Mutisme selektif adalah gangguan dimana anak gagal berbicara di situasi sosial tertentu meskipun dapat berbicara di situasi lain. Gangguan ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan penanganannya meliputi modifikasi perilaku dan pengobatan obat. Prognosisnya cenderung baik dengan sebagian besar kasus menghilang dengan waktu.
2. Selektif mutisme didefinisikan oleh the Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Health Disorders, Fourth
Edition Text Revision (DSM-IV-TR) sebagai gangguan
kebiasaan masa kanak-kanak yang ditandai oleh adanya
kegagalan yang persisten untuk berbicara pada satu atau
lebih situasi sosial, namun dapat berbicara situasi yang lain.
DEFENISI
3. Fobia sosial adalah gangguan yang paling umum
kesehatan mental setelah ketiga depresi Bergman et al
(2002) melaporkan bahwa tingkat prevalensi selektif
mutisme adalah 0,71% tetapi berkisar antara 0,08% sampai
1,9% tergantung pada populasi yang diteliti.. Selektif
mutisme terlihat dalam kurang dari 1% anak yang diamati
dalam pengaturan kesehatan mental dan dilaporkan sekitar
2-2.5 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria.
EPIDEMIOLOGI
4. Umumnya, kematian tidak menghasilkan langsung dari
selekti mutisme, kecuali dalam kasus-kasus depresi berat terkait
mengakibatkan bunuh diri atau reaksi terhadap pengobatan obat
(kematian jantung mendadak dengan imipramine atau clonidine)
atau reaksi yang merugikan seperti bunuh diri yang baru onset
setelah terapi dengan SSRI atau antidepresan lainnya.
Tingkat morbiditas tinggi diamati, dengan sekolah
melewatkan banyak atau hari kerja;. Anak sering berkembang
penolakan sekolah terkait karena kecemasan terkait dengan
diminta untuk berbicara di kelas. Selektif mutisme didiagnosis
lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria, dengan rasio
perempuan-ke-laki-laki dari sekitar 2-2.5:1.
5. Penyebab selektif mutisme adalah multifaktorial yaitu :
1. Hipotesis Biologis
Faktor biologis biasanya berperan sebagai
kemungkinan penyebab mutisme selektif. Bagaimanapun,
telah ditemukan bahwa anak-anak dengan mutisme selektif
sewaktu-waktu dapat meningkat resikonya untuk gangguan
perkembangan yang lain (termasuk gangguan
bicara/bahasa, eneuresis, enkopresis) dan EEG yang
immatur.
ETIOLOGI
6. 2. Teori dan Proses Fisiologi
Diduga adanya proses regresi atau fiksasi pada perkembangan
fase anal, dengan impuls destruktif atau perlawanan terhadap
orangtuanya dan penentangan melawan eksperesi kemarahan
kepada orangtua.
7. 3. Hubungan Keluarga dan Interpersonal
Kebanyakan studi menemukan bahwa tingkat mutisme
selektif meningkat pada orangtua yang sakit secara
psikologis ataupun dengan hubungan keluarga yang
abnormal. Sering disebutkan berupa situasi keluarga yang
terisolasi, setidaknya satu orangtua yang sangat pemalu atau
tidak komunikatif, kehancuran rumah tangga, dan tekanan
yang berlebihan terhadap ibu. Dalam hal ini, beberapa kasus
telah dilaporkan bahwa mutisme muncul mengikuti
penolakan yang keras terhadap sesuatu yang dikatakan anak.
8. 4. Pengaruh Lingkungan dan Sosial
Ditemukan bahwa awal mula terjadinya mutisme sering didasari
perubahan lingkungan tertentu yang terlalu cepat, seperti
imigrasi dari wilayah dengan bahasa yang berbeda,
hospitalisasi, perpisahan yang signifikan dengan keluarga dan
trauma fisik seperti kekerasan anak, pelecehan seksual ataupun
cedera mulut.
9. Gejala-gejalanya adalah sebagai berikut :
1. Kegagalan yang konsisten dalam berbicara pada situasi
sosial tertentu (dimana diharapkan untuk berbicara, seperti di
sekolah) meskipun berbicara pada situasi yang lain. Tidak
berbicara di sekolah ataupun komunikasi sosial.
2. Paling lama setidaknya berlangsung dalam 1 bulan (tidak
dibatasi pada bulan pertama sekolah).
3. Kegagalan berbicara bukan karena kurangnya pengetahuan.
4. Bukan karena gangguan komunikasi (seperti gagap). Hal ini
tidak terjadi secara khusus pada gangguan perkembangan
pervasif, skizofrenia atau gangguan psikotik lainnya.
