2. Praktik Pengawasan Air Minum
Pengawasan kualitas air minum di Indonesia dilakukan melalui dua cara yaitu pengawasan internal
dan eksternal. Pengawasan internal dilakukan secara mandiri oleh penyelenggara kegiatan. Pengawasan
eksternal dilakukan oleh Dinas Kesehatan, organisasi atau Badan yang independen seperti Badan Pusat
Statistik (BPS).
Pengawasan kualitas air minum di Indonesia telah dijalankan baik dalam bentuk survei,
pemeriksaan berkala, dan pemeriksaan secara independen. Kegiatan pengawasan sebelumnya
menunjukkan bahwa pengawasan kualitas air minum dilakukan secara independen dan
menginformasikan ada tindakan perbaikan baik di daerah perkotaan maupun pedesaan serta di fasilitas
pelayanan kesehatan. Pada daerah perdesaan, frekuensi pengawasan kualitas air minum yang dilakukan
secara independen kurang dari 50% dan di daerah perkotaan lebih dari 75% (United National-Water
Global Analysis and Assessment of Sanitation and Drinking Water (GLAAS), 2019).
3. Pengawasan kualitas air minum yang dilakukan melalui survei telah dilaksanakan pemerintah melalui
SUSENAS (BPS), Riskesdas (Kemenkes), Potensi Desa (BPS), dan lainnya. Pengawasan air minum yang
disurvei meliputi kuantitas, kualitas (secara observasi dan organoleptik), kontinuitas, dan aksesibilitas.
Pemenuhan kebutuhan air minum di rumah tangga, di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat fasilitas
umum dapat diukur dari akses air minum layak, beberapa faktor yang terkait dengan akses air minum
layak diantaranya adalah:
1) Jenis sumber air utama yang digunakan untuk diminum;
2) Jenis sumber air utama yang digunakan untuk memasak, mandi, dan mencuci;
3) Jarak sumber air ke penampungan limbah/kotoran/tinja
Akses air layak adalah akses terhadap air minum yang sumbernya terdiri dari leding, air hujan, dan
[(sumur bor/pompa, sumur terlindung serta mata air terlindung) dengan jarak ke tempat penampungan
limbah/kotoran/tinja terdekat ≥ 10 ml] dan sumber air minum kemasan/air isi ulang dimana sumber air
cuci/masak/mandi/dll menggunakan (sumur bor/pompa, sumur terlindung serta mata air terlindung)
dengan jarak ke tempat penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat ≥ 10 m. (Badan
Praktik Pengawasan Air Minum