SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
ALOKASI DANA DESA [ADD]
SEBAGAI ALAT PENETAPAN
DANA PERIMBANGAN KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN- DESA
Oleh:
MARYUNANI
LEMBAGA PENELITIAN EKONOMI DAN PENGABDIAN
MASYARAKAT (LPEM)
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2004
1. PENDAHULUAN
Dalam revisi Undang-undang no. 22/1999 ditegaskan bahwa desa atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di dalam
Kabupaten. Dengan demikian, desa harus dipahami sebagai kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki hak dan kekuasaan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat. Artinya, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi tetap
memberikan dasar menuju self governing community, yaitu komunitas yang mengatur
1
dirinya sendiri. Berdasarkan pemahaman ini, desa memiliki posisi strategis yang
memerlukan perhatian seimbang terhadap penyelenggaraan otonomi daerah.
Apabila dipahami lebih seksama, desa merupakan tempat bertemunya arus
kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat. Dengan kata lain, desa merupakan tempat
terwujudnya kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan
pembangunan. Dalam arti ini, desa mempunyai posisi strategis dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat.
Posisi desa yang sangat strategis ini menjadi modal dasar yang harus dipahami
secara menyeluruh dan terintegrasi, baik dari segi kekuatan, kelemahan, peluang dan
kendala, maupun hubungan dengan lingkungan strategis, baik regional, nasional dan
internasional. Oleh karena itu perlu ada core strategy untuk memandirikan Desa. Dalam
rangka memantapkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan untuk menunjang
perwujudan otonomi daerah, maka adalah sudah pada tempatnya jika desa mendapatkan
haknya mengelola keuangannya sendiri.
Hasil revisi UU 22/1999 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Keuangan
desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban yang menimbulkan pendapatan,
belanja dan pengelolaan keuangan desa. Sumber pendapatan desa tersebut meliputi: (a)
pendapatan asli desa (hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi,
hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah, (b) bagi hasil pajak
daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, (c) bagian dari dana perimbangan keuangan
pusat dan daerah yang diterima oleh kabupalen/kota, (d) bantuan dari Pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota (bantuan keuangan dari
Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah bantuan yang bersumber
dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota yang disalurkan melalui kas Desa
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Desa), dan (e) hibah dan sumbangan dari
pihak ketiga. Dalam hal ini yang dimaksud dengan “sumbangan dari pihak ketiga” dalam
ketentuan ini dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf dan atau lain-lain sumbangan serta
pemberian sumbangan dimaksud tidak mengurangi kewajiban-kewajiban pihak
penyumbang.
Belanja desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan
pemberdayaan masyarakat desa. Sehubungan dengan itu, pengelolaan keuangan desa
tersebut dilakukan oleh kepala desa yang dituangkan dalam peraturan desa tentang
anggaran pendapatan dan belanja desa.
Makalah ini dimaksudkan untuk mengetengahkan beberapa kritik dan otokritik
mengenai alokasi dana desa (ADD) sebagai alat penetapan perimbangan keuangan
Kabupaten – Desa dengan mengacu dari masukan hasil kajian yang dilakukan di beberapa
wilayah studi.
2. Penyelenggaraan ADD atau Nama Lain di Wilayah Studi
(1) Kabupaten Tuban
2
Pemerintah Kabupaten Tuban, sejak tahun 2001 telah menerapkan kebijakan
Alokasi Dana Desa (ADD), dan dikenal dengan sebutan Program Pemberdayaan
Masyarakat (PPM), sehingga, sampai dengan saat ini model PPM telah memasuki tahun
ke-4. Model PPM banyak perubahan pada tingkat masyarakat desa maupun pada level
Pemerintah Kabupaten Tuban dalam rangka penguatan kelembagaan desa. Pijakan
Pemerintah Kabupaten Tuban dalam memperkuat posisi desa khususnya dalam rangka
memperlancar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa didasarkan pada
Renstra 2001-2006. Beberapa Kabupaten, seperti Kabupaten Selayar, Magelang dan
Sumedang telah datang ke Kabupaten Tuban dalam rangka studi banding penerapan
PPM.
Kebijakan PPM bukan melalui proses yang instant, melainkan melalui sebuah
proses panjang, sehingga sampai pada sebuah kristalisasi ide dan komitmen dari berbagai
stakeholder seperti eksekutif, legislatif dan LSM maupun sebagai hasil dari berbagai
pengalaman empirik oleh pelaku-pelaku program pemberdayaan masyarakat desa/miskin
seperti FPLP (Forum Lintas Pelaku) dan lain sebagainya.
Penyelenggaraan PPM memiliki tujuan dinamis yang ditetapkan sejak tahun 2001
dan disesuaikan dengan kondisi perkembangan desa/kelurahan masyarakat Tuban sampai
tahun 2004. Beberapa tujuan yang dimaksud, meliputi:
1. Meningkatkan kinerja pemerintahan desa/kelurahan sebagai sarana pelayanan
masyarakat dalam pengembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat;
2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan ditingkat desa/kelurahan dalam mengelola
proses penyaluran aspirasi, musyawarah dalam pengambilan keputusan, serta
memberdayakan masyarakat dalam rangka proses pelaksanaan pembangunan dan
pemerintahan;
3. Meningkatkan partisipasi serta kreatifitas masyarakat dalam pembangunan;
4. Menumbuhkan kembali budaya gotong-royong dan gugur gunung;
5. Tersedianya prasarana dan sarana bagi pengembangan kegiatan ekonomi;
6. Meningkatkan kegiatan usaha ekonomi produktif dan penciptaan lapangan kerja di
pedesaan; dan
7. mendorong pemerataan pendapatan dan kesempatan berusaha masyarakat.
Konsep PPM bermula dari inisiatif pihak eksekutif untuk mendesain konsep
PPM yang didasarkan pada sejumlah indikator-indikator yang akan digunakan sebagai
dasar perhitungan PPM. Dari berbagai diskusi dengan berbagai pihak, yaitu: BPS,
BKKBN, Kimpraswil, PMD, Bappeda dan dinas pengelolaan keuangan dan kas daerah,
selanjutnya konsep ini diterima oleh setiap desa/kelurahan di Kabupaten Tuban.
Pengelolaan PPM berada di bawah pengelolaan Tim Koordinasi Pengelola
Program (TKPP) yang terdiri dari tim pengarah yang diketuai oleh Bupati Tuban dan
tim pelaksana yang terdiri dari unsur Bappeda, kantor PMD, Bagian pemerintahan,
Dinas pengelolaan keuangan dan kas daerah, dinas kimpraswil. Tim koordinasi ini secara
struktural dibentuk juga pada level kecamatan dengan nama Tim Pembina Kecamatan
(TPK) dan pada level desa dengan nama Tim Pelaksana Kegiatan Desa/Kelurahan
(TPKD/K). Adapun tugas dari tim-tim tersebut dituangkan dalam suatu pedoman.
Bentuk alokasi dana PPM memakai dua model pendekatan pengalokasian dana,
yaitu alokasi dana khusus dan alokasi dana umum. Untuk pendanaan kegiatan
3
operasional pemerintahan desa/kelurahan menggunakan bentuk alokasi dana khusus
dengan prinsip pemerataan di mana seluruh desa/kelurahan mendapatkan jumlah yang
sama. Sendangkan untuk alokasi dana kegiatan pemberdayaan masyarakat
desa/kelurahan menggunakan alokasi dana umum yang pemanfaatannya diserahkan
sepenuhnya pada otoritas pemerintahan desa/kelurahan untuk mengelolanya.
Dilihat dari jenis alokasi PPM, maka alokasi dana untuk kegiatan operasional
pemerintahan desa/kelurahan termasuk dalam jenis block grant di mana pemanfaatannya
sudah ditentukan secara rigid. Khusus untuk alokasi pemberdayaan masyarakat
desa/kelurahan Pemerintah Kabupaten Tuban membaginya dalam dua jenis lagi. Jenis
pertama, merupakan alokasi minimal yang akan diperoleh secara merata oleh seluruh desa
kelurahan, sedangkan jenis kedua merupakan alokasi tambahan (matching grant) yang
berdasarkan pada sejumlah indikator:
Pertama, berdasarkan pada indeks kebutuhan desa yang terdiri dari 4 indikator; luas
wilayah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, keterjangkauan. Indeks kebutuhan
ini memberikan petunjuk bahwa semakin besar jumlah penduduk, jumlah penduduk
miskin, luas wilayah dan semakin terisolasi wilayah desa/kelurahan akan berimplikasi
pada semakin besar jumlah PPM yang akan diterima oleh desa/kelurahan.
Kedua, berdasarkan pada indeks potensi desa yang terdiri dari 2 indikator; pendapatan
desa dan adanya program lain. Indeks potensi ini memberikan petunjuk bahwa semakin
besar potensi dan semakin banyak program lain yang masuk ke desa/kelurahan akan
berimplikasi pada semakin kecil dana PPM yang akan diterima desa oleh
desa/kelurahan.
Ketiga, berdasarkan indeks insentif yang terdiri dari 2 indikator; kelunasan PBB dan
partisipasi masyarakat pada program tahun sebelumnya. Indeks insentif ini memberikan
petunjuk bahwa semakin tinggi tingkat kelunasan PBB dan tingkat partisipasi
masyarakat berimplikasi pada semakin besar dana PPM yang akan diterima
desa/kelurahan.
Deskripsi di atas menjelaskan bahwa Pemda Tuban dalam memberikan alokasi PPM
tidak hanya terpaku pada salah satu bentuk dan jenis alokasi dana melainkan telah
memodifikasi bentuk dan jenis alokasi PPM sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
desa/kelurahan.
FORMULA
Formula yang digunakan sebagai dasar penentukan proporsi yang akan diterima
oleh masing-masing desa/kelurahan Sejak PPM dilaksanakan mulai tahun 2001 – 2004
bersifat dinamis dimana setiap tahun mengalami pemutakhiran disesuaikan dengan
kondisi lokal dan tingkat perkembangan desa. Ketika pertama kali PPM dilaksanakan
variabel yang digunakan hanya 3 buah, yaitu: Jumlah penduduk (40%), Luas wilayah
(30%), Keterjangkauan (30%).
Pada tahun-tahun berikutnya indikator-indikator tersebut mengalami
penyempurnaan dengan mencakup aspek-aspek yang lebih luas. Pada tahun 2002
jumlah indikator bertambah menjadi 7 indikator, dan pada tahun 2003-2004
bertambah menjadi 8 indikator, yaitu: Luas wilayah (9%), Jumlah penduduk (12%),
4
Jumlah penduduk miskin (13%), Keterjangkauan (11%), Kelunasan PBB (13%), Adanya
program lain (12%), Pendapatan desa (12%), dan Partisipasi masyarakat pada program
sebelumnya (12%). Pemberian bobot untuk masing-masing indikator di atas dilakukan
berdasarkan hasil survey melalui quesioner yang dilakukan oleh Tim Koordinasi
Pelaksana Program (TKPP). Penentuan indikator-indikator ini masih bersifat top-down
dan belum merupakan hasil kesepakatan musyawarah dengan masyarakat desa.
MANFAAT BAGI DESA
Desa Plumpang (desa sampel yang dianggap representatif mewakili wilayah
Tuban), memberikan informasi manfaat PPM bagi desa, sebagai berikut:
1. Aspek Ekonomi Masyarakat
PPM cukup bermanfaat bagi pengembangan ekonomi masyarakat desa, seperti:
pengelolaan pasar, pomponisasi/HIPPA, dan penguatan lembaga keuangan desa
2. Aspek Pengembangan Kelembagaan Desa
Keberadaan organisasi baik formal maupun informal cukup kompak dan sulid
dalam rangka memajukan desanya.
3. Pelayanan publik, meliputi:
a. Bantuan Operasinal Pemerintahan (BOP) desa. BOP untuk menunjang
penyelenggaraan pemerintahan desa, termasuk kegiatan BPD, LPM, PKK,
Statistik Desa.
b. Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat. Kegiatan ini merupakan bantuan langsung
untuk pemberdayaan masyarakat desa berupa kegiatan pembangunan fisik
prasarana dan ekonomi produktif.
Dalam implementasi masyarakat sebetulnya diberi kebebasan. BOP dan
Pemberdayaan Masyarakat sebagai rambu-rambu yang diberikan kebupaten kepada
desa, tetapi desa dapat merencanakan secara leluasa yang penting keputusan penggunaan
dana PPM harus melalui mekanisme yang disepakati yaitu MUSBANGDES
(musyawarah pembangunan desa).
4. Peningkatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat
Wujud konkrit, terlihat pada angka partisipasi masyarakat cederung
meningkat dari tahun ke tahun. Secara kuantitatif pemberian alokasi dana PPM tahun
2001-2003 sebesar + 20 Milyar telah meningkatkan angka partisipasi secara bertahap
6,61%, 17,93% dan 20,01% (Bappeda Tuban, 2004).
(2) Kabupaten Selayar
Mula diselenggarakannya ADD atau DAU Desa di Kabupaten Selayar diawali
oleh Bupati yang terinpirasi UU 25/99 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Dearah. Ide ini kemudian dikembangkan dalam bentuk konsep yang disusun oleh Bagian
Keuangan yang kemudian disempurnakan oleh Bagian Hukum, lalu ditawarkan kepada
