, gastritis chronic LAMPIRAN 4 CONTOH KASUS
  • 56. 42 32 Tanda-tanda vital Pemeriksaan Satuan 12/11 13/11 14/11 15/11 Tekanan darah mmHg 90/60 90/60 120/80 120/80 Nadi x/menit 108 96 100 116 Temperatur °C 36 38,6 37,2 36,9 Pengobatan selama dirawat: Nama obat Aturan pakai Keterangan RL 500mL 4fl/24 jam iv Ondansetron 4mg/2mL 3x1 iv Omeprazole 40mg 2x1 iv 20/11 diturunkan menjadi 1x1 Cefotaxime 1gram 3x1 iv Kalnex 100mg/1mL 3x500mg iv Vitamin K 10mg/1mL 3x1 im PRC (Pack Red Cells) 2 bag/hari iv Subjektif (S)/Objektif (O): kondisi klinis; Assessment (A): penilaian masalah penggunaan obat; Plan (P): rekomendasi Tgl Subjektif (S)/Objektif (O) Assessment (A) Plan (P) Keterangan 12/11 O: Perdarahan lambung akut P1.2, C1.1 Somatostatin adalah obat pilihan untuk mengatasi perdarahan esophagus, dapat mengurangi kebutuhan I1.1 memberitahu dokter bahwa somatostatin lebih efektif dalam menghentikan perdarahan daripada kombinasi Dokter setuju merubah peresepan (I1 menjadi I3) 15/11 Hb 8,2g/dL, melena(-)
  • 57. 43 33 transfusi darah (WGO, 2007) asam tranexamat dan vitamin Ka Monitor efektivitas somatostatin dengan memantau kondisi perdarahan pasien Problem aktual 12/11 O: Perdarahan lambung akut P1.2, C3.3 Aturan pakai omeprazole kurang tepat, frekuensi kurang sering I1.1 memberitahu dokter tentang aturan pakai omeprazole untuk mengatasi perdarahan lambungb Dokter tetap dengan aturan pakai 2x40mg iv Pemberian iv bolus omeprazole 2x40mg hingga 19/11. Pada tanggal 20/11 diturunkan menjadi 1x40mg. Monitor efektivitas omeprazole dengan memantau kondisi perdarahan pasien Edukasi pasien untuk tidak makan makanan yang dapat mengiritasi lambung, misalnya vitamin C dosis tinggi, sambal, dll. Problem potensial 12/11 O: Pasien DM dengan HbA1C 8,3% P1.4, C1.5 Semua pasien DM yang masuk rumah sakit harus diperiksa kadar gula darah dan I1.1 menyarankan dokter untuk melakukan pemeriksaan kadar gula Dokter setuju melakukan pemeriksaan kadar gula acak (I1 menjadi I3)
  • 58. 44 34 HbA1C (bila tidak ada pemeriksaan HbA1C dalam 2-3 bulan terakhir) karena hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah hari perawatan pasien diabetes lebih lama daripada pasien yang tidak diabetes darah 18/11 GDA 426mg/dLc Monitor efektivitas insulin dan risiko hipoglikemia, bila perlu dilakukan penyesuaian dosis Problem aktual 12/11 S: Tidak ada keluhan mual P3.2, C1.2 Tidak ada indikasi penggunaan ondansetron I1.1 memberitahu dokter bahwa penggunaan obat anti muntahnya berlebihand Dokter tetap memberikan ondansetron 3x1 iv Sejak tanggal 18/11 obat habis (belum dibeli oleh pasien) Problem aktual 12/11 O: Obesitase (BMI30kg/m2 ) P1.4, C1.5 Obesitas dan profil lipid yang jelek meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular pada pasien diabetes I1.1 memberitahu dokter tentang faktor risiko pasien dan rekomendasi pemberian statin I2.1 memberikan konseling kepada Tidak ada tanggapan dari dokter Edukasi pasien untuk membatasi asupan makanan yang tinggi kalori atau menyarankan pasien untuk berkonsultasi dengan ahli gizi
