SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Download to read offline
PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA ORANG TUA DAN ANAK DALAM
MEMAKNAI GAYA HIDUP YANG MILENIAL
Ayla Fianti Syawalia, Elsa Rahma Izzati, Masayu Aviandini, Novalia Agung W. Ardhoyo,
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Jakarta
Email : masayuaviandini024@gmail.com
ABSTRAK
Fenomena gaya hidup milenial menjadi salah satu bagian dari lanskap kehidupan
masyarakat dewasa saat ini. Terdapat tata-tata cara, kebiasaan dan elemen-elemen dalam gaya
hidup milenial yang dianggap positif maupun negatif, baik bagi orang tua maupun sang anak
yang berasal dari generasi Y atau Millennials. Maka dari itu, penelitian ini akan membahas
mengenai bagaimana fenomena perbedaan pendapat antara orang tua dengan anak yang berasal
dari generasi milennial terhadap gaya hidup milennial yang dipraktikan oleh anak-anak tersebut
dan bagaimana hal tersebut dapat mengarah kepada konflik dan atau diskusi yang terjadi
diantara kedua golongan usia dan/atau generasi tersebut. Penelitian ini akan dilakukan dengan
pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengambilan data secara wawancara, observasi
serta studi dokumentasi untuk memperoleh temuan serta mendukung temuan yang diperoleh
peneliti. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa antara orang tua dan anak mempunyai
pandangan yang berbeda tentang gaya hidup yang milenial. Perbedaan tersebut mengarah
kepada hal yang dianggap positif maupun yang dianggap negatif oleh orang tua dari anak yang
berasal dari generasi millennial terhadap gaya hidup millennial itu sendiri yang pada akhirnya
dapat mengarah kepada konflik maupun diskusi.
Kata kunci : Perbedaan pendapat orang tua dan anak, Millennial, konflik orang tua dan
anak
PENDAHULUAN
Generasi milenial umumnya ditandai dengan peningkatan penggunaan dan keakraban
dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Milenial menghabiskan lebih banyak waktu
untuk melihat layar perangkat mereka, mereka tidak memikirkan orang-orang di sekitar mereka,
mereka lebih peduli dengan urusan mereka sendiri. Minat membaca buku di perpustakaan
menurun, karena generasi milenial lebih suka membaca melalui perangkatnya, generasi
milenial juga harus memiliki akun media sosial dan pusat informasi sebagai sarana komunikasi
utama, generasi milenial lebih memilih untuk melihat melalui media sosial. layar perangkat
daripada televisi dan lebih memilih untuk melakukan pembelian melalui media online daripada
di pasar (Safitri, 2022). Generasi milenial ini berusia antara 18 dan 35 tahun, perkembangan
antara remaja akhir dan dewasa. Masa perubahan, yang dulunya tidak menentu, emosional,
tidak bertanggung jawab dan menghabiskan waktu berinteraksi di media sosial. Namun, remaja
akhir sedang mempersiapkan diri untuk memasuki fase dewasa menjadi pribadi yang utuh dan
kemudian dikaitkan dengan perkembangan pikiran, perasaan, sikap dan pengelolaan emosi.
Generasi milenial telah banyak berubah dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Milenial
memiliki karakteristik yang berbeda dalam memahami realitas kehidupan. Kelebihan dari
generasi ini adalah mereka lebih mudah memahami teknologi, mereka dapat dengan mudah
mengakses banyak masalah pengembangan masyarakat, mereka dapat dengan mudah
mengakses sejumlah besar sumber informasi pendukung melalui internet, generasi milenial
lebih pintar dari generasi sebelumnya. politik, ekonomi, bidang sosial dan lain-lain (Safitri,
2022).
Milenial dan generasi Z dinilai perlu menerapkan gaya hidup minimalis. Permasalahan
generasi muda saat ini adalah gaya hidup yang cenderung boros dan tidak mempedulikan
investasi. Di Indonesia, generasi milenial dan gen Z memiliki kemampuan manajemen
keuangan yang payah akibat gaya hidup yang cenderung lebih boros, sulit menabung, serta
tidak terlalu mempedulikan investasi untuk kebutuhan mendatang. (Tjiasaka, 2022). Ada
beberapa faktor yang membuat generasi milenial dan gen Z boros dan sulit menabung. Faktor
tersebut yaitu akses internet yang luas dan kehadiran e-commerce. Dengan dua kemudahan ini,
milenial dan gen Z cenderung lebih banyak mau dan kemudian boros, (Tjiasaka, 2022)
Masalah yang sering menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja antara lain
masalah waktu bermain, pulang larut dan tidak langsung mengikuti perintah orang tua. Perilaku
anak yang melakukan kesalahan lebih dari satu kali membuat orang tua merasa marah, frustasi
dan kecewa. Perilaku orang tua saat marah adalah membentak anak dengan suara keras, kesal
dan hukuman fisik. Orang tua menenangkan diri setelah konflik dengan anak mereka dengan
tetap diam. Orang tua menyesal menghukum anak-anak mereka dan anak-anak merasa
menyesal telah melakukan kesalahan. Orang tua dan anak siap untuk menyelesaikan konflik,
dan hubungan orang tua-anak akan membaik kembali. Manajemen konflik yang dilakukan
dalam keluarga Jawa termasuk dalam tipe manajemen konflik konstruktif. Ada tiga jenis
manajemen konflik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yaitu; (1) pemecahan
masalah yang positif melalui diskusi, (2) konfrontasi yang melibatkan kata-kata kasar dan
hukuman, dan (3) penarikan diri yang ditandai dengan penghindaran masalah, penghindaran
diskusi, dan menjaga jarak. Remaja merindukan kebebasan untuk membuat keputusan mandiri
dan membuat pilihan hidup. Keinginan orang tua untuk mengontrol dan mengetahui segala
sesuatu yang dilakukan anak remajanya terkadang membuat remaja tidak nyaman. Dari masa
kanak-kanak hingga remaja, remaja mengambil lebih banyak tanggung jawab untuk diri
mereka sendiri dan menjadi kurang bergantung pada orang tua mereka. Pada masa ini, remaja
mulai menyembunyikan dan menyimpan rahasia dari orang tuanya. Rahasia perkembangan
remaja bisa menjadi salah satu cara untuk mencapai tugas perkembangan saat ini. Karena
tentunya ketika remaja memiliki rahasia, membedakan siapa yang berhak tahu dan siapa yang
tidak berhak tahu. Perbedaan pendapat dan keinginan antara orang tua dan remaja yang tidak
mau menceritakan semuanya kepada orang tua merupakan salah satu alasan yang dapat
menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja. Tidak semua konflik sebenarnya memiliki
makna negatif. Konflik dapat berdampak positif atau negatif tergantung bagaimana konflik
tersebut ditangani. Konflik yang diselesaikan dengan benar dapat membangun hubungan
orang tua-remaja ke arah yang positif yang ditandai dengan penyesuaian diri remaja, dan
resolusi konflik yang merusak hubungan orang tua-remaja dapat dikaitkan dengan perilaku
remaja yang bermasalah.
Dalam contoh konflik ini terjadi perbedaan pendapat tentang waktu main anak yang
dianggap terlalu larut oleh orang tua. Waktu main anak yang sering melebihi waktu malam
yang orang tua sudah kasih untuk mereka menyebabkan orang tua mereka khawatir dengan
keadaan anaknya di luar sana. Di waktu yang senggang antara orang tua dan anak, mereka
dapat membicarakan konflik ini dengan cara musyawarah bersama dan dibicarakan dengan
kepala dingin alasan mengapa anak melakukan hal negatif tersebut, agar orang tua jaga tahu
alasan anak melakukan hal itu, sehingga dapat menentukan jalan keluarnya dan tidak ada lagi
terjadi konflik seperti itu ke depannya. Setelah dibicarakan dengan baik, anak akan mulai
pulang tepat waktu saat keluar rumah dan mulai mengontrol diri mereka agar tidak pulang larut
malam. Setiap manusia berhak memiliki privasi masing-masing, walaupun hubungan mereka
sangat dekat seperti layaknya orang tua dan anak, tetapi mereka berhak memiliki privasi
terhadap diri mereka sendiri. Kejadian ini tentu menimbulkan banyak perdebatan dan menjadi
hal yang sangat rumit untuk diperbincangkan, tetapi juga penting untuk komunikasi antara
orang tua dan anak. Untuk itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan jalan keluar
dari perdebatan tersebut, sehingga tidak menimbulkan perdebatan yang lebih panjang antara
permasalahan ini.
METODOLOGI
Paradigma penelitian yang digunakan penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme.
Paradigme konstruktivisme merujuk pada adanya pendekatan terhadap konstruksi sosial.
Dalam paradigma konstruktivisme, Karman menjelaskan bahwa proses sosial didapatkan
melalui aksi dan interaksi yang terjadi antara individu yang terjadi secara kontinu hingga pada
akhirnya menghasilkan suatu realitas sosial yang dialami dan dimiliki secara individual
(Karman, 2015). Selain itu, Goffman dalam Tamburaka mengatakan bahwa setiap individu
dapat secara kontinu mengubah definisi dalam simbolisasi mengenai suatu baik itu tindakan
atau action maupun mengenai individu lain ketika bergerak melintasi ruang dan waktu. Dalam
hal ini Goffman mengatakan bahwa setiap orang memiliki lambang atau simbol masing-masing
namun terkadang kita sebagai individu tidak menyadarinya. Selebihnya Goffman mengatakan
bahwa pengalaman seorang individu terhadap realitas berkaitan dengan bagaimana individu
tersebut mampu dalam memaknai situasi yang terdapat dalam kehidupan kesehariannya
