Makalah analisis kinerja keuangan kab. kulon progo tahun anggaran 2012 sampai 2015.docx
1. MAKALAH
ANALISIS KINERJA KEUANGAN KABUPATEN KULON PROGO
TAHUN ANGGARAN 2012 SAMPAI 2015
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi
Publik Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Abdul Halim, M. B. A.
OLEH :
GHIYATS FURQAN DEWANTARA (407298)
PROGRAM MAGISTER SAINS AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
APRIL 2017
2. 1GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi daerah merupakan bentuk desentralisasi yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat yang mulai diberlakukan dengan didasarkan pada Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yang didukung dengan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014. Otonomi Daerah diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan
oleh daerah otonom untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri yang
berkaitan dengan hak, wewenang dan kewajiban berdasarkan aspirasi masyarakat
(Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014). Desentralisasi adalah pemberian
kekuasaan Pemerintah kepada Pemerintah Daerah untuk melindungi, melayani,
memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakatnya (urusan Pemerintah)
(Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014). Dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004, urusan pemerintah meliputi politik luar negeri; pertahanan; keamanan;
yustisi; moneter dan fiskal nasional; dan agama.
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Pemerintah Pusat dalam
membantu mendanai pelaksanaan desentralisasi serta untuk mengurangi
disekuilibrium sumber pendanaan Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Pusat
melalui APBN mengalokasikan dana perimbangan untuk Pemerintah Daerah
menggunakan prinsip keadilan, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien
dengan meninjau faktor potensi yang dimiliki daerah otonom, kondisi yang terjadi
di daerah otonom dan berbagai macam kebutuhan yang diperlukan oleh daerah
otonom. Dana perimbangan dibagi menjadi tiga bagian yaitu Dana Bagi Hasil
(DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) (Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004).
Dengan adanya otonomi daerah tersebut maka dibutuhkan pengelolaan
keuangan daerah. Pengelolaan keuangan ini diatur dalam paket undang-undang
yang dibuat oleh Pemerintah Pusat tentang Keuangan Negara. Paket undang-undang
tersebut meliputi:
3. 2GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
dan
c. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menjelaskan tentang penyusunan
dan penetapan APBN oleh Pemerintah Pusat dan APBD oleh Pemerintah Daerah
serta kewajiban Presiden dan Pimpinan Pemerintah Daerah untuk menyampaikan
laporan pertanggungjawaban atas penggunaan APBN/APBD yang bertujuan untuk
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah yang
penyusunan laporan pertanggungjawaban tersebut harus sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintah Yang Diterima Secara Umum (SAK) yang berlaku. APBN
ditetapkan dengan undang-undang sedangkan APBD ditetapkan dengan peraturan
daerah sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003.
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Keuangan
Negara harus diselenggarakan dengan memenuhi kaidah-kaidah yang berlaku guna
tercapainya good governance. Kaidah-kaidah tersebut menurut Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 yaitu: akuntabel dengan outcome-oriented; profesionalisme;
seimbang; transparansi; dan evaluasi.
Selain paket undang-undang tentang Keuangan Negara tersebut, terdapat
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah. Keuangan Daerah dapat diwujudkan melalui APBD, yang pengelolaannya
harus secara tertib, taat pada undang-undang yang berlaku, efisien, ekonomis,
efektif, transparan dan bertanggung jawab, yang ditetapkan setiap tahunnya dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat (Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005).
Setelah implementasi APBD, Pemerintah Daerah harus menyampaikan
laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan sesuai amanat Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
4. 3GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
dengan tujuan untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan pemerintah yang setidaknya laporan keuangan tersebut meliputi:
a. Laporan realisasi anggaran;
b. Neraca;
c. Laporan arus kas;
d. Catatan atas laporan keuangan; dan
e. Lampiran laporan keuangan perusahaan negara dan badan lain.
