SlideShare a Scribd company logo
1 of 164
1
DAFTAR ISI
PENYALUR MOBIL TETANGGA?
Hendrik Kawilarang Luntungan 4
BEBAN BARU DARI PENGUASA BARU
Kusfiardi 8
PERSPEKTIF BARU KONFLIK KPK-POLRI
Wahyu T Setyobudi 11
MENGAWAL NILAI TUKAR RUPIAH
Firmanzah 14
4G LTE, TAK SEKADAR INTERNETAN CEPAT
Hasnul Suhaimi 18
RIGIDITAS
Rhenald Kasali 21
MEMADUKAN FISKAL DAN MONETER
Ahmad Erani Yustika 24
PMN DAN KINERJA BUMN
Ali Masykur Musa 27
UMKM DAN PEREKONOMIAN NASIONAL
Jahja Setiaatmadja 30
KETIKA SAYAP SINGA UDARA TAK MENGEMBANG
W Riawan Tjandra 33
CINTA PRODUK DALAM NEGERI
Purbayu Budi Santosa 36
MENEBAK ARAH BI RATE
Paul Sutaryono 39
GERTAK
Rhenald Kasali 42
MENGEMBALIKAN KHITAH BULOG
Toto Subandriyo 45
MISTERI MAFIA BERAS
Khudori 48
INDONESIA SEBAGAI MINING COUNTRY
Kusnowibowo 51
2
ALI BABA PERSIA, HANGZHOU, DAN MEDAN
Rokhmin Dahuri 54
MAKROPRUDENSIAL DAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN
Firmanzah 57
SISI POLITIK BERAS
Anas Urbaningrum 60
POLITIK BERAS ALA JOKOWI
Atang Trisnanto 63
MENJADIKAN MAJALENGKA KAWASAN METROPOLITAN
Sutrisno 66
PENYERTAAN MODAL NEGARA
Rhenald Kasali 69
INVESTASI DAN PEMBIARAN KONFLIK
Hendrik Kawilarang Luntungan 74
REVISI UU TENTANG SUMBER DAYA AIR
Aunur Rofiq 78
NATIONAL DESIGN POLICY DAN DAYA SAING
Firmanzah 81
MENGUKUR PLUS-MINUS PELEMAHAN RUPIAH
Sunarsip 84
IMPLIKASI PEMBATALAN UU SDA
Dian Indrawati 87
WAJARKAH RUPIAH MELEMAH?
Enny Sri Hartati 90
TRADITIONAL MARKETING VS EVENT BASED MARKETING
Eddy Anthony 93
DEFLASI DAN NILAI TUKAR
Firmanzah 96
POLITIK BANTUAN CINA-AFRIKA
Dinna Wisnu 99
SISTEM PEMBAYARAN BARTER
Achmad Deni Daruri 102
MENYELAMATKAN PERTAMINA
Ari Pramono & Harryadin Mahardika 105
3
MISFIT VS PROBLEMSOLVER
Rhenald Kasali 109
MEMPERKUKUH OTOT RUPIAH
Paul Sutaryono 113
ASIA-AFRIKA DAN POTENSI EKONOMI
Firmanzah 116
MENUJU POROS MARITIM DUNIA
Rokhmin Dahuri 119
DISTRIBUSI TERTUTUP LPG MELON
Ali Masykur Musa 124
WARISAN KEPEMIMPINAN MODEL SINGAPURA
Tirta N Mursitama 127
LEE
Rhenald Kasali 130
PELABUHAN CILAMAYA, UNTUK SIAPA?
Sj Arifin 133
MEMBANGUN SEKTOR PELAYARAN
Carmelita Hartoto 136
DEFISIT TRANSAKSI BERJALAN DAN STABILITAS EKONOMI
Aunur Rofiq 140
INFRASTRUKTUR DAN ARAH PEREKONOMIAN
Firmanzah 143
OBSTACLE INDUSTRI INDONESIA: BIROKRASI PERIZINAN
Hendrik Kawilarang Luntungan 146
PAK MENKO, MELAUTLAH!
M Riza Damanik 150
REFORMULASI KEBIJAKAN PERBERASAN
Khudori 153
KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN PUSAT-DAERAH
Firmanzah 156
MENGKRITISI PRAKTIK P&I
Siswanto Rusdi 159
SAMPAI KAPAN BERGANTUNG PADA RASKIN?
Posman Sibuea 162
4
Penyalur Mobil Tetangga?
Koran SINDO
12 Februari 2015
Entah apa yang salah dengan negeri ini. Belum selesai kisruh KPK-Polri, sepanjang pekan
lalu, publik dikejutkan lagi dengan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam kunjungan kerjanya ke Malaysia, Jumat (6/2), Jokowi bersama Perdana Menteri
Malaysia Najib Razak menyaksikan penandatanganan MoU pembuatan mobil nasional.
Setidaknya itu terlihat dari spanduk yang terpampang di belakang mereka. Yang kerja sama
adalah PT Proton Holding Berhad dengan PT Adiperkasa Citra Lestari.
Yang pertama, semua sudah tahu adalah produsen mobil Proton (kependekan dari Perusahaan
Otomotif Nasional). Tapi PT ACL milik orang dekat Jokowi, AM Hendropriyono, belum
sekali pun terdengar kiprahnya di bidang automotif. Sontak muncul kritik dan protes luas di
dalam negeri, terutama kepada Jokowi.
Tapi tak lama berselang, pemerintah ”meluruskan” bahwa itu bukan program mobil nasional.
Itu hanya kerja sama business to business seperti diungkap Menteri Perindustrian Saleh Husin
dan Menko Perekonomian Sofyan Djalil. Namun, tetap saja kontroversi berlanjut. Ingatan
rakyat kemudian mengarah kepada mobil Esemka, produk anak-anak sekolah menengah
kejuruan (SMK) asal Solo.
Soal Esemka ini sebenarnya Presiden tak boleh lupa. Ketika Jokowi masih menjabat wali
Kota Solo diarak menggunakan mobil Esemka dengan nopol AD 1 A. Bahkan saat jadi
gubernur DKI Jakarta, dia terus melempar mimpi akan menjadikan Esemka sebagai mobil
kebanggaan nasional. Dan, mimpi mobil nasional ini juga yang membawa Pak Jokowi kini
menjabat RI 1.
Namun yang terjadi kemudian, impian itu tinggal mimpi belaka. Setidaknya hingga kini
belum ada kebijakan pemerintah mengembangkan industri mobil nasional. Kucuran keringat
dan semangat anak-anak bangsa (baca: SMK) rupanya hanya dijadikan kendaraan politik
untuk mengangkat citra. Bukan untuk benar-benar membangun industri mobil nasional.
***
Kesepakatan itu menyatakan pada tahap awal Malaysia akan mengekspor kendaraan utuh ke
Indonesia. Berikutnya kedua perusahaan akan merakit mobil dan membuat pabrik komponen
di Indonesia. ”Nantinya akan menjadi mobil buatan Indonesia,” kata Mahathir seperti dikutip
Bernama.
5
Proton Berhad dipimpin bekas orang kuat Malaysia, bekas Perdana Menteri Mahathir
Mohammad. Berdiri sejak 1983, Proton awalnya menggandeng Mitsubishi (Jepang). Kini
perusahaan ini menggandeng Lotus (Inggris). Mitsubishi dan Lotus memasok mesin. Rangka
bodi dan desain dikerjakan Proton.
Proton memang sempat meraih angka produksi satu juta unit pada 1996 dan mengakuisisi
mayoritas saham dari Grup Lotus. Bahkan pada 2001, dia menguasai pasar automotif
Malaysia hingga mencapai 53%. Tapi sejak Januari 2012, perusahaan kebanggaan Malaysia
ini di-take over satu konglomerasi sana, DRB-Hicom Berhad, milik Tan Sri Syed Mokhtar
Albukhary. Musababnya sederhana: kesulitan keuangan. Mengapa bisa? Rupanya Proton tak
lagi berjaya di tanah airnya. Nama besarnya tergerus kendaraan lokal Malaysia lainnya,
Perodua. Berdasarkan data Malaysian Automotive Institute (MAI) Review and Insight 2014-
2015, pangsa pasar Perodua mencapai 29% sementara Proton 17,4%.
Selama ini Proton memiliki tempat istimewa di industri automotif Malaysia. Mungkin karena
peran Mahathir Mohammad. Selain disubsidi negara, harga jual Proton jauh lebih murah
dibandingkan kendaraan bermerek non-nasional. Tapi tetap saja proteksi itu tak membuat
Proton tambah bersinar. Proton juga bisa dibilang gagal meraih pasar di beberapa negara,
seperti Australia, Turki, dan Indonesia. Singkat cerita, Proton tengah meredup.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dijadwalkan berjalan akhir 2015 ini. Dari sekitar 600
juta penduduk ASEAN, Indonesia masih menjadi pasar yang menggiurkan. Jumlahnya
mencapai 50%. Lebih dari setengah populasi ASEAN adalah penduduk negeri ini. Jadi wajar
di balik itu semua Proton mengincar pasar Indonesia dengan bantuan pemerintah Jokowi.
***
Sementara itu, soal PT ACL dan Hendropriyono masih menyimpan tanda tanya. PT ACL tak
tercatat sebagai perusahaan automotif. Alamatnya pun tidak jelas.
Tentang Hendropriyono agaknya semua sudah paham. Dia sempat menjadi komisaris utama
PT KIA Motor Indonesia (KMI), penyalur 12 jenis produk KIA, perusahaan Korea Selatan.
KIA adalah singkatan dari Korean International Automotive atau Korea Industrial Autocar.
Atau dalam bahasa Korea-nya adalah ”Terbit di Asia”. Menurut catatan George Junus
Aditjondro, di perusahaan (PT KMI) ini bergabung anaknya dan anak mantan Menteri
Sekretaris Negara Muladi.
Aditjondro mengulas sebelumnya KIA dibawa Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto)
untuk menggarap mobil nasional. Sedangkan Tommy Soeharto melansir nama Timor
(Teknologi Industri Mobil Rakyat) dengan melibatkan insinyur-insinyur tanah air. Padahal
mobil Timor yang digadang-gadang sebagai mobil nasional waktu itu sebenarnya hanyalah
produk KIA Sephia rakitan 1995. Entah apa alasannya.
6
Waktu itu sempat turun peraturan pemerintah yang memberi kelonggaran bisnis putra
kesayangan Presiden Soeharto itu, namun tak berlanjut menyusul krisis ekonomi yang
berlanjut pergantian kekuasaan. Nah, di tengah ketidakpastian itu, Hendropriyono mencari
jalan keluar. Dia mendirikan PT KMI.
Upaya ini, menurut Aditjondro, merupakan langkah strategis Hendro mendekat ke Presiden
Megawati Soekarnoputri. Hendro memang dikenal dekat dengan Mega sejak sebelum
Reformasi.
Seusai masa kepresidenan Megawati, nasib PT KMI tak terdengar. Distribusi mobil KIA
kemudian diambil alih pusatnya, KIA Motor Company di Korea Selatan.
***
Definisi mobil nasional sederhana: 100% sahamnya harus dimiliki dalam negeri, dirakit
sepenuhnya oleh insinyur dalam negeri. Apakah sudah ada? Rupanya belum. Kementerian
Perindustrian mengaku belum memiliki roadmap pembangunan mobil nasional tapi baru
roadmap pembinaan automotif nasional.
Membuat—apa yang bisa disebut—mobil nasional sebenarnya mudah. Mungkin hanya butuh
beberapa hari saja. Mengingat di sini banyak tenaga ahli, desainer, mekanik, teknisi motor,
dan lainnya. Tercatat sudah banyak model mobil nasional yang sudah diciptakan anak negeri
kita.
Mobnas kita sudah banyak. Sebut saja Toyota Kijang, Maleo, MR 90, Kalla Motor, Bakrie
Beta 97 MPV, Timor, Bimantara, Kancil, Texmaco Macan, Gang Car, Marlip, Arina, Tawon,
Komodo, GEA, Esemka (yang dipakai sebagai kendaraan dinas Jokowi saat jadi wali Kota
Solo), Texmaco Perkasa, Nuri, Wakaba, Mobil Listrik Ahmadi, Tucuxi (promotor Dahlan
Iskan), dan Mobnas Tenaga Listrik. Toyota Kijang mulai diproduksi 1974. Desain dan
mayoritas komponennya produksi lokal. Bayangkan Kijang sudah ada sebelum Proton berdiri
(1983).
Tapi membangun industri mobil nasional jelas lain masalah. Membuat satu mobil tidak
identik dengan membangun industri mobil. Membangun pabrik tak sama dengan membangun
industri. Dalam industri, ada mata rantai pasokan dan mata rantai nilai tambah.
Membuat ratusan mobil tidak sama dengan membuat ribuan atau jutaan mobil. Satu mobil
saja pada umumnya terdiri atas 20.000-30.000 parts. Tidak ada sebuah negara atau sebuah
industri automotif membuat 20.000 parts itu sendirian. Pasti ada mata rantai pemasok atau
supply chain.
Di situ diperlukan value chain, mata rantai nilai tambah secara berjenjang dan bertahap. Tiap
industri membangun mata rantai itu. Muncul istilah ‘mata rantai pasokan’. Dalam konteks ini
jelas diperlukan pasokan beragam jenis industri raw material yang berkaitan dengan mata
7
rantai pasokan. Yang paling utama adalah industri baja dasar. Apakah kita sudah
memilikinya?
Semua industri mobil raksasa sudah membangun mata rantai Global Value Chain yang
menggurita. Mereka bersaing sekaligus saling bekerjasama. Jepang bekerja sama dengan
Amerika, Jepang dengan Eropa, dan Jepang dengan China. Juga dengan negara-negara
ASEAN. Filipina dan Thailand jadi basis produksi mobil Ford. Bahkan, Hyundai dan KIA
(Korea Selatan) pun berkongsi dengan India.
Dengan peta kekuatan industri mobil global seperti di atas menjadi mengherankan jika
mengapa untuk membuat mobil nasional kita harus bekerja sama dengan Malaysia. Jika
lemah beraliansi dengan lemah, apa bisa kuat? Belajar dari sejarah selalu saja pihak Indonesia
dijadikan agen penyalur produk asing, termasuk dalam kasus Proton-PT ACL ini.
HENDRIK KAWILARANG LUNTUNGAN
Wakil Sekjen Bidang Ekonomi DPP Partai Perindo
8
Beban Baru dari Penguasa Baru
Koran SINDO
13 Februari 2015
Hari ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dijadwalkan akan mengesahkan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) Tahun Anggaran 2015
menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran
2015.
Mengiringi pengesahan RAPBN-P 2015 menjadi APBN-P 2015, perlu rasanya
mengemukakan beberapa hal penting menyangkut arah kebijakan pemerintah. Dalam Nota
Keuangan (NK) RAPBN-P Tahun Anggaran 2015 pemerintah membatasi diri dalam
mengoptimalkan upaya penerimaan pajak. Alasan pembatasan itu agar tidak mengganggu
perkembangan investasi dan dunia usaha.
Bahkan pemerintah tak segan memberikan insentif perpajakan dan bea masuk yang
ditanggung pemerintah bagi sektor-sektor usaha tertentu. Pemerintah sendiri tidak
menjelaskan lebih jauh mengenai sektor tertentu yang dimaksud.
Pada alokasi pendapatan negara, pemerintah justru menggenjot kenaikan penerimaan dari
pajak pertambahan nilai (PPn), pajak bumi dan bangunan (PBB), serta cukai. Penerimaan
PPn dalam APBN 2015 dipatok Rp524,97 triliun, sementara di RAPBN-P 2015 angka itu
melonjak menjadi Rp576,47 triliun. Angka itu sudah disepakati dalam postur sementara
RAPBN-P 2015. Kemudian penerimaan PBB dalam APBN 2015 sebesar Rp26,68 triliun juga
digenjot menjadi Rp26,69 triliun di RAPBN-P 2015 dan sudah disepakati dalam postur
sementara RAPBN-P 2015.
Lalu penerimaan cukai dalam APBN 2015 sebesar Rp26,68 triliun juga dinaikkan menjadi
Rp26,69 triliun dalam RAPBN-P 2015 dan disepakati dalam postur sementara RAPBN-P
2015.
Kenaikan target penerimaan dari PPn, PBB, dan cukai bukan saja berdampak menekan daya
beli, tapi juga bisa menambah berat beban rakyat. Hal inilah yang harus juga mendapat
perhatian pemerintah.
Beban rakyat masih akan bertambah seiring dengan keputusan pemerintah melakukan
penghapusan subsidi BBM jenis premium pada sisi belanja negara. Bersamaan dengan itu
pemerintah mengurangi subsidi untuk BBM jenis solar melalui alokasi subsidi tetap.
Alokasi belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM), liquefied petroleum gas (LPG), dan
bahan bakar nabati (BBN) yang di APBN 2015 berjumlah Rp276 triliun dibabat habis
9
menjadi hanya Rp81,8 triliun dalam RAPBN-P2015. Angka itu masih dipangkas lagi
sehingga dalam postur sementara RAPBN 2015 menjadi RP64,7 triliun.
Kebijakan menghapuskan subsidi tersebut berpotensi menimbulkan rentetan ketidakstabilan
ekonomi yang dipicu volatilitas harga BBM. Bahkan lebih jauh hal itu sangat berpotensi
mendorong kenaikan harga barang dan jasa. Secara akumulatif kondisi tersebut akan
berpengaruh buruk pada kesejahteraan rakyat dan dapat memicu naiknya angka kemiskinan
dan pengangguran.
Tampaknya pemerintah tidak peduli bahwa BBM adalah faktor produksi penting bagi negara
dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Pemerintah juga seolah tak peduli keputusan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa kebijakan menyerahkan harga BBM
mengikuti mekanisme pasar bertentangan dengan konstitusi.
Menambah Utang
Meskipun sudah menghapus subsidi premium dan memangkas subsidi BBM lainnya dengan
alasan efisiensi, ternyata kebijakan itu tak berpengaruh banyak pada defisit anggaran. Defisit
dalam APBN 2015 tercatat mencapai Rp245,9 triliun, pada RAPBN-P 2015 menjadi Rp225,9
triliun, dan di postur sementara RAPBN-P 2015 menjadi Rp224,1 triliun.
Pada sisi pembiayaan untuk menutupi defisit, pemerintah menegaskan masih akan setia
menggunakan pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri. Dalam APBN 2015
penarikan pinjaman luar negeri (bruto) sebesar Rp47 triliun, kemudian dalam RAPBN-P
2105 naik menjadi Rp49,2 triliun. Dalam postur sementara RAPBN-P 2015 disepakati
menjadi Rp48,6 triliun.
Pemerintah juga melakukan komitmen pinjaman siaga sebesar Rp61 triliun yang bersumber
dari Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), Japan Bank for International Cooperation
(JBIC), dan Pemerintah Australia. Pemerintah juga menerbitkan surat utang negara (SUN).
Penerbitan SUN oleh pemerintah tidak hanya dengan denominasi rupiah, tetapi juga dalam
denominasi valuta asing.
Pemerintah menambah penerbitan surat berharga negara (SBN). Pemerintah berencana
mendapatkan pembiayaan melalui penjualan SBN denominasi rupiah dan dolar AS sebesar
Rp38 triliun. Penambahan utang tersebut dilakukan pemerintah untuk membiayai penyertaan
modal negara (PMN). Dalam APBN 2015 alokasi PMN hanya Rp5,1 triliun. Namun angka
itu melonjak drastis dalam RAPBN-P 2015 menjadi Rp72,9 triliun. Kemudian dalam postur
sementara RAPBN-P 2015 menjadi Rp64,8 triliun.
Jauh dari Harapan Rakyat
Potret kebijakan anggaran yang tecermin dalam NK RAPBN- P 2015 menunjukkan bahwa
pemerintahan baru belum mengakomodasi perubahan sesuai harapan rakyat. Tentu rakyat
10
berharap agar pemerintahan baru bisa menjalankan kebijakan yang dapat membuat kehidupan
masyarakat menjadi lebih baik. Harapan tersebut bukan saja wajar, tetapi juga mendapatkan
legitimasi dari konstitusi UUD 1945.
Pasal-pasal dalam konstitusi negara secara jelas mengamanatkan kepada pemerintahan untuk
senantiasa melindungi segenap tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa,
memajukan kesejahteraan umum, dan ikut serta dalam menciptakan perdamaian dunia.
Namun, sayang, pemerintahan baru yang saat ini berkuasa masih berwatak sama dengan
rezim terdahulu. Tampak tak hendak bersungguh-sungguh menjalankan amanat konstitusi.
Sebaliknya kuat sekali kesan patuh pada investor dan pengusaha walaupun harus melanggar
konstitusi.
KUSFIARDI
Analis Ekonomi Politik
11
Perspektif Baru Konflik Polri-KPK
Koran SINDO
13 Februari 2015
Roller coaster, tampaknya analogi yang sempurna untuk menggambarkan hubungan antara
Polri dan KPK beberapa pekan ke belakang ini.
Naik-turun, menikung dengan curam, melandai, namun tiba-tiba menanjak untuk kemudian
menukik tajam. Dimulai dari penetapan yang mengejutkan Komjen Budi Gunawan (BG)
sebagai tersangka oleh KPK di tengah-tengah euforia pencalonan tunggalnya sebagai kepala
Polri, serentetan peristiwa saling sambung terkait.
Hingga saat ini seluruh petinggi KPK telah dilaporkan dan menjadi tersangka atau akan
segera menjadi tersangka. Tanpa mengecilkan peran Kompolnas, Tim Sembilan dan berbagai
pihak lain yang ikut riuh-rendah meramaikan situasi sepertinya harapan akan berakhirnya
konflik ini masih belum jelas adanya.
Masyarakat berbeda pendapat mengenai hubungan panas tersebut. Ada yang secara terang-
terangan mendukung pihak tertentu, lengkap dengan urat leher yang ditarik kencang untuk
membela. Ada pula yang bersedih atas situasi tegang ini dan mengambil posisi plegmatis
dengan hashtag save KPK dan save Polri. Sebagian besar lainnya, antara jenuh dan tidak
terlalu peduli. Bagi mereka, konflik ini tak lebih dari satu di antara pengisi berita. Apa pun
yang terjadi, asalkan bisnis masih berjalan, pekerjaan masih dapat dikerjakan, life must go on.
Saya tak hendak ikut-ikutan membahas keadaan ini dengan kacamata politik atau sosial, yang
memang bukan bidang keahlian saya. Namun, fakta konflik ini justru sangat menggelitik jika
dipandang sebagai kasus umum yang terjadi di sebuah organisasi.
Jika negara adalah suatu organisasi raksasa, konflik Polri-KPK dapat dipandang dalam suatu
perspektif dinamika organisasi. KPK dan Polri merupakan organ vital dalam kehidupan
berbangsa. Bagaikan organ-organ tubuh yang saling bersaing menunjukkan siapa paling
penting fungsinya, akhirnya akan sadar, bahwa sekecil apa pun peran organ itu pasti memiliki
keutamaan untuk menjaga napas kehidupan.
Tanpa KPK atau Polri, rasanya para penjahat korupsi akan merajalela. Dengan demikian,
harmoni dan keselarasan gerak keduanya sangat dibutuhkan tanpa mengutamakan satu di atas
yang lain.
Setidaknya ada empat tahapan utama dalam dinamika suatu organisasi yaitu forming
(pembentukan), storming (munculnya konflik), norming (penetapan aturan baru), dan
performing (tahap menunjukkan kinerja).
12
Sesaat setelah terbentuk, organisasi akan mencari cara terbaik mencapai tujuan melalui kerja
dari sub-sub organisasinya. Dengan rentang tugas dan wewenang serta cara pandang yang
berbeda-beda, tak jarang muncullah gesekan antarsub organisasi. Di sinilah muncul konflik.
Beberapa hal yang perlu diingat adalah konflik muncul karena kedua pihak memiliki cara
yang berbeda untuk mencapai tujuan. Tujuannya sama, caranya berbeda. Jika kita memaknai
konflik dengan cara ini, sedikit-banyak ketegangan dapat dikurangi. Dua pihak yang
berkonflik dalam organisasi pada dasarnya menginginkan kebaikan di level visi, namun
berbeda dalam menentukan pelaksanaannya.
Selain daripada hal tersebut, forming adalah tahap penting sebelum munculnya
performing. Tak ada perbaikan kinerja tanpa konflik. Organisasi yang adem ayem,
menghindari konflik, dan selalu setuju dengan pendapat bagian lain niscaya akan mengalami
kemandekan pertumbuhan dan inovasi yang terbonsai. Dinamika seperti ini tidak akan
mampu menandingi dinamika industri dan lingkungan bisnis yang berubah demikian cepat.
Michael Porter, seorang pemikir tersohor di bidang manajemen, malah mengatakan dengan
singkat, “chaos is now the new normality“, untuk menggambarkan turbulensi perubahan di
lingkungan bisnis.
Memaknai negara sebagai organisasi raksasa, dapat menawarkan perspektif baru dalam
memandang konflik Polri-KPK ini. Pertama, kedua lembaga diciptakan oleh karsa manusia,
seluruh rakyat Indonesia, untuk mengemban amanat penegakan hukum. Dengan demikian,
keduanya memegang mimpi bersama untuk mewujudkan negara bebas korupsi. Di titik ini
keduanya memiliki persamaan.
Konflik yang saat ini terjadi tentunya membuka peluang untuk melakukan perbaikan di
masing-masing institusi dan pembenahan pola hubungan antarinstitusi tersebut. Tidak ada
yang paling baik meneliti kelemahan suatu lembaga selain pihak yang sedang
berseteru. Konflik ini hendaknya menjadi upaya untuk menginventarisasi seluruh kelemahan
sistem dan pola hubungan antarlembaga agar digunakan sebagai alat berbenah.
Kedua, konflik ini dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja jika—dan hanya jika—konflik
memiliki sifat fungsional dan bukan konflik yang disfungsional. Konflik yang bersifat
fungsional berorientasi pada data, fakta, alat bukti, dan fokus pada masalah. Sebaliknya,
konflik yang bersifat disfungsional bertumpu pada emosi, dendam pribadi, prasangka, dan
fokus pada personal. Jika konflik fungsional bisa kita harapkan membawa peningkatan
kinerja, konflik disfungsional justru mendorong pada tersungkurnya kinerja.
Seluruh pemain yang kali ini berada di panggung publik sedang memainkan peran masing-
masing. Dengan memperhatikan statement, gerakan, dan manuvernya, masyarakat dan
penyelenggara kekuasaan akan menilai, mana yang memiliki kedewasaan untuk menjaga
konflik fungsional atau mana yang justru menunjukkan koreng-koreng kepribadian sehingga
membakar konflik disfungsional. Jika seluruh tokoh telah bermain, terang-benderanglah siapa
13
saja yang harus tereliminasi demi kelangsungan kenegaraan.
Jika demikian, peran pemegang kekuasaan tertinggi, pimpinan sekaligus konduktor dalam
orkestrasi negara yaitu Presiden, sangatlah berat. Kemampuan Presiden untuk menjadi
katalisator bagi transformasi dua lembaga penting ini sepanjang jalannya dari proses storming
ke performing sedang diuji. Proses ini memerlukan pandangan yang tajam dan keberpihakan
pada objektivitas fakta dan data sehingga perlu dilakukan penyaringan terhadap para pelaku
konflik di masing-masing institusi.
Paling tidak, para pelaku di dalam institusi itu dapat dibedakan dalam dua dimensi utama.
Dimensi pertama adalah kemampuannya untuk tetap fokus pada konflik fungsional. Sifatnya
objektif dan berbasis data. Dimensi kedua adalah pengaruh dan kemampuan transformasinya.
Mereka yang masuk dalam kuadran pertama yakni memiliki kemampuan transformasi dan
fokus pada konflik fungsional adalah calon-calon pemimpin yang diharapkan mampu
mengambil peran lebih besar. Sedangkan mereka yang lemah di dua dimensi ini perlu
diisolasi melalui sistem yang ada. Proses filterisasi pelaku seperti ini akan membawa
perubahan besar dalam pola konflik.
Masyarakat yang harap-harap cemas dengan perkembangan ini tentu menanti tindakan nyata
dari pemimpin tertinggi. Jika dikaitkan dengan revolusi mental, mentalitas memandang
konflik Polri-KPK sebagai hal positif yang membuka peluang untuk mencapai level kinerja
baru yang lebih tinggi. Hanya dengan cara itu, kita menghiasi perbedaan dengan harapan dan
bisa mengharap jalan di depan lebih terang. Maju terus bangsaku.
WAHYU T SETYOBUDI
Pengajar dan Peneliti PPM School of Management
14
Mengawal Nilai Tukar Rupiah
Koran SINDO
16 Februari 2015
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan minggu lalu
menghadapi tekanan.
Pada Jumat (13/2), nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp12.798 per dolar AS dan sempat
mencapai level Rp12.851 per dolar AS di hari sebelumnya. Tekanan terhadap nilai tukar
rupiah ini juga kita rasakan sepanjang 2014, di mana rupiah terdepresiasi sebesar 1,74% (year
on year).
Pelemahan nilai tukar rupiah dimulai menjelang berakhirnya tahun 2012 atau awal 2013
ketika The Fed mulai menyampaikan rencana percepatan penghentian program stimulus
quantitative easing (QE III) hingga rencana kenaikan suku bunga The Fed. Secara umum
kebijakan The Fed ini memicu pelemahan nilai tukar rupiah dan hampir sebagian besar nilai
tukar negara berkembang (soft currency).
Di saat bersamaan negara-negara di kawasan Eropa, China, dan Jepang, mengalami
perlambatan ekonomi. Hal ini memperbesar bobot tekanan bagi nilai tukar rupiah mengingat
kawasan Eropa, China, dan Jepang merupakan mitra strategis Indonesia. Pada Jumat (13/2),
Bank Indonesia merilis neraca pembayaran triwulan IV 2014 surplus sebesar USD2,4 miliar
akibat surplus transaksi modal dan finansial sebesar USD7,8 miliar yang melampaui defisit
transaksi berjalan sebesar USD6,2 miliar (2,81% produk domestik bruto/PDB).
Dengan demikian, neraca pembayaran tahun 2014 mencatatkan surplus USD15,2 miliar
setelah pada 2013 defisit USD7,3 miliar. Perbaikan tersebut ditopang oleh menyusutnya
defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial. Surplus ini
juga memberi efek pada peningkatan cadangan devisa yang hingga akhir Januari telah
mencapai USD114,2 miliar.
Selain itu Bank Indonesia juga merilis kinerja transaksi berjalan, di mana defisit transaksi
berjalan triwulan IV 2014 sebesar USD6,18 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan
defisit USD7 miliar (2,99% PDB) pada triwulan III 2014. Dengan demikian, sepanjang 2014,
defisit transaksi berjalan tercatat USD26,2 miliar (2,95% PDB) atau lebih kecil dibanding
tahun 2013 yang mencapai USD29,1 miliar (3,18% PDB).
Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) merilis kinerja neraca perdagangan 2014 masih
defisit sebesar USD1,88 miliar dengan nilai total ekspor tercatat USD 176,29 miliar,
sementara impor USD178,18 miliar.
15
Jika kita amati, surplus neraca pembayaran yang lebih banyak ditopang oleh transaksi
finansial pada 2014, di mana nilainya mencapai USD43,6 miliar atau meningkat dua kali lipat
dari 2013 yang sebesar USD21,9 miliar. Sementara transaksi modal relatif stabil dari tahun
ke tahun. Transaksi finansial pada periode 2014 banyak disumbangkan oleh investasi
portofolio baik swasta maupun sektor publik. Di sisi lain neraca transaksi berjalan sejak
triwulan IV 2011 hingga saat ini terus negatif (defisit) menunjukkan bahwa kinerja transaksi
baik barang maupun jasa masih relatif kurang menggembirakan.
Defisit transaksi berjalan tercatat terus defisit sepanjang triwulan IV 2011-2014 atau telah
berlangsung selama 13 triwulan berturut-turut. Ini merupakan catatan penting bagi
perekonomian nasional mengingat ekonomi Indonesia baru periode tersebut mengalami
defisit berturut-turut. Memang argumentasi di belakang realita tersebut adalah perlambatan
ekonomi dunia yang juga menekan permintaan secara global. Belum lagi dinamika ekonomi
kawasan dan domestik yang juga memberi sentimen terhadap perekonomian nasional.
Dari gambaran ini, pemerintah perlu mencermati dua hal. Pertama, potensi pembalikan modal
(reverse) yang sewaktu-waktu dapat terjadi dan menekan transaksi finansial yang sebagian
besar didominasi oleh investasi portofolio. Hal ini tentunya bukan hal yang mustahil
mengingat The Fed telah memberi sinyal kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (cepat atau
lambat).
Kenaikan suku bunga The Fed tentunya akan berdampak pada realokasi investasi dan
pelarian modal keluar dari negara-negara berkembang ke Amerika Serikat. Termasuk
investasi dan modal derivatif yang saat ini parkir di Indonesia.
Kedua, dari sisi transaksi berjalan akan relatif sulit diharapkan terlalu banyak mengingat
tekanan melemahnya permintaan komoditas dunia sementara sebagian besar kegiatan ekspor
masih mengandalkan ekspor komoditas. Defisit yang terjadi sepanjang 13 triwulan sejak
akhir 2011 mencerminkan masih perlunya dorongan bagi produksi-produksi barang/jasa yang
bernilai tambah tinggi mengingat tekanan melemahnya permintaan komoditas terus
meningkat seiring dengan anjloknya harga komoditas.
Asumsi bahwa anjloknya nilai tukar rupiah akan memberi peluang bagi ekspor juga sulit
dipertahankan lantaran eksportasi yang dilakukan masih didominasi sektor
komoditas. Artinya untuk dapat keluar dari persoalan defisit transaksi berjalan, maka
produksi barang/jasa bernilai tambah tinggi mutlak harus dilakukan
Ketiga, stabilitas politik memerlukan kehati-hatian mengingat contagion effect-nya cukup
signifikan terhadap stabilitas perekonomian nasional. Walaupun sentimen eksternal yang
datang dari krisis Yunani pada pekan lalu ditengarai sebagai sebab dari pelemahan rupiah,
tetapi pemerintah juga perlu menyadari situasi dan dinamika domestik yang kini berlaku di
Indonesia. Potensi tergerusnya kepercayaan investor, melemahnya animo pasar akan
berdampak pada kinerja neraca pembayaran di masa mendatang.
16
Persoalan-persoalan di atas tentunya sangat membutuhkan respons kebijakan agar tekanan
baik eksternal maupun internal dapat dimitigasi sehingga ekonomi nasional dapat terus
membaik. Proyeksi ekonomi global sepanjang 2015 masih berputar sekitar kenaikan suku
bunga The Fed, tertekannya ekonomi Eropa, China, dan Jepang, konflik di sejumlah
kawasan, akan berdampak sepanjang tahun 2015.
Pertama, permintaan komoditas masih terus melemah sepanjang 2015. Kedua, harga minyak
dunia juga tetap berada pada level yang rendah akibat pasokan yang berlimpah setelah
Amerika mengumumkan surplus minyak serpih. Ketiga, perbaikan ekonomi Amerika akan
mendorong penguatan mata uang dolar AS terhadap sebagian besar mata uang negara-negara
di dunia termasuk Indonesia. Keempat, konflik Ukraina, Timur Tengah, dan persoalan-
persoalan di perbatasan negara juga akan memberi kontribusi signifikan terhadap
perlambatan ekonomi global sekaligus mendorong pelemahan permintaan dunia.
Dengan berbagai proyeksi tersebut, pemerintah tetap perlu mencermati dan mewaspadai
pelemahan nilai tukar rupiah mengingat dampak pelemahan ini dapat mengakibatkan
tertahannya pertumbuhan ekonomi.
Pertama, kebutuhan bahan baku yang sebagian besar impor akan menghadapi masalah serius.
Kedua, karena biaya bahan baku naik, harga-harga barang industri juga berpotensi meningkat
pada harga akhir. Ketiga, daya beli masyarakat akan tergerus akibat kenaikan harga-harga
tersebut padahal sebelumnya sudah dihadapkan pada kenaikan harga listrik dan elpiji.
Keempat, potensi pelarian modal dalam beberapa waktu ke depan memiliki nilai probabilitas
cukup tinggi yang dapat sewaktu-waktu menekan kinerja neraca pembayaran. Kelima,
kenaikan suku bunga The Fed dan potensi pelarian modal berdampak pada kebijakan otoritas
moneter yang salah satu opsinya menaikkan suku bunga. Kenaikan suku bunga ini tentunya
akan berdampak pada tertekannya sektor riil yang langsung atau tidak langsung juga
menekan daya beli masyarakat.
Dari kelima potensi itu, hal paling mendasar bagi pemerintah saat ini adalah mempertahankan
dan memastikan daya beli masyarakat tidak tergerus. Ini dapat ditempuh melalui koordinasi
kebijakan lintas sektoral untuk tetap menjaga baik melalui instrumen harga di tingkat akhir,
maupun instrumen fiskal lain yang dapat menjaga daya beli masyarakat, khususnya terhadap
sejumlah barang kebutuhan pokok dan barang penting lainnya.
Setelah itu kinerja perdagangan perlu diarahkan pada produksi barang-barang bernilai tinggi
sekaligus digunakan untuk memperkuat orientasi ekspor barang-barang bernilai tambah
tinggi. Dan yang tak kalah pentingnya adalah memastikan stabilitas politik dan keamanan
domestik untuk menjaga citra sebagai salah satu destinasi investasi yang atraktif saat ini.
Dengan mencermati hal ini, kita berharap tekanan pelemahan rupiah dapat diantisipasi
khususnya terkait dampaknya terhadap ekonomi sektor riil dan rumah tangga.
17
PROF FIRMANZAH PhD
Rektor Paramadina dan Guru Besar FEUI
18
4G LTE, Tak Sekadar Internetan Cepat
Koran SINDO
17 Februari 2015
Akhirnya masyarakat Indonesia bisa memanfaatkan layanan 4G LTE (Long Term Evolution),
sama seperti masyarakat di 107 negara lainnya.
Ya, kita memang cukup terlambat dalam menerapkan teknologi jaringan tercanggih ini, yang
pertama kali diterapkan pada 2009. Bahkan, negara-negara tetangga di Asia Tenggara sudah
menerapkannya lebih dulu. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, mengingat
manfaat yang mampu dihadirkan oleh teknologi 4G LTE. Melalui tulisan ini, saya akan coba
menunjukkan sejumlah hal mengapa kita perlu menerapkannya.
Bicara keunggulan 4G LTE tidak terlepas dari internet cepat yang bisa dihadirkannya.
Namun, bukan berarti ini sekadar masalah bagaimana operator berbisnis layanan internet
yang lebih cepat agar bisa mendapatkan keuntungan lebih banyak. Manfaat bisnis hanyalah
salah satunya. Ada banyak manfaat yang lebih besar dari sekadar bisnis.
Internet cepat dan stabil menjadi pendorong bagi lahirnya berbagai inovasi yang akan
menjadi solusi atas berbagai persoalan, terutama terkait dengan problem keterbatasan ruang
dan waktu. Berbagai bidang kehidupan bisa ikut mengambil manfaat dengan hadirnya
internet cepat, termasuk bidang-bidang yang erat dengan upaya peningkatan kualitas hidup
manusia.
Secara teknis, 4G LTE memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan teknologi generasi
sebelumnya, HSPA dan 3G. Sebut saja antara lain kecepatan hingga lebih dari 100 Mbps,
yang memungkinkan mengunduh data 3–10 kali lebih cepat dibandingkan HSPA, dan 4–9
kali lebih cepat untuk unggah data.
Untuk unduh aplikasi sebesar 25 MB cukup dalam dua detik, sedangkan dengan 3G
setidaknya perlu semenit. Kita bisa menggunakan analogi jalan tol untuk jaringan 4G LTE
ini. Ketika jalan tol yang mulus dan punya 6 lajur terbentang ke seluruh negeri, lalu lintas
