Studi ini mengevaluasi tingkat keberhasilan dan faktor risiko kegagalan prosedur re-DMEK pada mata dengan riwayat kegagalan DMEK primer. Dari 40 mata yang menjalani re-DMEK, 30% mengalami kegagalan operasi. Faktor risiko utama kegagalan re-DMEK adalah adanya komplikasi segmen anterior mata seperti sejarah operasi glaukoma. Studi ini menyimpulkan bahwa re-DMEK merupakan pilihan yang men
6. Tujuan : Untuk mengevaluasi tingkat kesuksesan re-DMEK dan mengidentifikasi faktor
risiko kegagalan re-DMEK
Design : observasional case series/ retrospektif observasional
Metode : Institusional (menggunakan data pasien dan chart)
Mata dengan riwayat kegagalan DMEK primer yang menjalani re-DMEK pada 2013-2019 di Toronto Western
Hospital dan Kensington Eye Institute (Toronto, Ontario, Kanada) dengan periode follow-up paling sedikit 6
bulan. Luaran utama : factor factor yang dapat diprediksi sebagai outcome pada re-DMEK
Hasil : dari 590 operasi DMEK, sebesar 40 mata menjalani re-DMEK setelah kegagalan pada operasi yang
pertama, penyebab nya adalah Fuchs endothelial corneal dystrophy (32.5%), pseudophakic bullous
keratopathy (35%), previous failed graft (27.5%), and other in- dications (5%).
55 persen dari 40 mata tersebut mengalami komplikasi pada anterior segmen yaitu 11 eyes with previous
glaucoma surgery, 7 eyes post–penetrating keratoplasty, 4 eyes post–Descemet stripping automated
endothelial keratoplasty, 3 eyes peripheral anterior synechia, 3 eyes previous pars plana vitrectomy, 2
eyes aphakia, and 1 eye each with aniridia, anterior chamber intraocular lens, and iris-fixated in- traocular
lens.
12 mata (30 persen) dari 40 mata mengalami kegagalan operasi re-DMEK, karena
7. PICO
The risk factor for re-DMEK failure was the presence of a complicated anterior segment
(P = .01, odds ratio = 17.0 [95% confidence interval: 1.92-150.85]), with 50% re-DMEK
failure rate in this subgroup.
• CONCLUSION: re-DMEK merupakan salah satu pilihan yang menjanjikan dalam kasus
PGF, terutama pada kasus FED, sebagai indikasi dari primary DMEK tanpa penyakit mata
lainnya
8. PENGENALAN ALAT:
1.Pada jurnal ini disebutkan bahwa FECD dan PBK merupakan salah satu etiologi dari DMEK Primer,
Primer, dapatkah presentan menjelaskan mengenai FEDC dan PBK?
DIVISI:
2. Dapatkan presentan menjelaskan lebih lanjut mengenai jenis keratoplasti dan indikasi
pemilihannya pada kasus disfungsi endotel kornea?
