SlideShare a Scribd company logo
1 of 60
i
TEKNIK PEMBUATAN DAN EVALUASI PREPARAT HISTOLOGI
DENGAN PEWARNAAN HEMATOKSILIN EOSIN DI LABORATORIUM
HISTOLOGI DAN BIOLOGI SEL FAKULTAS KEDOKTERAN UGM DAN
NATIONAL LABORATORY ANIMAL CENTER (NLAC)
MAHIDOL UNIVERSITY
TUGAS AKHIR
Oleh
Ari Indrawati
14/367938/SV/6595
PROGRAM STUDI DIPLOMA KESEHATAN HEWAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
ii
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
TEKNIK PEMBUATAN DAN EVALUASI PREPARAT HISTOLOGI
DENGAN PEWARNAAN HEMATOKSILIN EOSIN DI LABORATORIUM
HISTOLOGI DAN BIOLOGI SEL FAKULTAS KEDOKTERAN UGM DAN
NATIONAL LABORATORY ANIMAL CENTER (NLAC)
MAHIDOL UNIVERSITY
Diajukan untuk melengkapi persyaratan kelulusan
memperoleh gelar
AHLI MADYA KESEHATAN HEWAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN HEWAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
Oleh :
Ari Indrawati
14/367938/SV/6595
Telah dipertahankan di hadapan Dosen Penguji
pada tanggal 17 Mei 2017
Pembimbing dan Penguji I Penguji II
Drh. Clara Ajeng Artdita, M.Sc Drh. Dela Ria Nesti,M.Sc.
NIP: 1120120142/690 NIU:1120120140/688
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner,
Sekolah Vokasi UGM
Prof. Dr. drh. Ida Tjahajati, MP.
NIP: 19750317200212002
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ari Indrawati
Nim : 14/367938/SV/6595
Judul Tugas Akhir : Teknik Pembuatan dan Evaluasi Preparat Histologi dengan
Pewarnaan Hematoksilin Eosin di Laboratorium Histologi
dan Biologi Sel Fakultas Kedokteran UGM dan National
Laboratorium Animal Center (NLAC) Mahidol
University.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya buat ini merupakan
hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan
Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum
dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 17 Mei 2017
Penulis,
Ari Indawati
NIM. 14/367938/SV/6595
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan segala puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan atas dukungan
dan do’a dari orang-orang tercinta, akhirnya Tugas Akhir ini dapat dirampungkan
dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan
bahagia saya ucapkan rasa syukur dan terimakasih saya kepada :
Bapak dan Ibu tercinta serta keluarga besar yang selalu memberikan
dorongan moral dan materil, pengorbanan, nasihat dan cinta kasih yang tiada henti.
Adek dan sahabat yang selalu setia menemani dan menyemangati “ Avita, Oriza,
Kiki, Mila dan Destya ”. Teman - teman program Student Exchange, sejawat teman
PKL Kelompok 3 dan 12 kalian luar biasa. Sahabat karib dari SD hingga sekarang
yang selalu memberi dukungan penuh “Aini, Ela, Kiki dan Hendra ”. Teman -
teman PARAVET 2014 semua pihak yang telah berpartisipasi dan banyak
membantu dalam penyusunan tugas akhir ini.
“Hidupku terlalu berat untuk mengandalkan diri sendiri tanpa melibatkan
bantuan Tuhan dan orang lain. Tak ada tempat terbaik untuk berkeluh kesah
selain bersama keluarga, sahabat dan teman terbaikku”
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga tugas akhir yang berjudul “Teknik Pembuatan dan Evaluasi Preparat
Histologi dengan Pewarnaan Hematoksilin Eosin di Laboratorium Histologi dan
Biologi Sel Fakultas Kedokteran UGM dan National Laboratorium Animal Center
(NLAC) Mahidol University” dapat selesai dengan baik dan tepat waktu. Tugas
akhir ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Kesehatan
Hewan pada Program Diploma III Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Tugas akhir ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Drh. Clara Ajeng Artdita, M.Sc., selaku dosen pembimbing
2. Drh. Dela Ria Nesti,M.Sc., selaku dosen penguji
3. Wikan Sakarinto, ST., M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Sekolah Vokasi
Universitas Gadjah Mada
4. Prof. Dr. drh. Ida Tjahajati M.P., selaku ketua program studi Diploma
Kesehatan Hewan beserta staf pengajar, perpustakaan, tata usaha dan
akademik yang sangat berperan dalam kelancaran penyusunan tugas akhir
dan membantu penulis selama perkuliahan di Diploma Kesehatan Hewan
Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada.