DPRD untuk dibahas menjadi perda. Ternyata tanggapan DPRD sangat positif, bahkan
prakarsa ini oleh DPRD didorong menjadi kebijakan Kabupaten yang dituangkan dalam
bentuk peraturan daerah dan segera dilaksanakan di tahun 2002. Prakarsa dana
perimbangan desa ini karena beberapa alasan, yaitu: (a) meningkatkan pelayanan
5
masyarakat, agar berkembang usaha masyarakat di desa, (b) desa yang mempunyai
masalah-masalah sendiri, bisa mengatasi masalahnya sendiri, (c) memberi kesempatan
pada desa untuk berdemokrasi, dan (d) UU 34/2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
yang menekankan minimal 10% dikembalikan ke desa.
Dengan terbitnya Perda 03/2002 mendorong peningkatan pelayanan kepada
publik sekalipun dalam dua tahun ini kegiatan desa yang didanai dari DAU Desa yang
sangat dominan adalah kegiatan peningkatan sarana administrasi seperti pengadaan
gedung kantor desa, pengadaan ATK dan sarana penunjang pelayanan publik. Namun
sebagian desa sudah ada yang mempunyai prakarsa untuk dikembangkan sebagai alat
produksi. Lebih dari itu, dengan terbitnya perda tersebut ditujukan mendorong adanya:
Keadilan, merujuk pada kondisi dimana tidak terjadi dominasi, serta pemeratan dalam
kemampuan pemenuhan kebutuhan pembangunan. Demokrasi; menunjuk pada suatu
kondisi dalam mana pengambilan keputusan tidak dilakukan dengan cara paksa dan segala
bentuk tekanan yang mengabaikan dialog. Demokrasi disini diartikan sebagai sistem
pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Kemajuan;
menunjuk pada kondisi dimana ilmu pengetahuan dan teknologi di desa dapat
berkembang pesat, dan menjadi salah satu kekuatan yang mengubah desa. Desa masa
depan bukan lagi desa dengan segala kekumuhan, melainkan desa yang berkembang pesat
dan menjadi pelopor peradaban baru. Sudah tentu teknologi yang dikembangkan di desa
bukan teknologi yang menghancurkan lingkungan, melainkan sebaliknya.
PENGGUNAAN DAU Desa
Di tingkat desa secara umum terdapat kerangka perencanaan yang baku, yaitu
yang disebut dengan musbang-Des (berdasarkan pada permendagri 09/1982 tentang P5D
atau menggunakan SEB 50/2004). Dengan kerangka seperti itu, sebenarnya apa yang
direncanakan di desa sudah cukup konstruktif dan bisa dipertanggungjawabkan sebagai
mekanisme partisipatif. Namun dari yang dikemukan para partisipan FGD, dapat
ditemukan ada 2 mekanisme proses penjaringan kebutuhan di masyarakat, yaitu melalui
musbang desa yang akan diusulkan melalui musrenbang atau rakorbang dan mekanisme
perencanaan yang diusulkan untuk mendapatkan DAU dan dilengkapi dengan RAB
(rencana anggaran & biaya proyek).
Mekanisme akan berubah apabila ada “intervensi” pendana kegiatan dari luar
desa (APBD Kabupaten), ini terlihat jelas di desa-desa yang menerima proyek PPK
(Program Pengembangan Kecamatan). Adanya proyek PPK di desa mengakibatkan
terdapat 2 atau 3 mekanisme forum perencanaan (need assessment) di desa. Dengan
demikian seolah diantara forum tidak ada keterkaitan, seolah-olah masing-masing
mekenisme memerankan fungsi dan tujuan sendiri-sendiri. Seperti PPK misalnya,
mustinya dapat menjadi 1 bagian dari proses pembelajaran tentang perencanaan dan
penganggaran secara partisipatif, tetapi nyatanya PPK lalu menjadi bagian lain dari proses
pembangunan di desa. Misalnya, ditemukan di desa Bontolebang, di mana anggota
masyarakat terlibat aktif dalam PPK tetapi tidak terlibat sama sekali dalam kegiatan
musbandes atau perencanaan DAU. Ketika ditanya apakah dilibatkan dalam perencanaan
DAU atau musbang-desa, mereka tidak tahu kalau ada kegiatan seperti itu.
6
Dalam pelaksanakaan perencanaan dan penyusuanan DAU (baca juga APBDes)
terdapat 4 pihak yang terlibat aktif, yaitu LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat),
BPD (Badan Perwakilan Desa), Aparat desa, dan tokoh (masyarakat). Secara umum,
biasanya tokoh masyarakat diidentikan dengan representasi warga masyarakat disamping
BPD. Dalam perencanaan umumnya desa-desa ini jarang sekali melakukan analisa
kebutuhan (community need assesment) dari tingkat akar rumput, atau dengan kata lain
tidak dilaksanakan melalui pendekatan partisipatif.
Selain itu dapat disimak mekanisme yang ada di desa-desa di Selayar dalam
proses perencanaannya terdapat 2 mekanisme yang tidak berkaitan. Di beberapa desa ada
yang melaksanakan 1 kali forum perencanaan untuk dua tujuan yaitu menggajukan
melalui DAU dan forum UDKP. Namun umumnya terdapat 2 forum perencanaan, yaitu
forum DAU dan forum musbang-desa, di luar forum PPK.
Umumya desa-desa di Kabupaten Selayar terdapat 2 forum perencanaan,
yaitu:
1. Rencana penganggaran dilaksanakan dalam forum desa tanpa mengikuti mekanisme
musbang desa. Artinya diadakan forum baru selain forum musbang desa untuk
menyusun kegiatan dan anggaran yang akan dibiayai oleh DAU dari Kabupaten.
Penetapan APBDes dilaksanakan setelah ada penetapan besar DAU, dalam proses ini
dilakukan dengan membuat prioritas pelaksanaan pembelanjaan yang dibutuhkan.
Dan forum musbang desa dilaksanakan sendiri untuk digunakan mengajukan aspirasi
kebutuhan kepada UDKP.
2. Forum musbang dilaksanakan untuk menyusun perencanaan kegiatan APBDes
maupun yang diusulkan melalui forum UDKP
• Umumnya partisipan dalam forum tersebut adalah BPD dan aparat desa, LPM
ditambah dengan tokoh masyarakat, pemuda dan PKK. Dalam hal ini keterlibatan
publik hanya pada forum sosialisasi oleh anggota BPD yang dipilih dalam sistem
distrik. Jadi sosialisasi merupakan tanggungjawab dari BPD. Dalam pelaksanaan
pembelanjaan dilakukan oleh LPM atau dibentuk semacam panitia yang kemudian
ditawarkan kepada warga masyarakat untuk dilaksanakan.
• APBDes ditetapkan setiap tahun namun belum ada kerangka kerja yang
berkelanjutan sehingga kemungkinan besar akan ada kegiatan yang tidak produktif
dan parsial hanya dianggarkan dengan dominasi kepentingan dari kelompok yang
kuat.
3. Selain itu ada mekanisme baru yang muncul karena ada proyek di luar APBD
Kabupaten atau Desa, seperti PPK, P2KP, PMP yang datang dari Pemerintah Pusat.
Di beberapa desa ditemukan bahwa PPK merupakan forum perencanaan di luar
mekanisme yang lazim digunakan.
Pada tahun 2004 ini ada instruksi Bupati bahwa sebagian DAU harus
dialokasikan untuk pembiayaan pengelolaan TK (taman kanak-kanak). Apabila instruksi
ini tidak dilaksanakan maka perolehan DAU akan ditunda. Tekanan ini terjadi atas
desakan Plan internasional dalam program PADU (pendidikan anak dini usia). Hal ini
kemudian dikembangkan menjadi kewenangan desa. Artinya pengembangan dan
7
pengelolaan TK menjadi kewenangan desa. Hal selain karena desakan juga didukung oleh
Plan karena hampir di setiap desa plan melakukan pengembangan kader PADU yang juga
dapat ditingkatkan menjadi guru TK atau pengelola TK. Bahkan plan juga mendukung
pendanaan untuk melakukan peningkatan kapasitas perangkat desa, terutama BPD.
Pada tahun 2004 ini juga, terdapat instruksi kepada desa sebagai upaya
peningkatan kapasitas aparat desa maka desa diwajibkan menyediakan dana pendamping
sebesar 1 juta untuk program kabupaten yang disediakan sebesar 25 juta untuk 66 desa.
Selain itu juga diwajibkan desa menyediakan honor bagi fasilitator desa PPK sebesar Rp
50.000 perorang. Meskipun ada beberapa desa hanya memeberikan sebesar Rp 50.000
untuk 2 fasilitator seperti di Bontolembang.
Selain ada instruksi sebagai tuntunan untuk pengalokasian anggaran, desa juga
berprakarsa sendiri, sebagian DAU tersebut dialikasikan sebagai modal usaha yang dapat
dipinjam oleh rakyat secara bergilir dalam jangka waktu pendek. Misalnya pinjaman
kelompok pembuat kepal penangkat ikan, pembelian bibit jeruk. Namun sebagian besar
pada 2 tahun ini dana dialokasikan untuk membangun fasilits umum, seperti kantor desa,
kantor BPD, posyandu dan gedung TK.
Selain dari dana DAU desa, di beberapa desa mendapat kegiatan dengan
dukungan dana dari luar seperti melalui PPK, P2KP, PMP dan plan internasional.
Kegiatan ini umumnya dilaksanakan bersama masyarakat tetapi tidak melalui mekanisme
pertanggungjawaban kepala desa yang memiliki wewenang melakukan pengawasan
terhadap pembangunan di desanya.
MEKANISME DISTRIBUSI
Mekanisme distribusi dana dari kabupaten telah diatur dalam Keputusan
Keputusan Bupati Selayar No 291 Tahun 2003 tentang Penetapan Pagu Definitif Dana
Perimbangan Keuangan Desa Tahun aAnggaran 2003 dan Keputusan Bupati Selayar No
97 Tahun 2004 tentang Pagu Sementara Dana Perimbangan Keuangan Desa Tahun
Anggaran 2004 serta secara detail dijelaskan dalam SE Bupati No.
903/290/VII/2004/KEU tertanggal 7 Juli 2004 perihal PedomanUmum Penyusunan
Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban APBDes.
Sebagaian besar informasi yang dihimpun dalam FGD menjelaskan bahwa apa
yang disampaikan tidak banyak menyimpang dari SE Bupati No.
903/290/VII/2004/KEU tertanggal 7 Juli 2004 perihal Pedoman Umum Penyusunan
Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban APBDes. Beberapa hal yang ditangkap dari FGD
adalah:
• Pencairan dana dapat dilakukan dalam tri-wulan sekali, dengan rumus besar DAU
dibagi 3 jadi Dau cair secara berkala dalam 4 kali setahun. Dana cair setelah ada
pelaporan kinerja dari Kades, kalau tidak maka pencairan akan tertunda.
• Pada tahunn 2003 pembagian proporsi dana adalah 40% untuk belanja rutin dan
60% kebutuhan belanja pembangnan.
• Dari 150 juta DAU yang diperoleh telah mendorong partisipasi warga berupa
sumbangan tanah dan kebun kelapa untuk kebutuhan publik seperti lahan untuk
SMK, Kantor polisi, KUA dan polindes serta gedung PKK.
8
• Pembelanjaan DAU dilakukan oleh LPM sebagai mitra kepada desa untuk
melakukan pembangunan di desa.
• LPJ kepala desa dipertanggungjawabkan kepada BPD melalui rapat paripurna BPD
dengan dihadiri unsur kasun, iman desa, perangkat dan tokoh. Untuk publikasi
dibacakan pada Forum Masjid yang dilakukan setelah shalat Jumat di masjid Agung
desa. Selain dibacakan, laporan juga ditempelkan di papan pengumuman 4 masjid di
desa selain di mesjid Agung desa.
• Dalam tiap 3 bulan juga dilakukan rapat bersama dengan unsur BPD, iman desa,
perangkat dan para tokoh masyarakat.
FORMULA
Penerimaan dari Kabupaten menjadi sumber penerimaan utama desa. Hal ini
terjadi karena di hampir seluruh desa tidak lagi mempunyai sumber kekayaan seperti
tanah bengkok setelah Distrik, setelah Kokolohe berubah status dari milik desa menjadi
tanah adat, tanah negara, maupun dibagikan kepada masyarakat. Menurut Perda
Nomor 03 Tahun 2002, perimbangan desa dari Kabupaten terdiri dari 3 (tiga) sumber,
meliputi: (1) Bagian desa dari penerimaan pajak dan retribusi, meliputi Pajak Bumi dan
Bangunan sektor Perkotaan dan Perdesaan (SKB), Pajak Pengambilan Bahan Galian
Golongan C, dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, bagian Dana dari Perolehan
Hak Atas Tanah danBangunan, dan Penerimaan dari Sumber Daya Alam, (2) Dana
Alokasi Umum, dan (3) Dana Alokasi Khusus.
1. Bagian desa penerimaan Pajak dan Retribusi dirinci: (a) Penerimaan Daerah dari
Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkotaan dan Perdesaan (Sektor SKB) dibagi
dengan imbangan 25% untuk Pemerintah Daerah dan 75% untuk Pemerintah
Desa, (b) Penerimaan Daerah dari Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
dibagi dengan imbangan 75% untuk Pemerintah Daerah dan 25% untuk
Pemerintah Desa, (c) Penerimaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dibagi
dengan imbangan 25% untuk Pemerintah Daerah dan 75% untuk Pemerintah
Desa, (d) Penerimaan Daerah dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) dibagi dengan imbangan 25% untuk Pemerintah Daerah dan 75% untuk
Pemerintah Desa, dan (e) Penerimaan Daerah dari Sumber Daya Alam selain dari
Tambang Galian Golongan C dibagi dengan imbangan 25% untuk Pemerintah
Daerah dan 75% untuk Pemerintah Desa
2. Bagian desa berupa Dana Alokasi Umum Desa (DAU Desa) ditetapkan sekurang-
kurangnya 10% dari penerimaan Pemerintah Daerah yang ditetapkan dalam
APBD untuk seluruh Desa. Besarnya DAU Desa yang diterima desa tertentu
ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah DAU seluruh Desa dengan ‘porsi’ desa
berangkutan. Porsi desa ini merupakan proposi ‘bobot desa’ terhadap jumlah
‘bobot semua desa’ di wilayah Kabupaten Selayar. Secaca formula dituliskan:
9
[ ] 





