Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3), meliputi definisi limbah B3, aktivitas manusia yang menghasilkan limbah B3, prinsip pengelolaan limbah B3, regulasi pengelolaan limbah B3 di Indonesia, serta beberapa kasus pencemaran akibat limbah B3 baik di Indonesia maupun negara lain.
2. DEFINISI
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) :
adalah bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia
serta makhluk hidup lainnya
3. DEFINISI
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) :
sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun
yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau
merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lain
4. AKTIVITAS MANUSIA
(INDUSTRI, DLL)
BAHAN AWAL B3 TIMBULAN LIMBAH B3
MINIMALISASI B3 :
REDUKSI PADA SUMBER
SUBSTITUSI BAHAN
TEKNOLOGI BERSIH
PEMBUANGAN
LANGSUNG
DEGRADASI
LINGKUNGAN
PENGELOLAANPENGELOLAAN
BAHAN / LIMBAH B3BAHAN / LIMBAH B3
GANGGUAN
KESEHATAN
MANUSIA
5. DEFINISI
Pengelolaan limbah B3 adalah
rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan
limbah B3
7. From Cradle to The Grave
PENGUMPUL
PEMANFAAT
(WASTE EXCHANGE)
PENIMBUN
PENGOLAH
(treatment & disposal))
PENGHASILPENGHASIL
Abu incenerator,
Sisa/hasil reaksi kimia, dll
Limbah yang tidak
habis bereaksi, dll
Sistem Pengawasan Limbah B3
PENGANGKUT
8. From Cradle to Grave Dalam Pengawasan Kegiatan
Pengelolaan Limbah B3
Limbah B3 selalu diawasi mulai dari saat dihasilkan
sampai dengan tujuan akhir pengelolaannya;
Setiap limbah B3 harus memiliki tujuan akhir
pengelolaan;
Setiap pelaku kegiatan pengelolaan limbah B3 harus
memenuhi ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan
termasuk memiliki izin sesuai kegiatan pengelolaan
limbah B3 yang dilakukan;
Secara khusus, mekanisme pengawasan perpindahan
limbah B3 dilakukan melalui sistem notifikasi/ dokumen
limbah B3;
10. Hal-Hal Pokok yang Melatarbelakangi Peraturan
tentang Pengelolaan Limbah B3
Meningkatnya penggunaan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) pada berbagai kegiatan, misal
kegiatan industri, pertambangan, kesehatah, rumah
tangga
Meningkatnya upaya pengendalian pencemaran
udara dan air, yang akan menghasilkan
lumpur/sludge yang berbahaya dan beracun
Dampak penting atau pencemaran akibat
pembuangan limbah B3 terhadap lingkungan dan
manusia
11. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Material Safety Data Sheet (MSDS) adalah
Dokumen yang berisi informasi teknis mengenai
sifat racun, bahaya fisik dan cara penanganan
yang aman dari suatu bahan / produk kimia
yang dibuat oleh pabrik asal pembuatan bahan
kimia tersebut
MSDS
12. MSDS
Bagaimana cara menggali informasi B3 ?
- Informasi dari produsen (buku katalog
bahan / CD)
misal : Merck, JT Baker dll
- Literatur / buku tentang Health and Safety
- Material Safety Data Sheet (MSDS)
MDSD sebagai sumber informasi pengelolaan B3
13. PRINSIP PENGELOLAAN
LIMBAH B3
Minimisasi Limbah
Pengelolaan Limbah B3 dekat dengan
sumber
Pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan
“From Cradle to Grave” mulai dihasilkan
sampai penimbunan
15. Undang-undang RI No. 32 / 2009 ttg “Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup”.
PP RI No. 18 / 1999 Jo. PP No. 85 / 1999 ttg “Pengelolaan Limbah B3”
PP RI No. 27 /1999 ttg “Analisis Mengenai Dampak Lingkungan”.