  • 59. 45 35 pasien tentang faktor risiko penyakit kardiovaskular karena obesitas Problem potensial 12/11 O: Merokok 3 batang/hari P1.4, C1.5 Merokok akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, dan risiko komplikasi mikrovaskular pada pasien diabetes I2.1 memberikan konseling kepada pasien tentang faktor risiko penyakit kardiovaskular karena merokok Edukasi pasien untuk berhenti merokok Bila perlu menyarankan pemberian ’Nicotine replacement therapy”f Problem potensial Keterangan: a Somatostatin, Asam tranexamat, vitamin K Somatostatin iv bolus 250mikrogram dilanjutkan dengan infus kontinu 250mikrogram/jam hingga perdarahan berhenti (biasanya dalam 48-72 jam). Lyomark (somatostatin) 3mg pertama akan habis dalam 11 jam; Lyomark 3mg berikutnya akan habis dalam 12 jam. Kira-kira diperlukan 4 ampul Lyomark dengan biaya 4xRp. 600.000= Rp. 2.400.000. Cara menyiapkan: 1. 1 ampul Lyomarck 3mg + NS (Normal Saline, NaCl 0,9%) hingga mencapai volume 10mL 2. 1 mL disuntikan langsung, 9mL sisanya diinfuskan selama 11 jam dengan kecepatan 0,82mL/jam. Asam tranexamat, vitamin K Asam tranexamat 500mg: sehari 3x5 ampul (1 ampul 100mg/5mL) iv. Jadi diperlukan 3x5xRp. 88.000 = Rp. 1.320.000/hari
  • 60. 46 36 Vitamin K: 10mg/hari diberikan secara intramuskular.Jadi diperlukan 1x1 ampul (10mg/1mL)x Rp. 170.775 = Rp.170.775/hari. Pasien dalam kasus ini mendapat 3x1 ampul. (Sweetman 2009, p. 1081; 1997) b Aturan pakai omeprazole untuk mengatasi perdarahan lambung: iv bolus 80mg diikuti dengan infus kontinu 8mg/jam selama 72 jam. (Libby, 2000; Lau, 2000) c GDA 496mg/dL Target kadar gula darah: 140-180mg/dL; HbA1C 6,5% Kebutuhan insulin adalah 0,6 unit/kg/hari. Untuk pasien dengan berat badan 90kg, diperlukan 54 unit/hari. Pemberian basal insulin adalah 40-50% total kebutuhan sehari, yaitu 22-27 unit/24jam; mulai dengan infus kontinu 1 unit/jam. Bolus insulin sebanyak 50-60%, yaitu 27-33 unit dibagi tiga atau 3x9-11 unit, mulai dengan 3x10 unit. (ADA 2011, S43-6; Clement 2004, 566) d obat anti muntahnya berlebihan Ondansetron diindikasikan untuk kondisi mual sedang hingga berat, misalnya pada saat kemoterapi atau persiapan operasi. Pilihan obat mual untuk kondisi ringan hingga sedang adalah metoclopramide 3x10mg. (BNF 2010, 247) e obesitas BMI pasien = 90 kg/1,632 m2 = 33,87 kg/m2 (33,8730, termasuk kategori obesitas). Menurut ADA 2011, statin perlu diberikan kepada semua pasien diabetes (berapapun nilai LDLnya) yang berusia 40 tahun dan memiliki satu atau lebih faktor risiko penyakit kardiovaskular. Obesitas adalah salau satu faktor risiko penyakit kardiovaskular. (ADA 2011, S29) e Nicotine replacement therapy Contoh obat yang digunakan untuk menghentikan kebiasaan merokok adalah varenicline. Sebelum pasien menggunakan varenicline, pasien diminta untuk menentukan tanggal berhenti merokok, kemudian varenicline diberikan 1-2minggu sebelum tanggal tersebut agar pada tanggal yang ditentukan untuk berhenti merokok sudah tidak ada lagi pengaruh rokok. Aturan pakai varenicline tablet oral adalah sebagai berikut: Hari ke 1-3 Sehari 1x0,5mg Hari ke 4-7 Sehari 2x0,5mg Hari ke 8 hingga 12 minggu Sehari 2x1mg