=
DesaseluruhBobotJml
YbsDesaBobot
xDesasemuaDAUbagianJumlahDesaPenerimaan
Penetapan bobot desa didasarkan oleh 4 (empat) kriteria, yaitu: (a) luas wilayah;
(b) jumlah penduduk; (c) kondisi geografis desa; dan (d) pertumbuhan ekonomi
desa. Penetapan perhitungan DAU berdasarkan bobot desa ini dilakukan oleh
Panitia Perimbangan Keuangan Daerah yang ditetapkan dengan Keputusan
Bupati yang diketuai oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Selayar dan anggotanya
terdiri dari berbagai unsur Pemda.
3. Dana Alokasi Khusus dialokasikan dari APBD kepada desa tertentu untuk
membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersedianya dana dalam
APBD.
Penerimaan desa dari perimbangan ini sudah dilaksanakan daerah dalam tahun
2003 – 2004 baru dari sumber pembagian Pajak dan Retribusi dan DAU Desa. Besarnya
penerimaan dari DAU tahun 2004 berkisar yang terendah Rp144.529.000,- dan tertinggi
Rp193.046.000,-. Rata-rata desa menerima dengan baik pembagian tersebut.
MANFAAT BAGI DESA
Kebijakan yang telah diambil oleh Bupati membawa manfaat yang cukup kepada
desa maupun kepada warga masyarakat, antara lain dikatakan:
• Adanya peningkatan prasarana pemerintahan dan tersedianya TK di setiap desa
• Secara umum ada upaya swakelola kegiatan desa dan mendorong adanya swadana
dari rakyat. Namun demikian sebagain desa, ada yang tidak responsif karena muncul
anggapan bahwa semua kegiatan desa telah disediakan dana dari kabupaten sehingga
mereka tidak bersedia ikut serta terlibat dalam kegiatan kalau tidak ada sharing dana
DAU tersebut.
• Keterkaitan dengan dokumen perencanaan terutama APBDes bisa dilihat dengan
jelas, artinya perencanaan dan pengawasan dapat dilakukan dengan lebih mudah.
Namun belum ada kebijakan dari kabupaten untuk proses perencanaan ini.
Persoalan yang diperkirakan muncul, misalnya ada salah satu desa
mengalokasikan dana DAU-nya untuk kredit usaha dengan diberi beban bunga 1% bagi
peminjam. Kebijakan desa ini dalam kerangka kerja kebijakan daerah belum diterapkan.
Kalau kemudian kebijakan kredit desa itu diadopsi oleh desa lain karena dianggap
menguntungkan dengan beragam pendekatan, maka yang mendapat masalah adalah
Kabupaten. Pengalokasian DAU untuk peinjaman tersebut dikemukakan oleh Kades
Menara Indah dan Kades Baralangan.
(3) Kabupaten Magelang
Kebijakan Kabupaten Magelang tentang Alokasi Dana Desa (ADD) di
kalangan masyarakat lebih dikenal dengan istilah block grant. Secara legal formal, kebijakan
ini telah dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 8 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Kabupaten dan Desa. Kebijakan ADD di Kabupaten Magelang
dilaksanakan sejak tahun Anggaran 2002 dengan total dana sebesar Rp. 9 milyar untuk
10
365 desa. Tahun Anggaran 2003, ADD Kabupaten Magelang sebesar Rp. 13 milyar dan
pada Tahun Anggaran 2004 naik lagi menjadi sebesar Rp. 19 milyar. Penuangan
kebijakan Pemerintah Kabupaten mengenai ADD ke dalam bentuk Perda sangat penting
maknanya bagi Pemerintah Desa, karena berdasarkan Perda ini, Desa memiliki landasan
hukum yang kuat sebagai pengakuan Daerah bahwa Desa memiliki HAK Anggaran dari
Daerah.
Selama 3 (tiga) tahun pelaksanaan ADD di Kabupaten Magelang,
kebijakannya didasarkan pada Keputusan Bupati karena Perda mengenai hal ini baru
ditetapkan pada tanggal 15 Maret 2004. Contohnya adalah dasar hukum yang digunakan
untuk pencairan dana ADD tahun anggaran 2004 adalah Keputusan Bupati No.10 tahun
2003. Keputusan-keputusan Bupati untuk melaksanakan kebijakan ADD ini pada intinya
didorong oleh semangat melaksanakan amanat UU No.22/1999 pasal 107 ayat 1 huruf b,
yang menyatakan bahwa salah satu sumber pendapatan desa adalah bantuan dari
Pemerintah Kabupaten, meliputi (1) bagian dari perolehan pajak dan retribusi Daerah,
dan (2) bagian dari dana perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh
Pemerintah Kabupaten.
Kebijakan ADD di Kabupaten Magelang dilaksanakan tahun anggaran 2002
dengan pertimbangan bahwa pada tahun 2000 dan 2001 beberapa Peraturan Daerah yang
penting mengenai Desa telah diterbitkan yaitu antara lain Perda No. 1 tahun 2000
tentang Peraturan Desa, Perda No. 10 tahun 2000 tentang Badan Perwakilan Desa,
Perda No. 3 tahun 2001 tentang Sumber Pendapatan Desa dan Perda No. 6 tahun 2001
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Selain pertimbangan legal formal mengenai perda-perda tentang Desa,
Pemerintah Kabupaten Magelang juga memperhatikan kebijakan-kebijakan sebelumnya
bahwa penyaluran dana-dana dari Pemerintah Kabupaten selama ini dikelola oleh banyak
“pintu“ yaitu dinas-dinas dan kantor yang ada di Kabupaten yang kegiatannya berkaitan
dengan desa, sementara itu dari pihak desa terus bermunculan proposal-proposal
pembangunan desa ke Pemerintah Kabupaten. Oleh karenanya, kebijakan ADD di
Kabupaten Magelang dilakukan dengan maksud untuk “menyatu-pintukan” dana-dana
dari Kabupaten kepada Desa.
MEKANISME DISTRIBUSI
Penentuan besaran ADD di Kabupaten Magelang adalah sebesar 10% dari
APBD setelah dikurangi belanja Pegawai sebesar 50% - 60%. Namun besaran 10% ini
baru akan terjadi pada tahun anggaran 2005, karena menurut Pemerintah Kabupaten,
selama 3 (tiga) tahun pertama ini yaitu sejak 2002, Pemerintah Desa perlu disiapkan
dengan cara melatih mereka memanfaatkan ADD secara bertahap yaitu 6% dari APBD
(minus belanja pegawai) untuk tahun 2002, 8% dari APBD untuk tahun 2003, dan 8%
dari APBD untuk 2004.
Pemanfaatan ADD di desa berpedoman pada rambu-rambu yang dituangkan
dalam Keputusan Bupati. Untuk Tahun Anggaran 2004 ini, rambu-rambu penggunakan
dana ADD telah dituangkan dalam Keputusan Bupati No. 9 tahun 2004 tentang
Pedoman Pengelolaan Dana Alokasi Umum Desa, tanggal 20 Maret 2004. Keputusan
Bupati No.9 ini merupakan turunan dari Perda No.8 tahun 2004. Berdasarkan pada
11
Keputusan Bupati No.9/2004 itu (pasal 3), penggunaan DAU Desa dialokasikan sebagai
berikut : (a) sebesar Rp. 10 juta digunakan untuk pembelian sepeda motor roda 2 dinas
desa, dan (b) DAU Desa masing-masing desa setelah dikurangi Rp. 10 juta untuk
pembelian motor, sebesar Rp. 10 juta dialokasikan untuk: (i) 7% Alokasi Pemerintah
Desa untuk operasional pemerintahan desa, (ii) 16%Alokasi BPD, (iii) bantuan perbaikan
penghasilan Kepala desa dan Perangkat desa sebesar 8%, bantuan kelembagaan desa
seperti operasional PKK, LPMD, RT/RW dlsb sebesar 9%, dan (iv) Belanja Publik
sebesar 60% yang digunakan untuk pembangunan fisik dan non fisik, sarana dan
prasarana yang diutamakan mendukung pengentasan kemiskinan maupun bantuan
modal.
Proporsi pembagian ini menurut para Kepala Desa yang tergabung dalam
prakarsa banyak menimbulkan masalah karena porsi untuk Kepala Desa dan Aparatnya
yang notabene lebih banyak jumlah maupun pekerjaannya, hanya mendapat porsi 8% saja.
Sedangkan BPD yang paling banyak berjumlah 13 orang dan intensitas pekerjaannya
relative jauh lebih ringan kenapa justru mendapat porsi 2 kali lipat lebih besar yakni 16%.
Penentuan ini dirasakan tidak adil, dan penentuan ratio (perbandingan) ini terjadi di
tingkat Panitia Anggaran DPRD.
3. Refleksi Penyelenggaraan ADD atau Nama Lain
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa sangat mempengaruhi secara signifikan
dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, karena Desa dan Kelurahan adalah
pemerintahan yang terdepan dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Selain
itu, Desa dan Kelurahan merupakan pemerintahan yang terdekat dengan masyarakat
dalam melaksanakan public services, public regulation, dan empowerment. Pemerintahan
Desa mempunyai hak otonom yakni otonomi asli yang berdasarkan kewenangannya
berhak untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Hal ini dapat
dipahami dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan Peraturan Daerah mengenai desa,
sehingga terdapat keanekaragaman penataan desa tersebut menyebabkan jenis, bentuk,
dan isi kewenangan sangat beragam antara satu daerah dengan daerah lainnya sesuai asal
usul dan adat istiadat masyarakat setempat.
Pemberian kewenangan yang diberikan kepada Pemerintahan Desa
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (yang telah
direvisi), menuntut kebutuhan akan pelayanan kepada masyarakat semakin besar. Oleh
karena itu Pemerintahan Desa harus mampu menggali sumber keuangannya sendiri
sehingga dapat menyediakan sumber pembiayaan yang memadai belum dapat berjalan
secara optimal.
Temuan di beberapa wilayah studi telah menunjukkan bahwa berbagai bentuk
sumber pendapatan desa berdasarkan hak ulayat perlu ditumbuhkan, seperti: hak atas
hutan (desa), hak isi bumi yang dapat digali secara adat, pasar desa, sumberdaya alam desa
(galian c), penguasaan administrative pertanahan dan lain sebagainya. Sementara itu,
sudah banyak Pemerintah Desa telah melepaskan haknya sebagai konsekwensi lebih lanjut
dari pengaturan atas kehutanan, pertambangan, dan pertanahan. Sehingga membawa
12
implikasi terhadap terbatasnya pembiayaan desa dalam menyelenggarakan urusan-urusan
pemerintahan dan pembangunan.
Pengalaman Kabupaten Tuban dan kabupaten lain menunjukkan bahwa pola
pengelolaan PPM atau nama lain (DAU Desa di Selayar), yang mengacu pada
transparansi dan keadilan dapat dilihat dalam pedoman pelaksanaan PPM. Disyaratkan
bahwa jumlah dana yang akan diperoleh masing-masing desa dipengaruhi oleh kinerja
desa tersebut pada tahun sebelumnya. Persyaratan ini dituangkan dalam kriteria
perolehan dana PPM dan di sana dapat dilihat pencerminan kinerjanya; kemampuan
menyusun rencana, kemampuan mengelola dana dan kepedulian kabupaten sebagai
manisfertasi dari pelayanannya terhadap desa dengan menerapkan alokasi dana minimal
desa. Keswadayaan dan partisipasi masyarakat berupa tenaga, uang kas, material menjadi
penentu banyak sedikitnya dana PPM yang akan didapat oleh desanya pada tahun
berikutnya.
Selain itu, dari hasil penelitian rekan-rekan juga menunjukkan bahwa desa-
desa masih mengalami kesenjangan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, karena belum
maksimalnya sumber-sumber pendapatan yang pasti sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 hingga undang-undang tersebut direvisi. Ini
menunjukkan bahwa pelaksanaan perimbangan keuangan Kabupaten-Desa belum
sepenuhnya dilaksanakan di beberapa wilayah Kabupaten. Temuan penulis di beberapa
kabupaten di Jawa, bahwa tidak dilaksanakannya perimbangan keuangan Kabupaten-
Desa karena tidak ada aturan (paling tidak setingkat PP) yang menegaskan tentang itu.
Sehubungan dengan itu, untuk mengaktualisasikan kemandirian desa dalam mengatur
rumah tangganya sendiri, maka penting sekali pemerintah mengatur (dalam peraturan
daerah ataupun peraturan pemerintah) tentang penyelenggaraan perimbangan keuangan
Kabupaten-Desa.
Tampaknya “goodwill” pemerintah kabupaten sangatlah diperlukan dalam
mengangkat ADD sebagai formula perimbangan keuangan Kabupaten - Desa. Seperti
terbitnya Keputusan Bupati Selayar Nomor 25/Tahun 2001 tentang Penerima
Tunjangan Penghasilan Aparat Pemerintah Desa tahun Anggaran 2001 tanggal 5
September 2001, ini merupakan embrio dari penyelenggaraan perimbangan keuangan
Kabupaten-Desa. Pada tahun 2002 dana ditingkatkan menjadi Rp 50.000.000 per desa
sebagai upaya prakondisi. Setelah melakukan prakondisi kebijakan ini di tahun 2001 dan
2002, maka diusulkan draft perda dana perimbangan dan disahkan menjadi Perda
03/2002 tentang Dana Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Desa.
Prakarsa dana perimbangan ini, kemudian di Kabupaten Selayar lebih dikenal
dengan DAU desa, pada awalnya dialokasikan sebesar 70 juta perdesa. Namun karena
dirasa kurang, Bupati menetapkan untuk ditingkatkan menjadi 100 juta sebagai besaran
pokok (pagu) ditambah dengan indikator luas wilayah, jumlah penduduk, keadaan
geografis dan perumbuhan ekonomi desa. Selain itu dalam penerimaan juga terdapat dana
tambahan dari pendapatan pajak daerah, seperti: PBB, Tambang Galian C dan IMB (Ijin
Mendirikan Bangunan) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Temuan penulis dkk. (2002) menunjukkan bahwa penyelenggaraan
perimbangan keuangan Kabupaten-Desa yang dilakukan dengan instrumen Alokasi Dana
13
Desa (ADD) pembagiannya dilakukan tidak rata setiap desa, tetapi merata (proporsional)
tergantung pada tingkat kebutuhan, potensi, dan insentif yang harus diberikankepada
setiap desa. Hal ini tidak saja bermakna pengalokasian dana (yang berupa bantuan) dari
Pemerintah Kabupaten kepada Pemerintah Desa, namun lebih dari itu bermakna sebagai
media “perekat” antara keduanya dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan
pembangunan.
Menurut hemat saya, ADD dialokasikan tidak harus mengikuti alasan
kesenjangan fiskal secara vertikal, karena kurang relevan bila dikaitkan dengan hubungan
antara pemerintah Kabupaten dan pemerintah desa. Demikian pula dengan alasan
eksternalitas, yang juga dipandang kurang relevan karena minimnya eksternalitas yang
diciptakan oleh pemerintah desa. Karena itu, alasan menciptakan pemerataan dan
keadilan secara horizontal dipandang lebih tepat, baik pemerataan pelayanan maupun
kesejahteraan. Formulanya ditulis, sbb:
di mana:
ADV = TADD - TADM
ADDi = Alokasi dana desa untuk desa ke i
ADM = Alokasi Dana Minimum (dibagi sama rata untuk seluruh desa)
BDi = Bobot desa ke i
ADV = Total alokasi dana desa yang bersifat variabel
TADD = Total alokasi dana desa yang akan disalurkan oleh kabupaten
TADM= Total alokasi dana Minimum yang akan disalurkan oleh kabupaten
Karena itu pula agar konsisten dengan jenjang pemerintahan di atasnya, maka
formula ADD secara teoritis dimaksudkan untuk menciptakan pemerataan. Ini penting,
mengingat bahwa sebenarnya ADD dimaksudkan agar: mendorong semangat
desentralisasi, adil dan transparan, sederhana, pasti dan dapat diprediksi, netral, dan
memberikan insentif bagi desa penerima.
Dalam hal sebagai “perekat” pembangunan dapat dimaknai bahwa pemerintah
Kabupaten dengan dana dan rencana pembangunannya dapat dipadukan dengan rencana
pembangunan setiap desa yang didanai melalui ADD. Dengan demikian, ADD dapat
dimanfaatkan secara optimal, karena perpaduan produk rencana yang disusun Kabupaten
dan Desa diharapkan dapat membuahkan hasil pembangunan yang efektif (sesuai dengan
aspirasi, baik Kabupaten maupun Masyarakat Desa). Namun demikian, hal ini tidaklah
mudah dilaksanakan, karena ternyata masih perlu pemahaman dan kesepakatan berbagai
pihak yang membutuhkan waktu tidak sedikit.
Pengalaman Kabupaten Selayar, misalnya, menunjukkan bahwa mekanisme
yang beragam dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan di Desa tidak
meninggalkan prinsip partisipasi dan demokrasi. Ini menunjukkan bahwa indeks
kemandirian desa cukup terlihat dinamis di Kabupaten Selayar. Sayang belum ada desa
yang melembagakan mekanismenya dalam bentuk peraturan desa, sehingga masih
mungkin berubah ketika pengaruh luar masuk mengintervensi desa.
14
ADDi = ADM + (BDi x ADV)
Desa mulai belajar menjalankan fungsi pelayanan dasar, terutama di bidang
pendidikan. Saat ini semua desa menjalankan fungsi pelayanan pendidikan TK baik fisik
maupun menajemen operasionalnya, namun di desa belum ada lembaga yang mengurusi
kewenangan ini. Semuanya dilaksanakan sendiri oleh Kepala Desa bersama stafnya yang
ada sekarang.
Desa juga mulai berkreasi mengembangkan usaha desa terutama dalam hal
usaha modal. Namun usaha desa ini belum disertai dengan pelembagaan yang memadahi
sehingga pertanggungjawabannya belum jelas dan belum pula dimasukkan dalam salah
satu sumber penerimaan desa. Demikian pula, Desa yang mulai kreatif membuat Perdes,
terutama Perdes tentang pungutan desa, balum diimbangi dengan pengetahuan yang
cukup, sehingga semangat memungut ini bisa menjadi bumerang bagi kemandirian desa.
Di lain sisi, Perda 03/2002 belum dilaksanakan secara konsisten oleh Kabupaten Selayar.
Alokasi dana ke desa (DAU Desa) besarnya masih dibawah 10% penerimaan daerah.
Masih banyak lagi pengalaman desa-desa yang ternyata belum mampu
mempersiapkan pengelolaan ADD atau nama lain yang digunakan. Pengelolaan yang
dimaksud, baik dari sisi produk rencana tahunannya, pemanfaatan dan
pertanggungjawabannya. Pemanfaatan ADD biasanya tertuang dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Demikian pula, masih banyak desa-desa yang belum mampu melaporkan
kegiatan tahunannya (sebagai wujud transparansi desa) dengan baik (kalaupun tidak harus
dibuatkan pihak-pihak tertentu). Ini menandakan bahwa dalam aturan pemerintah perlu
ditegaskan bahwa ADD bukanlah sekedar hak desa, tetapi juga suatu beban kewajiban
yang harus dipertanggungjawabkan. Sebagai konsekwensinya bahwa ADD perlu diatur
dalam kemasan mekanisme yang jelas dengan menempatkan “reward” dan “punishment”
yang tegas.
Pasal 212 (ayat 1) dari UU 22/1999 yang telah direvisi menyebutkan bahwa
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang,
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut
tentunya mengandung konsekwensi adanya “reward” dan “punishment” dalam
pengelolaannya. Pengalaman Kabupaten Tuban, merupakan pengalaman tersendiri yang
patut dicontoh.
Di ayat yang lain disebutkan bahwa sumber pendapatan desa adalah bagian
dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupalen/kota.
Dalam konteks ini, yang sekarang perlu disepakati, adalah: (1) dari sumber dana mana saja
(dalam APBD) dana untuk desa dialokasikan?; dan (2) apakah ADD hanya dari sumber
APBD saja?, bagaimana dengan sumber lain, seperti bagi hasil pajak daerah dan retribusi
daerah kabupaten/kota? Bagaimana pula dari sumber bantuan keuangan dari Pemerintah,
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota (bantuan yang bersumber dari APBN, APBD
Provinsi, APBD Kabupaten/Kota) yang disalurkan melalui kas Desa dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan Desa?. Ini tentu bagian lain yang patut pendapat perhatian
dalam aturan pemerintah (PP ataupun Perda).
Persoalan lain adalah penetapan besaran Total ADD yang harus dibagikan
kepada seluruh Desa. Beberapa Kabupaten Contoh telah membuat penetapan yang rigit,
15
tetapi ada pula yang masih tergantung kepada keputusan Bupati. Ini hal yang agak pelik,
karena selama ini isu DAU yang diperoleh kabupaten-kabupaten (terutama di Jawa)
hanya habis untuk biaya rutin. Karena itu, ADD ditetapkan setelah memperhitungkan
berbagai kebutuhan Kabupaten, sehingga seringkali tidak proporsional. Mungkinkah
harus ada ketetapan persentase tertentu dari DAU untuk ADD?, atau mengikuti arus
kemampuan Pemerintah Kabupaten dengan menambahkan setiap tahunnya ADD yang
lalu dengan sejumlah persestase tertentu.
Lepas dari persoalan di atas, instrumen ADD (atau nama lain) dapat
dipastikan membutuhkan formula. Ini penting, tetapi dari beberapa pengalaman lapangan
menunjukkan bahwa formula tersebut tidak selalu sama antara satu kabupaten dan
kabupaten lainnya. Ini dapat dimaklumi sebagai akibat dari keragaman kebijakan lokal
(kabupaten). Tetapi satu hal yang tidakdapat dihindari, bahwa ketika bobot desa (BD)
disusun, maka BD tersebut harus disusun dengan mengidentifikasikan setiap desa di
suatu kabupaten. Ini berarti harus ada satu provider yang bekerja untuk menghitung
setiap tahun bobot setiap desa yang diperkirakan selalu mengalami perubahan.
Siapapun mereka, provider yang dimaksud tentunya petugas berasal dari
pemerintah kabupaten yang tidak selalu dipindah-pindah tugasnya. Malahan akan sangat
ideal jika pengelolaan ADD dilakukan oleh sebuah tim kerja (di bawah pimpinan Bupati,
seperti kasus Tuban), yang dikuatkan oleh SK Bupati. Tim kerja tersebut terdiri atas
berbagai pihak, seperti: wakil PemDes, wakil PemKab, LSM, Perguruan Tinggi, dan
Tokoh Masyarakat. Ini penting, karena selain untuk maksud membangun kesepahaman,
kesetaraan, dan kesepakatan bagi semua pihak yang diwakili, yang lebih penting adalah
tim kerja tersebut dapat membangun network untuk memantau perkembangan setiap
desa dalam melaksanakan kegiatan pembangunannya.
4. Penutup
1. ADD dengan sebutan yang demikian beragam, ternyata memberikan perlakuan yang
beragam pula. Ini menandakan bahwa pengelolaan ADD sebaiknya tidak diatur
secara ketat oleh Peraturan Pemerintah, tetapi masih memberikan ruang gerak yang
leluasa terhadap Peraturan Daerah.
2. Pengelolaan ADD tidak sebatas membagi dana, tetapi juga mengandung makna
gerakan desa dalam penyusunan rencana, melaksanakan kegiatan, dan
mempertanggungjawabkan kepada Bupati. Ini tentu diperlukan persiapan teknis yang
matang, tidak saja oleh pemerintah desa tetapi juga perangkat pemerintah kabupaten.
Tentunya, dibutuhkan kesepahaman dan kesepakatan berbagai pihak, karena setiap
kabupaten dan desa akan membawa kebiasaan masing-masing.
16
3. Setahu saya, Direktorat Jenderal PMD bulan September 2003 pernah menyusun
Pokok-Pokok Pikiran Kebijakan Pemeerintah Dalam Pemberian Alokasi Dana
Desa (ADD), entah bagaimana kelanjutannya?. Jika itu masih akan diteruskan, kita
mestinya bisa bersinergi.
4. Lepas dari itu, saya menyambut baik prakarsa rekan-rekan dalam penelitian ini,
dengan harapan bahwa berbagai hasil temuan ini betul-betul mendapat perhatian
pemerintah dalam menyusun pedoman ADD.
5. Teman-teman Focal Point (yang diketuai Dr. Iwan Triyowono, SE., Ak., MSc. dari
Fakultas Ekonomi Univ. Brawijaya), merencanakan untuk menyusun konsep-konsep
yang berkaitan dengan penyusunan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang
Desa dari UU 22/1999 yang telah direvisi. Tentunya diantara yang ditelaah adalah
tentang ADD atau nama lain. Tanggal 28-30 Oktober 2004, mereka akan melakukan
diskusi di Bogor dengan Partnership dan teman-teman Direktorat Pemerintahan
Desa/Kelurahan Ditjen PMD. Jika rekan-rekan berbagung tentunya sangat baik.
Malang, 11 Oktober 2004
Maryunani
Ketua LPEM FE UNIBRAW
17

