Dokumen tersebut merupakan daftar isi dari prosiding konferensi nasional matematika yang membahas berbagai topik seperti aljabar, analisis, ilmu komputer, matematika keuangan, matematika pendidikan, dan statistika. Terdapat penjelasan singkat mengenai panitia penyelenggara konferensi, bidang-bidang yang dibahas, daftar makalah yang disajikan beserta halaman, dan sambutan dari ketua panitia serta presiden organisasi matemat
6. iv
Tim Reviewer
nstitut eknologi andung
nstitut eknologi andung
( Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
iversitas Padjajaran
niversitas Negeri Surabaya
Abdur Rahman ' niversitas egeri alang
niversitas egeri ogayakarta
(Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
(Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
(Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
0 (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
1 (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
2 (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
3 (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
4 niversitas Negeri Jember
7. v
Sambutan Ketua Panitia
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Tema yang diambil dalam konferensi adalah “Peranan Matematika dan Statistika
SEAN Economics Community)”, dengan harapan sebagai persiapan
-
-
-
-
161
8
3 4 18 7
39 1
.S
8. vi
SAMBUTAN PRESIDEN IndoMS 2012-2014
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
“Peranan Matematika dan Statistika menyongsong
AEC (ASEAN Economics Community)”,
10. BIDANG
1. Aljabar & Geometri
2. Analisis
3. Ilmu Komputer
4. Matematika Keuangan
5. Matematika Pendidikan
6. Matematika Terapan
7. Statistika
8. Teori Graf & Kombinatorik
9. Teori dan Sistem Kendali
11. DAFTAR ISI PROSIDING KNM
1
PEMODELAN JADWAL MONOREL DAN TREM MENGGUNAKAN ALJABAR
MAX-PLUS UNTUK TRANSPORTASI MASA DEPAN SURABAYA
1
Kistosil Fahim, Lukman Hanafi, Subiono, danTahiyatul Asfihani
2 SIFAT-SIFAT ALJABAR DARI PEMETAAN TOPOLOGI TOPOGRAFI FUZZY 9
Muhammad Abdy
3 EKSISTENSI PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR DALAM ALJABAR MAKS-PLUS INTERVAL 15
Siswanto, Ari Suparwanto, dan M. Andy Rudhito
4 DIAGNOSIS SUATU PENYAKIT MENGGUNAKAN MATRIKS D-DISJUNCT 25
Siti Zahidah
5
KARAKTERISTIK ELEMEN SIMETRIS ANGGOTA RING DENGAN ELEMEN SATUAN YANG DILENGKAPI
INVOLUSI
37
Titi Udjiani SRRM, Budi Surodjo,dan Sri Wahyuni
6 ASSOSIASI PRIMA PADA MODUL FRAKSI ATAS SEBARANG RING 47
Uha Isnaini dan Indah Emilia Wijayanti
7 KAJIAN KEINJEKTIFAN MODUL (MODUL INJEKTIF, MODUL INJEKTIF LEMAH, MODUL MININJEKTIF) 59
Baidowi dan Yunita Septriana Anwar
BIDANG : ANALISIS (12)
8
PERSAMAAN DIFERENSIAL FRAKSIONAL DAN SOLUSINYA MENGGUNAKAN TRANSFORMASI
LAPLACE
69
Endang Rusyaman, Kankan Parmikanti,dan Emacarnia
9 INTEGRAL HENSTOCK-KURZWEIL FUNGSI BERNILAI C [a ,b ]: TEOREMA KEKONVEGENAN SERAGAM 77
Firdaus Ubaidillah, Soeparna Darmawijaya, dan CH. Rini Indrati
10 KAJIAN KELENGKUNGAN PERSAMAAN KURVA DI 85
Iis Herisman dan Komar Baihaqi
11 KONSTRUKSI TRANSFORMASI MP-WAVELET TIPE A 93
Kistosil Fahim dan Mahmud Yunus
12
PENERAPAN GARIS BERAT SEGITIGA CENTROID UNTUK MENENTUKAN KELOMPOK PADA ANALISIS
DISKRIMINAN
105
I Komang Gede Sukarsa, I Putu Eka Nila Kencana, dan NM. Dwi Kusumawardani
13 BEBERAPA SIFAT DARI KLAS FUNGSI P-SUPREMUM BOUNDED VARIATION FUNCTIONS 113
Moch Aruman Imron ,
Ch. Rini Indrati, dan Widodo
14 KEKONTINUAN SIMETRIS FUNGSI BERNILAI REAL PADA RUANG METRIK 121
Manuharawati
BIDANG : ALJABAR DAN GEOMETRI (7)
NO JUDUL MAKALAH HAL
BIDANG : ANALISIS (8)
NO JUDUL MAKALAH HAL
12. NO JUDUL MAKALAH HAL
15 PENENTUAN POSISI SUMBER ARUS LISTRIK LEMAH DALAM OTAK DENGAN METODE INVERS 127
Muhammad Abdy
16
PELATIHAN JARINGAN FUNGSI BASIS RADIAL MENGGUNAKAN EXTENDED KALMAN FILTER UNTUK
IDENTIFIKASI INSTRUMEN GAMELAN JAWA
133
Abduh Riski, Mohammad Isa Irawan, dan Erna Apriliani
17 EKSTRAKSI CIRI MFCC PADA PENGENALAN LAFAL HURUF HIJAIYAH 143
Agus Jamaludin, dan Arief Fatchul Huda, S.Si., M.Kom
18
PEMILIHAN GURU BERPRESTASI BERDASARKAN PENILAIAN KINERJA GURU DENGAN METODE
ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP)
153
Alvida Mustika Rukmi, M. Isa Irawan, dan Nuriyatin
19 SEGMENTASI CITRA DENGAN MENGGUNAKAN MODIFIKASI ROBUST FUZZY C-MEANS 165
Charista Christie Tjokrowidjaya dan Zuherman Rustam
20
PERBANDINGAN METODE LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) DAN SUPPORT VECTOR
MACHINE (SVM) UNTUK PREDIKSI PENYAKIT JANTUNG KORONER
175
Desy Lusiyanti dan M. Isa Irawan
21 DETEKSI KECACATAN PERMUKAAN LOSONG AMUNISI BERBASIS PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 183
Dwi Ratna Sulistyaningrum, Budi Setiyono, dan Dyah Ayu Erniasanti
22 PENERAPAN VEKTOR PADA APLIKASI WINDOWS PHONE BERBASIS AUGMENTED REALITY 191
Erick Paulus, Stanley P. Dewanto, InoSuryana, dan Septya Happytasari S
23 METODE BACKPROPAGATION JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI HARGA SAHAM 19723 METODE BACKPROPAGATION JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI HARGA SAHAM 197
Feni Andriani dan Ilmiyati Sari
24
PEMODELAN VOLATILITAS SAHAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA
GENETIKA
205
Hasbi Yasin
25 APLIKASI METODE FUZZY PADA PERAMALAN JUMLAH WISATAWAN AUSTRALIA KE BALI 211
I Putu Eka Nila Kencana dan IBK. Puja Arimbawa K
26 PREDIKSI CUACA EKSTRIM MENGGUNAKAN ALGORITMA CLUSTERING BERDASARKAN ROUGH SET 221
Mohammad Iqbal dan Hanim Maria Astuti
27 KAJIAN LANJUTAN TERHADAP KUNCI LEMAH ALGORITMA SIMPLIFIED IDEA 229
Retno Indah dan Sari Agustini Hafman
28 PENGGUNAAN METODE PCA UNTUK REDUKSI DATA IMAGE PEMBULUH DARAH VENA 241
Rifki Kosasih
29 IMPLEMENTASI KALIBRASI KAMERA ZHANG PADA ESTIMASI JARAK 249
Shofwan Ali Fauji dan Budi Setiyono
30
KONSTRUKSI POHON FILOGENETIK MENGGUNAKAN ALGORITMA NEIGHBOR JOINING UNTUK
IDENTIFIKASI HOST DAN PENYEBARAN EPIDEMI SARS
259
Siti Amiroch dan M. Isa Irawan
BIDANG : ILMU KOMPUTER (18)
NO JUDUL MAKALAH HAL
13. NO JUDUL MAKALAH HAL
31
DESAIN PENGENDALI UMPAN BALIK LINIER BERORDE MINIMUM PADA SISTEM BILINIER
PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN ALGORITMA GENETIKA
269
Taufan Mahardhika, Roberd Saragih, dan Bambang Riyanto Trilaksono
32
APLIKASI ENTROPI FUZZY C-MEANS UNTUK MENDIAGNOSA CANCER BERDASARKAN KONSENTRASI
UNSUR KIMIA DALAM DARAH
279
Zuherman Rustam
33
MODEL MANAJEMEN POLA TANAM MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN FUNGSI RADIAL
BASIS
285
Alven Safik Ritonga dan Mohammad Isa Irawan
34 ESTIMASI VALUE AT RISK PADA SAHAM PT. “X” DENGAN METODE EXTRIM VALUE THEORY 297
Mochammad Afandi dan Santi Puteri Rahayu
35
CONDITIONAL VALUE-AT-RISK DI BAWAH MODEL ASET LIABILITAS DENGAN VOLATILITAS TAK
KONSTAN
305
Sukono, Sudradjat Supian, dan Dwi Susanti
36
ESTIMASI VOLATILITAS UNTUK PENGHITUNGAN VALUE at RISK (VaR) SAHAM LQ-45
MENGGUNAKAN MODEL GARCH
315
Tarno dan Hasbi Yasin
37
THE IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE LEARNING BASED ON NEWMAN’S ERROR ANALYSIS
32737
THE IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE LEARNING BASED ON NEWMAN’S ERROR ANALYSIS
PROCEDURES TO IMPROVE STUDENTS’ MATHEMATICAL LEARNING
327
Yoga Dwi Windy Kusuma Ningtyas
38
PERMAINAN TRADISIOANAL “ICAK-ICAKAN” PADA MATERI PERSENTASE LABA RUGI UNTUK SISWA
CENDERUNG KINESTETIK
335
Fadila Hasmita, Oryza Zafivani, dan Rully Charitas Indra Prahmana
39
PENERAPAN PENDEKATAN PMRI UNTUK MELATIH KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA
MATERI BALOK DAN KUBUS
343
Dimas Danar Septiadi
40
MATCHAN (MATHEMATICS DAKOCAN) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG SISWA
SEKOLAH DASAR
355
Dwi Wulandari dan Ira Silviana Rahman
41
PENGGUNAAN BACKWARD DESIGN DALAM MERANCANG PEMBELAJARAN MATEMATIKA YANG
BERNUANSA OBSERVATION-BASED LEARNING
363
Abdur Rahman As’ari
42
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATERI SEGIEMPAT BERBASIS REALISTIC
MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MELATIH KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS
VII SMP
371
Abdur Rohim, Ipung Yuwono, dan Sri Mulyati
43
PENGEMBANGAN SOAL BERBASIS LITERASI MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN KERANGKA
PISA TAHUN 2012
379
Ahmad Wachidul Kohar dan Zulkardi
BIDANG : MATEMATIKA KEUANGAN (3)
NO JUDUL MAKALAH HAL
BIDANG : MATEMATIKA PENDIDIKAN (44)
NO JUDUL MAKALAH HAL
14. NO JUDUL MAKALAH HAL
44
ANALISIS KEMAMPUAN ADVANCED MATHEMATICAL THINKING MAHASISWA PADA MATA KULIAH
STATISTIKA MATEMATIKA
389
Andri Suryana
45
KONTSRUKSI TEORITIK TENTANG BERPIKIR REFLEKTIF SEBAGAI AWAL TERJADINYA BERPIKIR
REFRAKSI DALAM MATEMATIKA
397
Anton Prayitno, Akbar Sutawidjaja, Subanji, dan Makbul Muksar
46
MENGHIDUPKAN TAHAP MENANYA PADA IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH
405
Djamilah Bondan Widjajanti
47
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PERSAMAAN DIFERENSIAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA MELALUI BLENDED LEARNING DENGAN
STRATEGI PROBING-PROMPTING
415
Hapizah
48
PROFIL PEMAHAMAN SUBJEK UJI COBA 6 TERHADAP FILOSOFI, PRINSIP, DAN KARAKTERISTIK
PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK
423
Hongki Julie, St. Suwarsono, dan Dwi Juniati
49
ANALISIS PENGUASAAN KONSEP DASAR DAN KETUNTASAN PEMAHAMAN MATERI PENCACAHAN
DALAM MATEMATIKA DISKRET
433
Luh Putu Ida Harini, I Gede Santi Astawa, dan I Gusti Ayu Made Srinadi
50
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPUTUSAN SISWA SMA MELANJUTKAN STUDI S1 DI
UNIVERSITAS UDAYANA
443
Made Susilawati, I Putu Eka Nila Kencana, dan Ni Made Dwi Yana Putri
51
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ENSIKLOPEDIA MATEMATIKA DIGITAL DALAM KOMUNITAS DAN
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
451
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Mahmuddin Yunus, Indriati Nurul H, dan Lucky Tri O.
