SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
Download to read offline
Kategori A

Intervensi Komunitas untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja


                         Jusuf Tjahjo Purnomo

           Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

                          jusuf267@gmail.com

                                Abstrak


    Tidak perlu diragukan bahwa perilaku merokok memiliki resiko besar

terkait kesehatan. Berhenti merokok pada usia yang lebih muda akan

berdampak besar dalam status kesehatan seseorang. Merokok biasanya

mulai dilakukan selama masa kanak atau remaja, dan upaya menghentikan

perilaku merokok bukanlah usaha mudah, terlebih lagi bagi perokok di

Indonesia. Hanya sebagian kecil saja yang dapat berhasil berhenti merokok

tanpa bantuan. Menghentikan perilaku merokok adalah sulit karena saat

perokok-perokok mencoba berhenti, kondisi yang mereka rasakan menjadi

makin buruk.


    Kebanyakan upaya-upaya untuk mengurangi kecanduan rokok pada

remaja difokuskan pada program-program pencegahan merokok, namun

kecil upaya untuk menghentikan perilaku merokok itu sendiri. Upaya yang

dilakukan lebih bersifat parsial dan sangat terfokus pada individu dan bukan

pada komunitasnya sehingga perilaku merokok tetap bertahan bahkan terus

meningkat. Perubahan diharapkan terjadi pada tingkat individual tetapi tidak

pada komunitasnya sehingga tingkat keberhasilan remaja berhenti merokok

juga kecil .


    Pendekatan komunitas sangat dibutuhkan untuk menghentikan perilaku

merokok pada remaja. Intervensi komunitas untuk menghentikan perilaku

merokok remaja menginginkan suatu perubahan di sebuah populasi.
Tujuannya adalah untuk menurunkan permasalahan kesehatan terkait

dengan merokok dan untuk meningkatkan status kesehatan komunitas.


    Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasikan bentuk intervensi

komunitas yang dapat digunakan secara efektif untuk menghentikan perilaku

merokok pada remaja.




Kata kunci: invervensi komunitas, perilaku merokok, remaja
Pengantar


       Masa remaja, terutama masa remaja awal, adalah masa yang penting sekaligus

genting. Pada usia remaja sejumlah perilaku yang merugikan kesehatan terjadi baik

untuk pertama kalinya ataupun menjadi semakin intensif. Sebagian besar kondisi

kesehatan remaja banyak ditentukan oleh bagaimana perilaku remaja terkait kesehatan.

Pada kenyataannya, banyak perilaku remaja yang justru membahayakan kesehatannya

namun kurang disadari oleh remaja itu sendiri yaitu perilaku merokok.


       Merokok terutama di mulai pada waktu remaja, dan percobaan tersebut akhirnya

akan menjadi kebiasaan dan menjadi penggunaan secara tetap dalam kurun waktu

beberapa tahun. Beberapa penelitian menginformasikan bahwa kebanyakan perokok

mulai dengan rokoknya yang pertama pada usia antara 11-13 tahun, dan 85 % sampai

90 % mulai sebelum usia 18 tahun. Sebagai tambahan juga ditemukan bahwa semakin

muda    seorang      individu   mulai   dengan   rokok   pertamanya,    semakin   besar

kemungkinannya untuk menjadi perokok berat di masa dewasa (Leventhal et al, 1988;

Dhuyvettere, 1990)


       Berhenti merokok pada usia yang lebih muda akan berdampak besar dalam

status kesehatan seseorang. Merokok di usia muda cenderung akan memiliki penyakit

terkait dengan tembakau dan mengalami resiko kematian lebih besar. Usia yang lebih

muda untuk merokok lebih mungkin untuk memiliki penyakit yang berhubungan dengan

merokok dibandingkan dengan perokok di kelompok usia lainnya (CDC, 2006). Tidak

perlu diragukan bahwa perilaku merokok mengandung faktor resiko untuk kesehatan.

Merokok dapat menjurus berbagai macam penyakit paru-paru kronis. Resiko kematian

bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih

dini (Smet, 1994). Dibandingkan dengan orang yang tidak merokok, timbulnya penyakit

koroner lebih tinggi 50% bagi orang yang merokok kira-kira satu bungkus setiap hari,

dan 200% bagi orang yang merokok lebih dari satu bungkus. Merokok, khususnya kalau
berat mengandung resiko yang sangat besar dan tetap untuk ”sudden cardiac death”

(Jenkins dalam Smet, 1994). Penelitian menunjukkan bahwa jika perokok berhenti

merokok dan menjaga penghentian pada saat mereka berusia 30 tahun, kemungkinan

penyakit dan kematian akan menurun dan sering sekali dapat dicegah (Doll, Peto,

Boreham, & Sutherland, 2004; USDHHS, 1990).


       Upaya menghentikan perilaku merokok bukanlah usaha mudah, terlebih lagi bagi

perokok di Indonesia. Remaja yang mulai merokok pada usia 12 tahun atau lebih muda,

lebih cenderung menjadi perokok berat dan merokok secara teratur daripada remaja

yang merokok pada usia yang lebih tua. Biasanya perokok akan menemui kesulitan-

kesulitan yang dialami pada fase awal perubahan, mulai dari penolakan, keraguan,

hingga efek samping. Hasil survei yang dilakukan oleh LM3 (Lembaga Menanggulangi

Masalah Merokok), dari 375 responden yang dinyatakan 66,2 persen perokok pernah

mencoba berhenti merokok, tetapi mereka gagal. Kegagalan ini ada berbagai macam;

42,9 persen tidak tahu caranya; 25,7 persen sulit berkonsentrasi dan 2,9 persen terikat

oleh sponsor rokok (Helman, 1994).


       Di Indonesia, upaya yang telah dilakukan untuk menghentikan perilaku merokok

remaja antara lain: (1) program atau sosialisasi pencegahan penggunaan rokok yang

dilakukan oleh dinas pendidikan dan dinas kesehatan secara rutin tiap tahun baik

dengan kelompok sasaran siswa SMP dan SMU/SMK. Program ini biasanya lebih

bersifat pendidikan kesehatan pada remaja; (2) pihak sekolah membuat larangan/tanda

dilarang merokok di sekolah. Adanya konsekuensi atau hukuman bila ada siswa yang

merokok di sekolah; (3) penelitian-penelitian telah banyak dilakukan baik survei maupun

eksperimen untuk melihat dan merubah sikap, persepsi remaja tentang merokok dengan

harapan bahwa perubahan persepsi dan sikap akan membawa perubahan perilaku

remaja untuk tidak merokok.
Kebanyakan upaya-upaya untuk mengurangi kecanduan rokok pada remaja

difokuskan pada program-program pencegahan merokok, namun kecil upaya untuk

menghentikan perilaku merokok itu sendiri. Berdasarkan data medis, ada sekitar 70

persen perokok yang ingin berhenti sendiri tanpa bantuan lebih lanjut, namun hanya 5

persen perokok yang berhasil melakukannya tanpa bantuan dalam usaha mereka untuk

berhenti merokok (Fiore et al., 2000). Sepertiga perokok melaporkan bahwa mereka

telah mencoba berhenti merokok setiap tahun, tanpa bantuan siapapun, tetapi lebih dari

95% dari mereka gagal (Centers for Disease Control and Prevention [CDCP], 2004).

Fakta tersebut menunjukkan bahwa keinginan untuk berhenti tidaklah cukup. Semua

perokok menyatakan keinginan untuk berhenti tetapi tidak mencoba melakukannya.

Meski kebanyakan remaja perokok mencoba meninggalkan perilakunya, metoda-metoda

bantuan mandiri terbaik memiliki keberhasilan kecil jika tidak ada terapi dan hampir-

hampir tidak efektif dengan nasihat sederhana dari para profesional kesehatan untuk

meninggalkan perilaku ini (Lancaster & Stead, 2005). Menghentikan perilaku merokok

adalah sulit karena saat perokok-perokok mencoba berhenti, kondisi yang mereka

rasakan menjadi makin buruk. Secara psikologis, upaya berhenti merokok menjadi sulit

karena    adanya   pengaruh   lingkungan   sosial,   kebiasaan   mengkonsumsi   rokok,

kemudahan akses terhadap rokok, ketiadaan aturan membatasi usia perokok, pengaruh

teman sebaya dan banyak hal lain.


         Dengan demikian, upaya harus difokuskan tidak hanya pada kegiatan program

pencegahan khusus merokok untuk remaja, tetapi juga merancang intervensi

penghentian merokok khusus untuk remaja yang merokok. Intervensi yang dirancang

untuk kelompok usia ini sangat diperlukan. Upaya ini harus didasarkan pada penelitian

yang berhubungan dengan karakteristik perokok (yaitu, usia mulai merokok, tingkat

merokok, dan kesulitan-kesulitan untuk berhenti) remaja (Kishchuk, Tremblay, Lapierre,

Heneman, & O "Loughlin, 2004; Lawrence, Fagan, Backinger, Gibson & Hartman, 2007;

Rigotti, Lee, & Wechsler, 2000).
Pendekatan dalam intervensi merokok.


       Dalam     perkembangannya,    ada   banyak    upaya      telah   dilakukan   untuk

meningkatkan ketersediaan metode bantuan yang meliputi konseling individual dan

kelompok, materi self-help, terapi penggantian nikotin, program-program intervensi, dan

mengidentifikasi mitra untuk membantu mendukung upaya berhenti merokok (Fiore et

al., 1990; Zhu, Melcer, Sun, Rosbrook, & Pierce, 2000). Apabila dikelompokkan maka

ada tiga pendekatan besar yang dilakukan dalam upaya untuk menghentikan perilaku

merokok yaitu:


1. Pendekatan individu


       Tritmen individu diyakini akan bermanfaat dengan pertimbangan bahwa calon

peserta akan mendapatkan kontak yang lebih banyak dan personal dengan konselor

mereka dan kesempatan untuk tritmen yang dirancang secara individu (Burgess et al.,

2002). Dengan pendekatan individual, diyakini lebih bermanfaat karena menciptakan

sebuah kelompok homogen akan sulit. Rekrutmen dianggap lebih mudah saat

seseorang mencoba mendaftarkan diri individu daripada dilakukan secara kelompok

remaja karena penjadwalan akan sulit dilakukan. Akhirnya, dari perspektif klinis dan

etika, bahwa tidak dibenarkan untuk menahan tritmen bagi individu untuk jangka waktu

lama untuk memperoleh jumlah optimal subyek untuk kelompok intervensi. Hasil-hasil

penelitian ilmiah menunjukkan ketidakmampuan dari pendekatan individual , intervensi

saluran tunggal (single-channel intervention) dalam mempengaruhi perilaku merokok

pada populasi yang lebih luas (Klausner, 1997; Rp HHS, 1989).


