1. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam sebuah organisai, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja
saling terkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul
didalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi
yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan
komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam. Para manajer
bergantung kepada ketrampilan berkomunikasi mereka dalam memperoleh informasi
yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan, demikian pula untuk
mensosialisasikan hasil keputusan tersebut kepada pihak-pihak lain.
Riset membuktikan bahwa manajer menghabiskan waktu sebanyak 80 persen
dari total waktu kerjanya untuk interaksi verbal dengan orang lain.Ketrampilan
memproses informasi yang dituntut dari seorang manajertermasuk kemampuan untuk
mengirim dan menerima informasi ketika bertindak sebagai monitor, juru bicara
(Spekesperson), maupun penyusun strategi.Sudah menjadi tuntutan alam dalam posisi
dan kewajiban sebagai manajeruntuk selalu dihadapkan pada konflik. Salah satu titik
pening dari tugas seorangmanajer dalam melaksanakan komunikasi yang efektif
didalam organisasi bisnisyang ditanganinya adalah memastikan bahwa arti yang
dimaksud dalam instruksiyang diberikan akan sama dengan arti yang diterima olh
penerima instruksi demikianpula sebaliknya (the intended meaning of the same). Hal
ini harus menjadi tujuanseorang manejer dalam semua komunikasi yag dilakukannya.
Dalam hal me-manage bawahannya, manajer selalu dihadapkan
padapenentuan tuntuan pekerjaan dari setiap jabatan yang dipegang dan ditangani
olehbawahannya (role expectaties) dan konflik dapat menimbulkan ketegangan
yangakan berefleksi buruk kepada sikap kerja dan perilaku individual. Manajer yang
baikakan berusaha untuk meminimasasi konsukensi negatif ini dengan cara membuka
dan mempertahankan komunikasi dua arah yang efektif kepada setiap
anggotabawahannya. Disinilah manajer dituntut untuk memenuhi sisi lain dari
ketrampilaninterpersonalnya, yaitu kemampuan untuk menangani dan menyelesaikan
konflik.Manajer menghabiskan 20 persen dari waktu kerja mereka berhadapan dengan
konflik.
2. Dalam hal ini, manajer bisa saja sebagai pihak pertama yanglangsung terlibat dalam
konflik tersebut, dan bisa saja sebagai pihak pertama yanglangsung terlibat dalam
konflik tersebut, dan bisa pula sebagai mediator atau pihakketiga, yang perannya tidak
lain dari menyelesaikan konflik antar pihak lain yangmempengaruhi organisasi bisnis
maupun individual yang terlibat di dalam organisasibisnis yang ditanganinya.
Tulisan ini akan membahas apa yang dimaksud dengan konflik itu
sendiri,bagaimana konflik muncul dalam suatu organisasi, dan yang paling penting,
cara-cara untuk me-manage dan menyelesaikan konflik yang disebut juga
manajemenkonflik.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
3. BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN
Konflik adalah ketidak sesuaian paham antara dua anggota atau lebih yang
timbul karena fakta bahwa mereka harus membagi dalam mendapatkan sumber daya
yang langka atau aktivitas pekerjaan atau karena fakta bahwa mereka memiliki status-
status, tujuan-tujuan,nilai-nilai, atau persepsi yang berbeda. (Menurut James,A.F
stroner, dan Charles Wanker).
Konflik adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang
langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian (Stoner
dalam Wahyudi, 2006 ).
Konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-
tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam
hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat
mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi
efisiensi dan produktivitas kerja (Killman dan Thomas (1978) dalam Wijono, 1993).
Arquis dan Huston (1998) dalam Nursalam (2002) mendefinisikan konflik
sebagai masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan
pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih
B. FAKTOR PENYEBAB KONFLIK
1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat
menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial,
seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika
berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi
ada pula yang merasa terhibur.
4. 2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran
dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada
akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan
yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing
orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang
orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika
perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat
memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang
mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik
sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak
pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai
yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak
kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.
Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang
disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah
menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung
tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat
atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat,
bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena
dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
C. KATEGORI KONFLIK
Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis (1) intrapersonal; (2)
interpersonal; (3) Antarkelompok.
1. Intrapersonal
Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan
masalah internal untuk mengklarifikasi nilai dan keinginan dari konflik yang
terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran.
5. Misalnya, manajer mungkin merasa konflik intrapersonal dengan loyalitas
terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan dan loyalitas
terhadap pasien.
2. Interpersonal
Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai,
tujuan dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang
secara konstan berinteraksi dengan orang lain sehingga ditemukan perbedaan-
perbedaan. Manajer sering mengalami konflik dengan teman sesama manajer,
atasan atau bawahannya.
3. Antar kelompok (intergroup)
Konflik terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen
atau organisasi. Sumber konflik jenis ini adalah hambatan dalam mencapai
kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan), keterbatasan prasarana.
Marquis & Huston (1998) dalam Nursalam (2002) mengatakan Konflik
yang terjadi pada suatu organisasi merefleksikan konflik intrapersonal,
interpersonal dan antar kelompok. Tetapi di dalam organisasi konflik
dipandang sebagai konflik secara vertikal dan horizontal. Konflik vertikal
terjadi antara atasan dan bawahan. Konflik horisontal terjadi antara staf
dengan posisi dan kedudukan yang sama. Misalnya konflik horisontal ini
meliputi wewenang, keahlian dan praktik.