3. Pada proses persiapan graft donor tadi disebutkan mengenenai Melles Technique? Bisa kan
9. Kelainan Endotel
Kornea yang bersifat
Kongenital
-
Penurunan VA perlahan
- Silau sat melihat
sumber cahaya
- Gejala lebih dirasakan
saat bangun pagi
•- Wanita
•- Usia 40 tahunan
•- Jarang ditemukan pada
usia muda
- Cornea guttae (dari
sentral ke perifer)
- Dapat berbentuk
confluent membentuk
“beaten metal”
FECD
10. STAGE I
STAGE I
•Cornea guttae are
first evident centrally
and then spread
toward the periphery
STAGE II
STAGE II
•Endothelial
decompensation and
stromal edema
STAGE III
STAGE III
•Stromal edema may
worsen, causing
bullous keratopathy
STAGE IV
Subepithelial
fibrosis, scarring,
and peripheral
superficial
vascularization
secondary to
chronic edema
occur in end-stage
disease
11. Medical Therapy
Hypertonic Saline eye drop extra water out from
stroma
BCL --> reduce pain when ruputured bullae occurred
Medical Follow Up
Depends on Severity
Mild 6-12 bulan
Severe in closed time
BCL usage patient very close follow up due tu infection
12. Surgical Follow up
Daily, weekly, annualy
To monitoring, graft rejection, IOP, visual acuity, effect
on prolong steroid used
Surgery
PK advance FECD, scar cornea from chronic sweling
DSEK standart treatment in US (DSAEK) for early to
moerate FECD
DMEK same indication as DMEK, but different
proscedure
DWEK if affect only central cornea endothelium
13. development of irreversible corneal
edema after cataract surgery and
intraocular lens (IOL)
implantation
•SYMPTOMPS:
•- decrease in VA
•Discomfort and pain due to swelling of
epithelium
•Or ruptured of corneal bullae
RISK FACTORS:
Pre-existing Fuch’s corneal dystrophy
•(ACIOL)
•Previous intraocular surgery
•Shallow anterior chamber
•Glaucoma
•Systemic conditions (diabetes, chronic
obstructive pulmonary disease)
SIGN:
Corneal edema (epithelial, stromal, and
endothelial)
Endothelial folds, Epithelial bullae
Stromal haze and scar formation
Epithelial defect
Increased corneal thicknes
PBK
Pseudophakic
Bullous
Keratopathy
16. Medical Therapy
Hypertonic Saline eye drop extra water out from
stroma
Ruptured cornea bullae antibiotics + lubricating ed
BCL symptomatic relief
Surgery
Corneal Transplant DMEK has shown to have better graft survival
and lower rejection rates for cases of PBK when compared to PK or DSAEK.
AMT helps in pain control by its composition of various growth factors
and protease inhibitors which promote epithelial cells migration and
adhesion to the underlying basement membrane.
17.
18. Resource : Indian J Med Res 150, July 2019, Pp 7-22
Rashmi Singh, Noopur Gupta, M. Vanathi & Radhika Tandon Cornea, Cataract &
Refractive Services, Dr Rajendra Prasad Centre For Ophthalmic Sciences, All India
Institute Of Medical Sciences, New Delhi, India
19. A brief review of corneal transplantation: Techniques, indications and methods of corneal preservation Koulouri I1 * and Hellwinkel OJC2 1 Department of
Ophthalmology, Massachusetts Eye and Ear Infirmary, Harvard Medical School, Boston, MA, USA 2 Department of Legal Medicine, University Medical
Center Hamburg, Eppendorf, Hamburg, Germany
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26. Supine position 1 hours
following surgery - 4 days
Follow up 1 day
27. Rebubbling in AAO 2023:
The surgeon may wish to consider
rebubbling : graft detachment extends into
into the visual axis, greater than one-third
third of the graft area is involved , rolled
rolled edges are present
1. injection with 1cc syringe to AC
2. Inject air buble anterior iris,
posterior to graft
3. Measure the IOP if high aspirate some
bubbles then re-measure
4. Cornea the following day 60% remaining
bubble, clear cornea, complete attachment
Cloudy cornea at 6-9 o’clock, confirmed with the OCT,
Rebubbling a DMEK donor detachment at the slit lamp.
Shannon Wong, MD
29. The rebubbling apparatus is assembled using a standard 43-inch IV extension tube, a 5-cc luer lock syringe, and a 27-
gauge cannula.
The cannula is screwed onto one end of the extension tubing, and a 5-cc syringe that has been filled with air is
screwed onto the opposite end.
With the patient seated at the slit lamp, the cannula is positioned in the anterior chamber by the surgeon with one
hand while the other hand operates the syringe and the joystick.
Results: We performed 5 rebubbling procedures at the slit lamp using a standard syringe and cannula. Despite
suboptimal ergonomics with this approach, all of these cases achieved sufficient air fills without any complications.
Four rebubbling procedures were subsequently performed at the slit lamp using our novel rebubbling technique.