2. Pendekatan kelompok


       Pendekatan kelompok mencapai hasil yang terbaik di akhir 1970-an sampai

pertengahan 1980-an dengan tanpa komponen farmakologis. Pada awal sampai

pertengahan 1980-an program kelompok mencapai hasil 40 % pada 12 - bulan tindak

lanjut yang dilakukan. Program ini terdiri dari beberapa komponen kunci. Peserta ada
dalam kelompok kecil (biasanya 8 sampai 15 peserta) untuk memaksimalkan kohesi

kelompok. Jumlah sesi penelitian bervariasi antara 12 dan 16. Beberapa sesi yang

diadakan sebelum tanggal berhenti ditetapkan dan menekankan antisipasi situasi sulit

dan metode coping direncanakan. Sesi tambahan setelah tanggal berhenti awalnya

berfokus pada tantangan dalam mempertahankan pantang merokok dalam jangka

pendek dan selanjutnya pada pantang merokok dalam jangka panjang dan perubahan

gaya hidup, termasuk perbaikan diet dan olahraga untuk mendukung berhenti merokok

yang lebih panjang lagi. Sesi yang dijadwalkan dengan penekanan pada minggu awal

segera mungkin dan 2 minggu setelah tanggal berhenti merokok (Lando, 2006).


      Mayoritas tritmen untuk perokok remaja dalam reviu oleh McDonald et al. (2003)

dilakukan di sekolah-sekolah dan dilakukan dalam format kelompok. Demikian pula di

Indonesia, pendekatan yang digunakan lebih banyak untuk kelompok kecil dan banyak

dilakukan di sekolah-sekolah. Lebih lanjut, Colby et al. (1998) menyatakan bahwa

program-program berbasis sekolah lebih berkonsentrasi pada pencegahan daripada

tritmen perokok aktif. Masalah lain menjadi jelas juga. Meskipun hasil yang baik

didapatkan melalui pendekatan kelompok, kebanyakan program kelompok yang efektif

memiliki dampak yang sedang pada tingkat populasi, artinya hanya mampu mencapai

sebagian kecil dari populasi perokok. Potensi intervensi kelompok kecil untuk

mengurangi prevalensi merokok secara keseluruhan (Lando, 2006).


3. Pendekatan komunitas


       Dalton et al. (2001) menggambarkan bidang psikologi komunitas berfokus pada

hubungan saling bergantung antar individu dalam komunitas, berkomitmen untuk

menghasilkan pengetahuan yang valid yang berguna untuk komunitas dan terlibat dalam

penelitian dan tindakan melalui kemitraan kolaboratif dengan individu dan komunitas.

Definisi komunitas sangat penting bagi praktisi kesehatan komunitas karena intervensi

kesehatan harus menargetkan komunitas yang spesifik. Bagaimana komunitas target
didefinisikan menentukan bagaimana sumber daya akan dialokasikan, bagaimana

intervensi akan dilakukan dan bagaimana pesan akan rangkai.


       Penggunaan pendekatan berbasis komunitas untuk pengendalian perilaku

merokok berusaha untuk mengubah penggunaan tembakau di tingkat populasi - tidak

hanya individual – dan semakin fokus pada mempengaruhi kebijakan yang

mempromosikan pengurangan merokok. Contoh kegiatan pengendalian merokok

berbasis komunitas mencakup pengorganisasian kelompok komunitas untuk mendukung

penerapan tata kelola tembakau- (misalnya, restoran bebas rokok, larangan swalayan

menampilkan rokok); media advokasi untuk meningkatkan kesadaran komunitas tentang

penjualan rokok untuk anak di bawah umur; dan sponsor dari komunitas luas-berhenti

merokok seperti peristiwa-berhenti dan-memenangkan kontes. Bukti yang mendukung

efektivitas intervensi berbasis komunitas untuk mengurangi merokok ditemukan dalam

penurunan secara tajam dan konsisten dalam konsumsi rokok di negara-negara yang

telah berinvestasi untuk pencegahan komprehensif dan program pengendalian rokok

dibandingkan dengan mereka yang belum (Cummings, 1999)


       Intervensi komunitas berbeda dengan pendekatan yang sifatnya individual dan

kelompok yaitu pertama, intervensi komunitas berusaha melakukan perubahan

pemakaian rokok pada tingkat populasi, tidak hanya individu atau kelompok sasaran

yang dipilih. Intervensi komunitas untuk pemakaian rokok beroperasi pada premis

bahwa norma-norma sosial dan keyakinan tentang konsekuensi positif dan negatif dari

pengaruh perilaku penggunaan rokok. Intervensi komunitas biasanya berusaha untuk

mengubah perilaku dengan mempengaruhi norma-norma deskriptif (yaitu, persepsi

prevalensi merokok), norma-norma injungtif (yaitu, persepsi tentang toleransi sosial

merokok), dan keyakinan tentang kerugian dan konsekuensi merokok (yaitu, persepsi

tentang bahaya kesehatan, daya tarik, potensi kecanduan, dan sebagainya). Keunikan

kedua dari intervensi komunitas adalah secara komprehensif, melibatkan usaha-usaha

campur tangan melalui struktur sosial di beberapa komunitas (National Cancer Institute,
1991). Intervensi komunitas mengakui fakta bahwa sikap tentang merokok dibentuk dari

berbagai sumber, termasuk keluarga, tempat kerja, pendidikan, layanan kesehatan

lembaga, dan media.


       Salah satu contoh pentingnya mendefinisikan komunitas target dapat dilihat

dalam merancang intervensi menghentikan merokok. Jika targetnya adalah remaja,

fokus pada dampak kesehatan jangka panjang dari penggunaan tembakau tidak

mungkin menjadi strategi efektif karena populasi ini berada dalam tahap perkembangan

remaja. Remaja percaya bahwa "tidak akan terjadi hal yang buruk pada saya" dan

fokusnya adalah keadaan sekarang dan bukan masa depan. Sebuah strategi yang lebih

berhasil untuk berhenti merokok dengan populasi ini akan menjadi intervensi yang

menunjukkan    cara   untuk   menolak    tekanan    sosial,   sementara   mereka   tetap

mendapatkan penerimaan dari teman sebaya.


       Dengan menawarkan sebuah intervensi yang komprehensif yang beroperasi

melalui berbagai saluran dalam suatu komunitas, intervensi menghasilkan sinergi

dimana norma-norma yang melemahkan penggunaan rokok akan menyebar lebih cepat

di seluruh populasi (Cummings, 1999). Intervensi komunitas untuk mengurangi perilaku

merokok di dunia Barat sering sedikit dilakukan dengan memberikan layanan pada

perokok secara langsung. Ini tentunya akan menjadi sebuah kelemahan bila dikaitkan

dengan situasi di Indonesia. Pada umumnya, intervensi komunitas lebih memfokuskan

diri pada para pimpinan, penyedia layanan kesehatan, politisi, dan tokoh komunitas yang

memiliki posisi untuk menerapkan kebijakan yang membantu menentukan norma-norma

sosial tentang penggunaan rokok di tingkat populasi (National Cancer Institute, 1991).


       Apakah ada bukti bahwa pengurangan rokok dengan intervensi komunitas akan

berhasil? Memang tidak semua intervensi komunitas di negara Barat menunjukkan

tingkat keberhasilan yang tinggi. Ada beberapa contoh intervensi berbasis komunitas

yaitu North Karelia, Stanford Three Community, Stanford Five-City, Kesehatan Jantung
Pawtucket, dan Kesehatan Jantung Minnesota, yang semuanya ditujukan beberapa

aspek penyakit kardiovaskular. Pada Proyek Stanford Lima-Kota menunjukkan pengaruh

tritmen perilaku berhenti merokok kecil, dan tidak ada pengaruh pada prevalensi

merokok (Fortmann, Taylor, Nora, & Jatulis, 1993). Program Kesehatan Jantung

Minnesota menunjukkan pengaruh positif bagi perempuan dalam analisis kroseksional,

tetapi tidak berpengaruh pada sampel kelompok kohort (Leupker et al, 1994.). Program

Kesehatan Jantung Pawtucket gagal menunjukkan pengaruh intervensi secara signifikan

untuk merokok dalam analisisnya (Carlton, Lasater, Assaf, Feldman, & McKinlay, 1994).

Intervensi komunitas untuk menghentikan Perilaku Merokok yang dilakukan National

Cancer Institute gagal untuk mempengaruhi para perokok berat, tapi meningkatkan

perilaku berhenti merokok sekitar 3% pada perokok ringan dan sedang (COMMIT

Research Group, 1995a, 1995b). Meskipun tidak mencapai keberhasilan seperti yang

diperkirakan, namun terjadi kenaikan jumlah untuk berhenti merokok pada perokok

ringan sampai sedang, Jika dihitung secara nasional, berarti ada 1.200.000 orang

dewasa berhenti merokok (Klausner, 1997).


Prinsip dan Asumsi Intervensi Kesehatan Berbasis Komunitas


Intervensi awal kesehatan berbasis komunitas menunjukkan beberapa asumsi umum

dan prinsip-prinsip yang menginformasikan alasan, desain, serta asumsi tentang cara

intervensi tersebut harus bekerja. Berikut ini adalah beberapa prinsip dan asumsi yang

membimbing orang merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi intervensi

tersebut.


1. Fokusnya adalah pada perubahan perilaku berisiko

   Intervensi berusaha mengubah norma-norma dan perilaku sebelum menghasilkan

   morbiditas. mereka juga berusaha untuk meningkatkan kesehatan mereka yang

   sudah didiagnosis dengan kondisi kesehatan kronis.
2. Pendekatan berbasis populasi diperlukan untuk dairahkan pada perilaku kesehatan.

     Intervensi ini merangkul gagasan bahwa perilaku berisiko didistribusikan di seluruh

     penduduk, dengan beberapa orang yang beresiko tinggi atau lebih rendah. Karena

     jumlah penduduk yang ditargetkan, bahkan meskipun peningkatan kecil dalam

     perilaku berisiko dapat menyediakan reward besar

3. Komunitas memiliki batas-batas geografis. Awal intervensi kesehatan berbasis

     komunitas didefinisikan sebagai suatu entitas geografis atau yurisdiksi politik.

     Meskipun komunitas bervariasi dalam ukuran, keanggotaan didefinisikan sebagai

     tempat tinggal dalam komunitas.