PP 38 Tahun 2007 ttg “Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
Permen LH No. 18/2009 ttg Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3
Permen LH No. 30/2009 ttg Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan
Pengelolaan Limbah B3 serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran
Limbah B3 oleh Pemerintah Daerah
Permen LH No. 33 Tahun 2009 tentang “Tata Cara Pemulihan Lahan
Terkontaminasi Limbah B3”.
Permen LH No. 05/2009 tentang “Pengelolaan Limbah di Pelabuhan”.
Permen LH No. 02/2008 ttg Pemanfaatan Limbah B3
Kepdal 01/BAPEDAL/09/1995 ttg “ Tata Cara & Persyaratan Teknik Penyimpanan
& Pengumpulan Limbah B3”
Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995 ttg “Dokumen Limbah B3”.
Kepdal 03/BAPEDAL/09/1995 ttg Persyaratan teknis pengolahan Limbah B3
Kepdal 04/BAPEDAL/09/1995 ttg Tata Cara Penimbunan Hasil Pengolahan
Limbah B3.
Kepdal 05/BAPEDAL/09/1995 ttg “Simbol dan Label Limbah B3”.
REGULASIREGULASI PENGELOLAAN LIMBAH B3PENGELOLAAN LIMBAH B3
16. URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LH DALAM
PELAKSANAAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
PEMERINTAH
PEMERINTAH
PROPINSI
PEMERINTAH
KAB/KOTA
Penetapan Kebijakan Nasional
Pengelolaan B3 dan LB3
Penetapan LB3 dan status B3
Notifikasi B3 dan limbah B3.
Menyelenggarakan registrasi
B3.
Pengawasan pengelolaan (B3).
Ekspor dan Impor B3 dan LB3
Pengawasan LB3 skala nasional
Izin pengumpul skala nasional
Izin pengolahan, pemanfaatan,
pengangkutan dan
penimbunan LB3
Pengawasan pemulihan
pencemaran LB3 skala nasional
Izin dan
rekomendasi izin
pengumpulan LB3
Pengawasan PLB3,
Pengawasan sistem
tanggap darurat,
penanggulangan
kecelakaan PLB3,
pemulihan
pencemaran LB3
skala propinsi
Izin penyimpanan
LB3
Izin lokasi PLB3
Pengawasan PLB3,
Pengawasan
sistem tanggap
darurat,
penanggulangan
kecelakaan PLB3,
pemulihan
pencemaran LB3
skala Kab/Kota
17. Kewenangan dalam Perizinan dan
Pengawasan PLB3
Pengelolaan
Limbah B3
Perizinan Pengawasan
Pusat Provinsi Kab/Kota Pusat Provinsi Kab/Kota
Penyimpanan
v v v v
Pengumpulan
v v v v v v
Pengangkutan
v v v v
Pemanfaatan
v v v v
Pengolahan
v v v v
Penimbunan
v v v v
Cat : izin Pengumpulan oli bekas masih pusat
20. KASUS-KASUS PENCEMARAN LIMBAH
B3
Teluk Minamata (Jepang)
Pabrik pupuk kimia bernama Chisso
Chemical Corporation, menghasil limbah
mengandung Hg berdiri akhir tahun 1930,
kasus keracunan pada nelayan terdeteksi
tahun 1953 – 1960.
21. KASUS-KASUS PENCEMARAN LIMBAH
B3
Kasus Kabut Dioksin di Seveso (Italia)
Akhir 1960, industri farmasi Swiss, Hoffman-La
Roche memilih Seveso sebagai lokasi
pabriknya, guna memproduksi 2,4,5-triklorofenol
untuk desinfektan, kosmetik, dan herbisida.
Pabrik ini menghasilkan asap yang berbau.
Kecelakaan terjadi pada tanggal 10 Juli 1976,
sekitar 1 kg dioksin terbuang ke udara
membentuk kabut melewati jarak ribuan hektar.
22. A child from Seveso (Italy), after a big fire
in a chlorine factory in 1976.