  • 61. 47 37 Contoh kasus 2: Nomor Rekam Medik : 13-27-05 Masuk Rumah Sakit : 02/03/2011 pk. 10.28 Bangsal : Penyakit Dalam Riwayat alergi : – Nama/umur : PS/36 tahun P/L Riwayat penyakit : – BB 60 kg ; TB 170 cm Diagnosis masuk : Obs. Febris Keluhan: nafsu makan berkurang, panas naik turun dan mual selama 1 minggu, muntah 1 kali, nyeri perut (-), diare (-), badan agak lemas Kehidupan sosial: tinggal bersama orang tua Hasil pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan Nilai normal 02/03 03/03 WBC/leukosit 4,0-10,5 x103 /cu mm 8,6 RBC/eritrosit 4,7-6,0 x106 /cu mm 5,21 Hb 13,5-18,0 g/dL 13,8 HCT/PCV 42-52 % 43,4 PLT 150-450 x103 /cu mm 214 SGOT/ASAT 37 U/L 89,7 SGPT/ALAT 42 U/L 75,6 Widal: Typhus O Typhus H Parathypus A Parathypus B Negatif Negatif Negatif Negatif 1/80 1/160 Negatif Negatif 03/03 Foto thorax: normal
  • 62. 48 38 Tanda-tanda vital Pemeriksaan Satuan 02/03 03/03 04/03 05/03 06/03 Tekanan darah mmHg 130/80 120/80 120/80 110/80 120/80 Nadi x/menit 108 92 92 100 100 Temperatur °C 39,5 37,6 38,2 38,0 37,3 Pengobatan selama dirawat: Nama obat Aturan pakai Keterangan RL 500mL 3fl/24 jam iv Pantoprazole 40mg 2x1 iv Ceftriaxone 1gram 1x1 iv Diberikan kepada pasien 2x1g per hari Magaldrate 540 mg/5mL, simethicone 20 mg/5mL 3x1 C po Parasetamol 500mg 3x1 po Tgl Kondisi klinis Problem Intervensi Tt Keterangan 02/03 Tifoid: demam, mual, muntah; yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi P3.1, C1.7 - Harga ceftriaxone vial 1g Rp. 138.600; amoxicillin 1g Rp. 18.700; chloramphenicol 1g Rp. 90.000 (MIMS, 2011) C1.1 Ceftriaxone 1-2 gram i.v selama 10-14 hari I1.1 memberitahu dokter bahwa amoxicillina injeksi lebih cost-effective dan sebaiknya ceftriaxone hanya digunakan pada kondisi sepsis untuk menghindari terjadinya Dokter tetap menggunakan ceftriaxone Monitor efektivitas ceftriaxone dengan memantau tanda dan gejala infeksi yang dialami pasien, misalnya: demam Monitor jumlah
  • 63. 49 39 diberikan kepada pasien yang sepsis (RSUD Dr. Soetomo, 2006) C5.3 – drug over- administered karena tertulis di lembar daftar obat aturan pakainya 1xiv tetapi diberikan kepada pasien 2x/hari resistensi antibiotika I4.1 – menanyakan kepada perawat yang memberikan obat tentang perbedaan aturan pakai yang tertulis dan jumlah obat yang diberikan kepada pasien. pemberian ceftriaxone per hari (1x atau 2x) Problem aktual 02/03 Tifoid: demam, mual, muntah; yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Tidak ada keluhan muntah darah atau melena. Tidak diketahui adanya riwayat penyakit tukak peptik. P3.2, C1.2 Tidak ada indikasi pemberian pantoprazole. Kondisi pasien tidak termasuk kondisi yang berisiko mengalami stress ulcer.b (Khalili, 2010) I1.1 menanyakan kepada dokter tentang kondisi pasien yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stress ulcer. Dokter menurunkan dosis pantoprazole dari 2x40mg iv menjadi 1x40mg iv. Pada tanggal 04/03 pantoprazole iv diganti pantoprazole oral. Monitor perubahan dosis dan bentuk sediaan pantoprazole; serta kemungkinan munculnya tanda perdarahan pasien Edukasi pasien untuk makan makanan TKTP (Tinggi Kalori
  • 64. 50 40 Tinggi Protein) lunak atau diit padat rendah selulosa (misalnya: sayuran dan buah- buahan) (DepKes, 2006) Problem aktual 02/03 Tifoid: demam, mual, muntah; yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Tidak ada keluhan muntah darah atau melena. Tidak diketahui adanya riwayat penyakit tukak peptik. P3.2, C1.2 Tidak ada indikasi pemberian kombinasi magaldrate dan simethicone. Kondisi pasien tidak termasuk kondisi yang berisiko mengalami stress ulcer. (Khalili, 2010) I1.1 menanyakan kepada dokter tentang kondisi pasien yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stress ulcer. Dokter tetap menggunakan kombinasi magaldrate dan simethicone. Pada tanggal 05/03 instruksi penggunaan kombinasi magaldrate dan simethicone: HS (Habis – Stop). Problem aktual Keterangan: a Pemberian amoxicillin injeksi untuk terapi demam tifoid Amoxycilline 100mg/kg BB sehari oral/intravena, dibagi dalam 3 atau 4 dosis. Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam. Untuk pasien dengan berat badan 60kg, dosis amoxicillin 100mg/kg BB x 60kg=6000mg dibagi dalam 3 dosis, berarti sehari 3x2gram. Untuk pasien yang sepsis dapat diberikan ceftriaxone 1-2 gram iv selama 10-14 hari. (RSUD Dr. Soetomo 2006, p. 362-7)
  • 65. 51 41 b Stress ulcer Menurut American Society of Health-System Pharmacists (ASHP) 1999 profilaksis diberikan pada indikasi/kondisi: penggunaan ventilator mekanik 48jam, masalah coagulopathy (jumlah platelet50.000; INR1,5; PTT2 kali normal), riwayat perdarahan lambung atau tukak peptic dalam 1 tahun terakhir. Profilaksis juga dapat diberikan pada kondisi: sepsis, insufisiensi ginjal, gangguan fungsi hati, enteral feeding, penggunaan glukokortikoid (misalnya: penggunaan hidrokortison250mg/hari atau setara), penggunaan heparin atau low molecular weight heparin (LMWH), penggunaan warfarin, penggunaan NSAID lebih dari 3 bulan, rawat inap di ICU lebih dari 1 minggu, mengalami perdarahan lambung selama 6 hari atau lebih. Daftar Pustaka 1. Khalili H, Dashti-Khavidaki S, Talasaz AHH, Tabeefar H, Hendoise N. Descriptive analysis of a clinical pharmacy intervention to improve the appropriate use of stress ulcer prophylaxis in a hospital infectious disease ward. J Manag Care Pharm. 2010;16(2):114-21. 2. Martínez-López de Castro N, Troncoso-Mariño A, Campelo-Sánchez E, Vázquez- López C, Inaraja-Bobo MT. Pharmaceutical care strategies to prevent medication errors. Rev Calid Asist. 2009 Aug;24(4):149-54. 3. Kjeldby C, Bjerre A, Refsum N. [Clinical pharmacist in a multidisciplinary team in a paediatric department] [Article in Norwegian]. Tidsskr Nor Laegeforen. 2009 Sep 10;129(17):1746-9. 4. National Association of Pharmacy Regulatory Authorities. Model standards of practice for Canadian pharmacists [Internet]. 2009 [cited 2011 Feb 8]. Available from: http://www.ocpinfo.com/Client/ocp/OCPHome.nsf/object/Model_Standards/$file/Mo del_Standards.pdf. 5. World Health Organization. Developing pharmacy practice: a focus on patient care [Internet]. 2006 [cited 2011 Feb 8]. Available from: http://www.fip.org/files/fip/publications/DevelopingPharmacyPractice/DevelopingPh armacyPracticeEN.pdf. 6. The PCNE classification for drug related problems V 6.2. Zuidlaren. The Pharmaceutical Care Network Europe; 2010. 7. Pharmaceutical Society of Australia. Guidelines for pharmacists providing Residential Medication Management Review (RMMR) and Quality Use of Medicines (QUM) services [Internet]. 2010 [cited 2011 Feb 8]. Available from: http://www.psa.org.au/site.php?id=6730. 8. World Gastroenterology Organisation. Esophageal varices [Internet]. 2007 [cited 2011 Feb 8]. Available from: http://www.worldgastroenterology.org/assets/downloads/en/pdf/guidelines/18_treat ment_e_varices_en.pdf. 9. Sweetman SC, Blake PS, Brayfield A, McGlashan JM, Neathercoat GC, Parsons AV, et al. Martindale: the complete drug reference. 