SlideShare a Scribd company logo
1 of 23
Tarbiyah Bermarhalah Bid'ah kah? Menjawab Tuduhan Sesat Wahdah Islamiyah
TARBIYAH BERMAHALAH, BID'AHKAH?
“Sebuah Pencerahan Ilmiyah Bagi Para Pembid'ah Tarbiyah Marhaliyah”
Segala puji bagi Allah Ta'ala, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas jujungan kita Nabi besar
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, keluarga, sahabat, dan segenap pengikut sunnahnya hingga hari kiamat kelak.
Pembaca budiman, sebagai kelengkapan bagi Silsilah pembelaan Para Ulamadan Du’at yang menghabiskan tujuh edisi, tidak
sempurna rasanya jika kami abaikan satu hal penting yang banyak menarik sorotan kelompok “salafy”, namun luput dari perhatian akh
Sofyan Khalid, yakni TarbiyahBermarhalah (berjenjang).[1]Dalam hal ini kelompok“salafy” ramai membidikkan tudinganpada dakwah Ahlu
Sunnah WI, bahwa mereka telah keluar dari barisan Ahlu Sunnah lantaran tasyabbuh dengan “ahli bid’ah” (baca: Ikhwanul Muslimin).
Karena yang palingutama memopulerkan hal ini,yakni Tarbiyahbermarhalah, adalah gerakan dakwah IM. Karenanya, dalam edisi ini, kami
berhasrat menjelaskan secara ilmiyah kedudukan serta landasan bagi penyelenggaraan Tarbiyah Bermarhalah yang merupakan ruh bagi
penanaman nilai-nilai aqidahdan akhlakserta semangat menegakkan sunnah dalam setiappribadi muslim. Yang demikian, agar pembaca
sekalian mendapat pencerahan dan tidak sekedar membebek pada para penuding yang kadang berbicara tanpa ilmu dan bashirah.
Disamping itu,artikel ini merupakan klarifikasi atas"nasehat" al-akh Abu 'Aqilah al-Atsary dalam risalahsederhananya, "Nasehat
Bagi Para Pembela Metode Tarbiyah Bermarhalah", jazahullahu khairan, yang dengan serampangan menyatakan bahwa tarbiyah
bermarhalah termasuk perkara menyimpang dari ad-dien alias bid'ah!?.
Pembaca budiman, menilik risalah sederhana al-akh Abu 'Aqilah al-Atsary, jujur kami heran dan banyak tidak paham, baik
berkaitan dengangaya penulisan yang tidakdisusun secara profesional,[2]metodologi penulisan,[3] logika-logika sederhana yang terkesan
lucu,[4] sikap ghurur kekanak-kanakan,[5] apalagi berkaitan dengan ungkapan-ungkapan ulama yang kemudian diklaim sebagai kaidah
fiqhiyyah serta penjabarankaidah-kaidah ushulnya.[6] Kami berusahakonfirmasi pada sebagian asatidzah danmenyerahkan nuskhah (kopi-
an) risalah al-Akh Abu 'Aqilah al-Atsary itu kepada mereka. Ternyatamasalahnya sama, bingung dan tidak mengerti. Olehnya, artikel ini
tidakdikhususkan membantahrisalahsederhanatersebut, sebab jika demikian akan memakan banyak waktu dan tenaga serta halama n-
halamantulisan. Namun insyaAllah jika AllahTa'ala berkenan memberi kami kelapanganwaktu, akan kami ungkap beberapakekeliruan dan
penyimpangan risalah tersebut. Dan artikel ini lebih pada penjelasan ilmiyah di hadapanpembacasekalian akan landasan bagi p enerapan
metode Tarbiyah berjenjang.
Sebelumnya, sebagai pembuka artikel ini, kami mengingatkan bagi diri kami dan ikhwah sekalian, sebuah ayat al -Qur’an,
padanya AllahTa’alaberfirman: "Dan kami jadikan di antara mereka pemimpin–pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami
ketika mereka sabar dan mereka menyakini ayat– ayat kami". (Qs. as-Sajadah : 24).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata setelahmenukil ayatini: “Maka dengan kesabarandan keyakinanakan diraih
kepemimpinan dalam agama ini”.[7]
Fadhilatus Syaikh Prof. Dr. Ibrahim ar-Ruhaili hafidhohullah menegaskan dalam sebuah muhadharah-nya: “Yang dimaksud
dengan as-shabru adalah quwwatul hazm (kekuatan semangat, tekad dan usaha), sedangkan maksud al-yaqin adalah quwwatul 'ilmi
(kekuatan atau kwalitas ilmu)”.[8]
Ikhwah fillah, pernyataan di atasmerupakan isyarat rabbani bagi solusi keterpurukan umat di zaman milennium ini. Sebab telah
begitu banyaksolusi dan ide yang dituangkan olehbanyakpakar dan ahli bagi jalankeluar terhadap problematika umat. Akna te tapi hasilnya
nihil, dan nampaknya harapan serta asa itu ibaratnya masih jauh panggang dari api . Makanya, Ibnul Qoyyim al-
Jauziyyah rahimahullah berkata dalam kitabnya al-Furusiyah:
‫شقيقان‬ ‫أخوان‬ ‫نصره‬ ‫في‬ ‫فكالهما‬ ,‫والسنان‬ ‫والسيف‬ ‫والبرهان‬ ‫بالحجة‬ ‫اإلسالم‬ ‫دين‬ ‫أقام‬ ‫سبحانه‬ ‫هللا‬ ‫فإن‬ ‫بعد‬ ‫ا‬ّ‫أم‬
"Amma ba'du, sesungguhnya Allah Ta'ala menegakan agama Islam dengan hujjah dan penjelasan yang
nyata serta pedang dan tombak. Dan keduanya (dakwah dan jihad) dalam penegakkan agama ibarat dua saudara kandung ".[9]
Bahkan, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallamdiperintahkan Allah Ta'ala untukmenegaskan, bahwa ituadalah jalannya,
seperti dalam firman-Nya: "Katakanlan wahai Muhammad, ini adalah jalanku, aku dan orang–orang yang mengikutiku berdakwah kepada
Allah di atas bashiroh, Maha Suci Allah dan aku bukanlah termasuk orang–orang musyrik". (Qs. Yusuf : 108).
Maka setelah penjelasan ini, kami inginmenegaskan di hadapan segenap elemen umat Islam, khususnya para pegiat dakwah
Ahlu Sunnahyang mendambakan tegaknya kembali pilar-pilar agama, bahwa jalan menuju cita-cita mulia ini adalah ilmu dan dakwah
atau tashfiyah dan tarbiyah. Olehnya, berdasarkan hal ini, Gerakan Ahlu Sunnah WI berupaya merumuskan sebuah wasilah
tarbawiyah disamping wasilah-wasilah lainnyaseperti pengajian-pengajian umum, dakwah melalui pemancar radio, televisi, pembangunan
sekolah-sekolah, dan selainnya dalam rangka melahirkan rijal ad-da'wah yang berbekal ilmu syar'i kekayaan rohani, serta semangat
berdakwah di jalanAllah. Atau minimal sebagai wasilah agar dapatmenjaga para pemudaIslam tetap menapaki jalan istiqomah di tengah
rongrongan fitnah syahwat serta syubhat yang merebak dan siap mencengkeram setiap dari mereka. Dan wasilah itu disebut
sebagai Tarbiyah Marhaliyah (tarbiyah berjenjang).
WASILAH DAKWAH, TAUQIFIYYAH ATAU IJTIHADIYAH?
Sebelum melangkah lebihdalam tentangbahasan TarbiyahMarhaliyah, yangpaling utamaharusdipahami adalahmasalah wasilah da kwah.
Yakni, makna wasilah dakwah serta posisi wasilah tersebut. Apakah ia tauqify (permanen dan tidak butuh ijtihad padanya)
atau ijtihady (dibangun atasijtihadsesuai dengantempat dan zaman). Disamping penjelasan akan perbedaan antara wasilah dakwah dan
uslub dakwah yang banyakdisalahpahami oleh sebagiankalangan. Nah, dari penjelasan ini, akan dapat kita simpulkan, apakah Tarbiyah
Marhaliyah itumasukdalam kategori wasilahdakwah atau uslubdakwah. Maka dengan memohon taufiq dan pertolonganAllahTa'ala, kami
katakan:
Wasilah secara etimologi berasal dari huruf (waw, sin dan lam) yang berma'na ar-roghbatu wa at-tholab (keinginan dan permohonan).
Dikatakan wasala, jika dia memiliki keinginan,al-waasilu maknanya ar-raaghibu ilallahi (orang yang beribadah kepada Allah).[10] Kalimat
tersebut juga memiliki makna beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.[11]
Adapun secara terminologinya, para ulama bahasa hampir sepakat, bahwa makna al-wasilah adalah: Maa Yutaqarrabu bihi ila al-Ghair,
atau "Sesuatu yang dijadikan sebagai media untuk mendekatkan kepada yang lain".[12]
Adapun yang dimaksud dengan wasilah ad-da'wah menurut para ulama adalah :
‫وأمور‬ ‫أشياء‬ ‫من‬ ‫الدعوة‬ ‫تبليغ‬ ‫علي‬ ‫الداعية‬ ‫به‬ ‫يستعين‬ ‫ما‬
"Sesuatu atau perkara yang dijadikan oleh seorang da'i sebagai media untuk menyampaikan da'wahnya". [13].
Asy-Syaikh Dr. Sa'id bin Ali al-Qahthany hafidzahullah memberi perincian akan wasilah tersebut, seraya menyatakan: "Tidak diragukan,
bahwa wasilah da'wah terbagi menjadi dua. Pertama, media-media eksternal yang terkait, dengan melakukan sebab untuk menyiapkan
kondisi yang layak. Lalu beliau memaparkan beberapa contoh.Kedua, media penyampai da'wah yang sifatnya langsung. Media ini dapat
berupa perkataan, perbuatan dan akhlaq seorang da'i yangbisa menjadi qudwah bagi yang lainnya, hingga sanggup menarik orang lain
kepada Islam. Sebagai contoh dari media, penyampaian dengan perkataan. Dimana dapat dilakukan dalam bentuk pertemuan
umum, muhadharah (ceramah), seminar, diskusi ilmiyah, ta'lim di masjid atau di universitas–universitas atau di ma'had–ma'had, atau di
sekolah–sekolah, mu'tamar, atau event pentinglainnya yangbanyakdihadiri manusia".[14]Intinya, bahwa wasilah dakwah itudibangun atas
ijtihad, denganmemandangatau mencari cara demi tercapainya tujuan dari dakwah tersebut, namun dengan syarat tidak bertentan gan
dengan pokok-pokok dan kaidah dalam syari'at.[15]
Sedangkan ma'na al-Uslub, secara etimologis adalah al-wajh wat thoriiqu wal madzhab atau sisi, metode dan aliran.[16]
Adapun ma'na uslub da'wah, ia bermakna :
‫عنه‬ ‫العوائق‬ ‫وإزالة‬ ‫التبليغ‬ ‫مباشرة‬ ‫بكيفية‬ ‫يتصل‬ ‫الذي‬ ‫العلم‬
"Ilmu yang berkaitan dengan metode menyampaikan (dakwah) serta cara menghilangkan penghalang –penghalang tabligh
(penyampaian) tersebut".[17]
Perlu dipahami, bahwa uslub da'wah itu harus dibangun atas landasan al-Qur'an dan as-Sunnah serta sirah salafussholih.
Misalnya metode (ilmu) menghindari kerusakan yang lebih besar, metodememilih sesuatu yang mudharatnya lebih kecil, metode da lam
menyikapi keadaanobjekdakwah, metodememulai dakwah denganseruan tauhid yang merupakan puncak segala perkara (sebagaimana
disebutkan dalam haditsMu'adz bin Jabal), metode lemah lembut dan metodetegas pada tempat sebenarnya dan lain sebagianya, yan g
seluruhnya harusdibangun atas landasan hujjah dan dalil. Asy-Syaikh Dr. Sa'id al-Qahthany hafidzahullah menjelaskan, bahwa uslub
da'wah yang sukses itu jika dilatari oleh beberapa faktor penting, diantaranya: Uslub hikmah, nasehat yang baik, metode jidal , dan
menggunakan metode keras pada para pembangkang".[18]
Jika dicermati definisi–definisi di atas, nampakbahwa wasilah da'wah terkait dengan media dakwah baik itu perkataan, perbuatan, akhlaq
atau sarana–sarana lainnya, berupa alat penyampaian da'wah. Adapun uslub da'wah terkait metod e penyampaian dakwah, baik
menggunakan uslub hikmah, mau'idhah hasanah (nasehatyang baik), uslub jidal (debat dengan cara yang baik), uslub targhib wat tarhib,
dan sebagainya.Jika dianalogikan perbedaan antara wasilah danuslub dakwah tersebut, ibarat se orang yanghendakmenujusuatu tempat.
Maka sarana (wasilah) yang digunakan banyak ragamnya sesuai apa yang baik baginya. Adapun cara (uslub) menjalankan wasilah
(kendaraan) itu maka ia merupakan sesuatu yang telah baku dan disepakati tata caranyaoleh mereka yang kompeten dalam hal tersebut.
Demikian halnya denganwasilahdan uslubdakwah. Wasilah merupakan sesuatu yang padanya terdapat keluasan ijtihad, sedang usl ub
merupakan sesuatu yang harusdibangundi ataslandasan dalil berupaal -Qur'an danas-Sunnah menurut pemahamansalafussalih. Namun
sayangnya, banyakorang belum paham danmenyamakan antarawasilah dan uslub, hingga tergesa menyatakan, bahwa wasilah dakwah
itu sifatnya tauqify !?.
Fadhilatus Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernahditanya: "Apakah wasilahdakwah ilallah tergolong
perkara tauqifiyyah,dalam arti bahwa dalam berdakwah tidakbolehmenggunakan sarana-sarana modernhari ini seperti media-mediamasa
dan selainnya, dan bahwasanya yangharusdilakukan adalahhanyamembatasi diri pada wasilah-wasilah dakwah yang digunakan di masa
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam?". Beliau rahimahullah menjawab: "Yang utama, wajib diketahui sebuah kaidah, bahwa wasilah
itu tergantung pada tujuan-tujuannya, sebagaimana diakuioleh para ahli ilmu, bahwa al-wasaail laha ahkaam al-maqashid [wasilah
itu baginya hukum tujuannya], selama wasilah-wasilah tersebut bukan sesuatu yang diharamkan.[19] Sebab jika ia diharamkan,
maka tidak ada kebaikan padanya. Adapun jika wasilah itu tergolong dalam perkara mubah dan dapat menyampaikan pada tujuan
yang dikehendaki secara syara', maka ia tidak mengapa. Akan tetapi, ini tidak bermakna kita menyimpang dari kitabullah dan
sunnah Rasul-Nyashallallahu alaihi wasallam,dan apa yang ada pada keduanya berupa nasehat, kecuali apa yang kami pandang
bahwa ia merupakan wasilah dakwah ilallah. Dan terkadang kami pandang bahwa hal ini tergolong wasilah namun selain kami
menganggap bahwa ia bukan wasilah. Karenanya, hendaknya dalam dakwah itu menggunakan wasilah yang manusia sepakat
atasnya agar tidak merusak dakwahnya lantaran padanya terdapat perbedaan dikalangan manusia ".[20]
Dalam kesempatan lain beliau rahimahullah pernah ditanya: "Banyak perkataan seputar wasilah dakwah, dalam posisi ia tauqifiyah atau
bukan, apakah pendapat yang benar dalam hal ini?". Beliaumenjawab: "Pendapat yang benar dalam hal ini, bahwa wasilah dakwah itu
segala apa yang menyampaikan pada (maksud) dari dakwah, dan ia bukan sesuatu yang sifatnya tauqifiyah. Akan tetapi, tidak
mungkin (tidak boleh) dakwah itu dengan menggunakan sarana yang diharamkan, sebagaimana jika seseorang berkata: mereka
adalah kaum yang tidak menerima dakwah kecuali jika kalian menggunakan musik atau seruling dan selainnya. Semua ini adalah
perkara haram. Adapun selainnya (yang tidak diharamkan), maka setiap wasilah yang menyampaikan pada maksud (dakwah) maka
ia diperlukan".[21]
Beliau rahimahullah pernah ditanya pula:"Apapendapat Andayang mulia, apakah wasilah dakwah itu tauqifiyah atau ijtihadiyah, seperti
nasyid-nasyid Islami yang diketengahkan bagi para pemuda untuktujuanhidayah bagi mereka?". Beliau rahimahullah menjawab: "Ala kulli
hal, Dakwah ilallah (dapat dilakukan) dengan thariqah (cara) apa saja (selama bukan yang diharamkan, pent). Namun yang harus
diketahui bahwa yang paling afdhal diserukan oleh manusia adalah kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam…dan ini adalah yang paling utama. Akan tetapi, jika disana terdapat pemuda-pemuda yang masih jauh (dari agama) dan
kita menginginkan untuk menarik hati mereka baik dengan cara menyelenggarakan kegiatan olahraga yang dibolehkan atau
melalui nasyid-nasyid yang tidak diharamkan, maka itu tidak mengapa…".[22]
Kami pun (team al-Inshof) telah bertanya langsung kepada Fadhilatus Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-
Jibrin hafidzahullah (seorang ulama terpandang di Saudi Arabiyah, muri d Fadhilatus Syaikh Abdulllah bin Abdul Aziz bin
Baz rahimahullah selama 15 tahun,jugamurid Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, sekaligus keluarga
dekat dan murid al-Allamah Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin rahimahullah, dan kini menjadi salah seorang asisten Mufti
al-Aamkerajaan Saudi Arabiyah Fadhilatus Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh, beliaupenulisbanyakkitab diantaranya: Tas-hil al-Aqidah al-
Islamiyah, Dhawabithat-Takfir al-Mu'ayyan, Syarh Umdah al-Fiqh, Majmu' ar-Rasaail al-Fiqh, al-Iqna' lil Hafidz Ibn Al-Mundzir, Majmu' al-
Qashash wa Ahkbar min Shahih as-Sunnahwa al-Atsar, Qashash Islamas-Shahabah,al-Yahuud,dan selainnya), tentang apakah wasaail
da'wah itu ijtihady atau tauqify?, maka beliau dengan tegas menyatakan bahwa wasaail dakwah itu ijtihady.[23]
Bertolak dari penjelasan di atas, kami memandang bahwa Tarbiyah Marhaliyah yang akan kami paparkan, termasuk dalam
persoalan wasilatudda'wah yang padanya terdapat kelapangan ijtihad. Sekali lagi kami tegaskan, bahwa tujuan utama pembentukan
Tarbiyah berjenjangadalahuntukmemudahkan ta'shil (penyampaian) ilmu kepadapara mad'u agar memperoleh tashawwur (pemahaman)
Islam yang baikdan sistematis. Dan hukum asal baginya, yakni wasilah dakwah adalahmubah(boleh) selamatidak ada unsur keharaman di
dalamnya. Wallahu a'lam.
DEFINISI TARBIYAH BERMARHALAH
Tarbiyah Islamiyah dalam kapasitasnya sebagai manhaj at-taghyir yang direkomendasikan para ulamamu'tabarin serta diharapkan
menjadi solusi bagi keterpurukan umat, memiliki definisi sebagai berikut :
Secara etimologis, tarbiyah berasal dari akar kata rabaa, yarbuu yang bermakna zaada wa namaa'[bertambah dan berkembang].
Atau rabaa, yarbaa yang bermakna nasya'a wa tara'ra'a [tumbuh dan berkembang]. Atau rabba, yarubbu yang
bermakna ashlahahu [memperbaikinya].
Sedangkan secara terminologi, Tarbiyah bermakna:
Pertama, menurut Imam ar-Raghib al-Ashfahani: "Menumbuhkan sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain sampai pada
kesempurnaan".[24]
Kedua, menurut Imam al-Baidhawi: "Menyampaikan atau mengantarkan sesuatu pada kesempurnaan selangkah demi
selangkah.[25]
Dari definisi-definisi ini,Syaikh Abdur RahmanAlbani menyatakan, bahwa tarbiyahitu terdiri dari beberapa unsur: (1). Menjaga
dan memelihara fitrah –matarabbi'- yang sedang tumbuh. (2). Mengembangkan potensi-potensinya yang banyak dan beragam. (3).
Mengarahkan fitrahdan potensi-potensi tersebut padakesempurnaanyang sesuai dengannya.(4). At-Tadarruj (bertahap) dalam melakukan
hal-hal tersebut, danini sesuai apa yang diisyaratkan oleh Imam al-Baidhawy, "…sedikit demi sedikit", juga ar-Raghib: "…dari satu kondisi
ke kondisi lain".[26]
Adapun definisi Tarbiyah Marhaliyah dalam kaitannya sebagai wasilah ad-Da'wah al-Islamiyah, adalah sebuah wasilah
pembinaan berjenjang, melalui pembagian dan pengklasifikasian mad'u dalam beberapa halaqah, dengan menunjuk
seorang naqib (kordinator) dan dibimbing langsung oleh seorang murobbi. Durasi pertemuan sekali dalam sepekan, yang
meliputi tasmi' hafalan al-Qur'andan hadits, tashhih bacaan al-Qur'an, tafsir dan hikmah ringkas dari ayat-ayat yang telah dibacakan, lalu
dilanjutkan dengan materi tarbiyah (muhadharah).
Perlu diketahui, bahwa halaqah-halaqah tarbawiyah tersebut dibagi menurut tingkat kemampuan ikhwah juga akhwat menjadi tiga
jenjang:
Pertama, marhalah Ta'rifiyah (Materi yang disajikan adalah kitab Ushulut Tsalatsah, Kitabul Jami', Syarah Ushul al-Imam).
Kedua, marhalah Takwiniyah (Materi yang disajikan adalah Mujmal Ushul Aqidah AhluSunnah wal Jama'ah, Arba'inan-Nawawiyah, serta
kajian dasar-dasar Islam).
Ketiga, marhalah Tanfidziyah (Materi yang disajikan adalah Syarah Aqidah at-Thahawiyah, Hadits Fitan, materi-materi kajian pendalaman
Islam).
Perpindahan dari satu marhalahmenuju marhalahselanjutnya, biasanyadidahului oleh ikhtibar (ujian) serta daurah umum untuk
melihat sejauh manapemahaman terhadap materi-materi tarbiyahpadajenjangsebelumnya. Makanya, ada daurah Ta'rifiyah untuk masuk
dalam marhalah Ta'rif, daurah Takwiniyah untuk lanjut ke marhalah Takwin, serta daurah Tanfidziyyah untuk terus ke jenjang Tanfidz.
Seluruh istilah dan nama-nama tersebut tujuannya untuk memudahkan klasifikasi dan kordinasi agar tidak rancu dan kacau.
Sebagai sebuahsarana (wasilah) memahami ilmu Syar'i, maka marhalah-marhalah tarbawiyah tersebut sifatnya fleksibel dan
tidak kaku. Misalnya, jika ada seorang ikhwah yang ingin musyarakah (bergabung) di dalamnya dan telah mengantongi gelar
kesarjanaan ilmu syar’i misalnya alumni LIPIA jakarta atau UniversitasIslam Madinah,maka ia dibolehkan dan langsung bergabung dalam
marhalah Tanfidziyah tanpa harus melalui jenjang-jenjang sebelumnya.
Inilah definisi dangambaranringkastarbiyah bermarhalahdan insyaAllahkami akan rinci tentang substansinya pada point -point
berikutnya.
1. DALIL-DALIL UMUM TARBIYAH
Diantara tugasRasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah menegakkan tarbiyah bagi umat. Menjelaskan dan mengajarkan
agama yang haq, membina mereka di atas shirothal mustaqim, serta mensucikan mereka darikegelapan syirik dan kungkungan adat
jahiliyah. Allah Ta'ala berfirman :
"Dialah (Allah) yang mengutus Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, membacakan kepada mereka
ayat –ayatnya, mensucikanjiwamereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (as-sunnah), meskipun sebelumnya mereka
benar–benar dalam kesesatan yang nyata". (Qs. al- Jumu'ah : 2).
Allah Ta'ala berfirman: "Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang–orang yang beriman ketika mengutus seorang
Rasul (Muhammad) di tengah–tengah mereka dari kalangan sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat–ayatnya, menyucikan jiwa
mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab dan sunnah, meskipun sebelumnya mereka sebelumnya mereka benar–benar dalam
kesesatan yang nyata". (Qs. Ali 'Imran : 164).
Allah Subhanahuwa Ta'ala berfirman:"Akantetapi jadilahkalianulama–ulama yang Robbani, karena kalian telah mengajarkan
al-qur'an dan mempelajarinya". (Qs. Ali Iimron : 79).
Juga Firman-Nya: "Sebagaimana kami telah mengutus Rasul di antara kamu yang membaca ayat– ayat kami kepada kamu dan
mensucikan kamu dan mengajarkan kepada kamu al-qur'an danal-hikmah serta mengajarkan kepada kamu apa yang belumkamu ketahui".
(Qs. al-Baqarah :151).
Inilah rangkaian ayat–ayat al-Qur'an, terkait tugas para Nabi dan Rasul yang intinya terfokus pada "at-Ta'lim dan at-Tazkiyah"
yang biasa di masyhurkan denganistilah "at-Tashfiyah dan at-Tarbiyah".Sebab tidakada ilmu (at-Ta'lim) yang benar -apalagi di akhir zaman
sekarang ini- kecuali melalui at-Tashfiyah dan tidak ada at-Tazkiyah kecuali dengan at-Tarbiyah.
2. SUBTANSI TARBIYAH
Pembaca budiman, merupakan perkara aksiomatikbagi kalangan thullabul 'ilmi, sebuah kaedah masyhur yang lafadznya, "La
Musyaahata fil Istilah", yakni tidakada persoalan dalam dalam masalah istilah. Khususnya istilah-istilah baru yang tidak dikenal oleh para
salaf. Karena hakikat dari sesuatu itu adalah isi (subtansi) dan bukan sekedar nama. Dengan syarat selama istilah yang digunakan bukan
istilah yang mengandung kemungkinan makna buruk yang diharamkan Allah Ta'ala. Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata:
"Istilah-istilah itu tidak perlu diperdebatkan (dipermasalahkan) selama tidak mengandung kerusakan".[27]
Sebagai contoh,diantara para ulama ada yang membagi tauhid menjadi dua, yakni Pertama, Tauhid al-Ma'rifat wal Itsbat,
dimana terkandung padanya Iman terhadapwujud Allah, Rububiyahdan Asma wa Shifat-Nya.Kedua,Tauhid al-Qashdu waat-Thalab, yang
mengandungiman terhadapUluhiyah Allah Ta'ala.Adapula yanglebihterperinci, dimana mereka membagi tauh id menjadi tiga, Tauhid
Rububiyah yangmencakup di dalamnya imanterhadap wujud Allah Ta'ala, Tauhid Uluhiyah atau Tauhid Ibadah dan Tauhid Asma' was
Shifat. Namunadapula diantara para ulama membagi Tauhid menjadi empat: Iman kepada wujud Allah, Iman terh adap Rububiyah Allah,
Iman terhadap UluhiyahAllah, dan Iman terhadap Nama-nama dansifat-sifat Allah Ta'ala. Seluruh pembagian-pembagian tersebut tidak
menjadi persoalan selama tidakmenunjukkan pada sesuatu atau makna batil. Disamping subtansi dari kesel uruhannya sama, yakni berkisar
pada empat hal: Imam kepadawujudAllah, Rububiyah, Uluhiyah danAsma' wasShifat-Nya. Sekali lagi, tidakada persoalan dalam masalah
nama dan pembagian-pembagian.
Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: "Bahwasanya pada zaman ini telah
berlaku penyebutan bagi sebagian ilmu-ilmu empirik dengan nama ilmu.[28] Bahkan sekolah-sekolah setingkat SMU menamakannya
sebagai "ilmiy" atau"adabiy",apakah hal ini benar? Sebagai tambahan, bahwasanya pembagian -pembagian ini akan terus terngiang di
telingapara pelajar yang kemungkinan akan mempengaruhi mereka di masa depan?".Beliau rahimahullah menjawab: "Pembagiantersebut,
yakni menjadi "ilmiy" atau "adabiy" hanya merupakan sebuah istilah, dan tidak ada persoalan dalam masalah istilah, sebab mere ka
memandang bahwa yangdinamakan matapelajaran ilmiyah itu adalah apa yang berkaitan dengan ilmu alam, makhl uk hidup, tumbuh-
tumbuhan, dan apa yang semisal dengannya".[29]
Dari sini kami tegaskan, bahwa kaedah inilah yang bakal menjadi kunci bagi penjelasan kami ten tang substansi tarbiyah,
yang InsyaAllah akan kami jabarkan padapoint ini dan yangsetelahnya,akan substansi dan hakikat dari tarbiyah. Hingga akan nampak di
hadapan pembacanbahwa substansi dari tarbiyah yangdigalakkan olehWI ternyata berserakan di dunia Islam tanpaada pengingkaran dari
para ulama Ahlu Sunnah. Bahkan boleh jadi, substansi dari praktektarbiyah, pun dilakukan oleh mereka yang tergesa menjatuhka n vonis
bid'ah bagi terbiyah bermahalah pada lembaga-lembaga pendidikan mereka. Kendati datang dengan nama dan istilah yang
berbeda. Wallahu musta'an.
ARHALAH
Sebagaimana telahkami jelaskan, bahwa aktifitas tarbiyah WI tegak atas asas marhalah (penjenjangan). Karenanya, wasilah
inipun dikenal dengannama Tarbiyah Marhaliyah.Terdapat tiga marhalah dalam tarbiyah WI, diantaranya, (1). Marhalah Ta'rifiyah, (2).
Marhalah Takwiniyah, (3). Marhalah Tanfidziyah.[30]
Barangkali, yang membuat ikhwah "salafy" alergi dan tergesa menolaksistem ini, lantaran istilah marhalahidentikdenganistilah–
istilah pergerakan, dankurang familiar di telingamereka. Padahal, sekali lagi, substansi dari istilah marhalah sama dengan substansi dari
istilah-istilahyang banyakdigunakan dalam prosespendidikan di seluruh dunia seperti mustawa (semester), kelas, tingkatan atau istilah–
istilah lainnya yang seluruhnyamerupakan bentukmanivestasi dari at-tadarruj fi ad da'wah, [tahapan-tahapan dalam dakwah]. Bahkan ia
merupakan inti dari sifat hikmah dalam berdakwah sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam al -Qur'an.
Disamping itu tadarruj merupakan fitrah badhihiyah (perkara alamiah aksiomatik) yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
manusia. Manusia tumbuhmelalui prosestadarruj, dimulai dalam kandungan, lalu masa bayi, kanak–kanak, remaja, dewasa, hingga sampai
pada marhalah masa tua. Demikian pula dalam hal ilmu pengetahuan. Baikyang sifatnya ilmu diniyahmaupun pengetahuan -pengetahuan
umum lainnya, bahwamanusia itudimulai dari tidakmengetahui sesuatu apa-pun, lalu melalui prosesbelajar yang sifatnyatadarruj, barulah
ia mengetahui dari ilmu-ilmutersebut. Allah Ta'ala memberi isyarat bagi kita dalam hal ini pada firman-Nya: "Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalamkeadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur". (Qs. An-Nahl : 78).
Lebih dari pada itu, tadarruj termasukdiantara manhaj al-Qur'an dalam menetapkan sebagian hukum-hukum syara'. Perhatikan
proses tadarruj dalam pengharaman khamar, dimana padanya berlalu empat marhalah. Dimulai dari pembolehan secara mutlak
sebagaimanadisinggungdalam surah an-Nahl ayat 67,lalu laranganmendekati shalat dalam keadaan mabuk seperti tertera da lam surah
an-Nisaa' ayat 43, kemudianketeranganbahwa khamer itu mudharatnyalebihbesar daripada manfaatnya seperti dalam surah al -Baqarah
ayat 219, terakhir turun pengharamannya secara mutlak sebagaimana dalam firman-Nya pada surah al-Maidah ayat 90. Demikian pula
