Pertanggungjawaban PT. Adam Sky Connection Airlines (Adam Air) atas kewajiban-kewajibannya setelah dinyatakan pailit oleh pengadilan menurut perspektif hukum dagang
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
Pertanggungjawaban PT. Adam Sky Connection Airlines (AdamAir) Atas Kewajibannya Setelah Dinyatakan Pailit
1. Pertanggungjawaban PT. Adam Sky Connection Airlines
(AdamAir) Atas Kewajibannya Setelah Dinyatakan Pailit
Disusun Oleh:
Akbar kusuma Wardana (E0014014)
Bagas Ariyadi W (E0014061)
Hernanda Damantara (E0014193)
M. Harry Fachri (E0014277)
Nadito Amanu R.S (E0014285)
Maulana Muhammad N (E0014256)
Rintario Adi Kameswara (E0014343)
Rio Cahya Nandika (E0014344)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan sangat bergantung akan transportasi udara.
Pesawat yang sering digunakan sebagai saran transportasi kian berkembang sekitar tahun
2000. Hal ini membantu mobilitas dan pertumbuhan ekonomi semakin cepat. Berbagai
maskapai penerbangan di negara ini semakain gencar dengan promo-promo iklannya.
Pesawat-pesawat itu umumnya didatangkan dari luar negeri dengan cara leasing. Tak
sedikit pesawat impor ini dibeli dari konsumen pertama alias bekas. Bahkan ada pula yang
nyata-nyata tidak terdaftar di Indonesia dan tidak diketahui kelayakan mesinnya.
Harga murah dengan mengorbankan perawatan pesawat dan kelayakan pilot
menimbulkan masalah yang tidak bisa dianggap kecil. Puncaknya pada tahun 2007 Adam Air
mengalami kecelakaan di Perairan Majene, Manado, Sulawesi Barat. Pada kecalakaan ini
semua penumpangnya dinyatakan tewas. Di minggu kedua Maret 2008, Adam Air salah
satu masakapai Penerbangan melakukan delay terhadap pesawatnya. Tanpa adanya
pemberitahuan terlebih dahulu, membuat penumpang marah. Lebih parahnya lagi lima jam
kemudian pesawat yang dinyatakan ada gangguan teknis tersebut dipakai untuk
menerbangkan para penumpang, maka kemarahan penumpang semakin menjadi-jadi. Hal
tersebut menjadi sorotan media karena Airlines tersebut mengenyampingkan faktor
keselamatan. Beberapa hari kemudian terjadi kecelakaan pesawat Adam Air ketika take off di
Batam. Roda depan pesawat patah dan keluar jalur landasan. Walaupun tidak ada korban
jiwa hal tersebut meresahkan para penumpang. Top Brand 2008 Low cost carrier and
connection yang pernah didapatkan oleh maskapai tersebut kini tinggal kenangan. Bahkan isu
korupsi kian gencar terdengar dikalangan atas dan direksinya menyebabkan Adam Air
semakin terpuruk, mengalami krisis kepercayaan dan puncaknya mengalami kepailitan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana status aset PT. Adam Sky Connection Airlines (Adam Air) setelah dinyatakan
pailit?
2. Bagaimana Pertanggungjawaban direksi PT. Adam Sky Connection Airlines (Adam Air)
setelah dinyatakan Pailit?
3. BAB II
PEMBAHASAN
1. Bagaimana status PT. Adam Sky Connection (Adam Air) setelahdinyatakan pailit
Berdasarkan Undang-undang nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Utang, Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor
Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan
Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Dengan demikian jika ada
penagihan pembayaran utang dan telah jatuh tempo maka dapat disebut pailit. Bukan hanya
tidak mampu untuk membayar utang, tapi tidak mau membayar utang juga dapat dimintakan
pailit. Pernyataan pailit bukan hanya keluar dari para kreditur semata, akan tetapi harus ada
putusan pengadilan. Dan pengadilan akan menunjuk seorang kurator untuk mengelola harta
pailit.
Undang-undang tersebut merupakan tindak lanjut dari pasal-pasal jaminan dalam
pasal 1311 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi “Segala kebendaan si
berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang sudah ada dan maupun
yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan”.
Saat Adam Air (Adam Sky Connection Airlines) mengalami pailit. Bermula dari
kejadian jatuhnya pesawat Adam Air tahun 2008 dan merembet berbagai masalah
selanjutnya. Klimaksnya pada tahun 2009 maskapai tersebut di putus pailit berdasarkan
Putusan Pailit PT. Adam Skyconnection Airlines Nomor
26/PAILIT/2008/PN.NIAGA.JKT.PST.