Zobrazeno: 133 - last: Jun 27, 2007
23. KASUS-KASUS PENCEMARAN LIMBAH
B3
Kasus Kepone di Hopewell (USA)
Perusahaan bernama Allied
mensubkontrakan pembuatan pestisida
ke LSP (Kepone). Ternyata secara ilegal
Kepone membuang limbahnya ke sungai
James.
Di samping itu, banyak pekerja yang
keracunan pestisida, sehingga tahun 1975
ditutup
24. KASUS-KASUS PENCEMARAN LIMBAH
B3
Kasus Penyebaran EDB di USA
Ethylene dibromide (EDB) menjadi maslah
di USA pada tahun 1983/1984, dengan
ditemukannya residu EDB di makanan
yang terbuat dari gandum.
EDB merupakan pestisida yang bersifat
karsinogenik.
Data tahun 1982 mengungkapkan bahwa
EDB telah mencemari air tanah.
25. KASUS-KASUS PENCEMARAN LIMBAH
B3
Kasus Site Stringfellow di California (USA)
Site Stringfellow di Glen Avon (California) telah
digunakan untuk menimbun limbah cair B3 dari
tahun 1965-1972.
Selama itu sekitar 30 juta galon (113.550 m3)
limbah cair telah ditimbun.
Ternyata terjadi pencemaran air tanah akibat
evaluasi awal yang tidak akurat terhadap site.
Lahan ini berlokasi di atas akuifer Chino Basin
yang merupakan sumber air minum bagi sekitar
500.000 penduduk.
26. KASUS-KASUS PENCEMARAN LIMBAH
B3
Kasus Love Canal di dekat Niagara Falls di USA
Love Canal merupakan saluran sepanjang 2 km
yang digunakan untuk membuang limbah pabrik
kimia Hooker pada periode tahun 1940 – 1950-
an.
Setelah ditutup, di atasnya didirikan sekolah dan
terdapat permukiman.
Akhir tahun 1970, sering tercium bau zat kimia.
Setelah dianalisis ternyata tanah-tanah di lokasi
telah tercemar senyawa kimia yang beresiko
tinggi terhadap kesehatan.
28. Permasalahan (isu) dalam Pengelolaan LPermasalahan (isu) dalam Pengelolaan Limbahimbah B3B3
Pembuangan atau penimbunan Limbah B3
ke media lingkungan (open dumping)
Pembakaran Limbah B3 tanpa memenuhi
persyaratan (open burning)
Ketidaktersedian fasilitas Pengelolaan LB3
Pengelolaan Limbah B3 tanpa izin baik yang
dilakukan sendiri maupun pihak ke-3
Pembuangan limbah B3 (limbah RS) ke TPA
Menuntut delisting Limbah B3 dari daftar
PP 85/1999
Impor LB3 dengan modus bahan baku
atau produk
Kurangnya pemahaman ttg PLB3 dari
pelaku Pengelolaan Limbah B3 atau aparat
pengawas
29. Kasus Pencemaran di Indonesia
Pencemaran Hg
1. Di Pongkor, Jawa Barat, dilaporkan bahwa [Hg] di
sedimen sungai berkisar 0 – 2,688 ppm, di tanah
1 – 1300 ppm (Gunradi, 2001)
2. Di Sulawesi Utara (sungai Talawaan), air tanah
mengandung [Hg] di atas standar baku mutu dan
juga ditemukan di dalam siput dan ikan
(Hadi’atullah, dkk, 2001)
30. Kasus Pencemaran di Indonesia
Pencemaran laut
Penelitian Kunaefi dan Herto (2001) :
Perairan di Kepulauan Seribu menunjukkan bahwa beberapa
konsentrasi logam berat sudah melampaui standar. 6 jenis ikan
yang biasa dikonsumsi ternyata mengandung Cd, Cu, Pb, Zn, dan
Hg dalam konsentrasi jauh lebih besar dari yang diperbolehkan
Penelitian Djuangsih (2000) :
Kualitas pantai utara Tanggerang tidak lagi memenuhi persyaratan
untuk perikanan, biota laut, dan pariwisata, dengan telah melampaui
batas sebanyak 45 % - 91 %
31. Pantai Timur Kenjeran Surabaya
Pembuangan dari 60 lebih industri berpotensi mengandung
logam berat pencemar. Pantai Timur Surabaya telah tercemar
oleh logam berat. Seperti diberitakan Harian Pagi Surya, 15
Juni 1999, penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian
dari Jerman pada tahun 1998 terhadap masyarakat Kenjeran
menunjukkan bahwa Air Susu Ibu (ASI) dari ibu menyusui
telahmengandung kadmium (Cd) sebanyak 36,1 ppm,
sehingga dikhawatirkan akan membahayakan kesehatan
anak-anak masyarakat Kenjeran karena dapat menyebabkan
penurunan kecerdasan anak dan kerusakan jaringan tubuh.