masalah jihad dan lain sebagainya.
Oleh karenanya, sangat aneh jika seseorang itu mengabaikan proses alamiyah (tadarruj) ini, bahkan bisa dikatakan ia
membohongi fitrah dan akal sehat yang merupakan karunia dari Allah Azza wa Jalla.
Perlu diketahui, para ulama salaf puntelah menganjurkan metode tadarruj atau marhalahdalam proses pembelajaran, halaqoh
ilmu atau apapun namanya,untuktujuan menanamkan pemahaman yang baikdan lurusdalam proses transfer ilmu. Sebab manusia tid ak
berada di ataspemahaman yangsama dalam penerimaanilmudan pengetahuan. Berikut ini beberapa nukilan dari ulamasalaf diantaranya:
Pertama, perkataan AbdullahbinAbbasradhiallahu'anhuma tentangfirmanAllahTa'ala: "Akan tetapi jadilah orang–orang yang
Robbani karena kamu mengajarkan kitab dan disebabkan kamu mempelajarinya". (Qs : Ali Imran : 79 ). Ibnu Abbas radhiallahu
anhuma berkata: "Maksud dari Robbani adalah yang mengajarkan ilmu–ilmu kecil sebelum ilmu –ilmu besar".[31]
Kedua: Imam al-Bukhari berkata dalam Shahihnya, [Bab Man Khassha bil Ilmi Qauman Duna Qaumin Karahiyata an Laa
Yafhamuu], yakni "Bab Orang yang mengkhususkan ilmu kepada satu kaum dan tidak pada kaum lain, karena menghindari jangan
sampai mereka tidak memahaminya".
Ketiga: HaditsMu'adz bin Jabal radhiallahuanhu, tatkalaNabi shallallahu alaihi wasallam membonceng beliau di atas untanya
dan mengabarkan akan hakAllah Ta'ala atas hamba-Nya dan hak hamba atas Allah Ta'ala. Lantaran merupakan sesuatu yang sangat
menggembirakan maka Mu'adz pun berkata pada Nabi shallallahualaihi wasallam: "Bolehkan aku sampaikan kabar gembira ini kepada
manusia?". Beliau menjawab: "Jangan engkau kabarkan, agar jangan sampai mereka hanya bersandar (pada rahmat Allah
tersebut)".[32]
Keempat: Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata: "Berbicaralah pada manusia sebatas apa yang mereka ketahui
(sanggup mereka cerna), sukakah kalian jika mereka mendustakan Allah dan Rasul-Nya!?.[33]
Kelima, Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah berkata: Bab: Mengajakkepada syahadat Lailahaillallahu,
masalah kesebelas: menjelaskan tentang metode pembelajaran dengan bertahap.[34]Syaikh Muhammad bin Shalih al-
Utsaimin rahimahullah berkata dalam al-Qaul al-Mufid syarah Kitabut Tauhid, I/12: "Yang demikian sebab Nabi shallallahu alaihi
wasallammengkhususkan ilmu ini kepada Mu'adz dan tidakpada Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Olehnya, bol eh mengkhususkan suatu
ilmu padasebagian manusia, lantaransebagianmanusia jika dikabarkan padanya sesuatu dari ilmu tersebut, maka akan menjadi f itnah
baginya. Dalam hal ini Abdullah Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu berkata: "Tidaklah engkau berbicara kepada suatu kaum dengan
pembicaran yang tidak sampai pada akal mereka (susah dicerna), melainkan akan menjadi fitnah bagi sebagian mereka ". Ali bin Abi
Thalib radhiallahuanhu berkata: "Berbicaralah pada manusiasebatas apa yang mereka ketahui (sanggup mereka cerna), sukakah kalian
jika mereka mendustakan Allah dan Rasul-Nya". Olehnya setiap kita harus berbicara sesuai dengan kadar pemahaman dan akalnya.
Ketujuh, Fadhilatus Syaikh al-Allamah Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata: "Barang siapa yang belum
menyempurnakan ushul (ilmupokok), maka tercegah baginya wushul (menjadi ulama). Dan barangsiapa yang mendapatkan ilmu dalam
sekejap, maka ilmu itu akan lenyap dalam sekejap pula. Dalam sebuah riwayat: Banyaknya ilmu yang didengar, akan menghalangi
pemahaman.Karenanya,wajib bagi penuntutilmuuntukmenta'shil dan menguatkan (pembelajaran) semua cabang ilmu yang dipelajari,
dengan mendalami kitab asli ataumukhtashor-nya kepadaseorang syaikh, dan bukan lewat pembelajaran secara pribadi saja. Demikian
pula, mempelajari ilmu tersebut secara tadarruj (bertahap).[35]
Pada tempat lain, setelah memaparkan akan buku-buku yang harusdipelajari oleh penuntut ilmu secara bertahap, beliau lalu
menegaskan: "….dan tidak diperkenankan (bagi thalib) yang berada pada tingkat pertama untuk duduk belajar pada tingkat kedua,
dan seterusnya untuk menghindari kekacauan".[36]
Fadhilatus Syaikh Sholih al-Munajjid hafidhahullah menceritakan tentang sirah Fadhilatus Syaikh Al-Mufti Muhammad bin
Ibrohim rahimahullah[37]: "Beliau rahimahullah memiliki tiga majlis, mengajar tiga mustawayat (tingkatan), untuk penuntut ilmu
yang sudah lama satu pelajaran, untuk yang pertengahan satu pelajaran, dan untuk penuntut ilmu yang pemula juga satu
pelajaran, dan jika beliau melihat ada seorang penuntut ilmu yang baru lalu duduk di majlis penuntut ilmu yang lama, maka bel iau
akan mengusirnya dan membentaknya, seraya berkata: "Di sini bukan tempatmu, bukan dari sini kamu memulai, dan perkara ini
bisa melahirkan rasa ujub (bagimu)".[38]
Secara spesifik dan terperinci, masalah ini telah kami tanyakan lansung kepada Fadhilatus Syaikh Pror. Dr. Abdullah bin
Abdul Aziz al-Jibrin, dan beliau hafidzahullah berkata: "Pembagian marhalah-marhalah tersebutmathlub (dituntut), bahkan terkadang
sampai pada hukum wajib".[39]
PEMBAGIAN HALAQAH-HALAQAH TARBIYAH
Klasifikasi dan pembagianhalaqah-halaqah tarbiyah termasuksarana yang digunakan untuk memudahkan ta'shilbagi ilmu syar'i tersebut.
Sebab, perlu diketahui jumlah ikhwah danakhwat yang beradapadasetiap marhalahsangat banyakdan tidakmemungkinkan pelaksanaan
tarbiyah efisiendalam jumlah tersebut.Olehnya, cara yang palingmudah danlazim adalahmemecahnya dalam bentuk halaqah -halaqah,
dimana setiaphalaqah itu memiliki nama tersendiri untuk memudahkan pengklasifikasian serta evaluasi sejauh mana keberhasilan suatu
halaqah dalam proses transfer ilmu.
Masalah pembagianhalaqah-halaqahini, maka cukuplah kami kutipkan fatwa Fadhilatus Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-
Utsaimin rahimahullah yang memberi keterangan akan hal ini.
Beliau rahimahullah pernah ditanya. Penanya: "Sebagianguru-guruwanitadi sekolah-sekolah atau fakultas-fakultas membagi siswi-siswi
yang berada pada kelas-kelas kuliah menjadi beberapa kelompok atau halaqah-halaqah, dimana ada halaqah Aisyah, halaqah
Khadijah, dan seterusnya untuk tujuan agar tidak terjadi kerancuan. Akan tetapi, sebagian akhwat mengeluhkan seraya berkata:
Bahwasanya ada beberapa siswi yang bersama kami di mushallah menjauh dari Mushallah dengan alasan bahwa pembagian
(halaqah-halaqah) tersebut tidak di atas manhaj dan bukan termasuk jalan salaf. Lalu mereka keluar dan berkumpul di luar mushallah
dan membentukhalaqah(kelompok) lain di luar mushallah, dimana perbuatan ini menyebabkan terbagi-baginya shaf dan perpecahan di
kalangan para siswi, serta terjadi sebagianperselisihan. Pertanyaannya: Apanasehat anda?Apakah metodeini (pembagian halaq ah) salah
atau benar?
Syaikh: menjawab: "Sayakatakan, semoga Allahmemberkati engkau. Sampaikan padamereka, bahwa kedua metode itutidak benar; tidak
pada pembagian wanita-wanita ketika shalat dan tidak pula yang bersendiriannya mereka di tempat yang lain".
Penanya: "Bukan pada shalat, akan tetapi dalam halaqah mushallah".
Syaikh: "Apa itu halaqah mushallah?
Penanya: "Pelajaran sekolah dimulai pada jam 7.30, namun siswi -siswi hadir pada pukul 7.00, lalu mereka mengadakan halaqah untuk
mempelajari al-Qur'an dan Tafsir".
Syaikh: "Maksudnya adalah halaqah tahfidz?
Penanya: Iya, halaqah-halaqah ta'lim, yakni Tafsir, al-Qur'an, Hadits dan Fiqh".
Syaikh: "Yang penting halaqah-halaqah, mereka menamakan tahfidz al-Qur'an? Jawabannya, perkara ini tidak mengapa. Adapun
saya mengatakan halaqah ini namanya halaqah Aisyah, ini halaqah Khadijah dan ini halaqah Fathimah, tidak ada larangan
padanya".
Penanya: "Bagaimana dengan wanita-wanita yang keluar itu?
Syaikh: "Mereka yang keluar, maka ini adalah kesalahan dari mereka"
Penanya: "Tapi mereka menggunakan hujjah, bahwa metode i ni bukanlah metode salaf?"
Syaikh: "Ini bukan metode salaf, akan tetapi ini adalah tandzim (pengaturan). Apakah belajar dalam bentuk kelas -kelas
pembelajaran termasuk metode salaf?".
Penanya: "Tidak".
Syaikh: "Ia bukan termasuk metode salaf. Apakah termasuk metode salaf pengklasifikasian hadits menjadi bab-bab, dimana ada bab
thaharah, shalat, zakat, puasa dan haji?Ini bukan metode salaf. Semuaini tidakada kecuali setelahzamanpara sahabat setel ahbuku-buku
mulai dikarang. Olehnya (perbuatan mereka para wanita itu) salah. Katakan pada mereka yang memisahkan diri itu: Ini adalah satu
kesalahan dari kalian; sebab merekalah yang memisahkan diri dari tempat (mushallah) dan penamaan itu".
Penanya: "Agar jelas–ya Syaikh-. Bahwasanya setelah terjadi pemisahan diri ini, maka terjadilah perpecahan mereka dari mahasiswi -
mahasiswi, dan terjadi pada…"
Syaikh: "Katakan pada mereka, hendaknya mereka kembali pada tempat pertama (semula) dan setiap salah satu baginya mustawa
(tingkatan) dan nama khusus".[40]
rgantian Membaca al-Qur'an
Salah satu kegiatan Tarbiyah Marhaliyah, adalah Tahsinul Qira'ah. Formatnya, dengan cara membaca al-Qur'an secara
bergantiandalam satu halaqahtarbawiyah.Sedang anggota halaqoh lainnya menyimak sembari membenarkan bacaan yang salah dari
sang qori', agar para anggota halaqah dapat belajar makhorijul huruf dantajwid langsung dengan prakteknya. Dan hal ini merupakan
manifestasi dari sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: "Yang terbaik diantara kalian adalah, yang mempelajari al -Qur'an dan
mengajarkannya".[41] Jugasabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: "Tidaklah berkumpul suatu kaum dalam satu rumah dari sekian
rumah-rumah Allah, mereka membaca kitabullah dan saling mengajarkan diantara mereka, melainkan diturunkan atas mereka sakinah
(ketenangan jiwa), diliputi oleh rahmat, dikerumuni oleh para malaikat,dan mereka disebut-sebut olehAllah dihadapan yang ada di sisinya
(majelis para malaikat)".[42]
Model pembacaanal-Qur'an seperti keterangan di atas, walaupun ada ulama yang melarangnya namunalhamdulillah telah
direkomendasikan oleh para ulama salaf dan khalaf kita. Berikut ini perkataan para ulama kita perkara tersebut:
Pertama, perkataan Imam an-Nawawi rahimahullah :
‫اإلدارة‬ ‫في‬ ‫فصل‬ "‫ح‬ ‫جائز‬ ‫وهذا‬ ،‫اآلخر‬ ‫يقرأ‬ ‫ثم‬ ،‫األول‬ ‫انتهى‬ ‫حيث‬ ‫من‬ ‫اآلخر‬ ‫ويقرأ‬ ،‫يسكت‬ ‫ثم‬ ، ‫ا‬ً‫جزء‬ ‫أو‬ ،‫ا‬ ً‫ُشر‬‫ع‬ ‫بعضهم‬ ‫يقرأ‬ ‫جماعة‬ ‫يجتمع‬ ‫أن‬ ‫وهو‬ "‫بالقرآن‬‫هللا‬ ‫رحمه‬ ‫مالك‬ ‫سئل‬ ‫وقد‬ ،‫سن‬
."‫به‬ ‫بأس‬ ‫ال‬ :‫فقال‬ ‫عنه‬ ‫تعالى‬
Artinya, "Pembahasan tentangmembacaal-Qur'an secara bergiliran", yakni berkumpulnya sekelompok orang, sebagian membaca
sepersepuluh, atau satu juz kemudian berhenti, dan yang lain meneruskan bacaan dari orang yang pertama, kemudian yang lainnya
membaca (lagi), maka ini sangat baik dan diperbolehkan. Imam Malikrahimahullah pernah ditanya tentang hal ini, maka beliau
menjawab: Tidak mengapa dikerjakan".[43]
Kedua, perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :
‫اإلدارة‬ ‫"وقراءة‬‫وال‬ ‫واحد‬ ‫قراءة‬ ‫وأما‬ ‫مالك‬ ‫وكرهها‬ ‫كراهتها‬ ‫في‬ ‫وجهان‬ ‫وللمالكية‬ ‫واحد‬ ‫بصوت‬ ‫مجتمعين‬ ‫قراءتهم‬ ‫اإلدارة‬ ‫قراءة‬ ‫ومن‬ ,‫العلماء‬ ‫أكثر‬ ‫عند‬ ‫حسنة‬‫بغير‬ ‫يكره‬ ‫فال‬ ‫له‬ ‫يتسمعون‬ ‫باقون‬
."‫وغيره‬ ‫موسى‬ ‫كأبي‬ : ‫يفعلونها‬ ‫الصحابة‬ ‫كان‬ ‫التي‬ ‫وهي‬ ‫مستحبة‬ ‫وهي‬ ‫خالف‬
Artinya, "Membacaal-Qur'an secara bergiliran merupakan sesuatu yang baikmenurut pendapat sebagianbesar para ulama. Dan
diantara bentukpembacaan al-Qur'an model ini adalah membaca al-Qur'an secara berjamaah dengan satu suara, madzhab Malikiyah
memiliki dua pandangandalam hukum kemakruhannya, sedang Imam Malikrahimahullah memakruhkannya. Adapun membaca al-Qur'an
bergiliran satu persatu sementara yang lainnya mendengarkan, maka tidak di makruhkan tanpa khilaf, bahkan ia disunnahkan dan
para sahabat pun telah melakukannya, seperti Abu Musa dan selain beliau".[44]
Ketiga, Fatwa dari Lajnah Da-imah Kerajaan Saudi Arabia :
Redaksi pertanyaan: "Suatu kebiasaan kami di Maroko, membaca al-Qur'an secara berjamaah setiap pagi dan sore setiap selesai
shalat Subuh dan Maghrib. Namun ada diantara kami yang mengatakan bahwa hal ini adalah bid'ah ??.
Jawaban: "Membaca al-Qur'an secara berjamaah dengan satu suara setiap selesai menunaikan shalat Subuh dan Maghrib atau
selainnya adalahbid'ah. Adapunjika setiap orang membaca masing–masing, atau semuanya mempelajari al-Qur'an, setiap selesai satu
orang membacadiikuti dengan bacaanyang lainnya, sementara yang lainnya diam dan menyimak, maka ini adalah salah satu ibadah
yang mulia.[45]
Sebenarnya masih banyak fatwa–fatwa lainnya, namun lantaran keterbatasan halaman, kami cukupkan fatwa tersebut sampai di sini.
Dan kami yakin, tiga fatwa dari ulama beda generasi ini sudah cukup mewakili fatwa –fatwa ulama lainnya. Walillahilhamd.
 Tasmi' hafalan al-Qur'an dan Hadits
Diantara kegiatanrutin dalam TarbiyahMarhaliyahadalah tasmi' hafalanal-Qur'an danhadits-haditsRasulullah shallallahu'alaihi
wa sallam. Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah selesai membaca al-Qur'an secara bergiliran, dan pada setiap marhalah
ditetapkan muqarrar (kurikulum) hafalannya masing–masing.[46]
Tujuan dari kegiatan tasmi' hapalan ini adalahagar setiap kader memiliki pembendaharaan hafalan al -Qur'an dan hadits-hadits
nabawy, sebagai suatu hal yang mutlak sebelum terjun secara langsung dalam medan dakwah ilallah. Demikian pula sebagai bentuk
semangat meraih kemuliaan dan ketinggian derajat di sisi Allah Ta'ala. Dalam sebuah hadits, dari Aisyah radhiallahu anha,
Rasulullah shallallahu alaihi wasallambersabda: "Sesungguhnya jumlah tingkatansurga sebanyak bilanganayat-ayatal-Qur’an. Maka siapa
yang masuk surga dari kalangan huffadz (para penghafal al Qur’an), niscayatidak ada yangmenandinginya di dalam surga”. [47] Demikian
pula sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: "Akan dikatakan kepada seorang penghapal al-Qur’an tatkala akan memasuki surga,
bacalah dan naiklah, laluia membaca al-Qur’andan naik setingkat setiap selesai membaca satu ayat. Demikian seterusnya hingga ayat
terakhir yang ia hapal”.[48]
 Mabit
Yakni kegiatan bermalam bersama yangdiikuti oleh perserta Tarbiyah di suatu tempat tertentu, bisa di masjid, kantor, rumah,
atau di tempat lainnya. Namun kebanyakannya di Masjid, yang penetapan waktunya sesuai dengan kesepakan peserta Mabit.
Kegiatan-kegitandari Mabit itusendiri menyerupai kegiatan dalam tarbiyah namun durasi pertemuannya lebih lama. Dimulai
dengan membacaal-Qur'an,tasmi' hafalan al-Qur'andan hadits, meskipun tasmi'nyalebihluas, biasanya berupa muroja'ah ayat–ayat dan
haditsyang pernah dihafalkan. Lalu disusul dengan taushiyah baikdari sang murabbi ataupun selainnya danpembacaankisah Salafussalih
dari kalangan Shahabat,Tabi’in danImam-Imam AhluSunnah. Dan di akhir malam dilanjutkan dengan Qiyamul lail, baik secara sendiri -
sendiri maupun secara berjama'ah.[49]
Perlu pembacaketahui, bahwasubstansi dari Mabit persisdengan Program Mukhoyyam yang banyakdilakukan para Masyaikh
di Saudi Arabia, yaitu mengadakan perkemahan atau menyewasebuahIstirahah/Mustarah (tempat istirahat yang terdiri dari kolam renang,
lapangansepakbola, lapanganbola voli dll), lalu mereka mengadakan acara olah raga bersama, shalat berjamaah, makan bersama , lalu
ada tausiyah dari para masyayaikh. Dan sepanjang pengetahuan kami, tidak ada satu pun dari para ulama kibar Ahlu Sunnah yang
mengeluarkan tahdzir berkaitandengankegiatan ini.Bahkan ada indikasi Syaikh Robi' bin Hadi al-Madkhalihafidhohullah pun melakukan
kegiatan serupa, seperti disinyalir dari beberapa judul kaset beliau "al-Jalsah ats-Tsaaniyah Min Mukhoyyam ar- Rabi'", wallahu a'lam.
Adapun atsar yang digunakan sebagai landasan bagi kegiatanMabit tersebut,khususnya yang diselenggarakan di mesjid adalah
sebagai berikut:
Pertama: Imam al-Bukhari berkata dalam Shahihnya,KitabusShalat: "Bab Naumal-Mar'ah fil Masjid", [Bab: Tidurnya wanita di
dalam masjid]. Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani menerangkan judul bab di atas, beliauberkata: "Yakni, bolehnyawanita tidur di mesjid dan
berdiam di dalamnya".
Kedua: Imam al-Bukhari berkata pula: "BabNaumal-Rijal fil Masjid", [Bab: Tidurnya kaum lelaki di dalam masjid]. Abu Qilabah
berkata dari Anasbin Malik: "Datang sekelompok orang dari 'Uklin menghadap Nabi shallallahu alaihi wasallam, lalu mereka tinggal di
shuffah". Abdur RahmanbinAbi Bakr as-Shiddiq berkata: "Adalahmereka yang tinggal di shuffahitu para fuqara'". Al -Hafidz Ibnu Hajar al-
Asqalani berkata: Bab Tidurnya kaumlelaki di masjid, yakni bolehnya hal tersebut, danini merupakan pendapatmayoritas(jumhur) ulama".
Ketiga: Imam at-Tirmidzi berkata dalam Sunan-nya,KitabusShalah: Dari Ibnu Umar radhiallahu anhu:"Adalah kami, pada masa
hayat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sering tidur di dalam masjid, (dan saat itu) kami masih muda ".[50]
Keempat: FadhilatusSyaikh Muhammad binShalih al-Utsaimin rahimahullah pernahditanya: "Apa hukum mabit (bermalam) di
masjid secara umum dan I'tikaf secara khusus?". Beliaurahimahullahmenjawab: "Bermalam di masjid pada i'tikaf maka ia harus. Sebab
orang yang sedang i'tikaf itu sebagaimana firman Allah Ta'ala, tempatnya di dalam masjid…Adapun selain orang yang i'tikaf, ma ka
boleh bagi seseorang untuk tidur di dalam masjid jika ada hajat. Adapun menjadikannya (masjid) hanya sebagai tempat tidur
(bermalam) maka ini menyalahi tujuan dibangunnya mesjid tersebut. Masjid dibangun untuk ditegakkan shalat di dalamnya,
membaca al-Qur'an dan thalabul ilmi. Akan tetapi (sekali lagi) tidak mengapa jika terkadang seseorang menjadikannya sebagai
tempat untuk tidur".[51]
Kelima: Mabit Ibnu Abbasradhiallahu anhuma di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di rumah Maimunah radhiallahu
anha untuk mengambil beberapa faidah-faidah ilmu dan amalan sunnah dari beliau[52]
Keenam: Mabit Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslamy di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Imam Muslim meriwayatkan dari
Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslamy, ia berkata: "Akupernahbermalambersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan aku melayani beliau
pada setiap kebutuhan dan menyiapkan air wudhunya. Lalu beliau berkata padaku: "Mintalah !". Maka aku berkata: "Aku minta dapat
bersamamu di dalam surga.....".
Ketujuh: Mabit Salman al-Farisy radhiallahuanhu di rumahAbu Darda' radhiallahuanhu, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Bukhari.
Kedelapan: Mabit Abdullah bin Amr binal-Ash radhiallahuanhuma di rumah salahseorang yang dikatakan olehNabi shallallahu
alaihi wasallam sebagai penduduk surga, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal.
Kesembilan: Berkata Abu 'Ishmah 'Ashim bin'Ashim al-Baihaqy: "Aku pernahbermalam bersama Imam Ahmad bin Hambal. Lalu
beliau datangmembawa air danmeletakkan (di dekat tempat tidurku). Tatkalafajar menjelang,beliau melihat ke arah air (yang ia sediakan
semalam) dan ternyatabelum berubah sedikit pun. Maka beliau berkata denganheran:"Subhanallah, seorang yang menuntut ilmu, namun
ia tidak memiliki wirid (amalan shalat dan selainnya) di waktu malam!?".[53]
Kesepuluh: Berkata seorang yang berasal dari Qais, kunyahnya adalah Abu Abdillah: "Kami pernah mabit (bermalam) di sisi
Hasan al-Bashri. Lalu beliaubangkit padawaktu malam danshalat. Ia terus menerus mengulang-ulang ayat ini hingga menjelang fajar,
yakni: "Jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan sanggup (menghitungnya)….".[54]
Dari keterangan haditsdan atsar para salaf serta fatwa ulama AhluSunnah mu'tabar, maka jelas bagi kita bahwa amalan mabit
(atau bermalam) bersama khususnya bersama orang-orang shaleh untuk saling mengingatkan, mengambil manfaat ilmu dan amalan
serta muhasabah diri, merupakan sunnah para salafussalih, dan bukan perkara baru. Bahkan seluruh riwayat-riwayat yang kami
ketengahkan tersebut diungkapkan dengan istilah bittu, atau bitnaa yang merupakan pecahan-pecahan dari kata mabit. Dan dari sini pula
terjawab sudah syubhat yang dilontarkan oleh salahsatu majalah Islam yang menyatakan bahwa amaliyah mabit termasuk dalam perkara
bid'ah[55]. Apalagi, persoalan Mabit ini telah kami tanyakan secara langsung kepada Fadhilatus Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz
al-Jibrin, murid Fadhilatus Syaikh al-Allamah Abdulllah bin Abdul Aziz bin Bazrahimahullah dan beliau menganggapnya sebagai
sesuatu yang baik sekali.[56] Alhamdulillah.
4. MENJAWAB SYUBHAT
Pembaca budiman, seperti biasa, segala kegiatanyang lakukan WI selalu diteropongoleh ikhwah "salafi", untuk mengais-ngais
dalih agar dapat mendepakWI dari barisan dakwah Ahlu Sunnah.Termasukdi dalamnya, wasilahyang kami gunakan untuk membina dan
mentarbiyah pemuda–pemuda Islam agar menjadi generasi yang tangguh.Olehnya, dalam poin ini kami akan sebutkan beberapa syubhat
yang ramai dilontarkan kelompok "salafi" beserta jawabannya :
 Tasyabbuh Dengan Ikhwanul Muslimin
` Syubhat ini sering dibidikkan kelompok"salafi" terhadap Tarbiyah Marhaliyahyang merupakan sarana pembinaanpemuda–pemudaIslam,
yang kemudian dikaitkan dengansabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallamdari sahabat Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma: "Man
tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum", [Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan kaum
tersebut][57], maka kami katakan sebagai berikut:
Pertama, sebuah atsar dari Abu Burdah radhiallahu anhu yangdi riwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah: "Hikmah adalah barang hilang
seorang mukmin, hendaknyadia mengambilnyadi mana saja dia mendapatkannya".[58]Maka bertolakdari atsar di atas, bukanlah suatu aib
bagi kita untuk mengambil hikmah atau sesuatu yang baik dari kelompok yang b erselisih dengan kita. Dan kami memandang bahwa
Tarbiyah Marhaliyah merupakan sarana yang efektif untuk membina dan membentuk pemuda –pemuda Islam.
Kedua, Sikap kami terhadap gerakan dakwah Ikhwanul Muslimin jelas, bahwa mereka adalahsaudara-saudara kami dalam perjuagan
agama ini, dan tergolong paling dekat dengan dakwah AhluSunnah, kendati terdapat beberapa kekeliruan pada mereka sebab kapasitas
mereka sebagai manusia mangharuskan adanya kesalahan dan kekeliruan.[59]
Ketiga, Sepanjang pengetahuankami, tidak ada tahdzir khusus dari para ulama Ahlus Sunnah terkait model pembinaan Ikhwanul
Muslimin. Seandainya model pembinaanseperti ini bermasalah, maka tentu para ulama tidakakan tinggal diam danpasti akan menjelaskan
cacatnya.
Keempat, taruhlah kami bertasyabbuh denganIkhwanul Muslimin dalam masalah ini, maka sungguh seluruh dunia Islam termasuk
kelompok“Salafy” juga terjatuh dalam masalah ini. Banyaksekali sarana dakwah yang tersebar pada saat ini, mulanya berasal dari ikhwanul
muslimin. Siapakah yangmempopulerkan seminar, bedahbuku, dauroh–daurohdan selainnya, kecuali dari Ikhwanul Muslimin?, Bahkan,
kaum muslimin pada saat ini jatuh dalam tasyabbuh bil kuffar (jika menggunakan kaidah mereka), melalui sistem SKS [sistem kredit
semester] yang diadopsi olehUniversitas–Universitastimur tengah (di antaranya universitasIslam Madinah) dari sistem barat yang kafir??
 Sirriyah
Syubhat ini termasukpaling sering dikemukakan kelompok "salafy" terhadap Tarbiyah bermarhalah, dengan asumsi pembinaan
model seperti ini dilakukan dengansembunyi–sembunyi, penuh kerahasiaan, dengan memasukkan sandal, dan lain sebagainya. Asumsi
lainnya,pembinaan seperti ini mencegat mutarabbi tingkat bawah mengikuti materi Tarbiyah tingkat yang di atasnya, misalnya mutarabbi
Marhalah Ta'rifiyah tidak dibolehkan mengikuti materi di marhalah takwiniyah, dan seterusnya.
Dengan memohon pertolongan Allah Ta'ala kami katakan sebagai berikut:
Pertama, untukasumsi pertama, maka kami jawab, bahwasirriyah dalam konteks seperti yang dikatakan di atas, selama sepuluh
tahun belakangan sudah tidakada lagi. Bahkan kami yangtelah bergabungdalam dakwah dan Tarbiyah WI selama kurang lebih 17 tahun
(terhitung sejaktahun 1993) tidakpernah mengalami apa yangdigambarkan tersebut. Kalau tokh benar, boleh jadi itu terjadi pada masa-
masa kuatnya tekanan Orde Baru terhadap segalapergerakan dakwah. Dimana setiaphalaqah-halaqah ta'lim, pertemuan umum hingga
pengajian-pengajianyang sifatnya umum beradadi bawahtekanan dan intimidasi kekuasaan saat itu. Dan jika kita menengoktarikh dakwah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka kita akan dapatkan bahwa sirriyah merupakan satu diantara marhalah da'wah yang pernah
diaplikasikan oleh beliau, yang tentunya dipantikoleh keadaan dansi tuasi saat itu, yakni di rumahsahabat Arqam bi Abi Arqam radhiallahu
anhu, yang kemudian dikenal dengan Darul Arqam. Dan hal ini-puntidakada kaitannyadenganbaikdan buruknya manhaj sebuah dakwah.
Bahkan kalau mau jujur, pengajian-pengajiankelompok"salafy" yangdiadakan di rumah-rumah pun sangat tertutup dan tidak sembarang
orang bisa ikut nimbrung dalam pengajian tersebut.
Kedua, untuk asumsi kedua, kami katakan, bahwa mengkhususkan ilmu pada sebagian orang adalah salah satu sunnah
Nabi shallallahu alaihi wasallam, di bawah ini kami nukilkan beberapa perkataan ulama salaf terkait masalah tersebut :
a). Berkata imam Bukhori rahimahullah: [Bab seseorang yang mengkhususkan suatu kaum dengan ilmu tanpa kaum yang lain
karena ditakutkan mereka tidak memahami].
ُ‫ه‬ُ‫ُول‬‫س‬ َ‫ر‬ َ‫و‬ ُ َّ‫اَّلل‬ َ‫ب‬َّ‫َذ‬‫ك‬ُ‫ي‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫ُّون‬‫ب‬ ِ‫ح‬ُ‫ت‬َ‫أ‬ ، َ‫ون‬ُ‫ف‬ ِ‫ر‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬ َ‫اس‬َّ‫ن‬‫ال‬ ‫وا‬ُ‫ِّث‬‫د‬َ‫ح‬ : ٌّ‫ِى‬‫ل‬َ‫ع‬ َ‫ال‬َ‫ق‬
Ali bin Abi Thalib radhiallahuanhu berkata: "Berbicaralah kalian dengan manusia sesuai yang mereka pahami, apakah kalian
ingin Allah dan Rasul-Nya didustakan?".[60]
b). Perkataan Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu:
ِ‫ض‬ْ‫ع‬َ‫ب‬ِ‫ل‬ َ‫َان‬‫ك‬ َّ‫ال‬ِ‫إ‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ول‬ُ‫ُق‬‫ع‬ ُ‫ه‬ُ‫غ‬ُ‫ْل‬‫ب‬َ‫ت‬ َ‫ال‬ ‫ا‬ً‫دِيث‬َ‫ح‬ ‫ا‬ً‫م‬ ْ‫و‬َ‫ق‬ ٍ‫ِّث‬‫د‬َ‫ح‬ُ‫م‬ِ‫ب‬ َ‫ت‬ْ‫ن‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫م‬ : َ ٍ‫ود‬ُ‫ع‬ْ‫س‬َ‫م‬ َ‫ْن‬‫ب‬ ِ َّ‫اَّلل‬ َ‫د‬ْ‫ب‬َ‫ع‬ ‫قال‬‫َة‬‫ن‬ْ‫ت‬ِ‫ف‬ ْ‫م‬ِ‫ه‬
"Tidaklahengkau berbicarasesuatu pada suatu kaum yang akal mereka tidak memahaminya, melainkan akan mendatangkan