(Tamburaka, 2012). Mengacu pada penelitian ini, penelitian ini menggunakan paradigma
konstrutivisme. Sesuai dengan pernyataan yang diusulkan oleh Karman dan Goffman, dapat
dilihat bahwa penelitian mengenai perbedaan pendapat antara orang tua dan anak dalam
menanggapi gaya hidup yang milenial ini mengacu pada bagaimana dua kategori subjek yang
berbeda secara usia yaitu orang tua dan anak, memaknai realitas sosial terkait gaya hidup yang
dalam hal ini adalah gaya hidup milenial berdasarkan dengan pengalaman yang dialami dan
dimiliki oleh dua kategori subjek penelitian tersebut. Sehingga, dalam hal ini penelitian ini
akan melihat bagaimana realitas tersebut dibangun oleh dua kategori subjek penelitian tersebut
yang ditempuh melalui pendekatan kualitatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merujuk pada penelitian yang bersifat induktif
yaitu dari khusus ke umum. Menurut Sugiyono, metode penelitian kualitatif adalah metode
yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme, sedangkan untuk meneliti objek alamiah, di
mana peneliti adalah sebagai instrument kunci dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan
triangulasi. Analisis data bersifat induktif atau kualitatif serta hasil penelitian lebih
menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2011).Berdasarkan pernyataan di atas
maka dapat dilihat bahwasannya kualitatif merujuk pada adanya pemaknaan atas suatu
fenomena yang terjadi. Dalam hal ini para peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif
harus berhasil menemukan makna yang dikonstruksi oleh subjek penelitian atau dalam hal ini
dalam penelitian kualitatif disebut juga sebagai informan(yang mana penyebutan responden
lebih cenderung digunakan dalam penelitian kuantitatif). Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif. Sehingga, peneliti melakukan wawancara mendalam
terhadap para informan mengenai perbedaan pendapat antara orang tua dan anak dalam
menanggapi gaya hidup yang milenial. Peneliti menyusun pedoman wawancara yang
kemudian ditanyakan kepada para informan yang termasuk dalam kategori yang dibutuhkan
dalam penelitian ini, yaitu berdasar pada kategori usia yaitu usia orang tua dan usia anak.
Pedoman wawancara tersebut diaplikasikan dalam bentuk wawancara mendalam terhadap
informan yang masuk dalam kategori pada penelitian ini. Penelitian yang digunakan dalam
riset ini adalah penlitian deskriptif. Furchan mengatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik
dari penelitian deskriptif, yaitu: 1. Penelitian deskriptif cenderung menggambarkan suatu
fenomena apa adanya dengan cara menelaah secara teratur-ketat, mengutamakan objektivitas
dan dilakukan secara cermat; 2. Tidak adanya perlakuan yang diberikan atau dikendalikan serta
tidak ada uji (Furchan, 2004). Sedangkan menurut Kountur, penelitian deskriptif memiliki ciri-
ciri sebagai berikut: 1. Berhubungan dengan keadaan yang terjadi pada saat itu; 2. Menguraikan
suatu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu per satu; 3. Variabel yang
diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (treatment) (Kountur, 2003). Terdapat 3
jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Wawancara Penelitian ini
menggunakan sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan informan
atau subjek penelitian. Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara mendalam kepada
informan yang termasuk dalam kategori yang dibutuhkan dalam peneltian ini yaitu antara orang
dengan anak untuk memperoleh pandangan terhadap pendapat dalam menanggapi gaya hidup
yang milenial. 2. Observasi Penelitian ini juga menggunakan metode observasi dalam
memperoleh data. Hal yang diobservasi dalam hal ini adalah konflik yang terjadi antara orang
tua dengan anak terkait perbedaan pendapat dalam menanggapi gaya hidup yang milenial yang
tentu berbeda diantara keduanya. Pengamatan konflik tersebut ditempuh melalui melihat secara
langsung maupun tidak langsung orang tua yang sedang berdebat dengan anak mengenai
pendapat dalam menanggapi gaya hidup yang milenial. 3. Studi kepustakaan Di samping
wawancara mendalam dan observasi, penelitian ini juga menggunakan studi kepustakaan
dalam memperoleh data untuk menunjang penelitian ini. Studi kepustakaan tersebut dilakukan
dengan mengutip literatur-literatur yang relevan dengan objek penelitian dari buku, artikel
maupun dari hasil penelitian terdahulu. Peneliti mengacu pada literatur-literatur dan bacaan
serta hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan perbedaan pendapat antara orang tua
dan anak dalam menanggapi gaya hidup yang milenia. Maka dari itu, peneliti mengacu pada
literatur yang bersifat bagaimana pendapat orang tua terhadap gaya hidup milenial, pendapat
anak terhadap gaya hidup milenial serta menemukan penelitian terdahulu yang sudah
mengkombinasikan pandangan orang tua dan anak mengenai gaya hidup yang milenial.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian kepada suatu keluarga, yaitu orang
tua dan anak. Yang dimana terjadi konflik nyata yang disebabkan oleh perbedaan pendapat
antara orang tua dan anak dalam menanggapi waktu main. Peneliti melakukan wawancara dan
observasi kepada orang tua dan anak sebagai objek penelitian. Peneliti menggunakan model
Lasswell sebagai petunjuk proses komunikasi yang terjadi antara komunikator dan komunikan.
Orang tua dan anak pada umumnya merupakan manifestasi dari perbedaan antar
generasi. Tantangan yang paling berat bagi orang tua adalah masalah komunikasi akibat
kesenjangan antara nilai-nilai ideal yang diajarkan generasi sebelumnya dengan kenyataan
yang dihadapi generasi sekarang. Tanpa komunikasi yang efektif dan intensif antara orang tua
dan anak, akan timbul kesalahpahaman karena cara berpikir yang berbeda dan dapat
menimbulkan konflik. Mengingat kemudahan akses informasi yang diperoleh melalui
perkembangan teknologi, tidak heran jika anak-anak menemukan atau bahkan meniru hal-hal
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diberikan oleh orang tuanya. . Apalagi jika orang tua
tidak menjelaskan dengan baik nilai-nilai positif yang harus diikuti oleh anak. Jika anak tidak
mendapat tanggapan positif dari orang-orang terdekatnya, mereka akan mencarinya di tempat
lain, seperti di sekolah, di lingkungan sekitar, di internet, di televisi, atau bahkan di jalanan
kota. Komunikasi yang tidak efektif antara orang tua dan anak dapat menimbulkan
kecenderungan pembentukan karakter yang kurang baik pada anak. Selain itu, ada
kekhawatiran bahwa anak tersebut memiliki kondisi mental dan sikap yang menyimpang.
Karakteristik buruk para milenial yang erat dengan kemudahan teknologi, seperti
individualis, apatis terhadap lingkungan, mengharapkan kebutuhan atau keinginannya dapat
segera tercapai, lebih fokus terhadap materialistis, konsumeris dan eksistensi diri di media
sosial, kurang peduli terhadap sesama, mungkin akan terjadi pada anak-anak mereka.
Bagaimana para orang tua milenial ini membangun karakter dan konsep diri yang positif
kepada anak-anak mereka. Sedangkan kasu-kasus yang terjadi pada anak akibat perkembangan
teknologi ini semakin marak terjadi. Faktor-faktor keluarga yang mempengaruhi
perkembangan anak adalah Keberfungsian keluarga dan pola Hubungan Orang tua terhadap
anak.
Fitzpatrick (1994) mengidentifikasi empat tipe keluarga, yaitu (a) tipe konsensus. Jenis
nilai keluarga ini komunikasi terbuka, tetapi otoritas dalam keluarga adalah orang tua. (b) Tipe
Pluralis, tipe keluarga ini adalah tipe keluarga yang cerewet tetapi kurang penurut. (c) Tipe
keluarga protektif, tipe keluarga ini adalah tipe keluarga yang jarang berbicara tetapi sangat
penurut. (d) Tipe “laissez-faire”, tipe keluarga ini adalah tipe keluarga yang jarang berbicara,
sedikit tunduk, dan jarang terlibat. Hubungan keluarga memiliki pengaruh yang besar terhadap
pembentukan konsep diri seorang anak. Dalam bukunya The Psychology of Communication,
Jalaludin Rakhmat menjelaskan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi konsep diri: orang
lain dan kelompok afinitas. Orang lain yang dirujuk oleh George Herbert Meade adalah orang
penting lainnya, yaitu orang yang sangat penting seperti anggota keluarga, kerabat, orang lain
yang tinggal di rumah yang sama. Richard Dewey dan W.J. Humber menyebutnya sebagai
orang lain yang emosional, yaitu orang lain yang memiliki keterikatan emosional dengan kita,
adalah kelompok yang menghubungkan kita secara emosional dan memengaruhi pembentukan
konsep diri kita.
Remaja berusia 16-20an yang menginjak bangku SMA hingga kuliah sering mengalami
konflik nyata dengan orang tua. Konflik tersebut bisa terjadi karena pendewasaan remaja yang
menanggap dirinya sudah cukup usia untuk bisa memilih hidupnya sendiri. Dari sudut pandang
orang tua, orang tua melarang anaknya karena adanya "cinta buta". Cinta buta yang dimaksud
adalah orang tua pernah mengalami hal serupa di masa lalu, sehingga ia tidak mau anaknya
