SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
1. Pengertian moderasi beragama
Kata “moderasi” memiliki korelasi dengan beberapa istilah. Dalam bahasa Inggris, kata “moderasi” berasal
dari kata moderation, yang berarti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Juga terdapat kata moderator,
yang berarti ketua (of meeting), pelerai, penengah (of dispute). Kata moderation berasal dari bahasa
Latin moderatio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata “moderasi” berarti penghidaran kekerasan atau penghindaran keekstreman. Kata ini
adalah serapan dari kata “moderat”, yang berarti sikap selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan
yang ekstrem, dan kecenderungan ke arah jalan tengah. Sedangkan kata “moderator” berarti orang yang
bertindak sebagai penengah (hakim, wasit, dan sebagainya), pemimpin sidang (rapat, diskusi) yang menjadi
pengarah pada acara pembicaraan atau pendiskusian masalah, alat pada mesin yang mengatur atau
mengontrol aliran bahan bakar atau sumber tenaga.
Jadi, ketika kata “moderasi” disandingkan dengan kata “beragama”, menjadi “moderasi beragama”, maka
istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam
praktik beragama. Gabungan kedua kata itu menunjuk kepada sikap dan upaya menjadikan agama sebagai
dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) dan
selalu mencari jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan
bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia.
2. Prinsip dasar moderasi: adil dan berimbang
Ada tiga prinsip moderasi beragama yang patut kita pahami sebagai upaya membangun kerukunan
antarumat beragama, yaitu mengakui, menghargai, dan bekerja sama
a. sikap mengakui adanya perbedaan merupakan prinsip dasar dalam moderasi beragama. Syarat
membangun kerukunan umat beragama itu harus ada sikap mengakui. Jadi kerukunan umat
beragama dibangun dari adanya sikap mengakui orang lain yang berbeda dari kita. Sikap ini tidak
akan menganggu orang terhadap keyakinannya sendiri.
b. kerukunan terbangun ketika ada saling menghargai. Menurutnya, membangun kerukunan tidak
cukup hanya mengakui adanya perbedaan, tapi juga harus menghargai perbedaan itu.jadi ternyata
tidak cukup dengan mengakui ada perbedaan, tetapi juga harus menghargai orang yang berbeda
dengan kita, tanpa harus kita mencampuradukkan dengan keyakinan kita. Ini yang disebut dengan
pluralitas.
c. saling kerja sama dalam mengatasi persoalan-persoalan di tengah masyarakat. Sebagai umat
beragama yang hidup dalam negeri yang sama, NKRI, maka sudah sepantasnya untuk saling bekerja
sama tanpa melihat perbedaan yang ada.Untuk menghadapi persoalan di negara ini, kita harus
bekerja sama dengan semua komponen, termasuk dengan orang yang berbeda keyakinan dengan kita.
Itu syarat kerukunan yang harus menjadi pegangan kita semua. Ini tidak bisa terwujud apabila sikap
keberagamaannya tidak moderat. Orang yang tidak moderat tidak mungkin mengakui, menghargai,
apalagi mau bekerja sama.
3. Landasan moderasi dalam tradisi berbagai
Moderasi dalam Islam
Ajaran wasathiyah, seperti telah dijelaskan pengertiannya, adalah salah satu ciri dan esensi ajaran agama.
Kata itu memiliki, setidaknya, tiga makna, yakni: pertama bermakna
tengah-tengah; kedua bermakna adil; dan ketiga bermakna yang terbaik. Ketiga makna ini tidak berarti
berdiri sendiri atau tidak saling berkaitan satu sama lain, karena sikap berada
di tengah-tengah itu seringkali mencerminkan sikap adil dan pilihan terbaik.
Dari sejumlah tafsiran, istilah “wasatha” berarti yang dipilih, yang terbaik, bersikap adil, rendah hati,
moderat, istiqamah, mengikuti ajaran, tidak ekstrem, baik dalam halhal yang berkaitan dengan duniawi atau
akhirat, juga tidak ekstrem dalam urusan spiritual atau jasmani, melainkan tetap seimbang di antara
keduanya.
Secara lebih terperinci, wasathiyah berarti sesuatu yang baik dan berada dalam posisi di antara dua kutub
ekstrem. Oleh karena itu, ketika konsep wasathiyah dipraktikkan dalam kehidupan seharihari, orang tidak
akan memiliki sikap ekstrem.
Dalam berbagai kajian, ‘wasathiyat Islam’, sering diterjemahkan sebagai ‘justly – balanced Islam’, ‘the
middle path’ atau ‘the middle way’ Islam, di mana Islam berfungsi
memediasi dan sebagai penyeimbang. Istilah-istilah ini menunjukkan pentingnya keadilan dan
keseimbangan serta jalan tengah untuk tidak terjebak pada ekstremitas dalam
beragama. Selama ini konsep wasathiyat juga dipahami dengan merefleksikan prinsip moderat (tawassuth),
toleran (tasamuh), seimbang (tawazun), dan adil (i`tidal). Dengan
demikian, istilah ummatan wasathan sering juga disebut sebagai ‘a just people’ atau ‘a just community’,
yaitu masyarakat atau komunitas yang adil.
4. Indikator moderasi beragama
1) Pertama adanya keterbukaan : Keterbukaan di sini artinya masih mau menerima kritik ataupun masukan
masukan dari orang lain. Jadi kalau ada orang yang tidak mau dikritik, merasa dirinya paling benar, berarti
orang tersebut belum moderat dalam beragama. Ketika ada perbedaan-perbedaan pendapat, orang moderat
itu mau untuk mendiskusikannya.
2) Mengutamakan berpikir kritis : Dalam peradaban kehidupan beragama itu kita harus dapat
mengembangkan pemikiran kritis disebabkan pemahaman terhadap sumber-sumber keagamaan, misalnya
untuk umat Islam yang bersumber pada Al-Qur'an dan Hadist membutuhkan kreativitas untuk berpikir. Kita
harus tahu bagaimana cara kita mendefinisikan mana sunnah muakkad dan mana yang sunnah Ghoiru
muakkad. Jadi bukan secara tekstualitas kita memahaminya. Dibutuhkan pendekatan-pendekatan ilmu, baik
ilmu antropologi, sosiologi juga sejarah.
3). Sadar akan keterbatasan diri ini bisa disebut juga sekaligus dengan tawadhu. Dengan modal ilmu saja
tidak cukup dan jelas akan dapat menjadikan liberal/bebas, sehingga akal itu harus dijaga dengan kesadaran
akan keterbatasan diri, dengan demikian ini akan menjadikan dirinya tidak semena-mena atau tidak merasa
paling benar. Kebebasan berpikir ini ternyata memiliki batas pemikiran. Sehebat apapun kita, pastinya
memiliki keterbatasan, sehingga tidak boleh seseorang ulama atau seorang ahli mendewa-dewakan
pemikirannya lalu menyalahkan pemikiran ulama ataupun orang lain. Diri orang moderat itu tidak mudah
menyalahkan orang lain malah sebaliknya justru lebih sering menyalahkan dirinya sendiri.
4). Berorientasi pada kemanusiaan atau keutamaan umat artinya memberikan kemudahan pada orang lain,
jadi senantiasa berfikir bersikap toleransi, bisa menghargai kebenaran yang berbeda, dan mau
mendiskusikannya bersama.Jadi dari keempat ciri moderasi beragama yang telak saya sampaikan tersebut
itu nantinya hendaknya akan semakin menjadi penguat bagi kita semua sesama pemeluk agama, nanti nya
ciri- ciri tersebut bisa kita sesuaikan dengan kondisi kita masing-masing, kita sesuaikan dengan keseharian
kita. Harapan saya setelah ini kita paham akan makna moderasi beserta indikator-indikatornya dan siap
untuk dapat menjalankan agama dengan baik atau beragama secara moderat.
5. Moderasi diantara ekstrem kiri dan ekstrim kanan
Baik ekstrem kiri maupun ekstrem kanan, keduanya ibarat gerak sentrifugal dari sumbu tengah menuju salah
satu sisi paling ekstrem. Mereka yang berhenti pada cara pandang, sikap, dan perilaku beragama secara
liberal akan cenderung secara ekstrem mendewakan akalnya dalam menafsirkan ajaran agama, sehingga
tercerabut dari teksnya, sementara mereka yang berhenti di sisi sebaliknya secara ekstrem akan secara rigid
memahami teks agama tanpa mempertimbangkan konteks. Moderasi beragama bertujuan untuk menengahi
kedua kutub ekstrem ini, dengan menekankan pentingnya internalisasi ajaran agama secara substantif di satu
sisi, dan melakukan kontekstualisasi teks agama di sisi lain. (Hal 47)
Pandangan keagamaan sebagian sarjana Muslim yang menghalalkan hubungan seks di luar nikah misalnya,
adalah contoh tafsir liberal yang dapat dikategorikan sebagai ekstrem kiri. Meski tafsir ini juga didasarkan
pada teks Alquran tentang milk al-yamin (hamba sahaya/budak), namun penerapannya dalam konteks
sekarang dianggap oleh sebagian besar tokoh agama sudah terlalu jauh keluar dari maksud teks alias terlalu
ekstrem karena secara kultural tradisi perbudakan sudah dihilangkan.
Sebaliknya, pandangan keagamaan yang hitam putih dalam memahami teks agama juga seringkali terjebak
pada sisi ekstrem lain yang merasa benar sendiri. Dalam konteks beragama, pandangan, sikap, dan perilaku
ekstrem seperti ini akan mendorong pemeluknya untuk menolak menerima pandangan orang lain, dan
bersikukuh dengan tafsir kebenarannya sendiri. Dari sinilah muncul terma “garis keras”, ekstrem atau
ekstremisme, yang dikaitkan dengan praktik beragama yang ultra konservatif.
Salah satu ciri awal konservatisme seseorang dalam beragama adalah bahwa ia memiliki pandangan, sikap,
dan perilaku fanatik terhadap satu tafsir keagamaan saja, seraya menolak pandangan lain yang berbeda,
meski ia mengetahui adanya pandangan tersebut. Lebih dari sekadar menolak, seorang yang ultra
konservatif lebih jauh bahkan akan mengecam dan berusaha melenyapkan kehadiran pandangan orang lain
yang berbeda tersebut. Baginya, cara pandang hitam putih dalam beragama itu lebih memberikan keyakinan
ketimbang menerima keragaman tafsir yang dianggap menimbulkan kegamangan.(Hal 48)
Itu mengapa, meski jumlahnya minoritas, seorang ultra konservatif yang ekstrem umumnya lebih ‘nyaring’
dan lebih mampu menarik perhatian publik, ketimbang seorang moderat, yang cenderung diam dan reflektif.
Kemenangan kaum ekstremis bukan karena jumlahnya yang besar, melainkan karena kaum moderat
mayoritas yang diam (silent majority).
Secara konseptual, pandangan, sikap, dan praktik keagamaan yang ultra konservatif sering muncul dari cara
pandang teosentris secara ekstrem dalam beragama, dan mengabaikan dimensi antroposentrismenya.
Pandangan teosentris mendoktrin penganutnya untuk memaknai ibadah sebagai upaya “membahagiakan”
Tuhan, melalui sejumlah ritual ibadah, dalam pengertiannya yang sempit. Imajinasi “demi membela Tuhan”
yang tertanam dalam cara berfikirnya, membuat kelompok ini memaknai ibadah dan agama hanya dalam
perspektif “memuaskan hasrat ketuhanan” sembari mengabaikan nilai dan fungsi agama bagi kemanusiaan
(Masdar Hilmy, "Antroposentrisme Beragama", Kompas 4/7/2018).
Ada banyak alasan orang berkelompok menyebarkan ideologi ekstrem dan ‘keras’ dalam beragama.
Sebagian mereka mengklaim bahwa perbuatannya adalah dalam rangka mengajak kebaikan dan mencegah
kemunkaran, atau amar ma’ruf nahyi munkar; mereka juga mengaku sedang meluruskan paham, sikap, dan
perilaku umat beragama yang menurutnya sesat; sebagian lagi menjadi bagian dari kelompok ekstrem
sebagai perlawanan atas sebuah kepemimpinan negara yang dianggapnya zalim dan menyalahi ajaran agama
(thogut), dan sebagian lagi karena merasa terancam oleh ekspansi orang lain (the others), termasuk merasa
terancam oleh munculnya gerakan kelompok ekstrem liberal. (Hal 49)
Ekstremisme dan kekerasan tentu bukan bagian dari esensi ajaran agama mana pun. Itu mengapa bahwa
ideologi ekstrem tidak akan pernah mampu mempengaruhi umat beragama dalam jumlah mayoritas, karena
esensi agama sejatinya adalah untuk merawat harkat dan martabat kemanusiaan yang nilai-nilainya niscaya
diterima oleh umat kebanyakan. Mereka yang mengampanyekan pandangan dan ideologi ekstrem dalam
beragama biasanya berkelompok dalam jumlah kecil, menghindari debat atau diskusi rasional, serta lebih
cenderung memilih gerakan dan aksi radikal.
Hal yang membuat kelompok ekstrem radikal tampak lebih ‘besar’ dari sesungguhnya adalah semata karena
suara dan pandangan keagamaannya ‘berisik’ di ruang publik, sering mencari perhatian dengan melakukan
aksi di luar kebiasaan, yang tujuannya juga untuk meraih simpati. Suatu kali, dengan strateginya itu,
kelompok ini mungkin berhasil membuat masyarakat takut dan resah, tapi pada akhirnya tidak pernah
berhasil. Dakwah Nabi sendiri dilakukan dengan penuh kasih sayang.
Untuk mencegah itu, konsolidasi kelompok beragama moderat harus ditumbuhkan; egoisme kelompok harus
dihindari, demi kepentingan harmoni yang lebih besar, dan agar ekstremisme keagamaan tidak semakin
berkembang. Dalam konteks tatanan sosio-politik Indonesia, selama hampir dua dekade, ekstremisme
keagamaan menjadi perhatian semua pihak, tidak hanya di Indonesia melainkan sudah menjadi fenomena
global. Aksi kekerasan atas nama agama yang terjadi di sejumlah negara telah menimbulkan ketegangan
bagi semua kalangan yang pada kadar tertentu melahirkan gejala saling mencurigai kelompok agama
tertentu sebagai sumber kekerasan. (Hal 50)
Fenomena ekstremisme juga menjadi pengalaman pahit bagi Indonesia. Sejumlah aksi terorisme bahkan
telah merenggut ratusan nyawa tak berdosa. Ekstremisme keagamaan yang disertai kekerasan memberikan
citra suram bagi pesan keagamaan yang damai bagi semesta. Hal ini juga sangat memprihatinkan jika dilihat
dalam bingkai kebangsaan yang secara kodrati majemuk.
Demikianlah, dengan memperhatikan dampak buruk dari ekstremisme, baik ekstrem kiri, maupun ekstrem
kanan, maka visi moderasi beragama, yang pengertiannya secara konseptual telah dipaparkan di atas,
menjadi sebuah kebutuhan.
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, visi moderasi beragama juga niscaya sangat diperlukan, karena,
sebagaimana telah dikemukakan, salah satu indikator moderasi beragama adalah adanya komitmen
kebangsaan, tidak secara ekstrem memaksakan satu agama menjadi ideologi negara, tapi pada saat yang
sama juga tidak mencerabut ruh dan nilai-nilai spiritual agama dari keseluruhan ideologi negara. (Hal 51)
Moderasi beragama, yang menekankan praktik beragama jalan tengah, dapat menjadi jalan keluar, baik
untuk memperkuat upaya internalisasi nilai-nilai moral spiritual agama, maupun untuk menciptakan
kehidupan keagamaan yang nirkekerasan.
6. Mengapa moderasi beragama penting khususnya dalam tata kehidupan bangsa Indonesia?
Moderasi beragama menjadi sarana mewujudkan kemaslahatan kehidupan beragama dan berbangsa yang
harmonis, damai dan toleran bagi bangsa Indonesia yang maju. Kata moderasi dalam KBBI berasal dari