More Related Content

What's hot

22. bumdes dalam alur regulasi
22. bumdes dalam alur regulasi22. bumdes dalam alur regulasi
22. bumdes dalam alur regulasikeuangandesa
 
Kebijakan Daerah Kebumen tentang Desa
Kebijakan Daerah Kebumen tentang DesaKebijakan Daerah Kebumen tentang Desa
Kebijakan Daerah Kebumen tentang DesaFormasi Org
 
Konsep, organisasi, dan pengembangan bumg sumadi
Konsep, organisasi, dan pengembangan bumg sumadiKonsep, organisasi, dan pengembangan bumg sumadi
Konsep, organisasi, dan pengembangan bumg sumadiFaisalRidha5
 
13. bum desa bersama
13. bum desa bersama13. bum desa bersama
13. bum desa bersamakeuangandesa
 
Kepemimpinan kepala-desa-kelurahan-dalam-pelaksanaan-pembangunan
Kepemimpinan kepala-desa-kelurahan-dalam-pelaksanaan-pembangunanKepemimpinan kepala-desa-kelurahan-dalam-pelaksanaan-pembangunan
Kepemimpinan kepala-desa-kelurahan-dalam-pelaksanaan-pembangunanOperator Warnet Vast Raha
 
Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Alokasi Dana Desa
Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Alokasi Dana DesaPeraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Alokasi Dana Desa
Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Alokasi Dana DesainiPurwokerto
 
12. klasifikasi jenis usaha bum desa
12. klasifikasi jenis usaha bum desa12. klasifikasi jenis usaha bum desa
12. klasifikasi jenis usaha bum desakeuangandesa
 
Buku panduan apb des partisipatif 2
Buku  panduan apb des partisipatif 2Buku  panduan apb des partisipatif 2
Buku panduan apb des partisipatif 2Mustika Aji
 
Badan Usaha Milik Desa
Badan Usaha Milik DesaBadan Usaha Milik Desa
Badan Usaha Milik DesaFormasi Org
 
Transisi pnpm menuju pelaksanaan uu desa
Transisi pnpm menuju pelaksanaan uu desaTransisi pnpm menuju pelaksanaan uu desa
Transisi pnpm menuju pelaksanaan uu desaSutardjo ( Mang Ojo )
 
Slide laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa kpk
Slide laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa  kpkSlide laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa  kpk
Slide laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa kpkgunawankusumo
 
materi APBDesa bagi BPD
materi APBDesa bagi BPDmateri APBDesa bagi BPD
materi APBDesa bagi BPDHeru Suprapto
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaPeranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaOperator Warnet Vast Raha
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)Operator Warnet Vast Raha
 

What's hot (17)

22. bumdes dalam alur regulasi
22. bumdes dalam alur regulasi22. bumdes dalam alur regulasi
22. bumdes dalam alur regulasi
 
Kebijakan Daerah Kebumen tentang Desa
Kebijakan Daerah Kebumen tentang DesaKebijakan Daerah Kebumen tentang Desa
Kebijakan Daerah Kebumen tentang Desa
 
Panduan BUMDes
Panduan BUMDesPanduan BUMDes
Panduan BUMDes
 
Konsep, organisasi, dan pengembangan bumg sumadi
Konsep, organisasi, dan pengembangan bumg sumadiKonsep, organisasi, dan pengembangan bumg sumadi
Konsep, organisasi, dan pengembangan bumg sumadi
 
13. bum desa bersama
13. bum desa bersama13. bum desa bersama
13. bum desa bersama
 
Kepemimpinan kepala-desa-kelurahan-dalam-pelaksanaan-pembangunan
Kepemimpinan kepala-desa-kelurahan-dalam-pelaksanaan-pembangunanKepemimpinan kepala-desa-kelurahan-dalam-pelaksanaan-pembangunan
Kepemimpinan kepala-desa-kelurahan-dalam-pelaksanaan-pembangunan
 
Sukasmanto ire potensi penyalahgunaan dana desa
Sukasmanto ire potensi penyalahgunaan dana desaSukasmanto ire potensi penyalahgunaan dana desa
Sukasmanto ire potensi penyalahgunaan dana desa
 
Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Alokasi Dana Desa
Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Alokasi Dana DesaPeraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Alokasi Dana Desa
Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Alokasi Dana Desa
 