kendaraan menjadi sangat lancar. Transportasi orang dan barang antardesa, desa dengan kota,
kota dengan kota di seluruh penjuru negeri, juga hampir-hampir tak akan menemui kendala.
Kelancaran transportasi akan berkontribusi langsung pada teratasinya problem ekonomi dan
sekaligus mendorong kemajuan suatu daerah. Begitu juga dengan internet cepat. Ketika
teknologi yang ada sudah mampu menghadirkan koneksi internet secara cepat dan stabil,
berbagai bidang akan bisa ikut memanfaatkannya.
19
Pengalaman di negara-negara yang telah menerapkan teknologi 4G LTE sebelumnya
menunjukkan hasil yang sangat positif dalam upaya memperbaiki kualitas hidup masyarakat.
Sebagai contoh, di bidang kesehatan, seperti yang dikutip dari www.pcworld.com, Cisco dan
penyedia layanan AT & T di Amerika Serikat telah mengembangkan perangkat dan layanan
khusus untuk operasi kesehatan, dengan memanfaatkan kemampuan jaringan 4G untuk
mentransfer file besar (seperti antara lain sinar-X) secara cepat. Dengan demikian, melalui
layanan canggih ini, seorang dokter bisa melakukan video interaktif guna melakukan
pemantauan secara jarak jauh dengan koleganya yang melakukan tindakan medis di tempat
lain.
Jaringan 4G LTE juga akan memudahkan bagi masyarakat perdesaan untuk mendirikan pusat
kesehatan di daerah terpencil, di mana dokter dapat ”mengunjungi” pasien melalui fasilitas
teleconference. Tentu saja layanan ini akan mampu menjadi solusi atas keinginan pemerintah
dalam memeratakan layanan kesehatan yang berkualitas hingga ke pelosok daerah.
Fasilitas yang hampir sama juga bisa dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan. Dengan
kemampuan jaringan internet yang cepat dan stabil, penyediaan beragam materi edukasi akan
bisa diwujudkan oleh pemerintah bagi warganya hingga di pelosok daerah.
Termasuk juga dalam hal ini penyediaan sistem kuliah jarak jauh, di mana seorang profesor
bisa memberikan kuliah secara interaktif dengan siswa didiknya di tempat yang berjauhan.
Jaringan internet cepat akan mampu menghubungkan siapa saja dengan perpustakaan-
perpustakaan terbaik, bahkan mengakses koleksi buku dan materi multimedia secara digital.
Internet supercepat juga akan membuka peluang bagi bisnis rumahan, yang sebelumnya
memang sudah mulai berkembang. Orang akan mudah menawarkan dagangan dan
melakukan transaksi jual beli secara online. Bahkan, transaksi perbankan juga akan sangat
terdukung. Akan semakin banyak unit bisnis yang bisa dijalankan secara lebih efisien dari
luar kantor atau pabrik tanpa mengurangi produktivitasnya.
Lompatan Pembangunan
Generasi keempat teknologi jaringan mobile ini terutama dibangun untuk menjawab
kebutuhan atas layanan internet mobile dan data yang lebih efisien, yang memungkinkan
konektivitas layanan seluler lebih cepat dan lebih dapat diandalkan, di mana penggunaan data
meningkat 250% dari tahun ke tahun (www.bbc.com).
Sampai saat ini, berbagai negara di lima benua telah meluncurkan 4G dan sudah menuai
manfaatnya. Di antara mereka termasuk kekuatan ekonomi seperti Amerika Serikat, Rusia,
China, dan Jepang. Juga negara-negara lebih kecil di Asia seperti Malaysia, Thailand,
Filipina, dan Bangladesh, hingga negara Afrika seperti Angola, Rwanda, Nigeria, dan
Tanzania. Alasan mereka berinvestasi dalam 4G sangat logis. Sepenuhnya mereka menyadari
bahwa teknologi adalah faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.
20
Bagi negara-negara berkembang, dengan menerapkan teknologi jaringan terbaru ini maka
mereka berharap akan mampu melakukan lompatan pembangunan, serta mendorong dunia
bisnis untuk tumbuh berkembang, serta mendorong masuknya investasi asing.
Bagi pelaku bisnis, di mana konektivitas telah menjadi salah satu kebutuhan utama, seperti di
bidang hiburan, media, serta e-commerce, maka dipastikan akan mendapatkan
keuntungan. Mereka akan mendapatkan layanan data yang lebih cepat dan lebih dapat
diandalkan sehingga akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Hal ini sekaligus akan
membantu mereka bersaing dalam skala global.
Capital Economics pada 2012 memperkirakan kontribusi atas penerapan teknologi 4G LTE
dalam perekonomian Inggris antara lain memacu peningkatan investasi swasta hingga 5,5
miliar poundsterling. Penelitian ini juga menemukan 4G membuka tidak kurang dari 125.000
pekerjaan dan akhirnya memberikan dorongan 0,5% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Padahal, ini di negara yang sudah maju. Manfaat yang sama besar setidaknya juga akan bisa
diraih oleh negara-negara berkembang yang menerapkan teknologi yang sama. Akhirnya,
mari kita syukuri kehadiran jaringan 4G LTE di Indonesia ini dengan memanfaatkannya
sebaik-baiknya untuk kemajuan bangsa dan negara.
HASNUL SUHAIMI
Presiden Direktur/CEO XL Axiata
21
Rigiditas
Koran SINDO
19 Februari 2015
Kita yang membaca berita ini tentu gemas. Menjelang pertengahan Desember 2014, Provinsi
DKI Jakarta mendapat lima bus tingkat dari seorang pengusaha. Busnya bagus, buatan
perusahaan automotif asal Jerman.
Rencananya bus itu bakal digunakan sebagai angkutan gratis. Anda tahu bukan, sejak 17
Januari 2015 berlaku larangan bagi pengendara sepeda motor untuk melintas mulai Bundaran
Hotel Indonesia (HI) sampai Jalan Medan Merdeka Barat. Pengendara yang melintas akan
kena tilang. Peraturan itu menuai pro dan kontra. Mereka yang kontra jelas geram.
”Buat larangan memang mudah. Sekarang apa solusinya bagi para pengendara sepeda
motor?” Di antaranya lima bus tingkat tadi. Kelak, berbarengan dengan lima bus tingkat
lainnya yang sudah dioperasikan, bus tingkat itu akan hilir mudik sepanjang Bundaran HI
hingga Medan Merdeka Barat. Pengendara sepeda motor dipersilakan naik bus tingkat
tersebut. Gratis.
Tapi, apa yang terjadi? Lima bus sumbangan tadi tak bisa beroperasi lantaran tak sesuai
dengan PP No. 55/2012 tentang Kendaraan. Bus itu memakai kerangka yang lebih kecil,
bukan kerangka bus tingkat. Akibatnya bus menjadi lebih ringan. Maklumlah, perusahaan
pembuatnya kelas dunia yang mempunyai tradisi inovasi. Jadi selalu ada pembaruan yang
didasarkan riset. Maka, kendaraan ini beratnya hanya 18 ton. Padahal, sesuai PP tersebut, bus
boleh beroperasi kalau beratnya 21-24 ton.
Kita sebagai masyarakat awam tentu bertanya-tanya. Bukankah kalau lebih ringan, usia pakai
jalan-jalan di Jakarta bisa lebih lama. Lalu, bus gandeng Transjakarta buatan Tiongkok
beratnya lebih dari itu, sekitar 31 ton. Mengapa Transjakarta boleh beroperasi?
Kacamata Kuda
Bus tingkat tadi adalah satu dari sejumlah kasus yang menggambarkan betapa tingginya
rigiditas birokrasi di negara kita. Tapi, sesungguhnya di banyak negara, birokrasi memang
terkenal rigid.
Saya melihat hal-hal semacam ini tidak dikomunikasikan secara jelas oleh para penegak
hukum. Mungkin karena mereka merasa itu bukan urusan kejaksaan atau kepolisian. Urusan
mereka hanya sebatas bagaimana mengembalikan Labora ke penjara. Titik. Kalau cara
pandang ala kacamata kuda seperti ini terus dipertahankan, saya khawatir upaya paksa
kejaksaan dan kepolisian bakal terus menghadapi perlawanan dari masyarakat.
22
Di dunia bisnis, kasus rigiditas juga berlimpah. Misalnya menyangkut ketenagakerjaan
kita. Para pengusaha menilai pasar tenaga kerja kita terkenal sangat rigid. Masih banyak
tenaga kerja kita yang under qualified. Produktivitasnya rendah, banyak menuntut, dan
sukanya bikin ribut sampai kampus-kampus yang dikuasai pembuat aturan yang lebih suka
membuat lulusannya menjadi ribet dan kompleks ketimbang agile dan dinamis.
Namun, coba Anda cek betapa sulitnya perusahaan kalau mau mem-PHK karyawan yang
semacam itu. Sudah harus menghadapi serikat pekerja, perusahaan masih harus berurusan
dengan dinas-dinas ketenagakerjaan yang ada di kotanya. Selain itu, prosesnya juga
memakan waktu yang sangat lama. Itu sebabnya, menurut survei Bank Dunia, biaya PHK di
Indonesia termasuk yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara, bahkan di Asia Timur. Di sini
biaya yang saya maksud bukan hanya soal pesangon, melainkan juga biaya lain-lain yang
mesti dikeluarkan untuk memenuhi prosedur PHK.
Kondisi semacam ini pada gilirannya membuat kita kesulitan sendiri. Banyak investor enggan
menanamkan modalnya. Bahkan, mereka yang sudah membuka usaha di sini pun ada yang
memilih angkat kaki, memindahkan pabriknya ke luar Indonesia.
Kita semua sudah merasakan kesulitan ini. Lapangan kerja baru kian terbatas, dan anak-anak
kita kesulitan mencari pekerjaan. Pengangguran terus meningkat, dan kriminalitas kian
menjadi-jadi. Dampak negatifnya sudah kita rasakan. Tapi betapa sulitnya kita untuk
mendobrak rigiditas di pasar tenaga kerja.
Comfort Zone
Jangan salah, rigiditas bukan hanya monopoli instansi pemerintah atau penegak hukum. Di
BUMN atau perusahaan swasta, rigiditas pun terjadi. Saya mendengar langsung ceritanya.
Ada sebuah BUMN yang ingin menerapkan solusi yang berbasis teknologi informasi (TI).
Dialog pun terjadi antara vendor dan para penggunanya, yakni bagian-bagian yang ada di
perusahaan tersebut.
Masing-masing menganggap perlu memiliki aplikasi yang khusus untuk mereka, karena
merasa bagiannya berbeda dengan bagian yang lain. Celakanya, sang vendor tak punya
keberanian untuk menolak beragam permintaan tersebut. Alhasil, setiap bagian memiliki
sistem TI yang berbeda-beda. Data dari bagian pengadaan tak bisa langsung dipakai oleh
bagian distribusi. Data bagian sales & marketing tak bisa langsung dipakai oleh bagian
keuangan.
Sinkronisasi data menjadi pekerjaan yang melelahkan. Setiap rapat soal ini isinya
pertengkaran. Masing-masing merasa bagiannya lebih penting ketimbang bagian yang lain.
Mereka lalu tidak saling bicara. Dan, terciptalah silo-silo tadi.
Apakah rigiditas di swasta hanya terjadi karena silo antarunit? Ternyata juga tidak. Sikap
mental passenger yang hanya menunggu dan tak mau susah banyak ditemui di semua lini.
23
Kita makin banyak menemui orang yang harus selalu diingatkan, diperintah, diawasi, ditagih,
bahkan diberi peringatan kendati pakaiannya selama bekerja mirip eksekutif hebat dan
pendidikannya tinggi. Kata seorang CEO, ilmu kebatinan banyak dipakai: banyak masalah
hanya disimpan di dalam batin karena mereka tak mau susah.
Rigiditas semacam ini punya dampak yang sangat serius. Kinerja babak belur. Negara
menjadi tidak bisa melayani dengan baik, kesejahteraan bangsa tidak meningkat. Perusahaan
merugi, bahkan terancam ditutup.
Beruntung kalau pemimpin berani melakukan mutasi dan menunjuk pejabat baru. Oleh
pejabat atau CEO baru itu, silo-silo tadi dibongkar habis. Setiap bagian dipaksa untuk
berbicara dengan bagian lainnya. Upaya mendobrak rigiditas semacam ini memakan waktu
yang tidak sedikit. Berbulan-bulan, namun hasilnya kelihatan. Kerugian terus berkurang,
bahkan akhirnya perusahaan mulai membukukan keuntungan.
Baiklah, kita sudah punya sejumlah kasus soal rigiditas yang punya dampak negatif. Saya
ingin memberi catatan akhir. Sejatinya rigiditas hanya selangkah sebelum kita masuk dalam
perangkap comfort zone. Dan, hidup kita akan berakhir begitu kita masuk perangkap tersebut.
Maka saya setuju dengan kata Neale Donald Walsch, penulis buku Conversations with God ,
”Life begins at the end of your comfort zone.”
RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan
@Rhenald_Kasali
24
Memadukan Fiskal dan Moneter
Koran SINDO
Senin, 23 Februari 2015
Kebijakan moneter dan fiskal ibarat dua jajaran besi rel yang lurus mengarah pada tujuan
yang sama. Meski kedua lajur besi itu tak pernah bersentuhan, mereka memastikan lokomotif
dan gerbong kereta yang berjalan di atasnya akan tiba pada tujuan.
Deskripsi itu menunjukkan peran kebijakan moneter dan fiskal dalam perekonomian.
Kebijakan moneter memakai instrumen tingkat suku bunga, nilai tukar, jumlah uang beredar,
dan lain-lain untuk memengaruhi kegiatan ekonomi. Jika ekonomi ingin digenjot, tingkat
suku bunga diturunkan; demikian sebaliknya.
Kebijakan fiskal menggunakan instrumen anggaran negara (APBN) untuk mengelola
stabilitas ekonomi. Bila ekonomi hendak dipacu, anggaran didesain defisit; demikian
sebaliknya. Tentu saja, irama kebijakan fiskal dan moneter itu diharapkan sama agar tujuan
pembangunan bisa dicapai.
Beban Kebijakan Moneter
Beberapa saat lalu pemerintah dan DPR telah menyepakati APBN-P 2015 dengan postur
yang dianggap lebih kuat dan sehat ketimbang rencana anggaran sebelumnya. Alokasi
anggaran dipakai berdasarkan prioritas sesuai janji presiden terpilih. Demikian pula belanja
infrastruktur digenjot untuk memastikan target pembangunan ekonomi terpenuhi.
Salah satu asumsi makroekonomi yang berat untuk dicapai adalah pertumbuhan ekonomi
sebesar 5,7% pada tahun ini. Target itu amat berat karena situasi ekonomi global yang masih
muram dan keadaan ekonomi domestik yang rentan. Pembangunan infrastruktur dan
perizinan yang efisien tentu akan membantu terwujudnya target itu. Tapi, itu saja tidak
cukup.
Oleh karena itu, pengumuman Bank Indonesia yang menurunkan BI Rate (suku bunga
panduan) ke level 7,5% pekan lalu laik disambut gembira. Sekurangnya dua hal yang
menyebabkan kebijakan itu layak diberikan apresiasi. Pertama, penurunan BI Rate membuat
harmoni kebijakan moneter dan fiskal menjadi lebih mungkin dijalankan.
Penurunan BI Rate menyodorkan sinyal bahwa BI hendak melonggarkan kegiatan ekonomi
sehingga diharapkan target pertumbuhan ekonomi terwujud. Logika sederhananya: apabila Bi
Rate turun, tingkat bunga perbankan (deposito dan kredit) juga turun, yang kemudian
berpotensi meningkatkan investasi. Investasi merupakan salah satu sumber penting
25
pertumbuhan ekonomi.
Kedua, kebijakan penurunan BI Rate ”mengakhiri” episode penggunaan kebijakan moneter
untuk mengatasi seluruh beban persoalan ekonomi, yang semestinya sebagian dipanggul
pemerintah (via kebijakan fiskal). Kinerja pemerintah yang buruk selama ini sebagian
terselamatkan oleh kebijakan moneter tersebut.
Kinerja pemerintah yang kurang bagus itu antara lain tecermin dari pembangunan
infrastruktur yang macet, iklim investasi yang tak memadai, biaya logistik yang mahal,
efisiensi birokrasi yang parah, aturan main yang tak pasti, kelembagaan yang tak komplet,
dan sebagainya. Seluruh problem ini membuat sendi ekonomi terganggu sehingga
mengakibatkan komplikasi ekonomi seperti defisit neraca perdagangan, inflasi mudah
melesat, nilai tukar melemah, dan seterusnya.
Selama ini, persoalan itu sebagian harus ditutup dengan kebijakan moneter tersebut. Dengan
begitu, kebijakan penurunan BI Rate ini membuat selaras antara kebijakan fiskal dan
moneter. Kebijakan fiskal sudah disusun cukup ekspansif, bukan semata ditunjukkan oleh
defisit fiskal, tetapi juga alokasi anggaran yang menohok jantung pergerakan ekonomi,
khususnya pembangunan infrastruktur.
Masa Ketidaknormalan
Tentu saja penurunan BI Rate tidak otomatis membuat ekonomi bekerja sesuai dengan
harapan. Teramat banyak instrumen kebijakan lain yang perlu diperkuat untuk memastikan
kebijakan itu berjalan cepat. Salah satu yang krusial adalah mempercepat sektor perbankan
merespons kebijakan itu dengan menurunkan suku bunga. BI Rate hanyalah suku bunga
panduan yang tak memiliki otoritas instruktif sehingga kesadaran dunia perbankan sangat
diharapkan. Meskipun tak memiliki kekuatan mengikat, diharapkan BI dan OJK terus
menjalin komunikasi dengan perbankan.
Sekurangnya pemerintah bisa membantu dengan memerintahkan bank BUMN memelopori
penurunan suku bunga. Ruang ini sangat mungkin dilakukan, tidak saja karena inflasi yang
relatif mereda, tetapi juga pemerintah tak lagi meminta deviden yang besar, termasuk kepada
bank BUMN.
Berikutnya, sampai saat ini terdapat kurang lebih Rp1.000 triliun kredit yang tak terserap
(undisbursed loan) di perbankan. Maksudnya, kredit itu sebetulnya sudah disetujui oleh
perbankan, tapi tak dieksekusi oleh debitor karena aneka sebab. Salah satunya, sebagian
investasi yang direncanakan terganjal oleh keterbatasan infrastruktur (misalnya perizinan dan
listrik) dan pembebasan lahan. Kredit itu sebagian juga terjadi pada proyek infrastruktur.
Oleh karena itu, pemerintah, BI, dan OJK mesti bahu-membahu mengidentifikasi persoalan
kredit yang tak terserap tersebut ( sekitar 30% dari total kredit) dan sigap membenahinya.
Apabila ikhtiar ini jalan, dampaknya sangat besar bagi pergerakan kegiatan ekonomi.
26
Kombinasi dari penurunan tingkat suku bunga dan jaminan pemerintah bakal menghidupkan
kembali kredit yang tak terserap tersebut.
Di luar itu, ruang penurunan BI Rate ke depan masih terbuka lebar karena kondisi ekonomi
yang mulai membaik. Neraca perdagangan 2014 masih defisit (USD 1,8 miliar) tapi lebih
kecil ketimbang 2013 (sekitar USD4 miliar), neraca pembayaran sudah surplus, dan prospek
inflasi bagus karena ditopang oleh penurunan harga minyak. Bahkan, neraca perdagangan
Januari 2015 telah surplus. Meski data-data tersebut dinamis, secara umum prospek ke depan
diharapkan membaik. Apabila itu diikuti dengan selesainya pekerjaan rumah yang menjadi
portofolio pemerintah (seperti yang telah disebutkan di atas), ruang bagi otoritas moneter
menurunkan BI Rate makin besar.
Di atas segalanya, baik pemerintah maupun BI mesti terus hati-hati karena tak selamanya
yang diprediksi selalu menjadi kenyataan. Sekarang adalah masa di mana ketidaknormalan
dianggap kelaziman.
AHMAD ERANI YUSTIKA
Guru Besar FEB Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef
27
PMN dan Kinerja BUMN
Koran SINDO
Selasa, 24 Februari 2015
Tak bisa dimungkiri, keberadaan perusahaan negara atau badan usaha milik negara (BUMN)
adalah salah satu pilar perekonomian bangsa.
Dengan posisi Indonesia sebagai negara yang menganut paham ekonomi semiterbuka,
perekonomian nasional tidak terlepas dari pengaruh perekonomian dunia yang berkembang
sangat pesat. Konsekuensinya adalah kebijakan pembinaan BUMN senantiasa mengalami
penyesuaian mengikuti kondisi dan perkembangan perekonomian nasional.
Berpijak pada rencana untuk memperluas dan memperkuat jaringan infrastruktur serta
mewujudkan swasembada pangan, pemerintah memberikan penyertaan modal negara (PMN)
kepada 30 BUMN terpilih. Ini terjadi setelah Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
pada dua pekan lalu akhirnya menyetujui pemberian PMN sebesar Rp37,276 triliun kepada
27 BUMN pada tahap pertama.
Tahap kedua, tiga BUMN yakni PT PLN (Persero), Perum Jamkrindo, dan Askrindo akhirnya
mendapatkan juga dana PMN sejumlah Rp6 triliun. Dengan persetujuan itu, total PMN yang
akan diberikan kepada BUMN pada APBN-P 2015 sebesar Rp43,2 triliun kepada 30 BUMN.
Dalam tanggapannya, Menteri BUMN Rini Soemarno berjanji, dana sebesar itu di antaranya
akan digunakan untuk membangun infrastruktur jalan tol, selain ada juga proyek
pembangunan terminal di pelabuhan.
Dalam keputusan itu, Komisi VI DPR RI juga memberi sepuluh catatan, baik bagi
Kementerian BUMN maupun BUMN penerima PMN. Dari sepuluh catatan, ada tiga poin
utama yang pantas untuk digarisbawahi yakni 1) PMN tidak digunakan untuk membayar
utang perusahaan penerima PMN; 2) BUMN penerima PMN harus menerapkan good
corporate governance (GCG); 3) Dalam hal pengadaan barang dan jasa dalam menggunakan
dana PMN meminta kepada Kementerian BUMN untuk mengutamakan produk dalam negeri
dan sinergi antar BUMN.
Pertanyaannya, apakah kebijakan PMN BUMN pada 2015 ini strategi pemerintah dalam
meningkatkan kinerja BUMN?
Sudut Positif PMN
Banyak beredar pandangan miring terkait PMN ini. Itulah yang akhirnya menimbulkan
prasangka negatif ketika pemerintah hendak melakukan PMN. Pertama, PMN selalu
28
dikaitkan dengan BUMN merugi. Munculnya anggapan ini karena dalam praktiknya kita
sendiri (pemerintah dan DPR) yang melanggengkan kebiasaan untuk memberikan PMN
kepada BUMN merugi. Seolah-olah PMN memang untuk BUMN merugi. Padahal,
seharusnya tidak demikian. Bagi BUMN merugi justru seharusnya dilikuidasi atau diambil
tindakan lain agar tidak membebani negara.
Kedua, seringkali PMN disamakan dengan subsidi. Artinya, bila pemerintah memberikan
PMN itu, berarti pemerintah menyubsidi BUMN. Dalam situasi seperti saat ini, di mana
pemerintah baru saja menaikkan harga BBM pada November 2014 (meskipun akhirnya
diturunkan lagi), PMN ini akhirnya menjadi isu yang dapat dipolitisasi: pemerintah cabut
subsidi untuk rakyat, tetapi menyubsidi BUMN. Politisasi seperti ini tidak sepenuhnya salah
karena dalam praktiknya masa lalu, PMN terbukti kurang efektif mendongkrak kinerja
BUMN terkait.
Karena itu, untuk mengikis berbagai anggapan negatif tentang PMN, kita membutuhkan
paradigma baru dalam kebijakan PMN. Pertama, PMN jangan diberikan kepada BUMN
merugi. BUMN merugi dapat diberikan PMN sepanjang ada urgensi strategisnya bagi
negara.
Kedua, PMN hanya diberikan kepada BUMN yang sehat dan memiliki prospek bagus agar
PMN dapat kembali melalui pembayaran dividen dan pajak yang lebih tinggi. PMN akan
semakin bermakna manakala diberikan kepada BUMN yang tidak hanya sehat, tetapi juga
memiliki urgensi strategisnya bagi negara.
Selain dua syarat di atas, sedikitnya ada juga lima alasan kenapa PMN perlu diberikan kepada
BUMN; 1) Dengan penyertaan modal, diharapkan BUMN dapat meningkatkan leverage
(daya ungkit) pendanaan; 2) Pemerintah ingin ada optimalisasi peran BUMN dalam
berproduksi dan memberikan layanan publik terbaik untuk mendukung pencapaian sasaran
RPJMN 2015-2019; 3) Meningkatkan peran BUMN sebagai pelaku ekonomi yang akan
membayar pajak dan memberikan setoran dividen kepada negara; 4) Memperkuat posisi
pemerintah melalui Kementerian BUMN dalam membina dan mengarahkan BUMN sebagai
agen pembangunan; dan 5) Peningkatan peran BUMN, strategis untuk membantu kehadiran
negara dan tegaknya kewibawaan negara. Dengan paradigma ini, sebenarnya tidak ada yang
keliru bila PMN diberikan kepada BUMN, termasuk kepada BUMN terbuka.
Menggenjot Kinerja BUMN
Penguatan eksistensi BUMN adalah konsekuensi dan amanah dari konstitusi di mana ihwal
yang penting atau cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
BUMN dilahirkan dengan dua misi penting. Misi pertama BUMN adalah sebagai pemilik
profitabilitas yaitu sebagai dividen atau penerimaan bagi negara untuk dana pembangunan
selanjutnya. Misi kedua, BUMN berfungsi sebagai pemilik pelayanan atau kemanfaatan
29
publik yang mencerminkan tugas utama negara.
Dengan dua misi tersebut, jelas sudah bahwa BUMN salah satu pilar ekonomi bangsa yang
harus ditingkatkan profesionalisme kinerjanya. PMN bisa kita pandang sebagai komitmen
pemerintah untuk menggenjot kinerja BUMN. Karena itu, negara juga tidak boleh sekadar
menyuntikkan dana, melainkan juga harus mendorong ada perbaikan birokrasi dan perbaikan
pengelolaan keuangan.
PMN itu wajib dibarengi dengan peningkatan dalam sisi kinerja. Sebanyak 142 BUMN wajib
dikelola secara profesional sehingga mampu menjadi pilar dan pendorong perekonomian
nasional. Apalagi dengan jumlah total aset BUMN kurang lebih Rp4200 triliun, seharusnya
mampu menghasilkan laba dalam jumlah yang memadai, minimal 5% dari total aset, atau
kurang lebih Rp210 triliun.
Dengan modal tersebut, BUMN juga diharapkan mampu meringankan beban negara dengan
mencapai usulan target setoran dividen sebesar Rp43,73 triliun untuk RAPBN 2015.
Ditambah lagi pendapatan dari pajak dan program divestasi secara selektif dan transparan
sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada RAPBN dan penciptaan
lapangan kerja baru.
PMN memiliki urgensi untuk dilakukan. Dengan kemampuan pendanaan BUMN yang
meningkat, terutama perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur dan pangan, akan
menjadi roda penggerak pembangunan seiring fokus kerja pemerintah untuk membenahi
kedaulatan pangan dan membangun infrastruktur.
Dari titik ini bisa kita lihat bahwa pemerintah sangat berharap BUMN mempunyai kinerja
yang maksimal. Seiring pembangunan infrastruktur, BUMN dapat mendorong tercapai target
pertumbuhan ekonomi sebesar 7% dalam tiga tahun ke depan. Dengan pertumbuhan ekonomi
tersebut, dunia usaha akan lebih banyak menyerap tenaga kerja, mengurangi pengangguran
dan kemiskinan demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Terlebih, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berjalan akhir tahun ini,
jangan biarkan BUMN bertarung tanpa pertolongan negara. Bukankah uang BUMN itu juga
uang rakyat?
ALI MASYKUR MUSA
Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
30
UMKM dan Perekonomian Nasional
Koran SINDO
Selasa, 24 Februari 2015
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, diketahui
definisi usaha skala mikro, kecil, dan menengah maksimal memiliki kekayaan Rp10 miliar
dengan hasil penjualan Rp50 miliar.
Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, UMKM di Indonesia jumlahnya
lebih dari 90% total pengusaha. Kendati secara persentase jumlah UMKM di Indonesia besar,
jika dilihat dari peredaran uangnya relatif tidak besar. Tidak heran kalau persaingan bank
dalam memperebutkan ”kue” di sektor ini sudah cukup ketat.
Perkembangan usaha sektor UMKM cenderung berkaitan dengan pasang-surut ekonomi
nasional. Jika kondisi ekonomi sedang booming, perkembangan UMKM juga seperti itu.
Begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan pengamatan saya, saat ini ada dua bentuk UMKM. Pertama, UMKM dalam
bentuk stand alone. Kedua, UMKM yang memiliki linkage dengan korporasi.
Kedua bentuk UMKM itu memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pada bentuk
pertama, pelaku usaha bergerak sendiri sesuai dengan pengalaman, passion, dan keinginan
berdasarkan peluang tanpa memiliki kaitan dengan korporasi. Kelebihannya, pelaku usaha
bisa berusaha dengan bebas. Hanya, UMKM bentuk ini cenderung rawan konflik
internal. Banyak terjadi kegagalan bisnis bermula dari masalah keluarga, seperti perbedaan
kepentingan, di samping memang karena adanya kegagalan dari bisnis itu sendiri.
Adapun UMKM bentuk linkage biasanya memiliki keterkaitan dengan korporasi, seperti
sebagai agen, subagen, retailer, dan sebagainya. Jika dilihat dari historis, UMKM yang
linkage cenderung lebih mapan dan mempunyai kepastian. Ini karena bila bisnis sedang sulit
ada kecenderungan ditolong oleh korporasi. Biasanya langkah tersebut dilakukan korporasi
untuk menjamin keberlangsungan usaha di masa mendatang.
Tapi sayangnya, kedua jenis UMKM itu terkadang tidak bisa diukur kinerjanya. Artinya
belum ada jaminan dalam beberapa tahun ke depan perusahaannya tetap eksis. Padahal, hal
itu menjadi salah satu keharusan bagi UMKM agar mendapatkan pinjaman dari perbankan.
Sebagian besar perbankan memberikan kredit dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan.
Perkembangan UMKM tidak bisa jika hanya dilakukan sendiri. UMKM jangan hanya dilihat
dari sudut pandang UMKM-nya. UMKM itu merupakan kepanjangan tangan induknya.
Harus ada induknya, yakni korporasi yang berfungsi sebagai manufaktur.
31
Nah, intinya itu. Harus ada investor-investor yang mulai masuk ke dunia bisnis menciptakan
suatu produksi tertentu. Apakah itu kebutuhan sehari-hari, makanan, hiburan, atau jasa. Lalu,
dikembangkan oleh UMKM.
Perkembangan UMKM dan daya beli itu seperti ayam dan telur. UMKM tidak akan
berkembang cepat jika daya beli tidak ada. Itulah sebabnya, peran pemerintah untuk
mengeluarkan berbagai kebijakan yang bisa menciptakan daya beli, sangat dibutuhkan. Kalau
daya beli tidak ada, siapa yang mau membeli barang atau jasa UMKM?
Situasi dan kondisi itu biasanya terjadi di suatu daerah terpencil yang income masyarakatnya
relatif kecil. Masyarakat cenderung kesulitan memulai suatu usaha karena usaha yang akan
dijalankan tidak memiliki pasar yang jelas. Pertanyaannya, bagaimana memiliki pasar kalau
income masyarakatnya tidak besar?
Masuknya investor di suatu daerah, baik itu membangun pabrik maupun membuka
perkebunan, akan menciptakan lapangan pekerjaan sehingga masyarakat memiliki
kesempatan untuk menaikkan pendapatannya. Ujung-ujungnya, spending money yang
diciptakan bisa menciptakan demand. Istilahnya, kalau ada permintaan harus ada supply.
UMKM-lah yang akan menjalankan fungsi supply tersebut.
Jadi tidak bisa tiba-tiba ada UMKM yang berkembang hanya dengan memberikan modal.
Kalau dikasih modal terus tidak ada yang membeli bagaimana? Kemudian apa yang mau
dijual? Itulah sebabnya harus dimulai dengan menciptakan pendapatan masyarakat.
Di daerah yang sudah matang seperti DKI Jakarta, mungkin pelaku usaha tidak lagi
memikirkan permintaan karena demand-nya sudah ada. Tinggal bagaimana menciptakan
pengusaha-pengusaha atau entrepreneur-entrepreneur baru dan tangguh. Di DKI Jakarta
perlu menciptakan pengusaha atau entrepreneur yang tangguh karena di Jakarta sudah
banyak terdapat sentra usaha.
Jika menciptakan pengusaha baru, ibarat anak kecil melawan raksasa. Misalnya di Tanah
Abang. Di sana pedagang-pedagangnya sudah hebat. Kalau pedagang masuk ke Tanah Abang
sebagai pendatang baru, mungkin akan cukup kesulitan untuk dapat bersaing dengan
pedagang yang sudah ada.
Menciptakan wirausaha baru di Jakarta tidak semudah teori. Perlu pendalaman. Misalkan
bagaimana menarik pelanggan, menciptakan produk yang lebih menarik dan sebagainya. Itu
kan tidak mudah, sehingga yang berperan bukan hanya memiliki modal, lalu usaha jalan.
Sewaktu saya menjadi pembicara di Munas Hipmi di Bandung, beberapa waktu lalu, saya
sampaikan bahwa menjadi pelaku usaha bukanlah impian utama pelajar ketika kelak dewasa.
Sebagian besar pelajar di Indonesia berharap kelak ketika dewasa menjadi guru, PNS,
pegawai swasta ataupun anggota TNI dan Polri.
32
Sebagian dari mereka mengubah haluan menjadi wirausaha karena tidak diterima setelah
melamar kerja di mana-mana. Bukan karena kebanggaan menjadi wirausaha. Mungkin perlu
dipikirkan untuk mulai meningkatkan peran sektor pendidikan demi mengubah mindset
generasi muda terhadap wirausaha. Menjadi pelaku wirausaha jauh membanggakan daripada
bekerja dengan orang dan tentunya memiliki prospek luar biasa jika ditekuni dengan baik.
Jika itu bisa dilakukan, pastilah akan semakin banyak penduduk Indonesia yang menjadi
wirausaha dan memiliki UMKM. Hal itu bisa membawa perekonomian Indonesia jauh lebih
baik daripada saat ini.
JAHJA SETIAATMADJA
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA)
33
Ketika Sayap Singa Udara Tak Mengembang
Koran SINDO
Selasa, 24 Februari 2015
Di tengah masa libur Tahun Baru Imlek, puluhan pesawat Lion Air mengalami keterlambatan
penerbangan di berbagai tujuan penerbangan. Sampai Jumat (20/02) pukul 20.00 WIB saja
kisruh Lion Air disinggung lebih dari 170.000 kali di Twitter, sebagian besar mengangkat
cerita penumpang yang terdampar.
Berbagai spekulasi berkembang seputar keterlambatan Lion Air, termasuk isu mengenai aksi
mogok kru pesawat. Namun, pihak Lion Air melalui Direktur Humas-nya, Edward Sirait,
menepis spekulasi tersebut. Menurutnya, penundaan terjadi karena kerusakan pada pesawat.
Tiga pesawat rusak di Semarang karena mesinnya kena burung dan di Jakarta juga ada
permasalahan operasional yaitu pesawat tidak fit.
Lion Air merupakan maskapai yang mengusai tak kurang dari 40% rute penerbangan Tanah
Air. Sisanya baru dibagi di antara pesawat-pesawat maskapai lain. Maka itu, kekacauan luar
biasa terjadi di berbagai tempat pada saat siklus penerbangan maskapai yang berlogo singa
udara itu bermasalah.
Lambatnya manajemen Lion Air dalam merespons kepanikan para pengguna jasa
penerbangan akibat kekacauan jadwal penerbangan pesawat itu di berbagai tujuan telah
menorehkan citra buruk untuk yang kesekian kalinya bagi manajemen pelayanan publik
maskapai penerbangan tersebut.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung
Jawab Pengangkut Angkutan Udara, Lion Air harus memberikan pendanaan ganti rugi
kepada penumpang yang pesawatnya mengalami keterlambatan. Namun, respons manajemen
Lion Air terlihat sangat lambat dalam menangani implementasi regulasi tersebut.
Di sisi lain, pihak Kementerian Perhubungan selaku regulator juga terkesan hanya
memberikan sanksi yang relatif ringan terhadap maskapai Lion Air. Dalam hukum
administrasi negara sektoral di bidang penerbangan, pemerintah diberikan otoritas penuh
untuk menjatuhkan sanksi administratif yang bersifat condemnation reparation jika terjadi
pelanggaran norma hukum administrasi. Namun, pilihan sanksi administratif yang dijatuhkan
Kementerian Perhubungan dalam kasus Lion Air baru berupa penghentian rute baru untuk
Lion Air sebagai sanksi awal yang diterapkan sampai ada komitmen SOP pelayanan
penumpang dengan baik. Sanksi tersebut terhitung ringan jika dibandingkan banyak keluhan
konsumen atas pelayanan maskapai Lion Air selama ini baik yang dilakukan melalui YLKI
maupun kepada pihak otoritas bandara.
34
Lion Air memang tak pernah lepas dari pemberitaan. Mulai dari aksi-aksi ekspansinya di
sektor bisnis penerbangan domestik dan internasional, persaingannya dengan maskapai
penerbangan nasional lainnya, termasuk dengan AirAsia, hingga masalah pelayanan terhadap
konsumen. Untuk persoalan yang terakhir yakni buruknya kinerja pelayanan terhadap
konsumen, Lion Air punya segudang catatan “hitam”.
Jika berkaca pada hukum administrasi sektoral di bidang penerbangan, sejatinya
negara/pemerintah diberikan kewenangan yang sangat besar dalam mengatur industri
penerbangan di negeri ini. Rute penerbangan yang dikuasai oleh maskapai Lion air yang tak
kurang dari 40% dari seluruh rute penerbangan di Tanah Air selama ini memperlihatkan
kurang kompetitifnya persaingan di kalangan maskapai pemberi jasa
penerbangan. Pemerintah sebenarnya bisa saja mendorong agar persaingan dalam bisnis jasa
penerbangan lebih kompetitif dengan menerapkan stimulus bagi penguatan maskapai-
maskapai yang ada.
Dalam UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ditegaskan bahwa penerbangan dikuasai
oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Pembinaan penerbangan tersebut
meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Pengaturan tersebut diwujudkan
dalam bentuk penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas penentuan norma,
standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur, termasuk persyaratan keselamatan dan
keamanan penerbangan serta perizinan.
Instrumen-instrumen hukum administrasi dalam melaksanakan fungsi pengaturan tersebut
sejatinya bisa lebih diefektifkan pemerintah sehingga semakin selaras dengan salah satu
slogan utama dalam Nawacita Kabinet Jokowi-JK untuk menghadirkan negara dalam
kehidupan masyarakat.
Selama ini sistem manajemen penerbangan masih jauh panggang dari api dalam memberikan
indeks kebahagiaan bagi para penumpang. Sejak dari manajemen pelayanan sampai pada
manajemen keselamatan penerbangan masih terlihat belum ditangani secara serius oleh
berbagai maskapai penerbangan.
Sebagai contoh, dalam kisruh jadwal penerbangan maskapai Lion Air beberapa waktu lalu,
negara tak terlihat hadir untuk berperan secara strategis dan taktis dalam membantu
memberikan solusi bagi terlantarnya ribuan penumpang di berbagai bandara. Akibat itu,
sampai sekarang juga tak ada penjelasan yang memadai dari maskapai tersebut maupun
pemerintah selaku regulator apa penyebab terjadi kekisruhan jadwal penerbangan Lion Air
dan langkah-langkah strategis-sistematis untuk mengatasi itu serta mencegah terulang
kekisruhan manajemen penerbangan yang paling dahsyat saat ini.
Padahal pemerintah selaku regulator memiliki otoritas penuh dalam perspektif hak mengusai
negara atas penerbangan untuk melaksanakan fungsi pengendalian sebagaimana diamanatkan
dalam UU Penerbangan yang meliputi pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, perizinan,
sertifikasi, serta bantuan teknis di bidang pembangunan dan pengoperasian.
35
Selain itu, dalam hal terjadi pelanggaran serius dalam manajemen pelayanan penerbangan,
pemerintah juga diberikan kewenangan selaku regulator untuk melakukan tindakan korektif
dan penegakan hukum. Pemerintah tak boleh terkesan lepas tangan atau sungkan untuk
menjatuhkan sanksi bagi sebuah maskapai penerbangan meski maskapai tersebut menguasai
persentase rute penerbangan yang besar di negeri ini.
Terjadi kekisruhan manajemen penerbangan yang dilakukan maskapai Lion Air tersebut
terjadi tak lama sejak kekisruhan izin pesawat yang terungkap pascajatuh pesawat AirAsia
QZ 8501. Penerbangan yang seharusnya menjadi moda transportasi paling aman dengan
sejumlah persyaratan yang wajib dipenuhi kini justru semakin terpuruk dengan rendahnya
kualitas pelayanan dan manajemen keselamatan penerbangan yang seharusnya menjadi acuan
utama dari pihak-pihak yang berkaitan dengan manajemen penerbangan.
Berkaca pada hal tersebut, pembenahan terhadap manajemen penerbangan tak boleh sekadar
menyentuh sisi teknis operasional seperti menghilangkan loket pelayanan dan mengganti
dengan sistem e-ticketing, integrasi airport tax ke dalam tiket pesawat, sistem izin terbang,
dan sejenisnya. Namun, pemerintah perlu mengembangkan desain strategis jangka panjang
manajemen pelayanan dan keselamatan penerbangan yang mengintegrasikan standar
operasional prosedur internasional manajemen penerbangan.
Standard operating procedure (SOP) internasional oleh Civil Aviation Safety Regulation
(CASR) dan peraturan internasional dari International Air Transport Association (IATA)
harus sungguh-sungguh dijadikan pedoman oleh regulator dalam mengembangkan kebijakan
strategis manajemen pelayanan dan keselamatan penerbangan tersebut.
Esensi yang harus benar-benar dijabarkan dalam manajemen penerbangan di negeri ini
sebagai diatur dalam kedua regulasi internasional tersebut pada intinya mencakup persoalan
safety, security, dan public services. Kerentanan pesawat terbang dari berbagai faktor potensi
gangguan eksternal seperti anomali cuaca, kondisi alam, dan sejenisnya harus diimbangi
dengan kokohnya peran negara dalam mengimplementasikan kedudukannya yang memiliki
hak menguasai negara atas penerbangan.
Baik dan buruk pelayanan publik di suatu negara, termasuk di bidang penerbangan,
memberikan gambaran terhadap kualitas pengelolaan suatu negara. Manajemen penerbangan
adalah etalase Tanah Air karena menjadi salah satu pintu masuk pertama bagi wisatawan di
suatu negara.
DR W RIAWAN TJANDRA SH MHUM
Pengajar Hukum Administrasi pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta
36
Cinta Produk Dalam Negeri
Koran SINDO
Kamis, 26 Februari 2015
Impor apel yang berasal dari negara Amerika Serikat (AS), dengan jenis Granny Smith dan
Gala (dari California) sekarang ini tidak diperkenankan. Keadaan ini terjadi karena adanya
kasus keracunan akibat mengonsumsi kedua jenis apel tersebut. Diduga keracunan terjadi
karena bakteri Listeria monocytogenes yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Pencegahan impor kedua jenis apel tersebut menindaklanjuti informasi dan surat peringatan
dari Emergency Contact Point International Food Safety Authorities Network (Infosan) yang
dikirimkan pada 17 Januari 2015. Selain itu, pemerintah telah menerima surat dari Kedutaan
Besar AS di Jakarta terkait hal serupa pada 21 Januari 2015. Sekiranya telah telanjur diimpor,
maka harus dilakukan penarikan pada apel yang diduga dapat membahayakan kesehatan
manusia.
Lewat media massa, baik elektronik maupun cetak pada berbagai daerah, kita bisa melihat
masih ada penjualan kedua apel tersebut baik pada pasar modern maupun lapak-lapak yang
dipunyai pedagang kecil. Oleh karena sangat membahayakan bagi kesehatan, sudah
selayaknya peredaran apel tersebut untuk sementara waktu ditiadakan. Kerugian ekonomi
yang terjadi baik pada importir maupun pedagang memang merupakan suatu risiko usaha,
dari pada kesehatan masyarakat umum dipertaruhkan.
Pelarangan impor apel tersebut dapat merupakan berkah tersembunyi bagi usaha substitusi
produk dalam negeri, baik pada buah apel, buah lain, maupun pada komoditas
lainnya. Alasannya, entah disengaja atau tidak, kayanya advertensi produk luar negeri begitu
masifnya dalam mengarahkan konsumsi domestik. Efek demonstrasi (demonstration effect)
yang menuju kepada pengunggulan produk luar sangatlah kentara di negara yang agraris,
yang sebenarnya mengandung potensi buah, sayuran, pangan, dan komoditas pertanian
lainnya.
Komoditas buah yang banyak diimpor adalah apel, pir, jeruk hingga buah naga. Sekiranya
komoditas buah yang diimpor tidak ada di Indonesia, tidaklah mengapa, tetapi akan menjadi
problema kalau buah tersebut ada di Indonesia. Apel yang diimpor jelas merupakan pesaing
bagi buah apel malang, demikian juga jeruk banyak diproduksi di Indonesia. Perbandingan
buah impor dan domestik paling menonjol pada pasar modern (swalayan) dibandingkan
dengan penjual buah pinggir jalan.
Di tengah menjamurnya pasar modern di Indonesia yang minimarketnya sampai menjangkau
daerah pedesaan, perubahan selera masyarakat akan mudah berubah mengikuti tren zaman,
37
yang disebut ‘modern’ tersebut. Pengenalan komoditas ke gerai-gerai minimarket, termasuk
buah impor, akan mengubah kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi.
Kalau tidak direspons segera oleh pihak berwajib, maka kemandirian dan kedaulatan buah di
Indonesia dalam bahaya besar. Kondisi buah yang ada di Indonesia kalau tidak segera
diperbaiki, masalahnya seperti halnya pangan yang kondisi impornya makin memprihatinkan.
Mafia pangan telah ditengarai adanya, sehingga jenis dan volume impor terus mengalami
kenaikan. Data impor pangan hingga pertengahan 2014 tetap tinggi, misal beras 152.000 ton,
jagung 1,45 juta ton, dan kedelai 1,3 juta ton.
Khusus untuk kedelai yang diimpor mayoritas dari AS, jenisnya transgenetik, yang sampai
sekarang dari unsur kesehatan juga masih menimbulkan perdebatan. Di negara asalnya,
kedelai tersebut mayoritas diperuntukkan bagi pakan ternak, tetapi mengapa di Indonesia
justru untuk makanan tahu dan tempe khususnya?
Kearifan Lokal
Di tengah suasana globalisasi dan liberalisme yang sedang terjadi, sebenarnya Tuhan
Mahaadil, Pemurah dan Penyayang. Kearifan lokal yang sebenarnya ada, mestinya harus
terus dijaga sebagai anugerah tak terbatas dari Ilahi.
Buah-buahan di Indonesia sebagai negara tropis, tentunya rasanya tidak semanis buah
impor. Keadaan ini disebabkan bagi tubuh di daerah tropis lebih memerlukan vitamin C
untuk kesehatan tubuh dibandingkan yang terlalu banyak mengandung gula, yang justru kalau
kebanyakan dapat menyebabkan penyakit diabetes.
Glokalisasi sangatlah diperlukan dalam arena globalisasi sekarang ini. Persaingan yang tanpa
pandang bulu, mestinya bagi Pemerintah harus tetap menjunjung tinggi dan menjaga kearifan
lokal, termasuk pada buah dan komoditas lainnya.
Sosialisasi keunggulan buah lokal mesti terus digaungkan baik melalui pertemuan formal dan
informal pada berbagai segmen masyarakat. Demikian juga melalui media masa baik cetak
dan elektronik dapat juga dikampanyekan dan diadvertensikan. Para pemimpin sebagai
cerminan dan anutan masyarakat harus gemar memberikan contoh dalam mengonsumsi
produk lokal, termasuk buah lokal.
Pernah penulis naik kereta jurusan Semarang-Tegal beberapa waktu lalu, di mana segerbong
dengan para elite, dan disediakan buah-buahan, ternyata mayoritas buah impor. Demikian
juga pada rapat-rapat resmi sekarang ini lebih banyak disajikan buah impor, karena sajian dan
bentuknya lebih menarik. Keadaan ini bisa disebabkan unsur kepatutan, di mana secara jujur
tampilan barang impor, termasuk buah impor sering lebih menarik, karena ranum dan
bentuknya besar-besar.
Konsep Agrobisnis
38
Di tengah area Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sebentar lagi akan giat-giatnya
dijalankan, Indonesia harus berbenah diri pada berbagai komoditas yang dihasilkan termasuk
buah-buahan. Konsep agrobisnis mestinya bisa diaplikasikan.
Pertama, penyediaan input untuk produksi. Benihnya harus unggul, demikian juga sarana dan
prasarana lainnya harus tersedia memadai, misal pupuk dan mesin traktor jika diperlukan.
Demikian juga jalan dan saluran irigasi. Pengalaman Bob Sadino (almarhum) yang sukses
dengan produk agrobisnis organik bisa dijadikan contoh untuk berguru. Pupuk sering jadi
masalah, di mana dibutuhkan justru menghilang, maka peran Pemerintah dengan aparatnya
sangatlah diperlukan.
Kedua, teknologi produksi haruslah mengikuti perkembangan jaman. Penggunaan mesin jika
diperlukan dapat dilakukan supaya produknya unggul. Teknologi pengolahan (agroindustri)
sangatlah diperlukan untuk mengolah produk primer menjadi produk olahan karena ada nilai
tambah. Aneka apel olahan dan ketela olahan sebagai misal, sebagai hasil usaha kreatif dan
inovatif begitu dibutuhkan dalam menyerap tenaga kerja yang jumlahnya kelebihan.
Ketiga, aspek pemasaran menjadi begitu penting, di mana tidak ada artinya sesuatu produk
kalau tidak bisa dipasarkan. Kita begitu iri kepada pemerintah Thailand di mana khusus untuk
pemasaran produk agrobisnis disediakan pelabuhan khusus, dengan pelayanan prima dalam
arti waktu dan dana pengurusan izin minimum.
Keempat, lembaga penunjang seperti perbankan, asuransi, penyuluhan, penelitian dan lain-
lainnya. Indonesia dengan penduduk keempat terbesar di dunia, dengan jumlahnya sekitar
250 juta orang, merupakan pasar yang potensial untuk berbagai produk, termasuk produk
buah. Sekiranya mayoritas kebutuhan buah dapat dipenuhi dari produk dalam negeri, maka
efek pengganda kenaikan pendapatan dan kesempatan kerja akan meningkat. Yang lebih
penting lagi, rasa memiliki kecintaan produk dalam negeri akan dapat membendung
masuknya berbagai produk impor.
Kiranya larangan impor suatu komoditas merupakan berkah tersembunyi bagi Indonesia. Kita
tunggu saja bagaimana Indonesia akan menyikapinya, apakah akan berpihak ke kearifan
lokal, atau justru lupa akan peluang yang penting.
PURBAYU BUDI SANTOSA
Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang
39
Menebak Arah BI Rate
Koran SINDO
Kamis, 26 Februari 2015
Pada 17 Februari 2015, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin
(BP) atau 0,25% dari 7,75% menjadi 7,50%. Nah, ketika kelak suku bunga acuan Amerika
Serikat (The Fed Funds Rate) jadi naik dari 0,25% menjadi minimal 1–2%, apakah BI Rate
bakal kembali naik?
Selama ini, inflasi menjadi salah satu faktor yang mendorong BI untuk mengubah BI Rate.
Ini buktinya. BI Rate mulai mendaki dari 7,25% per Oktober 2013 menjadi 7,50% per
November 2013 pada saat inflasi 8,37%. Level BI Rate itu bertahan selama 13 bulan hingga
November 2014. Padahal, inflasi telah menipis hingga menyentuh level terendah 3,99% per
Agustus 2014.
Sebaliknya, BI Rate justru mendaki lagi menjadi 7,75% pada 18 November 2014 segera
setelah pemerintah mengumumkan kenaikan BBM bersubsidi. Kenaikan itu sempat membuat
pelaku bisnis dan perbankan terpana. Meskipun jauh sebelumnya BI sudah memberikan
sinyal kenaikan BI Rate mengingat inflasi bakal mencapai kisaran 7,7% pada akhir Desember
2014. Eh, inflasi malah lebih tinggi lagi mencapai 8,36%.
Apakah penurunan BI Rate itu dan ketika inflasi menjinak menjadi 6,96% per Januari 2015
akan menyetrum suku bunga kredit untuk ikut menurun? Jawabannya amat mudah: tidak
secepat seperti yang diharapkan BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Formulanya, ketika BI Rate naik, suku bunga deposito akan segera naik pula. Namun
sebaliknya, tatkala BI Rate turun, suku bunga deposito tidak akan otomatis segera turun.
Mengapa? Lantaran sebelumnya bank nasional telah mengeluarkan biaya lebih besar berupa
kenaikan suku bunga deposito yang lebih tinggi daripada biasanya. Dengan bahasa lebih
lugas, suku bunga deposito akan menurun pelan-pelan (gradually). Nah, manakala suku
bunga deposito mulai menguncup, maka suku bunga kredit akan mengempis pelan-pelan
pula.
Sejauh mana tingkat suku bunga rata-rata kredit bank umum? Statistik Perbankan Indonesia,
November 2014 yang terbit medio Januari 2015 menunjukkan suku bunga rata-rata (dalam
rupiah) untuk kredit modal kerja mekar 2 BP (0,02%) dari 12,83% per Oktober 2014 menjadi
12,85% per November 2014.
Suku bunga rata-rata kredit konsumsi juga tumbuh mekar 10 BP (0,10%) dari 13,43%
menjadi 13,53%. Sebaliknya, suku bunga rata-rata kredit investasi justru menipis 2 BP
40
(0,02%) dari 12,40% menjadi 12,38% pada periode yang sama.
Opsi Utama
Pertanyaan berikutnya, apakah BI Rate bakal melonjak lagi pascakenaikan suku bunga The
Fed minimal menjadi 1–2% yang diprediksi pada semester I/2015?
Ada dua opsi utama yang dapat dipertimbangkan. Pertama, BI Rate akan naik minimal 25 BP
(0,25%) kembali menjadi 7,75%. Kalau BI memilih opsi ini, perang suku bunga deposito
akan pecah lagi. Untunglah, OJK sudah menetapkan batas atas suku bunga deposito di atas
Rp2 miliar efektif 1 Oktober 2014.
Namun, intervensi itu tetap tak mampu menahan kenaikan suku bunga kredit karena kenaikan
suku bunga deposito berarti kenaikan pula biaya dana (cost of fund). Likuiditas akan kian
ketat. Ujungnya, tingkat efisiensi yang tecermin pada rasio beban operasional terhadap
pendapatan operasional (BOPO) akan menebal. Lirik saja, BOPO bank umum yang
merupakan representasi enam kelompok bank sudah mendaki dari 73,95% per November
2013 menjadi 76,16% per November 2014. Bagaimana bank nasional mampu bersaing
dengan bank negara ASEAN dengan BOPO 40–60%? Daya saing bank nasional menjadi kian
rendah. Padahal peningkatan daya saing itu amat dibutuhkan dalam era Masyarakat Ekonomi
ASEAN.
Kedua, apakah BI perlu menahan BI Rate sebesar 7,50%? Ya! Mengapa? Karena level itu
masih cukup memadai dalam mencegah pelarian dana (capital flight). Coba bandingkan
dengan suku bunga acuan negara ASEAN seperti Singapura 0,39%, Thailand 2%, Malaysia
3,25%, Filipina 4%, dan Vietnam 6,50%. Sementara suku bunga acuan negara berkembang
(emerging markets) lainnya, Korea Selatan 2%, Meksiko 3%, Cile 3%, dan Afrika Selatan
5,75%.
Dengan bahasa lebih bening, BI Rate masih memadai untuk menarik minat investor asing
agar tidak lari ke lain hati. Apalagi, Fitch Rating menyatakan sovereign Indonesia BBB––
dengan prospek stabil. Tegasnya, peringkat layak investasi (investment grade) Indonesia
sejak 2011 masih tetap tidak berubah. Tegasnya, Indonesia tetap menjadi salah satu tujuan
investasi asing yang menarik lagi aman.
Sebelum menanamkan investasi, investor asing pasti akan mencermati risiko negara (country
risk) suatu negara misalnya Indonesia. Country risk adalah suatu cara pengukuran mengenai
tingkat ketidakpastian politik dan ekonomi dalam suatu negara yang dapat berdampak pada
nilai pinjaman dan investasi di negara tersebut (Alan C Shapiro, 1998).
Salah satu lembaga pemeringkat country risk yang terkemuka adalah The PRS Group yang
menerbitkan International Country Risk Guide (ICRG), yang memuat country risk semua
negara. ICRG mengelompokkan komponen risiko negara ke dalam tiga risiko politik,
ekonomi dan finansial. Tingkat risiko negara meliputi risiko amat rendah, rendah, moderat,
41
tinggi dan amat tinggi.
Kini Indonesia berisiko negara moderat (moderate country risk). Hal ini menjadi
pertimbangan investor dalam berinvestasi. Maka, pemerintahan Joko Widodo wajib
menggenjot tingkat risiko Indonesia menjadi risiko rendah (low risk) seperti Singapura dan
Malaysia. Ingat, kian rendah risiko suatu negara, akan kian tinggi investasi sebagai salah satu
tulang punggung dalam menyuburkan pertumbuhan ekonomi nasional yang ditargetkan 5,7%
pada 2015.
Saat ini defisit transaksi berjalan mencapai 2,81% terhadap produk domestik bruto (PDB)
pada triwulan IV/2014. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan periode yang sama
pada 2013 sebesar 2,50%. Oleh karena itu, di sisi fiskal, pemerintah perlu menjaga tingkat
defisit transaksi berjalan serendah mungkin. Lantaran makin rendah defisit transaksi berjalan,
makin rendah pula kebutuhan dolar AS bagi para importir untuk melakukan transaksi impor.
Hal ini tentu saja akan mendorong penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Ringkas tutur, hendaknya BI Rate bukan satu-satunya alat moneter dalam menanggapi
kenaikan The Fed Funds Rate.
PAUL SUTARYONO
Pengamat Perbankan dan Mantan Assistant Vice President BNI
42
Gertak
Koran SINDO
Kamis, 26 Februari 2015
Pekan-pekan belakangan ini hubungan Indonesia dengan dua negara lain, Australia dan
Brasil, bak cerita silat karya Asmaraman S Kho Ping Hoo (alm.).
Memanas dan masing-masing saling mengeluarkan jurusnya. Sekilas, Australia dan Brasil
terlihat mengeluarkan jurus-jurus serangan, sementara Indonesia dengan ligat bertahan,
menangkis atau berkelit. Penyebabnya tentu kita sudah sama-sama tahu. Australia panas
karena ada dua warga negaranya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, yang terancam
dihukum mati oleh Indonesia.
Keduanya dihukum karena tertangkap saat menyelundupkan heroin sebanyak 8,2 kg pada 17
April 2005. Kasusnya populer dengan sebutan ‘Bali Nine’. Itu karena Chan dan Sukumaran
melakukan aksinya bersama tujuh rekannya.
Akan halnya Brasil, seorang warga negaranya, Marco Archer Cardoso Moreira, sudah
dieksekusi mati pada Januari lalu. Kini masih ada seorang warga negara Brasil lainnya yang
menanti dieksekusi, yakni Rodrigo Gularte. Jika tak ada halangan, eksekusi Rodrigo bakal
dilakukan pada Maret 2015. Persiapan ke arah sana terus dilakukan pihak Kejaksaan Agung.
Marco dan Rodrigo divonis hukuman mati oleh pengadilan karena terbukti menyelundupkan
narkoba ke Indonesia. Marco terbukti menyelundupkan narkoba sebanyak 13,4 kg ke
Indonesia pada 2004. Sementara Rodrigo terbukti menyelundupkan kokain seberat 6 kg.
Melihat banyaknya narkoba yang diselundupkan, baik pada kasus Bali Nine maupun oleh dua
warga negara Brasil, jelas bahwa barang haram itu tidak untuk mereka konsumsi sendiri. Itu
pasti untuk diperjualbelikan.
Indonesia selama beberapa tahun belakangan memang terkenal sebagai surga penjaja
narkoba. Pasarnya sangat menjanjikan. Konsumennya berlimpah– terutama anak-anak
muda—, aparat penegak hukumnya bisa dibeli, atau kalau tertangkap pun hukumannya
ringan. Bahkan kalau sudah kepepet pun masih bisa minta grasi.
Melihat banyaknya narkoba yang mereka selundupkan, mulanya saya agak heran dengan
”manuver pembelaan” yang dilakukan baik oleh PM Australia Tony Abbott maupun Presiden
Brasil Dilma Rousseff. Penyelundupan narkoba sebanyak itu pasti tidak akan dilakukan oleh
pemain kelas teri. Pasti kelas kakap.
43
Penyelundup narkoba kelas kakap seperti mereka pasti tak hanya membuat repot Indonesia,
tetapi tentu menimbulkan banyak masalah bagi negara asalnya. Mana ada negara yang mau
warga negaranya menjadi bandar narkoba?
Kalau saja media kita mau sedikit melakukan investigasi, bukan tak mungkin empat orang
tadi sebetulnya juga sudah menjadi incaran aparat hukum di negaranya. Pada kasus Bali
Nine, misalnya, mereka ditangkap oleh aparat keamanan kita berdasarkan info dari
Kepolisian Federal Australia (AFP, Australia Federal Police).
Jadi, satu-satunya alasan mengapa PM Abbott dan Presiden Rousseff begitu keras menentang
hukuman mati tersebut mungkin tak lebih untuk alasan popularitas semata. Mereka tentu
tidak ingin dianggap sebagai pemimpin yang tidak melakukan upaya apa pun guna
menyelamatkan warga negaranya yang terancam hukuman mati.
Kalau berpegang dengan logika tadi, meski gertakan PM Abbott dan Presiden Rousseff
terkesan garang dan agak tak patut (Australia menagih sumbangannya saat tsunami melanda
Indonesia dan Brasil menolak surat kredensial dari Indonesia yang dibawa oleh Dubes
Indonesia untuk Brasil) dan kita membalasnya dengan gertakan pula, menjadi agak jelas
siapa sebetulnya yang tengah menolong siapa.
Bukankah dengan cara seperti ini, tangan PM Abbott dan Presiden Rousseff tetap bersih?
Namun demikianlah tugas kepala negara, ia wajib membela warga negaranya. Bukankah
sikap kita juga demikian terhadap WNI yang akan dihukum gantung, dipancung atau
dihukum mati dalam bentuk apa pun oleh negara lain, apa jua kesalahan mereka?
Hal Biasa
Dalam dunia bisnis, aksi gertak-menggertak adalah hal biasa. Sepanjang tahun 2014,
misalnya, kita menyaksikannya. Saling gertak itu terjadi antara pemerintah dengan
perusahaan tambang multinasional, terutama PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa
Tenggara.
Aksi saling ancam dan gertak itu bermula ketika pemerintah memutuskan untuk menerapkan
aturan mengenai larangan ekspor mineral mentah yang mulai berlaku pada 12 Januari 2014.
Untuk tetap bisa mengekspor produk mineralnya, perusahaan-perusahaan itu mesti
membangun smelter atau pabrik pengolahan. Aturan itu jelas menuai pro dan kontra.
Newmont menggertak dengan menghentikan ekspor. Alasannya, telah terjadi force majeure
yang diakibatkan adanya aturan baru tersebut.
Bersama dengan Freeport, Newmont menguasai 97% produksi tembaga nasional. Dengan
penguasaan produksi tembaga sebesar itu, dari sisi bisnis, posisi Freeport dan Newmont
memang terbilang kuat. Gertakan mereka jelas sangat berpengaruh. Bahkan Newmont
melanjutkan gertakannya dengan menyetop 90% kontraktornya yang bekerja di area
pertambangannya.
44
Lalu, sekitar 80% dari 4.000 karyawan di area tersebut juga dinyatakan berstatus stand-by.
Para karyawan itu tidak bekerja, tetapi belum diberhentikan. Gaji mereka pun dipotong.
Ampuhkah gertakan mereka? Dalam kasus Freeport, perusahaan ini akhirnya setuju untuk
membangun smelter. Namun kontrak perusahaan ini yang mestinya habis pada 2021
diperpanjang hingga 2041.
Begitulah kalau kepentingannya sudah menyangkut fulus, biasanya jalan keluarnya agak
lebih mudah dan terselewengkanlah sesuatu yang sudah kita targetkan. Itu karena, ”A wise
man should have money in his head, but not in his heart,” kata Jonathan Swift, politikus dan
penulis esai satire asal Irlandia.
Jangan Kebakaran Jenggot
Dalam kasus Indonesia vs Brasil, aksi gertak-menggertak kini sudah memasuki urusan fulus.
Indonesia sudah mengancam bakal membatalkan pembelian alutsista. Kata Wakil Presiden
Jusuf Kalla, Indonesia tengah mempertimbangkan untuk mengurangi impor alutsista dari
Brasil dan siap mengalihkan pembeliannya ke Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan atau
negara-negara Eropa.
Saat ini negara kita sudah memesan 16 pesawat Tucano yang diproduksi perusahaan
penerbangan Brasil, Embraer. Kemudian, TNI juga akan memesan sistem peluncur roket
paling mutakhir dari produsen senjata Avibras yang bermarkas di Sao Jose dos Campos, Sao
Paulo, Brasil. Kesepakatan pembelian itu sudah ditandatangani di Jakarta. Nilainya mulai
USD400 juta hingga USD800 juta atau kalau dikonversi dalam rupiah antara Rp3,8 triliun
sampai Rp7,6 triliun. Angka tersebut tentu bukan jumlah yang sedikit bagi Brasil yang tengah
mati-matian mempertahankan tingkat penganggurannya tetap rendah, berkisar 5%.
Akankah semua ancaman dan gertakan tadi bakal menjadi kenyataan? Saya setuju dengan
Charles Caleb Colton, seorang ulama dan penulis asal Inggris, ”Those that are the loudest in
their threats are the weakest in their actions.” Mereka yang menggertak sangat keras
biasanya tak punya nyali dalam bertindak. Kita mestinya bisa membaca sinyal semacam ini.
Jadi jangan cepat kebakaran jenggot menghadapi gertakan entah dari PM Abbott atau
Presiden Rousseff. Kita buat santai saja.
RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan
@Rhenald_Kasali
45
Mengembalikan Khitah Bulog
Koran SINDO
Sabtu, 28 Februari 2015
Gonjang-ganjing harga beras yang telah berlangsung beberapa bulan terakhir mengingatkan
kita tentang arti penting mengembalikan Bulog kepada semangat awalnya (khitah).
Semangat awal dibentuk Bulog adalah mengemban dua misi besar. Misi pertama, melindungi
konsumen, utamanya warga miskin dan kaum marginal perkotaan dari melambungnya harga
kebutuhan pangan pokok. Misi kedua, melindungi petani dari keterpurukan harga jual
komoditas pangan hasil panen mereka.
Namun, dengan bergulirnya waktu, sejak 1998 pemerintah atas desakan Dana Moneter
Internasional (IMF) ”mempreteli” peran dan fungsi Bulog. Misi heroik yang harus diemban
Bulog tersebut semakin pudar ketika lembaga ini kemudian menjelma menjadi perusahaan
umum (perum) seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 tentang
Pendirian Perusahaan Umum (Perum) Bulog.
Sejujurnya kita akui, setelah Bulog menjelma menjadi perum, peran lembaga ini tak ubahnya
mesin ekonomi liberal lain. Layaknya mesin ekonomi liberal, jika suatu aktivitas menjanjikan
keuntungan secara ekonomi, mesin ini akan bergerak. Sebaliknya, jika aktivitas tersebut tidak
menjanjikan keuntungan secara ekonomi, mesin ekonomi ini akan memilih ”duduk manis”.
Kompleksitas masalah pangan saat ini dan ke depan akan semakin tinggi. Untuk itu, dituntut
keseriusan negara/pemerintah untuk menanganinya. Saatnya Bulog dikembalikan kepada
semangat awal saat lembaga ini dibentuk.
Sejarah panjang bangsa ini telah mencatat bahwa dalam sebutir beras tidak hanya terkandung
dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi kehidupan lain seperti dimensi sosial, keadilan,
nasionalisme, spiritual, juga politik. Jadi komoditas pangan tak sepantasnya diposisikan
sebatas komoditas perdagangan layaknya produk manufaktur. Hanya diserahkan kepada
mekanisme pasar.
Pemerintah/negara harus hadir dalam setiap permasalahan pangan yang membelit rakyat
seperti permasalahan meroketnya harga beras beberapa waktu terakhir. Menyerahkan
pengelolaan pangan pada swasta merupakan bentuk pengingkaran kewajiban negara dalam
memenuhi hak rakyat paling asasi tersebut.
Di Bawah Presiden
Semangat itu sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
46
Pasal 126 Undang-Undang Pangan menegaskan bahwa dalam hal mewujudkan Kedaulatan
Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan nasional, dibentuk lembaga pemerintah
yang menangani bidang pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
Lembaga tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan produksi, pengadaan,
penyimpanan, dan/atau distribusi pangan pokok dan pangan lain yang ditetapkan pemerintah.
Pilihan paling realistis untuk mengemban tugas pokok dan fungsi tersebut tidak ada lain
selain Perum Bulog.
Bulog dengan tugas pokok dan fungsi baru tersebut harus menjalankan manajemen pangan
sebagaimana diformulakan Saleh Affif dan Leon Mears (1967). Terdapat lima prinsip dalam
formula tersebut. Pertama, ditetapkan harga dasar komoditas (floor price) yang memberikan
insentif harga jual bagi petani sehingga mereka tetap bergairah dalam melakukan usaha tani.
Untuk tujuan ini, pemerintah mengeluarkan peraturan yang dituangkan dalam instruksi
presiden (inpres) yang memuat mekanisme harga dasar komoditas dalam bentuk harga
pembelian pemerintah (HPP).
Kedua, perlu ada harga maksimum (ceiling price) yang bertujuan melindungi konsumen dari
kenaikan harga yang tak terkendali. Jika mekanisme harga maksimum dapat berfungsi
dengan baik, tak perlu terjadi gonjang-ganjing harga beras seperti kita alami beberapa bulan
terakhir.
Ketiga, perlu ada selisih yang memadai antara harga dasar dan harga maksimum. Selisih
harga yang memadai tersebut akan lebih merangsang aktivitas perdagangan oleh swasta.
Keempat, perlu diupayakan relasi harga antardaerah dan isolasi harga terhadap pasar dunia
dengan fluktuasi yang lebar.
Kelima, perlu ada stok penyangga (buffer stock) yang dikuasai pemerintah dalam jumlah
yang cukup. Stok penyangga ini sangat penting untuk melakukan penetrasi pasar dalam
rangka stabilisasi harga pada saat-saat tertentu misalnya pada musim paceklik, Lebaran, atau
Natal dan tahun baru. Hanya Buloglah yang memiliki 1.755 gudang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia sehingga peran sebagai pengelola stok penyangga pangan tersebut sangat
mungkin diembannya.
Untuk itulah, Bulog perlu diberi kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan stok pangan,
termasuk di dalamnya kebijakan importasi. Dengan catatan, kebijakan importasi tetap harus
memprioritaskan penyerapan hasil panen petani domestik untuk kemandirian dan kedaulatan
pangan bangsa.
Profesional
Satu hal yang perlu diingat, track record Bulog masa lalu sangat kental dengan aroma
47
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Secara kasatmata Bulog pernah menjadi mesin uang
politik penguasa. Skandal Bulog yang berjilid-jilid menjadi bukti yang tak terbantahkan. Ke
depan semua itu harus dijadikan cermin bagi seluruh jajaran Bulog agar tidak terjerumus
pada kasus-kasus yang sama.
Dengan tugas pokok dan fungsi yang baru, Bulog harus mampu memerankan diri sebagai
lembaga penyangga dan stabilisator harga pangan yang profesional demi kepentingan rakyat.
Prinsip good corporate governance harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga akan
lebih efisien, efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Akhirnya, agar beban berat yang diamanatkan kepada Bulog dapat memenuhi harapan
masyarakat, Bulog harus mempunyai hak istimewa. Tanpa hak istimewa tersebut, Bulog tidak
akan mampu melawan sepak terjang para ”naga” dan ”samurai” yang sudah menguasai mata
rantai perdagangan pangan dari sentra produksi hingga pasar ritel.
Salah satu hak istimewa tersebut antara lain memberikan hak kepada Bulog untuk mengimpor
semua komoditas bahan pangan pokok dengan persentase yang besar dibanding pelaku pasar
lain. Hanya dengan hak-hak istimewa seperti inilah, Bulog akan mampu melawan kartel
pangan yang kini sudah menggurita. Di sinilah komitmen para penentu kebijakan pangan
negeri ini tengah diuji.
TOTO SUBANDRIYO
Praktisi Dunia Pertanian; Lulusan IPB; dan Magister Manajemen UNSOED
48
Misteri Mafia Beras
Koran SINDO
Sabtu, 28 Februari 2015
Reformasi telah mengubah peran pemerintah di satu sisi serta peran swasta, warga sipil, dan
dunia internasional di sisi lain.
Perubahan terjadi di level politik, tetapi tidak pada sistem ekonomi. Ini ditandai dengan peran
negara yang kian ciut, sebaliknya swasta dan kaum kapitalis kian sulit diatur. Hasilnya,
kehadiran negara lewat pelbagai lembaga pengemban pelayanan publik kian lumpuh.
Hari-hari ini kita menjadi saksi negara yang lumpuh, tecermin dari ketidakberdayaan dalam
mengendalikan harga beras. Mengapa dari tahun ke tahun masalah ini tak pernah berubah? Di
manakah kehadiran negara?
Konstitusi mengamanatkan agar negara selalu hadir dalam setiap permasalahan warga. Dalam
UU Nomor 18/2012 tentang Pangan dan UU Nomor 7/2014 tentang Perdagangan diatur
kewajiban negara untuk menjadi stabilisator harga pangan. Bahkan, komitmen ”negara hadir”
juga dituangkan dalam Nawacita Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dalam
butir 1 Nawacita ditegaskan: ”Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap
bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara....” Adapun dalam butir 2:
”Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih,
efektif, demokratis, dan tepercaya....”
***
Seperti layang-layang putus, tiga minggu terakhir harga beras lepas tak terkendali. Jika
semula kenaikan harga beras hanya terjadi di Jakarta dan sekitarnya, kini menular ke
sejumlah daerah. Biasanya, saat musim paceklik terjadi kenaikan harga 10%. Tapi kenaikan
kali ini sudah mencapai 30%.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menuding ada mafia beras yang bermain mengeruk
keuntungan dari situasi ini. Ini bukan hal baru. Di pemerintahan lalu, tudingan ada mafia
beras berulang kali dilemparkan. Namun tak ada satu pun yang bisa membuktikan. Juga tak
ada satu pun yang diseret ke meja hijau. Benarkah ada mafia beras?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi IV, 2013), ‘mafia’ dimaknai sebagai
”perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan (kriminal)”. Merujuk pada definisi
itu, tidak tepat menyematkan kata ”mafia” pada beras. Lebih tepat kata ‘kartel’. Barangkali
ini yang dimaksud Menteri Gobel.
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015
(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