bahasa latin moderatio, yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Maka, ketika kata
moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi moderasi beragama, istilah tersebut berarti merujuk
pada sikap mengurangi kekerasaan, atau menghindari keekstreman dalam praktik. Moderasi beragama
merupakan konsep yang diharapkan dapat diimplementasikan oleh seluruh umat beragama di Indonesia
sehingga tercipta kerukunan intraumat beragama, antarumat beragama dan antarumat beragama dengan
pemerintah.
Penguatan moderasi beragama menjadi salah satu indikator utama sebagai upaya membangun kebudayaan
dan karakter bangsa. Moderasi beragama juga menjadi salah satu prioritas di Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 Kementerian Agama. Dalam konteks keIndonesiaan, moderasi
beragama dapat dijadikan sebagai strategi kebudayaan untuk merawat Indonesia yang damai, toleran dan
menghargai keragamaan. Moderasi Beragama adalah cara hidup untuk rukun, saling menghormati, menjaga
dan bertoleransi tanpa harus menimbulkan konflik karena perbedaan yang ada. Dengan penguatan moderasi
beragama diharapkan agar umat beragama dapat memposisikan diri secara tepat dalam masyarakat
multireligius, sehingga terjadi harmonisasi sosial dan keseimbangan kehidupan sosial.
Keberhasilan Moderasi Beragama dalam kehidupan masyarakat Indonesia dapat terlihat dari tingginya
empat indikator utama berikut ini serta beberapa indikator lain yang selaras dan saling bertautan:
Pertama, Komitmen kebangsaan. Penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam
konstitusi: Pancasila, UUD 1945 dan regulasi di bawahnya
Kedua, Toleransi. Menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan,
mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan pendapat. Menghargai kesetaraan dan sedia
bekerjasama
Ketiga, Anti kekerasan. Menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara
kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, dalam mengusung perubahan yang diinginkan
Keempat, Penerimaan terhadap tradisi. Ramah dalam penerimaan tradisi dan budaya lokal dalam
perilaku keagamaannya, sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama
Urgensi moderasi beragama dalam kehidupan beragama dan berbangsa antara lain: memperkuat esensi
ajaran agama dalam kehidupan masyarakat, mengelola keragaman tafsir keagamaan dengan mencerdaskan
kehidupan keberagamaan, merawat Keindonesiaan dalam bingkai NKRI.
Namun disamping itu juga ada tantangan dalam implementasi moderasi beragama, antara lain:
berkembangnya cara pandang, sikap dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrem), yang
mengesampingkan martabat kemanusiaan; berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan
kehendak atas tafsir agama serta pengaruh kepentingan ekonomi dan politik berpotensi memicu konflik;
berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI.
Tantangan dalam implementasi moderasi beragama tersebut sangat bersinggungan dengan Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia. Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) sebagai
bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak mendasar yang melekat dalam diri setiap manusia.
Setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih dan menjalankan agama atau keyakinannya sesuai hati
nurani masing-masing tanpa harus dihantui oleh rasa takut mendapatkan ancaman, tekanan, paksaan dari
luar dirinya, serta juga bebas dari adanya perlakuan diskriminatif—baik itu dilakukan oleh kelompok-
kelompok mayoritas keagamaan dalam masyarakat atau bahkan oleh negara.
Di Indonesia, kebebasan beragama dan berkeyakinan dijamin penuh oleh konstitusi dan sejumlah konvensi
yang telah diratifikasi dan disahkan oleh pemerintah Indonesia menjadi undang-undang. Dalam UUD 1945
pasca amandemen pasal 28E ayat (1) ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya”. Pasal 28E ayat (2) juga menegaskan “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya”. Sedangkan, pasal 28I ayat (1)
dalam konstitusi berbunyi “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurang dalam keadaan apapun”. Dalam pasal yang sama pada ayat (2) juga masih menekankan semangat
serupa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) memiliki landasan yuridis yang cukup kuat dalam hukum di
Indonesia. Pentingnya perlindungan dan pemenuhan hak mengenai Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
(KBB) ini sepenuhnya dapat dimengerti mengingat Indonesia adalah negara yang majemuk terdiri dari
banyak agama dan aliran kepercayaan yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan (KBB) juga dipandang dapat mendorong sebuah kehidupan yang harmonis
karena berperan penting dalam mengangkat dan menghormati martabat manusia. Dengan sikap saling
menghormati satu sama lain atas nama kemanusiaan, keharmonisan dalam konteks kehidupan antar umat
beragama dan berkeyakinan akan menjadi landasan utama bagi terwujudnya kerukunan dalam masyarakat
yang majemuk seperti di Indonesia.
Kerukunan yang dimaksud adalah dalam konteks dipenuhinya hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
(KBB). Mengingat Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB), dipandang dapat mendorong terciptanya
kerukunan sosial karena mengangkat dan menghormati martabat manusia. Selain itu, juga mengingat bahwa
keharmonisan dan kerukunan umat beragama dan berkeyakinan bukan kondisi stagnan, tetapi bersifat
dinamis dan sangat dipengaruhi serta tergantung dari berbagai faktor. Selain faktor internal dan relasional
dari pemeluk-pemeluk agama untuk selalu menjaga keharmonisan dan kerukunan dalam hubungannya
dengan pemeluk agama lainnya, juga sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti perubahan kondisi
sosial, politik dan ekonomi.
7. Bagaimana moderasi beragama itu seyogianya diimplementasikan?
Sebagai bangsa yang masyarakatnya amat majemuk, kita sering menyaksikan adanya gesekan sosial akibat
perbedaan cara pandang masalah keagamaan. Ini tak ayal dapat mengganggu suasana rukun dan damai yang
kita idam-idamkan bersama.
Di suatu waktu, misalnya, ada umat beragama yang membenturkan pandangan keagamaannya dengan ritual
budaya lokal seperti sedekah laut, festival kebudayaan, atau ritual budaya lainnya. Di waktu yang lain kita
disibukkan dengan penolakan pembangunan rumah ibadah di suatu daerah, meski syarat dan ketentuannya
sudah tidak bermasalah. Karena umat mayoritas di daerah itu tidak menghendaki, masyarakat pun jadi
berkelahi.
Di waktu lainnya, kita disibukkan dengan sikap eksklusif menolak pemimpin urusan publik, gegara beda
agama. Ini terjadi mulai dari tingkat pemilihan gubernur, bupati, walikota, camat, RW, RT, hingga Ketua
OSIS. Kalau pemilihan presiden sih, belum ada presedennya.
Selain itu, ada lagi orang yang atas nama agama ingin mengganti ideologi negara, yang sudah menjadi
kesepakatan bersama bangsa kita. Yang juga mengkhawatirkan, ada pula seruan atas nama jihad agama
untuk mengkafirkan sesama, bahkan boleh membunuh, menghunus pedang, memenggal kepala, dan
menghalalkan darahnya.
Ini semua fakta yang kita hadapi, karena keragaman paham umat beragama di Indonesia memang amat tak
terperi. Nyaris tak mungkin alias mustahil kita bisa menyatukan cara pandang keagamaan umat beragama di
Indonesia. Sementara, keragaman klaim kebenaran atas tafsir agama, bisa memunculkan gesekan dan
konflik.
Lalu, bagaimana menyikapinya? Membungkamnya tidak mungkin, karena itu bagian dari kebebasan
ekspresi beragama. Tapi, membiarkan tanpa kendali keragaman pandangan yang ekstrem, juga bisa
membahayakan persatuan dan kesatuan, apalagi ihwal agama adalah hal yang teramat sensitif untuk
disepelekan.
Nah, Kementerian Agama sudah menawarkan sebuah solusi beragama jalan tengah, yang disebut “moderasi
beragama”. Jangan buru-buru menilai bahwa beragama jalan tengah berarti beragama setengah-setengah,
liberal, dan tidak kaafah. Sabar dulu yah. Saya akan menjelaskannya pelan-pelan.
Kita kupas terlebih dulu secara bahasa. Moderat adalah sebuah kata sifat, turunan dari kata moderation, yang
berarti tidak berlebih-lebihan atau sedang. Kata moderasi sendiri berasal dari bahasa Latin moderâtio, yang
berarti ke-sedang-an, tidak kelebihan, dan tidak kekurangan, alias seimbang. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), kata moderasi didefinisikan sebagai pengurangan kekerasan, atau penghindaran
keekstreman.
Maka, ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi moderasi beragama, istilah
tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keesktreman dalam cara
pandang, sikap, dan praktik beragama.
Dalam bahasa Arab, padanan moderasi adalah wasath atau wasathiyah, yang berarti tengah-tengah. Kata ini
mengandung makna i’tidal (adil) dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah
bisa disebut waasith. Kata waasith bahkan sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga pengertian,
yaitu: pertama wasit berarti penengah, atau perantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis); makna kedua
adalah: wasit berarti pelerai (pemisah, pendamai) antara pihak-pihak yang berselisih; dan makna ketiga
adalah: wasit berarti pemimpin di pertandingan (seperti wasit sepakbola, badminton, atau olah raga lainnya).
Wasit tentu harus adil, kan.
Adapun lawan kata moderasi adalah tatharruf, yang dalam bahasa Inggris mengandung makna extreme,
radical, dan excessive, bisa juga dalam pengertian berlebihan. Dalam bahasa Arab, setidaknya ada dua kata
yang maknanya sama dengan kata extreme, yaitu al-guluww, dan tasyaddud. Dalam konteks beragama,
pengertian “berlebihan” ini dapat diterapkan untuk menyebut orang yang bersikap ekstrem, yaitu melampaui
batas dan ketentuan syariat agama.
Jadi, tidak ekstrem, adalah salah satu kata kunci paling penting dalam moderasi beragama, karena
ekstremitas dalam berbagai bentuknya, diyakini bertentangan dengan esensi ajaran agama dan cenderung
merusak tatanan kehidupan bersama, baik dalam kehidupan beragama maupun bernegara.
Karenanya, kalau mau dirumuskan, moderasi beragama itu adalah cara pandang, sikap, dan praktik
beragama dalam kehidupan bersama, dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama - yang
melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip adil,
berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.
Pertanyaannya, memangnya moderasi beragama penting untuk Indonesia?
Ya sangat penting, karena Indonesia adalah negara yang masyarakatnya sangat religius dan sekaligus
majemuk. Meskipun bukan negara berdasar agama tertentu, masyarakat kita sangat lekat dengan kehidupan
beragama. Nyaris tidak ada satu pun urusan sehari-hari yang tidak berkaitan dengan agama. Itu mengapa,
kemerdekaan beragama juga dijamin oleh konstitusi kita. Nah, tugas kita adalah bagaimana menjaga
keseimbangan antara kebebasan beragama itu dengan komitmen kebangsaan untuk menumbuhkan cinta
tanah air.
Mungkin ada yang bertanya, memangnya cara pandang, sikap, dan praktik beragama seperti apa yang
dianggap ekstrem atau melebihi batas?
Lihat saja, ada tiga ukuran yang bisa menjadi patokan. Pertama, dianggap ekstrem kalau atas nama agama,
seseorang melanggar nilai luhur dan harkat mulia kemanusiaan, karena agama kan diturunkan untuk
memuliakan manusia. Kedua, dianggap ekstrem kalau atas nama agama, seseorang melanggar kesepakatan
bersama yang dimaksudkan untuk kemaslahatan; dan ketiga, dianggap ekstrem kalau atas nama agama,
seseorang kemudian melanggar hukum. Jadi, orang yang atas nama menjalankan ajaran agamanya tapi
melanggar ketiga batasan ini, bisa disebut ekstrem dan melebihi batas.
Logikanya, kemuliaan agama itu tidak bisa ditegakkan dengan cara merendahkan harkat kemanusiaan. Nilai
moral agama juga tidak bisa diwujudkan melalui cara yang bertentangan dengan tujuan kemaslahatan
umum. Begitu pula esensi agama tidak akan bisa diajarkan dengan cara melanggar ketentuan-ketentuan
hukum yang sudah disepakati bersama sebagai panduan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Masyarakat perlu tahu bahwa moderasi beragama adalah cara kita, umat beragama, menjaga Indonesia. Kita
tentu tidak mau mengalami nasib seperti saudara-saudara kita di negara yang kehidupan masyarakatnya
carut marut, dan bahkan negaranya terancam bubar, akibat konflik sosial-politik berlatar belakang perbedaan
tafsir agama. Kita harus belajar dari pengalaman yang ada.
Keragaman, di bidang apapun, memang pasti menimbulkan adanya perbedaan, apalagi yang terkait dengan
agama. Dan, harus diakui bahwa perbedaan itu, apalagi yang tajam dan ekstrem, di mana pun selalu
memunculkan potensi konflik. Kalau tidak dikelola dengan baik, potensi konflik seperti ini bisa melahirkan
sikap ekstrem dalam membela tafsir klaim kebenaran versi masing-masing kelompok yang berbeda.
Padahal dalam hal tafsir agama, yang Maha Mengetahui Kebenaran sejati, kan hanya Tuhan belaka.
Seringkali perbedaan yang diperebutkan itu sesungguhnya sebatas kebenaran tafsir agama yang dihasilkan
oleh manusia, bukan kebenaran esensial yang merupakan pokok agama itu sendiri yang dikehendaki oleh
Tuhan Yang Maha Kuasa.
Konflik yang berlatar belakang perbedaan klaim kebenaran tafsir agama, tentu daya rusaknya akan lebih
dahsyat lagi, karena agama itu amat berkaitan dengan relung emosi terdalam dan terjauh di dalam jiwa
setiap manusia.
Itulah mengapa moderasi beragama penting hadir di Indonesia. Ia bisa menjadi solusi untuk menciptakan
kerukunan, harmoni sosial, sekaligus menjaga kebebasan dalam menjalankan kehidupan beragama,
menghargai keragaman tafsir dan perbedaan pandangan, serta tidak terjebak pada ekstremisme, intoleransi,
dan kekerasan atas nama agama.
Ingat! Yang disebut moderat itu bukan orang yang dangkal keimanannya, bukan orang yang menganggap
sepele tuntunan agama, dan bukan pula orang yang ekstrem liberal. Orang yang moderat adalah mereka
yang saleh, berpegang teguh pada nilai moral dan esensi ajaran agama, serta memiliki sikap cinta tanah air,
toleran, anti kekerasan, dan ramah terhadap keragaman budaya lokal.
Semangat moderasi beragama adalah untuk mencari titik temu dua kutub ekstrem dalam beragama. Di satu
