Buku ini membahas pentingnya pendidikan karakter di perguruan tinggi Indonesia untuk menghadapi tantangan masa depan seperti revolusi industri. Buku ini mengajak dosen dan mahasiswa berdialog tentang cara menanamkan nilai-nilai karakter bangsa seperti nasionalisme, agar lulusan perguruan tinggi memiliki sikap mental yang kuat untuk membangun negeri. Buku ini juga membahas strategi pendidikan tinggi untuk menghasilkan SDM berkualitas yang dap
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
Memandang revolusi industri dan dialog pendidikan karakter
1. MEMANDANG
R e v o l u s i I n d u s t r i
&&
Direktorat Pembelajaran
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
DIALOG
di Perguruan Tinggi Indonesia
P e n d i d i k a n K a r a k t e r
di Perguruan Tinggi Indonesia
2. MEMANDANG
Revolusi Industri
DIALOG
Pendidikan Karakter
&
di Perguruan Tinggi Indonesia
Apabila dosen-dosen di program studi dapat menyukai
diskusi mencari cara pendidikan karakter terintegrasi dengan mata kuliah,
jalan sukses pendidikan tinggi di Indonesia akan menghasilkan pemimpin-
pemimpin negeri yang berhasil mencapai cita-cita tercantum dalam
pembukaan Undang- Undang Dasar 1945. Membangun negeri akan sukses
dengan membangun pendidikan tinggi. Membangun pendidikan tinggi
hakikatnya adalah membangun Program Studi.
Menristekdikti dan Ketua DPT mendedikasikan isi buku
untuk dosen-dosen di Program Studi Sebagai Awal
Dialog Produktif Dalam Upaya Menumbuhkan
Bakat-bakat Karakter Terpuji Mahasiswa Perguruan Tinggi
Disusun Oleh :
Majelis Pendidikan
Dewan Pendidikan Tinggi
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
3. Sebagai fondasi pembangunan, pendidikan tinggi sangat berperan penting
dalam menentukan arah kemajuan suatu bangsa, karena bangsa yang
maju ditandai dengan tingkat mutu SDM yang tinggi. Selain dituntut untuk
menghasilkan SDM yang berkualitas, pendidikan tinggi juga dituntut untuk
menghasilkan lulusan yang berkarakter terpuji dan memiliki sikap mental yang
kuat dan tangguh.
Untuk dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, berkarakter terpuji,
dan memiliki sikap mental yang kuat dan tangguh, pendidikan karakter yang
diberikan selama mahasiswa menempuh pendidikan menjadi kunci utama.
Pendidikan karakter yang dimaksud di sini adalah karakter yang menunjukkan
keistimewaan dan keunggulan dari bangsa Indonesia. Salah satu keunggulan
karakterBangsaIndonesiaadalahnasionalismedanwawasankebangsaannya.
Wilayah Indonesia terdiri dari ribuan pulau, ratusan suku, keragaman agama,
bahasa, budaya dan ras, namun disatukan oleh aktualisasi semboyan
Bhinneka Tunggal Ika.
Bangsa Indonesia sejak lama memiliki ciri khas dan memiliki tempat
tersendiri di antara bangsa-bangsa di dunia. Namun, apabila melihat kondisi
yang terjadi di Indonesia saat ini, ada kekhawatiran karakter terpuji bangsa
Indonesia yang telah dibentuk oleh nenek moyang sejak berabad-abad yang
lalu, kondisi sosial maupun budayanya yang baik yang dirumuskan menjadi
budaya Pancasila, saat ini akan tercemar oleh pengaruh budaya lain yang
negatif. Hal ini terlihat dari banyaknya kejadian negatif di masyarakat saat ini.
Kondisi ini menunjukkan pentingnya penanaman pendidikan karakter pada
i
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
SAMBUTAN
MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
4. Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
ii
generasi muda penerus bangsa Indonesia.
Perguruan tinggi dalam konteks pendidikan formal menempati posisi di
ujung akhir, menjadi problem solver pada kesempatan terakhir (the last
opportunity) untuk menumbuhkan potensi karakter terpuji pada diri para
mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa. Membangun negeri
akan sukses apabila sukses membangun karakter mahasiswa. Dalam
konteks inilah membangun perguruan tinggi dengan orientasi kesuksesan
pengembangan karakter terpuji sebagai landasan sikap profesi,
penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan, akan menjadi penentu
masa depan bangsa.
Buku ini ditulis dengan semangat mengajak praktik baik dialog karakter
yang menginspirasi para dosen dan mahasiswa dalam membangun
karakter dirinya.
Semoga bermanfaat.
Jakarta, Juli 2017
Menteri Riset, Teknologi, dan PendidikanTinggi
Republik Indonesia,
Mohamad Nasir
5. iii
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
Pertama-tama perkenankan saya mengucapkan puji syukur ke hadlirat Allah
SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya salah satu referensi buku untuk
General Education dengan judul “Memandang Revolusi Industri dan Dialog
Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia” yang merupakan wujud
semangat mengajak praktik baik dialog karakter yang menginspirasi para
dosen dan mahasiswa untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,
Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI), dan juga Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi mengamanatkan bahwa lulusan Perguruan
Tinggi harus memenuhi capaian pembelajaran (learning outcome) sesuai
level KKNI tertentu.
Sejalan denganregulasidiatasdanprogramNawacita yangdicanangkan oleh
pemerintah,lulusanPerguruanTinggidiIndonesiadituntutuntukmenjadiagen
strategis bagi pembangunan Bangsa Indonesia yang kompetitif, beragam,
maju, dan beradab. Untuk melaksanakan amanat dari regulasi dan program
pemerintah, maka salah satu tugas Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi adalah mengawal Perguruan Tinggi untuk mempersiapkan
generasi muda agar mampu meningkatkan daya saing bangsa, adaptif,
fleksibel, kreatif, dan memiliki inovasi tinggi sebagai agen perubahan dengan
muatan karakter berbudaya Indonesia. Selain mahasiswa, dosen-dosen
KATA PENGANTAR
DIREKTUR JENDERAL PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN
6. muda adalah calon pemimpin masa depan Indonesia yang harus memiliki
sikap mental dan karakter Bangsa Indonesia yang mumpuni.
Buku ini diharapkan dapat menjadi tambahan sumber inspirasi yang
signifikan bagi proses belajar mahasiswa, memberikan bekal bagi
mahasiswa dan para dosen untuk menjadi pemimpin yang amanah,
bermartabat, bertanggung jawab, dan menjadi teladan yang baik bagi
rakyat Indonesia dan masyarakat dunia.
Penghargaan dan ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur
Pembelajaran, tim penyusun, kontributor dan seluruh pihak yang berperan
aktif dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi institusi
pendidikan, kementerian/lembaga pemerintah, dosen, mahasiswa dan
masyarakat.
Jakarta, Juli 2017
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi,
Intan Ahmad
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
iv
7. Sambutan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi | i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Pembelajaran dan
Kemahasiswaan | iii
Daftar Isi | v
Induk Gagasan dan Tokoh Simulasi Dialog | 1
Pendahuluan | 2
BAGIAN I : PERGURUAN TINGGI INDONESIA
MENUJU TAHUN 2025 | 8
1. Mimpi Tiga Anak Muda | 8
2. Tantangan Bangsa Indonesia | 13
3. Arti Penting Dosen sebagai Agen Perubahan | 15
4. Wawasan Umum Tentang Linearitas Program Studi,
Spesialisasi Ilmu dan General Education | 18
5. Linearitas Program Studi dan Spesialisasi Ilmu | 19
6. General Education, Suatu Ilustrasi Pemahaman
Komprehensif | 21
7. Pendidikan Nilai dan Karakter | 26
8. Pemahaman Antarbudaya (Inter dan Cross Cultural
Communication) | 34
9. Pendekatan Inter, Multi, dan Transdisiplin | 35
10. Pendidikan Nilai dan Karakter di Perguruan Tinggi | 37
11. Biografi Intelektual: Pribadi, Pengetahuan dan Lembaga | 37
12. Menyongsong Perguruan Tinggi Indonesia Tahun 2025 | 38
BAGIAN II : INOVASI PENDIDIKAN KARAKTER DI
PERGURUAN TINGGI | 40
13. Sedikit Cerita di Balik Proses Dialog Tentang Karakter | 41
14. Persemaian Karakter Mahasiswa | 43
15. Proses Pendidikan yang Lebih Baik | 44
16. Mutu Pendidikan | 46
17. Pembangunan Karakter Bangsa | 48
18. Orientasi Pembangunan Karakter Bangsa | 49
DAFTAR ISI
v
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
8. 19. Peran Dosen | 50
20. Proses Jangka Panjang Secara Bertahap | 50
21. Alur Pikir | 51
22. Arti Penting Identitas Perguruan Tinggi dan Lulusannya | 52
23. Keperluan atas Jalan Baru Pendidikan Tinggi | 52
24. Memahami Pengetahuan Global dan Mendalami Kearifan
Lokal | 53
25. Situasi Normal Informal | 53
26. Potensi Bangsa dan Cara Pengelolaan | 54
27. Ekspresi Sederhana Seorang Mahasiswa | 56
28. Potensi Kekayaan Indonesia yang Belum Dikelola Optimal
dan Memerlukan Pendidikan Tinggi yang Tepat | 56
29. Memahami Revolusi Industri | 58
30. Dampak Positif dan Negatif Revolusi Industri yang Mungkin
Terjadi | 59
31. Potensi Keuntungan Ekonomi dari Hasil Revolusi
Industri | 60
32. Lokasi Berpotensi Sebagai Sumber Inovasi | 61
33. Peran Perguruan Tinggi di Suatu Negara | 61
34. Ancaman Sekaligus Peluang | 62
35. Peran Kecerdasan Kolektif | 62
36. Pemahaman Atas Kreativitas dan Inovasi | 63
37. Peran Sangat Besar Pengembangan Inovasi Kecil
Massal | 64
38. Cara Tepat Pelatihan Karakter Kreatif dan Inovatif | 65
39. Memahami Pengertian Kualitas Berkelanjutan | 65
40. Strategi Pendidikan Tinggi Menghadapi Gambaran Masa
Depan | 66
41. Pilihan Konsep Pendidikan di Indonesia | 67
42. SDM Terdidik sebagai Andalan | 68
43. Harapan Jawaban Atas Tantangan | 69
44. Jati Diri Perguruan Tinggi dan Lulusannya | 71
45. Sikap, Ilmu, Keterampilan dan Pengetahuan Lulusan | 73
46. Cara Pengembangan Sejumlah Aspek Penting | 74
47. Karakter yang Diharapkan | 75
48. Sumber Belajar Universal | 75
49. Pengenalan Sumber Belajar Kearifan Lokal | 76
50. Studi Perbandingan Sumber Universal dan Lokal | 78
51. Merumuskan Prinsip Tindakan Operasional | 80
52. Pandangan Umum Strategi dan Pilihan Inovasi
Pembelajaran | 81
53. Pertimbangan Penetapan Standar Biaya Operasional
Pendidikan Tinggi | 82
54. Poin-poin Alokasi Penggunaan Anggaran dan Kemungkinan
Inovasi | 83
55. Sebuah Alternatif Cara Pembelajaran Baru | 84
56. Wawasan Menuju Praktik Baik dari Dasar Pengetahuan
Relevan | 87
57. Pentingnya Mengerti Sejarah | 88
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
vi
9. BAGIAN III : KISAH HIDUP (TULISAN AWAL DARI ENAM
ORANG KONTRIBUTOR) | 90
58. Sebagian Kisah Hidup dan Beberapa Pemikiran Tentang
Karakter | 91
59. Pembelajaran Inovatif Berbasis Produksi | 98
60. Menguatkan Karakter Pendidikan Pascasarjana | 107
61. Memahami Makna Identitas dan Karakter dalam Kehidupan
dan Pendidikan | 119
62. Mempertautkan Ulum Al-Diin, Al-Fikr Al-Islamiy Dan Dirasat
Islamiyyah: Pendidikan Karakter Sosial-Keagamaan melalui
Pendekatan Multidisiplin dan Transdisiplin | 131
63. Refleksi Kisah Hidup Dan Pengalaman Terkait Dialog
Karakter di Perguruan Tinggi | 157
Epilog | 178
Sumber Tulisan | 180
Tim Penulis Dan Pendukung | 181
Kontributor Tulisan Pembuatan Buku Dan Fasilitator Rapat-
Rapat Majelis Pendidikan Tahun 2016 | 182
vii
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
10. Induk gagasan sebagai sumber inspirasi penulisan buku
adalah kutipan sejumlah kalimat kunci dariWapres,Menristekdikti,SekjenKemristekdikti
dan Dirjen Belmawa Kemristekdikti.
Buku disajikan dengan orientasi sebagai bacaan ringan yang menarik untuk
diperbincangkan di kelas-kelas mata kuliah di perguruan tinggi. Perbincangan tersebut
diharapkan dipimpin oleh dosen agar para mahasiswa memahami peran mata kuliahnya
sebagai bagian ilmu pengetahuan, pelatihan keterampilan termasuk keterampilan
berpikir analitis bermutu dengan sikap mental dalam kerangka pengamalan ilmu untuk
kepentingan masyarakat, bangsa, negara dan kemanusiaan. Dosen dan mahasiswa
diharapkan menemukan inspirasi lebih baik dari keterbatasan paparan dalam buku
ini, berprinsip keterbukaan pemikiran atas tantangan dan ide-ide penyelesaian masalah-
masalah masyarakat, bangsa dan kemanusiaan (open ended problem and open ended
solution).