52
PENGEMBANGAN BUKU ELEKTRONIK OLIMPIADE MATEMATIKA BERBASIS WEB DENGAN
PENDEKATAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH
459
Mahmuddin Yunus dan Tjang Daniel Chandra
53
EFEKTIVITAS METODE GRUP INVESTIGASI DI KELAS KALKULUS I PADA JURUSAN MATEMATIKA
DAN ILMU KOMPUTER FMIPA UNIVERSITAS UDAYANA
467
Ni Made Asih
54
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS BRAIN GYM DENGAN
MEDIA MANIPULATIF UNTUK ABK
477
Nia Wahyu Damayanti, Akbar Sutawidjajadan I Nengah Parta
55
PENANAMAN KONSEP OPERASI PEMBAGIAN MENGGUNAKAN PERMAINAN TRADISIONAL BOLA
BEKEL DI KELAS III SEKOLAH DASAR
487
Nurochmah dan Novia Larosa
56
MODEL PROBLEM BASED LEARNINGDALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS SISWA KELAS
VIII SMP
497
Nur Wahidin Ashari
57
PENGEMBANGAN LKS BERCIRIKAN PENEMUAN TERBIMBING DAN DIDUKUNG GEOGEBRA PADA
MATERI FUNGSI KUADRAT
507
Nurul Firdaus
15. NO JUDUL MAKALAH HAL
58 PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL KELERENG DALAM OPERASI PENGURANGAN DI KELAS I SD 517
Olanda Dwi Sumintra, Armianti, dan Rully Charitas Indra Prahmana
59
IDENTIFIKASI KONSEP BERFIKIR ANAK USIA DINI DALAM KONSEP MATEMATIKA MENURUT
TAHAPAN PIAGET
525
Reni Dwi Susanti
60
KEMAMPUAN MAHASISWA DALAM MENGANALISA KEKONVERGENAN SUATU BARISAN
BERDASARKAN PENGETAHUAN KONSEPTUAL DAN PROSEDURAL
533
Ria Amalia
61 THINKING IMPLEMENTATION TO INTRODUCE FRACTION IN TALL’S THREE WORDS 543
Rustanto Rahardi dan Eddi Budiono
62
PENERAPAN STRATEGI MOTIVASI ARCS DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA
MATERI BALOK DI KELAS VIII SMP NEGERI 3 GRESIK
555
Sabrina Apriliawati Sa’ad
63
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN RME BERBASIS
GAYA KOGNITIF SISWA
565
Salwah, Yaya S. Kusumah, dan Stanley Dewanto
64
PENGEMBANGAN MODUL PENERAPAN TEORI GRAPH BERBASIS ICT SEBAGAI PEDOMAN PRAKTEK
KERJA LAPANGAN (PKL) MAHASISWA JURUSAN MATEMATIKA DI INDUSTRI
575
Sapti Wahyuningsih dan Darmawan Satyananda
65
PENGGUNAAN PERMAINAN TRADISIONAL YEYE DALAM PEMAHAMAN KONSEP PERKALIAN UNTUK
SISWA SEKOLAH DASAR
591
Sri Ratna Dewi, Sari Juliana, dan Rully Charitas Indra Prahmana
66 PROSES PENALARAN ANALOGI SISWA DALAM ALJABAR 60166 PROSES PENALARAN ANALOGI SISWA DALAM ALJABAR 601
Siti Lailiyah dan Toto Nusantara
67
IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK
INDONESIA PADA PEMBELAJARAN PECAHAN
607
Sitti Busyrah Muchsin
68 PEMBELAJARAN ON-LINE KALULUS III BERSTANDART NCTM 615
Suharto dan Moh. Hasan
69
PENERAPAN SELF – DIRECTED LEARNING PADA PEMBELAJARAN PERSAMAAN DIFERENSIAL
PARSIAL ORDE SATU
625
Susi Setiawani
70
EDUCATIONAL DESIGN RESEARCH: DEVELOPING STUDENTS’ UNDERSTANDING OF THE
MULTIPLICATION STRATEGY IN AREA MEASUREMENT
633
Susilahudin Putrawangsa ,
Agung Lukito ,
Siti M Amin, dan Monica Wijers
71
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS, DAN SIKAP SISWA TERHADAP
MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK
653
Syaiful
72 PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA LAKI-LAKI DAN SISWA PEREMPUAN 667
Syamsu Qamar Badu dan Siti Azizah A. Husain
73
MULTIGROUP STRUCTURAL EQUATION MODELING DENGAN PARTIAL LEAST SQUARE PADA HASIL
BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IX SMP NEGERI DI KOTA KENDARI
677
16. NO JUDUL MAKALAH HAL
Tandri Patih dan Bambang Widjanarko Otok
74
PENINGKATAN SELF-EFFICACY SISWA MELALUI PENDEKATAN PROBLEM-CENTERED LEARNING
DISERTAI STRATEGI SCAFFOLDING
689
Tedy Machmud
75
PENERAPAN STRATEGI BELAJAR METAKOGNISI UNTUK MEMAHAMI BACAAN DALAM
IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
699
Theresia Kriswianti Nugrahaningsih, Iswan Riyadi, dan Hersulastuti
76
PENGEMBANGAN MOBILE LEARNING APPLICATION (MLA) SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN
ALTERNATIF PADA MATERI KESEBANGUNAN DAN KEKONGRUENAN BANGUN DATAR
709
Wulan Marlia Sandi
77
KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS MATEMATIS MAHASISWA DALAM PERKULIAHAN MATEMATIKA
DASAR DAN MATEMATIKA DISKRIT
719
Yaya S. Kusumah dan Heni Pujiastuti
78
PENTINGNYA PENGARUH PERMAINAN TRADISIONAL LAYANG-LAYANG DALAM PEMBELAJARAN
PHYTAGORAS DI KELAS VIII SMP
729
Yuli Pinasthika dan Yuannisya Walimun
79 PROSES BERPIKIR ALJABAR SISWA BERDASARKAN TAKSONOMI MARZANO 739
Yunita Oktavia Wulandari, Edy Bambang Irawan, dan Toto Nusantara
80
MASALAH NILAI YANG DICARI: PENALARAN PROPORSIONAL SISWA SETELAH MEMPELAJARI
PERBANDINGAN DAN PROPORSI
749
Zainul Imron, I Nengah Parta, dan Hery Susanto
NO JUDUL MAKALAH HAL
81 MODEL EPIDEMIK SIR UNTUK PENYAKIT YANG MENULAR SECARA HORIZONTAL DAN VERTIKAL 757
Ilmiyati Sari dan Hengki Tasman
82
HILANGNYA DUA BIFURKASI FOLD TANPA MELALUI BIFURKASI CUSP PADA SISTEM PREDATOR-
PREY DENGAN FAKTOR PERTAHANAN GRUP DAN GANGGUAN BERKALA
767
Harjanto, E dan Tuwankotta, J. M
83
BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA WANGERSKY-CUNNINGHAM DENGAN WAKTU
TUNDA
773
Ali Kusnanto, Ni Nyoman Suryani, dan N K Kutha Ardana
84
PENERAPAN GOAL PROGRAMMING DALAM PENJADWALAN DAN PENUGASAN KEGIATAN
KEMAHASISWAAN
777
Anis Fauziyyah, Toni Bakhtiar, dan Farida Hanum
85 PENERAPAN PROJECTION PURSUIT DALAM BLIND SOURCE SEPARATION 787
Atik Wintarti, Abadi, dan Yoyon K. Suprapto
86 KAJIAN NUMERIK: PENGARUH UKURAN SISTEM TERHADAP GAYA HAMBAT PADA SILINDER 795
Chairul Imron, Basuki Widodo, dan Triyogi Yuwono
87 ANALISA DAN SIMULASI MODEL MANGSA-PEMANGSA YANG DILAKUKAN PEMANENAN 801
Diny Zulkarnaen dan Linda Yunengsih
88 METODE OPERATOR SPLITTING : EKSPLORASI DAN SIMULASI 809
BIDANG : MATEMATIKA TERAPAN (27)
NO JUDUL MAKALAH HAL
17. NO JUDUL MAKALAH HAL
Endar H. Nugrahani
89 PERAMALAN VOLUME PRODUKSI AIR DI PDAM BOJONEGORO DENGAN METODE FUNGSI TRANSFER 815
Fastha Aulia Pradhani dan Adatul Mukarromah
90 KEKUATAN INFEKSI HIV DALAM KOMUNITAS INJECTING DRUG USERS 823
Iffatul Mardhiyah dan Hengki Tasman
91 METODE ELEMEN BATAS UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH PERPINDAHAN PANAS 833
Imam Solekhudin
92
ANALISIS PEMAKAIAN MADU PADA PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN METODE
MATEMATIKA
839
Imelda Hendriani Eku Rimo dan Basuki Widodo
93
SKEMA BEDA HINGGA NONSTANDAR MODEL EPIDEMI SIR DENGAN TINGKAT KEJADIAN
TERSATURASI DAN MASA INKUBASI
849
Isnani Darti dan Agus Suryanto
94
MODEL TRANSMISI PENYAKIT TUBERKULOSIS DENGAN MEMPERHATIKAN KOMPARTEMEN
VAKSINASI
855
J. Nainggolan, S. Supian, A. K. Supriatna , dan N. Anggriani
95
SUATU TINJAUAN NUMERIK PERSAMAAN ADVEKSI DIFUSI 2-D TRANSFER POLUTAN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DU-FORT FRANKEL
865
Jeffry Kusuma , Khaeruddin, Syamsuddin Toaha , Naimah Aris, dan Alman
96 MASALAH TRANSPORTASI MULTIOBJECTIVE FUZZY DENGAN VARIABEL KEPUTUSAN FUZZY 871
Listy Vermana dan Salmah
97 MODEL PERTUMBUHAN KRISTAL PADA GAMBUT YANG DIBENTUK DARI KAPUR, FLY ASH DAN AIR 881
Mohammad Syaiful Pradana dan Basuki Widodo
98 APROKSIMASI VARIASIONAL UNTUK SOLITON DISKRIT GELAP 891
Mahdhivan Syafwan
99
PENGGUNAAN METODE LEVEL SET DALAM MENYELESAIKAN MASALAH STEFAN DUA FASE (KASUS
MASALAH PENCAIRAN ES )
897
Makbul Muksar, Tjang Daniel Candra, dan Susy Kuspambudi Andaini
100 ANALISIS SENSITIVITAS MODEL EPIDEMIOLOGI HIV DENGAN EDUKASI 907
Marsudi
101 SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL DENGAN PENDEKATAN MODEL MULTI GRUP 919
Nur Asiyah, Suhud Wahyudi, dan M. Setijo Winarko
102 PEMBENTUKAN VIEWS PADA MODEL BLACK LITTERMAN 933
Retno Subekti
103
MODELLING ROAD TRAFFIC ACCIDENT DEATHS IN SOUTH AFRICA USING GENERALIZED LINEAR
MODELS
943
Sharon Ogolla, Sony Sunaryo, dan Irhamah
104
ANALISIS KESTABILAN DAN KEBIJAKAN KEUNTUNGAN MAKSIMAL PADA MODEL POPULASI SATU
MANGSA-DUA PEMANGSA DENGAN TAHAPAN STRUKTUR
953
Syamsuddin Toaha, Jeffry Kusuma, Khaeruddin, dan Mawardi
18. NO JUDUL MAKALAH HAL
105
PENDEKATAN FUNGSI SELEKSI UNTUK MASALAH PEMROGRAMAN BILEVEL FUZZY DALAM
PENGOPTIMALAN RETRIBUSI JALAN TO
965
Syarifah Inayati dan Irwan Endrayanto A
106 KAJIAN DUALITAS DAN ANALISA SENSITIVITAS MASALAH GOAL PROGRAMMING 985
Talisadika Serrisanti Maifa
107
MODEL MATEMATIKA PENGARUH SUHU DAN KETINGGIAN TERHADAP SPONTANEOUS-POTENTIAL
UNTUK KARAKTERISASI PANASBUMI DI GEDONGSONGO, SEMARANG, JAWA TENGAH
997
Widowati, Agus Setyawan, Mustafid, Muh. Nur, Sudarno, Udi Harmoko, Satriyo, Gunawan S, Agus Subagio, Heru
Tj, Djalal Er Riyanto, Suhartono, Moch A Mukid, Jatmiko E.
108
PENENTUAN PREMI BULANAN UNTUK KONTRAK ASURANSI JIWA ENDOWMENT UNIT LINK DENGAN
METODE POINT TO POINT
1005
Erna Hayati dan Sony Sunaryo
109 ASUMSI CONSTANT FORCE PADAASURANSI DWIGUNA LAST SURVIVOR 1015
Hasriati, Azis Khan, dan Dian Fauzia Rahmi
110
METODE PENDETEKSIAN HOTSPOT MULTIVARIAT DAN PERANGKINGAN ORDIT: Study Kasus Tingkat
KesehatanIbudanBalita di Kota Depok
1025
Yekti Widyaningsih dan Titin Siswantining
111 PREDIKSI CURAH HUJAN DI SURABAYA UTARA DENGAN MENERAPKAN FUZZY-MAMDANI 1035
Farida Agustini Widjajati dan Dynes Rizky Navianti
112
MODEL REGRESI NONPARAMETRIK MULTIRESPON SPLINE TRUNCATED UNTUK DATA
1045112
MODEL REGRESI NONPARAMETRIK MULTIRESPON SPLINE TRUNCATED UNTUK DATA
LONGITUDINAL (STUDI KASUS KEBERHASILAN KB)
1045
Dita Amelia dan I Nyoman Budiantara
113 KLASIFIKASI KAYU DENGAN MENGGUNAKAN NAÏVE BAYES-CLASSIFIER 1057
Achmad Fahrurozi
114 KALKULATOR SURVIVAL DAN LIFE TABEL MENGGUNAKAN SOFTWARE R 1067
Adhitya Ronnie Effendie dan Hendra Perdana
115 PREDIKSI INDEKS HARGA KONSUMEN DENGAN MODEL FUZZY DAN RECURRENT NEURAL NETWORK 1073
Agus Maman Abadi
116
PERAMALAN PENJUALAN SEPEDA MOTOR DI PT. “X” DENGAN MENGGUNAKAN ARIMAX DI
KABUPATEN PONOROGO
1085
Ani Satul Ru’yati Badriyah dan Agus Suharsono
117 PENERAPAN MODEL ARX ORDE 1 PADA INDEKS SAHAM DAN HARGA MINYAK MENTAH DUNIA 1093
Indah Pratiwi, Kankan Parmikanti, dan Budi Nurani Ruchjana
118
PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTADI PROVINSI NTB BERDASARKAN KARAKTERSTIK
KEMISKINAN MENGGUNAKAN METODE WARD
1107
Desy Komalasari
119 PENGGUNAAN SOFTWARE MATLAB PADA MODIFIKASI SINGLE SYSTEMATIC SAMPLING 1115
Dewi Putrie Lestari dan Aini Suri Talita
BIDANG : STATISTIKA (39)
NO JUDUL MAKALAH HAL
19. NO JUDUL MAKALAH HAL
120 EVALUASI SKILL MODEL DENGAN KURVA RELATIVE OPERATING CHARACTERISTICS (ROC) 1123
Dewi Retno Sari Saputro
121
ANALISIS SURVIVAL PADA DATA REKURENSI DENGAN COUNTING PROCESS APPROACH DAN MODEL
PWP-GT
1129
Diah Ayu Novitasari dan Santi Wulan Purnami
122
OPTIMISASI PERENCANAAN PRODUKSIMODEL PROGRAM LINEAR MULTI OBJEKTIF DE NOVO
DENGAN PENDEKATAN GOAL PROGRAMMING
1139
Dwi Lestari
123
REGRESI KUANTIL DENGAN ESTIMASI METODE SPARSITY UNTUK PEMODELAN TINGKAT
PENGANGGURAN TERBUKA DI INDONESIA
1153
Dynes Rizky Navianti
124
PREDIKSI PERMINTAAN SEPEDA MOTOR PER JENIS MERK HONDA DAN TOTAL MARKET DI
KABUPATEN SIDOARJO MENGGUNAKAN VECTOR AUTOREGRESSIVE (VAR)
1165
Efrandi Andiarga dan Agus Suharsono
125
VOLATILITAS MODEL GARCH SAHAM SYARIAH YANG BERHUBUNGAN KAUSALITAS DENGAN
INDEKS PASAR
1183
Endang Soeryana Hasbullah, Ismail Bin Mohd, Mustafa Mamat, Sukono, dan Endang Rosyaman
126
PENGARUH FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR KONTEKSTUAL TERHADAP FERTILITAS DI INDONESIA
TAHUN 2011 (Analisis Multilevel)
1193
Febri Wicaksono dan Dhading Mahendra
127
KAJIAN METODE STATISTIK NONPARAMETRIK UJI HILDEBRAND SEBAGAI PADANAN ANALISIS
VARIANSI DUA ARAH
1203
Fitri Catur Lestari
128
PEMODELAN PREVALENSI KEJADIAN KUSTA DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN SPATIAL
1213128
PEMODELAN PREVALENSI KEJADIAN KUSTA DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN SPATIAL
AUTOREGRESSIVE – SEM PLS
1213
Gilang Maulana Abdi dan Ismaini Zain
129
PENENTUAN PREMI TUNGGAL PADA KONTRAK ASURANSI jiwaENDOWMENT UNIT LINK METODE
HIGH WATER MARK
1225
Gusmi Kholijah dan Sony Sunaryo
130 PENGENDALIAN KUALITAS STATISTIKA MENGGUNAKAN SOFTWARE R 1241
Hendra Perdana, Khabib Mustofa, dan Dedi Rosadi
131
PENGEMBANGAN GRAFIK PENGENDALI DISTRIBUSI BETA BINOMIAL SEBAGAI PENGANTI p-CHART
MELALUI MCMC
1247
Hendro Permadi
132 PENGARUH OUTLIER TERHADAP ESTIMATOR PARAMETER REGRESI DAN METODE REGRESI ROBUST 1259
I GustiAyu Made Srinadi
133 SUATU SURVEI TENTANG REGRESI BERBASIS KOPULA 1267
I Wayan Sumarjaya
134
ANALISIS REGRESI PROBIT DENGAN EFEK INTERAKSI UNTUK MEMODELKAN ANGKA FERTILITAS
TOTAL DI INDONESIA
1277
Imam Ahmad Al Fattah dan Vita Ratnasari
135
ANALISIS GEROMBOL BERBASIS MODEL (StudiKasusStandarPelayanan Minimal SMP di
KabupatenManokwari)
1287
20. NO JUDUL MAKALAH HAL
Surianto Bataradewa, Nurhaida, Rium Hilum, dan Indah Ratih Anggriyani
136 KAJIAN ANALISIS DISKRIMINAN BERBASIS MODEL (Model Based Discriminant Analysis Study ) 1299
Indah Ratih Anggriyani
137
MODEL BINOMIAL NEGATIF DAN POISSON INVERSE GAUSSIAN DALAM MENGATASI OVERDISPERSI
PADA REGRESI POISSON.