sisi, kan ada pemeluk agama yang ekstrem meyakini mutlak kebenaran satu tafsir teks agama, lalu
menganggap sesat mereka yang memiliki tafsir yang berbeda dengannya. Di sisi lain, ada juga umat
beragama yang esktrem mengabaikan kesucian agama, atau mengorbankan kepercayaan dasar ajaran
agamanya atas nama toleransi kepada pemeluk agama lain. Kedua sikap ekstrem ini perlu dimoderasi.
Dan, harus diingat, moderasi beragama adalah tanggungjawab bersama. Moderasi beragama tidak mungkin
berhasil menciptakan kerukunan kalau hanya dilakukan oleh perorangan atau institusi tertentu saja seperti
Kementerian Agama. Kita perlu bekerjasama dan saling bergandengan tangan, mulai dari masyarakat luas,
pegiat pendidikan, ormas keagamaan, media, para politisi, dunia birokrasi, dan aparatur sipil negara.
Alhasil, moderasi beragama itu sesungguhnya adalah jati diri kita sendiri, jati diri bangsa Indonesia. Kita
adalah negeri yang sangat agamis, umat beragama kita amat santun, toleran, dan terbiasa bergaul dengan
berbagai latar keragaman etnis, suku, dan budaya. Toleransi ini pekerjaan rumah (PR) bersama kita, karena
kalau intoleransi dan ekstremisme dibiarkan tumbuh berkembang, cepat atau lambat keduanya akan merusak
sendi-sendi ke-Indonesia-an kita. Itulah mengapa moderasi beragama menjadi sangat penting dijadikan
sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku, dalam beragama dan bernegara.
Jadi, moderasi beragama merupakan perekat antara semangat beragama dengan komitmen berbangsa dan
bernegara. Yakinlah bahwa bagi kita, bagi bangsa Indonesia, beragama pada hakikatnya adalah ber
Indonesia dan ber Indonesia itu pada hakikatnya adalah beragama.
Moderasi beragama harus kita jadikan sebagai sarana mewujudkan kemaslahatan kehidupan beragama dan
berbangsa yang rukun, harmonis, damai, toleran, serta taat konstitusi, sehingga kita bisa benar-benar
menggapai cita-cita bersama menuju Indonesia maju.
Huruf syamsiyah
Definisi Alif Lam Syamsiah
Menurut buku yang bertajuk Ilmu Tajwid Lengkap karya Samsul Amin, syamsiah berasal dari kata
syamsun yang artinya matahari. Hal ini disebabkan karena huruf syamsiah diibaratkan sebagai
matahari. Sementara, lam diibaratkan sebagai bintang-bintang di siang hari yang tidak terlihat saat
ada matahari.
Alif lam syamsiah adalah alif lam (‫)ال‬ yang dirangkai dengan kata benda (isim) dan diawali dengan
salah satu dari huruf-huruf syamsiah. Artinya, hukum bacaan ini terjadu bila alif lam bertemu
dengan salah satu huruf syamsiah.
Huruf-huruf syamsiah berjumlah 14 huruf di antaranya adalah tha (‫)ط‬, tsa (‫)ث‬, shad (‫)ص‬, ra (‫)ر‬, ta
(‫)ت‬, ta (‫)ت‬, dha (‫)ض‬, dzal (‫)ذ‬, nun (‫)ن‬, dal (‫)د‬, zai (‫)ز‬, sin (‫)س‬, zha (‫)ظ‬, syin (‫)ش‬, dan lam (‫)ل‬.
Cara Membaca Alif Lam Syamsiah
Hukum bacaan ini juga biasa disebut dengan idgam syamsiah karena bacaan alif lam dibaca
idgham (memasukkan) ke dalam huruf syamsiah yang ada di depannya. Akibatnya, huruf alif lam
menjadi lebur dan tertukar dengan huruf syamsiah yang mengikutinya. Atau seolah-olah dengan
membuang lam sukun dan mentasydidkan huruf-huruf syamsiah.
Contoh Bacaan Alif Lam Syamsiah
1. ٰ
‫ى‬ َ‫ْر‬‫ب‬ُ‫ك‬ْ‫ٰٱل‬ُ‫ة‬َّ‫م‬‫آ‬َّ‫ط‬‫ِٰٱل‬‫ت‬َ‫ء‬ (QS. An Naziat: 34) dibaca atiṭ-ṭāmmatul-kubrā
Alasan: alif lam bertemu dengan huruf tha (‫)ط‬.
Huruf qomariyah
Mengutip dari buku Kiat Jitu Hafal Al-Qur'an yang disusun oleh El-Hosniah, alif lam qamariah yaitu
apabila alif lam sukun (‫)ال‬ bertemu dengan salah satu huruf qamariah, maka bacaannya wajib
diizharkan. Izhar memiliki arti dibaca dengan jelas.
Adapun yang dimaksud dengan huruf qamariah antaranya; ‫ا‬ (alif), ‫ب‬ (Ba) ‫ج‬ (Jim) ‫ح‬ (Ha) ‫خ‬ (Kha) ‫ع‬
('Ain) ‫غ‬ (Ghain) ‫ف‬ (Fa) ‫ق‬ (Qaf) ‫ك‬ (Kaf) ‫م‬ (Mim) ‫و‬ (wawu) ‫ه‬ (Ha) ‫ي‬ (Ya).
Ciri-Ciri Alif Lam Qamariah
Setelah mengetahui pengertian dari alif lam qamariah beserta cara membacanya, tentu kita harus
tahu ciri dari hukum bacaan alif lam tersebut. Mengutip dari buku Pendidikan Agama Islam untuk
Siswa SMP kelas VII oleh Rachmat, dkk., berikut merupakan ciri-ciri alif lam qamariah:
1. Huruf alif lam pada suatu ayat berharakat sukun (mati).
2. Huruf setelah "al" tidak terdapat harakat tasydid.
3. Huruf alif lam akan dibaca dengan jelas (izhar).
Contoh Bacaan Alif Lam Qamariah
Jika sudah memahami pengertian dan ciri-ciri dari alif lam qamariah, ada baiknya kita paham akan
contohnya.
1. Surat Al-Humazah Ayat 4
ٰ
ِ‫ة‬َ‫م‬َ‫ط‬ُ‫ح‬ۡ‫ىٰال‬ِ‫ف‬َّٰ‫ن‬َ‫ذ‬َ‫ب‬ۡۢۡ‫ُن‬‫ي‬َ‫ل‬ٰ َّ
‫ََّل‬‫ك‬
Cara membacanya: Kalla layum ba zanna fil hutamah
Alasan dibaca demikian karena alif lam bertemu huruf ha (‫)ح‬
2. Surat Al-Baqarah Ayat 2
ُٰ‫ب‬‫ت‬ِ‫ك‬ْ‫ٰال‬َ‫ِك‬‫ل‬‫ذ‬
Cara membacanya: żālikal-kitābu
Alasan dibaca demikian karena alif lam bertemu huruf kaf kaf (‫)ك‬
Waqaf artinya: sebaiknya berhenti.
‫زم‬ ‫ال‬ ‫وقف‬ ( ‫م‬ ) : harus berhenti
( ‫نقه‬ ‫معا‬ ) : berhenti di salah satu titik
‫مطلق‬ ‫وقف‬ ( ‫ط‬ ) : sebaiknya berhenti
‫اولى‬ ‫الوقف‬ ( ‫قلى‬ ) : sebaiknya berhenti
‫الوقف‬ ( ‫قف‬ ) : sebaiknya berhenti
‫ئز‬ ‫جا‬ ‫وقف‬ ( ‫ج‬ ) : boleh berhenti, juga boleh terus
Washol artinya: sebaiknya terus.
‫ممنوع‬ ‫الوقف‬ ( ‫ال‬ ) : sebaiknya terus
‫اولى‬ ‫الوصل‬ ( ‫صلى‬ ) : sebaiknya terus
‫الوقف‬ ‫مجوز‬ ( ‫ز‬ ) : sebaiknya terus
‫الوقف‬ ‫خص‬ ‫مر‬ ( ‫ص‬ ) : sebaiknya terus
‫وقف‬ ‫هو‬ ‫قيل‬ ( ‫ق‬ ) : sebaiknya terus
Mad ashli
Mad Ashli atau Thabi’i ini merupakan satu dari bagian atau cabang dari Hukum Mad. Secara
bahasa Mad Ashli atau Thabi’i mempunyai arti alami atau biasa, yaitu tidak lebih dan juga tidak
kurang. Huruf mad thabi'i itu ada tiga yaitu ,( ‫ي‬ ) 'ya) , ‫و‬ ) wawu dan alif ( ‫)ا‬. Adapun syarat huruf
mad thabi'i adalah apabila wawu jatuh setelah dhummah, ya' jatuh setelah kasroh, dan alif jatuh
setelah fathah. Mad Ashli atau mad thabiI terjadi apabila:
1. Huruf berharakat fathah bertemu dengan alif.
2. Huruf berharakat kasroh bertemu dengan ya mati.
3. Huruf berharakat dhommah bertemu dengan wawu mati. Contohnya berkumpul dalam ‫ا‬َ‫ه‬ْ‫ي‬ ِ‫ح‬ ْ‫و‬ُ‫ن‬.
Apabila setelah huruf mad tidak ada huruf yang sukun, maka disebut mad thabi'i. Seperti kalimat
‫ا‬ ْ‫و‬ُ‫ن‬َ‫م‬‫ٰا‬َ‫ْن‬‫ي‬ِ‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ َ‫و‬ .Panjangnya kira-kira satu alif/ dua harakat. Contoh hukum bacaan Mad Ashli atau
Thobi'i terdapat dalam Surat Al Ghasyiah: 1. ٰ
ٌ‫ة‬َ‫ع‬ِ‫ش‬‫َا‬‫خ‬ٍٰ‫ذ‬ِٕ‫ى‬َ‫م‬ ْ‫َّو‬‫ي‬ٌٰ‫ه‬ ْ‫و‬ُ‫ج‬ ُ‫و‬ (Terdapat wawu sukun setelah
dhomah) Latin: Wujuuhuyyaumaidzin khoosyi'ah. 2. ُٰ‫ن‬ِ‫ْم‬‫س‬ُ‫ي‬ٰ َّ
‫َّل‬ (terdapat alif sukun setelah fathah) 3.
ٰ
ٌ‫ة‬َ‫ي‬ ِ
‫ار‬َ‫ج‬ٌٰ‫ْن‬‫ي‬َ‫ع‬ٰ‫ا‬َ‫ه‬ْ‫ي‬ِ‫ف‬ (Terdapat ya sukun setelah kasroh).
Mad far’i
Pengertian Mad Far’i
Mad menurut bahasa artinya panjang, sedangkan far’i menurut bahasa artinya adalah cabang. Mad far’i
menurut istilah adalah hukum bacaan panjang yang terjadi karena terdapat hamzah, sukun, tasydid dan
waqaf.
Macam Macam Mad Far’i
Mad Far’i terbagi menjadi beberapa cabang, diantaranya:
1. Mad far’i karena hamzah
2. Mad far’i karena sukun
3. Mad far’i karena tasydid
4. Mad far’i karena waqaf
Mad Far’i Karena Hamzah
Pembagian Mad Far’i yang terjadi karena bertemu hamzah, diantaranya:
1. Mad Wajib Muttashil
2. Mad Jaiz Munfashil
3. Mad Shilah Thawilah
4. Mad Badal
Mad Wajib Muttashil
Hukumnya yaitu apabila terdapat bacaan mad thobi’i bertemu dengan huruf hamzah dalam satu kalimat dan
dibaca panjang 5 harakat atau 2 setengah alif. Contohnya:
ََ‫ء‬‫آ‬َ‫ج‬ , َِّ‫َآء‬‫ت‬ِّ‫لش‬َ‫ا‬ , ََ‫ء‬‫آ‬َ‫ف‬َ‫ن‬ُ‫خ‬ , َ
‫ا‬‫ل‬ِّ‫ئ‬‫آ‬َ‫ع‬
Mad Jaiz Munfashil
Hukumnya yaitu apabila terdapat bacaan mad thobi’i bertemu dengan huruf hamzah dilain kalimat dan
dibaca panjang 5 harakat atau 2 setengah alif juga boleh dibaca 2 harakat atau 1 alif. Contohnya:
َ
‫ي‬ِّ‫ب‬َ‫ا‬َٓ‫ا‬َ‫د‬َ‫ي‬ , ‫ى‬ٰ‫ن‬‫غ‬َ‫ا‬َٓ‫ا‬َ‫م‬ , َ
ُ‫د‬ُ‫ب‬‫ع‬َ‫ا‬َٓ َ
‫َل‬ , َ
‫م‬ُ‫ه‬َ‫م‬َ‫ع‬‫ط‬َ‫ا‬َٓ‫ِّي‬‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬
Mad Shilah Thawilah
Hukumnya yaitu apabila ada bacaan mad shilah thawilah bertemu dengan huruf hamzah ( ‫َأ‬,َ‫ء‬ ) didalam satu
kalimat dan boleh dibaca panjang 5 harakat atau 2 setengah alif maupun 2 harakat atau 1 alif. Contohnya :
َ
‫ه‬َ‫د‬َ‫ل‬‫خ‬َ‫ا‬َٓ‫ه‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬ , َٓ‫ّٰى‬‫د‬ َ‫َر‬‫ت‬َ‫ا‬َ‫ذ‬ِّ‫ا‬َٓ‫ه‬ُ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬ , َ
‫ا‬‫ة‬َ‫ه‬ِّ‫ل‬ٰ‫َا‬ٓ‫ه‬ِّ‫ن‬‫ُو‬‫د‬َ‫ن‬ِّ‫م‬
Mad Badal
Hukumnya yaitu apabila terdapat huruf hamzah ( ‫َئ‬,َ‫َؤ‬,َ‫ء‬ ) bertemu dengan Mad yang bermula dari huruf
hamzah sukun atau mati, kemudian huruf hamzah ini diubah dan diganti dengan huruf Alif ( ‫ا‬ ), Wawu ( ‫و‬ ),
atau huruf Ya’ ( ‫ي‬ ). Mad badal dibaca panjang 1 alif atau 2 harakat. Contohnya :
َ
ُ‫م‬َ‫د‬‫أ‬َ‫أ‬ dibaca َ
ُ‫م‬َ‫د‬ٰ‫ا‬
َ
ُ‫د‬ُ‫خ‬‫أ‬َ‫أ‬ dibaca َ
ُ‫د‬ُ‫خ‬ٰ‫ا‬
‫ى‬ِّ‫ف‬‫ؤ‬ُ‫أ‬ dibaca ‫ى‬ِّ‫ف‬‫و‬ُ‫أ‬
Mad Far’i Karena Sukun
Pembagian Mad Far’i yang terjadi karena bertemu sukun, diantaranya:
1. Mad Layyin / Lin
2. Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi
3. Mad Tamkin
Mad Layyin / Lin
Hukumnya yaitu apabila terdapat huruf mad yaitu Wawu mati ( َ
‫و‬ ) dan Ya’ mati ( َ
‫ي‬ ) serta huruf
sebelumnya berharakat fathah ( - ) disebut Mad Layyin.
Cara membaca Mad Layyin yaitu dengan halus atau lembut dan tidak boleh dibaca panjang, kecuali dibaca
pada saat waqaf dan hukumnya berubah menjadi hukum bacaan Mad Arid Lissukun. Contohnya :
ََ‫ت‬‫ي‬َ‫ء‬َ‫ر‬َ‫ا‬ , َ
‫ش‬‫ي‬َ‫ر‬ُ‫ق‬ , َ
‫ف‬‫ي‬َّ‫ص‬‫ل‬َ‫ا‬
Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi
Hukumnya yaitu apabila terdapat bacaan Mad Thobi’i bertemu dengan huruf yang berharakat mati ( - )
yang tidak berada diakhir kalimat dan dibaca panjang 6 harakat atau 3 alif. Contohnya :
َ
‫م‬ُ‫ت‬‫ن‬ُ‫ك‬َ‫د‬َ‫ق‬ َ‫َو‬َ‫ٰٔن‬ٰ‫ـ‬‫ل‬
ٰٰۤ‫ا‬ , ََ‫ت‬‫ي‬َ‫ص‬َ‫ع‬َ‫د‬َ‫ق‬ َ‫َو‬َ‫ٰٔن‬ٰ‫ـ‬‫ل‬
ٰٰۤ‫ا‬
Mad Far’i Karena Tasydid
Pembagian Mad Far’i yang terjadi karena bertemu tasydid, diantaranya:
1. Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi
2. Mad Lazim Mutsaqqal Harfi
3. Mad Lazim Musyabba’
4. Mad Farqi
Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi
Hukumnya yaitu apabila terdapat bacaan Mad Thobi’i bertemu dengan huruf yang bertasydid dalam satu
kalimat dan dibaca dengan panjang 6 harakat atau 3 alif pada saat membaca huruf yang bertasydid kemudian
diteruskan membaca huruf berikutnya. Contohnya :
ََ‫ن‬‫ي‬ِّ‫َّآل‬‫ض‬‫ال‬ َ
‫َل‬ َ‫و‬ , ًَ
‫آَل‬َ‫ض‬
Mad Lazim Mutsaqqal Harfi
Hukumnya yaitu apabila terdapat salah satu huruf atau lebih diawal surat yaitu pada 8 huruf hijaiyyah
berikut ini.
Nun ( ‫ن‬ ) Qaf ( ‫ق‬ ) Shod ( ‫ص‬ ) ‘Ain ( ‫ع‬ ) Sin ( ‫س‬ ) Lam ( ‫ل‬ ) Kaf ( ‫ك‬ ) dan Mim ( ‫م‬ ) dan dibaca dengan
panjang 6 harakat atau 3 alif. Contohnya :
َٰۤ
‫ص‬ٰۤ‫ع‬ٰ‫ي‬ ٰ‫ه‬ٰۤ‫ك‬ , َٰ
‫ر‬ٰۤ‫ال‬ , َٰۤ
‫ص‬ ٰۤ
‫م‬ٰۤ‫ال‬
Mad Lazim Musyabba’
Hukumnya yaitu sama seperti hukum mad lazim mustaqqal harfi, namun sesudah mad ada huruf mati yang
tidak diidghamkan atau ditasydidkan dan dibaca dengan panjang 6 harakat atau 3 alif. Contohnya :
َٰۤ
‫ن‬ , َٰۤ
‫ق‬ , َٰۤ
‫س‬ٰ‫ي‬
Mad Farqi
Hukumnya yaitu apabila terdapat bacaan mad badal bertemu dengan huruf yang bertasydid pada dua kalimat
atau lain kalimat dan dibaca panjang 6 harakat atau 3 alif. Contohnya :
َِّ‫ن‬‫ي‬َ‫َر‬‫ك‬َّ‫ذ‬‫ال‬ ٰٰۤ‫َء‬‫ل‬ُ‫ق‬ , َ
ُ ّٰ
ٰٰۤ
‫َلٰۤا‬‫ل‬ُ‫ق‬
Mad Far’i Karena Waqaf
Pembagian Mad Far’i yang terjadi karena waqaf, diantaranya:
1. Mad Arid Lissukun
2. Mad Iwad
Macam-macam Bacaan Gharib
Bacaan Gharib di dalam Alquran ada beberapa macam. Dikutip dari Tuntunan Belajar Tajwid
bagi Pemula oleh Zaki Zamani, menurut riwayat Imam Hafsh, bacaan Gharib yang berlaku di
Indonesia antara lain:
1. Saktah
Bacaan ini biasa ditandai dengan huruf sin kecil (‫)س‬ atau dengan tulisan lengkap (‫)ساكته‬. Maksud
dari Saktah adalah berhenti sepanjang satu alif atau dua harakat tanpa mengganti atau menarik
napas. Ada 4 tanda saktah di dalam Alquran, yaitu pada surat Al-Kahfi di akhir ayat 1, surat Yasin
ayat 52, surat Al-Qiyamah ayat 27, dan surat Al-Muthaffifin ayat 14.
Contoh bacaan saktah:
- QS. Yasin ayat 52, yaitu َٰ‫ون‬ُ‫ل‬َ‫س‬ ْ‫ر‬ُ‫م‬ْ‫ٰال‬َ‫َق‬‫د‬َ‫ص‬ َ‫ٰو‬ُ‫ن‬َ‫م‬ْ‫ح‬َّ‫ٰالر‬َ‫د‬َ‫ع‬ َ‫اٰو‬َ‫م‬ٰ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ٰٰٰۗۜ‫َا‬‫ن‬ِ‫د‬َ‫ق‬ ْ‫ر‬َ‫م‬ْٰ‫ن‬ِ‫َاٰم‬‫ن‬َ‫ث‬َ‫ع‬َ‫ب‬ْٰ‫ن‬َ‫م‬ٰ‫َا‬‫ن‬َ‫ل‬ْ‫ي‬ َ‫اٰو‬َ‫ي‬ٰ‫وا‬ُ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬
- QS. Al Qiyamah ayat 27, yaitu ٰ
ٍ‫ق‬‫ا‬ َ‫ٰۜر‬ْٰ‫ن‬َ‫م‬َٰ‫ل‬‫ي‬ِ‫ق‬ َ‫و‬
2. Tas-hiil
Bacaan Tas-hill hanya ada satu di dalam Alquran, yaitu pada surat Fushilat ayat 44. Pada kalimat
“a-a-jamiyyun”, terdapat dua hamzah yang saling berurutan. Hamzah yang pertama dibaca tahqiq
seperti hamzah pada umumnya, sedangkan hamzah kedua dibaca tashill.
Cara membaca tashilll adalah membunyikan hamzah seperti huruf ha’ yang samar, yaitu antara
bunyi hamzah dan bunyi alif. Contoh bacaan tashill yaitu ٰ
‫ي‬ِ‫م‬َ‫ج‬ْ‫ع‬َ‫أ‬َ‫أ‬
3. Isymaam
Seperti tas-hiil, bacaan isyamaam juga hanya muncul satu kali di dalam Alquran, yaitu pada surat
Yusuf ayat 11. Bacaan Isymaam terjadi pada huruf nun bertasydid yang merupakan gabungan dari
dua huruf nun yang saling berdampingan. Karena salah satu dari nun tersebut dihapus, maka
untuk menandainya muncullah bacaan Isymaam.
Cara membaca Isymaam adalah mendengungkan huruf nun bertasydid dengan mulut bergerak
seakan-akan membaca nun yang berdhomah. Contoh bacaan isymaam adalah ‫ا‬َّ‫ن‬َ‫م‬ْ‫َأ‬‫ت‬ٰ َ
‫َّل‬ (dibaca
dengan isyarat bibir dimonyongkan).
4. Imaalah
Bacaan Gharib Imaalah juga hanya ada satu dalam Alquran, yaitu dalam surat Huud ayat 41. Pada
ayat tersebut, huruf ra' pada kalimat majraaha dibaca Imalaah, yaitu membelokkan bunyi fathah
ke bunyi kasrah sekedar 2/3 dan huruf ra’ dibaca tarqiq.
Contoh bacaan Imaalah adalah ‫َا‬‫ه‬‫ا‬ َ‫ر‬ْ‫ج‬َ‫م‬ (dibaca majreha).
5. Naql
Menurut istilah, Naql artinya memindahkan harakat ke huruf sebelumnya. Dalam Alquran, hanya
ada satu bacaan Naql, yaitu pada surat Al-Hujurat ayat 11.
Pada pertengahan ayat, terdapat dua hamzah yang tidak dibaca (washal), yaitu hamzah al-ta’rif
dan hamzah ismu yang mengapit lam. Kedua hamzah washal tersebut tidak dibaca ketika
disambungkan dengan lafadz sebelumnya. Sehingga bacaannya bukan “bi’sal ismu”, tetapi
menjadi “bi’salismu”.
Contoh bacaan Naqel yaitu ٰ
ُ‫م‬ْ‫س‬ ِ
‫ٰاَّل‬ َ
‫س‬ْ‫ئ‬ِ‫ب‬