More Related Content

Similar to (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

78725587 daftar-peraturan-jasa-konstruksi-di-indonesia-2012
78725587 daftar-peraturan-jasa-konstruksi-di-indonesia-201278725587 daftar-peraturan-jasa-konstruksi-di-indonesia-2012
78725587 daftar-peraturan-jasa-konstruksi-di-indonesia-2012scoz_rf
 
M9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri
M9. industrialisasi dan perkembangan sektor industriM9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri
M9. industrialisasi dan perkembangan sektor industrierlina na
 
Indepth report membaca inisiatif e asean
Indepth report membaca inisiatif e asean Indepth report membaca inisiatif e asean
Indepth report membaca inisiatif e asean SatuDunia Foundation
 
Surya epaper 1 desember 2013
Surya epaper 1 desember 2013Surya epaper 1 desember 2013
Surya epaper 1 desember 2013Portal Surya
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014ekho109
 
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Shareholders and t...
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Shareholders and t...BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Shareholders and t...
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Shareholders and t...Rachmad Hidayat
 
SM, Sukrasno, Hapzi Ali, Analisis SWOT pada PT Indosat Ooredoo, Universitas ...
SM, Sukrasno, Hapzi Ali, Analisis SWOT pada PT  Indosat Ooredoo, Universitas ...SM, Sukrasno, Hapzi Ali, Analisis SWOT pada PT  Indosat Ooredoo, Universitas ...
SM, Sukrasno, Hapzi Ali, Analisis SWOT pada PT Indosat Ooredoo, Universitas ...SukrasnoSukrasno
 
Hubungan Industrial ( Contoh Kasus )
Hubungan Industrial ( Contoh Kasus )Hubungan Industrial ( Contoh Kasus )
Hubungan Industrial ( Contoh Kasus )Tsuchey Oetami
 

Similar to (sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015 (10)

78725587 daftar-peraturan-jasa-konstruksi-di-indonesia-2012
78725587 daftar-peraturan-jasa-konstruksi-di-indonesia-201278725587 daftar-peraturan-jasa-konstruksi-di-indonesia-2012
78725587 daftar-peraturan-jasa-konstruksi-di-indonesia-2012
 
M9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri
M9. industrialisasi dan perkembangan sektor industriM9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri
M9. industrialisasi dan perkembangan sektor industri
 
Indepth report membaca inisiatif e asean
Indepth report membaca inisiatif e asean Indepth report membaca inisiatif e asean
Indepth report membaca inisiatif e asean
 
Surya epaper 1 desember 2013
Surya epaper 1 desember 2013Surya epaper 1 desember 2013
Surya epaper 1 desember 2013
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi KORAN SINDO 16 september 2014-26 September 2014
 
Nusantara Infrastructure
Nusantara InfrastructureNusantara Infrastructure
Nusantara Infrastructure
 
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Shareholders and t...
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Shareholders and t...BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Shareholders and t...
BE & GG, Rachmad Hidayat, Hapzi Ali, Ethics and Business - Shareholders and t...
 