fitnah bagi sebagian mereka".[61]
c). Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan: kedua puluh: [Bolehnya mengkhususkan
sebahagian manusia dengan ilmu tanpa sebagian lainnya]. Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimin berkata ketika menjelaskan
perkataan ini : Hal ini disebabkan karena Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam mengkhususkan bagi Mua'adz ilmu yang tidak di
ketahui oleh Abu Bakar, Umar , Utsman dan Ali,maka diperbolehkan bagi kita untukmengkhususkan ilmi untuksebahagian manusia, yang
mana jika sebahagian manusia kamu ajarkan ilmu (yang tidak mereka pahami ) maka akan terfitnah [62]
d). Fadhilatus Syaikh Sholih al-Munajjid hafidhahullah menceritakan tentang siroh Syaikh al-Allamah Muhammad bin
Ibrahim rahimahullah: Beliau memiliki tiga majlis,mengajar tiga mustawayat ( tingkatan ), untuk penuntut ilmu yang sudah lama satu
pelajaran, untuk yang pertengahan satu pelajaran, dan untuk penuntut ilmu yang pemula juga satu pelajaran, dan jika beliau
melihat ada seorang penuntut ilmu yang baru duduk di majlis penuntut ilmu yang lama maka beliau akan mengusirnya dan
menghardiknya.
Pembaca budiman, sebagai penutup kami ketengahkan perkataan Fadhilatus Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-
Utsaimin rahimahullah berkenaandengan masalahwasaail dakwah, serta bantahan beliauterhadap pemuda-pemuda semisal al-akh Abu
'Aqilah yang datang dengan syubuhat yang sama semisal apa yang disinggung oleh Fadhilatus Syaikh.
Pertanyaan: Fadilatus Syaikh, sebagian sekolah saat ijazah musim panas (liburan panjang) menjelang, membuka al-Marakiz as-
Shaifiyyah(perkemahan untukmengisi liburanpanjang) untuk memanfaatkan waktu para pemuda yang senang keluyuran di jalan, pada
perkara-perkara yang baikberupa ceramah, diskusi, perlombaan-perlombaandan selainnya berupa hal-hal yang positif. Dan kadang pula,
dalam perkemahan ini para pemudaakan bermain sepakbola serta pertunjukan-pertunjukan sandiwara. Akan tetapi, ada sebagianpemuda
lantasberkata: "Perkara ini tidakpantasdan tidakboleh, sebab ia bukan thariqah (metode) Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Yang
wajib adalah,pelajaran-pelajaran ini harus dilakukan di masjid !?". Mereka juga menambahkan, "Bahwasanya wasaail (sarana) dakwah
itu tauqifiyyah". Akibatnya, banyak dari kalangan pemuda yang ragu dan terpengaruh". Kami mohon dari anda, wahai Syaikh taujih
(penjelasan) yang cukup danbaikdalam hal ini,untukmembedakan antara wasilahdan tujuan, agar perkara ini menjadi jelas, semoga Allah
Ta'ala memberi pahala bagi Anda, dan Jazakumullah khairan".
Syaikh al-Utsaimin menjawab: Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji Bagi Allah,
Shalawat dan Salam semogasenantiasa tercurah atasNabi kita Muhammad, keluarga, sahabat, dan orang -orang yang mengikuti mereka
dengan baikhinggahari kiamat kelak. Tidak diragukan, bahwa upaya pemerintah dalam pembentukan al-marakiz al-shaifiyah ini patut
disyukuri. Sebab dengan adanya al-marakiz ini, maka ia dapat mencegah kerusakan dan fitnah yang besar.
Jika seandainya para pemudaitu yangjumlahnya sangat banyakjustru memenuhi pasar-pasar, keluar menuju tempat hiburan,
gurun-gurun sahara, bukit dan pegunungan-pegunungan, maka apa yangada dalam benakkalian berupa keburukan yang bakal terjadi pada
mereka? Saya yakin, bahwa setiap manusia yangberakal mengetahui kenyataan bahwa akan terjadi musibah pada para pemuda tersebut
berupa penyimpangan,kerusakan akhlak, pemikiran yangnyeleneh, dan selainnya. Akan tetapi al-marakiz ini –alhamdulillah- dapatmenjaga
kebanyakan dari para pemuda, dansaya tidakmengatakan lebih banyakdari para pemudadan tidakpulaseluruh kaum muda sebagaimana
kenyataanya. Dan mereka para pemuda itu dapat memetik kebaikan yang sangat banyak berupa undangan pada seorang ulama untuk
mengetengahkan padamereka ceramahagama yang akan menjadi bekal ilmuyang banyak, nasehat yangbermanfaat,kasih-sayang antara
pemuda dan masyaikh, dan semua ini, tidak diragukan lagi padanya meshlahat sangat besar.
Adapun yang dilakukan untukmenghibur diri, berupapermainansebakbola, pertunjukan sandiwara -sandiwara dan yang serupa
demikian, maka ini termasuk dalam kategori hikmah, sebab jiwa jika dipaksa untuk terus bersungguh-sungguh pada setiap waktu dan
keadaan maka ia akan bosan dan lemah. Perhatikan contohpara sahabat radhiallahuanhu, yang mengatakan: "Wahai Rasulullah, jika kami
berada di sisimu dan engkau menyebutkan tentang surga dan neraka, maka sungguh kami seakan -akan menyaksikannya dengan mata
kami. Akan tetapi jika kami pulangke rumah-runah kami,lalu bercanda dengan keluarga dan anak-anak, kami pun menjadi lupa". Maka
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Sa'atan,sa'atan",maknanyasekali -kali demikian dankali lain demikian pula …. Olehnya,
memberikan jiwa bagiannya berupa kesenangan yang dibolehkan, tidak diragukan lagi merupakan puncak dari hikmah itu. Kemudian,
bahwasanya bermainsepakbola itu disamping sebagai hiburan dan dapat menghilangkan keletihan jiwa, maka padanya juga terdapa t
faidah bagi tubuh, sebab iadapat lebih mengaktifkan dan menguatkannya. Akan tetapi wajib menjaga hal -hal sebagai berikut: Pertama,
hendaknya meninggalkan apa yang dilakukan oleh sebagianorang-orangjahil berupa mengenakan celana pendek, sebab ia tidak boleh.
Sebab memang tidakboleh bagi pemudaIslam mengenakan celana pendek; jika kita katakan bahwa paha itu aurat, maka perkara ini jelas.
Aurat tidakboleh diperlihatkan dan tidakbolehmemandang padanya. Namun jika kita tidakkatakan sebagai aurat, maka menyingkap paha
seorang pemuda dapat menyebabkan fitnah bagi sebagian yang lain. Dan mafsadat ini wajib untuk dit inggalkan. Kedua, hal itu tidak
menyebabkan keluarnya kata-kata kasar dan kotor berupa caci maki dan selainnya, sebab apa saja yang dapat menyampaikan pada
perbuatan mengeluarkan kata-kata kotor dapat menghancurkan muru'ah, dan ini tidak boleh. Ketiga, tidak menyebabkan pelakunya
melakukan perbuatanyang menafikan muru'ah, sebagaimana yangterjadi padasebagian para pemain sepak bola, jika salah seorang dari
mereka berhasil mencetakgol, maka ia akan digendong, dipeluk, diangkat di atas pundak dan sebagainya berupa perubuatan-perbuatan
yang menafikan muru'ah. Sebab seluruhperbuatan-perbuatan ini berasal dari negara-negara yangtidakmengenal muru'ah dan agama ….
Adapun perkataan seseorang, bahwa tempat memberi nasehat itu harus dimesjid, maka ia benar. Namu n apakah Rasul
shallallahualaihi wasallam tidakmemberi nasehat kepadamanusia kecuali hanya di dalam masjid? Tidak, bahkan beliau memberi nasehat
pada mereka di masjid,pasar, dalam keadaansafar, beliau jugapernahmembuat perjanjian hari padapara wanita untuk memberi nasehat
pada mereka, lalu beliau mendatangi mereka di rumah salah satu dari mereka. Benar, tempatmemberi nasehatadalahdi masjid-masjid,dan
ini adalah asalnya. Akan tetapi tatkala kebutuhanmengharuskan memberi nasehat pada selain(masj id) maka hendaklah memberi nasehat
padanya….
Saya katakan pada saudara yang menyampaikan keberatan ini (bahwanasehat harusdi masjid): "Wajibbagi seseorang memiliki
pemahaman dan ilmu, serta menempatkan perkara-perkara pada tempatnya, dan tidak boleh melihat sesuatu dari satu sisi saja, atau
melihat dari atasloteng. Bahkan hendaknya manusia itu paham danmengukur segala perkara dengan tepat. Disamping melihat apa -apa
yang dapat mendatangkan mashlahat dan mafsadat dari perbuatan-perbuatan. Dan kaidah bagi syariat yang kamil yakni: Mengambil
manfaat dan mencegah mudharat, dimana al-marakiz tersebut telah mendatangkan mashlahat dan mencegat mafsadat…. Kami juga
mengingatkan pada saudara ini:Tolong berpikirlah dalam setiapperkara, dan ketahuilah bahwa agama itu lebih luas dari apa yang engkau
pikirkan, lebih luasdari akalmu, dan ia datang dengansegalamashlahatdari arah mana saja, selama tidak mengandung mudharat yang
setaraf atau yang lebih besar dari (manfaatnya), maka ia dilarang.
Sedang perkataan anda, bahwa wasaail dakwah itu tauqifiyyah, maka dari sisi kalimatnya saja, yakni wasaail (sarana) sudah
menunjukkan bahwa ia bukan tauqifiyyah. Selamaia berposisi sebagai wasilah, maka kita dapat menggunakannya selama bukan perkara
diharamkan, demikian pula kita gunakan kendati tidak disebutkan jenisnya dalam syari'at, selama bukan perkara haram, sebab wasilah
baginya hukum tujuannya. Bukankah saat ini untuk menyampaikan pada manusia kita menggunakan pengeras suara?! Dan ia termasuk
wasilah. Apakah ia (pembesar suara) tersebut ada pada zamanNabi shallallahu alaihi wasallam?! Jawabannya pasti tidak ada. Bukankah
kita menggunakan kacamata untuk membaca buku-buku untuk tujuan memperbesar huruf-hurufnya?! Dan ini merupakan wasilah untuk
membaca buku-buku serta mendapatkan ilmu darinya. Maka apakah (kacamata) ini ada pada zaman Nabi shallallahu alaihi
wasallam?...olehnya,selamakita menetapkan iasebagai wasilah, maka kita harusmelihatpadatujuannya.Jika wasilah diharamkan, maka
ia menjadi haram secara zatnya … maka saya menyambut al-marakiz al-shaifiyyahtersebut, danmenurut pendapatku ia termasuk kebaikan
pemerintah, serta aku menganjurkan para pemimpin-pemimpin untuk mengikutsertakan anak-anak mereka padanya….
Dan perlu saya ulangi, khususnya bagi para thullabul ilmi, hendaknya thullabul ilmi itu memiliki pikiran luas, serta pemikiran
mendalam. Tidak boleh mengambil perkara sesuai zahirnya dan satu sisinya saja. Namun hendaklah ia melihat Maqashidus Syari'ah
(tujuan-tujuandari syari'at), danapa yang dilahirkan olehnya berupa kebaikan hamba. Demikianpula hendaknya ia tidak mencegat segala
apa yang dapat mendatangkan kebaikan atau apa yang dapat mencegat bagi mafsadat yang lebih besar, kecuali jika terdapat nash yang
melarangnya".[63]
Demikian sekilaspemaparanilmiyahakan landasan yang dijadikan pijikan oleh WI dalam merumuskan sebuah wasilah dakwah
ilallah demi terwujudnya izzul Islamwal muslimin. Dan akhir dari seruan kami, segalaPuji Bagi Allah Rabbseru sekalian Alam. Shalawatdan
salam semoga senantiasa tercurah atasjunjungan kita Nabi besar Muhammad shallallahu alaihi wasallam, keluarga, para sahabat dan
segenap pengikutnya hingga hari kiamat kelak. Wallahu a'lam bis Showab.
[1] . Mulanya, istilah tarbiyah menjadi dilema bagi kelompok “ salafy”. Alasannya, karena yang mula memomulerkannya dalam medan dakwah adalah
gerakan Ikhwanul Muslimin. Akan tetapi, kala ulama-ulama Ahlu Sunnah menggunakan istilah ini, utamanya setelah Syaikh Muhammad Nashiruddin al-
Albani rahimahulloh beredar, "at-Tarbiyah wa at-Tashfiyah", barulah istilah ini diterima oleh mereka.
[2] . Misalnya, dalam pengantarnya penulis risalah mengatakan: "Namun kami berharap suatu hari Allah menambahkan ilmu-Nya untuk membuat
tulisan yang berisikan nasehat kepada setiap kelompok yang menyimpang dari jalan salaf….". yang dipahami dari ibarat ini, bahwa Allah Ta'ala
yang menambah ilmu bagi diri-Nya untuk menuliskan nasehat bagi mereka yang menyimpang dari jalan salaf!?. Ta'alallahu amma yaquul. Ini masih pada
muqaddimah. Silahkan pembaca menengok sendiri ibarat-ibarat yang sulit dipahami yang berserakan dalam risalah sederhana tsb.
[3] . Misalnya, penulis membangun risalah sederhananya hanya berlandaskan sms dengan salah seorang kader "biasa" WI, juga keterangan dari satu atau
dua orang asatidzah (melalu sms) yang kemudian disalahpersepsikan. Alangkan lebih bijak dan ilmiyah, jika sebuah risalah untuk "menasehati" kekeliruan
sebuah lembaga besar disusun berdasarkan interview langsung ke pusat lembaga tersebut, bertanya dan melihat secara langsung, dan bukan hanya mereka-
reka sesuai dengan pengalaman, lantaran pernah belajar di dalamnya.
[4] . Misalnya, sudah jelas penulis mengakui bahwa pihak WI berkeyakinan bahwa Tarbiyah Bermarhalah itu termasuk wasilah da'wah yang sifatnya
ijtihady. Lalu kemudian penulis datang dengan logika, "Dengan penjelasan di atas timbul pertanyaan besar, Siapa ulama Ahlu Sunnah yang telah
berfatwa bahwa Tarbiyah Bermarhalah masuk dalam ruang Khilafiyah Ijtihadiyah?? InsyaAllahmereka tidak akan mampu menjawab, kenapa?
Karena para ulama salaf tidak mengenal metode bid'ah seperti ini? Lalu siapa yang telah lancang berijtihad akan bolehnya metode dakwah
seperti ini? Jangan-jangan semua ini hasil ijtihad Dewan Syuro mereka ?? atau memang ustadz-ustadz mereka telah memenuhi syarat untuk
menjadi seorang mujtahid??" (Lihat: NBPPMTB, hal. 10).
Kalau menggunakan logika akh Abu 'Aqilah ini, akan muncul pula pertanyaan serupa, "Siapa ulama Ahlu Sunnah yang berfatwa bahwa
bedah buku, seminar, dauroh, mukhayyamat da'wiyah dan sebagainya masukdalam ruang Khilafiyah Ijtihadiyah??", Apakah para ulama salaf
sebelumnya mengenal bedah buku, seminar, dauroh, mukhayyam da'wiyyah, kelas-kelas pembelajaran dan lain sebagainya?? Padahal merupakan
perkara mubazzir, jika para ulama menghabiskan waktu mentafshil (merinci) satu persatu seluruh sarana-sarana dakwah yang pada asalnya dibangun di
atas ijtihady, sebagiamana dalam perkara mu'amalah yang berkembang sejalan dengan perkembangan zaman. Sejatinya, pertanyaan yang harus
diketengahkan oleh sang penulis adalah, "Siapa ulama Ahlu Sunnah yang melarang Tarbiyah Bermarhalah, dan apa dalil pelarangan tersebut??".
Atau kami akan balik bertanya pada sang penulis: "Siapakah ulama ahlus sunah yang menfatwakan bahwa wasilah ini (Tarbiyah
Bermarhalah) tidak masuk dalam kategori khilafiyah ijtihadiyah?? ataukah penulis menganggap bahwa tidak diperlukan fatwa seorang
mujtahid untukmenganulir wasilah ini dari ranah khilafiyah ijtihadiyah?, sebab ia telah merasa diri telah sampai pada derajat seorang mujtahid
sehingga boleh saja baginya menganulir wasilah ini dari ranahkhilafiyah ijtihadiyah? Sebab, penulis tidak menyebutkan dalam artikelnya fatwa ulama
yang tidak memasukkan tarbiyah bermarhalah dalam ranah khilafiyah ijtihadiyah. (alhamdulillah, syubhat yang dilontarkan oleh penulis ini dapat dijawab
dengan fatwa Syaikh al-Utsaimin dalam pembahasan masalaha "Pembagian Halaqah-Halaqah Tarbiyah".
[5] . Misalnya, klaim bahwa risalahnya tersebut telah begitu mantap hingga tak ada yang bisa menjawabnya, "InsyaAllah mereka tidak akan mampu
menjawab, kenapa? Karena para ulama salaf tidak mengenal metode bid'ah seperti ini? Dan pernyataanghurur kekanak-kanakan ini diulang
beberapa kali dalam artikelnya!?.
[6] . Misalnya, penulis risalah ini berkata: "Khilafiyah Ijtihadiyah adalah salah satu kaidah fiqhi yang bermakna perbedaan pendapat yang mu'tabar
(dianggap) dan tidak ada dalil jelas yang menguatkan salah satu pendapat, sehingga para ulama berijtihad dengan pendapat mereka untuk memilih mana
yang lebih kuat". (Lihat: NBPPTB, hal. 10). Sepanjang pengetahuan kami, wallahu a'lam, tidak ada kaidah fiqhi yang bernama Khilafiyah Ijtihadiyah
itu !??".
[7] . Lihat: Majmu’ al-Fatawa, III/358. Program al-Maktabah al-Syamilah.
[8] . Muhadharah ini didengarkan langsung oleh salah seorang ikhwah saat perkuliahan di Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah al-Munawwarah.
[9] . Lihat: al-Furusiyah, hal. 83. Program al-Maktabah al-Syamilah.
[10] . Lihat: Maqayiis al-Lughah, Abul Husain Ibnul Faris, VI/83. Program al-Maktabah al-Syamilah.
[11] . Lihat: Tahdzib al-Lughah, IV/320, Mukhtar as- Shihaah, I/341, as- Shihaah Fi al-Lughah, II/278. Program al-Maktabah al-Syamilah.
[12] . Lihat at-Ta'rifat, hal. 84 , Mukhtar as- Shihaah, I/341, as- Shihaah Fil Lughah, II/279. al-Maktabah al-Syamilah.
[13] . Lihat: al-Hikmah Fid Da'wat Ilallah, Dr. Sa'id bin Ali al-Qahthany, h. 103.
[14] . Untuk lebih jelasnya, silahkan ruju' kitab al-Hikmah fi ad-Da'wati Ilallahi, hal. 103 -105.
[15] . Dari sini jelas bagi kami kesalahan persepsi Ust. Amiruddin Abdul Jalil, Lc hafidzahullah akan pernyataan Ust. Ilham Jaya, Lc dan Ustadz Yusran
Anshar, Lc dalam hal Tarbiyah Marhaliyah. Kalau beliau kaget dengan jawaban kedua Ustadz yang zahir lafadz-nya berbeda, maka kami lebih kaget lagi
dengan pertanyaan seputar dalil Tarbiyah Bermarhalah. Sebab, sebagaimana kami yakini melalui fatwa dan penjelasan para ulama, bahwa wasail dakwah
itu dibangun atas ijtihad, maka termasuk diantaranya wasilah yang bernama Tarbiyah Bermarhalah ini. Lantaran ia merupakan salah satu dari wasilah-
wasilah da'wah, maka hukum asal baginya adalahjawaz (boleh) hingga ada dalil dan keterangan yang melarangnya. Olehnya, kami melakukan klarifikasi
pada kedua ustadz tersebut akan hal ini. Adapun maksud ucapan Ust. Ilham bahwa hukum tarbiyah bermarhalah itu seperti hukum muamalah yang
dibangun di atas hukum asal al-jawaz (boleh) hingga ada dalil yang melarangnya. Sedang maksud ucapan Ust. Yusran sebagai ibadah ghairu mahdhah,
sebab tidak ada dalil khusus yang menyatakan ia sebagai ibadah, namun dapat menjadi ibadah jika diniatkan sebagai ibadah, sebagaimana pada hal
mu'amalah tersebut dan bukan bagi hukum asal ibadah ghairu mahdhah tersebut. Jadi tidak ada perbedaan dari kedua penyataan di atas. Walhamdulillah.
[16] . Lihat Tahdzib al-Lughah, IV/289, al-Muhithu Fi al-Lughah, II/263. al-Maktabah al-Syamilah.
[17] . Lihat: al-Hikmah Fi Da'wah Ilallahi, h. 102.
[18] . Untuk lebih jelasnya, silahkan ruju' kitab al-Hikmah Fi ad-Da'wati Ilallahi, hal 103.
[19] . Perhatikan ungkapan Syaikh al-Utsaimin rahimahullah ini, bahwa hukum asal wasilah da'wah adalah boleh, selama bukan pada sesuatu yang
diharamkan Allah Ta'ala. Abu 'Aqilah dalam artikelnya, berusaha memaksa bahwa Tarbiyah Bermarhalah itu masuk dalam uslub dan bukan wasilah.
Bahkan ia mengqiyaskan dengan Jama'ah Tabligh, bahwasanya jika kita katakan Tarbiyah Bermarhalah itu boleh, maka kita pun akan mengatakan bahwa
khuruj-nya jama'ah tabligh untuk dakwah itu juga boleh? Olehnya, kami akan ajukan pertanyaan pada penulis risalah sederhana ini, "Siapa yang melarang
kita untukkeluar berdakwah?? Siapa yang mengingkari bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam mengutus para sahabatnya keluar berdakwah
ke luar Jazirah Arabiyah juga para khulafa' al-Rasyidin? Siapa yang mengingkari kisah Mus'ab bin Umair yang keluar berdakwah dari kota
Mekkah ke Madinah lalu masuk ke kampung-kampung suku suku Aus dan Khazraj?? Pada asalnya, keluar dari rumah atau kampung untuk
berdakwah adalah sesuatu yang harus bahkan dituntut. Adapun yang menjadikan metode Jama'ah Tabligh menyimpang adalah bukan zat khurujnya, akan
tetapi apa-apa yang menyertai khuruj itu berupa amal-amal bid'ah, pembatasan diri pada buku-buku tertentu, dan pelaziman sesuatu yang tidak dilazimkan
oleh syari'at, termasuk mejadikan waktu-waktu khuruj tersebut sebagai sesuatu yang lazim. Kalau seandainya zat khuruj itu yang bid'ah dan
terlarang, tidak mungkin Syaikh al-Utsaimin dan Syaikh bin Baz menganjurkan keluar (khuruj) bersama mereka (khususnya Jama'ah Tabligh
yang berasal di Saudi) untuk tujuan mengajarkan mereka agama dan meluruskan hal-hal yang menyimpang padanya (huruf tebal, kami dengar
langsung dari Fadhilatus Syaikh Prof. Dr. Abdullah al-Jibrin hafidzahullah). Dan alhamdulillah, metode Tarbiyah Bermarhalah sangat berbeda dari wasilah
ini. Sebab ia bukan sesuatu yang lazim dan tidak boleh tidak harus. Banyak keluwesan dan kelapangan padanya demi terwujudnya tujuan dari dakwah
tersebut.
[20] . Lihat: Fatawa Islamiyah, IV,372.
[21] . Lihat: al-Fatawa al-Tsuliyah, I/42.
[22] . Liqoat al-Baab al-Maftuuh, Juz 222/36.
[23] . Yang aneh, justru beliau sangat heran dengan perkataan ini. "Bagaimana mungkin wasail (sarana) dakwah itu tauqifiyyah??, bahkan beliau
menegaskan, tinggalkan semua apa yang diucapkan (seputar wasilah dakwah) oleh "mereka-mereka" itu (beliau sangat paham siapa yang kami maksudkan
dalam pertanyaan ini. Padahal, yang kami sebutkan dalam pertanyaan tersebut adalah "ba'dhul ikhwah" atau sebagian ikhwah). Lalu beliau menambahkan,
"Apa yang mereka katakan tentang fatwa Lajnah Daimah? Demikian pula dengan fatwa Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin??,
yang jelas mereka menyatakan bahwa wasaail ad-Dakwah itu Ijtihadiy??". (Pertanyaan ini kami ajukan pada beliau malam jum'at tanggal 11/02/2010 M,
saat pertemuan antara beliau dengan para asatizah WI di kantor PP Wahdah Islamiyah Makassar). Pendapat ini dikatakan pula oleh Samahatus Syaikh al
Imam Abdul Aziz bin Baz rahimahullah. (Lihat: Qawaid Al Wasa-il Fisy Syari’ah Al Islamiyyah, hal 318, catatan kaki no. 2)
[24] . Ar-Raghib al-Ashfahani, dalam Mufradat-nya, hal. 195.
[25] .Lihat Tafsir al-Baidhawy, I/8. Dari definisi yang disinggung Ar-Roghib dan Al-Baidhowy sangat jelas menunjukkan, bahwa tarbiyah harus dilakukan
secara berproses dan bertahap atau dengan istilah yang lazim kita gunakan, yakni secara bermarhalah.
[26] . Lihat: Ushul at-Tarbiyah al-Islamiyah, Abdur Rahman an-Nahlawy, h. 13.
[27] . Lihat: Madarij as-Salikin, III/306.
[28] . Sebab, istilah ilmu itu jika dimutlakkan maka ia bermakna ilmu ad-dien atau ilmu agama.
[29] . Lihat: Kitab al-Ilmi, I/162.
[30] . Perlu pembaca sekalian ketahui, bahwa pembagian marhalah menjadi 3 tingkatan ini merupakan pembagian yang baru setelah sebelumnya
pembagian tersebut ada 4 tingkatan, yakni sebelumnya ada tingkatan Tamhidiyyah. Dan ini sangat menguatkan, bahwa pembagian-pembagian tersebut
hanya sebagai sarana dan wasilah untuk memudahkan proses talaqqi ilmu Syar'i, dan bukan sesuatu yang baku, kaku atau untuk maksud ta'abbud, al-
Hamdulilah.
[31] . Lihat: Shohih al-Bukhori, bab: al-Ilmu Qobl al-Qouli wa al-'Amali, lihat pula: Tafsir al-Qurthubi, IV/122. Ibnu Hajar al-
Asqalani rahimahullah berkata: "Maksud shigarul ilmi (ilmu-ilmu yang kecil) adalah ilmu yang telah jelas masalah-masalah (hukum)nya.
Sedangkan kibarul ilmi (ilmu-ilmu yang besar) adalah ilmu yang lebih pelik (hukum-hukum) darinya". (Lihat: Fath al-Bari, I/162).
[32] . HR. Bukhari dan Muslim.
[33] . Riwayat Bukhari.
[34] . Kitabut Tauhid, bab ad-Da'watu ila as-Syahadah.
[35] . Lihat: Hilyah Tholibil 'Ilmi, hal : 12.
[36] . Lihat : Hilyah Thalabil Ilmi, hal. 13.
[37] Beliau adalah guru besar dari seluruh para masyayikh besar Saudi kontemporer dan Mufti ‘Aam kerajaan Saudi Arabia sebelum Samahatus Syaikh
Abdul Aziz rahmihullah
[38] . Lihat: Majmu'ah Muhammad al-Munajjid, Mawaaqif Tarbawiyah Muattsirah min Siyar al-Ulama, Juz 33/29. al-Maktabah al-Syamilah.
[39] . Nash pertanyaannya: "Fadhilatus Syaikh, menyambung pertanyaan Ust….. seputar masalah Tarbiyah tadi, maka kami ingin tambahkan satu
hal, bahwa program Tarbiyah kami (WI) tersebut dibuat dalam bentuk marhalah-marhalah (berjenjang) yang tentunya untuk memudahkan
dalam penyampaian ilmu tersebut, apa hukum marhalah-marhalah tersebut, ya Syaikh?". Beliau hafidzahullah menjawab: "Pembagian marhalah-
marhalah tersebut mathlub (dituntut), bahkan terkadang sampai pada hukum wajib….". (Rekaman ada pada kami, dan pertanyaan ini diajukan pada
beliau pada malam sabtu 12/02/2010 M, saat pertemuan khusus beliau dengan para asatidzah WI di kantor PP Wahdah Islamiyah Makassar).
[40] . Lihat: Liqoat al-Baab al-Maftuh, 173/15.
[41] . HR. Bukhari dari sahabat Utsman bin Affan radhiallahu anhu.
[42] . HR. Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu.
[43] . at-Tibyan fi Adab Hamalah al-Qur'an, hal. 103.
[44] . Fatawa al-Kubra, V/345.
[45] . Fatawa Lajnah Da-imah, IV/118.
[46] . Dan ini pula yang kami dan para asatidzah dapatkan di Jami'ah-Jami'ah Islamiyah, baik Jami'ah Islam Madinah al-Munawwarah atau Ma'had al-
Ulum al-Islamiyah wal 'Arabiyah (LIPIA) Jakarta. Bahwa dalam setiap semester mahasiswa diwajibkan menghapal 1 juz al-Qur'an dan dimulai dari
surah al-Baqarah.
[47] . HR. Ahmad, al-Musnad 1/356. al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman, no: 1998, beliau berkata: Imam al-Hakim berkata: Sanad hadits ini shohih.
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, 7/155. al-Baghawi dalam Syarh al-Sunnah, 4/435. Berkata peneliti kitab At Tadzkirah Fii
Ahwal al-Mauta wa al-Akhirat: Hasan mauquf.
[48] . HR. Imam Ahmad, al Fath al-Rabbani 18/7. Abu Daud, no: 1464. al-Tirmidzi, no: 2914. Ibnu Majah, no: 2780. Ibnu Hibban, al-Baihaqi, dan al-
Hakim, 1/553. Disepakati oleh al-Hafidz al-Dzahabi dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shohih al-Jami’, no: 8121.
[49] . Persoalan ini (sesuai dengan apa yang tertera pada poin kedua tersebut di atas) telah kami tanyakan langsung kepadaFadhilatus Syaikh Prof. Dr.
Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin hafidzahullah pada malam sabtu, 12/02/2010 M, dalam pertemuan beliau dengan para asatidzah WI di kantor PP
Wahdah Islamiyah Makassar, setelah dijelaskan secara terperinci tentang hal-hal yang berkaitan tentang masalah Mabit, maka beliau menjawab: "Ini
merupakan sesuatu yang sangat baik". (Rekaman tanya jawab ada pada kami, alhamdulillah).
[50] . HR. Imam at-Tirmidzi, dan beliau berkata: Hadits ini Hasan Shahih.
[51] . Majmu' Fatawa wa Rasaail Ibni Utsaimin, XX/128-129.
[52] . HR. Bukhari dan Muslim.
[53] . Lihat: al-Madkhal Ila as-Sunan al-Kubra Li al-Baihaqi, I/429.
[54] . Lihat: al-Tidzkar, al-Qurthubi, hal. 25.
[55]. Mungkin mabit bid’ah yang dimaksudkan adalah ketika di dalamnya terdapat beberapa amalan mungkar dan bid’ah, seperti bercampur baur antara
laki-laki dan perempuan atau adanya acara renungan / muhasabah yang kadang direkayasa agar semua peserta menangis secara bersama-sama, wallahu
a’lam
[56] . Hal ini ditanyakan kepada beliau pada malam Sabtu, 12/2/2010, di kantor PP Wahdah Islamiyah Makassar saat pertemuan beliau dengan para
asatidzah WI. (Rekaman ada pada kami).
[57] . HR. Abu Daud.
[58]. Atsar ini juga diriwayatkan Tirmidzi dan Abu Daud secara marfu’ namun sanadnya lemah, tapi makna dari atsar ini didukung oleh nash-nash yang
banyak, lihat : Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah no. 21010, Maktabah Asy Syamilah 26/357
[59] . Untuk lebih jelasnya, yakni sikap kami terhadap gerakan dakwah Ikhwanul Muslimin, silahkan simak artikel "Silsilah Pembelaan Para Ulama dan
Du'at".
[60] . Diriwayatkan Bukhari.
[61] . Diriwayatkan Muslim.
[62] . Lihat: al-Qaul al-Mufid, I/34.
[63] . Lihat: Liqoaat al-Baab al-Maftuh, 21/16.
Sumber : http://www.alinshof.com/2010/02/tarbiyah-bermahalah-bidahkah_20.html
http://almakassari01.blogspot.co.id/2016/09/tarbiyah-bermarhalah-bidah-kah-menjaw ab.html