5. Seluruh staff dan karyawan di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM
dan National Laboratory Animal Center (NLAC) Mahidol University
Thailand yang banyak memberikan ilmu dan pelatihan skill laboratory.
vi
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari pembaca demi
sempurnanya Tugas Akhir ini. Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat
dan berguna bagi semua pihak dan medukung perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 17 Mei 2017
Penulis,
Ari Indrawati
NIM. 14/367938/SV/6595
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………......................................... i
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………...…........ ii
HALAMAN PERNYATAAN ………………………….….......…........... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………...……......... iv
KATA PENGANTAR ..…………………………………………………. v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. ix
INTISARI ……………………………………………………………….. x
ABSTRACT …………………………………………………………….. xii
BAB 1 PENDAHULUAN …………..…………………………………... 1
Latar Belakang ………………………………………………….. 1
Tujuan …………………………………………………………… 2
Manfaat ………………………………………………………….. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………... 3
Eutanasia ...…………………………………………………….... 4
Nekropsi ...………………………………………………………. 5
Fiksasi .…….…………………………………………………...... 5
Larutan formalin 10% ……………………………………… 5
Larutan Posphat Buffer Saline - formalin (PBS-formalin) … 6
Larutan bouin ………………………………………………. 7
Pemotongan (Trimming) ...…………… ………………………… 7
Dehidrasi ………………………………………………………... 7
Penjernihan ……………………………………………………… 8
Infiltrasi Parafin …………………………………………………. 9
Pengeblokan …………………………………………………….. 10
Pemotongan ……………………………………………………... 11
Mikrotom geser (sliding microtome) ...……………………... 11
Mikrotom putar (rotary microtome) ...….…………………... 11
Mikrotom beku (freezing microtome) ...……………………. 12
Pengamatan dan evaluasi hasil preparat ………………………… 12
Pewarnaan ……………………………………………………..... 13
Alcian blue (AB) …………………………………………………. 13
Van gieson ………………………………………………………… 13
‘Azan’ azocarmine-anilin blue …………………………....... 14
viii
Hematoksilin ……………………………………………….. 14
Eosin ……………………………………………………....... 14
Hematoksilin dan eosin …………………………………….. 15
Perekatan ………………………………………………………... 15
Pelarut .…………………………………………………………... 16
Reverse osmosis (RO) water ………………………………... 16
Akuades …………………………………………………….. 17
Pengamatan hasil preparat sebelum pewarnaan………….……… 17
Jaringan sobek (Separation) ……………………………....... 18
Jaringan pecah (Crackling) …………………………………. 18
Lipatan jaringan (Folding) ………………………………….. 18
Pewarnaan kurang (Stain precipitate) …………………......... 19
Potongan tidak teratur (Knife marks) ……………………….. 19
Jaringan berlubang ………………………………………….. 19
BAB III PELAKSANAAN ………………...………………………......... 20
Materi .…………………………………………………………. 20
Alat dan Bahan ……………………………………………... 20
Metode ………………………………………………………… 21
Metode pembuatan preparat jaringan di Laboratorium
Histologi dan Sel Fakultas Kedokteran UGM……………. 21
Metode pembuatan preparat jaringan di Laboratorium
Histologi NLAC …………………………………………. 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………... 27
Pengamatan dan evaluasi hasil preparat ………………………. 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………............ 43
Kesimpulan ……......…………………………………………... 43
Saran …………………………………………………………… 43
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 44
LAMPIRAN …………………………………………………………….. 47
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Diagram alur pembuatan preparat histologi hewan ayam di
Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM.................................. 23
Gambar 2. Diagram alur pembuatan preparat histologi hewan tikus di
Laboratorium Histologi NLAC ................................................... 26
Gambar 3. Proses pengambilan sampel organ untuk pembuatan preparat
histologi di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM .............. 27