More Related Content

Similar to Pengertian moderasi beragama.docx

Buku Saku Moderasi Beragama Kemenag RI_compressed.pdf
Buku Saku Moderasi Beragama Kemenag RI_compressed.pdfBuku Saku Moderasi Beragama Kemenag RI_compressed.pdf
Buku Saku Moderasi Beragama Kemenag RI_compressed.pdfadybudiman1
 
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdf
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdfBuku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdf
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdfjaenalaripin20
 
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min_220616_200349.pdf
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min_220616_200349.pdfBuku_Saku_Moderasi_Beragama-min_220616_200349.pdf
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min_220616_200349.pdfARUMDWIDAMAYANTIMTSN
 
Buku saku Moderasi Beragama kemenag RIg RI
Buku saku Moderasi Beragama kemenag RIg RIBuku saku Moderasi Beragama kemenag RIg RI
Buku saku Moderasi Beragama kemenag RIg RIYoseRizal66
 
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdf
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdfBuku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdf
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdfajikuswanto1
 
MENUMBUHKAN KARAKTER MODERASI BERAGAMA
MENUMBUHKAN KARAKTER MODERASI BERAGAMAMENUMBUHKAN KARAKTER MODERASI BERAGAMA
MENUMBUHKAN KARAKTER MODERASI BERAGAMAMAN 8 Jombang
 
MODERASI BERAGAMA.pptx
MODERASI BERAGAMA.pptxMODERASI BERAGAMA.pptx
MODERASI BERAGAMA.pptxEdySutrisno21
 
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdf
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdfPrinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdf
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdfZukét Printing
 
AGAMA KEL 13.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
AGAMA KEL 13.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnAGAMA KEL 13.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
AGAMA KEL 13.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnndimaszkodim
 
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docx
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docxPrinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docx
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docxZukét Printing
 
moderasi beragama.pptx
moderasi beragama.pptxmoderasi beragama.pptx
moderasi beragama.pptxjoko58
 
moderasi beragama.pptx
moderasi beragama.pptxmoderasi beragama.pptx
moderasi beragama.pptxjoko58
 
moderasiberagama-221017111415-652f872b.pdf
moderasiberagama-221017111415-652f872b.pdfmoderasiberagama-221017111415-652f872b.pdf
moderasiberagama-221017111415-652f872b.pdfdinimeiyanti
 
