2. Pengertian Fastabiqul Khairat
Ayat Al-Qur’an Tentang Fastabiqul Khairat
Isi Kandungan Surah Al-Maidah
Penjelasan Fastabiqul Khiarat Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist
Kunci Dari Fastabiqul Khairat
Contoh Fastabiqul Khairat
Contoh lain
Kesimpulan
3. ْمي ِحَّالر ِنَمْحَّالر ِ هاّلل ِْــــــــــــــــــــــمسِب
Fastabiqul khairat secara Harfiah memiliki arti ber lomba2 dalam kebaikan.
Manusia diperintahkan untuk berlomba dalam berbuat kebajikan terhadap manusia & alam sekitarnya.
Dalam Islam, istilah fastabiqul khairat ini merujuk pada firman Allah SWT sebagai berikut:
Pertama, bahwa melakukan kebaikan adalah hal yang tidak bisa ditunda, melainkan harus
segera dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas. Kematian bisa saja datang secara tiba-tiba tanpa diketahui
sebabnya. Karena itu semasih ada kehidupan, segeralah
berbuat baik. Lebih dari itu bahwa kesempatan berbuat baik belum tentu setiap saat kita dapatkan. Karenanya begitu
ada kesempatan untuk kebaikan, jangan ditunda-tunda
lagi, tetapi segera dikerjakan.
Kedua, bahwa untuk berbuat baik hendaknya selalu saling mendorong dan saling tolong menolong. Kita harus
membangun lingkungan yang baik. Lingkungan yang membuat
kita terdorong untuk berbuat kebaikan.
Ketiga, bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan yang dalam..
4. “Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa & janganlah kalian tolong menolong dalam
perbuatan dosa & permusuhan”. (Qs Al Maidah ayat 2)
“Maka ber lomba2 lah kamu dalam berbuat kebaikan”. (Qs Al-Baqarah ayat 148) Dalam sebuah hadits
yang menceritakan seorang pembunuh seratus orang lalu ia ingin bertaubat, disebutkan bahwa untuk mencapai
tujuan taubat tersebut disyaratkan agar ia meninggalkan lingkungannya yang buruk. Sebab tidak sedikit memang
seorang yang tadinya baik menjadi rusak karena lingkungan.
Karena itu Imam An Nawawi menggunakan "al hatstsu" yang artinya saling mendukung dan memotivasi. Sebab dari
lingkungan yang saling mendukung kebaikan akan tercipta
kebiasaan berbuat baik secara istiqamah
5. Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. Dengan membawa kebenaran yang hakiki.
Al-Qur’an memerintahkan kepada manusia untuk
memutuskan perkara-perkara yang dihadapinya
berpedoman kepada kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya.
Manusia dilarang untuk menuruti hawa nafsunya.
Umat manusia sangat dianjurkan untuk berlomba-lomba
dalam kebaikan.
Apabila terjadi perselisihan tentang suatu masalah,
hendaknya diputuskan dengan dasar kitab Allah yaitu Al-
Qur’an.
6. Banyak orang yang berlomba-lomba mengumpulkan harta,berlomba-lomba menjadi yang paling cantik, paling pintar,
dan yang paling-paling lainnya dalam urusan duniawi . Padahal sudah jelas ada hadits yang berbunyi :
“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada jasad/bentuk(rupa) kalian tapi Allah melihat pada hati kalian..”
Jadi untuk apa kita berlomba-lomba menjadi yang paling cantik dan sebagainya jika Allah hanya melihat pada hati
kita.
Tapi bukan berarti kita hanya mementingkan hati dan mengabaikan amal, karena jika agama hanya berlandaskan
pada akal dan perasaan maka rusaklah agama ini. Bila agama hanya didasarkan kepada orang-orang yang
hatinya baik dan suci, maka tengoklah disekitar kita ada orang-orang yang beragama Nasrani, Hindu atau
Budha dan orang kafir lainnya liatlah dengan seksama ada diantara mereka yang sangat baik hatinya, lemah
lembut, dermawan, bijaksana. Apakah anda setuju untuk mengatakan mereka adalah muslim karena hati mereka
sangat baik ?