Gambar 4. Trimming organ ayam setelah tahap fiksasi yang dilakukan di
Laboratorium Diploma III Kesehatan Hewan SV UGM ............. 28
Gambar 5. Tahap persiapan pembuatan preparat jarIngan pada hewan tikus
di Laboratorium Nekropsi NLAC ............................................... 29
Gambar 6. Tahap persiapan pembuatan preparat jaringan pada hewan
tikus di ruang Trimming NLAC .................................................. 30
Gambar 7. Tahap pemrosesan jaringan di Laboratorium Histologi FK
UGM ........................................................................................... 31
Gambar 8. Mesin otomatis untuk pemrosesan jaringan di Laboratorium
Histologi NLAC .......................................................................... 32
Gambar 9. Mikrotom geser (sliding microtome) di Laboratorium Histologi
dan Sel FK UGM......................................................................... 33
Gambar 10. Mikrotom putar (rotary microtome) di Laboratorium Histologi
NLAC.......................................................................................... 34
Gambar 11. Mesin autostainer di Laboratorium Histologi NLAC................ 35
Gambar 12. Hasil preparat jaringan yang baik dengan pewarnaan HE
Pembesaran 10X10...................................................................... 37
Gambar 13. Hasil preparat jaringan sobek dan tergores pembesaran 10X10
di Laboratorium Histologi NLAC ............................................... 38
Gambar 14. Hasil preparat jaringan pecah dan berlubang pembesaran
10X10 di Laboratorium Histologi NLAC ................................... 39
x
Gambar 15. Hasil preparat jaringan terlipat pembesaran 10X10 di
Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM.................................. 40
Gambar 16. Hasil preparat jaringan organ limpha yang mengalami endapan
warna pembesaran 10X10 di Laboratorium Histologi NLAC .... 41
Gambar 17. Hasil preparat jaringan terlihat kotor dan terlihat spot hitam
menjendal serta mengumpul pembesaran 10X10 ....................... 41
xi
TEKNIK PEMBUATAN DAN EVALUASI PREPARAT HISTOLOGI DENGAN
PEWARNAAN HEMATOKSILIN EOSIN DI LABORATORIUM HISTOLOGI
DAN BIOLOGI SEL FAKULTAS KEDOKTERAN UGM DAN
NATIONAL LABORATORY ANIMAL CENTER (NLAC)
MAHIDOL UNIVERSITY
Oleh:
ARI INDRAWATI
14/367938/SV/6595
INTISARI
Pembuatan preparat jaringan harus dipahami secara benar oleh seorang
laboran agar tidak terjadi kesalahan teknis yang dapat menganggu pengamatan
preparat dan diagnosa. Tujuan penyusunan tugas akhir ini adalah mengetahui dan
memahami langkah-langkah pembuatan sediaan preparat histologi dengan
pewarnaan Hematoksilin Eosin serta mengevaluasi hasil pembuatan dan pewarnaan
preparat. Pembuatan preparat dilaksanakan di Laboratorium Histologi dan Sel
Fakultas Kedokteran UGM dan National Laboratory Animal Center (NLAC)
Mahidol University. Bahan yang digunakan di Laboratorium Histologi yaitu air,
akuades / RO water, formalin 10% / PBS Formalin, alkohol, etanol, xilol / alkohol
toluene dan toluen murni, parafin, gelatin, entelan DPX, larutan hematoksilin dan
eosin, acid alkohol, bluing solution. Tahapan pembuatan preparat dimulai dari
eutanasi, nekropsi, fiksasi, trimming, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi parafin,
pengeblokan, pemotongan dan pewarnaan. Pembuatan preparat jaringan yang
dikerjakan secara manual atau dengan alat otomatis hasil preparat jaringannya
hampir sama, pengerjaan dengan alat otomatis hasilnya lebih cepat dan tenaga yang
dibutuhkan tidak banyak. Hasil pewarnaan hematoksilin eosin adalah inti sel
terwarnai biru keunguan dan sitoplasma terwarnai merah muda atau merah. Hasil
dari pengamatan preparat jaringan kerusakan yang terjadi diantaranya adalah
jaringan mengalami sobek, tergores, pecah, lipatan, pewarnaan yang kurang, atau
sebagian jaringan ada yang hilang, dan terdapat spot hitam pada preparat jaringan.