4. Peningkatan temuan kasus mereka yang beresiko tinggi dalam populasi itu penting.

     Tujuan dari intervensi kesehatan berbasis komunitas adalah untuk memperluas

     jangkauan komunitas medis dengan mengidentifikasi mereka yang memiliki risiko

     tertinggi. Intervensi ini mencari kesempatan untuk skrining faktor risiko dan

     memastikan bahwa mereka yang diidentifikasi sebagai risiko tinggi akan terkait

     dengan penyedia layanan kesehatan.

5.    Individu lekat dalam keluarga. Beberapa strategi intervensi ini difokuskan pada

     keluarga dan bertujuan untuk mengubah atau memperkuat perubahan perilaku

     risiko pada bagian dari mereka yang beresiko dengan mendaftar anggota keluarga

     dalam membuat perubahan di dalam rumah tangga.

6. Keluarga lekat dalam komunitas yang lebih besar yang memiliki konteks dan

     budaya. Keluarga pada gilirannya mempengaruhi perilaku. Intervensi harus

     berfokus pada menciptakan norma-norma sosial berkaitan dengan perilaku

     kesehatan. Selain melihat individu tertanam dalam keluarga mereka, praktisi juga

     tampak di luar keluarga untuk pengaruh-pengaruh lain pada perilaku berisiko dan

     kondisi kesehatan. Mereka melihat aspek fisik dan lingkungan sosial sebagai target

     yang masuk akal untuk intervensi yang akan memfasilitasi dan memperkuat

     perubahan perilaku dengan mengubah atau membentuk norma-norma, nilai, dan

     sikap anggota komunitas.
7.   Hal ini dimungkinkan dan diperlukan untuk bekerja dalam banyak seting sekaligus.

     Agar asesmen mempengaruhi kesehatan individu, para desainer dari intervensi

     kesehatan berbasis komunitas yakin bahwa program harus ditempatkan di dalam

     institusi dan struktur lain di komunitas. Dengan demikian, intervensi kesehatan

     berbasis komunitas mengembangkan program di sekolah, gereja, organisasi

     komunitas, pengaturan perawatan kesehatan, taman, toko, dan tempat-tempat

     lainnya.

8. Program dan kegiatan bermacam-macam memiliki efek sinergis. Sementara

     masing-masing intervensi ini melibatkan beberapa strategi dan proyek, para

     perancang awal intervensi kesehatan berbasis komunitas tertarik pada dampak

     kumulatif dari beberapa intervensi pada individu atau perilaku berisiko seperti rumah

     tangga mereka dengan cara memberikan kontribusi terhadap upaya secara

     keseluruhan. Intervensi, dalam merangkul konteks sosial sebagai penentu perilaku,

     akan bekerja di banyak wilayah - seperti gereja, media, perawatan kesehatan,

     pekerjaan - dengan gagasan bahwa antar tindakan dari intervensi yang berbeda

     akan memacu kegiatan baru dan menambahkan dampak masing-masing secara

     spesifik.

9.    Intervensi dapat berhasil dievaluasi untuk menangkap proses dan dampak

     perubahan perilaku. Intervensi ini ketat dievaluasi, dengan menggunakan desain

     kuasi-eksperimental dan menggunakan beberapa metode pengumpulan data.

     Evaluator percaya bahwa indikator proses dan indikator hasil baik dapat

     diidentifikasi dan dinilai dan bahwa evaluasi dapat memberikan informasi tentang

     bagaimana intervensi bekerja dan apa dampaknya itu.


        Tantangan untuk menerapkan program-program berbasis komunitas yang

berhubungan dengan karakteristik unik dari komunitas itu sendiri. Setiap komunitas

terdiri dari sikap sendiri, nilai-nilai, sumber daya, iklim sejarah, kekuatan, dan kelemahan

(Edwards et al., 2000). Hal tersebut dapat mempengaruhi upaya pencegahan terutama
ketika tidak adanya pertimbangan situasi target selama perencanaan dan pelaksanaan

program. Keberhasilan program pencegahan berbasis komunitas dapat bergantung

pada apakah karakteristik komunitas mendukung tujuan program. Bila hal ini tidak

terjadi, program pencegahan mungkin harus mengatasi rintangan tambahan untuk

mencapai tujuan mereka. Sebuah pertanyaan kunci meliputi bagaimana untuk

mendapatkan dukungan komunitas untuk jenis intervensi. Konsultan sekolah dan

komunitas harus mencoba untuk bekerja sama dengan setiap komponen dalam

masyarakat terhadap perubahan sosial (Isenberg, Loomis, Humphreys, & Maton, 2003;

Wandersman et al., 1983).


       Intervensi komunitas untuk menghentikan perilaku merokok remaja dengan

demikian perlu diupayakan dengan memperhatikan yaitu:

a. Kerjasama dan kemitraan

       Kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dengan remaja (seperti keluarga,

sekolah, konselor, universitas, media, dinas kesehatan, pemerintah) sangat bermanfaat

bagi jalannya program intervensi. Dalam kerjasama ini berbagai pihak dapat saling

belajar dan berbagi pengalaman tentang keberhasilan dan kekurangan program, tentang

cara menggunakan berbagai sumber daya yang ada, serta memaksimalkan investasi

dalam pemanfaatan untuk melakukan promosi kesehatan.


       Kemitraan dengan berbagai unit organisasi baik pemerintah, LSM, sekolah,

universitas maupun usaha swasta akan sangat mendukung pelaksanaan program

intervensi. Disamping itu, dengan kemitraan akan dapat mendorong mobilisasi guna

meningkatkan status kesehatan remaja. Kemitraan antara peneliti dalam negeri, peneliti

dan para pendukung dari negara-negara kaya tampaknya menjanjikan. Kemitraan yang

kuat antara semua stakeholder pengurangan tembakau diperlukan untuk mulai

memerangi epidemi yang sangat besar dalam lingkup dan dampak. Kemitraan seperti ini

juga penting dalam pertempuran agresif yang didanai oleh multi-nasional.
b. Penguatan kapasitas

       Kemampuan kerja dalam kegiatan peningkatan status kesehatan remaja harus

dapat dilaksanakan secara optimal. Untuk itu berbagai sektor terkait harus diyakini dapat

memberikan dukungan untuk memperkuat program untuk intervensi komunitas bagi

remaja seperti pelatihan profesional kesehatan untuk memberikan saran dan menjadi

konselor penghentian perilaku merokok yang efektif, untuk memasukkan perilaku

merokok ke dalam kurikulum pendidikan kesehatan dan untuk mendorong budaya

motivasi yang relevan (misalnya keluarga, agama) untuk mempromosikan penghentian

merokok, ketersediaan penyedia layanan kesehatan terlatih termasuk saran dokter,

materi self-help, intervensi perilaku dan psikologis, intervensi farmakologis, kampanye

komunikasi media massa, layanan telepon / layanan berbasis internet, dan tempat

bebas asap rokok, pembatasan merokok dalam ruangann, kenaikan harga, menyerukan

efektif larangan merokok di tempat umum dan menegaskan hak-hak non-perokok untuk

menghirup udara bebas dari asap tembakau dan lain-lain akan memiliki dampak yang

sangat terasa. Dukungan berbagai sektor ini dapat terkait dalam rangka penyusunan

rencana kegiatan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program intervensi.


d. Penelitian

       Penelitian merupakan salah satu komponen dari pengembangan dan penilaian

program. Penelitian merupakan akses untuk masuk dalam mengembangkan promosi

kesehatan. Peneliti-peneliti yang peduli terhadap penghentian perilaku merokok dan

pengurangan tembakau harus bergabung dengan pemangku kepentingan lainnya,

termasuk praktisi, dan pembuat kebijakan.
Kesimpulan dan Implikasi

        Masalah merokok adalah masalah global yang terlalu besar untuk ditangani

secara terpisah. Penghentian perilaku merokok remaja memiliki potensi besar untuk

menyelamatkan banyak nyawa dan memberikan kesempatan hidup yang lebih baik.

Upaya-upaya yang dilakukan untuk menghentikan perilaku merokok pada remaja

memberikan      beberapa   pelajaran   berharga    untuk   direnungkan    saat   kita

mempertimbangkan bentuk intervensi apakah yang akan efektif. Apakah pendekatan

yang bersifat individual, kelompok atau intervensi komunitas merupakan investasi yang

baik.


         Sebuah pendekatan yang komprehensif perlu dilakukan untuk mencapai

keberhasilan yang lebih besar. Perubahan besar dalam status kesehatan remaja dengan

kehidupan tanpa rokok akan terjadi bila norma-norma sosial terkait dengan pemakaian

dan perilaku merokok perlu diubah. Hal ini membutuhkan waktu yang tidak singkat.

Tidak cukup dengan intervensi komunitas yang hanya terfokus pada para pimpinan,

penyedia layanan kesehatan, politisi, dan tokoh komunitas yang memiliki posisi untuk

menerapkan kebijakan, tetapi juga intervensi pada kelompok remaja secara langsung

akan memberikan dampak yang lebih besar pada status kesehatan remaja.
Daftar Pustaka


Burgess, E. S., Brown, R. A., Kahler, C. W., Niaura, R., Abrams, D. B., Goldstein, M. G.,

     et al. (2002). Patterns of change in depressive symptoms during smoking

     cessation: who’s at risk for relapse? Journal of Consulting and Counseling

     Psychology, 70, 356-361.

Centers for Disease Control and Prevention. (2006). Behavioral risk factor surveillance

     system survey data. http://apps.nccd.cdc.gov/statesystem.

Centers for Disease Control and Prevention. (2004). Cigarette smoking among adults –

     United States, 2002. Morbidity and Mortality Weekly Report, 53, 427-431.

Colby, S.M., Monti, P.M., Barnett, N.P., Rohsenow, D.J., Weissman, K., Spirito, A., et al.

     (1998). Brief motivational interviewing in a hospital setting for adolescent smoking:

     a preliminary study. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 66(3), 574-578.

Carlton, R.A., Lasater, T.M., Assaf, A.R., Feldman, H.A., McKinlay, S.M. (1994). The

     Pawtucket Heart Health Program: cross-sectional results from a community

     intervention trial. In: Abstracts of the 34th Annual Conference on Cardiovascular

     Disease Epidemiology and Prevention, Tampa, FL. Dallas, TX: American Heart

     Association.

COMMIT Research Group. (1995a). Community Intervention Trial for Smoking

     Cessation (COMMIT): I. Cohort results from a four- year community intervention.

     American Journal of Public Health 85:183-192.