Lalu dimana letak kebenarannya? Apabila hanya hati yang diutamakan niscaya akan hilanglah sebagian syariat yang
mulia ini. Tentu kaum muslimin tidak perlu bersusah payah menunaikan shalat 5 waktu, berpuasa dibulan Ramadhan,
membayar zakat dan sedekah atau bersusah payah menghabiskan harta dan tenaga untuk menunaikan ibadah haji
ketanah suci Mekah atau amal ibadah lainnya.
7. Kunci pertama adalah “A benefit or value is not a claim but it’s about consequencies.” Yaitu, suatu keuntungan atau nilai bukanlah suatu
klaim tetapi sebuah konsekuensi logis dari tindakan kita. Ayat tersebut berbunyi iyyaka na’budu dulu baru iyyaka nasta’in. Artinya,
Allah mengajarkan kepada kita untuk menyembah-Nya. Sementara memohon pertolongan ataupun benefit yang diperoleh adalah
konsekuensi dari pengabdian kita kepada-Nya. Inilah Fastabiqul khoirot. “Lakukan kebaikan jika Anda menginginkan kebaikan”.
Kata kunci yang kedua adalah “Be a service minded person”. Mengabdi berarti meghambakan diri, tunduk, patuh. Maka dari itu, dari
ayat tersebut kita bias memaknai bahwa hendaknya kita harus bermental melayani.Disinilah kita akan memiliki High sense
competition yakni memiliki semangat berkompetisi yang tinggi. Kompetisi berbuat kebaikan.
Kompetisi seperti inilah yang terjadi di kalangan para sahabat. Semangat kompetisi mereka untuk berbuat baik sangat tinggi, sampai-
sampai tidak ingi didahului orang lain. Salah satu cemburu yang diperbolehkan Islam adalah cemburu ketika orang berbuat kebajikan.
Maka bari itu, hendaknya kita pun cemburu pada orang seperti Kiswanti. Janagn sampai kita hanya menyanyikan mars perserikatan
tetapi orang lain yang mengamalkan.
Sense of competition kita harus dirangasang kembali, dan tentu saja harus ada yang memulai. Siapa yang memulai? Pemimpin. Tetapi
jika kita sadar pada tugas kita sebagai kholifah, maka kitalah yang harus memulai.
Kunci yang ketiga adalah “the quality of reward depend on the quality of effort”. Yaitu, kualitas penghargaan bergantung pada kualitas
perjuangan kita. Sebanyak itu kita beribadah, sebanyak itu pula Allah memberikan pertolongan kepada kita.Bukan seperti prinsip
ekonomi, mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk mrndapatkan untung yang sebesar-besarnya.
Kunci keempat adalah “high risk, high profit”. Setiap ibadah yang berisiko tinggi maka pahalanya pun akan lebih tinggi. Orang yang
mati syahid dalam peperangan, misalnya akan mendapatkan pahala yang tidak tanggung-tanggung dari Allah SWT. Resiko menjadi
seorang pemimpin berat, amanahnya berat, tetapi kalau dia adil dalam memimpin maka pahalanya sangat banyak. Tetapi kalau gagal
resikonya juga berat.
Selanjutnya kunci kelima adalah “no pain no gain” , tidak ada keuntungan yang diperoleh dengan kesenangan. Biasanya keuntungan
diperoleh melalui perjuangan berat. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Jangan sampai kita menjadi generasi instant.
Marilah menjadi generasi yang berproses, karena proses itu adalah ibadah. Dalam proses itulah kita bias ber-fastabiqulkhoirot.
Sementara di dalam ayat keenam surat alfatihah, “ihdinash shirothol mistaqim”, maka hendaknya kita selalu berada di jalan yang
benar, sesuai dengan aturan Allah di dalam Alquran maupun Alhadits.
8. Kiswanti, wanita kelahiran bantul tahun 1962yang kini tinggal di kampong Lebakwangi, Pemegarsari, Bogor hanya
mengenyam pendidikan SD. Tetapi dia sangat gemar membaca. Ia mengumpulakan buku bekas yang dibeli di pasar
loak. Hebatnya, pada kurun waktu 1982-1987 ribuan judul buku terkumpul.