Definisi laporan keuangan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 adalah
“laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi
yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan
adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran,
saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan ekuitas suatu
entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan
mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik,
tujuan pelaporan keuangan pemerintan adalah untuk menyajikan informasi
yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan
akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan
kepadanya”. (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010)
Laporan keuangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah dapat dijadikan
bahan evaluasi kinerja suatu Pemerintah Daerah dengan menggunakan perhitungan
rasio-rasio keuangan. Menurut Widodo dalam Halim dan Kusufi (2012), analisis
rasio keuangan berguna untuk menilai:
a. kemandirian Pemerintah Daerah dalam mendanai berbagai kegiatannya;
b. efisiensi dan efektivitas dalam merealisasikan dan membelanjakan
pendapatan daerah;
c. peran sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah; dan
d. progres pendapatan dan belanja daerah. (Widodo dalam Halim dan
Kusufi, 2012)
Menurut Widodo dalam Halim dan Kusufi (2012), masih sangat sedikit pihak
yang menggunakan rasio keuangan untuk menilai kinerja suatu Pemerintah Daerah.
Hal ini dikarenakan terdapat keterbatasan sifat dan cakupan yang disajikan dalam
laporan keuangan Pemerintah Daerah; serta penilaian keberhasilan penggunaan
5. 4GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
APBD hanya ditekankan pada tercapainya suatu target tanpa mempertimbangkan
perubahan yang terjadi dalam struktur maupun komposisi APBD (Widodo dalam
Halim dan Kusufi, 2012).
Untuk menilai rasio keuangan pada APBD, maka dalam makalah ini akan
disajikan analisis rasio keuangan dengan mengambil data keuangan dari Laporan
Realisasi Anggaran Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012-2015.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi rumusan masalah
makalah ini adalah bagaimana kinerja keuangan Kabupaten Kulon Progo pada
tahun anggaran 2012 sampai 2015?
C. Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka yang menjadi tujuan dalam
makalah ini adalah mengetahui kinerja keuangan Kabupaten Kulon Progo pada
tahun anggaran 2012 sampai 2015.
6. 5GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (ABPD) menurut Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 adalah suatu rencana anggaran yang terdiri atas
anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah
untuk jangka waktu satu tahun dengan melalui persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Penyusunan APBD didasarkan pada rencana kerja
sekaligus anggaran yang dibuat oleh setiap Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
yang bertindak sebagai pengguna anggaran (Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003).
Bastian mengungkapkan bahwa anggaran dalam sektor publik harus
memenuhi prinsip-prinsip berikut:
a. Demokratis yaitu dengan melibatkan sebanyak mungkin aspirasi masyarakat.
b. Adil, yaitu pengalokasian sesuai dengan proporsi yang tepat untuk
kepentingan masyarakat.
c. Transparan, yaitu masyarakat umum dapat mengetahui mulai dari proses
penyusunan anggaran sampai pelaporan anggaran serta pertanggungjawaban
penggunaan anggaran tersebut.
d. Bermoral tinggi, yaitu dalam pengelolaan anggaran tidak hanya sesuai dengan
undang-undang yang berlaku tetapi juga harus mempertimbangkan moral dan
etika.
e. Berhati-hati, yaitu pengelolaan anggaran tidak dilakukan secara sembarangan
karena keterbatasan dan mahalnya sumber daya.
f. Akuntabel, yaitu pengelolaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan.
(Bastian, 2001)
B. Pengelolaan Keuangan Daerah
Keuangan daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
adalah “semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala
7. 6GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”.
Untuk itu maka keuangan daerah perlu dikelola dengan baik. Pengelolaan keuangan
daerah itu sendiri sesuai dengan definisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 adalah “keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan
daerah”.
C. Laporan Keuangan Pemerintah
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, laporan keuangan
merupakan laporan yang dimaksudkan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas
penggunaan APBD. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, laporan
keuangan pemerintah adalah suatu laporan yang menyajikan informasi mengenai
posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi
dan perubahan ekuitas untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan
akuntabilitas entitas pelapor atas penggunaan sumber dana yang dipercayakan
kepada entitas tersebut serta kemampuan entitas pelapor dalam menyelenggarakan
kegiatan pemerintahan di masa yang akan datang. Jadi dapat diambil kesimpulan
bahwa laporan keuangan pemerintah merupakan laporan pertanggungjawaban atas
penggunaan APBD atau sumber dana untuk tujuan akuntabilitas dan transparansi.
Laporan keuangan Pemerintah Daerah yang berguna dan akuntabel sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 harus dapat memberikan
informasi tentang:
a. posisi dan perubahan sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas
pemerintah;
b. asal, pengalokasian dan penggunaan sumber daya;
c. kesesuaian realisasi dengan anggaran;
d. pendanaan aktivitas Pemerintah Daerah dan memenuhi kebutuhan
kasnya; dan
e. kemampuan pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatannya.
