SlideShare a Scribd company logo
1 of 54
Download to read offline
SUSUNAN PENGURUS
Pelindung
Sekretaris Jendral Ikatan Lembaga Mahasiswa
Kebidanan Indonesia (IKAMABI)
Rizqotul Maghfiroh Rojuli
Universitas Airlangga
Board of Director
Winda Rinawan, S.Keb
Universitas Brawijaya
Pimpinan Umum
Bintang Dwita Dewantari
Universitas Airlangga
Sekretaris
Atika Nadia
Universitas Airlangga
Bendahara
Romadhinniar Febriana
Universitas Airlangga
Penyunting Ahli
Ivon Diah Wittiarika, S.Keb., Bd. M.Kes
Universitas Airlangga
Dwi Iz’zati, S.Keb., Bd. M. Sc
Universitas Airlangga
Yulizawati, SST, M.Keb
Universitas Andalas
Yuseva Sariati, SE, SST, M.Keb
Universitas Brawijaya
Redaksi
Novi Dwi Ambarsari Universitas Airlangga
Zulfa Navila F.S.J Universitas Airlangga
Fajar Dwi P. Universitas Airlangga
Resti Zulhaijah Universitas Airlangga
Dian Rahma U.S Universitas Brawijaya
Public Relation
Puput Maulidah Universitas Brawijaya
Erni Rosita Dewi Universitas Airlangga
Siwi Arum Sari W. Poltekes Kemenkes Semarang
Yuniarti Arsitasari Universitas Negeri Sebelas Maret
Tata Letak dan Layout
Zukhaila Salma Universitas Airlangga
Wanda MardhotillahUniversitas Gajah Mada
Rindang Atikah Kusuma P. Universitas Brawijaya
Rizka Sriyouni Universitas Andalas
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
i
DAFTAR ISI ISSN : 2442 — 9171
Susunan Pengurus......................................................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................................................................ ii
Petunjuk Penulisan....................................................................................................................................... iv
Sambutan Pimpinan Umum...................................................................................................................... x
PENELITIAN
Pengaruh Senam Anti Nyeri Haid Terhadap Intensitas Nyeri Haid Di Asrama Mu’alimat
Surakarta
Miladiyah Rahmawati, Mujahidatul Musfiroh, Sri Anggarini P
....................................................................................................................................................................................................... 1
Hubungan Umur dengan Penilaian Cadangan Ovarium pada Pasien Infertil
Rita Defiyenti, Ashon Sa’adi K., Kasiati, Atika
....................................................................................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA
Penatalaksanaan Partus Prematurus Imminens pada Usia Kehamilan Setelah 34 Minggu
Wafda Ardhian Latansyadiena
....................................................................................................................................................................................................... 12
PENYEGAR
Peran Suami dalam Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Antenatal Care
Dewa Ayu Mirah Indrayani, Nofi Nurul Fadilla
....................................................................................................................................................................................................... 20
Percepatan Afirmasi Positif dalam Gelombang Alfa dengan Musik Relaksasi Guna Men-
stimulasi Hormon Oksitosin dalam Proses Pengeluaran ASI
Fanisa Mutiara Apriliani, Tesha Rosyida N.A.
....................................................................................................................................................................................................... 26
SMS BUNDA : Selamatkan Generasi Bangsa Sejak Awal Kehidupan
Yuni Irawati, Lulu Latifah
....................................................................................................................................................................................................... 28
ii
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
LAPORAN KASUS
Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin dengan Preeklampsia Berat, Ketuban Pecah Preterm,
Anemia, dan Haemorrhage Post Partum Et Causa Atonia Uteri
Farida Fitriana, Ivon Diah Wittiarika, Lilik Hidayati
....................................................................................................................................................................................................... 31
DAFTAR ISI ISSN : 2442 — 9171
iii
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
PETUNJUK PENULISAN
Pedoman Penulisan Artikel
Berkala Ilmiah Mahasiswa Kebidanan Indonesia (Bimabi)
Indonesian Midwifery Student Journal
Berkala Ilmiah Mahasiswa Kebidanan Indonesia (BIMABI) adalah publikasi tiap enam bulanan yang mengguna-
kan sistem seleksi peer-review dan redaktur. Naskah diterima oleh redaksi, mendapat seleksi validitas oleh
peer-reviewer, serta seleksi dan pengeditan oleh redaktur. BIMABI menerima artikel penelitian asli yang ber-
hubungan dengan bidang ilmu kebidanan, artikel tinjauan pustaka, laporan kasus, artikel penyegar ilmu kedok-
teran dan kesehatan, advertorial, petunjuk praktis, serta editorial. Tulisan merupakan tulisan asli (bukan pla-
giat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa kebidanan.
Petunjuk Bagi Penulis :
1. BIMABI hanya akan memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada jurnal lain.
2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik, benar, lugas, dan ringkas.Naskah diketik dalam Mi-
crosoft Word, ukuran kertas A4 dengan margin kanan, kiri, atas, bawah berukuran 3433 cm. Naskah
menggunakan 1 spasi dengan spacing after before 0 cm, jarak antarbab atau antarsubbab yaitu 1 spasi
(1x enter). Font Arial, size 10, sentence case, justify. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman
judul. Naskah terdiri dari maksimal 15 halaman terhitung mulai dari judul hingga daftar pustaka.
3. Naskah dikirim melalui email ke alamat redaksibimabi@bimkes.org dan bimabi_ikamabi@yahoo.com
dengan menyertakan identitas penulis beserta alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
4. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai
berikut:
a. Judul
b. Nama penulis dan lembaga pengarang
c. Abstrak
d. Naskah (Text), yang terdiri atas:
 Pendahuluan
 Metode
 Hasil
 Pembahasan
 Kesimpulan
 Saran
e. Daftar Rujukan
5. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan Pustaka dan Advertorial harus mengikuti
sistematika sebagai berikut :
iv
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
a. Judul
b. Nama penulis dan lembaga pengarang
c. Abstrak
d. Naskah (Text), yang terdiri atas:
 Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas)
 Pembahasan
 Kesimpulan
 Saran
e. Daftar Rujukan
6. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Artikel Penyegar dan Artikel Editorial harus mengi-
kuti sistematika sebagai berikut:
a. Pendahuluan
b. Isi
c. Kesimpulan (Penutup)
7. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Laporan Kasus harus mengikuti sistematika sebagai
berikut:
a. Judul
b. Nama penulis dan lembaga pengarang
c. Abstrak
d. Naskah (Text), yang terdiri atas:
 Pendahuluan
 Laporan kasus
 Pembahasan
 Kesimpulan
e. Daftar Rujukan
8. Judul ditulis secara singkat, jelas, dan padat yang akan menggambarkan isi naskah. Ditulis dengan Font
Arial 14 pt dicetak tebal di bagian tengah atas dengan uppercase (semua huruf ditulis kapital), tidak
digaris bawahi, tidak ditulis di antara tanda kutip, tidak diakhiri tanda titik(.), tanpa singkatan, kecuali
singkatan yang lazim. Penulisan judul diperbolehkan menggunakan titik dua tapi tidak diperbolehkan
menggunakan titik koma. Penggunaan subjudul diperbolehkan dengan ketentuan ditulis dengan title-
case, Font Arial 12, center, dan dicetak tebal.
9. Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup diikuti dengan kata-
kata: dkk atau et al. Nama penulis diketik titlecase, Font Arial 10, center, dan bold yang dimulai dari
pengarang yang memiliki peran terbesar dalam pembuatan artikel. Penulisan asal instansi dimulai dari
terkecil. Nama penulis harus disertai dengan asal fakultas penulis. Alamat korespondensi ditulis leng-
kap dengan nomor telepon dan email.
10. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dengan panjang abstrak tidak lebih dari
250 kata dan tidak menuliskan kutipan pustaka. Abstrak Bahasa Indonesia dan kata kunci ditulis tegak.
Abstrak Bahasa Inggris dan keyword ditulis italic (dimiringkan).
v
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
11. Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Kata kunci sebanyak maksimal 8 kata benda
yang ditulis dari umum ke khusus.
12. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic).
13. Setiap tabel gambar dan metode statistika diberi judul dan nomor pemunculan.
14. Ucapan terima kasih
15. Penulisan sitasi menggunakan sistem Vancouver dengan penomoran yang runtut. Diberi nomor sesuai
dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, bukan menurut abjad. Contoh cara penulisan dapat dili-
hat sebagai berikut:
Contoh cara penulisan daftar pustaka dapat dilihat sebagai berikut :
Penulisan sitasi menggunakan sistem Vancouver dengan penomoran yang runtut. Ditulis dengan
nomor sesuai urutan. Untuk penulisan sitasi yang berasal dari 2 sumber atau lebih, penomoran
dipisahkan menggunakan koma. Nomor kutipan ditulis superskrip dan dibuat dalam tanda kurung siku
[…]
Contoh penulisan sitasi :
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang
(invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini
adalah Megascilicidae dan Lumbricidae.[1]
Bagi sebagian orang, cacing tanah masih dianggap sebagai makhluk yang menjijikkan
dikarenakan bentuknya, sehingga tidak jarang cacing masih dipandang sebelah mata. Namun
terlepas dari hal tersebut, cacing ternyata masih dicari oleh sebagian orang untuk
dimanfaatkan. Menurut sumber, kandungan protein yang dimiliki cacing tanah sangatlah
tinggi, yakni mencapai 58-78 % dari bobot kering. Selain protein, cacing tanah juga
mengandung abu, serat dan lemak tidak jenuh. Selain itu, cacing tanah mengandung auxin
yang merupakan hormon perangsang tumbuh untuk tanaman.[2]Manfaat dari cacing adalah
sebagai Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit. Secara tradisional
cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam, menurunkan tekanan darah,
menyembuhkan bronkitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tipus.[1,2]
A. KETENTUAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA
1. BUKU
Penulis Tunggal
Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Frye, Northrop. Anatomy of Criticism: Four Essays. Princeton: Princeton UP, 1957.
Dengan dua atau tiga orang penulis
Nama penulis 1 (dibalik), Nama penulis 2, dan nama penulis selanjutnya. Judul buku (italic).
Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Howe, Russell Warren, dan Sarah Hays Trott. The Power Peddlers. Garden City: Doubleday,
vi
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
Marquart, James W., Sheldon Ekland Olson, dan Jonathan R. Sorensen. The Rope,
the Chair, and the Needle: Capital Punishment in Texas, 1923-1990. Austin: Univ. of Texas, 1994.
Lebih dari tiga penulis
Nama penulis 1 (dibalik), et al. judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Edens, Walter, et al., Teaching Shakespeare. Princeton: Princeton UP, 1977.
Editor sebagai penulis
Nama editor (dibalik), editor. Judul Buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Harari, Josue, editor. Textual Strategies. Ithaca: Cornell UP, 1979.
Penulis dan editor
Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Editor. Nama editor. Tempat terbit: Penerbit, Tahun
terbit.
Contoh:
Malory, Thomas. King Arthur and his Knights. Editor. Eugene Vinaver. London: Oxford UP, 1956.
Penulis berupa tim atau lembaga
Nama tim atau lembaga. Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
National Institute for Dispute Resolution. Dispute Resolution Resource Directory. Washington, D.C.:
Natl. Inst. for Dispute Res., 1984.
Karya multi jilid/buku berseri
Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Jilid ke- / edisi ke-. Tempat terbit: Penerbit, Tahun ter-
bit.
Contoh:
Freedberg, S. J. Andrea del Sarto. Jilid kedua. Cambridge: Harvard UP, 1963.
Terjemahan
Nama penulis (dibalik). Judul buku hasil terjemahan (italic). Penerjemah Nama penerjemah. Tem-
pat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Terjemahan dari Judul buku yang diterjemah (italic), Tahun ter-
bit buku yang diterjemah.
Contoh:
Foucault, Michel. The Archaeology of Knowledge. Penerjemah A. M. Sheridan Smith. London:
Tavistock Publications, 1972. Terjemahan dari L'Archéologie du
vii
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
savoir, 1969.
Artikel atau bab dalam buku
Nama penulis (dibalik). “judul buku”. Judul bab atau artikel (italic). Editor Nama editor. Tem-
pat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Halaman bab atau artikel dalam buku.
Contoh:
Magny, Claude-Edmonde. "Faulkner or Theological Inversion." Faulkner: A Collection of Critical
Essays. Editor Robert Penn Warren. Englewood Cliffs: Prentice-Hall, 1966. 66-78.
Brosur, pamflet dan sejenisnya
Nama brosur/pamflet/sejenisnya. Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Jawa Timur. Surabaya: Dinas Pariwisata Jawa Timur, 1999.
2. SERIAL
Artikel jurnal dengan volume dan edisi
Nama penulis (dibalik). “Judul artikel.” Nama jurnal (italic). Volume:Edisi (tahun terbit): hala-
man
Contoh:
Dabundo, Laura. “The Voice of the Mute: Wordsworth and the Ideology of Romantic Silences.”
Christiantity and Literature 43:1(1995): 21-35.
3. PUBLIKASI ELEKTRONIK
Buku Online
Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Editor Nama editor. Tahun terbit buku. Tanggal dan
tahun akses <link online buku>
Contoh:
Austen, Jane. Pride and Prejudice. Editor Henry Churchyard. 1996. 10 September 1998 <http://
www.pemberley.com/janeinfo/prideprej.html>.
Artikel jurnal online
Nama penulis (dibalik). “Judul artikel.” Nama jurnal (italic). (tahun terbit artikel). Tanggal dan
tahun akses jurnal <link online jurnal>
Contoh:
Calabrese, Michael. “Between Despair and Ecstacy: Marco Polo’s Life of the Buddha.”
Exemplaria 9.1 (1997). 22 June 1998 <http://web.english.ufl.edu/english/exemplaria/
calax.htm>
Artikel di website
viii
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
“judul artikel.” Nama website (italic). Tahun terbit artikel. Tanggal dan tahun akses. <link
online artikel>
Contoh:
“Using Modern Language Association (MLA) Format.” Purdue Online Writing Lab. 2003. Purdue
University. 6 Februari 2003. <http://owl.english.purdue. edu/handouts/research/
r_mla.html>.
Publikasi lembaga
Nama lembaga. Judul artikel (italic). Oleh nama pemulis 1, nama penulis 2, dan seterusnya.
Tanggal publikasi. Tanggal dan tahun akses <link online artikel>
Contoh:
United States. Dept. of Justice. Natl. Inst. Of Justice. Prosecuting Gangs: A National
Assessment. By Claire Johnson, Barbara Webster, dan Edward Connors. Feb 1996. 29
June 1998 <http://www.ncjrs.org/txtfiles/pgang.txt>.
ix
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
SAMBUTAN PIMPINAN UMUM
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Alhamdulillah, Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa kami
dapat menerbitkan BIMABI Volume 4 nomor 1. Pada kesempatan ini juga
saya ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh tim penerbit, penulis,
dan mitra bebestari serta seluruh mahasiswa kebidanan di Indonesia yang
telah berpartisipasi aktif dalam penerbitan BIMABI di awal tahun 2016.
Selain itu saya juga ingin mengucapkan terimakasih kepada Ikatan Bidan
Indonesia (IBI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kebidanan Indonesia
(AIPKIND) serta Ikatan Lembaga Mahasiswa Kebidanan Indonesia
(IKAMABI) yang telah memberikan dukungan dan membantu dalam
menyelesaikan beberapa hambatan selama proses pembuatan jurnal.
Saya berharap dengan diterbitkannya BIMABI Volume 4 nomor 1 ini,
bisa meningkatkan minat menulis dan publikasi artikel ilmiah mahasiswa
kebidanan di Indonesia. Besar harapan saya pula BIMABI bisa berkontribusi
untuk kemajuan keilmuan kebidanan di Indonesia.
Saya dan segenap jajaran pengurus mohon maaf apabila terdapat ke-
kurangan pada BIMABI volume 4 nomor 1 ini. Semoga apa yang telah
dilakukan bisa bermanfaat bagi kita semua.
Wassalammu’alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh
Surabaya, 17 Januari 2016
Bintang Dwita Dewantari
(Pimpinan Umum)
x
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
Penelitian PENGARUH SENAM ANTI NYERI HAID
TERHADAP INTENSITAS NYERI HAID DI
ASRAMA MU’ALIMAT SURAKARTA
Miladiyah Rahmawati1
, Mujahidatul Musfiroh1
, Sri Anggarini
P2
1
Program Pendidikan DIV Bidan Pendidik, Fakultas Kedok-
teran UNS
2
Program Pendidikan DIII Kebidanan Fakultas Kedokteran
UNS
ABSTRAK
Pendahuluan : Nyeri haid merupakan rasa sakit yang menyertai haid sehingga menim-
bulkan gangguan aktivitas sehari-hari. Salah satu pencegahannya dengan melakukan
senam anti nyeri haid secara teratur. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh
senam anti nyeri haid terhadap intensitas nyeri haid di Asrama Mu’alimat Surakarta.
Metode : Desain praeksperimen dengan rancangan one group pretest posttest. Teknik
sampling yang digunakan adalah teknik purposive sampling dengan jumlah 37 respon-
den yang diberikan intervensi senam anti nyeri haid dan dilakukan antara 2 siklus haid.
Uji analisis menggunakan uji Wilcoxon dengan program SPSS versi 18 for windows.
Hasil : Seluruh responden mengalami penurunan intensitas nyeri haid dengan 91,9%
tidak nyeri dan 8,1% mengalami nyeri ringan dan nilai signifikansi p sebesar 0,000.
Kesimpulan : Ada pengaruh senam anti nyeri haid terhadap intensitas nyeri haid pada
siswi di Asrama Mu’alimat Surakarta.
Kata kunci : Senam Anti Nyeri Haid, Nyeri Haid
ABSTRACT
Introduction. Menstrual pain is sickness that accompanies menstruation which can
cause disruption in work or daily activity. Prevention can be done by doing anti men-
strual pain gymnastics regularly. The objective of this study is to determine the effective-
ness of anti-menstrual pain gymnastics to menstrual pain intensity in Mu’alimat Dormi-
tory Surakarta.
Methods. Pre-experiment design in this study was one group pretest posttest design.
Sampling technique used purposive sampling technique,done by 37 respondents whom
given anti menstrual pain gymnastics intervention and carried out between 2 menstrual
cycles. Technique of Analyzing Data was using Wilcoxon test in SPSS version 18 for
Windows software.
Result. All respondents experienced the decrease in the intensity of painful
menstruation with 91,9 % did not pain and 8.1 % had been mild pain and p value
significance of 0.000.
Conclusion. There is an effectiveness of anti-menstrual pain gymnastics on menstrual
pain intensity of female students in Mu’alimat Dormitory Surakarta.
Keywords : Anti Menstrual Pain Gymnastics, Menstrual Pain
1. PENDAHULUAN
Nyeri haid yang dialami sebagian
besar wanita di Indonesia timbul akibat
kontraksi distrimik miometrium yang
menampilkan satu gejala atau lebih, mulai
dari nyeri ringan sampai berat di perut
bagianbawah, bokong dan nyeri spas-
modik di sisi medial paha [1]
.
1
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
Nyeri haid dibagi menjadi dua
bagian, yaitu nyeri haid primer dan nyeri
haid sekunder[2]
. Nyeri haid juga memer-
lukan penanganan seperti halnya dengan
rasa nyeri yang lain, sehingga aktivitas
sehari-hari tetap dilanjutkan. Cara men-
gantisipasi nyeri haid yang dapat dilakukan
salah satunya adalah olahraga teratur[1]
.
Olahraga secara teratur bermanfaat
untuk membantu mengurangi nyeri haid
karena akan memicu keluarnya hormon
endorfin yang dinilai sebagai pembunuh
alamiah untuk rasa nyeri. Hormon endorfin
adalah zat yang dihasilkan oleh otak yang
akan mengirimkan sinyal-sinyal ke sistem
saraf. Hormon endorfin berfungsi sebagai
obat penenang alami, sehingga menimbul-
kan rasa nyaman. Kadar endorfin ini dapat
ditingkatkan dengan aktivitas olahraga
[3,4,5]
.
Olahraga yang dapat dilakukan salah
satunya adalah senam. Senam anti nyeri
haid merupakan gerakan senam dilakukan
sebelum haid untuk membebaskan rasa
nyeri saat haid. Gerakan ini sangat seder-
hana, terdiri atas gerakan pelemasan dan
peregangan otot. Gerakan senam ini bu-
kanlah aerobik, sehingga dapat dilakukan
sendiri di rumah[6]
.
Berdasarkan studi pendahuluan
yang telah dilakukan pada siswi Asrama
Mu’alimat Surakarta diperoleh hasil dari 10
responden, 5 responden mengalami nyeri
ringan, 4 responden mengalami nyeri se-
dang dan 1 responden mengalami nyeri
berat. Upaya penanganan nyeri haid yang
dilakukan oleh sebagian siswi masih seba-
tas penanganan yang terbatas yaitu den-
gan membiarkannya, mengoleskan min-
yak kayu putih atau balsem pada
daerah yang nyeri, dan tiduran.
Berdasarkan hal tersebut, penulis
tertarik untuk meneliti “Pengaruh Senam
Anti Nyeri Haid Terhadap Intensitas Nyeri
Haid di Asrama Mu’alimat Surakarta”.
2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian adalah pra
eksperimen dengan one-group pretest
posttest design. Penelitian dilakukan di
Asrama Mu’alimat Surakarta dari bulan
Desember 2014 sampai Juli 2015.
Objek penelitian yaitu siswi Asrama
Mu’alimat Surakarta yang mengalami nyeri
haid dan memiliki riwayat nyeri haid se-
jumlah 57 orang. Teknik sampling yang
digunakan adalah purposive sampling.
Jumlah sampel yang diambil oleh peneliti
adalah 37 responden.
Instrumen untuk mengukur skala
nyeri haid sebelum maupun setelah aku-
presur adalah lembar observasi Numerical
Rating Scale (NRS) yang sudah baku.
Penelitian terdiri dari pretest, intervensi,
dan posttest. Tahap pretest dilakukan
wawancara saat responden mengalami
nyeri haid dan mempunyai riwayat nyeri
haid. Lalu responden diberikan penjelasan
untuk menilai data secara subjektif. Sete-
lah responden selesai haid, responden
diberikan intervensi senam anti nyeri haid
dan dilakukan antara 2 siklus haid ( +3
minggu x 3 kali senam ) dengan dilakukan
observasi saat senam oleh peneliti. Pen-
gambilan data kedua atau posttest dilaku-
kan setelah senam anti nyeri haid diberi-
kan dan responden sudah mengalami
haid lagi.
Analisis data penelitian ini meng-
gunakan analisis univariat dan bivariat.
Analisis univariat meliputi distribusi fre-
kuensi dan persentase sebelum dan sesu-
dah senam anti nyeri haid. Analisis
bivariat untuk mengetahui pengaruh
senam anti nyeri haid terhadap intensitas
nyeri haid. Uji statistik menggunakan Wil-
coxon karena data berskala nominal ordi-
nal. Pada uji statistik Wilcoxon, hipotesis
alternatif diterima apabila nilai probabilitas
(p) < 0,05 dan ditolak jika nilai nilai prob-
abilitas (p) > 0,05.
3. HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
Grafik 1. Intensitas Nyeri Haid Sebe-
lum dan Setelah Senam Anti Nyeri
Haid
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
2
Berdasarkan grafik dapat diketahui
bahwa intensitas nyeri haid sebelum
dilakukan senam anti nyeri haid sebagian
besar responden mengalami intensitas
nyeri sedang yaitu sebanyak 16 responden
dengan persentase 43,2%. Sedangkan
intensitas nyeri haid setelah dilakukan
senam anti nyeri haid adalah responden
tidak mengalami nyeri yaitu sebanyak 34
responden dengan persentase 91,9 %.
B. Analisis Bivariat
Tabel 1. Pengaruh Senam Anti Nyeri Haid
Terhadap Intensitas Nyeri Haid di
Asrama Mu’alimat Surakarta
Sumber: Data primer, 2015
Berdasarkan hasil Wilcoxon Signed
Rank pada tabel di atas menunjukkan
bahwa terdapat 37 responden dengan
hasil intensitas nyeri haid setelah dilakukan
senam anti nyeri haid menurun daripada
sebelum dilakukan senam anti nyeri haid, 0
responden tetap, dan 0 responden yang
mengalami peningkatan tingkat nyeri haid
setelah dilakukan senam anti nyeri haid.
Tabel 2. Pengaruh Senam Anti Nyeri Haid
Terhadap Intensitas Nyeri Haid di
Asrama Mu’alimat Surakarta
Pada hasil perhitungan dengan
menggunakan uji statistik Wilcoxon dida-
patkan nilai significancy p-value 0,000
(p<0,05) dengan demikian dapat disimpul-
kan bahwa Ha diterima sehingga ada pen-
garuh yang bermakna antara senam anti
nyeri haid terhadap intensitas nyeri haid di
Asrama Mu’alimat Surakarta.
4. PEMBAHASAN
Hasil perhitungan dengan
menggunakan uji statistik Wilcoxon,
didapatkan nilai significancy p-value 0,000
(p<0,05) maka artinya Ha diterima yang
menyatakan ada pengaruh yang
bermakna antara senam anti nyeri haid
terhadap intensitas nyeri haid di Asrama
Mu’alimat Surakarta.
Senam anti nyeri haid merupakan
gerakan senam untuk membebaskan rasa
nyeri saat haid. Senam anti nyeri haid
dapat menghilangkan atau setidaknya
mengurangi rasa sakit saat haid[6]
.
Melakukan latihan secara teratur dan
konsisten dapat menghilangkan atau
setidaknya mengurangi rasa sakit saat
haid. Latihan atau pergerakan pada
senam dapat mengurangi sekresi hormon
prostaglandin, dan meningkatkan hormon
endorfin dan memintas darah menjauhi
uterus[7]
.
Nyeri haid disebabkan oleh
prostaglandin yang membuat otot-otot
rahim berkontraksi, sehingga
menyempitkan suplai darah ke
endometrium[8]
. Latihan atau pergerakan
pada senam yang dilakukan secara terus
menerusdapat meningkatkan hormon
endorfin. Endorfin bekerja sebagai
neurotransmiter di otak untuk mengurangi
penyaluran dan persepsi nyeri. Hipofisis
melepaskan endorfin sebagai respon
terhadap olahraga dan selama
pengalaman nyeri[9]
.
Saat nyeri haid terjadi, beberapa
otot mengalami ketegangan. Latihan
tubuh atau senam yang dilakukan dapat
menolong otot-otot yang mengalami
ketegangan untuk menjadi relaks. Otot-
otot uterus yang mengalami ketegangan
ketika diberikan latihan tubuh atau senam
yang terfokus pada bagian panggul,
menyebabkan otot-otot uterus yang
tegang mengalami relaksasi, menguat-
kan otot, tulang dan jaringan pengikat
tubuh serta dapat memperlancar aliran
darah di rongga panggul sehingga men-
gurangi kontraksi berlebih dari otot-otot
rahim dan nyeri pun berangsur-angsur
berkurang[10]
.
Pengaruh senam atau latihan fisik
akan memberikan perubahan fisiologi
yang hampir terjadi pada setiap sistem
tubuh. Latihan fisik akan memberikan
pengaruh yang baik terhadap berbagai
macam sistem yang bekerja di dalam
tubuh, salah satunya adalah sistem
N
sebelum -
setelah
Negative Ranks 0a
Positive Ranks 37b
Ties 0c
Total 37
Sebelum - Sesudah
Z -5.428a
Asymp. Sig.
(2-tailed)
,000
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
3
kardiovaskuler, di mana dengan latihan
fisik yang teratur akan terjadi membuat
jantung semakin kuat dan dapat memompa
memompa lebih banyak darah ke pembu-
luh darah yang menyalurkan darah keselu-
ruh tubuh terutama organ reproduksi.
Aliran darah lancar, maka nyeri haid tidak
begitu dirasakan[11]
.
Wanita yang berolahraga sekurang -
kurangnya satu kali seminggu dapat menu-
runkan intensitas rasa nyeri dan ketidakn-
yamanan pada bagian bawah abdominal.
Pada wanita yang aktif secara fisik dila-
porkan kurang terjadinya nyeri saat haid.
Olahraga yang dilakukan secara teratur
dapat memperlancar aliran darah pada otot
di sekitar rahim sehingga akan meredakan
rasa nyeri pada saat haid[1]
.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Penelitian yang
dilakukan oleh Suparto (2009) berjudul
Efektivitas Senam Dismenore dalam Men-
gurangi Dismenore pada Remaja Putri di
SMUN 2 Sumenep dengan metode one
group pretest post test design, diperoleh
hasil nilai signifikansi yaitu 0,000 yang
nilainya lebih kecil dari 0,05 yang berarti
pemberian senam dismenore sangat efektif
untuk mengurangi dismenore[12]
.
Nyeri haid dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain faktor kejiwaan,
faktor konstitusi, faktor obstruksi kanalis
servikallis, faktor endokrin atau hormonal
dan faktor alergi. Faktor lainnya yang da-
pat memperburuk Nyeri haid adalah rahim
yang menghadap ke belakang (retroversi),
kurang berolahraga, stres psikis atau stres
sosial[8]
.
Nyeri adalah bentuk suatu rasa
sensorik ketidaknyamanan yang bersifat
subjektif dan individual dan kemungkinan
nyeri dalam intensitas yang sama
dirasakan sangat berbeda oleh dua orang
yang berbeda oleh dua orang yang
berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin
adalah menggunakan respon fisiologik
tubuh terhadap nyeri itu sendiri[13]
.
Berdasarkan hasil penelitian dan
didukung dengan penelitian lain, maka
dapat disimpulkan bahwa senam anti nyeri
haid memberikan efek yang nyata
pada penanganan nyeri haid atau ada
pengaruh yang bermakna antara senam
anti nyeri haid terhadap intensitas nyeri
haid di Asrama Mu’alimat Surakarta
sehingga senam anti nyeri haid efektif
dalam mengurangi nyeri haid.
5. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Intensitas nyeri haid sebelum
dilakukan senam anti nyeri haid
sebagian besar responden
menga-lami tingkat nyeri sedang
yaitu sebanyak 16 responden
dengan persentase 43,2%, 14
responden mengalami nyeri
ringan (37,8%), dan 7 responden
mengalami nyeri berat (19%).
2. Intensitas nyeri haid setelah
dilakukan senam anti nyeri haid
adalah sebagian responden tidak
mengalami nyeri yaitu sebanyak
34 responden dengan persentase
91,9% dan 3 responden
mengalami nyeri ringan dengan
persentase 8,1%.
3. Ada pengaruh senam anti nyeri
haid terhadap intensitas nyeri
haid di Asrama Mu’alimat
Surakarta dengan hasil
signifikansi p=0,000.
B. Saran
1. Bagi Responden
Responden diharapkan dapat
melakukan senam anti nyeri haid
sebelum menstruasi secara man-
diri agar tingkat nyeri haid dapat
dikurangi.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan mampu mem-
berikan penyuluhan maupun se-
minar untuk menurunkan nyeri
haid secara non-farmakologis
bagi remaja putri yaitu dengan
senam anti nyeri haid.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya disarankan
untuk mem-perhatikan faktor yang
dapat mempengaruhi rasa nyeri
seperti kecemasan dan ling-
kungan.
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
4
DAFTAR PUSTAKA
1. Anugoro, D dan Ari W. Cara Jitu Men-
gatasi Nyeri Haid. Yogyakarta: ANDI,
pp.49, 79, 2001
2. Manuaba, dkk. Buku Ajar Penuntun
Kuliah Ginekologi. Jakarta:TIM, pp.
631-6, 2010.
3. Haruyama, S. The Miracle Of Endor-
phin : Sehat Mudah dan Praktis den-
gan Hormon Kebahagiaan. Band-
ung:Qonita, pp.72-3, 2011.
4. Kumalasari, I dan Iwan A. Kesehatan
Reproduksi untuk Mahasiswa Ke-
bidanan dan Keperawatan. Ja-
karta:Salemba Medika, pp.72, 2013.
5. Wirakusumah, E.S.Tips Dan Diet Un-
tuk Tetap Sehat, Cantik dan Bahagia di
Masa Menopause. Jakarta:Gramedia,
pp.7, 2003.
6. Laila, N.N. Buku Pintar Haid. Yogya-
karta:Buku Biru, pp.25-6, 36, 114,
2011.
7. Sinclair, C. Buku Saku Kebidanan.
Jakarta:EGC, pp. 592-3, 2009.
8. Sukarni, I dan Wahyu P. Buku Ajar
Keperawatan Maternitas. Yogya-
karta:Nuha Medika, pp. 46-8, 2013.
9. Corwin, E.J. Buku Saku Patofisiologi
Ed.3. Jakarta: EGC, pp.392, 2009.
10. Kingston, B. Mengatasi Nyeri Haid.
Jakarta:Arcan, 1991.
11. Syatria, A. Pengaruh Olahraga Ter-
program terhadap Tekanan Darah
pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro yang Mengi-
kuti Ekstrakurikuler Basket. Sema-
rang:Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro, 2006.
12. Suparto, A. Efektivitas Senam Nyeri
haid dalam Mengurangi Nyeri haid
pada Remaja Putri. Phederal. 4: 1-8,
2011.
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
5
Penelitian H U B U N G A N U M U R D E N G A N
PENILAIAN CADANGAN OVARIUM
PADA PASIEN INFETRIL
Rita Defiyenti1
, Ashon Sa’adi2
, K. Kasiati3
, Atika4
1
Program Studi Pendidikan Bidan, Fakultas Kedokteran,
Universitas Airlangga
2
Departemen SMF Obstetri Ginekologi RSUD Dr. Soetomo,
Surbaya
3
Politeknik Kesehatan Kemenkes, Surabaya
4
Departemen IKM Fakultas Kedokteran Universitas Air-
langga, Surabaya
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
ABSTRAK
Pendahuluan : Umur berperan penting dalam penangganan masalah infertilitas. Angka
kejadian infertilitas meningkat bersamaan dengan bertambahnya umur wanita. Semakin
meningkatnya umur wanita, cadangan ovarium semakin berkurang. Indikator cadangan
ovarium dapat diketahui melalui pemeriksaan FSH basal pada hari ke-3 haid dan jumlah
folikel antral. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan umur dengan
penilaian cadangan ovarium pada pasien infertil di klinik Fertilitas Graha Amerta tahun
2013.
Metode : penelitian observasi analitik dengan desain cross sectional. Populasinya
adalah semua wanita infertil yang mengikuti IVF di Klinik Fertilitas Graha Amerta pada
bulan Januari-Desember 2013 sejumlah 94 responden. Pengambilan sampel dengan
teknik total sampling. Variabel independen adalah umur, sedangkan variabel dependen
adalah cadangan ovarium yang dinilai dari kadar FSH basal dan jumlah folikel antral.
Instrumen yang digunakan lembar pengumpul data. Sumber data dari rekam medik.
Analisis data menggunakan uji korelasi pearson.
Hasil : menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (p=0.005) antara variabel umur
dengan jumlah folikel antral dengan kekuatan korelasi lemah (r=-0.285). Hasil uji
korelasi spearmen, terdapat hubungan yang signifikan (p=0.014) antara variabel umur
dengan FSH basal dengan kekuatan korelasi lemah (r=0.252), dan adanya hubungan
yang signifikan (p=0.004) antara variabel FSH basal dengan jumlah folikel antral
dengan kekuatan korelasi lemah (r=-0.295).
Kesimpulan : terdapat hubungan antara umur dengan kadar FSH basal, umur dengan
jumlah folikel antral, kadar FSH basal dengan jumlah folikel antral dalam penilaian
cadangan ovarium pada pasien infertil.
Kata kunci : Umur, FSH basal, Jumlah folilkel antral, cadangan ovarium, infertil.
ABSTRACT
Background : Age has an important role in treatment of infertility. Increasing age
means decreasing the ovarian reserve. Indicator for ovarian reserve is using basal level