Ketika remaja ia menjadi pembantu rumah tangga pada orang Filipina di Jakarta. Namun ia hanya meminta upah
buku, bukan uang.kemudian ia menikah dengan seorang tukang batu dan tinggal di Bogor. Di bogor, ia membuka
warung. Buku-bukunya yang mencapai 2500 buku dipajang di warung tersebut untuk dibaca oleh orang yang
berkunjung.
Dia memang ingin meningkatkan budaya membaca masyarakat sekitarnya. Ruang bacanya dibuka 24 jam. Bahkan ia
juga berkeliling kampung untuk meminjamkan buku-bukunya. Kegiatannya itu akhirnya didengar oleh Depdiknas dan
ia pun menerima bantuan Rp 10 juta rupiah yang ia gunakan untuk pengembangan perpustakaannya (Republika, 28
Oktober 2007).
Kalau kita amati, perbuatan Kiswanti ini merupakan implementasi dari simbul dan prinsip suatu gerakan, yakni
Muhammadiyah. Meskipun dia bukan aktivis Muhammadiyah, namun dia mengamalkan syair indah perserikatan.
Mars HW:“Sedikit bicara banyak bekerja”, mars NA : “Kemuliaan Islam dicari bekerja digemari”, atau bahkan simbol
IMM: “billahi fii sabiililhaq, fastabiqul khoiroot.”
Dengan segala keterbatasan, Kiswanti mampu menghidupkan kehidupan dengan cara memberikan manfaat kepada
orang lain. Inilah sebenarnya prinsip Muhammadiyah: “Fastabiqul Khoirot.” Ayat ini sebenanya merupakan kunci
menghidupkan kehidupan.
Allah berfiman dalam Alquran surat Alfatihah ayat 5: “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, hanya kepada-Mu kami
menyembah dan hanya kepada-mu kami memohon pertolongan.” Dari ayat ini, ada beberapa kata kunci (key words)
yang bisa kita ambil untuk memahami pentingnya ber-fastabiqul khoirot.
9. Dengan tingkat pendidikan dan kecerdasan masyarakat yang lebih baik dalam melihat dan menyikapi konstelasi politik yang ada, harapannya mulai sekarang partai politik juga
sudah harus bisa dan mau membuktikan diri mampu bersaing secara jujur, terutama dalam merealisasikan kebaikan bersama. Partai politik harus mampu berlomba-lomba
dalam kebaikan (fastabiqul khairat), bukan berlomba-lomba dalam keburukan, korupsi, dan nepotisme. Membodohi rakyat sudah bukan masanya lagi karena masyarakat
semakin cerdas dan peka terhadap kebohongan dan kepura-puraan.
Berlomba-lomba dalam kebaikan merupakan keniscayaan yang harus ada dalam diri seluruh partai politik. Bahkan karena masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, tak
sulit untuk menangkap pesan moral itu karena secara gamblang telah ditegaskan dalam Alquran. ‘Dan bagi setiap orang ada memiliki arah yang dituju ke arah mana dia
menghadapkan wajahnya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian. Sesungguhnya
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu’ (QS Al Baqarah: 148).
Akan tetapi, pertanyaan tersulitnya ialah, aspek kebaikan apa yang perlu diperlombakan setiap partai politik terutama dalam konteks pendidikan? Mari kita belajar, mengapa
misalnya Finlandia selalu menjadi rujukan siapa saja yang tertarik dengan pengembangan sistem pendidikan. Sahlberg (2011: 58) mengatakan titik singgung keberhasilan sistem
pendidikan di Finlandia terletak pada kesadaran yang sama antara pemerintah dan masyarakatnya terhadap pentingnya menegakkan keadilan sosial. Kesadaran semacam itulah
yang membuat proses pendidikan menjadi seimbang, tanpa perlu disusupi embelembel moralitas palsu.
