Dipresentasikan oleh Nopriadi Saputra
pada konferensi nasional SENIMA 5 UNESA (05/10/2020)
Meraih predikat paper terbaik ke-11
(!2 paper terbaik konferensi)
2. Pengaruh Learning Culture terhadap
Learning Agility:
Apakah Berdampak Langsung ataukah Tidak?
Nopriadi Saputra, Engkos Achmad Kuncoro, Sasmoko
Bina Nusantara University
3. Pendahuluan
• Perusahan-perusahaan menghadapi lingkungan turbulens samgat membutuhkan pegawai yang bersedia bekerja
lebih keras, berinovasi, sekaligus juga efisien. Di sisi lain pegawai menuntut job security, work-life balance,
dan career freedom (Imperatori, 2017).
• Learning agility dan work engagement adalah isu penting dalam pengelolaan pegawai yang menentukan kinerja
dan keberlangsungan organisasi
• Learning-agile organizations mampu mengantisipasi perubahan lebih baik dari pada organisasi lainnya (Gravett
& Caldwell, 2016).
• Work engagement merupakan salah satu dari lima management tools yang paling banyak digunakan oleh
eksekutif di regional Asia dan dunia(Rigby & Bilodeau (2015). Work engagement merupakan fakor yang
berpengaruh secara langsung berpengaruh terhadap kinerja individu maupun organisasi (Lee & Ok, 2015)
• Teridentifikasi ada 42 variabel sebagai prediktor dari work engagement. Tiga variabel di antaranya merupakan
organizational antecedent yang terkait dengan budaya organisasi (Wollard & Shuck,2011)
4. Latar Belakang Teori
Learning Culture
• Struktur dan budaya organisasi merupakan faktor
berpengaruh terhadap perilaku individu dan
kelompok dalam suatu organisasi (Robbins &
Judge, 2013).
• Budaya organisasi merupakan seperangkat sistem
nilai, standar perilaku dan opini yang khas atau
unik untuk setiap organisasi. Hal ini Nampak pada
perilaku, interaksi, pemahaman terhadap diri
sendiri, dan pemahaman terhadap sekitar (Hitka,
Vetráková, Balážová, & Danihelová, 2015).
• Learning culture merupakan salah satu dari budaya
organisasi yang didefinisikan sebagai budaya yang
memiliki orientasi untuk memudahkan dan
mendorong pembelajaran kepada seluruh individu
dalam organisasi untuk meraih kinerja organisasi
(Rebelo & Gomes, 2011).
Learning Agility
• Sebuah konsep baru yang semakin marak
digunakan dalam pengembagnan kepemimpian
dalam organisasi De Meuse et al., 2010).
• Learning agility tidak terkait dengan tipologi
personal, kecerdasan intelektual atau goal
orientation (DeRue, Ashford, & Myers, 2012).
• Learning agility adalah kesediaan dan
kemampuan seseorang untuk menguasai sebuah
kompetensi baru agar dapat berkinerja dengan
optimal walaupun dalam situasi baru yang lebih
sulit sekalipun pada saat pertama kali (Lombardo
& Eichinger, 2000).
• Learning agility adalah kemampuan untuk
menggali meaning dari bebagai pengalaman-
pengalaman yang dilewati untuk mendapatkan
insight is atas pengalaman tersebut (Yadav, 2017).
5. Latar Belakang Teori
Learning Culture
• Struktur dan budaya organisasi merupakan faktor
berpengaruh terhadap perilaku individu dan
kelompok dalam suatu organisasi (Robbins &
Judge, 2013).
• Budaya organisasi merupakan seperangkat sistem
nilai, standar perilaku dan opini yang khas atau
unik untuk setiap organisasi. Hal ini Nampak pada
perilaku, interaksi, pemahaman terhadap diri
sendiri, dan pemahaman terhadap sekitar (Hitka,
Vetráková, Balážová, & Danihelová, 2015).
• Learning culture merupakan salah satu dari budaya
organisasi yang didefinisikan sebagai budaya yang
memiliki orientasi untuk memudahkan dan
mendorong pembelajaran kepada seluruh individu
dalam organisasi untuk meraih kinerja organisasi
(Rebelo & Gomes, 2011).
Learning Agility
• Sebuah konsep baru yang semakin marak
digunakan dalam pengembagnan kepemimpian
dalam organisasi De Meuse et al., 2010).
• Learning agility tidak terkait dengan tipologi
personal, kecerdasan intelektual atau goal
orientation (DeRue, Ashford, & Myers, 2012).
• Learning agility adalah kesediaan dan
kemampuan seseorang untuk menguasai sebuah
kompetensi baru agar dapat berkinerja dengan
optimal walaupun dalam situasi baru yang lebih
sulit sekalipun pada saat pertama kali (Lombardo
& Eichinger, 2000).
• Learning agility adalah kemampuan untuk
menggali meaning dari bebagai pengalaman-
pengalaman yang dilewati untuk mendapatkan
insight is atas pengalaman tersebut (Yadav, 2017).