of FSH level check up in third day of menstruation and the antral folilicle count. The
objective of this study is to analyze the correlation between age and ovarium reserve
rating on infertile patient in Graha Amerta Fertility Clinic during 2013.
Method : This study applies analityc observational with a cross-sectional design.The
population was all of infertile women that followed the IVF in Graha Amerta Fertility
Clinic during January to December 2013 involves 94 respondent. The sample was
collected using total sampling method. The independent variable is age, and the
dependent variable is ovarian reserve from basal level of FSH basal and the antral
follicle count. The data source is medical record and collected by check sheet. Data
6
fanalysis use Pearson test.
Result : There is significant correlation (p=0,005) between age variable and the antral
ollicle count but the coefficient correlation is weak (r=0,285). Based on spearmans
correlation test’s result, there is a significant correlation (p=0,0014) between age varia-
ble and basal FSH but the coefficient correlation weak correlation (r=0,252), also there
is a significant correlation (p=0,004) between basal FSH and antral follicle count with
weak correlation (r=0,295).
Conclusion : There is a correlation between age and basal FSH level, age and antral
follicle count, basal FSH level and antral follicle count of ovarian reserve predict test in
infertile patient.
Keyword: age, basal FSH, antral follicle count, ovarian reserve, infertility
1. PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO)
memperkirakan bahwa 8-10% pasangan di
dunia mempunyai riwayat sulit untuk
memperoleh anak. Angka kejadian
infertilitas di Indonesia berkisar 12-15%.[1]
.
Angka kejadian infertilitas ini meningkat
bersamaan dengan bertambahnya umur
wanita. Semakin meningkatnya umur
wanita, jumlah folikel di ovarium semakin
berkurang. Hal ini dikarenakan banyaknya
folikel atresia yang akhirnya habis pada
saat menopause dan berkurangnya respon
ovarium terhadap rangsangan
gonadotropin sehingga mengakibatkan
produksi estrogen menurun. Menurunnya
estrogen akan memberikan sinyal umpan
balik positif ke otak (hipotalamus) untuk
merangsang peningkatan produksi follicle
stimulating hormone (FSH).[2]
Menurut WHO, pemeriksaan
hormonal perlu dilakukan untuk
mengetahui fungsi ovarium dan fungsi
ovulasi. Pemeriksaan FSH serum basal
pada hari ke-3 haid merupakan
pemeriksaan yang paling sering dilakukan
untuk memeriksa cadangan ovarium.[3]
Kadar FSH basal sebenarnya tidak
langsung menunjukkan jumlah folikel di
ovarium, sedangkan hitung folikel antral
ovarium (Antral Folicle Count/AFC) lebih
mencerminkan cadangan ovarium secara
langsung.[4]
Masalah infertilitas tidak hanya
menyangkut kesehatan fisik saja tetapi
juga berdampak psikologis dan sosial bagi
pasangan yang mengalaminya. Oleh
karena itu diperlukan peran bidan sebagai
promotif dan preventif untuk mengurangi
kejadian infertilitas dan dampak dari
infertilitas tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah Menga-
nalisis hubungan umur dengan penilaian
cadangan ovarium pada pasien infertil di
klinik Infertil Graha Amerta infertil Rumah
Sakit Umum Dr.Soetomo Surabaya tahun
2013.
2. METODE
Jenis penelitian yang digunakan
adalah obsevasional analitik dengan
desain cross sectional (potong lintang).
Populasi dalam penelitian ini adalah se-
mua wanita infertil yang sudah mengikuti
program bayi tabung di Klinik Fertilitas
Graha Amerta RS Soetomo Surabaya
pada tanggal 1 Januari - 31 Desember
2013 yang memenuhi kriteria inklusi.
Teknik pengambilan sampel
menggunakan total sampling, dengan
jumlah 94 responden. Penelitian ini
dilakukan pada tanggal 12-22 Mei 2014.
Variabel bebas pada penelitian ini
adalah umur wanita infertil yang sudah
mengikuti program bayi tabung. Variabel
terikat pada penelitian ini adalah
cadangan ovarium yang dinilai dari kadar
hormon FSH basal hari ke-3 haid dan
jumlah folikel antral. Sumber data
penelitian ini didapatkan dari rekam medis
pasien yang dicatat pada lembar
pengumpul data. Analisa data
menggunakan uji korelasi Pearson
dengan derajat kemaknaan p < 0,005 dan
koefisien korelasi antara -1 sampai
dengan 1.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik responden
Responden dalam penelitian ini
adalah wanita infertil yang mengikuti pro-
gram bayi tabung di Klinik Fertilitas Graha
Amerta sebanyak sebanyak 94 pasien.
Berikut adalah gambaran karakteristik
responden di Klinik Fertilitas Graha
Amerta.
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
7
B. Umur
Distribusi responden berdasarkan
umur akan disajikan dalam tabel 1 seba-
gai berikut :
Tabel 1. Distribusi Responden berdasar-
kan Umur di Klinik Fertilitas
Graha Amerta Surabaya Tahun
2013
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa
variasi umur responden yang mengikuti
program bayi tabung hampir merata
disetiap kelompok umur (22-44 tahun).
Sebagian responden berumur >35 tahun.
Rata-rata umur responden pada penelitian
ini adalah 33 tahun dengan Standar
devisiasi 4,884.
C. Hasil pemeriksaan FSH basal
Distribusi responden berdasarkan
hasil pemeriksaan FSH basal akan disaji-
kan dalam tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Distribusi Responden berdasar-
kan Hasil Pemeriksaan FSH
Basal di Klinik Fertilitas Graha
Amerta Surabaya Tahun 2013
Berdasarkan tabel 2 dari 94 respon-
den yang mengikuti program bayi tabung,
93,6% (88 orang) memiliki hasil pemerik-
saan FSH basal <10 IU/ml. Rata-rata hasil
pemeriksaan FSH Basal yaitu 7,25 IU/ml
dengan standar devisiasi 2,323.
D. Hasil USG jumlah folikel antral
Distribusi responden berdasarkan
hasil USG jumlah folikel antral akan disaji-
kan dalam tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Distribusi Responden berdasar-
kan Hasil USG Jumlah Folikel
Antral di Klinik Fertilitas Graha
Amerta Surabaya Tahun 2013
Berdasarkan tabel 3, dari 94
responden yang mengikuti program bayi
tabung, sebanyak 59,6% (56 orang)
memiliki jumlah folikel antral antara 5-10
pada kedua ovarium. Rata-rata jumlah
folikel antral responden yaitu 7,76 dengan
standar deviasi 3,729.
E. Hubungan umur dengan jumlah
folikel antral
Hasil uji korelasi pearson
didapatkan nilai signifikansi p=0,005 dan
nilai koefisien korelasi -0,285. Nilai
p=<0.05, berarti menunjukkan adanya
hubungan antara umur dengan jumlah
folikel antral. Sedangkan nilai koefisien
korelasi -0,285, berarti terdapat hubungan
antar variabel yang berbanding terbalik
yaitu semakin bertambah umur, maka
jumlah folikel antral semakin berkurang.
Hubungan ini memiliki kekuatan lemah
yang ditunjukan pada gambar 1.
Umur Frekuensi
Persentase
(%)
20-29
tahun
22 23,4
30-34
tahun
27 28,7
35-39
tahun
35 37,2
40-44
tahun
10 10,6
Total 94 100
Kadar
FSH
basal
Frekuensi Persen-
tase (%)
< 10 IU/
ml
88 93,6
10-15 IU/
ml
4 4,2
>15 IU/ml 2 2,1
Total 94 100
Jumlah
folikel
antral
Frekuensi Persen-
tase (%)
< 5 23 24,5
5-10 56 59,6
11-30 15 16,0
Total 94 100
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
8
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
Gambar 1. Grafik hubungan umur dengan
jumlah folikel antral
Hasil penelitian ini menguatkan hasil
penelitian sebelumnya oleh Mohammad Ali
dan Sedigheh Ghandi[4]
tentang umur dan
FSH basal sebagai prediktor hasil Assisted
Reproductive Technology (ART).
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
umur merupakan faktor prognosis yang
paling penting terhadap hasil ART, namun
kadar FSH serum basal juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi wanita
yang berpotensi besar mengalami
kegagalan dalam ART, kemungkinan
disebabkan oleh berkurangnya cadangan
ovarium. Selain itu, hasil penelitian serupa
tentang umur kronologis vs umur biologis
ovarium menyimpulkan bahwa kadar antral
follicle count (AFC) dan anti mullerian
hormone (AMH) menurun seiring dengan
meningkatnya umur, sebaliknya kadar FSH
menunjukkan peningkatan seiring dengan
bertambahnya umur.[6]
Teori lain yang mendukung
penelitian ini diungkapkan oleh Halim[4]
,
bahwa peningkatan kadar FSH basal lebih
dari 10 IU/ml pada fase folikuler (siklus hari
ke-2 sampai hari ke-4 siklus haid) sudah
menunjukkan adanya penurunan
cadangan ovarium. Berkurangnya jumlah
folikel menyebabkan terjadinya penurunan
jumlah hormon estrogen sehingga akan
terjadi umpan balik positif ke otak untuk
merangsang peningkatan produksi FSH.
Apabila ovarian reserve (cadangan
ovarium) telah menurun dratis, maka FSH
akan meningkat sampai 30-40 IU/ml.
Wanita yang memasuki umur menopause
mengalami penurunan jumlah folikel atau
cadangan ovarium sehingga terjadi
peningkatan FSH. Pada wanita yang telah
menopause didapatkan peningkatan
kadar FSH diatas 40 IU/ml.
Pada penelitian ini ditemukan
responden dengan umur muda maupun
umur tua yang memiliki kadar FSH basal
yang tinggi. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa pemeriksaan FSH dapat
memberikan nilai prognostik pada
keberhasilan program bayi tabung,
dengan meningkatnya usia terutama akan
mempengaruhi keberhasilan serta angka
implantasi. Pada kelompok usia muda
dengan kadar FSH yang tinggi akan
meningkatkan angka pembatalan siklus
dalam program bayi tabung, namun angka
implantasi relatif masih cukup baik.
Secara umum, wanita di atas 35
tahun dengan kadar FSH basal >15 mIU/
ml menunjukkan angka keberhasilan
kehamilan yang rendah dan angka
keguguran yang tinggi. Namun demikian,
pasien tidak bisa digeneralisasikan bahwa
semua yang mempunyai kadar FSH tinggi
mempunyai cadangan ovarium yang
rendah. Banyak penelitian melaporkan
wanita dengan kadar FSH tinggi dengan
umur di bawah 35 tahun dapat berhasil
hamil dengan ataupun tanpa teknik
bantuan reproduksi. Pada penelitian
kasus di atas, umur 40 tahun dengan
kadar FSH yang normal bahkan banyak
yang tidak hamil.[4]
F. Hubungan umur dengan jumlah
FSH basal
Pada penelitian ini, data FSH basal
tidak terdistribusi normal sehingga
digunakan uji korelasi sperman. Hasil uji
ini menunjukkan nilai signifikansi p =0,014
dan nilai koefisien korelasi 0,252. Nilai
p=<0,05 berarti terdapat hubungan antara
umur dengan FSH basal. Sedangkan nilai
koefisien korelasi 0,252 menunjukkan
adanya hubungan yang berbanding lurus,
artinya semakin bertambah umur wanita
maka semakin tinggi pula kadar FSH
basal. Hubungan ini memiliki kekuatan
lemah, hal ini ditunjukan pada gambar 2.
Umur (tahun)
JumlahFolikelAntral
9
Gambar 2. Grafik hubungan umur dengan
kadar FSH basal
Hasil penelitian ini menguatkan hasil
penelitian sebelumnya oleh IB Putra
Adnyana[7]
yang menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara
jumlah folikel antral dengan respon
ovarium terhadap stimulasi ovulasi dan
didapatkan nilai titik potong sebesar 4,5,
sensitivitas 77,8% dan spesifisitas 71,4%
untuk jumlah folikel antral sebagai
prediktor respons ovarium terhadap
stimulasi ovulasi.
Pada penelitian ini ditemukan
beberapa responden berumur 35 tahun
yang memiliki jumlah folikel antral yang
rendah. Hal ini disebabkan pada
responden didapatkan riwayat operasi
Salpingo oovarektomi sinistra (SOS),
endometrioma. Dalam tubuh seorang
wanita sehat terdapat dua buah
(sepasang) ovarium yang terletak di kanan
dan kiri uterus (rahim). Fungsi utama
ovarium ini adalah menghasilkan ovum (sel
telur) dan hormon reproduksi wanita
terutama estrogen. Apabila salah satu atau
kedua indung telur (ovarium) wanita
diangkat maka sel telur akan berkurang
dan akan mengalami penurunan kadar
hormon estrogen, progesteron, dan
testosteron. Operasi ini membuat seorang
wanita sulit untuk hamil lagi dan juga
mempercepat masa menopause walaupun
masih dalam umur reproduktif[4]
.
G. Hubungan FSH basal dengan jumlah
folikel antral
Hasil uji korelasi spearman didapat-
kan nilai signifikansi (p)=0,004 dan nilai
koefisien korelasi -0,295. Nilai p=<0,05
menunjukkan adanya hubungan antara
FSH basal dengan jumlah folikel antral.
Nilai koefisien korelasi -0,295, berarti
hubungan yang dihasilkan berbanding
terbalik, artinya semakin tinggi kadar FSH
basal maka semakin sedikit jumlah folikel
antral. Hubungan ini memiliki kekuatan
lemah sesuai dengan pada gambar 3.
Gambar 3. Grafik hubungan kadar FSH
basal dengan jumlah folikel
antral
Hasil penelitian ini tidak jauh ber-
beda dengan hasil penelitian sebelumnya
oleh Zunaidi tentang hubungan umur ter-
hadap FSH basal dan jumlah folikel antral
ovarium dalam penilaian cadangan
ovarium pada pasien infertil yang
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan dengan kekuatan korelasi
lemah antara variabel FSH basal dengan
jumlah folikel antral ovarium (r= -0.35).
Hal ini disebabkan karena sampel pada
penelitian tersebut lebih sedikit (35
pasien) dan dengan umur responden
kurang dari 35 tahun.[8]
Dalam penelitian ini ditemukan satu
kasus ekstrim yaitu pada umur muda (29
tahun) terdapat kadar FSH basal yang
meningkat (14.81 IU/ml). Hal ini
dikarenakan responden memiliki riwayat
endometrioma dan gangguan ovulasi.
Kista ovarium yang berisi jaringan endo-
metriotik dapat tumbuh cukup besar. Kista
ini disebut juga dengan kista coklat
karena cairan coklat tua ditemukan
didalamnya. Kissta coklat atau kista
endometriosis ini lebih tepat disebut
endometrioma. Jika dibiarkan, maka
pertum buhan kista ini dapat
menghancurkan sebagian atau seluruh
jaringan ovarium normal, termasuk sel
telur. Endometrioma harus diangkat
dengan pembedahan, biasanya melalui
laparoskopi karena terapi medis tidak
efektif dalam pengobatan endometrioma.
[9]
Wanita yang pernah menjalani
pembedahan ovarium maupun dengan
satu ovarium sejak lama diketahui
mempunyai nilai kadar FSH yang lebih
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
Jumlah Folikel Antral
FSHBasal
FSHBasal
Umur (tahun)
10
tinggi dibandingkan mereka yang
mempunyai dua ovarium karena cadangan
ovariumnya berkurang.[4]
Hitung folikel antral (AFC)
merupakan prediktor tunggal terbaik untuk
menilai respon ovarium dalam teknologi
IVF (in vitro fertilization). Terdapat dua
penelitian yang menyimpulkan bahwa AFC
merupakan parameter yang lebih baik
dibandingkan FSH basal. AFC
berhubungan dengan respons stimulasi
terhadap program superovulasi dalam
program bayi tabung sehingga AFC
merupakan faktor yang paling sensitif
untuk menilai ovarian reserve.[4]
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan pada penelitian ini
adalah terdapat hubungan antara umur
dengan kadar FSH basal, umur dengan
jumlah folkel antral, dan antara kadar FSH
basal dengan jumlah folikel antral (AFC)
dalam penilaian cadangan ovarium pada
pasien infertil.
Saran bagi bidan diharapkan dengan
adanya hasil penelitian ini dapat diman-
faatkan sebagai sarana untuk tambahan
informasi dalam memberikan berbagai
penyuluhan kepada remaja pranikah,
pasangan usia subur (PUS) mengenai
kejadian infertilitas terutama tentang faktor
risiko yang berhubungan dengan umur
wanita sehingga bidan dapat melakukan
rujukan secara tepat pada pasangan yang
infertil untuk mendapatkan pemeriksaan
dan pengobatan kepada tenaga kesehatan
yang lebih ahli.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauziah Y. Infertilitas dan Gangguan
Alat Reproduksi. Yogyakarta: Nuha
Medika, 2012.
2. Darmasetiawan, M. Sjarief, et al.
Fertilisasi Invitro dalam Praktek Klinik.
Jakarta: Puspa Swara, 2006.
3. Samsulhadi dan Hendarto Hendy.
Aplikasi Klinis Induksi Ovulasi dan
Stimulasi Ovarium: Buku Panduan
Praktis bagi Klinisi. Jakarta :
Sagung Seto, 2009.
4. Halim, Binarwan. Penilaian Fungsi
Ovarium. Jakarta : Puspa Swara
IKAPI, 2006.
5. Ali, Karimzadeh Mohammad dan
Sedigheh Ghandi.” Age and Basal
FSH as a Predictor of ART Outcome”.
Iranial Journal of Reproductive
Medicine 7:1(2009) :19-22.
6. Soebijanto Soegiharto. “Kadar anti
mularian hormon (AMH) serum seba-
gai predictor respon ovarium pada
perempuan yang mendapatkan stimu-
lasi ovarium pada fertilisasi
invitro (FIV)”,Majalah obstetric gineko-
logi Indonesia vol 33, no 4,
2009.
7. Adnyana IB, Putra.” Hubungan
Jumlah Folikel Antral dengan
Respons Ovarium terhadap Stimulasi
Ovulasi”. J Peny Dalam 7:3
(2006) :178-185.
8. Zunaidi, Alfian. “Hubungan Umur
terhadap FSH basal dan Jumlah
Folikel Antral Ovarium dalam
Penilaian Cadangan Ovarium pada
Pasien Infertil. Tesis. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, 2011.
9. Indar, Anwar NC. Seleksi Pasien
Menuju Fertilisasi In Vitro. Jakarta :
Puspa Swara Anggota IKAPI.
2006.
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
11
Tinjauan
Pustaka
PENATALAKSANAAN PARTUS PREMA-
TURUS IMMINENS PADA USIA KEHAMI-
LAN SETELAH 34 MINGGU
Wafda Ardhian Latansyadiena1
1
D4 Kebidanan, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
ABSTRAK
Latar Belakang: Kehamilan prematur merupakan masalah terbesar dalam obstetri
modern dan didefinisikan sebagai kelahiran yang terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu. Risiko morbiditas dan mortalitas yang timbul akibat persalinan prematur ini
sangat besar. Namun, seringkali terjadi kesulitan untuk menentukan diagnosis ancaman
persalinan prematur (Partus Premature Imminens) dan persalinan prematur
sesungguhnya. Kurangnya metode yang efektif untuk memprediksi dan mencegah
persalinan prematur menyebabkan sedikit perubahan pada insidensi persalinan
prematur. Penanganan sering dihadapkan dengan dilema penggunaan berbagai agen
farmakologis yang mungkin kurang spesifik, efikasinya rendah, atau memiliki efek
samping yang serius pada ibu atau janin. Bukti ilmiah yang mendukung terhadap
penggunaan obat berikut ini tidak terlalu kuat. Penanganan yang paling sering
digunakan adalah obat tokolitik, kortikosteroid, dan antibiotik. Kondisi ini membuat
pasien harus mengalami perawatan di rumah sakit yang sebenarnya mungkin tidak
diperlukan dan menyebabkan efek samping.
Tujuan: Untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat pada partus prematurus
imminens dengan umur kehamilan setelah 34 minggu.
Hasil: Pemberian terapi tokolitik dan kortikosteroid pada partus prematurus imminens
umur kehamilan setelah 34 minggu memiliki faktor risiko terjadi gawat janin akibat
adanya penurunan aliran darah uteroplasenta dan meningkatkan angka persalinan
prematur.
Kata Kunci: Partus Prematurus Imminens, Kortikosteroid, Tokolitik
ABSTRACT
Background: Premature labor, constitutent a major problem terms of obstetrics and
defined as delivery before 37 weeks of gestation. The higher risk mortality and morbidity
for premature labor delivery. But, the diagnostic partus prematurus imminens and partus
premature is difficult. Uneffective methods changed incidence premature labor. Dilemma
of management premature labor often occured as a unspesific pharmacology, low
effectiveness, and had the effect for mother or foetus. Scientific evidence told the
pharmacology management is low. The most management is tocolitic, corticosteroid,
and antibiotics. This condition made patients take treatment might was not necessary
and caused effect.
Goal: Find out the management partus prematurus imminens after 34 weeks of
gestation
Result: Tcolitic and corticosteroid management of partus prematurus imminens after 34
weeks of gestation have a risk fetal distress. It was happened because blood current for
foetus decreased and increased incidence of premature labor
Key words: Partus Prematurus Imminens, Corticosteroid, Tocolitic
1. PENDAHULUAN
Persalinan prematur yaitu kelahiran
bayi kurang dari 37 minggu. Persalinan
prematur merupakan masalah serius
karena dapat menyebabkan kematian dan
kesakitan neonatus. Risiko kelahiran
prematur antara lain kematian bayi,
kecacatan bayi, gawat nafas, perdarahan
12
otak, infeksi/sepsis dan gagal jantung.
Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian
persalinan preterm adalah usia ibu, paritas,
jarak persalinan, tingkat pendidikan,
pelayanan antenatal, anemia, merokok,
dan minum alkohol.
Risiko morniditas dan mortalitas
yang timbul akibat persalinan preterm ini
sangat besar. Namun, seringkali terjadi
kesulitan untuk menentukan diagnosis
ancaman persalinan prematur (Partus
Premature Imminens) dan persalinan
prematur sesungguhnya sehingga
intervensi yang dilakukan seringkali tidak
sesuai. Selama ini pengelolaan partus
prematurus imminens cenderung kuratif
dimana yang menjadi tujuan utama
pengelolaan adalah meningkatkan usia
hamil, meningkatkan berat lahir,
menurunkan morbiditas dan mortalitas
perinatal yang keseluruhannya dilakukan
setelah diagnosis persalinan belum cukup
bulan ini ditegakkan. Kurangnya metode
yang efektif untuk memprediksi dan
mencegah persalinan prematur
menyebabkan sedikit perubahan pada
insidensi persalinan prem atur.
Penggunaan berbagai agen farmakologis
yang mungkin kurang spesifik, efikasinya
rendah, atau memiliki efek samping yang
serius pada ibu atau janin menjadi
penanganan dilematik.
P e m b e r i a n t o k o l i t i k d a n
kortikosteroid menjadi komponen utama
dalam penatalaksanaan partus prematurus
imminens karena berkaitan dengan
pematangan paru janin. Pematangan paru
janin terjadi pada usia kehamilan 34
minggu. Oleh karena itu, pemberian
tokolitik dan kortikosteroid pada usia
sebelum 34 minggu sangat penting karena
bertujuan menunda persalinan agar
mencapai usia kehamilan 34 minggu
sehingga paru-paru janin matang dan
mengurangi angka gangguan pernafasan
pada neonatal. Namun, bukti ilmiah yang
mendukung penggunaan obat ini pada usia
kehamilan setelah 34 minggu tidak terlalu
kuat. Usia kehamilan setelah 34 minggu
angka morbiditas dan mortalitas dianggap
sama dengan kehamilan aterm sehingga
tidak ada manfaat yang berati dalam
pemberian kedua terapi tersebut. Kondisi
ini membuat pasien harus mengalami
perawatan di rumah sakit yang sebenarnya
mungkin tidak diperlukan dan
menyebabkan efek samping. Selain itu, hal
ini menjadi beban keluarga karena
perawatan di rumah sakit memerlukan
biaya yang banyak.
2. PEMBAHASAN
Persalinan prematur merupakan
penyebab utama morbiditas dan
mortalitas neonatal di seluruh dunia[1]
.
Partus prematurus atau persalinan
prematur dapat diartikan sebagai
dimulainya kontraksi uterus yang disertai
pendataran dan/ atau dilatasi serviks
serta turunnya bayi pada wanita hamil
yang lama kehamilannya kurang dari 37
minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari
pertama haid terakhir[2]
. Persalinan
prematur berlangsung pada kehamilan 28
minggu sampai kurang dari 37 minggu[3]
.
Faktor risiko yang mempengaruhi
kejadian persalinan prematur adalah usia
ibu, paritas, jarak persalinan, tingkat
pendidikan, pelayanan antenatal, anemia,
merokok, dan minum alkohol[4]
.
Secara umum, terjadinya persalinan
prematur sampai saat ini masih menjadi
teori-teori yang sangat kompleks.
Seringkali terjadi kesulitan untuk
menentukan diagnosis ancaman
persalinan prematur atau yang sering
disebut Partus Prematurus Imminent
(PPI) dan persalinan prematur yang
sesungguhnya [5,6]
. Persalinan prematur
dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme, yaitu melalui infeksi
maternal, hipoksia dan stress oksidatif.
Hal tersebut merupakan tiga mekanisme
biologis utama terjadinya persalinan
preterm. Kekurangan zat besi dapat
meningkatkan risiko infeksi ibu dan
hemoglobin yang rendah dapat
menyebabkan keadaan hipoksia kronis
yang dapat menginduksi stres ibu dan
janin. Sistem kekebalan tubuh akan
diaktifkan dengan adanya infeksi,
peradangan, atau kortisol yang dirilis
setelah respon stres, kemudian axis
hipotalamus-hipofisis-adrenal ibu atau
janin akan diaktifkan. Keadaan ini dapat
memicu terjadinya persalinan dan
akhirnya mengakibatkan persalinan
preterm.
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
13
Pada akhirnya, kekurangan zat besi juga
dapat meningkatkan stres oksidatif yang
mengakibatkan kerusakan eritrosit dan unit
feto-plasenta[4]
.
Pada penelitian yang dilakukan
Leno, dkk. menunjukkan persalinan
prematur terbanyak berasal dari kelompok
usia 20 – 35 tahun[4]
.Persalinan prematur
lebih sering terjadi pada wanita multipara
dibandingkan wanita primipara. Hal ini
disebabkan adanya jaringan parut uterus
akibat kehamilan dan persalinan
sebelumnya. Jaringan parut ini
menyebabkan tidak adekuatnya
persediaan darah ke plasenta sehingga
plasenta menjadi lebih tipis dan mencakup
uterus yang luas. Plasenta yang melekat
tidak kuat mengakibatkan isoferitin, protein
hasil produksi sel limfosit T untuk
menghambat reaktifitas uterus dan
melindungi buah kehamilan, diproduksi
sedikit sehingga risiko untuk mengalami
persalinan prematur lebih besar[7]
.
Penelitian juga menemukan bahwa
keterpaparan asap rokok memberi risiko
3,9 kali secara signifikan terhadap
kelahiran prematur dibandingkan dengan
yang tidak terpapar asap rokok. Hal ini
menunjukkan bahwa rokok merupakan zat
yang berbahaya bagi kesehatan,
khususnya ibu hamil yang akan
berdampak buruk bagi ibu maupun janin.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut
dapat diasumsikan bahwa ibu hamil yang
terpapar asap rokok baik secara aktif
maupun pasif dapat menyebabkan bayi
terlahir dengan berat badan kurang. Racun
nikotin yang terkandung dalam rokok dapat
menghambat proses aliran darah dari ibu
ke janin, akibatnya perkembangan bayi
menjadi terlambat. Kondisi ini berjalan
terus hingga memasuki masa persalinan
dan menyebabkan bayi lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram. Selain itu,
bayi juga dapat lahir prematur atau lahir
dalam usia yang belum matang[8]
.
Dari faktor psiko-sosial pekerjaan
ditemukan bahwa kejadian persalinan
prematur lebih banyak pada ibu hamil yang
bekerja dibandingkan dengan ibu hamil
yang tidak bekerja. Ibu hamil yang bekerja
dapat meningkatkan kejadian persalinan
prematur baik melalui kelelahan fisik atau
stres yang timbul akibat pekerjaannya,
terutama bekerja terlalu lama[4,9]
. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Eiriksdottir di
Islandia juga menyebutkan pendapatan
keluarga dan stres merupakan faktor risiko
yang menyebabkan kelahiran prematur[10]
.
Menurut Dr Ali Khashan dari Univeritas
Manchester di Inggris, stres yang berat
sebelum atau sekitar waktu menjelang
kehamilan, dapat mengubah kadar stress
hormone cortisol dan corticotropin
releasing hormone (CRH) yang
berpengaruh pada penanaman embrio dan
pembentukan plasenta. Secara
keseluruhan, wanita yang pernah
mengalami stres enam bulan sebelum
hamil, sekitar 16% cenderung mengalami
persalinan prematur. Sementara itu, resiko
bayi meninggal atau sakit pada persalinan
prematur naik hingga 23%. Hal itu
dimungkinkan dampak dari sisi kejiwaan
sehingga mempengaruhi hormonal
kemudian mengakibatkan persalinan
prematur[11,12]
.
Ancaman persalinan prematur
memiliki kriteria yaitu sebagai berikut[5]
.
1. Adanya kontraksi adekuat minimal 2 -
3 kali dalam waktu 10 menit dengan
selang waktu relaksasi yang cukup.
2. Adanya perubahan dilatasi serviks
pada 2 pemeriksaan dengan selang
waktu 1 jam yang dilakukan oleh
pemeriksa yang sama disertai dengan
adanya kontraksi uterus.
3. Adanya kontraksi yang teratur disertai
dilatasi serviks 1-2 cm dan penipisan
serviks.
Secara teori, adapun parameter-
parameter yang digunakan untuk mem-
prediksi terjadinya persalinan prematur.
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
14
Tabel 1. Skor Bishop
Sumber : Jenny, 2008
Skor Bishop merupakan parameter
yang baik untuk memprediksi terjadinya
persalinan prematur. Semakin besar nilai
Skor Bishop menunjukkan ancaman
persalinan prematur yang terjadi semakin
progresif sehingga semakin sulit untuk
dihambat. Pada beberapa penelitian
didapatkan angka kejadian persalinan
prematur berkisar 76% pada skor Bishop ≥
5.
Tabel 2. Skor Baumgarten
Sumber : Jenny, 2008
Skor Baumgarten juga merupakan
salah satu parameter yang baik untuk
memprediksi persalinan prematur dengan
atau tanpa adanya ketuban pecah dini.
Pada beberapa penelitian didapatkan
angka kejadian persalinan prematur
sebesar 10% pada skor tokolisis
Baumgarten < 3. Bila skor tokolisis
Baumgarten > 3 maka angka kejadian
persalinan prematur meningkat sebesar
85%[5]
.
Berdasarkan Buku Pengelolaan
Persalinan Preterm[13]
, penatalaksanaan
persalinan prematur adalah sebagai
berikut.
1. Tirah baring (bedrest)
Kepentingan istirahat disesuaikan
dengan kebutuhan ibu.
2. Rehidrasi
Rehidrasi oral maupun intravena
sering dilakukan untuk mencegah
persalinan preterm karena sering terjadi
hipovolemik pada ibu dengan kontraksi
prematur.
Tirah baring dan rehidrasi
merupakan salah satu upaya agar aliran
darah ke plasenta meningkat dan lancar
sehingga janin selalu dalam keadaan baik
[14]
.
3. Pemberian terapi konservatif
(ekspetan) tokolitik.
Menurut Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dan
Rujukan 2013, jika ditemui salah satu dari
keadaan berikut ini, tokolitik tidak perlu
diberikan dan bayi dilahirkan secara
pervaginam atau perabdominam sesuai
kondisi kehamilan[15]
:
a. Usia kehamilan di bawah 24 dan
di atas 34 minggu
b. Ada tanda korioamnionitis (infeksi
intrauterine), preeklampsia, atau
perdarahan aktif
c. Ada gawat janin
d. Janin meningal atau adanya
kelainan kongenital yang
kemungkinan hidupnya kecil
Pemberian tokolitik dilakukan usia 24
-34 minggu karena tujuan utama
penggunaan tokolitik ini memberi
kesempatan bagi terapi kortikosteroid
untuk menstimulur surfaktan paru-paru
janin, sedangkan paru-paru janin matang
usia 34 minggu [15,16]
.
American College of Obstetricians
and Gynecologisis membuat pernyataan
berikut mengenai tokolitik: “sampai saat
ini, belum ada penelitian secara
meyakinkan membuktikan terjadinya
peningkatan kesintasan atau indeks
prognosis neonatus jangka panjang
lainnya pada pemberian terapi tokolitik. Di
pihak lain, kemungkinan gangguan akibat
Nilai 0 1 2 3
Dilatasi
serviks
0 1-2
cm
3-4
cm
>4c
m
Penipis
an
serviks
0-30% 40-
50%
60-
70%
>70
%
Station -3 -2 -1 0
Konsist
ensi
serviks
Kenyal Medi
um
Lunak
Posisi
serviks
Posteri
or
Medi
al
Anteri
or
Nilai 1 2 3 4
Kontrak
si
Tidak
teratur
Teratu
r
- -
Ketuba
n
Utuh Pecah
di
atas/
tidak
jelas
- Peca
h di
bawa
h
Perdar
ahan
Spotti
ng
Banya
k
Dilatasi
serviks
1 cm 2 cm 3 cm 4 cm
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
15
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
terapi tokolitik pada ibu dan neonatus
sudah terbukti. Pemberian kortikosteroid
sebelum 34 minggu gestasi jelas
bermanfaat, pemberian obat tokolitik untuk
perpanjangan kehamilan jangka pendek
dapat dibenarkan. Di luar itu, pertanyaan
apakah obat tokolitik perlu digunakan pada
usia gestasi berapapun tidak dapat dijawab
saat ini, terutama setelah 34 minggu
gestasi” [17]
.
Obat tokolitik yang memiliki fungsi
kerja untuk menghambat saluran kalsium
(antagonis kalsium). Aktifitas otot polos,
termasuk miometrium, secara langsung
berhubungan dengan kalsium bebas di
dalam sitoplasma dan penurunan
konsentrasi kalsium akan menghambat
kontraksi. Ion kalsium mencapai
sitoplasma melalui portal atau saluran
membran spesifik. Penyekat saluran
kalsium bekerja menghambat pemasukan
kalsium melalui membran sel dengan
berbagai mekanisme[18]
. Dengan demikian,
terjadi penurunan konsentrasi kalsium.
Meskipun beberapa fakta
memperlihatkan bahwa penyekat kanal
kalsium menjanjikan beberapa harapan
sebagai obat tokolitik terapi persalinan
prematur, beberapa penelitian juga
mengingatkan untuk mengklarifikasi
bahaya potensial pada ibu atau janin
sebab relaksasi otot polos tidak terbatas
pada uterus saja, melainkan juga
mengenai pembuluh darah sistemik dan
uterus. Resistensi vaskular yang menurun
karena nifedipin dapat menyebabkan
hipotensi pada ibu sehingga menurunkan
perfusi uteroplasenta[18]
.
Studi-studi hewan dengan berbagai
spesies yang dilaporkan telah
memperlihatkan adanya hiperkapnia,
asidosis, hipoksemia, dan kematian janin.
Pada pengamatan yang dilakukan Lirette
dkk. menunjukkan hasil terjadi penurunan
aliran darah uteroplasenta pada kelinci
[18,19]
.Hepatotoksisitas maternal yang
diinduksi oleh obat telah dilaporkan ketika
nifedipin digunakan untuk terapi persalinan
prematur sehingga mengakibatkan
dihentikannya pemberian obat ini[19]
. Oleh
karena itu, diperlukan prediktor diagnosis
yang baik agar menghindarkan pasien dari
terapi tokolitik dan efek sampingnya, serta
menurunkan angka perawatan rumah sakit
dan angka rujukan ke fasilitas perawatan
perinatologi.
4. Pemberian terapi kortikosteroid
Mekanisme kerja kortikisteroid pada
perkembangan paru adalah meningkatkan
surfaktan paru. Kortikosteroid melibatkan
induksi protein yang mengatur sistem
biokimia dengan sel tipe II pada paru janin
yang memproduksi surfaktan. Pada sel-
sel paru janin manusia yang dikultur,
pemberian deksametason meningkatkan
kandungan protein surfaktan A, B, C, D,
sambil merangsang aktifitas semua enzim
penting untuk biosistesi fosfolipid. Karena
itu, konsentrasi fosfatidilkolin yang larut
meningkat. Pada gilirannya hal ini
merangsang perkembangan badan-badan
lamelar, yang kemudian disekresikan ke
dalam lumen ruang udara[14]
.
Pemberian kortikosteroid ini
mencegah morbiditas neonatal pada
penggunaan usia kehamilan 24-34
minggu. Semua kehamilan kurang dari 34
minggu yang akan diakhiri diberikan
kortikosteroid dalam bentuk
deksamethasone atau betamethasone[20]
.
Evaluasi dari beberapa penelitian
menyebutkan bahwa pemberian
kortikosteroid pada usia kehamilan 24-34
minggu efektif memperbaiki outcome
neonatal. Pemakaian kortikosteroid pada
kehamilan setelah usia 34 minggu jarang
ditemukan penurunan angka morbiditas
dan tidak ada bukti yang kuat untuk
mendukung atau membantah.
Penggunaan kortikosteroid hanya
direkomendasikan jika terbukti adanya
immaturitas paru pada pemeriksaan
amnionsintesis[21,22,23]
. Kehamilan > 34
minggu hanya perlu dilakukan observasi
kemajuan persalinan serta kesejahteraan
janin intrauterine. Terdapat efek jangka
pendek pada ibu, antara lain oedem paru,
infeksi, dan pengendalian glukosa yang