All of these cases also attained sufficient air fills without complications, but they were noted to be much easier to
perform by the surgeon.
clusions: Using IV extension tubing to couple a syringe to a cannula for rebubbling DMEK grafts at the slit lamp is
ergonomically superior to the conventional alternative of using a standard cannula on a syringe. The technique is also
simple and inexpensive to adopt.
30. Peralatan rebubbling dirakit menggunakan tabung ekstensi IV standar 43 inci, jarum
suntik kunci luer 5 cc, dan kanula ukuran 27. Kanula disekrup ke salah satu ujung
pipa ekstensi, dan semprit 5 cc yang telah diisi udara disekrupkan ke ujung yang
berlawanan.
Dengan pasien duduk di lampu celah, kanula diposisikan di ruang anterior oleh ahli
bedah dengan satu tangan sementara tangan lainnya mengoperasikan jarum suntik
dan joystick. Hasil: Kami melakukan 5 prosedur rebubbling pada slit lamp
menggunakan spuit dan kanula standar. Meskipun ergonomi suboptimal dengan
pendekatan ini, semua kasus ini mencapai pengisian udara yang cukup tanpa
komplikasi.
Empat prosedur penggelembungan kemudian dilakukan pada lampu celah
menggunakan teknik penggelembungan baru kami. Semua kasus ini juga mencapai
pengisian udara yang cukup tanpa komplikasi, tetapi tercatat lebih mudah dilakukan
oleh ahli bedah.
Kesimpulan: Penggunaan selang ekstensi IV untuk memasangkan semprit ke kanula
untuk merebus cangkok DMEK pada slit lamp secara ergonomis lebih unggul
daripada alternatif konvensional menggunakan kanula standar pada semprit. Teknik
ini juga sederhana dan murah untuk diadopsi.
34. Beberapa tahun belakangan DMEK sering digunakan sebagai terapi untuk distrofi kornea
Dibandingan dengan DSEAK (masih pake stroma posterior)
DMEK memperoleh :
- hasil visual outcome yang lebih baik,
recovery nya lebih cepet dari DSEAK , dan
menurunkan angka graft reject
DMEK tapi lbh susah untuk dikerjakan, inkomplit atau delayed corneal clearing dan detach
secara partial ataupun komplit
PGF (Primary Graft Failure) terjadi pada 0-9 % dari DMEK
Komplikasi lebih sering ditemukan pada mata mata yang memiliki riwayat operasi glaucoma,
PKP, dan vitrektomized eye sebelumnya
SGF (secondary GF) : terjadi 6% dalam 10 tahun terjadi pada pasien Fuchs Dyst,
35. Survival rate 4 year of 27% DMEK dengan riwayat operasi glaucoma sebelumnya
Pada kasus PGF atau SGF, pengulangan transplant kornea sangat dibutuhkan
Pasa sebuah study (Dafpus no 11-14) angka keberhasilan re-DMEK menunjukkan hasil
yang sebanding dengan DMEK yg pertama pada pasien Fuchs
Tapi masih kurangnya data mengenai
1. tingkat kesuksesan
2. factor resiko kegagalan
Pada mata dengan kompliakasi (post vitrek, pernah operasi glaucoma, previous PKP, atau
DSAEK)
Jadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kembali :
1. tingkat sukses dan
2. hasil luaran dari prosedur reDMEK
3. identifikasi factor resiko apa yang berpengaruh pada kegagalan reDMEK , ( diantara pasien
dengan kegagalan primary DMEK)
36.
37. PICO
1.apakah kriteria kegagalan DMEK?
Indikasi re DMEK
Yg termasuk daru PGF dan SGF
DMEK with phaco atau other prosedur apa berpengaruh terhadap kegagalan
DMEK? Datanya ga?
38. Pasien diperiksa ulang pada 1 minggu, 1 bulan, triwulanan untuk tahun pertama pasca operasi,
semesteran untuk tahun kedua pascaoperasi, dan setiap tahun sesudahnya.