More Related Content

What's hot

01 sekilas tentang ahlissunnah wal jama’ah
01 sekilas tentang ahlissunnah wal  jama’ah01 sekilas tentang ahlissunnah wal  jama’ah
01 sekilas tentang ahlissunnah wal jama’ahChamid S Nur
 
Pelaksanaan khutbah , tabligh dan dakwah di masyarakat
Pelaksanaan khutbah , tabligh dan dakwah di masyarakatPelaksanaan khutbah , tabligh dan dakwah di masyarakat
Pelaksanaan khutbah , tabligh dan dakwah di masyarakatArifah Fajrina
 
Ikhwanul muslimin
Ikhwanul musliminIkhwanul muslimin
Ikhwanul musliminAbu Jakaria
 
Sampaikan dariku walaupun satu ayat
Sampaikan dariku walaupun satu ayatSampaikan dariku walaupun satu ayat
Sampaikan dariku walaupun satu ayat-
 
Dalil dalil hadis dan al-quran tentang dakwah dalam pendidikan
Dalil dalil hadis dan al-quran tentang dakwah dalam pendidikanDalil dalil hadis dan al-quran tentang dakwah dalam pendidikan
Dalil dalil hadis dan al-quran tentang dakwah dalam pendidikanUstajah ILa AzieLa
 
Lakukan tiga amalan ini di bulan ramadhan
Lakukan tiga amalan ini di bulan ramadhanLakukan tiga amalan ini di bulan ramadhan
Lakukan tiga amalan ini di bulan ramadhanSDIT Uswatun Hasanah
 
BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam PDF
BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam PDFBUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam PDF
BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam PDFAnas Wibowo
 
Materi hadits menuntut ilmu
Materi hadits menuntut ilmuMateri hadits menuntut ilmu
Materi hadits menuntut ilmuilmupendidikan
 
BUKLET Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam plus cover DOCX
BUKLET Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam plus cover DOCXBUKLET Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam plus cover DOCX
BUKLET Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam plus cover DOCXAnas Wibowo
 
Materi hadits menuntut ilmu
Materi hadits menuntut ilmuMateri hadits menuntut ilmu
Materi hadits menuntut ilmuilmupendidikan
 
Power point hadits menuntut ilmu
Power point hadits menuntut ilmuPower point hadits menuntut ilmu
Power point hadits menuntut ilmunisahanan86
 
Fiqih dakwah
Fiqih dakwahFiqih dakwah
Fiqih dakwahel-hafiy
 
Konsep Tarbiyah dalam Al-qur`an
Konsep Tarbiyah dalam Al-qur`anKonsep Tarbiyah dalam Al-qur`an
Konsep Tarbiyah dalam Al-qur`anFeby FauziahS
 
Bahaya syiah terhadap negara 1.0
Bahaya syiah terhadap negara 1.0Bahaya syiah terhadap negara 1.0
Bahaya syiah terhadap negara 1.0mohdasrimohdhasim
 

What's hot (20)

01 sekilas tentang ahlissunnah wal jama’ah
01 sekilas tentang ahlissunnah wal  jama’ah01 sekilas tentang ahlissunnah wal  jama’ah
01 sekilas tentang ahlissunnah wal jama’ah
 
Pelaksanaan khutbah , tabligh dan dakwah di masyarakat
Pelaksanaan khutbah , tabligh dan dakwah di masyarakatPelaksanaan khutbah , tabligh dan dakwah di masyarakat
Pelaksanaan khutbah , tabligh dan dakwah di masyarakat
 
Ikhwanul muslimin
Ikhwanul musliminIkhwanul muslimin
Ikhwanul muslimin
 
Revisi pid klmpk 2
Revisi pid klmpk 2Revisi pid klmpk 2
Revisi pid klmpk 2
 
Sampaikan dariku walaupun satu ayat
Sampaikan dariku walaupun satu ayatSampaikan dariku walaupun satu ayat
Sampaikan dariku walaupun satu ayat
 
Dalil dalil hadis dan al-quran tentang dakwah dalam pendidikan
Dalil dalil hadis dan al-quran tentang dakwah dalam pendidikanDalil dalil hadis dan al-quran tentang dakwah dalam pendidikan
Dalil dalil hadis dan al-quran tentang dakwah dalam pendidikan
 
Tafsir al 'ashr
Tafsir al 'ashrTafsir al 'ashr
Tafsir al 'ashr
 
Lakukan tiga amalan ini di bulan ramadhan
Lakukan tiga amalan ini di bulan ramadhanLakukan tiga amalan ini di bulan ramadhan
Lakukan tiga amalan ini di bulan ramadhan
 
BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam PDF
BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam PDFBUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam PDF
BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam PDF
 
Makalah al qur'an
Makalah al qur'anMakalah al qur'an
Makalah al qur'an
 
Pengertian dakwah
Pengertian dakwahPengertian dakwah
Pengertian dakwah
 
Materi hadits menuntut ilmu
Materi hadits menuntut ilmuMateri hadits menuntut ilmu
Materi hadits menuntut ilmu
 
BUKLET Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam plus cover DOCX
BUKLET Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam plus cover DOCXBUKLET Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam plus cover DOCX
BUKLET Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam plus cover DOCX
 
Maqamat dan ahwal
Maqamat dan ahwalMaqamat dan ahwal
Maqamat dan ahwal
 
Materi hadits menuntut ilmu
Materi hadits menuntut ilmuMateri hadits menuntut ilmu
Materi hadits menuntut ilmu
 
TUGAS RESUME HADIS TEMATIK. SRI YUWATI. SM V MD-C FDK UINSU 2019
TUGAS RESUME HADIS TEMATIK. SRI YUWATI. SM V MD-C FDK UINSU 2019TUGAS RESUME HADIS TEMATIK. SRI YUWATI. SM V MD-C FDK UINSU 2019
TUGAS RESUME HADIS TEMATIK. SRI YUWATI. SM V MD-C FDK UINSU 2019
 
Power point hadits menuntut ilmu
Power point hadits menuntut ilmuPower point hadits menuntut ilmu
Power point hadits menuntut ilmu
 
Fiqih dakwah
Fiqih dakwahFiqih dakwah
Fiqih dakwah
 
Konsep Tarbiyah dalam Al-qur`an
Konsep Tarbiyah dalam Al-qur`anKonsep Tarbiyah dalam Al-qur`an
Konsep Tarbiyah dalam Al-qur`an
 
