SlideShare a Scribd company logo
1 of 9
1

PENERAPAN CIVIL PENALTY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA
PASAR MODAL DI INDONESIA

CIVIL PENALTY APPLICATION IN CAPITAL MARKET CONFLICT
SETTLEMENT IN INDONESIA

Kendy Triana Puspita, Badriyah Rifai, Juajir Sumardi
Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar

Alamat Korespondensi :
Kendy Triana Puspita
Fakultas Hukum
Program Pascasarjana
Magister Kenotariatan
Universitas Hasanuddin
Makassar, 90245
HP : 0852-5555-1670
Email : kendy.triana@gmail.com
2

ABSTRAK
Civil penalty adalah suatu sanksi yang diberikan oleh Negara berupa pembebanan sejumlah uang kepada
seseorang karena telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan tertentu yang
pembuktiannya menggunakan standar pembuktian balance of probabilities. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan menjelaskan (1) bagaimana proses penerapan civil penalty dalam sistem penegakan hukum pasar
modal, dan (2) potensi manfaat civil penalty pada pasar modal di Indonesia. Penelitian ini berbentuk penelitian
konseptual dan normatif. Data diolah dengan menggunakan metode kualitatif dengan mendiskripsikan data
berupa data primer dan data sekunder untuk kemudian dilakukan penafsiran dan kesimpulan. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pertama, pada prosesnya, civil penalty diterapkan pada penyelesaian sengketa pasar modal
sebagai suatu sanksi berbentuk kompensasi/uang pengganti yang dijatuhkan oleh otoritas pasar modal atas nama
Negara melalui proses perdata dengan menggunakan standar pembuktian balance of probabilities kepada para
pelaku pelanggaran atau kejahatan tertentu. Kedua, potensi manfaat civil penalty pada pasar modal Indonesia
dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek pidana dan aspek perdata. Dari aspek pidana : beberapa pelanggaran dan
kejahatan pidana pasar modal yang selama ini sangat sulit untuk terjerat oleh hukum dimungkinkan untuk
dijatuhi sanksi yang berupa civil penalty atau uang pengganti yang mana sanksi tersebut dapat memberikan efek
jera kepada para pelaku pelanggaran atau kejahatan. Sedangkan dari aspek perdata : otoritas pasar modal melalui
lembaga peradilan sesuai dengan prosedur ketentuan acara perdata, dapat memberikan suatu sanksi tegas kepada
para pelaku pelanggaran atau kejahatan pasar modal.
Kata Kunci: Pasar Modal, Civil Penalty.

ABSTRACT
Civil penalty is a sanction given by the State in the form of the imposition of a sum of money to a person for
violating the provisions of certain legislation that proofs using balance of probabilities standard of proof. The
research aimed to find out and explain (1) to what extent the process of civil penalty application in the capital
market law enforcement system, and (2) the civil penalty utility potential in the capital market in Indonesia. This
was a conceptual and normative research. Data were processed by using a qualitative method by describing the
data in the form of primary and secondary data, they were then interpreted and concluded. The research result
indicates that first, in the process, the civil penalty is applied in the capital market conflict settlement as a
sanction in the form of the compensation/ pecuniary penalty which is imposed by the capital market authority on
behalf of the state through the civil process by using the authentication standard of balance of probabilities on
the violation doers or certain crime. Second, the utility potential of the civil penalty in Indonesia capital market
can be perceived from two aspects, i.e. criminal aspect and civil aspect. From the criminal aspect, several
capital market violations and crimes which so far has been difficult to be imposed by the law are possible to be
imposed with the sanction in the form of the civil penalty or the pecuniary penalty in which the sanction can give
the deterrent effect on the perpetrators of the violations or crimes. Whereas from the civil aspect, the capital
market authority through the judiciary institution based on the civil stipulation procedure can give a strict
punishment on to the perpetrators of the violations or crimes of the capital markets.

Keywords: Capital Market, Civil Penalty.
3

PENDAHULUAN
Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya membangun
dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang lebih berbudaya dan bermakna (Arief,
2008). Penegakan hukum di pasar modal merupakan bagian terpenting dalam rangka
melahirkan industri pasar modal yang efisien, transparan, dan terpercaya bagi setiap pihak
yang melakukan kegiatan investasi di dalamnya. Penegakan hukum tidak boleh terlepas dari
kerangka

keadilan,

karena

kalau

tidak

penegakan

hukum

malah

akan

menjadi

counterproductive, yang pada gilirannya akan menjadi bumerang bagi perkembangan pasar
modal. Di Indonesia, penegakan dan perlindungan hukum pasar modal diatur dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) beserta peraturan
pelaksanaannya. Dengan adanya UUPM beserta peraturan pelaksanaannya tersebut maka
diharapkan dapat menjadi dasar dan acuan dalam rangka penegakan dan perlindungan hukum
pasar modal di Indonesia.
Meskipun demikian, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUPM beserta peraturan
pelaksanaannya secara umum dinilai kurang efektif terbukti dengan masih begitu banyaknya
kasus yang terjadi dalam pasar modal di Indonesia. Pada dasarnya berbagai solusi telah
ditawarkan, namun terdapat satu solusi yang terkait dengan prosedur penyelesaian sengketa
dalam pasar modal yaitu menghukum para pelaku pelanggaran dan kejahatan dengan
mekanisme pemberian sanksi civil penalty. Solusi ini ditawarkan dengan pertimbangan bahwa
kejahatan di bidang pasar modal cenderung susah untuk dibuktikan sebab pelanggaran dan
kejahatan khususnya yang terkait dengan tindak pidana pada aktivitas di pasar modal telah
semakin kompleks. Sementara, peraturan-peraturan yang terkait dengan penyelesaian
sengketa khususnya yang terkait dengan penyelesaian sengketa tindak pidana, menuntut
syarat pembuktian yang begitu tinggi. Selain pertimbangan tersebut di atas, pertimbangan lain
juga adalah seringkali Bapepam (sekarang Otoritas Jasa Keuangan) mengalami polemik
mengenai jenis sanksi yang harus diberikan kepada para pelaku tindak kejahatan dan
pelanggaran pasar modal, apakah akan memberikan sanksi administratif atau sanksi pidana.
Jika kita melihat siaran Pers Bapepam tanggal 10 Agustus 2012 maka dapat ditarik dua
kesimpulan yaitu pertama, mayoritas perkara yang diperiksa oleh Bapepam atas pelanggaran
dan kejahatan yang terjadi, para pelakunya dihukum secara administratif. Kedua, tingkat
keberhasilan penyidikan (secara pidana) kejahatan-kejahatan yang terkait dengan pasar modal
sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari 12 kasus dugaan tindak pidana di bidang Pasar
Modal, semuanya masih dalam proses pemeriksaan. Terlebih lagi jika melihat kembali siaran
pers Bapepam 3 tahun berturut-turut yaitu dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, jumlah
4

