Kabinet Djuanda adalah kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Djuanda pada masa pemerintahan parlementer di Indonesia. Kabinet ini dibentuk oleh Presiden Soekarno untuk menangani situasi politik yang tidak stabil akibat perebutan kekuasaan oleh partai-partai politik. Kabinet Djuanda berfokus pada penyatuan wilayah Indonesia dengan memperjuangkan Irian Jaya dan menetapkan batas laut teritorial Indonesia menjadi 12 mil.
2. LATAR BELAKANG
Kabinet Djuanda adalah salah satu Kabinet yang ada pada
masa Pemerintahan Parlementer. Kabinet ini merupakan kabinet
yang dipilih juga oleh Ir. Soekarno.
Terbentuknya kabinet ini dalam keadaan yanag
tidak menggembirakan karena pada saat itu Presiden
menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Bahaya karena
partai politik melakukan “dagang sapi” untuk merebut kekuasaan.
Sejak terjadinya perebutan kekuasan itu maka Soekarno
membentuk kabinet ini dengan menggunakan “Zaken Kabinet”.
Zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli
dalam bidangnya masing-masing. Zaken kabinet juga dibentuk
dengan alasan lain yaitu karena Kegagalan konstituante dalam
menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950.
4. KEANGGOTAAN KABINET
JUANDA
1Perdana Menteri : Djuanda
Kartawidjaja
1.Wakil Perdana Menteri : Hardi
Idham Chalid
J. Leimena
2. Menteri Luar Negeri : Subandrio
3. Menteri Dalam Negeri : Sanusi
Hardjadinata
4. Menteri Pertahanan : Djuanda
5. Menteri Kehakiman : GA Maengkom
6. Menteri Penerangan : Soedibjo
7. Menteri Keuangan : Sutikno Slamet
5. 9. Menteri Perdagangan : Prof. Drs.
Soenardjo
10. Menteri Perindustrian : FJ
Inkiriwang
11. Menteri Perhubungan : Sukardan
12. Menteri Pelayaran : Mohammad
Nazir
13. Menteri PU dan Tenaga : Pangeran
Mohammad
14. Menteri Perburuhan : Samjono
15. Menteri Sosial : J. Leimena
16. Menteri Pendidikan dan
6. 17. Menteri Agama : Mohammad Iljas
18. Menteri Kesehatan : Azis Saleh
19. Menteri Agraria : R. Sunarjo
20. Menteri Pengerahan Tenaga Rakyat : A.M.
Hanafi
21. Menteri Negara : FL Tobing
Chaerul Saleh
FL Tobing
Suprajogi
Wahid Wahab
Mohammad Yamin
7. PROGRAM PANCAKARYA
Membentuk Dewan Nasional.
Normalisasi keadaan Republik
Indonesia.
Melanjutkan pembatalan KMB.
Memperjuangkan Irian Barat kembali
ke Republik Indonesia
Mempercepat proses pembangunan
8. Beberapa peristiwa penting pada
masa kerja Kabinet Karya
Perjuangan Irian Barat yang dipimpin oleh
pemerinth dan digiatkan dalam aksi
pembebasan Irian Barat. Aksi ini didukung
oleh pihak militer dan alat-alat negara lainnya
bersama-sama dengan berbagai organisasi
massa, pemuda, wanita, veteran, ulama,
petani, buruh, dan lain-lain. Pada pertengahan
Oktober 1957 dibentuklah suatu panitia
dengan nama Panitia Aksi Pembebasan Irian
Barat, yang mempunyai cabang-cabangnya
hingga daerah-daerah.
9. Pendirian “Gerakan Perjuangan
Menyelamatkan Negara Republik Indonesia”
pada tanggal 10 Februari 1958 dengan Husein
sebagai ketuanya. Tujuan gerakan ini adalah
“menuju Indonesia yang adil dan makmur”.
Gerakan tersebut mengirimkan ultimatum
kepada Kabinet Karya yang berisi :
a. Pembubaran Kabinet Karya dan
pembentukan Kabinet Kerja bercorak nasional
di bawah pimpinan Hatta-Hamengku Buwana.
b. Presiden supaya kembali ke kedudukannya
yang konstitusional.
c. Tuntutan supaya dipenuhi dalam waktu 5x24
jam, bila ditolak akan mengambil gerakan
10. Pendirian “Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia” (PRRI) tepat setelah berakhirnya
masa berlaku ultimatum “Gerakan Perjuangan
Menyelamatkan Negara Republik Indonesia”.
PRRI dipimpin oleh Syafrudin Prawiranegara -
mantan Presiden PDRI- dan berkedudukan di
Bukittinggi.
Perjuangan pembebasan Irian Jaya dan
penyatuannya ke dalam wilayah NKRI
sebenarnya telah memberi kesadaran akan
perjuangan pembentukan keutuhan wilayah
negara. Kesadaran ini nampaknya turut
mendorong Kabinet Karya untuk menentukan
batas wilayah perairan atau laut teritorial
Indonesia dari 3 mil menjadi 12 mil, dihitung
dari garis pantai pada waktu air laut surut
11. DEKLARASI DJUANDA
Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara
kepulauan yang mempunyai corak tersendiri
Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini
sudah merupakan satu kesatuan
Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat
memecah belah keutuhan wilayah
Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu
tujuan :
a. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan
Republik Indonesia yang utuh dan bulat
b. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI,
sesuai dengan azas negara Kepulauan
c. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang
lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI
12. BERAKHIRNYA KABINET
DJUANDA
tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden maka bangsa
Indonsia kembali ke UUD 1945. Perubahan dalam
hal UUD dan adanya penerapan sistem Demokrasi
Terpimpin dalam rangka kembali ke UUD 1945
sehinnga demokrasi berubah dari parlementee ke
terpimpin. Secara otomatis dengan adanya
perubahan sistem ini maka presiden akan berperan
sebagai kepala Pemerintahan disamping sebagai
kepala negara, sehingga Perdana Menteri tidak
perlu ada lagi. Maka, Senin tanggal 6 Juli 1959
sehari setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli
1959, Juanda dan Kabinet Karya mengembalikan
mandat kepada Presiden. Dengan begitu maka