Bahaya syiah terhadap negara 1.0
Bahaya syiah terhadap negara 1.0Bahaya syiah terhadap negara 1.0
Bahaya syiah terhadap negara 1.0
 

Similar to Tarbiyah bermarhalah bid'ah kah? Jawaban pembelaan wahdah islamiyah

Pendapat yang-wasath-tepat-benar-perihal-fiqhul-waqi-serta-kewajiban-saling-c...
Pendapat yang-wasath-tepat-benar-perihal-fiqhul-waqi-serta-kewajiban-saling-c...Pendapat yang-wasath-tepat-benar-perihal-fiqhul-waqi-serta-kewajiban-saling-c...
Pendapat yang-wasath-tepat-benar-perihal-fiqhul-waqi-serta-kewajiban-saling-c...Ra Hardianto
 
Antara ahlus sunnah dan salafiyah
Antara ahlus sunnah dan salafiyahAntara ahlus sunnah dan salafiyah
Antara ahlus sunnah dan salafiyahpebriyanti
 
Penjelasan salafush-shalih-kewajiban-mengikuti-jejak-salafush-shalih-dan-mene...
Penjelasan salafush-shalih-kewajiban-mengikuti-jejak-salafush-shalih-dan-mene...Penjelasan salafush-shalih-kewajiban-mengikuti-jejak-salafush-shalih-dan-mene...
Penjelasan salafush-shalih-kewajiban-mengikuti-jejak-salafush-shalih-dan-mene...Ra Hardianto
 
Pelajaran tentang-manhaj-salaf-1-2
Pelajaran tentang-manhaj-salaf-1-2Pelajaran tentang-manhaj-salaf-1-2
Pelajaran tentang-manhaj-salaf-1-2Ra Hardianto
 
Pelajaran tentang-manhaj-salaf-2-2
Pelajaran tentang-manhaj-salaf-2-2Pelajaran tentang-manhaj-salaf-2-2
Pelajaran tentang-manhaj-salaf-2-2Ra Hardianto
 
Buku saku muharrik masjid lengkap
Buku saku muharrik masjid lengkapBuku saku muharrik masjid lengkap
Buku saku muharrik masjid lengkapltmnubwi
 
Aswaja tugas uts khusnul kotimah
Aswaja   tugas uts khusnul kotimahAswaja   tugas uts khusnul kotimah
Aswaja tugas uts khusnul kotimahKhusnul Kotimah
 
Antara ahlus sunnah dan salafiyah
Antara ahlus sunnah dan salafiyahAntara ahlus sunnah dan salafiyah
Antara ahlus sunnah dan salafiyahArdian DP
 
Pokok pokok-manhaj-salaf-1-6
Pokok pokok-manhaj-salaf-1-6Pokok pokok-manhaj-salaf-1-6
Pokok pokok-manhaj-salaf-1-6Ra Hardianto
 
Tabligh, dakwah, dan khutbah
Tabligh, dakwah, dan khutbahTabligh, dakwah, dan khutbah
Tabligh, dakwah, dan khutbahMuhammad Ananta
 
aswaja-aktualisasi-dan-pelestariannya.ppt
aswaja-aktualisasi-dan-pelestariannya.pptaswaja-aktualisasi-dan-pelestariannya.ppt
aswaja-aktualisasi-dan-pelestariannya.pptzieZizoue
 
06 MENGENAL ILMU HADITS panduan dasar ha
06 MENGENAL ILMU HADITS panduan dasar ha06 MENGENAL ILMU HADITS panduan dasar ha
06 MENGENAL ILMU HADITS panduan dasar haAgusSupriatna33
 
Baiat sunnah vs bid'ah
Baiat sunnah vs bid'ahBaiat sunnah vs bid'ah
Baiat sunnah vs bid'ahpebriyanti
 

Similar to Tarbiyah bermarhalah bid'ah kah? Jawaban pembelaan wahdah islamiyah (20)

Pendapat yang-wasath-tepat-benar-perihal-fiqhul-waqi-serta-kewajiban-saling-c...
Pendapat yang-wasath-tepat-benar-perihal-fiqhul-waqi-serta-kewajiban-saling-c...Pendapat yang-wasath-tepat-benar-perihal-fiqhul-waqi-serta-kewajiban-saling-c...
Pendapat yang-wasath-tepat-benar-perihal-fiqhul-waqi-serta-kewajiban-saling-c...
 
Antara ahlus sunnah dan salafiyah
Antara ahlus sunnah dan salafiyahAntara ahlus sunnah dan salafiyah
Antara ahlus sunnah dan salafiyah
 
Penjelasan salafush-shalih-kewajiban-mengikuti-jejak-salafush-shalih-dan-mene...
Penjelasan salafush-shalih-kewajiban-mengikuti-jejak-salafush-shalih-dan-mene...Penjelasan salafush-shalih-kewajiban-mengikuti-jejak-salafush-shalih-dan-mene...
Penjelasan salafush-shalih-kewajiban-mengikuti-jejak-salafush-shalih-dan-mene...
 
Pelajaran tentang-manhaj-salaf-1-2
Pelajaran tentang-manhaj-salaf-1-2Pelajaran tentang-manhaj-salaf-1-2
Pelajaran tentang-manhaj-salaf-1-2
 
Da'wah dan methodenya
Da'wah dan methodenyaDa'wah dan methodenya
Da'wah dan methodenya
 
Pelajaran tentang-manhaj-salaf-2-2
Pelajaran tentang-manhaj-salaf-2-2Pelajaran tentang-manhaj-salaf-2-2
Pelajaran tentang-manhaj-salaf-2-2
 
Buku saku muharrik masjid lengkap
Buku saku muharrik masjid lengkapBuku saku muharrik masjid lengkap
Buku saku muharrik masjid lengkap
 
Revisi pid klmpk 5
Revisi pid klmpk 5Revisi pid klmpk 5
Revisi pid klmpk 5
 
Modern
ModernModern
Modern
 
Aswaja tugas uts khusnul kotimah
Aswaja   tugas uts khusnul kotimahAswaja   tugas uts khusnul kotimah
Aswaja tugas uts khusnul kotimah
 
Dakwah
DakwahDakwah
Dakwah
 
Antara ahlus sunnah dan salafiyah
Antara ahlus sunnah dan salafiyahAntara ahlus sunnah dan salafiyah
Antara ahlus sunnah dan salafiyah
 
Kajian Tawassul.pdf
Kajian Tawassul.pdfKajian Tawassul.pdf
Kajian Tawassul.pdf
 
Ebook wa marrotan ukhro
Ebook wa marrotan ukhroEbook wa marrotan ukhro
Ebook wa marrotan ukhro
 
Pokok pokok-manhaj-salaf-1-6
Pokok pokok-manhaj-salaf-1-6Pokok pokok-manhaj-salaf-1-6
Pokok pokok-manhaj-salaf-1-6
 
Pengantar mata kuliah masa
Pengantar mata kuliah masaPengantar mata kuliah masa
Pengantar mata kuliah masa
 
Tabligh, dakwah, dan khutbah
Tabligh, dakwah, dan khutbahTabligh, dakwah, dan khutbah
Tabligh, dakwah, dan khutbah
 
aswaja-aktualisasi-dan-pelestariannya.ppt
aswaja-aktualisasi-dan-pelestariannya.pptaswaja-aktualisasi-dan-pelestariannya.ppt
aswaja-aktualisasi-dan-pelestariannya.ppt
 
06 MENGENAL ILMU HADITS panduan dasar ha
06 MENGENAL ILMU HADITS panduan dasar ha06 MENGENAL ILMU HADITS panduan dasar ha
06 MENGENAL ILMU HADITS panduan dasar ha
 
Baiat sunnah vs bid'ah
Baiat sunnah vs bid'ahBaiat sunnah vs bid'ah
Baiat sunnah vs bid'ah
 