menjadi seperti dirinya karena ada hal yang kurang baik terjadi. Orang tua takut anaknya
mengalami hal buruk. Jadi cinta buta merupakan cinta yang alasannya tidak dapat dicari, suka
maupun tidak suka orang tersebut harus nurut terhadap orang yang cinta buta. Masa anak
remaja adalah masa orang tua kehilangan "bayi kecil" mereka, orang tua masih mengganggap
anak mereka adalah bayi kecilnya karena orang tua telah mengurus anaknya dari semenjak
didalam perut hingga lahir dan tumbuh besar. Pengorbanan orang tua untuk anaknya dalam
berbagai hal membuat orang tua selalu ingat bahwa anak mereka adalah bayi kecil mereka
padahal anaknya sudah berumur remaja. Cinta buta yaitu kekhawatiran orang tua yang tidak
bisa diterima secara logika oleh anak.
Anak yang terlalu dilarang oleh orang tua akan memiliki sifat pembohong karena
apapun hal yang akan dilakukan si anak dengan alasan yang jujur pasti orang tuanya melarang,
sehingga anak perlu berbohong memberikan alasan lain agar orang tuanya mengizinkan mereka
untuk melakukan kegiatan diluar. Dengan berbohong, anak akan terus berbohong untuk
menutupi kebohongan lainnya agar tidak ketahuan oleh orang tua.
Masalah yang sering menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja antara lain
masalah waktu berrmain, pulang larut dan tidak langsung mengikuti perintah orang tua.
Perilaku anak yang melakukan kesalahan lebih dari satu kali membuat orang tua merasa marah,
frustasi dan kecewa. Perilaku orang tua saat marah adalah membentak anak dengan suara keras,
kesal dan hukuman fisik. Orang tua menenangkan diri setelah konflik dengan anak mereka
dengan tetap diam. Orang tua menyesal menghukum anak-anak mereka dan anak-anak merasa
menyesal telah melakukan kesalahan. Orang tua dan anak siap untuk menyelesaikan konflik,
dan hubungan orang tua-anak akan membaik kembali. Manajemen konflik yang dilakukan
dalam keluarga Jawa termasuk dalam tipe manajemen konflik konstruktif. Ada tiga jenis
manajemen konflik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yaitu; (1) pemecahan
masalah yang positif melalui diskusi, (2) konfrontasi yang melibatkan kata-kata kasar dan
hukuman, dan (3) penarikan diri yang ditandai dengan penghindaran masalah, penghindaran
diskusi, dan menjaga jarak. Remaja merindukan kebebasan untuk membuat keputusan mandiri
dan membuat pilihan hidup. Keinginan orang tua untuk mengontrol dan mengetahui segala
sesuatu yang dilakukan anak remajanya terkadang membuat remaja tidak nyaman. Dari masa
kanak-kanak hingga remaja, remaja mengambil lebih banyak tanggung jawab untuk diri
mereka sendiri dan menjadi kurang bergantung pada orang tua mereka. Pada masa ini, remaja
mulai menyembunyikan dan menyimpan rahasia dari orang tuanya. Rahasia perkembangan
remaja bisa menjadi salah satu cara untuk mencapai tugas perkembangan saat ini. Karena
tentunya ketika remaja memiliki rahasia, membedakan siapa yang berhak tahu dan siapa yang
tidak berhak tahu. Perbedaan pendapat dan keinginan antara orang tua dan remaja yang tidak
mau menceritakan semuanya kepada orang tua merupakan salah satu alasan yang dapat
menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja. Tidak semua konflik sebenarnya memiliki
makna negatif. Konflik dapat berdampak positif atau negatif tergantung bagaimana konflik
tersebut ditangani. Konflik yang diselesaikan dengan benar dapat membangun hubungan
orang tua-remaja ke arah yang positif yang ditandai dengan penyesuaian diri remaja, dan
resolusi konflik yang merusak hubungan orang tua-remaja dapat dikaitkan dengan perilaku
remaja yang bermasalah.
Dalam konflik yang terjadi orang tua merupakan seorang komunikator dan anak
merupakan komunikan. Konflik yang terjadi disini adalah karena anak yang pulang larut
malam setelah beraktivitas diluar dan tidak mengikuti perintah orang tua. Sebelum kejadian
anak pulang larut malam, orang tua sudah memberikan batasan waktu untuk anak pulang. Pada
wawancara yang dilakukan, orang tua memberikan batasan waktu pulang pada anak hingga
pukul 22.00 WIB, tetapi ternyata anaknya baru pulang pukul 23.00 WIB atau bahkan sering
kali tidak pulang kerumah karena menginap di rumah temannya. Pada diwaktu tertentu, anak
tidak memberikan kabar kepada orang tua bila akan pulang ke rumah atau tidak pulang. Hal
tersebut membuat orang tua marah dan khawatir terhadap anak. Alasan orang tua melarang
anak pulang malam sebenarnya beragam, tetapi pada konflik ini orang tua memberikan dua
alasan. Alasan pertama yaitu malam hari adalah waktu yang sangat berbahaya untuk berada
diluar rumah. Dan alasan yang kedua yaitu karena kurangnya rasa percaya keluarga terhadap
anak yang disebabkan oleh tidak terbukanya anak kepada orang tua. Di waktu yang senggang
antara orang tua dan anak, mereka dapat membicarakan konflik ini dengan cara musyawarah
bersama dan dibicarakan dengan kepala dingin alasan anak melakukan hal tersebut. Ternyata
hal tersebut terjadi karena orang tua kurang memberikan waktu untuk bermain seperti teman-
temannya yang lain. Karena sejatinya yang dibutuhkan oleh anak-anak remaja itu hanyalah
ingin bermain bersama dengan teman-temannya. Anak merasa tidak diberika kebebasan untuk
bersenang-senang dengan teman sebayanya menjadi penyebab mengapa anak sering nekat
keluar malam. Setelah orang tua mengetahui penyebab anak mereka selalu pulang malam,
orang tua mulai melakukan diskusi singkat diwaktu-waktu terntentu sehingga anak merasa
dekat dengan orang tua dan percaya kepada orang tuanya. Setelah dibicarakan dengan baik,
anak akan mulai pulang tepat waktu saat keluar rumah dan mulai mengontrol diri mereka agar
tidak pulang larut malam. Setiap manusia berhak memiliki privasi masing-masing, walaupun
hubungan mereka sangat dekat seperti layaknya orang tua dan anak, tetapi mereka berhak
memiliki privasi terhadap diri mereka sendiri.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat dilihat bahwa antara anak dengan orang
tua memiliki perbedaan pandangan mengenai gaya hidup yang millennial. Seperti yang telah
disebutkan bahwa pada umumnya orang tua dari generasi millennial adalah orang-orang yang
berasal dari generasi X. Antara generasi X dengan generasi Millennial atau Y tersebut tentunya
memiliki pandangan yang berbeda terhadap gaya hidup millennial. Perbedaan tersebut
mengarah kepada hal yang dianggap positif maupun yang dianggap negatif oleh orang tua dari
anak yang berasal dari generasi millennial terhadap gaya hidup millennial itu sendiri yang pada
akhirnya dapat mengarah kepada konflik maupun diskusi. Sehingga jalan keluar yang tepat
untuk mengakhiri konflik diskusi perbedaan usia adalah dengan saling mengerti keadaan satu
sama lain dan saling terbuka agar terjalin keharmonisan antara oranng tua dan anak.
Maka dari itu, bersangkutan dengan tujuan penelitian ini, untuk sementara diperoleh
pengetahuan bahwa perbedaan pendapat yang terjadi antara orang tua dengan anak dalam
diskursus gaya hidup millennial adalah karena adanya perbedaan pandangan antara kelompok
orang tua dengan kelompok anak mengenai gaya hidup yang sepatutnya dijalankan, yang mana
anak-anak terutama yang berada dalam kelompok millennial merasa bahwa gaya hidup
millennial merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari sedangkan bagi orang tua gaya
hidup millennial tidak dapat dipungkiri sudah menjadi bagian dari gaya hidup manusia pada
era ini namun masih menganggap bahwa gaya hidup yang dijalankan masih mengacu dengan
generasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Furchan, A. (2004). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Office).
Karman. (2015). Konstruksi Realitas Sosial Sebagai Gerakan Pemikiran. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Komunikasi dan Informatika. 5(3).
Kountur. (2003). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: PPM).
Ningsih (2012). Pengelolaan konflik orang tua-remaja dalam keluarga Jawa. Naskah Publkasi.
Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/20315/15/Naskah_Publikasi.pdf
Rizki (2021). Interaksi komunikasi generasi milenial terhadap orang tua. Repository. Diakses
dari https://repository.ar-
raniry.ac.id/id/eprint/16630/1/Ayu%20Darani%20Rizki%2C%20160401009%2C%20
FDK%2C%20KPI%2C%20082277400564.pdf
Safitri (2022). Milenial dan Gen Z Dinilai Perlu Menerapkan Gaya Hidup Minimalis. Kompas.
Diakses dari https://amp.kompas.com/money/read/2022/01/27/182126126/milenial-
dan-gen-z-dinilai-perlu-menerapkan-gaya-hidup-minimalis
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Tamburaka, Apriadi (2012). Agenda Setting Media Massa. Jakarta: Rajawali Pers.
Koerner, A. F., & Fitzpatrick, M, A. (2002). Understanding Family Communication Patterns
and Family Functioning: The Roles of Conversation Orientation and Conformity
Orientation. Annals of the International Communication Association
Ritchie, L. D., & Fitzpatrick, M. A. (1990). Family communication patterns: Measuring
intrapersonal perceptions of interpersonal relationships. Communication research.
Rakhmat, Jalaludin (2012). The Psychology of Communication. Bandung. Remaja
Rosdakarya