Kesadaran tentang keadilan sosial (social justice) merupakan simbol perlindungan bagi siapa saja yang berada dalam radius sistem pendidikan yang berlaku. Ibarat rumah,
social justice kemudian melahirkan guru-guru dan anak-anak yang percaya bahwa setiap usaha untuk mengembangkan pendidikan selalu bermula dari kesadaran bahwa
persamaan (equity) dan distribusi sumber daya yang seimbang (equitable distribution of resources) merupakan dua kata kunci implementatif dari keadilan sosial. Dalam
konteks ini, lagi-lagi itu dilihat sebagai sebuah proses tak berujung, bukan sekadar menumbuhkan kompetisi tak sehat di kalangan siswa dan guru seperti yang terjadi dengan
kasus UN di Indonesia.
Kesadaran moralitas tersebut penting untuk dipikirkan secara implementatif oleh seluruh partai politik. Kebijakan rekrutmen guru, misalnya, bukan sekadar proses
menemukan seseorang yang bisa mengajar, melainkan menempatkan posisi psikologis mereka ke dalam rumah guru Indonesia yang memercayai keadilan sosial menjadi jauh
lebih penting. Selain itu, saya membayangkan bahwa prinsip keadilan sosial dalam pendidikan akan melahirkan kebijakan yang memandang manusia secara sejajar serta
melihat perbedaan yang terjadi di dalam masyarakat sebagai aset komunitas yang harus terus dikelola dengan benar. Kita sudah memilikinya dalam dasar negara Pancasila,
tetapi lemah dalam aspek implementasinya. Persamaan (equity) dalam proses pendidikan berarti kita harus memberi perhatian lebih kepada kebutuhan siswa (student need)
dan mengembangkan program berdasarkan kebutuhan tersebut.
Karena itu, menjadi penting bagi kita semua untuk mulai mereformasi dunia pendidikan kita dari dalam sekolah, bukan dari luar. Segala bentuk intervensi yang
mengatasnamakan reformasi, apalagi bersifat politis, hanya akan menambah panjang penderitaan anak-anak kita.
10. pertama yaitu“Maka ber lomba2 lah kamu dalam berbuat kebaikan”. (Qs Al-Baqarah ayat 148) Pertama, bahwa melakukan kebaikan adalah
hal yang tidak bisa ditunda, melainkan harus
segera dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas. Kematian bisa saja datang secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. Karena itu semasih ada
kehidupan, segeralah
berbuat baik. Lebih dari itu bahwa kesempatan berbuat baik belum tentu setiap saat kita dapatkan. Karenanya begitu ada kesempatan untuk kebaikan,
jangan ditunda-tunda
lagi, tetapi segera dikerjakan. Karena itu Allah swt. dalam Al Qur’an selalu menggunakan istilah bersegeralah, seperti fastabiquu atau wa saari’uu yang
maksudnya sama,
bergegas dengan segera, jangan ditunda-tunda lagi untuk berbuat baik atau memohon ampunan Allah swt. Dalam hadist Rasulullah saw. Juga menggunakan
istilah baadiruu
maksudnya sama, tidak jauh dari bersegera dan bergegas.
Kedua, bahwa untuk berbuat baik hendaknya selalu saling mendorong dan saling tolong menolong. Kita harus membangun lingkungan yang baik.
Lingkungan yang membuat
kita terdorong untuk berbuat kebaikan. Dalam sebuah hadits yang menceritakan seorang pembunuh seratus orang lalu ia ingin bertaubat, disebutkan bahwa untuk mencapai
tujuan taubat tersebut disyaratkan agar ia meninggalkan lingkungannya yang buruk. Sebab tidak sedikit memang seorang yang tadinya baik menjadi rusak karena lingkungan.
Karena itu Imam An Nawawi menggunakan "al hatstsu" yang artinya saling mendukung dan memotivasi. Sebab dari lingkungan yang saling mendukung kebaikan akan tercipta
kebiasaan berbuat baik secara istiqamah.
Ketiga, bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan yang dalam. Imam An Nawawi mengatakan "bil jiddi
min ghairi taraddud". Kalimat ini
menunjukkan bahwa tidak mungkin kebaikan dicapai oleh seseorang yang setengah hati dalam mengerjakannya. Rasulullah SAW bersabda untuk
mendorong segera beramal.