8. 7GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
Terdapat tujuh bagian yang terdapat pada laporan keuangan pemerintah
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, yaitu:
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL);
c. Neraca;
d. Laporan Operasional (LO);
e. Laporan Arus Kas (LAK);
f. Laporan Perubahan Ekuitas (LKE);
g. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
D. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Analisis laporan keuangan antara sektor privat dengan sektor publik menurut
pandangan Pramono sebenarnya hampir sama hanya subjek analisisnya saja yang
berbeda (Pramono, 2014) namun inti dari analisis laporan keuangan adalah
penilaian kinerja melalui rasio keuangan. Menurut Widodo dalam Halim dan Kusufi
(2012), nama dan kaidah pengukuran masih belum bisa disepakati karena
pengembangan penggunaan analisis rasio pada sektor publik masih jarang
dilakukan, meskipun demikian analisis melalui rasio keuangan atas APBD perlu
dilakukan (Widodo dalam Halim dan Kusufi, 2012).
Tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk pengambilan keputusan
mengenai sumber daya dan kinerja Pemerintah Daerah. Pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pengambilan keputusan tersebut melalui analisis rasio
keuangan Pemerintah Daerah adalah (Widodo dalam Halim dan Kusufi, 2012)
a. DPRD;
b. Eksekutif;
c. Pemerintah Pusat atau Provinsi; dan
d. Masyarakat dan krditur (misal pemegang obligasi pemerintah).
Beberapa rasio yang dapat digunakan untuk menilai kinerja Pemerintah
Daerah secara finansial yang bersumber dari APBD menurut Widodo dalam Halim
dan Kusufi (2012) antara lain rasio kemandirian (otonomi fiskal), rasio efektivitas
dan efisiensi, rasio keserasian, rasio pertumbuhan dan debt service coverage ratio.
(Widodo dalam Halim dan Kusufi 2012)
9. 8GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
E. Rasio Kemandirian (Otonomi Fiskal)
Menurut Widodo dalam Halim dan Kusufi (2012), rasio kemandirian
mencerminkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri aktivitas
kepemerintahannya melalui pendapatan asli daerah. Rasio ini membandingkan
pendapatan asli daerah dengan pendapatan yang merupakan transfer dari
Pemerintah Pusat maupun Provinsi serta pinjaman yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah. Semakin tinggi rasio kemadirian yang dimiliki oleh suatu Pemerintah
Daerah maka tingkat ketergantungan Pemerintah Daerah tersebut terhadap
pendanaan eksternal semakin rendah karena bisa dipastikan bahwa dalam kegiatan
permerintahannya, Pemerintah Daerah mampu mendanainya dengan pendapatan
asli daerahnya sendiri yang berasal dari pajak daerah dan retribusi (Widodo dalam
Halim dan Kusufi, 2012). Rumus untuk rasio kemandirian adalah sebagai berikut:
Rasio Kemandirian =
Tabel 1. Tingkat Kemandirian dan Kemampuan Keuangan Daerah
Sumber: Kepmendagri No.690.900.327 Tahun 1996 dalam Pramono (2014)
Kemampuan Keuangan Kemandirian (%)
Rendah Sekali 0% - 25%
Rendah 25% - 50%
Sedang 50% - 75%
Tinggi 75% - 100%
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Transfer dan Pinjaman
10. 9GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
F. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Widodo dalam Halim dan Kusufi (2012), rasio efektivitas PAD
menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam merealisasikan anggaran
pendapatan asli daerah dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan
berdasarkan potensi riil daerah. Rasio yang semakin tinggi menggambarkan
kemampuan daerah yang semakin baik. Efektivitas kinerja pemerintah akan
semakin baik jika rasio efektivitas bernilai lebih dari 1 atau 100 persen. Rasio
efektivitas PAD adalah sebagai berikut: (Widodo dalam Halim dan Kusufi, 2012)
Rasio Efektivitas PAD=
Tabel 2. Kriteria Efektivitas Keuangan Daerah
Sumber: Kepmendagri No.690.900.327 Tahun 1996 dalam Pramono (2014)
G. Rasio Efisiensi Belanja Daerah
Rasio efisiensi mencerminkan besarnya rasio realisasi belanja yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Daerah dibangdingkan dengan belanja yang dianggarkan. Rumusnya adalah
(Pratiwi: 2014)
Rasio Efisiensi Belanja Negara =
Kriteria Efektivitas Persentase Efektifitas (%)
Sangat Efektif >100
Efektif >90 – 100
Cukup Efektif >80 – 90
Kurang Efektif >60 – 80
Tidak Efektif ≤60
Realisasi Penerimaan PAD
Target PAD yang ditetapkan sesuai potensi daerah
Realisasi Belanja Daerah
Anggaran Belanja Daerah
11. 10GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
H. Rasio Keserasian
Menurut Widodo dalam Halim dan Kusufi (2012), rasio keserasian
mencerminkan pengalokasian dana untuk belanja rutin dan belanja pembangunan.