1309
Laksmi Prita W
138
ESTIMASI PARAMETER MODEL GEOGRAPHICALLY WEIGHTED ZERO-INFLATED POISSON REGRESSION
(GWZIPR)
1317
Luthfatul Amaliana dan Purhadi
139
ANALISIS DATA INFLASI DI INDONESIAMENGGUNAKAN MODEL REGRESI KERNEL (SEBELUM DAN
SESUDAH KENAIKAN TDL DAN BBM TAHUN 2013)
1327
Suparti, Budi Warsito, dan Moch Abdul Mukid
140
ESTIMASI DAN PENGUJIAN HIPOTESIS GEOGRAPHICALLY WEIGHTED MULTINOMIAL LOGISTIC
REGRESSION
1339
M. Fathurahman, Purhadi, Sutikno, dan Vita Ratnasari
141
PENAKSIRAN PARAMETER MODEL GENERALISASI SPACE TIME AUTOREGRESI ASUMSI
HETEROSKEDASTIK
1349
Nelson Nainggolan
142
TAKSIRAN TITIK MEAN MODEL CAR FAY-HERRIOT MENGGUNAKAN PENDEKATAN HIERARKI BAYES
PADA SMALL AREA ESTIMATION
1355
Kurnia Susvitasari danTitin Siswantining
143
PERBANDINGAN ANALISIS REGRESI COX DAN ANALISIS SURVIVAL BAYESIAN PADA PASIEN
KANKER SERVIKS
1363
Rina Wijayanti dan Santi Wulan PurnamiRina Wijayanti dan Santi Wulan Purnami
144
MODEL REGRESI PROBIT BIVARIAT PADA INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS
PEMBERDAYAAN GENDER
1373
Ririn Wahyu Ningsih dan Vita Ratnasari
145
PEMODELAN KUALITAS PEMBANGUNAN MANUSIA INDONESIA DENGAN PENDEKATAN MODEL
PROBIT BIVARIAT
1383
Vita Ratnasari
146 PENAKSIRAN PARAMETER UNTUK MODEL GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWTR) 1391
Harmi Sugiarti, Purhadi, Sutikno, dan Santi Wulan Purnami
147 GRAF AMALGAMASI POHON BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT 1399
Asmiati dan Fitriani
148 PELABELAN GRACEFUL SUPER FIBONACCI PADA GRAF FRIENDSHIP DAN VARIASINYA 1409
Budi Poniam dan Kiki A. Sugeng
149
PEMANFAATAN PELABELAN GRACEFUL PADA SYMMETRIC TREE UNTUK KRIPTOGRAFI
POLYALPHABETIC
1417
Indra Bayu Muktyas dan Kiki A. Sugeng
150 PELABELAN TOTAL SUPER (A,D)- SISI ANTIMAGIC PADA GABUNGAN GRAF PRISMA 1421
BIDANG : TEORI GRAPH DAN KOMBINATORIK(11)
NO JUDUL MAKALAH HAL
21. NO JUDUL MAKALAH HAL
Ira Aprilia dan Darmaji
151 BATAS ATAS DIMENSI PARTISI GRAF SUBDIVISI DARI GRAF POHON 1427
Amrullah, Edy Tri Baskoro, Saladin Uttunggadewa, dan Rinovia Simanjuntak
152 PELABELAN HARMONIS PADA GRAF TANGGA SEGITIGA 1435
Kurniawan Atmadja, Kiki A. Sugeng dan Teguh Yuniarko
153 PELABELAN GRACEFUL PADA GRAF MERCUSUAR DAN GRAF BUNGA DHIFA 1441
Nadia Paramita, Rostika Listyaningrum dan Kiki A. Sugeng
154 PEMBENTUKKAN SUPER GRAF PADA KLASIFIKASI SIDIK JARI 1447
Nurma Nugraha dan Kiki Ariyanti
155
MENGKONTRUKSI SUPER EDGE MAGIC GRAPH BARU DARI SUPER EDGE MAGIC GRAPH YANG
SUDAH ADA
1455
Suhud Wahyudi dan Sentot Didik Surjanto
156
MENENTUKAN CLIQUE MAKSIMUM PADA SUATU GRAF DENGAN MENGGUNAKAN HEURISTIK
GREEDY
1465
Mochamad Suyudi, Ismail Bin Mohd, Roslan Bin Hasni , Sudradjat Supian, dan Asep K. Supriatna
157 KAJIAN EKSISTENSI GRAF BERARAH HAMPIR MOORE 1471
Yus Mochamad Cholily
158 KENDALI OPTIMAL PADA MANAJEMEN PERSEDIAAN MULTI-SUPPLIER DENGAN LEAD TIME 1477
Darsih Idayani dan Subchan
159
ANALISA PERBANDINGAN PERFORMANSI KONTROL TWO WHEELED INVERTED PENDULUM ROBOT
DENGAN MENGGUNAKAN FSMC DAN T2FSMC
1489
Mardlijah dan Muh Abdillah
160
METODE LANGSUNG PADA PERMASALAHAN KENDALI OPTIMAL DENGAN LEGENDRE
PSEUDOSPECTRAL
1497
Rahmawati Erma Standsyah dan Subchan
161 KENDALI OPTIMAL MODEL DIVERSIFIKASI BERAS DAN NON-BERAS 1507
Retno Wahyu Dewanti dan Subchan
BIDANG : TEORI SISTEM DAN KENDALI (4)
NO JUDUL MAKALAH HAL
22. PEMODELAN JADWAL MONOREL DAN
TREM MENGGUNAKAN ALJABAR
MAX-PLUS UNTUK TRANSPORTASI
MASA DEPAN SURABAYA
Kistosil Fahim1
, Lukman Hanafi2
, Subiono3
, dan Tahiyatul Asfihani4
1
ITS, kfahimt@gmail.com
2
ITS, lukman@matematika.its.ac.id
3
ITS, subiono2008@matematika.its.ac.id
2
ITS, tahiyatul.asfihani@gmail.com
Abstrak. Transportasi memiliki peranan yang sangat penting dalam keterkaitan
antar wilayah dan diharapkan menjadi sistem yang terintegrasi. Pada penelitian
ini dilakukan pengkajian dalam pemodelan dan desain penjadwalan monorel yang
diintegrasikan dengan trem di kota Surabaya dengan menggunakan aljabar max-
plus. Langkah pertama yang dilakukan yaitu penyusunan graf berarah yang di-
dasarkan pada data rencana pembangunan monorel dan trem di kota Surabaya
kemudian dilakukan integrasi monorel dan trem dengan menggunakan aturan sinkro-
nisasi. Selanjutnya dibentuk model penjadwalan untuk monorel dan trem.
Kata Kunci: Aljabar Max-Plus; Integrasi; Nilai Eigen; Pemodelan.
1 Pendahuluan
Transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi barang
dan mobilitas penumpang yang berkembang sangat dinamis, serta berperan
dalam mendukung, mendorong dan menunjang segala aspek kehidupan baik
dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan kea-
manan [1]. Di berbagai wilayah di Indonesia termasuk kota Surabaya, ke-
butuhan transportasi semakin meningkat. Sejalan deng- an kebutuhan dan
perkembangan transportasi di kota Surabaya, Pemkot Surabaya telah menyi-
apkan monorel dan trem sebagai transportasi massal. Monorel digunakan di
jalur Timur-Barat, sementara trem pada jalur Utara-Selatan [2]. Pembangunan
monorel dan trem diharapkan menjadi sebuah sistem transportasi yang terin-
tegrasi dan memiliki managemen transportasi yang baik sehingga memenuhi
kebutuhan transportasi masyarakat.
Pada penelitian ini mengkaji model dan desain penjadwalan monorel yang
diintegrasikn dengan trem dengan mensimulasikan 21 trem dan 18 monerel
yang beroperasi dengan menggunakan aljabar max-plus. Pada tahap awal
penelitian dikaji mengenai beberapa data mengenai rencana pembangunan
jalur monorel dan trem di Surabaya, tempat pemberhentian dan pemberangkatan
monorel dan trem, kecepatan monorel dan trem, dan panjang jalan. Selan-
jutnya disusun graph berarah dari jaringan monorel dan trem di Surabaya,
node-node (titik-titik pertemuan) sebagai titik pemberangkatan dan pember-
hentian dari monorel dan trem, untuk pembo-botan menggunakan waktu tem-
puh antar dua titik pertemuan (antara dua stasiun) pada jalur monorel/trem.
1
23. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11-14 Juni 2014, ITS, Surabaya
Penyusunan model jalur monorel yang diintegrasikan dengan jalur trem di-
lakukan pada titik pemberhentian dan pemberangkatan yang ditentukan den-
gan menggunakan aturan sinkronisasi. Dari hasil analisis model yang didapat
kemudian dilakukan analisis desain penjadwalan monorel dan trem sehingga
diperoleh jadwal monorel dan trem yang terintegrasi.
2 Tinjauan Pustaka
2.1 Penelitian Sebelumnya
Sebelum penelitian ini dilakukan, telah ada bebe- rapa penelitian mengenai
transportasi dengan menggunakan metode aljabar max-plus. Penelitian yang
telah dilakukan dengan menganalisis pemodelan serta penjadwalan dengan
menggunakan aljabar max-plus interval atas dan bawah untuk menentukan
desain penjadwalan sebagaimana tesis yang telah ditulis oleh Nahlia dengan
judul ”Analisis Pemodelan dan Penjadwalan Busway di Surabaya menggu-
nakan Aljabar Max-Plus”[3]. Dalam tesis tersebut dituangkan gagasan pe-
nentuan jalur busway untuk kota Surabaya yang menghubungkan Surabaya
Selatan dan Utara, Surabaya Timur dan Surabaya barat serta jalur pusat. Se-
lanjutnya pemodelan jalur busway di Surabaya yang diintegrasikan dengan KA
Komuter Sidoarjo-Surabaya yang merupakan pengembangan penelitian dari [3]
dilakukan oleh Kistosil Fahim(2013) yaitu ”Aplikasi Aljabar Max-Plus pada
Pemodelan dan Penjadwalan Busway yang Diintegrasikan dengan Kereta Api
Komuter” [4] dan penelitian yang juga membahas pemodelan yaitu ”Imple-
mentasi Aljabar Max-Plus pada Pemodelan dan Penjadwalan Keberangkatan
Bus Kota Damri(Studi Kasus di Surabaya)” [5] yang ditulis oleh Kresna Ok-
tavianto.
2.2 Aljabar Max-Plus
Berikut ini diiberikan pengenalan konsep dari Aljabar Maxplus.
Definisi 1 Definisi aljabar max-plus[6]
Diberikan Rε = R ∪ {ε} dengan R adalah himpunan semua bilangan real dan
ε = −∞. Pada Rε didefinisikan operasi berikut: ∀x, y ∈ Rε,
x ⊕ y
def
= max{x, y} dan x ⊗ y
def
= x + y
Selanjutnya ditunjukkan (Rε, ⊕, ⊗) adalah semiring dengan elemen netral ε
dan elemen satuan e = 0, karena untuk setiap x, y, z ∈ Rε berlaku:
i. x ⊕ y = max{x, y} = max{y, x} = y ⊕ x,
(x ⊕ y) ⊕ z = max{max{x, y}, z} = max{x, y, z} = max{x max{y, z}} =
x ⊕ (y ⊕ z),
x ⊕ ε = max{x, −∞} = max{−∞, x} = ε ⊕ x = x
ii. (x ⊗ y) ⊗ z = (x + y) + z = x + (y + z) = x ⊗ (y ⊗ z),
x ⊗ e = x + 0 = 0 + x = e ⊗ x = x,
iii. x ⊗ ε = x + (−∞) = −∞ = −∞ + x = ε ⊗ x
2
24. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11-14 Juni 2014, ITS, Surabaya
iv. (x ⊕ y) ⊗ z = max{x, y} + z = max{x + z, y + z} = (x ⊗ z) ⊕ (y ⊗ z),
x ⊗ (y ⊕ z) = x + max{y, z} = max{x + y, x + z} = (x ⊗ y) ⊕ (x ⊗ y).
Operasi ⊕ dibaca o-plus dan operasi ⊗ dibaca o-times dan untuk lebih
ringkasnya, penulisan (Rε, ⊕, ⊗) ditulis sebagai Rmax.
2.2.1 Vektor dan Matriks Himpunan matriks n × m dalam aljabar
max-plus di- nyatakan dalam Rn×m
max . Didefinisikan n = {1, 2, 3, ..., n} untuk
n ∈ N. Elemen dari matriks A ∈ Rn×m
max pada baris ke-i kolom ke-j dinyatakan
dengan ai,j, untuk i ∈ n dan j ∈ m. Dalam hal ini matriks A dapat dituliskan
sebagai
A =
a1,1 a1,2 . . . a1,m
a2,1 a2,2 . . . a2,m
...
...
...
...
an,1 an,2 . . . an,m
ada kalanya elemen ai,j juga dinotasikan sebagai
[A]i,j, i ∈ n, j ∈ m
Untuk penjumlahan matriks A, B ∈ Rn×m
max dinotasikan oleh A⊕B didefinisikan
sebagai
[A ⊕ B]i,j = ai,j ⊕ bi,j
= max{ai,j, bi,j}
untuk i ∈ n dan j ∈ m.
2.2.2 Matriks dan Graph Misalkan matriks A ∈ Rn×n
max dan suatu
graph berarah dari matriks tersebut adalah G(A) = (E,V). Graph G(A) memi-
liki n titik dan semua himpunan titik dari G(A) dinyatakan oleh V . Suatu garis
dari titik j ke titik i ada bila ai.j = ε, garis ini dinotasikan oleh (j, i). Him-
punan semua garis dari graph G(A) dinotasikan oleh E. Bobot dari garis (j, i)
adalah nilai dari ai.j yang dinotasikan oleh w(j, i) = ai.j ∈ R. Bila ai.j = ε,
maka garis (j, i) tidak ada.
Suatu barisan garis (i1, i2), (i2, i3), ..., (il−1, il) dari suatu graph dinamakan
suatu path. Suatu path dikatakan elementer bila tidak ada titik terjadi dua
kali dalam path tersebut. Untuk suatu matriks persegi A ∈ Rn×n
max , matriks A+
didefinisikan sebagai:
A+ def
=
∞
i=1
A⊗i
2.2.3 Nilai Eigen dan Vektor Eigen Pengertian dari nilai eigen dan
vektor eigen yang ber- sesuaian dari suatu matriks persegi A berukuran n × n
dalam aljabar linear biasa juga dijumpai dalam Aljabar Maxplus, yaitu bila
diberikan suatu persamaan:
A ⊗ x = λ ⊗ x.
3
25. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11-14 Juni 2014, ITS, Surabaya
dalam hal ini masing-masing vektor x ∈ Rn×n
max dan λ ∈ R dinamakan vektor
eigen dan nilai eigen dari matriks A dengan vektor x = (ǫ, ǫ, ..., ǫ)T
. Suatu
Algoritma untuk menentukan nilai eigen dan vektor eigen dari matriks A ∈
Rn×n
max dilakukan secara berulang dari bentuk persamaan linier
x(k + 1) = A ⊗ x(k), k = 0, 1, 2, 3, ... (1)
Perilaku periodik dari persamaan (1) erat kaitannya deng- an apa yang dina-
makan vektor waktu sikel yang didefinisikan sebagai
lim
k→∞
x(k)
k
.
Limit ini ada untuk setiap keadaan awal x(0) = (ε, ε, ..., ε)T
dan untuk matriks
dalam Persamaan (1) yang tereduksi selalu bisa dijadikan suatu bentuk blok
matriks segitiga atas, yang diberikan oleh bentuk
A1,1 A1,2 · · · A1,q
ε A2,2 · · · A2,q
ε ε
...
...
ε ε · · · Aq,q
Dan untuk setiap i = 1, 2, 3, ..., q, Ai,i berukuran qi × qi adalah matriks tak
tereduksi dengan nilai eigen λi. Dalam hal yang demikian vektor waktu sikel
diberikan oleh
lim
k→∞
x(k)
k
= λ1
T
λ2
T
· · · λq
T T
,
dengan tanda T
menyatakan transpose dari matriks dan
λi = λi λi · · · λi
T
dan vektor λi berukuran qi × 1. Keujudan nilai eigen dari matriks persegi A
diberikan dalam teorema berikut.
Teorema 2 Bila untuk sebarang keadaan awal x(0) = ε sistem Persamaan
(1) memenuhi x(p) = c ⊗ x(q) untuk beberapa bilangan bulat p dan q dengan
p > q ≥ 0 dan beberapa bilangan real c, maka
lim
k→∞
x(k)
k
= λ λ · · · λ
T
dengan λ = c
p−q
. Selanjutnya λ adalah suatu nilai eigen dari matriks A dengan
vektor eigen diberikan oleh
v =
p−q
i=1
λ⊗(p−q−i)
⊗ x(q + i − 1)
Berdasarkan Teorema 2, dapat ditemukan nilai eigen sekaligus vector eigen
dari suatu matriks persegi yang dikenal dengan Algoritma Power[6], yaitu se-
bagai berikut:
4
26. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11-14 Juni 2014, ITS, Surabaya
1. Mulai dari sebarang vektor awal x(0) = ε
2. Iterasi persamaan 1 sampai ada bilangan bulat p > q ≥ 0 dan bilangan real
c sehingga suatu perilaku periodik terjadi, yaitu x(p) = c ⊗ x(q).
3. Hitung nilai eigen λ = c
p−q
4. Hitung vektor eigen
v =
p−q
i=1
λ⊗(p−q−i)
⊗ x(q + i − 1)
Algoritma tersebut sudah diimplementasikan dengan Scilab dalam Max Plus
Toolbox[7].
3 Analisis Dan Pembahasan
3.1 Jalur Monorel dan Trem di Surabaya
Pada penelitian ini jalur monorel dan trem dibahas dalam koridor satu dan
dua.
1. Koridor Satu
Koridor ini ditentukan berdasarkan rencana pembangunan jalur monorel
yaitu jalur yang menghubungkan Surabaya Timur dan Barat . Pada kori-
dor jalur monorel melewati Kejawan (East Coast) → Citraland → Kejawan
(East Coast), lebih lengkapnya yaitu:
• East Coast (SM1) → Mulyosari (SM2) → ITS (SM3) → GOR Kerta-
jaya Indah (SM4) → Galaxy Mall (SM5) → Unair Kampus C (SM6) →
Dharmahusada (SM7) → RS Dr.Sutomo (SM8) → Stasiun Gubeng
(SM9) → Jl. Raya Gubeng (SM10) → Jl.Irian Barat (SM11) → Jl.Bung
Tomo/Marvel City(SM12) → Ngagel (Novotel) (SM13) → Wonokromo
(DTC) (SM14) → Joyoboyo (SM15) → Sutos (SM16) → Ciputra World
(SM17) → Dukuh Kupang (SM18) → Bundaran Satelit (SM19) →
HR.Muhammad (SM20) → Simpang Darmo Permai (SM21) → Simpang
PTC Lenmark (SM22) → Unesa (SM23) →Citraland (SM24) → Unesa
(SM23) → Simpang PTC Lenmark (SM22) → Simpang Darmo Per-
mai (SM21) → HR.Muhammad (SM20) → Bundaran Satelit (SM19) →
Dukuh Kupang (SM18) → Ciputra World (SM17) → Sutos (SM16) →
Joyoboyo (SM15) → Wonokromo (DTC) (SM14) → Ngagel(Novotel)
(SM13) → Jl.Bung Tomo (SM12) → Jl.Irian Barat (SM11) → Jl.Raya
Gubeng (SM10) → Stasiun Gubeng (SM9) → RS Dr.Sutomo (SM8) →
Dharmahusada (SM7) → Unair Kampus C (SM6) → Galaxy Mall
(SM5) → GOR Kertajaya Indah (SM4) → ITS (SM3) → Mulyosari
(SM2) → Kejawan (East Coast)(SM1).