More Related Content

Similar to Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf

UAS PPT - Sosiologi Komunikasi - Kelompok (Sri, Ambar, Tarma).pptx
UAS PPT - Sosiologi Komunikasi - Kelompok (Sri, Ambar, Tarma).pptxUAS PPT - Sosiologi Komunikasi - Kelompok (Sri, Ambar, Tarma).pptx
UAS PPT - Sosiologi Komunikasi - Kelompok (Sri, Ambar, Tarma).pptxambarwati524616
 
Antropologi - Keisya Auradelia (1) 2.docx
Antropologi - Keisya Auradelia (1) 2.docxAntropologi - Keisya Auradelia (1) 2.docx
Antropologi - Keisya Auradelia (1) 2.docxKeisyaAuradelia
 
Makalah1 kenakalanremaja
Makalah1 kenakalanremajaMakalah1 kenakalanremaja
Makalah1 kenakalanremajaHaubibBro
 
Makalah interaksi sosial
Makalah  interaksi sosialMakalah  interaksi sosial
Makalah interaksi sosialWarnet Raha
 
Paper Landasan Pendidikan: Landasan Psikologi dalam Pendidikan//Nurul Hasanah...
Paper Landasan Pendidikan: Landasan Psikologi dalam Pendidikan//Nurul Hasanah...Paper Landasan Pendidikan: Landasan Psikologi dalam Pendidikan//Nurul Hasanah...
Paper Landasan Pendidikan: Landasan Psikologi dalam Pendidikan//Nurul Hasanah...Nurul Hazanah
 
Pertemuan 9 Perkembangan Peserta Didik
Pertemuan 9 Perkembangan Peserta DidikPertemuan 9 Perkembangan Peserta Didik
Pertemuan 9 Perkembangan Peserta DidikmonichaSihombing
 
Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan Bebas
Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan BebasMakalah Bahasa Indonesia - Pergaulan Bebas
Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan BebasPryses Jaklyn
 
Bahaya pergaulan
Bahaya pergaulanBahaya pergaulan
Bahaya pergaulanWarnet Raha
 
Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja
Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja
Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja FahrulRosyid1
 
Tugas Ilmu Sosial Dasar 4
Tugas Ilmu Sosial Dasar 4Tugas Ilmu Sosial Dasar 4
Tugas Ilmu Sosial Dasar 4sopiannudin
 
ulgisb salinan.docx
ulgisb salinan.docxulgisb salinan.docx
ulgisb salinan.docxaliyaputri14
 