Aswaja (AHLUSUNAH WAL JAMA'AH)
Aswaja (AHLUSUNAH WAL JAMA'AH)Aswaja (AHLUSUNAH WAL JAMA'AH)
Aswaja (AHLUSUNAH WAL JAMA'AH)Masruri Masruri
 
Simbolisme Dan Pluralisme
Simbolisme Dan PluralismeSimbolisme Dan Pluralisme
Simbolisme Dan PluralismeNariaki Adachi
 
Makalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragamaMakalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragamaWahiid Sayy'a
 
Makalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragamaMakalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragamaDudi Achmad
 

Similar to Pengertian moderasi beragama.docx (20)

Buku Saku Moderasi Beragama Kemenag RI_compressed.pdf
Buku Saku Moderasi Beragama Kemenag RI_compressed.pdfBuku Saku Moderasi Beragama Kemenag RI_compressed.pdf
Buku Saku Moderasi Beragama Kemenag RI_compressed.pdf
 
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdf
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdfBuku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdf
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdf
 
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min_220616_200349.pdf
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min_220616_200349.pdfBuku_Saku_Moderasi_Beragama-min_220616_200349.pdf
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min_220616_200349.pdf
 
Buku saku Moderasi Beragama kemenag RIg RI
Buku saku Moderasi Beragama kemenag RIg RIBuku saku Moderasi Beragama kemenag RIg RI
Buku saku Moderasi Beragama kemenag RIg RI
 
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdf
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdfBuku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdf
Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdf
 
MENUMBUHKAN KARAKTER MODERASI BERAGAMA
MENUMBUHKAN KARAKTER MODERASI BERAGAMAMENUMBUHKAN KARAKTER MODERASI BERAGAMA
MENUMBUHKAN KARAKTER MODERASI BERAGAMA
 
MODERASI BERAGAMA.pptx
MODERASI BERAGAMA.pptxMODERASI BERAGAMA.pptx
MODERASI BERAGAMA.pptx
 
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdf
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdfPrinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdf
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.pdf
 
AGAMA KEL 13.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
AGAMA KEL 13.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnAGAMA KEL 13.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
AGAMA KEL 13.pptxnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn
 
kerukunan antar umat beragama
kerukunan antar umat beragamakerukunan antar umat beragama
kerukunan antar umat beragama
 
Moderasi Beragama.pptx
Moderasi Beragama.pptxModerasi Beragama.pptx
Moderasi Beragama.pptx
 
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docx
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docxPrinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docx
Prinsip-Prinsip Ajaran Aswaja.docx
 
moderasi beragama.pptx
moderasi beragama.pptxmoderasi beragama.pptx
moderasi beragama.pptx
 
moderasi beragama.pptx
moderasi beragama.pptxmoderasi beragama.pptx
moderasi beragama.pptx
 
moderasiberagama-221017111415-652f872b.pdf
moderasiberagama-221017111415-652f872b.pdfmoderasiberagama-221017111415-652f872b.pdf
moderasiberagama-221017111415-652f872b.pdf
 
Aswaja (AHLUSUNAH WAL JAMA'AH)
Aswaja (AHLUSUNAH WAL JAMA'AH)Aswaja (AHLUSUNAH WAL JAMA'AH)
Aswaja (AHLUSUNAH WAL JAMA'AH)
 
Simbolisme Dan Pluralisme
Simbolisme Dan PluralismeSimbolisme Dan Pluralisme
Simbolisme Dan Pluralisme
 
Makalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragamaMakalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragama
 
Makalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragamaMakalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragama
 
Agama sebagai sumber kedamaian
Agama sebagai sumber kedamaianAgama sebagai sumber kedamaian
Agama sebagai sumber kedamaian
 

Recently uploaded

AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXIksanSaputra6
 
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaPengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaAndreRangga1
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptnabilafarahdiba95
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfIwanSumantri7
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanAdePutraTunggali
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxJuliBriana2
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...pipinafindraputri1
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...Kanaidi ken
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxrizalhabib4
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024RahmadLalu1
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfJarzaniIsmail
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...nuraji51
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024editwebsitesubdit
 

Recently uploaded (20)

AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaPengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 