COMMIT Research Group. (1995b). Community Intervention Trial for Smoking

     Cessation (COMMIT): II. Changes in adult cigarette smoking prevalence. American

     Journal of Public Health 85:193-200.

Cummings, K.C. (1999). Community-wide interventions for tobacco control. Nicotine &

     Tobacco Research, 1, Sl13-Sl16
Dalton, J.H., Elias, M.J., & Wandersman, A. (2001). Community psychology: Linking

     individuals and communities. Belmont, CA: Wadsworth.

Dhuyvettere, H. (1990). Smoking behavior and (anti-)smoking climate among students

     psychology, Scription for a Licentiate (Masters) Degree, University of Gent,

     Belgium

Doll, R., Peto, R., Boreham, J., & Sutherland, I. (2004). Mortality in relation to smoking:

     50 years‟ observations on male British doctors. British Medical Journal,

     328(7455), 1519- 1528.

Edwards, R.W., Jumper-Thurman, P., Plested, B.A., Oetting, E.R., & Swanson, L.

     (2000). Communitiy readiness: Research to practice. Journal of Community

     Psychology, 28, 291–307.

Fortmann, S.P., Taylor, C.B., Flora, J.A., & Jatulis, D.E. (1993). Changes in adult

     cigarette smoking prevalence after 5 years of community health education: The

     Stanford Five-City Project. American Journal of Epidemiology 137:82-96.

Fiore, M.C., Novotny, T.E., Pierce, J.P., Giovino, G.A., Hatziandreu, E.J., Newcomb,

     P.A., et al. (1990). Methods used to quit smoking in the United States: Do

     cessation programs help? Journal of the American Medical Association, 263(20),

     2760-2765.

Fiore, M.C., Bailey, W.C., Cohen, S.J., Dorfman, S.F., Goldstein, M.G., Gritz, E.R., et al.

     (2000). Treating Tobacco Use and Dependence. Clinical Practice Guideline.

     Rockville, MD: US Department of Health and Human Services, Public Health

     Service.

Helman, C.G. (1994). Culture, Health and Illness. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd.
Isenberg, D.H., Loomis, C., Humphreys, K., & Maton, K.I. (2003). Self-help research:

     Issues of power sharing. In L. A. Jason, C. B. Keys, Y. Suarez-Balcazar, R. R.

     Taylor, M. I. Davis, J. A. Durlak,&D.H. Isenberg (Eds.), Participatory community

     research: Theories and methods in action. Washington, DC: American

     Psychological Association.

Kishchuk, N., Tremblay, M., Lapierre, J., Heneman, B., & O‟Loughlin, J. (2004).

     Qualitative investigation of young smokers‟ and ex-smokers‟ views on smoking

     cessation methods. Nicotine and Tobacco Research, 6(3), 491-500.

Klausner, R. (1997). Evolution of tobacco control studies at the National Cancer Institute.

     Tobacco Control 6 (Suppl. 2): SI-S2.

Lancaster, T., & Stead, L. F. (2005). Self-help interventions for smoking cessation

     [update of the Cochrane Database of Systematic Reviews.

Lando, H.A. (2005). Reflections on 30 years of smoking cessation research: from the

     individual to the world. Drug and Alcohol Review (January 2006), 25, 5 – 14

Lawrence, D., Fagan, P., Backinger, C. L., Gibson, J. T., & Hartman, A. (2007). Cigarette

     smoking patterns among young adults aged 18-24 years in the United States.

     Nicotine & Tobacco Research, 9(6), 687-697.

Leupker, R.V., Murray, D.M., Jacobs, D.R. Jr., Mittelmark, N., Bracht, R., Carlaw, R.,

     Crow, R., Elmer, P., Finnegan, J., Fulsom, A.R., Grimm, R., Hannan, P.J., Jeffrey,

     R., Lando, H., McGovern, P., Mullis, R., Perry, C.L., Pechacek, T., Piric, P.,

     Spmfka, J.M., Weisbrad, R., Blackburn, H. (1994). Community education for

     cardiovascular disease prevention: risk factor changes in the Minnesota Heart

     Health Program. American Journal of Public Health 84:1383-1393.

Leventhal, H., Fleming, R., & Glynn, K. (1988). A cognitive-developmental Approach to

     Smoking Intervention, in Maes, S., spielberger, C.D., Defares, P.B., & Sarason,

     I.G., Topics in Health Psychology, New York: john Wiley & Sons Ltd. ;
McDonald, P., Colwell, B., Backinger, C.L., Husten, C., & Maule, C.O. (2003). Better

     practices for youth tobacco cessation: Evidence of review panel. American Journal

     of Behavior, 27(Suppl. 2), S144-S158.

National Cancer Institute. (1991). October. Monograph 1: Strategies to Control Tobacco

     Use in the United States: A Blueprint for Public Health Action in the1990's. U.S.

     Department of Health and Human Service, Public Health Service, National

     Institutes of Health. NIH Publication 92-3316.

Rigotti, N. A., Lee, J. E., & Wechsler, H. (2000). U. S. college students‟ use of tobacco

     products. Results of a national survey. Journal of the American Medical

     Association, 284(6), 699- 705.

Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo.

U. S. Department of Health and Human Services. (1990). The health benefits of smoking

     cessation. A report of the Surgeon General (DHHS Publication No. CDC 90-8416).

     Rockville, MD: Office on Smoking and Health. National Center for Chronic Disease

     Prevention and Health Promotion, Centers for Disease Control and Prevention,

     Public Health Service.

Wandersman, A., Chavis, D., & Stucky, P. (1983). Involving citizens in research. In R.

     Kidd & M. Saks (Eds.), Advances in applied social psychology (pp. 189–212).

     Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Zhu, S-H, Melcer, T., Sun, J., Rosbrook, B., & Pierce, J. P. (2000). Smoking cessation

     with and without assistance: A population-based analysis. American Journal of

     Preventive Medicine, 18(4), 305-311.

More Related Content

What's hot

Renpra komunitas
Renpra komunitasRenpra komunitas
Renpra komunitas
Abi Muhlies
 
Kebijakan pengembangan puskesmas santun lansia
Kebijakan pengembangan puskesmas santun lansiaKebijakan pengembangan puskesmas santun lansia
Kebijakan pengembangan puskesmas santun lansia
LENY WIDI ASTUTI
 
Presentasi sidang proposal skripsi, Lutfi Bahtiyar, 2014
Presentasi sidang proposal skripsi, Lutfi Bahtiyar, 2014Presentasi sidang proposal skripsi, Lutfi Bahtiyar, 2014
Presentasi sidang proposal skripsi, Lutfi Bahtiyar, 2014
Ns. Lutfi
 
Proposal kegiatan promosi_dan_penyuluhan
Proposal kegiatan promosi_dan_penyuluhanProposal kegiatan promosi_dan_penyuluhan
Proposal kegiatan promosi_dan_penyuluhan
azkanmuttaqin
 
Isu masalah kesehatan masyarakat di indonesia
Isu masalah kesehatan masyarakat di indonesiaIsu masalah kesehatan masyarakat di indonesia
Isu masalah kesehatan masyarakat di indonesia
Yabniel Lit Jingga
 
Program usila di puskesmas
Program usila di puskesmasProgram usila di puskesmas
Program usila di puskesmas
Joni Iswanto
 

What's hot (20)

7. pendidikan kesehatan
7. pendidikan kesehatan7. pendidikan kesehatan
7. pendidikan kesehatan
 
Renpra komunitas
Renpra komunitasRenpra komunitas
Renpra komunitas
 
Asuhan keperawatan lansia di rumah
Asuhan keperawatan lansia di rumahAsuhan keperawatan lansia di rumah
Asuhan keperawatan lansia di rumah
 
IKM Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare dengan Mencuci Tangan
IKM Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare dengan Mencuci TanganIKM Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare dengan Mencuci Tangan
IKM Promosi Kesehatan – Pencegahan Penyakit Diare dengan Mencuci Tangan
 
Kebijakan pengembangan puskesmas santun lansia
Kebijakan pengembangan puskesmas santun lansiaKebijakan pengembangan puskesmas santun lansia
Kebijakan pengembangan puskesmas santun lansia
 
Satuan acara penyuluhan_cerdik
Satuan acara penyuluhan_cerdikSatuan acara penyuluhan_cerdik
Satuan acara penyuluhan_cerdik
 
Konsep keperawatan kesehatan lanjut usia
Konsep keperawatan kesehatan lanjut usiaKonsep keperawatan kesehatan lanjut usia
Konsep keperawatan kesehatan lanjut usia
 
Contoh laporan komunitas
Contoh laporan komunitasContoh laporan komunitas
Contoh laporan komunitas
 
Presentasi sidang proposal skripsi, Lutfi Bahtiyar, 2014
Presentasi sidang proposal skripsi, Lutfi Bahtiyar, 2014Presentasi sidang proposal skripsi, Lutfi Bahtiyar, 2014
Presentasi sidang proposal skripsi, Lutfi Bahtiyar, 2014
 
Laporan
LaporanLaporan
Laporan
 
Proposal kegiatan promosi_dan_penyuluhan
Proposal kegiatan promosi_dan_penyuluhanProposal kegiatan promosi_dan_penyuluhan
Proposal kegiatan promosi_dan_penyuluhan
 
Lansia
LansiaLansia
Lansia
 
Ilmu kesehatan masyarakat
Ilmu kesehatan masyarakatIlmu kesehatan masyarakat
Ilmu kesehatan masyarakat
 
Isu masalah kesehatan masyarakat di indonesia
Isu masalah kesehatan masyarakat di indonesiaIsu masalah kesehatan masyarakat di indonesia
Isu masalah kesehatan masyarakat di indonesia
 
Program usila di puskesmas
Program usila di puskesmasProgram usila di puskesmas
Program usila di puskesmas
 
nabnoanoanoanoanoana
nabnoanoanoanoanoananabnoanoanoanoanoana
nabnoanoanoanoanoana
 
Dukungan keluarga dengan keteraturan pengunaan insulin pada pasien diabetes...
Dukungan keluarga  dengan keteraturan pengunaan  insulin pada pasien diabetes...Dukungan keluarga  dengan keteraturan pengunaan  insulin pada pasien diabetes...
Dukungan keluarga dengan keteraturan pengunaan insulin pada pasien diabetes...
 
