1. RISK KNOWLEDGE
GROUPS 1
AGUSRIZAL
ERLINAWATI
FACHRURRAZI
MARHAMAH
EARLY WARNING SYSTEM
2.
3. RISK KNOWLEDGE DALAM PERGUB
Pasal 29
Pendidikan dan pelatihan sistem peringatan dini
dan penanganan darurat bencana tsunami wajib
dilaksanakan untuk masyarakat di daerah
berpotensi tsunami
Pasal 31
BPBA menyusun kurikulum standar pendidikan
publik untuk digunakan oleh institusi terkait
lainnya yang akan melaksanakan pendidikan dan
pelatihan
4.
5. Organisasi yang bertanggung jawab untuk PRB
di Indonesia menempatkan upaya besar untuk
memperkuat pengetahuan risiko dan
menyebarkan informasi ini melalui pelatihan
dan pendidikan. Tsunami 2004 menarik dunia
memperhatikan kerentanan di wilayah pesisir
dan telah menghasilkan di meningkatnya
kesadaran risiko bencana
6. ISU UTAMA DALAM PENGETAHUAN RISIKO
EWS
• Kapasitas Nasional membutuhkan penguatan
untuk pengumpulan sistematis, penilaian bahaya
dan Data kerentanan , dan untuk standardisasi
dengan daerah yang lain.
• Aplikasi Praktis pengetahuan risiko memerlukan
penguatan . Tidak jelas apakah pelatihan dan
kesadaran Upaya peningkatan menjangkau
semua masyarakat dan berapa banyak duplikasi
ada . Ada kebutuhan untuk memperbarui dan
menyelaraskanundang-undang yang relevan
7. • Penegakan kode bangunan , sertifikasi tanah
dan dibatasi jelas oleh undang-undang
perlindungan lingkungan dan peran
bertentangan antara pemerintah pusat ,
provinsi dan kabupaten / kota , dan lemah
kapasitas administratif
8. PENETAPAN KEGIATAN UNTUK
MENDUKUNG PENGETAHUAN RISIKO
• Identifikasi risiko dan pemantauan bencana
• Perencanaan manajemen bencana partisipatif
• Memperkuat komitmen untuk pelaku
penanggulanagn bencana
• Pelaksanaan kegiatan fisik dan non fisik
• Peraturan manajemen bencana
9. PENILAIAN RISIKO DAN KERENTANAN
PEMETAAN AWAL UNTUK PERINGATAN DINI
MASIH BELUM MENCAPAI POTENSINYA,
KHUSUSNYA DI TINGKAT MASYARAKAT :
PEMETAAN RISIKO TERPADU TELAH MULAI
DILAKUKAN
• Pemerintah sangihe kabupaten sulawesi :
pemetaan daerah risiko bahaya 2007
• CVGHM menghasilkan peta ancaman bencana
gempa bumi dan tsunami bekerja sama dgn
pemerintah daerah
10. • BAKORSUTANAL menghasilkan peta longsor
banjir dan bahaya tsunami
• BMKG mempersiapkan peta bahaya banjir
kekeringan kebakaran hutan dan aktivitas
seismik
• PU terlibat dalam pemetaan aktivitas GA dan
pemetaaan dampak bencana dari 2005 – 2006
• DKP menyelesaikan beberapa peta tematik
mengenai bahaya pesisir dan pemetaan risiko
tsunami untuk beberapa kota pesisir.
11. • Kementrian kesejahteraan rakyat dengan WFP
BPS, dan AusAid pemetaan gizi menggunakan
estimasi daerah kecil.
• PBB untuk pemulihan Aceh dan Nias
peningkatan data base peta termasuk peta
geografis dan tematik.
• Organisasi pemetaan internasional, seperti
(bumi institute di universitas
columbia)menghasilkan peta multi-bahaya
untuk indonesia
12. PENGEMBANGAN BASIS DATA
Geo data yang belum efektif digunakan sebagai
PRB sebuah alat pembangunan database yang
berkelanjuitan memerlukan :
• Sistem informasi manajemen bencna yang
komprehensif menangani isu geografi yang rumit
di indonesia
• Kompatibilitas antara sistem data
• SDM yang berkompeten dan termotivasi untuk
mengelola sistem
• Penggunaan aplikasi yang ramah
• Penguatan antara instansi terkait
13. KOMUNIKASI RISIKO DAN KESADARAN
UMUM
• Peningkatan pengetahuan risiko, tidak hanya
untuk mempengaruhi perubahan prilaku
masyarakat dan peningkatan keselamatan.