lebih sulit pada ibu diabetik [18,23]
. Pada
penelitian Elliot dan Radin juga
melaporkan bahwa kortikosteroid
menginduksi uterus dan persalinan
preterm pada manusia. Dengan demikian,
pemberian kortikosteroid akan
meningkatkan angka persalinan prematur.
Pemberian kortikosteroid yang tidak
memiliki manfaat kuat pada pematangan
paru umur kehamilan setelah 34 minggu
justru dapat mempercepat angka
persalinan prematur dan hal ini akan
berpengaruh dengan outcome bayi lahir
16
preterm. Oleh karena itu, keputusan
pemberian kortikostreoid harus tepat
sesuai klasifikasi umur kehamilan.
5. Pemberian Antibiotik
Dalam Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dan
Rujukan juga menjelaskan bahwa
pemberian antibiotika profilaksis pada
persalinan prematur digunakan untuk
mencegah infeksi streptococus grup B[15]
.
Perencanaan Persalinan.
Pengambilan keputusan untuk
melakukan persalinan merujuk pada
analisis skor bishop dan baumgarten.
Analisis kedua skor tersebut menguraikan
bahwa PPI susah untuk dihambat jika
terjadi pengeluaran darah bertambah
banyak dan konsistensi serviks lunak.
Umur kehamilan kurang dari 34 minggu
adalah syarat untuk penundaan persalinan
[24]
. Usia kehamilan > 34 minggu dapat
melahirkan di tingkat dasar/ primer,
mengingat prognosis relatif baik dan
morbiditas dianggap sama dengan
kehamilan aterm[14,16]
.
3. KESIMPULAN
Persalinan prematur merupakan
suatu keadaan disertai tanda-tanda
persalinan yang berlangsung pada usia
kehamilan sebelum 37 minggu. Partus
Prematurus Imminens (PPI) merupakan
ancaman persalinan prematur yang
kemungkinan dapat dilakukan penundaan
persalinan dengan kriteria tertentu. PPI
pada usia kehamilan 24-34 minggu dapat
dilakukan penundaan persalinan dengan
pemberian terapi tokolitik dan
kortikosteroid. Hal ini dilakukan untuk
menunggu pematangan paru yang akan
matang pada usia kehamilan 34 minggu
sehingga mengurangi angka gangguan
pernafasan neonatal. Pada usia kehamilan
setelah 34 minggu tidak direkomendasikan
pemberian tokolitik dan kortikosteroid
sesuai dengan pemaparan dalam guidline
RCOG (Royal College of Obstericians and
Gynaecologies) bahwa penanganan
persalinan preterm merekomendasikan
tidak perlu menggunakan agen tokolitik jika
tidak terdapat bukti yang jelas yang akan
meningkatkan outcome pada terjadinya
persalinan preterm. Pemberian terapi
tokolitik dan kortikosteroid pada partus
prematurus imminens umur kehamilan
setelah 34 minggu memiliki faktor risiko
terjadi gawat janin akibat adanya
penurunan aliran darah uteroplasenta dan
meningkatkan angka persalinan prematur.
DAFTAR RUJUKAN
1. Ariana, Dhina., Sayono, dan Erna
Kusumawati. Faktor Risiko Kejadian
Persalinan Prematur, Laporan
Penelitian, Semarang: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Semarang, 2011.
2. Agustiana, Tria. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Persalinan
Prematur di Indonesia Tahun 2010
(Analisis Data Riskesdas 2010),
Skripsi S-1, Jakarta: Program Sarjana
Kesehatan Masyarakat Peminatan
Epidemiologi Universitas Indonesia,
2012.
3. Jannah, Miftahul. Hubungan Infeksi
Saluran Kemih pada Ibu
Hamilterhadap Partus Prematur di
RSUD Dr. Adjidarmo Lebak Banten
Periode Januari hingga Desember
2010, Riset, Jakarta: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2011.
4. Jusuf, Jenny. Efektifitas dan Efek
Samping Ketorolac sebagai Tokolitik
pada Ancaman Persalinan Prematur,
Tesis S-2, Semarang: Program
Pascasarjana Universitas
Diponegoro, 2008.
5. Islam, Mutiara. Perbandingan Kadar
Interleukin 10 pada Partus
Prematurus Imminen dengan
Kehamilan Preterm Normal, Tesis S-
2, Padang: Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas, 2010.
6. Edrin, Verdani Leoni., Ariadi, dan Lili
Irawati. Gambaran Karakteristik Inu
Hamil pada Persalinan Preterm di
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun
2012, dalam Jurnal Kesehatan
Andalas, Padang: Pendidikan Dokter
Universitas Andalas, Volume 3,
Nomor 3, hlm. 1 – 7, 2014.
7. Mukibati, Titin., Tinuk Esti, dan
Rudiati. Gambaran Faktor Penyebab
Persalinan Prematur di Kamar
Bersalin RSUD dr. Soeroto Ngawi
tahun 2010, Jurnal Penelitian
Kesehatan Suara Forikes, 3 (2): 116 –
123, 2012.
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
17
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
8. Koniyo, Mira., Buraerah H. Hakim, dan
A. Arsunan. Determinan Kejadian
Kelahiran Bayi Prematur di Rumah
Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei
Saboe Kota Gorontalo, Laporan
Penelitian, Makassar: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin, 2012.
9. Firdiyanti, Rita., Nusratuddin, dan Eddy
Tiro. Hubungan Kadar Progesteron
Induced Blocking Factor (PIBF) Serum
dengan Kejadian Persalinan Preterm,
Laporan Penelitian, Makassar: Bagian
Obstetri dan Ginekologi Universitas
Hasanuddin, 2013.
10. Paembonan, Novhita., Jumriani, dan
Dian Sidik. Faktor Risiko Kejadian
Kelahiran Prematur di Rumah Sakit Ibu
dan Anak Siti Fatimah Kota Makassar,
Laporan Penelitian, Makassar: Bagian
Epidemiologi Universitas Hasanuddin,
2014.
11. Aden, Christine. Pengaruh Paket
Aman Terhadao Pengetahuan dan
Pelaksanaan Perawatan Kehamilan
oleh Ibu Risiko Persalinan Prematur
Serta Efetivitasnya Terhadap Maturitas
Kehamilan di Jakarta, Tesis S-2,
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, 2008.
12. Somadina, Iswara. Granulocyte Colony
Stimulating Factor (G-CSF) sebagai
Prediktor Persalinan Preterm, 2013. 8
Juni 2015 <http://ojs.unud.ac.id/
index.php/obgyn/article/
viewFile/13441/9141>
13. Himpunan Kedokteran Fetomaternal
Indonesia. Panduan Pengelolaan
Persalinan Preterm Nasional,
Bandung: Persatuan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia, 2011.
14. Ramayanti, Helen. Hubungan
Karakteristik Ibu Hamil dengan
Kejadian Persalinan Preterm di RSU
Bhakti Yudha Depok Periode Januari
2008-Desember 2010, Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas
Pembangunan Nasional Veteran,
2011.
15. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan, Jakarta:
Kemenkes RI, 2013.
16. Saifuddin, Abdul Bari., Trijatmo, dan
Winkjosastro. ed. Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta: PT.
Bina Pustaka, Cetakan ke-4, 2011.
17. Leveno, Kenneth., et al. Obstetri
Williams: Panduan Ringkas, Ed. 21.
terj. Brahm U. Pendit: “William Manual
Of Obstetrics, 21st
Ed.”, Jakarta: EGC,
Cetakan Ke-1, 2009.
18. Cunninghan F. Gary., et al. Obstetri
Williams, Ed. 21, Vol 1. terj. Hartono,
Andry: “Williams Obstetrics, 21 Ed.”,
Jakarta: EGC, Cetakan Ke-1, 2006.
19. Kesuma, Hadrians. Obat-obat
Tokolitik di Bagian Kebidanan, 2007.
11 Juni 2015 <http://
www.usearchmedia.com/>.
20. Roosdhantia, Isnia. Perbedaan Skor
Apgar pada Ketuban Pecah dini Usia
Kurang dari 34 Minggu yang Diberi
dan Tidak Diberi Deksametason,
Laporan Hasil Penelitian, Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro, 2012.
21. Manuaba, Ida Ayu, Fajar, dan Gde.
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan,
dan KB untuk Pendidikan Bidan,
Ed.2., Jakarta: EGC, 2010.
22. Pratama, Rizky. Perbandingan Kadar
Serum Progesteron Pada Persalinan
Preterm dan Kehamilan Normal, Tesis
Spesialis, Medan: Departemen
Obstetri dan Ginekologi Universitas
Sumatera Utara, 2014.
23. Bonanno, Clarissa., and Ronald J.
Wapner. Antenatal Corticosteroid in
the Management of Preterm Birth: Are
We Back Where We Started?, New
York: Department of Obstetrics and
Gynecology Columbia University
College, 2012.
24. D. Chan, Paul., and Susan
M.Johnson. Current Clinical
Strategies Gynecology and
Obstetrics, USA: Laguna Hills
California, 2006.
18
25. Mufaza, Uyun. Pengetahuan dan
Perilaku Orangtua dalam Pemberian
Obat Penurun Panas pada Anak
Ditinjau dari Aspek Sosial Ekonomi,
Skripsi-S1, Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia,
2009.
26. Subijanto, Achmad Arman. Review:
Keanekaragaman Genetik HLA-DR
dan Variasi Kerentanan terhadap
Penyakit Asma; Tinjauan Khusus
pada Asma dalam Kehamilan, dalam
Jurnal Biodiversitas, 9 (3): 237-243.,
Solo: Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret
Surakarta, 2008.
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
19
Penyegar PERAN SUAMI DALAM MENINGKAT-
KAN KUANTITAS DAN KUALITAS AN-
TENATAL CARE
Dewa Ayu Mirah Indrayani 1
, Nofi Nurul Fadilla1
1
Program Studi Pendidikan Bidan, Fakultas Kedokteran,
Universitas Airlangga, Surabaya
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
Angka Kematian Ibu dan Bayi di
Inodesia
Wanita adalah makhluk dengan
berbagai risiko yang harus ditanggungnya.
Salah satu fase yang berisiko di dalam
kehidupan wanita adalah saat ia hamil.
Kehamilan yang seharusnya menjadi suatu
proses yang alamiah ternyata dapat
menyumbangkan angka kematian ibu dan
bayi. Ibu hamil dengan janin yang
dikandungnya adalah aset berharga yang
sudah sepantasnya mendapat perhatian
khusus. Namun ironisnya, Angka Kematian
Ibu (AKI) sebagai salah satu indikator
kesehatan ibu, masih menunjukan angka
yang tinggi di Indonesia dan jauh berada
diatas AKI di negara ASEAN lainnya. Hasil
Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia tahun 2012[1]
untuk AKI hasilnya
sangat mengejutkan. Kematian ibu
melonjak sangat signifikan menjadi 359 per
100.000 kelahiran hidup atau
mengembalikan pada kondisi tahun 1997.
Ini berarti kesehatan ibu justru mengalami
kemunduran selama 15 tahun. Pada tahun
2007, AKI di Indonesia sebenarnya telah
mencapai 228 per 100.000 kelahiran
hidup. AKI yang sangat tinggi itu artinya
Indonesia bahkan jauh lebih buruk dari
negara-negara paling miskin di Asia,
seperti Timor Leste, Myanmar, Bangladesh
dan Kamboja.
Indonesia kini telah berpredikat
terbelakang di Asia dalam melindungi
kesehatan ibu[2]
. Menurut World Health
Organization [3]
Indonesia menduduki
peringkat pertama dengan AKI tertinggi
dari 181 negara di dunia.
Perdarahan menempati persentase
tertinggi penyebab kematian ibu (28%),
anemia dan kurang energi kronik pada ibu
hamil menjadi penyebab utama terjadinya
perdarahan dan infeksi[4]
.
Tidak hanya AKI yang menjadi fokus
Pembangunan Millenium atau Millenium
Development Goals (MDGs) pada tahun
2015 sebagai upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia Indonesia, khusus
untuk bidang kesehatan berfokus pula
melalui percepatan penurunan Angka
Kematian Anak (AKA) untuk Bayi dan
Balita. Target MDGs untuk Angka
Kematian Bayi (AKB) di Indonesia adalah
sebesar 23 per 1000 KH pada tahun 2015
dari kondisi saat ini yaitu sebesar 34 per
1000 KH[5]
.
Apabila kondisi ini dibiarkan begitu
saja tanpa ada upaya dari pihak terkait,
tidak menutup kemungkinan Indonesia
akan mengalami kemunduran dari segi
kuantitas dan kualitas SDM hanya karena
kasus kematian ibu dan bayi yang
seharusnya dapat dicegah. Salah satu
upaya preventif yang dapat dilakukan
adalah melalui Antenatal Care (ANC)
sebagai deteksi dini komplikasi kehamilan
pada ibu dan janin.
Kunjungan ANC adalah kunjungan
ibu hamil ke bidan atau dokter sedini
mungkin semenjak ia merasa dirinya
hamil untuk mendapatkan pelayanan atau
asuhan antenatal. ANC dilakukan secara
rutin minimal 4 kali kunjungan (K4)
selama hamil[6]
.
Tujuan dari ANC dapat tercapai
apabila ada komitmen dari berbagai pihak
yang terkait baik itu pemerintah, nakes
(dokter, bidan, perawat), ibu hamil
maupun keluarga (termasuk suami) untuk
menyukseskannya. Sesuai dengan
pernyataan Kepmenkes RI dalam
Pedoman ANC Terpadu[7]
, salah satu
konsep pelayanan antenatal terpadu dan
berkualitas adalah melibatkan ibu dan
keluarganya terutama suami dalam
menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil,
menyiapkan persalinan dan kesiagaan
bila terjadi penyulit atau komplikasi.
Jika suami tidak menginginkan
suatu kehamilan, hal ini dapat membuat
permasalahan pada istrinya dalam
menerima kehamilannya[8]
.
20
Jika dukungan suami didapat seorang ibu,
ibu akan merasa ada pengharapan besar
dari orang-orang terdekatnya untuk
mempertahankan kehamilannya. Hal inilah
yang mempengaruhi intensitas ibu
melakukan ANC menuju persiapan
kehamilan lanjut, persalinan dan nifas.
Menurunkan AKI dan AKB melalui ANC
Menurut Kebijakan Departemen
Kesehatan[9]
dalam upaya mempercepat
penurunan AKI dan AKB pada dasarnya
dapat mengacu kepada intervensi strategis
“Empat Pilar Safe Motherhood” yang salah
satu diantaranya adalah melalui pelayanan
ANC. Meskipun ANC tidak dapat diklaim
sebagai satu-satunya solusi atas tingginya
kematian ibu dan bayi di negara
berkembang, namun ANC yang berkualitas
dapat membantu untuk pencapaian
Milenium Development Goals dalam
penurunan AKI dan AKB[10]
. ANC
merupakan pelayanan kesehatan oleh
tenaga kesehatan terlatih (dokter spesialis
kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu
bidan dan perawat bidan) untuk ibu selama
masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan dalam Standar Pelayanan
Kebidanan (SPK)[7]
.
Tujuan pengawasan wanita hamil
ialah menyiapkan ibu hamil sebaik-baiknya
secara fisik dan mental, serta
menyelamatkan ibu dan bayi dalam
kehamilan, persalinan dan masa nifas,
sehingga keadaan postpartum sehat dan
normal. Ini berarti dalam ANC seorang ibu
hamil akan diusahakan agar sampai akhir
kehamilan sekurang kurangnya, harus
sama sehatnya atau lebih sehat, adanya
kelainan fisik atau psikologi harus
ditemukan dini dan diobati, wanita
melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang
dilahirkan sehat fisik dan mental[11]
.
Menurut Depkes RI[9]
pelayanan
standar yang harus dilakukan oleh bidan
atau tenaga kesehatan saat ANC dikenal
dengan 10T. Standar pelayanan ini
diterapkan berdasarkan evidanced based
dengan tujuan dan maksud untuk
mengetahui status kesehatan ibu dan
janin. Pelayanan standar 10T tersebut
diantaranya adalah :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi
badan
2. Pemeriksaan tekanan darah
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan
atas)
4. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi
fundus uteri)
5. Tentukan presentasi janin dan denyut
jantung janin (DJJ)
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan
berikan imunisasi Tetanus Toksoid
(TT) bila diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90
tablet selama kehamilan
8. Test laboratorium (rutin dan khusus)
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk
Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) serta
KB pasca persalinan
ANC untuk setiap wanita hamil
memerlukan sedikitnya 4 kali kunjungan
selama periode antenatal, yaitu 1 kali
kunjungan selama trimester pertama
(sebelum minggu ke 14 ), 1 kali kunjungan
selama trimester kedua (antara minggu 14
-28) dan 2 kali kunjungan selama
trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan
sesudah minggu ke 36). Semakin tinggi
tingkat kesadaran para wanita hamil akan
pentingnya pemeriksaan kehamilannya
(sekurang-kurangnya 4 kali), semakin dini
pula komplikasi dalam kehamilan dapat
ditangani[6]
.
Di Indonesia cakupan kunjungan
ibu hamil K1 pada tahun 2011 adalah
95,71% dari target 95 % dan kunjungan
ibu hamil K4 sebanyak 88,27% dari target
90%[12]
. Meskipun kunjungan ibu hamil
hampir memenuhi target, masih perlu ada
perhatian khusus peningkatan kunjungan
ANC terutama pada K4 sebagai masa
persiapan kelahiran.
Beberapa faktor yang mem-
pengaruhi tercapai atau tidaknya
kunjungan KI sampai K4 ibu hamil
diantaranya adalah faktor internal (paritas
dan usia) dan eksternal (pengetahuan,
sikap, ekonomi, sosial budaya, geografis,
informasi dan dukungan)[9]
.
Saat ini, muncul fenomena ibu
hamil tanpa dukungan dari suami yang
disebabkan oleh banyak hal salah
satunya karena kesibukan mencari
nafkah, tingkat pengetahuan suami yang
rendah, dan sikap acuh suami yang
menganggap kehamilan sepenuhnya
tanggung jawab wanita[6]
. Pernyataan ini
sesuai dengan hasil survei yang dilakukan
oleh Lia Mulyanti, dkk[13]
pada 30 ibu
hamil di Rumah Bersalin Bhakti IBI
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
21
Semarang Tahun 2010 menunjukan ibu
hamil yang tidak mendapat dukungan
suami sebanyak 17 orang (56,7%)
sedangkan ibu hamil yang mendapat
dukungan suami hanya sebanyak 13 orang
(43,3%).
Analisis Hubungan Dukungan Suami
dengan Kunjungan ANC
Tabel 1. Dukungan Suami dalam Kunju-
ngan ANC
Sumber: Lia Mulyanti13
Tabel diatas adalah hubungan
persentase antara dukungan suami
dengan kunjungan ANC di Rumah Bersalin
Bhakti IBI Semarang tahun 2010. Dapat
diketahui bahwa dari 17 ibu hamil yang
tidak didukung oleh suaminya, hanya 6
orang (35,3%) melakukan kunjungan ANC
dengan baik. Sedangkan dari 13 ibu hamil
yang mendapatkan dukungan suaminya,
11 orang (84,6%) melakukan kunjungan
ANC dengan baik. Data sejenis juga
diperoleh dari analisis hubungan dukungan
suami terhadap motivasi ibu.
Tabel 2. Analisis Hubungan Dukungan
Suami terhadap Motivasi Ibu
Sumber: Rismawati, dkk14
Adapun penelitian lain pada salah
satu daerah di Indonesia yang dilakukan
oleh Deviana Haruma-wati[15]
di
Puskesmas Babadan Ponorogo kepada
20 orang ibu hamil. Sebanyak 9 ibu hamil
mendapat dukungan suami dan 8 orang
diantaranya melakukan kunjungan ANC
dengan baik (rutin melakukan kunjungan)
dan 1 antara 9 orang itu melakukan
kunjungan tidak baik. Sedangkan 11 ibu
hamil yang lain tidak memperoleh
dukungan suami, 3 diantaranya
melakukan kunjungan ANC dengan baik
dan 8 diantaranya tidak melakukan
kunjungan ANC. Terdapat pula perbedaan
psikologis yang dialami 9 ibu hamil yang
mendapat dukungan suami yaitu ibu lebih
tenang menghadapi kehamilan dan
persalinan.
Ketiga daerah di Indonesia ini
adalah beberapa bukti adanya hubungan
antara dukungan suami dengan
kunjungan ANC. Data-data ini
menunjukan bahwa sebagaian besar ibu
yang melakukan kunjungan ANC dengan
baik karena mendapat dukungan suami
dalam masa kehamilannya.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa
dukungan suami baik fisik maupun psikis
merupakan suatu bentuk perwujudan dari
sikap perhatian dan kasih sayang. Sikap
ini bila diberikan pada ibu hamil akan
memberikan pengaruh positif dalam
persiapan untuk menghadapi kehamilan
minggu-minggu selanjutnya, persalinan,
masa nifas dan perawatan bayi melaui
kunjungan ANC[16]
.
Suami dukung ANC, Ibu Selamat Bayi
Sehat
Dalam jurnal “Influence of Family
Members on Utilization of Maternal Health
Care Services”[17]
disebutkan bahwa di
antara suami dan ibu mertua, suami ibu
hamil itu dianggap sebagai orang yang
paling berpengaruh, terutama pada ibu
muda (remaja dan dewasa muda).
Dengan demikian, keterlibatan suami
sangat penting sebagai strategi untuk
meningkatkan pemanfaatan pelayanan
kesehatan ibu termasuk ANC.
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
Dukungan
suami pada
ibu hamil
Kunjungan ANC
Tidak
baik
Baik Jum-
lah
Tidak mendu-
kung
11
(64,7
%)
6
(35,3
%)
17
(56,7
%)
Mendukung
2
(15,4
%)
11
(84,6
%)
13
(43,3
%)
Total
13
(43,3
%)
17
(56,7
%)
30
(100
%)
Dukun-
gan
suami
Motivasi Ibu Jumlah
Termoti-
vasi
Tidak
Termoti-
vasi
n % N % n %
Mendu-
kung
26 86,
7
4 13,
3
3
0
77
,5
Tidak
Mendu-
kung
5 50.
0
5 50.
0
1
0
22
,5
Jumlah 31 78,
8
9 21,
2
4
0
10
0
22
Adapun beberapa bentuk dukungan
yang dapat diberikan suami kepada istri
untuk menyukseskan program ANC,
diantaranya :
1. Memberi dukungan fisik
Menurut Murray, Mc Kinney & Gorrie
[18]
, selama kehamilan ibu membutuhkan
bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas
rumah tangganya. Beberapa tindakan yang
dapat dilakukan suami seperti misalnya :
membantu angkat air dari sumur,
membantu menyapu halaman, membantu
mencuci piring dan pekerjaan lain yang
meringankan istri.
Ada beberapa faktor yang menjadi
penyebab ibu hamil kurang patuh dalam
melakukan ANC secara teratur dan tepat
waktu, salah satu diantaranya yaitu
kesibukan ibu terhadap pekerjaan rumah
[19]
. Urusan-urusan rumah tangga membuat
ibu merasa terbebani dan tidak memiliki
waktu untuk melakukan ANC terlebih untuk
pasangan tanpa melibatkan asisten rumah
tangga atau bantuan dari orang lain dalam
menyelesaikan pekerjaan rumah.
Sehingga dengan adanya bantuan dari
suami, diharapkan istri menjadi lebih fokus
dengan kehamilan termasuk dalam
kunjungan ANC.
2. Mengingatkan jadwal ANC
Jadwal kunjungan ANC selama
masa kehamilan tidak terjadwal setiap
minggu, seperti yang diketahui kunjungan
ANC dilakukan minimal 4 kali (1 kali pada
TM 1, 1 kali pada TM 2 dan 2 kali pada TM
3)[6]
. Jarak antara kunjungan 1 ke
kunjungan berikutnya kurang lebih 1-2
bulan setelah kunjungan pertama dan hal
ini berpotensi membuat ibu hamil lupa
dengan jadwal kunjungan selanjutnya.
Dalam situasi ini suami dapat mengambil
peran dalam mengingatkan istri jadwal
kunjungan ANC. Suami harus berperan
aktif selalu menyarankan istri pentingnya
ANC dan rutin melakukan kunjungan[6]
.
Keadaan seperti ini dapat pula
disiasati dengan memberi pujian bila istri
sudah melakukan kunjungan atau telah
mengikuti pesan bidan/dokter.
Suatu pujian, sanjungan dan
penilaian yang baik akan memotivasi
seseorang melakukan hal berkaitan
dengan pujian, sebaliknya hukuman dan
pandangan negatif seseorang akan
menjadi hambatan proses terbentuknya
perilaku[6]
.
3. Menemani istri dalam kunjungan ANC
Kunjungan ANC yang ideal dan
disarankan adalah kunjungan dengan
didampingi oleh suami atau kerabat.
Memberi pengetahuan kepada wanita
hamil dan suaminya dapat menghasilkan
dampak lebih besar pada perilaku
kesehatan ibu dalam kehamilannya
dibanding memberi pengetahuan tanpa
ada pendampingan suami[20]
.
Adapun maksud dari keikutsertaan
suami dalam melakukan kunjungan yaitu
diharapkan tidak hanya istri namun suami
sebagai orang terdekat istri juga
mengetahui gejala dan tanda komplikasi
kehamilan, gizi dalam kehamilan, P4K
dan hal-hal penting lainnya yang
diperlukan selama masa kehamilan.
Pertemuan langsung suami dengan bidan/
dokter menjadi kesempatan pasangan
untuk berkonsultasi seputar kehamilan.
Dengan mewajibkan kehadiran
suami selama kunjungan ANC akan
mempermudah unit perawatan kesehatan
primer mendapat persetujuan suami
dalam mempermudah perawatan ibu
hamil[21]
. Hal ini disebabkan karena suami
telah memperoleh pengetahuan selama
ANC tentang keadaan yang mungkin akan
terjadi pada ibu hamil, sehingga
perawatan atau perujukan menjadi lebih
efektif karena tidak ada penolakan dari
suami sebagai decision maker. perawatan
atau perujukan menjadi lebih efektif
karena tidak ada penolakan dari suami
sebagai decision maker.
Selain itu kunjungan ANC dengan
suami juga berpengaruh pada psikologis
ibu hamil yaitu ibu menjadi lebih percaya
diri dengan kehamilannya serta
mengurangi kecemasan istri selama
kunjungan ANC[22]
.
4. Mencari informasi seputar kehamilan
Informasi-informasi yang diperoleh
suami sebagai bentuk pengetahuan
seputar kehamilan, persalinan, nifas
hingga perawatan bayi dapat diperoleh
suami melalui internet, antental class,
membaca buku KIA, dan mencari
informasi ke bidan, dokter atau kerabat
yang sudah berpengalaman. Informasi-
informasi ini nantinya dapat di-share
sebagai tambahan pengetahuan istri
seputar kehamilan.
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
23
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
Dari hasil analisis dengan
menggunakan uji statistik diperoleh
bahawa ada hubungan secara bermakna
antara tingkat pengetahan suami dengan
sikap dukungan yang diberikan suami
selama proses kehamilan sampai masa
nifas[23]
. Pengetahuan yang dimiliki suami
tentang kehamilan, persalinan dan nifas,
membuat suami semakin aware dengan
hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan
seperti memahami tanda-tanda dan
persiapan persalinan, perubahan fisik dan
psikologis ibu hamil, memahami perannya
sebagai pendamping persalinan, pembuat
keputusan yang rasional, hingga
mendukung IMD dan ASI ekslusif[24]
.
Upaya Meningkatkan Dukungan Suami
dalam Menyukseskan ANC
Mengingat akan pentingnya
dukungan suami dalam menyukseskan
ANC, perlu ada kiat-kiat khusus yang
diterapkan pasangan suami istri dan bidan/
dokter yang memberikan pelayanan
diantaranya adalah :
1. Bidan/dokter melibatkan partisipasi
suami dalam pemeriksaan ANC[25]
.
Dalam hal ini bidan/dokter dapat
meningkatkan peran suami dalam
kunjungan ANC dengan cara meminta
suami yang mendampingi istri masuk
ruang pemeriksaan untuk mendapat
edukasi seputar kehamilan bersama
istrinya dan tidak hanya menunggu di luar
tempat praktik bidan/dokter. Sedangkan
ibu dengan kunjungan ANC yang tidak
didampingi suami, diberi saran oleh bidan/
dokter untuk mengajak suami datang
menemani pada kunjungan berikutnya
sekaligus menjelaskan manfaat-manfaat
dari keterlibatan suami tersebut bagi ibu
dan kehamilannya.
2. Memberikan penyuluhan kepada
suami mengenai konsep ‘Suami Siaga’
Suami siaga yaitu kewaspadaan
suami untuk menjaga kesehatan dan
keselamatan istrinya yang sedang hamil
sampai dengan persalinannya. Suami
siaga senantiasa siap memberikan yang
terbaik untuk istri dan janinnya. Sebagai
suami siaga ia siap dan ikhlas untuk
memeriksakan kehamilan istrinya dan ikut
mempersiapkan persalinan dengan tenaga
medis[25]
.
Peran suami siaga ini dapat
ditingkatkan melalui penyuluhan yang
dilakukan oleh pihak terkait, seperti : bidan,
dokter, kader, suami siaga, dll. Penyuluhan
dapat dilakukan pada sarana atau tempat-
tempat berkumpul dan berinteraksi para
lelaki, misalnya tempat kerja dan forum
komunikasi desa. Penyuluhan suami
siaga diharapkan dapat mengubah
perilaku suami yang memiliki istri hamil
agar lebih memiliki sikap peduli dan siaga
terhadap kehamilan.
Adapun pengertian suami siaga
secara rinci adalah :
Siap :
1. Secara mental, ketika ibu sedang
menghadapi persalinan, suami
mempersiapkan mentalnya untuk
memberikan dukungan atau
semangat kepada istri.
2. Secara fisik, suami mempersiapkan
diri dan lingkungan untuk menjaga
dan melindungi istrinya.
3. Secara materil, suami
mempersiapkan dana untuk
persalinan istrinya.
Antar : Suami mengantarkan istri ketika
kunjungan ANC, merasakan adanya
tanda- tanda dan gejala persalinan.
Jaga : Suami menjaga istri ketika
menghadapi persalinan[26]
.
Setiap kehamilan berisiko
membawa komplikasi, hampir tidak dapat
diprediksi siapa, kapan dan bagaimana
ibu hamil mengalami komplikasi. Fakta
inilah yang dapat dijadikan pelajaran
bahwa setiap ibu hamil harus mempunyai
akses asuhan kehamilan dan persalinan
yang berkualitas yang dapat diperoleh
melalui ANC terpadu. ANC yang
berkualitas dapat diperoleh salah satunya
melalui dukungan suami yang dapat
diberikan dalam beberapa bentuk
dukungan terhadap istrinya. Dukungan-
dukungan ini dapat ditingkatkan melalui
kesadaran suami itu sendiri, ajakan dari
istri, bidan/dokter dan penyuluhan tentang
suami siaga.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pusat Statistik. 2013. Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2012. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
2. BKKBN. Angka Kematian Ibu
Melahirkan. 2013. 20 October 2015
<http://www.menegpp.go.id/v2/
indeks.phhp/datadaninformasi/
kesehatan>.
24
3. Kemenkes RI. 2012. Profil Kesehatan
Indonesia. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
4. Joewono, Benny. Data Penelitian AKI
dan AKB di Indonesia. 2012. 29
O k t o b e r 2 0 1 5 < h t t p : / /
www.kompas.com>
5. Depkes RI. 2008. Millenium
Development Goals 2015. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
6. Saifuddin. 2006. Pelayanan Kesehatan
Maternal & Neonatal. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
7. Kementerian Kesehatan RI. 2010.
Pedoman Pelayanan Antenatal.
Jakarta: Kementerian Kesehatan
Direktur Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat
8. Catherine A. Niven. 2005.
Psychological Care for Families:
Before, During and After Birth. British:
British Library Cataloguing in
Publication Data
9. Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan
Nasional. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
10. Depdiknas. 2005. Educational
Indicators in Indonesia, 2004/2005.
Jakarta: Ministry of National
11. Wiknjosastro, H, dkk. 2006. Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
12. Depkes RI. 2012. Pedoman Pelayanan
Antenatal di Tingkat Pelayanan Dasar
Puskesmas. Jakarta: Pusdiknakes
13. Lia Mulyanti. “Hubungan Dukungan
Suami pada Ibu Hamil dengan
Kunjungan ANC di Rumah Bersalin
Bhakti IBI Jl. Sendangguwo Baru V No
44c Kota Semarang”. 2010. 15
O k t o b e r 2 0 1 5 < h t t p : / /
www.jurnal.unimus.ac.id>
14. Rismawati, dkk. Hubungan Dukungan
Suami dengan Motivasi Ibu Hamil
terhadap Pemeriksaan Antenatal Care
(ANC) di RSKDIA Siti Fatimah
Makassar Tahun 2012. Makasar:
STIKES Nani Hasanuddin Makassar.
15. Harumawati, Deviana. 2012.
Penelitian: Gambaran Dukungan
Suami dalam Antenatal Care Ibu
Hamil. Ponorogo.
16. Notoatmodjo, S. 2005. Promosi
Kesehatan Teori dan Aplikasi.
Jakarta: PT Rineka Cipta
17. Upadhyay P. 2014. Influence of
Family Members on Utilization of
Maternal Health Care Services
Among Teen and Adult Pregnant
Women in Kathmandu, Nepal: A
Cross Sectional Study. Thailand:
Faculty of Medicine, Prince of Songkla
University, Hat Yai, Songkhla
18. Gorrie, T.M., Mc Kinney, E.S., &
Murray, S.S. 2005. Foundation of
Maternal Newborn Nursing 2nd
.
California: WB Saunders Co
19. Sarwono. 2000. Teori-teori Psikologi
Sosial. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
20. Britta C., Mullany, et.al.. 2009. 29
O k t o b e r 2 0 1 5 < h t t p : / /
www.jnma.com.np/jnma/index.php/
jnma/article/viewFile/191/673>
21. Aparajita Chattopadhyay. Men In
Maternal Care: Evidence From India.
Journal Of Biosocial Science. 2012.
29 Oktober 2015 < http://
journals.cambridge.org/action/
d i s p l a y A b s t r a c t ?
fromPage=online&aid=8478377&fileId
=S0021932011000502>
22. Kusmiati, dkk. 2008. Panduan
Lengkap Perawatan Kehamilan.
Yogyakarta: Fitramaya
23. Muhariadi Nugroho. 2005. Peranan
Suami dalam Perawatan Kehamilan
dan Persalinan Istri. Surabaya:
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
24. Soemantri KN. 2004. Kajian Kematian
Ibu dan Anak di Indonesia. Jakarta:
Depkes RI
25. Nurani, Meytha Winarso, Inang. 2013.
Gerakan Partisipatif Ibu Hamil,
Menyusui dan Bayi. Jakarta: EGC
26. Syafrudin Hamidah, 2009. Kebidanan
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
25
Penyegar PERCEPATAN AFIRMASI POSITIF
DALAM GELOMBANG ALFA DENGAN
MUSIK RELAKSASI GUNA MENSTIMU-
LASI HORMON OKSITOSIN DALAM
PROSES PENGELUARAN ASI
Fanisa Mutiara Apriliani1
, Tesha Rosyida N.A1
1
Program Studi D III, Akademi Kebidanan, Yogyakarta
BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
Menyusui adalah proses pemberian
Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi, dimana
bayi memiliki refleks menghisap untuk
mendapatkan dan menelan ASI.[1]
Akan
tetapi, proses menyusui bukanlah suatu
hal yang mudah. Banyak keluhan yang
dirasakan ibu menyusui, salah satunya
adalah ibu merasa cemas dan khawatir
bahwa ASI nya tidak bisa keluar dan tidak
mencukupi kebutuhan bayi sehingga
menimbulkan stres pada ibu terutama
pada ibu pasca salin yang akan melakukan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Kelelahan,
perasaan stres, takut, dan cemas setelah
melahirkan yang dirasakan oleh seorang
ibu dapat menyebabkan hormon oksitosin
yang berfungsi dalam proses kelancaran
aliran ASI terhambat produksinya.[2]
Hormon oksitosin berperan pada
refleks pengeluaran ASI (let down refleks)
yang akan mengerutkan sel-sel otot
disekitar kelenjar payudara sehingga ASI
terperas keluar. Walaupun produksi ASI
cukup banyak, apabila refleks ini tidak
bekerja maka bayi tidak akan
mendapatkan ASI yang memadai.[3]
Sehingga, perlu dilakukan manjemen stres
pada ibu agar ibu berada pada kondisi
yang nyaman dan percaya diri akan ASI
yang akan dikeluarkan.
Banyak cara yang bisa dilakukan
untuk membantu ibu dalam merangsang
pengeluaran ASI secara alamiah. Salah
satu caranya yaitu dengan afirmasi postif
yang dilakukan ketika ibu dalam kondisi
rileks dan berada pada gelombang otak
Alfa. Kondisi rileks ini dapat diperoleh me-
lalui musik relaksasi. Terapi musik ini
merupakan salah satu teknik distraksi yang
efektif dan dipercaya dapat menurunkan
nyeri fisiologis, stres dan kecemasan
dengan mengalihkan perhatian seseorang
dari nyeri.[4]
Musik memiliki beberapa kelebihan,
yaitu karena musik bersifat nyaman,
menenangkan, membuat rileks,
berstruktur, dan universal. Perlu diingat
bahwa banyak dari proses dalam hidup
kita selalu berirama. Sebagai contoh,
nafas kita, detak jantung, dan pulsasi
semuanya berulang dan berirama.
Relaksasi yang dalam dan teratur
membuat sistem endokrin, aliran
darah, persyarafan dan sistem lain di
dalam tubuh anda akan berfungsi lebih
baik.[5]
Menjaga sikap positif sangatlah
penting seperti merasa tenang dan rileks
selama menyusui, karena ketika ibu
merasa rileks, maka akan merangsang
hormon di dalam tubuh, yaitu hormon
endorfin atau hormon kebahagiaan.
Salah satu fungsi dari hormon en-
dorfin adalah bisa membantu tubuh untuk
mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon
prolaktin adalah hormon utama dalam
proses produksi ASI. Selain hormon
prolaktin, terdapat hormon oksitosin yang
dihasilkan oleh hipofisis posterior dimana
hormon ini berfungsi untuk pengeluaran
ASI atau pada saat LDR (let down reflex).
Refleks pengeluaran ASI lebih rumit
dibandingkan refleks pembentukan ASI.
Pikiran maupun perasaan ibu akan sangat
memengaruhi refleks ini. Dengan melihat
bayinya, memikirkan bayi dengan
perasaan penuh kasih sayang,
mendengar tangisan bayi, mencium bayi
dan perasaan ibu yang tenang serta
bahagia. Semua ini dapat meningkatkan
refleks pengeluaran ASI. Sebaliknya,
stres merupakan hal yang dapat
menghambat refleks oksitosin. Perasaan
negatif, kesakitan, khawatir, ragu-ragu,
kecewa dan stres dalam keadaan darurat
akan menghambat refleks oksitosin dan
juga mengakibatkan pancaran ASI-nya
26
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1
Bimabi vol-4-no-1