Keperawatan komunitas ii ibaru
Keperawatan komunitas ii ibaruKeperawatan komunitas ii ibaru
Keperawatan komunitas ii ibaru
 
Kulum fkmui 2015.08.31
Kulum fkmui 2015.08.31Kulum fkmui 2015.08.31
Kulum fkmui 2015.08.31
 
Contoh TOR (Term of Reference) Seminar Kesehatan Mental
Contoh TOR (Term of Reference) Seminar Kesehatan MentalContoh TOR (Term of Reference) Seminar Kesehatan Mental
Contoh TOR (Term of Reference) Seminar Kesehatan Mental
 

Viewers also liked (7)

Teori Psikologi Komunitas
Teori Psikologi KomunitasTeori Psikologi Komunitas
Teori Psikologi Komunitas
 
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan
 
askep komunitas
askep komunitasaskep komunitas
askep komunitas
 
Asuhan keperawatan komunitas kelompok khusus lansia
Asuhan keperawatan komunitas kelompok khusus lansiaAsuhan keperawatan komunitas kelompok khusus lansia
Asuhan keperawatan komunitas kelompok khusus lansia
 
Mengelola perubahan dan pengembangan organisasi
Mengelola perubahan dan pengembangan organisasiMengelola perubahan dan pengembangan organisasi
Mengelola perubahan dan pengembangan organisasi
 
Sosialisasi, pelatihan , dan pengembangan Karyawan
Sosialisasi, pelatihan , dan pengembangan KaryawanSosialisasi, pelatihan , dan pengembangan Karyawan
Sosialisasi, pelatihan , dan pengembangan Karyawan
 
Assessment individu berdasarkan kompetensi
Assessment individu berdasarkan kompetensiAssessment individu berdasarkan kompetensi
Assessment individu berdasarkan kompetensi
 

Similar to intervensi-komunitas-untuk-menghentikan-perilaku-merokok-remaja

Makalah Perilaku merokok berdasarkan usia
Makalah Perilaku merokok berdasarkan usiaMakalah Perilaku merokok berdasarkan usia
Makalah Perilaku merokok berdasarkan usia
TiyaPurnanita
 
Pencegahan penyalagunaan narkoba
Pencegahan penyalagunaan narkobaPencegahan penyalagunaan narkoba
Pencegahan penyalagunaan narkoba
inooy
 
Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja merokok
Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja merokokFaktor-faktor yang mempengaruhi remaja merokok
Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja merokok
Yhuli Alfiani
 
Pemberdayaan guru uks dalam pencegahan masalah penyalahgunaan narkoba
Pemberdayaan guru uks dalam pencegahan masalah penyalahgunaan narkobaPemberdayaan guru uks dalam pencegahan masalah penyalahgunaan narkoba
Pemberdayaan guru uks dalam pencegahan masalah penyalahgunaan narkoba
Ir. Zakaria, M.M
 

Similar to intervensi-komunitas-untuk-menghentikan-perilaku-merokok-remaja (20)

7.kajian.sosial.merokok
7.kajian.sosial.merokok7.kajian.sosial.merokok
7.kajian.sosial.merokok
 
Artikel narkoba
Artikel narkobaArtikel narkoba
Artikel narkoba
 
Rokok sik
Rokok sikRokok sik
Rokok sik
 
Data Perilaku Merokok Berdasarkan Umur Mulai Merokok Di Indonesia
Data Perilaku Merokok Berdasarkan Umur Mulai Merokok Di IndonesiaData Perilaku Merokok Berdasarkan Umur Mulai Merokok Di Indonesia
Data Perilaku Merokok Berdasarkan Umur Mulai Merokok Di Indonesia
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Makalah Perilaku merokok berdasarkan usia
Makalah Perilaku merokok berdasarkan usiaMakalah Perilaku merokok berdasarkan usia
Makalah Perilaku merokok berdasarkan usia
 
Makalah Penyajian Data Kesehatan
Makalah Penyajian Data KesehatanMakalah Penyajian Data Kesehatan
Makalah Penyajian Data Kesehatan
 
Rokok sik 1
Rokok sik 1Rokok sik 1
Rokok sik 1
 
Materi 3_Attitude, Belief, and Behavior.pdf
Materi 3_Attitude, Belief, and Behavior.pdfMateri 3_Attitude, Belief, and Behavior.pdf
Materi 3_Attitude, Belief, and Behavior.pdf
 
Artikel narkoba
Artikel narkobaArtikel narkoba
Artikel narkoba
 
Laporan Penelitian Sosiologi
Laporan  Penelitian SosiologiLaporan  Penelitian Sosiologi
Laporan Penelitian Sosiologi
 
Makalah merokok, miras, hiv
Makalah merokok, miras, hivMakalah merokok, miras, hiv
Makalah merokok, miras, hiv
 
Penularan dari rokok
Penularan dari rokokPenularan dari rokok
Penularan dari rokok
 
Manuscrib rivan 2
Manuscrib rivan 2Manuscrib rivan 2
Manuscrib rivan 2
 
Pembahasan materi
Pembahasan materiPembahasan materi
Pembahasan materi
 
Pencegahan penyalagunaan narkoba
Pencegahan penyalagunaan narkobaPencegahan penyalagunaan narkoba
Pencegahan penyalagunaan narkoba
 
Rokok
RokokRokok
Rokok
 
Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja merokok
Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja merokokFaktor-faktor yang mempengaruhi remaja merokok
Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja merokok
 
Pemberdayaan guru uks dalam pencegahan masalah penyalahgunaan narkoba
Pemberdayaan guru uks dalam pencegahan masalah penyalahgunaan narkobaPemberdayaan guru uks dalam pencegahan masalah penyalahgunaan narkoba
Pemberdayaan guru uks dalam pencegahan masalah penyalahgunaan narkoba
 
Penyebaran Narkoba Di Kalangan Anak - anak dan Remaja
Penyebaran Narkoba Di Kalangan Anak - anak dan RemajaPenyebaran Narkoba Di Kalangan Anak - anak dan Remaja
Penyebaran Narkoba Di Kalangan Anak - anak dan Remaja
 

Recently uploaded

Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
pipinafindraputri1
 

Recently uploaded (20)

Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaPengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
668579210-Visi-Gp-Berdasarkan-Tahapan-Bagja.pdf
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptxPANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
PANDUAN PENGEMBANGAN KSP SMA SUMBAR TAHUN 2024 (1).pptx
 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanTopik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
 