Rebubbling dilakukan jika detasemen graft melibatkan lebih dari sepertiga dari graft.20
PGF didefinisikan sebagai cangkok yang terlepas sepenuhnya atau cangkok yang terlepas
sebagian dengan edema kornea sentral, yang tidak membaik setelah rebubbling atau ketika
kornea tidak bersih pasca operasi meskipun cangkok terpasang.
SGF didefinisikan sebagai dekompensasi kornea setelah pencangkokan DMEK yang awalnya
fungsional.21
Penolakan cangkok endotel didefinisikan sebagai adanya peradangan yang dibuktikan dengan
sel ruang anterior, endapan keratik atau garis penolakan endotel, dan/atau adanya edema
kornea dengan injeksi konjungtiva dan gejala nyeri atau sensitivitas cahaya.2,22
39. Etiologi tersering kegagalan DMEK primer adalah PGF (23 mata, 57,5%)
Apa jenis PGF nya? Apa saja termasuk PGF dan SGF
Cari jurnal ini di daftar Pustaka (Price et al. 93% , Agha et al. 85%, dan Moura-
Coelho et al. 80% )
40. Waktu survival adalah catatan waktu yang dicapai suatu objek sampai terjadinya
peristiwa tertentu yang disebut sebagai failure event. Untuk menentukan waktu
survival, T, secara tepat terdapat tiga elemen yang harus diperhatikan yaitu:Waktu
awal (time origin) tidak ambigu, artinya tidak ada dua pengertian atau lebih.
Data continue student t –test
Kategorikal x2 atau fisher
Regresi logistic biner
41. Analisis statistika yang sering digunakan pada bidang kesehatan untuk mengetahui ketahanan hidup seseorang adalah analisis survival. Analisis survival
merupakan analisis mengenai data yang diperoleh dari catatan waktu yang dicapai suatu obyek sampai terjadinya peristiwa khusus (failure event).Salah satu
metode yang sering digunakan dalam analisis survival nonparametrik adalah analisis Kaplan Meier yang dilanjutkan dengan uji Log Rank. Analisis Kaplan Meier
digunakan untuk mengestimasi fungsi survival.
Kemudian dari estimasi fungsi survival dapat dibentuk kurva survival Kaplan Meier. Sedangkan uji Log Rank digunakan untuk menguji apakah terdapat
perbedaan atau tidak dalam kurva survival Kaplan Meier pada variabel-variabel yang mempunyai kategori dua atau lebih(Kleinbaum dan Klein, 2005).
Berdasarkan pemaparan diatas, maka penelitian ini menggunakan analisis Kaplan Meier dan Uji Log Rank untuk mengetahui perbedaan kurva survivalpada
setiap kategori variabelusia, jenis kelamin, stadium, status penyakit, komplikasi dan status anemia, beserta probabilitas ketahanan hidup pada data survival
pasien PJK di RSUD Undata Palu.
2. TINJAUANPUSTAKA
2.1. Analisis Survival Menurut Kleinbaum dan Klein (2005), analisis survival merupakan kumpulan metode statistika yang digunakan untuk menganalisis data di
mana outcome variabel yang diteliti adalah waktu sampai suatu kejadian (event) muncul. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menentukan waktu kegagalan
menurut Cox dan Oakes (1984) dalam Inayati dan Purnami (2015), adalah: 1. Waktu awal (starting point) pada penelitian tidak ambigu. 2. Skala pengukuran
sebagai bagian dari waktu (measurement scale for the passage of time) yang konsisten. 3. Kejelasan definisi kejadian akhir (ending event of interest) pada
penelitian.