Buku mengambil posisi kesadaran (“awareness”) dan “inspirasi” agar dosen
pengampu mata kuliah makin mendalami mata kuliahnya, melakukan identifikasi
tantangan kemanusiaan, masyarakat dan usaha-usaha memajukan bangsa dan negara.
Sejumlah dialog oleh tokoh hipotetik wakil beberapa komponen masyarakat dari
beberapa lapis generasi disisipkan dalam berbagai uraian yang gayut (relevan) dengan
urusan revolusi industri dan dialog pendidikan karakter di perguruan tinggi.
Nama-nama anggota Majelis Pendidikan yang berpartisipasi dalam diskusi-diskusi
pembuatan buku ini, sejumlah nama lulusan muda perguruan tinggi yang membantu
berpartisipasi dicantumkan pada bagian akhir dari buku. Ada perwakilan mahasiswa dan
murid sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama yang dilibatkan sebagai
uji coba ekspresi pikiran dan perasaan mereka atas sejumlah pengertian tentang
pendidikan karakter yang didiskusikan dalam buku.
“
“
Memandang Revolusi Industri
dan Dialog Pendidikan Karakter di
Perguruan Tinggi Indonesia
INDUK GAGASAN & TOKOH SIMULASI DIALOG
1
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
11. Pada bulan Januari 2016, Majelis Pendidikan masa bakti tahun
2016-2017 (dengan keanggotaan terlampir di bagian akhir buku ini)
mengadakan rapat pertama. Sejumlah penugasan dibicarakan dalam
upaya mencari inspirasi berbagai solusi atas tantangan pendidikan
tinggi di Indonesia. Telaah atas identifikasi tantangan pendidikan tinggi
dan inspirasi awal solusi dipusatkan pada jabaran lebih lanjut atas
pandangan-pandangan yang diutarakan oleh Menristekdikti, Wapres,
Dirjen Belmawa, dan Sekjen Kemristekdikti.
Mendalami telaah atas berbagai pandangan tersebut dan
merefleksi paparan Sekjen tentang visi masa depan serta gagasan
tentang respons pendidikan tinggi menghadirkan suasana diskusi
spesifikdalamrapat-rapat.Paraanggotamajelismelakukanpertukaran
pengetahuan secara informal (informal exchange intellectuals) pada
materi bahasan terkait topik penugasan jangka pendek. Namun, ada
hal selanjutnya yang sangat menarik perhatian yaitu sejumlah bacaan
yang membicarakan pembangunan karakter mahasiswa dalam proses
belajar di perguruan tinggi. Bagaimana karakter positif mahasiswa
ditumbuh kembangkan? Model pendidikan karakter itu bagaimana
dan untuk apa?
Setiap model wajib dikembangkan dengan orientasi tertentu (a
model has to be purpose oriented). Secara implisit, bahasan majelis
pendidikan tentang model pendidikan karakter di perguruan tinggi
berorientasi pada penjabaran lanjut yang dikaitkan dengan sejumlah
urusan pendidikan yang diungkapan oleh sejumlah sosok nasional
berikut.
1. Menristekdikti mengutarakan tentang sinergi penelitian dan
pendidikan terkait pertumbuhan ekonomi dan kesadaran atas
konteks perubahan budaya (culture change).
2. Wapres menyatakan bahwa bangsa Indonesia perlu memandang
jauh ke depan tentang peran robotik, namun menyadari
PENDAHULUAN
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
2
12. tentang banyaknya penduduk yang memerlukan lapangan kerja, sementara
mengoptimalkan pendidikan yang memaksimalkan peran teknologi informasi.
3. Dirjen Belmawa mengutarakan tentang membangun negeri dengan membangun
pendidikan tinggi (pembelajaran di atas sekolah menengah) terkait pembangunan
karakter.
4. Sekjen mengutarakan tentang sejumlah langkah konkret menghadapi masa
depan dengan lima poin perhatian terkait kata-kata kunci: i) jebakan middle
income economy, ii) indeks daya saing, iii) kemampuan inovasi, iv) agen
perubahan dengan muatan karakter, v) publikasi internasional sebagai ekspresi
pengembangan ilmu dan mengantar lulusan perguruan tinggi berilmu, memasuki
pool of leaders.
5. UU Pendidikan Tinggi 12/2012 Bab 1 ayat 1. Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Dengan pilihan orientasi pada hal-hal di atas, majelis pendidikan mempunyai
keinginan untuk bertukar gagasan tentang model jalan baru pendidikan tinggi yang
memberi perhatian makin besar pada pendidikan karakter.
Pada pertengahan tahun 2016 telah diyakini bersama bahwa tiga buah buku
kecil atau sebuah buku yang terdiri dari tiga bagian harus dibuat sebagai salah satu
produk majelis yang dapat menjadi kawan kerja para pendidik dalam mencari dan
menemukan solusi pendidikan tinggi dengan fokus orientasi model pada lima butir
hal yang diutarakan oleh para sosok nasional tersebut.
Buku yang dibuat tidak boleh menggurui namun menjadi teman dialog dan
refleksi mencari solusi-solusi inovatif penyelenggaraan perguruan tinggi yang
memilih sistem keyakinan atas kecerdasan penyelenggara pendidikan menemukan
3
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
sumber foto: http://commdept.fisip.ui.ac.id/wp-content/uploads/2011/09/Maba-S1-2011.jpg
13. tantangan-tantangan kontekstual setempat dan solusi-solusi
optimal kontekstual setempat (open ended problem, open
ended solution).
Akhirnya disepakati untuk membuat sebuah buku
dengan tiga bagian. Bagian pertama berorientasi pada
dialog tentang kesadaran dan inspirasi (AI = Awareness and
Inspiration). Bagian kedua tentang fasilitasi, pemberdayaan
dan lingkungan kondusif sukses implementasi operasional
(FEE, Facilitating, Empowering, Enabling). Bagian ketiga
berisi ungkapan sejumlah kisah hidup (life stories) berkaitan
denganpendidikan.Kisahhidupyangditulistidakspektakuler
namun diharapkan menjadi tambahan inspirasi.
Tambahan tersebut dapat menjadi bumbu renungan
atas isi buku yang bermaksud melancarkan proses refleksi
oleh pembaca yang ingin menemukan berbagai alternatif
baru, inovatif pada tugas-tugas penyelenggaraan pendidikan
lewat pendidikan formal, kombinasi dengan non-formal dan
informal.
Buku ditulis dengan cara dan gaya agar tidak
membosankan pembaca. Buku ditulis dengan gaya paparan
dialog yang seolah-olah menggambarkan dialog yang terjadi
antara dosen dengan berbagai lapis generasi di Indonesia.
Dialog-dialog dalam buku dapat dipilah dan dipilih serta
dikembangkan menjadi dialog-dialog di kelas-kelas yang
diatur oleh dosen di semua program studi pada semua
rumpun ilmu. Dialog tersebut dapat mengambil format
pencarian jalan bersama. Agar potensi karakter positif
mahasiswa dapat dipercepat pertumbuhannya dan benih
karakter negatif yang mungkin ada dapat dihilangkan.
Pengembangan cara-cara pertumbuhan potensi
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
4
14. karakter positif menjadi realita karakter terpuji dicari dengan dialog indah
antara dosen dengan mahasiswa.
Pada rapat tanggal 21 Desember 2016 anggota majelis pendidikan
mengungkap suatu metafora dengan kiasan bahwa generasi muda adalah
satu Tim sepakbola bernama Tim Generasi Muda (TGM) yang melawan
Tim dengan nama Tantangan Zaman (TTZ=Tim Tantangan Zaman) pada
situasi senja yang menuju kondisi gelapnya malam. Permainan TGM
perlu sukses dan tujuannya (“the goal”) adalah ketercapaian masyarakat
adil berkesejahteraan sosial dan berdemokrasi dengan asas hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta berjiwa penjaga
keutuhan negara kesatuan republik Indonesia. Masyarakat tersebut
piawai menjalani kehidupan berkemanusiaan yang adil dan beradab serta
berketuhanan Yang Maha Esa. Lima kalimat ungkapan garis besar orientasi
buku yang ingin menggambarkan metafora TGM yang diharapkan menjadi
super-team yang sukses adalah sebagai berikut.
Pertama, menggerakkan para pemain bintang pada TGM untuk sukses
mencapai “the goal” pada situasi senja memerlukan penerangan.
Penerangan untuk bermain dengan pandangan yang jelas memerlukan
lampu-lampu dan bagian I buku ini diusahakan menjadi lampu penerangan
tersebut dengan kata kunci AI (Awareness dan Inspiration). Ketika lampu
dipasang, persiapan permainan penting itu baru selesai 10%. Bagian I
buku ini apabila selesai dibaca dengan penghayatan barulah 10% siap
untuk terselenggaranya permainan TGM melawan TTZ.
Untuk terselenggaranya permainan dibutuhkan lapangan yang
ukurannya dan batasannya jelas untuk bermain dalam koridor yang
ditentukan. Tatanan bermain dan kondisi lapangan serta berbagai fasilitas
permainan untuk pertandingan TGM dengan TTZ diuraikan dalam bagian
II buku ini dengan kata kunci FEE (Facilitating, Empowering, Enabling).
Persiapan lapangan beserta fasilitas mengambil porsi 20% persiapan
pertandingan. Bagian III buku ini mengungkapkan cerita personal, terkait
5
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
15. tambahan AI (awareness and inspiration) konteks spesifik,
yang melahirkan sejumlah pemain yang dahulu pernah
muda, pernah menjadi anggota TGM masa lalu. Cerita yang
diungkap secara pesonal dapat dianggap sebagai lilin-lilin
kecil di waktu senja, yang pernah hadir di berbagai ruang
kelas dan ruang-ruang selain kelas pada jejaring (network)
penugasan dengan status dalam perjalanan karir masing-
masing, dalam masa baktinya menuntut dan mengamalkan
ilmu.
Penulis personal telah memiliki kontribusi spesifik
menerangi suasana keremangan senja yang kekurangan
cahaya dengan lilin-lilin tersebut dan dapat menjadi tambahan
wawasan bagi pembaca yang telah menyelesaikan bagian I
dan bagian II buku ini. Namun “the goal” saat ini belum dapat
dicapai dan dititipkan harapan kepada TGM (Tim Generasi
Muda) melalui buku, untuk membangun permainan yang
makin dekat dengan kesuksesan mencapai “the goal”.
Tujuh puluh persen (70%) terselenggaranya permainan
sukses adalah pada implementasi oleh para pemain bintang
di program studi.
Kedua, majelis pendidikan meyakini kemampuan
penyelenggara pendidikan di garis depan, di program studi
untuk menemukan jalan baru, taktik baru permainan di waktu
senja yang lebih sukses dibanding generasi pendahulunya.
Ketiga, sangat diharapkan jalan baru itu menunjukkan
adanya peningkatan kualitas pada perencanaan pendidikan
yang bagus dan implementasi yang sukses di semua program
studi, semua rumpun ilmu (education, smart planning and
excellent implementation).
Keempat, buku ini ingin menampilkan ungkapan yang
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
6
16. sederhana, mengekspresikan keprihatinan namun tidak
putus asa merasakan senja hari zaman, mengungkapkan
cinta dan keyakinan kepada generasi penerus, menunggu
TGM dapat bermain sukses dan indah untuk menciptakan
goal demi goal yang akhirnya terakumulasi memenuhi skor
tercapainya “the goal”.
Mungkin ribuan jenis goal indah perlu diciptakan oleh
TGM untuk mengalahkan TTZ sehingga the goal dapat
tercapai.
Kelima, perjalanan ungkapan-ungkapan dalam bagian
I, II dan III dalam buku ini dapat ditutup dengan epilog
(epilogue) yang dapat disetujui pembaca bahwa TGM
pantas diyakini dapat melanjutkan akumulasi goal indah
oleh pendahulunya, menciptakan lebih banyak goal indah,
lebih banyak dibanding yang diciptakan oleh generasi
pendahulunya dalam masa bakti bermain dalam TGM (Tim
Generasi Muda) untuk mengalahkan TTZ (Tim Tantangan
Zaman).
Catatan ringkas tentang jejak-jejak dialog pikiran dan
ucapan yang diproses oleh majelis pendidikan dalam tahun
2016 dituliskan dalam buku ini, silakan diikuti. Diikuti dengan
perenungan, dipilah dan dipilih untuk menetapkan bagian-
bagian paling cocok sebagai tambahan inspirasi sukses di
kelas pada mata kuliah masing-masing dan mungkin juga
cocok untuk memantapkan arah pilihan jalan sukses di
urusan masing-masing. Selamat membaca.
7
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
17. 1. Mimpi Tiga Anak Muda
Aromakayuyangadadirumahinimasihsangat
khas. Begitu nyaman dan sangat membuatku
rindu masa-masa dulu. Kata Alm. Prof. Mirza,
konon rumah ini berusia 60 tahun lebih. Beliau
menambahkan, selama 60 tahun tersebut, rumah
ini tak pernah berubah, terasa selalu sama dan
nyaman. Dari bangunan yang sekilas terlihat dari
luar, rumah ini termasuk rumah klasik. Bergaya
joglo dan berbeda dari rumah-rumah lain di sekitar
lingkungan ini. Ada beberapa ruangan di dalam
rumah ini. Pintu masuk utama rumah ini terbuat
dari kayu jati yang sangat kuat. Ketika masuk,
pemandangan pertama yang akan dilihat adalah
lukisan abstrak yang menyerupai coretan-coretan
kuas yang terkesan seenaknya yang apabila
dilihat dari jauh menyerupai wajah seorang pria
dari samping. Di belakang pintu masuk utama,
terdapat kaca yang bingkainya terbuat dari limbah
kayu jati yang bentuknya matahari.