12. klasifikasi jenis usaha bum desa
12. klasifikasi jenis usaha bum desa12. klasifikasi jenis usaha bum desa
12. klasifikasi jenis usaha bum desa
 
310 314-2-pb
310 314-2-pb310 314-2-pb
310 314-2-pb
 
Buku panduan apb des partisipatif 2
Buku  panduan apb des partisipatif 2Buku  panduan apb des partisipatif 2
Buku panduan apb des partisipatif 2
 
Badan Usaha Milik Desa
Badan Usaha Milik DesaBadan Usaha Milik Desa
Badan Usaha Milik Desa
 
Transisi pnpm menuju pelaksanaan uu desa
Transisi pnpm menuju pelaksanaan uu desaTransisi pnpm menuju pelaksanaan uu desa
Transisi pnpm menuju pelaksanaan uu desa
 
Slide laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa kpk
Slide laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa  kpkSlide laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa  kpk
Slide laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa kpk
 
materi APBDesa bagi BPD
materi APBDesa bagi BPDmateri APBDesa bagi BPD
materi APBDesa bagi BPD
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaPeranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
 

Similar to Makalah add alat perimbangan keuangan

Brief Note-23-2016-dana desa
Brief Note-23-2016-dana desaBrief Note-23-2016-dana desa
Brief Note-23-2016-dana desaprimahendra
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaPeranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaOperator Warnet Vast Raha
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaPeranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaOperator Warnet Vast Raha
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaPeranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaOperator Warnet Vast Raha
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)Operator Warnet Vast Raha
 
Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...
Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...
Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...Sumardi Arahbani
 
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
PENGELOLAAN KEUANGAN DESAPENGELOLAAN KEUANGAN DESA
PENGELOLAAN KEUANGAN DESAPemdes Wonoyoso
 
Pemimpin Mempersiapkan Pelaksanaan UU Desa
Pemimpin Mempersiapkan Pelaksanaan UU DesaPemimpin Mempersiapkan Pelaksanaan UU Desa
Pemimpin Mempersiapkan Pelaksanaan UU Desagunawankusumo
 
Karlina dampak pnpm-perdesaan_terhadap_pelayanan_pemerintahan_desa_di_wilayah...
Karlina dampak pnpm-perdesaan_terhadap_pelayanan_pemerintahan_desa_di_wilayah...Karlina dampak pnpm-perdesaan_terhadap_pelayanan_pemerintahan_desa_di_wilayah...
Karlina dampak pnpm-perdesaan_terhadap_pelayanan_pemerintahan_desa_di_wilayah...Operator Warnet Vast Raha
 
Analisis kesiapan perangkat kampung dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan ka...
Analisis kesiapan perangkat kampung dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan ka...Analisis kesiapan perangkat kampung dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan ka...
Analisis kesiapan perangkat kampung dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan ka...Syukriy Abdullah
 
Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...
Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...
Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...ferie007
 
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desaBuku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desaPajeg Lempung
 
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desaBuku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desaPajeg Lempung
 
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desaBuku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desaGalih Putro
 
Tinjauan Umum BUM Desa dan Pinjaman
Tinjauan Umum BUM Desa dan PinjamanTinjauan Umum BUM Desa dan Pinjaman
Tinjauan Umum BUM Desa dan PinjamanHaningKartikasari
 
04.-paparan-kemendes-eppy-lugiarti.pptx
04.-paparan-kemendes-eppy-lugiarti.pptx04.-paparan-kemendes-eppy-lugiarti.pptx
04.-paparan-kemendes-eppy-lugiarti.pptxIfan22
 

Similar to Makalah add alat perimbangan keuangan (20)

Brief Note-23-2016-dana desa
Brief Note-23-2016-dana desaBrief Note-23-2016-dana desa
Brief Note-23-2016-dana desa
 
Buku saku dana desa
Buku saku dana desaBuku saku dana desa
Buku saku dana desa
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaPeranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaPeranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaPeranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa(1)
 
Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...
Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...
Penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014 t...
 
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
PENGELOLAAN KEUANGAN DESAPENGELOLAAN KEUANGAN DESA
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
 
Pemimpin Mempersiapkan Pelaksanaan UU Desa
Pemimpin Mempersiapkan Pelaksanaan UU DesaPemimpin Mempersiapkan Pelaksanaan UU Desa
Pemimpin Mempersiapkan Pelaksanaan UU Desa
 
Rkp des Th 2014
Rkp des Th 2014Rkp des Th 2014
Rkp des Th 2014
 
Contoh rpp kelas 4
Contoh rpp kelas 4Contoh rpp kelas 4
Contoh rpp kelas 4
 
Kajian regulasi harmonisasi uu desa
Kajian regulasi harmonisasi uu desaKajian regulasi harmonisasi uu desa
Kajian regulasi harmonisasi uu desa
 
Karlina dampak pnpm-perdesaan_terhadap_pelayanan_pemerintahan_desa_di_wilayah...
Karlina dampak pnpm-perdesaan_terhadap_pelayanan_pemerintahan_desa_di_wilayah...Karlina dampak pnpm-perdesaan_terhadap_pelayanan_pemerintahan_desa_di_wilayah...
Karlina dampak pnpm-perdesaan_terhadap_pelayanan_pemerintahan_desa_di_wilayah...
 
Analisis kesiapan perangkat kampung dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan ka...
Analisis kesiapan perangkat kampung dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan ka...Analisis kesiapan perangkat kampung dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan ka...
Analisis kesiapan perangkat kampung dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan ka...
 
Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...
Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...
Dana Insentif Desa sebagai Pendorong Peningkatan Kinerja Desa (Studi pada Kab...
 
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desaBuku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
 
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desaBuku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
 
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desaBuku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
Buku laporan kajian sistem pengelolaan keuangan desa
 
Tinjauan Umum BUM Desa dan Pinjaman
Tinjauan Umum BUM Desa dan PinjamanTinjauan Umum BUM Desa dan Pinjaman
Tinjauan Umum BUM Desa dan Pinjaman
 
04.-paparan-kemendes-eppy-lugiarti.pptx
04.-paparan-kemendes-eppy-lugiarti.pptx04.-paparan-kemendes-eppy-lugiarti.pptx
04.-paparan-kemendes-eppy-lugiarti.pptx
 

Recently uploaded

Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxSusatyoTriwilopo
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxBudyHermawan3
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxBudyHermawan3
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxBudyHermawan3
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxBudyHermawan3
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdfHarisKunaifi2
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxBudyHermawan3
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxBudyHermawan3
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxBudyHermawan3
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasiasaliaraudhatii
 
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfSalinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfdrmdbriarren
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxBudyHermawan3
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxBudyHermawan3
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxBudyHermawan3
 
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxIPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxrohiwanto
 

Recently uploaded (16)

Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
 
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfSalinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
 
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxIPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
 