Belum terdapat penentuan rasio yang pasti untuk menentukan baik tidaknya rasio
keserasian. Namun bisa diambil kesimpulan bahwa jika belanja Pemerintah Daerah
dalam hal belanja rutin lebih besar dari belanja pembangunan maka pengalokasian
belanja belum cukup optimal. (Widodo dalam Halim dan Kusufi, 2012)
Rasio Belanja Rutin Terhadap APBD =
Rasio Belanja Pembangunan Terhadap APBD =
I. Rasio Pertumbuhan
Menurut Widodo dalam Halim dan Kusufi (2012), rasio pertumbuhan
mencerminkan kapabilitas Pemerintah Daerah dalam menjaga tingkat pencapaian
dari periode-periode sebelumnya (Widodo dalam Halim dan Kusufi, 2012). Rumus
rasio pertumbuhan PAD adalah sebagai berikut:
Rasio Pertumbuhan PAD =
J. Analisi Kinerja Keuangan Kabupaten Kulon Progo, DIY Tahun Anggaran
2012-2015
Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten Kulon Progo tahun
anggaran 2012-2015 dapat diperoleh perhitungan rasio-rasio sebagai berikut:
Total Belanja Rutin
Total APBD
Total Belanja Pembangunan
Total APBD
Total Belanja Pembangunan
Total APBD
12. 11GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
1. Rasio Kemandirian
Tabel 3. Perhitungan Rasio Kemandirian Kab. Kulon Progo
Tahun PAD
Pendapatan
Transfer
Rasio
Kemandirian
2012 74,028,663,155 790,236,567,384 9.37%
2013 95,991,512,851 886,199,003,148 10.83%
2014 158,623,927,339 934,001,271,245 16.98%
2015 170,822,326,558 1,054,106,257,006 16.21%
Sumber: Laporan Realisasi Anggaran Kab. Kulon Progo
Tahun 2012-2015 (diolah)
Dari rasio yang telah didapat maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat kenaikkan yang cukup signifikan dari tahun 2012 sampau tahun
2014 walaupun terjadi penurunan sedikit pada tahun 2015. Tetapi jika
dilihat dari pedoman tingkat kemandirian maka Kabupaten Kulon Progo
masih sangat bergantung pada pendanaan yang berasal dari Pemerintah
Pusat maupun Povinsi.
2. Rasio Efektivitas PAD
Tabel 4. Perhitungan Rasio Efektivitas PAD
PAD dari Pajak PAD dari Retribusi Jumlah Persentase
2012 Anggaran 7,420,115,963 12,021,510,570 19,441,626,533
103.41%
Realisasi 8,448,289,544 11,655,374,999 20,103,664,543
2013 Anggaran 7,633,177,800.00 13,773,670,148 21,406,847,948
110.63%
Realisasi 8,696,477,331.88 14,986,509,629 23,682,986,961
2014 Anggaran 20,447,388,962 6,776,772,693 27,224,161,655
102.66%
Realisasi 21,171,477,417 6,777,314,436 27,948,791,853
2015 Anggaran 22,867,137,517 7,994,269,739 30,861,407,256
105.29%
Realisasi 25,526,938,959 6,965,714,003 32,492,652,962
Sumber: Laporan Realisasi Anggaran Kab. Kulon Progo
Tahun 2012-2015 (diolah)
Berdasarkan rasio di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
efektivitas Kabupaten Kulon Progo dalam pengelolaan PAD sangat efektif
karena rasio pada masing-masing tahun anggaran mencapai lebih dari
100%.