2. Koridor dua
Korodor ini ditentukan berdasarkan rencana pembangunan jalur trem yaitu
jalur yang menghubungkan Surabaya Utara dan Selatan. Pada koridor ini
terdapat jalur trem yang melewati Joyoboyo → Rajawali → Joyyoboyo,
lebih lengkapnya sebagai berikut :
5
27. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11-14 Juni 2014, ITS, Surabaya
• Joyoboyo (ST1) → Kebun Binatang (ST2) → Taman Bungkul (ST3) →
Bintoro (ST4) → Pandegiling (ST5) → Urip Sumoharjo/Keputran (ST6) →
Kombespol M.Duryat (ST7) → Tegalsari (ST8) → Embong Malang
(ST9) → Kedungdoro (ST10) → Pasar Blauran (ST11) → Bubutan
(ST12) → Pasar Turi (ST13) → Kemayoran (ST14) → Indrapura (ST15) →
Rajawali (ST16) → Jembatan Merah (ST17) → Veteran (ST18) → Tugu
Pahlawan (ST19) → Baliwerti (ST20) → Siola (ST21) → Genteng (ST22) →
Pasar Tunjungan (ST23) → Gubernur Suryo (ST24) → Bambu Runcing
(ST25) → Sonokembang (ST26) → Urip Sumoharjo/Keputran (ST6) →
Pandegiling (ST5) → Bintoro (ST4) → Taman Bungkul (ST3) → Bon-
bin (ST2) → Joyoboyo.
Dari jalur monorel dan trem tersebut terdapat dua intermoda (titik perte-
muan monorel dan trem yang memungkinkan penumpang untuk berpindah
moda dari monorel ke trem ataupun sebaliknya). Intermoda pertama yang di-
maksud yaitu stasiun monorel dengan stasiun trem di Joyoboyo, intermoda
kedua yang dimaksud yaitu stasiun monorel di Jl.Irian Barat dengan stasiun
trem di Keputran. Jalur monorel yang menghubungkan Surabaya Timur dan
Barat terdiri dari 24 titik pertemuan/stasiun monorel. Sedangkan untuk kori-
dor 2 terdapat 26 stasiun pemberhentian dengan dengan 2 stasiun trem yang
memungkinkan penumpang untuk melakukan perpindahan dalam koridor yang
sama, stasiun yang dimaksud yaitu stasiun trem yang berada di Urip Sumo-
harjo/Keputran dan Ps.Tunjungan Plasa dengan Embong Malang. Terdapat
24 stasiun monorel dan 26 stasiun trem yang selanjutnya akan dijadikan vertex
dalam graf berarah, yaitu SM1, SM2, ..., SM24 dan ST1, ST2, ..., ST26.
3.2 Penyusunan Graf Berarah dari Jalur Monorel dan Trem di
Surabaya
Dalam penyusunan graf berarah diperlukan data-data berupa vertex yang
dapat diartikan sebagai titik-titik pemberangkatan dan pemberhentian (sta-
siun monorel dan stasiun trem) dan waktu tempuh antara dua vertex (antara
dua stasiun). Dalam penelitian ini, jumlah alokasi monorel ataupun trem yang
digunakan untuk penyusunan model yaitu berdasarkan lama waktu tempuh an-
tar stasiun. Dari data yang diperoleh dapat digambarkan graf berarah dimana
vertex-vertexnya merupakan stasiun sedangkan garis (edge) yang menghubungkan
vertex-vertex tersebut dinamakan path dengan bobot pada setiap edge adalah
waktu tempuh rata-rata antar stasiun ti, untuk i = 1, 2, 3, , 77. Arah graf di-
dadapatkan dari arah monorel dan trem yang beroperasi sebagaimana telah di
uraikan pada jalur monorel dan trem di kota Surabaya. Dalam pembahasan ini
didapatkan graf berarah dari stasiun monorel East Cost (SM1) menuju stasiun
monorel Mulyosari (SM2) dengan waktu tempuh tempuh rata-rata t1.
3.3 Sinkronisasi Dan Penyusunan Model
Sinkronisasi menjelaskan mengenai aturan keberangkatan monorel dan trem
dari suatu stasiun yang harus menunggu kedatangan monorel atau trem yang
menuju ke stasiun tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin penumpang
6
28. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11-14 Juni 2014, ITS, Surabaya
dapat berpindah dari suatu moda dari jalur tertentu ke moda lainnya dengan
jalur yang berbeda.
Tabel 1. Pendefinisian variable Waktu Keberangkatan pada saat ke k
Dari Ke Variabel Dari ke Variabel
SM1 SM2 x1(k) SM8 SM7 x40(k)
SM2 SM3 x2(k) SM7 SM6 x41(k)
SM3 SM4 x3(k) SM6 SM5 x42(k)
SM4 SM5 x4(k) SM5 SM4 x43(k)
SM5 SM6 x5(k) SM4 SM3 x44(k)
SM6 SM7 x6(k) SM3 SM2 x45(k)
SM7 SM8 x7(k) SM2 SM1 x46(k)
SM8 SM9 x8(k) ST1 ST2 x47(k)
SM9 SM10 x9(k) ST2 ST3 x48(k)
SM10 SM11 x10(k) ST3 ST4 x49(k)
SM11 SM12 x11(k) ST4 ST5 x50(k)
SM12 SM13 x12(k) ST5 ST6 x51(k)
SM13 SM14 x13(k) ST6 ST7 x52(k)
SM14 SM15 x14(k) ST7 ST8 x53(k)
SM15 SM16 x15(k) ST8 ST9 x54(k)
SM16 SM17 x16(k) ST9 ST10 x55(k)
SM17 SM18 x17(k) ST10 ST11 x56(k)
SM18 SM19 x18(k) ST11 ST12 x57(k)
SM19 SM20 x19(k) ST12 ST13 x58(k)
SM20 SM21 x20(k) ST13 ST14 x59(k)
SM21 SM22 x21(k) ST14 ST15 x60(k)
SM22 SM23 x22(k) ST15 ST16 x61(k)
SM23 SM24 x23(k) ST16 ST17 x62(k)
SM24 SM23 x24(k) ST17 ST18 x63(k)
SM23 SM22 x25(k) ST18 ST19 x64(k)
SM22 SM21 x26(k) ST19 ST20 x65(k)
SM21 SM20 x27(k) ST20 ST21 x66(k)
SM20 SM19 x28(k) ST21 ST22 x67(k)
SM19 SM18 x29(k) ST22 ST23 x68(k)
SM18 SM17 x30(k) ST23 ST24 x69(k)
SM17 SM16 x31(k) ST24 ST25 x70(k)
SM16 SM15 x32(k) ST25 ST26 x71(k)
SM15 SM14 x33(k) ST26 ST6 x72(k)
SM14 SM13 x34(k) ST6 ST5 x73(k)
SM13 SM12 x35(k) ST5 ST4 x74(k)
SM12 SM11 x36(k) ST4 ST3 x75(k)
SM11 SM10 x37(k) ST3 ST2 x76(k)
SM10 SM9 x38(k) ST2 ST1 x77(k)
SM9 SM8 x39(k)
Dari Tabel 1 dan berdasarkan aturan sinkronisasi serta asumsi keberangkatan
jumlah monorel dan trem yang didasarkan pada jarak tempuh antar dua sta-
siun. Selanjutnya apat dikonstruksi model monorel dan trem sebagai berikut:
x∗
(k) = B ⊗ x(k) (2)
dengan matriks B yanng berukuran 38 × 39 dan x∗
berukuran 38 × 1, dimana
x∗
= x∗
a x∗
b x∗
c x∗
d x∗
e
T
7
29. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11-14 Juni 2014, ITS, Surabaya
dengan
x∗
a = x2 x3 x5 x6 x8 x9 x11 x12 x14
T
x∗
b = x16 x17 x19 x21 x23 x25 x27 x29
T
x∗
c = x31 x32 x34 x35 x37 x39 x40 x42
T
x∗
d = x43 x45 x46 x48 x51 x54 x57 x59
T
x∗
e = x64 x66 x68 x70 x72
T
4 Kesimpulan
Dari hasil analisa yang telah dilakukan dalam memodelkan diperoleh model
jalur monorel dan trem yang terintegrasi di kota Surabaya menggunakan al-
jabar max-plus bentuk model x(k + 1) = A ⊗ x(k) dan x∗ = B ⊗ x(k).
Daftar Pustaka
[1]. Pusat Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan - Republik In-
donesia.2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Departemen Perhubungan
2005-2025.<URL:www.dephub.go.id/ >
[2]. BKKPM. Surabaya Akan Bangun Trem dan Monorel.
<URL:http://bkppm.surabaya.go.id.>,2011.
[3]. Rahmawati, N. Analisis Pemodelan Dan Penjadwalan Busway Di Surabaya dengan
Aljabar Max-Plus, Tesis Magister Matematika ITS Surabaya,2012.
[4]. Fahim, K. Aplikasi Aljabar Max-Plus Pada Pemodelan Dan Penjadwalan Busway
Yang Diintegrasikan Dengan Kereta Api Komuter, Tugas Akhir Matematika ITS
Surabaya,2013.
[5]. Oktavianto, K. Implementasi Aljabar Max-Plus pada Pemodelan dan Penjadwalan
Keberangkatan Bus Kota Damri(Studi Kasus di Surabaya, Tugas Akhir Matematika
ITS,2013.
[6]. Subiono. Aljabar Maxplus dan Terapannya.Buku Ajar Kuliah Pasca Sarjana Matematika,
ITS, Surabaya,2012.
[7]. Subiono,Fahim.K., dan Adzkiya,D .Maxplus Algebra And Petrinet Toolbox.
<http://atoms.scilab. org/toolboxes/maxplus etrinet>,2013.
8
30. Sifat-sifat Aljabar dari Pemetaan Topologi Topografi
Fuzzy
Muhammad Abdy
Jurusan Matematika, FMIPA - Universitas Negeri Makassar
e-mail: muh.abdy@unm.ac.id
Abstrak: Pemetaan Topologi Topografi Fuzzy (PTTF) merupakan suatu metode
baru untuk menyelesaikan masalah invers neuromagnetik dalam menentukan posisi
sumber arus lemah dalam otak. PTTF terdiri dari empat komponen yang
dihubungkan oleh tiga algoritma. Dalam paper ini, keempat komponen tersebut
diperlihatkan sifat-sifat aljabarnya, yaitu sebagai suatu grup komutatif dan ruang
vektor.
Kata kunci: invers neuromagnetik, PTTF, Kontur Magnetik, Bidang Dasar
Magnetik, Magnetik Fuzzy, Topografi Medan Magnet
1. Pendahuluan
Pemetaan Topologi Topografi Fuzzy (PTTF) merupakan suatu metode baru
untuk menyelesaikan masalah invers neuromagnetik dalam menentukan posisi
sumber arus lemah dalam otak. PTTF terdiri dari empat komponen yang
dihubungkan oleh tiga algoritma, seperti terlihat pada Gambar 1
Gambar 1
Keempat komponen itu adalah bidang kontur magnetik (KM), bidang dasar
magnetik (DM), medan magnetik fuzzy (MF) dan topografi medan magnetik
(TM). KM adalah suatu medan magnet pada bidang di atas suatu sumber arus
dengan z = 0. Bidang ini diturunkan ke bawah (DM) yaitu suatu bidang dimana
sumber arus berada dengan z = -h. Kemudian semua elemen DM difuzzikan ke
dalam suatu lingkungan fuzzy (MF), yaitu semua nilai medan magnet difuzzikan.
Proses terakhir adalah defuzzifikasi dari data fuzzi medan magnet untuk
mendapatkan posisi sumber arus dalam bentuk 3-dimensi (TM). Dengan
Algoritma 1
Bidang Kontur Magnetik
Bidang Dasar Magnetik Medan Magnetik Fuzzy
Topografi Medan Magnetik
Algoritma 2
Algoritma 3
9
31. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
menggunakan data simulasi medan magnet yang dibangkitkan dengan program
MATLAB, Fauziah [1] menyelesaikan masalah invers neuromagnetik untuk suatu
sumber arus tunggal tak terbatas dengan menggunakan PTTF. Liau [3]
mengkonstruksi PTTF sebagai suatu himpunan dari model dengan empat
komponen dan tiga algoritma yang menghubungkan keempat. komponen itu.
Kemudian dia membuktikan bahwa keempat komponen itu adalah homeomorfik
satu sama lain.
2. Sifat-sifat Aljabar PTTF
Fauziah [2] mendefinisikan suatu formula bacaan medan magnet dalam arah
yang sejajar sumbu-z sebagai
+
= 22
0
2 zy
yI
BZ
π
µ
(1)
Kemudian [3] memodifikasi persamaan (1) menjadi
( ) ( )( )
−−++−
−
= 2
02
0
),(
902 θπ
µ
tgxxhyy
yyI
B
pp
p
yxZ
(2)
Dimana 0
µ adalah permiabilitas (4π.10-7
meterTesla/ampere), I adalah kuat arus,
θ adalah sudut antara arus dan sumbu-z, h adalah jarak antara KM dan sumber
arus.
Misalkan KM = ( )( ) [ ]{ }maxmin
,,,,, ),(),(0 ZZyxZyxZ BBBRyxByx ∈∈ , dan misalkan
didefinisikan suatu relasi +KM dari KM × KM ke KM seperti berikut:
+KM = ( )( ) ( )( ) ( )( ){ |,,,,,,,, ),(033),(022),(011 332211 yxZyxZyxZ ByxByxByx
( )( ) ( )( )}),(033),(02121 332121
,,,, yxZyyxxZ
ByxByyxx =++ ++ (3)
Dengan
( )
( )( ) ( ) ( )( )
−−+++−+
−+
=++ 2
0
21
2
21
210
),(
9022121
θπ
µ
tgxxxhyyy
yyyI
B
pp
p
yyxxZ
Ambil. ( )( ) ( )( ) ( )( )( ) KMyxZyxZyxZ ByxByxByx +∈),(033),(022),(011 332211
,,,,,,,,
Perhatikan bahwa ( )( ) ( )( ) ( )( )∈),(033),(022),(011 332211
,,,,,,,, yxZyxZyxZ
ByxByxByx KM.
Oleh karena itu, diperoleh ( )( ) ( )( )( )∈),(022),(011 2211
,,,,, yxZyxZ ByxByx KM × KM, dan
juga diperoleh bahwa
( )( ) ( )( ) ( )( )( )∈),(033),(022),(011 332211
,,,,,,,, yxZyxZyxZ ByxByxByx (KM × KM) × KM.
Sehingga, +KM ⊂ (KM × KM) × KM. Jadi +KM adalah suatu relasi.
Selanjutnya diperlihatkan bahwa +KM adalah suatu pemetaan dari KM ×
KM ke KM.
Jika untuk ( )( ) ( )( ) ( )( )( )∈),(0),(022),(011 ,,,,,,,, 2211 aa yxZaayxZyxZ ByxByxByx +KM dan
( )( ) ( )( ) ( )( )( )∈),(0),(022),(011 ,,,,,,,, 2211 bb yxZbbyxZyxZ ByxByxByx +KM , maka
( )( )),(0
,, aa yxZaa
Byx = ( )( )),(02121 2121
,, yyxxZByyxx ++++
10
32. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
= ( )
( )
( )( ) ( ) ( )( )
−−+++−+
−+
++ 2
0
21
2
21
210
02121
902
,,
θπ
µ
tgxxxhyyy
yyyI
yyxx
pp
p
dan
( )( )),(0
,, bb yxZbb Byx = ( )( )),(02121 2121
,, yyxxZ
Byyxx ++
++
= ( )
( )
( )( ) ( ) ( )( )
−−+++−+
−+
++ 2
0
21
2
21
210
02121
902
,,
θπ
µ
tgxxxhyyy
yyyI
yyxx
pp
p
Dengan demikian, ( ) ( ) ( )bbaa yxyyxxyx ,,, 2121 =++= , sehingga ba
xxxx =+= 21 ,
ba yyyy =+= 21 , dan ),(),(),( 2121 bbaa yxZyyxxZyxZ BBB == ++ . Jadi diperoleh
( )( )),(0
,, aa yxZaa
Byx = ( )( )),(0
,, bb yxZbb Byx . Dengan demikian, jika diberikan sebarang
himpunan tak kosong KM, maka +KM adalah suatu relasi sedemikian sehingga
untuk setiap ( )( ) ( )( )( )),(022),(011 2211
,,,,, yxZyxZ ByxByx ∈ KM × KM, terdapat suatu
elemen tunggal ( )( )),(033 33
,, yxZ
Byx ∈ KM sedemikian sehingga
( )( ) ( )( )( ) ( )( )( )),(033),(022),(011 332211
,,,,,,,, yxZyxZyxZ
ByxByxByx ∈ +KM. Oleh karena itu,
+KM.adalah suatu pemetaan dari KM × KM ke KM. Jadi, +KM adalah suatu
operasi biner pada KM sedemikian sehingga
( )( ) ( )( ) ( )( )),(02121),(022),(011 21212211
,,,,,, yyxxZyxZKMyxZ
ByyxxByxByx ++
++=+ (4)
Selanjutnya diperlihatkan bahwa kontur magnetik pada PTTF dengan operasi
biner +KM adalah suatu grup dengan membuktikan Teorema 1 berikut.