More Related Content

Viewers also liked

SILABO INFORMATICA
SILABO INFORMATICASILABO INFORMATICA
SILABO INFORMATICApumasayay
 
Экспериментальное обоснование сочетанного применения биологически активных пр...
Экспериментальное обоснование сочетанного применения биологически активных пр...Экспериментальное обоснование сочетанного применения биологически активных пр...
Экспериментальное обоснование сочетанного применения биологически активных пр...Александр Ст
 
How to get smaller retailers on board?
How to get smaller retailers on board?How to get smaller retailers on board?
How to get smaller retailers on board?rebonto dasgupta
 
Marketing de Conteúdo - Aula 4
Marketing de Conteúdo - Aula 4Marketing de Conteúdo - Aula 4
Marketing de Conteúdo - Aula 4lapacomunicacao
 
Профилактика соматического мутагенеза как действенное средство предупреждения...
Профилактика соматического мутагенеза как действенное средство предупреждения...Профилактика соматического мутагенеза как действенное средство предупреждения...
Профилактика соматического мутагенеза как действенное средство предупреждения...Александр Ст
 
ИСПОЛЬЗОВАНИЕ «ЭНОАНТА» ДЛЯ КОРРЕКЦИИ ТОКСИЧЕСКИХ ПРОЯВЛЕНИЙ ПРОТИВООПУХОЛЕВО...
ИСПОЛЬЗОВАНИЕ «ЭНОАНТА» ДЛЯ КОРРЕКЦИИ ТОКСИЧЕСКИХ ПРОЯВЛЕНИЙ ПРОТИВООПУХОЛЕВО...ИСПОЛЬЗОВАНИЕ «ЭНОАНТА» ДЛЯ КОРРЕКЦИИ ТОКСИЧЕСКИХ ПРОЯВЛЕНИЙ ПРОТИВООПУХОЛЕВО...
ИСПОЛЬЗОВАНИЕ «ЭНОАНТА» ДЛЯ КОРРЕКЦИИ ТОКСИЧЕСКИХ ПРОЯВЛЕНИЙ ПРОТИВООПУХОЛЕВО...Александр Ст
 
Integration of scientific development for creation of modern medical technolo...
Integration of scientific development for creation of modern medical technolo...Integration of scientific development for creation of modern medical technolo...
Integration of scientific development for creation of modern medical technolo...Александр Ст
 
Alejandro barrragan. codigo 03 historia del-teléfono-. (1)
Alejandro barrragan. codigo 03  historia del-teléfono-. (1)Alejandro barrragan. codigo 03  historia del-teléfono-. (1)
Alejandro barrragan. codigo 03 historia del-teléfono-. (1)Elvio Lado
 
Безалкогольные напитки
Безалкогольные напиткиБезалкогольные напитки
Безалкогольные напиткиАлександр Ст
 

Viewers also liked (17)

Kti akbid paramata ariati
Kti akbid paramata  ariatiKti akbid paramata  ariati
Kti akbid paramata ariati
 
70593200 nyeri-persalinan
70593200 nyeri-persalinan70593200 nyeri-persalinan
70593200 nyeri-persalinan
 
Kumpulan askep
Kumpulan askepKumpulan askep
Kumpulan askep
 
SILABO INFORMATICA
SILABO INFORMATICASILABO INFORMATICA
SILABO INFORMATICA
 
jeelanicv
jeelanicvjeelanicv
jeelanicv
 
Экспериментальное обоснование сочетанного применения биологически активных пр...
Экспериментальное обоснование сочетанного применения биологически активных пр...Экспериментальное обоснование сочетанного применения биологически активных пр...
Экспериментальное обоснование сочетанного применения биологически активных пр...
 