13. 12GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
3. Rasio Keserasian
Tabel 5. Perhitungan Rasio Rutin
Sumber: Laporan Realisasi Anggaran Kab. Kulon Progo
Tahun 2012-2015 (diolah)
Tabel 6. Perhitungan Rasio Pembangunan
Sumber: Laporan Realisasi Anggaran Kab. Kulon Progo
Tahun 2012-2015 (diolah)
Berdasarkan rasio belanja rutin dan rasio pembangunan di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa belanja Kab. Kulon Progo masih
diprioritaskan untuk belanja rutin.
4. Rasio Efisien Belanja
Tabel 7. Perhitungan Rasio Efisien Belanja
Sumber: Laporan Realisasi Anggaran Kab. Kulon Progo
Tahun 2012-2015 (diolah)
Tahun Total Belanja Pembangunan Total Belanja Daerah Persentase
2012 149,200,323,373 881,690,249,330 16.92%
2013 123,784,984,677 964,587,545,893 12.83%
2014 146,656,073,515 1,060,577,348,171 13.83%
2015 226,252,695,404 1,142,545,631,178 19.80%
Tahun Total Belanja Rutin Total Belanja Daerah Persentase
2012 730,278,803,910 881,690,249,330 82.83%
2013 839,661,393,338 964,587,545,893 87.05%
2014 911,307,200,059 1,060,577,348,171 85.93%
2015 916,292,935,774 1,142,545,631,178 80.20%
Tahun Total Belanja Persentase
2012
Anggaran 932,363,178,850.00
95%
Realisasi 881,690,249,330.00
2013
Anggaran 1,045,277,844,864
92%
Realisasi 964,587,545,893
2014
Anggaran 1,174,629,041,138
90%
Realisasi 1,060,577,348,171
2015
Anggaran 1,251,716,432,372
91%
Realisasi 1,142,545,631,178
14. 13GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
Berdasarkan rasio di atas maka dapat disimpulkan bahwa belanja
Kabupaten Kulon Progo dari tahun ke tahun makin efisien karena dana
yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan dengan anggarannya.
5. Rasio Petumbuhan PAD
Tabel 8. Perhitungan Rasio Pertumbuhan PAD
Tahun PAD Persentase
2012 4,028,663,155
2013 5,991,512,851 29.67%
2014 58,623,927,339 65.25%
2015 70,822,326,558 7.69%
Sumber: Laporan Realisasi Anggaran Kab. Kulon Progo
Tahun 2012-2015 (diolah)
Berdasarkan rasio di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
kenaikan yang sangat signifikan dari tahun 2013 ke 2014 yang mencapai
65.25% namun pada tahun 2015 menurun drastis pertumbuhan PAD
Kabupaten Kulon Progo.
15. 14GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dijabarkan maka Kabupaten Kulon Progo
mengalami peningkatan kinerja keuangan dilihat dari pertumbuhan PAD dari tahun ke
tahun didukung juga dengan kemampuan pemerintah Kab. Kulon Progo dalam
pengelolaan dana untuk belanja. Namun jika dilihat dari struktur pendanaan, maka terlihat
bahwa Kab. Kulon Progo sangat bergantung pada dana yang ditransfer oleh Pemerintah
Pusat dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Seperti pemerintah daerah lain di Indonesia, pembelanjaan dana yang dimiliki
oleh Kab. Kulon Progo masih terfokus pada pembelanjaan rutin sedangkan pembelanjaan
pembangunan masih sangat kurang karena hanya mendapat proporsi berkisar pada 10%
dari total belanja daerah.
16. 15GHIYATS FURQAN DEWANTARA - 407298
DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta.
Halim, Abdul dan Muhammad Syam Kusufi. 2012. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi
Keuangan Daerah. Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
Kundalini, Pertiwi. 2014. Analisis Laporan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah pada Pemerintah Kabupaten Kulon Progo Periode 2011-2012. Skripsi Gelar
Sarjana. Universitas Negeri Yogyakarta.
Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Tahun Anggaran 2012.
Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Tahun Anggaran 2013.
Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Tahun Anggaran 2014.
Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Tahun Anggaran 2015.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
Pramono, Joko. 2014. Analisis Rasio Keuangan untuk Menilai Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah. Skripsi Gelar Sarjana. STIE AMA Salatiga.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004