Kepailitan terhadap suatu subjek hukum baik orang-perorangan maupun badan
hukum dapat terjadi apabila persayaratan yang dirumuskan dalam pasal 2 ayat 1 UUK
2004 terpenuhi, antara lain:
a. Minimal ada dua kreditur atau lebih. Dalam hal ini CV. Cici yang diwakili kuasa
hukumnya Lukman Arifin S.H mewakili pula kreditur lainnya. Kreditur lainnya antara
4. lain: Toko Global, Toko Jaya Makmur, PT. Pendawa Auto, PT. Mafati Indonesia, Toko
Bintang Warin Warna, Toko Vijaya Motor, serta karyawan-karyawan Termohon.
Dengan uraian tersebut diatas jelas terlihat bahwa syarat adanya minimal dua
kreditur atau lebih telah terpenuhi. Bahkan kreditur Adam Air yang telah diketahui
dengan jelas dalam berkas permohonan dan putusan pailit Adam Air ada lebih dari dua
kreditur sebagaimana telah disebutkan diatas, selain kreditur pemohon CV. Cici.
b. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih
(tanpa membedakan apakah debitur memang tidak mampu membayar ataupun debitur
hanya sekedar tidak mau membayar krediturnya dengan alasan-alasan tertentu, misalnya
dalam hal kreditur tidak melaksankan prestasi sebagaimana telah dijanjikan sebelumnya).
Permohonan pailit dapat diajukan baik oleh debitur sendiri maupun oleh satu atau
lebih krediturnya. Adapun tujuan dari adanya hukum kepailitan adalah untuk kepentingan
dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka, dan
efektif.
Permohonan pailit terhadap PT. Adam Sky Connection Airlines (Adam Air)
diajukan oleh beberapa krediturnya karena adanya kekhawatiran para kreditur atas
kemampuan Adam Air dalam melaksanakan pengembalian utangnya, sehubungan dengan
kinerjanya yang terus memburuk dan terjadinya peristiwa-peristiwa kritis berikut:
1) Peristiwa jatuhnya pesawat Adam Air Boeing 737-400 di perairan Majene, Sulawesi
Barat yang menyebabkan tewasnya seluruh penumpang pesawat tersebut pada tanggal
1 Januari 2007.
2) Hasil pemeringkatan yang buruk atas Adam Air oleh Pemerintah Indonesia tanggal
22 Maret 2007. Adam Air pada peringkat III yang berarti hanya memenuhi syarat
minimal keselamatan.
3) Pencabutan izin terbang berdasarkan surat bernomor AU/1724/DSKU/0862/2008
yang dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan, Adam Air tidak lagi diizinkan
untuk menerbangkan pesawatnya, terhitung efektif sejak pukul 00.00 tanggal 19
Maret 2008.
4) Adanya ketidakharmonisan antar pemegang saham Adam Air.
Jadi sisa aset daripada PT Adam Sky Connection Airlines (Adam Air) yang
tersisa digunakan untuk membayar utang-utang kepada kreditur-kreditur yang telah
5. diverifikasi sebelumnya oleh Kurator atas amanah keputusan pengadilan. Kurator sendiri
diangkat setelah adanya putusan pailit. Seorang Kurator diangkat bersamaan dengan
seorang Hakim Pengawas. Tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau
pemberesan harta pailit.
Pemohon pailit diwakili oleh CV. Cici qq. Dra Luvida Eviyanti (dengan adanya
kuasa dari para kreditur lain). Selain itu kreditur Adam Air lainnya, antara lain: Toko
Global, Toko Jaya Makmur, PT. Pendawa Auto, PT. Mafati Indonesia, Toko Bintang
Warin Warna, Toko Vijaya Motor, serta karyawan-karyawan Termohon.
2. Bagaimana Pertanggungjawaban PT Adam Skyconnection Airlines (Adam Air) Setelah
Dinyatakan Pailit.
