1. MASA ORIENTASI SISWA BUKAN AJANG MEMARGINALKAN SISWA
Disetiap pembukaan tahun ajaran baru untuk setiap satuan pendidikan bagi siswa yang telah dinyatakan
diterima harus mengikuti lagi tahapan masa orientasi siswa yang biasanya disingkat dengan MOS.
Pelaksanaan Masa Orientasi Siswa (MOS) ini kerap kali menimbulkan pro kontra dikalangan masyarakat
utamanya para orang tua siswa. Karena para orang tua merasa traumatic dengan banyaknya kasus-kasus
dimasa lalu yang menimbulkan ‘korban ‘ peserta Mos. Dan ada juga yang berpendapat bahwa
pelaksanaan MOS hanya buang-buang waktu dan buang-buang biaya. Sehingga sempat ada wacana
untuk menghapus MOS dan sejenisnya dalam proses penerimaan siswa baru oleh sebagian anggota
masyarakat di Indonesia.
Yang dimaksud dengan Masa Orientasi Siswa (MOS) sejatinya adalah suatu yang umum dilakukan di
Sekolah guna menyambut kedatangan siswa baru. Masa Orientasi Siswa biasanya dilakukan mulai dari
tingkat SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi. Tujuan pelaksanaan MOS ini adalah untuk memperkenalkan
lingkungan sekolah kepada para siswa baru beserta seluruh komponen sekolah, norma, budaya, dan
tata tertib. Melalui MOS diharapkan para siswa baru dapat memahami budaya belajar disekolah yang
bersangkutan, dengan membangun ketahanan mental, meningkatkan disiplin, mempererat tali
persaudaraan serta mengarahkan untuk memilih ekstrakurikuler yang sesuai dengan bakat dan
minatnya. Sesuai dengan aturannya MOS dilaksanakan pada hari-hari pertama masuk sekolah selama 3
(tiga) hari dan dilakukan selama jam belajar.Payung hukum pelaksanaan MOS diatur oleh Permendiknas
No. 38 tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan serta Surat Edaran Dirjen Dikdasmen no.
220/C/MN/2008 tentang kegiatan MOS. Dimana didalam surat edaran itu dijelaskan bahwa Orientasi
siswa baru penting dilaksanakan karena merupakan kegiatan yang sangat strategis dalam pembinaan
kesiswaan yang bertujuan mengantarkan siswa beradaptasi disekolah. Pada saat orientasi siswa baru,
siswa belajar mengenai lingkungan sekolah yang baru, teman baru, guru baru, budaya belajar, tata tertib
sekolah, dan lain-lain. Saat itu siswa juga dibekali materi kepribadian , adiwiyata,ketrampilan, dan
ketangkasan. Jadi kegiatan orientasi siswa baru diharapkan dapat membantu siswa dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekolah secara cepat.
Dari apa yang disampaikan didalam tujuan pelaksanaan MOS tentunya tidak ada yang salah, tapi
mengapa kemudian membuat para orang tua menjadi khawatir? Dan banyak menimbulkan pro dan
kontra? Ini tidak terlepas dari adanya ketidak perdulian sebagian sekolah baik kepala sekolah dan
utamanya Wakasek bidang Kesiswaan yang tidak melakukan pembinaan dan pengawasan secara intensif
kepada panitia MOS yang notabene pengurus OSIS. Apakah ketidak pedulian tsb atas dasar ketidak
tahuan atau karena kualitas kemampuan yang minim dalam pengelolaan siswa atau karena ada objekan
lain sehingga tidak memperdulikan proses pelaksanaan MOS, sehingga panitia MOS yang pada dasarnya
adalah siswa kemudian membuat kebijakan sesuka hatinya yang mengarah kepada proses perpeloncoan
dan pada akhirnya membuat para siswa termarginalkan dan jelas dapat menimbulkan efek psikologi
yang kurang baik dan menjurus kepada ‘ajang balas dendam’.
Coba kita lihat disebagian sekolah banyak kebijakan panitia MOS (dalam hal ini secara tekhnis
dilakuakan oleh panitia berasal dari OSIS), sungguh ‘keterlaluan’ dan kurang mendidik, jauh dari tujuan
mulianya. Hal ini bisa dilihat mulai dari penugasan yang aneh-aneh (yang diberikan oleh kakak panitia),
2. sampai pada model baju/pakaian/atribut yang dikenakan oleh siswa baru. Seperti menjadikan karung
goni sebagai pakaian, menjadikan keranjang sampah sebagai tas, menjadikan petai sebagai dasi,
menjadikan bola sebagai topi. Adalah merupakan proses ‘pembodohan’ dan jelas menjadikan siswa baru
sebagai ‘barang cemoohan’ bagi yang melihatnya. Belum lagi proses pelaksanaan MOS terkadang tidak
terencana dengan baik, sehingga sesi demi sesi yang ada hanya kegiatan demi kegiatan yang tidak
terstruktur dan jauh dari bermanfaat. Belum lagi kewajiban-kewajiban yang harus dibawah siswa setiap
hari yang ujung-ujungnya adalah bentuk pemerasan terselubung dari para senior kepada siswa baru.
Dan tidak jarang pula karena kegiatan yang tidak terstruktur tidak jarang MOS berakhir melewati masa
jam belajar disekolah. Dan tidak heran kemudian banyak muncul keluhan dan kekecewaan para orang
tua terhadap pelaksanaan MOS yang sesungguhnya memiliki tujuan yang sangat mulia.
Dan oleh karena itulah kita berharap dinas pendidikan dapat merekonstruksi kembali pelaksanaan MOS
agar pelaksanaannya dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi siswa baru utamanya dalam
peningkatan prestasi belajarnya. Pelaksanaan kegiatan MOS disekolah-sekolah perlu dilakukan
pengarahan dan pengawasan, sehingga Kepala Sekolah dan utamanya Wakasek Bid. Kesiswaan dapat
benar-benar focus untuk memantau sekaligus mengarahkan pelaksanaan MOS sesuai dengan tujuan
yang sebenarnya, bukan tujuan dari para panitia yang notabene adalah siswa yang masih perlu
dibimbing dan diawasi. Jangan sampai pada suatu saat timbul hal-hal yang tidak diinginkan, dan jelas hal
tersebut akan merepotkan semua pihak . Tentunya hal sedemikian tidak kita kehendaki.