Sosiologi tawuran pelajar
Sosiologi tawuran pelajarSosiologi tawuran pelajar
Sosiologi tawuran pelajarNita Mardiana
 

Similar to Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf (20)

UAS PPT - Sosiologi Komunikasi - Kelompok (Sri, Ambar, Tarma).pptx
UAS PPT - Sosiologi Komunikasi - Kelompok (Sri, Ambar, Tarma).pptxUAS PPT - Sosiologi Komunikasi - Kelompok (Sri, Ambar, Tarma).pptx
UAS PPT - Sosiologi Komunikasi - Kelompok (Sri, Ambar, Tarma).pptx
 
Antropologi - Keisya Auradelia (1) 2.docx
Antropologi - Keisya Auradelia (1) 2.docxAntropologi - Keisya Auradelia (1) 2.docx
Antropologi - Keisya Auradelia (1) 2.docx
 
bilangan aljabar
bilangan aljabarbilangan aljabar
bilangan aljabar
 
Makalah1 kenakalanremaja
Makalah1 kenakalanremajaMakalah1 kenakalanremaja
Makalah1 kenakalanremaja
 
Makalah interaksi sosial
Makalah  interaksi sosialMakalah  interaksi sosial
Makalah interaksi sosial
 
Makalah interaksi sosial
Makalah  interaksi sosialMakalah  interaksi sosial
Makalah interaksi sosial
 
Paper Landasan Pendidikan: Landasan Psikologi dalam Pendidikan//Nurul Hasanah...
Paper Landasan Pendidikan: Landasan Psikologi dalam Pendidikan//Nurul Hasanah...Paper Landasan Pendidikan: Landasan Psikologi dalam Pendidikan//Nurul Hasanah...
Paper Landasan Pendidikan: Landasan Psikologi dalam Pendidikan//Nurul Hasanah...
 
Pertemuan 9 Perkembangan Peserta Didik
Pertemuan 9 Perkembangan Peserta DidikPertemuan 9 Perkembangan Peserta Didik
Pertemuan 9 Perkembangan Peserta Didik
 
Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan Bebas
Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan BebasMakalah Bahasa Indonesia - Pergaulan Bebas
Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan Bebas
 
Bahaya pergaulan
Bahaya pergaulanBahaya pergaulan
Bahaya pergaulan
 
Bahaya pergaulan
Bahaya pergaulanBahaya pergaulan
Bahaya pergaulan
 
Makalah perkembangan remaja
Makalah perkembangan remajaMakalah perkembangan remaja
Makalah perkembangan remaja
 
Residivisme Bab 5
Residivisme Bab 5Residivisme Bab 5
Residivisme Bab 5
 
Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja
Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja
Fenomena adiksi pornografi dan perkembangan kognitif pada remaja
 
Tugas ISD Pertemuan ke-4
Tugas ISD Pertemuan ke-4Tugas ISD Pertemuan ke-4
Tugas ISD Pertemuan ke-4
 
Tugas Ilmu Sosial Dasar 4
Tugas Ilmu Sosial Dasar 4Tugas Ilmu Sosial Dasar 4
Tugas Ilmu Sosial Dasar 4
 
ulgisb salinan.docx
ulgisb salinan.docxulgisb salinan.docx
ulgisb salinan.docx
 
Asg2
Asg2Asg2
Asg2
 
Sosiologi tawuran pelajar
Sosiologi tawuran pelajarSosiologi tawuran pelajar
Sosiologi tawuran pelajar
 
Presentasi kelompok 11
Presentasi kelompok 11Presentasi kelompok 11
Presentasi kelompok 11
 

Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf

  • 1. PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA ORANG TUA DAN ANAK DALAM MEMAKNAI GAYA HIDUP YANG MILENIAL Ayla Fianti Syawalia, Elsa Rahma Izzati, Masayu Aviandini, Novalia Agung W. Ardhoyo, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Jakarta Email : masayuaviandini024@gmail.com ABSTRAK Fenomena gaya hidup milenial menjadi salah satu bagian dari lanskap kehidupan masyarakat dewasa saat ini. Terdapat tata-tata cara, kebiasaan dan elemen-elemen dalam gaya hidup milenial yang dianggap positif maupun negatif, baik bagi orang tua maupun sang anak yang berasal dari generasi Y atau Millennials. Maka dari itu, penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana fenomena perbedaan pendapat antara orang tua dengan anak yang berasal dari generasi milennial terhadap gaya hidup milennial yang dipraktikan oleh anak-anak tersebut dan bagaimana hal tersebut dapat mengarah kepada konflik dan atau diskusi yang terjadi diantara kedua golongan usia dan/atau generasi tersebut. Penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengambilan data secara wawancara, observasi serta studi dokumentasi untuk memperoleh temuan serta mendukung temuan yang diperoleh peneliti. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa antara orang tua dan anak mempunyai pandangan yang berbeda tentang gaya hidup yang milenial. Perbedaan tersebut mengarah kepada hal yang dianggap positif maupun yang dianggap negatif oleh orang tua dari anak yang berasal dari generasi millennial terhadap gaya hidup millennial itu sendiri yang pada akhirnya dapat mengarah kepada konflik maupun diskusi. Kata kunci : Perbedaan pendapat orang tua dan anak, Millennial, konflik orang tua dan anak
  • 2. PENDAHULUAN Generasi milenial umumnya ditandai dengan peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Milenial menghabiskan lebih banyak waktu untuk melihat layar perangkat mereka, mereka tidak memikirkan orang-orang di sekitar mereka, mereka lebih peduli dengan urusan mereka sendiri. Minat membaca buku di perpustakaan menurun, karena generasi milenial lebih suka membaca melalui perangkatnya, generasi milenial juga harus memiliki akun media sosial dan pusat informasi sebagai sarana komunikasi utama, generasi milenial lebih memilih untuk melihat melalui media sosial. layar perangkat daripada televisi dan lebih memilih untuk melakukan pembelian melalui media online daripada di pasar (Safitri, 2022). Generasi milenial ini berusia antara 18 dan 35 tahun, perkembangan antara remaja akhir dan dewasa. Masa perubahan, yang dulunya tidak menentu, emosional, tidak bertanggung jawab dan menghabiskan waktu berinteraksi di media sosial. Namun, remaja akhir sedang mempersiapkan diri untuk memasuki fase dewasa menjadi pribadi yang utuh dan kemudian dikaitkan dengan perkembangan pikiran, perasaan, sikap dan pengelolaan emosi. Generasi milenial telah banyak berubah dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Milenial memiliki karakteristik yang berbeda dalam memahami realitas kehidupan. Kelebihan dari generasi ini adalah mereka lebih mudah memahami teknologi, mereka dapat dengan mudah mengakses banyak masalah pengembangan masyarakat, mereka dapat dengan mudah mengakses sejumlah besar sumber informasi pendukung melalui internet, generasi milenial lebih pintar dari generasi sebelumnya. politik, ekonomi, bidang sosial dan lain-lain (Safitri, 2022). Milenial dan generasi Z dinilai perlu menerapkan gaya hidup minimalis. Permasalahan generasi muda saat ini adalah gaya hidup yang cenderung boros dan tidak mempedulikan investasi. Di Indonesia, generasi milenial dan gen Z memiliki kemampuan manajemen keuangan yang payah akibat gaya hidup yang cenderung lebih boros, sulit menabung, serta tidak terlalu mempedulikan investasi untuk kebutuhan mendatang. (Tjiasaka, 2022). Ada beberapa faktor yang membuat generasi milenial dan gen Z boros dan sulit menabung. Faktor tersebut yaitu akses internet yang luas dan kehadiran e-commerce. Dengan dua kemudahan ini, milenial dan gen Z cenderung lebih banyak mau dan kemudian boros, (Tjiasaka, 2022) Masalah yang sering menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja antara lain masalah waktu bermain, pulang larut dan tidak langsung mengikuti perintah orang tua. Perilaku anak yang melakukan kesalahan lebih dari satu kali membuat orang tua merasa marah, frustasi
  • 3. dan kecewa. Perilaku orang tua saat marah adalah membentak anak dengan suara keras, kesal dan hukuman fisik. Orang tua menenangkan diri setelah konflik dengan anak mereka dengan tetap diam. Orang tua menyesal menghukum anak-anak mereka dan anak-anak merasa menyesal telah melakukan kesalahan. Orang tua dan anak siap untuk menyelesaikan konflik, dan hubungan orang tua-anak akan membaik kembali. Manajemen konflik yang dilakukan dalam keluarga Jawa termasuk dalam tipe manajemen konflik konstruktif. Ada tiga jenis manajemen konflik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yaitu; (1) pemecahan masalah yang positif melalui diskusi, (2) konfrontasi yang melibatkan kata-kata kasar dan hukuman, dan (3) penarikan diri yang ditandai dengan penghindaran masalah, penghindaran diskusi, dan menjaga jarak. Remaja merindukan kebebasan untuk membuat keputusan mandiri dan membuat pilihan hidup. Keinginan orang tua untuk mengontrol dan mengetahui segala sesuatu yang dilakukan anak remajanya terkadang membuat remaja tidak nyaman. Dari masa kanak-kanak hingga remaja, remaja mengambil lebih banyak tanggung jawab untuk diri mereka sendiri dan menjadi kurang bergantung pada orang tua mereka. Pada masa ini, remaja mulai menyembunyikan dan menyimpan rahasia dari orang tuanya. Rahasia perkembangan remaja bisa menjadi salah satu cara untuk mencapai tugas perkembangan saat ini. Karena tentunya ketika remaja memiliki rahasia, membedakan siapa yang berhak tahu dan siapa yang tidak berhak tahu. Perbedaan pendapat dan keinginan antara orang tua dan remaja yang tidak mau menceritakan semuanya kepada orang tua merupakan salah satu alasan yang dapat menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja. Tidak semua konflik sebenarnya memiliki makna negatif. Konflik dapat berdampak positif atau negatif tergantung bagaimana konflik tersebut ditangani. Konflik yang diselesaikan dengan benar dapat membangun hubungan orang tua-remaja ke arah yang positif yang ditandai dengan penyesuaian diri remaja, dan resolusi konflik yang merusak hubungan orang tua-remaja dapat dikaitkan dengan perilaku remaja yang bermasalah. Dalam contoh konflik ini terjadi perbedaan pendapat tentang waktu main anak yang dianggap terlalu larut oleh orang tua. Waktu main anak yang sering melebihi waktu malam yang orang tua sudah kasih untuk mereka menyebabkan orang tua mereka khawatir dengan keadaan anaknya di luar sana. Di waktu yang senggang antara orang tua dan anak, mereka dapat membicarakan konflik ini dengan cara musyawarah bersama dan dibicarakan dengan kepala dingin alasan mengapa anak melakukan hal negatif tersebut, agar orang tua jaga tahu alasan anak melakukan hal itu, sehingga dapat menentukan jalan keluarnya dan tidak ada lagi terjadi konflik seperti itu ke depannya. Setelah dibicarakan dengan baik, anak akan mulai
  • 4. pulang tepat waktu saat keluar rumah dan mulai mengontrol diri mereka agar tidak pulang larut malam. Setiap manusia berhak memiliki privasi masing-masing, walaupun hubungan mereka sangat dekat seperti layaknya orang tua dan anak, tetapi mereka berhak memiliki privasi terhadap diri mereka sendiri. Kejadian ini tentu menimbulkan banyak perdebatan dan menjadi hal yang sangat rumit untuk diperbincangkan, tetapi juga penting untuk komunikasi antara orang tua dan anak. Untuk itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan jalan keluar dari perdebatan tersebut, sehingga tidak menimbulkan perdebatan yang lebih panjang antara permasalahan ini. METODOLOGI Paradigma penelitian yang digunakan penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Paradigme konstruktivisme merujuk pada adanya pendekatan terhadap konstruksi sosial. Dalam paradigma konstruktivisme, Karman menjelaskan bahwa proses sosial didapatkan melalui aksi dan interaksi yang terjadi antara individu yang terjadi secara kontinu hingga pada akhirnya menghasilkan suatu realitas sosial yang dialami dan dimiliki secara individual (Karman, 2015). Selain itu, Goffman dalam Tamburaka mengatakan bahwa setiap individu dapat secara kontinu mengubah definisi dalam simbolisasi mengenai suatu baik itu tindakan atau action maupun mengenai individu lain ketika bergerak melintasi ruang dan waktu. Dalam hal ini Goffman mengatakan bahwa setiap orang memiliki lambang atau simbol masing-masing namun terkadang kita sebagai individu tidak menyadarinya. Selebihnya Goffman mengatakan bahwa pengalaman seorang individu terhadap realitas berkaitan dengan bagaimana individu tersebut mampu dalam memaknai situasi yang terdapat dalam kehidupan kesehariannya (Tamburaka, 2012). Mengacu pada penelitian ini, penelitian ini menggunakan paradigma konstrutivisme. Sesuai dengan pernyataan yang diusulkan oleh Karman dan Goffman, dapat dilihat bahwa penelitian mengenai perbedaan pendapat antara orang tua dan anak dalam menanggapi gaya hidup yang milenial ini mengacu pada bagaimana dua kategori subjek yang berbeda secara usia yaitu orang tua dan anak, memaknai realitas sosial terkait gaya hidup yang dalam hal ini adalah gaya hidup milenial berdasarkan dengan pengalaman yang dialami dan dimiliki oleh dua kategori subjek penelitian tersebut. Sehingga, dalam hal ini penelitian ini akan melihat bagaimana realitas tersebut dibangun oleh dua kategori subjek penelitian tersebut yang ditempuh melalui pendekatan kualitatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merujuk pada penelitian yang bersifat induktif