GAMBARAN KLINIS
10. Anak dengan mutisme selektif juga dapat menunjukkan:
• Gangguan kecemasan (misalnya fobia sosial).
• Pemalu yang berlebihan
• Ketakutan terhadap rasa bersalah di lingkungan sosial.
• Penarikan dan isolasi sosial.
11. DIAGNOSA
Kriteria untuk mendiagnosa gangguan mutisme selektif
diberikan oleh referensi manual, Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders, edisi keempat, teks revisi (DSM-IV-TR)
termasuk kegagalan dalam berbicara pada beberapa situasi sosial
walaupun anak dapat berbicara pada waktu yang lain. Kriteria ini
tidak sesuai jika anak tidak berbicara pada setiap situasi.
12. Pemeriksaan Laboratorium
Jika selektif mutisme diindikasikan berdasarkan riwayat
dan pemeriksaan fisik, melakukan tes berikut untuk
menyingkirkan masalah medis lainnya atau untuk menilai
fungsi dasar sebelum memulai pengobatan:
1. Hitung jenis Sel darah – Untuk menyingkirkan
gangguan anemia atau lain dyscrasia darah sebagai
kondisi yang sudah ada atau kontraindikasi untuk
penggunaan obat psikotropika
2. triiodothyronine (T3), tiroksin (T4), dan thyroid-
stimulating hormone (TSH) – Untuk menyingkirkan
gangguan hipotiroidisme, yang mungkin juga
menyertai depresi sebagai penyebab masalah motorik
saraf hypoglossal (misalnya, artikulasi kesulitan yg
berhubung dgn bahasa menyebabkan bahasa
disfluency)
13. 3. Skrining Metabolik untuk natrium, BUN, kreatinin untuk
menyingkirkan gangguan gangguan ginjal atau gagal ginjal
sebagai kontraindikasi terhadap pengobatan obat; sangat
penting karena efek samping potensial dari hiponatremia
akibat pengobatan dengan SSRI
4. Serum glutamat oksaloasetat transaminase dan serum
glutamat piruvat transaminase – Untuk menyingkirkan
gangguan masalah hati sebagai kontraindikasi terhadap
pengobatan obat (sebelum inisiasi).
5. Lead Level, untuk menyingkirkan gangguan
keterlambatan bahasa (yang dibuktikan dengan penundaan
kognitif) karena kadar timbal tinggi
14. 6. Menyingkirkan gangguan Landau-Kleffner syndrome
(LKS), terutama pada anak dengan gangguan kejang dengan
riwayat kehilangan keterampilan yang diperoleh
sebelumnya seperti toilet, interaksi sosial, atau bahasa
7. Pasien harus dipantau secara seksama ketika dosis
berubah atau obat baru dimulai. Ketika SSRI atau serotonin
dan norepinefrin reuptake inhibitor [SNRIs]) dimulai,
dipantau harus terjadi mingguan pada awalnya, kemudian
setiap minggu, kemudian bulanan untuk mendeteksi bunuh
diri baru awal atau agitasi. Memonitor efek samping ketika
psikotropika atau antidepresan yang diresepkan.
15. Pemeriksaan pencitraan
1. MRI otak : Dilakukan jika otak kelainan akut atau
kronis dicurigai sebagai penyebab keterlambatan
bahasa. Sebagai contoh, pada anak dengan perubahan
status mental akut atau fungsi, MRI akan digunakan
untuk menyingkirkan tumor otak, terutama dari
ventrikel keempat, yang jarang bermanifestasi sebagai
jenis perubahan.
2. EEG (Rekam Otak): membantu untuk
mendiagnosis Landau-Kleffner syndrome, penyebab
potensi keterlambatan bahasa
16. Pemeriksaan penunjang lainnya
1. Skrining Bahasa – Biasanya dilakukan oleh pidato
berlisensi dan ahli patologi bahasa yang juga dapat berfungsi
sebagai dokter primer jika anak mengalami gangguan bahasa
2. Skrining pemeriksaan fisik, termasuk tes pendengaran
dan screening pemeriksaan neurologis – Untuk
menyingkirkan gangguan tumor atau gangguan lain
(misalnya, afasia)
3. EKG, untuk menyingkirkan gangguan kontraindikasi
terhadap pengobatan jantung obat, seperti kelainan konduksi
jantung atau aritmia sebelum perawatan obat
17. 4. EEG dengan konsultasi ahli saraf, untuk
menyingkirkan gangguan kondisi neurologis, termasuk
kejang, dan untuk menyingkirkan Landau-Kleffner
syndrome, terutama jika penundaan bahasa dan kejang
diduga
5. Wawancara Terstruktur atau semi terstruktur,
Untuk membantu menentukan sejarah masa lalu atau
sekarang merugikan diri atau perilaku yang berpotensi
bunuh diri pada pasien atau riwayat keluarga bunuh
diri
18. 6. Skrining Psikometri, ntuk mengkonfirmasi diagnosis
selektif mutisme, untuk menilai respon pengobatan, dan
untuk membantu menilai tingkat ketajaman dan
keparahan. Instrumen seperti yang di bawah ini terutama
digunakan dalam studi penelitian tetapi dapat membantu
untuk mengkonfirmasikan diagnosis klinis, untuk
pemantauan respon terhadap pengobatan, dan untuk
menilai tingkat ketajaman dan tingkat
keparahan. Kecemasan berikut khusus berguna dalam
mengikuti respon terhadap pengobatan yang mungkin
lambat dan awalnya halus:
19. PENATALAKSANAAN
Ada beberapa pendekatan berbeda yang digunakan untuk
upaya mengobati mutisme selektif. konseling
direkomendasikan untuk membantu pengobatan masalah
utama. Pengobatan dengan beberapa jenis umumnya lebih
efektif ketika keluarga dari si anak terlibat dalam
memutuskan tentang pengobatan.