Progress ROADMAP BUMN
Progress ROADMAP BUMNProgress ROADMAP BUMN
Progress ROADMAP BUMN
 
SM, Sukrasno, Hapzi Ali, Analisis SWOT pada PT Indosat Ooredoo, Universitas ...
SM, Sukrasno, Hapzi Ali, Analisis SWOT pada PT  Indosat Ooredoo, Universitas ...SM, Sukrasno, Hapzi Ali, Analisis SWOT pada PT  Indosat Ooredoo, Universitas ...
SM, Sukrasno, Hapzi Ali, Analisis SWOT pada PT Indosat Ooredoo, Universitas ...
 
Hubungan Industrial ( Contoh Kasus )
Hubungan Industrial ( Contoh Kasus )Hubungan Industrial ( Contoh Kasus )
Hubungan Industrial ( Contoh Kasus )
 

Recently uploaded

Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptKonsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptAchmadHasanHafidzi
 
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen StrategikKonsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategikmonikabudiman19
 
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfKESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfNizeAckerman
 
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptPengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptAchmadHasanHafidzi
 
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYAKREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYARirilMardiana
 
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxBAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxTheresiaSimamora1
 
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelBab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelAdhiliaMegaC1
 
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptxfitriamutia
 
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.pptsantikalakita
 
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal KerjaPengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerjamonikabudiman19
 
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptxPPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptximamfadilah24062003
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IPIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IAccIblock
 
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAKONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAAchmadHasanHafidzi
 
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptkonsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptAchmadHasanHafidzi
 

Recently uploaded (16)

Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptKonsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
 
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen StrategikKonsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
 
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
 
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfKESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
 
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptPengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
 
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYAKREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
 
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxBAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
 
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelBab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
 
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
 
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
 
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal KerjaPengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
 
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptxPPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
 
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IPIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
 
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAKONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
 
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptkonsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
 