How to get smaller retailers on board?
How to get smaller retailers on board?How to get smaller retailers on board?
How to get smaller retailers on board?
 
презентация Эноанта
презентация Эноантапрезентация Эноанта
презентация Эноанта
 
Marketing de Conteúdo - Aula 4
Marketing de Conteúdo - Aula 4Marketing de Conteúdo - Aula 4
Marketing de Conteúdo - Aula 4
 
Профилактика соматического мутагенеза как действенное средство предупреждения...
Профилактика соматического мутагенеза как действенное средство предупреждения...Профилактика соматического мутагенеза как действенное средство предупреждения...
Профилактика соматического мутагенеза как действенное средство предупреждения...
 
Animales en peligro de desaparecer
Animales en peligro de desaparecerAnimales en peligro de desaparecer
Animales en peligro de desaparecer
 
ИСПОЛЬЗОВАНИЕ «ЭНОАНТА» ДЛЯ КОРРЕКЦИИ ТОКСИЧЕСКИХ ПРОЯВЛЕНИЙ ПРОТИВООПУХОЛЕВО...
ИСПОЛЬЗОВАНИЕ «ЭНОАНТА» ДЛЯ КОРРЕКЦИИ ТОКСИЧЕСКИХ ПРОЯВЛЕНИЙ ПРОТИВООПУХОЛЕВО...ИСПОЛЬЗОВАНИЕ «ЭНОАНТА» ДЛЯ КОРРЕКЦИИ ТОКСИЧЕСКИХ ПРОЯВЛЕНИЙ ПРОТИВООПУХОЛЕВО...
ИСПОЛЬЗОВАНИЕ «ЭНОАНТА» ДЛЯ КОРРЕКЦИИ ТОКСИЧЕСКИХ ПРОЯВЛЕНИЙ ПРОТИВООПУХОЛЕВО...
 
Integration of scientific development for creation of modern medical technolo...
Integration of scientific development for creation of modern medical technolo...Integration of scientific development for creation of modern medical technolo...
Integration of scientific development for creation of modern medical technolo...
 
Tom ryall’s genre theory
Tom ryall’s genre theoryTom ryall’s genre theory
Tom ryall’s genre theory
 
UPDATED CV
UPDATED CVUPDATED CV
UPDATED CV
 
Alejandro barrragan. codigo 03 historia del-teléfono-. (1)
Alejandro barrragan. codigo 03  historia del-teléfono-. (1)Alejandro barrragan. codigo 03  historia del-teléfono-. (1)
Alejandro barrragan. codigo 03 historia del-teléfono-. (1)
 
Безалкогольные напитки
Безалкогольные напиткиБезалкогольные напитки
Безалкогольные напитки
 

Similar to Bimabi vol-4-no-1

TemplateJurnalFilsafatIndonesia.docx
TemplateJurnalFilsafatIndonesia.docxTemplateJurnalFilsafatIndonesia.docx
TemplateJurnalFilsafatIndonesia.docxFITRIAHKHOIRUNNISA2
 
Menulis Artikel Ilmiah Untuk Jurnal.pdf
Menulis Artikel Ilmiah Untuk Jurnal.pdfMenulis Artikel Ilmiah Untuk Jurnal.pdf
Menulis Artikel Ilmiah Untuk Jurnal.pdfFirdausDaus928386
 
Cara membuat daftar pustaka yang baik dan benar
Cara membuat daftar pustaka yang baik dan benarCara membuat daftar pustaka yang baik dan benar
Cara membuat daftar pustaka yang baik dan benarAbdulNajirSPt
 
Kumpulan jurnal
Kumpulan jurnalKumpulan jurnal
Kumpulan jurnalRahma L
 
Bahasa indonesia Febrianti
Bahasa indonesia FebriantiBahasa indonesia Febrianti
Bahasa indonesia FebriantiArdiMawardi1
 
materi rujukan.pptx
materi rujukan.pptxmateri rujukan.pptx
materi rujukan.pptxDivaNirv
 
Strategi Mengutip: Moh Badrih PBSI Unisma
Strategi Mengutip: Moh Badrih PBSI UnismaStrategi Mengutip: Moh Badrih PBSI Unisma
Strategi Mengutip: Moh Badrih PBSI Unismamohbadrihbadrih
 
Pedoman penulisan-manuskrip-s14 2
Pedoman penulisan-manuskrip-s14 2Pedoman penulisan-manuskrip-s14 2
Pedoman penulisan-manuskrip-s14 2Asfri Desi
 
Menulis-Opini-di-Media-Massa_Pustakawan.ppt
Menulis-Opini-di-Media-Massa_Pustakawan.pptMenulis-Opini-di-Media-Massa_Pustakawan.ppt
Menulis-Opini-di-Media-Massa_Pustakawan.pptAGUNGWIDODO64
 
PPT DAFTAR PUSTAKA BAHASA INDONESIA
PPT DAFTAR PUSTAKA BAHASA INDONESIAPPT DAFTAR PUSTAKA BAHASA INDONESIA
PPT DAFTAR PUSTAKA BAHASA INDONESIAHanifa Zulfitri
 
Mengembangkan Teori yang Mendasari Sebuah Penelitian.
Mengembangkan Teori yang Mendasari Sebuah Penelitian.Mengembangkan Teori yang Mendasari Sebuah Penelitian.
Mengembangkan Teori yang Mendasari Sebuah Penelitian.Nini Ibrahim01
 
Teknik penulisan daftar pustaka
Teknik penulisan daftar pustakaTeknik penulisan daftar pustaka
Teknik penulisan daftar pustakaYoga Pratama
 
PPT 13 teknik penulisan daftar rujukan.pptx
PPT 13 teknik penulisan daftar rujukan.pptxPPT 13 teknik penulisan daftar rujukan.pptx
PPT 13 teknik penulisan daftar rujukan.pptxalfarizarf
 
Alvi Dhea Nissa_200322615297.pdf
Alvi Dhea Nissa_200322615297.pdfAlvi Dhea Nissa_200322615297.pdf
Alvi Dhea Nissa_200322615297.pdffaradhila4
 

Similar to Bimabi vol-4-no-1 (20)

TemplateJurnalFilsafatIndonesia.docx
TemplateJurnalFilsafatIndonesia.docxTemplateJurnalFilsafatIndonesia.docx
TemplateJurnalFilsafatIndonesia.docx
 
Menulis Artikel Ilmiah Untuk Jurnal.pdf
Menulis Artikel Ilmiah Untuk Jurnal.pdfMenulis Artikel Ilmiah Untuk Jurnal.pdf
Menulis Artikel Ilmiah Untuk Jurnal.pdf
 
Teknik Penulisan Referensi
Teknik Penulisan ReferensiTeknik Penulisan Referensi
Teknik Penulisan Referensi
 
Selamat datang
Selamat datangSelamat datang
Selamat datang
 
Cara membuat daftar pustaka yang baik dan benar
Cara membuat daftar pustaka yang baik dan benarCara membuat daftar pustaka yang baik dan benar
Cara membuat daftar pustaka yang baik dan benar
 
Abstrak dan Daftar Pustaka
Abstrak dan Daftar PustakaAbstrak dan Daftar Pustaka
Abstrak dan Daftar Pustaka
 
Kumpulan jurnal
Kumpulan jurnalKumpulan jurnal
Kumpulan jurnal
 
Bahasa indonesia Febrianti
Bahasa indonesia FebriantiBahasa indonesia Febrianti
Bahasa indonesia Febrianti
 
Bahasa indonesia
Bahasa indonesiaBahasa indonesia
Bahasa indonesia
 
Tikword
TikwordTikword
Tikword
 
materi rujukan.pptx
materi rujukan.pptxmateri rujukan.pptx
materi rujukan.pptx
 
Strategi Mengutip: Moh Badrih PBSI Unisma
Strategi Mengutip: Moh Badrih PBSI UnismaStrategi Mengutip: Moh Badrih PBSI Unisma
Strategi Mengutip: Moh Badrih PBSI Unisma
 
Pedoman penulisan-manuskrip-s14 2
Pedoman penulisan-manuskrip-s14 2Pedoman penulisan-manuskrip-s14 2
Pedoman penulisan-manuskrip-s14 2
 
Menulis-Opini-di-Media-Massa_Pustakawan.ppt
Menulis-Opini-di-Media-Massa_Pustakawan.pptMenulis-Opini-di-Media-Massa_Pustakawan.ppt
Menulis-Opini-di-Media-Massa_Pustakawan.ppt
 
Penulisan daftar pustaka .pdf
Penulisan daftar pustaka .pdfPenulisan daftar pustaka .pdf
Penulisan daftar pustaka .pdf
 
PPT DAFTAR PUSTAKA BAHASA INDONESIA
PPT DAFTAR PUSTAKA BAHASA INDONESIAPPT DAFTAR PUSTAKA BAHASA INDONESIA
PPT DAFTAR PUSTAKA BAHASA INDONESIA
 
Mengembangkan Teori yang Mendasari Sebuah Penelitian.
Mengembangkan Teori yang Mendasari Sebuah Penelitian.Mengembangkan Teori yang Mendasari Sebuah Penelitian.
Mengembangkan Teori yang Mendasari Sebuah Penelitian.
 
Teknik penulisan daftar pustaka
Teknik penulisan daftar pustakaTeknik penulisan daftar pustaka
Teknik penulisan daftar pustaka
 
PPT 13 teknik penulisan daftar rujukan.pptx
PPT 13 teknik penulisan daftar rujukan.pptxPPT 13 teknik penulisan daftar rujukan.pptx
PPT 13 teknik penulisan daftar rujukan.pptx
 
Alvi Dhea Nissa_200322615297.pdf
Alvi Dhea Nissa_200322615297.pdfAlvi Dhea Nissa_200322615297.pdf
Alvi Dhea Nissa_200322615297.pdf
 

Recently uploaded

LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfdemontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfIndri117648
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 

Recently uploaded (20)

LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfdemontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 