20. 1. MODIFIKASI PERILAKU
Mutisme Selektif dapat diterapi dengan
menggunakan pendekatan penguatan. Metode ini
memberikan imbalan positif untuk anak-anak berupa
pujian, hiburan, hak khusus, atau apapun yang bernilai bagi
anak tersebut. Umumnya hadiah diberikan jika berbicara,
dan tidak diberikan jika diam. Penggunaan hukuman
disamping penghargaan tidak direkomendasikan karena
akan membuat stress lebih banyak kepada anak yang sudah
mengalami kecemasan berat. Teknik penguatan positif
umumnya menjadi bagian dari keberhasilan pengobatan
pada kebanyakan kasus ini.
21. Ada beberapa langkah ataupun intervensi dalam
terapi prilaku yang dapat diajarkan dan diaplikasikan
kepada orangtua dan lingkungan si anak. Pada dasarnya
dibutuhkan pendekatan yang menyeluruh dan holistik
untuk mengobati anak dengan mutisme selektif.
1. Intervensi Terapi
2. Intervensi di Sekolah
3. Intervensi di Rumah
22. Penanganan dengan Obat-Obatan
Pada beberapa kasus, mutisme selektif dapat diobati
dengan obat-obatan. Fluoxetine (Prozac), yang adalah satu dari
selective serotoin reuptake inhibitor (SSRIs) adalah obat yang
telah diteliti paling sering mengobati mutisme selektif.
Penanganan dengan obat-obatan lebih berhasil pada anak-anak
yang lebih muda. Fluoxetin ditemukan dapat mengurangi
gejala dari mutisme selektif pada anak usia sekitar 3-4 tahun.
Obat-obatan lain yang digunakan untuk mengobati kecemasan
dan gangguan fobia sosial mungkin efektif pada kasus-kasus
tertentu.
23. PROGNOSIS
Mutisme Selektif umumnya dapat diobati, pada
banyak kasus dari gangguan ini juga dapat hilang dengan
sendirinya. Beberapa kasus yang dilaporkan juga dapat
sembuh perlahan-lahan, walaupun dengan pengobatan
akan lebih efektif.
Berdasarkan sebuah studi, bahwa ditemukan
pengurangan yang besar pada Mutisme Selektif diatas
periode 6 tahun (dari awal sampai akhir tahun sekolah),
sehingga dipercaya bahwa gangguan ini secara spontan
berkurang dengan berjalannya waktu pada sejumlah besar
kasus, Mutisme Selektif seharusnya dijelaskan sebagai
sesuatu yang transien dan bukan persisten. Sekitar 30 %
anak dengan Mutisme Selektif menunjukkan
perkembangan dari awal hingga akhir tahun sekolah.
24. KESIMPULAN
Mutisme Selektif adalah gangguan yang biasanya terjadi
selama masa kanak- kanak. Yaitu ketika anak tidak mau
berbicara pada paling tidak satu situasi sosial tertentu.
Berdasarkan PPDGJ-III, ciri khas dari kondisi ini ialah
selektifitas yang ditentukan secara emosional dalam berbicara,
di mana anak menunjukkan selektifitasnya dalam hal
kemampuan bertutur kata dalam situasi-situasi tertentu, namun
tidak mampu melakukannya dalam beberapa situasi (khas
tertentu) lainnya.
Terapi yang dilakukan untuk mutisme selektif harus
dilakukan dengan pendekatan yang menyeluruh. Secara umum
terdapat dua pendekatan dalam penatalaksanaan mutisme
selektif yaitu modifikasi prilaku dan dengan penggunaan obat-
obatan.