(sindonews.com) Opini ekonomi 12 februari 2015-11 April 2015

  • 1. 1 DAFTAR ISI PENYALUR MOBIL TETANGGA? Hendrik Kawilarang Luntungan 4 BEBAN BARU DARI PENGUASA BARU Kusfiardi 8 PERSPEKTIF BARU KONFLIK KPK-POLRI Wahyu T Setyobudi 11 MENGAWAL NILAI TUKAR RUPIAH Firmanzah 14 4G LTE, TAK SEKADAR INTERNETAN CEPAT Hasnul Suhaimi 18 RIGIDITAS Rhenald Kasali 21 MEMADUKAN FISKAL DAN MONETER Ahmad Erani Yustika 24 PMN DAN KINERJA BUMN Ali Masykur Musa 27 UMKM DAN PEREKONOMIAN NASIONAL Jahja Setiaatmadja 30 KETIKA SAYAP SINGA UDARA TAK MENGEMBANG W Riawan Tjandra 33 CINTA PRODUK DALAM NEGERI Purbayu Budi Santosa 36 MENEBAK ARAH BI RATE Paul Sutaryono 39 GERTAK Rhenald Kasali 42 MENGEMBALIKAN KHITAH BULOG Toto Subandriyo 45 MISTERI MAFIA BERAS Khudori 48 INDONESIA SEBAGAI MINING COUNTRY Kusnowibowo 51
  • 2. 2 ALI BABA PERSIA, HANGZHOU, DAN MEDAN Rokhmin Dahuri 54 MAKROPRUDENSIAL DAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN Firmanzah 57 SISI POLITIK BERAS Anas Urbaningrum 60 POLITIK BERAS ALA JOKOWI Atang Trisnanto 63 MENJADIKAN MAJALENGKA KAWASAN METROPOLITAN Sutrisno 66 PENYERTAAN MODAL NEGARA Rhenald Kasali 69 INVESTASI DAN PEMBIARAN KONFLIK Hendrik Kawilarang Luntungan 74 REVISI UU TENTANG SUMBER DAYA AIR Aunur Rofiq 78 NATIONAL DESIGN POLICY DAN DAYA SAING Firmanzah 81 MENGUKUR PLUS-MINUS PELEMAHAN RUPIAH Sunarsip 84 IMPLIKASI PEMBATALAN UU SDA Dian Indrawati 87 WAJARKAH RUPIAH MELEMAH? Enny Sri Hartati 90 TRADITIONAL MARKETING VS EVENT BASED MARKETING Eddy Anthony 93 DEFLASI DAN NILAI TUKAR Firmanzah 96 POLITIK BANTUAN CINA-AFRIKA Dinna Wisnu 99 SISTEM PEMBAYARAN BARTER Achmad Deni Daruri 102 MENYELAMATKAN PERTAMINA Ari Pramono & Harryadin Mahardika 105
  • 3. 3 MISFIT VS PROBLEMSOLVER Rhenald Kasali 109 MEMPERKUKUH OTOT RUPIAH Paul Sutaryono 113 ASIA-AFRIKA DAN POTENSI EKONOMI Firmanzah 116 MENUJU POROS MARITIM DUNIA Rokhmin Dahuri 119 DISTRIBUSI TERTUTUP LPG MELON Ali Masykur Musa 124 WARISAN KEPEMIMPINAN MODEL SINGAPURA Tirta N Mursitama 127 LEE Rhenald Kasali 130 PELABUHAN CILAMAYA, UNTUK SIAPA? Sj Arifin 133 MEMBANGUN SEKTOR PELAYARAN Carmelita Hartoto 136 DEFISIT TRANSAKSI BERJALAN DAN STABILITAS EKONOMI Aunur Rofiq 140 INFRASTRUKTUR DAN ARAH PEREKONOMIAN Firmanzah 143 OBSTACLE INDUSTRI INDONESIA: BIROKRASI PERIZINAN Hendrik Kawilarang Luntungan 146 PAK MENKO, MELAUTLAH! M Riza Damanik 150 REFORMULASI KEBIJAKAN PERBERASAN Khudori 153 KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN PUSAT-DAERAH Firmanzah 156 MENGKRITISI PRAKTIK P&I Siswanto Rusdi 159 SAMPAI KAPAN BERGANTUNG PADA RASKIN? Posman Sibuea 162
  • 4. 4 Penyalur Mobil Tetangga? Koran SINDO 12 Februari 2015 Entah apa yang salah dengan negeri ini. Belum selesai kisruh KPK-Polri, sepanjang pekan lalu, publik dikejutkan lagi dengan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam kunjungan kerjanya ke Malaysia, Jumat (6/2), Jokowi bersama Perdana Menteri Malaysia Najib Razak menyaksikan penandatanganan MoU pembuatan mobil nasional. Setidaknya itu terlihat dari spanduk yang terpampang di belakang mereka. Yang kerja sama adalah PT Proton Holding Berhad dengan PT Adiperkasa Citra Lestari. Yang pertama, semua sudah tahu adalah produsen mobil Proton (kependekan dari Perusahaan Otomotif Nasional). Tapi PT ACL milik orang dekat Jokowi, AM Hendropriyono, belum sekali pun terdengar kiprahnya di bidang automotif. Sontak muncul kritik dan protes luas di dalam negeri, terutama kepada Jokowi. Tapi tak lama berselang, pemerintah ”meluruskan” bahwa itu bukan program mobil nasional. Itu hanya kerja sama business to business seperti diungkap Menteri Perindustrian Saleh Husin dan Menko Perekonomian Sofyan Djalil. Namun, tetap saja kontroversi berlanjut. Ingatan rakyat kemudian mengarah kepada mobil Esemka, produk anak-anak sekolah menengah kejuruan (SMK) asal Solo. Soal Esemka ini sebenarnya Presiden tak boleh lupa. Ketika Jokowi masih menjabat wali Kota Solo diarak menggunakan mobil Esemka dengan nopol AD 1 A. Bahkan saat jadi gubernur DKI Jakarta, dia terus melempar mimpi akan menjadikan Esemka sebagai mobil kebanggaan nasional. Dan, mimpi mobil nasional ini juga yang membawa Pak Jokowi kini menjabat RI 1. Namun yang terjadi kemudian, impian itu tinggal mimpi belaka. Setidaknya hingga kini belum ada kebijakan pemerintah mengembangkan industri mobil nasional. Kucuran keringat dan semangat anak-anak bangsa (baca: SMK) rupanya hanya dijadikan kendaraan politik untuk mengangkat citra. Bukan untuk benar-benar membangun industri mobil nasional. *** Kesepakatan itu menyatakan pada tahap awal Malaysia akan mengekspor kendaraan utuh ke Indonesia. Berikutnya kedua perusahaan akan merakit mobil dan membuat pabrik komponen di Indonesia. ”Nantinya akan menjadi mobil buatan Indonesia,” kata Mahathir seperti dikutip Bernama.
  • 5. 5 Proton Berhad dipimpin bekas orang kuat Malaysia, bekas Perdana Menteri Mahathir Mohammad. Berdiri sejak 1983, Proton awalnya menggandeng Mitsubishi (Jepang). Kini perusahaan ini menggandeng Lotus (Inggris). Mitsubishi dan Lotus memasok mesin. Rangka bodi dan desain dikerjakan Proton. Proton memang sempat meraih angka produksi satu juta unit pada 1996 dan mengakuisisi mayoritas saham dari Grup Lotus. Bahkan pada 2001, dia menguasai pasar automotif Malaysia hingga mencapai 53%. Tapi sejak Januari 2012, perusahaan kebanggaan Malaysia ini di-take over satu konglomerasi sana, DRB-Hicom Berhad, milik Tan Sri Syed Mokhtar Albukhary. Musababnya sederhana: kesulitan keuangan. Mengapa bisa? Rupanya Proton tak lagi berjaya di tanah airnya. Nama besarnya tergerus kendaraan lokal Malaysia lainnya, Perodua. Berdasarkan data Malaysian Automotive Institute (MAI) Review and Insight 2014- 2015, pangsa pasar Perodua mencapai 29% sementara Proton 17,4%. Selama ini Proton memiliki tempat istimewa di industri automotif Malaysia. Mungkin karena peran Mahathir Mohammad. Selain disubsidi negara, harga jual Proton jauh lebih murah dibandingkan kendaraan bermerek non-nasional. Tapi tetap saja proteksi itu tak membuat Proton tambah bersinar. Proton juga bisa dibilang gagal meraih pasar di beberapa negara, seperti Australia, Turki, dan Indonesia. Singkat cerita, Proton tengah meredup. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dijadwalkan berjalan akhir 2015 ini. Dari sekitar 600 juta penduduk ASEAN, Indonesia masih menjadi pasar yang menggiurkan. Jumlahnya mencapai 50%. Lebih dari setengah populasi ASEAN adalah penduduk negeri ini. Jadi wajar di balik itu semua Proton mengincar pasar Indonesia dengan bantuan pemerintah Jokowi. *** Sementara itu, soal PT ACL dan Hendropriyono masih menyimpan tanda tanya. PT ACL tak tercatat sebagai perusahaan automotif. Alamatnya pun tidak jelas. Tentang Hendropriyono agaknya semua sudah paham. Dia sempat menjadi komisaris utama PT KIA Motor Indonesia (KMI), penyalur 12 jenis produk KIA, perusahaan Korea Selatan. KIA adalah singkatan dari Korean International Automotive atau Korea Industrial Autocar. Atau dalam bahasa Korea-nya adalah ”Terbit di Asia”. Menurut catatan George Junus Aditjondro, di perusahaan (PT KMI) ini bergabung anaknya dan anak mantan Menteri Sekretaris Negara Muladi. Aditjondro mengulas sebelumnya KIA dibawa Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) untuk menggarap mobil nasional. Sedangkan Tommy Soeharto melansir nama Timor (Teknologi Industri Mobil Rakyat) dengan melibatkan insinyur-insinyur tanah air. Padahal mobil Timor yang digadang-gadang sebagai mobil nasional waktu itu sebenarnya hanyalah produk KIA Sephia rakitan 1995. Entah apa alasannya.
  • 6. 6 Waktu itu sempat turun peraturan pemerintah yang memberi kelonggaran bisnis putra kesayangan Presiden Soeharto itu, namun tak berlanjut menyusul krisis ekonomi yang berlanjut pergantian kekuasaan. Nah, di tengah ketidakpastian itu, Hendropriyono mencari jalan keluar. Dia mendirikan PT KMI. Upaya ini, menurut Aditjondro, merupakan langkah strategis Hendro mendekat ke Presiden Megawati Soekarnoputri. Hendro memang dikenal dekat dengan Mega sejak sebelum Reformasi. Seusai masa kepresidenan Megawati, nasib PT KMI tak terdengar. Distribusi mobil KIA kemudian diambil alih pusatnya, KIA Motor Company di Korea Selatan. *** Definisi mobil nasional sederhana: 100% sahamnya harus dimiliki dalam negeri, dirakit sepenuhnya oleh insinyur dalam negeri. Apakah sudah ada? Rupanya belum. Kementerian Perindustrian mengaku belum memiliki roadmap pembangunan mobil nasional tapi baru roadmap pembinaan automotif nasional. Membuat—apa yang bisa disebut—mobil nasional sebenarnya mudah. Mungkin hanya butuh beberapa hari saja. Mengingat di sini banyak tenaga ahli, desainer, mekanik, teknisi motor, dan lainnya. Tercatat sudah banyak model mobil nasional yang sudah diciptakan anak negeri kita. Mobnas kita sudah banyak. Sebut saja Toyota Kijang, Maleo, MR 90, Kalla Motor, Bakrie Beta 97 MPV, Timor, Bimantara, Kancil, Texmaco Macan, Gang Car, Marlip, Arina, Tawon, Komodo, GEA, Esemka (yang dipakai sebagai kendaraan dinas Jokowi saat jadi wali Kota Solo), Texmaco Perkasa, Nuri, Wakaba, Mobil Listrik Ahmadi, Tucuxi (promotor Dahlan Iskan), dan Mobnas Tenaga Listrik. Toyota Kijang mulai diproduksi 1974. Desain dan mayoritas komponennya produksi lokal. Bayangkan Kijang sudah ada sebelum Proton berdiri (1983). Tapi membangun industri mobil nasional jelas lain masalah. Membuat satu mobil tidak identik dengan membangun industri mobil. Membangun pabrik tak sama dengan membangun industri. Dalam industri, ada mata rantai pasokan dan mata rantai nilai tambah. Membuat ratusan mobil tidak sama dengan membuat ribuan atau jutaan mobil. Satu mobil saja pada umumnya terdiri atas 20.000-30.000 parts. Tidak ada sebuah negara atau sebuah industri automotif membuat 20.000 parts itu sendirian. Pasti ada mata rantai pemasok atau supply chain. Di situ diperlukan value chain, mata rantai nilai tambah secara berjenjang dan bertahap. Tiap industri membangun mata rantai itu. Muncul istilah ‘mata rantai pasokan’. Dalam konteks ini jelas diperlukan pasokan beragam jenis industri raw material yang berkaitan dengan mata
  • 7. 7 rantai pasokan. Yang paling utama adalah industri baja dasar. Apakah kita sudah memilikinya? Semua industri mobil raksasa sudah membangun mata rantai Global Value Chain yang menggurita. Mereka bersaing sekaligus saling bekerjasama. Jepang bekerja sama dengan Amerika, Jepang dengan Eropa, dan Jepang dengan China. Juga dengan negara-negara ASEAN. Filipina dan Thailand jadi basis produksi mobil Ford. Bahkan, Hyundai dan KIA (Korea Selatan) pun berkongsi dengan India. Dengan peta kekuatan industri mobil global seperti di atas menjadi mengherankan jika mengapa untuk membuat mobil nasional kita harus bekerja sama dengan Malaysia. Jika lemah beraliansi dengan lemah, apa bisa kuat? Belajar dari sejarah selalu saja pihak Indonesia dijadikan agen penyalur produk asing, termasuk dalam kasus Proton-PT ACL ini. HENDRIK KAWILARANG LUNTUNGAN Wakil Sekjen Bidang Ekonomi DPP Partai Perindo
  • 8. 8 Beban Baru dari Penguasa Baru Koran SINDO 13 Februari 2015 Hari ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dijadwalkan akan mengesahkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) Tahun Anggaran 2015 menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun Anggaran 2015. Mengiringi pengesahan RAPBN-P 2015 menjadi APBN-P 2015, perlu rasanya mengemukakan beberapa hal penting menyangkut arah kebijakan pemerintah. Dalam Nota Keuangan (NK) RAPBN-P Tahun Anggaran 2015 pemerintah membatasi diri dalam mengoptimalkan upaya penerimaan pajak. Alasan pembatasan itu agar tidak mengganggu perkembangan investasi dan dunia usaha. Bahkan pemerintah tak segan memberikan insentif perpajakan dan bea masuk yang ditanggung pemerintah bagi sektor-sektor usaha tertentu. Pemerintah sendiri tidak menjelaskan lebih jauh mengenai sektor tertentu yang dimaksud. Pada alokasi pendapatan negara, pemerintah justru menggenjot kenaikan penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPn), pajak bumi dan bangunan (PBB), serta cukai. Penerimaan PPn dalam APBN 2015 dipatok Rp524,97 triliun, sementara di RAPBN-P 2015 angka itu melonjak menjadi Rp576,47 triliun. Angka itu sudah disepakati dalam postur sementara RAPBN-P 2015. Kemudian penerimaan PBB dalam APBN 2015 sebesar Rp26,68 triliun juga digenjot menjadi Rp26,69 triliun di RAPBN-P 2015 dan sudah disepakati dalam postur sementara RAPBN-P 2015. Lalu penerimaan cukai dalam APBN 2015 sebesar Rp26,68 triliun juga dinaikkan menjadi Rp26,69 triliun dalam RAPBN-P 2015 dan disepakati dalam postur sementara RAPBN-P 2015. Kenaikan target penerimaan dari PPn, PBB, dan cukai bukan saja berdampak menekan daya beli, tapi juga bisa menambah berat beban rakyat. Hal inilah yang harus juga mendapat perhatian pemerintah. Beban rakyat masih akan bertambah seiring dengan keputusan pemerintah melakukan penghapusan subsidi BBM jenis premium pada sisi belanja negara. Bersamaan dengan itu pemerintah mengurangi subsidi untuk BBM jenis solar melalui alokasi subsidi tetap. Alokasi belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM), liquefied petroleum gas (LPG), dan bahan bakar nabati (BBN) yang di APBN 2015 berjumlah Rp276 triliun dibabat habis
  • 9. 9 menjadi hanya Rp81,8 triliun dalam RAPBN-P2015. Angka itu masih dipangkas lagi sehingga dalam postur sementara RAPBN 2015 menjadi RP64,7 triliun. Kebijakan menghapuskan subsidi tersebut berpotensi menimbulkan rentetan ketidakstabilan ekonomi yang dipicu volatilitas harga BBM. Bahkan lebih jauh hal itu sangat berpotensi mendorong kenaikan harga barang dan jasa. Secara akumulatif kondisi tersebut akan berpengaruh buruk pada kesejahteraan rakyat dan dapat memicu naiknya angka kemiskinan dan pengangguran. Tampaknya pemerintah tidak peduli bahwa BBM adalah faktor produksi penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Pemerintah juga seolah tak peduli keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa kebijakan menyerahkan harga BBM mengikuti mekanisme pasar bertentangan dengan konstitusi. Menambah Utang Meskipun sudah menghapus subsidi premium dan memangkas subsidi BBM lainnya dengan alasan efisiensi, ternyata kebijakan itu tak berpengaruh banyak pada defisit anggaran. Defisit dalam APBN 2015 tercatat mencapai Rp245,9 triliun, pada RAPBN-P 2015 menjadi Rp225,9 triliun, dan di postur sementara RAPBN-P 2015 menjadi Rp224,1 triliun. Pada sisi pembiayaan untuk menutupi defisit, pemerintah menegaskan masih akan setia menggunakan pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri. Dalam APBN 2015 penarikan pinjaman luar negeri (bruto) sebesar Rp47 triliun, kemudian dalam RAPBN-P 2105 naik menjadi Rp49,2 triliun. Dalam postur sementara RAPBN-P 2015 disepakati menjadi Rp48,6 triliun. Pemerintah juga melakukan komitmen pinjaman siaga sebesar Rp61 triliun yang bersumber dari Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), Japan Bank for International Cooperation (JBIC), dan Pemerintah Australia. Pemerintah juga menerbitkan surat utang negara (SUN). Penerbitan SUN oleh pemerintah tidak hanya dengan denominasi rupiah, tetapi juga dalam denominasi valuta asing. Pemerintah menambah penerbitan surat berharga negara (SBN). Pemerintah berencana mendapatkan pembiayaan melalui penjualan SBN denominasi rupiah dan dolar AS sebesar Rp38 triliun. Penambahan utang tersebut dilakukan pemerintah untuk membiayai penyertaan modal negara (PMN). Dalam APBN 2015 alokasi PMN hanya Rp5,1 triliun. Namun angka itu melonjak drastis dalam RAPBN-P 2015 menjadi Rp72,9 triliun. Kemudian dalam postur sementara RAPBN-P 2015 menjadi Rp64,8 triliun. Jauh dari Harapan Rakyat Potret kebijakan anggaran yang tecermin dalam NK RAPBN- P 2015 menunjukkan bahwa pemerintahan baru belum mengakomodasi perubahan sesuai harapan rakyat. Tentu rakyat
  • 10. 10 berharap agar pemerintahan baru bisa menjalankan kebijakan yang dapat membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Harapan tersebut bukan saja wajar, tetapi juga mendapatkan legitimasi dari konstitusi UUD 1945. Pasal-pasal dalam konstitusi negara secara jelas mengamanatkan kepada pemerintahan untuk senantiasa melindungi segenap tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut serta dalam menciptakan perdamaian dunia. Namun, sayang, pemerintahan baru yang saat ini berkuasa masih berwatak sama dengan rezim terdahulu. Tampak tak hendak bersungguh-sungguh menjalankan amanat konstitusi. Sebaliknya kuat sekali kesan patuh pada investor dan pengusaha walaupun harus melanggar konstitusi. KUSFIARDI Analis Ekonomi Politik
  • 11. 11 Perspektif Baru Konflik Polri-KPK Koran SINDO 13 Februari 2015 Roller coaster, tampaknya analogi yang sempurna untuk menggambarkan hubungan antara Polri dan KPK beberapa pekan ke belakang ini. Naik-turun, menikung dengan curam, melandai, namun tiba-tiba menanjak untuk kemudian menukik tajam. Dimulai dari penetapan yang mengejutkan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka oleh KPK di tengah-tengah euforia pencalonan tunggalnya sebagai kepala Polri, serentetan peristiwa saling sambung terkait. Hingga saat ini seluruh petinggi KPK telah dilaporkan dan menjadi tersangka atau akan segera menjadi tersangka. Tanpa mengecilkan peran Kompolnas, Tim Sembilan dan berbagai pihak lain yang ikut riuh-rendah meramaikan situasi sepertinya harapan akan berakhirnya konflik ini masih belum jelas adanya. Masyarakat berbeda pendapat mengenai hubungan panas tersebut. Ada yang secara terang- terangan mendukung pihak tertentu, lengkap dengan urat leher yang ditarik kencang untuk membela. Ada pula yang bersedih atas situasi tegang ini dan mengambil posisi plegmatis dengan hashtag save KPK dan save Polri. Sebagian besar lainnya, antara jenuh dan tidak terlalu peduli. Bagi mereka, konflik ini tak lebih dari satu di antara pengisi berita. Apa pun yang terjadi, asalkan bisnis masih berjalan, pekerjaan masih dapat dikerjakan, life must go on. Saya tak hendak ikut-ikutan membahas keadaan ini dengan kacamata politik atau sosial, yang memang bukan bidang keahlian saya. Namun, fakta konflik ini justru sangat menggelitik jika dipandang sebagai kasus umum yang terjadi di sebuah organisasi. Jika negara adalah suatu organisasi raksasa, konflik Polri-KPK dapat dipandang dalam suatu perspektif dinamika organisasi. KPK dan Polri merupakan organ vital dalam kehidupan berbangsa. Bagaikan organ-organ tubuh yang saling bersaing menunjukkan siapa paling penting fungsinya, akhirnya akan sadar, bahwa sekecil apa pun peran organ itu pasti memiliki keutamaan untuk menjaga napas kehidupan. Tanpa KPK atau Polri, rasanya para penjahat korupsi akan merajalela. Dengan demikian, harmoni dan keselarasan gerak keduanya sangat dibutuhkan tanpa mengutamakan satu di atas yang lain. Setidaknya ada empat tahapan utama dalam dinamika suatu organisasi yaitu forming (pembentukan), storming (munculnya konflik), norming (penetapan aturan baru), dan performing (tahap menunjukkan kinerja).
  • 12. 12 Sesaat setelah terbentuk, organisasi akan mencari cara terbaik mencapai tujuan melalui kerja dari sub-sub organisasinya. Dengan rentang tugas dan wewenang serta cara pandang yang berbeda-beda, tak jarang muncullah gesekan antarsub organisasi. Di sinilah muncul konflik. Beberapa hal yang perlu diingat adalah konflik muncul karena kedua pihak memiliki cara yang berbeda untuk mencapai tujuan. Tujuannya sama, caranya berbeda. Jika kita memaknai konflik dengan cara ini, sedikit-banyak ketegangan dapat dikurangi. Dua pihak yang berkonflik dalam organisasi pada dasarnya menginginkan kebaikan di level visi, namun berbeda dalam menentukan pelaksanaannya. Selain daripada hal tersebut, forming adalah tahap penting sebelum munculnya performing. Tak ada perbaikan kinerja tanpa konflik. Organisasi yang adem ayem, menghindari konflik, dan selalu setuju dengan pendapat bagian lain niscaya akan mengalami kemandekan pertumbuhan dan inovasi yang terbonsai. Dinamika seperti ini tidak akan mampu menandingi dinamika industri dan lingkungan bisnis yang berubah demikian cepat. Michael Porter, seorang pemikir tersohor di bidang manajemen, malah mengatakan dengan singkat, “chaos is now the new normality“, untuk menggambarkan turbulensi perubahan di lingkungan bisnis. Memaknai negara sebagai organisasi raksasa, dapat menawarkan perspektif baru dalam memandang konflik Polri-KPK ini. Pertama, kedua lembaga diciptakan oleh karsa manusia, seluruh rakyat Indonesia, untuk mengemban amanat penegakan hukum. Dengan demikian, keduanya memegang mimpi bersama untuk mewujudkan negara bebas korupsi. Di titik ini keduanya memiliki persamaan. Konflik yang saat ini terjadi tentunya membuka peluang untuk melakukan perbaikan di masing-masing institusi dan pembenahan pola hubungan antarinstitusi tersebut. Tidak ada yang paling baik meneliti kelemahan suatu lembaga selain pihak yang sedang berseteru. Konflik ini hendaknya menjadi upaya untuk menginventarisasi seluruh kelemahan sistem dan pola hubungan antarlembaga agar digunakan sebagai alat berbenah. Kedua, konflik ini dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja jika—dan hanya jika—konflik memiliki sifat fungsional dan bukan konflik yang disfungsional. Konflik yang bersifat fungsional berorientasi pada data, fakta, alat bukti, dan fokus pada masalah. Sebaliknya, konflik yang bersifat disfungsional bertumpu pada emosi, dendam pribadi, prasangka, dan fokus pada personal. Jika konflik fungsional bisa kita harapkan membawa peningkatan kinerja, konflik disfungsional justru mendorong pada tersungkurnya kinerja. Seluruh pemain yang kali ini berada di panggung publik sedang memainkan peran masing- masing. Dengan memperhatikan statement, gerakan, dan manuvernya, masyarakat dan penyelenggara kekuasaan akan menilai, mana yang memiliki kedewasaan untuk menjaga konflik fungsional atau mana yang justru menunjukkan koreng-koreng kepribadian sehingga membakar konflik disfungsional. Jika seluruh tokoh telah bermain, terang-benderanglah siapa
  • 13. 13 saja yang harus tereliminasi demi kelangsungan kenegaraan. Jika demikian, peran pemegang kekuasaan tertinggi, pimpinan sekaligus konduktor dalam orkestrasi negara yaitu Presiden, sangatlah berat. Kemampuan Presiden untuk menjadi katalisator bagi transformasi dua lembaga penting ini sepanjang jalannya dari proses storming ke performing sedang diuji. Proses ini memerlukan pandangan yang tajam dan keberpihakan pada objektivitas fakta dan data sehingga perlu dilakukan penyaringan terhadap para pelaku konflik di masing-masing institusi. Paling tidak, para pelaku di dalam institusi itu dapat dibedakan dalam dua dimensi utama. Dimensi pertama adalah kemampuannya untuk tetap fokus pada konflik fungsional. Sifatnya objektif dan berbasis data. Dimensi kedua adalah pengaruh dan kemampuan transformasinya. Mereka yang masuk dalam kuadran pertama yakni memiliki kemampuan transformasi dan fokus pada konflik fungsional adalah calon-calon pemimpin yang diharapkan mampu mengambil peran lebih besar. Sedangkan mereka yang lemah di dua dimensi ini perlu diisolasi melalui sistem yang ada. Proses filterisasi pelaku seperti ini akan membawa perubahan besar dalam pola konflik. Masyarakat yang harap-harap cemas dengan perkembangan ini tentu menanti tindakan nyata dari pemimpin tertinggi. Jika dikaitkan dengan revolusi mental, mentalitas memandang konflik Polri-KPK sebagai hal positif yang membuka peluang untuk mencapai level kinerja baru yang lebih tinggi. Hanya dengan cara itu, kita menghiasi perbedaan dengan harapan dan bisa mengharap jalan di depan lebih terang. Maju terus bangsaku. WAHYU T SETYOBUDI Pengajar dan Peneliti PPM School of Management
  • 14. 14 Mengawal Nilai Tukar Rupiah Koran SINDO 16 Februari 2015 Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan minggu lalu menghadapi tekanan. Pada Jumat (13/2), nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp12.798 per dolar AS dan sempat mencapai level Rp12.851 per dolar AS di hari sebelumnya. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah ini juga kita rasakan sepanjang 2014, di mana rupiah terdepresiasi sebesar 1,74% (year on year). Pelemahan nilai tukar rupiah dimulai menjelang berakhirnya tahun 2012 atau awal 2013 ketika The Fed mulai menyampaikan rencana percepatan penghentian program stimulus quantitative easing (QE III) hingga rencana kenaikan suku bunga The Fed. Secara umum kebijakan The Fed ini memicu pelemahan nilai tukar rupiah dan hampir sebagian besar nilai tukar negara berkembang (soft currency). Di saat bersamaan negara-negara di kawasan Eropa, China, dan Jepang, mengalami perlambatan ekonomi. Hal ini memperbesar bobot tekanan bagi nilai tukar rupiah mengingat kawasan Eropa, China, dan Jepang merupakan mitra strategis Indonesia. Pada Jumat (13/2), Bank Indonesia merilis neraca pembayaran triwulan IV 2014 surplus sebesar USD2,4 miliar akibat surplus transaksi modal dan finansial sebesar USD7,8 miliar yang melampaui defisit transaksi berjalan sebesar USD6,2 miliar (2,81% produk domestik bruto/PDB). Dengan demikian, neraca pembayaran tahun 2014 mencatatkan surplus USD15,2 miliar setelah pada 2013 defisit USD7,3 miliar. Perbaikan tersebut ditopang oleh menyusutnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial. Surplus ini juga memberi efek pada peningkatan cadangan devisa yang hingga akhir Januari telah mencapai USD114,2 miliar. Selain itu Bank Indonesia juga merilis kinerja transaksi berjalan, di mana defisit transaksi berjalan triwulan IV 2014 sebesar USD6,18 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan defisit USD7 miliar (2,99% PDB) pada triwulan III 2014. Dengan demikian, sepanjang 2014, defisit transaksi berjalan tercatat USD26,2 miliar (2,95% PDB) atau lebih kecil dibanding tahun 2013 yang mencapai USD29,1 miliar (3,18% PDB). Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) merilis kinerja neraca perdagangan 2014 masih defisit sebesar USD1,88 miliar dengan nilai total ekspor tercatat USD 176,29 miliar, sementara impor USD178,18 miliar.
  • 15. 15 Jika kita amati, surplus neraca pembayaran yang lebih banyak ditopang oleh transaksi finansial pada 2014, di mana nilainya mencapai USD43,6 miliar atau meningkat dua kali lipat dari 2013 yang sebesar USD21,9 miliar. Sementara transaksi modal relatif stabil dari tahun ke tahun. Transaksi finansial pada periode 2014 banyak disumbangkan oleh investasi portofolio baik swasta maupun sektor publik. Di sisi lain neraca transaksi berjalan sejak triwulan IV 2011 hingga saat ini terus negatif (defisit) menunjukkan bahwa kinerja transaksi baik barang maupun jasa masih relatif kurang menggembirakan. Defisit transaksi berjalan tercatat terus defisit sepanjang triwulan IV 2011-2014 atau telah berlangsung selama 13 triwulan berturut-turut. Ini merupakan catatan penting bagi perekonomian nasional mengingat ekonomi Indonesia baru periode tersebut mengalami defisit berturut-turut. Memang argumentasi di belakang realita tersebut adalah perlambatan ekonomi dunia yang juga menekan permintaan secara global. Belum lagi dinamika ekonomi kawasan dan domestik yang juga memberi sentimen terhadap perekonomian nasional. Dari gambaran ini, pemerintah perlu mencermati dua hal. Pertama, potensi pembalikan modal (reverse) yang sewaktu-waktu dapat terjadi dan menekan transaksi finansial yang sebagian besar didominasi oleh investasi portofolio. Hal ini tentunya bukan hal yang mustahil mengingat The Fed telah memberi sinyal kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (cepat atau lambat). Kenaikan suku bunga The Fed tentunya akan berdampak pada realokasi investasi dan pelarian modal keluar dari negara-negara berkembang ke Amerika Serikat. Termasuk investasi dan modal derivatif yang saat ini parkir di Indonesia. Kedua, dari sisi transaksi berjalan akan relatif sulit diharapkan terlalu banyak mengingat tekanan melemahnya permintaan komoditas dunia sementara sebagian besar kegiatan ekspor masih mengandalkan ekspor komoditas. Defisit yang terjadi sepanjang 13 triwulan sejak akhir 2011 mencerminkan masih perlunya dorongan bagi produksi-produksi barang/jasa yang bernilai tambah tinggi mengingat tekanan melemahnya permintaan komoditas terus meningkat seiring dengan anjloknya harga komoditas. Asumsi bahwa anjloknya nilai tukar rupiah akan memberi peluang bagi ekspor juga sulit dipertahankan lantaran eksportasi yang dilakukan masih didominasi sektor komoditas. Artinya untuk dapat keluar dari persoalan defisit transaksi berjalan, maka produksi barang/jasa bernilai tambah tinggi mutlak harus dilakukan Ketiga, stabilitas politik memerlukan kehati-hatian mengingat contagion effect-nya cukup signifikan terhadap stabilitas perekonomian nasional. Walaupun sentimen eksternal yang datang dari krisis Yunani pada pekan lalu ditengarai sebagai sebab dari pelemahan rupiah, tetapi pemerintah juga perlu menyadari situasi dan dinamika domestik yang kini berlaku di Indonesia. Potensi tergerusnya kepercayaan investor, melemahnya animo pasar akan berdampak pada kinerja neraca pembayaran di masa mendatang.
  • 16. 16 Persoalan-persoalan di atas tentunya sangat membutuhkan respons kebijakan agar tekanan baik eksternal maupun internal dapat dimitigasi sehingga ekonomi nasional dapat terus membaik. Proyeksi ekonomi global sepanjang 2015 masih berputar sekitar kenaikan suku bunga The Fed, tertekannya ekonomi Eropa, China, dan Jepang, konflik di sejumlah kawasan, akan berdampak sepanjang tahun 2015. Pertama, permintaan komoditas masih terus melemah sepanjang 2015. Kedua, harga minyak dunia juga tetap berada pada level yang rendah akibat pasokan yang berlimpah setelah Amerika mengumumkan surplus minyak serpih. Ketiga, perbaikan ekonomi Amerika akan mendorong penguatan mata uang dolar AS terhadap sebagian besar mata uang negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Keempat, konflik Ukraina, Timur Tengah, dan persoalan- persoalan di perbatasan negara juga akan memberi kontribusi signifikan terhadap perlambatan ekonomi global sekaligus mendorong pelemahan permintaan dunia. Dengan berbagai proyeksi tersebut, pemerintah tetap perlu mencermati dan mewaspadai pelemahan nilai tukar rupiah mengingat dampak pelemahan ini dapat mengakibatkan tertahannya pertumbuhan ekonomi. Pertama, kebutuhan bahan baku yang sebagian besar impor akan menghadapi masalah serius. Kedua, karena biaya bahan baku naik, harga-harga barang industri juga berpotensi meningkat pada harga akhir. Ketiga, daya beli masyarakat akan tergerus akibat kenaikan harga-harga tersebut padahal sebelumnya sudah dihadapkan pada kenaikan harga listrik dan elpiji. Keempat, potensi pelarian modal dalam beberapa waktu ke depan memiliki nilai probabilitas cukup tinggi yang dapat sewaktu-waktu menekan kinerja neraca pembayaran. Kelima, kenaikan suku bunga The Fed dan potensi pelarian modal berdampak pada kebijakan otoritas moneter yang salah satu opsinya menaikkan suku bunga. Kenaikan suku bunga ini tentunya akan berdampak pada tertekannya sektor riil yang langsung atau tidak langsung juga menekan daya beli masyarakat. Dari kelima potensi itu, hal paling mendasar bagi pemerintah saat ini adalah mempertahankan dan memastikan daya beli masyarakat tidak tergerus. Ini dapat ditempuh melalui koordinasi kebijakan lintas sektoral untuk tetap menjaga baik melalui instrumen harga di tingkat akhir, maupun instrumen fiskal lain yang dapat menjaga daya beli masyarakat, khususnya terhadap sejumlah barang kebutuhan pokok dan barang penting lainnya. Setelah itu kinerja perdagangan perlu diarahkan pada produksi barang-barang bernilai tinggi sekaligus digunakan untuk memperkuat orientasi ekspor barang-barang bernilai tambah tinggi. Dan yang tak kalah pentingnya adalah memastikan stabilitas politik dan keamanan domestik untuk menjaga citra sebagai salah satu destinasi investasi yang atraktif saat ini. Dengan mencermati hal ini, kita berharap tekanan pelemahan rupiah dapat diantisipasi khususnya terkait dampaknya terhadap ekonomi sektor riil dan rumah tangga.
  • 17. 17 PROF FIRMANZAH PhD Rektor Paramadina dan Guru Besar FEUI
  • 18. 18 4G LTE, Tak Sekadar Internetan Cepat Koran SINDO 17 Februari 2015 Akhirnya masyarakat Indonesia bisa memanfaatkan layanan 4G LTE (Long Term Evolution), sama seperti masyarakat di 107 negara lainnya. Ya, kita memang cukup terlambat dalam menerapkan teknologi jaringan tercanggih ini, yang pertama kali diterapkan pada 2009. Bahkan, negara-negara tetangga di Asia Tenggara sudah menerapkannya lebih dulu. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, mengingat manfaat yang mampu dihadirkan oleh teknologi 4G LTE. Melalui tulisan ini, saya akan coba menunjukkan sejumlah hal mengapa kita perlu menerapkannya. Bicara keunggulan 4G LTE tidak terlepas dari internet cepat yang bisa dihadirkannya. Namun, bukan berarti ini sekadar masalah bagaimana operator berbisnis layanan internet yang lebih cepat agar bisa mendapatkan keuntungan lebih banyak. Manfaat bisnis hanyalah salah satunya. Ada banyak manfaat yang lebih besar dari sekadar bisnis. Internet cepat dan stabil menjadi pendorong bagi lahirnya berbagai inovasi yang akan menjadi solusi atas berbagai persoalan, terutama terkait dengan problem keterbatasan ruang dan waktu. Berbagai bidang kehidupan bisa ikut mengambil manfaat dengan hadirnya internet cepat, termasuk bidang-bidang yang erat dengan upaya peningkatan kualitas hidup manusia. Secara teknis, 4G LTE memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan teknologi generasi sebelumnya, HSPA dan 3G. Sebut saja antara lain kecepatan hingga lebih dari 100 Mbps, yang memungkinkan mengunduh data 3–10 kali lebih cepat dibandingkan HSPA, dan 4–9 kali lebih cepat untuk unggah data. Untuk unduh aplikasi sebesar 25 MB cukup dalam dua detik, sedangkan dengan 3G setidaknya perlu semenit. Kita bisa menggunakan analogi jalan tol untuk jaringan 4G LTE ini. Ketika jalan tol yang mulus dan punya 6 lajur terbentang ke seluruh negeri, lalu lintas kendaraan menjadi sangat lancar. Transportasi orang dan barang antardesa, desa dengan kota, kota dengan kota di seluruh penjuru negeri, juga hampir-hampir tak akan menemui kendala. Kelancaran transportasi akan berkontribusi langsung pada teratasinya problem ekonomi dan sekaligus mendorong kemajuan suatu daerah. Begitu juga dengan internet cepat. Ketika teknologi yang ada sudah mampu menghadirkan koneksi internet secara cepat dan stabil, berbagai bidang akan bisa ikut memanfaatkannya.
  • 19. 19 Pengalaman di negara-negara yang telah menerapkan teknologi 4G LTE sebelumnya menunjukkan hasil yang sangat positif dalam upaya memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Sebagai contoh, di bidang kesehatan, seperti yang dikutip dari www.pcworld.com, Cisco dan penyedia layanan AT & T di Amerika Serikat telah mengembangkan perangkat dan layanan khusus untuk operasi kesehatan, dengan memanfaatkan kemampuan jaringan 4G untuk mentransfer file besar (seperti antara lain sinar-X) secara cepat. Dengan demikian, melalui layanan canggih ini, seorang dokter bisa melakukan video interaktif guna melakukan pemantauan secara jarak jauh dengan koleganya yang melakukan tindakan medis di tempat lain. Jaringan 4G LTE juga akan memudahkan bagi masyarakat perdesaan untuk mendirikan pusat kesehatan di daerah terpencil, di mana dokter dapat ”mengunjungi” pasien melalui fasilitas teleconference. Tentu saja layanan ini akan mampu menjadi solusi atas keinginan pemerintah dalam memeratakan layanan kesehatan yang berkualitas hingga ke pelosok daerah. Fasilitas yang hampir sama juga bisa dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan. Dengan kemampuan jaringan internet yang cepat dan stabil, penyediaan beragam materi edukasi akan bisa diwujudkan oleh pemerintah bagi warganya hingga di pelosok daerah. Termasuk juga dalam hal ini penyediaan sistem kuliah jarak jauh, di mana seorang profesor bisa memberikan kuliah secara interaktif dengan siswa didiknya di tempat yang berjauhan. Jaringan internet cepat akan mampu menghubungkan siapa saja dengan perpustakaan- perpustakaan terbaik, bahkan mengakses koleksi buku dan materi multimedia secara digital. Internet supercepat juga akan membuka peluang bagi bisnis rumahan, yang sebelumnya memang sudah mulai berkembang. Orang akan mudah menawarkan dagangan dan melakukan transaksi jual beli secara online. Bahkan, transaksi perbankan juga akan sangat terdukung. Akan semakin banyak unit bisnis yang bisa dijalankan secara lebih efisien dari luar kantor atau pabrik tanpa mengurangi produktivitasnya. Lompatan Pembangunan Generasi keempat teknologi jaringan mobile ini terutama dibangun untuk menjawab kebutuhan atas layanan internet mobile dan data yang lebih efisien, yang memungkinkan konektivitas layanan seluler lebih cepat dan lebih dapat diandalkan, di mana penggunaan data meningkat 250% dari tahun ke tahun (www.bbc.com). Sampai saat ini, berbagai negara di lima benua telah meluncurkan 4G dan sudah menuai manfaatnya. Di antara mereka termasuk kekuatan ekonomi seperti Amerika Serikat, Rusia, China, dan Jepang. Juga negara-negara lebih kecil di Asia seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Bangladesh, hingga negara Afrika seperti Angola, Rwanda, Nigeria, dan Tanzania. Alasan mereka berinvestasi dalam 4G sangat logis. Sepenuhnya mereka menyadari bahwa teknologi adalah faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.
  • 20. 20 Bagi negara-negara berkembang, dengan menerapkan teknologi jaringan terbaru ini maka mereka berharap akan mampu melakukan lompatan pembangunan, serta mendorong dunia bisnis untuk tumbuh berkembang, serta mendorong masuknya investasi asing. Bagi pelaku bisnis, di mana konektivitas telah menjadi salah satu kebutuhan utama, seperti di bidang hiburan, media, serta e-commerce, maka dipastikan akan mendapatkan keuntungan. Mereka akan mendapatkan layanan data yang lebih cepat dan lebih dapat diandalkan sehingga akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Hal ini sekaligus akan membantu mereka bersaing dalam skala global. Capital Economics pada 2012 memperkirakan kontribusi atas penerapan teknologi 4G LTE dalam perekonomian Inggris antara lain memacu peningkatan investasi swasta hingga 5,5 miliar poundsterling. Penelitian ini juga menemukan 4G membuka tidak kurang dari 125.000 pekerjaan dan akhirnya memberikan dorongan 0,5% terhadap produk domestik bruto (PDB). Padahal, ini di negara yang sudah maju. Manfaat yang sama besar setidaknya juga akan bisa diraih oleh negara-negara berkembang yang menerapkan teknologi yang sama. Akhirnya, mari kita syukuri kehadiran jaringan 4G LTE di Indonesia ini dengan memanfaatkannya sebaik-baiknya untuk kemajuan bangsa dan negara. HASNUL SUHAIMI Presiden Direktur/CEO XL Axiata
  • 21. 21 Rigiditas Koran SINDO 19 Februari 2015 Kita yang membaca berita ini tentu gemas. Menjelang pertengahan Desember 2014, Provinsi DKI Jakarta mendapat lima bus tingkat dari seorang pengusaha. Busnya bagus, buatan perusahaan automotif asal Jerman. Rencananya bus itu bakal digunakan sebagai angkutan gratis. Anda tahu bukan, sejak 17 Januari 2015 berlaku larangan bagi pengendara sepeda motor untuk melintas mulai Bundaran Hotel Indonesia (HI) sampai Jalan Medan Merdeka Barat. Pengendara yang melintas akan kena tilang. Peraturan itu menuai pro dan kontra. Mereka yang kontra jelas geram. ”Buat larangan memang mudah. Sekarang apa solusinya bagi para pengendara sepeda motor?” Di antaranya lima bus tingkat tadi. Kelak, berbarengan dengan lima bus tingkat lainnya yang sudah dioperasikan, bus tingkat itu akan hilir mudik sepanjang Bundaran HI hingga Medan Merdeka Barat. Pengendara sepeda motor dipersilakan naik bus tingkat tersebut. Gratis. Tapi, apa yang terjadi? Lima bus sumbangan tadi tak bisa beroperasi lantaran tak sesuai dengan PP No. 55/2012 tentang Kendaraan. Bus itu memakai kerangka yang lebih kecil, bukan kerangka bus tingkat. Akibatnya bus menjadi lebih ringan. Maklumlah, perusahaan pembuatnya kelas dunia yang mempunyai tradisi inovasi. Jadi selalu ada pembaruan yang didasarkan riset. Maka, kendaraan ini beratnya hanya 18 ton. Padahal, sesuai PP tersebut, bus boleh beroperasi kalau beratnya 21-24 ton. Kita sebagai masyarakat awam tentu bertanya-tanya. Bukankah kalau lebih ringan, usia pakai jalan-jalan di Jakarta bisa lebih lama. Lalu, bus gandeng Transjakarta buatan Tiongkok beratnya lebih dari itu, sekitar 31 ton. Mengapa Transjakarta boleh beroperasi? Kacamata Kuda Bus tingkat tadi adalah satu dari sejumlah kasus yang menggambarkan betapa tingginya rigiditas birokrasi di negara kita. Tapi, sesungguhnya di banyak negara, birokrasi memang terkenal rigid. Saya melihat hal-hal semacam ini tidak dikomunikasikan secara jelas oleh para penegak hukum. Mungkin karena mereka merasa itu bukan urusan kejaksaan atau kepolisian. Urusan mereka hanya sebatas bagaimana mengembalikan Labora ke penjara. Titik. Kalau cara pandang ala kacamata kuda seperti ini terus dipertahankan, saya khawatir upaya paksa kejaksaan dan kepolisian bakal terus menghadapi perlawanan dari masyarakat.
  • 22. 22 Di dunia bisnis, kasus rigiditas juga berlimpah. Misalnya menyangkut ketenagakerjaan kita. Para pengusaha menilai pasar tenaga kerja kita terkenal sangat rigid. Masih banyak tenaga kerja kita yang under qualified. Produktivitasnya rendah, banyak menuntut, dan sukanya bikin ribut sampai kampus-kampus yang dikuasai pembuat aturan yang lebih suka membuat lulusannya menjadi ribet dan kompleks ketimbang agile dan dinamis. Namun, coba Anda cek betapa sulitnya perusahaan kalau mau mem-PHK karyawan yang semacam itu. Sudah harus menghadapi serikat pekerja, perusahaan masih harus berurusan dengan dinas-dinas ketenagakerjaan yang ada di kotanya. Selain itu, prosesnya juga memakan waktu yang sangat lama. Itu sebabnya, menurut survei Bank Dunia, biaya PHK di Indonesia termasuk yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara, bahkan di Asia Timur. Di sini biaya yang saya maksud bukan hanya soal pesangon, melainkan juga biaya lain-lain yang mesti dikeluarkan untuk memenuhi prosedur PHK. Kondisi semacam ini pada gilirannya membuat kita kesulitan sendiri. Banyak investor enggan menanamkan modalnya. Bahkan, mereka yang sudah membuka usaha di sini pun ada yang memilih angkat kaki, memindahkan pabriknya ke luar Indonesia. Kita semua sudah merasakan kesulitan ini. Lapangan kerja baru kian terbatas, dan anak-anak kita kesulitan mencari pekerjaan. Pengangguran terus meningkat, dan kriminalitas kian menjadi-jadi. Dampak negatifnya sudah kita rasakan. Tapi betapa sulitnya kita untuk mendobrak rigiditas di pasar tenaga kerja. Comfort Zone Jangan salah, rigiditas bukan hanya monopoli instansi pemerintah atau penegak hukum. Di BUMN atau perusahaan swasta, rigiditas pun terjadi. Saya mendengar langsung ceritanya. Ada sebuah BUMN yang ingin menerapkan solusi yang berbasis teknologi informasi (TI). Dialog pun terjadi antara vendor dan para penggunanya, yakni bagian-bagian yang ada di perusahaan tersebut. Masing-masing menganggap perlu memiliki aplikasi yang khusus untuk mereka, karena merasa bagiannya berbeda dengan bagian yang lain. Celakanya, sang vendor tak punya keberanian untuk menolak beragam permintaan tersebut. Alhasil, setiap bagian memiliki sistem TI yang berbeda-beda. Data dari bagian pengadaan tak bisa langsung dipakai oleh bagian distribusi. Data bagian sales & marketing tak bisa langsung dipakai oleh bagian keuangan. Sinkronisasi data menjadi pekerjaan yang melelahkan. Setiap rapat soal ini isinya pertengkaran. Masing-masing merasa bagiannya lebih penting ketimbang bagian yang lain. Mereka lalu tidak saling bicara. Dan, terciptalah silo-silo tadi. Apakah rigiditas di swasta hanya terjadi karena silo antarunit? Ternyata juga tidak. Sikap mental passenger yang hanya menunggu dan tak mau susah banyak ditemui di semua lini.
  • 23. 23 Kita makin banyak menemui orang yang harus selalu diingatkan, diperintah, diawasi, ditagih, bahkan diberi peringatan kendati pakaiannya selama bekerja mirip eksekutif hebat dan pendidikannya tinggi. Kata seorang CEO, ilmu kebatinan banyak dipakai: banyak masalah hanya disimpan di dalam batin karena mereka tak mau susah. Rigiditas semacam ini punya dampak yang sangat serius. Kinerja babak belur. Negara menjadi tidak bisa melayani dengan baik, kesejahteraan bangsa tidak meningkat. Perusahaan merugi, bahkan terancam ditutup. Beruntung kalau pemimpin berani melakukan mutasi dan menunjuk pejabat baru. Oleh pejabat atau CEO baru itu, silo-silo tadi dibongkar habis. Setiap bagian dipaksa untuk berbicara dengan bagian lainnya. Upaya mendobrak rigiditas semacam ini memakan waktu yang tidak sedikit. Berbulan-bulan, namun hasilnya kelihatan. Kerugian terus berkurang, bahkan akhirnya perusahaan mulai membukukan keuntungan. Baiklah, kita sudah punya sejumlah kasus soal rigiditas yang punya dampak negatif. Saya ingin memberi catatan akhir. Sejatinya rigiditas hanya selangkah sebelum kita masuk dalam perangkap comfort zone. Dan, hidup kita akan berakhir begitu kita masuk perangkap tersebut. Maka saya setuju dengan kata Neale Donald Walsch, penulis buku Conversations with God , ”Life begins at the end of your comfort zone.” RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali
  • 24. 24 Memadukan Fiskal dan Moneter Koran SINDO Senin, 23 Februari 2015 Kebijakan moneter dan fiskal ibarat dua jajaran besi rel yang lurus mengarah pada tujuan yang sama. Meski kedua lajur besi itu tak pernah bersentuhan, mereka memastikan lokomotif dan gerbong kereta yang berjalan di atasnya akan tiba pada tujuan. Deskripsi itu menunjukkan peran kebijakan moneter dan fiskal dalam perekonomian. Kebijakan moneter memakai instrumen tingkat suku bunga, nilai tukar, jumlah uang beredar, dan lain-lain untuk memengaruhi kegiatan ekonomi. Jika ekonomi ingin digenjot, tingkat suku bunga diturunkan; demikian sebaliknya. Kebijakan fiskal menggunakan instrumen anggaran negara (APBN) untuk mengelola stabilitas ekonomi. Bila ekonomi hendak dipacu, anggaran didesain defisit; demikian sebaliknya. Tentu saja, irama kebijakan fiskal dan moneter itu diharapkan sama agar tujuan pembangunan bisa dicapai. Beban Kebijakan Moneter Beberapa saat lalu pemerintah dan DPR telah menyepakati APBN-P 2015 dengan postur yang dianggap lebih kuat dan sehat ketimbang rencana anggaran sebelumnya. Alokasi anggaran dipakai berdasarkan prioritas sesuai janji presiden terpilih. Demikian pula belanja infrastruktur digenjot untuk memastikan target pembangunan ekonomi terpenuhi. Salah satu asumsi makroekonomi yang berat untuk dicapai adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7% pada tahun ini. Target itu amat berat karena situasi ekonomi global yang masih muram dan keadaan ekonomi domestik yang rentan. Pembangunan infrastruktur dan perizinan yang efisien tentu akan membantu terwujudnya target itu. Tapi, itu saja tidak cukup. Oleh karena itu, pengumuman Bank Indonesia yang menurunkan BI Rate (suku bunga panduan) ke level 7,5% pekan lalu laik disambut gembira. Sekurangnya dua hal yang menyebabkan kebijakan itu layak diberikan apresiasi. Pertama, penurunan BI Rate membuat harmoni kebijakan moneter dan fiskal menjadi lebih mungkin dijalankan. Penurunan BI Rate menyodorkan sinyal bahwa BI hendak melonggarkan kegiatan ekonomi sehingga diharapkan target pertumbuhan ekonomi terwujud. Logika sederhananya: apabila Bi Rate turun, tingkat bunga perbankan (deposito dan kredit) juga turun, yang kemudian berpotensi meningkatkan investasi. Investasi merupakan salah satu sumber penting
  • 25. 25 pertumbuhan ekonomi. Kedua, kebijakan penurunan BI Rate ”mengakhiri” episode penggunaan kebijakan moneter untuk mengatasi seluruh beban persoalan ekonomi, yang semestinya sebagian dipanggul pemerintah (via kebijakan fiskal). Kinerja pemerintah yang buruk selama ini sebagian terselamatkan oleh kebijakan moneter tersebut. Kinerja pemerintah yang kurang bagus itu antara lain tecermin dari pembangunan infrastruktur yang macet, iklim investasi yang tak memadai, biaya logistik yang mahal, efisiensi birokrasi yang parah, aturan main yang tak pasti, kelembagaan yang tak komplet, dan sebagainya. Seluruh problem ini membuat sendi ekonomi terganggu sehingga mengakibatkan komplikasi ekonomi seperti defisit neraca perdagangan, inflasi mudah melesat, nilai tukar melemah, dan seterusnya. Selama ini, persoalan itu sebagian harus ditutup dengan kebijakan moneter tersebut. Dengan begitu, kebijakan penurunan BI Rate ini membuat selaras antara kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal sudah disusun cukup ekspansif, bukan semata ditunjukkan oleh defisit fiskal, tetapi juga alokasi anggaran yang menohok jantung pergerakan ekonomi, khususnya pembangunan infrastruktur. Masa Ketidaknormalan Tentu saja penurunan BI Rate tidak otomatis membuat ekonomi bekerja sesuai dengan harapan. Teramat banyak instrumen kebijakan lain yang perlu diperkuat untuk memastikan kebijakan itu berjalan cepat. Salah satu yang krusial adalah mempercepat sektor perbankan merespons kebijakan itu dengan menurunkan suku bunga. BI Rate hanyalah suku bunga panduan yang tak memiliki otoritas instruktif sehingga kesadaran dunia perbankan sangat diharapkan. Meskipun tak memiliki kekuatan mengikat, diharapkan BI dan OJK terus menjalin komunikasi dengan perbankan. Sekurangnya pemerintah bisa membantu dengan memerintahkan bank BUMN memelopori penurunan suku bunga. Ruang ini sangat mungkin dilakukan, tidak saja karena inflasi yang relatif mereda, tetapi juga pemerintah tak lagi meminta deviden yang besar, termasuk kepada bank BUMN. Berikutnya, sampai saat ini terdapat kurang lebih Rp1.000 triliun kredit yang tak terserap (undisbursed loan) di perbankan. Maksudnya, kredit itu sebetulnya sudah disetujui oleh perbankan, tapi tak dieksekusi oleh debitor karena aneka sebab. Salah satunya, sebagian investasi yang direncanakan terganjal oleh keterbatasan infrastruktur (misalnya perizinan dan listrik) dan pembebasan lahan. Kredit itu sebagian juga terjadi pada proyek infrastruktur. Oleh karena itu, pemerintah, BI, dan OJK mesti bahu-membahu mengidentifikasi persoalan kredit yang tak terserap tersebut ( sekitar 30% dari total kredit) dan sigap membenahinya. Apabila ikhtiar ini jalan, dampaknya sangat besar bagi pergerakan kegiatan ekonomi.
  • 26. 26 Kombinasi dari penurunan tingkat suku bunga dan jaminan pemerintah bakal menghidupkan kembali kredit yang tak terserap tersebut. Di luar itu, ruang penurunan BI Rate ke depan masih terbuka lebar karena kondisi ekonomi yang mulai membaik. Neraca perdagangan 2014 masih defisit (USD 1,8 miliar) tapi lebih kecil ketimbang 2013 (sekitar USD4 miliar), neraca pembayaran sudah surplus, dan prospek inflasi bagus karena ditopang oleh penurunan harga minyak. Bahkan, neraca perdagangan Januari 2015 telah surplus. Meski data-data tersebut dinamis, secara umum prospek ke depan diharapkan membaik. Apabila itu diikuti dengan selesainya pekerjaan rumah yang menjadi portofolio pemerintah (seperti yang telah disebutkan di atas), ruang bagi otoritas moneter menurunkan BI Rate makin besar. Di atas segalanya, baik pemerintah maupun BI mesti terus hati-hati karena tak selamanya yang diprediksi selalu menjadi kenyataan. Sekarang adalah masa di mana ketidaknormalan dianggap kelaziman. AHMAD ERANI YUSTIKA Guru Besar FEB Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef
  • 27. 27 PMN dan Kinerja BUMN Koran SINDO Selasa, 24 Februari 2015 Tak bisa dimungkiri, keberadaan perusahaan negara atau badan usaha milik negara (BUMN) adalah salah satu pilar perekonomian bangsa. Dengan posisi Indonesia sebagai negara yang menganut paham ekonomi semiterbuka, perekonomian nasional tidak terlepas dari pengaruh perekonomian dunia yang berkembang sangat pesat. Konsekuensinya adalah kebijakan pembinaan BUMN senantiasa mengalami penyesuaian mengikuti kondisi dan perkembangan perekonomian nasional. Berpijak pada rencana untuk memperluas dan memperkuat jaringan infrastruktur serta mewujudkan swasembada pangan, pemerintah memberikan penyertaan modal negara (PMN) kepada 30 BUMN terpilih. Ini terjadi setelah Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada dua pekan lalu akhirnya menyetujui pemberian PMN sebesar Rp37,276 triliun kepada 27 BUMN pada tahap pertama. Tahap kedua, tiga BUMN yakni PT PLN (Persero), Perum Jamkrindo, dan Askrindo akhirnya mendapatkan juga dana PMN sejumlah Rp6 triliun. Dengan persetujuan itu, total PMN yang akan diberikan kepada BUMN pada APBN-P 2015 sebesar Rp43,2 triliun kepada 30 BUMN. Dalam tanggapannya, Menteri BUMN Rini Soemarno berjanji, dana sebesar itu di antaranya akan digunakan untuk membangun infrastruktur jalan tol, selain ada juga proyek pembangunan terminal di pelabuhan. Dalam keputusan itu, Komisi VI DPR RI juga memberi sepuluh catatan, baik bagi Kementerian BUMN maupun BUMN penerima PMN. Dari sepuluh catatan, ada tiga poin utama yang pantas untuk digarisbawahi yakni 1) PMN tidak digunakan untuk membayar utang perusahaan penerima PMN; 2) BUMN penerima PMN harus menerapkan good corporate governance (GCG); 3) Dalam hal pengadaan barang dan jasa dalam menggunakan dana PMN meminta kepada Kementerian BUMN untuk mengutamakan produk dalam negeri dan sinergi antar BUMN. Pertanyaannya, apakah kebijakan PMN BUMN pada 2015 ini strategi pemerintah dalam meningkatkan kinerja BUMN? Sudut Positif PMN Banyak beredar pandangan miring terkait PMN ini. Itulah yang akhirnya menimbulkan prasangka negatif ketika pemerintah hendak melakukan PMN. Pertama, PMN selalu
  • 28. 28 dikaitkan dengan BUMN merugi. Munculnya anggapan ini karena dalam praktiknya kita sendiri (pemerintah dan DPR) yang melanggengkan kebiasaan untuk memberikan PMN kepada BUMN merugi. Seolah-olah PMN memang untuk BUMN merugi. Padahal, seharusnya tidak demikian. Bagi BUMN merugi justru seharusnya dilikuidasi atau diambil tindakan lain agar tidak membebani negara. Kedua, seringkali PMN disamakan dengan subsidi. Artinya, bila pemerintah memberikan PMN itu, berarti pemerintah menyubsidi BUMN. Dalam situasi seperti saat ini, di mana pemerintah baru saja menaikkan harga BBM pada November 2014 (meskipun akhirnya diturunkan lagi), PMN ini akhirnya menjadi isu yang dapat dipolitisasi: pemerintah cabut subsidi untuk rakyat, tetapi menyubsidi BUMN. Politisasi seperti ini tidak sepenuhnya salah karena dalam praktiknya masa lalu, PMN terbukti kurang efektif mendongkrak kinerja BUMN terkait. Karena itu, untuk mengikis berbagai anggapan negatif tentang PMN, kita membutuhkan paradigma baru dalam kebijakan PMN. Pertama, PMN jangan diberikan kepada BUMN merugi. BUMN merugi dapat diberikan PMN sepanjang ada urgensi strategisnya bagi negara. Kedua, PMN hanya diberikan kepada BUMN yang sehat dan memiliki prospek bagus agar PMN dapat kembali melalui pembayaran dividen dan pajak yang lebih tinggi. PMN akan semakin bermakna manakala diberikan kepada BUMN yang tidak hanya sehat, tetapi juga memiliki urgensi strategisnya bagi negara. Selain dua syarat di atas, sedikitnya ada juga lima alasan kenapa PMN perlu diberikan kepada BUMN; 1) Dengan penyertaan modal, diharapkan BUMN dapat meningkatkan leverage (daya ungkit) pendanaan; 2) Pemerintah ingin ada optimalisasi peran BUMN dalam berproduksi dan memberikan layanan publik terbaik untuk mendukung pencapaian sasaran RPJMN 2015-2019; 3) Meningkatkan peran BUMN sebagai pelaku ekonomi yang akan membayar pajak dan memberikan setoran dividen kepada negara; 4) Memperkuat posisi pemerintah melalui Kementerian BUMN dalam membina dan mengarahkan BUMN sebagai agen pembangunan; dan 5) Peningkatan peran BUMN, strategis untuk membantu kehadiran negara dan tegaknya kewibawaan negara. Dengan paradigma ini, sebenarnya tidak ada yang keliru bila PMN diberikan kepada BUMN, termasuk kepada BUMN terbuka. Menggenjot Kinerja BUMN Penguatan eksistensi BUMN adalah konsekuensi dan amanah dari konstitusi di mana ihwal yang penting atau cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. BUMN dilahirkan dengan dua misi penting. Misi pertama BUMN adalah sebagai pemilik profitabilitas yaitu sebagai dividen atau penerimaan bagi negara untuk dana pembangunan selanjutnya. Misi kedua, BUMN berfungsi sebagai pemilik pelayanan atau kemanfaatan
  • 29. 29 publik yang mencerminkan tugas utama negara. Dengan dua misi tersebut, jelas sudah bahwa BUMN salah satu pilar ekonomi bangsa yang harus ditingkatkan profesionalisme kinerjanya. PMN bisa kita pandang sebagai komitmen pemerintah untuk menggenjot kinerja BUMN. Karena itu, negara juga tidak boleh sekadar menyuntikkan dana, melainkan juga harus mendorong ada perbaikan birokrasi dan perbaikan pengelolaan keuangan. PMN itu wajib dibarengi dengan peningkatan dalam sisi kinerja. Sebanyak 142 BUMN wajib dikelola secara profesional sehingga mampu menjadi pilar dan pendorong perekonomian nasional. Apalagi dengan jumlah total aset BUMN kurang lebih Rp4200 triliun, seharusnya mampu menghasilkan laba dalam jumlah yang memadai, minimal 5% dari total aset, atau kurang lebih Rp210 triliun. Dengan modal tersebut, BUMN juga diharapkan mampu meringankan beban negara dengan mencapai usulan target setoran dividen sebesar Rp43,73 triliun untuk RAPBN 2015. Ditambah lagi pendapatan dari pajak dan program divestasi secara selektif dan transparan sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada RAPBN dan penciptaan lapangan kerja baru. PMN memiliki urgensi untuk dilakukan. Dengan kemampuan pendanaan BUMN yang meningkat, terutama perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur dan pangan, akan menjadi roda penggerak pembangunan seiring fokus kerja pemerintah untuk membenahi kedaulatan pangan dan membangun infrastruktur. Dari titik ini bisa kita lihat bahwa pemerintah sangat berharap BUMN mempunyai kinerja yang maksimal. Seiring pembangunan infrastruktur, BUMN dapat mendorong tercapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 7% dalam tiga tahun ke depan. Dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, dunia usaha akan lebih banyak menyerap tenaga kerja, mengurangi pengangguran dan kemiskinan demi meningkatkan kesejahteraan rakyat. Terlebih, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berjalan akhir tahun ini, jangan biarkan BUMN bertarung tanpa pertolongan negara. Bukankah uang BUMN itu juga uang rakyat? ALI MASYKUR MUSA Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
  • 30. 30 UMKM dan Perekonomian Nasional Koran SINDO Selasa, 24 Februari 2015 Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, diketahui definisi usaha skala mikro, kecil, dan menengah maksimal memiliki kekayaan Rp10 miliar dengan hasil penjualan Rp50 miliar. Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, UMKM di Indonesia jumlahnya lebih dari 90% total pengusaha. Kendati secara persentase jumlah UMKM di Indonesia besar, jika dilihat dari peredaran uangnya relatif tidak besar. Tidak heran kalau persaingan bank dalam memperebutkan ”kue” di sektor ini sudah cukup ketat. Perkembangan usaha sektor UMKM cenderung berkaitan dengan pasang-surut ekonomi nasional. Jika kondisi ekonomi sedang booming, perkembangan UMKM juga seperti itu. Begitu pula sebaliknya. Berdasarkan pengamatan saya, saat ini ada dua bentuk UMKM. Pertama, UMKM dalam bentuk stand alone. Kedua, UMKM yang memiliki linkage dengan korporasi. Kedua bentuk UMKM itu memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pada bentuk pertama, pelaku usaha bergerak sendiri sesuai dengan pengalaman, passion, dan keinginan berdasarkan peluang tanpa memiliki kaitan dengan korporasi. Kelebihannya, pelaku usaha bisa berusaha dengan bebas. Hanya, UMKM bentuk ini cenderung rawan konflik internal. Banyak terjadi kegagalan bisnis bermula dari masalah keluarga, seperti perbedaan kepentingan, di samping memang karena adanya kegagalan dari bisnis itu sendiri. Adapun UMKM bentuk linkage biasanya memiliki keterkaitan dengan korporasi, seperti sebagai agen, subagen, retailer, dan sebagainya. Jika dilihat dari historis, UMKM yang linkage cenderung lebih mapan dan mempunyai kepastian. Ini karena bila bisnis sedang sulit ada kecenderungan ditolong oleh korporasi. Biasanya langkah tersebut dilakukan korporasi untuk menjamin keberlangsungan usaha di masa mendatang. Tapi sayangnya, kedua jenis UMKM itu terkadang tidak bisa diukur kinerjanya. Artinya belum ada jaminan dalam beberapa tahun ke depan perusahaannya tetap eksis. Padahal, hal itu menjadi salah satu keharusan bagi UMKM agar mendapatkan pinjaman dari perbankan. Sebagian besar perbankan memberikan kredit dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan. Perkembangan UMKM tidak bisa jika hanya dilakukan sendiri. UMKM jangan hanya dilihat dari sudut pandang UMKM-nya. UMKM itu merupakan kepanjangan tangan induknya. Harus ada induknya, yakni korporasi yang berfungsi sebagai manufaktur.
  • 31. 31 Nah, intinya itu. Harus ada investor-investor yang mulai masuk ke dunia bisnis menciptakan suatu produksi tertentu. Apakah itu kebutuhan sehari-hari, makanan, hiburan, atau jasa. Lalu, dikembangkan oleh UMKM. Perkembangan UMKM dan daya beli itu seperti ayam dan telur. UMKM tidak akan berkembang cepat jika daya beli tidak ada. Itulah sebabnya, peran pemerintah untuk mengeluarkan berbagai kebijakan yang bisa menciptakan daya beli, sangat dibutuhkan. Kalau daya beli tidak ada, siapa yang mau membeli barang atau jasa UMKM? Situasi dan kondisi itu biasanya terjadi di suatu daerah terpencil yang income masyarakatnya relatif kecil. Masyarakat cenderung kesulitan memulai suatu usaha karena usaha yang akan dijalankan tidak memiliki pasar yang jelas. Pertanyaannya, bagaimana memiliki pasar kalau income masyarakatnya tidak besar? Masuknya investor di suatu daerah, baik itu membangun pabrik maupun membuka perkebunan, akan menciptakan lapangan pekerjaan sehingga masyarakat memiliki kesempatan untuk menaikkan pendapatannya. Ujung-ujungnya, spending money yang diciptakan bisa menciptakan demand. Istilahnya, kalau ada permintaan harus ada supply. UMKM-lah yang akan menjalankan fungsi supply tersebut. Jadi tidak bisa tiba-tiba ada UMKM yang berkembang hanya dengan memberikan modal. Kalau dikasih modal terus tidak ada yang membeli bagaimana? Kemudian apa yang mau dijual? Itulah sebabnya harus dimulai dengan menciptakan pendapatan masyarakat. Di daerah yang sudah matang seperti DKI Jakarta, mungkin pelaku usaha tidak lagi memikirkan permintaan karena demand-nya sudah ada. Tinggal bagaimana menciptakan pengusaha-pengusaha atau entrepreneur-entrepreneur baru dan tangguh. Di DKI Jakarta perlu menciptakan pengusaha atau entrepreneur yang tangguh karena di Jakarta sudah banyak terdapat sentra usaha. Jika menciptakan pengusaha baru, ibarat anak kecil melawan raksasa. Misalnya di Tanah Abang. Di sana pedagang-pedagangnya sudah hebat. Kalau pedagang masuk ke Tanah Abang sebagai pendatang baru, mungkin akan cukup kesulitan untuk dapat bersaing dengan pedagang yang sudah ada. Menciptakan wirausaha baru di Jakarta tidak semudah teori. Perlu pendalaman. Misalkan bagaimana menarik pelanggan, menciptakan produk yang lebih menarik dan sebagainya. Itu kan tidak mudah, sehingga yang berperan bukan hanya memiliki modal, lalu usaha jalan. Sewaktu saya menjadi pembicara di Munas Hipmi di Bandung, beberapa waktu lalu, saya sampaikan bahwa menjadi pelaku usaha bukanlah impian utama pelajar ketika kelak dewasa. Sebagian besar pelajar di Indonesia berharap kelak ketika dewasa menjadi guru, PNS, pegawai swasta ataupun anggota TNI dan Polri.
  • 32. 32 Sebagian dari mereka mengubah haluan menjadi wirausaha karena tidak diterima setelah melamar kerja di mana-mana. Bukan karena kebanggaan menjadi wirausaha. Mungkin perlu dipikirkan untuk mulai meningkatkan peran sektor pendidikan demi mengubah mindset generasi muda terhadap wirausaha. Menjadi pelaku wirausaha jauh membanggakan daripada bekerja dengan orang dan tentunya memiliki prospek luar biasa jika ditekuni dengan baik. Jika itu bisa dilakukan, pastilah akan semakin banyak penduduk Indonesia yang menjadi wirausaha dan memiliki UMKM. Hal itu bisa membawa perekonomian Indonesia jauh lebih baik daripada saat ini. JAHJA SETIAATMADJA Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA)
  • 33. 33 Ketika Sayap Singa Udara Tak Mengembang Koran SINDO Selasa, 24 Februari 2015 Di tengah masa libur Tahun Baru Imlek, puluhan pesawat Lion Air mengalami keterlambatan penerbangan di berbagai tujuan penerbangan. Sampai Jumat (20/02) pukul 20.00 WIB saja kisruh Lion Air disinggung lebih dari 170.000 kali di Twitter, sebagian besar mengangkat cerita penumpang yang terdampar. Berbagai spekulasi berkembang seputar keterlambatan Lion Air, termasuk isu mengenai aksi mogok kru pesawat. Namun, pihak Lion Air melalui Direktur Humas-nya, Edward Sirait, menepis spekulasi tersebut. Menurutnya, penundaan terjadi karena kerusakan pada pesawat. Tiga pesawat rusak di Semarang karena mesinnya kena burung dan di Jakarta juga ada permasalahan operasional yaitu pesawat tidak fit. Lion Air merupakan maskapai yang mengusai tak kurang dari 40% rute penerbangan Tanah Air. Sisanya baru dibagi di antara pesawat-pesawat maskapai lain. Maka itu, kekacauan luar biasa terjadi di berbagai tempat pada saat siklus penerbangan maskapai yang berlogo singa udara itu bermasalah. Lambatnya manajemen Lion Air dalam merespons kepanikan para pengguna jasa penerbangan akibat kekacauan jadwal penerbangan pesawat itu di berbagai tujuan telah menorehkan citra buruk untuk yang kesekian kalinya bagi manajemen pelayanan publik maskapai penerbangan tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, Lion Air harus memberikan pendanaan ganti rugi kepada penumpang yang pesawatnya mengalami keterlambatan. Namun, respons manajemen Lion Air terlihat sangat lambat dalam menangani implementasi regulasi tersebut. Di sisi lain, pihak Kementerian Perhubungan selaku regulator juga terkesan hanya memberikan sanksi yang relatif ringan terhadap maskapai Lion Air. Dalam hukum administrasi negara sektoral di bidang penerbangan, pemerintah diberikan otoritas penuh untuk menjatuhkan sanksi administratif yang bersifat condemnation reparation jika terjadi pelanggaran norma hukum administrasi. Namun, pilihan sanksi administratif yang dijatuhkan Kementerian Perhubungan dalam kasus Lion Air baru berupa penghentian rute baru untuk Lion Air sebagai sanksi awal yang diterapkan sampai ada komitmen SOP pelayanan penumpang dengan baik. Sanksi tersebut terhitung ringan jika dibandingkan banyak keluhan konsumen atas pelayanan maskapai Lion Air selama ini baik yang dilakukan melalui YLKI maupun kepada pihak otoritas bandara.