2.2. Data Tersensor Penyensoran adalah salah satu langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi ketidaklengkapan suatu data pengamatan. Penyensoran
terjadi apabila kita mempunyai informasi tentang waktu survival individu, tetapi tidak diketahui secara pasti waktu survivalnya, maka data tersebut termasuk
data tersensor. Menurut Kleinbaum dan Klein (2005) terdapat tiga penyebab terjadinya data tersensor, yaitu: 1. Individu tidak mengalami kejadian yang diteliti
sampai akhir pengamatan, 2. Individu yang hilang dari pengamatan selama masa penelitian, 3. Individu mengundurkan diri dari penelitian karena kematian (jika
kematian bukan kejadian yang diteliti) atau alasan lainnya. JURNAL GAUSSIAN Vol. 7, No. 1, Tahun 2018 Halaman 34
2.3. Fungsi Survival dan Fungsi Hazard Menurut Kleinbaum dan Klein (2005) pada analisis survival terdapat dua macam fungsi utama yaitu fungsi survival (S(t))
dan fungsi hazard (h(t)). Fungsi survival S(t) adalah probabilitas suatu objek bertahan setelah waktu ke-t, dinyatakan sebagai berikut: 𝑆(𝑡) = 𝑃(𝑇 > 𝑡) 𝑡 ≥ 0 Fungsi
hazard h(t) merupakan probabilitas suatu individu gagal pada interval waktu t. Dengan demikian fungsi hazard dapat diartikan sebagai kebalikan dari fungsi
survival. ℎ(𝑡) = lim ∆𝑡→0 P(t ≤ T < 𝑡 + ∆𝑡 | 𝑇 ≥ 𝑡) ∆t Sehingga hubungan antara fungsi survival dan fungsi hazard dapat dinyatakan sebagai berikut: ℎ(𝑡) = 𝑓(𝑡) S(t)
2.4. Kurva Survival Kaplan Meier dan Uji Log Rank Menurut Kleinbaum dan Klein (2005) analisis Kaplan Meier digunakan untuk menaksir fungsi survival.
Berikut merupakan persamaan umum dari fungsi survival yang digunakan untuk membentuk kurva survival Kaplan Meier. Ŝ(𝑡(𝑗)) = Ŝ(𝑡(𝑗−1) × 𝑃𝑟 ̂ (𝑇 > 𝑡(𝑗) |𝑇 ≥ 𝑡(𝑗))
dimana, Ŝ(𝑡(𝑗−1)) = ∏𝑃𝑟 ̂ (𝑇 > 𝑡(𝑗) |𝑇 ≥ 𝑡(𝑗) 𝑗−1 𝑖=1 ) Hasil kurva survival Kaplan Meier yang terbentuk, kemudian dibandingkan apakah terdapat perbedaan antar
kurva survival menggunakan uji Log Rank. Uji Log Rank merupakan uji yang digunakan untuk membandingkan kurva survival dalam grup yang berbeda. Dengan
hipotesis untuk uji Log Rank sebagai berikut: H0 : tidak ada perbedaan antar kurva survival H1 : paling sedikit ada satu perbedaan antar kurva survival Statistik
uji yang digunakan dalam uji Log Rank terbagi menjadi uji Log Rank dua grup dan uji Log Rank lebih dari dua grup. Statistik uji untuk uji Log Rank dua grup
adalah sebagai berikut: Log Rank statistics = (𝑂𝑖−𝐸𝑖 ) 2 𝑉𝑎𝑟 (𝑂𝑖−𝐸𝑖 ) Statistik uji untuk uji Log Rank lebih dari dua grup adalah sebagai berikut. Log Rank statistics
= 𝒅′𝑽 −𝟏𝒅 atau dengan rumus pendekatan Log Rank statistics 𝑋 2 ≈ ∑ (𝑂𝑖 − 𝐸𝑖) 2 𝐸𝑖 𝐺 𝑖 Hipotesis H0 akan ditolak, jika nilai p-value kurang dari α atau Log Rank
statistics ≈ 𝜒 2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔hitunglebih besar dari 𝜒 2 𝑎,𝑑𝑓dengan derajat bebas sama dengan G-1.