Teorema 1
( )KM
KM +, adalah suatu grup
Bukti
Misalkan ( )( ) ( )( )),(022),(011 2211
,,,,, yxZyxZ
ByxByx ∈ KM, maka
( )( ) ( )( ) ( )( )),(02121),(022),(011 21212211
,,,,,, yyxxZyxZKMyxZ
ByyxxByxByx ++
++=+ . Karena
2121
,,, yyxx ∈ R (bilangan rill), maka 2121
, yyxx ++ ∈ R. Selanjutnya,
),( 2121 yyxxZ
B ++ dapat dinyatakan dalam bentuk
( ) ( )( )
−−++−
−
2
02
0
902 θπ
µ
tgxXhyY
yYI
pp
p
, dimana 21
xxX += dan 21
yyY += .
Dengan demikian, ),( 2121 yyxxZB ++ ∈ [ ]maxmin
, ZZ
BB dan ( )( )),(02121 2121
,, yyxxZByyxx ++++
∈ KM. Jadi, ( )( ) ( )( )),(022),(011 2211
,,,, yxZKMyxZ ByxByx + ∈ KM. (tertutup)
Selanjutnya, misalkan ( )( ) ( )( ) ( )( )),(033),(022),(011 332211
,,,,,,,, yxZyxZyxZ ByxByxByx ∈
KM, maka ( )( ) ( )( ) ( )( )[ ]),(033),(022),(011 332211
,,,,,, yxZKMyxZKMyxZ ByxByxByx ++
= ( )( ) ( )( )),(03232),(011 323211
,,,, yyxxZKMyxZ ByyxxByx +++++
= ( )( )))(),((0321321 321321
,)(),( yyyxxxZByyyxxx ++++++++ (5)
Juga dapat ditulis:
( )( ) ( )( )[ ] ( )( )),(033),(022),(011 332211
,,,,,, yxZKMyxZKMyxZ
ByxByxByx ++
11
33. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
= ( )( ) ( )( )),(033),(02121 332121
,,,, yxZKMyyxxZ ByxByyxx +++ ++
= ( ) ( )( )( )))(,)((0321321 321321
,, yyyxxxZByyyxxx ++++++++
= ( )( )))(),((0321321 321321
,)(),( yyyxxxZ
Byyyxxx ++++
++++ (6)
Dari (5) dan (6), maka
( )( ) ( )( ) ( )( )[ ]),(033),(022),(011 332211
,,,,,, yxZKMyxZKMyxZ ByxByxByx ++
= ( )( ) ( )( )[ ] ( )( )),(033),(022),(011 332211
,,,,,, yxZKMyxZKMyxZ
ByxByxByx ++ (assosiatif)
Selanjutnya, dalam KM terdapat ( )( ))0,0(0 ,0,0 ZB . Perhatikan bahwa untuk setiap
( )( )),(0 ,, yxZByx ∈ KM, maka ( )( ))0,0(0 ,0,0 Z
B +KM ( )( )),(0 ,, yxZByx =
( )( ))0,0(0 ,0,0 yxZ
Byx ++
++
= ( )( ))0,0(0 ,0,0 Z
B . Juga dapat ditulis ( )( )),(0 ,, yxZByx +KM ( )( ))0,0(0 ,0,0 ZB =
( )( ))0,0(0 ,0,0 ++
++ yxZ
Byx = ( )( ))0,0(0 ,0,0 Z
B . Jadi ( )( ))0,0(0 ,0,0 ZB adalah elemen
identitas dalam KM dengan operasi +KM.
Selanjutnya, perhatikan bahwa untuk setiap ( )( )),(0 ,, yxZByx ∈ KM, maka
( )( )),(0 ,, yxZByx +KM ( )( )),(0 ,, yxZ
Byx −−
−− = ( )( )))(),((0 ,)(),( yyxxZByyxx −+−+−+−+
= ( )( ))0,0(0 ,0,0 ZB (7)
Juga dapat ditulis:
( )( )),(0 ,, yxZByx −−−− +KM ( )( )),(0 ,, yxZ
Byx = ( )( )),(0 ,, yyxxZ
Byyxx +−+−
+−+−
= ( )( ))0,0(0 ,0,0 Z
B (8)
Jadi setiap elemen KM mempunyai elemen invers dalam KM dengan operasi +KM.
▄
Teorema 2
( )KM
KM +, adalah suatu grup komutatif
Bukti
Misalkan ( )( ) ( )( )),(022),(011 2211
,,,,, yxZyxZ
ByxByx ∈ KM, maka
( )( ) ( )( ) ( )( )),(02121),(022),(011 21212211
,,,,,, yyxxZyxZKMyxZ ByyxxByxByx ++++=+ (9)
Demikian juga,
( )( ) ( )( ) ( )( )),(01212),(011),(022 12121122
,,,,,, yyxxZyxZKMyxZ ByyxxByxByx ++++=+
= ( )( )),(02121 2121
,, yyxxZByyxx ++++ (10)
Dari (9) dan (10), maka
( )( ) ( )( )),(022),(011 2211
,,,, yxZKMyxZ ByxByx + = ( )( ) ( )( )),(011),(022 1122
,,,, yxZKMyxZ ByxByx + ▄
Teorema berikut memperlihatkan bahwa kontur magnetik pada PTTF adalah suatu
ruang vektor.
Teorema 3
KM adalah suatu ruang vektor
Bukti
Terlebih dahulu didefinisikan operasi perkalian × pada KM sedemikian sehingga
r × ( )( )),(0 ,, yxZByx = ( )( )),(0 ,, ryrxZBryrx ; r∈R,
12
34. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
Karena rx, ry ∈ R, maka ( )( )),(0 ,, ryrxZ
Bryrx ∈ KM sehingga
r × ( )( )),(0 ,, yxZ
Byx ∈ KM untuk setiap ( )( )),(0 ,, yxZ
Byx dan r∈R.
Selanjutnya, misalkan ( )( ) ( )( )),(022),(011 2211
,,,,, yxZyxZ ByxByx ∈ KM dan r∈R, maka
r× ( )( ) ( )( )[ ]),(022),(011 2211
,,,, yxZKMyxZ ByxByx + = r× ( )( )),(02121 2121
,, yyxxZ
Byyxx ++
++
= ( )( )))(),((02121 2121
,)(),( yyrxxrZ
Byyrxxr ++
++ (11)
Juga dapat ditulis,
r× ( )( )),(011 11
,, yxZ
Byx +KM r× ( )( )),(011 11
,, yxZ
Byx
= ( )( )),(011 11
,, ryrxZBryrx +KM ( )( )),(022 22
,, ryrxZ
Bryrx
= ( )( )),(02121 2121
,, ryryrxrxZBryryrxrx ++++
= ( )( )))(),((02121 2121
,)(),( yyrxxrZ
Byyrxxr ++
++ (12)
Dari (11) dan (12), maka
r× ( )( ) ( )( )[ ]),(022),(011 2211
,,,, yxZKMyxZ ByxByx +
= r× ( )( )),(011 11
,, yxZ
Byx +KM r× ( )( )),(011 11
,, yxZ
Byx
Selanjutnya, misalkan ( )( )),(0 ,, yxZByx ,dan r, t ∈ R, maka
( )( )),(0 ,,)( yxZ
Byxtr ×+ = ( )( )))(,)((0 ,)(,)( ytrxtrZ
Bytrxtr ++
++ (13)
Juga dapat ditulis
r× ( )( )),(0 ,, yxZ
Byx +KM s× ( )( )),(0 ,, yxZByx
= ( )( )),(0 ,, ryrxZBryrx +KM ( )( )),(0 ,, tytxZ
Btytx
= ( )( )),(0 ,, tyrytxrxZ
Btyrytxrx ++
++
= ( )( )))(,)(0 ,)(,) ytrxtrZ
Bytrxtr ++
++ (14)
Dari (13) dan (14), maka
( )( )),(0 ,,)( yxZ
Byxtr ×+ = r× ( )( )),(0 ,, yxZByx +KM t× ( )( )),(0 ,, yxZ
Byx untuk setiap
( )( ) KMByx yxZ
∈),(0 ,, dan r, t ∈ R.
Selanjutnya, misalkan ( )( ) KMByx yxZ ∈),(0 ,, , dan r, t ∈ R, maka
(rt)× ( )( )),(0 ,, yxZByx = ( )( )),(0 ,, rtyrtxZBrtyrtx = ( )( )))(),((0 ,)(),( tyrtxrZBtyrtxr (15)
Juga dapat ditulis
( )( )( )),(0 ,, yxZByxtr ×× = ( )( )),(0 ,, tytxZBtytxr × = ( )( )))(),((0 ,)(),( tyrtxrZBtyrtxr (16)
Dari (15) dan (16), maka (rt)× ( )( )),(0 ,, yxZByx = ( )( )( )),(0 ,, yxZByxtr ××
Terakhir, misalkan ( )( ) KMByx yxZ ∈),(0 ,, , maka
1× ( )( )),(0 ,, yxZByx = ( )( ))1,1(0 ,1,1 yxZByx (17)
Juga dapat ditulis ( )( )),(0 ,, yxZByx = ( )( ))1,1(0 ,1,1 yxZByx (18)
Dari (17) dan (18), maka 1× ( )( )),(0 ,, yxZByx = ( )( )),(0 ,, yxZByx
Jadi KM memenuhi semua aksioma ruang vektor. ▄
Dengan cara yang serupa seperti dalam Teorema 1, Teorema 2 dan Teorema 3,
maka diperoleh bahwa Bidang Dasar Medan Magnet (MD), Medan Magnet Fuzzy
13
35. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
(MF) dan Topografi Medan Magnet (TM) merupakan suatu grup komutatif dan
juga merupakan suatu ruang vector, seperti dinyatakan dalam teorema berikut:
Teorema 4: (MD, +MD) adalah suatu grup komutatif
Teorema 5: MD adalah suatu ruang vektor
Teorema 6: (MF, +MF) adalah suatu grup komutatif
Teorema 7: MF adalah suatu ruang vektor
Teorema 8: (TM, +TM) adalah suatu grup komutatif
Teorema 9: TM adalah suatu ruang vektor
3. Kesimpulan
Keempat komponen dalam Pemetaan Topologi Topografi Fuzzy, yaitu kontur
medan magneti, medan dasar magnetik, medan magnet fuzzy dan topografi medan
magnet mempunyai sifat aljabar sebagai suatu grup komutatif dan sebagai suatu
ruang vektor.
4. Daftar Pustaka
[1] Fauziah, Z. (2000). Pemodelan Isyarat MEG. Proceeding of the 8th
National Symposium of
Mathematical Sciences. Kuala Trengganu: Universiti Putra Malaysia
[2] Fauziah, Z. (2002). Algoritma Penyelesaian Masalah Songsang Arus Tunggal Tak Terbatas
MEG. Universiti Teknologi Malaysia.
[3] Liau, L.Y. (2006). Group-Like Algebraic Structures of FTTM for Solving Neuromagnetic
Inverse Problem. Universiti Teknologi Malaysia
14
36. EKSISTENSI PENYELESAIAN SISTEM
PERSAMAAN LINEAR DALAM ALJABAR
MAKS-PLUS INTERVAL
Siswanto1
, Ari Suparwanto2
, M. Andy Rudhito3
1)
Mahasiswa S3 Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, UGM dan Pengajar Jurusan Matematika,
Fakultas MIPA, UNS Jl. Ir. Sutami No. 36a, Surakarta sis.mipauns@yahoo.co.id
2)
Jurusan Matematika, Fakultas MIPA,UGM Sekip utara, Yogyakarta ari_suparwanto@yahoo.com
3)
Program Studi Pend. Matematika, Fakultas KIP,Sanata Dharma
Kampus III Paingan Maguwoharjo, Yogyakarta
arudhito@yahoo.co.id
Abstrak-Makalah ini membahas kriteria sistem persamaan linear dalam
aljabar maks-plus interval A ⊗ � = � yang mempunyai penyelesaian
tunggal, mempunyai banyak penyelesaian maupun tidak mempunyai
penyelesaian.. Misalkan ℝ himpunan semua bilangan real dan ℝ� = ℝ ∪
{− ∞}. Aljabar maks-plus adalah himpunan ℝ� dilengkapi operasi ⊕ (=
maksimum) dan ⊗ (= plus). Butkovic dan Tam telah membahas tentang
kriteria sistem persamaan persamaan linear dalam aljabar maks-plus
� ⊗ � = b yang mempunyai penyelesaian tunggal, mempunyai banyak
penyelesaian maupun tidak mempunyai penyelesaian..Aljabar maks-plus
interval adalah himpunan �(ℝ)� yaitu himpunan yang anggota-anggotanya
interval tertutup dalam ℝ� dilengkapi dengan operasi ⊕ (= maksimum)
dan ⊗ (= plus). .
Kata kunci: sistem persamaan linear, aljabar maks-plus interval.
PENDAHULUAN
Aljabar maks-plus adalah himpunan ℝ� = ℝ ∪ {�}, ℝ himpunan bilangan
real, � = −∞ dilengkapi dengan operasi maksimum ⊕ dan plus ⊗. Aljabar
maks-plus merupakan semifield idempoten. Aljabar maks-plus telah digunakan
untuk memodelkan dan menganalisis secara aljabar masalah perencanaan,
komunikasi, produksi, sistem antrian dengan kapasitas berhingga, komputasi
parallel, dan lalu lintas (Baccelli, et.al [2]). Menurut Tam [9], aljabar maks-plus
adalah aljabar linear atas semiring ℝ� dilengkapi dengan operasi maksimum ⊕
dan plus ⊗, sedangkan aljabar min-plus adalah aljabar linear atas semiring
ℝ�′ = ℝ ∪ {�′}, �′
= ∞ dilengkapi dengan operasi minimum ⊕′
dan plus ⊗′
.
Disamping itu, Tam [9] juga mendefinisikan aljabar maks-plus lengkap dan
aljabar min-plus lengkap.
Dalam tulisan ini definisi aljabar maks-plus yang digunakan diambil dari
Baccelli, et.al [2]. Sejalan dengan definisi tersebut, aljabar min-plus didefinisikan
sebagai himpunan ℝ�′ dilengkapi dengan operasi minimum ⊕′
dan plus ⊗ ′.
Aljabar min-plus merupakan semifield idempoten. Selanjutnya, aljabar maks-plus
lengkap adalah himpunan ℝ�,�′ = ℝ� ∪ {�′} dilengkapi dengan operasi
maksimum ⊕ dan plus ⊗, sedangkan aljabar min-plus lengkap adalah ℝ�′ ,� =
ℝ�′ ∪ {�} dilengkapi dengan operasi minimum ⊕′
dan plus ⊗′
. Tampak bahwa
ℝ�,�′ = ℝ� ∪ {�′ } = ℝ ∪ {�, �′ } = ℝ ∪ {�, �′ } = ℝ�′ ∪ {�′ } = ℝ�′ ,�. Selanjutnya
15
37. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
ℝ�,�′ dan ℝ�′ ,� ditulis dengan ℝ. Dari himpunan ℝ� dapat dibentuk himpunan
matriks berukuran � × � yang elemen-elemennya merupakan elemen ℝ� , yang
selanjutnya disebut himpunan matriks atas aljabar maks-plus dan dinotasikan
dengan ℝ�
��
.
Butkovic [4, 5] dan Tam [9] telah membahas tentang sistem persamaan
linear dalam aljabar maks-plus � ⊗ � = b. Telah dibahas juga oleh keduanya
mengenai kriteria sistem persamaan yang mempunyai penyelesaian tunggal,
mempunyai banyak penyelesaian maupun tidak mempunyai penyelesaian..
Untuk menyelesaikan masalah jaringan dengan waktu aktifitas bilangan
kabur seperti penjadwalan kabur dan sistem antrian kabur, aljabar maks-plus telah
digeneralisasi menjadi aljabar maks-plus interval dan aljabar maks-plus bilangan
kabur. Aljabar maks-plus interval yaitu himpunan �(ℝ)� dilengkapi dengan
operasi ⊕��� dan ⊗���, sedangkan aljabar maks-plus bilangan kabur yaitu himpunan
�(ℝ)� dilengkapi dengan operasi ⊕� dan ⊗� (Rudhito [7]).
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang sistem persamaan linear dalam
aljabar maks-plus interval. Akan diselidiki eksistensi penyelesaian, baik sistem
persamaan linear yang mempunyai penyelesaian tunggal, mempunyai banyak
penyelesaian, maupun sistem persamaan linear yang tidak mempunyai
penyelesaian.