Rumah ini adalah rumah Alm. Prof. Mirza
dosen yang sudah kami anggap seperti orang tua
kami sendiri. Masih melekat di ingatan, ketika dulu
Perguruan Tinggi
Indonesia menuju
Tahun 2025
BAGIAN 1
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
8
sumber foto: http://static.republika.co.id/uploads/images/inline/
Kampus_Universitas_Padjajaran__Kampus_Unpad_edi.jpg
18. masih mahasiswa setiap sore saya dan dua orang teman selalu berlomba menggunakan
sepeda kami untuk sampai ke tempat ini. Setiap sore sampai malam, kami sering
menghabiskan waktu untuk diskusi sampai larut malam. Kami bertiga adalah mahasiswa
Prof. Mirza, suatu hari beliau menawari kami untuk tinggal di salah satu rumahnya yang
kosong dan dekat kampus. Di samping untuk menghemat uang kos, kami diminta Prof.
Mirza membantu Pak Rahmat, tukang kebun rumah ini untuk sesekali membersihkan
rumahnya.
Perkenalkan namaku Salim, sedangkan 2 orang temanku bernama Abdul dan Jalal.
Saya,Abdul dan Jalal adalah mahasiswa kurang mampu, kebetulan kami bertemu dengan
Prof. Mirza yang membantu kami. Lima belas tahun lalu, kami sering sekali berdiskusi
dan sesekali berdebat bersama Alm. Prof. Mirza. Kami berjuang menyelesaikan gelar
S1 dan lima belas tahun setelahnya, sekarang ini, kami mendapatkan gelar Doktor dan
sedang berjuang mendapat jabatan Profesor seperti dosen kami, Prof. Mirza.
Kami bertiga masih sering berhubungan walaupun sudah terpisah jarak beratus-
ratus kilometer. Abdul saat ini tinggal di kota Makasar, mengajar di salah satu Perguruan
Tinggi Negeri; Jalal juga merupakan salah satu dosen di perguruan tinggi di Palembang;
dan saya sendiri saat ini menetap di Jakarta. Karena sering kali dosen pada umumnya
ditugaskan ke Jakarta, maka tempat berkumpul kami adalah rumah saya, karena hanya
saya di antara kami bertiga yang tinggal di Jakarta. Kali ini kami juga merencanakan
untuk berkumpul, namun bedanya reuni kami saat ini bukan lagi di rumah saya, namun
di rumah kami. Ya, rumah kami yang diwariskan oleh Prof. Mirza.
SayadanAbdulsampaidirumahAlm.Prof.Mirzapadawaktuyanghampirbersamaan
di tengah hari. Namun Jalal agaknya akan tiba pada malam hari, karena lima hari yang
lalu dia baru saja pulang dari kunjungan ke Okinawa, Jepang. Mungkin masih banyak
pekerjaan yang harus dia urus di universitasnya. Jadi dia baru bisa berangkat pada sore
hari.
Pada saat kami berdua sampai di depan rumah Alm. Prof. Mirza, Pak Rahmat,
penjaga rumah sekaligus tukang kebun di rumah kami rupanya agak terkejut bercampur
bahagia melihat kedatangan kami yang tiba-tiba. Memang kami bertiga tidak ada yang
memberitahu beliau bahwa kami hari ini akan datang.
“Nak Salim, Nak Abdul, kenapa tidak telepon terlebih dahulu, memberi kabar kalau mau
datang berkunjung kemari?” kata Pak Rahmat sembari memeluk erat tubuh kami berdua
bergantian.
9
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
19. “Kami memang sengaja, Pak, ingin memberi kejutan kepada Pak Rahmat dan Ibu.
Dimana Ibu Pak?” tanya Abdul sembari memberikan sekantung besar oleh-oleh untuk
Pak Rahmat dan Ibu.
“Ada di belakang, mari-mari masuk. Saya sudah sangat rindu dengan Nak Salim dan
Nak Abdul. Apa kali ini hanya berdua saja? Dimana Nak Jalal?”
“Nanti Jalal akan menyusul, Pak. Mungkin dia akan tiba petang.”
Pak Rahmat adalah pribadi yang hangat, usianya telah menginjak 65 tahun,
namun beliau masih kuat dan bersemangat dalam bekerja, terlebih yang berhubungan
dengan pekerjaan fisik. Walaupun beliau adalah seorang pekerja di sini, namun kami
telah menganggap beliau seperti keluarga dan merupakan bagian dari perjuangan kami
bertiga ketika kuliah.
Kami adalah tiga mahasiswa tidak mampu yang berjuang keras ingin mencapai cita-
cita bersama. Persahabatan kami yang kami jalin selama 18 tahun. Kami bersahabat
tidak hanya ketika kami kuliah S1, namun setelah kami lulus kuliah, kemudian mencari
beasiswa untuk kuliah S2, menikah, memiliki anak, hingga saat ini kami sudah ada yang
memiliki cucu, kami masih bersahabat. Persahabatan kami begitu erat dan kami lebih
suka menyebutnya keluarga.
Menjelang malam akhirnya Jalal pun tiba.
“Akhirnya datang juga Tuan Muda kita”, ledek Abdul kepada Jalal.
Kami menyebutnya tuan muda karena Jalal adalah yang paling muda di antara
kami bertiga. Selain paling muda, dia juga sebenarnya yang paling cerdas di antara kita,
namun dia pula yang keadaan ekonominya paling lemah di antara kami. Dia merupakan
anak sulung dari tiga bersaudara. Ayah dan ibunya meninggal dunia ketika Jalal duduk
di bangku SMA dan adik-adiknya masih kecil, bahkan ketika itu adiknya yang paling kecil
masih balita.
Kami masih sangat ingat perjuangan Jalal ketika itu. Ia adalah mahasiswa yang
datangnya paling pagi. Bukan hanya paling pagi di antara kami, tetapi paling pagi dari
seluruh mahasiswa. Dia datang sangat pagi demi meminta air tajin kepada ibu kantin
kampus untuk adiknya yang masih balita. Karena tidak mampu membeli susu, terpaksa
susu untuk adiknya diganti dengan air tajin pemberian dari ibu kantin. Selain itu, Jalal dan
kedua adiknya tidak selalu makan nasi setiap hari. Mereka lebih sering makan tiwul atau
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
10
20. singkong, karena harganya tidak semahal harga beras. Terkadang Jalal juga mengalah
untuk adik-adiknya agar adiknya bisa makan nasi. Sering kali kami berbagi nasi bungkus
bertiga ketika kami kuliah.
Namun demikian, semangat kami untuk menuntut ilmu sangatlah besar. Kami tidak
ingin menyia-nyiakan kesempatan emas kami untuk kuliah. Kami sadar betul, kami
merupakan manusia yang beruntung, karena kami dapat bersekolah sampai ke tingkat
perguruan tinggi, sedangkan di luar sana masih sangat banyak orang yang tidak dapat
bersekolah, apalagi kuliah karena berbagai alasan.
Mungkin karena itulah,Alm. Prof. Mirza begitu iba dan sangat menyayangi kami. Kami
diberi kepercayaan tinggal di rumahnya, agar dapat menghemat pengeluaran dan dapat
membeli keperluan lain. Sejak saat itu kami berjanji akan menyelesaikan pendidikan
kami, menuntut ilmu setinggi-tingginya hingga kami dapat menjadi Profesor, seperti Alm.
Prof. Mirza yang sudah begitu baik hati kepada kami. Inilah kenangan berharga kami
yang tidak akan kami lupakan. Jalal memberi kami buku dan oleh- oleh makanan ringan
berupa coklat berperisa (flavored) teh hijau khas Jepang kepada kami semua.
“Ini, tadi di rumah ada coklat dan buku untuk kalian. Coklat bisa diberikan untuk cucu
kalian, kalian kan sudah tua, tidak baik makan yang manis-manis, harus menjaga gula
darah. Hahaa...”, ledek Jalal dengan ketawanya yang khas.
Tujuan kami berkumpul di rumah ini karena kami teringat akan kebaikan Alm. Prof.
Mirza dan teramat rindu dengan beliau. Beliau adalah dosen yang begitu rendah hati.
Beliau selalu mengajar muridnya dengan cara tidak menggurui muridnya. Dengan
kerendahatiannya, beliau tak pernah merasa hebat dari pada yang lain. Beliau
mengamanatkan rumah ini kepada kami bertiga dan berpesan agar rumah ini dapat
terus digunakan dan dimanfaatkan untuk membantu orang lain.
“Pak Rahmat sehat?” tanyaku
“Alhamdulillah Nak. Walaupun bapak sudah 65 tahun, Bapak masih kuat bersih-bersih
rumah, memotong rumput pekarangan dan memotong kayu”.
“Alhamdulillah Pak, sudah lama ya Pak kita tidak bertemu.”
Setelah saling menanyakan kabar dan mengobrol santai dengan Pak Rahmat,
kami menuju ruang perpustakaan, ruangan favorit kami. Letaknya di ruang tengah.
Perpustakaan ini begitu besar dan sangat nyaman. Ada bermacam-macam buku dari
11
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
21. berbagai rumpun ilmu di perpustakaan ini. Saya, Jalal dan Abdul sangat beruntung sekali
bisa berkunjung dengan bebas ke perpustakaan pribadi yang dimiliki beliau ketika kami
masih kuliah. Kami yang miskin, dan tidak bisa membeli buku penting, bisa membaca
dan meminjam buku milik beliau dengan bebas. Beliau pernah berkata pada kami bahwa
setelah keluarganya, harta yang paling dicintai di dunia ini adalah buku-bukunya. Beliau
begitu menjaga buku-buku di perpustakaannya.
“Buku-buku selalu mempunyai aroma yang khas”, kataku pada kedua temanku.
“Andai Prof. Mirza masih hidup”, gumam Jalal.
“Pasti kita akan menghabiskan semalam suntuk hanya untuk berdiskusi atau berdebat”,
kata Abdul terkenang masa lalu.
“Nak Salim, Nak Jalal, Nak Abdul, makan malam sudah siap”, Pak Rahmat menghampiri
kami dan mengajak kami untuk makan.
“Wah, pasti masakan Bu Inah masih enak seperti dulu”
“Ayo semuanya, tapi Bu Inah tidak bisa ikut makan dengan kita, dia ada pertemuan ibu-
ibu di rumah Bu RT”
Bu Inah memasak masakan kesukaan kami bertiga ketika kami kuliah, yaitu bakmi
goreng. Malam itu begitu lengkap nostalgia kami.
***
“Oh iya, tadi setelah cuci piring Pak Rahmat memberi amplop coklat ini”
“Amplop apa itu Lim? terlihat tebal sekali isinya”, tanya Abdul penasaran.
“Entah. Saya belum tahu isinya. Kata Pak Rahmat, ini untuk kita bertiga”
Sebelum meninggal setahun yang lalu, Prof menitipkan amplop ini kepada Juna,
putranya. Kata Pak Rahmat tadinya mau diberikan langsung oleh Juna, tapi Juna saat
ini sedang menempuh kuliah S2 di luar negeri, jadi amplop ini dititipkan kepada Pak
Rahmat.
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
12
22. Abdul yang menerima amplop membukanya pelan-pelan, dari bungkusnya, isinya
lumayan berat. Di atas sendiri, ada selembar kertas bertuliskan:
Untuk anak-anak
Sebelum Bapak meninggal, Bapak tahu Bapak takkan bisa menyelesaikan buku ini.
Bapak harap, kalian bisa menyelesaikan buku ini untuk Bapak. Semoga kalian sehat-
sehat selalu dan terus mencapai cita-cita kalian.
Mirza
2. Tantangan Bangsa Indonesia
Abdul membuka halaman kedua, sebuah naskah yang lumayan tebal, berisikan
sebuah rancangan pendidikan tinggi dengan kata pembuka:
“Perguruan Tinggi Indonesia menuju Tahun 2025”
Kurang dari sepuluh tahun dari sekarang, tahun 2025 akan segera datang dan akan
dialami oleh generasi penerus. Banyak pengamat ekonomi dunia meramalkan akan
kemajuan ekonomi Indonesia pada tahun tersebut. Indonesia memang masuk anggota
G 20 dengan perkembangan ekonomi yang menjanjikan. Bahkan untuk tahun 2016,
pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk tinggi dibanding dengan negara-negara lain.
Bonus demografi juga disebut-sebut sebagai salah satu pemicunya, jika generasi muda
Indonesia dengan cerdas dapat memanfaatkannya seoptimal mungkin. Kita umumnya
optimis dengan impian akan datangnya kemajuan ekonomi yang akan diraih bangsa
Indonesia. Namun, sebelum datangnya era yang mengandung optimisme tersebut, perlu
juga dicermati laporan hasil rapat kerja nasional pendidikan di awal tahun 2016.
Rapat kerja nasional pendidikan yang diselenggarakan oleh Kementrian Riset dan
Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) pada awal tahun 2016 memberi catatan penting dan
menegaskan adanya beberapa persoalan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia.
Persoalan tersebut antara lain sebagai berikut. Pertama, permasalahan yang sedang
dihadapi bangsa radikalisme, intoleransi, separatisme, tindakan kekerasan, narkoba,
kerusakan lingkungan, pengangguran, dan para sarjana perguruan tinggi yang kurang
siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kedua, kritik terhadap kualitas
lulusan perguruan tinggi. Lemahnya kemampuan berbahasa asing (english proficiency),
IT skill, kepemimpinan (leadership), cara berpikir yang kompleks (higher order of thinking),
rendahnya kemampuan komunikasi lisan dan tertulis, kurang berpikir kritis, rendahnya
13
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
23. rasa percaya diri dan lunturnya nilai-nilai kebaikan yang berakibat pada merebaknya
korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi penyakit kronis bangsa.