Bimabi vol-4-no-1

  • 1.
  • 2. SUSUNAN PENGURUS Pelindung Sekretaris Jendral Ikatan Lembaga Mahasiswa Kebidanan Indonesia (IKAMABI) Rizqotul Maghfiroh Rojuli Universitas Airlangga Board of Director Winda Rinawan, S.Keb Universitas Brawijaya Pimpinan Umum Bintang Dwita Dewantari Universitas Airlangga Sekretaris Atika Nadia Universitas Airlangga Bendahara Romadhinniar Febriana Universitas Airlangga Penyunting Ahli Ivon Diah Wittiarika, S.Keb., Bd. M.Kes Universitas Airlangga Dwi Iz’zati, S.Keb., Bd. M. Sc Universitas Airlangga Yulizawati, SST, M.Keb Universitas Andalas Yuseva Sariati, SE, SST, M.Keb Universitas Brawijaya Redaksi Novi Dwi Ambarsari Universitas Airlangga Zulfa Navila F.S.J Universitas Airlangga Fajar Dwi P. Universitas Airlangga Resti Zulhaijah Universitas Airlangga Dian Rahma U.S Universitas Brawijaya Public Relation Puput Maulidah Universitas Brawijaya Erni Rosita Dewi Universitas Airlangga Siwi Arum Sari W. Poltekes Kemenkes Semarang Yuniarti Arsitasari Universitas Negeri Sebelas Maret Tata Letak dan Layout Zukhaila Salma Universitas Airlangga Wanda MardhotillahUniversitas Gajah Mada Rindang Atikah Kusuma P. Universitas Brawijaya Rizka Sriyouni Universitas Andalas BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 i
  • 3. DAFTAR ISI ISSN : 2442 — 9171 Susunan Pengurus......................................................................................................................................... i Daftar Isi............................................................................................................................................................ ii Petunjuk Penulisan....................................................................................................................................... iv Sambutan Pimpinan Umum...................................................................................................................... x PENELITIAN Pengaruh Senam Anti Nyeri Haid Terhadap Intensitas Nyeri Haid Di Asrama Mu’alimat Surakarta Miladiyah Rahmawati, Mujahidatul Musfiroh, Sri Anggarini P ....................................................................................................................................................................................................... 1 Hubungan Umur dengan Penilaian Cadangan Ovarium pada Pasien Infertil Rita Defiyenti, Ashon Sa’adi K., Kasiati, Atika ....................................................................................................................................................................................................... 6 TINJAUAN PUSTAKA Penatalaksanaan Partus Prematurus Imminens pada Usia Kehamilan Setelah 34 Minggu Wafda Ardhian Latansyadiena ....................................................................................................................................................................................................... 12 PENYEGAR Peran Suami dalam Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Antenatal Care Dewa Ayu Mirah Indrayani, Nofi Nurul Fadilla ....................................................................................................................................................................................................... 20 Percepatan Afirmasi Positif dalam Gelombang Alfa dengan Musik Relaksasi Guna Men- stimulasi Hormon Oksitosin dalam Proses Pengeluaran ASI Fanisa Mutiara Apriliani, Tesha Rosyida N.A. ....................................................................................................................................................................................................... 26 SMS BUNDA : Selamatkan Generasi Bangsa Sejak Awal Kehidupan Yuni Irawati, Lulu Latifah ....................................................................................................................................................................................................... 28 ii BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
  • 4. LAPORAN KASUS Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin dengan Preeklampsia Berat, Ketuban Pecah Preterm, Anemia, dan Haemorrhage Post Partum Et Causa Atonia Uteri Farida Fitriana, Ivon Diah Wittiarika, Lilik Hidayati ....................................................................................................................................................................................................... 31 DAFTAR ISI ISSN : 2442 — 9171 iii BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
  • 5. PETUNJUK PENULISAN Pedoman Penulisan Artikel Berkala Ilmiah Mahasiswa Kebidanan Indonesia (Bimabi) Indonesian Midwifery Student Journal Berkala Ilmiah Mahasiswa Kebidanan Indonesia (BIMABI) adalah publikasi tiap enam bulanan yang mengguna- kan sistem seleksi peer-review dan redaktur. Naskah diterima oleh redaksi, mendapat seleksi validitas oleh peer-reviewer, serta seleksi dan pengeditan oleh redaktur. BIMABI menerima artikel penelitian asli yang ber- hubungan dengan bidang ilmu kebidanan, artikel tinjauan pustaka, laporan kasus, artikel penyegar ilmu kedok- teran dan kesehatan, advertorial, petunjuk praktis, serta editorial. Tulisan merupakan tulisan asli (bukan pla- giat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa kebidanan. Petunjuk Bagi Penulis : 1. BIMABI hanya akan memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan pada jurnal lain. 2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik, benar, lugas, dan ringkas.Naskah diketik dalam Mi- crosoft Word, ukuran kertas A4 dengan margin kanan, kiri, atas, bawah berukuran 3433 cm. Naskah menggunakan 1 spasi dengan spacing after before 0 cm, jarak antarbab atau antarsubbab yaitu 1 spasi (1x enter). Font Arial, size 10, sentence case, justify. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman judul. Naskah terdiri dari maksimal 15 halaman terhitung mulai dari judul hingga daftar pustaka. 3. Naskah dikirim melalui email ke alamat redaksibimabi@bimkes.org dan bimabi_ikamabi@yahoo.com dengan menyertakan identitas penulis beserta alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi. 4. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Penelitian asli harus mengikuti sistematika sebagai berikut: a. Judul b. Nama penulis dan lembaga pengarang c. Abstrak d. Naskah (Text), yang terdiri atas:  Pendahuluan  Metode  Hasil  Pembahasan  Kesimpulan  Saran e. Daftar Rujukan 5. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Tinjauan Pustaka dan Advertorial harus mengikuti sistematika sebagai berikut : iv BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
  • 6. a. Judul b. Nama penulis dan lembaga pengarang c. Abstrak d. Naskah (Text), yang terdiri atas:  Pendahuluan (termasuk masalah yang akan dibahas)  Pembahasan  Kesimpulan  Saran e. Daftar Rujukan 6. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Artikel Penyegar dan Artikel Editorial harus mengi- kuti sistematika sebagai berikut: a. Pendahuluan b. Isi c. Kesimpulan (Penutup) 7. Untuk keseragaman penulisan, khusus naskah Laporan Kasus harus mengikuti sistematika sebagai berikut: a. Judul b. Nama penulis dan lembaga pengarang c. Abstrak d. Naskah (Text), yang terdiri atas:  Pendahuluan  Laporan kasus  Pembahasan  Kesimpulan e. Daftar Rujukan 8. Judul ditulis secara singkat, jelas, dan padat yang akan menggambarkan isi naskah. Ditulis dengan Font Arial 14 pt dicetak tebal di bagian tengah atas dengan uppercase (semua huruf ditulis kapital), tidak digaris bawahi, tidak ditulis di antara tanda kutip, tidak diakhiri tanda titik(.), tanpa singkatan, kecuali singkatan yang lazim. Penulisan judul diperbolehkan menggunakan titik dua tapi tidak diperbolehkan menggunakan titik koma. Penggunaan subjudul diperbolehkan dengan ketentuan ditulis dengan title- case, Font Arial 12, center, dan dicetak tebal. 9. Nama penulis yang dicantumkan paling banyak enam orang, dan bila lebih cukup diikuti dengan kata- kata: dkk atau et al. Nama penulis diketik titlecase, Font Arial 10, center, dan bold yang dimulai dari pengarang yang memiliki peran terbesar dalam pembuatan artikel. Penulisan asal instansi dimulai dari terkecil. Nama penulis harus disertai dengan asal fakultas penulis. Alamat korespondensi ditulis leng- kap dengan nomor telepon dan email. 10. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dengan panjang abstrak tidak lebih dari 250 kata dan tidak menuliskan kutipan pustaka. Abstrak Bahasa Indonesia dan kata kunci ditulis tegak. Abstrak Bahasa Inggris dan keyword ditulis italic (dimiringkan). v BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
  • 7. 11. Kata kunci (key words) yang menyertai abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kata kunci diletakkan di bawah judul setelah abstrak. Kata kunci sebanyak maksimal 8 kata benda yang ditulis dari umum ke khusus. 12. Kata asing yang belum diubah ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring (italic). 13. Setiap tabel gambar dan metode statistika diberi judul dan nomor pemunculan. 14. Ucapan terima kasih 15. Penulisan sitasi menggunakan sistem Vancouver dengan penomoran yang runtut. Diberi nomor sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks, bukan menurut abjad. Contoh cara penulisan dapat dili- hat sebagai berikut: Contoh cara penulisan daftar pustaka dapat dilihat sebagai berikut : Penulisan sitasi menggunakan sistem Vancouver dengan penomoran yang runtut. Ditulis dengan nomor sesuai urutan. Untuk penulisan sitasi yang berasal dari 2 sumber atau lebih, penomoran dipisahkan menggunakan koma. Nomor kutipan ditulis superskrip dan dibuat dalam tanda kurung siku […] Contoh penulisan sitasi : Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini adalah Megascilicidae dan Lumbricidae.[1] Bagi sebagian orang, cacing tanah masih dianggap sebagai makhluk yang menjijikkan dikarenakan bentuknya, sehingga tidak jarang cacing masih dipandang sebelah mata. Namun terlepas dari hal tersebut, cacing ternyata masih dicari oleh sebagian orang untuk dimanfaatkan. Menurut sumber, kandungan protein yang dimiliki cacing tanah sangatlah tinggi, yakni mencapai 58-78 % dari bobot kering. Selain protein, cacing tanah juga mengandung abu, serat dan lemak tidak jenuh. Selain itu, cacing tanah mengandung auxin yang merupakan hormon perangsang tumbuh untuk tanaman.[2]Manfaat dari cacing adalah sebagai Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit. Secara tradisional cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam, menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronkitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tipus.[1,2] A. KETENTUAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA 1. BUKU Penulis Tunggal Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Contoh: Frye, Northrop. Anatomy of Criticism: Four Essays. Princeton: Princeton UP, 1957. Dengan dua atau tiga orang penulis Nama penulis 1 (dibalik), Nama penulis 2, dan nama penulis selanjutnya. Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Contoh: Howe, Russell Warren, dan Sarah Hays Trott. The Power Peddlers. Garden City: Doubleday, vi BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
  • 8. Marquart, James W., Sheldon Ekland Olson, dan Jonathan R. Sorensen. The Rope, the Chair, and the Needle: Capital Punishment in Texas, 1923-1990. Austin: Univ. of Texas, 1994. Lebih dari tiga penulis Nama penulis 1 (dibalik), et al. judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Contoh: Edens, Walter, et al., Teaching Shakespeare. Princeton: Princeton UP, 1977. Editor sebagai penulis Nama editor (dibalik), editor. Judul Buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Contoh: Harari, Josue, editor. Textual Strategies. Ithaca: Cornell UP, 1979. Penulis dan editor Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Editor. Nama editor. Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Contoh: Malory, Thomas. King Arthur and his Knights. Editor. Eugene Vinaver. London: Oxford UP, 1956. Penulis berupa tim atau lembaga Nama tim atau lembaga. Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Contoh: National Institute for Dispute Resolution. Dispute Resolution Resource Directory. Washington, D.C.: Natl. Inst. for Dispute Res., 1984. Karya multi jilid/buku berseri Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Jilid ke- / edisi ke-. Tempat terbit: Penerbit, Tahun ter- bit. Contoh: Freedberg, S. J. Andrea del Sarto. Jilid kedua. Cambridge: Harvard UP, 1963. Terjemahan Nama penulis (dibalik). Judul buku hasil terjemahan (italic). Penerjemah Nama penerjemah. Tem- pat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Terjemahan dari Judul buku yang diterjemah (italic), Tahun ter- bit buku yang diterjemah. Contoh: Foucault, Michel. The Archaeology of Knowledge. Penerjemah A. M. Sheridan Smith. London: Tavistock Publications, 1972. Terjemahan dari L'Archéologie du vii BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
  • 9. savoir, 1969. Artikel atau bab dalam buku Nama penulis (dibalik). “judul buku”. Judul bab atau artikel (italic). Editor Nama editor. Tem- pat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Halaman bab atau artikel dalam buku. Contoh: Magny, Claude-Edmonde. "Faulkner or Theological Inversion." Faulkner: A Collection of Critical Essays. Editor Robert Penn Warren. Englewood Cliffs: Prentice-Hall, 1966. 66-78. Brosur, pamflet dan sejenisnya Nama brosur/pamflet/sejenisnya. Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Contoh: Jawa Timur. Surabaya: Dinas Pariwisata Jawa Timur, 1999. 2. SERIAL Artikel jurnal dengan volume dan edisi Nama penulis (dibalik). “Judul artikel.” Nama jurnal (italic). Volume:Edisi (tahun terbit): hala- man Contoh: Dabundo, Laura. “The Voice of the Mute: Wordsworth and the Ideology of Romantic Silences.” Christiantity and Literature 43:1(1995): 21-35. 3. PUBLIKASI ELEKTRONIK Buku Online Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Editor Nama editor. Tahun terbit buku. Tanggal dan tahun akses <link online buku> Contoh: Austen, Jane. Pride and Prejudice. Editor Henry Churchyard. 1996. 10 September 1998 <http:// www.pemberley.com/janeinfo/prideprej.html>. Artikel jurnal online Nama penulis (dibalik). “Judul artikel.” Nama jurnal (italic). (tahun terbit artikel). Tanggal dan tahun akses jurnal <link online jurnal> Contoh: Calabrese, Michael. “Between Despair and Ecstacy: Marco Polo’s Life of the Buddha.” Exemplaria 9.1 (1997). 22 June 1998 <http://web.english.ufl.edu/english/exemplaria/ calax.htm> Artikel di website viii BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
  • 10. “judul artikel.” Nama website (italic). Tahun terbit artikel. Tanggal dan tahun akses. <link online artikel> Contoh: “Using Modern Language Association (MLA) Format.” Purdue Online Writing Lab. 2003. Purdue University. 6 Februari 2003. <http://owl.english.purdue. edu/handouts/research/ r_mla.html>. Publikasi lembaga Nama lembaga. Judul artikel (italic). Oleh nama pemulis 1, nama penulis 2, dan seterusnya. Tanggal publikasi. Tanggal dan tahun akses <link online artikel> Contoh: United States. Dept. of Justice. Natl. Inst. Of Justice. Prosecuting Gangs: A National Assessment. By Claire Johnson, Barbara Webster, dan Edward Connors. Feb 1996. 29 June 1998 <http://www.ncjrs.org/txtfiles/pgang.txt>. ix BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
  • 11. SAMBUTAN PIMPINAN UMUM Assalamu’alaikum wr. Wb. Alhamdulillah, Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa kami dapat menerbitkan BIMABI Volume 4 nomor 1. Pada kesempatan ini juga saya ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh tim penerbit, penulis, dan mitra bebestari serta seluruh mahasiswa kebidanan di Indonesia yang telah berpartisipasi aktif dalam penerbitan BIMABI di awal tahun 2016. Selain itu saya juga ingin mengucapkan terimakasih kepada Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kebidanan Indonesia (AIPKIND) serta Ikatan Lembaga Mahasiswa Kebidanan Indonesia (IKAMABI) yang telah memberikan dukungan dan membantu dalam menyelesaikan beberapa hambatan selama proses pembuatan jurnal. Saya berharap dengan diterbitkannya BIMABI Volume 4 nomor 1 ini, bisa meningkatkan minat menulis dan publikasi artikel ilmiah mahasiswa kebidanan di Indonesia. Besar harapan saya pula BIMABI bisa berkontribusi untuk kemajuan keilmuan kebidanan di Indonesia. Saya dan segenap jajaran pengurus mohon maaf apabila terdapat ke- kurangan pada BIMABI volume 4 nomor 1 ini. Semoga apa yang telah dilakukan bisa bermanfaat bagi kita semua. Wassalammu’alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh Surabaya, 17 Januari 2016 Bintang Dwita Dewantari (Pimpinan Umum) x BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
  • 12. Penelitian PENGARUH SENAM ANTI NYERI HAID TERHADAP INTENSITAS NYERI HAID DI ASRAMA MU’ALIMAT SURAKARTA Miladiyah Rahmawati1 , Mujahidatul Musfiroh1 , Sri Anggarini P2 1 Program Pendidikan DIV Bidan Pendidik, Fakultas Kedok- teran UNS 2 Program Pendidikan DIII Kebidanan Fakultas Kedokteran UNS ABSTRAK Pendahuluan : Nyeri haid merupakan rasa sakit yang menyertai haid sehingga menim- bulkan gangguan aktivitas sehari-hari. Salah satu pencegahannya dengan melakukan senam anti nyeri haid secara teratur. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh senam anti nyeri haid terhadap intensitas nyeri haid di Asrama Mu’alimat Surakarta. Metode : Desain praeksperimen dengan rancangan one group pretest posttest. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik purposive sampling dengan jumlah 37 respon- den yang diberikan intervensi senam anti nyeri haid dan dilakukan antara 2 siklus haid. Uji analisis menggunakan uji Wilcoxon dengan program SPSS versi 18 for windows. Hasil : Seluruh responden mengalami penurunan intensitas nyeri haid dengan 91,9% tidak nyeri dan 8,1% mengalami nyeri ringan dan nilai signifikansi p sebesar 0,000. Kesimpulan : Ada pengaruh senam anti nyeri haid terhadap intensitas nyeri haid pada siswi di Asrama Mu’alimat Surakarta. Kata kunci : Senam Anti Nyeri Haid, Nyeri Haid ABSTRACT Introduction. Menstrual pain is sickness that accompanies menstruation which can cause disruption in work or daily activity. Prevention can be done by doing anti men- strual pain gymnastics regularly. The objective of this study is to determine the effective- ness of anti-menstrual pain gymnastics to menstrual pain intensity in Mu’alimat Dormi- tory Surakarta. Methods. Pre-experiment design in this study was one group pretest posttest design. Sampling technique used purposive sampling technique,done by 37 respondents whom given anti menstrual pain gymnastics intervention and carried out between 2 menstrual cycles. Technique of Analyzing Data was using Wilcoxon test in SPSS version 18 for Windows software. Result. All respondents experienced the decrease in the intensity of painful menstruation with 91,9 % did not pain and 8.1 % had been mild pain and p value significance of 0.000. Conclusion. There is an effectiveness of anti-menstrual pain gymnastics on menstrual pain intensity of female students in Mu’alimat Dormitory Surakarta. Keywords : Anti Menstrual Pain Gymnastics, Menstrual Pain 1. PENDAHULUAN Nyeri haid yang dialami sebagian besar wanita di Indonesia timbul akibat kontraksi distrimik miometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri ringan sampai berat di perut bagianbawah, bokong dan nyeri spas- modik di sisi medial paha [1] . 1 BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016
  • 13. Nyeri haid dibagi menjadi dua bagian, yaitu nyeri haid primer dan nyeri haid sekunder[2] . Nyeri haid juga memer- lukan penanganan seperti halnya dengan rasa nyeri yang lain, sehingga aktivitas sehari-hari tetap dilanjutkan. Cara men- gantisipasi nyeri haid yang dapat dilakukan salah satunya adalah olahraga teratur[1] . Olahraga secara teratur bermanfaat untuk membantu mengurangi nyeri haid karena akan memicu keluarnya hormon endorfin yang dinilai sebagai pembunuh alamiah untuk rasa nyeri. Hormon endorfin adalah zat yang dihasilkan oleh otak yang akan mengirimkan sinyal-sinyal ke sistem saraf. Hormon endorfin berfungsi sebagai obat penenang alami, sehingga menimbul- kan rasa nyaman. Kadar endorfin ini dapat ditingkatkan dengan aktivitas olahraga [3,4,5] . Olahraga yang dapat dilakukan salah satunya adalah senam. Senam anti nyeri haid merupakan gerakan senam dilakukan sebelum haid untuk membebaskan rasa nyeri saat haid. Gerakan ini sangat seder- hana, terdiri atas gerakan pelemasan dan peregangan otot. Gerakan senam ini bu- kanlah aerobik, sehingga dapat dilakukan sendiri di rumah[6] . Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada siswi Asrama Mu’alimat Surakarta diperoleh hasil dari 10 responden, 5 responden mengalami nyeri ringan, 4 responden mengalami nyeri se- dang dan 1 responden mengalami nyeri berat. Upaya penanganan nyeri haid yang dilakukan oleh sebagian siswi masih seba- tas penanganan yang terbatas yaitu den- gan membiarkannya, mengoleskan min- yak kayu putih atau balsem pada daerah yang nyeri, dan tiduran. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti “Pengaruh Senam Anti Nyeri Haid Terhadap Intensitas Nyeri Haid di Asrama Mu’alimat Surakarta”. 2. METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah pra eksperimen dengan one-group pretest posttest design. Penelitian dilakukan di Asrama Mu’alimat Surakarta dari bulan Desember 2014 sampai Juli 2015. Objek penelitian yaitu siswi Asrama Mu’alimat Surakarta yang mengalami nyeri haid dan memiliki riwayat nyeri haid se- jumlah 57 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Jumlah sampel yang diambil oleh peneliti adalah 37 responden. Instrumen untuk mengukur skala nyeri haid sebelum maupun setelah aku- presur adalah lembar observasi Numerical Rating Scale (NRS) yang sudah baku. Penelitian terdiri dari pretest, intervensi, dan posttest. Tahap pretest dilakukan wawancara saat responden mengalami nyeri haid dan mempunyai riwayat nyeri haid. Lalu responden diberikan penjelasan untuk menilai data secara subjektif. Sete- lah responden selesai haid, responden diberikan intervensi senam anti nyeri haid dan dilakukan antara 2 siklus haid ( +3 minggu x 3 kali senam ) dengan dilakukan observasi saat senam oleh peneliti. Pen- gambilan data kedua atau posttest dilaku- kan setelah senam anti nyeri haid diberi- kan dan responden sudah mengalami haid lagi. Analisis data penelitian ini meng- gunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat meliputi distribusi fre- kuensi dan persentase sebelum dan sesu- dah senam anti nyeri haid. Analisis bivariat untuk mengetahui pengaruh senam anti nyeri haid terhadap intensitas nyeri haid. Uji statistik menggunakan Wil- coxon karena data berskala nominal ordi- nal. Pada uji statistik Wilcoxon, hipotesis alternatif diterima apabila nilai probabilitas (p) < 0,05 dan ditolak jika nilai nilai prob- abilitas (p) > 0,05. 3. HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat Grafik 1. Intensitas Nyeri Haid Sebe- lum dan Setelah Senam Anti Nyeri Haid BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 2
  • 14. Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa intensitas nyeri haid sebelum dilakukan senam anti nyeri haid sebagian besar responden mengalami intensitas nyeri sedang yaitu sebanyak 16 responden dengan persentase 43,2%. Sedangkan intensitas nyeri haid setelah dilakukan senam anti nyeri haid adalah responden tidak mengalami nyeri yaitu sebanyak 34 responden dengan persentase 91,9 %. B. Analisis Bivariat Tabel 1. Pengaruh Senam Anti Nyeri Haid Terhadap Intensitas Nyeri Haid di Asrama Mu’alimat Surakarta Sumber: Data primer, 2015 Berdasarkan hasil Wilcoxon Signed Rank pada tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat 37 responden dengan hasil intensitas nyeri haid setelah dilakukan senam anti nyeri haid menurun daripada sebelum dilakukan senam anti nyeri haid, 0 responden tetap, dan 0 responden yang mengalami peningkatan tingkat nyeri haid setelah dilakukan senam anti nyeri haid. Tabel 2. Pengaruh Senam Anti Nyeri Haid Terhadap Intensitas Nyeri Haid di Asrama Mu’alimat Surakarta Pada hasil perhitungan dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon dida- patkan nilai significancy p-value 0,000 (p<0,05) dengan demikian dapat disimpul- kan bahwa Ha diterima sehingga ada pen- garuh yang bermakna antara senam anti nyeri haid terhadap intensitas nyeri haid di Asrama Mu’alimat Surakarta. 4. PEMBAHASAN Hasil perhitungan dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon, didapatkan nilai significancy p-value 0,000 (p<0,05) maka artinya Ha diterima yang menyatakan ada pengaruh yang bermakna antara senam anti nyeri haid terhadap intensitas nyeri haid di Asrama Mu’alimat Surakarta. Senam anti nyeri haid merupakan gerakan senam untuk membebaskan rasa nyeri saat haid. Senam anti nyeri haid dapat menghilangkan atau setidaknya mengurangi rasa sakit saat haid[6] . Melakukan latihan secara teratur dan konsisten dapat menghilangkan atau setidaknya mengurangi rasa sakit saat haid. Latihan atau pergerakan pada senam dapat mengurangi sekresi hormon prostaglandin, dan meningkatkan hormon endorfin dan memintas darah menjauhi uterus[7] . Nyeri haid disebabkan oleh prostaglandin yang membuat otot-otot rahim berkontraksi, sehingga menyempitkan suplai darah ke endometrium[8] . Latihan atau pergerakan pada senam yang dilakukan secara terus menerusdapat meningkatkan hormon endorfin. Endorfin bekerja sebagai neurotransmiter di otak untuk mengurangi penyaluran dan persepsi nyeri. Hipofisis melepaskan endorfin sebagai respon terhadap olahraga dan selama pengalaman nyeri[9] . Saat nyeri haid terjadi, beberapa otot mengalami ketegangan. Latihan tubuh atau senam yang dilakukan dapat menolong otot-otot yang mengalami ketegangan untuk menjadi relaks. Otot- otot uterus yang mengalami ketegangan ketika diberikan latihan tubuh atau senam yang terfokus pada bagian panggul, menyebabkan otot-otot uterus yang tegang mengalami relaksasi, menguat- kan otot, tulang dan jaringan pengikat tubuh serta dapat memperlancar aliran darah di rongga panggul sehingga men- gurangi kontraksi berlebih dari otot-otot rahim dan nyeri pun berangsur-angsur berkurang[10] . Pengaruh senam atau latihan fisik akan memberikan perubahan fisiologi yang hampir terjadi pada setiap sistem tubuh. Latihan fisik akan memberikan pengaruh yang baik terhadap berbagai macam sistem yang bekerja di dalam tubuh, salah satunya adalah sistem N sebelum - setelah Negative Ranks 0a Positive Ranks 37b Ties 0c Total 37 Sebelum - Sesudah Z -5.428a Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 3
  • 15. kardiovaskuler, di mana dengan latihan fisik yang teratur akan terjadi membuat jantung semakin kuat dan dapat memompa memompa lebih banyak darah ke pembu- luh darah yang menyalurkan darah keselu- ruh tubuh terutama organ reproduksi. Aliran darah lancar, maka nyeri haid tidak begitu dirasakan[11] . Wanita yang berolahraga sekurang - kurangnya satu kali seminggu dapat menu- runkan intensitas rasa nyeri dan ketidakn- yamanan pada bagian bawah abdominal. Pada wanita yang aktif secara fisik dila- porkan kurang terjadinya nyeri saat haid. Olahraga yang dilakukan secara teratur dapat memperlancar aliran darah pada otot di sekitar rahim sehingga akan meredakan rasa nyeri pada saat haid[1] . Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Penelitian yang dilakukan oleh Suparto (2009) berjudul Efektivitas Senam Dismenore dalam Men- gurangi Dismenore pada Remaja Putri di SMUN 2 Sumenep dengan metode one group pretest post test design, diperoleh hasil nilai signifikansi yaitu 0,000 yang nilainya lebih kecil dari 0,05 yang berarti pemberian senam dismenore sangat efektif untuk mengurangi dismenore[12] . Nyeri haid dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor kejiwaan, faktor konstitusi, faktor obstruksi kanalis servikallis, faktor endokrin atau hormonal dan faktor alergi. Faktor lainnya yang da- pat memperburuk Nyeri haid adalah rahim yang menghadap ke belakang (retroversi), kurang berolahraga, stres psikis atau stres sosial[8] . Nyeri adalah bentuk suatu rasa sensorik ketidaknyamanan yang bersifat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri[13] . Berdasarkan hasil penelitian dan didukung dengan penelitian lain, maka dapat disimpulkan bahwa senam anti nyeri haid memberikan efek yang nyata pada penanganan nyeri haid atau ada pengaruh yang bermakna antara senam anti nyeri haid terhadap intensitas nyeri haid di Asrama Mu’alimat Surakarta sehingga senam anti nyeri haid efektif dalam mengurangi nyeri haid. 5. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Intensitas nyeri haid sebelum dilakukan senam anti nyeri haid sebagian besar responden menga-lami tingkat nyeri sedang yaitu sebanyak 16 responden dengan persentase 43,2%, 14 responden mengalami nyeri ringan (37,8%), dan 7 responden mengalami nyeri berat (19%). 2. Intensitas nyeri haid setelah dilakukan senam anti nyeri haid adalah sebagian responden tidak mengalami nyeri yaitu sebanyak 34 responden dengan persentase 91,9% dan 3 responden mengalami nyeri ringan dengan persentase 8,1%. 3. Ada pengaruh senam anti nyeri haid terhadap intensitas nyeri haid di Asrama Mu’alimat Surakarta dengan hasil signifikansi p=0,000. B. Saran 1. Bagi Responden Responden diharapkan dapat melakukan senam anti nyeri haid sebelum menstruasi secara man- diri agar tingkat nyeri haid dapat dikurangi. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan mampu mem- berikan penyuluhan maupun se- minar untuk menurunkan nyeri haid secara non-farmakologis bagi remaja putri yaitu dengan senam anti nyeri haid. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya disarankan untuk mem-perhatikan faktor yang dapat mempengaruhi rasa nyeri seperti kecemasan dan ling- kungan. BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 4
  • 16. DAFTAR PUSTAKA 1. Anugoro, D dan Ari W. Cara Jitu Men- gatasi Nyeri Haid. Yogyakarta: ANDI, pp.49, 79, 2001 2. Manuaba, dkk. Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi. Jakarta:TIM, pp. 631-6, 2010. 3. Haruyama, S. The Miracle Of Endor- phin : Sehat Mudah dan Praktis den- gan Hormon Kebahagiaan. Band- ung:Qonita, pp.72-3, 2011. 4. Kumalasari, I dan Iwan A. Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa Ke- bidanan dan Keperawatan. Ja- karta:Salemba Medika, pp.72, 2013. 5. Wirakusumah, E.S.Tips Dan Diet Un- tuk Tetap Sehat, Cantik dan Bahagia di Masa Menopause. Jakarta:Gramedia, pp.7, 2003. 6. Laila, N.N. Buku Pintar Haid. Yogya- karta:Buku Biru, pp.25-6, 36, 114, 2011. 7. Sinclair, C. Buku Saku Kebidanan. Jakarta:EGC, pp. 592-3, 2009. 8. Sukarni, I dan Wahyu P. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogya- karta:Nuha Medika, pp. 46-8, 2013. 9. Corwin, E.J. Buku Saku Patofisiologi Ed.3. Jakarta: EGC, pp.392, 2009. 10. Kingston, B. Mengatasi Nyeri Haid. Jakarta:Arcan, 1991. 11. Syatria, A. Pengaruh Olahraga Ter- program terhadap Tekanan Darah pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro yang Mengi- kuti Ekstrakurikuler Basket. Sema- rang:Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 2006. 12. Suparto, A. Efektivitas Senam Nyeri haid dalam Mengurangi Nyeri haid pada Remaja Putri. Phederal. 4: 1-8, 2011. BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 5
  • 17. Penelitian H U B U N G A N U M U R D E N G A N PENILAIAN CADANGAN OVARIUM PADA PASIEN INFETRIL Rita Defiyenti1 , Ashon Sa’adi2 , K. Kasiati3 , Atika4 1 Program Studi Pendidikan Bidan, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga 2 Departemen SMF Obstetri Ginekologi RSUD Dr. Soetomo, Surbaya 3 Politeknik Kesehatan Kemenkes, Surabaya 4 Departemen IKM Fakultas Kedokteran Universitas Air- langga, Surabaya BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 ABSTRAK Pendahuluan : Umur berperan penting dalam penangganan masalah infertilitas. Angka kejadian infertilitas meningkat bersamaan dengan bertambahnya umur wanita. Semakin meningkatnya umur wanita, cadangan ovarium semakin berkurang. Indikator cadangan ovarium dapat diketahui melalui pemeriksaan FSH basal pada hari ke-3 haid dan jumlah folikel antral. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan umur dengan penilaian cadangan ovarium pada pasien infertil di klinik Fertilitas Graha Amerta tahun 2013. Metode : penelitian observasi analitik dengan desain cross sectional. Populasinya adalah semua wanita infertil yang mengikuti IVF di Klinik Fertilitas Graha Amerta pada bulan Januari-Desember 2013 sejumlah 94 responden. Pengambilan sampel dengan teknik total sampling. Variabel independen adalah umur, sedangkan variabel dependen adalah cadangan ovarium yang dinilai dari kadar FSH basal dan jumlah folikel antral. Instrumen yang digunakan lembar pengumpul data. Sumber data dari rekam medik. Analisis data menggunakan uji korelasi pearson. Hasil : menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (p=0.005) antara variabel umur dengan jumlah folikel antral dengan kekuatan korelasi lemah (r=-0.285). Hasil uji korelasi spearmen, terdapat hubungan yang signifikan (p=0.014) antara variabel umur dengan FSH basal dengan kekuatan korelasi lemah (r=0.252), dan adanya hubungan yang signifikan (p=0.004) antara variabel FSH basal dengan jumlah folikel antral dengan kekuatan korelasi lemah (r=-0.295). Kesimpulan : terdapat hubungan antara umur dengan kadar FSH basal, umur dengan jumlah folikel antral, kadar FSH basal dengan jumlah folikel antral dalam penilaian cadangan ovarium pada pasien infertil. Kata kunci : Umur, FSH basal, Jumlah folilkel antral, cadangan ovarium, infertil. ABSTRACT Background : Age has an important role in treatment of infertility. Increasing age means decreasing the ovarian reserve. Indicator for ovarian reserve is using basal level of FSH level check up in third day of menstruation and the antral folilicle count. The objective of this study is to analyze the correlation between age and ovarium reserve rating on infertile patient in Graha Amerta Fertility Clinic during 2013. Method : This study applies analityc observational with a cross-sectional design.The population was all of infertile women that followed the IVF in Graha Amerta Fertility Clinic during January to December 2013 involves 94 respondent. The sample was collected using total sampling method. The independent variable is age, and the dependent variable is ovarian reserve from basal level of FSH basal and the antral follicle count. The data source is medical record and collected by check sheet. Data 6