Pada prinsipnya, tanggung jawab direksi perseroan terbatas yang perusahaannya
mengalarni kepailitan adalah sama dengan tanggung jawab direksi yang perusahaannya tidak
sedang mengalami kepailitan. Pada prinsipnya direksi tidak bertanggung jawab secara
pribadi terhadap perbuatan yang dilakukan untuk dan atas narna perseroan berdasarkan
wewenang yang dimilikinya. Hal ini karena perbuatan direksi dipandang sebagai perbuatan
perseroan terbatas yang merupakan subjek hukum mandiri sehingga perseroanlah yang
bertanggung jawab terhadap perbuatannnya perseroan itu sendiri yang dalam hal ini
direpresentasikan oleh direksi. Narnun, dalam beberapa hal direksi dapat pula dimintai
pertanggungjawabannya secara pribadi dalam kepailitan perseroan terbatas ini.
Dalam hal terjadinya kepailitan perseroan maka tidak secara a priori direksi
bertanggung jawab pribadi atas perseroan tersebut, namun sebaliknya direksi mesti bebas
dari tanggung jawab terhadap kepailitan perseroan terbatas. Pengaturan lebih lanjut dari
tanggung jawab direksi dapat dilihat dari kondisi tertentu. Seperti yang telah dijelaskan
dalam UUPT berikut:
Pasal 104 ayat (2) UUPT
“Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau
kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban
Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng
bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut”.
Pasal 104 ayat (4) menyebutkan:
6. “anggota direksi tidak bertanggung jawab atas kepalitan perseroan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh
tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan”
Namun demikian, bukanlah hal yang mudah untuk membuktikan bahwa direksi telah
melakukan kesalahan dan/atau kelalaian sehingga menyebabkan suatu perseroan
mengalami kebangkrutan yang berujung pada kepailitan. Fenomena seperti ini sudah
sejak dahulu terjadi, seperti di London kasus yang sangat terkenal, yakni Salomon V
Salomon Co. Ltd.
Dari pengaturan ini, maka sebenarnya ada benang merah antara tanggung jawab
direksi perseroan terbatas tidak dalam pailit dan tanggung jawab direksi dalam hal
perseroan terbatas mengalami pailit. Dengan demikian, berbagai teori tanggung jawab
direksi di atas dapat dipakai pula untuk mengukur tanggung jawab direksi
dalam hal perseroan terbatas mengalami kepailitan. Sedangkan Pasal 104 Ayat (2) UUPT
adalah merupakan implikasi yuridis dari sifat kolegialitas dari direksi dimana segenap
direksi bertanggung jawab secara renteng (joinly and severely). Sehingga bagi anggota
direksi yang berkehendak untuk melepaskan tanggung jawab renteng tersebut, maka
direksi itu wajib membuktikan hal tersebut.
Aspek kolegialitas atau disebut dengan tanggung jawab secara renteng bisa
menciptakan ketidakadilan dari anggota direksi yang tidak melakukan perbuatan tertentu
namun dapat dimintai pertanggungjawaban. Seperti pendapat dari Rudhi Prasetya yang
menyatakan bahwa:
“Sebenarnya penting ketentuan dalam anggaran dasar yang mengaturmengenai lembaga rapat
direksi benar-benar diimplementasikan dan jangan sekadar dijadikan hiasan. Agar direksi
7. dalam mengambil keputusan benar-benar telah dirundingkan di antara segenap anggota
direksi, yang notabene di antara mereka bertanggung jawab secara kolegial”.
Mengenai tanggung jawab direksi yang perseroannya mengalami pailit, Munir
Fuady menyatakan bahwa apabila suatu perseroan pailit, maka tak sekonyong-konyong
(tidak demi hukum) pihak direksi harus bertanggung jawab secara pribadi. Agar pihak
anggota direksi dapat dimintakan tanggung jawab pribadi ketika suatu perusahaan
pailit, haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. terdapatnya unsur kesalahan (kesengajaan) atau kelalaian dari direksi (dengan
pembuktian biasa);
b. untuk membayar utang dan ongkos-ongkos kepailitan, haruslah diambil terlebih dahulu
dari aset-aset perseroan. Bila aset perseroan tidak mencukupi, barulah diambil aset
direksi pribadi;
c. diberlakukan pembuktian terbalik (omkering van bewijslast) bagi anggota direksi yang
dapat membuktikan bahwa kepailitan perseroan bukan karena kesalahan (kesengajaan)
atau kelalaiannya.
Di samping pertanggungjawaban perdata (civil liability) tersebut, direksi dapat
dikenakan pertangungjawaban pidana (criminal liability) dalam kepailitan perseroan terbatas
ini. Ketentuan pidana ini terkait dengan tindakan organ perseroan setelah perseroan terbatas
tersebut dinyatakan pailit dan juga berkait dengan terjadinya pailit perseroan terbatas.