Inilah sebagian persoalan bangsa dan persoalan yang dihadapi oleh perguruan
tinggi di tanah air, baik negeri maupun swasta. Para pemikir, manajer dan pengelola
pendidikan baik di lingkungan Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi dan kementrian
lain yang menaungi penyelenggaraan pendidikan tinggi di lingkungan masing-masing
serta para penanggung jawab dan pemangku kepentingan di lingkungan perguruan
tinggi itu sendiri harus berpikir keras mencari jawaban terhadap permasalahan yang
dihadapi bangsa secara keseluruhan. Apa peran dan sumbangan pendidikan umumnya
dan pendidikan tinggi khususnya untuk mencari jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi
bangsa tersebut?
Mengacu pada hasil rapat kerja nasional pendidikan tinggi tersebut, Dewan
Pertimbangan Pendidikan (DPT) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
menggaris bawahi adanya 4 hal yang sangat penting untuk segera dibenahi dari waktu
ke waktu oleh penyelenggara pendidikan tinggi di tanah air. Pertama, kepemimpinan
(leadership). Mengapa pemimpin yang umumnya adalah alumni perguruan tinggi
masih suka saling berkelahi dan tidak memberi contoh kepada rakyat banyak yang
dipimpinnya? Kedua, pendidikan nilai (value) dan karakter (character). Mengapa semua
ingin menempuh jalan pintas? Mengapa materi (uang dan kekuasaan) menjadi nilai
utama dari pada nilai-nilai fundamental kemanusiaan? Ketiga, tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance). Mengapa pemerintah dalam setiap jenjangnya maunya
melaksanakan program yang masa berlakunya pendek, hanya dibatasi masa periode
kepemimpinan, selama 4 atau 5 tahun? Mengapa pemerintah tidak membangun
sebuah sistem yang berkesinambungan dari masa kepemimpinan yang satu ke masa
kepemimpinan yang lain? Mengapa ada kecenderungan yang kuat bahwa ganti menteri
ganti kebijakan? Ganti rektor juga ganti kebijakan sehingga tidak ada kebijakan yang
berjangka panjang dan sistem yang diperjuangkan oleh institusi? Keempat, kehidupan
berbangsa dan bernegara yang berlandaskan konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945,
Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Bhinneka Tunggal Ika belum
dipahami dengan baik oleh warga negara (nationalism). Mengapa idealisme dan
nasionalisme tidak kuat dan mudah menguap begitu saja begitu ada perkembangan
internal maupun eksternal? Dan belakangan, setiap menjelang pemilihan kepala
daerah cenderung hubungan antar berbagai kelompok di dalam masyarakat cenderung
mengeras, tidak harmonis, lebih-lebih yang sekarang difasilitasi oleh jaringan sosial
media.
Perguruan tinggi sebagai tempat persemaian calon pemimpin bangsa dan negara,
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
14
24. pemimpin masyarakat (community leaders) dan pemimpin terdepan dalam bidang
pengembangan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi yang kreatif dan inovatif
mempunyai peran strategis di sini. Perguruan Tinggi sebagai tempat terakhir mahasiswa
memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan secara formal (the last opportunity)
serta sebagai tempat pool of leaders masa depan harus berpikir serius untuk menjawab
permasalahan bangsa yang sedang dihadapi bersama sekarang ini. Perguruan tinggi
perlu menempatkan dirinya sebagai pemecah permasalahan (a problem solver), bukan
sebagai bagian dari permasalahan itu sendiri (a part of the problem). Ujungnya, hasil
akhir (outcomes) dari pendidikan tinggi adalah memang sengaja dimaksudkan untuk
memperbaiki sistem sosial yang kurang baik dan kurang memuaskan sekarang ini dan
berusaha keras untuk memperbaiki dan menyempurnakannya dari waktu ke waktu
(continuous improvement) tanpa kenal lelah.
Tantangan kehidupan manusia di muka bumi semakin hari semakin kompleks.
Kepadatan penduduk, kerusakan lingkungan, perubahan iklim, persoalan tempat tinggal
dan pangan, imigrasi penduduk, semakin dekatnya hubungan antar umat beragama
di seantero dunia (a greater interfaith interaction), revolusi industri ke-4, perdagangan
bebas baik WTO maupun MEA, menantang para pemikir, konseptor, dan pengelola
perguruan tinggi pada setiap jenjang untuk berpikir baru, berpikir out of the box, bukan
berpikir sebagaimana biasanya karena tantangan yang dihadapi telah jauh berbeda,
lebih kompleks, dan sudah jauh berubah dibanding ketika para pengelola perguruan
tinggi ini masih duduk dibangku kuliah dahulu. Tidak hanya revolusi dalam sains dan
teknologi yang diperlukan, revolusi industri tahap 1, 2, 3 dan 4, tetapi yang tidak kalah
penting adalah juga revolusi dalam pemikiran.
Revolusi bidang pemikiran menyangkut dunia kemanusiaan. Revolusi dan perbaikan
mendasar yang menyangkut pola pikir, mentalitas dan nilai-nilai. Pola pikir, mentalitas
dan nilai-nilai adalah pertaruhan setiap generasi bangsa untuk mencapai keadaban
dan peradaban yang unggul. A higher order of thinking, berpikir tingkat tinggi, berpikir
yang kompleks, berpikir lintas disiplin sangat diperlukan oleh dosen dan mahasiswa di
perguruan tinggi era sekarang ini, lebih-lebih sepuluh tahun ke depan (2025) sebagai
tonggak untuk menuju tahun 2045 ketika bangsa Indonesia memperingati 100 tahun
kemerdekaannya.
3. Arti Penting Dosen sebagai Agen Perubahan
Jantung dan roh perguruan tinggi ada pada dosen. Ilmu, kualitas, semangat, spirit,
etos, dan dedikasi dosen dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada
mahasiswa serta menata pola pikir dan diseminasi tata nilai ilmu pengetahuan dan tata
nilai kehidupan yang utuh sangatlah vital.
15
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
25. Tugas itu hanya dapat dilakukan oleh dosen. Bukan oleh birokrasi kependidikan.
Keteladanan dan keseriusan dosen dalam menjalankan tugasnya sangat penting dalam
membentuk pola pikir dan pola perilaku mahasiswa. Pola pikir dan pola tingkah laku
dosen yang tecermin dalam menjalankan Tridarma perguruan tinggi, yaitu pendidikan,
penelitian dan pengabdian pada masyarakat secara utuh tidaklah dapat ditawar-tawar.
Undang-Undang Pendidikan No. 14/2005, tentang Guru dan Dosen, pasal 1, ayat
2 menyebutkan bahwa “Dosen adalah Pendidik Profesional dan ilmuwan dengan tugas
utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat”. Dosen
adalah ujung tombak terdepan di perguruan tinggi. Dosen adalah agen perubahan. Begitu
dosen tidak perform, tidak dapat menjalankan tugas Tridarma perguruan tinggi dengan
optimal, tidak meyakinkan, tidak inspiring bagi mahasiswa baik di depan kelas atau
bangku kuliah maupun di luarnya, maka perguruan tinggi tidak dapat menjalankan tugas
dengan baik dan ideal dan tugas perguruan tinggi sebagai pencetak agen perubahan
di masyarakat luas gagal direalisasikan. Karenanya para dosen perlu terus menerus
mengingat kembali dan memperbarui tugas-tugas yang diembannya. Menurut UNESCO,
setidaknya ada 4 beban pokok yang dipikul oleh dosen perguruan tinggi.
Pertama, belajar untuk membangun jati diri (to be). Sebagai agen perubahan, dalam
diri dosen dituntut untuk terlebih dahulu mempunyai akhlak yang mulia, berbudi tinggi
(akhlaq karimah), kematangan, keutuhan dan kedewasaan berpikir. Mentalitas melimpah,
mentalitas untuk selalu ingin memberi yang terbaik kepada mahasiswa (abundant
mentality) adalah sesuatu yang diidamkan oleh mahasiswa dan lingkungan kampus
pada umumnya. Kedisiplinan masuk kuliah, metode dan pendekatan dalam mengajar
yang memuaskan, keteladanan dalam dunia akademik maupun perilaku sosial adalah
seperangkat tata nilai yang diserap oleh mahasiswa. Keteladanan dalam arti yang luas
adalah bagian dari upaya membangun jati diri.
Kedua, belajar untuk tahu (to know). Semangat ingin tahu yang prima (curiosity)
adalah roh, spirit dan salah satu nilai utama ilmu pengetahuan yang tidak dapat diganti
oleh nilai yang lain. Kreativitas dan inovasi dalam bidang apapun pasti didahului oleh
rasa ingin tahu yang kuat dan kemudian diikuti penelitian yang cermat, percobaan di
laboratorium, kemudian menuliskan dan melaporkannya dalam jurnal nasional maupun
internasional. Ditengarai oleh banyak pengamat bahwa para dosen kita kurang mampu
menyumbangkan tulisan hasil pemikiran maupun penelitian di jurnal internasional.
Artinya, gairah dan semangat untuk mencari tahunya masih belum maksimal dan perlu
diperbaiki dan didorong terus menerus.
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
16
26. Ketiga, belajar untuk mendorong agar peserta didik dapat mengaplikasikan
pengetahuan dalam kehidupan nyata (to do). Banyak hal yang dapat dikerjakan ilmuwan
dan praktisi di lapangan untuk meringankan beban kehidupan manusia di muka bumi
dan menyejahterakannya. Perkembangan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam
bidang kesehatan, kedokteran, bioteknologi, teknologi papan dan pangan, kelautan
dan perikanan, ilmu-ilmu sosial, sosiologi, ekonomi, politik dan kemanusiaan, budaya,
seni, agama, sastra, pengetahuan lintas budaya, ilmu-ilmu vokasional dan seterusnya
adalah untuk membantu memperbaiki kualitas kehidupan dan untuk menyejahterakan
kehidupan manusia.
Keempat, belajar untuk membentuk sikap hidup dalam kebersamaan (to live
together). UNESCO merasa perlu menambah aspek penting dalam pendidikan, termasuk
pendidikan tinggi di era global sekarang ini, dengan menekankan pentingnya pendidikan
sosial-kemanusiaan yang lebih tegas dan eksplisit lagi. Ilmu pengetahuan dan teknologi
setinggi dan semaju apapun akan tidak ada gunanya jika manusia yang berbeda bangsa,
suku, ras, etnis, kelas, ekonomi, sistem pemerintahan, golongan, aliran dan pemahaman
agama yang berbeda tidak dapat hidup rukun, berdampingan, harmonis, dan masih ada
konflik. Elemen keempat yang dicanangkan dan ditegaskan oleh UNESCO benar karena
pasca perang dunia kedua, banyak negara masih dirundung konflik berkepanjangan,
perpecahan dan ujungnya kesengsaraan rakyat. Hidup berbangsa dan bernegara
dengan dukungan teknologi tinggi belum tentu membahagiakan, jika kemampuan rakyat
untuk hidup dalam kebersamaan (to live together) tidak dapat berlangsung dengan baik.
Pendidikan di perguruan tinggi tidak hanya menyangkut to be, to know, to do
seperti yang biasa berjalan selama ini, namun harus ditambah dan ditegaskan perlunya
ditambah dengan to live together. Perpaduan yang kuat antara keempat elemen dasar
pendidikan tersebut adalah satu kesatuan utuh yang harus dipegang teguh oleh para
dosen di perguruan tinggi dan tata kelola universitas, sekolah tinggi, akademi, institut
yang mendukungnya. To know dan to do yang umumnya kuat dalam rumpun ilmu-ilmu
kealaman dianggap UNESCO tidak lagi cukup untuk menopang kehidupan yang kokoh
dan harmonis, jika tidak dibarengi dengan to be dan to live together yang umumnya ada di
bawah rumpun ilmu-ilmu sosial, keagamaan dan humaniora. Bagaimana mendekatkan,
menyatupadukan atau mengintegrasikan antara kedua rumpun besar ilmu pengetahuan
tersebut sampai sekarang masih terus menerus dicari formulanya yang smart dan jitu.
General education adalah salah satu dari sekian banyak upaya untuk mendekatkan
dan menutup jurang yang dalam antara keduanya.
17
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
27. 4. Wawasan Umum Tentang Linearitas Program Studi, Spesialisasi Ilmu dan General
Education
Belajar di tingkat perguruan tinggi pada suatu program studi dalam konteks
kehidupan yang makin kompleks seperti sekarang ini tentu memerlukan wawasan yang
luas, tidak hanya mementingkan hal-hal teknis saja. Salah satu proses belajar tersebut
misal dalam bidang teknik. Belajar bidang teknik di berbagai perguruan tinggi maju di
dunia telah dilengkapi dengan aspek fondasi profesi dan wawasan profesional selain
hal teknis. Kecenderungan tantangan penyelesaian urusan yang kompleks memerlukan
pemahaman antardisiplin ilmu.
Solusi individual untuk urusan-urusan yang melibatkan dukungan ilmu dari berbagai
bidang memerlukan kerjasama keahlian dari berbagai bidang ilmu. Sebagai contoh, dalam
profesi teknik diperlukan landasan kesuksesan yang disebut dasar atau foundational
dengan sumber ilmunya pada ilmu humaniora dan sosial serta spiritualitas.
Di sejumlah perguruan tinggi maju di dunia telah diselenggarakan pendidikan dengan
topik general education. Orientasi general education adalah pendidikan kepribadian
secara utuh. Berbagai contoh pendidikan tersebut dapat diperoleh dari berbagai media,
seperti seminar, buku dan banyak sumber belajar lainnya. Buku ini tidak akan mengulang
pengetahuan umum tentang general education yang mudah diperoleh dari berbagai
sumber belajar.