  • 18. fanalysis use Pearson test. Result : There is significant correlation (p=0,005) between age variable and the antral ollicle count but the coefficient correlation is weak (r=0,285). Based on spearmans correlation test’s result, there is a significant correlation (p=0,0014) between age varia- ble and basal FSH but the coefficient correlation weak correlation (r=0,252), also there is a significant correlation (p=0,004) between basal FSH and antral follicle count with weak correlation (r=0,295). Conclusion : There is a correlation between age and basal FSH level, age and antral follicle count, basal FSH level and antral follicle count of ovarian reserve predict test in infertile patient. Keyword: age, basal FSH, antral follicle count, ovarian reserve, infertility 1. PENDAHULUAN World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 8-10% pasangan di dunia mempunyai riwayat sulit untuk memperoleh anak. Angka kejadian infertilitas di Indonesia berkisar 12-15%.[1] . Angka kejadian infertilitas ini meningkat bersamaan dengan bertambahnya umur wanita. Semakin meningkatnya umur wanita, jumlah folikel di ovarium semakin berkurang. Hal ini dikarenakan banyaknya folikel atresia yang akhirnya habis pada saat menopause dan berkurangnya respon ovarium terhadap rangsangan gonadotropin sehingga mengakibatkan produksi estrogen menurun. Menurunnya estrogen akan memberikan sinyal umpan balik positif ke otak (hipotalamus) untuk merangsang peningkatan produksi follicle stimulating hormone (FSH).[2] Menurut WHO, pemeriksaan hormonal perlu dilakukan untuk mengetahui fungsi ovarium dan fungsi ovulasi. Pemeriksaan FSH serum basal pada hari ke-3 haid merupakan pemeriksaan yang paling sering dilakukan untuk memeriksa cadangan ovarium.[3] Kadar FSH basal sebenarnya tidak langsung menunjukkan jumlah folikel di ovarium, sedangkan hitung folikel antral ovarium (Antral Folicle Count/AFC) lebih mencerminkan cadangan ovarium secara langsung.[4] Masalah infertilitas tidak hanya menyangkut kesehatan fisik saja tetapi juga berdampak psikologis dan sosial bagi pasangan yang mengalaminya. Oleh karena itu diperlukan peran bidan sebagai promotif dan preventif untuk mengurangi kejadian infertilitas dan dampak dari infertilitas tersebut. Tujuan penelitian ini adalah Menga- nalisis hubungan umur dengan penilaian cadangan ovarium pada pasien infertil di klinik Infertil Graha Amerta infertil Rumah Sakit Umum Dr.Soetomo Surabaya tahun 2013. 2. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah obsevasional analitik dengan desain cross sectional (potong lintang). Populasi dalam penelitian ini adalah se- mua wanita infertil yang sudah mengikuti program bayi tabung di Klinik Fertilitas Graha Amerta RS Soetomo Surabaya pada tanggal 1 Januari - 31 Desember 2013 yang memenuhi kriteria inklusi. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling, dengan jumlah 94 responden. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 12-22 Mei 2014. Variabel bebas pada penelitian ini adalah umur wanita infertil yang sudah mengikuti program bayi tabung. Variabel terikat pada penelitian ini adalah cadangan ovarium yang dinilai dari kadar hormon FSH basal hari ke-3 haid dan jumlah folikel antral. Sumber data penelitian ini didapatkan dari rekam medis pasien yang dicatat pada lembar pengumpul data. Analisa data menggunakan uji korelasi Pearson dengan derajat kemaknaan p < 0,005 dan koefisien korelasi antara -1 sampai dengan 1. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik responden Responden dalam penelitian ini adalah wanita infertil yang mengikuti pro- gram bayi tabung di Klinik Fertilitas Graha Amerta sebanyak sebanyak 94 pasien. Berikut adalah gambaran karakteristik responden di Klinik Fertilitas Graha Amerta. BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 7
  • 19. B. Umur Distribusi responden berdasarkan umur akan disajikan dalam tabel 1 seba- gai berikut : Tabel 1. Distribusi Responden berdasar- kan Umur di Klinik Fertilitas Graha Amerta Surabaya Tahun 2013 Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa variasi umur responden yang mengikuti program bayi tabung hampir merata disetiap kelompok umur (22-44 tahun). Sebagian responden berumur >35 tahun. Rata-rata umur responden pada penelitian ini adalah 33 tahun dengan Standar devisiasi 4,884. C. Hasil pemeriksaan FSH basal Distribusi responden berdasarkan hasil pemeriksaan FSH basal akan disaji- kan dalam tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. Distribusi Responden berdasar- kan Hasil Pemeriksaan FSH Basal di Klinik Fertilitas Graha Amerta Surabaya Tahun 2013 Berdasarkan tabel 2 dari 94 respon- den yang mengikuti program bayi tabung, 93,6% (88 orang) memiliki hasil pemerik- saan FSH basal <10 IU/ml. Rata-rata hasil pemeriksaan FSH Basal yaitu 7,25 IU/ml dengan standar devisiasi 2,323. D. Hasil USG jumlah folikel antral Distribusi responden berdasarkan hasil USG jumlah folikel antral akan disaji- kan dalam tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3. Distribusi Responden berdasar- kan Hasil USG Jumlah Folikel Antral di Klinik Fertilitas Graha Amerta Surabaya Tahun 2013 Berdasarkan tabel 3, dari 94 responden yang mengikuti program bayi tabung, sebanyak 59,6% (56 orang) memiliki jumlah folikel antral antara 5-10 pada kedua ovarium. Rata-rata jumlah folikel antral responden yaitu 7,76 dengan standar deviasi 3,729. E. Hubungan umur dengan jumlah folikel antral Hasil uji korelasi pearson didapatkan nilai signifikansi p=0,005 dan nilai koefisien korelasi -0,285. Nilai p=<0.05, berarti menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan jumlah folikel antral. Sedangkan nilai koefisien korelasi -0,285, berarti terdapat hubungan antar variabel yang berbanding terbalik yaitu semakin bertambah umur, maka jumlah folikel antral semakin berkurang. Hubungan ini memiliki kekuatan lemah yang ditunjukan pada gambar 1. Umur Frekuensi Persentase (%) 20-29 tahun 22 23,4 30-34 tahun 27 28,7 35-39 tahun 35 37,2 40-44 tahun 10 10,6 Total 94 100 Kadar FSH basal Frekuensi Persen- tase (%) < 10 IU/ ml 88 93,6 10-15 IU/ ml 4 4,2 >15 IU/ml 2 2,1 Total 94 100 Jumlah folikel antral Frekuensi Persen- tase (%) < 5 23 24,5 5-10 56 59,6 11-30 15 16,0 Total 94 100 BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 8
  • 20. BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 Gambar 1. Grafik hubungan umur dengan jumlah folikel antral Hasil penelitian ini menguatkan hasil penelitian sebelumnya oleh Mohammad Ali dan Sedigheh Ghandi[4] tentang umur dan FSH basal sebagai prediktor hasil Assisted Reproductive Technology (ART). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa umur merupakan faktor prognosis yang paling penting terhadap hasil ART, namun kadar FSH serum basal juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi wanita yang berpotensi besar mengalami kegagalan dalam ART, kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya cadangan ovarium. Selain itu, hasil penelitian serupa tentang umur kronologis vs umur biologis ovarium menyimpulkan bahwa kadar antral follicle count (AFC) dan anti mullerian hormone (AMH) menurun seiring dengan meningkatnya umur, sebaliknya kadar FSH menunjukkan peningkatan seiring dengan bertambahnya umur.[6] Teori lain yang mendukung penelitian ini diungkapkan oleh Halim[4] , bahwa peningkatan kadar FSH basal lebih dari 10 IU/ml pada fase folikuler (siklus hari ke-2 sampai hari ke-4 siklus haid) sudah menunjukkan adanya penurunan cadangan ovarium. Berkurangnya jumlah folikel menyebabkan terjadinya penurunan jumlah hormon estrogen sehingga akan terjadi umpan balik positif ke otak untuk merangsang peningkatan produksi FSH. Apabila ovarian reserve (cadangan ovarium) telah menurun dratis, maka FSH akan meningkat sampai 30-40 IU/ml. Wanita yang memasuki umur menopause mengalami penurunan jumlah folikel atau cadangan ovarium sehingga terjadi peningkatan FSH. Pada wanita yang telah menopause didapatkan peningkatan kadar FSH diatas 40 IU/ml. Pada penelitian ini ditemukan responden dengan umur muda maupun umur tua yang memiliki kadar FSH basal yang tinggi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pemeriksaan FSH dapat memberikan nilai prognostik pada keberhasilan program bayi tabung, dengan meningkatnya usia terutama akan mempengaruhi keberhasilan serta angka implantasi. Pada kelompok usia muda dengan kadar FSH yang tinggi akan meningkatkan angka pembatalan siklus dalam program bayi tabung, namun angka implantasi relatif masih cukup baik. Secara umum, wanita di atas 35 tahun dengan kadar FSH basal >15 mIU/ ml menunjukkan angka keberhasilan kehamilan yang rendah dan angka keguguran yang tinggi. Namun demikian, pasien tidak bisa digeneralisasikan bahwa semua yang mempunyai kadar FSH tinggi mempunyai cadangan ovarium yang rendah. Banyak penelitian melaporkan wanita dengan kadar FSH tinggi dengan umur di bawah 35 tahun dapat berhasil hamil dengan ataupun tanpa teknik bantuan reproduksi. Pada penelitian kasus di atas, umur 40 tahun dengan kadar FSH yang normal bahkan banyak yang tidak hamil.[4] F. Hubungan umur dengan jumlah FSH basal Pada penelitian ini, data FSH basal tidak terdistribusi normal sehingga digunakan uji korelasi sperman. Hasil uji ini menunjukkan nilai signifikansi p =0,014 dan nilai koefisien korelasi 0,252. Nilai p=<0,05 berarti terdapat hubungan antara umur dengan FSH basal. Sedangkan nilai koefisien korelasi 0,252 menunjukkan adanya hubungan yang berbanding lurus, artinya semakin bertambah umur wanita maka semakin tinggi pula kadar FSH basal. Hubungan ini memiliki kekuatan lemah, hal ini ditunjukan pada gambar 2. Umur (tahun) JumlahFolikelAntral 9
  • 21. Gambar 2. Grafik hubungan umur dengan kadar FSH basal Hasil penelitian ini menguatkan hasil penelitian sebelumnya oleh IB Putra Adnyana[7] yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah folikel antral dengan respon ovarium terhadap stimulasi ovulasi dan didapatkan nilai titik potong sebesar 4,5, sensitivitas 77,8% dan spesifisitas 71,4% untuk jumlah folikel antral sebagai prediktor respons ovarium terhadap stimulasi ovulasi. Pada penelitian ini ditemukan beberapa responden berumur 35 tahun yang memiliki jumlah folikel antral yang rendah. Hal ini disebabkan pada responden didapatkan riwayat operasi Salpingo oovarektomi sinistra (SOS), endometrioma. Dalam tubuh seorang wanita sehat terdapat dua buah (sepasang) ovarium yang terletak di kanan dan kiri uterus (rahim). Fungsi utama ovarium ini adalah menghasilkan ovum (sel telur) dan hormon reproduksi wanita terutama estrogen. Apabila salah satu atau kedua indung telur (ovarium) wanita diangkat maka sel telur akan berkurang dan akan mengalami penurunan kadar hormon estrogen, progesteron, dan testosteron. Operasi ini membuat seorang wanita sulit untuk hamil lagi dan juga mempercepat masa menopause walaupun masih dalam umur reproduktif[4] . G. Hubungan FSH basal dengan jumlah folikel antral Hasil uji korelasi spearman didapat- kan nilai signifikansi (p)=0,004 dan nilai koefisien korelasi -0,295. Nilai p=<0,05 menunjukkan adanya hubungan antara FSH basal dengan jumlah folikel antral. Nilai koefisien korelasi -0,295, berarti hubungan yang dihasilkan berbanding terbalik, artinya semakin tinggi kadar FSH basal maka semakin sedikit jumlah folikel antral. Hubungan ini memiliki kekuatan lemah sesuai dengan pada gambar 3. Gambar 3. Grafik hubungan kadar FSH basal dengan jumlah folikel antral Hasil penelitian ini tidak jauh ber- beda dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Zunaidi tentang hubungan umur ter- hadap FSH basal dan jumlah folikel antral ovarium dalam penilaian cadangan ovarium pada pasien infertil yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dengan kekuatan korelasi lemah antara variabel FSH basal dengan jumlah folikel antral ovarium (r= -0.35). Hal ini disebabkan karena sampel pada penelitian tersebut lebih sedikit (35 pasien) dan dengan umur responden kurang dari 35 tahun.[8] Dalam penelitian ini ditemukan satu kasus ekstrim yaitu pada umur muda (29 tahun) terdapat kadar FSH basal yang meningkat (14.81 IU/ml). Hal ini dikarenakan responden memiliki riwayat endometrioma dan gangguan ovulasi. Kista ovarium yang berisi jaringan endo- metriotik dapat tumbuh cukup besar. Kista ini disebut juga dengan kista coklat karena cairan coklat tua ditemukan didalamnya. Kissta coklat atau kista endometriosis ini lebih tepat disebut endometrioma. Jika dibiarkan, maka pertum buhan kista ini dapat menghancurkan sebagian atau seluruh jaringan ovarium normal, termasuk sel telur. Endometrioma harus diangkat dengan pembedahan, biasanya melalui laparoskopi karena terapi medis tidak efektif dalam pengobatan endometrioma. [9] Wanita yang pernah menjalani pembedahan ovarium maupun dengan satu ovarium sejak lama diketahui mempunyai nilai kadar FSH yang lebih BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 Jumlah Folikel Antral FSHBasal FSHBasal Umur (tahun) 10
  • 22. tinggi dibandingkan mereka yang mempunyai dua ovarium karena cadangan ovariumnya berkurang.[4] Hitung folikel antral (AFC) merupakan prediktor tunggal terbaik untuk menilai respon ovarium dalam teknologi IVF (in vitro fertilization). Terdapat dua penelitian yang menyimpulkan bahwa AFC merupakan parameter yang lebih baik dibandingkan FSH basal. AFC berhubungan dengan respons stimulasi terhadap program superovulasi dalam program bayi tabung sehingga AFC merupakan faktor yang paling sensitif untuk menilai ovarian reserve.[4] 4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara umur dengan kadar FSH basal, umur dengan jumlah folkel antral, dan antara kadar FSH basal dengan jumlah folikel antral (AFC) dalam penilaian cadangan ovarium pada pasien infertil. Saran bagi bidan diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini dapat diman- faatkan sebagai sarana untuk tambahan informasi dalam memberikan berbagai penyuluhan kepada remaja pranikah, pasangan usia subur (PUS) mengenai kejadian infertilitas terutama tentang faktor risiko yang berhubungan dengan umur wanita sehingga bidan dapat melakukan rujukan secara tepat pada pasangan yang infertil untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan kepada tenaga kesehatan yang lebih ahli. DAFTAR PUSTAKA 1. Fauziah Y. Infertilitas dan Gangguan Alat Reproduksi. Yogyakarta: Nuha Medika, 2012. 2. Darmasetiawan, M. Sjarief, et al. Fertilisasi Invitro dalam Praktek Klinik. Jakarta: Puspa Swara, 2006. 3. Samsulhadi dan Hendarto Hendy. Aplikasi Klinis Induksi Ovulasi dan Stimulasi Ovarium: Buku Panduan Praktis bagi Klinisi. Jakarta : Sagung Seto, 2009. 4. Halim, Binarwan. Penilaian Fungsi Ovarium. Jakarta : Puspa Swara IKAPI, 2006. 5. Ali, Karimzadeh Mohammad dan Sedigheh Ghandi.” Age and Basal FSH as a Predictor of ART Outcome”. Iranial Journal of Reproductive Medicine 7:1(2009) :19-22. 6. Soebijanto Soegiharto. “Kadar anti mularian hormon (AMH) serum seba- gai predictor respon ovarium pada perempuan yang mendapatkan stimu- lasi ovarium pada fertilisasi invitro (FIV)”,Majalah obstetric gineko- logi Indonesia vol 33, no 4, 2009. 7. Adnyana IB, Putra.” Hubungan Jumlah Folikel Antral dengan Respons Ovarium terhadap Stimulasi Ovulasi”. J Peny Dalam 7:3 (2006) :178-185. 8. Zunaidi, Alfian. “Hubungan Umur terhadap FSH basal dan Jumlah Folikel Antral Ovarium dalam Penilaian Cadangan Ovarium pada Pasien Infertil. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2011. 9. Indar, Anwar NC. Seleksi Pasien Menuju Fertilisasi In Vitro. Jakarta : Puspa Swara Anggota IKAPI. 2006. BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 11
  • 23. Tinjauan Pustaka PENATALAKSANAAN PARTUS PREMA- TURUS IMMINENS PADA USIA KEHAMI- LAN SETELAH 34 MINGGU Wafda Ardhian Latansyadiena1 1 D4 Kebidanan, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 ABSTRAK Latar Belakang: Kehamilan prematur merupakan masalah terbesar dalam obstetri modern dan didefinisikan sebagai kelahiran yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu. Risiko morbiditas dan mortalitas yang timbul akibat persalinan prematur ini sangat besar. Namun, seringkali terjadi kesulitan untuk menentukan diagnosis ancaman persalinan prematur (Partus Premature Imminens) dan persalinan prematur sesungguhnya. Kurangnya metode yang efektif untuk memprediksi dan mencegah persalinan prematur menyebabkan sedikit perubahan pada insidensi persalinan prematur. Penanganan sering dihadapkan dengan dilema penggunaan berbagai agen farmakologis yang mungkin kurang spesifik, efikasinya rendah, atau memiliki efek samping yang serius pada ibu atau janin. Bukti ilmiah yang mendukung terhadap penggunaan obat berikut ini tidak terlalu kuat. Penanganan yang paling sering digunakan adalah obat tokolitik, kortikosteroid, dan antibiotik. Kondisi ini membuat pasien harus mengalami perawatan di rumah sakit yang sebenarnya mungkin tidak diperlukan dan menyebabkan efek samping. Tujuan: Untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat pada partus prematurus imminens dengan umur kehamilan setelah 34 minggu. Hasil: Pemberian terapi tokolitik dan kortikosteroid pada partus prematurus imminens umur kehamilan setelah 34 minggu memiliki faktor risiko terjadi gawat janin akibat adanya penurunan aliran darah uteroplasenta dan meningkatkan angka persalinan prematur. Kata Kunci: Partus Prematurus Imminens, Kortikosteroid, Tokolitik ABSTRACT Background: Premature labor, constitutent a major problem terms of obstetrics and defined as delivery before 37 weeks of gestation. The higher risk mortality and morbidity for premature labor delivery. But, the diagnostic partus prematurus imminens and partus premature is difficult. Uneffective methods changed incidence premature labor. Dilemma of management premature labor often occured as a unspesific pharmacology, low effectiveness, and had the effect for mother or foetus. Scientific evidence told the pharmacology management is low. The most management is tocolitic, corticosteroid, and antibiotics. This condition made patients take treatment might was not necessary and caused effect. Goal: Find out the management partus prematurus imminens after 34 weeks of gestation Result: Tcolitic and corticosteroid management of partus prematurus imminens after 34 weeks of gestation have a risk fetal distress. It was happened because blood current for foetus decreased and increased incidence of premature labor Key words: Partus Prematurus Imminens, Corticosteroid, Tocolitic 1. PENDAHULUAN Persalinan prematur yaitu kelahiran bayi kurang dari 37 minggu. Persalinan prematur merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan kematian dan kesakitan neonatus. Risiko kelahiran prematur antara lain kematian bayi, kecacatan bayi, gawat nafas, perdarahan 12
  • 24. otak, infeksi/sepsis dan gagal jantung. Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian persalinan preterm adalah usia ibu, paritas, jarak persalinan, tingkat pendidikan, pelayanan antenatal, anemia, merokok, dan minum alkohol. Risiko morniditas dan mortalitas yang timbul akibat persalinan preterm ini sangat besar. Namun, seringkali terjadi kesulitan untuk menentukan diagnosis ancaman persalinan prematur (Partus Premature Imminens) dan persalinan prematur sesungguhnya sehingga intervensi yang dilakukan seringkali tidak sesuai. Selama ini pengelolaan partus prematurus imminens cenderung kuratif dimana yang menjadi tujuan utama pengelolaan adalah meningkatkan usia hamil, meningkatkan berat lahir, menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal yang keseluruhannya dilakukan setelah diagnosis persalinan belum cukup bulan ini ditegakkan. Kurangnya metode yang efektif untuk memprediksi dan mencegah persalinan prematur menyebabkan sedikit perubahan pada insidensi persalinan prem atur. Penggunaan berbagai agen farmakologis yang mungkin kurang spesifik, efikasinya rendah, atau memiliki efek samping yang serius pada ibu atau janin menjadi penanganan dilematik. P e m b e r i a n t o k o l i t i k d a n kortikosteroid menjadi komponen utama dalam penatalaksanaan partus prematurus imminens karena berkaitan dengan pematangan paru janin. Pematangan paru janin terjadi pada usia kehamilan 34 minggu. Oleh karena itu, pemberian tokolitik dan kortikosteroid pada usia sebelum 34 minggu sangat penting karena bertujuan menunda persalinan agar mencapai usia kehamilan 34 minggu sehingga paru-paru janin matang dan mengurangi angka gangguan pernafasan pada neonatal. Namun, bukti ilmiah yang mendukung penggunaan obat ini pada usia kehamilan setelah 34 minggu tidak terlalu kuat. Usia kehamilan setelah 34 minggu angka morbiditas dan mortalitas dianggap sama dengan kehamilan aterm sehingga tidak ada manfaat yang berati dalam pemberian kedua terapi tersebut. Kondisi ini membuat pasien harus mengalami perawatan di rumah sakit yang sebenarnya mungkin tidak diperlukan dan menyebabkan efek samping. Selain itu, hal ini menjadi beban keluarga karena perawatan di rumah sakit memerlukan biaya yang banyak. 2. PEMBAHASAN Persalinan prematur merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatal di seluruh dunia[1] . Partus prematurus atau persalinan prematur dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang disertai pendataran dan/ atau dilatasi serviks serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid terakhir[2] . Persalinan prematur berlangsung pada kehamilan 28 minggu sampai kurang dari 37 minggu[3] . Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian persalinan prematur adalah usia ibu, paritas, jarak persalinan, tingkat pendidikan, pelayanan antenatal, anemia, merokok, dan minum alkohol[4] . Secara umum, terjadinya persalinan prematur sampai saat ini masih menjadi teori-teori yang sangat kompleks. Seringkali terjadi kesulitan untuk menentukan diagnosis ancaman persalinan prematur atau yang sering disebut Partus Prematurus Imminent (PPI) dan persalinan prematur yang sesungguhnya [5,6] . Persalinan prematur dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui infeksi maternal, hipoksia dan stress oksidatif. Hal tersebut merupakan tiga mekanisme biologis utama terjadinya persalinan preterm. Kekurangan zat besi dapat meningkatkan risiko infeksi ibu dan hemoglobin yang rendah dapat menyebabkan keadaan hipoksia kronis yang dapat menginduksi stres ibu dan janin. Sistem kekebalan tubuh akan diaktifkan dengan adanya infeksi, peradangan, atau kortisol yang dirilis setelah respon stres, kemudian axis hipotalamus-hipofisis-adrenal ibu atau janin akan diaktifkan. Keadaan ini dapat memicu terjadinya persalinan dan akhirnya mengakibatkan persalinan preterm. BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 13
  • 25. Pada akhirnya, kekurangan zat besi juga dapat meningkatkan stres oksidatif yang mengakibatkan kerusakan eritrosit dan unit feto-plasenta[4] . Pada penelitian yang dilakukan Leno, dkk. menunjukkan persalinan prematur terbanyak berasal dari kelompok usia 20 – 35 tahun[4] .Persalinan prematur lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan wanita primipara. Hal ini disebabkan adanya jaringan parut uterus akibat kehamilan dan persalinan sebelumnya. Jaringan parut ini menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta menjadi lebih tipis dan mencakup uterus yang luas. Plasenta yang melekat tidak kuat mengakibatkan isoferitin, protein hasil produksi sel limfosit T untuk menghambat reaktifitas uterus dan melindungi buah kehamilan, diproduksi sedikit sehingga risiko untuk mengalami persalinan prematur lebih besar[7] . Penelitian juga menemukan bahwa keterpaparan asap rokok memberi risiko 3,9 kali secara signifikan terhadap kelahiran prematur dibandingkan dengan yang tidak terpapar asap rokok. Hal ini menunjukkan bahwa rokok merupakan zat yang berbahaya bagi kesehatan, khususnya ibu hamil yang akan berdampak buruk bagi ibu maupun janin. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diasumsikan bahwa ibu hamil yang terpapar asap rokok baik secara aktif maupun pasif dapat menyebabkan bayi terlahir dengan berat badan kurang. Racun nikotin yang terkandung dalam rokok dapat menghambat proses aliran darah dari ibu ke janin, akibatnya perkembangan bayi menjadi terlambat. Kondisi ini berjalan terus hingga memasuki masa persalinan dan menyebabkan bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Selain itu, bayi juga dapat lahir prematur atau lahir dalam usia yang belum matang[8] . Dari faktor psiko-sosial pekerjaan ditemukan bahwa kejadian persalinan prematur lebih banyak pada ibu hamil yang bekerja dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak bekerja. Ibu hamil yang bekerja dapat meningkatkan kejadian persalinan prematur baik melalui kelelahan fisik atau stres yang timbul akibat pekerjaannya, terutama bekerja terlalu lama[4,9] . Penelitian lain yang dilakukan oleh Eiriksdottir di Islandia juga menyebutkan pendapatan keluarga dan stres merupakan faktor risiko yang menyebabkan kelahiran prematur[10] . Menurut Dr Ali Khashan dari Univeritas Manchester di Inggris, stres yang berat sebelum atau sekitar waktu menjelang kehamilan, dapat mengubah kadar stress hormone cortisol dan corticotropin releasing hormone (CRH) yang berpengaruh pada penanaman embrio dan pembentukan plasenta. Secara keseluruhan, wanita yang pernah mengalami stres enam bulan sebelum hamil, sekitar 16% cenderung mengalami persalinan prematur. Sementara itu, resiko bayi meninggal atau sakit pada persalinan prematur naik hingga 23%. Hal itu dimungkinkan dampak dari sisi kejiwaan sehingga mempengaruhi hormonal kemudian mengakibatkan persalinan prematur[11,12] . Ancaman persalinan prematur memiliki kriteria yaitu sebagai berikut[5] . 1. Adanya kontraksi adekuat minimal 2 - 3 kali dalam waktu 10 menit dengan selang waktu relaksasi yang cukup. 2. Adanya perubahan dilatasi serviks pada 2 pemeriksaan dengan selang waktu 1 jam yang dilakukan oleh pemeriksa yang sama disertai dengan adanya kontraksi uterus. 3. Adanya kontraksi yang teratur disertai dilatasi serviks 1-2 cm dan penipisan serviks. Secara teori, adapun parameter- parameter yang digunakan untuk mem- prediksi terjadinya persalinan prematur. BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 14
  • 26. Tabel 1. Skor Bishop Sumber : Jenny, 2008 Skor Bishop merupakan parameter yang baik untuk memprediksi terjadinya persalinan prematur. Semakin besar nilai Skor Bishop menunjukkan ancaman persalinan prematur yang terjadi semakin progresif sehingga semakin sulit untuk dihambat. Pada beberapa penelitian didapatkan angka kejadian persalinan prematur berkisar 76% pada skor Bishop ≥ 5. Tabel 2. Skor Baumgarten Sumber : Jenny, 2008 Skor Baumgarten juga merupakan salah satu parameter yang baik untuk memprediksi persalinan prematur dengan atau tanpa adanya ketuban pecah dini. Pada beberapa penelitian didapatkan angka kejadian persalinan prematur sebesar 10% pada skor tokolisis Baumgarten < 3. Bila skor tokolisis Baumgarten > 3 maka angka kejadian persalinan prematur meningkat sebesar 85%[5] . Berdasarkan Buku Pengelolaan Persalinan Preterm[13] , penatalaksanaan persalinan prematur adalah sebagai berikut. 1. Tirah baring (bedrest) Kepentingan istirahat disesuaikan dengan kebutuhan ibu. 2. Rehidrasi Rehidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah persalinan preterm karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan kontraksi prematur. Tirah baring dan rehidrasi merupakan salah satu upaya agar aliran darah ke plasenta meningkat dan lancar sehingga janin selalu dalam keadaan baik [14] . 3. Pemberian terapi konservatif (ekspetan) tokolitik. Menurut Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dan Rujukan 2013, jika ditemui salah satu dari keadaan berikut ini, tokolitik tidak perlu diberikan dan bayi dilahirkan secara pervaginam atau perabdominam sesuai kondisi kehamilan[15] : a. Usia kehamilan di bawah 24 dan di atas 34 minggu b. Ada tanda korioamnionitis (infeksi intrauterine), preeklampsia, atau perdarahan aktif c. Ada gawat janin d. Janin meningal atau adanya kelainan kongenital yang kemungkinan hidupnya kecil Pemberian tokolitik dilakukan usia 24 -34 minggu karena tujuan utama penggunaan tokolitik ini memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulur surfaktan paru-paru janin, sedangkan paru-paru janin matang usia 34 minggu [15,16] . American College of Obstetricians and Gynecologisis membuat pernyataan berikut mengenai tokolitik: “sampai saat ini, belum ada penelitian secara meyakinkan membuktikan terjadinya peningkatan kesintasan atau indeks prognosis neonatus jangka panjang lainnya pada pemberian terapi tokolitik. Di pihak lain, kemungkinan gangguan akibat Nilai 0 1 2 3 Dilatasi serviks 0 1-2 cm 3-4 cm >4c m Penipis an serviks 0-30% 40- 50% 60- 70% >70 % Station -3 -2 -1 0 Konsist ensi serviks Kenyal Medi um Lunak Posisi serviks Posteri or Medi al Anteri or Nilai 1 2 3 4 Kontrak si Tidak teratur Teratu r - - Ketuba n Utuh Pecah di atas/ tidak jelas - Peca h di bawa h Perdar ahan Spotti ng Banya k Dilatasi serviks 1 cm 2 cm 3 cm 4 cm BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 15
  • 27. BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 terapi tokolitik pada ibu dan neonatus sudah terbukti. Pemberian kortikosteroid sebelum 34 minggu gestasi jelas bermanfaat, pemberian obat tokolitik untuk perpanjangan kehamilan jangka pendek dapat dibenarkan. Di luar itu, pertanyaan apakah obat tokolitik perlu digunakan pada usia gestasi berapapun tidak dapat dijawab saat ini, terutama setelah 34 minggu gestasi” [17] . Obat tokolitik yang memiliki fungsi kerja untuk menghambat saluran kalsium (antagonis kalsium). Aktifitas otot polos, termasuk miometrium, secara langsung berhubungan dengan kalsium bebas di dalam sitoplasma dan penurunan konsentrasi kalsium akan menghambat kontraksi. Ion kalsium mencapai sitoplasma melalui portal atau saluran membran spesifik. Penyekat saluran kalsium bekerja menghambat pemasukan kalsium melalui membran sel dengan berbagai mekanisme[18] . Dengan demikian, terjadi penurunan konsentrasi kalsium. Meskipun beberapa fakta memperlihatkan bahwa penyekat kanal kalsium menjanjikan beberapa harapan sebagai obat tokolitik terapi persalinan prematur, beberapa penelitian juga mengingatkan untuk mengklarifikasi bahaya potensial pada ibu atau janin sebab relaksasi otot polos tidak terbatas pada uterus saja, melainkan juga mengenai pembuluh darah sistemik dan uterus. Resistensi vaskular yang menurun karena nifedipin dapat menyebabkan hipotensi pada ibu sehingga menurunkan perfusi uteroplasenta[18] . Studi-studi hewan dengan berbagai spesies yang dilaporkan telah memperlihatkan adanya hiperkapnia, asidosis, hipoksemia, dan kematian janin. Pada pengamatan yang dilakukan Lirette dkk. menunjukkan hasil terjadi penurunan aliran darah uteroplasenta pada kelinci [18,19] .Hepatotoksisitas maternal yang diinduksi oleh obat telah dilaporkan ketika nifedipin digunakan untuk terapi persalinan prematur sehingga mengakibatkan dihentikannya pemberian obat ini[19] . Oleh karena itu, diperlukan prediktor diagnosis yang baik agar menghindarkan pasien dari terapi tokolitik dan efek sampingnya, serta menurunkan angka perawatan rumah sakit dan angka rujukan ke fasilitas perawatan perinatologi. 4. Pemberian terapi kortikosteroid Mekanisme kerja kortikisteroid pada perkembangan paru adalah meningkatkan surfaktan paru. Kortikosteroid melibatkan induksi protein yang mengatur sistem biokimia dengan sel tipe II pada paru janin yang memproduksi surfaktan. Pada sel- sel paru janin manusia yang dikultur, pemberian deksametason meningkatkan kandungan protein surfaktan A, B, C, D, sambil merangsang aktifitas semua enzim penting untuk biosistesi fosfolipid. Karena itu, konsentrasi fosfatidilkolin yang larut meningkat. Pada gilirannya hal ini merangsang perkembangan badan-badan lamelar, yang kemudian disekresikan ke dalam lumen ruang udara[14] . Pemberian kortikosteroid ini mencegah morbiditas neonatal pada penggunaan usia kehamilan 24-34 minggu. Semua kehamilan kurang dari 34 minggu yang akan diakhiri diberikan kortikosteroid dalam bentuk deksamethasone atau betamethasone[20] . Evaluasi dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemberian kortikosteroid pada usia kehamilan 24-34 minggu efektif memperbaiki outcome neonatal. Pemakaian kortikosteroid pada kehamilan setelah usia 34 minggu jarang ditemukan penurunan angka morbiditas dan tidak ada bukti yang kuat untuk mendukung atau membantah. Penggunaan kortikosteroid hanya direkomendasikan jika terbukti adanya immaturitas paru pada pemeriksaan amnionsintesis[21,22,23] . Kehamilan > 34 minggu hanya perlu dilakukan observasi kemajuan persalinan serta kesejahteraan janin intrauterine. Terdapat efek jangka pendek pada ibu, antara lain oedem paru, infeksi, dan pengendalian glukosa yang lebih sulit pada ibu diabetik [18,23] . Pada penelitian Elliot dan Radin juga melaporkan bahwa kortikosteroid menginduksi uterus dan persalinan preterm pada manusia. Dengan demikian, pemberian kortikosteroid akan meningkatkan angka persalinan prematur. Pemberian kortikosteroid yang tidak memiliki manfaat kuat pada pematangan paru umur kehamilan setelah 34 minggu justru dapat mempercepat angka persalinan prematur dan hal ini akan berpengaruh dengan outcome bayi lahir 16