intervensi-komunitas-untuk-menghentikan-perilaku-merokok-remaja

  • 1. Kategori A Intervensi Komunitas untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana jusuf267@gmail.com Abstrak Tidak perlu diragukan bahwa perilaku merokok memiliki resiko besar terkait kesehatan. Berhenti merokok pada usia yang lebih muda akan berdampak besar dalam status kesehatan seseorang. Merokok biasanya mulai dilakukan selama masa kanak atau remaja, dan upaya menghentikan perilaku merokok bukanlah usaha mudah, terlebih lagi bagi perokok di Indonesia. Hanya sebagian kecil saja yang dapat berhasil berhenti merokok tanpa bantuan. Menghentikan perilaku merokok adalah sulit karena saat perokok-perokok mencoba berhenti, kondisi yang mereka rasakan menjadi makin buruk. Kebanyakan upaya-upaya untuk mengurangi kecanduan rokok pada remaja difokuskan pada program-program pencegahan merokok, namun kecil upaya untuk menghentikan perilaku merokok itu sendiri. Upaya yang dilakukan lebih bersifat parsial dan sangat terfokus pada individu dan bukan pada komunitasnya sehingga perilaku merokok tetap bertahan bahkan terus meningkat. Perubahan diharapkan terjadi pada tingkat individual tetapi tidak pada komunitasnya sehingga tingkat keberhasilan remaja berhenti merokok juga kecil . Pendekatan komunitas sangat dibutuhkan untuk menghentikan perilaku merokok pada remaja. Intervensi komunitas untuk menghentikan perilaku merokok remaja menginginkan suatu perubahan di sebuah populasi.
  • 2. Tujuannya adalah untuk menurunkan permasalahan kesehatan terkait dengan merokok dan untuk meningkatkan status kesehatan komunitas. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasikan bentuk intervensi komunitas yang dapat digunakan secara efektif untuk menghentikan perilaku merokok pada remaja. Kata kunci: invervensi komunitas, perilaku merokok, remaja
  • 3. Pengantar Masa remaja, terutama masa remaja awal, adalah masa yang penting sekaligus genting. Pada usia remaja sejumlah perilaku yang merugikan kesehatan terjadi baik untuk pertama kalinya ataupun menjadi semakin intensif. Sebagian besar kondisi kesehatan remaja banyak ditentukan oleh bagaimana perilaku remaja terkait kesehatan. Pada kenyataannya, banyak perilaku remaja yang justru membahayakan kesehatannya namun kurang disadari oleh remaja itu sendiri yaitu perilaku merokok. Merokok terutama di mulai pada waktu remaja, dan percobaan tersebut akhirnya akan menjadi kebiasaan dan menjadi penggunaan secara tetap dalam kurun waktu beberapa tahun. Beberapa penelitian menginformasikan bahwa kebanyakan perokok mulai dengan rokoknya yang pertama pada usia antara 11-13 tahun, dan 85 % sampai 90 % mulai sebelum usia 18 tahun. Sebagai tambahan juga ditemukan bahwa semakin muda seorang individu mulai dengan rokok pertamanya, semakin besar kemungkinannya untuk menjadi perokok berat di masa dewasa (Leventhal et al, 1988; Dhuyvettere, 1990) Berhenti merokok pada usia yang lebih muda akan berdampak besar dalam status kesehatan seseorang. Merokok di usia muda cenderung akan memiliki penyakit terkait dengan tembakau dan mengalami resiko kematian lebih besar. Usia yang lebih muda untuk merokok lebih mungkin untuk memiliki penyakit yang berhubungan dengan merokok dibandingkan dengan perokok di kelompok usia lainnya (CDC, 2006). Tidak perlu diragukan bahwa perilaku merokok mengandung faktor resiko untuk kesehatan. Merokok dapat menjurus berbagai macam penyakit paru-paru kronis. Resiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih dini (Smet, 1994). Dibandingkan dengan orang yang tidak merokok, timbulnya penyakit koroner lebih tinggi 50% bagi orang yang merokok kira-kira satu bungkus setiap hari, dan 200% bagi orang yang merokok lebih dari satu bungkus. Merokok, khususnya kalau
  • 4. berat mengandung resiko yang sangat besar dan tetap untuk ”sudden cardiac death” (Jenkins dalam Smet, 1994). Penelitian menunjukkan bahwa jika perokok berhenti merokok dan menjaga penghentian pada saat mereka berusia 30 tahun, kemungkinan penyakit dan kematian akan menurun dan sering sekali dapat dicegah (Doll, Peto, Boreham, & Sutherland, 2004; USDHHS, 1990). Upaya menghentikan perilaku merokok bukanlah usaha mudah, terlebih lagi bagi perokok di Indonesia. Remaja yang mulai merokok pada usia 12 tahun atau lebih muda, lebih cenderung menjadi perokok berat dan merokok secara teratur daripada remaja yang merokok pada usia yang lebih tua. Biasanya perokok akan menemui kesulitan- kesulitan yang dialami pada fase awal perubahan, mulai dari penolakan, keraguan, hingga efek samping. Hasil survei yang dilakukan oleh LM3 (Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok), dari 375 responden yang dinyatakan 66,2 persen perokok pernah mencoba berhenti merokok, tetapi mereka gagal. Kegagalan ini ada berbagai macam; 42,9 persen tidak tahu caranya; 25,7 persen sulit berkonsentrasi dan 2,9 persen terikat oleh sponsor rokok (Helman, 1994). Di Indonesia, upaya yang telah dilakukan untuk menghentikan perilaku merokok remaja antara lain: (1) program atau sosialisasi pencegahan penggunaan rokok yang dilakukan oleh dinas pendidikan dan dinas kesehatan secara rutin tiap tahun baik dengan kelompok sasaran siswa SMP dan SMU/SMK. Program ini biasanya lebih bersifat pendidikan kesehatan pada remaja; (2) pihak sekolah membuat larangan/tanda dilarang merokok di sekolah. Adanya konsekuensi atau hukuman bila ada siswa yang merokok di sekolah; (3) penelitian-penelitian telah banyak dilakukan baik survei maupun eksperimen untuk melihat dan merubah sikap, persepsi remaja tentang merokok dengan harapan bahwa perubahan persepsi dan sikap akan membawa perubahan perilaku remaja untuk tidak merokok.
  • 5. Kebanyakan upaya-upaya untuk mengurangi kecanduan rokok pada remaja difokuskan pada program-program pencegahan merokok, namun kecil upaya untuk menghentikan perilaku merokok itu sendiri. Berdasarkan data medis, ada sekitar 70 persen perokok yang ingin berhenti sendiri tanpa bantuan lebih lanjut, namun hanya 5 persen perokok yang berhasil melakukannya tanpa bantuan dalam usaha mereka untuk berhenti merokok (Fiore et al., 2000). Sepertiga perokok melaporkan bahwa mereka telah mencoba berhenti merokok setiap tahun, tanpa bantuan siapapun, tetapi lebih dari 95% dari mereka gagal (Centers for Disease Control and Prevention [CDCP], 2004). Fakta tersebut menunjukkan bahwa keinginan untuk berhenti tidaklah cukup. Semua perokok menyatakan keinginan untuk berhenti tetapi tidak mencoba melakukannya. Meski kebanyakan remaja perokok mencoba meninggalkan perilakunya, metoda-metoda bantuan mandiri terbaik memiliki keberhasilan kecil jika tidak ada terapi dan hampir- hampir tidak efektif dengan nasihat sederhana dari para profesional kesehatan untuk meninggalkan perilaku ini (Lancaster & Stead, 2005). Menghentikan perilaku merokok adalah sulit karena saat perokok-perokok mencoba berhenti, kondisi yang mereka rasakan menjadi makin buruk. Secara psikologis, upaya berhenti merokok menjadi sulit karena adanya pengaruh lingkungan sosial, kebiasaan mengkonsumsi rokok, kemudahan akses terhadap rokok, ketiadaan aturan membatasi usia perokok, pengaruh teman sebaya dan banyak hal lain. Dengan demikian, upaya harus difokuskan tidak hanya pada kegiatan program pencegahan khusus merokok untuk remaja, tetapi juga merancang intervensi penghentian merokok khusus untuk remaja yang merokok. Intervensi yang dirancang untuk kelompok usia ini sangat diperlukan. Upaya ini harus didasarkan pada penelitian yang berhubungan dengan karakteristik perokok (yaitu, usia mulai merokok, tingkat merokok, dan kesulitan-kesulitan untuk berhenti) remaja (Kishchuk, Tremblay, Lapierre, Heneman, & O "Loughlin, 2004; Lawrence, Fagan, Backinger, Gibson & Hartman, 2007; Rigotti, Lee, & Wechsler, 2000).
  • 6. Pendekatan dalam intervensi merokok. Dalam perkembangannya, ada banyak upaya telah dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan metode bantuan yang meliputi konseling individual dan kelompok, materi self-help, terapi penggantian nikotin, program-program intervensi, dan mengidentifikasi mitra untuk membantu mendukung upaya berhenti merokok (Fiore et al., 1990; Zhu, Melcer, Sun, Rosbrook, & Pierce, 2000). Apabila dikelompokkan maka ada tiga pendekatan besar yang dilakukan dalam upaya untuk menghentikan perilaku merokok yaitu: 1. Pendekatan individu Tritmen individu diyakini akan bermanfaat dengan pertimbangan bahwa calon peserta akan mendapatkan kontak yang lebih banyak dan personal dengan konselor mereka dan kesempatan untuk tritmen yang dirancang secara individu (Burgess et al., 2002). Dengan pendekatan individual, diyakini lebih bermanfaat karena menciptakan sebuah kelompok homogen akan sulit. Rekrutmen dianggap lebih mudah saat seseorang mencoba mendaftarkan diri individu daripada dilakukan secara kelompok remaja karena penjadwalan akan sulit dilakukan. Akhirnya, dari perspektif klinis dan etika, bahwa tidak dibenarkan untuk menahan tritmen bagi individu untuk jangka waktu lama untuk memperoleh jumlah optimal subyek untuk kelompok intervensi. Hasil-hasil penelitian ilmiah menunjukkan ketidakmampuan dari pendekatan individual , intervensi saluran tunggal (single-channel intervention) dalam mempengaruhi perilaku merokok pada populasi yang lebih luas (Klausner, 1997; Rp HHS, 1989). 2. Pendekatan kelompok Pendekatan kelompok mencapai hasil yang terbaik di akhir 1970-an sampai pertengahan 1980-an dengan tanpa komponen farmakologis. Pada awal sampai pertengahan 1980-an program kelompok mencapai hasil 40 % pada 12 - bulan tindak lanjut yang dilakukan. Program ini terdiri dari beberapa komponen kunci. Peserta ada
  • 7. dalam kelompok kecil (biasanya 8 sampai 15 peserta) untuk memaksimalkan kohesi kelompok. Jumlah sesi penelitian bervariasi antara 12 dan 16. Beberapa sesi yang diadakan sebelum tanggal berhenti ditetapkan dan menekankan antisipasi situasi sulit dan metode coping direncanakan. Sesi tambahan setelah tanggal berhenti awalnya berfokus pada tantangan dalam mempertahankan pantang merokok dalam jangka pendek dan selanjutnya pada pantang merokok dalam jangka panjang dan perubahan gaya hidup, termasuk perbaikan diet dan olahraga untuk mendukung berhenti merokok yang lebih panjang lagi. Sesi yang dijadwalkan dengan penekanan pada minggu awal segera mungkin dan 2 minggu setelah tanggal berhenti merokok (Lando, 2006). Mayoritas tritmen untuk perokok remaja dalam reviu oleh McDonald et al. (2003) dilakukan di sekolah-sekolah dan dilakukan dalam format kelompok. Demikian pula di Indonesia, pendekatan yang digunakan lebih banyak untuk kelompok kecil dan banyak dilakukan di sekolah-sekolah. Lebih lanjut, Colby et al. (1998) menyatakan bahwa program-program berbasis sekolah lebih berkonsentrasi pada pencegahan daripada tritmen perokok aktif. Masalah lain menjadi jelas juga. Meskipun hasil yang baik didapatkan melalui pendekatan kelompok, kebanyakan program kelompok yang efektif memiliki dampak yang sedang pada tingkat populasi, artinya hanya mampu mencapai sebagian kecil dari populasi perokok. Potensi intervensi kelompok kecil untuk mengurangi prevalensi merokok secara keseluruhan (Lando, 2006). 3. Pendekatan komunitas Dalton et al. (2001) menggambarkan bidang psikologi komunitas berfokus pada hubungan saling bergantung antar individu dalam komunitas, berkomitmen untuk menghasilkan pengetahuan yang valid yang berguna untuk komunitas dan terlibat dalam penelitian dan tindakan melalui kemitraan kolaboratif dengan individu dan komunitas. Definisi komunitas sangat penting bagi praktisi kesehatan komunitas karena intervensi kesehatan harus menargetkan komunitas yang spesifik. Bagaimana komunitas target