Buku ini mencoba menemukan konteks spesifik pembelajaran di perguruan tinggi di
Indonesia agar pendidikan kepribadian utuh bagi mahasiswa yang diharapkan menjadi
pemimpin dapat terselenggara melalui semua mata kuliah yang diampu oleh dosen.
Sebelum merenungkan berbagai hal yang terkait dengan general education, berikut ini
disampaikan sebuah kutipan sederhana:
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
18
28. 5. Linearitas Program Studi dan Spesialisasi Ilmu
Peraturan Presiden nomer 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI) menyiratkan bahwa capaian pembelajaran harus dapat dicapai oleh
lulusan pada setiap level KKNI yang menunjukkan bahwa lulusan tersebut mendapatkan
kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi pengetahuan, sikap, keterampilan,
kompetensi, pelatihan kerja, serta pengalaman kerja. Capaian Pembelajaran (Learning
Outcomes = LO) dapat dicapai bila instruktur (dosen) setiap mata kuliah mempunyai
keahlian sesuai dengan bidangnya. Sekumpulan dosen yang bersama-sama mengajar
pada suatu kluster keilmuan tertentu atau lebih khusus lagi pada disiplin ilmu tertentu,
diharapkan akan menghasilkan lulusan yang cakap pada ilmu itu sesuai dengan level
KKNInya. Dosen yang mempunyai linearitas dalam pengembangan ilmu yang ditekuninya
sejak jenjang sarjana, dan pascasarjana (S1, S2, dan S3) akan mempunyai kekuatan
dalam metodologi keilmuan tersebut dibandingkan dengan dosen yang pengembangan
ilmu yang ditekuninya tidak linear. Surat Edaran Dirjen DIKTI No. 696/E.E3/MI/2014
menjelaskan bahwa relevansi bidang ilmu dalam sebuah program pendidikan akan
menunjang ketercapaian visi dan misi program studi. Linearitas bidang ilmu dikaitkan
dengan tiga hal, yaitu: (1) pembukaan program studi, (2) penerimaan dosen baru,
dan (3) kenaikan jenjang jabatan dosen. Terkait dengan pembukaan program studi
dan penerimaan dosen baru, linearitas bidang ilmu dosen memberikan makna bahwa
19
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
“An approach to college learning that
empowers individuals and prepares them
to deal with complexity, diversity and
change. It emphasizes broad knowledge
of the wider world (e.g science, culture and
society) as well as indepth achievement in
a specific field of interest. It helps students
develop a sense of social responsibility
as well as strong intellectual and practical
skills that span all areas of study, such as
communication, analytical and problem-
solving skills and includes a demonstrated
ability to apply knowledge and skills in real-
world setting” ( Assoc. Of America College
and Universities).
29. disiplin ilmu yang dimiliki dosen yang berkarya pada sebuah program studi yang pohon
keilmuannya berbeda namun dalam satu rumpun yang sama, tetap dapat naik jenjang
jabatan, sepanjang dapat menunjukkan keterkaitan dalam pengembangan keilmuan
program studi tersebut yang ditunjukkan oleh publikasi karya ilmiah dalam jurnal
terakreditasi atau terindeks.
Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan
adanya enam (6) rumpun keilmuan, yakni rumpun ilmu agama, ilmu humaniora, ilmu
sosial, ilmu alam, ilmu formal, dan ilmu terapan. Terkait dengan kenaikan jabatan ke
Guru Besar dimungkinkan apabila bidang pendidikan S1 dan S2 berbeda dengan
pendidikan S3 yang ditekuninya, sepanjang dapat menunjukkan publikasi internasional
yang serumpun dengan pendidikan akhir yang ditempuhnya dengan merujuk pada
ketentuan yang berlaku. Pada poin terakhir tersebut tersirat makna bahwa meskipun
bidang pendidikan S1 dan S2 yang ditempuh berbeda dengan bidang pendidikan S3,
masih boleh mengajukan kenaikan jabatan Guru Besar asalkan bisa menunjukkan
publikasi internasional yang serumpun dengan bidang pendidikan S3-nya.
Ilmu-ilmu di dunia ini sudah amat berkembang. Bila diibaratkan sebagai pohon, maka
pohon ilmu ini sudah mempunyai banyak cabang dan ranting, dan setiap kali tumbuh
tunas keilmuan yang baru dari pohon yang sama. Dengan berkembangnya kepandaian
manusia maka batang pohon yang lain dapat dicangkokkan pada batang pohon yang
lain dan menghasilkan satu cabang yang akhirnya menjadi batang pohon lain yang agak
berbeda dengan induknya. Demikianlah perkembangan pohon ilmu pengetahuan. Yang
terjadi pada masa sekarang banyak sekali perkawinan ilmu yang tidak serumpun. Ilmu
tentang perubahan iklim merupakan perpaduan dari beberapa jenis bidang ilmu yang tidak
serumpun. Demikian pula bidang ilmu baru Neuropsikologi yang merupakan perpaduan
antara ilmu Neurologi dari rumpun ilmu alam dan Psikologi dari rumpun ilmu sosial.
Begitu pula dengan bidang ilmu Bioetika, yang merupakan perpaduan dari rumpun ilmu
alam (kedokteran dan teknik), rumpun ilmu sosial (psikologi), rumpun ilmu agama, dan
rumpun ilmu humaniora (hukum dan filsafat). Bila surat edaran Dirjen yang tersebut di
atas masih memungkinkan bagi seorang dosen naik jabatan ke Guru Besar dengan latar
belakang pendidikan S1 dan S2 sama tetapi dengan S3 yang berbeda namun masih
serumpun ilmu, maka dengan adanya perkembangan keilmuan baru yang lintas rumpun
ilmu, maka surat edaran tersebut menjadi kurang cocok lagi. Untuk perkembangan
program studi dan keperluan kenaikan jabatan Guru Besar di masa depan diperlukan
kebijakan baru yang memayunginya.
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
20
30. 6. General Education Suatu Ilustrasi Pemahaman Komprehensif
Bangsa Indonesia sebelum kemerdekaannya dari penjajahan Belanda mempunyai
sejarah panjang dan kebesaran Indonesia telah dikenal di dunia bersanding bersama
dengan kejayaan bangsa Cina dan India. Kebesaran bangsa Indonesia di masa
lalu terbukti dengan artefak antara lain candi Borobudur, Prambanan dan situs
candi lainnya. Keagungan itu dapat juga dilihat pada sistem pemerintahan, sistem
pertanian dan pengairan, dan tata nilai yang dipakai di suku-suku bangsa yang ada di
Indonesia. Keberanian dan keberhasilan pelaut Indonesia di masa lalu dengan kapal
Phinisi merupakan bukti adanya kemampuan kognitif yang kuat untuk menciptakan
kapal, semangat yang tinggi, kemampuan mengendalikan rasa takut, keinginan untuk
berprestasi, dan keinginan untuk mengeksplorasi.
Dua kenyataan di atas menunjukkan bahwa bangsa Indonesia di masa lalu adalah
suatu bangsa yang bisa bersatu bila menghadapi satu ancaman atau common enemy
yang mengancam kemandirian dan eksistensi suatu bangsa. Konklusi lain yang dapat
diambil bahwa di masa lalu bangsa Indonesia mempunyai perasaan kebersamaan,
kekuatan pikir dan keinginan bersama untuk menjadi bangsa yang besar serta dihormati
oleh bangsa lain. Dalam olah rasa dan estetika, bangsa Indonesia juga mempunyai
beragam budaya, seni serta nilai-nilai lokal yang kesemuanya membentuk Bhinneka
Tunggal Ika. Manusia Indonesia sudah terbukti dapat menyandingkan antara ilmu-
ilmu fisik dan ilmu-ilmu yang mengembangkan budi pekerti, nilai-nilai ketimuran secara
bersama dalam keharmonisan.
Perkembangan ekonomi Indonesia semenjak awal tahun 1980-an amat pesat.
Pengiriman generasi muda ke luar negeri untuk meraih pendidikan lanjutan (master
dan doktor) telah menghasilkan kenaikan yang substansial akan jumlah master dan
doktor sampai dengan tahun 2016 ini. Pertumbuhan ekonomi yang sudah di atas 5%
juga membuahkan perkembangan lain, selain perkembangan bidang pendidikan juga
kesehatan, budaya, agama, serta pertumbuhan fisik negara Indonesia. Kombinasi
pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, teknologi dan sains telah menghantarkan
bangsa Indonesia menikmati keterbukaan dunia (globalisasi) untuk mengakses informasi
dari seluruh dunia dalam waktu singkat serta mengetahui perkembangan kejayaan
dari negaranegara lain di dunia melalui fasilitas internet. Kemampuan dunia termasuk
Indonesia dalam mengakses informasi (hampir 100% tanpa hambatan) ternyata telah
mengakibatkan dampak positif dan negatif bagi bangsa Indonesia baik kelompok usia
tua maupun generasi muda. Dampak positif yang terjadi adalah semakin mudahnya
dan banyaknya informasi yang dapat diunduh untuk mencerdaskan bangsa Indonesia
terutama insan perguruan tinggi dalam kegiatan pembelajaran dan penemuan-
21
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
31. penemuannya. Dampak negatif yang terjadi diantaranya adalah banjir informasi yang
bermuatan reklame produk barang dan jasa. Bagi orang-orang yang tidak mampu
memilah dan memilih dengan tepat lalu suka membeli produk yang sesungguhnya tidak
diperlukan namun sekedar diinginkan. Banyak orang yang kehidupannya menjadi boros,
konsumerismemerambahberbagaikalangandarikotasampaikedesa-desa.Dimasalima
tahun terakhir ini beberapa masalah lain telah berkembang dan sangat mencengangkan.
Permasalahan utama adalah ideologi. Sejak berdirinya negara Indonesia, para founding
fathers kita sudah mencanangkan bahwa dasar negara kita adalah Pancasila, bukan yang
lain. Indonesia juga menganut Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti sejak hari pertama kita
merdeka sudah disadari bahwa keberagaman adalah khitah bangsa Indonesia. Khitah
yang sudah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa harus dijaga sampai akhir zaman.
Pendangkalan yang terjadi pada pemahaman akan arti Pancasila, kurangnya usaha
untuk menjaga dan menghidupkan, memakai Pancasila sebagai landasan kehidupan
bangsa, mungkin hal tersebut yang membuat sekelompok manusia Indonesia kesulitan
untuk menerima perbedaan dalam hal gender, suku, agama, golongan, dan sebagainya.
Bila diamati, sangat terang betapa masyarakat Indonesia bersikukuh akan hal yang
diyakininya dan kurang arif dalam menerima perbedaan yang ada. Banyak manusia
Indonesia menjadi bersifat mekanistik yang kaku, kurang dialektis. Manusia Indonesia
seolah mengalami sebuah pencucian otak yang menghilangkan sifat-sifat alami mereka.
Sifat-sifat alami seperti adaptif, memandang jauh ke depan dan mempertimbangkan
lingkungan sekitar merupakan sifat-sifat dari insan kreatif dan visioner yang secara
perlahan mulai berkurang. Manusia Indonesia, termasuk insan di perguruan tinggi, juga
telah tergelincir memasuki kumparan mekanistik ini. Kurang arifnya sebagian masyarakat
kita dalam hal melakukan dialog antargolongan telah menimbulkan radikalisme yang
menandakan pendidikan agama pada sebagian orang diterima sebatas kognitif yang
dangkal, kurang disertai dengan analisis-sintesis berdasar kenyataan di Indonesia.
Di sisi lain, penggunaan obat-obatan terlarang tidak hanya merambah generasi
muda yang rentan secara psikologis, tetapi juga generasi tua dan pejabat, sehingga
menimbulkan pertanyaan, ada apakah dengan mereka? Mereka yang kecanduan
terhadap narkoba ternyata mempunyai dampak yang sama terhadap diri dan masyarakat
seperti dampak kecanduan pada permainan game memakai gadget, dan kecanduan
menonton pornografi dari internet yang sangat bebas beredar di Indonesia. Akan tetapi,
masih jarang penelitian di Indonesia yang menunjukkan betapa berbahayanya efek
kecanduan bermain game, narkoba, dan pornografi. Kecanduan yang terakhir juga
berdampak pada semakin tingginya kekerasan seksual pada wanita dan anak-anak.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menyisakan kesenjangan antara
yang kaya dengan yang miskin, kesejahteraan yang belum merata, dan rendahnya hasil
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
22
32. pendidikan yang diukur dari kemampuan membaca, matematika, dan sains di antara
remaja-remaja kita dibandingkan dengan remaja seumuran di negara-negara lain.
Apabila hal tersebut terus berlanjut maka bangsa Indonesia akan tidak siap menghadapi
kompetisi di lingkungan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan global.
Banyak kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia di bidang politik dan
hukum. Pemilihan kepala daerah yang langsung, kesadaran untuk membayar pajak,
melaporkan harta kekayaan bagi pejabat adalah beberapa contoh perkembangan
tersebut. Namun, masih banyak partai politik yang kurang berpikir nation first, saling
serang, dan lunturnya etika berorganisasi. Kemunduran ini banyak terpampang di televisi
yang dapat ditonton oleh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, menjadi
contoh perilaku buruk yang mudah ditiru oleh mereka yang tidak mempunyai kemampuan
untuk menggunakan logikanya untuk menganalisis apa yang terjadi. Demikian pula
dengan kasus korupsi yang belum berhenti hingga kini.
Di level dunia, banyak permasalahan serupa yang melanda banyak negara, terutama
negara berkembang yang permasalahannya mirip dengan yang dihadapi Indonesia.