Makalah add alat perimbangan keuangan

  • 1. ALOKASI DANA DESA [ADD] SEBAGAI ALAT PENETAPAN DANA PERIMBANGAN KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN- DESA Oleh: MARYUNANI LEMBAGA PENELITIAN EKONOMI DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LPEM) FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2004 1. PENDAHULUAN Dalam revisi Undang-undang no. 22/1999 ditegaskan bahwa desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di dalam Kabupaten. Dengan demikian, desa harus dipahami sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki hak dan kekuasaan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Artinya, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi tetap memberikan dasar menuju self governing community, yaitu komunitas yang mengatur 1
  • 2. dirinya sendiri. Berdasarkan pemahaman ini, desa memiliki posisi strategis yang memerlukan perhatian seimbang terhadap penyelenggaraan otonomi daerah. Apabila dipahami lebih seksama, desa merupakan tempat bertemunya arus kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat. Dengan kata lain, desa merupakan tempat terwujudnya kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan. Dalam arti ini, desa mempunyai posisi strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat. Posisi desa yang sangat strategis ini menjadi modal dasar yang harus dipahami secara menyeluruh dan terintegrasi, baik dari segi kekuatan, kelemahan, peluang dan kendala, maupun hubungan dengan lingkungan strategis, baik regional, nasional dan internasional. Oleh karena itu perlu ada core strategy untuk memandirikan Desa. Dalam rangka memantapkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan untuk menunjang perwujudan otonomi daerah, maka adalah sudah pada tempatnya jika desa mendapatkan haknya mengelola keuangannya sendiri. Hasil revisi UU 22/1999 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban yang menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa. Sumber pendapatan desa tersebut meliputi: (a) pendapatan asli desa (hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah, (b) bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, (c) bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupalen/kota, (d) bantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota (bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah bantuan yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota yang disalurkan melalui kas Desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Desa), dan (e) hibah dan sumbangan dari pihak ketiga. Dalam hal ini yang dimaksud dengan “sumbangan dari pihak ketiga” dalam ketentuan ini dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf dan atau lain-lain sumbangan serta pemberian sumbangan dimaksud tidak mengurangi kewajiban-kewajiban pihak penyumbang. Belanja desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Sehubungan dengan itu, pengelolaan keuangan desa tersebut dilakukan oleh kepala desa yang dituangkan dalam peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa. Makalah ini dimaksudkan untuk mengetengahkan beberapa kritik dan otokritik mengenai alokasi dana desa (ADD) sebagai alat penetapan perimbangan keuangan Kabupaten – Desa dengan mengacu dari masukan hasil kajian yang dilakukan di beberapa wilayah studi. 2. Penyelenggaraan ADD atau Nama Lain di Wilayah Studi (1) Kabupaten Tuban 2
  • 3. Pemerintah Kabupaten Tuban, sejak tahun 2001 telah menerapkan kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD), dan dikenal dengan sebutan Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM), sehingga, sampai dengan saat ini model PPM telah memasuki tahun ke-4. Model PPM banyak perubahan pada tingkat masyarakat desa maupun pada level Pemerintah Kabupaten Tuban dalam rangka penguatan kelembagaan desa. Pijakan Pemerintah Kabupaten Tuban dalam memperkuat posisi desa khususnya dalam rangka memperlancar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa didasarkan pada Renstra 2001-2006. Beberapa Kabupaten, seperti Kabupaten Selayar, Magelang dan Sumedang telah datang ke Kabupaten Tuban dalam rangka studi banding penerapan PPM. Kebijakan PPM bukan melalui proses yang instant, melainkan melalui sebuah proses panjang, sehingga sampai pada sebuah kristalisasi ide dan komitmen dari berbagai stakeholder seperti eksekutif, legislatif dan LSM maupun sebagai hasil dari berbagai pengalaman empirik oleh pelaku-pelaku program pemberdayaan masyarakat desa/miskin seperti FPLP (Forum Lintas Pelaku) dan lain sebagainya. Penyelenggaraan PPM memiliki tujuan dinamis yang ditetapkan sejak tahun 2001 dan disesuaikan dengan kondisi perkembangan desa/kelurahan masyarakat Tuban sampai tahun 2004. Beberapa tujuan yang dimaksud, meliputi: 1. Meningkatkan kinerja pemerintahan desa/kelurahan sebagai sarana pelayanan masyarakat dalam pengembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat; 2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan ditingkat desa/kelurahan dalam mengelola proses penyaluran aspirasi, musyawarah dalam pengambilan keputusan, serta memberdayakan masyarakat dalam rangka proses pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan; 3. Meningkatkan partisipasi serta kreatifitas masyarakat dalam pembangunan; 4. Menumbuhkan kembali budaya gotong-royong dan gugur gunung; 5. Tersedianya prasarana dan sarana bagi pengembangan kegiatan ekonomi; 6. Meningkatkan kegiatan usaha ekonomi produktif dan penciptaan lapangan kerja di pedesaan; dan 7. mendorong pemerataan pendapatan dan kesempatan berusaha masyarakat. Konsep PPM bermula dari inisiatif pihak eksekutif untuk mendesain konsep PPM yang didasarkan pada sejumlah indikator-indikator yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan PPM. Dari berbagai diskusi dengan berbagai pihak, yaitu: BPS, BKKBN, Kimpraswil, PMD, Bappeda dan dinas pengelolaan keuangan dan kas daerah, selanjutnya konsep ini diterima oleh setiap desa/kelurahan di Kabupaten Tuban. Pengelolaan PPM berada di bawah pengelolaan Tim Koordinasi Pengelola Program (TKPP) yang terdiri dari tim pengarah yang diketuai oleh Bupati Tuban dan tim pelaksana yang terdiri dari unsur Bappeda, kantor PMD, Bagian pemerintahan, Dinas pengelolaan keuangan dan kas daerah, dinas kimpraswil. Tim koordinasi ini secara struktural dibentuk juga pada level kecamatan dengan nama Tim Pembina Kecamatan (TPK) dan pada level desa dengan nama Tim Pelaksana Kegiatan Desa/Kelurahan (TPKD/K). Adapun tugas dari tim-tim tersebut dituangkan dalam suatu pedoman. Bentuk alokasi dana PPM memakai dua model pendekatan pengalokasian dana, yaitu alokasi dana khusus dan alokasi dana umum. Untuk pendanaan kegiatan 3
  • 4. operasional pemerintahan desa/kelurahan menggunakan bentuk alokasi dana khusus dengan prinsip pemerataan di mana seluruh desa/kelurahan mendapatkan jumlah yang sama. Sendangkan untuk alokasi dana kegiatan pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan menggunakan alokasi dana umum yang pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya pada otoritas pemerintahan desa/kelurahan untuk mengelolanya. Dilihat dari jenis alokasi PPM, maka alokasi dana untuk kegiatan operasional pemerintahan desa/kelurahan termasuk dalam jenis block grant di mana pemanfaatannya sudah ditentukan secara rigid. Khusus untuk alokasi pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan Pemerintah Kabupaten Tuban membaginya dalam dua jenis lagi. Jenis pertama, merupakan alokasi minimal yang akan diperoleh secara merata oleh seluruh desa kelurahan, sedangkan jenis kedua merupakan alokasi tambahan (matching grant) yang berdasarkan pada sejumlah indikator: Pertama, berdasarkan pada indeks kebutuhan desa yang terdiri dari 4 indikator; luas wilayah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, keterjangkauan. Indeks kebutuhan ini memberikan petunjuk bahwa semakin besar jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah dan semakin terisolasi wilayah desa/kelurahan akan berimplikasi pada semakin besar jumlah PPM yang akan diterima oleh desa/kelurahan. Kedua, berdasarkan pada indeks potensi desa yang terdiri dari 2 indikator; pendapatan desa dan adanya program lain. Indeks potensi ini memberikan petunjuk bahwa semakin besar potensi dan semakin banyak program lain yang masuk ke desa/kelurahan akan berimplikasi pada semakin kecil dana PPM yang akan diterima desa oleh desa/kelurahan. Ketiga, berdasarkan indeks insentif yang terdiri dari 2 indikator; kelunasan PBB dan partisipasi masyarakat pada program tahun sebelumnya. Indeks insentif ini memberikan petunjuk bahwa semakin tinggi tingkat kelunasan PBB dan tingkat partisipasi masyarakat berimplikasi pada semakin besar dana PPM yang akan diterima desa/kelurahan. Deskripsi di atas menjelaskan bahwa Pemda Tuban dalam memberikan alokasi PPM tidak hanya terpaku pada salah satu bentuk dan jenis alokasi dana melainkan telah memodifikasi bentuk dan jenis alokasi PPM sesuai dengan kondisi dan kebutuhan desa/kelurahan. FORMULA Formula yang digunakan sebagai dasar penentukan proporsi yang akan diterima oleh masing-masing desa/kelurahan Sejak PPM dilaksanakan mulai tahun 2001 – 2004 bersifat dinamis dimana setiap tahun mengalami pemutakhiran disesuaikan dengan kondisi lokal dan tingkat perkembangan desa. Ketika pertama kali PPM dilaksanakan variabel yang digunakan hanya 3 buah, yaitu: Jumlah penduduk (40%), Luas wilayah (30%), Keterjangkauan (30%). Pada tahun-tahun berikutnya indikator-indikator tersebut mengalami penyempurnaan dengan mencakup aspek-aspek yang lebih luas. Pada tahun 2002 jumlah indikator bertambah menjadi 7 indikator, dan pada tahun 2003-2004 bertambah menjadi 8 indikator, yaitu: Luas wilayah (9%), Jumlah penduduk (12%), 4
  • 5. Jumlah penduduk miskin (13%), Keterjangkauan (11%), Kelunasan PBB (13%), Adanya program lain (12%), Pendapatan desa (12%), dan Partisipasi masyarakat pada program sebelumnya (12%). Pemberian bobot untuk masing-masing indikator di atas dilakukan berdasarkan hasil survey melalui quesioner yang dilakukan oleh Tim Koordinasi Pelaksana Program (TKPP). Penentuan indikator-indikator ini masih bersifat top-down dan belum merupakan hasil kesepakatan musyawarah dengan masyarakat desa. MANFAAT BAGI DESA Desa Plumpang (desa sampel yang dianggap representatif mewakili wilayah Tuban), memberikan informasi manfaat PPM bagi desa, sebagai berikut: 1. Aspek Ekonomi Masyarakat PPM cukup bermanfaat bagi pengembangan ekonomi masyarakat desa, seperti: pengelolaan pasar, pomponisasi/HIPPA, dan penguatan lembaga keuangan desa 2. Aspek Pengembangan Kelembagaan Desa Keberadaan organisasi baik formal maupun informal cukup kompak dan sulid dalam rangka memajukan desanya. 3. Pelayanan publik, meliputi: a. Bantuan Operasinal Pemerintahan (BOP) desa. BOP untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan desa, termasuk kegiatan BPD, LPM, PKK, Statistik Desa. b. Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat. Kegiatan ini merupakan bantuan langsung untuk pemberdayaan masyarakat desa berupa kegiatan pembangunan fisik prasarana dan ekonomi produktif. Dalam implementasi masyarakat sebetulnya diberi kebebasan. BOP dan Pemberdayaan Masyarakat sebagai rambu-rambu yang diberikan kebupaten kepada desa, tetapi desa dapat merencanakan secara leluasa yang penting keputusan penggunaan dana PPM harus melalui mekanisme yang disepakati yaitu MUSBANGDES (musyawarah pembangunan desa). 4. Peningkatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat Wujud konkrit, terlihat pada angka partisipasi masyarakat cederung meningkat dari tahun ke tahun. Secara kuantitatif pemberian alokasi dana PPM tahun 2001-2003 sebesar + 20 Milyar telah meningkatkan angka partisipasi secara bertahap 6,61%, 17,93% dan 20,01% (Bappeda Tuban, 2004). (2) Kabupaten Selayar Mula diselenggarakannya ADD atau DAU Desa di Kabupaten Selayar diawali oleh Bupati yang terinpirasi UU 25/99 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Dearah. Ide ini kemudian dikembangkan dalam bentuk konsep yang disusun oleh Bagian Keuangan yang kemudian disempurnakan oleh Bagian Hukum, lalu ditawarkan kepada DPRD untuk dibahas menjadi perda. Ternyata tanggapan DPRD sangat positif, bahkan prakarsa ini oleh DPRD didorong menjadi kebijakan Kabupaten yang dituangkan dalam bentuk peraturan daerah dan segera dilaksanakan di tahun 2002. Prakarsa dana perimbangan desa ini karena beberapa alasan, yaitu: (a) meningkatkan pelayanan 5
  • 6. masyarakat, agar berkembang usaha masyarakat di desa, (b) desa yang mempunyai masalah-masalah sendiri, bisa mengatasi masalahnya sendiri, (c) memberi kesempatan pada desa untuk berdemokrasi, dan (d) UU 34/2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang menekankan minimal 10% dikembalikan ke desa. Dengan terbitnya Perda 03/2002 mendorong peningkatan pelayanan kepada publik sekalipun dalam dua tahun ini kegiatan desa yang didanai dari DAU Desa yang sangat dominan adalah kegiatan peningkatan sarana administrasi seperti pengadaan gedung kantor desa, pengadaan ATK dan sarana penunjang pelayanan publik. Namun sebagian desa sudah ada yang mempunyai prakarsa untuk dikembangkan sebagai alat produksi. Lebih dari itu, dengan terbitnya perda tersebut ditujukan mendorong adanya: Keadilan, merujuk pada kondisi dimana tidak terjadi dominasi, serta pemeratan dalam kemampuan pemenuhan kebutuhan pembangunan. Demokrasi; menunjuk pada suatu kondisi dalam mana pengambilan keputusan tidak dilakukan dengan cara paksa dan segala bentuk tekanan yang mengabaikan dialog. Demokrasi disini diartikan sebagai sistem pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Kemajuan; menunjuk pada kondisi dimana ilmu pengetahuan dan teknologi di desa dapat berkembang pesat, dan menjadi salah satu kekuatan yang mengubah desa. Desa masa depan bukan lagi desa dengan segala kekumuhan, melainkan desa yang berkembang pesat dan menjadi pelopor peradaban baru. Sudah tentu teknologi yang dikembangkan di desa bukan teknologi yang menghancurkan lingkungan, melainkan sebaliknya. PENGGUNAAN DAU Desa Di tingkat desa secara umum terdapat kerangka perencanaan yang baku, yaitu yang disebut dengan musbang-Des (berdasarkan pada permendagri 09/1982 tentang P5D atau menggunakan SEB 50/2004). Dengan kerangka seperti itu, sebenarnya apa yang direncanakan di desa sudah cukup konstruktif dan bisa dipertanggungjawabkan sebagai mekanisme partisipatif. Namun dari yang dikemukan para partisipan FGD, dapat ditemukan ada 2 mekanisme proses penjaringan kebutuhan di masyarakat, yaitu melalui musbang desa yang akan diusulkan melalui musrenbang atau rakorbang dan mekanisme perencanaan yang diusulkan untuk mendapatkan DAU dan dilengkapi dengan RAB (rencana anggaran & biaya proyek). Mekanisme akan berubah apabila ada “intervensi” pendana kegiatan dari luar desa (APBD Kabupaten), ini terlihat jelas di desa-desa yang menerima proyek PPK (Program Pengembangan Kecamatan). Adanya proyek PPK di desa mengakibatkan terdapat 2 atau 3 mekanisme forum perencanaan (need assessment) di desa. Dengan demikian seolah diantara forum tidak ada keterkaitan, seolah-olah masing-masing mekenisme memerankan fungsi dan tujuan sendiri-sendiri. Seperti PPK misalnya, mustinya dapat menjadi 1 bagian dari proses pembelajaran tentang perencanaan dan penganggaran secara partisipatif, tetapi nyatanya PPK lalu menjadi bagian lain dari proses pembangunan di desa. Misalnya, ditemukan di desa Bontolebang, di mana anggota masyarakat terlibat aktif dalam PPK tetapi tidak terlibat sama sekali dalam kegiatan musbandes atau perencanaan DAU. Ketika ditanya apakah dilibatkan dalam perencanaan DAU atau musbang-desa, mereka tidak tahu kalau ada kegiatan seperti itu. 6