Pengertian moderasi beragama.docx

  • 1. 1. Pengertian moderasi beragama Kata “moderasi” memiliki korelasi dengan beberapa istilah. Dalam bahasa Inggris, kata “moderasi” berasal dari kata moderation, yang berarti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Juga terdapat kata moderator, yang berarti ketua (of meeting), pelerai, penengah (of dispute). Kata moderation berasal dari bahasa Latin moderatio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moderasi” berarti penghidaran kekerasan atau penghindaran keekstreman. Kata ini adalah serapan dari kata “moderat”, yang berarti sikap selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan kecenderungan ke arah jalan tengah. Sedangkan kata “moderator” berarti orang yang bertindak sebagai penengah (hakim, wasit, dan sebagainya), pemimpin sidang (rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan atau pendiskusian masalah, alat pada mesin yang mengatur atau mengontrol aliran bahan bakar atau sumber tenaga. Jadi, ketika kata “moderasi” disandingkan dengan kata “beragama”, menjadi “moderasi beragama”, maka istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik beragama. Gabungan kedua kata itu menunjuk kepada sikap dan upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia. 2. Prinsip dasar moderasi: adil dan berimbang Ada tiga prinsip moderasi beragama yang patut kita pahami sebagai upaya membangun kerukunan antarumat beragama, yaitu mengakui, menghargai, dan bekerja sama a. sikap mengakui adanya perbedaan merupakan prinsip dasar dalam moderasi beragama. Syarat membangun kerukunan umat beragama itu harus ada sikap mengakui. Jadi kerukunan umat beragama dibangun dari adanya sikap mengakui orang lain yang berbeda dari kita. Sikap ini tidak akan menganggu orang terhadap keyakinannya sendiri. b. kerukunan terbangun ketika ada saling menghargai. Menurutnya, membangun kerukunan tidak cukup hanya mengakui adanya perbedaan, tapi juga harus menghargai perbedaan itu.jadi ternyata tidak cukup dengan mengakui ada perbedaan, tetapi juga harus menghargai orang yang berbeda dengan kita, tanpa harus kita mencampuradukkan dengan keyakinan kita. Ini yang disebut dengan pluralitas. c. saling kerja sama dalam mengatasi persoalan-persoalan di tengah masyarakat. Sebagai umat beragama yang hidup dalam negeri yang sama, NKRI, maka sudah sepantasnya untuk saling bekerja sama tanpa melihat perbedaan yang ada.Untuk menghadapi persoalan di negara ini, kita harus bekerja sama dengan semua komponen, termasuk dengan orang yang berbeda keyakinan dengan kita. Itu syarat kerukunan yang harus menjadi pegangan kita semua. Ini tidak bisa terwujud apabila sikap keberagamaannya tidak moderat. Orang yang tidak moderat tidak mungkin mengakui, menghargai, apalagi mau bekerja sama. 3. Landasan moderasi dalam tradisi berbagai Moderasi dalam Islam Ajaran wasathiyah, seperti telah dijelaskan pengertiannya, adalah salah satu ciri dan esensi ajaran agama. Kata itu memiliki, setidaknya, tiga makna, yakni: pertama bermakna tengah-tengah; kedua bermakna adil; dan ketiga bermakna yang terbaik. Ketiga makna ini tidak berarti berdiri sendiri atau tidak saling berkaitan satu sama lain, karena sikap berada di tengah-tengah itu seringkali mencerminkan sikap adil dan pilihan terbaik. Dari sejumlah tafsiran, istilah “wasatha” berarti yang dipilih, yang terbaik, bersikap adil, rendah hati, moderat, istiqamah, mengikuti ajaran, tidak ekstrem, baik dalam halhal yang berkaitan dengan duniawi atau akhirat, juga tidak ekstrem dalam urusan spiritual atau jasmani, melainkan tetap seimbang di antara keduanya. Secara lebih terperinci, wasathiyah berarti sesuatu yang baik dan berada dalam posisi di antara dua kutub ekstrem. Oleh karena itu, ketika konsep wasathiyah dipraktikkan dalam kehidupan seharihari, orang tidak akan memiliki sikap ekstrem. Dalam berbagai kajian, ‘wasathiyat Islam’, sering diterjemahkan sebagai ‘justly – balanced Islam’, ‘the middle path’ atau ‘the middle way’ Islam, di mana Islam berfungsi memediasi dan sebagai penyeimbang. Istilah-istilah ini menunjukkan pentingnya keadilan dan keseimbangan serta jalan tengah untuk tidak terjebak pada ekstremitas dalam beragama. Selama ini konsep wasathiyat juga dipahami dengan merefleksikan prinsip moderat (tawassuth), toleran (tasamuh), seimbang (tawazun), dan adil (i`tidal). Dengan demikian, istilah ummatan wasathan sering juga disebut sebagai ‘a just people’ atau ‘a just community’, yaitu masyarakat atau komunitas yang adil.
  • 2. 4. Indikator moderasi beragama 1) Pertama adanya keterbukaan : Keterbukaan di sini artinya masih mau menerima kritik ataupun masukan masukan dari orang lain. Jadi kalau ada orang yang tidak mau dikritik, merasa dirinya paling benar, berarti orang tersebut belum moderat dalam beragama. Ketika ada perbedaan-perbedaan pendapat, orang moderat itu mau untuk mendiskusikannya. 2) Mengutamakan berpikir kritis : Dalam peradaban kehidupan beragama itu kita harus dapat mengembangkan pemikiran kritis disebabkan pemahaman terhadap sumber-sumber keagamaan, misalnya untuk umat Islam yang bersumber pada Al-Qur'an dan Hadist membutuhkan kreativitas untuk berpikir. Kita harus tahu bagaimana cara kita mendefinisikan mana sunnah muakkad dan mana yang sunnah Ghoiru muakkad. Jadi bukan secara tekstualitas kita memahaminya. Dibutuhkan pendekatan-pendekatan ilmu, baik ilmu antropologi, sosiologi juga sejarah. 3). Sadar akan keterbatasan diri ini bisa disebut juga sekaligus dengan tawadhu. Dengan modal ilmu saja tidak cukup dan jelas akan dapat menjadikan liberal/bebas, sehingga akal itu harus dijaga dengan kesadaran akan keterbatasan diri, dengan demikian ini akan menjadikan dirinya tidak semena-mena atau tidak merasa paling benar. Kebebasan berpikir ini ternyata memiliki batas pemikiran. Sehebat apapun kita, pastinya memiliki keterbatasan, sehingga tidak boleh seseorang ulama atau seorang ahli mendewa-dewakan pemikirannya lalu menyalahkan pemikiran ulama ataupun orang lain. Diri orang moderat itu tidak mudah menyalahkan orang lain malah sebaliknya justru lebih sering menyalahkan dirinya sendiri. 4). Berorientasi pada kemanusiaan atau keutamaan umat artinya memberikan kemudahan pada orang lain, jadi senantiasa berfikir bersikap toleransi, bisa menghargai kebenaran yang berbeda, dan mau mendiskusikannya bersama.Jadi dari keempat ciri moderasi beragama yang telak saya sampaikan tersebut itu nantinya hendaknya akan semakin menjadi penguat bagi kita semua sesama pemeluk agama, nanti nya ciri- ciri tersebut bisa kita sesuaikan dengan kondisi kita masing-masing, kita sesuaikan dengan keseharian kita. Harapan saya setelah ini kita paham akan makna moderasi beserta indikator-indikatornya dan siap untuk dapat menjalankan agama dengan baik atau beragama secara moderat. 5. Moderasi diantara ekstrem kiri dan ekstrim kanan Baik ekstrem kiri maupun ekstrem kanan, keduanya ibarat gerak sentrifugal dari sumbu tengah menuju salah satu sisi paling ekstrem. Mereka yang berhenti pada cara pandang, sikap, dan perilaku beragama secara liberal akan cenderung secara ekstrem mendewakan akalnya dalam menafsirkan ajaran agama, sehingga tercerabut dari teksnya, sementara mereka yang berhenti di sisi sebaliknya secara ekstrem akan secara rigid memahami teks agama tanpa mempertimbangkan konteks. Moderasi beragama bertujuan untuk menengahi kedua kutub ekstrem ini, dengan menekankan pentingnya internalisasi ajaran agama secara substantif di satu sisi, dan melakukan kontekstualisasi teks agama di sisi lain. (Hal 47) Pandangan keagamaan sebagian sarjana Muslim yang menghalalkan hubungan seks di luar nikah misalnya, adalah contoh tafsir liberal yang dapat dikategorikan sebagai ekstrem kiri. Meski tafsir ini juga didasarkan pada teks Alquran tentang milk al-yamin (hamba sahaya/budak), namun penerapannya dalam konteks sekarang dianggap oleh sebagian besar tokoh agama sudah terlalu jauh keluar dari maksud teks alias terlalu ekstrem karena secara kultural tradisi perbudakan sudah dihilangkan. Sebaliknya, pandangan keagamaan yang hitam putih dalam memahami teks agama juga seringkali terjebak pada sisi ekstrem lain yang merasa benar sendiri. Dalam konteks beragama, pandangan, sikap, dan perilaku ekstrem seperti ini akan mendorong pemeluknya untuk menolak menerima pandangan orang lain, dan bersikukuh dengan tafsir kebenarannya sendiri. Dari sinilah muncul terma “garis keras”, ekstrem atau ekstremisme, yang dikaitkan dengan praktik beragama yang ultra konservatif. Salah satu ciri awal konservatisme seseorang dalam beragama adalah bahwa ia memiliki pandangan, sikap, dan perilaku fanatik terhadap satu tafsir keagamaan saja, seraya menolak pandangan lain yang berbeda, meski ia mengetahui adanya pandangan tersebut. Lebih dari sekadar menolak, seorang yang ultra konservatif lebih jauh bahkan akan mengecam dan berusaha melenyapkan kehadiran pandangan orang lain yang berbeda tersebut. Baginya, cara pandang hitam putih dalam beragama itu lebih memberikan keyakinan ketimbang menerima keragaman tafsir yang dianggap menimbulkan kegamangan.(Hal 48) Itu mengapa, meski jumlahnya minoritas, seorang ultra konservatif yang ekstrem umumnya lebih ‘nyaring’ dan lebih mampu menarik perhatian publik, ketimbang seorang moderat, yang cenderung diam dan reflektif. Kemenangan kaum ekstremis bukan karena jumlahnya yang besar, melainkan karena kaum moderat mayoritas yang diam (silent majority). Secara konseptual, pandangan, sikap, dan praktik keagamaan yang ultra konservatif sering muncul dari cara pandang teosentris secara ekstrem dalam beragama, dan mengabaikan dimensi antroposentrismenya. Pandangan teosentris mendoktrin penganutnya untuk memaknai ibadah sebagai upaya “membahagiakan”
  • 3. Tuhan, melalui sejumlah ritual ibadah, dalam pengertiannya yang sempit. Imajinasi “demi membela Tuhan” yang tertanam dalam cara berfikirnya, membuat kelompok ini memaknai ibadah dan agama hanya dalam perspektif “memuaskan hasrat ketuhanan” sembari mengabaikan nilai dan fungsi agama bagi kemanusiaan (Masdar Hilmy, "Antroposentrisme Beragama", Kompas 4/7/2018). Ada banyak alasan orang berkelompok menyebarkan ideologi ekstrem dan ‘keras’ dalam beragama. Sebagian mereka mengklaim bahwa perbuatannya adalah dalam rangka mengajak kebaikan dan mencegah kemunkaran, atau amar ma’ruf nahyi munkar; mereka juga mengaku sedang meluruskan paham, sikap, dan perilaku umat beragama yang menurutnya sesat; sebagian lagi menjadi bagian dari kelompok ekstrem sebagai perlawanan atas sebuah kepemimpinan negara yang dianggapnya zalim dan menyalahi ajaran agama (thogut), dan sebagian lagi karena merasa terancam oleh ekspansi orang lain (the others), termasuk merasa terancam oleh munculnya gerakan kelompok ekstrem liberal. (Hal 49) Ekstremisme dan kekerasan tentu bukan bagian dari esensi ajaran agama mana pun. Itu mengapa bahwa ideologi ekstrem tidak akan pernah mampu mempengaruhi umat beragama dalam jumlah mayoritas, karena esensi agama sejatinya adalah untuk merawat harkat dan martabat kemanusiaan yang nilai-nilainya niscaya diterima oleh umat kebanyakan. Mereka yang mengampanyekan pandangan dan ideologi ekstrem dalam beragama biasanya berkelompok dalam jumlah kecil, menghindari debat atau diskusi rasional, serta lebih cenderung memilih gerakan dan aksi radikal. Hal yang membuat kelompok ekstrem radikal tampak lebih ‘besar’ dari sesungguhnya adalah semata karena suara dan pandangan keagamaannya ‘berisik’ di ruang publik, sering mencari perhatian dengan melakukan aksi di luar kebiasaan, yang tujuannya juga untuk meraih simpati. Suatu kali, dengan strateginya itu, kelompok ini mungkin berhasil membuat masyarakat takut dan resah, tapi pada akhirnya tidak pernah berhasil. Dakwah Nabi sendiri dilakukan dengan penuh kasih sayang. Untuk mencegah itu, konsolidasi kelompok beragama moderat harus ditumbuhkan; egoisme kelompok harus dihindari, demi kepentingan harmoni yang lebih besar, dan agar ekstremisme keagamaan tidak semakin berkembang. Dalam konteks tatanan sosio-politik Indonesia, selama hampir dua dekade, ekstremisme keagamaan menjadi perhatian semua pihak, tidak hanya di Indonesia melainkan sudah menjadi fenomena global. Aksi kekerasan atas nama agama yang terjadi di sejumlah negara telah menimbulkan ketegangan bagi semua kalangan yang pada kadar tertentu melahirkan gejala saling mencurigai kelompok agama tertentu sebagai sumber kekerasan. (Hal 50) Fenomena ekstremisme juga menjadi pengalaman pahit bagi Indonesia. Sejumlah aksi terorisme bahkan telah merenggut ratusan nyawa tak berdosa. Ekstremisme keagamaan yang disertai kekerasan memberikan citra suram bagi pesan keagamaan yang damai bagi semesta. Hal ini juga sangat memprihatinkan jika dilihat dalam bingkai kebangsaan yang secara kodrati majemuk. Demikianlah, dengan memperhatikan dampak buruk dari ekstremisme, baik ekstrem kiri, maupun ekstrem kanan, maka visi moderasi beragama, yang pengertiannya secara konseptual telah dipaparkan di atas, menjadi sebuah kebutuhan. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, visi moderasi beragama juga niscaya sangat diperlukan, karena, sebagaimana telah dikemukakan, salah satu indikator moderasi beragama adalah adanya komitmen kebangsaan, tidak secara ekstrem memaksakan satu agama menjadi ideologi negara, tapi pada saat yang sama juga tidak mencerabut ruh dan nilai-nilai spiritual agama dari keseluruhan ideologi negara. (Hal 51) Moderasi beragama, yang menekankan praktik beragama jalan tengah, dapat menjadi jalan keluar, baik untuk memperkuat upaya internalisasi nilai-nilai moral spiritual agama, maupun untuk menciptakan kehidupan keagamaan yang nirkekerasan. 6. Mengapa moderasi beragama penting khususnya dalam tata kehidupan bangsa Indonesia? Moderasi beragama menjadi sarana mewujudkan kemaslahatan kehidupan beragama dan berbangsa yang harmonis, damai dan toleran bagi bangsa Indonesia yang maju. Kata moderasi dalam KBBI berasal dari bahasa latin moderatio, yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Maka, ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi moderasi beragama, istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasaan, atau menghindari keekstreman dalam praktik. Moderasi beragama merupakan konsep yang diharapkan dapat diimplementasikan oleh seluruh umat beragama di Indonesia sehingga tercipta kerukunan intraumat beragama, antarumat beragama dan antarumat beragama dengan pemerintah.