Tarbiyah bermarhalah bid'ah kah? Jawaban pembelaan wahdah islamiyah

  • 1. Tarbiyah Bermarhalah Bid'ah kah? Menjawab Tuduhan Sesat Wahdah Islamiyah TARBIYAH BERMAHALAH, BID'AHKAH? “Sebuah Pencerahan Ilmiyah Bagi Para Pembid'ah Tarbiyah Marhaliyah” Segala puji bagi Allah Ta'ala, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas jujungan kita Nabi besar Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, keluarga, sahabat, dan segenap pengikut sunnahnya hingga hari kiamat kelak. Pembaca budiman, sebagai kelengkapan bagi Silsilah pembelaan Para Ulamadan Du’at yang menghabiskan tujuh edisi, tidak sempurna rasanya jika kami abaikan satu hal penting yang banyak menarik sorotan kelompok “salafy”, namun luput dari perhatian akh Sofyan Khalid, yakni TarbiyahBermarhalah (berjenjang).[1]Dalam hal ini kelompok“salafy” ramai membidikkan tudinganpada dakwah Ahlu Sunnah WI, bahwa mereka telah keluar dari barisan Ahlu Sunnah lantaran tasyabbuh dengan “ahli bid’ah” (baca: Ikhwanul Muslimin). Karena yang palingutama memopulerkan hal ini,yakni Tarbiyahbermarhalah, adalah gerakan dakwah IM. Karenanya, dalam edisi ini, kami berhasrat menjelaskan secara ilmiyah kedudukan serta landasan bagi penyelenggaraan Tarbiyah Bermarhalah yang merupakan ruh bagi penanaman nilai-nilai aqidahdan akhlakserta semangat menegakkan sunnah dalam setiappribadi muslim. Yang demikian, agar pembaca sekalian mendapat pencerahan dan tidak sekedar membebek pada para penuding yang kadang berbicara tanpa ilmu dan bashirah. Disamping itu,artikel ini merupakan klarifikasi atas"nasehat" al-akh Abu 'Aqilah al-Atsary dalam risalahsederhananya, "Nasehat Bagi Para Pembela Metode Tarbiyah Bermarhalah", jazahullahu khairan, yang dengan serampangan menyatakan bahwa tarbiyah bermarhalah termasuk perkara menyimpang dari ad-dien alias bid'ah!?. Pembaca budiman, menilik risalah sederhana al-akh Abu 'Aqilah al-Atsary, jujur kami heran dan banyak tidak paham, baik berkaitan dengangaya penulisan yang tidakdisusun secara profesional,[2]metodologi penulisan,[3] logika-logika sederhana yang terkesan lucu,[4] sikap ghurur kekanak-kanakan,[5] apalagi berkaitan dengan ungkapan-ungkapan ulama yang kemudian diklaim sebagai kaidah fiqhiyyah serta penjabarankaidah-kaidah ushulnya.[6] Kami berusahakonfirmasi pada sebagian asatidzah danmenyerahkan nuskhah (kopi- an) risalah al-Akh Abu 'Aqilah al-Atsary itu kepada mereka. Ternyatamasalahnya sama, bingung dan tidak mengerti. Olehnya, artikel ini tidakdikhususkan membantahrisalahsederhanatersebut, sebab jika demikian akan memakan banyak waktu dan tenaga serta halama n- halamantulisan. Namun insyaAllah jika AllahTa'ala berkenan memberi kami kelapanganwaktu, akan kami ungkap beberapakekeliruan dan penyimpangan risalah tersebut. Dan artikel ini lebih pada penjelasan ilmiyah di hadapanpembacasekalian akan landasan bagi p enerapan metode Tarbiyah berjenjang. Sebelumnya, sebagai pembuka artikel ini, kami mengingatkan bagi diri kami dan ikhwah sekalian, sebuah ayat al -Qur’an, padanya AllahTa’alaberfirman: "Dan kami jadikan di antara mereka pemimpin–pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar dan mereka menyakini ayat– ayat kami". (Qs. as-Sajadah : 24). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata setelahmenukil ayatini: “Maka dengan kesabarandan keyakinanakan diraih kepemimpinan dalam agama ini”.[7]
  • 2. Fadhilatus Syaikh Prof. Dr. Ibrahim ar-Ruhaili hafidhohullah menegaskan dalam sebuah muhadharah-nya: “Yang dimaksud dengan as-shabru adalah quwwatul hazm (kekuatan semangat, tekad dan usaha), sedangkan maksud al-yaqin adalah quwwatul 'ilmi (kekuatan atau kwalitas ilmu)”.[8] Ikhwah fillah, pernyataan di atasmerupakan isyarat rabbani bagi solusi keterpurukan umat di zaman milennium ini. Sebab telah begitu banyaksolusi dan ide yang dituangkan olehbanyakpakar dan ahli bagi jalankeluar terhadap problematika umat. Akna te tapi hasilnya nihil, dan nampaknya harapan serta asa itu ibaratnya masih jauh panggang dari api . Makanya, Ibnul Qoyyim al- Jauziyyah rahimahullah berkata dalam kitabnya al-Furusiyah: ‫شقيقان‬ ‫أخوان‬ ‫نصره‬ ‫في‬ ‫فكالهما‬ ,‫والسنان‬ ‫والسيف‬ ‫والبرهان‬ ‫بالحجة‬ ‫اإلسالم‬ ‫دين‬ ‫أقام‬ ‫سبحانه‬ ‫هللا‬ ‫فإن‬ ‫بعد‬ ‫ا‬ّ‫أم‬ "Amma ba'du, sesungguhnya Allah Ta'ala menegakan agama Islam dengan hujjah dan penjelasan yang nyata serta pedang dan tombak. Dan keduanya (dakwah dan jihad) dalam penegakkan agama ibarat dua saudara kandung ".[9] Bahkan, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallamdiperintahkan Allah Ta'ala untukmenegaskan, bahwa ituadalah jalannya, seperti dalam firman-Nya: "Katakanlan wahai Muhammad, ini adalah jalanku, aku dan orang–orang yang mengikutiku berdakwah kepada Allah di atas bashiroh, Maha Suci Allah dan aku bukanlah termasuk orang–orang musyrik". (Qs. Yusuf : 108). Maka setelah penjelasan ini, kami inginmenegaskan di hadapan segenap elemen umat Islam, khususnya para pegiat dakwah Ahlu Sunnahyang mendambakan tegaknya kembali pilar-pilar agama, bahwa jalan menuju cita-cita mulia ini adalah ilmu dan dakwah atau tashfiyah dan tarbiyah. Olehnya, berdasarkan hal ini, Gerakan Ahlu Sunnah WI berupaya merumuskan sebuah wasilah tarbawiyah disamping wasilah-wasilah lainnyaseperti pengajian-pengajian umum, dakwah melalui pemancar radio, televisi, pembangunan sekolah-sekolah, dan selainnya dalam rangka melahirkan rijal ad-da'wah yang berbekal ilmu syar'i kekayaan rohani, serta semangat berdakwah di jalanAllah. Atau minimal sebagai wasilah agar dapatmenjaga para pemudaIslam tetap menapaki jalan istiqomah di tengah rongrongan fitnah syahwat serta syubhat yang merebak dan siap mencengkeram setiap dari mereka. Dan wasilah itu disebut sebagai Tarbiyah Marhaliyah (tarbiyah berjenjang). WASILAH DAKWAH, TAUQIFIYYAH ATAU IJTIHADIYAH? Sebelum melangkah lebihdalam tentangbahasan TarbiyahMarhaliyah, yangpaling utamaharusdipahami adalahmasalah wasilah da kwah. Yakni, makna wasilah dakwah serta posisi wasilah tersebut. Apakah ia tauqify (permanen dan tidak butuh ijtihad padanya) atau ijtihady (dibangun atasijtihadsesuai dengantempat dan zaman). Disamping penjelasan akan perbedaan antara wasilah dakwah dan uslub dakwah yang banyakdisalahpahami oleh sebagiankalangan. Nah, dari penjelasan ini, akan dapat kita simpulkan, apakah Tarbiyah Marhaliyah itumasukdalam kategori wasilahdakwah atau uslubdakwah. Maka dengan memohon taufiq dan pertolonganAllahTa'ala, kami katakan: Wasilah secara etimologi berasal dari huruf (waw, sin dan lam) yang berma'na ar-roghbatu wa at-tholab (keinginan dan permohonan). Dikatakan wasala, jika dia memiliki keinginan,al-waasilu maknanya ar-raaghibu ilallahi (orang yang beribadah kepada Allah).[10] Kalimat tersebut juga memiliki makna beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.[11] Adapun secara terminologinya, para ulama bahasa hampir sepakat, bahwa makna al-wasilah adalah: Maa Yutaqarrabu bihi ila al-Ghair, atau "Sesuatu yang dijadikan sebagai media untuk mendekatkan kepada yang lain".[12]
  • 3. Adapun yang dimaksud dengan wasilah ad-da'wah menurut para ulama adalah : ‫وأمور‬ ‫أشياء‬ ‫من‬ ‫الدعوة‬ ‫تبليغ‬ ‫علي‬ ‫الداعية‬ ‫به‬ ‫يستعين‬ ‫ما‬ "Sesuatu atau perkara yang dijadikan oleh seorang da'i sebagai media untuk menyampaikan da'wahnya". [13]. Asy-Syaikh Dr. Sa'id bin Ali al-Qahthany hafidzahullah memberi perincian akan wasilah tersebut, seraya menyatakan: "Tidak diragukan, bahwa wasilah da'wah terbagi menjadi dua. Pertama, media-media eksternal yang terkait, dengan melakukan sebab untuk menyiapkan kondisi yang layak. Lalu beliau memaparkan beberapa contoh.Kedua, media penyampai da'wah yang sifatnya langsung. Media ini dapat berupa perkataan, perbuatan dan akhlaq seorang da'i yangbisa menjadi qudwah bagi yang lainnya, hingga sanggup menarik orang lain kepada Islam. Sebagai contoh dari media, penyampaian dengan perkataan. Dimana dapat dilakukan dalam bentuk pertemuan umum, muhadharah (ceramah), seminar, diskusi ilmiyah, ta'lim di masjid atau di universitas–universitas atau di ma'had–ma'had, atau di sekolah–sekolah, mu'tamar, atau event pentinglainnya yangbanyakdihadiri manusia".[14]Intinya, bahwa wasilah dakwah itudibangun atas ijtihad, denganmemandangatau mencari cara demi tercapainya tujuan dari dakwah tersebut, namun dengan syarat tidak bertentan gan dengan pokok-pokok dan kaidah dalam syari'at.[15] Sedangkan ma'na al-Uslub, secara etimologis adalah al-wajh wat thoriiqu wal madzhab atau sisi, metode dan aliran.[16] Adapun ma'na uslub da'wah, ia bermakna : ‫عنه‬ ‫العوائق‬ ‫وإزالة‬ ‫التبليغ‬ ‫مباشرة‬ ‫بكيفية‬ ‫يتصل‬ ‫الذي‬ ‫العلم‬ "Ilmu yang berkaitan dengan metode menyampaikan (dakwah) serta cara menghilangkan penghalang –penghalang tabligh (penyampaian) tersebut".[17] Perlu dipahami, bahwa uslub da'wah itu harus dibangun atas landasan al-Qur'an dan as-Sunnah serta sirah salafussholih. Misalnya metode (ilmu) menghindari kerusakan yang lebih besar, metodememilih sesuatu yang mudharatnya lebih kecil, metode da lam menyikapi keadaanobjekdakwah, metodememulai dakwah denganseruan tauhid yang merupakan puncak segala perkara (sebagaimana disebutkan dalam haditsMu'adz bin Jabal), metode lemah lembut dan metodetegas pada tempat sebenarnya dan lain sebagianya, yan g seluruhnya harusdibangun atas landasan hujjah dan dalil. Asy-Syaikh Dr. Sa'id al-Qahthany hafidzahullah menjelaskan, bahwa uslub da'wah yang sukses itu jika dilatari oleh beberapa faktor penting, diantaranya: Uslub hikmah, nasehat yang baik, metode jidal , dan menggunakan metode keras pada para pembangkang".[18] Jika dicermati definisi–definisi di atas, nampakbahwa wasilah da'wah terkait dengan media dakwah baik itu perkataan, perbuatan, akhlaq atau sarana–sarana lainnya, berupa alat penyampaian da'wah. Adapun uslub da'wah terkait metod e penyampaian dakwah, baik menggunakan uslub hikmah, mau'idhah hasanah (nasehatyang baik), uslub jidal (debat dengan cara yang baik), uslub targhib wat tarhib, dan sebagainya.Jika dianalogikan perbedaan antara wasilah danuslub dakwah tersebut, ibarat se orang yanghendakmenujusuatu tempat. Maka sarana (wasilah) yang digunakan banyak ragamnya sesuai apa yang baik baginya. Adapun cara (uslub) menjalankan wasilah (kendaraan) itu maka ia merupakan sesuatu yang telah baku dan disepakati tata caranyaoleh mereka yang kompeten dalam hal tersebut. Demikian halnya denganwasilahdan uslubdakwah. Wasilah merupakan sesuatu yang padanya terdapat keluasan ijtihad, sedang usl ub merupakan sesuatu yang harusdibangundi ataslandasan dalil berupaal -Qur'an danas-Sunnah menurut pemahamansalafussalih. Namun
  • 4. sayangnya, banyakorang belum paham danmenyamakan antarawasilah dan uslub, hingga tergesa menyatakan, bahwa wasilah dakwah itu sifatnya tauqify !?. Fadhilatus Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernahditanya: "Apakah wasilahdakwah ilallah tergolong perkara tauqifiyyah,dalam arti bahwa dalam berdakwah tidakbolehmenggunakan sarana-sarana modernhari ini seperti media-mediamasa dan selainnya, dan bahwasanya yangharusdilakukan adalahhanyamembatasi diri pada wasilah-wasilah dakwah yang digunakan di masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam?". Beliau rahimahullah menjawab: "Yang utama, wajib diketahui sebuah kaidah, bahwa wasilah itu tergantung pada tujuan-tujuannya, sebagaimana diakuioleh para ahli ilmu, bahwa al-wasaail laha ahkaam al-maqashid [wasilah itu baginya hukum tujuannya], selama wasilah-wasilah tersebut bukan sesuatu yang diharamkan.[19] Sebab jika ia diharamkan, maka tidak ada kebaikan padanya. Adapun jika wasilah itu tergolong dalam perkara mubah dan dapat menyampaikan pada tujuan yang dikehendaki secara syara', maka ia tidak mengapa. Akan tetapi, ini tidak bermakna kita menyimpang dari kitabullah dan sunnah Rasul-Nyashallallahu alaihi wasallam,dan apa yang ada pada keduanya berupa nasehat, kecuali apa yang kami pandang bahwa ia merupakan wasilah dakwah ilallah. Dan terkadang kami pandang bahwa hal ini tergolong wasilah namun selain kami menganggap bahwa ia bukan wasilah. Karenanya, hendaknya dalam dakwah itu menggunakan wasilah yang manusia sepakat atasnya agar tidak merusak dakwahnya lantaran padanya terdapat perbedaan dikalangan manusia ".[20] Dalam kesempatan lain beliau rahimahullah pernah ditanya: "Banyak perkataan seputar wasilah dakwah, dalam posisi ia tauqifiyah atau bukan, apakah pendapat yang benar dalam hal ini?". Beliaumenjawab: "Pendapat yang benar dalam hal ini, bahwa wasilah dakwah itu segala apa yang menyampaikan pada (maksud) dari dakwah, dan ia bukan sesuatu yang sifatnya tauqifiyah. Akan tetapi, tidak mungkin (tidak boleh) dakwah itu dengan menggunakan sarana yang diharamkan, sebagaimana jika seseorang berkata: mereka adalah kaum yang tidak menerima dakwah kecuali jika kalian menggunakan musik atau seruling dan selainnya. Semua ini adalah perkara haram. Adapun selainnya (yang tidak diharamkan), maka setiap wasilah yang menyampaikan pada maksud (dakwah) maka ia diperlukan".[21] Beliau rahimahullah pernah ditanya pula:"Apapendapat Andayang mulia, apakah wasilah dakwah itu tauqifiyah atau ijtihadiyah, seperti nasyid-nasyid Islami yang diketengahkan bagi para pemuda untuktujuanhidayah bagi mereka?". Beliau rahimahullah menjawab: "Ala kulli hal, Dakwah ilallah (dapat dilakukan) dengan thariqah (cara) apa saja (selama bukan yang diharamkan, pent). Namun yang harus diketahui bahwa yang paling afdhal diserukan oleh manusia adalah kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam…dan ini adalah yang paling utama. Akan tetapi, jika disana terdapat pemuda-pemuda yang masih jauh (dari agama) dan kita menginginkan untuk menarik hati mereka baik dengan cara menyelenggarakan kegiatan olahraga yang dibolehkan atau melalui nasyid-nasyid yang tidak diharamkan, maka itu tidak mengapa…".[22] Kami pun (team al-Inshof) telah bertanya langsung kepada Fadhilatus Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al- Jibrin hafidzahullah (seorang ulama terpandang di Saudi Arabiyah, muri d Fadhilatus Syaikh Abdulllah bin Abdul Aziz bin Baz rahimahullah selama 15 tahun,jugamurid Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, sekaligus keluarga dekat dan murid al-Allamah Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin rahimahullah, dan kini menjadi salah seorang asisten Mufti al-Aamkerajaan Saudi Arabiyah Fadhilatus Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh, beliaupenulisbanyakkitab diantaranya: Tas-hil al-Aqidah al-
  • 5. Islamiyah, Dhawabithat-Takfir al-Mu'ayyan, Syarh Umdah al-Fiqh, Majmu' ar-Rasaail al-Fiqh, al-Iqna' lil Hafidz Ibn Al-Mundzir, Majmu' al- Qashash wa Ahkbar min Shahih as-Sunnahwa al-Atsar, Qashash Islamas-Shahabah,al-Yahuud,dan selainnya), tentang apakah wasaail da'wah itu ijtihady atau tauqify?, maka beliau dengan tegas menyatakan bahwa wasaail dakwah itu ijtihady.[23] Bertolak dari penjelasan di atas, kami memandang bahwa Tarbiyah Marhaliyah yang akan kami paparkan, termasuk dalam persoalan wasilatudda'wah yang padanya terdapat kelapangan ijtihad. Sekali lagi kami tegaskan, bahwa tujuan utama pembentukan Tarbiyah berjenjangadalahuntukmemudahkan ta'shil (penyampaian) ilmu kepadapara mad'u agar memperoleh tashawwur (pemahaman) Islam yang baikdan sistematis. Dan hukum asal baginya, yakni wasilah dakwah adalahmubah(boleh) selamatidak ada unsur keharaman di dalamnya. Wallahu a'lam. DEFINISI TARBIYAH BERMARHALAH Tarbiyah Islamiyah dalam kapasitasnya sebagai manhaj at-taghyir yang direkomendasikan para ulamamu'tabarin serta diharapkan menjadi solusi bagi keterpurukan umat, memiliki definisi sebagai berikut : Secara etimologis, tarbiyah berasal dari akar kata rabaa, yarbuu yang bermakna zaada wa namaa'[bertambah dan berkembang]. Atau rabaa, yarbaa yang bermakna nasya'a wa tara'ra'a [tumbuh dan berkembang]. Atau rabba, yarubbu yang bermakna ashlahahu [memperbaikinya]. Sedangkan secara terminologi, Tarbiyah bermakna: Pertama, menurut Imam ar-Raghib al-Ashfahani: "Menumbuhkan sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain sampai pada kesempurnaan".[24] Kedua, menurut Imam al-Baidhawi: "Menyampaikan atau mengantarkan sesuatu pada kesempurnaan selangkah demi selangkah.[25] Dari definisi-definisi ini,Syaikh Abdur RahmanAlbani menyatakan, bahwa tarbiyahitu terdiri dari beberapa unsur: (1). Menjaga dan memelihara fitrah –matarabbi'- yang sedang tumbuh. (2). Mengembangkan potensi-potensinya yang banyak dan beragam. (3). Mengarahkan fitrahdan potensi-potensi tersebut padakesempurnaanyang sesuai dengannya.(4). At-Tadarruj (bertahap) dalam melakukan hal-hal tersebut, danini sesuai apa yang diisyaratkan oleh Imam al-Baidhawy, "…sedikit demi sedikit", juga ar-Raghib: "…dari satu kondisi ke kondisi lain".[26] Adapun definisi Tarbiyah Marhaliyah dalam kaitannya sebagai wasilah ad-Da'wah al-Islamiyah, adalah sebuah wasilah pembinaan berjenjang, melalui pembagian dan pengklasifikasian mad'u dalam beberapa halaqah, dengan menunjuk seorang naqib (kordinator) dan dibimbing langsung oleh seorang murobbi. Durasi pertemuan sekali dalam sepekan, yang meliputi tasmi' hafalan al-Qur'andan hadits, tashhih bacaan al-Qur'an, tafsir dan hikmah ringkas dari ayat-ayat yang telah dibacakan, lalu dilanjutkan dengan materi tarbiyah (muhadharah). Perlu diketahui, bahwa halaqah-halaqah tarbawiyah tersebut dibagi menurut tingkat kemampuan ikhwah juga akhwat menjadi tiga jenjang: Pertama, marhalah Ta'rifiyah (Materi yang disajikan adalah kitab Ushulut Tsalatsah, Kitabul Jami', Syarah Ushul al-Imam).
  • 6. Kedua, marhalah Takwiniyah (Materi yang disajikan adalah Mujmal Ushul Aqidah AhluSunnah wal Jama'ah, Arba'inan-Nawawiyah, serta kajian dasar-dasar Islam). Ketiga, marhalah Tanfidziyah (Materi yang disajikan adalah Syarah Aqidah at-Thahawiyah, Hadits Fitan, materi-materi kajian pendalaman Islam). Perpindahan dari satu marhalahmenuju marhalahselanjutnya, biasanyadidahului oleh ikhtibar (ujian) serta daurah umum untuk melihat sejauh manapemahaman terhadap materi-materi tarbiyahpadajenjangsebelumnya. Makanya, ada daurah Ta'rifiyah untuk masuk dalam marhalah Ta'rif, daurah Takwiniyah untuk lanjut ke marhalah Takwin, serta daurah Tanfidziyyah untuk terus ke jenjang Tanfidz. Seluruh istilah dan nama-nama tersebut tujuannya untuk memudahkan klasifikasi dan kordinasi agar tidak rancu dan kacau. Sebagai sebuahsarana (wasilah) memahami ilmu Syar'i, maka marhalah-marhalah tarbawiyah tersebut sifatnya fleksibel dan tidak kaku. Misalnya, jika ada seorang ikhwah yang ingin musyarakah (bergabung) di dalamnya dan telah mengantongi gelar kesarjanaan ilmu syar’i misalnya alumni LIPIA jakarta atau UniversitasIslam Madinah,maka ia dibolehkan dan langsung bergabung dalam marhalah Tanfidziyah tanpa harus melalui jenjang-jenjang sebelumnya. Inilah definisi dangambaranringkastarbiyah bermarhalahdan insyaAllahkami akan rinci tentang substansinya pada point -point berikutnya. 1. DALIL-DALIL UMUM TARBIYAH Diantara tugasRasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah menegakkan tarbiyah bagi umat. Menjelaskan dan mengajarkan agama yang haq, membina mereka di atas shirothal mustaqim, serta mensucikan mereka darikegelapan syirik dan kungkungan adat jahiliyah. Allah Ta'ala berfirman : "Dialah (Allah) yang mengutus Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, membacakan kepada mereka ayat –ayatnya, mensucikanjiwamereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (as-sunnah), meskipun sebelumnya mereka benar–benar dalam kesesatan yang nyata". (Qs. al- Jumu'ah : 2). Allah Ta'ala berfirman: "Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang–orang yang beriman ketika mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah–tengah mereka dari kalangan sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat–ayatnya, menyucikan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab dan sunnah, meskipun sebelumnya mereka sebelumnya mereka benar–benar dalam kesesatan yang nyata". (Qs. Ali 'Imran : 164). Allah Subhanahuwa Ta'ala berfirman:"Akantetapi jadilahkalianulama–ulama yang Robbani, karena kalian telah mengajarkan al-qur'an dan mempelajarinya". (Qs. Ali Iimron : 79). Juga Firman-Nya: "Sebagaimana kami telah mengutus Rasul di antara kamu yang membaca ayat– ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepada kamu al-qur'an danal-hikmah serta mengajarkan kepada kamu apa yang belumkamu ketahui". (Qs. al-Baqarah :151). Inilah rangkaian ayat–ayat al-Qur'an, terkait tugas para Nabi dan Rasul yang intinya terfokus pada "at-Ta'lim dan at-Tazkiyah" yang biasa di masyhurkan denganistilah "at-Tashfiyah dan at-Tarbiyah".Sebab tidakada ilmu (at-Ta'lim) yang benar -apalagi di akhir zaman sekarang ini- kecuali melalui at-Tashfiyah dan tidak ada at-Tazkiyah kecuali dengan at-Tarbiyah.
  • 7. 2. SUBTANSI TARBIYAH Pembaca budiman, merupakan perkara aksiomatikbagi kalangan thullabul 'ilmi, sebuah kaedah masyhur yang lafadznya, "La Musyaahata fil Istilah", yakni tidakada persoalan dalam dalam masalah istilah. Khususnya istilah-istilah baru yang tidak dikenal oleh para salaf. Karena hakikat dari sesuatu itu adalah isi (subtansi) dan bukan sekedar nama. Dengan syarat selama istilah yang digunakan bukan istilah yang mengandung kemungkinan makna buruk yang diharamkan Allah Ta'ala. Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata: "Istilah-istilah itu tidak perlu diperdebatkan (dipermasalahkan) selama tidak mengandung kerusakan".[27] Sebagai contoh,diantara para ulama ada yang membagi tauhid menjadi dua, yakni Pertama, Tauhid al-Ma'rifat wal Itsbat, dimana terkandung padanya Iman terhadapwujud Allah, Rububiyahdan Asma wa Shifat-Nya.Kedua,Tauhid al-Qashdu waat-Thalab, yang mengandungiman terhadapUluhiyah Allah Ta'ala.Adapula yanglebihterperinci, dimana mereka membagi tauh id menjadi tiga, Tauhid Rububiyah yangmencakup di dalamnya imanterhadap wujud Allah Ta'ala, Tauhid Uluhiyah atau Tauhid Ibadah dan Tauhid Asma' was Shifat. Namunadapula diantara para ulama membagi Tauhid menjadi empat: Iman kepada wujud Allah, Iman terh adap Rububiyah Allah, Iman terhadap UluhiyahAllah, dan Iman terhadap Nama-nama dansifat-sifat Allah Ta'ala. Seluruh pembagian-pembagian tersebut tidak menjadi persoalan selama tidakmenunjukkan pada sesuatu atau makna batil. Disamping subtansi dari kesel uruhannya sama, yakni berkisar pada empat hal: Imam kepadawujudAllah, Rububiyah, Uluhiyah danAsma' wasShifat-Nya. Sekali lagi, tidakada persoalan dalam masalah nama dan pembagian-pembagian. Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: "Bahwasanya pada zaman ini telah berlaku penyebutan bagi sebagian ilmu-ilmu empirik dengan nama ilmu.[28] Bahkan sekolah-sekolah setingkat SMU menamakannya sebagai "ilmiy" atau"adabiy",apakah hal ini benar? Sebagai tambahan, bahwasanya pembagian -pembagian ini akan terus terngiang di telingapara pelajar yang kemungkinan akan mempengaruhi mereka di masa depan?".Beliau rahimahullah menjawab: "Pembagiantersebut, yakni menjadi "ilmiy" atau "adabiy" hanya merupakan sebuah istilah, dan tidak ada persoalan dalam masalah istilah, sebab mere ka memandang bahwa yangdinamakan matapelajaran ilmiyah itu adalah apa yang berkaitan dengan ilmu alam, makhl uk hidup, tumbuh- tumbuhan, dan apa yang semisal dengannya".[29] Dari sini kami tegaskan, bahwa kaedah inilah yang bakal menjadi kunci bagi penjelasan kami ten tang substansi tarbiyah, yang InsyaAllah akan kami jabarkan padapoint ini dan yangsetelahnya,akan substansi dan hakikat dari tarbiyah. Hingga akan nampak di hadapan pembacanbahwa substansi dari tarbiyah yangdigalakkan olehWI ternyata berserakan di dunia Islam tanpaada pengingkaran dari para ulama Ahlu Sunnah. Bahkan boleh jadi, substansi dari praktektarbiyah, pun dilakukan oleh mereka yang tergesa menjatuhka n vonis bid'ah bagi terbiyah bermahalah pada lembaga-lembaga pendidikan mereka. Kendati datang dengan nama dan istilah yang berbeda. Wallahu musta'an. ARHALAH Sebagaimana telahkami jelaskan, bahwa aktifitas tarbiyah WI tegak atas asas marhalah (penjenjangan). Karenanya, wasilah inipun dikenal dengannama Tarbiyah Marhaliyah.Terdapat tiga marhalah dalam tarbiyah WI, diantaranya, (1). Marhalah Ta'rifiyah, (2). Marhalah Takwiniyah, (3). Marhalah Tanfidziyah.[30]
  • 8. Barangkali, yang membuat ikhwah "salafy" alergi dan tergesa menolaksistem ini, lantaran istilah marhalahidentikdenganistilah– istilah pergerakan, dankurang familiar di telingamereka. Padahal, sekali lagi, substansi dari istilah marhalah sama dengan substansi dari istilah-istilahyang banyakdigunakan dalam prosespendidikan di seluruh dunia seperti mustawa (semester), kelas, tingkatan atau istilah– istilah lainnya yang seluruhnyamerupakan bentukmanivestasi dari at-tadarruj fi ad da'wah, [tahapan-tahapan dalam dakwah]. Bahkan ia merupakan inti dari sifat hikmah dalam berdakwah sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam al -Qur'an. Disamping itu tadarruj merupakan fitrah badhihiyah (perkara alamiah aksiomatik) yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Manusia tumbuhmelalui prosestadarruj, dimulai dalam kandungan, lalu masa bayi, kanak–kanak, remaja, dewasa, hingga sampai pada marhalah masa tua. Demikian pula dalam hal ilmu pengetahuan. Baikyang sifatnya ilmu diniyahmaupun pengetahuan -pengetahuan umum lainnya, bahwamanusia itudimulai dari tidakmengetahui sesuatu apa-pun, lalu melalui prosesbelajar yang sifatnyatadarruj, barulah ia mengetahui dari ilmu-ilmutersebut. Allah Ta'ala memberi isyarat bagi kita dalam hal ini pada firman-Nya: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalamkeadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur". (Qs. An-Nahl : 78). Lebih dari pada itu, tadarruj termasukdiantara manhaj al-Qur'an dalam menetapkan sebagian hukum-hukum syara'. Perhatikan proses tadarruj dalam pengharaman khamar, dimana padanya berlalu empat marhalah. Dimulai dari pembolehan secara mutlak sebagaimanadisinggungdalam surah an-Nahl ayat 67,lalu laranganmendekati shalat dalam keadaan mabuk seperti tertera da lam surah an-Nisaa' ayat 43, kemudianketeranganbahwa khamer itu mudharatnyalebihbesar daripada manfaatnya seperti dalam surah al -Baqarah ayat 219, terakhir turun pengharamannya secara mutlak sebagaimana dalam firman-Nya pada surah al-Maidah ayat 90. Demikian pula masalah jihad dan lain sebagainya. Oleh karenanya, sangat aneh jika seseorang itu mengabaikan proses alamiyah (tadarruj) ini, bahkan bisa dikatakan ia membohongi fitrah dan akal sehat yang merupakan karunia dari Allah Azza wa Jalla. Perlu diketahui, para ulama salaf puntelah menganjurkan metode tadarruj atau marhalahdalam proses pembelajaran, halaqoh ilmu atau apapun namanya,untuktujuan menanamkan pemahaman yang baikdan lurusdalam proses transfer ilmu. Sebab manusia tid ak berada di ataspemahaman yangsama dalam penerimaanilmudan pengetahuan. Berikut ini beberapa nukilan dari ulamasalaf diantaranya: Pertama, perkataan AbdullahbinAbbasradhiallahu'anhuma tentangfirmanAllahTa'ala: "Akan tetapi jadilah orang–orang yang Robbani karena kamu mengajarkan kitab dan disebabkan kamu mempelajarinya". (Qs : Ali Imran : 79 ). Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata: "Maksud dari Robbani adalah yang mengajarkan ilmu–ilmu kecil sebelum ilmu –ilmu besar".[31] Kedua: Imam al-Bukhari berkata dalam Shahihnya, [Bab Man Khassha bil Ilmi Qauman Duna Qaumin Karahiyata an Laa Yafhamuu], yakni "Bab Orang yang mengkhususkan ilmu kepada satu kaum dan tidak pada kaum lain, karena menghindari jangan sampai mereka tidak memahaminya". Ketiga: HaditsMu'adz bin Jabal radhiallahuanhu, tatkalaNabi shallallahu alaihi wasallam membonceng beliau di atas untanya dan mengabarkan akan hakAllah Ta'ala atas hamba-Nya dan hak hamba atas Allah Ta'ala. Lantaran merupakan sesuatu yang sangat menggembirakan maka Mu'adz pun berkata pada Nabi shallallahualaihi wasallam: "Bolehkan aku sampaikan kabar gembira ini kepada