kasus dugaan tindak pidana di bidang Pasar Modal sepanjang 3 tahun tersebut selalu konstan
dan tidak berubah yaitu sebanyak 12 kasus (Bapepam-LK, 2012), dan terhadap kasus tersebut
tidak satu pun yang tercatat telah selesai dan diberikan pengenaan sanksi pidana sebagaimana
mestinya. Kurang tegasnya penerapan sanksi khususnya pemberlakuan sanksi pidana atas
pelanggaran dan kejahatan dalam pasar modal lebih dikarenakan sulitnya beban pembuktian
yang disyaratkan untuk perkara dengan sanksi pidana. Sehubungan dengan hal tersebut, di
negara-negara penganut sistem hukum common law seperti Amerika dan Australia penegakan
hukum pada bidang pasar modal khsusunya yang terkait dengan penyelesaian sengketa
sebenarnya terkendala pula pada syarat dan standar pembuktian yang tinggi. Karena itulah,
untuk mengatasi problem standar pembuktian tersebut maka di Amerika Serikat dan Australia
memperkenalkan suatu mekanisme menghukum pelaku kejahatan kerah putih melalui civil
penalty.
Di Indonesia sendiri, penegakan hukum pada pasar modal khsusunya yang terkait
dengan penyelesaian sengketa tengah dihadapkan pada permasalahan yang sama sebagaimana
yang dihadapi oleh negara-negara common law, yaitu terkendala pada syarat dan standar
pembuktian yang tinggi. Akan tetapi, terhadap permasalahan tersebut negara-negara common
law khususnya Amerika dan Australia telah memberikan solusi dengan „menghukum‟ pelaku
kejahatan melalui civil penalty. Sedangkan di Indonesia sendiri, permasalahan tersebut belum
mendapatkan solusi.

Karena itulah, ketentuan mengenai

civil

penalty ini perlu

dipertimbangkan mengingat belum tercapainya keoptimalan penegakan hukum pasar modal di
Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan proses penerapan civil
penalty dalam sistem penegakan hukum pasar modal serta potensi manfaat civil penalty pada
pasar modal di Indonesia.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jakarta karena Otoritas Jasa Keuangan yang salah satu
perannya adalah sebagai otoritas pasar modal Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Jakarta.
Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat normatif dan konseptual, yaitu penelitian
yang didasarkan tidak hanya pada aspek hukumnya, akan tetapi juga bagaimana penerapan
aspek hukum tersebut jika dibandingkan dengan Negara-Negara maju lainnya. Untuk
5

memenuhi kebutuhan data maka dilakukan penelitian kepustakaan yang didukung dengan
penelitian lapangan.
Informan Penelitian
Penggunaan informan dalam penelitian ini bertujuan untuk menguatkan teori-teori
serta pendapat-pendapat yang digunakan dalam penelitian. Adapun informan tersebut berasal
dari Otoritas Jasa Keuangan yakni 1 (satu) orang dari Divisi Bantuan Hukum Otoritas Jasa
Keuangan dan 1 (satu) orang dari Direktorat Hukum Otoritas Jasa Keuangan.
Metode Pengumpulan Data
Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yakni data yang
diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan tulisan-tulisan hukum yang berkaitan
dengan permasalahan yang akan dibahas dan data primer, yakni data yang bersumber atau
diperoleh langsung dari hasil wawancara pada pihak-pihak yang terkait dengan obyek
penelitian, dalam hal ini adalah Otoritas Jasa Keuangan yang bertujuan untuk mendukung
teori-teori normatif maupun pendapat-pedapat yang digunakan dalam penelitian ini.
Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yang bersifat
kualitatif, yaitu pendekatan dengan cara mempelajari, memperhatikan kualitas dan kedalaman
data yang diperoleh. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara
deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan
permasalahan yang diteliti. Dari hasil tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang merupakan
jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
HASIL
Proses Penerapan Civil Penalty pada Penegakan Hukum Pasar Modal
Civil penalty atau disebut juga sebagai uang pengganti telah diterapkan pada pasar
modal beberapa Negara maju seperti Amerika dan Australia. Di Australia civil penalty diatur
dalam Corporation Act 2001 sedangkan di Amerika di atur dalam Securities Exchange Act of
1934. Berdasarkan kedua undang-undang tersebut pada dasarnya proses penerapan sanksi
civil penalty ditujukan untuk menyelesaikan pelanggaran atau kejahatan tertentu yang telah
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, misalnya market manipulation dan insider
trading. Dalam hal ini, untuk menjatuhkan civil penalty diperlukan syarat-syarat dan standar
tertentu, dimana permohonan penjatuhan civil penalty dilakukan oleh otoritas pasar modal
atas nama negara ke pengadilan dalam jangka waktu yang telah ditentukan untuk kemudian
oleh pengadilan di proses sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku
6

(termasuk penggunaan standar pembuktian balance of probabilities). Jika ternyata
seseorang/perusahaan terbukti telah melakukan pelanggaran atau kejahatan yang didakwakan
maka sanksi yang diberikan adalah pembebanan sejumlah uang yang besarnya disesuaikan
dengan tingkat kesalahan si pelaku tersebut.
Potensi Manfaat Civil Penalty pada Pasar Modal di Indonesia
Potensi manfaat civil penalty pada pasar modal Indonesia dapat dilihat dari 2 (dua)
aspek yaitu aspek pidana dan aspek perdata. Ditinjau dari aspek pidana, beberapa pelanggaran
dan kejahatan pidana pasar modal yang selama ini sangat sulit untuk terjerat oleh hukum
dimungkinkan untuk dijatuhi sanksi yang berupa civil penalty atau uang pengganti oleh
Negara. Selain itu, efek jera yang tidak diperoleh para pelaku pelanggaran atau kejahatan
disebabkan tindakannya tersebut sulit untuk dijangkau dengan sanksi pemidanaan, maka
sanksi civil penalty ini dapat dijadikan sebagai pengganti dalam memberikan efek jera
tersebut. Sedangkan jika ditinjau dari aspek perdata otoritas pasar modal melalui prosedur
peradilan perdata mempunyai kesempatan untuk memberikan suatu sanksi tegas kepada para
pelaku pelanggaran atau kejahatan pasar modal sehingga nantinya akan tercipta penegakan
hukum yang optimal bagi pasar modal di Indonesia.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menemukan bahwa otoritas pasar modal Indonesia dalam melakukan
penegakan hukum khususnya terkait dengan penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran atau
kejahatan yang diancam dengan pemidanaan masih terkendala dengan tingginya standar
pembuktian pidana yang dianut dalam sistem peradilan di Indonesia. Menurut Konsultan
Hukum Pasar Modal, Lubis, dkk (2008) bahwa pembuktian secara pidana atas white-collar
crimes tidak mudah karena hukum mensyaratkan standar pembuktian yang tinggi. Terkait
dengan hal ini, negara-negara maju seperti Australia dan Amerika sebenarnya pernah
dihadapkan dengan permasalahan yang sama. Namun, negara-negara maju tersebut telah
menemukan solusi dengan menghukum para pelaku white-collar crimes dalam pasar modal
dengan mekanisme civil penalty.
Civil penalty merupakan suatu sanksi yang diberikan oleh negara berupa pembebanan
sejumlah uang kepada seseorang karena telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
perundang-undangan tertentu yang pembuktiannya menggunakan standar pembuktian balance
of probabilities. Standar pembuktian balance of probabilities digunakan sebab salah satu
pertimbangan diciptakannya civil penalty adalah sulitnya menjerat para pelaku pelanggaran
dan kejahatan pidana pasar modal karena standar tingginya standar pembuktian pidana yang
7

disyaratkan (Comino, 2006). Oleh karena itu, standar pembuktian yang digunakan dalam
mekanisme civil penalty lebih rendah yaitu dengan menggunakan standar pembuktian perdata
atau balance of probabilities. Secara harfiah balance of probabilities diterjemahkan sebagai
“keseimbangan kemungkinan” atau secara sederhana dapat diartikan “lebih mungkin daripada
tidak sama sekali”. Maksudnya bahwa setiap pihak yang bersengketa bisa mengajukan bukti
apa saja untuk mendukung dalilnya dimana jika bukti tersebut dapat mendukung dalilnya
setidaknya mencapai batas kemungkinan lebih dari 50 (lima puluh) persen dibandingkan
dengan alat bukti lawan maka dalil tersebut lah yang akan diputuskan sebagai dalil yang
paling benar (Davies, 2009). Dengan penggunaan standar pembuktian ini diharapkan segala
bentuk pelanggaran atau kejahatan pasar modal yang selama ini terlepas dari jeratan hukum
dapat dikenakan suatu sanksi sebagaimana mestinya.
Di Australia, civil penalty diatur dalam Corporation Act 2001 sedangkan di Amerika
terdapat dalam Securities Exchange Act of 1934. Kedua undang-undang tersebut mengatur
syarat terkait bagaimana proses penerapan sanksi civil penalty terhadap beberapa pelanggaran
atau kejahatan tertentu dalam perusahaan dan pasar modal. Misalnya, ketentuan mengenai
besaran jumlah civil penalty yang dibedakan antara pelaku perorangan dengan pelaku selain
perorangan, pihak mana yang melakukan permohonan penjatuhan civil penalty, jangka waktu
permohonan, sampai pada pengaturan mengenai kedudukan sanksi civil penalty terhadap
sanksi pemidanaan. Terhadap dua peraturan peundang-undangan tersebut dapat diketahui
bahwa dalam mekanisme civil penalty, permohonan penjatuhan sanksi dilakukan oleh otoritas
pasar modal atas nama negara. Permohonan ini ditujukan ke pengadilan dalam jangka waktu
tertentu untuk kemudian oleh pengadilan di proses sesuai dengan ketentuan hukum acara
perdata yang dalam hal ini sesuai dengan ciri khas civil penalty standar pembuktian yang
digunakan adalah balance of probabilities. Jika ternyata pelaku yang didakwa terbukti telah
melakukan pelanggaran atau kejahatan maka sanksi yang diberikan adalah pembebanan
sejumlah uang yang besarnya disesuaikan dengan tingkat kesalahan si pelaku tersebut.
Di Indonesia, civil penalty sebenarnya memiliki potensi manfaat yang besar mengingat
permasalahan yang dihadapi pasar modal Indonesia sama dengan permasalahan yang pernah
dihadapi negara-negara maju seperti Amerika dan Australia. Terlebih lagi, pada Negara yang
telah menerapkannya, mekanisme ini telah berhasil menjerat para pelaku kejahatan dan
pelanggaran yang selama ini sangat sulit untuk disentuh oleh aturan hukum (Welsh, 2007)
seperti insider trading dan manipulasi pasar. Karena itulah meskipun civil penalty merupakan
produk dari Negara dengan sistem hukum common law, akan tetapi perlu dipertimbangkan
pengadopsiannya dalam pasar modal di Indonesia yang menganut sistem hukum civil law.
8

Pengadopsian ini dimungkinkan untuk dilakukan sebab ketentuan pasar modal di Indonesia
pada dasarnya bersifat universal (Anwar, 2008). Selain itu, standar pembuktian yang
digunakan pada kedua sistem hukum tersebut adalah adalah sama dimana untuk standar
pembuktian pidana yaitu beyond reasonable doubt dan standar pembuktian perdata yaitu
balance of probabilities atau di Indonesia lebih dikenal dengan prepodance of evidence
(Wikipedia, 2013).
Civil penalty sebagai suatu mekanisme penyelesaian sengketa pasar modal memiliki
satu ciri khas yaitu merupakan penggabungan antara hukum perdata dan pidana. Oleh sebab
itu, ketika beribacara potensi manfaat civil penalty maka hal ini dapat dilihat dari dua aspek,
yaitu aspek pidana dan aspek perdata. Dari aspek pidana, beberapa pelanggaran dan kejahatan
pidana pasar modal yang selama ini sulit untuk terjerat oleh hukum dimungkinkan untuk
dijatuhi suatu sanksi yaitu civil penalty. Sebab pada dasarnya civil penalty diperkenalkan
karena makin kurangnya kepercayaan pada keefektifan pemberian hukuman atau sanksi
secara pidana (Comino, 2009). Selain itu, civil penalty merupakan suatu proses penyelesaian
sengketa yang mirip dengan proses pemidanaan dengan memberikan efek jera dimana pihak
yang bersengketa adalah antara Negara dan individu (pelaku pelanggaran) (Middleton, 2008).
Sedangkan dari aspek perdata, disebabkan standar pembuktian yang digunakan dalam civil
penalty merupakan standar pembuktian perdata atau balance of probabilities, maka proses
penjatuhan sanksinya pun harus dilakukan sesuai dengan prosedur acara perdata. Dengan
demikian, otoritas pasar modal Indonesia dimungkinkan untuk memiliki kewenangan lebih
yaitu dapat mengajukan gugatan secara perdata ke pengadilan untuk menjatuhi sanksi civil
penalty kepada para pelaku pelanggaran atau kejahatan pasar modal.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada prosesnya penerapan mekanisme civil penalty ditujukan pada penyelesaian
sengketa pasar modal dengan cara memberikan suatu perintah penghukuman berupa
kompensasi/uang pengganti kepada para pelaku pelanggaran atau kejahatan atas tindakan
pelanggaran atau kejahatan yang telah dilakukannya melalui proses acara perdata dengan
menggunakan standar pembuktian balance of probabilities dimana permohonan perintah
penghukuman tersebut diajukan oleh otoritas pasar modal atas nama Negara. Sedangkan
untuk terkait potensi manfaat civil penalty pada pasar modal Indonesia dapat dilihat dari dua
aspek yaitu aspek pidana dan aspek perdata. Aspek pidana adalah beberapa pelanggaran dan
kejahatan pidana pasar modal yang yang selama ini sangat sulit untuk terjerat oleh hukum
dimungkinkan untuk dijatuhi sanksi yang berupa civil penalty atau uang pengganti oleh
9

Negara. Selain itu, para pelaku pelanggaran atau kejahatan juga dapat memperoleh efek jera
dari pengenaan sanksi civil penalty. Sedangkan dari aspek perdata adalah otoritas pasar modal
melalui lembaga peradilan sesuai dengan prosedur ketentuan acara perdata, dapat memberikan
suatu sanksi tegas kepada para pelaku pelanggaran atau kejahatan pasar modal.
Perlu adanya kewenangan lemabga peradilan melalui jalur keperdataan untuk
menjatuhkan suatu sanksi tegas kepada para pelaku pelaku pelanggaran atau kejahatan pasar
modal melalui civil penalty atas permohonan otoritas pasar modal atas nama Negara. Selain
itu, ketentuan sanksi civil penalty perlu dipertimbangkan penerapannya pada pasar modal
Indonesia mengingat keterbatasan yang dimiliki sanksi administrasi dan pidana. Karena
itulah, selain pengenaan sanksi denda administrasi dan meneruskan perkara melalui peradilan
pidana, otoritas pasar modal di Indonesia perlu juga memiliki kewenangan untuk menjatuhkan
suatu sanksi civil penalty atas nama Negara melalui proses peradilan perdata kepada para
pelaku pelanggaran atau kejahatan pasar modal.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Jusuf, (2008), Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia, Alumni,
Bandung, h. 65.
Arief, Barda Nawawi, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
Dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.19-20.
Bapepam-LK, (2012), 35 Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia, Siaran Pers
10 Agustus 2012, Kementrian Keuangan Republik Indonesia, h.23.
Comino, Vicky, (2006), Civil or Criminal Penalties for Corporate Misconduct: Which Way
Ahead?, Australian Business Law Review, Vol. 34, Melbourne, h. 8, 431.
___________, (2009), Effective Regulation by The Australian Securities and Investments
Commission : The Civil penalty Problem, Melbourne University Law Review, Vol. 33,
Melbourne, h.805.
Davies, HHJ Stephen, (2009), Proof on the Balance of Probabilities : What This Means in
Practice, http://dispute.practicallaw.com/2-500-6576#.
Lubis, Todung Mulya; Lay, Alexander, (2008), Penegakan Hukum Pasar Modal dan Civil
penalty, http://www.madani-ri.com/2008/02/13/catatan-hukum-hakikat-pertanggungja
waban-pribadi-dalam-uupt-2/.
Middleton, Thomas, (2008), The Privilege againts Self-Incrimination, the Penalty Privilege
and Legal Professional Privilege under the Laws Governing ASIC, APRA, the ACCC
and the ATO – Suggested Reforms, Australian Bar Review, Australia, h. 310
Welsh, Michelle, (2007), Should greater use be made of civil sanctions for breaches of
Corporate Law?, A Submission To The Department Of Treasury‟s Review Of
Sanctions In Corporate Law, Corporate Law and Accountability Research Group,
Department of Business Law and Taxation (BLT), Faculty of Business and
Economics, Monash University, Australia, h.1
Wikipedia, (2013), Legal Burden of Proof, https://en.wikipedia.org/ wiki/Legal _burden_
o_proof.

More Related Content

What's hot

What's hot (6)

Suara Merdeka 24 Februari 2014
Suara Merdeka 24 Februari 2014Suara Merdeka 24 Februari 2014
Suara Merdeka 24 Februari 2014
 
Jurnal Borneo Administrator, Vol. 8 No. 2 Tahun 2012
Jurnal Borneo Administrator, Vol. 8 No. 2 Tahun 2012Jurnal Borneo Administrator, Vol. 8 No. 2 Tahun 2012
Jurnal Borneo Administrator, Vol. 8 No. 2 Tahun 2012
 
Jurnal Borneo Administrator Vol. 8 No. 3 Tahun 2012
Jurnal Borneo Administrator Vol. 8 No. 3 Tahun 2012Jurnal Borneo Administrator Vol. 8 No. 3 Tahun 2012
Jurnal Borneo Administrator Vol. 8 No. 3 Tahun 2012
 
Ipi109376 2
Ipi109376 2Ipi109376 2
Ipi109376 2
 
Strategi Pemberantasan Korupsi Indonesia
Strategi Pemberantasan Korupsi Indonesia Strategi Pemberantasan Korupsi Indonesia
Strategi Pemberantasan Korupsi Indonesia
 
Media Indonesia 21 Februari 2014
Media Indonesia 21 Februari 2014Media Indonesia 21 Februari 2014
Media Indonesia 21 Februari 2014
 

Viewers also liked

Organizational communication
Organizational communication Organizational communication
Organizational communication Waqas Sabir
 
Organizational communication ch-5
Organizational communication  ch-5Organizational communication  ch-5
Organizational communication ch-5Waqas Sabir
 
Commodity Research Report 16 November 2015 Ways2Capital
Commodity Research Report 16 November 2015 Ways2CapitalCommodity Research Report 16 November 2015 Ways2Capital
Commodity Research Report 16 November 2015 Ways2Capitalways2capitalindore
 
Organizational communication ch-3
Organizational communication  ch-3Organizational communication  ch-3
Organizational communication ch-3Waqas Sabir
 
Organizational communication ch-1
Organizational communication  ch-1Organizational communication  ch-1
Organizational communication ch-1Waqas Sabir
 
Teaching Mentor Report
Teaching Mentor ReportTeaching Mentor Report
Teaching Mentor ReportBrian E. Lee
 
Un million d’hectare supplémentaire 2015/2019
Un million d’hectare supplémentaire 2015/2019Un million d’hectare supplémentaire 2015/2019
Un million d’hectare supplémentaire 2015/2019NENAwaterscarcity
 
Organizational communication
Organizational communication Organizational communication
Organizational communication Waqas Sabir
 
A1 alaska
A1 alaskaA1 alaska
A1 alaskaRubenBu
 
Preliminary Results of Differences between Chinese Heritage Learners and Fore...
Preliminary Results of Differences between Chinese Heritage Learners and Fore...Preliminary Results of Differences between Chinese Heritage Learners and Fore...
Preliminary Results of Differences between Chinese Heritage Learners and Fore...Shirley Shoe
 
Perlaksanaan Program ICN
Perlaksanaan Program ICNPerlaksanaan Program ICN
Perlaksanaan Program ICNsiewtingyeo
 
AMB3673 P Fox Profile V3
AMB3673 P Fox Profile V3AMB3673 P Fox Profile V3
AMB3673 P Fox Profile V3Paul Fox
 
Fem castells
Fem castellsFem castells
Fem castellsmcaso
 
Organizational communication ch 14
Organizational communication  ch 14Organizational communication  ch 14
Organizational communication ch 14Waqas Sabir
 

Viewers also liked (20)

Organizational communication
Organizational communication Organizational communication
Organizational communication
 
Evaluation
EvaluationEvaluation
Evaluation
 
Organizational communication ch-5
Organizational communication  ch-5Organizational communication  ch-5
Organizational communication ch-5
 
Commodity Research Report 16 November 2015 Ways2Capital
Commodity Research Report 16 November 2015 Ways2CapitalCommodity Research Report 16 November 2015 Ways2Capital
Commodity Research Report 16 November 2015 Ways2Capital
 
Organizational communication ch-3
Organizational communication  ch-3Organizational communication  ch-3
Organizational communication ch-3
 
Organizational communication ch-1
Organizational communication  ch-1Organizational communication  ch-1
Organizational communication ch-1
 
Alaska
AlaskaAlaska
Alaska
 
Teaching Mentor Report
Teaching Mentor ReportTeaching Mentor Report
Teaching Mentor Report
 
Un million d’hectare supplémentaire 2015/2019
Un million d’hectare supplémentaire 2015/2019Un million d’hectare supplémentaire 2015/2019
Un million d’hectare supplémentaire 2015/2019
 
Cv
CvCv
Cv
 
Organizational communication
Organizational communication Organizational communication
Organizational communication
 
Tesis daftar isi
Tesis daftar isiTesis daftar isi
Tesis daftar isi
 
Go TTI
Go TTIGo TTI
Go TTI
 
A1 alaska
A1 alaskaA1 alaska
A1 alaska
 
Preliminary Results of Differences between Chinese Heritage Learners and Fore...
Preliminary Results of Differences between Chinese Heritage Learners and Fore...Preliminary Results of Differences between Chinese Heritage Learners and Fore...
Preliminary Results of Differences between Chinese Heritage Learners and Fore...
 
Perlaksanaan Program ICN
Perlaksanaan Program ICNPerlaksanaan Program ICN
Perlaksanaan Program ICN
 
The mosquito
The mosquitoThe mosquito
The mosquito
 
AMB3673 P Fox Profile V3
AMB3673 P Fox Profile V3AMB3673 P Fox Profile V3
AMB3673 P Fox Profile V3
 
Fem castells
Fem castellsFem castells
Fem castells
 
Organizational communication ch 14
Organizational communication  ch 14Organizational communication  ch 14
Organizational communication ch 14
 

Similar to Jurnal civil penalty

PPT proposal skripsi_98133617734991989838
PPT proposal skripsi_98133617734991989838PPT proposal skripsi_98133617734991989838
PPT proposal skripsi_98133617734991989838Ransomeware
 
27516 81561-1-pb
27516 81561-1-pb27516 81561-1-pb
27516 81561-1-pbM Setiawan
 
Tinjauan yuridis tentang diskresi kepolisian (pasal 18 uu nomor 2 tahun 2002 ...
Tinjauan yuridis tentang diskresi kepolisian (pasal 18 uu nomor 2 tahun 2002 ...Tinjauan yuridis tentang diskresi kepolisian (pasal 18 uu nomor 2 tahun 2002 ...
Tinjauan yuridis tentang diskresi kepolisian (pasal 18 uu nomor 2 tahun 2002 ...MAfrizal5
 
3339 id-pertanggungjawaban-korporasi-sebagai-pelakutindak-pidana-pencucian-ua...
3339 id-pertanggungjawaban-korporasi-sebagai-pelakutindak-pidana-pencucian-ua...3339 id-pertanggungjawaban-korporasi-sebagai-pelakutindak-pidana-pencucian-ua...
3339 id-pertanggungjawaban-korporasi-sebagai-pelakutindak-pidana-pencucian-ua...Hudzaifah Avempace
 
SE 8 TH 2018 TTG RJ.pdf
SE 8 TH 2018 TTG RJ.pdfSE 8 TH 2018 TTG RJ.pdf
SE 8 TH 2018 TTG RJ.pdfMetall46sped
 
Rekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr riRekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr rippibelanda
 
Problematika penegakan hukum di indonesia(1) (1)
Problematika penegakan hukum di indonesia(1) (1)Problematika penegakan hukum di indonesia(1) (1)
Problematika penegakan hukum di indonesia(1) (1)noidmedia virtual
 
Problematika penegakan hukum di indonesia
Problematika penegakan hukum di indonesiaProblematika penegakan hukum di indonesia
Problematika penegakan hukum di indonesianoidmedia virtual
 
324-Article Text-1343-1-10-20210131.pdf
324-Article Text-1343-1-10-20210131.pdf324-Article Text-1343-1-10-20210131.pdf
324-Article Text-1343-1-10-20210131.pdfArifArhie
 
Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLKetika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLatuulll
 
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOLKetika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOLatuulll
 
Ppt hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdgangan internasional, un...
Ppt hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdgangan internasional, un...Ppt hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdgangan internasional, un...
Ppt hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdgangan internasional, un...megiirianti083
 
061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait ad...
061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait ad...061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait ad...
061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait ad...EY
 
sistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdfsistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdfyulianmuhtadin
 

Similar to Jurnal civil penalty (20)

Yuni nasrul latifi 14220019
Yuni nasrul latifi 14220019Yuni nasrul latifi 14220019
Yuni nasrul latifi 14220019
 
PPT proposal skripsi_98133617734991989838
PPT proposal skripsi_98133617734991989838PPT proposal skripsi_98133617734991989838
PPT proposal skripsi_98133617734991989838
 
27516 81561-1-pb
27516 81561-1-pb27516 81561-1-pb
27516 81561-1-pb
 
Tesis khairul
Tesis khairul Tesis khairul
Tesis khairul
 
Dialog rri
Dialog rriDialog rri
Dialog rri
 
Pidana peencurian
Pidana peencurianPidana peencurian
Pidana peencurian
 
Tinjauan yuridis tentang diskresi kepolisian (pasal 18 uu nomor 2 tahun 2002 ...
Tinjauan yuridis tentang diskresi kepolisian (pasal 18 uu nomor 2 tahun 2002 ...Tinjauan yuridis tentang diskresi kepolisian (pasal 18 uu nomor 2 tahun 2002 ...
Tinjauan yuridis tentang diskresi kepolisian (pasal 18 uu nomor 2 tahun 2002 ...
 
3339 id-pertanggungjawaban-korporasi-sebagai-pelakutindak-pidana-pencucian-ua...
3339 id-pertanggungjawaban-korporasi-sebagai-pelakutindak-pidana-pencucian-ua...3339 id-pertanggungjawaban-korporasi-sebagai-pelakutindak-pidana-pencucian-ua...
3339 id-pertanggungjawaban-korporasi-sebagai-pelakutindak-pidana-pencucian-ua...
 
SE 8 TH 2018 TTG RJ.pdf
SE 8 TH 2018 TTG RJ.pdfSE 8 TH 2018 TTG RJ.pdf
SE 8 TH 2018 TTG RJ.pdf
 
Rekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr riRekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr ri
 
Problematika penegakan hukum di indonesia(1) (1)
Problematika penegakan hukum di indonesia(1) (1)Problematika penegakan hukum di indonesia(1) (1)
Problematika penegakan hukum di indonesia(1) (1)
 
Problematika penegakan hukum di indonesia
Problematika penegakan hukum di indonesiaProblematika penegakan hukum di indonesia
Problematika penegakan hukum di indonesia
 
Fiat Justitia edisi 3 Oktober 2013
Fiat Justitia edisi 3 Oktober 2013Fiat Justitia edisi 3 Oktober 2013
Fiat Justitia edisi 3 Oktober 2013
 
324-Article Text-1343-1-10-20210131.pdf
324-Article Text-1343-1-10-20210131.pdf324-Article Text-1343-1-10-20210131.pdf
324-Article Text-1343-1-10-20210131.pdf
 
UNCAC-Riset disparitas putusan perkara
UNCAC-Riset disparitas putusan perkaraUNCAC-Riset disparitas putusan perkara
UNCAC-Riset disparitas putusan perkara
 
Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOLKetika Hukum di negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di negeriku dikali NOL
 
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOLKetika Hukum di Negeriku dikali NOL
Ketika Hukum di Negeriku dikali NOL
 
Ppt hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdgangan internasional, un...
Ppt hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdgangan internasional, un...Ppt hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdgangan internasional, un...
Ppt hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, hukum perdgangan internasional, un...
 
061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait ad...
061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait ad...061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait ad...
061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait ad...
 
sistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdfsistemperadilanpidana-181029144128.pdf
sistemperadilanpidana-181029144128.pdf
 

Jurnal civil penalty

  • 1. 1 PENERAPAN CIVIL PENALTY DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PASAR MODAL DI INDONESIA CIVIL PENALTY APPLICATION IN CAPITAL MARKET CONFLICT SETTLEMENT IN INDONESIA Kendy Triana Puspita, Badriyah Rifai, Juajir Sumardi Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar Alamat Korespondensi : Kendy Triana Puspita Fakultas Hukum Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP : 0852-5555-1670 Email : kendy.triana@gmail.com
  • 2. 2 ABSTRAK Civil penalty adalah suatu sanksi yang diberikan oleh Negara berupa pembebanan sejumlah uang kepada seseorang karena telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan tertentu yang pembuktiannya menggunakan standar pembuktian balance of probabilities. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan (1) bagaimana proses penerapan civil penalty dalam sistem penegakan hukum pasar modal, dan (2) potensi manfaat civil penalty pada pasar modal di Indonesia. Penelitian ini berbentuk penelitian konseptual dan normatif. Data diolah dengan menggunakan metode kualitatif dengan mendiskripsikan data berupa data primer dan data sekunder untuk kemudian dilakukan penafsiran dan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertama, pada prosesnya, civil penalty diterapkan pada penyelesaian sengketa pasar modal sebagai suatu sanksi berbentuk kompensasi/uang pengganti yang dijatuhkan oleh otoritas pasar modal atas nama Negara melalui proses perdata dengan menggunakan standar pembuktian balance of probabilities kepada para pelaku pelanggaran atau kejahatan tertentu. Kedua, potensi manfaat civil penalty pada pasar modal Indonesia dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek pidana dan aspek perdata. Dari aspek pidana : beberapa pelanggaran dan kejahatan pidana pasar modal yang selama ini sangat sulit untuk terjerat oleh hukum dimungkinkan untuk dijatuhi sanksi yang berupa civil penalty atau uang pengganti yang mana sanksi tersebut dapat memberikan efek jera kepada para pelaku pelanggaran atau kejahatan. Sedangkan dari aspek perdata : otoritas pasar modal melalui lembaga peradilan sesuai dengan prosedur ketentuan acara perdata, dapat memberikan suatu sanksi tegas kepada para pelaku pelanggaran atau kejahatan pasar modal. Kata Kunci: Pasar Modal, Civil Penalty. ABSTRACT Civil penalty is a sanction given by the State in the form of the imposition of a sum of money to a person for violating the provisions of certain legislation that proofs using balance of probabilities standard of proof. The research aimed to find out and explain (1) to what extent the process of civil penalty application in the capital market law enforcement system, and (2) the civil penalty utility potential in the capital market in Indonesia. This was a conceptual and normative research. Data were processed by using a qualitative method by describing the data in the form of primary and secondary data, they were then interpreted and concluded. The research result indicates that first, in the process, the civil penalty is applied in the capital market conflict settlement as a sanction in the form of the compensation/ pecuniary penalty which is imposed by the capital market authority on behalf of the state through the civil process by using the authentication standard of balance of probabilities on the violation doers or certain crime. Second, the utility potential of the civil penalty in Indonesia capital market can be perceived from two aspects, i.e. criminal aspect and civil aspect. From the criminal aspect, several capital market violations and crimes which so far has been difficult to be imposed by the law are possible to be imposed with the sanction in the form of the civil penalty or the pecuniary penalty in which the sanction can give the deterrent effect on the perpetrators of the violations or crimes. Whereas from the civil aspect, the capital market authority through the judiciary institution based on the civil stipulation procedure can give a strict punishment on to the perpetrators of the violations or crimes of the capital markets. Keywords: Capital Market, Civil Penalty.
  • 3. 3 PENDAHULUAN Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya membangun dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang lebih berbudaya dan bermakna (Arief, 2008). Penegakan hukum di pasar modal merupakan bagian terpenting dalam rangka melahirkan industri pasar modal yang efisien, transparan, dan terpercaya bagi setiap pihak yang melakukan kegiatan investasi di dalamnya. Penegakan hukum tidak boleh terlepas dari kerangka keadilan, karena kalau tidak penegakan hukum malah akan menjadi counterproductive, yang pada gilirannya akan menjadi bumerang bagi perkembangan pasar modal. Di Indonesia, penegakan dan perlindungan hukum pasar modal diatur dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) beserta peraturan pelaksanaannya. Dengan adanya UUPM beserta peraturan pelaksanaannya tersebut maka diharapkan dapat menjadi dasar dan acuan dalam rangka penegakan dan perlindungan hukum pasar modal di Indonesia. Meskipun demikian, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUPM beserta peraturan pelaksanaannya secara umum dinilai kurang efektif terbukti dengan masih begitu banyaknya kasus yang terjadi dalam pasar modal di Indonesia. Pada dasarnya berbagai solusi telah ditawarkan, namun terdapat satu solusi yang terkait dengan prosedur penyelesaian sengketa dalam pasar modal yaitu menghukum para pelaku pelanggaran dan kejahatan dengan mekanisme pemberian sanksi civil penalty. Solusi ini ditawarkan dengan pertimbangan bahwa kejahatan di bidang pasar modal cenderung susah untuk dibuktikan sebab pelanggaran dan kejahatan khususnya yang terkait dengan tindak pidana pada aktivitas di pasar modal telah semakin kompleks. Sementara, peraturan-peraturan yang terkait dengan penyelesaian sengketa khususnya yang terkait dengan penyelesaian sengketa tindak pidana, menuntut syarat pembuktian yang begitu tinggi. Selain pertimbangan tersebut di atas, pertimbangan lain juga adalah seringkali Bapepam (sekarang Otoritas Jasa Keuangan) mengalami polemik mengenai jenis sanksi yang harus diberikan kepada para pelaku tindak kejahatan dan pelanggaran pasar modal, apakah akan memberikan sanksi administratif atau sanksi pidana. Jika kita melihat siaran Pers Bapepam tanggal 10 Agustus 2012 maka dapat ditarik dua kesimpulan yaitu pertama, mayoritas perkara yang diperiksa oleh Bapepam atas pelanggaran dan kejahatan yang terjadi, para pelakunya dihukum secara administratif. Kedua, tingkat keberhasilan penyidikan (secara pidana) kejahatan-kejahatan yang terkait dengan pasar modal sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari 12 kasus dugaan tindak pidana di bidang Pasar Modal, semuanya masih dalam proses pemeriksaan. Terlebih lagi jika melihat kembali siaran pers Bapepam 3 tahun berturut-turut yaitu dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, jumlah
  • 4. 4 kasus dugaan tindak pidana di bidang Pasar Modal sepanjang 3 tahun tersebut selalu konstan dan tidak berubah yaitu sebanyak 12 kasus (Bapepam-LK, 2012), dan terhadap kasus tersebut tidak satu pun yang tercatat telah selesai dan diberikan pengenaan sanksi pidana sebagaimana mestinya. Kurang tegasnya penerapan sanksi khususnya pemberlakuan sanksi pidana atas pelanggaran dan kejahatan dalam pasar modal lebih dikarenakan sulitnya beban pembuktian yang disyaratkan untuk perkara dengan sanksi pidana. Sehubungan dengan hal tersebut, di negara-negara penganut sistem hukum common law seperti Amerika dan Australia penegakan hukum pada bidang pasar modal khsusunya yang terkait dengan penyelesaian sengketa sebenarnya terkendala pula pada syarat dan standar pembuktian yang tinggi. Karena itulah, untuk mengatasi problem standar pembuktian tersebut maka di Amerika Serikat dan Australia memperkenalkan suatu mekanisme menghukum pelaku kejahatan kerah putih melalui civil penalty. Di Indonesia sendiri, penegakan hukum pada pasar modal khsusunya yang terkait dengan penyelesaian sengketa tengah dihadapkan pada permasalahan yang sama sebagaimana yang dihadapi oleh negara-negara common law, yaitu terkendala pada syarat dan standar pembuktian yang tinggi. Akan tetapi, terhadap permasalahan tersebut negara-negara common law khususnya Amerika dan Australia telah memberikan solusi dengan „menghukum‟ pelaku kejahatan melalui civil penalty. Sedangkan di Indonesia sendiri, permasalahan tersebut belum mendapatkan solusi. Karena itulah, ketentuan mengenai civil penalty ini perlu dipertimbangkan mengingat belum tercapainya keoptimalan penegakan hukum pasar modal di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan proses penerapan civil penalty dalam sistem penegakan hukum pasar modal serta potensi manfaat civil penalty pada pasar modal di Indonesia. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Jakarta karena Otoritas Jasa Keuangan yang salah satu perannya adalah sebagai otoritas pasar modal Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Jakarta. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat normatif dan konseptual, yaitu penelitian yang didasarkan tidak hanya pada aspek hukumnya, akan tetapi juga bagaimana penerapan aspek hukum tersebut jika dibandingkan dengan Negara-Negara maju lainnya. Untuk
  • 5. 5 memenuhi kebutuhan data maka dilakukan penelitian kepustakaan yang didukung dengan penelitian lapangan. Informan Penelitian Penggunaan informan dalam penelitian ini bertujuan untuk menguatkan teori-teori serta pendapat-pendapat yang digunakan dalam penelitian. Adapun informan tersebut berasal dari Otoritas Jasa Keuangan yakni 1 (satu) orang dari Divisi Bantuan Hukum Otoritas Jasa Keuangan dan 1 (satu) orang dari Direktorat Hukum Otoritas Jasa Keuangan. Metode Pengumpulan Data Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yakni data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan tulisan-tulisan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dan data primer, yakni data yang bersumber atau diperoleh langsung dari hasil wawancara pada pihak-pihak yang terkait dengan obyek penelitian, dalam hal ini adalah Otoritas Jasa Keuangan yang bertujuan untuk mendukung teori-teori normatif maupun pendapat-pedapat yang digunakan dalam penelitian ini. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan yang bersifat kualitatif, yaitu pendekatan dengan cara mempelajari, memperhatikan kualitas dan kedalaman data yang diperoleh. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. HASIL Proses Penerapan Civil Penalty pada Penegakan Hukum Pasar Modal Civil penalty atau disebut juga sebagai uang pengganti telah diterapkan pada pasar modal beberapa Negara maju seperti Amerika dan Australia. Di Australia civil penalty diatur dalam Corporation Act 2001 sedangkan di Amerika di atur dalam Securities Exchange Act of 1934. Berdasarkan kedua undang-undang tersebut pada dasarnya proses penerapan sanksi civil penalty ditujukan untuk menyelesaikan pelanggaran atau kejahatan tertentu yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, misalnya market manipulation dan insider trading. Dalam hal ini, untuk menjatuhkan civil penalty diperlukan syarat-syarat dan standar tertentu, dimana permohonan penjatuhan civil penalty dilakukan oleh otoritas pasar modal atas nama negara ke pengadilan dalam jangka waktu yang telah ditentukan untuk kemudian oleh pengadilan di proses sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku
  • 6. 6 (termasuk penggunaan standar pembuktian balance of probabilities). Jika ternyata seseorang/perusahaan terbukti telah melakukan pelanggaran atau kejahatan yang didakwakan maka sanksi yang diberikan adalah pembebanan sejumlah uang yang besarnya disesuaikan dengan tingkat kesalahan si pelaku tersebut. Potensi Manfaat Civil Penalty pada Pasar Modal di Indonesia Potensi manfaat civil penalty pada pasar modal Indonesia dapat dilihat dari 2 (dua) aspek yaitu aspek pidana dan aspek perdata. Ditinjau dari aspek pidana, beberapa pelanggaran dan kejahatan pidana pasar modal yang selama ini sangat sulit untuk terjerat oleh hukum dimungkinkan untuk dijatuhi sanksi yang berupa civil penalty atau uang pengganti oleh Negara. Selain itu, efek jera yang tidak diperoleh para pelaku pelanggaran atau kejahatan disebabkan tindakannya tersebut sulit untuk dijangkau dengan sanksi pemidanaan, maka sanksi civil penalty ini dapat dijadikan sebagai pengganti dalam memberikan efek jera tersebut. Sedangkan jika ditinjau dari aspek perdata otoritas pasar modal melalui prosedur peradilan perdata mempunyai kesempatan untuk memberikan suatu sanksi tegas kepada para pelaku pelanggaran atau kejahatan pasar modal sehingga nantinya akan tercipta penegakan hukum yang optimal bagi pasar modal di Indonesia. PEMBAHASAN Penelitian ini menemukan bahwa otoritas pasar modal Indonesia dalam melakukan penegakan hukum khususnya terkait dengan penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran atau kejahatan yang diancam dengan pemidanaan masih terkendala dengan tingginya standar pembuktian pidana yang dianut dalam sistem peradilan di Indonesia. Menurut Konsultan Hukum Pasar Modal, Lubis, dkk (2008) bahwa pembuktian secara pidana atas white-collar crimes tidak mudah karena hukum mensyaratkan standar pembuktian yang tinggi. Terkait dengan hal ini, negara-negara maju seperti Australia dan Amerika sebenarnya pernah dihadapkan dengan permasalahan yang sama. Namun, negara-negara maju tersebut telah menemukan solusi dengan menghukum para pelaku white-collar crimes dalam pasar modal dengan mekanisme civil penalty. Civil penalty merupakan suatu sanksi yang diberikan oleh negara berupa pembebanan sejumlah uang kepada seseorang karena telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan tertentu yang pembuktiannya menggunakan standar pembuktian balance of probabilities. Standar pembuktian balance of probabilities digunakan sebab salah satu pertimbangan diciptakannya civil penalty adalah sulitnya menjerat para pelaku pelanggaran dan kejahatan pidana pasar modal karena standar tingginya standar pembuktian pidana yang
  • 7. 7 disyaratkan (Comino, 2006). Oleh karena itu, standar pembuktian yang digunakan dalam mekanisme civil penalty lebih rendah yaitu dengan menggunakan standar pembuktian perdata atau balance of probabilities. Secara harfiah balance of probabilities diterjemahkan sebagai “keseimbangan kemungkinan” atau secara sederhana dapat diartikan “lebih mungkin daripada tidak sama sekali”. Maksudnya bahwa setiap pihak yang bersengketa bisa mengajukan bukti apa saja untuk mendukung dalilnya dimana jika bukti tersebut dapat mendukung dalilnya setidaknya mencapai batas kemungkinan lebih dari 50 (lima puluh) persen dibandingkan dengan alat bukti lawan maka dalil tersebut lah yang akan diputuskan sebagai dalil yang paling benar (Davies, 2009). Dengan penggunaan standar pembuktian ini diharapkan segala bentuk pelanggaran atau kejahatan pasar modal yang selama ini terlepas dari jeratan hukum dapat dikenakan suatu sanksi sebagaimana mestinya. Di Australia, civil penalty diatur dalam Corporation Act 2001 sedangkan di Amerika terdapat dalam Securities Exchange Act of 1934. Kedua undang-undang tersebut mengatur syarat terkait bagaimana proses penerapan sanksi civil penalty terhadap beberapa pelanggaran atau kejahatan tertentu dalam perusahaan dan pasar modal. Misalnya, ketentuan mengenai besaran jumlah civil penalty yang dibedakan antara pelaku perorangan dengan pelaku selain perorangan, pihak mana yang melakukan permohonan penjatuhan civil penalty, jangka waktu permohonan, sampai pada pengaturan mengenai kedudukan sanksi civil penalty terhadap sanksi pemidanaan. Terhadap dua peraturan peundang-undangan tersebut dapat diketahui bahwa dalam mekanisme civil penalty, permohonan penjatuhan sanksi dilakukan oleh otoritas pasar modal atas nama negara. Permohonan ini ditujukan ke pengadilan dalam jangka waktu tertentu untuk kemudian oleh pengadilan di proses sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata yang dalam hal ini sesuai dengan ciri khas civil penalty standar pembuktian yang digunakan adalah balance of probabilities. Jika ternyata pelaku yang didakwa terbukti telah melakukan pelanggaran atau kejahatan maka sanksi yang diberikan adalah pembebanan sejumlah uang yang besarnya disesuaikan dengan tingkat kesalahan si pelaku tersebut. Di Indonesia, civil penalty sebenarnya memiliki potensi manfaat yang besar mengingat permasalahan yang dihadapi pasar modal Indonesia sama dengan permasalahan yang pernah dihadapi negara-negara maju seperti Amerika dan Australia. Terlebih lagi, pada Negara yang telah menerapkannya, mekanisme ini telah berhasil menjerat para pelaku kejahatan dan pelanggaran yang selama ini sangat sulit untuk disentuh oleh aturan hukum (Welsh, 2007) seperti insider trading dan manipulasi pasar. Karena itulah meskipun civil penalty merupakan produk dari Negara dengan sistem hukum common law, akan tetapi perlu dipertimbangkan pengadopsiannya dalam pasar modal di Indonesia yang menganut sistem hukum civil law.
  • 8. 8 Pengadopsian ini dimungkinkan untuk dilakukan sebab ketentuan pasar modal di Indonesia pada dasarnya bersifat universal (Anwar, 2008). Selain itu, standar pembuktian yang digunakan pada kedua sistem hukum tersebut adalah adalah sama dimana untuk standar pembuktian pidana yaitu beyond reasonable doubt dan standar pembuktian perdata yaitu balance of probabilities atau di Indonesia lebih dikenal dengan prepodance of evidence (Wikipedia, 2013). Civil penalty sebagai suatu mekanisme penyelesaian sengketa pasar modal memiliki satu ciri khas yaitu merupakan penggabungan antara hukum perdata dan pidana. Oleh sebab itu, ketika beribacara potensi manfaat civil penalty maka hal ini dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek pidana dan aspek perdata. Dari aspek pidana, beberapa pelanggaran dan kejahatan pidana pasar modal yang selama ini sulit untuk terjerat oleh hukum dimungkinkan untuk dijatuhi suatu sanksi yaitu civil penalty. Sebab pada dasarnya civil penalty diperkenalkan karena makin kurangnya kepercayaan pada keefektifan pemberian hukuman atau sanksi secara pidana (Comino, 2009). Selain itu, civil penalty merupakan suatu proses penyelesaian sengketa yang mirip dengan proses pemidanaan dengan memberikan efek jera dimana pihak yang bersengketa adalah antara Negara dan individu (pelaku pelanggaran) (Middleton, 2008). Sedangkan dari aspek perdata, disebabkan standar pembuktian yang digunakan dalam civil penalty merupakan standar pembuktian perdata atau balance of probabilities, maka proses penjatuhan sanksinya pun harus dilakukan sesuai dengan prosedur acara perdata. Dengan demikian, otoritas pasar modal Indonesia dimungkinkan untuk memiliki kewenangan lebih yaitu dapat mengajukan gugatan secara perdata ke pengadilan untuk menjatuhi sanksi civil penalty kepada para pelaku pelanggaran atau kejahatan pasar modal. KESIMPULAN DAN SARAN Pada prosesnya penerapan mekanisme civil penalty ditujukan pada penyelesaian sengketa pasar modal dengan cara memberikan suatu perintah penghukuman berupa kompensasi/uang pengganti kepada para pelaku pelanggaran atau kejahatan atas tindakan pelanggaran atau kejahatan yang telah dilakukannya melalui proses acara perdata dengan menggunakan standar pembuktian balance of probabilities dimana permohonan perintah penghukuman tersebut diajukan oleh otoritas pasar modal atas nama Negara. Sedangkan untuk terkait potensi manfaat civil penalty pada pasar modal Indonesia dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek pidana dan aspek perdata. Aspek pidana adalah beberapa pelanggaran dan kejahatan pidana pasar modal yang yang selama ini sangat sulit untuk terjerat oleh hukum dimungkinkan untuk dijatuhi sanksi yang berupa civil penalty atau uang pengganti oleh
  • 9. 9 Negara. Selain itu, para pelaku pelanggaran atau kejahatan juga dapat memperoleh efek jera dari pengenaan sanksi civil penalty. Sedangkan dari aspek perdata adalah otoritas pasar modal melalui lembaga peradilan sesuai dengan prosedur ketentuan acara perdata, dapat memberikan suatu sanksi tegas kepada para pelaku pelanggaran atau kejahatan pasar modal. Perlu adanya kewenangan lemabga peradilan melalui jalur keperdataan untuk menjatuhkan suatu sanksi tegas kepada para pelaku pelaku pelanggaran atau kejahatan pasar modal melalui civil penalty atas permohonan otoritas pasar modal atas nama Negara. Selain itu, ketentuan sanksi civil penalty perlu dipertimbangkan penerapannya pada pasar modal Indonesia mengingat keterbatasan yang dimiliki sanksi administrasi dan pidana. Karena itulah, selain pengenaan sanksi denda administrasi dan meneruskan perkara melalui peradilan pidana, otoritas pasar modal di Indonesia perlu juga memiliki kewenangan untuk menjatuhkan suatu sanksi civil penalty atas nama Negara melalui proses peradilan perdata kepada para pelaku pelanggaran atau kejahatan pasar modal. DAFTAR PUSTAKA Anwar, Jusuf, (2008), Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia, Alumni, Bandung, h. 65. Arief, Barda Nawawi, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.19-20. Bapepam-LK, (2012), 35 Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia, Siaran Pers 10 Agustus 2012, Kementrian Keuangan Republik Indonesia, h.23. Comino, Vicky, (2006), Civil or Criminal Penalties for Corporate Misconduct: Which Way Ahead?, Australian Business Law Review, Vol. 34, Melbourne, h. 8, 431. ___________, (2009), Effective Regulation by The Australian Securities and Investments Commission : The Civil penalty Problem, Melbourne University Law Review, Vol. 33, Melbourne, h.805. Davies, HHJ Stephen, (2009), Proof on the Balance of Probabilities : What This Means in Practice, http://dispute.practicallaw.com/2-500-6576#. Lubis, Todung Mulya; Lay, Alexander, (2008), Penegakan Hukum Pasar Modal dan Civil penalty, http://www.madani-ri.com/2008/02/13/catatan-hukum-hakikat-pertanggungja waban-pribadi-dalam-uupt-2/. Middleton, Thomas, (2008), The Privilege againts Self-Incrimination, the Penalty Privilege and Legal Professional Privilege under the Laws Governing ASIC, APRA, the ACCC and the ATO – Suggested Reforms, Australian Bar Review, Australia, h. 310 Welsh, Michelle, (2007), Should greater use be made of civil sanctions for breaches of Corporate Law?, A Submission To The Department Of Treasury‟s Review Of Sanctions In Corporate Law, Corporate Law and Accountability Research Group, Department of Business Law and Taxation (BLT), Faculty of Business and Economics, Monash University, Australia, h.1 Wikipedia, (2013), Legal Burden of Proof, https://en.wikipedia.org/ wiki/Legal _burden_ o_proof.