  • 5. yaitu dari khusus ke umum. Menurut Sugiyono, metode penelitian kualitatif adalah metode yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme, sedangkan untuk meneliti objek alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi. Analisis data bersifat induktif atau kualitatif serta hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2011).Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat dilihat bahwasannya kualitatif merujuk pada adanya pemaknaan atas suatu fenomena yang terjadi. Dalam hal ini para peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif harus berhasil menemukan makna yang dikonstruksi oleh subjek penelitian atau dalam hal ini dalam penelitian kualitatif disebut juga sebagai informan(yang mana penyebutan responden lebih cenderung digunakan dalam penelitian kuantitatif). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Sehingga, peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap para informan mengenai perbedaan pendapat antara orang tua dan anak dalam menanggapi gaya hidup yang milenial. Peneliti menyusun pedoman wawancara yang kemudian ditanyakan kepada para informan yang termasuk dalam kategori yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu berdasar pada kategori usia yaitu usia orang tua dan usia anak. Pedoman wawancara tersebut diaplikasikan dalam bentuk wawancara mendalam terhadap informan yang masuk dalam kategori pada penelitian ini. Penelitian yang digunakan dalam riset ini adalah penlitian deskriptif. Furchan mengatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik dari penelitian deskriptif, yaitu: 1. Penelitian deskriptif cenderung menggambarkan suatu fenomena apa adanya dengan cara menelaah secara teratur-ketat, mengutamakan objektivitas dan dilakukan secara cermat; 2. Tidak adanya perlakuan yang diberikan atau dikendalikan serta tidak ada uji (Furchan, 2004). Sedangkan menurut Kountur, penelitian deskriptif memiliki ciri- ciri sebagai berikut: 1. Berhubungan dengan keadaan yang terjadi pada saat itu; 2. Menguraikan suatu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu per satu; 3. Variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (treatment) (Kountur, 2003). Terdapat 3 jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Wawancara Penelitian ini menggunakan sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan informan atau subjek penelitian. Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara mendalam kepada informan yang termasuk dalam kategori yang dibutuhkan dalam peneltian ini yaitu antara orang dengan anak untuk memperoleh pandangan terhadap pendapat dalam menanggapi gaya hidup yang milenial. 2. Observasi Penelitian ini juga menggunakan metode observasi dalam memperoleh data. Hal yang diobservasi dalam hal ini adalah konflik yang terjadi antara orang tua dengan anak terkait perbedaan pendapat dalam menanggapi gaya hidup yang milenial yang tentu berbeda diantara keduanya. Pengamatan konflik tersebut ditempuh melalui melihat secara
  • 6. langsung maupun tidak langsung orang tua yang sedang berdebat dengan anak mengenai pendapat dalam menanggapi gaya hidup yang milenial. 3. Studi kepustakaan Di samping wawancara mendalam dan observasi, penelitian ini juga menggunakan studi kepustakaan dalam memperoleh data untuk menunjang penelitian ini. Studi kepustakaan tersebut dilakukan dengan mengutip literatur-literatur yang relevan dengan objek penelitian dari buku, artikel maupun dari hasil penelitian terdahulu. Peneliti mengacu pada literatur-literatur dan bacaan serta hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan perbedaan pendapat antara orang tua dan anak dalam menanggapi gaya hidup yang milenia. Maka dari itu, peneliti mengacu pada literatur yang bersifat bagaimana pendapat orang tua terhadap gaya hidup milenial, pendapat anak terhadap gaya hidup milenial serta menemukan penelitian terdahulu yang sudah mengkombinasikan pandangan orang tua dan anak mengenai gaya hidup yang milenial. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian kepada suatu keluarga, yaitu orang tua dan anak. Yang dimana terjadi konflik nyata yang disebabkan oleh perbedaan pendapat antara orang tua dan anak dalam menanggapi waktu main. Peneliti melakukan wawancara dan observasi kepada orang tua dan anak sebagai objek penelitian. Peneliti menggunakan model Lasswell sebagai petunjuk proses komunikasi yang terjadi antara komunikator dan komunikan. Orang tua dan anak pada umumnya merupakan manifestasi dari perbedaan antar generasi. Tantangan yang paling berat bagi orang tua adalah masalah komunikasi akibat kesenjangan antara nilai-nilai ideal yang diajarkan generasi sebelumnya dengan kenyataan yang dihadapi generasi sekarang. Tanpa komunikasi yang efektif dan intensif antara orang tua dan anak, akan timbul kesalahpahaman karena cara berpikir yang berbeda dan dapat menimbulkan konflik. Mengingat kemudahan akses informasi yang diperoleh melalui perkembangan teknologi, tidak heran jika anak-anak menemukan atau bahkan meniru hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diberikan oleh orang tuanya. . Apalagi jika orang tua tidak menjelaskan dengan baik nilai-nilai positif yang harus diikuti oleh anak. Jika anak tidak mendapat tanggapan positif dari orang-orang terdekatnya, mereka akan mencarinya di tempat lain, seperti di sekolah, di lingkungan sekitar, di internet, di televisi, atau bahkan di jalanan kota. Komunikasi yang tidak efektif antara orang tua dan anak dapat menimbulkan
  • 7. kecenderungan pembentukan karakter yang kurang baik pada anak. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa anak tersebut memiliki kondisi mental dan sikap yang menyimpang. Karakteristik buruk para milenial yang erat dengan kemudahan teknologi, seperti individualis, apatis terhadap lingkungan, mengharapkan kebutuhan atau keinginannya dapat segera tercapai, lebih fokus terhadap materialistis, konsumeris dan eksistensi diri di media sosial, kurang peduli terhadap sesama, mungkin akan terjadi pada anak-anak mereka. Bagaimana para orang tua milenial ini membangun karakter dan konsep diri yang positif kepada anak-anak mereka. Sedangkan kasu-kasus yang terjadi pada anak akibat perkembangan teknologi ini semakin marak terjadi. Faktor-faktor keluarga yang mempengaruhi perkembangan anak adalah Keberfungsian keluarga dan pola Hubungan Orang tua terhadap anak. Fitzpatrick (1994) mengidentifikasi empat tipe keluarga, yaitu (a) tipe konsensus. Jenis nilai keluarga ini komunikasi terbuka, tetapi otoritas dalam keluarga adalah orang tua. (b) Tipe Pluralis, tipe keluarga ini adalah tipe keluarga yang cerewet tetapi kurang penurut. (c) Tipe keluarga protektif, tipe keluarga ini adalah tipe keluarga yang jarang berbicara tetapi sangat penurut. (d) Tipe “laissez-faire”, tipe keluarga ini adalah tipe keluarga yang jarang berbicara, sedikit tunduk, dan jarang terlibat. Hubungan keluarga memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan konsep diri seorang anak. Dalam bukunya The Psychology of Communication, Jalaludin Rakhmat menjelaskan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi konsep diri: orang lain dan kelompok afinitas. Orang lain yang dirujuk oleh George Herbert Meade adalah orang penting lainnya, yaitu orang yang sangat penting seperti anggota keluarga, kerabat, orang lain yang tinggal di rumah yang sama. Richard Dewey dan W.J. Humber menyebutnya sebagai orang lain yang emosional, yaitu orang lain yang memiliki keterikatan emosional dengan kita, adalah kelompok yang menghubungkan kita secara emosional dan memengaruhi pembentukan konsep diri kita. Remaja berusia 16-20an yang menginjak bangku SMA hingga kuliah sering mengalami konflik nyata dengan orang tua. Konflik tersebut bisa terjadi karena pendewasaan remaja yang menanggap dirinya sudah cukup usia untuk bisa memilih hidupnya sendiri. Dari sudut pandang orang tua, orang tua melarang anaknya karena adanya "cinta buta". Cinta buta yang dimaksud adalah orang tua pernah mengalami hal serupa di masa lalu, sehingga ia tidak mau anaknya menjadi seperti dirinya karena ada hal yang kurang baik terjadi. Orang tua takut anaknya mengalami hal buruk. Jadi cinta buta merupakan cinta yang alasannya tidak dapat dicari, suka