  • 4. Penguatan moderasi beragama menjadi salah satu indikator utama sebagai upaya membangun kebudayaan dan karakter bangsa. Moderasi beragama juga menjadi salah satu prioritas di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 Kementerian Agama. Dalam konteks keIndonesiaan, moderasi beragama dapat dijadikan sebagai strategi kebudayaan untuk merawat Indonesia yang damai, toleran dan menghargai keragamaan. Moderasi Beragama adalah cara hidup untuk rukun, saling menghormati, menjaga dan bertoleransi tanpa harus menimbulkan konflik karena perbedaan yang ada. Dengan penguatan moderasi beragama diharapkan agar umat beragama dapat memposisikan diri secara tepat dalam masyarakat multireligius, sehingga terjadi harmonisasi sosial dan keseimbangan kehidupan sosial. Keberhasilan Moderasi Beragama dalam kehidupan masyarakat Indonesia dapat terlihat dari tingginya empat indikator utama berikut ini serta beberapa indikator lain yang selaras dan saling bertautan: Pertama, Komitmen kebangsaan. Penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam konstitusi: Pancasila, UUD 1945 dan regulasi di bawahnya Kedua, Toleransi. Menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan pendapat. Menghargai kesetaraan dan sedia bekerjasama Ketiga, Anti kekerasan. Menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, dalam mengusung perubahan yang diinginkan Keempat, Penerimaan terhadap tradisi. Ramah dalam penerimaan tradisi dan budaya lokal dalam perilaku keagamaannya, sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama Urgensi moderasi beragama dalam kehidupan beragama dan berbangsa antara lain: memperkuat esensi ajaran agama dalam kehidupan masyarakat, mengelola keragaman tafsir keagamaan dengan mencerdaskan kehidupan keberagamaan, merawat Keindonesiaan dalam bingkai NKRI. Namun disamping itu juga ada tantangan dalam implementasi moderasi beragama, antara lain: berkembangnya cara pandang, sikap dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrem), yang mengesampingkan martabat kemanusiaan; berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama serta pengaruh kepentingan ekonomi dan politik berpotensi memicu konflik; berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI. Tantangan dalam implementasi moderasi beragama tersebut sangat bersinggungan dengan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia. Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak mendasar yang melekat dalam diri setiap manusia. Setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih dan menjalankan agama atau keyakinannya sesuai hati nurani masing-masing tanpa harus dihantui oleh rasa takut mendapatkan ancaman, tekanan, paksaan dari luar dirinya, serta juga bebas dari adanya perlakuan diskriminatif—baik itu dilakukan oleh kelompok- kelompok mayoritas keagamaan dalam masyarakat atau bahkan oleh negara. Di Indonesia, kebebasan beragama dan berkeyakinan dijamin penuh oleh konstitusi dan sejumlah konvensi yang telah diratifikasi dan disahkan oleh pemerintah Indonesia menjadi undang-undang. Dalam UUD 1945 pasca amandemen pasal 28E ayat (1) ditegaskan bahwa “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya”. Pasal 28E ayat (2) juga menegaskan “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya”. Sedangkan, pasal 28I ayat (1) dalam konstitusi berbunyi “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurang dalam keadaan apapun”. Dalam pasal yang sama pada ayat (2) juga masih menekankan semangat serupa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) memiliki landasan yuridis yang cukup kuat dalam hukum di Indonesia. Pentingnya perlindungan dan pemenuhan hak mengenai Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) ini sepenuhnya dapat dimengerti mengingat Indonesia adalah negara yang majemuk terdiri dari banyak agama dan aliran kepercayaan yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) juga dipandang dapat mendorong sebuah kehidupan yang harmonis karena berperan penting dalam mengangkat dan menghormati martabat manusia. Dengan sikap saling menghormati satu sama lain atas nama kemanusiaan, keharmonisan dalam konteks kehidupan antar umat beragama dan berkeyakinan akan menjadi landasan utama bagi terwujudnya kerukunan dalam masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia. Kerukunan yang dimaksud adalah dalam konteks dipenuhinya hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB). Mengingat Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB), dipandang dapat mendorong terciptanya kerukunan sosial karena mengangkat dan menghormati martabat manusia. Selain itu, juga mengingat bahwa keharmonisan dan kerukunan umat beragama dan berkeyakinan bukan kondisi stagnan, tetapi bersifat dinamis dan sangat dipengaruhi serta tergantung dari berbagai faktor. Selain faktor internal dan relasional dari pemeluk-pemeluk agama untuk selalu menjaga keharmonisan dan kerukunan dalam hubungannya dengan pemeluk agama lainnya, juga sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti perubahan kondisi sosial, politik dan ekonomi.
  • 5. 7. Bagaimana moderasi beragama itu seyogianya diimplementasikan? Sebagai bangsa yang masyarakatnya amat majemuk, kita sering menyaksikan adanya gesekan sosial akibat perbedaan cara pandang masalah keagamaan. Ini tak ayal dapat mengganggu suasana rukun dan damai yang kita idam-idamkan bersama. Di suatu waktu, misalnya, ada umat beragama yang membenturkan pandangan keagamaannya dengan ritual budaya lokal seperti sedekah laut, festival kebudayaan, atau ritual budaya lainnya. Di waktu yang lain kita disibukkan dengan penolakan pembangunan rumah ibadah di suatu daerah, meski syarat dan ketentuannya sudah tidak bermasalah. Karena umat mayoritas di daerah itu tidak menghendaki, masyarakat pun jadi berkelahi. Di waktu lainnya, kita disibukkan dengan sikap eksklusif menolak pemimpin urusan publik, gegara beda agama. Ini terjadi mulai dari tingkat pemilihan gubernur, bupati, walikota, camat, RW, RT, hingga Ketua OSIS. Kalau pemilihan presiden sih, belum ada presedennya. Selain itu, ada lagi orang yang atas nama agama ingin mengganti ideologi negara, yang sudah menjadi kesepakatan bersama bangsa kita. Yang juga mengkhawatirkan, ada pula seruan atas nama jihad agama untuk mengkafirkan sesama, bahkan boleh membunuh, menghunus pedang, memenggal kepala, dan menghalalkan darahnya. Ini semua fakta yang kita hadapi, karena keragaman paham umat beragama di Indonesia memang amat tak terperi. Nyaris tak mungkin alias mustahil kita bisa menyatukan cara pandang keagamaan umat beragama di Indonesia. Sementara, keragaman klaim kebenaran atas tafsir agama, bisa memunculkan gesekan dan konflik. Lalu, bagaimana menyikapinya? Membungkamnya tidak mungkin, karena itu bagian dari kebebasan ekspresi beragama. Tapi, membiarkan tanpa kendali keragaman pandangan yang ekstrem, juga bisa membahayakan persatuan dan kesatuan, apalagi ihwal agama adalah hal yang teramat sensitif untuk disepelekan. Nah, Kementerian Agama sudah menawarkan sebuah solusi beragama jalan tengah, yang disebut “moderasi beragama”. Jangan buru-buru menilai bahwa beragama jalan tengah berarti beragama setengah-setengah, liberal, dan tidak kaafah. Sabar dulu yah. Saya akan menjelaskannya pelan-pelan. Kita kupas terlebih dulu secara bahasa. Moderat adalah sebuah kata sifat, turunan dari kata moderation, yang berarti tidak berlebih-lebihan atau sedang. Kata moderasi sendiri berasal dari bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-sedang-an, tidak kelebihan, dan tidak kekurangan, alias seimbang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata moderasi didefinisikan sebagai pengurangan kekerasan, atau penghindaran keekstreman. Maka, ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi moderasi beragama, istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keesktreman dalam cara pandang, sikap, dan praktik beragama. Dalam bahasa Arab, padanan moderasi adalah wasath atau wasathiyah, yang berarti tengah-tengah. Kata ini mengandung makna i’tidal (adil) dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut waasith. Kata waasith bahkan sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga pengertian, yaitu: pertama wasit berarti penengah, atau perantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis); makna kedua adalah: wasit berarti pelerai (pemisah, pendamai) antara pihak-pihak yang berselisih; dan makna ketiga adalah: wasit berarti pemimpin di pertandingan (seperti wasit sepakbola, badminton, atau olah raga lainnya). Wasit tentu harus adil, kan. Adapun lawan kata moderasi adalah tatharruf, yang dalam bahasa Inggris mengandung makna extreme, radical, dan excessive, bisa juga dalam pengertian berlebihan. Dalam bahasa Arab, setidaknya ada dua kata yang maknanya sama dengan kata extreme, yaitu al-guluww, dan tasyaddud. Dalam konteks beragama, pengertian “berlebihan” ini dapat diterapkan untuk menyebut orang yang bersikap ekstrem, yaitu melampaui batas dan ketentuan syariat agama. Jadi, tidak ekstrem, adalah salah satu kata kunci paling penting dalam moderasi beragama, karena ekstremitas dalam berbagai bentuknya, diyakini bertentangan dengan esensi ajaran agama dan cenderung merusak tatanan kehidupan bersama, baik dalam kehidupan beragama maupun bernegara. Karenanya, kalau mau dirumuskan, moderasi beragama itu adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama, dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama - yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa. Pertanyaannya, memangnya moderasi beragama penting untuk Indonesia? Ya sangat penting, karena Indonesia adalah negara yang masyarakatnya sangat religius dan sekaligus majemuk. Meskipun bukan negara berdasar agama tertentu, masyarakat kita sangat lekat dengan kehidupan beragama. Nyaris tidak ada satu pun urusan sehari-hari yang tidak berkaitan dengan agama. Itu mengapa, kemerdekaan beragama juga dijamin oleh konstitusi kita. Nah, tugas kita adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara kebebasan beragama itu dengan komitmen kebangsaan untuk menumbuhkan cinta tanah air.
  • 6. Mungkin ada yang bertanya, memangnya cara pandang, sikap, dan praktik beragama seperti apa yang dianggap ekstrem atau melebihi batas? Lihat saja, ada tiga ukuran yang bisa menjadi patokan. Pertama, dianggap ekstrem kalau atas nama agama, seseorang melanggar nilai luhur dan harkat mulia kemanusiaan, karena agama kan diturunkan untuk memuliakan manusia. Kedua, dianggap ekstrem kalau atas nama agama, seseorang melanggar kesepakatan bersama yang dimaksudkan untuk kemaslahatan; dan ketiga, dianggap ekstrem kalau atas nama agama, seseorang kemudian melanggar hukum. Jadi, orang yang atas nama menjalankan ajaran agamanya tapi melanggar ketiga batasan ini, bisa disebut ekstrem dan melebihi batas. Logikanya, kemuliaan agama itu tidak bisa ditegakkan dengan cara merendahkan harkat kemanusiaan. Nilai moral agama juga tidak bisa diwujudkan melalui cara yang bertentangan dengan tujuan kemaslahatan umum. Begitu pula esensi agama tidak akan bisa diajarkan dengan cara melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang sudah disepakati bersama sebagai panduan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Masyarakat perlu tahu bahwa moderasi beragama adalah cara kita, umat beragama, menjaga Indonesia. Kita tentu tidak mau mengalami nasib seperti saudara-saudara kita di negara yang kehidupan masyarakatnya carut marut, dan bahkan negaranya terancam bubar, akibat konflik sosial-politik berlatar belakang perbedaan tafsir agama. Kita harus belajar dari pengalaman yang ada. Keragaman, di bidang apapun, memang pasti menimbulkan adanya perbedaan, apalagi yang terkait dengan agama. Dan, harus diakui bahwa perbedaan itu, apalagi yang tajam dan ekstrem, di mana pun selalu memunculkan potensi konflik. Kalau tidak dikelola dengan baik, potensi konflik seperti ini bisa melahirkan sikap ekstrem dalam membela tafsir klaim kebenaran versi masing-masing kelompok yang berbeda. Padahal dalam hal tafsir agama, yang Maha Mengetahui Kebenaran sejati, kan hanya Tuhan belaka. Seringkali perbedaan yang diperebutkan itu sesungguhnya sebatas kebenaran tafsir agama yang dihasilkan oleh manusia, bukan kebenaran esensial yang merupakan pokok agama itu sendiri yang dikehendaki oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Konflik yang berlatar belakang perbedaan klaim kebenaran tafsir agama, tentu daya rusaknya akan lebih dahsyat lagi, karena agama itu amat berkaitan dengan relung emosi terdalam dan terjauh di dalam jiwa setiap manusia. Itulah mengapa moderasi beragama penting hadir di Indonesia. Ia bisa menjadi solusi untuk menciptakan kerukunan, harmoni sosial, sekaligus menjaga kebebasan dalam menjalankan kehidupan beragama, menghargai keragaman tafsir dan perbedaan pandangan, serta tidak terjebak pada ekstremisme, intoleransi, dan kekerasan atas nama agama. Ingat! Yang disebut moderat itu bukan orang yang dangkal keimanannya, bukan orang yang menganggap sepele tuntunan agama, dan bukan pula orang yang ekstrem liberal. Orang yang moderat adalah mereka yang saleh, berpegang teguh pada nilai moral dan esensi ajaran agama, serta memiliki sikap cinta tanah air, toleran, anti kekerasan, dan ramah terhadap keragaman budaya lokal. Semangat moderasi beragama adalah untuk mencari titik temu dua kutub ekstrem dalam beragama. Di satu sisi, kan ada pemeluk agama yang ekstrem meyakini mutlak kebenaran satu tafsir teks agama, lalu menganggap sesat mereka yang memiliki tafsir yang berbeda dengannya. Di sisi lain, ada juga umat beragama yang esktrem mengabaikan kesucian agama, atau mengorbankan kepercayaan dasar ajaran agamanya atas nama toleransi kepada pemeluk agama lain. Kedua sikap ekstrem ini perlu dimoderasi. Dan, harus diingat, moderasi beragama adalah tanggungjawab bersama. Moderasi beragama tidak mungkin berhasil menciptakan kerukunan kalau hanya dilakukan oleh perorangan atau institusi tertentu saja seperti Kementerian Agama. Kita perlu bekerjasama dan saling bergandengan tangan, mulai dari masyarakat luas, pegiat pendidikan, ormas keagamaan, media, para politisi, dunia birokrasi, dan aparatur sipil negara. Alhasil, moderasi beragama itu sesungguhnya adalah jati diri kita sendiri, jati diri bangsa Indonesia. Kita adalah negeri yang sangat agamis, umat beragama kita amat santun, toleran, dan terbiasa bergaul dengan berbagai latar keragaman etnis, suku, dan budaya. Toleransi ini pekerjaan rumah (PR) bersama kita, karena kalau intoleransi dan ekstremisme dibiarkan tumbuh berkembang, cepat atau lambat keduanya akan merusak sendi-sendi ke-Indonesia-an kita. Itulah mengapa moderasi beragama menjadi sangat penting dijadikan sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku, dalam beragama dan bernegara. Jadi, moderasi beragama merupakan perekat antara semangat beragama dengan komitmen berbangsa dan bernegara. Yakinlah bahwa bagi kita, bagi bangsa Indonesia, beragama pada hakikatnya adalah ber Indonesia dan ber Indonesia itu pada hakikatnya adalah beragama. Moderasi beragama harus kita jadikan sebagai sarana mewujudkan kemaslahatan kehidupan beragama dan berbangsa yang rukun, harmonis, damai, toleran, serta taat konstitusi, sehingga kita bisa benar-benar menggapai cita-cita bersama menuju Indonesia maju. Huruf syamsiyah Definisi Alif Lam Syamsiah Menurut buku yang bertajuk Ilmu Tajwid Lengkap karya Samsul Amin, syamsiah berasal dari kata syamsun yang artinya matahari. Hal ini disebabkan karena huruf syamsiah diibaratkan sebagai