  • 7. Dalam pelaksanakaan perencanaan dan penyusuanan DAU (baca juga APBDes) terdapat 4 pihak yang terlibat aktif, yaitu LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), BPD (Badan Perwakilan Desa), Aparat desa, dan tokoh (masyarakat). Secara umum, biasanya tokoh masyarakat diidentikan dengan representasi warga masyarakat disamping BPD. Dalam perencanaan umumnya desa-desa ini jarang sekali melakukan analisa kebutuhan (community need assesment) dari tingkat akar rumput, atau dengan kata lain tidak dilaksanakan melalui pendekatan partisipatif. Selain itu dapat disimak mekanisme yang ada di desa-desa di Selayar dalam proses perencanaannya terdapat 2 mekanisme yang tidak berkaitan. Di beberapa desa ada yang melaksanakan 1 kali forum perencanaan untuk dua tujuan yaitu menggajukan melalui DAU dan forum UDKP. Namun umumnya terdapat 2 forum perencanaan, yaitu forum DAU dan forum musbang-desa, di luar forum PPK. Umumya desa-desa di Kabupaten Selayar terdapat 2 forum perencanaan, yaitu: 1. Rencana penganggaran dilaksanakan dalam forum desa tanpa mengikuti mekanisme musbang desa. Artinya diadakan forum baru selain forum musbang desa untuk menyusun kegiatan dan anggaran yang akan dibiayai oleh DAU dari Kabupaten. Penetapan APBDes dilaksanakan setelah ada penetapan besar DAU, dalam proses ini dilakukan dengan membuat prioritas pelaksanaan pembelanjaan yang dibutuhkan. Dan forum musbang desa dilaksanakan sendiri untuk digunakan mengajukan aspirasi kebutuhan kepada UDKP. 2. Forum musbang dilaksanakan untuk menyusun perencanaan kegiatan APBDes maupun yang diusulkan melalui forum UDKP • Umumnya partisipan dalam forum tersebut adalah BPD dan aparat desa, LPM ditambah dengan tokoh masyarakat, pemuda dan PKK. Dalam hal ini keterlibatan publik hanya pada forum sosialisasi oleh anggota BPD yang dipilih dalam sistem distrik. Jadi sosialisasi merupakan tanggungjawab dari BPD. Dalam pelaksanaan pembelanjaan dilakukan oleh LPM atau dibentuk semacam panitia yang kemudian ditawarkan kepada warga masyarakat untuk dilaksanakan. • APBDes ditetapkan setiap tahun namun belum ada kerangka kerja yang berkelanjutan sehingga kemungkinan besar akan ada kegiatan yang tidak produktif dan parsial hanya dianggarkan dengan dominasi kepentingan dari kelompok yang kuat. 3. Selain itu ada mekanisme baru yang muncul karena ada proyek di luar APBD Kabupaten atau Desa, seperti PPK, P2KP, PMP yang datang dari Pemerintah Pusat. Di beberapa desa ditemukan bahwa PPK merupakan forum perencanaan di luar mekanisme yang lazim digunakan. Pada tahun 2004 ini ada instruksi Bupati bahwa sebagian DAU harus dialokasikan untuk pembiayaan pengelolaan TK (taman kanak-kanak). Apabila instruksi ini tidak dilaksanakan maka perolehan DAU akan ditunda. Tekanan ini terjadi atas desakan Plan internasional dalam program PADU (pendidikan anak dini usia). Hal ini kemudian dikembangkan menjadi kewenangan desa. Artinya pengembangan dan 7
  • 8. pengelolaan TK menjadi kewenangan desa. Hal selain karena desakan juga didukung oleh Plan karena hampir di setiap desa plan melakukan pengembangan kader PADU yang juga dapat ditingkatkan menjadi guru TK atau pengelola TK. Bahkan plan juga mendukung pendanaan untuk melakukan peningkatan kapasitas perangkat desa, terutama BPD. Pada tahun 2004 ini juga, terdapat instruksi kepada desa sebagai upaya peningkatan kapasitas aparat desa maka desa diwajibkan menyediakan dana pendamping sebesar 1 juta untuk program kabupaten yang disediakan sebesar 25 juta untuk 66 desa. Selain itu juga diwajibkan desa menyediakan honor bagi fasilitator desa PPK sebesar Rp 50.000 perorang. Meskipun ada beberapa desa hanya memeberikan sebesar Rp 50.000 untuk 2 fasilitator seperti di Bontolembang. Selain ada instruksi sebagai tuntunan untuk pengalokasian anggaran, desa juga berprakarsa sendiri, sebagian DAU tersebut dialikasikan sebagai modal usaha yang dapat dipinjam oleh rakyat secara bergilir dalam jangka waktu pendek. Misalnya pinjaman kelompok pembuat kepal penangkat ikan, pembelian bibit jeruk. Namun sebagian besar pada 2 tahun ini dana dialokasikan untuk membangun fasilits umum, seperti kantor desa, kantor BPD, posyandu dan gedung TK. Selain dari dana DAU desa, di beberapa desa mendapat kegiatan dengan dukungan dana dari luar seperti melalui PPK, P2KP, PMP dan plan internasional. Kegiatan ini umumnya dilaksanakan bersama masyarakat tetapi tidak melalui mekanisme pertanggungjawaban kepala desa yang memiliki wewenang melakukan pengawasan terhadap pembangunan di desanya. MEKANISME DISTRIBUSI Mekanisme distribusi dana dari kabupaten telah diatur dalam Keputusan Keputusan Bupati Selayar No 291 Tahun 2003 tentang Penetapan Pagu Definitif Dana Perimbangan Keuangan Desa Tahun aAnggaran 2003 dan Keputusan Bupati Selayar No 97 Tahun 2004 tentang Pagu Sementara Dana Perimbangan Keuangan Desa Tahun Anggaran 2004 serta secara detail dijelaskan dalam SE Bupati No. 903/290/VII/2004/KEU tertanggal 7 Juli 2004 perihal PedomanUmum Penyusunan Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban APBDes. Sebagaian besar informasi yang dihimpun dalam FGD menjelaskan bahwa apa yang disampaikan tidak banyak menyimpang dari SE Bupati No. 903/290/VII/2004/KEU tertanggal 7 Juli 2004 perihal Pedoman Umum Penyusunan Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban APBDes. Beberapa hal yang ditangkap dari FGD adalah: • Pencairan dana dapat dilakukan dalam tri-wulan sekali, dengan rumus besar DAU dibagi 3 jadi Dau cair secara berkala dalam 4 kali setahun. Dana cair setelah ada pelaporan kinerja dari Kades, kalau tidak maka pencairan akan tertunda. • Pada tahunn 2003 pembagian proporsi dana adalah 40% untuk belanja rutin dan 60% kebutuhan belanja pembangnan. • Dari 150 juta DAU yang diperoleh telah mendorong partisipasi warga berupa sumbangan tanah dan kebun kelapa untuk kebutuhan publik seperti lahan untuk SMK, Kantor polisi, KUA dan polindes serta gedung PKK. 8
  • 9. • Pembelanjaan DAU dilakukan oleh LPM sebagai mitra kepada desa untuk melakukan pembangunan di desa. • LPJ kepala desa dipertanggungjawabkan kepada BPD melalui rapat paripurna BPD dengan dihadiri unsur kasun, iman desa, perangkat dan tokoh. Untuk publikasi dibacakan pada Forum Masjid yang dilakukan setelah shalat Jumat di masjid Agung desa. Selain dibacakan, laporan juga ditempelkan di papan pengumuman 4 masjid di desa selain di mesjid Agung desa. • Dalam tiap 3 bulan juga dilakukan rapat bersama dengan unsur BPD, iman desa, perangkat dan para tokoh masyarakat. FORMULA Penerimaan dari Kabupaten menjadi sumber penerimaan utama desa. Hal ini terjadi karena di hampir seluruh desa tidak lagi mempunyai sumber kekayaan seperti tanah bengkok setelah Distrik, setelah Kokolohe berubah status dari milik desa menjadi tanah adat, tanah negara, maupun dibagikan kepada masyarakat. Menurut Perda Nomor 03 Tahun 2002, perimbangan desa dari Kabupaten terdiri dari 3 (tiga) sumber, meliputi: (1) Bagian desa dari penerimaan pajak dan retribusi, meliputi Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkotaan dan Perdesaan (SKB), Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, bagian Dana dari Perolehan Hak Atas Tanah danBangunan, dan Penerimaan dari Sumber Daya Alam, (2) Dana Alokasi Umum, dan (3) Dana Alokasi Khusus. 1. Bagian desa penerimaan Pajak dan Retribusi dirinci: (a) Penerimaan Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkotaan dan Perdesaan (Sektor SKB) dibagi dengan imbangan 25% untuk Pemerintah Daerah dan 75% untuk Pemerintah Desa, (b) Penerimaan Daerah dari Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dibagi dengan imbangan 75% untuk Pemerintah Daerah dan 25% untuk Pemerintah Desa, (c) Penerimaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dibagi dengan imbangan 25% untuk Pemerintah Daerah dan 75% untuk Pemerintah Desa, (d) Penerimaan Daerah dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dibagi dengan imbangan 25% untuk Pemerintah Daerah dan 75% untuk Pemerintah Desa, dan (e) Penerimaan Daerah dari Sumber Daya Alam selain dari Tambang Galian Golongan C dibagi dengan imbangan 25% untuk Pemerintah Daerah dan 75% untuk Pemerintah Desa 2. Bagian desa berupa Dana Alokasi Umum Desa (DAU Desa) ditetapkan sekurang- kurangnya 10% dari penerimaan Pemerintah Daerah yang ditetapkan dalam APBD untuk seluruh Desa. Besarnya DAU Desa yang diterima desa tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah DAU seluruh Desa dengan ‘porsi’ desa berangkutan. Porsi desa ini merupakan proposi ‘bobot desa’ terhadap jumlah ‘bobot semua desa’ di wilayah Kabupaten Selayar. Secaca formula dituliskan: 9
  • 10. [ ]       = DesaseluruhBobotJml YbsDesaBobot xDesasemuaDAUbagianJumlahDesaPenerimaan Penetapan bobot desa didasarkan oleh 4 (empat) kriteria, yaitu: (a) luas wilayah; (b) jumlah penduduk; (c) kondisi geografis desa; dan (d) pertumbuhan ekonomi desa. Penetapan perhitungan DAU berdasarkan bobot desa ini dilakukan oleh Panitia Perimbangan Keuangan Daerah yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati yang diketuai oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Selayar dan anggotanya terdiri dari berbagai unsur Pemda. 3. Dana Alokasi Khusus dialokasikan dari APBD kepada desa tertentu untuk membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBD. Penerimaan desa dari perimbangan ini sudah dilaksanakan daerah dalam tahun 2003 – 2004 baru dari sumber pembagian Pajak dan Retribusi dan DAU Desa. Besarnya penerimaan dari DAU tahun 2004 berkisar yang terendah Rp144.529.000,- dan tertinggi Rp193.046.000,-. Rata-rata desa menerima dengan baik pembagian tersebut. MANFAAT BAGI DESA Kebijakan yang telah diambil oleh Bupati membawa manfaat yang cukup kepada desa maupun kepada warga masyarakat, antara lain dikatakan: • Adanya peningkatan prasarana pemerintahan dan tersedianya TK di setiap desa • Secara umum ada upaya swakelola kegiatan desa dan mendorong adanya swadana dari rakyat. Namun demikian sebagain desa, ada yang tidak responsif karena muncul anggapan bahwa semua kegiatan desa telah disediakan dana dari kabupaten sehingga mereka tidak bersedia ikut serta terlibat dalam kegiatan kalau tidak ada sharing dana DAU tersebut. • Keterkaitan dengan dokumen perencanaan terutama APBDes bisa dilihat dengan jelas, artinya perencanaan dan pengawasan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Namun belum ada kebijakan dari kabupaten untuk proses perencanaan ini. Persoalan yang diperkirakan muncul, misalnya ada salah satu desa mengalokasikan dana DAU-nya untuk kredit usaha dengan diberi beban bunga 1% bagi peminjam. Kebijakan desa ini dalam kerangka kerja kebijakan daerah belum diterapkan. Kalau kemudian kebijakan kredit desa itu diadopsi oleh desa lain karena dianggap menguntungkan dengan beragam pendekatan, maka yang mendapat masalah adalah Kabupaten. Pengalokasian DAU untuk peinjaman tersebut dikemukakan oleh Kades Menara Indah dan Kades Baralangan. (3) Kabupaten Magelang Kebijakan Kabupaten Magelang tentang Alokasi Dana Desa (ADD) di kalangan masyarakat lebih dikenal dengan istilah block grant. Secara legal formal, kebijakan ini telah dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 8 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Kabupaten dan Desa. Kebijakan ADD di Kabupaten Magelang dilaksanakan sejak tahun Anggaran 2002 dengan total dana sebesar Rp. 9 milyar untuk 10
  • 11. 365 desa. Tahun Anggaran 2003, ADD Kabupaten Magelang sebesar Rp. 13 milyar dan pada Tahun Anggaran 2004 naik lagi menjadi sebesar Rp. 19 milyar. Penuangan kebijakan Pemerintah Kabupaten mengenai ADD ke dalam bentuk Perda sangat penting maknanya bagi Pemerintah Desa, karena berdasarkan Perda ini, Desa memiliki landasan hukum yang kuat sebagai pengakuan Daerah bahwa Desa memiliki HAK Anggaran dari Daerah. Selama 3 (tiga) tahun pelaksanaan ADD di Kabupaten Magelang, kebijakannya didasarkan pada Keputusan Bupati karena Perda mengenai hal ini baru ditetapkan pada tanggal 15 Maret 2004. Contohnya adalah dasar hukum yang digunakan untuk pencairan dana ADD tahun anggaran 2004 adalah Keputusan Bupati No.10 tahun 2003. Keputusan-keputusan Bupati untuk melaksanakan kebijakan ADD ini pada intinya didorong oleh semangat melaksanakan amanat UU No.22/1999 pasal 107 ayat 1 huruf b, yang menyatakan bahwa salah satu sumber pendapatan desa adalah bantuan dari Pemerintah Kabupaten, meliputi (1) bagian dari perolehan pajak dan retribusi Daerah, dan (2) bagian dari dana perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten. Kebijakan ADD di Kabupaten Magelang dilaksanakan tahun anggaran 2002 dengan pertimbangan bahwa pada tahun 2000 dan 2001 beberapa Peraturan Daerah yang penting mengenai Desa telah diterbitkan yaitu antara lain Perda No. 1 tahun 2000 tentang Peraturan Desa, Perda No. 10 tahun 2000 tentang Badan Perwakilan Desa, Perda No. 3 tahun 2001 tentang Sumber Pendapatan Desa dan Perda No. 6 tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Selain pertimbangan legal formal mengenai perda-perda tentang Desa, Pemerintah Kabupaten Magelang juga memperhatikan kebijakan-kebijakan sebelumnya bahwa penyaluran dana-dana dari Pemerintah Kabupaten selama ini dikelola oleh banyak “pintu“ yaitu dinas-dinas dan kantor yang ada di Kabupaten yang kegiatannya berkaitan dengan desa, sementara itu dari pihak desa terus bermunculan proposal-proposal pembangunan desa ke Pemerintah Kabupaten. Oleh karenanya, kebijakan ADD di Kabupaten Magelang dilakukan dengan maksud untuk “menyatu-pintukan” dana-dana dari Kabupaten kepada Desa. MEKANISME DISTRIBUSI Penentuan besaran ADD di Kabupaten Magelang adalah sebesar 10% dari APBD setelah dikurangi belanja Pegawai sebesar 50% - 60%. Namun besaran 10% ini baru akan terjadi pada tahun anggaran 2005, karena menurut Pemerintah Kabupaten, selama 3 (tiga) tahun pertama ini yaitu sejak 2002, Pemerintah Desa perlu disiapkan dengan cara melatih mereka memanfaatkan ADD secara bertahap yaitu 6% dari APBD (minus belanja pegawai) untuk tahun 2002, 8% dari APBD untuk tahun 2003, dan 8% dari APBD untuk 2004. Pemanfaatan ADD di desa berpedoman pada rambu-rambu yang dituangkan dalam Keputusan Bupati. Untuk Tahun Anggaran 2004 ini, rambu-rambu penggunakan dana ADD telah dituangkan dalam Keputusan Bupati No. 9 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Alokasi Umum Desa, tanggal 20 Maret 2004. Keputusan Bupati No.9 ini merupakan turunan dari Perda No.8 tahun 2004. Berdasarkan pada 11