  • 8. maupun tidak suka orang tersebut harus nurut terhadap orang yang cinta buta. Masa anak remaja adalah masa orang tua kehilangan "bayi kecil" mereka, orang tua masih mengganggap anak mereka adalah bayi kecilnya karena orang tua telah mengurus anaknya dari semenjak didalam perut hingga lahir dan tumbuh besar. Pengorbanan orang tua untuk anaknya dalam berbagai hal membuat orang tua selalu ingat bahwa anak mereka adalah bayi kecil mereka padahal anaknya sudah berumur remaja. Cinta buta yaitu kekhawatiran orang tua yang tidak bisa diterima secara logika oleh anak. Anak yang terlalu dilarang oleh orang tua akan memiliki sifat pembohong karena apapun hal yang akan dilakukan si anak dengan alasan yang jujur pasti orang tuanya melarang, sehingga anak perlu berbohong memberikan alasan lain agar orang tuanya mengizinkan mereka untuk melakukan kegiatan diluar. Dengan berbohong, anak akan terus berbohong untuk menutupi kebohongan lainnya agar tidak ketahuan oleh orang tua. Masalah yang sering menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja antara lain masalah waktu berrmain, pulang larut dan tidak langsung mengikuti perintah orang tua. Perilaku anak yang melakukan kesalahan lebih dari satu kali membuat orang tua merasa marah, frustasi dan kecewa. Perilaku orang tua saat marah adalah membentak anak dengan suara keras, kesal dan hukuman fisik. Orang tua menenangkan diri setelah konflik dengan anak mereka dengan tetap diam. Orang tua menyesal menghukum anak-anak mereka dan anak-anak merasa menyesal telah melakukan kesalahan. Orang tua dan anak siap untuk menyelesaikan konflik, dan hubungan orang tua-anak akan membaik kembali. Manajemen konflik yang dilakukan dalam keluarga Jawa termasuk dalam tipe manajemen konflik konstruktif. Ada tiga jenis manajemen konflik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yaitu; (1) pemecahan masalah yang positif melalui diskusi, (2) konfrontasi yang melibatkan kata-kata kasar dan hukuman, dan (3) penarikan diri yang ditandai dengan penghindaran masalah, penghindaran diskusi, dan menjaga jarak. Remaja merindukan kebebasan untuk membuat keputusan mandiri dan membuat pilihan hidup. Keinginan orang tua untuk mengontrol dan mengetahui segala sesuatu yang dilakukan anak remajanya terkadang membuat remaja tidak nyaman. Dari masa kanak-kanak hingga remaja, remaja mengambil lebih banyak tanggung jawab untuk diri mereka sendiri dan menjadi kurang bergantung pada orang tua mereka. Pada masa ini, remaja mulai menyembunyikan dan menyimpan rahasia dari orang tuanya. Rahasia perkembangan remaja bisa menjadi salah satu cara untuk mencapai tugas perkembangan saat ini. Karena tentunya ketika remaja memiliki rahasia, membedakan siapa yang berhak tahu dan siapa yang
  • 9. tidak berhak tahu. Perbedaan pendapat dan keinginan antara orang tua dan remaja yang tidak mau menceritakan semuanya kepada orang tua merupakan salah satu alasan yang dapat menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja. Tidak semua konflik sebenarnya memiliki makna negatif. Konflik dapat berdampak positif atau negatif tergantung bagaimana konflik tersebut ditangani. Konflik yang diselesaikan dengan benar dapat membangun hubungan orang tua-remaja ke arah yang positif yang ditandai dengan penyesuaian diri remaja, dan resolusi konflik yang merusak hubungan orang tua-remaja dapat dikaitkan dengan perilaku remaja yang bermasalah. Dalam konflik yang terjadi orang tua merupakan seorang komunikator dan anak merupakan komunikan. Konflik yang terjadi disini adalah karena anak yang pulang larut malam setelah beraktivitas diluar dan tidak mengikuti perintah orang tua. Sebelum kejadian anak pulang larut malam, orang tua sudah memberikan batasan waktu untuk anak pulang. Pada wawancara yang dilakukan, orang tua memberikan batasan waktu pulang pada anak hingga pukul 22.00 WIB, tetapi ternyata anaknya baru pulang pukul 23.00 WIB atau bahkan sering kali tidak pulang kerumah karena menginap di rumah temannya. Pada diwaktu tertentu, anak tidak memberikan kabar kepada orang tua bila akan pulang ke rumah atau tidak pulang. Hal tersebut membuat orang tua marah dan khawatir terhadap anak. Alasan orang tua melarang anak pulang malam sebenarnya beragam, tetapi pada konflik ini orang tua memberikan dua alasan. Alasan pertama yaitu malam hari adalah waktu yang sangat berbahaya untuk berada diluar rumah. Dan alasan yang kedua yaitu karena kurangnya rasa percaya keluarga terhadap anak yang disebabkan oleh tidak terbukanya anak kepada orang tua. Di waktu yang senggang antara orang tua dan anak, mereka dapat membicarakan konflik ini dengan cara musyawarah bersama dan dibicarakan dengan kepala dingin alasan anak melakukan hal tersebut. Ternyata hal tersebut terjadi karena orang tua kurang memberikan waktu untuk bermain seperti teman- temannya yang lain. Karena sejatinya yang dibutuhkan oleh anak-anak remaja itu hanyalah ingin bermain bersama dengan teman-temannya. Anak merasa tidak diberika kebebasan untuk bersenang-senang dengan teman sebayanya menjadi penyebab mengapa anak sering nekat keluar malam. Setelah orang tua mengetahui penyebab anak mereka selalu pulang malam, orang tua mulai melakukan diskusi singkat diwaktu-waktu terntentu sehingga anak merasa dekat dengan orang tua dan percaya kepada orang tuanya. Setelah dibicarakan dengan baik, anak akan mulai pulang tepat waktu saat keluar rumah dan mulai mengontrol diri mereka agar tidak pulang larut malam. Setiap manusia berhak memiliki privasi masing-masing, walaupun
  • 10. hubungan mereka sangat dekat seperti layaknya orang tua dan anak, tetapi mereka berhak memiliki privasi terhadap diri mereka sendiri. KESIMPULAN Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat dilihat bahwa antara anak dengan orang tua memiliki perbedaan pandangan mengenai gaya hidup yang millennial. Seperti yang telah disebutkan bahwa pada umumnya orang tua dari generasi millennial adalah orang-orang yang berasal dari generasi X. Antara generasi X dengan generasi Millennial atau Y tersebut tentunya memiliki pandangan yang berbeda terhadap gaya hidup millennial. Perbedaan tersebut mengarah kepada hal yang dianggap positif maupun yang dianggap negatif oleh orang tua dari anak yang berasal dari generasi millennial terhadap gaya hidup millennial itu sendiri yang pada akhirnya dapat mengarah kepada konflik maupun diskusi. Sehingga jalan keluar yang tepat untuk mengakhiri konflik diskusi perbedaan usia adalah dengan saling mengerti keadaan satu sama lain dan saling terbuka agar terjalin keharmonisan antara oranng tua dan anak. Maka dari itu, bersangkutan dengan tujuan penelitian ini, untuk sementara diperoleh pengetahuan bahwa perbedaan pendapat yang terjadi antara orang tua dengan anak dalam diskursus gaya hidup millennial adalah karena adanya perbedaan pandangan antara kelompok orang tua dengan kelompok anak mengenai gaya hidup yang sepatutnya dijalankan, yang mana anak-anak terutama yang berada dalam kelompok millennial merasa bahwa gaya hidup millennial merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari sedangkan bagi orang tua gaya hidup millennial tidak dapat dipungkiri sudah menjadi bagian dari gaya hidup manusia pada era ini namun masih menganggap bahwa gaya hidup yang dijalankan masih mengacu dengan generasinya.
  • 11. DAFTAR PUSTAKA Furchan, A. (2004). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Office). Karman. (2015). Konstruksi Realitas Sosial Sebagai Gerakan Pemikiran. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika. 5(3). Kountur. (2003). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: PPM). Ningsih (2012). Pengelolaan konflik orang tua-remaja dalam keluarga Jawa. Naskah Publkasi. Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/20315/15/Naskah_Publikasi.pdf Rizki (2021). Interaksi komunikasi generasi milenial terhadap orang tua. Repository. Diakses dari https://repository.ar- raniry.ac.id/id/eprint/16630/1/Ayu%20Darani%20Rizki%2C%20160401009%2C%20 FDK%2C%20KPI%2C%20082277400564.pdf Safitri (2022). Milenial dan Gen Z Dinilai Perlu Menerapkan Gaya Hidup Minimalis. Kompas. Diakses dari https://amp.kompas.com/money/read/2022/01/27/182126126/milenial- dan-gen-z-dinilai-perlu-menerapkan-gaya-hidup-minimalis Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Tamburaka, Apriadi (2012). Agenda Setting Media Massa. Jakarta: Rajawali Pers. Koerner, A. F., & Fitzpatrick, M, A. (2002). Understanding Family Communication Patterns and Family Functioning: The Roles of Conversation Orientation and Conformity Orientation. Annals of the International Communication Association Ritchie, L. D., & Fitzpatrick, M. A. (1990). Family communication patterns: Measuring intrapersonal perceptions of interpersonal relationships. Communication research. Rakhmat, Jalaludin (2012). The Psychology of Communication. Bandung. Remaja Rosdakarya