42. Cara aau alogaritme kapan pasien dengan kekeruhan kornea harus DMEK atau
piihan lainnya
Bagan
49. Tujuan : Untuk mengevaluasi tingkat kesuksesan re-DMEK dan mengidentifikasi faktor
risiko kegagalan re-DMEK
Design : observasional case series/ retrospektif observasional
Metode : Institusional (menggunakan data pasien dan chart)
Mata dengan riwayat kegagalan DMEK primer yang menjalani re-DMEK pada 2013-2019 di Toronto Western
Hospital dan Kensington Eye Institute (Toronto, Ontario, Kanada) dengan periode follow-up paling sedikit 6
bulan. Luaran utama : factor factor yang dapat diprediksi sebagai outcome pada re-DMEK
Hasil : dari 590 operasi DMEK, sebesar 40 mata menjalani re-DMEK setelah kegagalan pada operasi yang
pertama, penyebab nya adalah Fuchs endothelial corneal dystrophy (32.5%), pseudophakic bullous
keratopathy (35%), previous failed graft (27.5%), and other in- dications (5%).
55 persen dari 40 mata tersebut mengalami komplikasi pada anterior segmen yaitu 11 eyes with previous
glaucoma surgery, 7 eyes post–penetrating keratoplasty, 4 eyes post–Descemet stripping automated
endothelial keratoplasty, 3 eyes peripheral anterior synechia, 3 eyes previous pars plana vitrectomy, 2
eyes aphakia, and 1 eye each with aniridia, anterior chamber intraocular lens, and iris-fixated in- traocular
lens.
12 mata (30 persen) dari 40 mata mengalami kegagalan operasi re-DMEK, karena
50. PICO
The risk factor for re-DMEK failure was the presence of a complicated anterior segment
(P = .01, odds ratio = 17.0 [95% confidence interval: 1.92-150.85]), with 50% re-DMEK
failure rate in this subgroup.
• CONCLUSION: re-DMEK merupakan salah satu pilihan yang menjanjikan dalam kasus
PGF, terutama pada kasus FED, sebagai indikasi dari primary DMEK tanpa penyakit mata
lainnya
51. Kelainan Kornea Kongenital
Tanda dan Gejala
- Penurunan penglihatan perlahan yang fluktuatif
-
Kelainan Kornea
Kongenital
FECD
52.
53. Beberapa tahun belakangan DMEK sering digunakan sebagai terapi untuk distrofi kornea
Dibandingan dengan DSEAK (masih pake stroma posterior)
DMEK memperoleh :
- hasil visual outcome yang lebih baik,
recovery nya lebih cepet dari DSEAK , dan
menurunkan angka graft reject
DMEK tapi lbh susah untuk dikerjakan, inkomplit atau delayed corneal clearing dan detach
secara partial ataupun komplit
PGF (Primary Graft Failure) terjadi pada 0-9 % dari DMEK
Komplikasi lebih sering ditemukan pada mata mata yang memiliki riwayat operasi glaucoma,
PKP, dan vitrektomized eye sebelumnya
SGF (secondary GF) : terjadi 6% dalam 10 tahun terjadi pada pasien Fuchs Dyst,
54. Survival rate 4 year of 27% DMEK dengan riwayat operasi glaucoma sebelumnya
Pada kasus PGF atau SGF, pengulangan transplant kornea sangat dibutuhkan
Pasa sebuah study (Dafpus no 11-14) angka keberhasilan re-DMEK menunjukkan hasil
yang sebanding dengan DMEK yg pertama pada pasien Fuchs
Tapi masih kurangnya data mengenai
1. tingkat kesuksesan
2. factor resiko kegagalan
Pada mata dengan kompliakasi (post vitrek, pernah operasi glaucoma, previous PKP, atau
DSAEK)
Jadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kembali :
1. tingkat sukses dan
2. hasil luaran dari prosedur reDMEK
3. identifikasi factor resiko apa yang berpengaruh pada kegagalan reDMEK , ( diantara pasien
dengan kegagalan primary DMEK)
55.
56. PICO
1.apakah kriteria kegagalan DMEK?
Indikasi re DMEK
Yg termasuk daru PGF dan SGF
DMEK with phaco atau other prosedur apa berpengaruh terhadap kegagalan
DMEK? Datanya ga?