  • 7. matahari. Sementara, lam diibaratkan sebagai bintang-bintang di siang hari yang tidak terlihat saat ada matahari. Alif lam syamsiah adalah alif lam (‫)ال‬ yang dirangkai dengan kata benda (isim) dan diawali dengan salah satu dari huruf-huruf syamsiah. Artinya, hukum bacaan ini terjadu bila alif lam bertemu dengan salah satu huruf syamsiah. Huruf-huruf syamsiah berjumlah 14 huruf di antaranya adalah tha (‫)ط‬, tsa (‫)ث‬, shad (‫)ص‬, ra (‫)ر‬, ta (‫)ت‬, ta (‫)ت‬, dha (‫)ض‬, dzal (‫)ذ‬, nun (‫)ن‬, dal (‫)د‬, zai (‫)ز‬, sin (‫)س‬, zha (‫)ظ‬, syin (‫)ش‬, dan lam (‫)ل‬. Cara Membaca Alif Lam Syamsiah Hukum bacaan ini juga biasa disebut dengan idgam syamsiah karena bacaan alif lam dibaca idgham (memasukkan) ke dalam huruf syamsiah yang ada di depannya. Akibatnya, huruf alif lam menjadi lebur dan tertukar dengan huruf syamsiah yang mengikutinya. Atau seolah-olah dengan membuang lam sukun dan mentasydidkan huruf-huruf syamsiah. Contoh Bacaan Alif Lam Syamsiah 1. ٰ ‫ى‬ َ‫ْر‬‫ب‬ُ‫ك‬ْ‫ٰٱل‬ُ‫ة‬َّ‫م‬‫آ‬َّ‫ط‬‫ِٰٱل‬‫ت‬َ‫ء‬ (QS. An Naziat: 34) dibaca atiṭ-ṭāmmatul-kubrā Alasan: alif lam bertemu dengan huruf tha (‫)ط‬. Huruf qomariyah Mengutip dari buku Kiat Jitu Hafal Al-Qur'an yang disusun oleh El-Hosniah, alif lam qamariah yaitu apabila alif lam sukun (‫)ال‬ bertemu dengan salah satu huruf qamariah, maka bacaannya wajib diizharkan. Izhar memiliki arti dibaca dengan jelas. Adapun yang dimaksud dengan huruf qamariah antaranya; ‫ا‬ (alif), ‫ب‬ (Ba) ‫ج‬ (Jim) ‫ح‬ (Ha) ‫خ‬ (Kha) ‫ع‬ ('Ain) ‫غ‬ (Ghain) ‫ف‬ (Fa) ‫ق‬ (Qaf) ‫ك‬ (Kaf) ‫م‬ (Mim) ‫و‬ (wawu) ‫ه‬ (Ha) ‫ي‬ (Ya). Ciri-Ciri Alif Lam Qamariah Setelah mengetahui pengertian dari alif lam qamariah beserta cara membacanya, tentu kita harus tahu ciri dari hukum bacaan alif lam tersebut. Mengutip dari buku Pendidikan Agama Islam untuk Siswa SMP kelas VII oleh Rachmat, dkk., berikut merupakan ciri-ciri alif lam qamariah: 1. Huruf alif lam pada suatu ayat berharakat sukun (mati). 2. Huruf setelah "al" tidak terdapat harakat tasydid. 3. Huruf alif lam akan dibaca dengan jelas (izhar). Contoh Bacaan Alif Lam Qamariah Jika sudah memahami pengertian dan ciri-ciri dari alif lam qamariah, ada baiknya kita paham akan contohnya. 1. Surat Al-Humazah Ayat 4 ٰ ِ‫ة‬َ‫م‬َ‫ط‬ُ‫ح‬ۡ‫ىٰال‬ِ‫ف‬َّٰ‫ن‬َ‫ذ‬َ‫ب‬ۡۢۡ‫ُن‬‫ي‬َ‫ل‬ٰ َّ ‫ََّل‬‫ك‬ Cara membacanya: Kalla layum ba zanna fil hutamah Alasan dibaca demikian karena alif lam bertemu huruf ha (‫)ح‬ 2. Surat Al-Baqarah Ayat 2 ُٰ‫ب‬‫ت‬ِ‫ك‬ْ‫ٰال‬َ‫ِك‬‫ل‬‫ذ‬ Cara membacanya: żālikal-kitābu Alasan dibaca demikian karena alif lam bertemu huruf kaf kaf (‫)ك‬ Waqaf artinya: sebaiknya berhenti. ‫زم‬ ‫ال‬ ‫وقف‬ ( ‫م‬ ) : harus berhenti ( ‫نقه‬ ‫معا‬ ) : berhenti di salah satu titik ‫مطلق‬ ‫وقف‬ ( ‫ط‬ ) : sebaiknya berhenti ‫اولى‬ ‫الوقف‬ ( ‫قلى‬ ) : sebaiknya berhenti ‫الوقف‬ ( ‫قف‬ ) : sebaiknya berhenti ‫ئز‬ ‫جا‬ ‫وقف‬ ( ‫ج‬ ) : boleh berhenti, juga boleh terus Washol artinya: sebaiknya terus. ‫ممنوع‬ ‫الوقف‬ ( ‫ال‬ ) : sebaiknya terus ‫اولى‬ ‫الوصل‬ ( ‫صلى‬ ) : sebaiknya terus ‫الوقف‬ ‫مجوز‬ ( ‫ز‬ ) : sebaiknya terus ‫الوقف‬ ‫خص‬ ‫مر‬ ( ‫ص‬ ) : sebaiknya terus
  • 8. ‫وقف‬ ‫هو‬ ‫قيل‬ ( ‫ق‬ ) : sebaiknya terus Mad ashli Mad Ashli atau Thabi’i ini merupakan satu dari bagian atau cabang dari Hukum Mad. Secara bahasa Mad Ashli atau Thabi’i mempunyai arti alami atau biasa, yaitu tidak lebih dan juga tidak kurang. Huruf mad thabi'i itu ada tiga yaitu ,( ‫ي‬ ) 'ya) , ‫و‬ ) wawu dan alif ( ‫)ا‬. Adapun syarat huruf mad thabi'i adalah apabila wawu jatuh setelah dhummah, ya' jatuh setelah kasroh, dan alif jatuh setelah fathah. Mad Ashli atau mad thabiI terjadi apabila: 1. Huruf berharakat fathah bertemu dengan alif. 2. Huruf berharakat kasroh bertemu dengan ya mati. 3. Huruf berharakat dhommah bertemu dengan wawu mati. Contohnya berkumpul dalam ‫ا‬َ‫ه‬ْ‫ي‬ ِ‫ح‬ ْ‫و‬ُ‫ن‬. Apabila setelah huruf mad tidak ada huruf yang sukun, maka disebut mad thabi'i. Seperti kalimat ‫ا‬ ْ‫و‬ُ‫ن‬َ‫م‬‫ٰا‬َ‫ْن‬‫ي‬ِ‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ َ‫و‬ .Panjangnya kira-kira satu alif/ dua harakat. Contoh hukum bacaan Mad Ashli atau Thobi'i terdapat dalam Surat Al Ghasyiah: 1. ٰ ٌ‫ة‬َ‫ع‬ِ‫ش‬‫َا‬‫خ‬ٍٰ‫ذ‬ِٕ‫ى‬َ‫م‬ ْ‫َّو‬‫ي‬ٌٰ‫ه‬ ْ‫و‬ُ‫ج‬ ُ‫و‬ (Terdapat wawu sukun setelah dhomah) Latin: Wujuuhuyyaumaidzin khoosyi'ah. 2. ُٰ‫ن‬ِ‫ْم‬‫س‬ُ‫ي‬ٰ َّ ‫َّل‬ (terdapat alif sukun setelah fathah) 3. ٰ ٌ‫ة‬َ‫ي‬ ِ ‫ار‬َ‫ج‬ٌٰ‫ْن‬‫ي‬َ‫ع‬ٰ‫ا‬َ‫ه‬ْ‫ي‬ِ‫ف‬ (Terdapat ya sukun setelah kasroh). Mad far’i Pengertian Mad Far’i Mad menurut bahasa artinya panjang, sedangkan far’i menurut bahasa artinya adalah cabang. Mad far’i menurut istilah adalah hukum bacaan panjang yang terjadi karena terdapat hamzah, sukun, tasydid dan waqaf. Macam Macam Mad Far’i Mad Far’i terbagi menjadi beberapa cabang, diantaranya: 1. Mad far’i karena hamzah 2. Mad far’i karena sukun 3. Mad far’i karena tasydid 4. Mad far’i karena waqaf Mad Far’i Karena Hamzah Pembagian Mad Far’i yang terjadi karena bertemu hamzah, diantaranya: 1. Mad Wajib Muttashil 2. Mad Jaiz Munfashil 3. Mad Shilah Thawilah 4. Mad Badal Mad Wajib Muttashil Hukumnya yaitu apabila terdapat bacaan mad thobi’i bertemu dengan huruf hamzah dalam satu kalimat dan dibaca panjang 5 harakat atau 2 setengah alif. Contohnya: ََ‫ء‬‫آ‬َ‫ج‬ , َِّ‫َآء‬‫ت‬ِّ‫لش‬َ‫ا‬ , ََ‫ء‬‫آ‬َ‫ف‬َ‫ن‬ُ‫خ‬ , َ ‫ا‬‫ل‬ِّ‫ئ‬‫آ‬َ‫ع‬ Mad Jaiz Munfashil Hukumnya yaitu apabila terdapat bacaan mad thobi’i bertemu dengan huruf hamzah dilain kalimat dan dibaca panjang 5 harakat atau 2 setengah alif juga boleh dibaca 2 harakat atau 1 alif. Contohnya: َ ‫ي‬ِّ‫ب‬َ‫ا‬َٓ‫ا‬َ‫د‬َ‫ي‬ , ‫ى‬ٰ‫ن‬‫غ‬َ‫ا‬َٓ‫ا‬َ‫م‬ , َ ُ‫د‬ُ‫ب‬‫ع‬َ‫ا‬َٓ َ ‫َل‬ , َ ‫م‬ُ‫ه‬َ‫م‬َ‫ع‬‫ط‬َ‫ا‬َٓ‫ِّي‬‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ Mad Shilah Thawilah Hukumnya yaitu apabila ada bacaan mad shilah thawilah bertemu dengan huruf hamzah ( ‫َأ‬,َ‫ء‬ ) didalam satu kalimat dan boleh dibaca panjang 5 harakat atau 2 setengah alif maupun 2 harakat atau 1 alif. Contohnya :
  • 9. َ ‫ه‬َ‫د‬َ‫ل‬‫خ‬َ‫ا‬َٓ‫ه‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬ , َٓ‫ّٰى‬‫د‬ َ‫َر‬‫ت‬َ‫ا‬َ‫ذ‬ِّ‫ا‬َٓ‫ه‬ُ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬ , َ ‫ا‬‫ة‬َ‫ه‬ِّ‫ل‬ٰ‫َا‬ٓ‫ه‬ِّ‫ن‬‫ُو‬‫د‬َ‫ن‬ِّ‫م‬ Mad Badal Hukumnya yaitu apabila terdapat huruf hamzah ( ‫َئ‬,َ‫َؤ‬,َ‫ء‬ ) bertemu dengan Mad yang bermula dari huruf hamzah sukun atau mati, kemudian huruf hamzah ini diubah dan diganti dengan huruf Alif ( ‫ا‬ ), Wawu ( ‫و‬ ), atau huruf Ya’ ( ‫ي‬ ). Mad badal dibaca panjang 1 alif atau 2 harakat. Contohnya : َ ُ‫م‬َ‫د‬‫أ‬َ‫أ‬ dibaca َ ُ‫م‬َ‫د‬ٰ‫ا‬ َ ُ‫د‬ُ‫خ‬‫أ‬َ‫أ‬ dibaca َ ُ‫د‬ُ‫خ‬ٰ‫ا‬ ‫ى‬ِّ‫ف‬‫ؤ‬ُ‫أ‬ dibaca ‫ى‬ِّ‫ف‬‫و‬ُ‫أ‬ Mad Far’i Karena Sukun Pembagian Mad Far’i yang terjadi karena bertemu sukun, diantaranya: 1. Mad Layyin / Lin 2. Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi 3. Mad Tamkin Mad Layyin / Lin Hukumnya yaitu apabila terdapat huruf mad yaitu Wawu mati ( َ ‫و‬ ) dan Ya’ mati ( َ ‫ي‬ ) serta huruf sebelumnya berharakat fathah ( - ) disebut Mad Layyin. Cara membaca Mad Layyin yaitu dengan halus atau lembut dan tidak boleh dibaca panjang, kecuali dibaca pada saat waqaf dan hukumnya berubah menjadi hukum bacaan Mad Arid Lissukun. Contohnya : ََ‫ت‬‫ي‬َ‫ء‬َ‫ر‬َ‫ا‬ , َ ‫ش‬‫ي‬َ‫ر‬ُ‫ق‬ , َ ‫ف‬‫ي‬َّ‫ص‬‫ل‬َ‫ا‬ Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi Hukumnya yaitu apabila terdapat bacaan Mad Thobi’i bertemu dengan huruf yang berharakat mati ( - ) yang tidak berada diakhir kalimat dan dibaca panjang 6 harakat atau 3 alif. Contohnya : َ ‫م‬ُ‫ت‬‫ن‬ُ‫ك‬َ‫د‬َ‫ق‬ َ‫َو‬َ‫ٰٔن‬ٰ‫ـ‬‫ل‬ ٰٰۤ‫ا‬ , ََ‫ت‬‫ي‬َ‫ص‬َ‫ع‬َ‫د‬َ‫ق‬ َ‫َو‬َ‫ٰٔن‬ٰ‫ـ‬‫ل‬ ٰٰۤ‫ا‬ Mad Far’i Karena Tasydid Pembagian Mad Far’i yang terjadi karena bertemu tasydid, diantaranya: 1. Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi 2. Mad Lazim Mutsaqqal Harfi 3. Mad Lazim Musyabba’ 4. Mad Farqi Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi Hukumnya yaitu apabila terdapat bacaan Mad Thobi’i bertemu dengan huruf yang bertasydid dalam satu kalimat dan dibaca dengan panjang 6 harakat atau 3 alif pada saat membaca huruf yang bertasydid kemudian diteruskan membaca huruf berikutnya. Contohnya : ََ‫ن‬‫ي‬ِّ‫َّآل‬‫ض‬‫ال‬ َ ‫َل‬ َ‫و‬ , ًَ ‫آَل‬َ‫ض‬ Mad Lazim Mutsaqqal Harfi Hukumnya yaitu apabila terdapat salah satu huruf atau lebih diawal surat yaitu pada 8 huruf hijaiyyah berikut ini. Nun ( ‫ن‬ ) Qaf ( ‫ق‬ ) Shod ( ‫ص‬ ) ‘Ain ( ‫ع‬ ) Sin ( ‫س‬ ) Lam ( ‫ل‬ ) Kaf ( ‫ك‬ ) dan Mim ( ‫م‬ ) dan dibaca dengan panjang 6 harakat atau 3 alif. Contohnya : َٰۤ ‫ص‬ٰۤ‫ع‬ٰ‫ي‬ ٰ‫ه‬ٰۤ‫ك‬ , َٰ ‫ر‬ٰۤ‫ال‬ , َٰۤ ‫ص‬ ٰۤ ‫م‬ٰۤ‫ال‬ Mad Lazim Musyabba’ Hukumnya yaitu sama seperti hukum mad lazim mustaqqal harfi, namun sesudah mad ada huruf mati yang tidak diidghamkan atau ditasydidkan dan dibaca dengan panjang 6 harakat atau 3 alif. Contohnya : َٰۤ ‫ن‬ , َٰۤ ‫ق‬ , َٰۤ ‫س‬ٰ‫ي‬ Mad Farqi Hukumnya yaitu apabila terdapat bacaan mad badal bertemu dengan huruf yang bertasydid pada dua kalimat atau lain kalimat dan dibaca panjang 6 harakat atau 3 alif. Contohnya : َِّ‫ن‬‫ي‬َ‫َر‬‫ك‬َّ‫ذ‬‫ال‬ ٰٰۤ‫َء‬‫ل‬ُ‫ق‬ , َ ُ ّٰ ٰٰۤ ‫َلٰۤا‬‫ل‬ُ‫ق‬
  • 10. Mad Far’i Karena Waqaf Pembagian Mad Far’i yang terjadi karena waqaf, diantaranya: 1. Mad Arid Lissukun 2. Mad Iwad Macam-macam Bacaan Gharib Bacaan Gharib di dalam Alquran ada beberapa macam. Dikutip dari Tuntunan Belajar Tajwid bagi Pemula oleh Zaki Zamani, menurut riwayat Imam Hafsh, bacaan Gharib yang berlaku di Indonesia antara lain: 1. Saktah Bacaan ini biasa ditandai dengan huruf sin kecil (‫)س‬ atau dengan tulisan lengkap (‫)ساكته‬. Maksud dari Saktah adalah berhenti sepanjang satu alif atau dua harakat tanpa mengganti atau menarik napas. Ada 4 tanda saktah di dalam Alquran, yaitu pada surat Al-Kahfi di akhir ayat 1, surat Yasin ayat 52, surat Al-Qiyamah ayat 27, dan surat Al-Muthaffifin ayat 14. Contoh bacaan saktah: - QS. Yasin ayat 52, yaitu َٰ‫ون‬ُ‫ل‬َ‫س‬ ْ‫ر‬ُ‫م‬ْ‫ٰال‬َ‫َق‬‫د‬َ‫ص‬ َ‫ٰو‬ُ‫ن‬َ‫م‬ْ‫ح‬َّ‫ٰالر‬َ‫د‬َ‫ع‬ َ‫اٰو‬َ‫م‬ٰ‫ا‬َ‫ذ‬َ‫ه‬ٰٰٰۗۜ‫َا‬‫ن‬ِ‫د‬َ‫ق‬ ْ‫ر‬َ‫م‬ْٰ‫ن‬ِ‫َاٰم‬‫ن‬َ‫ث‬َ‫ع‬َ‫ب‬ْٰ‫ن‬َ‫م‬ٰ‫َا‬‫ن‬َ‫ل‬ْ‫ي‬ َ‫اٰو‬َ‫ي‬ٰ‫وا‬ُ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ - QS. Al Qiyamah ayat 27, yaitu ٰ ٍ‫ق‬‫ا‬ َ‫ٰۜر‬ْٰ‫ن‬َ‫م‬َٰ‫ل‬‫ي‬ِ‫ق‬ َ‫و‬ 2. Tas-hiil Bacaan Tas-hill hanya ada satu di dalam Alquran, yaitu pada surat Fushilat ayat 44. Pada kalimat “a-a-jamiyyun”, terdapat dua hamzah yang saling berurutan. Hamzah yang pertama dibaca tahqiq seperti hamzah pada umumnya, sedangkan hamzah kedua dibaca tashill. Cara membaca tashilll adalah membunyikan hamzah seperti huruf ha’ yang samar, yaitu antara bunyi hamzah dan bunyi alif. Contoh bacaan tashill yaitu ٰ ‫ي‬ِ‫م‬َ‫ج‬ْ‫ع‬َ‫أ‬َ‫أ‬ 3. Isymaam Seperti tas-hiil, bacaan isyamaam juga hanya muncul satu kali di dalam Alquran, yaitu pada surat Yusuf ayat 11. Bacaan Isymaam terjadi pada huruf nun bertasydid yang merupakan gabungan dari dua huruf nun yang saling berdampingan. Karena salah satu dari nun tersebut dihapus, maka untuk menandainya muncullah bacaan Isymaam. Cara membaca Isymaam adalah mendengungkan huruf nun bertasydid dengan mulut bergerak seakan-akan membaca nun yang berdhomah. Contoh bacaan isymaam adalah ‫ا‬َّ‫ن‬َ‫م‬ْ‫َأ‬‫ت‬ٰ َ ‫َّل‬ (dibaca dengan isyarat bibir dimonyongkan). 4. Imaalah Bacaan Gharib Imaalah juga hanya ada satu dalam Alquran, yaitu dalam surat Huud ayat 41. Pada ayat tersebut, huruf ra' pada kalimat majraaha dibaca Imalaah, yaitu membelokkan bunyi fathah ke bunyi kasrah sekedar 2/3 dan huruf ra’ dibaca tarqiq. Contoh bacaan Imaalah adalah ‫َا‬‫ه‬‫ا‬ َ‫ر‬ْ‫ج‬َ‫م‬ (dibaca majreha). 5. Naql Menurut istilah, Naql artinya memindahkan harakat ke huruf sebelumnya. Dalam Alquran, hanya ada satu bacaan Naql, yaitu pada surat Al-Hujurat ayat 11. Pada pertengahan ayat, terdapat dua hamzah yang tidak dibaca (washal), yaitu hamzah al-ta’rif dan hamzah ismu yang mengapit lam. Kedua hamzah washal tersebut tidak dibaca ketika disambungkan dengan lafadz sebelumnya. Sehingga bacaannya bukan “bi’sal ismu”, tetapi menjadi “bi’salismu”. Contoh bacaan Naqel yaitu ٰ ُ‫م‬ْ‫س‬ ِ ‫ٰاَّل‬ َ ‫س‬ْ‫ئ‬ِ‫ب‬