Sebelum membahas hasil dalam penelitian ini disampaikan konsep-konsep
yang diperlukan dalam pembahasan. Adapun konsep-konsep yang diperlukan
adalah aljabar maks-plus interval dan sistem persamaan linear dalam aljabar
maks-plus, mengacu pada Akian et al.[1], Baccelli et al. [2], Butkovic [3, 4, 5],
dan Schutter [8] sebagai berikut.
Definisi 1.1. Diberikan � ∈ ℝ, konjugat dari � adalah �∗
= �−1
= −�. Misalkan
� = ���� � ∈ ℝ
��
, konjugat matriks A adalah �∗
= ����
∗
� atau �∗
= −��
.
Definisi 1.2. Diberikan � = (��� ) ∈ ℝ�
��
dan � = (�1, … , �� ) ∈ ℝ�
�
. Sistem
persamaan linear dalam aljabar maks-plus berbentuk � ⊗ � = �.
Untuk menentukan penyelesaian sistem persamaan linear tersebut, Tam [10]
memberikan 2 definisi sebagai berikut.
Definisi 1.3. Sistem persamaan linear � ⊗ � = � dapat diubah menjadi sistem
persamaan linear �̅ ⊗ � = 0 dengan �̅ = ��̅�� � = (��� − ��) ∈ ℝ�
��
. Sistem
persamaan linear �̅ ⊗ � = 0 disebut sistem persamaan linear yang dinormalkan
dan proses ini disebut normalisasi.
Proses normalisasi ini dapat dilakukan juga dengan mengalikan dari kiri,
kedua ruas sistem persamaan linear � ⊗ � = � dengan matriks
� = ���� (−�1, −�2, … , −�� ) = �
−�1 ⋯ �
⋮ ⋱ ⋮
� ⋯ −��
�,
yaitu � ⊗ � ⊗ � = � ⊗ � ⟺ (� ⊗ �) ⊗ � = � ⊗ � ⟺ �̅ ⊗ � = 0.
Definisi 1.4. Diberikan suatu sistem � ⊗ � = � dengan � = (��� ) ∈ ℝ�
��
,
� = (�1, … , �� ) ∈ ℝ�
�
, � = {1,2, … , �} dan � = {1,2, … , �}. Didefinisikan,
i. �(�, �) = {� ∈ ℝ�
�
|� ⊗ � = � },
ii. �� (�, �) = �� ∈ � |���� − ��� = �����=1,…,� ���� − ����, ∀� ∈ �,
iii. �� = ���� � = �−�����=1,…,� ���� − ���� , ∀� ∈ �.
Selanjutnya, jika �� memenuhi sistem persamaan linear maka �� disebut
16
38. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
penyelesaian dasar (principal solution) (Butkovic [5], Cuninghame [6], Tam [9]).
Jika � = (�, �, … , �) maka �(�, �) = {� ∈ ℝ�
�
|�� = � jika �� ≠ �, � ∈ � }. Jika A
matriks yang semua entrinya � maka �(�, �) = ℝ�
�
. Adapun untuk A matriks yang
semua entrinya � dan � ≠ (�, �, … , �) maka �(�, �) = ∅. Oleh karena itu,
diasumsikan A bukan matriks yang semua entrinya � dan � ≠ (�, �, … , �).
Misalkan bahwa �� = � untuk suatu � ∈ � berarti untuk suatu � ∈ �(�, �),
�� = � jika ��� ≠ �, � ∈ �. Dengan demikian, persamaan ke k dapat dihapus.
Demikian juga, dapat diatur sehingga �� = � untuk setiap kolom �� dimana
��� ≠ �, sehingga kolom-kolom tersebut dapat dihapus dari sistem. Oleh karena
itu, tanpa mengurangi keumuman bahwa b diasumsikan berhingga.
Jika b berhingga dan A memuat baris yang semua elemenya � maka
�(�, �) = ∅. Jika A memuat kolom yang semua elemennya �, misalkan �� = �
untuk suatu j maka dapat diatur �� sebarang nilai pada penyelesaian x. Berarti,
dapat diasumsikan A ℝ-astik ganda.
Dengan memperhatikan beberapa kemungkinan tersebut, tanpa mengurangi
keumumaan dibahas sistem persamaan linear dengan � = ���� � ∈ ℝ�
��
adalah
ℝ-astik ganda dan � ∈ ℝ�
.
Berdasarkan Definisi 1.4, Butkovic [5] dan Tam [9] menjelaskan teorema
tentang kriteria penyelesaian sistem persamaan linear.
Teorema 1.5. Misalkan � = [��� ] ∈ ℝ�
��
adalah ℝ-astik ganda dan � ∈ ℝ�
.
Vektor � ∈ �(�, �) jika dan hanya jika
1) � ≤ �� dan
2) ∪�∈��
�� (�, �) = � dengan �� = {� ∈ �|�� = ��� }.
Kemudian Butkovic [5], Cuninghame-Green [6], dan Tam [9] memberikan
teorema berikut :
Teorema 1.6. Sistem persamaan linear � ⊗ � = � mempunyai penyelesaian jika
dan hanya jika penyelesaian dasarnya yaitu �� merupakan penyelesaian.
Selanjutnya, Butkovic [5] dan Tam [10] menyebutkan dua akibat yang
muncul dari Teorema 1.5. Akibat pertama menjelaskan tentang kriteria sistem
persamaan linear yang mempunyai penyelesaian dan akibat kedua menjelaskan
tentang kriteria sistem persamaan linear yang memiliki penyelesaian tunggal.
Akibat 1.7. Misalkan � ∈ ℝ�
��
adalah ℝ-astik ganda dan � ∈ ℝ�
, tiga
pernyataan berikut ekuivalen,
1) �(�, �) ≠ ∅.
2) �� ∈ �(�, �).
3) ∪�∈� �� (�, �) = �.
Akibat 1.8. Misalkan � ∈ ℝ�
��
adalah ℝ-astik ganda dan � ∈ ℝ�
, �(�, �) =
{�̅} jika dan hanya jika
1) ∪�∈� �� (�, �) = � dan
2) ∪�∈�′ �� (�, �) ≠ � untuk setiap �′
⊆ �, �′ ≠ �.
Selanjutnya disajikan tentang sistem pertidaksamaan linear dalam aljabar
maks-plus. Menurut Tam [9], sistem pertidaksamaan linear dalam aljabar maks-
plus didefinisikan sebagai berikut,
Definisi 1.9. Diberikan � = ���� � ∈ ℝ�
��
dan � = (�1, … , �� ) ∈ ℝ�
�
. Sistem
� ⊗ � ≤ � disebut sistem pertidaksamaan linear dalam aljabar maks-plus.
Selanjutnya Butkovic [5] dan Tam [9] menjelaskan penyelesaian dari sistem
17
39. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
pertidaksamaan linear melalui teorema berikut,
Teorema 1.10. Diberikan � = ���� � ∈ ℝ
��
, � = (�1, … , �� ) ∈ ℝ
�
dan
� ∈ ℝ
�
berlaku � ⊗ � ≤ � jika dan hanya jika � ≤ �∗
⊗ ′�.
Berdasarkan Definisi 1.4, �� = �∗
⊗ ′� jika � adalah ℝ-astik ganda dan
� ∈ ℝ�
. Sesuai dengan Teorema 1.10, �� = �∗
⊗ ′� merupakan penyelesaian
dasar dari sistem � ⊗ � = � dan � ⊗ � ≤ � untuk ℝ
��
dan � ∈ ℝ
�
. Berarti,
penyelesaian dasar merupakan penyelesaian terbesar dari sistem � ⊗ � ≤ �.
Berikut disajikan definisi dan teorema tentang aljabar maks-plus interval,
matriks atas aljabar maks-plus interval dan sistem persamaan linear dalam aljabar
maks-plus interval (Rudhito, [7]).
Interval tertutup x dalam ℝ� adalah suatu himpunan bagian dari ℝ� yang
berbentuk x = � x, x � = � � ∈ ℝ�� x ≤ � ≤ x �. Interval x dalam ℝ� disebut
interval maks-plus. Suatu bilangan x ∈ ℝ� dapat dinyatakan sebagai interval [x,x].
Definisi 1.11. Dibentuk �(ℝ)� = �� = � �, � � ��, � ∈ ℝ, � < � ≤ � � ∪ { � },
dengan ε = [ε, ε]. Pada himpunan �(ℝ)� didefinisikan operasi maksimum ⊕��� dan
plus ⊗��� dengan x ⊕��� y = [ x ⊕ y , x ⊕ y ] dan x ⊗��� y = [ x ⊗ y , x ⊗ y ]
untuk setiap x, y ∈ �(ℝ)� . Himpunan �(ℝ)� dilengkapi dengan operasi ⊕��� dan ⊗���
merupakan semiring idempoten komutatif dengan elemen netral ε = [ε, ε] dan
elemen satuan 0 = [0,0]. Selanjutnya disebut aljabar maks-plus interval dan
dinotasikan dengan �(ℝ)��� = ��(ℝ)�; ⊕���, ⊗����.
Definisi 1.12. Himpunan matriks berukuran � × � dengan elemen-elemen dalam
�(ℝ)� dinotasikan dengan �(ℝ)�
��
yaitu
�(ℝ)�
��
= �A = �A�� � �A�� ∈ �(ℝ)�; � = 1, 2, … , �, � = 1, 2, … , � �. Matriks
anggota �(ℝ)�
��
disebut matriks interval maks-plus. Selanjutnya matriks interval
maks-plus cukup disebut dengan matriks interval.
Definisi 1.13. Untuk A ∈ �(ℝ)�
��
didefinisikan matriks A = [Aij] ∈ ℝ�
��
dan
A = [Aij] ∈ ℝ�
��
masing-masing disebut matriks batas bawah dan matriks batas
atas dari matriks interval A.
Definisi 1.14. Diberikan matriks interval A ∈ �(ℝ)�
��
, dengan A dan A masing-
masing adalah matriks batas bawah dan matriks batas atas dari matriks A.
Didefinisikan interval matriks dari A yaitu �A, A� = �� ∈ ℝmax
m×n
� A ≤ � ≤ A�
dan �(ℝ�
��
)b = ��A, A�| A ∈ �(ℝ)�
��
�.
Definisi 1.15.
1. Untuk α ∈ I(ℝ)max , �A, A�, �B, B� ∈ �(ℝ�
��
)b didefinisikan
i. α ⊗ �A, A� = �α ⊗ A, α ⊗ A�,
ii. �A, A� ⊕ �B, B� = �A ⊕ A, B ⊕ B�,
2. Untuk �A, A� ∈ �(ℝ�
��
)b, �B, B� ∈ �(ℝ�
��
)b didefinisikan
�A, A� ⊗ �B, B� = �A ⊗ A, B ⊗ B�.
Teorema 1,16. Struktur aljabar dari �(ℝ�
��
)b yang dilengkapi dengan operasi ⊕
dan ⊗��� dinotasikan dengan �(ℝ����
��
)b = (�(ℝ�
��
)b; ⊕, ⊗) merupakan dioid
(semiring yang idempoten), sedangkan �(ℝ�
��
)b merupakan semimodul atas
�(ℝ)�.
Definisi 1.17. Didefinisikan
18
40. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
�(ℝ)�
�
= {x = [x1, x2, … , xn]T|xi ∈ �(ℝ)�; i = 1, 2, … . , n}. Himpunan �(ℝ)�
�
dapat dipandang sebagai himpunan �(ℝ)�
1�
. Unsur-unsur dalam �(ℝ)�
�
disebut
vektor interval dalam �(ℝ)�. Vektor interval x bersesuaian dengan interval vektor
yaitu x ≈ �x, x�.
Definisi 1.18. Diberikan A ∈ �(ℝ)�
��
dan b ∈ �(ℝ)�
�
. Suatu vektor interval
x∗
∈ �(ℝ)�
�
disebut penyelesaian persamaan linear maks-plus interval A ⊗ x =
b jika berlaku A ⊗ x∗
= b.
Definisi 1.19. Diberikan A ∈ �(ℝ)�
��
dan b ∈ �(ℝ)�
�
. Suatu vektor interval
x′
∈ �(ℝ)�
�
disebut subpenyelesaian persamaan linear maks-plus interval
A ⊗ x = b jika berlaku A ⊗ x′
≤ b.
Definisi 1.20. Diberikan A ∈ �(ℝ)�
��
dan b ∈ �(ℝ)�
�
. Suatu vektor interval
x� ∈ �(ℝ)�
�
disebut subpenyelesaian terbesar persamaan linear maks-plus interval
A ⊗ x = b jika x′ ≤ x� untuk setiap subpenyelesaian x′
dari sistem persamaan
linear maks-plus interval A ⊗ x = b.
Selanjutnya, disajikan definisi konjugat matriks dari matriks atas aljabar
maks-plus interval, I(ℝ)-astik dan aljabar min-plus interval yang diambil dari
Siswanto [10] sebagai berikut :
Definisi 1.21. Matriks interval A ∈ �(ℝ)�
��
, A ≈ [A, A] dikatakan I(ℝ)-astik
ganda jika � adalah ℝ-astik ganda untuk setiap � ∈ [A, A] .
Teorema 1.22. Matriks A ∈ �(ℝ)�
��
dengan A ≈ [A, A] adalah I(ℝ)-astik ganda
jika dan hanya jika A ℝ-astik ganda.
Interval tertutup x dalam ℝ�′ adalah suatu himpunan bagian dari ℝ�′ yang
berbentuk x = � x, x � = �� ∈ ℝ�� x ≤ � ≤ x �. Interval x dalam ℝ��� disebut
interval min-plus. Suatu bilangan x ∈ ℝ��� dapat dinyatakan sebagai interval
[x,x].
Definisi 1.23. Dibentuk �(ℝ)�′ = �x = � x, x � �x, x ∈ ℝ, x ≤ � < �′
� ∪ {ε′ },
dengan ε′
= [�′, �′]. Pada himpunan �(ℝ)��� didefinisikan operasi minimum ⊕
′
dan plus ⊗
′
dengan x ⊕
′
y = [ x ⊕′
� , x ⊕′
�] dan
x ⊗
′
y = [ x ⊗′
� , x ⊗′
�] untuk setiap x, y ∈ �(ℝ)��� . Selanjutnya disebut
aljabar min-plus interval dan dinotasikan dengan �(ℝ)��� = ��(ℝ)�′ ; ⊕
′
, ⊗
′
�.
Definisi 1.24. Himpunan matriks berukuran � × � dengan elemen-elemen dalam
�(ℝ)� dinotasikan dengan �(ℝ)�′
��
yaitu
�(ℝ)�′
��
= �A = �A�� � �A�� ∈ �(ℝ)�′ ; � = 1, 2, … , �, � = 1, 2, … , � �. Matriks
anggota �(ℝ)�′
��
disebut matriks interval Min-Plus.
Definisi 1.25. Untuk A ∈ �(ℝ)�′
��
didefinisikan matriks A = [A�� ] ∈ ℝ�′
��
dan
A = [A�� ] ∈ ℝ�′
��
masing-masing disebut matriks batas bawah dan matriks batas
atas dari matriks interval min-plus A.
Definisi 1.26. Diberikan matriks interval min-plus A ∈ �(ℝ)�′
��
, dengan A dan A
masing-masing adalah matriks batas bawah dan matriks batas atas dari matriks
interval min-plus A. Didefinisikan interval matriks dari A yaitu �A, A� =
�� ∈ ℝ�′
��
� A ≤ � ≤ A� dan �(ℝ�′
��
)b = ��A, A�|A ∈ �(ℝ)�′
��
�.
Semimodul �(ℝ)���
��
atas �(ℝ)��� isomorfis dengan semimodul �(ℝ���
��
)b
19
41. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
atas �(ℝ)��� , dengan pemetaan �: �(ℝ)�′
��
→ �(ℝ�′
�×�)b , �(A) = �A, A�, ∀A ∈
�(ℝ)�′
��
. Interval matriks �A, A� ∈ �(ℝ�′
��
)b disebut interval matriks min-plus
yang bersesuaian dengan matriks interval min-plus A ∈ �(ℝ)���
��
dan
dilambangkan dengan A ≈ �A, A�.
Definisi 1.27. Didefinisikan.
�(ℝ)���
�
= {� = [x1, x2, … , x�]�|xi ∈ �(ℝ)�′ ; � = 1, 2, … . , �}. Himpunan �(ℝ)�′
�
dapat dipandang sebagai himpunan �(ℝ)�′
�×1
. Anggota �(ℝ)�′
�
disebut vektor
interval atas �(ℝ)�′ . Vektor interval min-plus x bersesuaian dengan interval
vektor min-plus �x, x� yaitu x ≈ �x, x�.
Definisi 1.28. Aljabar maks-plus interval lengkap adalah himpunan �(ℝ)ε =
�(ℝ)ε ∪ {ε′} dilengkapi dengan operasi ⊕��� dan ⊗���, sedangkan aljabar min-plus
interval lengkap adalah himpunan �(ℝ)� = �(ℝ)ε′ ∪ {ε} dilengkapi dengan
operasi minimum ( ⊕
′
) dan plus ( ⊗
′
).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dibahas hasil penelitian tentang sistem persamaan
linear dan sistem pertidaksamaan linear dalam aljabar maks-plus interval.