Pertanyaannya adalah dimana peran Indonesia? Dimana peran perguruan tinggi?
Apakah generasi muda kita paham permasalahan Indonesia dan dunia? Apakah mereka
bisa membaca koran dan menganalisis apa yang dibacanya?
Pemecahan masalah di Indonesia menuntut perguruan tinggi menggugah tanggung
jawab sosial sebagai bagian Indonesia, sebagai the last resort, sebagai the moral gate-
keeperdiIndonesia.Pandanganbahwaperguruantinggiadalahpabrikyangmemproduksi
lulusan berfokus eksklusif pada STEM (Science, Technology, Engineering dan Math)
adalah pandangan sempit dan keliru. Perguruan tinggi harus membuat manusia lebih
bermartabat. Perguruan tinggi juga perlu menilik kembali apakah yang dilakukannya
selama ini sudah benar dan sudah sesuai dengan hakikat keberadaan perguruan tinggi
itu sendiri.
Apabila kita menilik hakikat dari pembelajaran di perguruan tinggi, ada baiknya
pula kita melihat apa yang telah terjadi di perguruan tinggi dunia baik yang masih ada
maupun yang sudah punah di negara-negara Timur maupun Barat. Marilah kita mulai
dengan perguruan tinggi kuno. Universitas Nalanda di India adalah universitas tertua di
dunia yang beraktivitas dari tahun 500-1300 M. Banyak mahasiswa dari mancanegara
menimba ilmu di sana, antara lain dari Cina, Korea, Jepang, Tibet, Indonesia, dan Persia.
Kampusnya menyediakan tempat ibadah, tempat meditasi, kelas, dan perpustakaan.
Salah satu bangunannya adalah hadiah dari Kerajaan Sriwijaya Indonesia. Mata kuliah
diambil dari tradisi Buddhis dan Hindu, sakral dan sekular, asing dan lokal, diantaranya
23
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
33. adalah sains, astronomi, kedokteran, dan logika yang diaplikasikan dalam metafisika,
filosofi, yoga, dan Weda. Setiap mahasiswa digembleng dengan perhatian yang cukup
dari dosen atau guru. Universitas Al Nizamiyya di Baghdad berdiri pada tahun 1065
M. Mula-mula kurikulumnya berfokus pada agama, hukum Islam, sastra Arab, dan
aritmatika tetapi kemudian berkembang dengan sejarah, matematika, ilmu fisika, dan
musik. Ada hubungan yang intens antara mahasiswa dan dosen yang menjadi jalan
adanya penggemblengan berdasarkan dialog. Universitas Al Azhar, Mesir, berdiri pada
tahun 970 M oleh Fatimids sebagai Pusat Studi Islam. Mata ajaran yang diberikan adalah
kajian Al Qur’an, hukum Islam, bersama dengan logika, tata bahasa, retorika, dan ilmu
perbintangan. Universitas Bologna di Italia dipandang sebagai perguruan tinggi tertua
di Barat yang masih beroperasi hingga kini. Di perguruan tinggi ini pada awal berdirinya
diajarkan seni, teologi, ilmu hukum, dan kedokteran. Kesimpulan yang dapat diambil dari
perguruan tinggi kuno adalah mata ajaran yang banyak diajarkan adalah Ilmu Agama,
Seni, Logika, Hukum, Kedokteran, Fisika, Matematika, dan Bahasa (tata bahasa &
retorika). Hubungan antara dosen dan mahasiswa yang cukup intens memungkinkan
terjadinya dialog, pemberian perhatian dan empati yang cukup dari dosen kepada
mahasiswanya. Perguruan tinggi menempatkan manusia pada posisi luhur, memelihara
harmonisasi hubungan melalui perpaduan dari pelbagai sisi keilmuan.
Selanjutnya, di perguruan tinggi modern saat ini (India, Amerika Selatan, dan
Amerika Serikat) permasalahan utama yang dihadapi antara lain adalah kualitas
pengajaran rendah, pendanaan bermasalah, metode mengajar masih traditional, fasilitas
dan infrastruktur tidak memadai, mobilitas sosial, meningkatnya heterogenitas dan
privatisasi, adanya kesenjangan antara kemajuan sains dan penelitian, ekualitas dan
dana, kebutuhan meningkatkan jumlah remaja dan lansia yg mempunyai keterampilan
kerja termasuk keteknikan, vokasional, sesuai pasar kerja, lapangan kerja yang kurang
memadai dan entrepreneurship, adanya kesenjangan gender dan orang dengan
kebutuhan khusus, masyarakat indegenous. Sebuah ulasan yang mendalam datang dari
Presiden Universitas Harvard.
“That, on graduation, they will be entering a new and rapidly changing
economy in which fertile imagination, inventiveness … improvisation …
empathy … and a capacity for collaborative creativity … will be at least as
important as the bodies of knowledge they will acquire in their classes.”
Di India, dedikasi untuk berkolaborasi global dan pengembangan liberal arts
mempunyai akar yang dalam. Ahli ekonomi Harvard, Amartya Sen, membantu untuk
mendirikan kembali universitas kuno Nalanda, dengan mengkombinasikan inovasi
dalam matematika, sains, filsafat, seni, agama (Buddha) dengan kesehatan, teknik dan
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
24
34. arsitektur. Rabindranath Lagore, seabad lalu telah mengingatkan kita untuk memberikan
perhatian dengan cara memberi mahasiswa informasi intelektual, fiskal dan kehidupan
spiritual. Kita akan menjadi kuat dengan pengetahuan, namun mencapai kesempurnaan
dengan simpati. Baik untuk ilmu-ilmu Humaniora maupun Sains, amat fundamental
untuk mempunyai capacity for interpretation – the ability to combine intuition and reason
to make sense of the world around us. Untuk paham tidak hanya dengan mengetahui
ukuran dari sesuatu akan tetapi harus paham maknanya. Kapasitas ini terdapat pada
inovasi (pembelajaran). Pembelajaran adalah hal yang dikerjakan oleh perguruan
tinggi. Konklusi dari penyelenggaraan perguruan tinggi modern nampaknya tidak terlalu
berbeda, yaitu pentingnya mahasiswa menjadi tidak hanya pintar berpikir tetapi juga
terasah kalbunya, untuk mengetahui rahasia Tuhan melalui ilmu-ilmu yang dipelajarinya,
dan bahwa yang terpenting bukan ukuran banyaknya ilmu yang didapat melainkan
kebijaksanaan manusia, si empunya ilmu itu.
Sejak abad pertengahan di Eropa, para pakar di perguruan tinggi berpikir tentang
cara membebaskan masyarakat dari kebodohan dan kemiskinan. Di zaman Yunani dan
Romawi, mahasiswa belajar Liberal Arts dengan fokus pada tata bahasa (grammar),
retorika, dan logika. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat dapat menjadi warga negara
yang baik, sehingga dapat berkontribusi maksimal bagi kerajaan (negara). Orang yang
hanya mempelajari ilmu tertentu dianggap sebagai “budak” dalam kehidupan. Misalnya,
orang yang hanya mengetahui tentang keteknikan dianggap kurang bermanfaat, tetapi
tingkatnya akan lebih luhur apabila yang bersangkutan juga mempelajari seni atau filsafat.
Selama zaman pertengahan, subjek ditambah dengan ilmu aritmetika, geometri, musik,
dan astronomi. Di zaman modern liberal art education bertujuan membentuk manusia
yang “lengkap” sehingga dalam pendidikan tinggi subjek yang ditawarkan menjadi
perpaduan antara beberapa keilmuan seperti Seni, Humaniora, ilmu Sosial, Sains dan
Matematika. Tujuan utamanya untuk:
• memperluas cakrawala pembelajar
• kesempatan berdialog dengan individu dari ilmu lain
• kesempatan memperkaya kajian untuk pembuatan keputusan yang komprehensif
• memperkaya dan menajamkan kemampuan analisis dan sintesisnya.
Di zaman sekarang banyak perguruan tinggi dunia yang memakai kembali pemikiran
Liberal Art Education yang kemudian digantikan namanya sebagai General Education. Di
dalam general education kurikulum dan lingkungan luar perguruan tinggi bekerja sama
untuk membuat koherensi pengalaman mahasiswa. General education juga menawarkan
etos dan tradisi hubungan yang intens antara mahasiswa dengan mahasiswa dan
mahasiswa dengan dosen-dosennya. Hal tersebut mirip dengan perguruan tinggi
kuno (misal: Nalanda) yang tujuan utama pendidikannya adalah memartabatkan
25
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
35. manusia dengan kombinasi ilmu yang dimilikinya. General education tidak memberikan
kesempatan seseorang menjadi radikal, kasar, bengis dan sifat buruk lainnya untuk
tumbuh, karena kurikulum general education menawarkan perpaduan antara ilmu-ilmu
eksakta dengan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Mahasiswa diberikan kesempatan untuk
berdialog dengan mahasiwa yang lain dari latar ilmu yang lain. Misalnya, mahasiswa ilmu
pertanian yang membicarakan kasus tentang hama tanaman, akan diberikan persepsi
lain oleh kawan satu kelompok yang berasal dari ilmu filsafat, sosial, kesehatan, dan
sebagainya. Mahasiswa yang membedah kasus keagamaan dapat diberikan persepsi
lain dalam diskusi yang akan membuka cakrawalanya, dan mendapat pandangan lain
yang belum pernah terpikirkan olehnya. Karakter berpikir mahasiswa dan dosen menjadi
fleksibel dan tidak kaku. Di USA, sejak kejadian 911 dan kejadian-kejadian lain yang
berkaitan dengan dunia Arab, kampus mulai memberikan kesempatan lebih besar bagi
mahasiswa dan dosen untuk mempelajari agama dan budaya tanah Arab, termasuk
tentang perjalanan haji. Selain itu, mereka juga menawarkan kuliah-kuliah tentang seni,
budaya, dan filsafat yang dapat diambil oleh mahasiswa dari luar keilmuan tersebut.
Dalam UU Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi terdapat klausul bahwa
pada pendidikan jenjang S1, mahasiswa harus diberikan mata kuliah wajib umum
sebanyak 8 sks, antara lain bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Agama, dan Pancasila.
Penyelenggaraan general education dapat merupakan reinterpretasi atau pemikiran
ulang, atau bentuk baru dari mata kuliah wajib umum yang telah ada.
Buku ini bermaksud menyajikan inspirasi bagi para dosen agar mata kuliah yang
diampu dapat diberi tambahan muatan wawasan komprehensif dan pembangunan
kepribadian utuh, pertumbuhan benih karakter mulia yang ada dalam diri setiap
mahasiswa.
7. Pendidikan Nilai dan Karakter
Cerita di bawah ini memberikan ilustrasi pendidikan karakter secara tidak langsung.
Pagi harinya, kami bertiga mengobrol santai di teras depan. Melihat halaman depan
yang banyak ditumbuhi pohon buah-buahan, mengingatkan kami kepada Bu Laksmi,
Istri Alm Prof. Mirza. Beliau adalah sosok ibu yang sangat suka bercocok tanam. Sejak
kami tinggal di rumah ini 15 tahun yang lalu, kami selalu membantu memanen buah-
buahan yang ditanam Bu Laksmi. Di depan rumah kami, terdapat pohon mangga, pohon
kelengkeng, dan pohon rambutan. Di saat musim panen tiba, kami selalu memetik buah-
buahan tersebut dan dimakan bersama-sama. Selama rumah ini tidak ditempati oleh Bu
Laksmi dan Alm Prof. Mirza, kami, Bu Inah dan Pak Rahmat lah yang merawat tanaman-
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
26
36. tanaman yang ditanam oleh beliau.
“Sepertinya akan sangat menyenangkan apabila kita memetik beberapa sayuran
untuk sarapan, Kawankawan. Pasti akan terasa lebih lezat rasanya. Bagaimana kalau
kita ke kebun belakang, kita bantu sedikit pekerjaan Pak Rahmat seperti dulu. ” Abdul
membuka percakapan pagi itu.
“Sebenarnya saya juga berpikiran demikian.”Abdul menjawab ajakan Jalal, dan kemudian
kami bertiga langsung menuju kebun belakang.
Setelah kami sarapan bersama Pak Rahmat dan Bu Inah, kami bertiga pergi
melihat-lihat lingkungan sekitar rumah. Kami pergi ke bukit dekat kampus berjalan kaki,
sekalian berolahraga. Kami melewati jalan yang biasa kami lewati ketika kami berangkat
ke kampus. Jalanan ini banyak sekali berubah, banyak sekali gedung dan rumah mewah
dibangun di dekat kampus kami. Hari ini adalah hari Sabtu, jadi kegiatan perkuliahan di
kampus kami sedang libur. Kami juga mampir ke fakultas kami, Fakultas Teknik.
Ada satu memori yang langsung melintas dalam ingatan begitu masuk lingkungan
Fakultas Teknik. Memori itu adalah memori pasca kelulusan. Kelulusan atau wisuda
adalah hal yang tidak bisa dilupakan oleh hampir semua lulusan universitas karena
berkaitan dengan perjuangan semasa kuliah. Namun bagi saya, ada satu memori yang
tak kalah membekas di ingantan selain wisuda, yaitu memori mengenai transkrip nilai
sarjana yang telah saya terima sewaktu wisuda. Ketika saya menerima traskrip nilai,
saya merasa sedikit aneh. Dalam transkrip tersebut, IPK saya sedikit berubah dengan
IPK yang terakhir kali saya baca di berkas kelulusan ujian Skripsi saya.