  • 28. preterm. Oleh karena itu, keputusan pemberian kortikostreoid harus tepat sesuai klasifikasi umur kehamilan. 5. Pemberian Antibiotik Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dan Rujukan juga menjelaskan bahwa pemberian antibiotika profilaksis pada persalinan prematur digunakan untuk mencegah infeksi streptococus grup B[15] . Perencanaan Persalinan. Pengambilan keputusan untuk melakukan persalinan merujuk pada analisis skor bishop dan baumgarten. Analisis kedua skor tersebut menguraikan bahwa PPI susah untuk dihambat jika terjadi pengeluaran darah bertambah banyak dan konsistensi serviks lunak. Umur kehamilan kurang dari 34 minggu adalah syarat untuk penundaan persalinan [24] . Usia kehamilan > 34 minggu dapat melahirkan di tingkat dasar/ primer, mengingat prognosis relatif baik dan morbiditas dianggap sama dengan kehamilan aterm[14,16] . 3. KESIMPULAN Persalinan prematur merupakan suatu keadaan disertai tanda-tanda persalinan yang berlangsung pada usia kehamilan sebelum 37 minggu. Partus Prematurus Imminens (PPI) merupakan ancaman persalinan prematur yang kemungkinan dapat dilakukan penundaan persalinan dengan kriteria tertentu. PPI pada usia kehamilan 24-34 minggu dapat dilakukan penundaan persalinan dengan pemberian terapi tokolitik dan kortikosteroid. Hal ini dilakukan untuk menunggu pematangan paru yang akan matang pada usia kehamilan 34 minggu sehingga mengurangi angka gangguan pernafasan neonatal. Pada usia kehamilan setelah 34 minggu tidak direkomendasikan pemberian tokolitik dan kortikosteroid sesuai dengan pemaparan dalam guidline RCOG (Royal College of Obstericians and Gynaecologies) bahwa penanganan persalinan preterm merekomendasikan tidak perlu menggunakan agen tokolitik jika tidak terdapat bukti yang jelas yang akan meningkatkan outcome pada terjadinya persalinan preterm. Pemberian terapi tokolitik dan kortikosteroid pada partus prematurus imminens umur kehamilan setelah 34 minggu memiliki faktor risiko terjadi gawat janin akibat adanya penurunan aliran darah uteroplasenta dan meningkatkan angka persalinan prematur. DAFTAR RUJUKAN 1. Ariana, Dhina., Sayono, dan Erna Kusumawati. Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur, Laporan Penelitian, Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang, 2011. 2. Agustiana, Tria. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persalinan Prematur di Indonesia Tahun 2010 (Analisis Data Riskesdas 2010), Skripsi S-1, Jakarta: Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Peminatan Epidemiologi Universitas Indonesia, 2012. 3. Jannah, Miftahul. Hubungan Infeksi Saluran Kemih pada Ibu Hamilterhadap Partus Prematur di RSUD Dr. Adjidarmo Lebak Banten Periode Januari hingga Desember 2010, Riset, Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011. 4. Jusuf, Jenny. Efektifitas dan Efek Samping Ketorolac sebagai Tokolitik pada Ancaman Persalinan Prematur, Tesis S-2, Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2008. 5. Islam, Mutiara. Perbandingan Kadar Interleukin 10 pada Partus Prematurus Imminen dengan Kehamilan Preterm Normal, Tesis S- 2, Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 2010. 6. Edrin, Verdani Leoni., Ariadi, dan Lili Irawati. Gambaran Karakteristik Inu Hamil pada Persalinan Preterm di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012, dalam Jurnal Kesehatan Andalas, Padang: Pendidikan Dokter Universitas Andalas, Volume 3, Nomor 3, hlm. 1 – 7, 2014. 7. Mukibati, Titin., Tinuk Esti, dan Rudiati. Gambaran Faktor Penyebab Persalinan Prematur di Kamar Bersalin RSUD dr. Soeroto Ngawi tahun 2010, Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 3 (2): 116 – 123, 2012. BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 17
  • 29. BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 8. Koniyo, Mira., Buraerah H. Hakim, dan A. Arsunan. Determinan Kejadian Kelahiran Bayi Prematur di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, Laporan Penelitian, Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, 2012. 9. Firdiyanti, Rita., Nusratuddin, dan Eddy Tiro. Hubungan Kadar Progesteron Induced Blocking Factor (PIBF) Serum dengan Kejadian Persalinan Preterm, Laporan Penelitian, Makassar: Bagian Obstetri dan Ginekologi Universitas Hasanuddin, 2013. 10. Paembonan, Novhita., Jumriani, dan Dian Sidik. Faktor Risiko Kejadian Kelahiran Prematur di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Kota Makassar, Laporan Penelitian, Makassar: Bagian Epidemiologi Universitas Hasanuddin, 2014. 11. Aden, Christine. Pengaruh Paket Aman Terhadao Pengetahuan dan Pelaksanaan Perawatan Kehamilan oleh Ibu Risiko Persalinan Prematur Serta Efetivitasnya Terhadap Maturitas Kehamilan di Jakarta, Tesis S-2, Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008. 12. Somadina, Iswara. Granulocyte Colony Stimulating Factor (G-CSF) sebagai Prediktor Persalinan Preterm, 2013. 8 Juni 2015 <http://ojs.unud.ac.id/ index.php/obgyn/article/ viewFile/13441/9141> 13. Himpunan Kedokteran Fetomaternal Indonesia. Panduan Pengelolaan Persalinan Preterm Nasional, Bandung: Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, 2011. 14. Ramayanti, Helen. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Persalinan Preterm di RSU Bhakti Yudha Depok Periode Januari 2008-Desember 2010, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran, 2011. 15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, Jakarta: Kemenkes RI, 2013. 16. Saifuddin, Abdul Bari., Trijatmo, dan Winkjosastro. ed. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Jakarta: PT. Bina Pustaka, Cetakan ke-4, 2011. 17. Leveno, Kenneth., et al. Obstetri Williams: Panduan Ringkas, Ed. 21. terj. Brahm U. Pendit: “William Manual Of Obstetrics, 21st Ed.”, Jakarta: EGC, Cetakan Ke-1, 2009. 18. Cunninghan F. Gary., et al. Obstetri Williams, Ed. 21, Vol 1. terj. Hartono, Andry: “Williams Obstetrics, 21 Ed.”, Jakarta: EGC, Cetakan Ke-1, 2006. 19. Kesuma, Hadrians. Obat-obat Tokolitik di Bagian Kebidanan, 2007. 11 Juni 2015 <http:// www.usearchmedia.com/>. 20. Roosdhantia, Isnia. Perbedaan Skor Apgar pada Ketuban Pecah dini Usia Kurang dari 34 Minggu yang Diberi dan Tidak Diberi Deksametason, Laporan Hasil Penelitian, Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 2012. 21. Manuaba, Ida Ayu, Fajar, dan Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan, Ed.2., Jakarta: EGC, 2010. 22. Pratama, Rizky. Perbandingan Kadar Serum Progesteron Pada Persalinan Preterm dan Kehamilan Normal, Tesis Spesialis, Medan: Departemen Obstetri dan Ginekologi Universitas Sumatera Utara, 2014. 23. Bonanno, Clarissa., and Ronald J. Wapner. Antenatal Corticosteroid in the Management of Preterm Birth: Are We Back Where We Started?, New York: Department of Obstetrics and Gynecology Columbia University College, 2012. 24. D. Chan, Paul., and Susan M.Johnson. Current Clinical Strategies Gynecology and Obstetrics, USA: Laguna Hills California, 2006. 18
  • 30. 25. Mufaza, Uyun. Pengetahuan dan Perilaku Orangtua dalam Pemberian Obat Penurun Panas pada Anak Ditinjau dari Aspek Sosial Ekonomi, Skripsi-S1, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009. 26. Subijanto, Achmad Arman. Review: Keanekaragaman Genetik HLA-DR dan Variasi Kerentanan terhadap Penyakit Asma; Tinjauan Khusus pada Asma dalam Kehamilan, dalam Jurnal Biodiversitas, 9 (3): 237-243., Solo: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008. BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 19
  • 31. Penyegar PERAN SUAMI DALAM MENINGKAT- KAN KUANTITAS DAN KUALITAS AN- TENATAL CARE Dewa Ayu Mirah Indrayani 1 , Nofi Nurul Fadilla1 1 Program Studi Pendidikan Bidan, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 Angka Kematian Ibu dan Bayi di Inodesia Wanita adalah makhluk dengan berbagai risiko yang harus ditanggungnya. Salah satu fase yang berisiko di dalam kehidupan wanita adalah saat ia hamil. Kehamilan yang seharusnya menjadi suatu proses yang alamiah ternyata dapat menyumbangkan angka kematian ibu dan bayi. Ibu hamil dengan janin yang dikandungnya adalah aset berharga yang sudah sepantasnya mendapat perhatian khusus. Namun ironisnya, Angka Kematian Ibu (AKI) sebagai salah satu indikator kesehatan ibu, masih menunjukan angka yang tinggi di Indonesia dan jauh berada diatas AKI di negara ASEAN lainnya. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012[1] untuk AKI hasilnya sangat mengejutkan. Kematian ibu melonjak sangat signifikan menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup atau mengembalikan pada kondisi tahun 1997. Ini berarti kesehatan ibu justru mengalami kemunduran selama 15 tahun. Pada tahun 2007, AKI di Indonesia sebenarnya telah mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup. AKI yang sangat tinggi itu artinya Indonesia bahkan jauh lebih buruk dari negara-negara paling miskin di Asia, seperti Timor Leste, Myanmar, Bangladesh dan Kamboja. Indonesia kini telah berpredikat terbelakang di Asia dalam melindungi kesehatan ibu[2] . Menurut World Health Organization [3] Indonesia menduduki peringkat pertama dengan AKI tertinggi dari 181 negara di dunia. Perdarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%), anemia dan kurang energi kronik pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya perdarahan dan infeksi[4] . Tidak hanya AKI yang menjadi fokus Pembangunan Millenium atau Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, khusus untuk bidang kesehatan berfokus pula melalui percepatan penurunan Angka Kematian Anak (AKA) untuk Bayi dan Balita. Target MDGs untuk Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia adalah sebesar 23 per 1000 KH pada tahun 2015 dari kondisi saat ini yaitu sebesar 34 per 1000 KH[5] . Apabila kondisi ini dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya dari pihak terkait, tidak menutup kemungkinan Indonesia akan mengalami kemunduran dari segi kuantitas dan kualitas SDM hanya karena kasus kematian ibu dan bayi yang seharusnya dapat dicegah. Salah satu upaya preventif yang dapat dilakukan adalah melalui Antenatal Care (ANC) sebagai deteksi dini komplikasi kehamilan pada ibu dan janin. Kunjungan ANC adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan atau asuhan antenatal. ANC dilakukan secara rutin minimal 4 kali kunjungan (K4) selama hamil[6] . Tujuan dari ANC dapat tercapai apabila ada komitmen dari berbagai pihak yang terkait baik itu pemerintah, nakes (dokter, bidan, perawat), ibu hamil maupun keluarga (termasuk suami) untuk menyukseskannya. Sesuai dengan pernyataan Kepmenkes RI dalam Pedoman ANC Terpadu[7] , salah satu konsep pelayanan antenatal terpadu dan berkualitas adalah melibatkan ibu dan keluarganya terutama suami dalam menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi penyulit atau komplikasi. Jika suami tidak menginginkan suatu kehamilan, hal ini dapat membuat permasalahan pada istrinya dalam menerima kehamilannya[8] . 20
  • 32. Jika dukungan suami didapat seorang ibu, ibu akan merasa ada pengharapan besar dari orang-orang terdekatnya untuk mempertahankan kehamilannya. Hal inilah yang mempengaruhi intensitas ibu melakukan ANC menuju persiapan kehamilan lanjut, persalinan dan nifas. Menurunkan AKI dan AKB melalui ANC Menurut Kebijakan Departemen Kesehatan[9] dalam upaya mempercepat penurunan AKI dan AKB pada dasarnya dapat mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood” yang salah satu diantaranya adalah melalui pelayanan ANC. Meskipun ANC tidak dapat diklaim sebagai satu-satunya solusi atas tingginya kematian ibu dan bayi di negara berkembang, namun ANC yang berkualitas dapat membantu untuk pencapaian Milenium Development Goals dalam penurunan AKI dan AKB[10] . ANC merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih (dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan) untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK)[7] . Tujuan pengawasan wanita hamil ialah menyiapkan ibu hamil sebaik-baiknya secara fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan bayi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan postpartum sehat dan normal. Ini berarti dalam ANC seorang ibu hamil akan diusahakan agar sampai akhir kehamilan sekurang kurangnya, harus sama sehatnya atau lebih sehat, adanya kelainan fisik atau psikologi harus ditemukan dini dan diobati, wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat fisik dan mental[11] . Menurut Depkes RI[9] pelayanan standar yang harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan saat ANC dikenal dengan 10T. Standar pelayanan ini diterapkan berdasarkan evidanced based dengan tujuan dan maksud untuk mengetahui status kesehatan ibu dan janin. Pelayanan standar 10T tersebut diantaranya adalah : 1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan 2. Pemeriksaan tekanan darah 3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas) 4. Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri) 5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ) 6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan. 7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan 8. Test laboratorium (rutin dan khusus) 9. Tatalaksana kasus 10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan ANC untuk setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya 4 kali kunjungan selama periode antenatal, yaitu 1 kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum minggu ke 14 ), 1 kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14 -28) dan 2 kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan sesudah minggu ke 36). Semakin tinggi tingkat kesadaran para wanita hamil akan pentingnya pemeriksaan kehamilannya (sekurang-kurangnya 4 kali), semakin dini pula komplikasi dalam kehamilan dapat ditangani[6] . Di Indonesia cakupan kunjungan ibu hamil K1 pada tahun 2011 adalah 95,71% dari target 95 % dan kunjungan ibu hamil K4 sebanyak 88,27% dari target 90%[12] . Meskipun kunjungan ibu hamil hampir memenuhi target, masih perlu ada perhatian khusus peningkatan kunjungan ANC terutama pada K4 sebagai masa persiapan kelahiran. Beberapa faktor yang mem- pengaruhi tercapai atau tidaknya kunjungan KI sampai K4 ibu hamil diantaranya adalah faktor internal (paritas dan usia) dan eksternal (pengetahuan, sikap, ekonomi, sosial budaya, geografis, informasi dan dukungan)[9] . Saat ini, muncul fenomena ibu hamil tanpa dukungan dari suami yang disebabkan oleh banyak hal salah satunya karena kesibukan mencari nafkah, tingkat pengetahuan suami yang rendah, dan sikap acuh suami yang menganggap kehamilan sepenuhnya tanggung jawab wanita[6] . Pernyataan ini sesuai dengan hasil survei yang dilakukan oleh Lia Mulyanti, dkk[13] pada 30 ibu hamil di Rumah Bersalin Bhakti IBI BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 21
  • 33. Semarang Tahun 2010 menunjukan ibu hamil yang tidak mendapat dukungan suami sebanyak 17 orang (56,7%) sedangkan ibu hamil yang mendapat dukungan suami hanya sebanyak 13 orang (43,3%). Analisis Hubungan Dukungan Suami dengan Kunjungan ANC Tabel 1. Dukungan Suami dalam Kunju- ngan ANC Sumber: Lia Mulyanti13 Tabel diatas adalah hubungan persentase antara dukungan suami dengan kunjungan ANC di Rumah Bersalin Bhakti IBI Semarang tahun 2010. Dapat diketahui bahwa dari 17 ibu hamil yang tidak didukung oleh suaminya, hanya 6 orang (35,3%) melakukan kunjungan ANC dengan baik. Sedangkan dari 13 ibu hamil yang mendapatkan dukungan suaminya, 11 orang (84,6%) melakukan kunjungan ANC dengan baik. Data sejenis juga diperoleh dari analisis hubungan dukungan suami terhadap motivasi ibu. Tabel 2. Analisis Hubungan Dukungan Suami terhadap Motivasi Ibu Sumber: Rismawati, dkk14 Adapun penelitian lain pada salah satu daerah di Indonesia yang dilakukan oleh Deviana Haruma-wati[15] di Puskesmas Babadan Ponorogo kepada 20 orang ibu hamil. Sebanyak 9 ibu hamil mendapat dukungan suami dan 8 orang diantaranya melakukan kunjungan ANC dengan baik (rutin melakukan kunjungan) dan 1 antara 9 orang itu melakukan kunjungan tidak baik. Sedangkan 11 ibu hamil yang lain tidak memperoleh dukungan suami, 3 diantaranya melakukan kunjungan ANC dengan baik dan 8 diantaranya tidak melakukan kunjungan ANC. Terdapat pula perbedaan psikologis yang dialami 9 ibu hamil yang mendapat dukungan suami yaitu ibu lebih tenang menghadapi kehamilan dan persalinan. Ketiga daerah di Indonesia ini adalah beberapa bukti adanya hubungan antara dukungan suami dengan kunjungan ANC. Data-data ini menunjukan bahwa sebagaian besar ibu yang melakukan kunjungan ANC dengan baik karena mendapat dukungan suami dalam masa kehamilannya. Hal ini sesuai dengan teori bahwa dukungan suami baik fisik maupun psikis merupakan suatu bentuk perwujudan dari sikap perhatian dan kasih sayang. Sikap ini bila diberikan pada ibu hamil akan memberikan pengaruh positif dalam persiapan untuk menghadapi kehamilan minggu-minggu selanjutnya, persalinan, masa nifas dan perawatan bayi melaui kunjungan ANC[16] . Suami dukung ANC, Ibu Selamat Bayi Sehat Dalam jurnal “Influence of Family Members on Utilization of Maternal Health Care Services”[17] disebutkan bahwa di antara suami dan ibu mertua, suami ibu hamil itu dianggap sebagai orang yang paling berpengaruh, terutama pada ibu muda (remaja dan dewasa muda). Dengan demikian, keterlibatan suami sangat penting sebagai strategi untuk meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu termasuk ANC. BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 Dukungan suami pada ibu hamil Kunjungan ANC Tidak baik Baik Jum- lah Tidak mendu- kung 11 (64,7 %) 6 (35,3 %) 17 (56,7 %) Mendukung 2 (15,4 %) 11 (84,6 %) 13 (43,3 %) Total 13 (43,3 %) 17 (56,7 %) 30 (100 %) Dukun- gan suami Motivasi Ibu Jumlah Termoti- vasi Tidak Termoti- vasi n % N % n % Mendu- kung 26 86, 7 4 13, 3 3 0 77 ,5 Tidak Mendu- kung 5 50. 0 5 50. 0 1 0 22 ,5 Jumlah 31 78, 8 9 21, 2 4 0 10 0 22
  • 34. Adapun beberapa bentuk dukungan yang dapat diberikan suami kepada istri untuk menyukseskan program ANC, diantaranya : 1. Memberi dukungan fisik Menurut Murray, Mc Kinney & Gorrie [18] , selama kehamilan ibu membutuhkan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas rumah tangganya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan suami seperti misalnya : membantu angkat air dari sumur, membantu menyapu halaman, membantu mencuci piring dan pekerjaan lain yang meringankan istri. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab ibu hamil kurang patuh dalam melakukan ANC secara teratur dan tepat waktu, salah satu diantaranya yaitu kesibukan ibu terhadap pekerjaan rumah [19] . Urusan-urusan rumah tangga membuat ibu merasa terbebani dan tidak memiliki waktu untuk melakukan ANC terlebih untuk pasangan tanpa melibatkan asisten rumah tangga atau bantuan dari orang lain dalam menyelesaikan pekerjaan rumah. Sehingga dengan adanya bantuan dari suami, diharapkan istri menjadi lebih fokus dengan kehamilan termasuk dalam kunjungan ANC. 2. Mengingatkan jadwal ANC Jadwal kunjungan ANC selama masa kehamilan tidak terjadwal setiap minggu, seperti yang diketahui kunjungan ANC dilakukan minimal 4 kali (1 kali pada TM 1, 1 kali pada TM 2 dan 2 kali pada TM 3)[6] . Jarak antara kunjungan 1 ke kunjungan berikutnya kurang lebih 1-2 bulan setelah kunjungan pertama dan hal ini berpotensi membuat ibu hamil lupa dengan jadwal kunjungan selanjutnya. Dalam situasi ini suami dapat mengambil peran dalam mengingatkan istri jadwal kunjungan ANC. Suami harus berperan aktif selalu menyarankan istri pentingnya ANC dan rutin melakukan kunjungan[6] . Keadaan seperti ini dapat pula disiasati dengan memberi pujian bila istri sudah melakukan kunjungan atau telah mengikuti pesan bidan/dokter. Suatu pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan memotivasi seseorang melakukan hal berkaitan dengan pujian, sebaliknya hukuman dan pandangan negatif seseorang akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku[6] . 3. Menemani istri dalam kunjungan ANC Kunjungan ANC yang ideal dan disarankan adalah kunjungan dengan didampingi oleh suami atau kerabat. Memberi pengetahuan kepada wanita hamil dan suaminya dapat menghasilkan dampak lebih besar pada perilaku kesehatan ibu dalam kehamilannya dibanding memberi pengetahuan tanpa ada pendampingan suami[20] . Adapun maksud dari keikutsertaan suami dalam melakukan kunjungan yaitu diharapkan tidak hanya istri namun suami sebagai orang terdekat istri juga mengetahui gejala dan tanda komplikasi kehamilan, gizi dalam kehamilan, P4K dan hal-hal penting lainnya yang diperlukan selama masa kehamilan. Pertemuan langsung suami dengan bidan/ dokter menjadi kesempatan pasangan untuk berkonsultasi seputar kehamilan. Dengan mewajibkan kehadiran suami selama kunjungan ANC akan mempermudah unit perawatan kesehatan primer mendapat persetujuan suami dalam mempermudah perawatan ibu hamil[21] . Hal ini disebabkan karena suami telah memperoleh pengetahuan selama ANC tentang keadaan yang mungkin akan terjadi pada ibu hamil, sehingga perawatan atau perujukan menjadi lebih efektif karena tidak ada penolakan dari suami sebagai decision maker. perawatan atau perujukan menjadi lebih efektif karena tidak ada penolakan dari suami sebagai decision maker. Selain itu kunjungan ANC dengan suami juga berpengaruh pada psikologis ibu hamil yaitu ibu menjadi lebih percaya diri dengan kehamilannya serta mengurangi kecemasan istri selama kunjungan ANC[22] . 4. Mencari informasi seputar kehamilan Informasi-informasi yang diperoleh suami sebagai bentuk pengetahuan seputar kehamilan, persalinan, nifas hingga perawatan bayi dapat diperoleh suami melalui internet, antental class, membaca buku KIA, dan mencari informasi ke bidan, dokter atau kerabat yang sudah berpengalaman. Informasi- informasi ini nantinya dapat di-share sebagai tambahan pengetahuan istri seputar kehamilan. BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 23
  • 35. BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 Dari hasil analisis dengan menggunakan uji statistik diperoleh bahawa ada hubungan secara bermakna antara tingkat pengetahan suami dengan sikap dukungan yang diberikan suami selama proses kehamilan sampai masa nifas[23] . Pengetahuan yang dimiliki suami tentang kehamilan, persalinan dan nifas, membuat suami semakin aware dengan hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan seperti memahami tanda-tanda dan persiapan persalinan, perubahan fisik dan psikologis ibu hamil, memahami perannya sebagai pendamping persalinan, pembuat keputusan yang rasional, hingga mendukung IMD dan ASI ekslusif[24] . Upaya Meningkatkan Dukungan Suami dalam Menyukseskan ANC Mengingat akan pentingnya dukungan suami dalam menyukseskan ANC, perlu ada kiat-kiat khusus yang diterapkan pasangan suami istri dan bidan/ dokter yang memberikan pelayanan diantaranya adalah : 1. Bidan/dokter melibatkan partisipasi suami dalam pemeriksaan ANC[25] . Dalam hal ini bidan/dokter dapat meningkatkan peran suami dalam kunjungan ANC dengan cara meminta suami yang mendampingi istri masuk ruang pemeriksaan untuk mendapat edukasi seputar kehamilan bersama istrinya dan tidak hanya menunggu di luar tempat praktik bidan/dokter. Sedangkan ibu dengan kunjungan ANC yang tidak didampingi suami, diberi saran oleh bidan/ dokter untuk mengajak suami datang menemani pada kunjungan berikutnya sekaligus menjelaskan manfaat-manfaat dari keterlibatan suami tersebut bagi ibu dan kehamilannya. 2. Memberikan penyuluhan kepada suami mengenai konsep ‘Suami Siaga’ Suami siaga yaitu kewaspadaan suami untuk menjaga kesehatan dan keselamatan istrinya yang sedang hamil sampai dengan persalinannya. Suami siaga senantiasa siap memberikan yang terbaik untuk istri dan janinnya. Sebagai suami siaga ia siap dan ikhlas untuk memeriksakan kehamilan istrinya dan ikut mempersiapkan persalinan dengan tenaga medis[25] . Peran suami siaga ini dapat ditingkatkan melalui penyuluhan yang dilakukan oleh pihak terkait, seperti : bidan, dokter, kader, suami siaga, dll. Penyuluhan dapat dilakukan pada sarana atau tempat- tempat berkumpul dan berinteraksi para lelaki, misalnya tempat kerja dan forum komunikasi desa. Penyuluhan suami siaga diharapkan dapat mengubah perilaku suami yang memiliki istri hamil agar lebih memiliki sikap peduli dan siaga terhadap kehamilan. Adapun pengertian suami siaga secara rinci adalah : Siap : 1. Secara mental, ketika ibu sedang menghadapi persalinan, suami mempersiapkan mentalnya untuk memberikan dukungan atau semangat kepada istri. 2. Secara fisik, suami mempersiapkan diri dan lingkungan untuk menjaga dan melindungi istrinya. 3. Secara materil, suami mempersiapkan dana untuk persalinan istrinya. Antar : Suami mengantarkan istri ketika kunjungan ANC, merasakan adanya tanda- tanda dan gejala persalinan. Jaga : Suami menjaga istri ketika menghadapi persalinan[26] . Setiap kehamilan berisiko membawa komplikasi, hampir tidak dapat diprediksi siapa, kapan dan bagaimana ibu hamil mengalami komplikasi. Fakta inilah yang dapat dijadikan pelajaran bahwa setiap ibu hamil harus mempunyai akses asuhan kehamilan dan persalinan yang berkualitas yang dapat diperoleh melalui ANC terpadu. ANC yang berkualitas dapat diperoleh salah satunya melalui dukungan suami yang dapat diberikan dalam beberapa bentuk dukungan terhadap istrinya. Dukungan- dukungan ini dapat ditingkatkan melalui kesadaran suami itu sendiri, ajakan dari istri, bidan/dokter dan penyuluhan tentang suami siaga. DAFTAR PUSTAKA 1. Badan Pusat Statistik. 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik. 2. BKKBN. Angka Kematian Ibu Melahirkan. 2013. 20 October 2015 <http://www.menegpp.go.id/v2/ indeks.phhp/datadaninformasi/ kesehatan>. 24
  • 36. 3. Kemenkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 4. Joewono, Benny. Data Penelitian AKI dan AKB di Indonesia. 2012. 29 O k t o b e r 2 0 1 5 < h t t p : / / www.kompas.com> 5. Depkes RI. 2008. Millenium Development Goals 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 6. Saifuddin. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 7. Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Pelayanan Antenatal. Jakarta: Kementerian Kesehatan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat 8. Catherine A. Niven. 2005. Psychological Care for Families: Before, During and After Birth. British: British Library Cataloguing in Publication Data 9. Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 10. Depdiknas. 2005. Educational Indicators in Indonesia, 2004/2005. Jakarta: Ministry of National 11. Wiknjosastro, H, dkk. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 12. Depkes RI. 2012. Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat Pelayanan Dasar Puskesmas. Jakarta: Pusdiknakes 13. Lia Mulyanti. “Hubungan Dukungan Suami pada Ibu Hamil dengan Kunjungan ANC di Rumah Bersalin Bhakti IBI Jl. Sendangguwo Baru V No 44c Kota Semarang”. 2010. 15 O k t o b e r 2 0 1 5 < h t t p : / / www.jurnal.unimus.ac.id> 14. Rismawati, dkk. Hubungan Dukungan Suami dengan Motivasi Ibu Hamil terhadap Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) di RSKDIA Siti Fatimah Makassar Tahun 2012. Makasar: STIKES Nani Hasanuddin Makassar. 15. Harumawati, Deviana. 2012. Penelitian: Gambaran Dukungan Suami dalam Antenatal Care Ibu Hamil. Ponorogo. 16. Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta 17. Upadhyay P. 2014. Influence of Family Members on Utilization of Maternal Health Care Services Among Teen and Adult Pregnant Women in Kathmandu, Nepal: A Cross Sectional Study. Thailand: Faculty of Medicine, Prince of Songkla University, Hat Yai, Songkhla 18. Gorrie, T.M., Mc Kinney, E.S., & Murray, S.S. 2005. Foundation of Maternal Newborn Nursing 2nd . California: WB Saunders Co 19. Sarwono. 2000. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada 20. Britta C., Mullany, et.al.. 2009. 29 O k t o b e r 2 0 1 5 < h t t p : / / www.jnma.com.np/jnma/index.php/ jnma/article/viewFile/191/673> 21. Aparajita Chattopadhyay. Men In Maternal Care: Evidence From India. Journal Of Biosocial Science. 2012. 29 Oktober 2015 < http:// journals.cambridge.org/action/ d i s p l a y A b s t r a c t ? fromPage=online&aid=8478377&fileId =S0021932011000502> 22. Kusmiati, dkk. 2008. Panduan Lengkap Perawatan Kehamilan. Yogyakarta: Fitramaya 23. Muhariadi Nugroho. 2005. Peranan Suami dalam Perawatan Kehamilan dan Persalinan Istri. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga 24. Soemantri KN. 2004. Kajian Kematian Ibu dan Anak di Indonesia. Jakarta: Depkes RI 25. Nurani, Meytha Winarso, Inang. 2013. Gerakan Partisipatif Ibu Hamil, Menyusui dan Bayi. Jakarta: EGC 26. Syafrudin Hamidah, 2009. Kebidanan BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 25
  • 37. Penyegar PERCEPATAN AFIRMASI POSITIF DALAM GELOMBANG ALFA DENGAN MUSIK RELAKSASI GUNA MENSTIMU- LASI HORMON OKSITOSIN DALAM PROSES PENGELUARAN ASI Fanisa Mutiara Apriliani1 , Tesha Rosyida N.A1 1 Program Studi D III, Akademi Kebidanan, Yogyakarta BIMABI Volume 4 No.1 | Januari-Juni 2016 Menyusui adalah proses pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi, dimana bayi memiliki refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan ASI.[1] Akan tetapi, proses menyusui bukanlah suatu hal yang mudah. Banyak keluhan yang dirasakan ibu menyusui, salah satunya adalah ibu merasa cemas dan khawatir bahwa ASI nya tidak bisa keluar dan tidak mencukupi kebutuhan bayi sehingga menimbulkan stres pada ibu terutama pada ibu pasca salin yang akan melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Kelelahan, perasaan stres, takut, dan cemas setelah melahirkan yang dirasakan oleh seorang ibu dapat menyebabkan hormon oksitosin yang berfungsi dalam proses kelancaran aliran ASI terhambat produksinya.[2] Hormon oksitosin berperan pada refleks pengeluaran ASI (let down refleks) yang akan mengerutkan sel-sel otot disekitar kelenjar payudara sehingga ASI terperas keluar. Walaupun produksi ASI cukup banyak, apabila refleks ini tidak bekerja maka bayi tidak akan mendapatkan ASI yang memadai.[3] Sehingga, perlu dilakukan manjemen stres pada ibu agar ibu berada pada kondisi yang nyaman dan percaya diri akan ASI yang akan dikeluarkan. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk membantu ibu dalam merangsang pengeluaran ASI secara alamiah. Salah satu caranya yaitu dengan afirmasi postif yang dilakukan ketika ibu dalam kondisi rileks dan berada pada gelombang otak Alfa. Kondisi rileks ini dapat diperoleh me- lalui musik relaksasi. Terapi musik ini merupakan salah satu teknik distraksi yang efektif dan dipercaya dapat menurunkan nyeri fisiologis, stres dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri.[4] Musik memiliki beberapa kelebihan, yaitu karena musik bersifat nyaman, menenangkan, membuat rileks, berstruktur, dan universal. Perlu diingat bahwa banyak dari proses dalam hidup kita selalu berirama. Sebagai contoh, nafas kita, detak jantung, dan pulsasi semuanya berulang dan berirama. Relaksasi yang dalam dan teratur membuat sistem endokrin, aliran darah, persyarafan dan sistem lain di dalam tubuh anda akan berfungsi lebih baik.[5] Menjaga sikap positif sangatlah penting seperti merasa tenang dan rileks selama menyusui, karena ketika ibu merasa rileks, maka akan merangsang hormon di dalam tubuh, yaitu hormon endorfin atau hormon kebahagiaan. Salah satu fungsi dari hormon en- dorfin adalah bisa membantu tubuh untuk mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon prolaktin adalah hormon utama dalam proses produksi ASI. Selain hormon prolaktin, terdapat hormon oksitosin yang dihasilkan oleh hipofisis posterior dimana hormon ini berfungsi untuk pengeluaran ASI atau pada saat LDR (let down reflex). Refleks pengeluaran ASI lebih rumit dibandingkan refleks pembentukan ASI. Pikiran maupun perasaan ibu akan sangat memengaruhi refleks ini. Dengan melihat bayinya, memikirkan bayi dengan perasaan penuh kasih sayang, mendengar tangisan bayi, mencium bayi dan perasaan ibu yang tenang serta bahagia. Semua ini dapat meningkatkan refleks pengeluaran ASI. Sebaliknya, stres merupakan hal yang dapat menghambat refleks oksitosin. Perasaan negatif, kesakitan, khawatir, ragu-ragu, kecewa dan stres dalam keadaan darurat akan menghambat refleks oksitosin dan juga mengakibatkan pancaran ASI-nya 26