Definisi 2.1. Misalkan A ∈ �(ℝ)�
��
dan b = (b1, … , b� ) ∈ �(ℝ)�
�
. Sistem
persamaan A ⊗ x = b adalah sistem persamaan linear dalam aljabar maks-plus
interval.
Misalkan A ≈ [A, A], x ≈ [x, x] dan b ≈ [b, b] dengan �A, A� ∈ �(ℝ�
��)b,
[x, x], �b, b� ∈ �(ℝ�
�)b. Untuk menentukan penyelesaian sistem persamaan linear
dalam aljabar maks-plus interval, dilakukan dengan menentukan penyelesaian
sistem persamaan linear dalam aljabar maks-plus A ⊗ x = b dan A ⊗ x = b.
Definisi 2.2. Diberikan suatu sistem persamaan linear A ⊗ x = b dengan
A ∈ �(ℝ)�
��
dan b ∈ �(ℝ)�
�
. Didefinisikan �(A, b) = { x ∈ �(ℝ)�
�
|A ⊗ x =
b }.
Dengan memperhatikan Definisi 1.4 dan Teorema 1.5, diperoleh :
Teorema 2.3. Misalkan A ∈ �(ℝ)�
��
I(ℝ)-astik ganda dan b ∈ �(ℝ)�
. Vektor
y ∈ �(A, b) jika dan hanya jika
i. y ∈ �� A, b�,
ii. y ∈ �(A, b) ,
iii. y ≤ y .
Selanjutnya, ditulis y ≈ �y, y�.
Bukti : Misalkan A = [A�� ] dengan A ≈ �A, A� berarti A = [A�� ] dan A = �A�� �,
sedangkan b ≈ �b, b�. = [�b1, b2, … , b��, �b1, b2, … , b�� Karena A �(ℝ)-astik
ganda maka A = [A�� ] dan A = �A�� � ℝ astik ganda, dan b ∈ �(ℝ)�
�
.
Vektor y ∈ S(A, b) berarti y ∈ �(ℝ)�
�
dan A ⊗ y = b. Misalkan y≈ [y, y] berarti
y ≤ y , berlaku y ∈ �(A, b) dan y ∈ ��A, b�.
Sebaliknya, diketahui y ∈ �(A, b), y ∈ ��A, b� dan y ≤ y. Menurut teorema 1.5,
Vektor y ∈ �(A, b) jika dan hanya jika
20
42. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
1) y ≤ y� dan
2) ∪�∈�y
�� (�, �) = � dengan �y = {� ∈ �|y� = y�� }.
dan Vektor x ∈ ��A, b� jika dan hanya jika
1) y ≤ y� dan
2) ∪�∈��
�� (�, �) = � dengan �y = {� ∈ �|y�
= y�
�
}.
Selanjutnya, karena y ≤ y dapat ditulis y ≈ [y, y] maka y ∈ S(A, b) .
∎
Berdasarkan Teorema 1.5 dan Teorema 2.3, didefinisikan,
Definisi 2.4. Misalkan y� dan y� masing-masing merupakan penyelesaian dasar
sistem persamaan linear dalam aljabar maks-plus A ⊗ x = b dan A ⊗ x = b dan
berlaku y� ≤ y� . Vektor y� ≈ �y�, y�� disebut penyelesaian dasar sistem persamaan
linear dalam aljabar maks-plus interval A ⊗ x = b.
Berikut dua akibat yang muncul dari Teorema 2.3 yaitu menjelaskan tentang
kriteria sistem persamaan linear yang memiliki penyelesaian dan menjelaskan
tentang kriteria sistem persamaan linear yang memiliki penyelesaian tunggal.
Akibat 2.5. Misalkan A ∈ �(ℝ)�
��
adalah �(ℝ)-astik ganda dan b ∈ �(ℝ)�
, tiga
pernyataan berikut ekuivalen.
a. S(A, b) ≠ ∅.
b. y� ∈ S(A, b).
c. ∪�∈� �� �A, b� = � dan ∪�∈� �� �A, b� = �.
Bukti : Misalkan A = [A�� ] dengan A ≈ �A, A� berarti A = [A�� ] dan A = �A�� �,
sedangkan b ≈ �b, b� = [�b1, b2, … , b��, �b1, b2, … , b�� dan b ∈ �(ℝ)�
. Karena
A �(ℝ)-astik ganda maka A = [A�� ] ∈ ℝ�
��
, A = �A�� � ∈ ℝ�
��
ℝ astik ganda
dan b ∈ ℝ�
, b ∈ ℝ�
. Menurut Akibat 1.7 tiga pernyataan berikut ekuivalen,
1) �(A, b) ≠ ∅.
2) y� ∈ �(A, b).
3) ∪�∈� �� �A, b� = �.
Demikian pula, tiga pernyataan berikut ekuivalen,
1) �(A, b) ≠ ∅.
2) y� ∈ �(A, b).
3) ∪�∈� �� �A, b� = �.
Oleh karena itu, terbukti bahwa tiga pernyataan berikut ekuivalen.
1) S(A, b) ≠ ∅.
2) y� ∈ S(A, b).
3) ∪�∈� �� (A, b) = � dan ∪�∈� �� �A, b� = �.
∎
Akibat 2.6. Misalkan A ∈ �(ℝ)�
��
adalah �(ℝ)-astik ganda dan b ∈ �(ℝ)�
,
S(A, b) = {y�} jika dan hanya jika
a. ∪�∈� �� �A, b� = � dan ∪�∈� �� �A, b� = �
b. ∪�∈�′ �� �A, b� ≠ � untuk setiap �′
⊆ �, �′ ≠ � dan ∪�∈�′′ �� �A, b� =
� untuk setiap �′′
⊆ �, �′′ ≠ �.
21
43. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
Bukti : Misalkan A = [A�� ] dengan A ≈ �A, A� berarti A = [A�� ] dan A = �A�� �,
sedangkan b ≈ �b, b� = [�b1, b2, … , b��, �b1, b2, … , b�� dan b ∈ �(ℝ)�
. Karena
A �(ℝ)-astik ganda maka A = [A�� ] ∈ ℝ�
��
, A = �A�� � ∈ ℝ�
��
ℝ astik ganda
dan b ∈ ℝ�
, b ∈ ℝ�
. Menurut Akibat 1.8, S�A, b� = �y�� jika dan hanya jika
a. ∪�∈� �� �A, b� = �
b. ∪�∈�′ �� �A, b� ≠ � untuk setiap �′
⊆ �, �′ ≠ �.
Demikian pula, S�A, b� = �y�� jika dan hanya jika
a. ∪�∈� �� �A, b� = �
b. ∪�∈�′′ �� �A, b� ≠ � untuk setiap �′′
⊆ �, �′′ ≠ �.
Oleh karena itu, S(A, b) = {y�} jika dan hanya jika
a. ∪�∈� �� (A, b) = �
b. ∪�∈�′ �� (A, b) ≠ � untuk setiap �′
⊆ �, �′ ≠ �.
∎
Selanjutnya, dibahas tentang sistem pertidaksamaan linear dalam alajabar
maks-plus interval.
Definisi 2.7. Diberikan A = �A�� � ∈∈ �(ℝ)�
��
dan b = (b1, b2, … , b� ) ∈
�(ℝ)�
. Sistem A ⊗ x ≤ b disebut sistem pertidaksamaan linear dalam aljabar
maks-plus interval.
Teorema 2.8. Diberikan A = �A�� � ∈ �(ℝ)�
��
, b = (b1, b2, … , b� ) ∈ �(ℝ)�
dan
∈ �(ℝ)�
, untuk x ≈ �x, x� berlaku A ⊗ x ≤ b jika dan hanya jika x ≤ A∗
⊗′
b
dan x ≤ A
∗
⊗′
b.
Bukti : Misalkan A = [A�� ] dengan A ≈ �A, A� berarti A = [A�� ] dan A = �A�� �,
sedangkan b ≈ �b, b� = [�b1, b2, … , b��, �b1, b2, … , b�� dan b ∈ �(ℝ)�
.
Diperoleh A ⊗ x ≤ b dan A ⊗ x ≤ b. Menurut Teorema 1.10, berlaku A ⊗ x ≤
b jika dan hanya jika x ≤ A∗
⊗′
b dan A ⊗ x ≤ b jika dan hanya jika x ≤
A
∗
⊗′
b. Oleh karena itu, untuk x ≈ �x, x� berlaku A ⊗ x ≤ b jika dan hanya jika
x ≤ A∗
⊗′
b dan x ≤ A
∗
⊗′
b.
∎
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
a. Sistem persamaan linear dalam aljabar maks-plus interval A ⊗ x = b
dapat mempunyai penyelesaian tunggal, mempunyai banyak penyelesaian,
dan tidak mempunyai penyelesaian.
b. Diberikan A = �A�� � ∈ �(ℝ)�
��
, b = (b1, b2, … , b� ) ∈ �(ℝ)�
dan
∈ �(ℝ)�
, untuk x ≈ �x, x� berlaku A ⊗ x ≤ b jika dan hanya jika
x ≤ A∗
⊗′
b dan x ≤ A
∗
⊗′
b.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Akian, M., Kohen, G., Gaubert, S., Quadrat, J. P., and Viot, M., 1994. Max-Plus Algebra
and Applications to System Theory and Optimal Control. Proceedings of the International
Congress of Mathematicians, pp : 1502-1511.
22
44. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
[2] Baccelli, F., Kohen, G., Olsder, G. J and Quadrat, J. P., 2001. Synchronization and
Linearity An Algebra for Discrete Event Systems. New York : Wiley.
[3] Butkovic, P. 2000. Simple Image Set of (max,+) Linear Mappings. Discrete Applied
Mathematics. Vol. 105, pp : 73-86.
[4] Butkovic, P. 2003. Max-Algebra: The Linear Algebra of Combinatorics?. Linear Algebra
and Application. Vol. 367. pp : 313-335.
[5] Butkovic, P. 2010. Max Linear Systems: Theory and Algorithm, London: Springer.
[6] Cuninghame-Green, R.A. 1979. Minimax Algebra, Lecture Notes in Economics and
Mathematical Systems. Vol. 166. Berlin : Springer.
[7] Rudhito, Andy., 2011. Aljabar Maks-Plus Bilangan Kabur dan Penerapannya pada Masalah
Penjadwalan dan Jaringan Antrian. Disertasi : Program Studi S3 Matematika FMIPA
UGM. Yogyakarta.
[8] Schutter, B.D., and Boom. T. V. D. 2008. Max-Plus Algebra And Max-Plus Linear Discrete
Event Systems: An Introduction. Proceedings of the 9th International Workshop on
Discrete Event Systems (WODES'08), pp : 36-42.
[9] Tam, K.P. 2010. Optimizing and Approximating Eigen Vectors in Max-Algebra.
Birmingham: University of Birmingham.
[10] Siswanto, dkk. 2013. Minimisasi Norm Daerah Hasil (Range Norm) Himpunan Bayangan
(Image Set) Matriks atas Aljabar Maks-Plus Interval. Prosiding Seminar Nasional
Matematika dan Aplikasinya 2013. Departemen Matematika Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Erlangga.
23
46. Diagnosis Suatu Penyakit Menggunakan Matriks d-
disjunct
Siti Zahidah
Institut Teknologi Bandung, s.zahidah@students.itb.ac.id
Abstrak-Secara historis, teori group testing muncul berkaitan erat dengan pengujian
sampel darah untuk mengidentifikasi kepositifan sampel darah terhadap suatu
penyakit. Berdasarkan algoritmanya, terdapat 2 jenis group testing yaitu Adaptive
Group Testing (AGT) dan Non-Adaptive Group Testing (NAGT). Algoritma NAGT
dapat direpresentasikan oleh matriks biner = ( ), dengan kolom matriks M
menunjukkan item dan baris matriks M menunjukkan tes (blok). Kriteria matriksnya
adalah = 1 jika tes ke-i memuat item j dan jika tidak = 1. Di lain pihak,
hasil pengujian masing-masing blok direpresentasikan dalam vektor kolom, disebut
vektor outcome. Berdasarkan representasi tersebut, permasalahan group testing
dapat dipandang sebagai mencari matriks representasi M yang memenuhi
persamaan = dengan y merupakan vektor outcome dan x sampel-sampel yang
dites. Jika dari n sampel terdapat maksimal d sampel yang positif maka kita
katakan d-Combinatorial Group Testing, disingkat dengan d-CGT. Dalam makalah
ini akan ditunjukkan konstruksi matriks d-disjunct yang merupakan solusi
persamaan group testing. Selanjutnya dari konstruksi tersebut akan dimodifikasi
sedemikian sehingga dengan konstruksi yang baru dapat mengidentifikasi lebih dari
d sampel positif.
Kata Kunci: Group testing, Non-Adaptive Group Testing, Matriks d-disjunct.
1 Pendahuluan
Teori group testing mulai berkembang pada tahun 1942, dimana saat itu
masih berlangsung perang dunia kedua. Pada waktu itu angkatan perang Amerika
melakukan tes kesehatan untuk mengidentifikasi sipilis terhadap para wajib
militer [1]. Peserta wajib militer ini jumlahnya ribuan bahkan lebih, tetapi tidak
menutup kemungkinan yang terinfeksi sipilis hanya puluhan orang. Jika hasilnya
seperti itu maka tes individu (tes satu persatu terhadap tentara) sangat tidak efektif
dan membutuhkan biaya yang besar.
David Rosenblatt mempunyai ide untuk melakukan pengelompokan, yaitu
sampel darah wajib militer yang akan dites sipilis dikelompokkan sehingga jika
hasil tes kelompok tersebut negatif maka semua anggota kelompok terbebas dari
sipilis, tetapi jika tes kelompok hasilnya positif maka minimal terdapat 1 anggota
dari kelompok tersebut terinfeksi sipilis. Meskipun Rosenblatt penggagas ide,
akan tetapi dalam pengembangan teorinya Rosenblatt bekerjasama dengan Robert
Dorfman yang akhirnya teori group testing populer dalam jurnalnya yang berjudul
“The detection of defective members of large populations”.
Berdasarkan ide tersebut penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai
kriteria pengelompokan yang dapat mengidentifikasi sampel positif secara
sekaligus. Lebih jauh, setelah dilakukan pengelompokan dapat diperoleh
25
47. representasinya berupa
dilakukan dengan bant
2 Kajian Pustaka
2.1 Group Testing
Group testing
berkelompok yan
terhadap suatu pe
setiap anggotany
negatif (-), ke
mendefinisikan fun
2 {±}
dimana ( ) be
positif dan ( )
Dalam permasala
anggotanya berni | | =
Group Testing ata
Berdasarkan a
1. Adaptive Group T
Dalam a
memperhatikan ha
2. Non - Adaptive
Dalam al
terlebih dahulu
Lebih detilnya
sedemikian se
anggota yang posi
Sebagai cont
hasil tesnya pa
Gam
dan setelah dil
Prosiding Konferensi Nasional Matema
11 - 14 Juni 2014, I
erupa matriks biner sehingga untuk selanj
antuan matriks representasi pengelompokan ter
ka
g
ing merupakan salah satu cara pengujian
yang bertujuan untuk mengidentifikasi keposi
u penyakit. Secara matematis, jika diberikan popul
nya mempunyai dua kemungkinan hasil tes
kemudian dilakukan pengelompokan, maka
n fungsi tes sebagai berikut :
2 {±}
( ) bernilai positif jika memuat setidaknya 1
( ) bernilai negatif jika semua anggota be
alahan ini akan dicari himpunan terbesa
rnilai positif. Jika | | = maka dikatakan d
atau dapat disingkat dengan d-CGT [1].
n algoritmanya, terdapat 2 jenis group testing :
roup Testing (AGT)
algoritma AGT, penentuan tes dilakuka
kan hasil tes sebelumnya.
daptive Group Testing (NAGT)
algoritma NAGT, penentuan kelompok (bl
hulu dan tes hanya dilakukan satu kali untuk
ya, dalam algoritma NAGT kita tentukan blok
n sehingga dalam sekali tes dapat mengident
g positif dan anggota yang negatif sekaligus.
i contoh pengelompokan dapat dilihat dalam ga
pada gambar 2.
ambar 1. Pengelompokan dari 12 sampel menjadi 9 kelo
h dilakukan tes diperoleh hasil sebagai berikut :
matika XVII - 2014
2014, ITS, Surabaya
lanjutnya analisis
n tersebut.
n sampel secara
kepositifan sampel
populasi N dengan
s positif (+) atau
aka kita dapat
2 {±}
( ) 1 anggota yang
( ) bernilai negatif.
besar yang semua
| | = d-Combinatorial
:
dilakukan dengan
(blok) dilakukan
uk tiap kelompok.
ok yang akan dites
dentifikasi semua
gambar 1 dengan
elompok
:
26
48. dari gambar 2
positif sipilis.
algoritma NAG
dan tidak adan
2.2 Sistem Himpun
Chee [2] mende
Definisi 2.2.1 Si = ( , )
dengan :
• X adalah him
• 2 ada
Misalkan , , , | | =
didefinisikan seba = ( , )
• = {1,2, , } = { : }
• = { }
• | | = | | da | | = | |
Contoh 2.2.2 Da
himpunannya ada = ( , )
= { , , , }
= { , , , , , ,
, , }
Sedangkan untuk dua = ( , )
= { , , , , , , , , }
= { , , , , , , , ,
, , , }
Ga
Prosiding Konferensi Nasional Matema
11 - 14 Juni 2014, I
Gambar 2. Hasil Tes
r 2 diperoleh bahwa sampel dan merupaka
lis. Untuk selanjutnya, penulis hanya mem
AGT karena pengetesan kelompok hanya dila
danya kebergantungan diantara hasil-hasil tes ke
unan Untuk NAGT
ndefinisikan sistem himpunan untuk NAGT seba
Sistem himpunan adalah suatu pasangan terur = ( , )
h himpunan dari anggota-anggota yang disebut sam
2 dalah himpunan dari himpunan bagian X yang di
, , , blok-blok di dan | | = ,
n sebagai sistem himpunan = ( , ) dengan :
= {1,2, , } dan = { : }
= { }
| | = | | dan | | = | |
Dari contoh algoritma NAGT (Gambar 1), di
dalah = ( , ) dengan :
= { , , , }
= { , , , , , ,
, , }
uk dual sistemnya adalah = ( , ) dengan :
= { , , , , , , , , }
= { , , , , , , , ,
, , , }
Gambar 3. Sistem himpunan dengan dual sistemnya
matika XVII - 2014
2014, ITS, Surabaya
upakan sampel yang
embahas tentang
dilakukan satu kali
s kelompok.
sebagai berikut :
terurut = ( , )
sampel
2 g disebut blok
, , , | | = , dual dari
= ( , ) n :
= {1,2, , } = { : }
= { }
| | = | | | | = | |
, diperoleh sistem
= ( , )
= { , , , }
= { , , , , , ,
, , }
= ( , ) n :
= { , , , , , , , , }
= { , , , , , , , ,
, , , }
27
49. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
Chee [2] juga mendefinisikan sistem himpunan dengan kriteria tertentu, yaitu
Definisi 2.2.3 Sistem himpunan ( , ) disebut d-union free jika
untuk setiap , .