Seusai upacara wisuda, sesampainya di rumah, saya buka kembali transkrip nilai
saya. Kemudian saya hitung manual semua nilai saya. Betapa terkejutnya saya, ternyata
IPK yang tertera dalam transkrip nilai saya lebih! Yang benar adalah yang saya terima
seusai ujian skripsi dan hitungan manual saya. IPK saya yang seharusnya adalah 3.25.
Namun, yang tertera pada transkrip nilai saya adalah 3.45. Disitu saya merasa sangat
diuntungkan. Namun, terjadi perdebatan dalam batin saya. Haruskah saya pergi ke
bagian akademik untuk membetulkan IPK yang tertera pada transkrip saya? Kemudian
saya berpikir, ah untuk apa? Kan ini sangat menguntungkan bagi saya.
Ketika malam tiba, saya tak dapat memejamkan mata. Terjadi perdebatan dalam
diri saya. Kepala saya rasanya penuh dengan percakapan antara pikiran dan hati nurani
saya. Sama sekali saya tak dapat memejamkan mata. Abdul sepertinya tahu bahwa
saya sedang gelisah. Malam itu dia menanyai saya,
27
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
37. “Ada apa? Dari tadi saya merasa bahwa kamu sedang tidak bisa tidur. Harusnya kamu
sudah lega dan tidurmu nyenyak, tadi adalah hari kelulusanmu, kamu sudah lega
tentunya.”
“Justru itu Dul, Aku sedang bingung. Terjadi perang dalam pikiranku saat ini.”
“Ceritakanlah, agar ringan bebanmu, barangkali saya bisa membantu.”
“Begini, Dul, saya merasa bahwa ada yang salah dengan transkrip nilai yang saya terima
tadi.”
“Dimana letak kesalahannya, Lim?”
“IPK yang tertulis di transkrip nilai berbeda dengan IPK terakhir yang saya terima
ketika saya ujian Skripsi. Dalam transkrip nilai IPK saya 3.45. Ketika saya hitung IPK
saya secara manual sesuai dengan peraturan akademik, IPK saya seharusnya 3.25.
Yang benar adalah IPK yang diumumkan setelah sidang Skripsi. Saya merasa sangat
diuntungkan di sini. Tapi di sisi lain, hati nurani saya tidak dapat menerima ini. Ini seperti
saya akan menipu masa depan saya.”
“Dilema memang, Lim. Di satu sisi saat ini kamu merasa sangat diuntungkan, namun
di sisi lain, ini semacam kebohongan. Kamu harus mengurusnya, Lim. Memang benar
pada awalnya kamu merasa diuntungkan, namun suatu hari, apabila ini diketahui pihak
lain, maka akan hancur karirmu, Saudaraku! Hati nuranimu sudah benar, kau harus jujur
pada dirimu sendiri, dan pada orang lain, juga kau harus jujur pada masa depanmu.”
“Iya kamu benar, Dul, ini mungkin memang menguntungkanku sesaat ketika aku ingin
mencari pekerjaan, namun nantinya sikap saya yang tidak jujur ini akan merugikan atau
bahkan akan menghancurkan karir saya di kemudian hari. Kalau begitu besok pagi saya
akan ke bagian akademik untuk mengurus kesalahan penulisan IPK dalam transkrip
saya ini.”
***
Kita sebagai pembaca, terlebih sebagai generasi muda dapat mengambil sebuah
pelajaran dari cerita mengenai kesalahan penulisan IPK pada transkrip nilai Salim di atas,
bahwa kejujuran adalah salah satu karakter yang harus ada pada diri setiap generasi
muda. Kejujuran merupakan karakter yang sangat penting. Dari sikap yang tidak jujur
itulah lahir para koruptor. Sudah tidak dipungkiri lagi saat ini banyak kasus korupsi yang
terkuak.
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
28
38. Ada 360 dari total 524 tersangka Kepala Daerah yang korupsi. Itu baru dari Kepala
Daerah saja. Kalau dihitung dengan wakilnya jumlahnya bisa berkali lipat. Pernyataan
tersebut, resmi disetujui Menteri Dalam Negeri dan bahkan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia mencatat sekitar 70 persen kepala daerah di Indonesia terjerat kasus
korupsi (sumber: radarpolitik.com2016).
Tulisan di Kompas bulan November 2016 juga memaparkan keprihatinan terjadinya
pungli di banyak tempat penyelenggara anggaran. Catatan keburukan tersebut tersebar
di seluruh Indonesia dan sangat mudah didapat. Sesungguhnya pasti masih banyak
orang baik di Indonesia namun kebetulan mereka bukan penguasa, bukan pemegang
peran penting dalam pembelanjaan anggaran negara. Para lulusan perguruan tinggi
yang baik-baik seharusnya dapat mengambil posisi penting pembuatan keputusan
pembelanjaan uang negara.
Apa arti dari kenyataan ini bagi kita? Apakah hal ini ada hubungannya dengan budaya
kita? Gagalkah pendidikan di Indonesia? Apa fungsi pendidikan tinggi?
Berikut ini dijabarkan definisi pendidikan tinggi berdasar Undang-Undang Pendidikan
Tinggi No. 12 Tahun 2012 Bab 1 ayat 1, yaitu “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan,pengendaliandiri,kepribadian,kecerdasan,akhlakmulia,sertaketerampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Lebih lanjut, fungsi pendidikan tinggi berdasar UU No.12 Tahun 2012 pasal 4, yaitu
(1) mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat; (2) mengembangkan civitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif,
terampil, berdaya saing dan kooperatif; dan (3) mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi dengan menerapkan nilai humaniora.
Ribuan halaman mengenai pendidikan karakter dan panduannya telah diterbitkan
pemerintah dan masyarakat luas. Definisi pendidikan karakter antara lain dikemukakan
oleh David Elkind & Freddy Sweet Ph.D (2004) dan J.C. Watts. David Elkind & Freddy
Sweet Ph.D (2004), menyatakan bahwa:
“Character Education is the deliberate effort to help people understand,
care about and act upon core ethical values. When we think about the kind of
character we want for our children, it is clear that we want them to be able to
judge what is right, and then do what they believe to be right, even in the face
29
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
39. of pressure from without and temptation from within”,
sedangkan J.C. Watts mengemukakan bahwa:
“Character is doing the right thing when nobody’s looking”.
Dari dua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa ada kesenjangan yang jauh
antara yang diajarkan dengan yang terjadi di masyarakat. Sebaik apapun isi kurikulum
pendidikannya, pembelajaran akan sulit berhasil tanpa adanya hubungan antara harapan
dan kenyataan. Mengapa begitu besar jarak antara niat dan hasil? Apa yang dapat kita
lakukan untuk mempersempit atau menghilangkan jarak itu?
Ibarat orang yang diajar menganyam di sekolah, begitu keluar kelas, anyamannya
diurai kembali oleh masyarakat. Nilai-nilai yang diajarkan di sekolah bertentangan
dengan kenyataan yang ada di masyarakat. Sangat kurang teladan (role models) di
masyarakat dan contoh yang ada di sekitar sangat negatif. Pendidikan karakter bukan
merupakan tanggung jawab institusi pendidikan saja tetapi tanggung jawab kita semua.
Pendidikan karakter di perguruan tinggi dikomentari banyak orang sebagai “terlambat”.
Namun, sebaiknya harus meyakini bahwa pendidikan karakter di perguruan tingggi di
Indonesia sebagai “the last opportunity” dalam pendidikan formal. Cara terbaik harus
ditemukan, jalan baru pendidikan karakter harus dibuat. Terbatas gunanya membentuk
institusi yang bertugas memberi hukuman, misalnya KPK, tanpa ada perubahan nilai di
masyarakat, hukuman tidak akan memberikan efek jera selama karakter manusia dan
masyarakatnya buruk.
Penting diajarkan lebih dalam lagi kemampuan anak bangsa menahan godaan buruk
yang datang dari luar maupun dari dalam pribadi itu sendiri. Dibutuhkan motivasi internal
yang kuat yang didasari perilaku dan sifat baik. Penanaman motivasi berbuat baik harus
diinternalisasikan. Pendidikan karakter seharusnya mulai diberikan pada masa kecil, tapi
dengan kenyataan sekarang, pendidikan karakter harus diajarkan pada semua jenjang
pendidikan yang ada secara serentak.
Jadi, meskipun daftar nilai baik itu telah ada, selama pendidikan karakter hanya
diajarkan sebagai ilmu pengetahuan secara kognitif, peserta didik tidak dapat menghayati
dan merasakan apa yang dipelajari. Untuk pengembangan pendidikan budaya dan
karakter bangsa, pemerintah telah menetapkan daftar nilai-nilai karakter sebagai berikut:
• Religius
• Jujur
• Toleran
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
30
40. • Disiplin
• Kerja keras
• Kreatif
• Mandiri
• Demokratis
• Ingin tahu
• Bersemangat
• Nasionalis
• Menghargai
• Ramah
• Komunikatif
• Cinta damai
• Suka memberi
• Peduli lingkungan
• Bertanggung jawab
• Punya empati sosial
Nilai-nilai tersebut berdasarkan Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas 2010 dan
Penguatan Pendidikan Karakter Kemendikbud 2016. Menindaklanjuti karakter yang
seharusya dimiliki oleh generasi berdasarkan Pusat Kurikulum Balitbang dan Penguatan
Pendidikan Karakter Kemendikbud, berikut adalah lanjutan cerita mengenai mimpi tiga
pemuda yang sebelumnya telah ada. Semoga dapat menginspirasi.
Masa muda kami sedikit berbeda dengan masa muda para mahasiswa pada
umumnya, terlebih dengan kehidupan mahasiswa pada saat ini. Mungkin karena itu,
kami terbiasa bekerja keras dari dulu. Kami benar-benar menerapkan sikap mandiri pada
diri kami. Tidak ada seorang pun dari kami yang meminta uang kepada orang tua untuk
kuliah. Kami sadar bahwa hidup kami belum sejahtera pada saat itu. Saya dan Abdul
harus lebih bersyukur karena orang tua kami masih hidup pada saat itu walaupun kondisi
ekonomi orang tua kami jauh dari sejahtera. Sedangkan Jalal, dia sudah tidak memiliki
orang tua, ditambah lagi dia harus menanggung hidup kedua adiknya yang masih kecil.
Kami bertiga bekerja paruh waktu untuk membayar kuliah kami dan mencukupi
kebutuhan sehari-hari kami. Kami bekerja seadanya.Abdul menjadi pramuniaga disebuah
toko kelontong milik keturunan Tionghoa. Pemilik toko kelontong tersebut sangat baik
terhadap Abdul. Setiap bulan Abdul menerima gaji. Namun, begitu dia menerima gaji,
separuh dari gajinya dia pergunakan untuk membeli beras kami bertiga ditambah dua
adik Jalal. Sang pemilik toko merasa iba kepada kami, dia sangat peduli kepada kami,
beliau sering kali memberi potongan harga beras atau menambahkan timbangan beras
31
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
41. kami. Tak jarang beliau memberikan kami minyak goreng atau satu kardus mie instan
kepada kami secara gratis.
“Kawan-kawan, hari ini kita mendapatkan rejeki dari Pak Anton. Beliau memberi kita mie
instan satu kardus”, teriak Abdul bahagia.
“Wah, Pak Anton itu begitu baik ya...” kata Jalal sembari menyunggingkan senyum
harunya.
“Hari ini saya belum menerima gaji, jadi belum bisa membayar iuran beras bulan ini.”
sambungnya lagi.
“Tidak apa-apa, Jalal, aku masih ada uang, kamu bisa membayarnya ketika kamu sudah
gajian.” Jawab Abdul.
Jalal bekerja menjadi guru les pribadi di sore atau malam hari. Dia memiliki
beberapa murid. Terkadang dia harus mengayuh sepeda tuanya menempuh perjalanan
8-10 kilometer untuk sampai di rumah muridnya. Namun, pekerjaan itu dia lakukan
dengan senang hati. Dia sangat senang dan sangat menikmati ketika dia mengajar. Dia
juga sangat kreatif dalam mengajar. Tak heran murid-muridnya sangat menyukainya.
Begitupun dengan orang tua mereka. Sering kali, ketika Jalal selesai mengajar les, ibu
dari murid-muridnya memberi makanan untuk Jalal bawa pulang.
Begitupundengansaya,sayabekerjadisebuahbengkel.Sayabekerjatigaharidalam
seminggu setelah saya selesai kuliah. Selain bekerja di bengkel, saya juga memberikan
les kepada anak-anak pemilik bengkel. Pak Hadi pemilik bengkel mengetahui bahwa
saya seorang mahasiswa dan meminta saya memberikan tambahan pelajaran untuk
anak-anaknya. Bengkel Pak Hadi tidak jauh dari kampus. Beliau menginginkan anaknya
masuk di universitas yang sama dengan kami. Pak Hadi dan Bu Hadi begitu ramah dan
penyayang. Mereka menganggap saya seperti keluarga mereka sendiri. Setiap bulan,
selain memberikan saya gaji, mereka juga sering memberikan saya pakaian dan juga
makanan. Kami bertiga sangat bersyukur karena kami dipertemukan dengan orangorang
yang baik. Dan juga karena Tuhan selalu memudahkan jalan kami ketika kami berjuang
menyelesaikan pendidikan kami di perguruan tinggi.
Apabila mengingat perjalanan dan perjuangan kami, kami merasa sedih. Karena
keadaan kami pada saat itu yang serba kekurangan, namun kami selalu bersyukur karena
kami merasa selalu ada jalan apabila kami memiliki tekad yang kuat untuk belajar. Kami
juga merasa lebih sedih lagi ketika melihat banyak orang yang lebih memutuskan untuk
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
32
42. bekerja setelah mereka lulus dari sekolah dan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.