  • 12. Keputusan Bupati No.9/2004 itu (pasal 3), penggunaan DAU Desa dialokasikan sebagai berikut : (a) sebesar Rp. 10 juta digunakan untuk pembelian sepeda motor roda 2 dinas desa, dan (b) DAU Desa masing-masing desa setelah dikurangi Rp. 10 juta untuk pembelian motor, sebesar Rp. 10 juta dialokasikan untuk: (i) 7% Alokasi Pemerintah Desa untuk operasional pemerintahan desa, (ii) 16%Alokasi BPD, (iii) bantuan perbaikan penghasilan Kepala desa dan Perangkat desa sebesar 8%, bantuan kelembagaan desa seperti operasional PKK, LPMD, RT/RW dlsb sebesar 9%, dan (iv) Belanja Publik sebesar 60% yang digunakan untuk pembangunan fisik dan non fisik, sarana dan prasarana yang diutamakan mendukung pengentasan kemiskinan maupun bantuan modal. Proporsi pembagian ini menurut para Kepala Desa yang tergabung dalam prakarsa banyak menimbulkan masalah karena porsi untuk Kepala Desa dan Aparatnya yang notabene lebih banyak jumlah maupun pekerjaannya, hanya mendapat porsi 8% saja. Sedangkan BPD yang paling banyak berjumlah 13 orang dan intensitas pekerjaannya relative jauh lebih ringan kenapa justru mendapat porsi 2 kali lipat lebih besar yakni 16%. Penentuan ini dirasakan tidak adil, dan penentuan ratio (perbandingan) ini terjadi di tingkat Panitia Anggaran DPRD. 3. Refleksi Penyelenggaraan ADD atau Nama Lain Penyelenggaraan Pemerintahan Desa sangat mempengaruhi secara signifikan dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, karena Desa dan Kelurahan adalah pemerintahan yang terdepan dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, Desa dan Kelurahan merupakan pemerintahan yang terdekat dengan masyarakat dalam melaksanakan public services, public regulation, dan empowerment. Pemerintahan Desa mempunyai hak otonom yakni otonomi asli yang berdasarkan kewenangannya berhak untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Hal ini dapat dipahami dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan Peraturan Daerah mengenai desa, sehingga terdapat keanekaragaman penataan desa tersebut menyebabkan jenis, bentuk, dan isi kewenangan sangat beragam antara satu daerah dengan daerah lainnya sesuai asal usul dan adat istiadat masyarakat setempat. Pemberian kewenangan yang diberikan kepada Pemerintahan Desa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (yang telah direvisi), menuntut kebutuhan akan pelayanan kepada masyarakat semakin besar. Oleh karena itu Pemerintahan Desa harus mampu menggali sumber keuangannya sendiri sehingga dapat menyediakan sumber pembiayaan yang memadai belum dapat berjalan secara optimal. Temuan di beberapa wilayah studi telah menunjukkan bahwa berbagai bentuk sumber pendapatan desa berdasarkan hak ulayat perlu ditumbuhkan, seperti: hak atas hutan (desa), hak isi bumi yang dapat digali secara adat, pasar desa, sumberdaya alam desa (galian c), penguasaan administrative pertanahan dan lain sebagainya. Sementara itu, sudah banyak Pemerintah Desa telah melepaskan haknya sebagai konsekwensi lebih lanjut dari pengaturan atas kehutanan, pertambangan, dan pertanahan. Sehingga membawa 12
  • 13. implikasi terhadap terbatasnya pembiayaan desa dalam menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan dan pembangunan. Pengalaman Kabupaten Tuban dan kabupaten lain menunjukkan bahwa pola pengelolaan PPM atau nama lain (DAU Desa di Selayar), yang mengacu pada transparansi dan keadilan dapat dilihat dalam pedoman pelaksanaan PPM. Disyaratkan bahwa jumlah dana yang akan diperoleh masing-masing desa dipengaruhi oleh kinerja desa tersebut pada tahun sebelumnya. Persyaratan ini dituangkan dalam kriteria perolehan dana PPM dan di sana dapat dilihat pencerminan kinerjanya; kemampuan menyusun rencana, kemampuan mengelola dana dan kepedulian kabupaten sebagai manisfertasi dari pelayanannya terhadap desa dengan menerapkan alokasi dana minimal desa. Keswadayaan dan partisipasi masyarakat berupa tenaga, uang kas, material menjadi penentu banyak sedikitnya dana PPM yang akan didapat oleh desanya pada tahun berikutnya. Selain itu, dari hasil penelitian rekan-rekan juga menunjukkan bahwa desa- desa masih mengalami kesenjangan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, karena belum maksimalnya sumber-sumber pendapatan yang pasti sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 hingga undang-undang tersebut direvisi. Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan perimbangan keuangan Kabupaten-Desa belum sepenuhnya dilaksanakan di beberapa wilayah Kabupaten. Temuan penulis di beberapa kabupaten di Jawa, bahwa tidak dilaksanakannya perimbangan keuangan Kabupaten- Desa karena tidak ada aturan (paling tidak setingkat PP) yang menegaskan tentang itu. Sehubungan dengan itu, untuk mengaktualisasikan kemandirian desa dalam mengatur rumah tangganya sendiri, maka penting sekali pemerintah mengatur (dalam peraturan daerah ataupun peraturan pemerintah) tentang penyelenggaraan perimbangan keuangan Kabupaten-Desa. Tampaknya “goodwill” pemerintah kabupaten sangatlah diperlukan dalam mengangkat ADD sebagai formula perimbangan keuangan Kabupaten - Desa. Seperti terbitnya Keputusan Bupati Selayar Nomor 25/Tahun 2001 tentang Penerima Tunjangan Penghasilan Aparat Pemerintah Desa tahun Anggaran 2001 tanggal 5 September 2001, ini merupakan embrio dari penyelenggaraan perimbangan keuangan Kabupaten-Desa. Pada tahun 2002 dana ditingkatkan menjadi Rp 50.000.000 per desa sebagai upaya prakondisi. Setelah melakukan prakondisi kebijakan ini di tahun 2001 dan 2002, maka diusulkan draft perda dana perimbangan dan disahkan menjadi Perda 03/2002 tentang Dana Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa. Prakarsa dana perimbangan ini, kemudian di Kabupaten Selayar lebih dikenal dengan DAU desa, pada awalnya dialokasikan sebesar 70 juta perdesa. Namun karena dirasa kurang, Bupati menetapkan untuk ditingkatkan menjadi 100 juta sebagai besaran pokok (pagu) ditambah dengan indikator luas wilayah, jumlah penduduk, keadaan geografis dan perumbuhan ekonomi desa. Selain itu dalam penerimaan juga terdapat dana tambahan dari pendapatan pajak daerah, seperti: PBB, Tambang Galian C dan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Temuan penulis dkk. (2002) menunjukkan bahwa penyelenggaraan perimbangan keuangan Kabupaten-Desa yang dilakukan dengan instrumen Alokasi Dana 13
  • 14. Desa (ADD) pembagiannya dilakukan tidak rata setiap desa, tetapi merata (proporsional) tergantung pada tingkat kebutuhan, potensi, dan insentif yang harus diberikankepada setiap desa. Hal ini tidak saja bermakna pengalokasian dana (yang berupa bantuan) dari Pemerintah Kabupaten kepada Pemerintah Desa, namun lebih dari itu bermakna sebagai media “perekat” antara keduanya dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Menurut hemat saya, ADD dialokasikan tidak harus mengikuti alasan kesenjangan fiskal secara vertikal, karena kurang relevan bila dikaitkan dengan hubungan antara pemerintah Kabupaten dan pemerintah desa. Demikian pula dengan alasan eksternalitas, yang juga dipandang kurang relevan karena minimnya eksternalitas yang diciptakan oleh pemerintah desa. Karena itu, alasan menciptakan pemerataan dan keadilan secara horizontal dipandang lebih tepat, baik pemerataan pelayanan maupun kesejahteraan. Formulanya ditulis, sbb: di mana: ADV = TADD - TADM ADDi = Alokasi dana desa untuk desa ke i ADM = Alokasi Dana Minimum (dibagi sama rata untuk seluruh desa) BDi = Bobot desa ke i ADV = Total alokasi dana desa yang bersifat variabel TADD = Total alokasi dana desa yang akan disalurkan oleh kabupaten TADM= Total alokasi dana Minimum yang akan disalurkan oleh kabupaten Karena itu pula agar konsisten dengan jenjang pemerintahan di atasnya, maka formula ADD secara teoritis dimaksudkan untuk menciptakan pemerataan. Ini penting, mengingat bahwa sebenarnya ADD dimaksudkan agar: mendorong semangat desentralisasi, adil dan transparan, sederhana, pasti dan dapat diprediksi, netral, dan memberikan insentif bagi desa penerima. Dalam hal sebagai “perekat” pembangunan dapat dimaknai bahwa pemerintah Kabupaten dengan dana dan rencana pembangunannya dapat dipadukan dengan rencana pembangunan setiap desa yang didanai melalui ADD. Dengan demikian, ADD dapat dimanfaatkan secara optimal, karena perpaduan produk rencana yang disusun Kabupaten dan Desa diharapkan dapat membuahkan hasil pembangunan yang efektif (sesuai dengan aspirasi, baik Kabupaten maupun Masyarakat Desa). Namun demikian, hal ini tidaklah mudah dilaksanakan, karena ternyata masih perlu pemahaman dan kesepakatan berbagai pihak yang membutuhkan waktu tidak sedikit. Pengalaman Kabupaten Selayar, misalnya, menunjukkan bahwa mekanisme yang beragam dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan di Desa tidak meninggalkan prinsip partisipasi dan demokrasi. Ini menunjukkan bahwa indeks kemandirian desa cukup terlihat dinamis di Kabupaten Selayar. Sayang belum ada desa yang melembagakan mekanismenya dalam bentuk peraturan desa, sehingga masih mungkin berubah ketika pengaruh luar masuk mengintervensi desa. 14 ADDi = ADM + (BDi x ADV)
  • 15. Desa mulai belajar menjalankan fungsi pelayanan dasar, terutama di bidang pendidikan. Saat ini semua desa menjalankan fungsi pelayanan pendidikan TK baik fisik maupun menajemen operasionalnya, namun di desa belum ada lembaga yang mengurusi kewenangan ini. Semuanya dilaksanakan sendiri oleh Kepala Desa bersama stafnya yang ada sekarang. Desa juga mulai berkreasi mengembangkan usaha desa terutama dalam hal usaha modal. Namun usaha desa ini belum disertai dengan pelembagaan yang memadahi sehingga pertanggungjawabannya belum jelas dan belum pula dimasukkan dalam salah satu sumber penerimaan desa. Demikian pula, Desa yang mulai kreatif membuat Perdes, terutama Perdes tentang pungutan desa, balum diimbangi dengan pengetahuan yang cukup, sehingga semangat memungut ini bisa menjadi bumerang bagi kemandirian desa. Di lain sisi, Perda 03/2002 belum dilaksanakan secara konsisten oleh Kabupaten Selayar. Alokasi dana ke desa (DAU Desa) besarnya masih dibawah 10% penerimaan daerah. Masih banyak lagi pengalaman desa-desa yang ternyata belum mampu mempersiapkan pengelolaan ADD atau nama lain yang digunakan. Pengelolaan yang dimaksud, baik dari sisi produk rencana tahunannya, pemanfaatan dan pertanggungjawabannya. Pemanfaatan ADD biasanya tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Demikian pula, masih banyak desa-desa yang belum mampu melaporkan kegiatan tahunannya (sebagai wujud transparansi desa) dengan baik (kalaupun tidak harus dibuatkan pihak-pihak tertentu). Ini menandakan bahwa dalam aturan pemerintah perlu ditegaskan bahwa ADD bukanlah sekedar hak desa, tetapi juga suatu beban kewajiban yang harus dipertanggungjawabkan. Sebagai konsekwensinya bahwa ADD perlu diatur dalam kemasan mekanisme yang jelas dengan menempatkan “reward” dan “punishment” yang tegas. Pasal 212 (ayat 1) dari UU 22/1999 yang telah direvisi menyebutkan bahwa Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut tentunya mengandung konsekwensi adanya “reward” dan “punishment” dalam pengelolaannya. Pengalaman Kabupaten Tuban, merupakan pengalaman tersendiri yang patut dicontoh. Di ayat yang lain disebutkan bahwa sumber pendapatan desa adalah bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupalen/kota. Dalam konteks ini, yang sekarang perlu disepakati, adalah: (1) dari sumber dana mana saja (dalam APBD) dana untuk desa dialokasikan?; dan (2) apakah ADD hanya dari sumber APBD saja?, bagaimana dengan sumber lain, seperti bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota? Bagaimana pula dari sumber bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota (bantuan yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota) yang disalurkan melalui kas Desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Desa?. Ini tentu bagian lain yang patut pendapat perhatian dalam aturan pemerintah (PP ataupun Perda). Persoalan lain adalah penetapan besaran Total ADD yang harus dibagikan kepada seluruh Desa. Beberapa Kabupaten Contoh telah membuat penetapan yang rigit, 15
  • 16. tetapi ada pula yang masih tergantung kepada keputusan Bupati. Ini hal yang agak pelik, karena selama ini isu DAU yang diperoleh kabupaten-kabupaten (terutama di Jawa) hanya habis untuk biaya rutin. Karena itu, ADD ditetapkan setelah memperhitungkan berbagai kebutuhan Kabupaten, sehingga seringkali tidak proporsional. Mungkinkah harus ada ketetapan persentase tertentu dari DAU untuk ADD?, atau mengikuti arus kemampuan Pemerintah Kabupaten dengan menambahkan setiap tahunnya ADD yang lalu dengan sejumlah persestase tertentu. Lepas dari persoalan di atas, instrumen ADD (atau nama lain) dapat dipastikan membutuhkan formula. Ini penting, tetapi dari beberapa pengalaman lapangan menunjukkan bahwa formula tersebut tidak selalu sama antara satu kabupaten dan kabupaten lainnya. Ini dapat dimaklumi sebagai akibat dari keragaman kebijakan lokal (kabupaten). Tetapi satu hal yang tidakdapat dihindari, bahwa ketika bobot desa (BD) disusun, maka BD tersebut harus disusun dengan mengidentifikasikan setiap desa di suatu kabupaten. Ini berarti harus ada satu provider yang bekerja untuk menghitung setiap tahun bobot setiap desa yang diperkirakan selalu mengalami perubahan. Siapapun mereka, provider yang dimaksud tentunya petugas berasal dari pemerintah kabupaten yang tidak selalu dipindah-pindah tugasnya. Malahan akan sangat ideal jika pengelolaan ADD dilakukan oleh sebuah tim kerja (di bawah pimpinan Bupati, seperti kasus Tuban), yang dikuatkan oleh SK Bupati. Tim kerja tersebut terdiri atas berbagai pihak, seperti: wakil PemDes, wakil PemKab, LSM, Perguruan Tinggi, dan Tokoh Masyarakat. Ini penting, karena selain untuk maksud membangun kesepahaman, kesetaraan, dan kesepakatan bagi semua pihak yang diwakili, yang lebih penting adalah tim kerja tersebut dapat membangun network untuk memantau perkembangan setiap desa dalam melaksanakan kegiatan pembangunannya. 4. Penutup 1. ADD dengan sebutan yang demikian beragam, ternyata memberikan perlakuan yang beragam pula. Ini menandakan bahwa pengelolaan ADD sebaiknya tidak diatur secara ketat oleh Peraturan Pemerintah, tetapi masih memberikan ruang gerak yang leluasa terhadap Peraturan Daerah. 2. Pengelolaan ADD tidak sebatas membagi dana, tetapi juga mengandung makna gerakan desa dalam penyusunan rencana, melaksanakan kegiatan, dan mempertanggungjawabkan kepada Bupati. Ini tentu diperlukan persiapan teknis yang matang, tidak saja oleh pemerintah desa tetapi juga perangkat pemerintah kabupaten. Tentunya, dibutuhkan kesepahaman dan kesepakatan berbagai pihak, karena setiap kabupaten dan desa akan membawa kebiasaan masing-masing. 16
  • 17. 3. Setahu saya, Direktorat Jenderal PMD bulan September 2003 pernah menyusun Pokok-Pokok Pikiran Kebijakan Pemeerintah Dalam Pemberian Alokasi Dana Desa (ADD), entah bagaimana kelanjutannya?. Jika itu masih akan diteruskan, kita mestinya bisa bersinergi. 4. Lepas dari itu, saya menyambut baik prakarsa rekan-rekan dalam penelitian ini, dengan harapan bahwa berbagai hasil temuan ini betul-betul mendapat perhatian pemerintah dalam menyusun pedoman ADD. 5. Teman-teman Focal Point (yang diketuai Dr. Iwan Triyowono, SE., Ak., MSc. dari Fakultas Ekonomi Univ. Brawijaya), merencanakan untuk menyusun konsep-konsep yang berkaitan dengan penyusunan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Desa dari UU 22/1999 yang telah direvisi. Tentunya diantara yang ditelaah adalah tentang ADD atau nama lain. Tanggal 28-30 Oktober 2004, mereka akan melakukan diskusi di Bogor dengan Partnership dan teman-teman Direktorat Pemerintahan Desa/Kelurahan Ditjen PMD. Jika rekan-rekan berbagung tentunya sangat baik. Malang, 11 Oktober 2004 Maryunani Ketua LPEM FE UNIBRAW 17