57. Pasien diperiksa ulang pada 1 minggu, 1 bulan, triwulanan untuk tahun pertama pasca operasi,
semesteran untuk tahun kedua pascaoperasi, dan setiap tahun sesudahnya.
Rebubbling dilakukan jika detasemen graft melibatkan lebih dari sepertiga dari graft.20
PGF didefinisikan sebagai cangkok yang terlepas sepenuhnya atau cangkok yang terlepas
sebagian dengan edema kornea sentral, yang tidak membaik setelah rebubbling atau ketika
kornea tidak bersih pasca operasi meskipun cangkok terpasang.
SGF didefinisikan sebagai dekompensasi kornea setelah pencangkokan DMEK yang awalnya
fungsional.21
Penolakan cangkok endotel didefinisikan sebagai adanya peradangan yang dibuktikan dengan
sel ruang anterior, endapan keratik atau garis penolakan endotel, dan/atau adanya edema
kornea dengan injeksi konjungtiva dan gejala nyeri atau sensitivitas cahaya.2,22
58. Etiologi tersering kegagalan DMEK primer adalah PGF (23 mata, 57,5%)
Apa jenis PGF nya? Apa saja termasuk PGF dan SGF
Cari jurnal ini di daftar Pustaka (Price et al. 93% , Agha et al. 85%, dan Moura-
Coelho et al. 80% )
59. Waktu survival adalah catatan waktu yang dicapai suatu objek sampai terjadinya
peristiwa tertentu yang disebut sebagai failure event. Untuk menentukan waktu
survival, T, secara tepat terdapat tiga elemen yang harus diperhatikan yaitu:Waktu
awal (time origin) tidak ambigu, artinya tidak ada dua pengertian atau lebih.
Data continue student t –test
Kategorikal x2 atau fisher
Regresi logistic biner
60. Analisis statistika yang sering digunakan pada bidang kesehatan untuk mengetahui ketahanan hidup seseorang adalah analisis survival. Analisis survival
merupakan analisis mengenai data yang diperoleh dari catatan waktu yang dicapai suatu obyek sampai terjadinya peristiwa khusus (failure event).Salah satu
metode yang sering digunakan dalam analisis survival nonparametrik adalah analisis Kaplan Meier yang dilanjutkan dengan uji Log Rank. Analisis Kaplan Meier
digunakan untuk mengestimasi fungsi survival.
Kemudian dari estimasi fungsi survival dapat dibentuk kurva survival Kaplan Meier. Sedangkan uji Log Rank digunakan untuk menguji apakah terdapat
perbedaan atau tidak dalam kurva survival Kaplan Meier pada variabel-variabel yang mempunyai kategori dua atau lebih(Kleinbaum dan Klein, 2005).
Berdasarkan pemaparan diatas, maka penelitian ini menggunakan analisis Kaplan Meier dan Uji Log Rank untuk mengetahui perbedaan kurva survivalpada
setiap kategori variabelusia, jenis kelamin, stadium, status penyakit, komplikasi dan status anemia, beserta probabilitas ketahanan hidup pada data survival
pasien PJK di RSUD Undata Palu.
2. TINJAUANPUSTAKA
2.1. Analisis Survival Menurut Kleinbaum dan Klein (2005), analisis survival merupakan kumpulan metode statistika yang digunakan untuk menganalisis data di
mana outcome variabel yang diteliti adalah waktu sampai suatu kejadian (event) muncul. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menentukan waktu kegagalan
menurut Cox dan Oakes (1984) dalam Inayati dan Purnami (2015), adalah: 1. Waktu awal (starting point) pada penelitian tidak ambigu. 2. Skala pengukuran
sebagai bagian dari waktu (measurement scale for the passage of time) yang konsisten. 3. Kejelasan definisi kejadian akhir (ending event of interest) pada
penelitian.