32. Penelitian Mahasiswa S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga tahun 1996 juga menunjukkan bahwa
sampel darah penduduk Kenjeran mengandung tembaga
(Cu) sebesar 2511,07 ppb dan merkuri (Hg) sebanyak 2,48
ppb. Kandungan tembaga (Cu) dalam darah warga telah
melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan WHO yaitu
sebesar 800-1200 ppb. Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat Kenjeran telah mengkonsumsi hewan laut di
sekitar Pantai Timur Surabaya yang telah terkontaminasi
logam berat.
33. Limbah pertambangan :
Kasus Teluk Buyat
2000-5000 kubik ton limbah setiap hari di buang oleh PT NMR ke perairan
di teluk Buyat yang di mulai sejak Maret 1996. Menurut PT. NMR, buangan
limbah tersebut, terbungkus lapisan termoklin pada kedalaman 82 meter.
Nelayan setempat sangat memprotes buangan limbah tersebut. Apalagi
diakhir Juli 1996, nelayan mendapati puluhan bangkai ikan mati
mengapung dan terdampar di pantai. Kematian misterius ikan-ikan ini
berlangsung sampai Oktober 1996. Kasus ini terulang pada bulan Juli
1997.
34. Kronologi Ikan Mati di Teluk Buyat
No
Waktu dan Tanggal Jumlah ikan dengan nama jenis setempat
1. 29 Juli 1996 Puluhan ekor jenis kerapu, tato, kuli paser dan nener
2. 16 Agustus 1996 Puluhan ekor jenis kakatua dan kuli paser
3. 17 Agustus 1996 Puluhan ekor jenis lumba-lumba
4. 3 September 1996 Puluhan ekor jenis kerapu dan kuli paser
5. 7 September 1996 Puluhan ekor jenis kerapu, tato dan kuli paser
6. 17 September 1996 Puluhan ekor jenis kerapu
7. 3 Juli 1997 100-an ekor dengan jenis berbeda: uhi, bobara, wora,
talahuro, tikus-tikus, bete bukokong,
8. 3 Agustus 1997Jam 08.00 Puluhan ekor jenis uhi, bobara, wora, talahuro, tikus-
tikus, bete bukokong dan nener.
9. 6 Agustus 1997Jam 15.00 Puluhan ekor jenis uhi, bobara, wora, talahuro, tikus-
tikus, bete bukokong dan nener.
10. 7 Agustus 1977Jam 09.00 Puluhan ekor jenis uhi, bobara, wora talahuro, tikus-
tikus, bete bukokokong dan nener
35. Kasus Pencemaran di Indonesia
Insektisida
Terjadinya pencemaran air sumur penduduk dan sayuran oleh
insektisida
Penelitian berbagai sayuran menunjukkan bahwa terdapat residu
berkisar antara 0,125 – 9,5 ppm, yang berarti telah melampaui ADI
= Acceptable Daily Intake (0,001 – 0,002 ppm) dan MRL =
Maximum Residual Limit (0,045 – 0,13 mg/kg)