D. PROSES KONFLIK
Proses konflik dibagi jadi beberapa tahapan:
1. Konflik katen
Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) adalah suatu organisasi.
Misalnya , kondisi tentang keterbatan stap dan perubahan yang cepat. Kondisi
tersebut memicu pada ketidakstabilan suatu organisasi dan kwalitas produksi,
meskipun konflik yang ada kadang tidak nampak secara nyata atau tidak pernah
terjadi.
2. Feel konflik (konflik yang dirasakan)
Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman,
ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik
affektive. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak
merasakan konflik tersebut sebagai suatu masalah atau ancaman terhadap
keberadaannya.
6. 3. Konflik yang nampak / sengaja dimunculkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusi. Tindakan yang
dilaksakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari penyelesaian
konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar menggunakan konfetisi,
kekuatan, dan agresifitas dalam menyelesaikan konflik dalam
perkembangannya. Sedangkan penyelesaian konflik dalam suatu organisasi,
memerlukan suatu upaya dan strategi untuk mencapai tujuan organisasi.
4. Konflik resolusi
Merupakan suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang
yang terlibat di dalamnya dengan prinsip win-win solution.
5. Konflik atau aftermath
Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama.
Konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera diatasi atau dikurangi
penyebab dari konflik yang utama.
KONFLIK LATEN
Konflik yang
dialami
Konflik yang
dirasakn
Konflik yang tampak
Penyelesaian/ menejemen
konflik
Konflik aftern math
7. E. SUMBER-SUMBER DAN AKIBAT KONFLIK
F. STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
1. Avoidance (Menghindar)
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu
konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan
akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang
memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer
perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan
“Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan
tanggal untuk melakukan diskusi”.
2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan
masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini
memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka
untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat
mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat
yang pertama.
3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak
informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak
ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik
tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
4. Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang
bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua
pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi.
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai
tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat
untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.
Untuk menjelaskan berbagai alternatif penyelesaian konflik dipandang dari
sudut menang–kalah masing-masing pihak, ada empat kuadran manajemen konflik:
8. a. Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik)
Kuadran keempat ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari
konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua
belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukan
kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut. Kita tidak memaksakan keinginan
kita dan sebaliknya tidak terlalu menginginkan sesuatu yang dimiliki atau dikuasai
pihak lain. Cara ini sebetulnya hanya bisa kita lakukan untuk potensi konflik yang
ringan dan tidak terlalu penting. Jadi agar tidak menjadi beban dalam pikiran atau
kehidupan kita, sebaiknya memang setiap potensi konflik harus dapat segera
diselesaikan.
b. Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)
Kuadran kedua ini memastikan bahwa kita memenangkan konflik dan pihak
lain kalah. Biasanya kita menggunakan kekuasaan atau pengaruh kita untuk
memastikan bahwa dalam konflik tersebut kita yang keluar sebagai pemenangnya.
Biasanya pihak yang kalah akan lebih mempersiapkan diri dalam pertemuan
berikutnya, sehingga terjadilah suatu suasana persaingan atau kompetisi di antara
kedua pihak. Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi
pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah, sehingga sebaiknya
hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang membutuhkan penyelesaian yang
cepat dan tegas.
c. Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi)
Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kita kalah – mereka
menang ini berarti kita berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi
kepentingan pihak lain. Gaya ini kita gunakan untuk menghindari kesulitan atau
masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi
tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang
kita inginkan. Mengalah dalam hal ini bukan berarti kita kalah, tetapi kita
menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian yang paripurna terhadap
konflik yang timbul antara kedua pihak. Mengalah memiliki esensi kebesaran jiwa
dan memberikesempatan kepada pihak lain untuk juga mau mengakomodasi
kepentingan kita sehingga selanjutnya kita bersama bisa menuju ke kuadran
pertama.
d. Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi)
9. Kuadran pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau
bekerja sama. Tujuan kita adalah mengatasi konflik dengan menciptakan
penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua
pihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang paling lama memakan waktu karena
harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya berada di kedua
ujung ekstrim satu sama lainnya. Proses ini memerlukan komitmen yang besar dari
kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan hubungan jangka
panjang yang kokoh. Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-
masing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya
dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan
tersebut.
G. PERAN PIMPINAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK
1. Pemimpin perlu menganalisa jumlah dan tipe konflik yang terjadi dalam organisasi
sehingga bisa fokus mengatasinya.
2. Manajer kesehatan seharusnya mengevaluasi setiap level konflik yang terjadi dan
melihat apakah organisasinya kuat dalam mengahdapi konflik.
3. Ketika manajer terlibat konflik seharusnya berfikir eksplisit tentang sejauh mana
perhatian mereka terhadap organisasi.Ini menjadi salah satu kunci untuk menentukan
strategi pengelolaan konflik.Dalam negosiasi,manajer perlu menentukan dan
mengidentifikasi isu yang pasti akan dinegosiasikan.
4. Manajer seharusnya hati-hati menentukan apakah sikap dalam negosiasi telah
memenuhi standar norma sebelum bernegosiasi.
5. Manajer seharusnya tidak terlalu tertekan dalam mempersiapkan sebuah negosiasi.
6. Jika seorang manajer melibatkan pihak ketiga dalam penanganan konflik mereka
harus mengontrol proses dan hasil dari perdebatan/diskusi.