  • 9. manusia?". Beliau menjawab: "Jangan engkau kabarkan, agar jangan sampai mereka hanya bersandar (pada rahmat Allah tersebut)".[32] Keempat: Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata: "Berbicaralah pada manusia sebatas apa yang mereka ketahui (sanggup mereka cerna), sukakah kalian jika mereka mendustakan Allah dan Rasul-Nya!?.[33] Kelima, Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah berkata: Bab: Mengajakkepada syahadat Lailahaillallahu, masalah kesebelas: menjelaskan tentang metode pembelajaran dengan bertahap.[34]Syaikh Muhammad bin Shalih al- Utsaimin rahimahullah berkata dalam al-Qaul al-Mufid syarah Kitabut Tauhid, I/12: "Yang demikian sebab Nabi shallallahu alaihi wasallammengkhususkan ilmu ini kepada Mu'adz dan tidakpada Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Olehnya, bol eh mengkhususkan suatu ilmu padasebagian manusia, lantaransebagianmanusia jika dikabarkan padanya sesuatu dari ilmu tersebut, maka akan menjadi f itnah baginya. Dalam hal ini Abdullah Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu berkata: "Tidaklah engkau berbicara kepada suatu kaum dengan pembicaran yang tidak sampai pada akal mereka (susah dicerna), melainkan akan menjadi fitnah bagi sebagian mereka ". Ali bin Abi Thalib radhiallahuanhu berkata: "Berbicaralah pada manusiasebatas apa yang mereka ketahui (sanggup mereka cerna), sukakah kalian jika mereka mendustakan Allah dan Rasul-Nya". Olehnya setiap kita harus berbicara sesuai dengan kadar pemahaman dan akalnya. Ketujuh, Fadhilatus Syaikh al-Allamah Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata: "Barang siapa yang belum menyempurnakan ushul (ilmupokok), maka tercegah baginya wushul (menjadi ulama). Dan barangsiapa yang mendapatkan ilmu dalam sekejap, maka ilmu itu akan lenyap dalam sekejap pula. Dalam sebuah riwayat: Banyaknya ilmu yang didengar, akan menghalangi pemahaman.Karenanya,wajib bagi penuntutilmuuntukmenta'shil dan menguatkan (pembelajaran) semua cabang ilmu yang dipelajari, dengan mendalami kitab asli ataumukhtashor-nya kepadaseorang syaikh, dan bukan lewat pembelajaran secara pribadi saja. Demikian pula, mempelajari ilmu tersebut secara tadarruj (bertahap).[35] Pada tempat lain, setelah memaparkan akan buku-buku yang harusdipelajari oleh penuntut ilmu secara bertahap, beliau lalu menegaskan: "….dan tidak diperkenankan (bagi thalib) yang berada pada tingkat pertama untuk duduk belajar pada tingkat kedua, dan seterusnya untuk menghindari kekacauan".[36] Fadhilatus Syaikh Sholih al-Munajjid hafidhahullah menceritakan tentang sirah Fadhilatus Syaikh Al-Mufti Muhammad bin Ibrohim rahimahullah[37]: "Beliau rahimahullah memiliki tiga majlis, mengajar tiga mustawayat (tingkatan), untuk penuntut ilmu yang sudah lama satu pelajaran, untuk yang pertengahan satu pelajaran, dan untuk penuntut ilmu yang pemula juga satu pelajaran, dan jika beliau melihat ada seorang penuntut ilmu yang baru lalu duduk di majlis penuntut ilmu yang lama, maka bel iau akan mengusirnya dan membentaknya, seraya berkata: "Di sini bukan tempatmu, bukan dari sini kamu memulai, dan perkara ini bisa melahirkan rasa ujub (bagimu)".[38] Secara spesifik dan terperinci, masalah ini telah kami tanyakan lansung kepada Fadhilatus Syaikh Pror. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin, dan beliau hafidzahullah berkata: "Pembagian marhalah-marhalah tersebutmathlub (dituntut), bahkan terkadang sampai pada hukum wajib".[39] PEMBAGIAN HALAQAH-HALAQAH TARBIYAH
  • 10. Klasifikasi dan pembagianhalaqah-halaqah tarbiyah termasuksarana yang digunakan untuk memudahkan ta'shilbagi ilmu syar'i tersebut. Sebab, perlu diketahui jumlah ikhwah danakhwat yang beradapadasetiap marhalahsangat banyakdan tidakmemungkinkan pelaksanaan tarbiyah efisiendalam jumlah tersebut.Olehnya, cara yang palingmudah danlazim adalahmemecahnya dalam bentuk halaqah -halaqah, dimana setiaphalaqah itu memiliki nama tersendiri untuk memudahkan pengklasifikasian serta evaluasi sejauh mana keberhasilan suatu halaqah dalam proses transfer ilmu. Masalah pembagianhalaqah-halaqahini, maka cukuplah kami kutipkan fatwa Fadhilatus Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al- Utsaimin rahimahullah yang memberi keterangan akan hal ini. Beliau rahimahullah pernah ditanya. Penanya: "Sebagianguru-guruwanitadi sekolah-sekolah atau fakultas-fakultas membagi siswi-siswi yang berada pada kelas-kelas kuliah menjadi beberapa kelompok atau halaqah-halaqah, dimana ada halaqah Aisyah, halaqah Khadijah, dan seterusnya untuk tujuan agar tidak terjadi kerancuan. Akan tetapi, sebagian akhwat mengeluhkan seraya berkata: Bahwasanya ada beberapa siswi yang bersama kami di mushallah menjauh dari Mushallah dengan alasan bahwa pembagian (halaqah-halaqah) tersebut tidak di atas manhaj dan bukan termasuk jalan salaf. Lalu mereka keluar dan berkumpul di luar mushallah dan membentukhalaqah(kelompok) lain di luar mushallah, dimana perbuatan ini menyebabkan terbagi-baginya shaf dan perpecahan di kalangan para siswi, serta terjadi sebagianperselisihan. Pertanyaannya: Apanasehat anda?Apakah metodeini (pembagian halaq ah) salah atau benar? Syaikh: menjawab: "Sayakatakan, semoga Allahmemberkati engkau. Sampaikan padamereka, bahwa kedua metode itutidak benar; tidak pada pembagian wanita-wanita ketika shalat dan tidak pula yang bersendiriannya mereka di tempat yang lain". Penanya: "Bukan pada shalat, akan tetapi dalam halaqah mushallah". Syaikh: "Apa itu halaqah mushallah? Penanya: "Pelajaran sekolah dimulai pada jam 7.30, namun siswi -siswi hadir pada pukul 7.00, lalu mereka mengadakan halaqah untuk mempelajari al-Qur'an dan Tafsir". Syaikh: "Maksudnya adalah halaqah tahfidz? Penanya: Iya, halaqah-halaqah ta'lim, yakni Tafsir, al-Qur'an, Hadits dan Fiqh". Syaikh: "Yang penting halaqah-halaqah, mereka menamakan tahfidz al-Qur'an? Jawabannya, perkara ini tidak mengapa. Adapun saya mengatakan halaqah ini namanya halaqah Aisyah, ini halaqah Khadijah dan ini halaqah Fathimah, tidak ada larangan padanya". Penanya: "Bagaimana dengan wanita-wanita yang keluar itu? Syaikh: "Mereka yang keluar, maka ini adalah kesalahan dari mereka" Penanya: "Tapi mereka menggunakan hujjah, bahwa metode i ni bukanlah metode salaf?" Syaikh: "Ini bukan metode salaf, akan tetapi ini adalah tandzim (pengaturan). Apakah belajar dalam bentuk kelas -kelas pembelajaran termasuk metode salaf?". Penanya: "Tidak".
  • 11. Syaikh: "Ia bukan termasuk metode salaf. Apakah termasuk metode salaf pengklasifikasian hadits menjadi bab-bab, dimana ada bab thaharah, shalat, zakat, puasa dan haji?Ini bukan metode salaf. Semuaini tidakada kecuali setelahzamanpara sahabat setel ahbuku-buku mulai dikarang. Olehnya (perbuatan mereka para wanita itu) salah. Katakan pada mereka yang memisahkan diri itu: Ini adalah satu kesalahan dari kalian; sebab merekalah yang memisahkan diri dari tempat (mushallah) dan penamaan itu". Penanya: "Agar jelas–ya Syaikh-. Bahwasanya setelah terjadi pemisahan diri ini, maka terjadilah perpecahan mereka dari mahasiswi - mahasiswi, dan terjadi pada…" Syaikh: "Katakan pada mereka, hendaknya mereka kembali pada tempat pertama (semula) dan setiap salah satu baginya mustawa (tingkatan) dan nama khusus".[40] rgantian Membaca al-Qur'an Salah satu kegiatan Tarbiyah Marhaliyah, adalah Tahsinul Qira'ah. Formatnya, dengan cara membaca al-Qur'an secara bergantiandalam satu halaqahtarbawiyah.Sedang anggota halaqoh lainnya menyimak sembari membenarkan bacaan yang salah dari sang qori', agar para anggota halaqah dapat belajar makhorijul huruf dantajwid langsung dengan prakteknya. Dan hal ini merupakan manifestasi dari sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: "Yang terbaik diantara kalian adalah, yang mempelajari al -Qur'an dan mengajarkannya".[41] Jugasabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: "Tidaklah berkumpul suatu kaum dalam satu rumah dari sekian rumah-rumah Allah, mereka membaca kitabullah dan saling mengajarkan diantara mereka, melainkan diturunkan atas mereka sakinah (ketenangan jiwa), diliputi oleh rahmat, dikerumuni oleh para malaikat,dan mereka disebut-sebut olehAllah dihadapan yang ada di sisinya (majelis para malaikat)".[42] Model pembacaanal-Qur'an seperti keterangan di atas, walaupun ada ulama yang melarangnya namunalhamdulillah telah direkomendasikan oleh para ulama salaf dan khalaf kita. Berikut ini perkataan para ulama kita perkara tersebut: Pertama, perkataan Imam an-Nawawi rahimahullah : ‫اإلدارة‬ ‫في‬ ‫فصل‬ "‫ح‬ ‫جائز‬ ‫وهذا‬ ،‫اآلخر‬ ‫يقرأ‬ ‫ثم‬ ،‫األول‬ ‫انتهى‬ ‫حيث‬ ‫من‬ ‫اآلخر‬ ‫ويقرأ‬ ،‫يسكت‬ ‫ثم‬ ، ‫ا‬ً‫جزء‬ ‫أو‬ ،‫ا‬ ً‫ُشر‬‫ع‬ ‫بعضهم‬ ‫يقرأ‬ ‫جماعة‬ ‫يجتمع‬ ‫أن‬ ‫وهو‬ "‫بالقرآن‬‫هللا‬ ‫رحمه‬ ‫مالك‬ ‫سئل‬ ‫وقد‬ ،‫سن‬ ."‫به‬ ‫بأس‬ ‫ال‬ :‫فقال‬ ‫عنه‬ ‫تعالى‬ Artinya, "Pembahasan tentangmembacaal-Qur'an secara bergiliran", yakni berkumpulnya sekelompok orang, sebagian membaca sepersepuluh, atau satu juz kemudian berhenti, dan yang lain meneruskan bacaan dari orang yang pertama, kemudian yang lainnya membaca (lagi), maka ini sangat baik dan diperbolehkan. Imam Malikrahimahullah pernah ditanya tentang hal ini, maka beliau menjawab: Tidak mengapa dikerjakan".[43] Kedua, perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah : ‫اإلدارة‬ ‫"وقراءة‬‫وال‬ ‫واحد‬ ‫قراءة‬ ‫وأما‬ ‫مالك‬ ‫وكرهها‬ ‫كراهتها‬ ‫في‬ ‫وجهان‬ ‫وللمالكية‬ ‫واحد‬ ‫بصوت‬ ‫مجتمعين‬ ‫قراءتهم‬ ‫اإلدارة‬ ‫قراءة‬ ‫ومن‬ ,‫العلماء‬ ‫أكثر‬ ‫عند‬ ‫حسنة‬‫بغير‬ ‫يكره‬ ‫فال‬ ‫له‬ ‫يتسمعون‬ ‫باقون‬ ."‫وغيره‬ ‫موسى‬ ‫كأبي‬ : ‫يفعلونها‬ ‫الصحابة‬ ‫كان‬ ‫التي‬ ‫وهي‬ ‫مستحبة‬ ‫وهي‬ ‫خالف‬ Artinya, "Membacaal-Qur'an secara bergiliran merupakan sesuatu yang baikmenurut pendapat sebagianbesar para ulama. Dan diantara bentukpembacaan al-Qur'an model ini adalah membaca al-Qur'an secara berjamaah dengan satu suara, madzhab Malikiyah memiliki dua pandangandalam hukum kemakruhannya, sedang Imam Malikrahimahullah memakruhkannya. Adapun membaca al-Qur'an
  • 12. bergiliran satu persatu sementara yang lainnya mendengarkan, maka tidak di makruhkan tanpa khilaf, bahkan ia disunnahkan dan para sahabat pun telah melakukannya, seperti Abu Musa dan selain beliau".[44] Ketiga, Fatwa dari Lajnah Da-imah Kerajaan Saudi Arabia : Redaksi pertanyaan: "Suatu kebiasaan kami di Maroko, membaca al-Qur'an secara berjamaah setiap pagi dan sore setiap selesai shalat Subuh dan Maghrib. Namun ada diantara kami yang mengatakan bahwa hal ini adalah bid'ah ??. Jawaban: "Membaca al-Qur'an secara berjamaah dengan satu suara setiap selesai menunaikan shalat Subuh dan Maghrib atau selainnya adalahbid'ah. Adapunjika setiap orang membaca masing–masing, atau semuanya mempelajari al-Qur'an, setiap selesai satu orang membacadiikuti dengan bacaanyang lainnya, sementara yang lainnya diam dan menyimak, maka ini adalah salah satu ibadah yang mulia.[45] Sebenarnya masih banyak fatwa–fatwa lainnya, namun lantaran keterbatasan halaman, kami cukupkan fatwa tersebut sampai di sini. Dan kami yakin, tiga fatwa dari ulama beda generasi ini sudah cukup mewakili fatwa –fatwa ulama lainnya. Walillahilhamd.  Tasmi' hafalan al-Qur'an dan Hadits Diantara kegiatanrutin dalam TarbiyahMarhaliyahadalah tasmi' hafalanal-Qur'an danhadits-haditsRasulullah shallallahu'alaihi wa sallam. Kegiatan ini biasanya dilakukan setelah selesai membaca al-Qur'an secara bergiliran, dan pada setiap marhalah ditetapkan muqarrar (kurikulum) hafalannya masing–masing.[46] Tujuan dari kegiatan tasmi' hapalan ini adalahagar setiap kader memiliki pembendaharaan hafalan al -Qur'an dan hadits-hadits nabawy, sebagai suatu hal yang mutlak sebelum terjun secara langsung dalam medan dakwah ilallah. Demikian pula sebagai bentuk semangat meraih kemuliaan dan ketinggian derajat di sisi Allah Ta'ala. Dalam sebuah hadits, dari Aisyah radhiallahu anha, Rasulullah shallallahu alaihi wasallambersabda: "Sesungguhnya jumlah tingkatansurga sebanyak bilanganayat-ayatal-Qur’an. Maka siapa yang masuk surga dari kalangan huffadz (para penghafal al Qur’an), niscayatidak ada yangmenandinginya di dalam surga”. [47] Demikian pula sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: "Akan dikatakan kepada seorang penghapal al-Qur’an tatkala akan memasuki surga, bacalah dan naiklah, laluia membaca al-Qur’andan naik setingkat setiap selesai membaca satu ayat. Demikian seterusnya hingga ayat terakhir yang ia hapal”.[48]  Mabit Yakni kegiatan bermalam bersama yangdiikuti oleh perserta Tarbiyah di suatu tempat tertentu, bisa di masjid, kantor, rumah, atau di tempat lainnya. Namun kebanyakannya di Masjid, yang penetapan waktunya sesuai dengan kesepakan peserta Mabit. Kegiatan-kegitandari Mabit itusendiri menyerupai kegiatan dalam tarbiyah namun durasi pertemuannya lebih lama. Dimulai dengan membacaal-Qur'an,tasmi' hafalan al-Qur'andan hadits, meskipun tasmi'nyalebihluas, biasanya berupa muroja'ah ayat–ayat dan haditsyang pernah dihafalkan. Lalu disusul dengan taushiyah baikdari sang murabbi ataupun selainnya danpembacaankisah Salafussalih dari kalangan Shahabat,Tabi’in danImam-Imam AhluSunnah. Dan di akhir malam dilanjutkan dengan Qiyamul lail, baik secara sendiri - sendiri maupun secara berjama'ah.[49] Perlu pembacaketahui, bahwasubstansi dari Mabit persisdengan Program Mukhoyyam yang banyakdilakukan para Masyaikh di Saudi Arabia, yaitu mengadakan perkemahan atau menyewasebuahIstirahah/Mustarah (tempat istirahat yang terdiri dari kolam renang,
  • 13. lapangansepakbola, lapanganbola voli dll), lalu mereka mengadakan acara olah raga bersama, shalat berjamaah, makan bersama , lalu ada tausiyah dari para masyayaikh. Dan sepanjang pengetahuan kami, tidak ada satu pun dari para ulama kibar Ahlu Sunnah yang mengeluarkan tahdzir berkaitandengankegiatan ini.Bahkan ada indikasi Syaikh Robi' bin Hadi al-Madkhalihafidhohullah pun melakukan kegiatan serupa, seperti disinyalir dari beberapa judul kaset beliau "al-Jalsah ats-Tsaaniyah Min Mukhoyyam ar- Rabi'", wallahu a'lam. Adapun atsar yang digunakan sebagai landasan bagi kegiatanMabit tersebut,khususnya yang diselenggarakan di mesjid adalah sebagai berikut: Pertama: Imam al-Bukhari berkata dalam Shahihnya,KitabusShalat: "Bab Naumal-Mar'ah fil Masjid", [Bab: Tidurnya wanita di dalam masjid]. Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani menerangkan judul bab di atas, beliauberkata: "Yakni, bolehnyawanita tidur di mesjid dan berdiam di dalamnya". Kedua: Imam al-Bukhari berkata pula: "BabNaumal-Rijal fil Masjid", [Bab: Tidurnya kaum lelaki di dalam masjid]. Abu Qilabah berkata dari Anasbin Malik: "Datang sekelompok orang dari 'Uklin menghadap Nabi shallallahu alaihi wasallam, lalu mereka tinggal di shuffah". Abdur RahmanbinAbi Bakr as-Shiddiq berkata: "Adalahmereka yang tinggal di shuffahitu para fuqara'". Al -Hafidz Ibnu Hajar al- Asqalani berkata: Bab Tidurnya kaumlelaki di masjid, yakni bolehnya hal tersebut, danini merupakan pendapatmayoritas(jumhur) ulama". Ketiga: Imam at-Tirmidzi berkata dalam Sunan-nya,KitabusShalah: Dari Ibnu Umar radhiallahu anhu:"Adalah kami, pada masa hayat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sering tidur di dalam masjid, (dan saat itu) kami masih muda ".[50] Keempat: FadhilatusSyaikh Muhammad binShalih al-Utsaimin rahimahullah pernahditanya: "Apa hukum mabit (bermalam) di masjid secara umum dan I'tikaf secara khusus?". Beliaurahimahullahmenjawab: "Bermalam di masjid pada i'tikaf maka ia harus. Sebab orang yang sedang i'tikaf itu sebagaimana firman Allah Ta'ala, tempatnya di dalam masjid…Adapun selain orang yang i'tikaf, ma ka boleh bagi seseorang untuk tidur di dalam masjid jika ada hajat. Adapun menjadikannya (masjid) hanya sebagai tempat tidur (bermalam) maka ini menyalahi tujuan dibangunnya mesjid tersebut. Masjid dibangun untuk ditegakkan shalat di dalamnya, membaca al-Qur'an dan thalabul ilmi. Akan tetapi (sekali lagi) tidak mengapa jika terkadang seseorang menjadikannya sebagai tempat untuk tidur".[51] Kelima: Mabit Ibnu Abbasradhiallahu anhuma di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di rumah Maimunah radhiallahu anha untuk mengambil beberapa faidah-faidah ilmu dan amalan sunnah dari beliau[52] Keenam: Mabit Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslamy di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Imam Muslim meriwayatkan dari Rabi'ah bin Ka'ab al-Aslamy, ia berkata: "Akupernahbermalambersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan aku melayani beliau pada setiap kebutuhan dan menyiapkan air wudhunya. Lalu beliau berkata padaku: "Mintalah !". Maka aku berkata: "Aku minta dapat bersamamu di dalam surga.....". Ketujuh: Mabit Salman al-Farisy radhiallahuanhu di rumahAbu Darda' radhiallahuanhu, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Kedelapan: Mabit Abdullah bin Amr binal-Ash radhiallahuanhuma di rumah salahseorang yang dikatakan olehNabi shallallahu alaihi wasallam sebagai penduduk surga, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal.
  • 14. Kesembilan: Berkata Abu 'Ishmah 'Ashim bin'Ashim al-Baihaqy: "Aku pernahbermalam bersama Imam Ahmad bin Hambal. Lalu beliau datangmembawa air danmeletakkan (di dekat tempat tidurku). Tatkalafajar menjelang,beliau melihat ke arah air (yang ia sediakan semalam) dan ternyatabelum berubah sedikit pun. Maka beliau berkata denganheran:"Subhanallah, seorang yang menuntut ilmu, namun ia tidak memiliki wirid (amalan shalat dan selainnya) di waktu malam!?".[53] Kesepuluh: Berkata seorang yang berasal dari Qais, kunyahnya adalah Abu Abdillah: "Kami pernah mabit (bermalam) di sisi Hasan al-Bashri. Lalu beliaubangkit padawaktu malam danshalat. Ia terus menerus mengulang-ulang ayat ini hingga menjelang fajar, yakni: "Jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan sanggup (menghitungnya)….".[54] Dari keterangan haditsdan atsar para salaf serta fatwa ulama AhluSunnah mu'tabar, maka jelas bagi kita bahwa amalan mabit (atau bermalam) bersama khususnya bersama orang-orang shaleh untuk saling mengingatkan, mengambil manfaat ilmu dan amalan serta muhasabah diri, merupakan sunnah para salafussalih, dan bukan perkara baru. Bahkan seluruh riwayat-riwayat yang kami ketengahkan tersebut diungkapkan dengan istilah bittu, atau bitnaa yang merupakan pecahan-pecahan dari kata mabit. Dan dari sini pula terjawab sudah syubhat yang dilontarkan oleh salahsatu majalah Islam yang menyatakan bahwa amaliyah mabit termasuk dalam perkara bid'ah[55]. Apalagi, persoalan Mabit ini telah kami tanyakan secara langsung kepada Fadhilatus Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin, murid Fadhilatus Syaikh al-Allamah Abdulllah bin Abdul Aziz bin Bazrahimahullah dan beliau menganggapnya sebagai sesuatu yang baik sekali.[56] Alhamdulillah. 4. MENJAWAB SYUBHAT Pembaca budiman, seperti biasa, segala kegiatanyang lakukan WI selalu diteropongoleh ikhwah "salafi", untuk mengais-ngais dalih agar dapat mendepakWI dari barisan dakwah Ahlu Sunnah.Termasukdi dalamnya, wasilahyang kami gunakan untuk membina dan mentarbiyah pemuda–pemuda Islam agar menjadi generasi yang tangguh.Olehnya, dalam poin ini kami akan sebutkan beberapa syubhat yang ramai dilontarkan kelompok "salafi" beserta jawabannya :  Tasyabbuh Dengan Ikhwanul Muslimin ` Syubhat ini sering dibidikkan kelompok"salafi" terhadap Tarbiyah Marhaliyahyang merupakan sarana pembinaanpemuda–pemudaIslam, yang kemudian dikaitkan dengansabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallamdari sahabat Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma: "Man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum", [Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan kaum tersebut][57], maka kami katakan sebagai berikut: Pertama, sebuah atsar dari Abu Burdah radhiallahu anhu yangdi riwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah: "Hikmah adalah barang hilang seorang mukmin, hendaknyadia mengambilnyadi mana saja dia mendapatkannya".[58]Maka bertolakdari atsar di atas, bukanlah suatu aib bagi kita untuk mengambil hikmah atau sesuatu yang baik dari kelompok yang b erselisih dengan kita. Dan kami memandang bahwa Tarbiyah Marhaliyah merupakan sarana yang efektif untuk membina dan membentuk pemuda –pemuda Islam. Kedua, Sikap kami terhadap gerakan dakwah Ikhwanul Muslimin jelas, bahwa mereka adalahsaudara-saudara kami dalam perjuagan agama ini, dan tergolong paling dekat dengan dakwah AhluSunnah, kendati terdapat beberapa kekeliruan pada mereka sebab kapasitas mereka sebagai manusia mangharuskan adanya kesalahan dan kekeliruan.[59]
  • 15. Ketiga, Sepanjang pengetahuankami, tidak ada tahdzir khusus dari para ulama Ahlus Sunnah terkait model pembinaan Ikhwanul Muslimin. Seandainya model pembinaanseperti ini bermasalah, maka tentu para ulama tidakakan tinggal diam danpasti akan menjelaskan cacatnya. Keempat, taruhlah kami bertasyabbuh denganIkhwanul Muslimin dalam masalah ini, maka sungguh seluruh dunia Islam termasuk kelompok“Salafy” juga terjatuh dalam masalah ini. Banyaksekali sarana dakwah yang tersebar pada saat ini, mulanya berasal dari ikhwanul muslimin. Siapakah yangmempopulerkan seminar, bedahbuku, dauroh–daurohdan selainnya, kecuali dari Ikhwanul Muslimin?, Bahkan, kaum muslimin pada saat ini jatuh dalam tasyabbuh bil kuffar (jika menggunakan kaidah mereka), melalui sistem SKS [sistem kredit semester] yang diadopsi olehUniversitas–Universitastimur tengah (di antaranya universitasIslam Madinah) dari sistem barat yang kafir??  Sirriyah Syubhat ini termasukpaling sering dikemukakan kelompok "salafy" terhadap Tarbiyah bermarhalah, dengan asumsi pembinaan model seperti ini dilakukan dengansembunyi–sembunyi, penuh kerahasiaan, dengan memasukkan sandal, dan lain sebagainya. Asumsi lainnya,pembinaan seperti ini mencegat mutarabbi tingkat bawah mengikuti materi Tarbiyah tingkat yang di atasnya, misalnya mutarabbi Marhalah Ta'rifiyah tidak dibolehkan mengikuti materi di marhalah takwiniyah, dan seterusnya. Dengan memohon pertolongan Allah Ta'ala kami katakan sebagai berikut: Pertama, untukasumsi pertama, maka kami jawab, bahwasirriyah dalam konteks seperti yang dikatakan di atas, selama sepuluh tahun belakangan sudah tidakada lagi. Bahkan kami yangtelah bergabungdalam dakwah dan Tarbiyah WI selama kurang lebih 17 tahun (terhitung sejaktahun 1993) tidakpernah mengalami apa yangdigambarkan tersebut. Kalau tokh benar, boleh jadi itu terjadi pada masa- masa kuatnya tekanan Orde Baru terhadap segalapergerakan dakwah. Dimana setiaphalaqah-halaqah ta'lim, pertemuan umum hingga pengajian-pengajianyang sifatnya umum beradadi bawahtekanan dan intimidasi kekuasaan saat itu. Dan jika kita menengoktarikh dakwah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka kita akan dapatkan bahwa sirriyah merupakan satu diantara marhalah da'wah yang pernah diaplikasikan oleh beliau, yang tentunya dipantikoleh keadaan dansi tuasi saat itu, yakni di rumahsahabat Arqam bi Abi Arqam radhiallahu anhu, yang kemudian dikenal dengan Darul Arqam. Dan hal ini-puntidakada kaitannyadenganbaikdan buruknya manhaj sebuah dakwah. Bahkan kalau mau jujur, pengajian-pengajiankelompok"salafy" yangdiadakan di rumah-rumah pun sangat tertutup dan tidak sembarang orang bisa ikut nimbrung dalam pengajian tersebut. Kedua, untuk asumsi kedua, kami katakan, bahwa mengkhususkan ilmu pada sebagian orang adalah salah satu sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam, di bawah ini kami nukilkan beberapa perkataan ulama salaf terkait masalah tersebut : a). Berkata imam Bukhori rahimahullah: [Bab seseorang yang mengkhususkan suatu kaum dengan ilmu tanpa kaum yang lain karena ditakutkan mereka tidak memahami]. ُ‫ه‬ُ‫ُول‬‫س‬ َ‫ر‬ َ‫و‬ ُ َّ‫اَّلل‬ َ‫ب‬َّ‫َذ‬‫ك‬ُ‫ي‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫ُّون‬‫ب‬ ِ‫ح‬ُ‫ت‬َ‫أ‬ ، َ‫ون‬ُ‫ف‬ ِ‫ر‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬ َ‫اس‬َّ‫ن‬‫ال‬ ‫وا‬ُ‫ِّث‬‫د‬َ‫ح‬ : ٌّ‫ِى‬‫ل‬َ‫ع‬ َ‫ال‬َ‫ق‬ Ali bin Abi Thalib radhiallahuanhu berkata: "Berbicaralah kalian dengan manusia sesuai yang mereka pahami, apakah kalian ingin Allah dan Rasul-Nya didustakan?".[60] b). Perkataan Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu: ِ‫ض‬ْ‫ع‬َ‫ب‬ِ‫ل‬ َ‫َان‬‫ك‬ َّ‫ال‬ِ‫إ‬ ْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ول‬ُ‫ُق‬‫ع‬ ُ‫ه‬ُ‫غ‬ُ‫ْل‬‫ب‬َ‫ت‬ َ‫ال‬ ‫ا‬ً‫دِيث‬َ‫ح‬ ‫ا‬ً‫م‬ ْ‫و‬َ‫ق‬ ٍ‫ِّث‬‫د‬َ‫ح‬ُ‫م‬ِ‫ب‬ َ‫ت‬ْ‫ن‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫م‬ : َ ٍ‫ود‬ُ‫ع‬ْ‫س‬َ‫م‬ َ‫ْن‬‫ب‬ ِ َّ‫اَّلل‬ َ‫د‬ْ‫ب‬َ‫ع‬ ‫قال‬‫َة‬‫ن‬ْ‫ت‬ِ‫ف‬ ْ‫م‬ِ‫ه‬