Ketentuan pertangungjawaban pidana terhadap direksi ini antara lain diatur dalam Pasal
398 dan 399 KUHP.
Pasal 398 KUHP menyatakan:
"Seorang pengurus atau komisaris perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia, atau
perkumpulan koperasi yang dinyatakan pailit atau yang penyelesaiannya oleh
pengadilan telah diperintahkan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
empat bulan:
1. bila yang bersangkutan turut membantu atau mengizinkan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar, yang menyebabkan
seluruh atau sebagian besar dari kerugian yang diderita oleh perseroan, maskapai,
atau perkumpulan;
8. 2. bila yang bersangkutan dengan maksud untuk menangguhkan kepailitan atau
penyelesaian perseroan, maskapai, atau perkumpulan, turut membantu atau
mengizinkan peminjaman uang dengan syarat-syarat yang memberatkan, padahal
tahu bahwa kepailitan atau penyelesaiannya tidak dapat dicegah lagi;
3. bila yang bersangkutan dapat dipersalahkan, tidak memenuhi kewajiban seperti
tersebut dalam Pasal 6 alinea pertama Kitab Undang-undang Hukum Dagang
dan Pasal 27 Ayat 1 ordonansi tentang maskapai andil indonesia, atau bahwa buku-
buku dan surat-surat yang memuat catatan-catatan dan tulisan-tulisan yang disimpan
menurut pasal tadi, tidak dapat diperlihatkannya dalam keadaan tak diubah.
Sedangkan Pasal 399 KUHP menyatakan:
"Pengurus atau komisaris perseroan terbatas, Maskapai Andil Indonesia, atau
perkumpulan koperasi yang dinyatakan pailit atau yang penyelesaiannya oleh pengadilan
telah diperintahkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun bila yang
bersangkutan mengurangi secara curang hak-hak pemiutangan pada perseroan,
maskapai, atau perkumpulan untuk;
1. membuat pengeluaran yang tidak ada atau tidak membukukan pendapatan atau
menarik barang sesuatu dari boedel;
2. telah memindahtangankan barang sesuatu dengan cuma-cuma atau jelas di bawah
harganya;
3. dengan suatu cara menguntungkan salah seorang pemiutang pada waktu kepailitan
atau penyelesaian, ataupun pada saat dia tahu bahwa kepailitan atau penyelesaian tadi
tidak dapat dicegah lagi;
4. tidak memenuhi kewajibannya nuntuk membuat catatan menurut Pasal 6 alinea
pertama Kitab Undang-undang Hukum Dagang atau Pasal 27 (1) ordonansi
tentang maskapai andil indonesia, dan tentang menyimpan dan memperlihatkan buku-
buku, surat-surat, dan tulisan-tulisan menurut pasal-pasal itu.
Dari ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam kedua pasal ini dapat
disimpulkan bahwa baik anggota direksi maupun komisaris perseroan terbatas dapat
dituntut secara pidana bila mereka telah menyebabkan kerugian para kreditor perseroan
terbatas dan dapat dikenakan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan jika
mereka turut serta dalam atau memberi persetujuan atas perbuatan-perbuatan yang melanggar
9. anggaran dasar PT dan perbuatan-perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian berat sehingga
perseroan terbatas jatuh pailit, atau turut serta dalam atau memberi persetujuan atas pinjaman
dengan persyaratan yang memberatkan dengan maksud menunda kepailitan PT, atau lalai
dalam mengadakan pembukuan sebagaimana diwajibkan oleh UUPT dan anggaran dasar
PT. Selanjutnya, baik direksi maupun komisaris PT yang telah dinyatakan dalam keadaan
pailit dapat dituntut secara pidana dan dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun
bila merekayasa pengeluaran atau utang dengan maksud mengurangi secara curang hak-
hak para kreditor PT atau mengalihkan kekayaan PT dengan cuma-cuma atau dengan
harga jauh di bawah kewajaran.