36th ed. London: Pharmaceutical Press; 2009. Daftar Kasus (Untuk Contoh Kasus) 1. Khalili H, Dashti-Khavidaki S, Talasaz AHH, Tabeefar H, Hendoise N. Descriptive analysis of a clinical pharmacy intervention to improve the appropriate use of stress ulcer prophylaxis in a hospital infectious disease ward. J Manag Care Pharm. 2010;16(2):114-21. 2. Martínez-López de Castro N, Troncoso-Mariño A, Campelo- Sánchez E, Vázquez-López C, Inaraja-Bobo MT. Pharmaceutical care strategies to prevent medication errors. Rev Calid Asist. 2009 Aug;24(4):149-54. 3. KjeldbyC,BjerreA,RefsumN.[Clinicalpharmacistinamultidisciplinary team in a paediatric department] [Article in Norwegian]. Tidsskr Nor Laegeforen. 2009 Sep 10;129(17):1746-9. 4. National Association of Pharmacy Regulatory Authorities. Model standards of practice for Canadian pharmacists [Internet]. 2009 [cited 2011 Feb 8]. Available from: http://www.ocpinfo.com/Client/ ocp/OCPHome.nsf/object/Model_Standards/$file/Model_Standards. pdf. 5. World Health Organization. Developing pharmacy practice: a focus on patient care [Internet]. 2006 [cited 2011 Feb 8]. Available from: http:// www.fip.org/files/fip/publications/DevelopingPharmacyPractice/ DevelopingPharmacyPracticeEN.pdf. 6. The PCNE classification for drug related problems V 6.2. Zuidlaren. The Pharmaceutical Care Network Europe; 2010.
  • 66. 52 7. Pharmaceutical Society of Australia. Guidelines for pharmacists providing Residential Medication Management Review (RMMR) and Quality Use of Medicines (QUM) services [Internet]. 2010 [cited 2011 Feb 8]. Available from: http://www.psa.org.au/site.php?id=6730. 8. World Gastroenterology Organisation. Esophageal varices [Internet]. 2007 [cited 2011 Feb 8]. Available from: http://www. worldgastroenterology.org/assets/downloads/en/pdf/guidelines/18_ treatment_e_varices_en.pdf. 9. Sweetman SC, Blake PS, Brayfield A, McGlashan JM, Neathercoat GC, Parsons AV, et al. Martindale: the complete drug reference. 36th ed. London: Pharmaceutical Press; 2009. 10. Lau JYW, Sung JJY, Lee KKC, Yung M, Wong SKH, Wu JCY, et al. Effect of intravenous omeprazole on recurrent bleeding after endoscopic treatment of bleeding peptic ulcers. N Engl J Med. 2000;343:310-6. 11. Libby ED. Omeprazole to prevent recurrent bleeding after endoscopic treatment of ulcers. N Engl J Med. 2000;343:358-9. 12. Clement S, Braithwaite SS, Magee MF, Ahmann A, Smith EP, Schafer RG, Hirsch IB. Management of diabetes and hyperglycemia in hospitals. Diabetes Care. 2004;27(2):553-91. 13. Martin J, Claase LA, Jordan B, Macfarlane CR, Patterson AF, Ryan RSM, et al. BNF 59: March 2010. 59th ed. London: BMJ Group and Pharmaceutical Press; 2010. 14. Datapharm Communications Limited. CHAMPIX 0.5 mg film-coated tablets; CHAMPIX 1 mg film-coated tablets [Internet]. 2011 [cited 2011 Feb 8]. Available from: http://www.medicines.org.uk/EMC/ medicine/19045/SPC/CHAMPIX++0.5+mg+film-coated+tablets%3b +CHAMPIX++1+mg+film-coated+tablets/#POSOLOGY. 15. Klopotowska JE, Kuiper R, van Kan HJ, de Pont AC, Dijkgraaf MG, Lie-A-Huen L, Vroom MB, Smorenburg SM. On-ward participation of a hospital pharmacist in a Dutch intensive care unit reduces prescribing errors and related patient harm: an intervention study. Crit Care. 2010;14(5):R174. Epub 2010 Oct 4
  • 68. 54