• Khasiat EWS berawal dalam masyarakat
pengetahuan sendiri dan pemahaman tentang
kerentanan dan kapasitas untuk cara
melindungi diri dan mata pencaharian
15. PEMBANGUNAN KETAHANAN PANTAI
IOTWS melakukan kegiatan percontohan
untuk membangun pesisir ketahanan
masyarakat dengan mendorong masyarakat
untuk mengembangkan standar kesadaran
untuk mengurangi kerenrtanan mereka
terhadap bahaya pesisir.
16. PENGURANGAN RISIKO FLU BURUNG
• PMI telah terlibat dalam merumuskan strategi
proaktif terhadap virus flu burung. Dengan
dukungan dari IFRC, relawan PMI telah
melakukan kampaye secara besar – besaran
termasuk distribusi informasi dan bahan
pendidikan kepada masyarakat.
• Relawan melakukan kunjungan untuk
memantau halaman belakang. Dan
menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan.
17. KOMUNIKASI RISIKO DI SEKOLAH
• DEPDIKNAS menggabungkan pengetahuan
risiko bencana melalui kurikulum sekolah
tinggi.
• Pengintegrasian PRB ke dalam kurikulum lokal
dan melakukan pemetaan beserta kampanye
pendidikan.
18. KOMUNIKASI RISIKO DENGAN TURIS
• Parawisatawan memiliki situs hyperlink untuk
mengetahui informasi ancaman yang sedang
berlangsung dan bahaya yang berlangganan
dengan perjalan di seluruh negara
• Wisatawan juga diperingatkan oleh badan
konsuler informasi tentang perlindungan diri
dari bencana alam maupun buatan manusia
19. KODE BANGUNAN
• KETENTUAN UNTUK MENDESAIN BANGUNAN
SEISMIK DAN MEMPERKENALKAN PETA
ZONASI GEMPA.
• REKONSTRUKSI DI DAERAH YANG TERKENA
GEMPA DAN TSUNAMI ADALAH
MELANJUTKAN PERHATIAN DENGAN KODE
BANGUNAN SEBAGAI CONTOH 300 SEKOLAH
PERMANEN DIBANGUN OLEH UNICEF DI ACEH
DAN NIAS YANG TAHAN GEMPA.
20. KEBIJAKAN PENGELOLAAN TANAH
Multi – donor yang didanai rekonstruksi proyekl
pertanahan aceh bertujuan membantu BPN
membuat catatan tanah yang hancur dalam
bencana sebelum tsunami.
Sertifikat tanah memungkinkan warga untuk
membangun bangunan untuk masyarakat
miskin.
21. KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR
• UU NO 7 2004 Dikeluarkan untuk mengatasi
masalah air yang modern yang mencakup
kewenangan, tugas dan tanggung jawab
dalam koordinasi dengan masayarakat
• Perencanaan
• Pemamfaatan
• Sumber daya air darurat
22. PERLINDUNGAN LINGKUNGAN
• PERUSAKKAN LINGKUNGAN MENGAKIBATKAN
BENCANA TERJADI SALAH SATUNYA ADALAH
PENEBANGAN HUTAN YANG MEMILIKI
IMPLIKASI GLOBAL
• ILEGAL LOGGING TERKAIT ERAT DENGAN
BANJIR,LONGSOR , POLUSI DAN LIMPASAN
INDUSTRI YANG MENCEMARI PASOKAN AIR
23. RINGKASAN
• Pemetaan risiko dan kerentanan melalui
berbagai metode
• Metologi pengumpulan data dilakukan
menganalisis sejarah dan prediksi.
• Perencanaan pasrtisipatif dilakukan berbasis
masyarakat EDM, NIED, PMI dan OXFAM.
• Rencana aksi nasinal tentang PRB
• Penggabungan pengetahuan risiko bencana
kedalam kurikulum dan ekstrakulikuler.
24. • Pembaharuan dan penegakkan kode bangunan
terhadap bangunan yang aman
• UU tentang sumber daya alam dan lingkungan
tidak mempunyai penegakkan hukum dan
kekuasaan yang kuat
• Deforestasi yang dihasilkan dari penebangan yang
tidak diatur
• Hukum manajemen sumber Daya Alam disiapkan
pada tahun 2004 tetapi ada keraguan apakah
hukum tersebut dapat secara efektif dilaksanakan
• kurang jelasnya mandat untuk lembaga yang
ditunjuk , dan kebutuhan untuk kapasitas
administratif yang lebih besar baik di pusat dan
lokal telah faktor penghambat