2.2. Data Tersensor Penyensoran adalah salah satu langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi ketidaklengkapan suatu data pengamatan. Penyensoran
terjadi apabila kita mempunyai informasi tentang waktu survival individu, tetapi tidak diketahui secara pasti waktu survivalnya, maka data tersebut termasuk
data tersensor. Menurut Kleinbaum dan Klein (2005) terdapat tiga penyebab terjadinya data tersensor, yaitu: 1. Individu tidak mengalami kejadian yang diteliti
sampai akhir pengamatan, 2. Individu yang hilang dari pengamatan selama masa penelitian, 3. Individu mengundurkan diri dari penelitian karena kematian (jika
kematian bukan kejadian yang diteliti) atau alasan lainnya. JURNAL GAUSSIAN Vol. 7, No. 1, Tahun 2018 Halaman 34
2.3. Fungsi Survival dan Fungsi Hazard Menurut Kleinbaum dan Klein (2005) pada analisis survival terdapat dua macam fungsi utama yaitu fungsi survival (S(t))
dan fungsi hazard (h(t)). Fungsi survival S(t) adalah probabilitas suatu objek bertahan setelah waktu ke-t, dinyatakan sebagai berikut: 𝑆(𝑡) = 𝑃(𝑇 > 𝑡) 𝑡 ≥ 0 Fungsi
hazard h(t) merupakan probabilitas suatu individu gagal pada interval waktu t. Dengan demikian fungsi hazard dapat diartikan sebagai kebalikan dari fungsi
survival. ℎ(𝑡) = lim ∆𝑡→0 P(t ≤ T < 𝑡 + ∆𝑡 | 𝑇 ≥ 𝑡) ∆t Sehingga hubungan antara fungsi survival dan fungsi hazard dapat dinyatakan sebagai berikut: ℎ(𝑡) = 𝑓(𝑡) S(t)
2.4. Kurva Survival Kaplan Meier dan Uji Log Rank Menurut Kleinbaum dan Klein (2005) analisis Kaplan Meier digunakan untuk menaksir fungsi survival.
Berikut merupakan persamaan umum dari fungsi survival yang digunakan untuk membentuk kurva survival Kaplan Meier. Ŝ(𝑡(𝑗)) = Ŝ(𝑡(𝑗−1) × 𝑃𝑟 ̂ (𝑇 > 𝑡(𝑗) |𝑇 ≥ 𝑡(𝑗))
dimana, Ŝ(𝑡(𝑗−1)) = ∏𝑃𝑟 ̂ (𝑇 > 𝑡(𝑗) |𝑇 ≥ 𝑡(𝑗) 𝑗−1 𝑖=1 ) Hasil kurva survival Kaplan Meier yang terbentuk, kemudian dibandingkan apakah terdapat perbedaan antar
kurva survival menggunakan uji Log Rank. Uji Log Rank merupakan uji yang digunakan untuk membandingkan kurva survival dalam grup yang berbeda. Dengan
hipotesis untuk uji Log Rank sebagai berikut: H0 : tidak ada perbedaan antar kurva survival H1 : paling sedikit ada satu perbedaan antar kurva survival Statistik
uji yang digunakan dalam uji Log Rank terbagi menjadi uji Log Rank dua grup dan uji Log Rank lebih dari dua grup. Statistik uji untuk uji Log Rank dua grup
adalah sebagai berikut: Log Rank statistics = (𝑂𝑖−𝐸𝑖 ) 2 𝑉𝑎𝑟 (𝑂𝑖−𝐸𝑖 ) Statistik uji untuk uji Log Rank lebih dari dua grup adalah sebagai berikut. Log Rank statistics
= 𝒅′𝑽 −𝟏𝒅 atau dengan rumus pendekatan Log Rank statistics 𝑋 2 ≈ ∑ (𝑂𝑖 − 𝐸𝑖) 2 𝐸𝑖 𝐺 𝑖 Hipotesis H0 akan ditolak, jika nilai p-value kurang dari α atau Log Rank
statistics ≈ 𝜒 2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔hitunglebih besar dari 𝜒 2 𝑎,𝑑𝑓dengan derajat bebas sama dengan G-1.
61. Cara aau alogaritme kapan pasien dengan kekeruhan kornea harus DMEK atau
piihan lainnya
Bagan