Dalam kasus PT. Adam Sky Connection Airlines (Adam Air) Direksi dapat dituntut
pertanggungjawabannya sampai ke harta pribadinya karena akibat tindakan mereka yang
tidak menjalankan ketentuan seperti yang dijelaskan pada:
Pasal 104 ayat (4) menyebutkan:
“anggota direksi tidak bertanggung jawab atas kepalitan perseroan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:
a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh
tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Telah menyebabkan PT Bhakti Investama menarik modalnya melalui 2 afiliasinya
karena tidak ada jaminan keuntungan jangka panjang. Dengan model perseroan yang kurang
terbuka sangat sulit bagi PT. Bhakti Investama mengakses keuangan. Selain itu di tahun 2006
terjadi penggelapan sebesar 132 milyar rupiah yang belum diusut tuntas oleh pihak Adam
Air. Manajemen Adam Air yang kurang terbuka sistem keuangannya mengkhawatirkan para
investor. Sikap tertutup manajemen menjadikan 2 investor hengkang dengan menarik 50%
saham dari Adam Air. Manajemen yang gencar diisukan adanya penggelapan dana keuangan
dan korupsi tesebut belum diusut tuntas. RUPS tidak pernah memutuskan suatu keputusan
10. yang dapat dijalankan oleh direksi, sehingga direksi melakukan apa yang menjadi tujuan
didirikan maskapai itu.
Sementara itu, keterkaitannya dengan pemegang saham perseroan tidak bertanggung
jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung
jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Tanggung jawab
pemegang saham yang terbatas tersebut dibuka atau diterobos menjadi tanggung jawab tidak
terbatas, hingga kekayaan pribadi manakala terjadi pelanggaran, penyimpangan atau
kesalahan dalam pengurusan perseroan (piercing the corporate veil/membuka tirai
perseroan). Piercing the corporate veil/membuka tirai perseroan akan berlaku apabila:
1. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.
2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad
buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi.
3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perduatan melawan hukum yang
dilakukan oleh perseroan.
4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun secara tidak langsung
melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan
perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.
Tanggung Jawab Direksi Ketika Terjadinya Kepailitan Pada Perseroan Terbatas
Menurut Doktrin Hukum Perusahaan antara lain:
a) tanggung jawab berdasarkan prinsip fiduciary duties dan duty to skill and care;
b) tanggung jawab berdasarkan doktrin manajemen ke dalam (indoormanajement rule);
c) tanggung jawab berdasarkan prinsip Ultra vires; dan
d) tanggung jawab berdasarkan prinsip piercieng the corporate veil
Tanggung Jawab Direksi Ketika Terjadinya Kepailitan Pada Perseroan Terbatas
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, adalah dalam hal kepailitan
terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar
seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara
tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta
11. pailit tersebut; sebaliknya anggota direksi tidak bertanggung jawab atas kepalitan perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:
a) kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b) telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab
untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c) tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d) telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
12. BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan Undang-undang nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Utang, Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim
Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Sisa aset daripada PT. Adam Sky Connection Airlines (Adam Air) yang tersisa digunakan
untuk membayar utang-utang kepada kreditur-kreditur yang telah diverifikasi sebelumnya
oleh Kurator atas amanah keputusan pengadilan. Pemohon pailit diwakili oleh CV. Cici qq.
Dra. Luvida Eviyanti (dengan adanya kuasa dari para kreditur lain). Selain itu kreditur Adam
Air lainnya, antara lain: Toko Global, Toko Jaya Makmur, PT. Pendawa Auto, PT Mafati
Indonesia, Toko Bintang Warin Warna, Toko Vijaya Motor, serta karyawan-karyawan
Termohon.
Dalam hal terjadinya kepailitan perseroan maka tidak secara a priori direksi bertanggung
jawab pribadi atas perseroan tersebut, namun sebaliknya direksi mesti bebas dari tanggung
jawab terhadap kepailitan perseroan terbatas selama Direksi dapat membuktikan kalau
dirinya tidak bersalah.
Dalam kasus PT. Adam Sky Connection Airlines (Adam Air) Direksi dapat dituntut
pertanggungjawabannya sampai ke harta pribadinya karena akibat tindakan mereka yang
tidak menjalankan ketentuan kehati-hatian sehingga membuat pemegang saham menarik
sahamnya.
13. DAFTAR PUSTAKA
Dra. Farida Hasyim, M.Hum. 2009. Hukum Dagang. Jakarta: Sinar Grafika.
DR. Rr. Dijan Widijowati, S.H., M.H. 2013. Hukum Dagang. Yogyakarta: Andi.
Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno. 2013. Hukum Perusahaan dan Kepailitan.
Republik Indonesia, 2007 Undang-Undang Nomor 40 Tentang Perseroan Terbatas, Jakarta:
Sekretariat Negara.
Republik Indonesia, 2004 Undang-Undang Nomor 37 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Utang, Jakarta: Sekretariat Negara.