6. Work Engagement
• Merupakan sebuah konstuk yang multi-
component yang memuat associated indices
(Kim, Park, Cozart, & Lee, 2015)
• yang dapat dikonseptualisasikan sebagai sifat,
kodnisi atau tendisi perilaku tertentu (Macey &
Schneider, 2008).
• Merupakan psychological state dimana
seseorang merasa begitu antusias terhadap
pekerjaan mereka (Bakker, Schaufeli, Leiter, &
Taris, 2008; Kahn, 1990)
• Yang menggenerasi perasaan positif dan
mengembangkan serta direfleksikan dalam
dedication, absorption dan vigor (Bakker &
Leiter, 2010)
Latar Belakang Teori
7. Material dan Metode
• Sampel 67 orang CEO, direktur, atau senior manager dari
• Perusahaan multi nasional: Nestle, Samsung, Danone,
Mandom, Kino, Onduline ,
• Perusahaan swasta nasional: Telkom, Oreedoo Indosat,
Bank BRI, Bank Syariah Mandiri, Wijaya Karya, Jaya
Construction
• Perusahaan swasta nasionak: MNC Media, SmartFren,
Alternative Media Group, Sinarmas, Agung Sedayu,
Metropolitan, Daya Dimensi Indonesia, Bank BCA, Bank
Danamon, Premier Hospital, and Arpeni Pratama Ocean
Line
• Profil responden : pria (81%), lahir pada tahun 1970
sampai 1979 (63%), pendidiksan sarjana dan magister
(49%), sebagai direktu dan senior manajer (67%),
bekerjauntuk perusahaan swasta nasional (81%) dan
mengelola lebih dari 100 pegawai (67%).
Jumlah sampel yang direkomendasikan untuk model
riset degan satu endogenous construct yang
memiliki 2 anak panah, 80% statistical power; 0.05
significance level adalah 52 respondents (Hair, Hult,
Ringle, & Sarstedt, 2014)
9. Structural Model
Path
Coefficient
Learning Culture Work Engagement 0,448 2,836 0,005 Supported
Work Engagement Learning Agility 0,421 2,664 0,008 Supported
Learning Culture Learning Agility 0,242 1,548 0,122 Not Supported
Exogenous Construct Indogenous Construct t-Statistics p-Value Result
Path
Coefficient
Change Agility 0,919 39,004 0,000 Significant
Mental Agility 0,706 7,951 0,000 Significant
People Agility 0,634 8,021 0,000 Significant
Result Agility 0,794 11,559 0,000 Significant
External Adaptation 0,849 14,772 0,000 Significant
Internal Integration 0,948 61,051 0,000 Significant
Absorption 0,882 24,729 0,000 Significant
Dedication 0,844 10,439 0,000 Significant
Vigor 0,802 11,694 0,000 Significant
Construct Dimension t-Statistics p-Value Result
Learning Agility
Learning Culture
Work Engagement
Mesurement Model
Hasil dan Diskusi
10. • Learning culture berpengaruh langsung terhadap learning agility. Learning culture harus
dikembangkan dalam organisasi dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap work
engagement
• Learning culture mendorong dan memudahkan pegawai untuk belajar, berbagai dan
mendiseminasikan pengetahuan untuk mencapai kesuksesan organisasi melalui integrase internal
dan adaptasi eksternal
• Dengan menjaga learning culture dalam organisasi, pegawai akan lebih terlekat dengan
pekerjaannya. Mereka akan memiliki their work. Pegawai akan memiliki perasaan yang lebih positive,
fulfilling, work-related state of mind yang ditandai dengan dedication, absorption dan vigor dalam
melakukan pekerjaan mereka. Mereka akan senantiasai terhubung secara penuh secara fisik,
kognitif, dan emosional dengan peran meraka pada pekerjaan (Kahn, 1990).
• Dengan meningkatknya work engagement, para pegawai akan menjadi lebih tangkas dalam belajar
Hasil dan Diskusi
11. Saran dan Rekomendasi Riset Selanjutnya:
(1) melibatkan responden yang lebih dari 300 orang dan data diolah menggunakan Covariance Based SEM
serta aplikasi Lisrel
(2) Menggunakan metode probabilistic sampling lainnya stratified random atau cluster sampling,
(3) melakukan analisis content validity dan face validity untuk konstruk Learning Agility terutama sekali
pada dimensi people agility, result agility dan mental agility dan juga konstruk Work Engagement pada
dimensi Vigor.
(4) Menguji konstruk lainnya sebagai variabel mediator serperti: leadership, HRM practice, organizational
intervention or job-related factors.
Hasil dan Diskusi
12. • Learning culture melalui proses integrase internal dan adaptasi eksternal merupakan
prediktor yang baik untuk keterlekatan kerja namun bukan untuk ketangkasan belajar
• Work engagement yang direfleksikan pada vigor, absorption dan dedication merupakan
prediktor yang baik untuk learning agility.
• Learning agility direfleksikan dalam empat dimensi yaitu: change agility, mental agility, people
agility dan result agility.
• Learning culture berpengaruh tidak langsung terhdap learning agility.
KESIMPULAN