Banyak dari mereka yang sebenarnya memiliki keadaan ekonomi yang cukup bahkan
berlebih apabila mereka pergunakan untuk belajar di perguruan tinggi, namun, karena
kurangnya semangat dan tekad untuk belajar, maka mereka memutuskan untuk bekerja
menjadi buruh.
Berdasarkan data grafik yang dikutip dari sumber Kompas, 9 Desember 2016
menerangkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah angkatan kerja di Indonesia mengalami
peningkatan jumlah prosentase, jumlah angkatan kerja yang mendominasi yakni lulusan
SD. Pemimpin korup seperti yang disebut pada awal bagian ini adalah bagian dari sedikit
penduduk Indonesia yang berpendidikan tinggi. Tindakan korupsi tidak saja miskin
etika dan nilai tetapi sudah digolongkan sebagai tindakan kriminal yang telah terbukti
merugikan bangsa dan negara. Pemimpin seharusnya menjadi panutan, role model
dan teladan, tetapi pada kenyataannya tindakan korup yang dilakukan menjadi contoh
perilaku buruk bagi masyarakat luas. Oleh karena itu, diperlukan sebuah jalan baru,
jalan keluar untuk mengatasi hal tersebut.
Dalam mencari jalan keluar, kita harus segera dan secara serentak mencari terobosan
yang dapat secara cepat mengubah situasi buruk ini menjadi baik. Bersama sama kita
harus mencari jalan keluar. Dalam mencari jalan keluar tersebut perlu diperhatikan
beberapa hal.
• Diperlukansikapbersamadariinstitusipendidikandanmasyarakatdalammemperbaiki
keadaan yang ada; penanaman motivasi dan niat untuk berubah.
• Diperlukan contoh-contoh pribadi pemimpin yang dapat dijadikan sebagai role models.
• Diperlukan nilai-nilai baik yang dikembangkan bersama sehingga tidak ada kontradiksi
antara apa yang diajarkan dan apa yang terlihat di masyarakat. Diperlukan perangkat
dan sistem kerja yang tidak memungkinkan dilakukannya penyelewengan
• Diperlukan upaya untuk mengenal identitas dan jati diri bangsa yang baik.
• Diperlukan langkah mengenali budaya kita, bagaimana cara kita mendidik keluarga.
Apa yang penting bagi kita? Apa yang telah kita lakukan dalam usaha mencapai cita
cita bangsa?
• Diperlukan ilmu interdisiplin dan transdisiplin untuk membedah keadaan masyarakat
Indonesia saat ini.
• Diperlukan contoh contoh dari negara lain yang berhasil menumbuhkan pemerintah
dan masyarakat yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
• Diperlukan pemahaman mendalam mengenai Indonesia dalam konteks dunia.
“Terkadang saya merasa sedih dengan pemuda yang lebih memilih untuk bekerja menjadi
buruh pabrik setelah mereka lulus sekolah. Di zaman yang serba modern dan maju ini
33
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
43. masih banyak orang yang berpikiran demikian”
“Iya, Dul, padahal kita dulu berjuang keras agar bisa kuliah. Kita kuliah sambil bekerja,
makan sering kali sehari hanya satu kali. Namun, kita memiliki semangat yang tinggi
untuk belajar pada saat itu”
“Kemungkinan besar orang yang memilih memutuskan untuk bekerja menjadi buruh
pabrik tersebut berpikir bahwa, kuliah hanya bertujuan untuk mencari ijazah, yang ujung-
ujungnya pasti bekerja. Mereka lebih tergiur dengan gaji bulanan yang besar. Karena di
beberapa kota industri, UMR tinggi, sehingga mereka ingin lekas memiliki uang sendiri.
Mungkin juga kau benar, Jalal, mungkin juga semangat mereka kurang, mereka terlalu
pasrah dengan keadaan mereka tanpa berupaya semaksimal mungkin. Padahal apabila
mereka sudah bertekad untuk belajar, pasti ada jalan, seperti kita dahulu.”
“Maka apa yang dipikirkan olehAlm. Prof. Mirza benar, kita harus menyisipkan pendidikan
karakter tidak hanya di rumah, menanamkan karakter baik harus dimulai kapan pun
dan dimana pun. Tidak terkecuali di sekolah dan di universitas, sebagai kesempatan
terakhir sebelum mahasiswa terjun dalam dunia kerja. Pendidikan merupakan hal yang
sangat fundamental dalam membangun karakter, seperti yang diungkapkan oleh David
Elkind & Freddy Sweet Ph.D., “Character Education is the deliberate effort to help people
understand, care about and act upon core ethical values. When we think about the kind
of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge
what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from
without and temptation from within”
8. Pemahaman Antarbudaya (Inter dan Cross Cultural Communication)
Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan budaya. Banyaknya etnis membuat
bangsa ini memiliki budaya yang bermacam-macam. Perbedaan budaya antar-
masyarakat tersebut dapat menjadi kekuatan sekaligus kelemahan. Kita sebagai
masyarakat yang multikultural dituntut untuk dapat memahami budaya sendiri juga
budaya masyarakat atau kelompok lain agar banyaknya etnis dan budaya yang ada
dapat menjadi kekuatan bagi bangsa kita. Berikut adalah tahapan-tahapan karakter yang
harus dilakukan dalam pemahaman antarbudaya:
Tahapan Pribadi
• Pemahaman atas konsep diri
• Berpikir kritis
• Percaya diri dan mempunyai motivasi yang kuat
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
34
44. • Hidup dihayati melalui nilai-nilai (values) dan bukan materi, dapat menahan tekanan
dari luar maupun dari dalam.
Tahapan Antarpribadi
• Berempati dan bersimpati
• Fleksibel dan terampil sosial
• Terampil komunikasi
• Memiliki komitmen pada masyarakat dengan sikap kooperatif dan menghargai
Tahapan Antarbudaya
• Berteman dengan orang lain yang berbeda suku, ras, agama dan golongan
• Mengenal dan memperlajari budaya lain
• Bilingual language (pandai mengolah bahasa komunikasi yang dapat diterima di
kalangan internal kelompok sendiri dan bahasa yang dapat diterima oleh kalangan
di luar kelompok)
Tahapan Global
• Tertarik terhadap persoalan dunia.
• Tertarik memperjuangkan perdamaian dunia
• Memahami perjuangan kesejahteraan dan permasalahan yang dihadapi bangsa
dan dunia.
• Sadar akan pentingnya kontribusi pribadi maupun bangsa terhadap permasalahan
dunia
9. Pendekatan Inter, Multi, dan Transdisiplin
Sampai abad ke-21, dunia keilmuan pada pendidikan tinggi telah melewati tiga
generasi pendekatan terhadap ilmu pengetahuan. Generasi pertama, era klasik, adalah
generasi monodisiplin. Pada generasi ini ilmuwan puas dengan batang, cabang atau
ranting dari disiplin ilmu yang dikuasainya dan tidak begitu peduli terhadap batang,
cabang dan ranting disiplin ilmu di luar bidang yang dikuasainya. Generasi ini belum
atau bahkan tidak menyadari akan adanya kekurangan yang melekat pada pendekatan
monodisiplin seperti itu. Spesialisasi, bahkan overspecialization adalah ciri khasnya. Cara
pendekatan persoalan dan cara berpikir pada generasi ini mulai dikritisi oleh generasi
yang datang setelahnya.
Generasi kedua, era modern, pada dasarnya juga masih bercorak monodisiplin,
tetapi telah mulai ada kesadaran baru yang mengingatkan bahwa ada kekurangan yang
melekat pada pendekatan monodisiplin. Namun, secara tegas belum berani keluar dari
35
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
45. cara berpikir dengan paradigma lama tersebut. Generasi ketiga dengan tegas mengkritik
dan meninggalkan model pendekatan generasi pertama dan kedua yang dipraktikkan
secara kaku. Generasi ketiga adalah generasi pendekatan keilmuan yang bercorak inter,
multi dan transdisiplin. Orang mulai sadar bahwa permasalahan yang dihadapi oleh alam
semesta, seperti perubahan iklim (climate change), kerusakan lingkungan hidup dan
persoalan yang dihadapi oleh manusia, seperti fenomena lunturnya nilai-nilai, pendidikan
karakter, pendidikan nilai, penanggulangan korupsi, kolusi dan nepotisme, juga kasus-
kasus radikalisme, terorisme dan kekerasan yang mengatasnamakan agama yang
sedang merebak sekarang ini tidak bisa dan tidak mungkin dapat diselesaikan dengan
hanya menggunakan pendekatan monodisiplin. Persoalan-persoalan ini memerlukan
kerja sama antar berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Kerja sama antar berbagai disiplin
ilmu adalah masa depan ilmu pengetahuan era baru.
Tidak begitu salah jika salah satu catatan penting rapat kerja nasional pendidikan
Kemristekdikti menyebut bahwa alumni perguruan tinggi di Indonesia tidak atau kurang
mampu untuk berpikir tingkat tinggi (higher order of thinking), tidak mampu berpikir kritis,
tidak terbiasa berpikir kompleks, multidimensi dengan mempertimbangkan masukan
dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Umumnya, alumni perguruan tinggi sekarang
ini masih terbiasa berpikir tingkat rendah (lower order of thinking). Dapat diperkirakan
mengapa seperti itu, karena salah satu sebabnya adalah mahasiswa dan bahkan dosen
di perguruan tinggi di Indonesia hanya terbiasa berpikir dengan corak monodisiplin yang
ketat.
Pendidikan nilai dan karakter adalah sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang lunak
(soft), yang bercorak inter, multi dan transdisiplin. Banyak keahlian yang diperlukan
oleh dosen dan guru untuk menanamkan nilai-nilai luhur dan karakter mulia dan
membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari. Multipermit dan multieksit kritik yang
bergerak secara dinamis masuk dalam gugusan pendidikian nilai dan pendidikan karakter.
Pendidikan nilai tidak dapat diuraikan dengan menggunakan pendekatan monodisiplin.
Lebih-lebih yang bercorak memorizing, menghapal rumus-rumus kebaikan dan
kesalehan. Kesalehan pribadi dan lebih-lebih kesalehan sosial memerlukan pendekatan
yang inter, multi dan transdisiplin. Selain melibatkan otak, pendidikan karakter juga
melibatkan hati dan juga pembiasaan dan keteladanan dalam praktik hidup sehari-
hari yang terus berkesinambungan. Tidak ada jalan pintas dalam pendidikan nilai dan
pendidikan karakter. Inilah inti dari pendidikan kemanusiaan. Pendidikan tentang nilai
dan pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hidup. Nilai dan karakter adalah
inti dari proses kehidupan, dan inti kemanusiaan itu sendiri.
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia
36
46. 10. Pendidikan Nilai dan Karakter di Perguruan Tinggi
Buku ini adalah salah satu upaya untuk mendiskusikan kembali, menggugah,
membangkitkan, memperbaiki dan menemukan kembali nilai-nilai dasar, jati diri dan
kepribadian bangsa Indonesia dalam payung Bhinneka Tunggal Ika. Nilai-nilai dan
kepribadian bangsa Indonesia yang hampir luntur lantaran arus deras perkembangan
teknologi komunikasi dan badai globalisasi. Diperlukan upaya ekstra keras untuk
membangkitkan dan memuliakan sisi humanitas melalui pengembangan pendidikan
akhlak, character building, dengan kemasan pendidikan nilai dan karakter dengan
pendekatan yang bercorak inter, multi dan transdisiplin.
Kemasan baru pendidikan nilai dan karakter perlu disampaikan kepada mahasiswa
perguruan tinggi karena mereka adalah calon pemimpin bangsa dan pemimpin
masyarakat (community leaders) yang akan datang. Dosen dan mahasiswa perlu
secara tajam mengetahui dan memahami dengan baik permasalahan dan kesulitan
yang sedang dihadapi bangsa saat sekarang ini dan mengenal dari dekat bagaimana
cara memperbaikinya sehingga pada saatnya mereka tampil sebagai pemimpin dapat
mengambil langkah-langkah tepat, langkah-langkah perbaikan dan penyempurnaan dan
dapat menghindari tindakan pengulangan kesalahan yang tidak perlu.
11. Biografi Intelektual: Pribadi, Pengetahuan dan Lembaga
Bagian ketiga buku ini akan memaparkan beberapa pengalaman personal anggota
majelis pendidikan sekitar terbentuknya karakter dan sikap hidup sebagai produk
perjalanan hidupnya. Kisah tersebut bukan kisah spektakuler. Namun, suatu kisah
dengan produk positif yang didapat dari lingkungan dan orang terhadap dirinya. Bagian
ketiga tersebut dimaksudkan untuk memberi inspirasi kepada generasi penerus dalam
bidang pendidikan umumnya dan pendidikan tinggi khususnya. Banyak buku autobiografi
ditulis untuk membeberkan pengalaman dan cerita sukses seseorang dalam menjalani
karir hidupnya. Umumnya biografi yang tersedia di toko buku dan perpustakaan hanya
menulis kisah dan perjalanan hidup orang yang dianggap sukses dalam bidang bisnis,
politik, mantan presiden atau menteri, sukses dalam dunia jurnalistik dan kewartawanan
atau tokoh agama. Buku-buku biografi ini memberi inspirasi kepada generasi muda yang
sedang mencari tokoh panutan dalam menempuh perjalanan karir hidupya di masa yang
akan datang.
Sayang sekali, masih jarang biografi ditulis untuk para tokoh pendidik, guru besar dan
dosen yang inspiratif, mantan dekan dan mantan rektor yang sukses dalam memimpin
perguruan tinggi, yang dianggap baik. Bagian ketiga buku ini adalah salah satu upaya
37
Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia