Tumor jinak yang berasal dari pembuluh darah di nasofaring (angiofibroma nasofaring juvenilis) umumnya ditemukan pada laki-laki remaja dan cenderung mengalami penurunan secara spontan pada masa kedewasaan. Tumor ini sering ditemukan di sisi atap dan dinding nasofaring dan memiliki sifat yang ekspansif sehingga dapat menekan struktur sekitarnya.
2. EPISTAKSIS
BARU SUDAH LAMA
ADA TRAUMA
DEFORMITAS OS
NASI
PANAS/FEBRIS
FRACTUR
OS
NASALIS
LESI/LUKA
SEKRET BAU
KELAIN
AN
DARAH
BUNTU HIDUNG
UMUR
ANAK DEWASA
ANGIOFIBRO
MA
JUVENILIS
TUMOR
CAVUM
NASI,
TUMOR
NASOFA
RING
HIPERT
ENSI/
KELAIN
AN
DARAH
YA TIDAK
YA TIDAK
YA TIDAK
TIDAK
YA
SIN.
MAKS
RHINI
TIS
AKUT
YA TIDAK
5. 1. Kelainan lokal
Trauma
• Korek-korek
Hidung
• Sisi/bersin
terlalu keras
• KLL
• Olahraga
• Tindakan
dokter
Radang
• Rhinitis akut
• Sinusitis
maksilaris
• Diphteri
cavum nasi
• Ulkus pada
TB, lues,
lepra
Tumor
• Carsinoma
nasi
• Carsinoma
sinus
paranasal
• Carsinoma
nasofaring
• Angiofibroma
juvenilis
6. 2. Kelainan Sistemik/Umum
• Trombosisto
penia
• Hemofilia
• Leukemia
Kelainan
Darah
• Hipertensi
• Arterioskler
osis
• Teleangiekt
asis
Penyakit
Kardiovas
kuler
• Hepatitis
• Sirosis
hepatis
• Dengue
hemoragik
fever
Infeksi
• Penurunan
kadar
estrogen
• Vicarious
menstruasi
Ganggusn
Hormonal
• Posisi
ketinggian
• Pesawat
Tekanan
udara
rendah
• Tumor
kepala leher
• peny.
Cardiopulm
onal
Venous
stasis
• Menyebabkan
peningkatan
agregasi
trombosit
Alkoholism
e
7. Lokasi Perdarahan
CAVUM NASI ANTERIOR
Berasal dari Pleksus Kisselbach (area
little)
80% pada anak-anak & dewasa muda
Sering berulang, keluhan ringan
Dapat berhenti sendiri
CAVUM NASI POSTERIOR
Berasal dari arteri sfenopalatina atau
etmoidalis posterior
Perdarahan hebat
jarang berhenti sendiri
8. Penegakan Diagnosis Epistaksis
ANAMNESIS
• Pertanyaan Penting Epistaksis.
• Identitas pasien? terutama umur pasien.
• Kapan dan lamanya perdarahan ?
• Apakah ada penyebab trauma?
• Adakah deformitas ?
• Suhu tubuh panas/ febris?
• Hidung terasa buntu ?
• Apakah darah bercampur sekret ? Berbau?
13. 1.Perbaiki keadaan Umum
Primary survey : A,B,C,D,E
• Tenangkan pasien , pasien yang tidak tenang
menyebabkan peningkatan TD , memperparah
epistaksis.
• Pasang infus jika diperlukan
• Bersihkan sumbatan jalan napas, dan bekuan
darah pada jalan napas.
14. 2. Cari Sumber Perdarahan
Pasang tampon yang telah ditetesi
adrenalin 1/10.000 + lidocaine 2%.
Masukkan tampon kedalam hidung
untuk mengurangi perdarahan dan
nyeri, dibiarkan selama 10-15 menit.
Setelah terjadi vasokontriksi di evaluasi
perdarahan berasal dari anterior atau
posterior.
15. 3. Menghentikan perdarahan anterior
Pada perdarahan ringan dapat dilakukan
kompresi hidung menggunakan jari telunjuk
dan ibu jari, ditekan selama 10-15 menit.
Kaustik menggunakan Nitras Argenti 25-30%,
Trichloor Aseticum 100 % ataupun kauter
listrik pada plexus kiesselbach.
Pemasangan tampon boorzalf (vaselin +
acidum Boricum), diberikan 2-4 buah agar
menekan daerah perdarahan, dapat diberikan
pada kavum nasi sisi lainnya untuk
menambah tekanan, dipertahankan 24 jam.
16. 4. Menghentikan perdarahan posterior
Pemasangan tampon bellocq yang
menutup koana dan terfiksasi pada
nasofaring maupun nares, untuk
mencegah darah mengalir ke nasofaring
Pemasangan kateter folley ukuran 12-
14F kemudian diisi cairan saline 10-15ml
untuk menutup koane
17. 5. Ligasi Arteri
Dilakukan apabila semua
usaha menghentikan
perdarahan tidak
berhasil. Arteri yang
diligasi arteri carotis
eksterna
Ligasi A.
Carotis
eksterna
19. Fractur os Nasal
• Hilangnya kontinuitas tulang hidung
disertai atau tidak kerusakan pada
septum nasi dan tulang yang
berhubungan.
Definisi
• Trauma, KLL, Rudapaksa (pukulan),
Perkelahian dan olahraga
Etiologi
• Arah depan: Hidung melesak
• Arah lateral: Deviasi hidung
Kontralateral trauma
Arah
trauma
21. Diagnosis fraktur os nasal
Anamnesis
1.Riwayat trauma hidung
2. Epistaksis
3. Buntu hidung
4. Pembengkakan
5. Deformitas
Pemeriksaan Fisik
Inpeksi
1. Udema dan hiperemi
2. Deviasi hidung(trauma
lateral)
3. Hidung terlihat mendatar
(trauma anterior)
4. Fraktur terbuka tampak
fragmen tulang
Palpasi : nyeri tekan dan
krepitasi
RA:
1. Darah pada kavum nasi
2. Dislokasi, penyempitan
kavum nasi
3. Robekan mukosa
4. Hematoma septum nasi
Pemeriksaan penunjang
Foto Rongent kepala posisi
lateral
22. Penatalaksanaan fraktur os nasalis Reposisi Tertutup
Prinsip : Reposisi sedapat mungkin dilakukan segera , bila dilakukan
dalam 3 jam post trauma akan memberikan hasil yang maksimal , dapat
dilakukan penundaan reposisi 4-7 hari setelah udema berkurang.
1. Bersihkan bekuan darah
2. Anastesi lokal dengan lidocain 1% + ephedrine 1% kedalam rongga hidung
diamkan 10-15 menit
3. Masukkan Elevator tumpul ke dalam kavum nasi untuk mengangkat os nasal ke
tempat semula dengan bantuan tangan kanan
4. Ibu jari tangan kiri mengontrol reposisi agar bentuk hidung simetris dengan
menekan os nasal ke lateral
5.Dapat pula menggunakan forsep asch untuk meluruskan septum, sedangkan
untuk reposisi os nasal gunakan forcep walsham .
6. Gunakan internal fiksasi dengan tampon boorzalf yang dimasukkan ke dalam
septum nasi kanan dan kiri agar seimbang (3-4hari)
7. Dapat juga menggunakan external fiksasi dengan nasal splint selama 4-7 hari
25. Definisi
• Radang akut mukosa nasi yang
ditandai dengan gejala-gejala
rinorea, obstruksi nasi, bersin-
bersin dan disertai gejala
umum rasa tidak enak badan
dan febris.
Faktor risiko
• Faktor luar
• Perubahan cuaca
• Ventilasi ruangan yang buruk
• Debu , gas
• Perubahan suhu ruangan yang mendadak
• Faktor dalam
• 1. Faktor daya tahan tubuh
• Kelelahan
• Kurang makan bergizi
• Defisiensi vit A,C,D
• 2. Daya tahan lokal kavum nasi
• Alergi hidung
• Obstuksi kavum nasi (adenoid, deviasi
septum)
26. Gejala Klinis
Stadium prodromal (H-1)
Anamsesis :Rasa panas, kering pada kacum nasi,
bersin – bersin , hidung buntu, pilek encer
RA : kavum nasi sempit, sekret serous,mukosa
udem hiperemis
Stadium Akut (H-2) sampai (H-4)
Anamsesis : Bersin berkurang, obtruksi nasi
bertambah, hiposmia, pilek kental kekuningan,
tidak enak badan, sumer – sumer.
RA: Kavum nasi lebih sempit, sekret mukpurulen,
mukosa lebih udem dan hiperemis.
Stadium resolusi (H-5) sampai ( H-7)
Anamsesis : Gejala mulai mereda,.
RA: obtruksi nasi berkurang, sekret berkurang dan
mengering
27. Penegakan diagnosis Rhinitis
akut
Anamnesis
1. Rhinore
2. Hidung tersumbat
3. Rasa panas dan gatal
pada hidung
4. Bersin bersin
5. Dapat disertai batuk
Pemeriksaan fisik
1. Suhu tubuh dapat
meningkat
2. Pada rhinoskopi
anterior didapatkan
mukosa udema dan
hiperemi konka inferior
dan medius udema,
sekret mukopurulen,
penyempitan lumen
cavum nasi.
Pemeriksaan penunjang
tidak perlu dilakukan
28. Etiologi Rhinitis Akut
Rhinitis virus
Rinitis simplek (pilek,
Comman Cold, Coryza)
• Disebabkan oleh
adenovirus,
picovirus,rhinovirus,
coxsakievirus.
• Masa inkubasinya 1-4
hari.
• Gejala:
• Hidung tersumbat,
rinore, dan bersin yang
berulang-ulang.
• Mukosa hidung tampak
merah dan
membengkak
• secret hidung (ingus)
encer dan sangat
banyak
Rinitis Influenza
• Disebabkan oleh virus
influenza A,B,C
• Gejala klinis mirip
rhinitis simplek
Rhinitis
Eksantematosa
• Rhinitis yang
berhubungan atau
tanda awal penyakit lain
seperti Morbili, varisela,
variola, dan pertusis.
• Didahului dengan
eksantema kulit sekitar
2-3 hari
29. Rhinitis Bakterial
Rhinitis bakteri non spesifik
• Lebih sering pada anak.
• Disebabkan oleh pneumococcus,
streptococcus atau staphylococcus..
Rhinitis Difteri
• Disebabkan oleh Corynebacterium
diphteriae. Rhinitis difteri dapat
berbentuk akut atau kronik dan
bersifat primer pada hidung atau
sekunder pada tenggorokan. Dugaan
adanya rhinitis difteri harus
dipikirkan pada penderita dengan
riwayat imunisasi yang tidak lengkap.
• Didapatkan membran putih
keabuabuan yang lengket dapat
terbentuk di rongga hidung, dan
apabila diangkat dapat
menyebabkan pendarahan/epistaksis
30. Rhinitis Iritan
• Disebabkan oleh paparan
debu, asap atau gas yang
bersifat iritatif seperti
ammonia, formalin, gas
asam dan lain-lain.
• Dapat juga disebabkan oleh
trauma yang mengenai
mukosa hidung selama
masa manipulasi intranasal,
contohnya pada
pengangkatan corpus
alienum.
• Gejala akan menghilang jika
faktor penyebab dihilangkan
31. Penatalaksanaan
Simtomatik
• Antipiretik;paraset
amol.
• Dekongestan;
pseudoefedrin,
fenilpropanolamin,
atau fenilefrin.
• Rhinitis virus
merupakan self
limiting disease
sehingga diberikan
terapi simtomatik
saja.
Kausatif
• Antibiotik
diberikan jika
terdapat infeksi
bakteri, seperti
amoxicillin,
eritromisin,
cefadroxil.
• Pada rhinitis difteri
terapinya meliputi
isolasi pasien,
penisilin sistemik,
dan antitoksin
difteri
KIE
• Menjaga kondisi
tubuh optimal
• Lebih sering
mencuci tangan,
terutama sebelum
menyentuh wajah.
• Menutup mulut
ketika batuk dan
bersin.
32. Angiofibroma Nasofaring Juvenilis
( Basal fibroma/Nasofaringeal fibroma)
Definisi :
Suatu tumor pembuluh
darah yang berasal dari
posterolateral
nasofaring yang secara
histopatogi jinak,
namun secara klinis
ganas karena sifatnya
yang ekspansif serta
progresif menekan
tulang dan jaringan
sekitarnya.
33. • Belum jelas
• Diduga berkaitan dengan ketidakseimbangan
hormonal sistem pituitary androgenital
• Cenderung regresi spontan dengan proses
kematangan seksual
Etiologi
• Diperkirakan 0,5% dari tumor kepala leher
• Lebih sering pada laki laki usia 10-17 tahun
• Jarang pada ras tionghoa sering pada ras
indonesia
epidemiologi
• Pada atap dan lateral nasofaring
• Umumnya unilateral
• Jarang pada garis tengah
Lokasi tumor
34. Histopatologi
• Terdiri dari jaringan ikat yang
udematus, didapatkannya
pembuluh darah yang lebar
dan bervariasi besar, bentuk
dan distribusinya.
• Beberapa bagian tumor tampak
pembuluh darah kapiler yang
saling berhubungan
• Dinding pembuluh darah
dilapisi satu lapis endotel tanpa
tunika muskularis.
• Tumor yang aktif tumbuh, akan
tampak lebih banyak pembuluh
darah
Pembuluh
darah
35. Gejala Klinis
1. Sifat tumor ( berasal dari pembuluh darah)
• Epistaksis berulang dan hebat (80% penderita)
2. Sifat tumor yang ekspansif
• Lateral : Menutup ostium tuba→ oklusi tuba, OM
• Anterior: Masuk kekavum nasi → obtruksi →rhinolaliaocclusa
• Keluar dari vestibulum nasi
• Menutup ostium sinus paranasal → Pan-sinusutis
• Menutup fisura olfaktoria →hiposmia , anosmia
• Masuk sinus maksilaris kemudia ke fossa spenomaksilaris
• Ekspansi ke luar menekan pipi →frog face
• Masuk ke orbita →ptosis bulbi , ggn N II
• Kebawah mendesak palatum mole →bombans palatum mole
→ ggn bernapas dan menelan
• Ke atas menekan basis kranii
36. Diagnosis
Anamnesis
1.Laki laki > Perempuan
2.Usia pubertas 10-17 th
3. Epitaksis berulang
4. Gejala ekspansif tumor
Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi : mata menonjol
, bentuk muka frog face
2. Rhinoskopi anterior:
Tumor dibagian posterior
rongg hidung, fenomena
palatum mole (-)
3. Rhinoskopi posterior:
tampak tumor dengan
warna merah keunguan,
Pemeriksaan Penunjang:
1.Foto water’s, skull lateral
2.CT scan
3. Angiografi
4. Biopsi
Biopsi tidak dianjurkan
karena menyebabkan
perdarahan, kecuali pada
kamar operasi
37.
38. Staging perluasan tumor
• T1: Terbatas pada nasofaring
• T2: Tumor meluas ke rongga hidung atau ke
sinus sfenoid
• T3: Tumor meluas ke satu atau lebih jaringan
sekitar ; antrum, etmoid, fossa
pterigomaksilaris, fossa intra temporal, orbita
atau pipi.
• T4: Tumor meluas ke Intrakranial
40. Penatalaksanaan
• Ekstraksi tumor
• Transpalatal
• Rhinotomi
lateral
• Mid facial
degloving
Pembedahan
• Tumor ukuran
T4.
• Pro operasi
untuk
mengurangi
vaskularisasi
tumor
• Tumor residif
• Sisa tumor post
operasi
pembedahan
Radiasi
• Pemberian
hormon
estrogen untuk
memperkecil
tumor, setelah
operasi maupun
sebelum operasi
• Preparatnya
• 1. Diacyl
stilbossterol
• 2. Dimethyl
diaethyl
Hormonal
42. • Genetik (Ras thionghoa), Ras Indoneisa
• Virus (EBV)
• Bahan karsinogenik : asap rokok, polusi udara dll
• Iritasi menahun: Nasopharingitis kronis + asap
rokok, alkohol, lombok
• Faktor hormonal : Estrogen tinggi
Etiologi
• Laki laki lebih banyak
• Perbandingan pria dan wanita , 2: 1
• Usia 30-50 tahun
• Banyak pada bangsa indonesia baik pribumi
ataupun keturunan thionghoa.
Epidemiologi
43. Klasifikasi
1. Berdasarkan Histopatlogi
Well Differentiated Epidermoid Carsinoma
• jenis keratimising (cornificans)
• jenis non keratimising (cornificans)
Undifferentiated Epidermoid Carsinoma
• Jenis trantitional
• Jenis lympoepiteloma
• Adenocystic carsinoma (Cylindroma)
2. Berdasarkan bentuk dan cara tumbuh
• Ulceratif
• Exophitik : Tumor tumbuh keluar seperti polip/bunga kubis
• Endophitik : Tumor tumbuh dibawah selaput lendir , agak lebih
tinggi dari jaringan sekitar (crooping tumor- submukus)
44. Lokasi
Fossa
rosenmuller
Sekitar tuba
eusthasius
Dinding
belakang
nasofaring
Atap
nasofaring
Note :
• Pada daerah fossa rusenmuller merupakan daerah transisional atau peralihan
epitel berlapis pipih dan epitel silindris bersilia yang dicurigai tempat asal dari
carsinoma nasofaring.
• 1-2cm diatas fossa rusenmuller terdapat foramen lacerum dimana akan
mudah menjalar ke endocranium
• Saluran getah bening pada nasofaring berbeda, dimana tidak mengindahkan
garis tengh , sehingga dapat menyebabkan metastase leher kontalateral
45. Gejala Klinis
Stadium lanjut
Stadium Dini
Tumor terbatas di
Nasofaring(prime
r)
Telinga :
• Tinitus,
• Grebekgrebek,
• Pendengaran
menurun
• OMP
Hidung :
• Pilek kronis,
ingus/dahak
bercampur
darah
• Epistaksis
• Oklusio tuba
EKSPANSIF
Menyumbat koane :
Hidung Buntu
Mendesak palatum
mole :
Gangguan menelan
Sesak napas
INFILTRATIF
Ke atas : Foramen
laserum :Sakit kepala
Parese N III, IV, V, VI
Ke samping :
Menekan N. kranial
-N IX,X ; parese
palatum mole, faring
dan gg menelan,
suara parau
-N XI ; Parese otot
sternocleido dan
trapezius
-N XII : parese lidah
METASTASIS
Pemebesaran
getah bening
Regional :
-leher
Jauh :
- hati, paru,
ginjal, limpa,
tulang dll
46. Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis yang cermat
karena keluhan berbeda
berdasarkan staging, keluhan
yang berhubungan dengan
tanda tumor ganas: progregsif,
infiltrating, ekspansif dan
metastasis.
Pemeriksaan Fisik
1.Inspeksi dari luar : wajah,
mata, rongga mulut, leher
2. Otoskopi : MAE, MT
3. Rinoskopi Anterior :
Tampak tumor dibagian
belakang rongga hidung,
tertutup sekret mukopurulen,
fenomena palatum mole (-)
4. Rinoskopi Posterior :
Tampak tumor kemerahan
5. Laringoskop: istmus faucium
menyempit . Refleks muntah(-)
Pemeriksaan Penunjang
1. Biopsi
2. Foto Rontgen
3. CT scan
49. Stadium Tumor
Klasifikasi TNM
Tumor di nasofaring (T)
T1: Tumor terbatas di nasofaring
T2: Tumor meluas ke jaringan lunak
T2a : Tumor meluas sampai daerah orofaring dan/atau
fossa nasalis tanpa perluasan ke depan parafaring
T2b: Dengan perluasan ke parafaring
T3: Tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus
paranasal
T4: Tumor meluas ke intrakranial dan/atau mengenai saraf
kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau
ruang mastikator
50. Kelenjar limfe regional (N)
N0 : Tidak ada pembesaran KGB regional
N1 : Metastasis ke KGB unilateral, ukuran 6cm, terletak
di atas fossa supraklavikula
N2 : Metastasis ke KGB bilateral, ukuran 6cm, terletak
di atas fossa supraklavikula
N3 : Metastasis ke KGB:
N3a :Ukuran KGB > 6 cm, di atas fossa supraklavikula
N3b :Terletak pada fossa supraklavikula
Metastasis jauh (M)
M0 : Tidak ada metastasis jauh
M1 : Ada metastasis jauh
51. Stadium KNF
I : T1 N0 M0
IIa : T2a N0 M0
IIb : T1-2a N1 M0, T2b N0-1 M0
III : T1-2b N2 M0, T3 N0-2 M0
IVa : T4 N0-2 M0
IVb : Semua T N3 M0
IVc : Semua T N0-3 M1
52. Penatalaksanaan
• Terapi Utama : Radiasi 4000-6000 R
• Adjuvan : Kemoterapi
Evaluasi terapi
4 minggu setelah radiasi selesai dievaluasi secara klinis dan
biopsi. Bila negatif, dilakulan pemeriksaan fisik dan biopsi satu
bulan sekali pada tahun pertama. Bila hasil positif radiasi
ditambah. Bila negatif pada tahun kedua diperiksa selama tiga
bulan sekali, tahun ke tiga di evaluasi enam bulan sekali dan
seterusnya tiap tahun sampai lima tahun.
Prognosis :
Stadium dini→ Dapat hidup > 5 tahun
Stadium lanjut → Hidup < 3 tahun