  • 16. "Tidaklahengkau berbicarasesuatu pada suatu kaum yang akal mereka tidak memahaminya, melainkan akan mendatangkan fitnah bagi sebagian mereka".[61] c). Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan: kedua puluh: [Bolehnya mengkhususkan sebahagian manusia dengan ilmu tanpa sebagian lainnya]. Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimin berkata ketika menjelaskan perkataan ini : Hal ini disebabkan karena Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam mengkhususkan bagi Mua'adz ilmu yang tidak di ketahui oleh Abu Bakar, Umar , Utsman dan Ali,maka diperbolehkan bagi kita untukmengkhususkan ilmi untuksebahagian manusia, yang mana jika sebahagian manusia kamu ajarkan ilmu (yang tidak mereka pahami ) maka akan terfitnah [62] d). Fadhilatus Syaikh Sholih al-Munajjid hafidhahullah menceritakan tentang siroh Syaikh al-Allamah Muhammad bin Ibrahim rahimahullah: Beliau memiliki tiga majlis,mengajar tiga mustawayat ( tingkatan ), untuk penuntut ilmu yang sudah lama satu pelajaran, untuk yang pertengahan satu pelajaran, dan untuk penuntut ilmu yang pemula juga satu pelajaran, dan jika beliau melihat ada seorang penuntut ilmu yang baru duduk di majlis penuntut ilmu yang lama maka beliau akan mengusirnya dan menghardiknya. Pembaca budiman, sebagai penutup kami ketengahkan perkataan Fadhilatus Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al- Utsaimin rahimahullah berkenaandengan masalahwasaail dakwah, serta bantahan beliauterhadap pemuda-pemuda semisal al-akh Abu 'Aqilah yang datang dengan syubuhat yang sama semisal apa yang disinggung oleh Fadhilatus Syaikh. Pertanyaan: Fadilatus Syaikh, sebagian sekolah saat ijazah musim panas (liburan panjang) menjelang, membuka al-Marakiz as- Shaifiyyah(perkemahan untukmengisi liburanpanjang) untuk memanfaatkan waktu para pemuda yang senang keluyuran di jalan, pada perkara-perkara yang baikberupa ceramah, diskusi, perlombaan-perlombaandan selainnya berupa hal-hal yang positif. Dan kadang pula, dalam perkemahan ini para pemudaakan bermain sepakbola serta pertunjukan-pertunjukan sandiwara. Akan tetapi, ada sebagianpemuda lantasberkata: "Perkara ini tidakpantasdan tidakboleh, sebab ia bukan thariqah (metode) Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Yang wajib adalah,pelajaran-pelajaran ini harus dilakukan di masjid !?". Mereka juga menambahkan, "Bahwasanya wasaail (sarana) dakwah itu tauqifiyyah". Akibatnya, banyak dari kalangan pemuda yang ragu dan terpengaruh". Kami mohon dari anda, wahai Syaikh taujih (penjelasan) yang cukup danbaikdalam hal ini,untukmembedakan antara wasilahdan tujuan, agar perkara ini menjadi jelas, semoga Allah Ta'ala memberi pahala bagi Anda, dan Jazakumullah khairan". Syaikh al-Utsaimin menjawab: Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji Bagi Allah, Shalawat dan Salam semogasenantiasa tercurah atasNabi kita Muhammad, keluarga, sahabat, dan orang -orang yang mengikuti mereka dengan baikhinggahari kiamat kelak. Tidak diragukan, bahwa upaya pemerintah dalam pembentukan al-marakiz al-shaifiyah ini patut disyukuri. Sebab dengan adanya al-marakiz ini, maka ia dapat mencegah kerusakan dan fitnah yang besar. Jika seandainya para pemudaitu yangjumlahnya sangat banyakjustru memenuhi pasar-pasar, keluar menuju tempat hiburan, gurun-gurun sahara, bukit dan pegunungan-pegunungan, maka apa yangada dalam benakkalian berupa keburukan yang bakal terjadi pada mereka? Saya yakin, bahwa setiap manusia yangberakal mengetahui kenyataan bahwa akan terjadi musibah pada para pemuda tersebut berupa penyimpangan,kerusakan akhlak, pemikiran yangnyeleneh, dan selainnya. Akan tetapi al-marakiz ini –alhamdulillah- dapatmenjaga kebanyakan dari para pemuda, dansaya tidakmengatakan lebih banyakdari para pemudadan tidakpulaseluruh kaum muda sebagaimana
  • 17. kenyataanya. Dan mereka para pemuda itu dapat memetik kebaikan yang sangat banyak berupa undangan pada seorang ulama untuk mengetengahkan padamereka ceramahagama yang akan menjadi bekal ilmuyang banyak, nasehat yangbermanfaat,kasih-sayang antara pemuda dan masyaikh, dan semua ini, tidak diragukan lagi padanya meshlahat sangat besar. Adapun yang dilakukan untukmenghibur diri, berupapermainansebakbola, pertunjukan sandiwara -sandiwara dan yang serupa demikian, maka ini termasuk dalam kategori hikmah, sebab jiwa jika dipaksa untuk terus bersungguh-sungguh pada setiap waktu dan keadaan maka ia akan bosan dan lemah. Perhatikan contohpara sahabat radhiallahuanhu, yang mengatakan: "Wahai Rasulullah, jika kami berada di sisimu dan engkau menyebutkan tentang surga dan neraka, maka sungguh kami seakan -akan menyaksikannya dengan mata kami. Akan tetapi jika kami pulangke rumah-runah kami,lalu bercanda dengan keluarga dan anak-anak, kami pun menjadi lupa". Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Sa'atan,sa'atan",maknanyasekali -kali demikian dankali lain demikian pula …. Olehnya, memberikan jiwa bagiannya berupa kesenangan yang dibolehkan, tidak diragukan lagi merupakan puncak dari hikmah itu. Kemudian, bahwasanya bermainsepakbola itu disamping sebagai hiburan dan dapat menghilangkan keletihan jiwa, maka padanya juga terdapa t faidah bagi tubuh, sebab iadapat lebih mengaktifkan dan menguatkannya. Akan tetapi wajib menjaga hal -hal sebagai berikut: Pertama, hendaknya meninggalkan apa yang dilakukan oleh sebagianorang-orangjahil berupa mengenakan celana pendek, sebab ia tidak boleh. Sebab memang tidakboleh bagi pemudaIslam mengenakan celana pendek; jika kita katakan bahwa paha itu aurat, maka perkara ini jelas. Aurat tidakboleh diperlihatkan dan tidakbolehmemandang padanya. Namun jika kita tidakkatakan sebagai aurat, maka menyingkap paha seorang pemuda dapat menyebabkan fitnah bagi sebagian yang lain. Dan mafsadat ini wajib untuk dit inggalkan. Kedua, hal itu tidak menyebabkan keluarnya kata-kata kasar dan kotor berupa caci maki dan selainnya, sebab apa saja yang dapat menyampaikan pada perbuatan mengeluarkan kata-kata kotor dapat menghancurkan muru'ah, dan ini tidak boleh. Ketiga, tidak menyebabkan pelakunya melakukan perbuatanyang menafikan muru'ah, sebagaimana yangterjadi padasebagian para pemain sepak bola, jika salah seorang dari mereka berhasil mencetakgol, maka ia akan digendong, dipeluk, diangkat di atas pundak dan sebagainya berupa perubuatan-perbuatan yang menafikan muru'ah. Sebab seluruhperbuatan-perbuatan ini berasal dari negara-negara yangtidakmengenal muru'ah dan agama …. Adapun perkataan seseorang, bahwa tempat memberi nasehat itu harus dimesjid, maka ia benar. Namu n apakah Rasul shallallahualaihi wasallam tidakmemberi nasehat kepadamanusia kecuali hanya di dalam masjid? Tidak, bahkan beliau memberi nasehat pada mereka di masjid,pasar, dalam keadaansafar, beliau jugapernahmembuat perjanjian hari padapara wanita untuk memberi nasehat pada mereka, lalu beliau mendatangi mereka di rumah salah satu dari mereka. Benar, tempatmemberi nasehatadalahdi masjid-masjid,dan ini adalah asalnya. Akan tetapi tatkala kebutuhanmengharuskan memberi nasehat pada selain(masj id) maka hendaklah memberi nasehat padanya…. Saya katakan pada saudara yang menyampaikan keberatan ini (bahwanasehat harusdi masjid): "Wajibbagi seseorang memiliki pemahaman dan ilmu, serta menempatkan perkara-perkara pada tempatnya, dan tidak boleh melihat sesuatu dari satu sisi saja, atau melihat dari atasloteng. Bahkan hendaknya manusia itu paham danmengukur segala perkara dengan tepat. Disamping melihat apa -apa yang dapat mendatangkan mashlahat dan mafsadat dari perbuatan-perbuatan. Dan kaidah bagi syariat yang kamil yakni: Mengambil manfaat dan mencegah mudharat, dimana al-marakiz tersebut telah mendatangkan mashlahat dan mencegat mafsadat…. Kami juga mengingatkan pada saudara ini:Tolong berpikirlah dalam setiapperkara, dan ketahuilah bahwa agama itu lebih luas dari apa yang engkau
  • 18. pikirkan, lebih luasdari akalmu, dan ia datang dengansegalamashlahatdari arah mana saja, selama tidak mengandung mudharat yang setaraf atau yang lebih besar dari (manfaatnya), maka ia dilarang. Sedang perkataan anda, bahwa wasaail dakwah itu tauqifiyyah, maka dari sisi kalimatnya saja, yakni wasaail (sarana) sudah menunjukkan bahwa ia bukan tauqifiyyah. Selamaia berposisi sebagai wasilah, maka kita dapat menggunakannya selama bukan perkara diharamkan, demikian pula kita gunakan kendati tidak disebutkan jenisnya dalam syari'at, selama bukan perkara haram, sebab wasilah baginya hukum tujuannya. Bukankah saat ini untuk menyampaikan pada manusia kita menggunakan pengeras suara?! Dan ia termasuk wasilah. Apakah ia (pembesar suara) tersebut ada pada zamanNabi shallallahu alaihi wasallam?! Jawabannya pasti tidak ada. Bukankah kita menggunakan kacamata untuk membaca buku-buku untuk tujuan memperbesar huruf-hurufnya?! Dan ini merupakan wasilah untuk membaca buku-buku serta mendapatkan ilmu darinya. Maka apakah (kacamata) ini ada pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam?...olehnya,selamakita menetapkan iasebagai wasilah, maka kita harusmelihatpadatujuannya.Jika wasilah diharamkan, maka ia menjadi haram secara zatnya … maka saya menyambut al-marakiz al-shaifiyyahtersebut, danmenurut pendapatku ia termasuk kebaikan pemerintah, serta aku menganjurkan para pemimpin-pemimpin untuk mengikutsertakan anak-anak mereka padanya…. Dan perlu saya ulangi, khususnya bagi para thullabul ilmi, hendaknya thullabul ilmi itu memiliki pikiran luas, serta pemikiran mendalam. Tidak boleh mengambil perkara sesuai zahirnya dan satu sisinya saja. Namun hendaklah ia melihat Maqashidus Syari'ah (tujuan-tujuandari syari'at), danapa yang dilahirkan olehnya berupa kebaikan hamba. Demikianpula hendaknya ia tidak mencegat segala apa yang dapat mendatangkan kebaikan atau apa yang dapat mencegat bagi mafsadat yang lebih besar, kecuali jika terdapat nash yang melarangnya".[63] Demikian sekilaspemaparanilmiyahakan landasan yang dijadikan pijikan oleh WI dalam merumuskan sebuah wasilah dakwah ilallah demi terwujudnya izzul Islamwal muslimin. Dan akhir dari seruan kami, segalaPuji Bagi Allah Rabbseru sekalian Alam. Shalawatdan salam semoga senantiasa tercurah atasjunjungan kita Nabi besar Muhammad shallallahu alaihi wasallam, keluarga, para sahabat dan segenap pengikutnya hingga hari kiamat kelak. Wallahu a'lam bis Showab. [1] . Mulanya, istilah tarbiyah menjadi dilema bagi kelompok “ salafy”. Alasannya, karena yang mula memomulerkannya dalam medan dakwah adalah gerakan Ikhwanul Muslimin. Akan tetapi, kala ulama-ulama Ahlu Sunnah menggunakan istilah ini, utamanya setelah Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albani rahimahulloh beredar, "at-Tarbiyah wa at-Tashfiyah", barulah istilah ini diterima oleh mereka. [2] . Misalnya, dalam pengantarnya penulis risalah mengatakan: "Namun kami berharap suatu hari Allah menambahkan ilmu-Nya untuk membuat tulisan yang berisikan nasehat kepada setiap kelompok yang menyimpang dari jalan salaf….". yang dipahami dari ibarat ini, bahwa Allah Ta'ala yang menambah ilmu bagi diri-Nya untuk menuliskan nasehat bagi mereka yang menyimpang dari jalan salaf!?. Ta'alallahu amma yaquul. Ini masih pada muqaddimah. Silahkan pembaca menengok sendiri ibarat-ibarat yang sulit dipahami yang berserakan dalam risalah sederhana tsb. [3] . Misalnya, penulis membangun risalah sederhananya hanya berlandaskan sms dengan salah seorang kader "biasa" WI, juga keterangan dari satu atau dua orang asatidzah (melalu sms) yang kemudian disalahpersepsikan. Alangkan lebih bijak dan ilmiyah, jika sebuah risalah untuk "menasehati" kekeliruan
  • 19. sebuah lembaga besar disusun berdasarkan interview langsung ke pusat lembaga tersebut, bertanya dan melihat secara langsung, dan bukan hanya mereka- reka sesuai dengan pengalaman, lantaran pernah belajar di dalamnya. [4] . Misalnya, sudah jelas penulis mengakui bahwa pihak WI berkeyakinan bahwa Tarbiyah Bermarhalah itu termasuk wasilah da'wah yang sifatnya ijtihady. Lalu kemudian penulis datang dengan logika, "Dengan penjelasan di atas timbul pertanyaan besar, Siapa ulama Ahlu Sunnah yang telah berfatwa bahwa Tarbiyah Bermarhalah masuk dalam ruang Khilafiyah Ijtihadiyah?? InsyaAllahmereka tidak akan mampu menjawab, kenapa? Karena para ulama salaf tidak mengenal metode bid'ah seperti ini? Lalu siapa yang telah lancang berijtihad akan bolehnya metode dakwah seperti ini? Jangan-jangan semua ini hasil ijtihad Dewan Syuro mereka ?? atau memang ustadz-ustadz mereka telah memenuhi syarat untuk menjadi seorang mujtahid??" (Lihat: NBPPMTB, hal. 10). Kalau menggunakan logika akh Abu 'Aqilah ini, akan muncul pula pertanyaan serupa, "Siapa ulama Ahlu Sunnah yang berfatwa bahwa bedah buku, seminar, dauroh, mukhayyamat da'wiyah dan sebagainya masukdalam ruang Khilafiyah Ijtihadiyah??", Apakah para ulama salaf sebelumnya mengenal bedah buku, seminar, dauroh, mukhayyam da'wiyyah, kelas-kelas pembelajaran dan lain sebagainya?? Padahal merupakan perkara mubazzir, jika para ulama menghabiskan waktu mentafshil (merinci) satu persatu seluruh sarana-sarana dakwah yang pada asalnya dibangun di atas ijtihady, sebagiamana dalam perkara mu'amalah yang berkembang sejalan dengan perkembangan zaman. Sejatinya, pertanyaan yang harus diketengahkan oleh sang penulis adalah, "Siapa ulama Ahlu Sunnah yang melarang Tarbiyah Bermarhalah, dan apa dalil pelarangan tersebut??". Atau kami akan balik bertanya pada sang penulis: "Siapakah ulama ahlus sunah yang menfatwakan bahwa wasilah ini (Tarbiyah Bermarhalah) tidak masuk dalam kategori khilafiyah ijtihadiyah?? ataukah penulis menganggap bahwa tidak diperlukan fatwa seorang mujtahid untukmenganulir wasilah ini dari ranah khilafiyah ijtihadiyah?, sebab ia telah merasa diri telah sampai pada derajat seorang mujtahid sehingga boleh saja baginya menganulir wasilah ini dari ranahkhilafiyah ijtihadiyah? Sebab, penulis tidak menyebutkan dalam artikelnya fatwa ulama yang tidak memasukkan tarbiyah bermarhalah dalam ranah khilafiyah ijtihadiyah. (alhamdulillah, syubhat yang dilontarkan oleh penulis ini dapat dijawab dengan fatwa Syaikh al-Utsaimin dalam pembahasan masalaha "Pembagian Halaqah-Halaqah Tarbiyah". [5] . Misalnya, klaim bahwa risalahnya tersebut telah begitu mantap hingga tak ada yang bisa menjawabnya, "InsyaAllah mereka tidak akan mampu menjawab, kenapa? Karena para ulama salaf tidak mengenal metode bid'ah seperti ini? Dan pernyataanghurur kekanak-kanakan ini diulang beberapa kali dalam artikelnya!?. [6] . Misalnya, penulis risalah ini berkata: "Khilafiyah Ijtihadiyah adalah salah satu kaidah fiqhi yang bermakna perbedaan pendapat yang mu'tabar (dianggap) dan tidak ada dalil jelas yang menguatkan salah satu pendapat, sehingga para ulama berijtihad dengan pendapat mereka untuk memilih mana yang lebih kuat". (Lihat: NBPPTB, hal. 10). Sepanjang pengetahuan kami, wallahu a'lam, tidak ada kaidah fiqhi yang bernama Khilafiyah Ijtihadiyah itu !??". [7] . Lihat: Majmu’ al-Fatawa, III/358. Program al-Maktabah al-Syamilah. [8] . Muhadharah ini didengarkan langsung oleh salah seorang ikhwah saat perkuliahan di Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah al-Munawwarah. [9] . Lihat: al-Furusiyah, hal. 83. Program al-Maktabah al-Syamilah. [10] . Lihat: Maqayiis al-Lughah, Abul Husain Ibnul Faris, VI/83. Program al-Maktabah al-Syamilah. [11] . Lihat: Tahdzib al-Lughah, IV/320, Mukhtar as- Shihaah, I/341, as- Shihaah Fi al-Lughah, II/278. Program al-Maktabah al-Syamilah. [12] . Lihat at-Ta'rifat, hal. 84 , Mukhtar as- Shihaah, I/341, as- Shihaah Fil Lughah, II/279. al-Maktabah al-Syamilah.
  • 20. [13] . Lihat: al-Hikmah Fid Da'wat Ilallah, Dr. Sa'id bin Ali al-Qahthany, h. 103. [14] . Untuk lebih jelasnya, silahkan ruju' kitab al-Hikmah fi ad-Da'wati Ilallahi, hal. 103 -105. [15] . Dari sini jelas bagi kami kesalahan persepsi Ust. Amiruddin Abdul Jalil, Lc hafidzahullah akan pernyataan Ust. Ilham Jaya, Lc dan Ustadz Yusran Anshar, Lc dalam hal Tarbiyah Marhaliyah. Kalau beliau kaget dengan jawaban kedua Ustadz yang zahir lafadz-nya berbeda, maka kami lebih kaget lagi dengan pertanyaan seputar dalil Tarbiyah Bermarhalah. Sebab, sebagaimana kami yakini melalui fatwa dan penjelasan para ulama, bahwa wasail dakwah itu dibangun atas ijtihad, maka termasuk diantaranya wasilah yang bernama Tarbiyah Bermarhalah ini. Lantaran ia merupakan salah satu dari wasilah- wasilah da'wah, maka hukum asal baginya adalahjawaz (boleh) hingga ada dalil dan keterangan yang melarangnya. Olehnya, kami melakukan klarifikasi pada kedua ustadz tersebut akan hal ini. Adapun maksud ucapan Ust. Ilham bahwa hukum tarbiyah bermarhalah itu seperti hukum muamalah yang dibangun di atas hukum asal al-jawaz (boleh) hingga ada dalil yang melarangnya. Sedang maksud ucapan Ust. Yusran sebagai ibadah ghairu mahdhah, sebab tidak ada dalil khusus yang menyatakan ia sebagai ibadah, namun dapat menjadi ibadah jika diniatkan sebagai ibadah, sebagaimana pada hal mu'amalah tersebut dan bukan bagi hukum asal ibadah ghairu mahdhah tersebut. Jadi tidak ada perbedaan dari kedua penyataan di atas. Walhamdulillah. [16] . Lihat Tahdzib al-Lughah, IV/289, al-Muhithu Fi al-Lughah, II/263. al-Maktabah al-Syamilah. [17] . Lihat: al-Hikmah Fi Da'wah Ilallahi, h. 102. [18] . Untuk lebih jelasnya, silahkan ruju' kitab al-Hikmah Fi ad-Da'wati Ilallahi, hal 103. [19] . Perhatikan ungkapan Syaikh al-Utsaimin rahimahullah ini, bahwa hukum asal wasilah da'wah adalah boleh, selama bukan pada sesuatu yang diharamkan Allah Ta'ala. Abu 'Aqilah dalam artikelnya, berusaha memaksa bahwa Tarbiyah Bermarhalah itu masuk dalam uslub dan bukan wasilah. Bahkan ia mengqiyaskan dengan Jama'ah Tabligh, bahwasanya jika kita katakan Tarbiyah Bermarhalah itu boleh, maka kita pun akan mengatakan bahwa khuruj-nya jama'ah tabligh untuk dakwah itu juga boleh? Olehnya, kami akan ajukan pertanyaan pada penulis risalah sederhana ini, "Siapa yang melarang kita untukkeluar berdakwah?? Siapa yang mengingkari bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam mengutus para sahabatnya keluar berdakwah ke luar Jazirah Arabiyah juga para khulafa' al-Rasyidin? Siapa yang mengingkari kisah Mus'ab bin Umair yang keluar berdakwah dari kota Mekkah ke Madinah lalu masuk ke kampung-kampung suku suku Aus dan Khazraj?? Pada asalnya, keluar dari rumah atau kampung untuk berdakwah adalah sesuatu yang harus bahkan dituntut. Adapun yang menjadikan metode Jama'ah Tabligh menyimpang adalah bukan zat khurujnya, akan tetapi apa-apa yang menyertai khuruj itu berupa amal-amal bid'ah, pembatasan diri pada buku-buku tertentu, dan pelaziman sesuatu yang tidak dilazimkan oleh syari'at, termasuk mejadikan waktu-waktu khuruj tersebut sebagai sesuatu yang lazim. Kalau seandainya zat khuruj itu yang bid'ah dan terlarang, tidak mungkin Syaikh al-Utsaimin dan Syaikh bin Baz menganjurkan keluar (khuruj) bersama mereka (khususnya Jama'ah Tabligh yang berasal di Saudi) untuk tujuan mengajarkan mereka agama dan meluruskan hal-hal yang menyimpang padanya (huruf tebal, kami dengar langsung dari Fadhilatus Syaikh Prof. Dr. Abdullah al-Jibrin hafidzahullah). Dan alhamdulillah, metode Tarbiyah Bermarhalah sangat berbeda dari wasilah ini. Sebab ia bukan sesuatu yang lazim dan tidak boleh tidak harus. Banyak keluwesan dan kelapangan padanya demi terwujudnya tujuan dari dakwah tersebut. [20] . Lihat: Fatawa Islamiyah, IV,372. [21] . Lihat: al-Fatawa al-Tsuliyah, I/42. [22] . Liqoat al-Baab al-Maftuuh, Juz 222/36.
  • 21. [23] . Yang aneh, justru beliau sangat heran dengan perkataan ini. "Bagaimana mungkin wasail (sarana) dakwah itu tauqifiyyah??, bahkan beliau menegaskan, tinggalkan semua apa yang diucapkan (seputar wasilah dakwah) oleh "mereka-mereka" itu (beliau sangat paham siapa yang kami maksudkan dalam pertanyaan ini. Padahal, yang kami sebutkan dalam pertanyaan tersebut adalah "ba'dhul ikhwah" atau sebagian ikhwah). Lalu beliau menambahkan, "Apa yang mereka katakan tentang fatwa Lajnah Daimah? Demikian pula dengan fatwa Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin??, yang jelas mereka menyatakan bahwa wasaail ad-Dakwah itu Ijtihadiy??". (Pertanyaan ini kami ajukan pada beliau malam jum'at tanggal 11/02/2010 M, saat pertemuan antara beliau dengan para asatizah WI di kantor PP Wahdah Islamiyah Makassar). Pendapat ini dikatakan pula oleh Samahatus Syaikh al Imam Abdul Aziz bin Baz rahimahullah. (Lihat: Qawaid Al Wasa-il Fisy Syari’ah Al Islamiyyah, hal 318, catatan kaki no. 2) [24] . Ar-Raghib al-Ashfahani, dalam Mufradat-nya, hal. 195. [25] .Lihat Tafsir al-Baidhawy, I/8. Dari definisi yang disinggung Ar-Roghib dan Al-Baidhowy sangat jelas menunjukkan, bahwa tarbiyah harus dilakukan secara berproses dan bertahap atau dengan istilah yang lazim kita gunakan, yakni secara bermarhalah. [26] . Lihat: Ushul at-Tarbiyah al-Islamiyah, Abdur Rahman an-Nahlawy, h. 13. [27] . Lihat: Madarij as-Salikin, III/306. [28] . Sebab, istilah ilmu itu jika dimutlakkan maka ia bermakna ilmu ad-dien atau ilmu agama. [29] . Lihat: Kitab al-Ilmi, I/162. [30] . Perlu pembaca sekalian ketahui, bahwa pembagian marhalah menjadi 3 tingkatan ini merupakan pembagian yang baru setelah sebelumnya pembagian tersebut ada 4 tingkatan, yakni sebelumnya ada tingkatan Tamhidiyyah. Dan ini sangat menguatkan, bahwa pembagian-pembagian tersebut hanya sebagai sarana dan wasilah untuk memudahkan proses talaqqi ilmu Syar'i, dan bukan sesuatu yang baku, kaku atau untuk maksud ta'abbud, al- Hamdulilah. [31] . Lihat: Shohih al-Bukhori, bab: al-Ilmu Qobl al-Qouli wa al-'Amali, lihat pula: Tafsir al-Qurthubi, IV/122. Ibnu Hajar al- Asqalani rahimahullah berkata: "Maksud shigarul ilmi (ilmu-ilmu yang kecil) adalah ilmu yang telah jelas masalah-masalah (hukum)nya. Sedangkan kibarul ilmi (ilmu-ilmu yang besar) adalah ilmu yang lebih pelik (hukum-hukum) darinya". (Lihat: Fath al-Bari, I/162). [32] . HR. Bukhari dan Muslim. [33] . Riwayat Bukhari. [34] . Kitabut Tauhid, bab ad-Da'watu ila as-Syahadah. [35] . Lihat: Hilyah Tholibil 'Ilmi, hal : 12. [36] . Lihat : Hilyah Thalabil Ilmi, hal. 13. [37] Beliau adalah guru besar dari seluruh para masyayikh besar Saudi kontemporer dan Mufti ‘Aam kerajaan Saudi Arabia sebelum Samahatus Syaikh Abdul Aziz rahmihullah [38] . Lihat: Majmu'ah Muhammad al-Munajjid, Mawaaqif Tarbawiyah Muattsirah min Siyar al-Ulama, Juz 33/29. al-Maktabah al-Syamilah. [39] . Nash pertanyaannya: "Fadhilatus Syaikh, menyambung pertanyaan Ust….. seputar masalah Tarbiyah tadi, maka kami ingin tambahkan satu hal, bahwa program Tarbiyah kami (WI) tersebut dibuat dalam bentuk marhalah-marhalah (berjenjang) yang tentunya untuk memudahkan dalam penyampaian ilmu tersebut, apa hukum marhalah-marhalah tersebut, ya Syaikh?". Beliau hafidzahullah menjawab: "Pembagian marhalah-
  • 22. marhalah tersebut mathlub (dituntut), bahkan terkadang sampai pada hukum wajib….". (Rekaman ada pada kami, dan pertanyaan ini diajukan pada beliau pada malam sabtu 12/02/2010 M, saat pertemuan khusus beliau dengan para asatidzah WI di kantor PP Wahdah Islamiyah Makassar). [40] . Lihat: Liqoat al-Baab al-Maftuh, 173/15. [41] . HR. Bukhari dari sahabat Utsman bin Affan radhiallahu anhu. [42] . HR. Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu. [43] . at-Tibyan fi Adab Hamalah al-Qur'an, hal. 103. [44] . Fatawa al-Kubra, V/345. [45] . Fatawa Lajnah Da-imah, IV/118. [46] . Dan ini pula yang kami dan para asatidzah dapatkan di Jami'ah-Jami'ah Islamiyah, baik Jami'ah Islam Madinah al-Munawwarah atau Ma'had al- Ulum al-Islamiyah wal 'Arabiyah (LIPIA) Jakarta. Bahwa dalam setiap semester mahasiswa diwajibkan menghapal 1 juz al-Qur'an dan dimulai dari surah al-Baqarah. [47] . HR. Ahmad, al-Musnad 1/356. al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman, no: 1998, beliau berkata: Imam al-Hakim berkata: Sanad hadits ini shohih. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, 7/155. al-Baghawi dalam Syarh al-Sunnah, 4/435. Berkata peneliti kitab At Tadzkirah Fii Ahwal al-Mauta wa al-Akhirat: Hasan mauquf. [48] . HR. Imam Ahmad, al Fath al-Rabbani 18/7. Abu Daud, no: 1464. al-Tirmidzi, no: 2914. Ibnu Majah, no: 2780. Ibnu Hibban, al-Baihaqi, dan al- Hakim, 1/553. Disepakati oleh al-Hafidz al-Dzahabi dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shohih al-Jami’, no: 8121. [49] . Persoalan ini (sesuai dengan apa yang tertera pada poin kedua tersebut di atas) telah kami tanyakan langsung kepadaFadhilatus Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin hafidzahullah pada malam sabtu, 12/02/2010 M, dalam pertemuan beliau dengan para asatidzah WI di kantor PP Wahdah Islamiyah Makassar, setelah dijelaskan secara terperinci tentang hal-hal yang berkaitan tentang masalah Mabit, maka beliau menjawab: "Ini merupakan sesuatu yang sangat baik". (Rekaman tanya jawab ada pada kami, alhamdulillah). [50] . HR. Imam at-Tirmidzi, dan beliau berkata: Hadits ini Hasan Shahih. [51] . Majmu' Fatawa wa Rasaail Ibni Utsaimin, XX/128-129. [52] . HR. Bukhari dan Muslim. [53] . Lihat: al-Madkhal Ila as-Sunan al-Kubra Li al-Baihaqi, I/429. [54] . Lihat: al-Tidzkar, al-Qurthubi, hal. 25. [55]. Mungkin mabit bid’ah yang dimaksudkan adalah ketika di dalamnya terdapat beberapa amalan mungkar dan bid’ah, seperti bercampur baur antara laki-laki dan perempuan atau adanya acara renungan / muhasabah yang kadang direkayasa agar semua peserta menangis secara bersama-sama, wallahu a’lam [56] . Hal ini ditanyakan kepada beliau pada malam Sabtu, 12/2/2010, di kantor PP Wahdah Islamiyah Makassar saat pertemuan beliau dengan para asatidzah WI. (Rekaman ada pada kami). [57] . HR. Abu Daud. [58]. Atsar ini juga diriwayatkan Tirmidzi dan Abu Daud secara marfu’ namun sanadnya lemah, tapi makna dari atsar ini didukung oleh nash-nash yang banyak, lihat : Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah no. 21010, Maktabah Asy Syamilah 26/357
  • 23. [59] . Untuk lebih jelasnya, yakni sikap kami terhadap gerakan dakwah Ikhwanul Muslimin, silahkan simak artikel "Silsilah Pembelaan Para Ulama dan Du'at". [60] . Diriwayatkan Bukhari. [61] . Diriwayatkan Muslim. [62] . Lihat: al-Qaul al-Mufid, I/34. [63] . Lihat: Liqoaat al-Baab al-Maftuh, 21/16. Sumber : http://www.alinshof.com/2010/02/tarbiyah-bermahalah-bidahkah_20.html http://almakassari01.blogspot.co.id/2016/09/tarbiyah-bermarhalah-bidah-kah-menjaw ab.html