  • 8. didefinisikan menentukan bagaimana sumber daya akan dialokasikan, bagaimana intervensi akan dilakukan dan bagaimana pesan akan rangkai. Penggunaan pendekatan berbasis komunitas untuk pengendalian perilaku merokok berusaha untuk mengubah penggunaan tembakau di tingkat populasi - tidak hanya individual – dan semakin fokus pada mempengaruhi kebijakan yang mempromosikan pengurangan merokok. Contoh kegiatan pengendalian merokok berbasis komunitas mencakup pengorganisasian kelompok komunitas untuk mendukung penerapan tata kelola tembakau- (misalnya, restoran bebas rokok, larangan swalayan menampilkan rokok); media advokasi untuk meningkatkan kesadaran komunitas tentang penjualan rokok untuk anak di bawah umur; dan sponsor dari komunitas luas-berhenti merokok seperti peristiwa-berhenti dan-memenangkan kontes. Bukti yang mendukung efektivitas intervensi berbasis komunitas untuk mengurangi merokok ditemukan dalam penurunan secara tajam dan konsisten dalam konsumsi rokok di negara-negara yang telah berinvestasi untuk pencegahan komprehensif dan program pengendalian rokok dibandingkan dengan mereka yang belum (Cummings, 1999) Intervensi komunitas berbeda dengan pendekatan yang sifatnya individual dan kelompok yaitu pertama, intervensi komunitas berusaha melakukan perubahan pemakaian rokok pada tingkat populasi, tidak hanya individu atau kelompok sasaran yang dipilih. Intervensi komunitas untuk pemakaian rokok beroperasi pada premis bahwa norma-norma sosial dan keyakinan tentang konsekuensi positif dan negatif dari pengaruh perilaku penggunaan rokok. Intervensi komunitas biasanya berusaha untuk mengubah perilaku dengan mempengaruhi norma-norma deskriptif (yaitu, persepsi prevalensi merokok), norma-norma injungtif (yaitu, persepsi tentang toleransi sosial merokok), dan keyakinan tentang kerugian dan konsekuensi merokok (yaitu, persepsi tentang bahaya kesehatan, daya tarik, potensi kecanduan, dan sebagainya). Keunikan kedua dari intervensi komunitas adalah secara komprehensif, melibatkan usaha-usaha campur tangan melalui struktur sosial di beberapa komunitas (National Cancer Institute,
  • 9. 1991). Intervensi komunitas mengakui fakta bahwa sikap tentang merokok dibentuk dari berbagai sumber, termasuk keluarga, tempat kerja, pendidikan, layanan kesehatan lembaga, dan media. Salah satu contoh pentingnya mendefinisikan komunitas target dapat dilihat dalam merancang intervensi menghentikan merokok. Jika targetnya adalah remaja, fokus pada dampak kesehatan jangka panjang dari penggunaan tembakau tidak mungkin menjadi strategi efektif karena populasi ini berada dalam tahap perkembangan remaja. Remaja percaya bahwa "tidak akan terjadi hal yang buruk pada saya" dan fokusnya adalah keadaan sekarang dan bukan masa depan. Sebuah strategi yang lebih berhasil untuk berhenti merokok dengan populasi ini akan menjadi intervensi yang menunjukkan cara untuk menolak tekanan sosial, sementara mereka tetap mendapatkan penerimaan dari teman sebaya. Dengan menawarkan sebuah intervensi yang komprehensif yang beroperasi melalui berbagai saluran dalam suatu komunitas, intervensi menghasilkan sinergi dimana norma-norma yang melemahkan penggunaan rokok akan menyebar lebih cepat di seluruh populasi (Cummings, 1999). Intervensi komunitas untuk mengurangi perilaku merokok di dunia Barat sering sedikit dilakukan dengan memberikan layanan pada perokok secara langsung. Ini tentunya akan menjadi sebuah kelemahan bila dikaitkan dengan situasi di Indonesia. Pada umumnya, intervensi komunitas lebih memfokuskan diri pada para pimpinan, penyedia layanan kesehatan, politisi, dan tokoh komunitas yang memiliki posisi untuk menerapkan kebijakan yang membantu menentukan norma-norma sosial tentang penggunaan rokok di tingkat populasi (National Cancer Institute, 1991). Apakah ada bukti bahwa pengurangan rokok dengan intervensi komunitas akan berhasil? Memang tidak semua intervensi komunitas di negara Barat menunjukkan tingkat keberhasilan yang tinggi. Ada beberapa contoh intervensi berbasis komunitas yaitu North Karelia, Stanford Three Community, Stanford Five-City, Kesehatan Jantung
  • 10. Pawtucket, dan Kesehatan Jantung Minnesota, yang semuanya ditujukan beberapa aspek penyakit kardiovaskular. Pada Proyek Stanford Lima-Kota menunjukkan pengaruh tritmen perilaku berhenti merokok kecil, dan tidak ada pengaruh pada prevalensi merokok (Fortmann, Taylor, Nora, & Jatulis, 1993). Program Kesehatan Jantung Minnesota menunjukkan pengaruh positif bagi perempuan dalam analisis kroseksional, tetapi tidak berpengaruh pada sampel kelompok kohort (Leupker et al, 1994.). Program Kesehatan Jantung Pawtucket gagal menunjukkan pengaruh intervensi secara signifikan untuk merokok dalam analisisnya (Carlton, Lasater, Assaf, Feldman, & McKinlay, 1994). Intervensi komunitas untuk menghentikan Perilaku Merokok yang dilakukan National Cancer Institute gagal untuk mempengaruhi para perokok berat, tapi meningkatkan perilaku berhenti merokok sekitar 3% pada perokok ringan dan sedang (COMMIT Research Group, 1995a, 1995b). Meskipun tidak mencapai keberhasilan seperti yang diperkirakan, namun terjadi kenaikan jumlah untuk berhenti merokok pada perokok ringan sampai sedang, Jika dihitung secara nasional, berarti ada 1.200.000 orang dewasa berhenti merokok (Klausner, 1997). Prinsip dan Asumsi Intervensi Kesehatan Berbasis Komunitas Intervensi awal kesehatan berbasis komunitas menunjukkan beberapa asumsi umum dan prinsip-prinsip yang menginformasikan alasan, desain, serta asumsi tentang cara intervensi tersebut harus bekerja. Berikut ini adalah beberapa prinsip dan asumsi yang membimbing orang merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi intervensi tersebut. 1. Fokusnya adalah pada perubahan perilaku berisiko Intervensi berusaha mengubah norma-norma dan perilaku sebelum menghasilkan morbiditas. mereka juga berusaha untuk meningkatkan kesehatan mereka yang sudah didiagnosis dengan kondisi kesehatan kronis.
  • 11. 2. Pendekatan berbasis populasi diperlukan untuk dairahkan pada perilaku kesehatan. Intervensi ini merangkul gagasan bahwa perilaku berisiko didistribusikan di seluruh penduduk, dengan beberapa orang yang beresiko tinggi atau lebih rendah. Karena jumlah penduduk yang ditargetkan, bahkan meskipun peningkatan kecil dalam perilaku berisiko dapat menyediakan reward besar 3. Komunitas memiliki batas-batas geografis. Awal intervensi kesehatan berbasis komunitas didefinisikan sebagai suatu entitas geografis atau yurisdiksi politik. Meskipun komunitas bervariasi dalam ukuran, keanggotaan didefinisikan sebagai tempat tinggal dalam komunitas. 4. Peningkatan temuan kasus mereka yang beresiko tinggi dalam populasi itu penting. Tujuan dari intervensi kesehatan berbasis komunitas adalah untuk memperluas jangkauan komunitas medis dengan mengidentifikasi mereka yang memiliki risiko tertinggi. Intervensi ini mencari kesempatan untuk skrining faktor risiko dan memastikan bahwa mereka yang diidentifikasi sebagai risiko tinggi akan terkait dengan penyedia layanan kesehatan. 5. Individu lekat dalam keluarga. Beberapa strategi intervensi ini difokuskan pada keluarga dan bertujuan untuk mengubah atau memperkuat perubahan perilaku risiko pada bagian dari mereka yang beresiko dengan mendaftar anggota keluarga dalam membuat perubahan di dalam rumah tangga. 6. Keluarga lekat dalam komunitas yang lebih besar yang memiliki konteks dan budaya. Keluarga pada gilirannya mempengaruhi perilaku. Intervensi harus berfokus pada menciptakan norma-norma sosial berkaitan dengan perilaku kesehatan. Selain melihat individu tertanam dalam keluarga mereka, praktisi juga tampak di luar keluarga untuk pengaruh-pengaruh lain pada perilaku berisiko dan kondisi kesehatan. Mereka melihat aspek fisik dan lingkungan sosial sebagai target yang masuk akal untuk intervensi yang akan memfasilitasi dan memperkuat perubahan perilaku dengan mengubah atau membentuk norma-norma, nilai, dan sikap anggota komunitas.
  • 12. 7. Hal ini dimungkinkan dan diperlukan untuk bekerja dalam banyak seting sekaligus. Agar asesmen mempengaruhi kesehatan individu, para desainer dari intervensi kesehatan berbasis komunitas yakin bahwa program harus ditempatkan di dalam institusi dan struktur lain di komunitas. Dengan demikian, intervensi kesehatan berbasis komunitas mengembangkan program di sekolah, gereja, organisasi komunitas, pengaturan perawatan kesehatan, taman, toko, dan tempat-tempat lainnya. 8. Program dan kegiatan bermacam-macam memiliki efek sinergis. Sementara masing-masing intervensi ini melibatkan beberapa strategi dan proyek, para perancang awal intervensi kesehatan berbasis komunitas tertarik pada dampak kumulatif dari beberapa intervensi pada individu atau perilaku berisiko seperti rumah tangga mereka dengan cara memberikan kontribusi terhadap upaya secara keseluruhan. Intervensi, dalam merangkul konteks sosial sebagai penentu perilaku, akan bekerja di banyak wilayah - seperti gereja, media, perawatan kesehatan, pekerjaan - dengan gagasan bahwa antar tindakan dari intervensi yang berbeda akan memacu kegiatan baru dan menambahkan dampak masing-masing secara spesifik. 9. Intervensi dapat berhasil dievaluasi untuk menangkap proses dan dampak perubahan perilaku. Intervensi ini ketat dievaluasi, dengan menggunakan desain kuasi-eksperimental dan menggunakan beberapa metode pengumpulan data. Evaluator percaya bahwa indikator proses dan indikator hasil baik dapat diidentifikasi dan dinilai dan bahwa evaluasi dapat memberikan informasi tentang bagaimana intervensi bekerja dan apa dampaknya itu. Tantangan untuk menerapkan program-program berbasis komunitas yang berhubungan dengan karakteristik unik dari komunitas itu sendiri. Setiap komunitas terdiri dari sikap sendiri, nilai-nilai, sumber daya, iklim sejarah, kekuatan, dan kelemahan (Edwards et al., 2000). Hal tersebut dapat mempengaruhi upaya pencegahan terutama