Hwang dan S s [3] memberikan solusi dari permasalahan d-CGT dengan
bantuan sistem himpunan d-union free dalam teorema berikut
Teorema 2.2.4 Sistem himpunan = ( , ) merupakan solusi dari
permasalahan d-CGT jika dan hanya jika = ( , ) d-union free.
Setelah menentukan sistem himpunan untuk NAGT, penulis mengubah
bentuk himpunan ke dalam suatu vektor (biner).
2.3 Transformasi Himpunan ke Vektor
Misalkan [ ] . Definisikan vektor biner dari A adalah vec ( ) =
( , , , ) dengan =
0,
1,
Contoh 2.3.1 Misalkan = {2,5,6} ⊆ [6] maka vec( ) = (0,1,0,0,1,1).
Jika dalam himpunan kita kenal adanya operasi gabungan dan himpunan
bagian, maka di sini penulis memberikan definisi baru untuk operasi vektor biner.
Definisi 2.3.2
i. Misalkan , ∈ {0,1}, didefinisikan operasi jumlah boolean sebagai berikut
⊕ =
0 , = = 0
1 ,
ii. Jika , ⊆ {0,1} maka gabungan dari dan didefinisikan dengan
= { ⊕ ,…, ⊕ }
iii. Suatu vec( ) dikatakan termuat dalam vec( ), dinotasikan vec( ) ⊆ vec( )
jika ⊆ .
iv. Koleksi himpunan {vec ( ), ( ),…, ( )} dikatakan d-separable
jika vec( ) ≠ vec ( ).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut penulis memperoleh lema dan teorema
berikut :
Lema 2.3.3 Misalkan ⊆ [ ] maka vec = ( ).
Bukti. Misalkan = . Tulis = ( , ,…, ) . Misalkan
= ( ) . Jika = 1 maka ∈ sehingga ∈ untuk suatu k.
Akibatnya komponen ke-i dari adalah 1. Selanjutnya, jika = 0 maka
∉ sehingga ∉ untuk setiap k. Akibatnya komponen ke-i dari
adalah 0 untuk setiap k. Dan dapat disimpulkan = .
Teorema 2.3.4 Sistem himpunan ([ ], ) d-union free jika dan hanya jika
{ ( )} d-separable.
Bukti. Misalkan sistem himpunan ([ ], ) d-union free maka setiap 2 koleksi
yang berisi d himpunan, berlaku ≠ , dengan , ∈ .
Dari sini didapat vec( ) ≠ ( ), akibatnya berdasarkan lema
diperoleh ( ) ≠ ( ) . Sehingga diperoleh { ( ) } d-
separable. Sedangkan untuk arah sebaliknya, misalkan { ( )} d-separable
maka ( ) ≠ ( ) . Dan berdasarkan lema diperoleh
vec ( ) ≠ ( ) akibatnya ≠ , untuk ,
∈ . Jadi diperoleh sistem himpunan ([ ], ) d-union free.
28
50. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
3 Pembahasan
3.1 Matriks Representasi NAGT
Algoritma NAGT dapat direpresentasikan oleh matriks biner = ,
dengan kolom matriks menunjukkan item (sampel) dan baris matriks
menunjukkan tes (blok). Dengan kriteria matriksnya = jika tes ke-i
memuat item j dan jika tidak = . Sedangkan hasil tes untuk masing-
masing blok direpresentasikan oleh vektor kolom, disebut vektor outcome
[1].
Contoh 3.1.1 Matriks representasi dari contoh NAGT (Gambar 2) adalah
Berdasarkan representasi tersebut, permasalahan group testing untuk
selanjutnya dapat dipandang sebagai mencari matriks representasi yang
memenuhi solusi persamaan = dengan merupakan vektor outcome,
sedangkan sampel-sampel yang dites. Misalkan matriks biner
berukuran × , menyatakan kolom ke-j dari matriks .
Berdasarkan teorema 2.2.4 dan teorema 2.3.4 maka di sini penulis
mencari matriks representasi yang kolom-kolomnya bersifat d-
separable. Berikut diberikan 2 matriks yang memenuhi solusi tersebut.
Definisi 3.1.2 Matriks biner berukuran × disebut matriks d-separable
jika kolom-kolomnya bersifat d-separable, dengan kata lain untuk setiap
, ⊆ [ ] dengan | | = = | | sehingga berlaku ∈ ≠ ∈ .
Definisi 3.1.3 Matriks biner berukuran × disebut matriks d-disjunct
jika setiap kolomnya tidak termuat dalam gabungan d kolom-kolom
lainnya, dengan kata lain untuk setiap ⊆ [ ] dengan | | = dan untuk
setiap ∉ berlaku ∈ .
Sifat 3.1.4 Jika matriks d-disjunct maka matriks d-separable.
Faktanya, ketika matriks representasi merupakan matriks d-disjunct
maka kolom sisa setelah mengeliminasi kolom-kolom yang termuat dalam
tes yang hasilnya negatif merupakn kolom (sampel) yang positif.
29
51. Gam
3.2 Konstruksi Mat
Sebelum memba
beberapa paramete
Singleton [4]
Definisi 3.2.1 Misa
i. Bobot kolom
kolom ke-j. D
dengan j mel
konstan jika bobot
ii. Perkalian titi
menyatakan
dikatakan jug
Kautz dan Singl
matriks d-disjunct
Lema 3.2.2 Matriks bi
Yaniv Erlich dkk.
sampel-sampel yan
dilihat pada gamba
representasi NAG
kemudian tes-tes
pertama terdiri dar
pengelompokan sam
Prosiding Konferensi Nasional Matema
11 - 14 Juni 2014, I
mbar 4. Identifikasi sampel positif dengan matriks d-dis
atriks d-disjunct
bahas konstruksi matriks d-disjunct, penulis m
eter dalam matriks biner yang dicetuskan ol
Misalkan matriks biner.
om ke-j, dinotasikan menyatakan banyakny
j. Didefinisikan pula :
= min dan = max
eliputi semua kolom dari . Matriks disebut
ka bobot setiap kolom matriks sama.
titik dari kolom ke-i (C) dan kolom ke-j (C)
n banyaknya entri 1 pada baris yang sama di
n juga dan beririsan sebanyak kali. Dide
= max
,
ngleton juga memberikan hasil utama sebagai da
unct dalam lema berikut :
riks biner dengan = merupakan matriks
h dkk. [5] mempunyai ide mengenai cara
yang akan dites ke dalam grup-grup, sebagai
mbar 5. Dari gambar tersebut menunjukkan
GT dari 20 sampel dikelompokkan ke dala
s tersebut dikelompokkan lagi menjadi 2 gr
dari 5 tes dan grup kedua terdiri dari 7 tes)
n sampelnya yaitu item j termuat dalam tes ke-i ji
≡ mod 5 (grup pertama)
≡ mod 7 (grup kedua)
matika XVII - 2014
2014, ITS, Surabaya
-disjunct
s memperkenalkan
n oleh Kautz dan
knya entri 1 pada
ebut matriks bobot
), dinotasikan λ
di dan . Dapat
idefinisikan pula:
ai dasar konstruksi
riks d-disjunct.
a pengelompokan
gai ilustrasi dapat
ukkan bahwa matriks
dalam 12 tes dan
2 grup besar (grup
s) dengan kriteria
-i jika :
30
52. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVII - 2014
11 - 14 Juni 2014, ITS, Surabaya
Gambar 5. Contoh pengelompokan 20 sampel ke dalam 12 tes dengan 2 grup besar
Secara umum, jika tes-tes dikelompokkan ke dalam grup-grup besar
, ,…, dan kriteria pengelompokan sampelnya untuk masing-masing
grup besar adalah item j termuat dalam tes i jika :
≡ mod dengan = 1,2,…, dan = 1,2,…,
Dengan mengacu pada lema 3.2.2, Yaniv mecoba mencari syarat tambahan
agar maksimum irisan dari matriks representasinya adalah 1, yaitu dengan
menambahkan 2 syarat berikut :
1. , ,…, ≥ √ , dengan n merupakan banyaknya sampel yang dites.
2. , ,…, saling prima.
Dalam papernya, Yaniv belum memberikan keterangan secara eksplisit
sehingga disini penulis mencoba memformalkan konstruksi matriks
representasi tersebut dalam teorema berikut :
Teorema 3.2.3 Misalkan = [ , ,…, ] matriks biner berukuran
× dengan matriks blok berukuran × , dimana ≥ √ dan saling
prima. Sedangkan konstruksi matriks untuk masing - masing blok
ditentukan oleh
( , ) =
1 , ≡ mod
0 ,
dimana = 1,2,…, maka dari matriks adalah 1 dan merupakan
matriks ( − 1)-disjunct.
Bukti. Andaikan > 1 , maka terdapat 2 kolom ke r,s dan blok a,b sehingga
( , ) = ( , ) = 1 dan ( , ) = ( , ) = 1 . Sehingga diperoleh
≡ mod dan ≡ mod yang mengakibatkan | − dan | −
diperoleh | − . Padahal ≥ dan , saling prima sehingga
diperoleh − = 0 yaitu = yang menunjukkan bahwa kolom ke r dan
kolom ke s merupakan kolom yang sama. Jadi haruslah = 1 , sehingga
berdasarkan lema 3.2.2 matriks merupakan matriks ( − 1)-disjunct.
Contoh 3.2.4
31
53. Berdasarkan bukt
Yaniv dengan :
1. ≥ , de
2. , ,…,
dan berdasarkan le
matriks teorema 3.2.3
mempertahankan =
3.3 Algoritma untu
Sebelum melakuka
representasi denga
cara mempertahanka
menentukan pemba
dapat dilihat dal
kemungkinan ruan
seperti gambar 8.
Secara matema
ditambah bobot sam
kolom matriks. Mi
yang tidak dapat di
ruang-ruang yang b
= {
Prosiding Konferensi Nasional Matema
11 - 14 Juni 2014, I
Gambar 6. Matriks 2-disjunct
bukti teorema 3.2.3, penulis mengganti 2 syarat
, dengan n merupakan sampel yang akan dites.
, saling prima.
lema 3.2.2 penulis memiliki ide untuk mempe
3.2.3 dengan menambahkan bobot ke setiap kolom
= 1.
ntuk Menentukan Penambahan Bobot
lakukan penambahan bobot ke dalam setiap
gan konstruksi pada teorema 3.2.3, harus di
hankan . Sehingga langkah awal yang di
mbatasan sampel-sampel yang akan dites. S
dalam gambar 7. Dengan pembatasan terse
uang untuk calon penambahan bobot dalam matr
.
matis, untuk mencari banyaknya ruang yan
sama halnya dengan mencari banyaknya irisan
Misalkan merupakan ruang pada baris ke-k
t diisi dengan entri 1, dan misalkan merupa
g beririsan dengan kolom ke-j, maka dari gamba
{ , , , ( ), ( )} dan | | = 5 = ∑
Gambar 7. Eliminasi ruang untuk pembatasan
matika XVII - 2014
2014, ITS, Surabaya
rat yang diberikan
perbaiki konstruksi
omnya tetapi masih
ap kolom matriks
diperhatikan juga
dilakukan adalah
s. Sebagai ilustrasi
ersebut diperoleh
atriks representasi
yang tidak dapat
san diantara kolom-
-k dan kolom ke-l
rupakan himpunan
mbar 7 diperoleh :
32
54. Ga
Misalkan himpuna
(tanda x) dari matri
akibatnya banyakn
penambahan entri 1)
Setelah menent
selanjutnya adalah
menentukan ruang
dilakukan dengan t
1). Sebagai ilustra
maka , , ,
Gam
Misalkan m
ketika entri ada
sehingga untuk me
halnya dengan me
dengan = 1,2,…,
Secara umum, unt
( − 1) − disjunc
mencari buah hi
1,2,…, . Tetapi da
ditambah bobot ke
Sehingga dari algor
kesimpulan sebaga
Prosiding Konferensi Nasional Matema
11 - 14 Juni 2014, I
Gambar 8. Kemungkinan ruang yang dapat ditambah bo
punan semua ruang-ruang yang tidak dapat
atriks representasi dinotasikan dengan , maka :
| | =
aknya ruang sisa yang dapat ditambah bobot
ri 1) adalah
| | = − − | |
= ( − ) − | |
nentukan ruang sisa yang dapat ditambah
ah menambah bobot pada ruang sisa (misalkan
uang sisa yang terhapus ketika entri ada
n tujuan mempertahankan irisan tiap kolomnya
ustrasi dapat dilihat dalam gambar 9, ketika ent
, , ( ), _ ), dan ( ) tidak dapat diisi de
ambar 9. Penambahan bobot dan ruang sisa yang terhapu
merupakan himpunan dari ruang-ruang sisa
dalah 1, maka dari gambar 9 diperoleh :
= { , , , , ( ), _ ), ( )}
menambahkan bobot pada tiap kolom matriks
mencari 12 buah himpunan yang semuany
…,12.
, untuk menambahkan bobot ke dalam setiap
unct dengan konstruksi pada teorema 3.2.3 e
h himpunan yang semuanya saling lep
pi dalam hal ini, tidak semua matriks ( − 1) −
ke dalam setiap kolomnya sehingga irisan m
lgoritma penentuan bobot dalam setiap kolom
gai berikut :
matika XVII - 2014
2014, ITS, Surabaya
bobot
pat ditambah bobot
ka :
bobot (ruang dengan
h bobot, langkah
kan ) kemudian
adalah 1 (hal ini
ya tidak lebih dari
entri adalah 1
si dengan entri 1.
apus
sisa yang terhapus
riks tersebut sama
uanya saling lepas,
iap kolom matriks
ekivalen dengan
lepas, dengan =
) − disjunct dapat
n maksimumnya 1.
kolomnya, diperoleh
33
55. 1. Matriks ( −
∑ min |
2. Matriks (
∑ max |
Contoh 3.3.1
1. Misalkan dibe
dari representa
• | | = ∑
• | | = ( −
• ∑ min
sehingga ∑
dapat ditambah bobot
2. Misalkan dibe
dari representa
• | | = ∑
• | | = ( −
• ∑ min
sehingga ∑
ditambah bobot
Prosiding Konferensi Nasional Matema
11 - 14 Juni 2014, I
− 1) − disjunct tidak dapat ditambah
| > | |
− 1) − disjunct dapat ditambah
| | < | |
n diberikan matriks representasi sebagai berikut :
ntasi dan setelah dianalisa lebih lanjut diperoleh ha
∑ = 108
− ) − | | = (11 − 2)20 − 108 = 72
in | | = 151
min | | > | |, akibatnya matriks represe
bah bobot lagi.
n diberikan matriks representasi sebagai berikut :
ntasi dan setelah dianalisa lebih lanjut diperoleh ha
∑ = 64
− ) − | | = (16 − 2)20 − 64 = 216
in | | = 191
max | | < | |, akibatnya matriks represe
h bobot lagi, dan salah satu hasil penambahan bobot
matika XVII - 2014
2014, ITS, Surabaya
h bobot ketika
h bobot ketika
:
oleh hasil
presentasinya tidak
:
oleh hasil
presentasinya dapat
n bobotnya adalah
34