  • 34. 34 Lion Air memang tak pernah lepas dari pemberitaan. Mulai dari aksi-aksi ekspansinya di sektor bisnis penerbangan domestik dan internasional, persaingannya dengan maskapai penerbangan nasional lainnya, termasuk dengan AirAsia, hingga masalah pelayanan terhadap konsumen. Untuk persoalan yang terakhir yakni buruknya kinerja pelayanan terhadap konsumen, Lion Air punya segudang catatan “hitam”. Jika berkaca pada hukum administrasi sektoral di bidang penerbangan, sejatinya negara/pemerintah diberikan kewenangan yang sangat besar dalam mengatur industri penerbangan di negeri ini. Rute penerbangan yang dikuasai oleh maskapai Lion air yang tak kurang dari 40% dari seluruh rute penerbangan di Tanah Air selama ini memperlihatkan kurang kompetitifnya persaingan di kalangan maskapai pemberi jasa penerbangan. Pemerintah sebenarnya bisa saja mendorong agar persaingan dalam bisnis jasa penerbangan lebih kompetitif dengan menerapkan stimulus bagi penguatan maskapai- maskapai yang ada. Dalam UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ditegaskan bahwa penerbangan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Pembinaan penerbangan tersebut meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Pengaturan tersebut diwujudkan dalam bentuk penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur, termasuk persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan serta perizinan. Instrumen-instrumen hukum administrasi dalam melaksanakan fungsi pengaturan tersebut sejatinya bisa lebih diefektifkan pemerintah sehingga semakin selaras dengan salah satu slogan utama dalam Nawacita Kabinet Jokowi-JK untuk menghadirkan negara dalam kehidupan masyarakat. Selama ini sistem manajemen penerbangan masih jauh panggang dari api dalam memberikan indeks kebahagiaan bagi para penumpang. Sejak dari manajemen pelayanan sampai pada manajemen keselamatan penerbangan masih terlihat belum ditangani secara serius oleh berbagai maskapai penerbangan. Sebagai contoh, dalam kisruh jadwal penerbangan maskapai Lion Air beberapa waktu lalu, negara tak terlihat hadir untuk berperan secara strategis dan taktis dalam membantu memberikan solusi bagi terlantarnya ribuan penumpang di berbagai bandara. Akibat itu, sampai sekarang juga tak ada penjelasan yang memadai dari maskapai tersebut maupun pemerintah selaku regulator apa penyebab terjadi kekisruhan jadwal penerbangan Lion Air dan langkah-langkah strategis-sistematis untuk mengatasi itu serta mencegah terulang kekisruhan manajemen penerbangan yang paling dahsyat saat ini. Padahal pemerintah selaku regulator memiliki otoritas penuh dalam perspektif hak mengusai negara atas penerbangan untuk melaksanakan fungsi pengendalian sebagaimana diamanatkan dalam UU Penerbangan yang meliputi pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, perizinan, sertifikasi, serta bantuan teknis di bidang pembangunan dan pengoperasian.
  • 35. 35 Selain itu, dalam hal terjadi pelanggaran serius dalam manajemen pelayanan penerbangan, pemerintah juga diberikan kewenangan selaku regulator untuk melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum. Pemerintah tak boleh terkesan lepas tangan atau sungkan untuk menjatuhkan sanksi bagi sebuah maskapai penerbangan meski maskapai tersebut menguasai persentase rute penerbangan yang besar di negeri ini. Terjadi kekisruhan manajemen penerbangan yang dilakukan maskapai Lion Air tersebut terjadi tak lama sejak kekisruhan izin pesawat yang terungkap pascajatuh pesawat AirAsia QZ 8501. Penerbangan yang seharusnya menjadi moda transportasi paling aman dengan sejumlah persyaratan yang wajib dipenuhi kini justru semakin terpuruk dengan rendahnya kualitas pelayanan dan manajemen keselamatan penerbangan yang seharusnya menjadi acuan utama dari pihak-pihak yang berkaitan dengan manajemen penerbangan. Berkaca pada hal tersebut, pembenahan terhadap manajemen penerbangan tak boleh sekadar menyentuh sisi teknis operasional seperti menghilangkan loket pelayanan dan mengganti dengan sistem e-ticketing, integrasi airport tax ke dalam tiket pesawat, sistem izin terbang, dan sejenisnya. Namun, pemerintah perlu mengembangkan desain strategis jangka panjang manajemen pelayanan dan keselamatan penerbangan yang mengintegrasikan standar operasional prosedur internasional manajemen penerbangan. Standard operating procedure (SOP) internasional oleh Civil Aviation Safety Regulation (CASR) dan peraturan internasional dari International Air Transport Association (IATA) harus sungguh-sungguh dijadikan pedoman oleh regulator dalam mengembangkan kebijakan strategis manajemen pelayanan dan keselamatan penerbangan tersebut. Esensi yang harus benar-benar dijabarkan dalam manajemen penerbangan di negeri ini sebagai diatur dalam kedua regulasi internasional tersebut pada intinya mencakup persoalan safety, security, dan public services. Kerentanan pesawat terbang dari berbagai faktor potensi gangguan eksternal seperti anomali cuaca, kondisi alam, dan sejenisnya harus diimbangi dengan kokohnya peran negara dalam mengimplementasikan kedudukannya yang memiliki hak menguasai negara atas penerbangan. Baik dan buruk pelayanan publik di suatu negara, termasuk di bidang penerbangan, memberikan gambaran terhadap kualitas pengelolaan suatu negara. Manajemen penerbangan adalah etalase Tanah Air karena menjadi salah satu pintu masuk pertama bagi wisatawan di suatu negara. DR W RIAWAN TJANDRA SH MHUM Pengajar Hukum Administrasi pada Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta
  • 36. 36 Cinta Produk Dalam Negeri Koran SINDO Kamis, 26 Februari 2015 Impor apel yang berasal dari negara Amerika Serikat (AS), dengan jenis Granny Smith dan Gala (dari California) sekarang ini tidak diperkenankan. Keadaan ini terjadi karena adanya kasus keracunan akibat mengonsumsi kedua jenis apel tersebut. Diduga keracunan terjadi karena bakteri Listeria monocytogenes yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pencegahan impor kedua jenis apel tersebut menindaklanjuti informasi dan surat peringatan dari Emergency Contact Point International Food Safety Authorities Network (Infosan) yang dikirimkan pada 17 Januari 2015. Selain itu, pemerintah telah menerima surat dari Kedutaan Besar AS di Jakarta terkait hal serupa pada 21 Januari 2015. Sekiranya telah telanjur diimpor, maka harus dilakukan penarikan pada apel yang diduga dapat membahayakan kesehatan manusia. Lewat media massa, baik elektronik maupun cetak pada berbagai daerah, kita bisa melihat masih ada penjualan kedua apel tersebut baik pada pasar modern maupun lapak-lapak yang dipunyai pedagang kecil. Oleh karena sangat membahayakan bagi kesehatan, sudah selayaknya peredaran apel tersebut untuk sementara waktu ditiadakan. Kerugian ekonomi yang terjadi baik pada importir maupun pedagang memang merupakan suatu risiko usaha, dari pada kesehatan masyarakat umum dipertaruhkan. Pelarangan impor apel tersebut dapat merupakan berkah tersembunyi bagi usaha substitusi produk dalam negeri, baik pada buah apel, buah lain, maupun pada komoditas lainnya. Alasannya, entah disengaja atau tidak, kayanya advertensi produk luar negeri begitu masifnya dalam mengarahkan konsumsi domestik. Efek demonstrasi (demonstration effect) yang menuju kepada pengunggulan produk luar sangatlah kentara di negara yang agraris, yang sebenarnya mengandung potensi buah, sayuran, pangan, dan komoditas pertanian lainnya. Komoditas buah yang banyak diimpor adalah apel, pir, jeruk hingga buah naga. Sekiranya komoditas buah yang diimpor tidak ada di Indonesia, tidaklah mengapa, tetapi akan menjadi problema kalau buah tersebut ada di Indonesia. Apel yang diimpor jelas merupakan pesaing bagi buah apel malang, demikian juga jeruk banyak diproduksi di Indonesia. Perbandingan buah impor dan domestik paling menonjol pada pasar modern (swalayan) dibandingkan dengan penjual buah pinggir jalan. Di tengah menjamurnya pasar modern di Indonesia yang minimarketnya sampai menjangkau daerah pedesaan, perubahan selera masyarakat akan mudah berubah mengikuti tren zaman,
  • 37. 37 yang disebut ‘modern’ tersebut. Pengenalan komoditas ke gerai-gerai minimarket, termasuk buah impor, akan mengubah kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi. Kalau tidak direspons segera oleh pihak berwajib, maka kemandirian dan kedaulatan buah di Indonesia dalam bahaya besar. Kondisi buah yang ada di Indonesia kalau tidak segera diperbaiki, masalahnya seperti halnya pangan yang kondisi impornya makin memprihatinkan. Mafia pangan telah ditengarai adanya, sehingga jenis dan volume impor terus mengalami kenaikan. Data impor pangan hingga pertengahan 2014 tetap tinggi, misal beras 152.000 ton, jagung 1,45 juta ton, dan kedelai 1,3 juta ton. Khusus untuk kedelai yang diimpor mayoritas dari AS, jenisnya transgenetik, yang sampai sekarang dari unsur kesehatan juga masih menimbulkan perdebatan. Di negara asalnya, kedelai tersebut mayoritas diperuntukkan bagi pakan ternak, tetapi mengapa di Indonesia justru untuk makanan tahu dan tempe khususnya? Kearifan Lokal Di tengah suasana globalisasi dan liberalisme yang sedang terjadi, sebenarnya Tuhan Mahaadil, Pemurah dan Penyayang. Kearifan lokal yang sebenarnya ada, mestinya harus terus dijaga sebagai anugerah tak terbatas dari Ilahi. Buah-buahan di Indonesia sebagai negara tropis, tentunya rasanya tidak semanis buah impor. Keadaan ini disebabkan bagi tubuh di daerah tropis lebih memerlukan vitamin C untuk kesehatan tubuh dibandingkan yang terlalu banyak mengandung gula, yang justru kalau kebanyakan dapat menyebabkan penyakit diabetes. Glokalisasi sangatlah diperlukan dalam arena globalisasi sekarang ini. Persaingan yang tanpa pandang bulu, mestinya bagi Pemerintah harus tetap menjunjung tinggi dan menjaga kearifan lokal, termasuk pada buah dan komoditas lainnya. Sosialisasi keunggulan buah lokal mesti terus digaungkan baik melalui pertemuan formal dan informal pada berbagai segmen masyarakat. Demikian juga melalui media masa baik cetak dan elektronik dapat juga dikampanyekan dan diadvertensikan. Para pemimpin sebagai cerminan dan anutan masyarakat harus gemar memberikan contoh dalam mengonsumsi produk lokal, termasuk buah lokal. Pernah penulis naik kereta jurusan Semarang-Tegal beberapa waktu lalu, di mana segerbong dengan para elite, dan disediakan buah-buahan, ternyata mayoritas buah impor. Demikian juga pada rapat-rapat resmi sekarang ini lebih banyak disajikan buah impor, karena sajian dan bentuknya lebih menarik. Keadaan ini bisa disebabkan unsur kepatutan, di mana secara jujur tampilan barang impor, termasuk buah impor sering lebih menarik, karena ranum dan bentuknya besar-besar. Konsep Agrobisnis
  • 38. 38 Di tengah area Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sebentar lagi akan giat-giatnya dijalankan, Indonesia harus berbenah diri pada berbagai komoditas yang dihasilkan termasuk buah-buahan. Konsep agrobisnis mestinya bisa diaplikasikan. Pertama, penyediaan input untuk produksi. Benihnya harus unggul, demikian juga sarana dan prasarana lainnya harus tersedia memadai, misal pupuk dan mesin traktor jika diperlukan. Demikian juga jalan dan saluran irigasi. Pengalaman Bob Sadino (almarhum) yang sukses dengan produk agrobisnis organik bisa dijadikan contoh untuk berguru. Pupuk sering jadi masalah, di mana dibutuhkan justru menghilang, maka peran Pemerintah dengan aparatnya sangatlah diperlukan. Kedua, teknologi produksi haruslah mengikuti perkembangan jaman. Penggunaan mesin jika diperlukan dapat dilakukan supaya produknya unggul. Teknologi pengolahan (agroindustri) sangatlah diperlukan untuk mengolah produk primer menjadi produk olahan karena ada nilai tambah. Aneka apel olahan dan ketela olahan sebagai misal, sebagai hasil usaha kreatif dan inovatif begitu dibutuhkan dalam menyerap tenaga kerja yang jumlahnya kelebihan. Ketiga, aspek pemasaran menjadi begitu penting, di mana tidak ada artinya sesuatu produk kalau tidak bisa dipasarkan. Kita begitu iri kepada pemerintah Thailand di mana khusus untuk pemasaran produk agrobisnis disediakan pelabuhan khusus, dengan pelayanan prima dalam arti waktu dan dana pengurusan izin minimum. Keempat, lembaga penunjang seperti perbankan, asuransi, penyuluhan, penelitian dan lain- lainnya. Indonesia dengan penduduk keempat terbesar di dunia, dengan jumlahnya sekitar 250 juta orang, merupakan pasar yang potensial untuk berbagai produk, termasuk produk buah. Sekiranya mayoritas kebutuhan buah dapat dipenuhi dari produk dalam negeri, maka efek pengganda kenaikan pendapatan dan kesempatan kerja akan meningkat. Yang lebih penting lagi, rasa memiliki kecintaan produk dalam negeri akan dapat membendung masuknya berbagai produk impor. Kiranya larangan impor suatu komoditas merupakan berkah tersembunyi bagi Indonesia. Kita tunggu saja bagaimana Indonesia akan menyikapinya, apakah akan berpihak ke kearifan lokal, atau justru lupa akan peluang yang penting. PURBAYU BUDI SANTOSA Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang
  • 39. 39 Menebak Arah BI Rate Koran SINDO Kamis, 26 Februari 2015 Pada 17 Februari 2015, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin (BP) atau 0,25% dari 7,75% menjadi 7,50%. Nah, ketika kelak suku bunga acuan Amerika Serikat (The Fed Funds Rate) jadi naik dari 0,25% menjadi minimal 1–2%, apakah BI Rate bakal kembali naik? Selama ini, inflasi menjadi salah satu faktor yang mendorong BI untuk mengubah BI Rate. Ini buktinya. BI Rate mulai mendaki dari 7,25% per Oktober 2013 menjadi 7,50% per November 2013 pada saat inflasi 8,37%. Level BI Rate itu bertahan selama 13 bulan hingga November 2014. Padahal, inflasi telah menipis hingga menyentuh level terendah 3,99% per Agustus 2014. Sebaliknya, BI Rate justru mendaki lagi menjadi 7,75% pada 18 November 2014 segera setelah pemerintah mengumumkan kenaikan BBM bersubsidi. Kenaikan itu sempat membuat pelaku bisnis dan perbankan terpana. Meskipun jauh sebelumnya BI sudah memberikan sinyal kenaikan BI Rate mengingat inflasi bakal mencapai kisaran 7,7% pada akhir Desember 2014. Eh, inflasi malah lebih tinggi lagi mencapai 8,36%. Apakah penurunan BI Rate itu dan ketika inflasi menjinak menjadi 6,96% per Januari 2015 akan menyetrum suku bunga kredit untuk ikut menurun? Jawabannya amat mudah: tidak secepat seperti yang diharapkan BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Formulanya, ketika BI Rate naik, suku bunga deposito akan segera naik pula. Namun sebaliknya, tatkala BI Rate turun, suku bunga deposito tidak akan otomatis segera turun. Mengapa? Lantaran sebelumnya bank nasional telah mengeluarkan biaya lebih besar berupa kenaikan suku bunga deposito yang lebih tinggi daripada biasanya. Dengan bahasa lebih lugas, suku bunga deposito akan menurun pelan-pelan (gradually). Nah, manakala suku bunga deposito mulai menguncup, maka suku bunga kredit akan mengempis pelan-pelan pula. Sejauh mana tingkat suku bunga rata-rata kredit bank umum? Statistik Perbankan Indonesia, November 2014 yang terbit medio Januari 2015 menunjukkan suku bunga rata-rata (dalam rupiah) untuk kredit modal kerja mekar 2 BP (0,02%) dari 12,83% per Oktober 2014 menjadi 12,85% per November 2014. Suku bunga rata-rata kredit konsumsi juga tumbuh mekar 10 BP (0,10%) dari 13,43% menjadi 13,53%. Sebaliknya, suku bunga rata-rata kredit investasi justru menipis 2 BP
  • 40. 40 (0,02%) dari 12,40% menjadi 12,38% pada periode yang sama. Opsi Utama Pertanyaan berikutnya, apakah BI Rate bakal melonjak lagi pascakenaikan suku bunga The Fed minimal menjadi 1–2% yang diprediksi pada semester I/2015? Ada dua opsi utama yang dapat dipertimbangkan. Pertama, BI Rate akan naik minimal 25 BP (0,25%) kembali menjadi 7,75%. Kalau BI memilih opsi ini, perang suku bunga deposito akan pecah lagi. Untunglah, OJK sudah menetapkan batas atas suku bunga deposito di atas Rp2 miliar efektif 1 Oktober 2014. Namun, intervensi itu tetap tak mampu menahan kenaikan suku bunga kredit karena kenaikan suku bunga deposito berarti kenaikan pula biaya dana (cost of fund). Likuiditas akan kian ketat. Ujungnya, tingkat efisiensi yang tecermin pada rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) akan menebal. Lirik saja, BOPO bank umum yang merupakan representasi enam kelompok bank sudah mendaki dari 73,95% per November 2013 menjadi 76,16% per November 2014. Bagaimana bank nasional mampu bersaing dengan bank negara ASEAN dengan BOPO 40–60%? Daya saing bank nasional menjadi kian rendah. Padahal peningkatan daya saing itu amat dibutuhkan dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kedua, apakah BI perlu menahan BI Rate sebesar 7,50%? Ya! Mengapa? Karena level itu masih cukup memadai dalam mencegah pelarian dana (capital flight). Coba bandingkan dengan suku bunga acuan negara ASEAN seperti Singapura 0,39%, Thailand 2%, Malaysia 3,25%, Filipina 4%, dan Vietnam 6,50%. Sementara suku bunga acuan negara berkembang (emerging markets) lainnya, Korea Selatan 2%, Meksiko 3%, Cile 3%, dan Afrika Selatan 5,75%. Dengan bahasa lebih bening, BI Rate masih memadai untuk menarik minat investor asing agar tidak lari ke lain hati. Apalagi, Fitch Rating menyatakan sovereign Indonesia BBB–– dengan prospek stabil. Tegasnya, peringkat layak investasi (investment grade) Indonesia sejak 2011 masih tetap tidak berubah. Tegasnya, Indonesia tetap menjadi salah satu tujuan investasi asing yang menarik lagi aman. Sebelum menanamkan investasi, investor asing pasti akan mencermati risiko negara (country risk) suatu negara misalnya Indonesia. Country risk adalah suatu cara pengukuran mengenai tingkat ketidakpastian politik dan ekonomi dalam suatu negara yang dapat berdampak pada nilai pinjaman dan investasi di negara tersebut (Alan C Shapiro, 1998). Salah satu lembaga pemeringkat country risk yang terkemuka adalah The PRS Group yang menerbitkan International Country Risk Guide (ICRG), yang memuat country risk semua negara. ICRG mengelompokkan komponen risiko negara ke dalam tiga risiko politik, ekonomi dan finansial. Tingkat risiko negara meliputi risiko amat rendah, rendah, moderat,
  • 41. 41 tinggi dan amat tinggi. Kini Indonesia berisiko negara moderat (moderate country risk). Hal ini menjadi pertimbangan investor dalam berinvestasi. Maka, pemerintahan Joko Widodo wajib menggenjot tingkat risiko Indonesia menjadi risiko rendah (low risk) seperti Singapura dan Malaysia. Ingat, kian rendah risiko suatu negara, akan kian tinggi investasi sebagai salah satu tulang punggung dalam menyuburkan pertumbuhan ekonomi nasional yang ditargetkan 5,7% pada 2015. Saat ini defisit transaksi berjalan mencapai 2,81% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada triwulan IV/2014. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada 2013 sebesar 2,50%. Oleh karena itu, di sisi fiskal, pemerintah perlu menjaga tingkat defisit transaksi berjalan serendah mungkin. Lantaran makin rendah defisit transaksi berjalan, makin rendah pula kebutuhan dolar AS bagi para importir untuk melakukan transaksi impor. Hal ini tentu saja akan mendorong penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Ringkas tutur, hendaknya BI Rate bukan satu-satunya alat moneter dalam menanggapi kenaikan The Fed Funds Rate. PAUL SUTARYONO Pengamat Perbankan dan Mantan Assistant Vice President BNI
  • 42. 42 Gertak Koran SINDO Kamis, 26 Februari 2015 Pekan-pekan belakangan ini hubungan Indonesia dengan dua negara lain, Australia dan Brasil, bak cerita silat karya Asmaraman S Kho Ping Hoo (alm.). Memanas dan masing-masing saling mengeluarkan jurusnya. Sekilas, Australia dan Brasil terlihat mengeluarkan jurus-jurus serangan, sementara Indonesia dengan ligat bertahan, menangkis atau berkelit. Penyebabnya tentu kita sudah sama-sama tahu. Australia panas karena ada dua warga negaranya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, yang terancam dihukum mati oleh Indonesia. Keduanya dihukum karena tertangkap saat menyelundupkan heroin sebanyak 8,2 kg pada 17 April 2005. Kasusnya populer dengan sebutan ‘Bali Nine’. Itu karena Chan dan Sukumaran melakukan aksinya bersama tujuh rekannya. Akan halnya Brasil, seorang warga negaranya, Marco Archer Cardoso Moreira, sudah dieksekusi mati pada Januari lalu. Kini masih ada seorang warga negara Brasil lainnya yang menanti dieksekusi, yakni Rodrigo Gularte. Jika tak ada halangan, eksekusi Rodrigo bakal dilakukan pada Maret 2015. Persiapan ke arah sana terus dilakukan pihak Kejaksaan Agung. Marco dan Rodrigo divonis hukuman mati oleh pengadilan karena terbukti menyelundupkan narkoba ke Indonesia. Marco terbukti menyelundupkan narkoba sebanyak 13,4 kg ke Indonesia pada 2004. Sementara Rodrigo terbukti menyelundupkan kokain seberat 6 kg. Melihat banyaknya narkoba yang diselundupkan, baik pada kasus Bali Nine maupun oleh dua warga negara Brasil, jelas bahwa barang haram itu tidak untuk mereka konsumsi sendiri. Itu pasti untuk diperjualbelikan. Indonesia selama beberapa tahun belakangan memang terkenal sebagai surga penjaja narkoba. Pasarnya sangat menjanjikan. Konsumennya berlimpah– terutama anak-anak muda—, aparat penegak hukumnya bisa dibeli, atau kalau tertangkap pun hukumannya ringan. Bahkan kalau sudah kepepet pun masih bisa minta grasi. Melihat banyaknya narkoba yang mereka selundupkan, mulanya saya agak heran dengan ”manuver pembelaan” yang dilakukan baik oleh PM Australia Tony Abbott maupun Presiden Brasil Dilma Rousseff. Penyelundupan narkoba sebanyak itu pasti tidak akan dilakukan oleh pemain kelas teri. Pasti kelas kakap.
  • 43. 43 Penyelundup narkoba kelas kakap seperti mereka pasti tak hanya membuat repot Indonesia, tetapi tentu menimbulkan banyak masalah bagi negara asalnya. Mana ada negara yang mau warga negaranya menjadi bandar narkoba? Kalau saja media kita mau sedikit melakukan investigasi, bukan tak mungkin empat orang tadi sebetulnya juga sudah menjadi incaran aparat hukum di negaranya. Pada kasus Bali Nine, misalnya, mereka ditangkap oleh aparat keamanan kita berdasarkan info dari Kepolisian Federal Australia (AFP, Australia Federal Police). Jadi, satu-satunya alasan mengapa PM Abbott dan Presiden Rousseff begitu keras menentang hukuman mati tersebut mungkin tak lebih untuk alasan popularitas semata. Mereka tentu tidak ingin dianggap sebagai pemimpin yang tidak melakukan upaya apa pun guna menyelamatkan warga negaranya yang terancam hukuman mati. Kalau berpegang dengan logika tadi, meski gertakan PM Abbott dan Presiden Rousseff terkesan garang dan agak tak patut (Australia menagih sumbangannya saat tsunami melanda Indonesia dan Brasil menolak surat kredensial dari Indonesia yang dibawa oleh Dubes Indonesia untuk Brasil) dan kita membalasnya dengan gertakan pula, menjadi agak jelas siapa sebetulnya yang tengah menolong siapa. Bukankah dengan cara seperti ini, tangan PM Abbott dan Presiden Rousseff tetap bersih? Namun demikianlah tugas kepala negara, ia wajib membela warga negaranya. Bukankah sikap kita juga demikian terhadap WNI yang akan dihukum gantung, dipancung atau dihukum mati dalam bentuk apa pun oleh negara lain, apa jua kesalahan mereka? Hal Biasa Dalam dunia bisnis, aksi gertak-menggertak adalah hal biasa. Sepanjang tahun 2014, misalnya, kita menyaksikannya. Saling gertak itu terjadi antara pemerintah dengan perusahaan tambang multinasional, terutama PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara. Aksi saling ancam dan gertak itu bermula ketika pemerintah memutuskan untuk menerapkan aturan mengenai larangan ekspor mineral mentah yang mulai berlaku pada 12 Januari 2014. Untuk tetap bisa mengekspor produk mineralnya, perusahaan-perusahaan itu mesti membangun smelter atau pabrik pengolahan. Aturan itu jelas menuai pro dan kontra. Newmont menggertak dengan menghentikan ekspor. Alasannya, telah terjadi force majeure yang diakibatkan adanya aturan baru tersebut. Bersama dengan Freeport, Newmont menguasai 97% produksi tembaga nasional. Dengan penguasaan produksi tembaga sebesar itu, dari sisi bisnis, posisi Freeport dan Newmont memang terbilang kuat. Gertakan mereka jelas sangat berpengaruh. Bahkan Newmont melanjutkan gertakannya dengan menyetop 90% kontraktornya yang bekerja di area pertambangannya.
  • 44. 44 Lalu, sekitar 80% dari 4.000 karyawan di area tersebut juga dinyatakan berstatus stand-by. Para karyawan itu tidak bekerja, tetapi belum diberhentikan. Gaji mereka pun dipotong. Ampuhkah gertakan mereka? Dalam kasus Freeport, perusahaan ini akhirnya setuju untuk membangun smelter. Namun kontrak perusahaan ini yang mestinya habis pada 2021 diperpanjang hingga 2041. Begitulah kalau kepentingannya sudah menyangkut fulus, biasanya jalan keluarnya agak lebih mudah dan terselewengkanlah sesuatu yang sudah kita targetkan. Itu karena, ”A wise man should have money in his head, but not in his heart,” kata Jonathan Swift, politikus dan penulis esai satire asal Irlandia. Jangan Kebakaran Jenggot Dalam kasus Indonesia vs Brasil, aksi gertak-menggertak kini sudah memasuki urusan fulus. Indonesia sudah mengancam bakal membatalkan pembelian alutsista. Kata Wakil Presiden Jusuf Kalla, Indonesia tengah mempertimbangkan untuk mengurangi impor alutsista dari Brasil dan siap mengalihkan pembeliannya ke Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan atau negara-negara Eropa. Saat ini negara kita sudah memesan 16 pesawat Tucano yang diproduksi perusahaan penerbangan Brasil, Embraer. Kemudian, TNI juga akan memesan sistem peluncur roket paling mutakhir dari produsen senjata Avibras yang bermarkas di Sao Jose dos Campos, Sao Paulo, Brasil. Kesepakatan pembelian itu sudah ditandatangani di Jakarta. Nilainya mulai USD400 juta hingga USD800 juta atau kalau dikonversi dalam rupiah antara Rp3,8 triliun sampai Rp7,6 triliun. Angka tersebut tentu bukan jumlah yang sedikit bagi Brasil yang tengah mati-matian mempertahankan tingkat penganggurannya tetap rendah, berkisar 5%. Akankah semua ancaman dan gertakan tadi bakal menjadi kenyataan? Saya setuju dengan Charles Caleb Colton, seorang ulama dan penulis asal Inggris, ”Those that are the loudest in their threats are the weakest in their actions.” Mereka yang menggertak sangat keras biasanya tak punya nyali dalam bertindak. Kita mestinya bisa membaca sinyal semacam ini. Jadi jangan cepat kebakaran jenggot menghadapi gertakan entah dari PM Abbott atau Presiden Rousseff. Kita buat santai saja. RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali
  • 45. 45 Mengembalikan Khitah Bulog Koran SINDO Sabtu, 28 Februari 2015 Gonjang-ganjing harga beras yang telah berlangsung beberapa bulan terakhir mengingatkan kita tentang arti penting mengembalikan Bulog kepada semangat awalnya (khitah). Semangat awal dibentuk Bulog adalah mengemban dua misi besar. Misi pertama, melindungi konsumen, utamanya warga miskin dan kaum marginal perkotaan dari melambungnya harga kebutuhan pangan pokok. Misi kedua, melindungi petani dari keterpurukan harga jual komoditas pangan hasil panen mereka. Namun, dengan bergulirnya waktu, sejak 1998 pemerintah atas desakan Dana Moneter Internasional (IMF) ”mempreteli” peran dan fungsi Bulog. Misi heroik yang harus diemban Bulog tersebut semakin pudar ketika lembaga ini kemudian menjelma menjadi perusahaan umum (perum) seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) Bulog. Sejujurnya kita akui, setelah Bulog menjelma menjadi perum, peran lembaga ini tak ubahnya mesin ekonomi liberal lain. Layaknya mesin ekonomi liberal, jika suatu aktivitas menjanjikan keuntungan secara ekonomi, mesin ini akan bergerak. Sebaliknya, jika aktivitas tersebut tidak menjanjikan keuntungan secara ekonomi, mesin ekonomi ini akan memilih ”duduk manis”. Kompleksitas masalah pangan saat ini dan ke depan akan semakin tinggi. Untuk itu, dituntut keseriusan negara/pemerintah untuk menanganinya. Saatnya Bulog dikembalikan kepada semangat awal saat lembaga ini dibentuk. Sejarah panjang bangsa ini telah mencatat bahwa dalam sebutir beras tidak hanya terkandung dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi kehidupan lain seperti dimensi sosial, keadilan, nasionalisme, spiritual, juga politik. Jadi komoditas pangan tak sepantasnya diposisikan sebatas komoditas perdagangan layaknya produk manufaktur. Hanya diserahkan kepada mekanisme pasar. Pemerintah/negara harus hadir dalam setiap permasalahan pangan yang membelit rakyat seperti permasalahan meroketnya harga beras beberapa waktu terakhir. Menyerahkan pengelolaan pangan pada swasta merupakan bentuk pengingkaran kewajiban negara dalam memenuhi hak rakyat paling asasi tersebut. Di Bawah Presiden Semangat itu sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
  • 46. 46 Pasal 126 Undang-Undang Pangan menegaskan bahwa dalam hal mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan nasional, dibentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Lembaga tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan produksi, pengadaan, penyimpanan, dan/atau distribusi pangan pokok dan pangan lain yang ditetapkan pemerintah. Pilihan paling realistis untuk mengemban tugas pokok dan fungsi tersebut tidak ada lain selain Perum Bulog. Bulog dengan tugas pokok dan fungsi baru tersebut harus menjalankan manajemen pangan sebagaimana diformulakan Saleh Affif dan Leon Mears (1967). Terdapat lima prinsip dalam formula tersebut. Pertama, ditetapkan harga dasar komoditas (floor price) yang memberikan insentif harga jual bagi petani sehingga mereka tetap bergairah dalam melakukan usaha tani. Untuk tujuan ini, pemerintah mengeluarkan peraturan yang dituangkan dalam instruksi presiden (inpres) yang memuat mekanisme harga dasar komoditas dalam bentuk harga pembelian pemerintah (HPP). Kedua, perlu ada harga maksimum (ceiling price) yang bertujuan melindungi konsumen dari kenaikan harga yang tak terkendali. Jika mekanisme harga maksimum dapat berfungsi dengan baik, tak perlu terjadi gonjang-ganjing harga beras seperti kita alami beberapa bulan terakhir. Ketiga, perlu ada selisih yang memadai antara harga dasar dan harga maksimum. Selisih harga yang memadai tersebut akan lebih merangsang aktivitas perdagangan oleh swasta. Keempat, perlu diupayakan relasi harga antardaerah dan isolasi harga terhadap pasar dunia dengan fluktuasi yang lebar. Kelima, perlu ada stok penyangga (buffer stock) yang dikuasai pemerintah dalam jumlah yang cukup. Stok penyangga ini sangat penting untuk melakukan penetrasi pasar dalam rangka stabilisasi harga pada saat-saat tertentu misalnya pada musim paceklik, Lebaran, atau Natal dan tahun baru. Hanya Buloglah yang memiliki 1.755 gudang tersebar di seluruh wilayah Indonesia sehingga peran sebagai pengelola stok penyangga pangan tersebut sangat mungkin diembannya. Untuk itulah, Bulog perlu diberi kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan stok pangan, termasuk di dalamnya kebijakan importasi. Dengan catatan, kebijakan importasi tetap harus memprioritaskan penyerapan hasil panen petani domestik untuk kemandirian dan kedaulatan pangan bangsa. Profesional Satu hal yang perlu diingat, track record Bulog masa lalu sangat kental dengan aroma
  • 47. 47 korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Secara kasatmata Bulog pernah menjadi mesin uang politik penguasa. Skandal Bulog yang berjilid-jilid menjadi bukti yang tak terbantahkan. Ke depan semua itu harus dijadikan cermin bagi seluruh jajaran Bulog agar tidak terjerumus pada kasus-kasus yang sama. Dengan tugas pokok dan fungsi yang baru, Bulog harus mampu memerankan diri sebagai lembaga penyangga dan stabilisator harga pangan yang profesional demi kepentingan rakyat. Prinsip good corporate governance harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga akan lebih efisien, efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Akhirnya, agar beban berat yang diamanatkan kepada Bulog dapat memenuhi harapan masyarakat, Bulog harus mempunyai hak istimewa. Tanpa hak istimewa tersebut, Bulog tidak akan mampu melawan sepak terjang para ”naga” dan ”samurai” yang sudah menguasai mata rantai perdagangan pangan dari sentra produksi hingga pasar ritel. Salah satu hak istimewa tersebut antara lain memberikan hak kepada Bulog untuk mengimpor semua komoditas bahan pangan pokok dengan persentase yang besar dibanding pelaku pasar lain. Hanya dengan hak-hak istimewa seperti inilah, Bulog akan mampu melawan kartel pangan yang kini sudah menggurita. Di sinilah komitmen para penentu kebijakan pangan negeri ini tengah diuji. TOTO SUBANDRIYO Praktisi Dunia Pertanian; Lulusan IPB; dan Magister Manajemen UNSOED
  • 48. 48 Misteri Mafia Beras Koran SINDO Sabtu, 28 Februari 2015 Reformasi telah mengubah peran pemerintah di satu sisi serta peran swasta, warga sipil, dan dunia internasional di sisi lain. Perubahan terjadi di level politik, tetapi tidak pada sistem ekonomi. Ini ditandai dengan peran negara yang kian ciut, sebaliknya swasta dan kaum kapitalis kian sulit diatur. Hasilnya, kehadiran negara lewat pelbagai lembaga pengemban pelayanan publik kian lumpuh. Hari-hari ini kita menjadi saksi negara yang lumpuh, tecermin dari ketidakberdayaan dalam mengendalikan harga beras. Mengapa dari tahun ke tahun masalah ini tak pernah berubah? Di manakah kehadiran negara? Konstitusi mengamanatkan agar negara selalu hadir dalam setiap permasalahan warga. Dalam UU Nomor 18/2012 tentang Pangan dan UU Nomor 7/2014 tentang Perdagangan diatur kewajiban negara untuk menjadi stabilisator harga pangan. Bahkan, komitmen ”negara hadir” juga dituangkan dalam Nawacita Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dalam butir 1 Nawacita ditegaskan: ”Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara....” Adapun dalam butir 2: ”Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan tepercaya....” *** Seperti layang-layang putus, tiga minggu terakhir harga beras lepas tak terkendali. Jika semula kenaikan harga beras hanya terjadi di Jakarta dan sekitarnya, kini menular ke sejumlah daerah. Biasanya, saat musim paceklik terjadi kenaikan harga 10%. Tapi kenaikan kali ini sudah mencapai 30%. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menuding ada mafia beras yang bermain mengeruk keuntungan dari situasi ini. Ini bukan hal baru. Di pemerintahan lalu, tudingan ada mafia beras berulang kali dilemparkan. Namun tak ada satu pun yang bisa membuktikan. Juga tak ada satu pun yang diseret ke meja hijau. Benarkah ada mafia beras? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi IV, 2013), ‘mafia’ dimaknai sebagai ”perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan (kriminal)”. Merujuk pada definisi itu, tidak tepat menyematkan kata ”mafia” pada beras. Lebih tepat kata ‘kartel’. Barangkali ini yang dimaksud Menteri Gobel.