  • 13. ketika tidak adanya pertimbangan situasi target selama perencanaan dan pelaksanaan program. Keberhasilan program pencegahan berbasis komunitas dapat bergantung pada apakah karakteristik komunitas mendukung tujuan program. Bila hal ini tidak terjadi, program pencegahan mungkin harus mengatasi rintangan tambahan untuk mencapai tujuan mereka. Sebuah pertanyaan kunci meliputi bagaimana untuk mendapatkan dukungan komunitas untuk jenis intervensi. Konsultan sekolah dan komunitas harus mencoba untuk bekerja sama dengan setiap komponen dalam masyarakat terhadap perubahan sosial (Isenberg, Loomis, Humphreys, & Maton, 2003; Wandersman et al., 1983). Intervensi komunitas untuk menghentikan perilaku merokok remaja dengan demikian perlu diupayakan dengan memperhatikan yaitu: a. Kerjasama dan kemitraan Kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dengan remaja (seperti keluarga, sekolah, konselor, universitas, media, dinas kesehatan, pemerintah) sangat bermanfaat bagi jalannya program intervensi. Dalam kerjasama ini berbagai pihak dapat saling belajar dan berbagi pengalaman tentang keberhasilan dan kekurangan program, tentang cara menggunakan berbagai sumber daya yang ada, serta memaksimalkan investasi dalam pemanfaatan untuk melakukan promosi kesehatan. Kemitraan dengan berbagai unit organisasi baik pemerintah, LSM, sekolah, universitas maupun usaha swasta akan sangat mendukung pelaksanaan program intervensi. Disamping itu, dengan kemitraan akan dapat mendorong mobilisasi guna meningkatkan status kesehatan remaja. Kemitraan antara peneliti dalam negeri, peneliti dan para pendukung dari negara-negara kaya tampaknya menjanjikan. Kemitraan yang kuat antara semua stakeholder pengurangan tembakau diperlukan untuk mulai memerangi epidemi yang sangat besar dalam lingkup dan dampak. Kemitraan seperti ini juga penting dalam pertempuran agresif yang didanai oleh multi-nasional.
  • 14. b. Penguatan kapasitas Kemampuan kerja dalam kegiatan peningkatan status kesehatan remaja harus dapat dilaksanakan secara optimal. Untuk itu berbagai sektor terkait harus diyakini dapat memberikan dukungan untuk memperkuat program untuk intervensi komunitas bagi remaja seperti pelatihan profesional kesehatan untuk memberikan saran dan menjadi konselor penghentian perilaku merokok yang efektif, untuk memasukkan perilaku merokok ke dalam kurikulum pendidikan kesehatan dan untuk mendorong budaya motivasi yang relevan (misalnya keluarga, agama) untuk mempromosikan penghentian merokok, ketersediaan penyedia layanan kesehatan terlatih termasuk saran dokter, materi self-help, intervensi perilaku dan psikologis, intervensi farmakologis, kampanye komunikasi media massa, layanan telepon / layanan berbasis internet, dan tempat bebas asap rokok, pembatasan merokok dalam ruangann, kenaikan harga, menyerukan efektif larangan merokok di tempat umum dan menegaskan hak-hak non-perokok untuk menghirup udara bebas dari asap tembakau dan lain-lain akan memiliki dampak yang sangat terasa. Dukungan berbagai sektor ini dapat terkait dalam rangka penyusunan rencana kegiatan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program intervensi. d. Penelitian Penelitian merupakan salah satu komponen dari pengembangan dan penilaian program. Penelitian merupakan akses untuk masuk dalam mengembangkan promosi kesehatan. Peneliti-peneliti yang peduli terhadap penghentian perilaku merokok dan pengurangan tembakau harus bergabung dengan pemangku kepentingan lainnya, termasuk praktisi, dan pembuat kebijakan.
  • 15. Kesimpulan dan Implikasi Masalah merokok adalah masalah global yang terlalu besar untuk ditangani secara terpisah. Penghentian perilaku merokok remaja memiliki potensi besar untuk menyelamatkan banyak nyawa dan memberikan kesempatan hidup yang lebih baik. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menghentikan perilaku merokok pada remaja memberikan beberapa pelajaran berharga untuk direnungkan saat kita mempertimbangkan bentuk intervensi apakah yang akan efektif. Apakah pendekatan yang bersifat individual, kelompok atau intervensi komunitas merupakan investasi yang baik. Sebuah pendekatan yang komprehensif perlu dilakukan untuk mencapai keberhasilan yang lebih besar. Perubahan besar dalam status kesehatan remaja dengan kehidupan tanpa rokok akan terjadi bila norma-norma sosial terkait dengan pemakaian dan perilaku merokok perlu diubah. Hal ini membutuhkan waktu yang tidak singkat. Tidak cukup dengan intervensi komunitas yang hanya terfokus pada para pimpinan, penyedia layanan kesehatan, politisi, dan tokoh komunitas yang memiliki posisi untuk menerapkan kebijakan, tetapi juga intervensi pada kelompok remaja secara langsung akan memberikan dampak yang lebih besar pada status kesehatan remaja.
  • 16. Daftar Pustaka Burgess, E. S., Brown, R. A., Kahler, C. W., Niaura, R., Abrams, D. B., Goldstein, M. G., et al. (2002). Patterns of change in depressive symptoms during smoking cessation: who’s at risk for relapse? Journal of Consulting and Counseling Psychology, 70, 356-361. Centers for Disease Control and Prevention. (2006). Behavioral risk factor surveillance system survey data. http://apps.nccd.cdc.gov/statesystem. Centers for Disease Control and Prevention. (2004). Cigarette smoking among adults – United States, 2002. Morbidity and Mortality Weekly Report, 53, 427-431. Colby, S.M., Monti, P.M., Barnett, N.P., Rohsenow, D.J., Weissman, K., Spirito, A., et al. (1998). Brief motivational interviewing in a hospital setting for adolescent smoking: a preliminary study. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 66(3), 574-578. Carlton, R.A., Lasater, T.M., Assaf, A.R., Feldman, H.A., McKinlay, S.M. (1994). The Pawtucket Heart Health Program: cross-sectional results from a community intervention trial. In: Abstracts of the 34th Annual Conference on Cardiovascular Disease Epidemiology and Prevention, Tampa, FL. Dallas, TX: American Heart Association. COMMIT Research Group. (1995a). Community Intervention Trial for Smoking Cessation (COMMIT): I. Cohort results from a four- year community intervention. American Journal of Public Health 85:183-192. COMMIT Research Group. (1995b). Community Intervention Trial for Smoking Cessation (COMMIT): II. Changes in adult cigarette smoking prevalence. American Journal of Public Health 85:193-200. Cummings, K.C. (1999). Community-wide interventions for tobacco control. Nicotine & Tobacco Research, 1, Sl13-Sl16
  • 17. Dalton, J.H., Elias, M.J., & Wandersman, A. (2001). Community psychology: Linking individuals and communities. Belmont, CA: Wadsworth. Dhuyvettere, H. (1990). Smoking behavior and (anti-)smoking climate among students psychology, Scription for a Licentiate (Masters) Degree, University of Gent, Belgium Doll, R., Peto, R., Boreham, J., & Sutherland, I. (2004). Mortality in relation to smoking: 50 years‟ observations on male British doctors. British Medical Journal, 328(7455), 1519- 1528. Edwards, R.W., Jumper-Thurman, P., Plested, B.A., Oetting, E.R., & Swanson, L. (2000). Communitiy readiness: Research to practice. Journal of Community Psychology, 28, 291–307. Fortmann, S.P., Taylor, C.B., Flora, J.A., & Jatulis, D.E. (1993). Changes in adult cigarette smoking prevalence after 5 years of community health education: The Stanford Five-City Project. American Journal of Epidemiology 137:82-96. Fiore, M.C., Novotny, T.E., Pierce, J.P., Giovino, G.A., Hatziandreu, E.J., Newcomb, P.A., et al. (1990). Methods used to quit smoking in the United States: Do cessation programs help? Journal of the American Medical Association, 263(20), 2760-2765. Fiore, M.C., Bailey, W.C., Cohen, S.J., Dorfman, S.F., Goldstein, M.G., Gritz, E.R., et al. (2000). Treating Tobacco Use and Dependence. Clinical Practice Guideline. Rockville, MD: US Department of Health and Human Services, Public Health Service. Helman, C.G. (1994). Culture, Health and Illness. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd.
  • 18. Isenberg, D.H., Loomis, C., Humphreys, K., & Maton, K.I. (2003). Self-help research: Issues of power sharing. In L. A. Jason, C. B. Keys, Y. Suarez-Balcazar, R. R. Taylor, M. I. Davis, J. A. Durlak,&D.H. Isenberg (Eds.), Participatory community research: Theories and methods in action. Washington, DC: American Psychological Association. Kishchuk, N., Tremblay, M., Lapierre, J., Heneman, B., & O‟Loughlin, J. (2004). Qualitative investigation of young smokers‟ and ex-smokers‟ views on smoking cessation methods. Nicotine and Tobacco Research, 6(3), 491-500. Klausner, R. (1997). Evolution of tobacco control studies at the National Cancer Institute. Tobacco Control 6 (Suppl. 2): SI-S2. Lancaster, T., & Stead, L. F. (2005). Self-help interventions for smoking cessation [update of the Cochrane Database of Systematic Reviews. Lando, H.A. (2005). Reflections on 30 years of smoking cessation research: from the individual to the world. Drug and Alcohol Review (January 2006), 25, 5 – 14 Lawrence, D., Fagan, P., Backinger, C. L., Gibson, J. T., & Hartman, A. (2007). Cigarette smoking patterns among young adults aged 18-24 years in the United States. Nicotine & Tobacco Research, 9(6), 687-697. Leupker, R.V., Murray, D.M., Jacobs, D.R. Jr., Mittelmark, N., Bracht, R., Carlaw, R., Crow, R., Elmer, P., Finnegan, J., Fulsom, A.R., Grimm, R., Hannan, P.J., Jeffrey, R., Lando, H., McGovern, P., Mullis, R., Perry, C.L., Pechacek, T., Piric, P., Spmfka, J.M., Weisbrad, R., Blackburn, H. (1994). Community education for cardiovascular disease prevention: risk factor changes in the Minnesota Heart Health Program. American Journal of Public Health 84:1383-1393. Leventhal, H., Fleming, R., & Glynn, K. (1988). A cognitive-developmental Approach to Smoking Intervention, in Maes, S., spielberger, C.D., Defares, P.B., & Sarason, I.G., Topics in Health Psychology, New York: john Wiley & Sons Ltd. ;
  • 19. McDonald, P., Colwell, B., Backinger, C.L., Husten, C., & Maule, C.O. (2003). Better practices for youth tobacco cessation: Evidence of review panel. American Journal of Behavior, 27(Suppl. 2), S144-S158. National Cancer Institute. (1991). October. Monograph 1: Strategies to Control Tobacco Use in the United States: A Blueprint for Public Health Action in the1990's. U.S. Department of Health and Human Service, Public Health Service, National Institutes of Health. NIH Publication 92-3316. Rigotti, N. A., Lee, J. E., & Wechsler, H. (2000). U. S. college students‟ use of tobacco products. Results of a national survey. Journal of the American Medical Association, 284(6), 699- 705. Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo. U. S. Department of Health and Human Services. (1990). The health benefits of smoking cessation. A report of the Surgeon General (DHHS Publication No. CDC 90-8416). Rockville, MD: Office on Smoking and Health. National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, Centers for Disease Control and Prevention, Public Health Service. Wandersman, A., Chavis, D., & Stucky, P. (1983). Involving citizens in research. In R. Kidd & M. Saks (Eds.), Advances in applied social psychology (pp. 189–212). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Zhu, S-H, Melcer, T., Sun, J., Rosbrook, B., & Pierce, J. P. (2000). Smoking cessation with and without assistance: A population-based analysis. American Journal of Preventive Medicine, 18(4), 305-311.