Beberapa penyebab kerusakan diantaranya akibat dari tekanan berlebih pada
preparat, pisau mikrotom yang tumpul, suhu waterbath yang terlalu rendah atau
tinggi, pemrosesan jaringan yang salah seperti fiksasi, infiltrasi parafin serta
embedding, reagen dan larutan warna yang kadaluarsa serta tidak disaring terlebih
dahulu serta kesalahan teknis karena kurang teliti yang dilakukan oleh laboran.
Kata kunci: Histoteknik, Hematoksilin eosin, preparat histologi, evaluasi preparat
xii
PREPARATE HISTOLOGY PREPARATION AND EVALUATION TECHNIQUE
USING HAEMATOXYLIN-EOSIN STAINING IN LABORATORY
OF HISTOLOGY AND BIOLOGY-CELL, FACULTY OF
MEDICINE UGM AND NATIONAL LABORATORY
ANIMAL CENTER (NLAC)
MAHIDOL UNIVERSITY
ARI INDRAWATI
14/367938/SV/6595
ABSTRACT
Tissue preparations technique should be understood correctly by a
laboratory technician in order to avoid technical mistakes and disruption in
preparate observation and diagnoses. The purpose of drafting of this final paper is
to know and to understand the steps of making preparate histology using
hæmatoxylin eosin staining. Tissue preparation technique has been done in the
Laboratory Histology and Cell Biology FK UGM and National Laboratory Animal
Center (NLAC) Mahidol University. The material that used in the the Laboratory
Histology of them water, aquades / ro water, formalin 10 % / formalin PBS 10%,
alcohol, ethanol, xylol, alcohol toluene and toluen (pure), paraffin, gelatin, entelan
DPX, and hæmatoxylin eosin solution, acid alcohol, and bluing solution. The stage
of tissue preparations started from euthanasi, necropsy, fixation, trimming,
dehydration, clearing, embedding, blocking, sectioning and staining.
The result of preparation preparate tissue manually or using an automatic
instrument showed same results of preparat tissue. Besides, using an automatic
instrument is faster and not required too much energy so the laboratory technician
can do another tasks in the making of preparat tissue. The result from the
haematoxylin eosin staining showed that cell nucleus turned into purplish blue color
and cytoplasm to pink or red. The observed damaged during tissue preparations
including : tissue separation, crackling, folding, stain precipitate, knife marks,
perforated / some body tissues missing. Some damage caused by remaining
pressure, knife microtome bluntness, waterbath temperature was too high or too
low, processing tissue wrongly during fixation, paraffin infiltration and embedding,
expiread reagen and color solution and not filtered first and technical error because
they are not thoroughly done by laboratory technician.
Keyword : Histotechnique, hæmatoxylin eosin, preparate histology, evaluation
preparate
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Histologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang
struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan
dengan irisan tipis. Irisan tersebut nantinya akan memperlihatkan bentuk, ukuran
dan lapisan yang beragam yang terdiri dari struktur seluler, fibrosa dan tubuler
(Eroschenko, 2008; Jusuf, 2009; Zulham, 2009).
Histologi diperlukan dalam mempelajari struktur jaringan normal suatu
organ atau alat tubuh lain baik struktur anatomi maupun fisiologi. Hal yang sangat
penting dalam mengenali suatu kondisi patologi sebagai akibat suatu penyakit dan
perubahan-perubahan seluler juga membantu mendiagnosis penyakit karena salah
satu pertimbangan dalam penegakan diagnosis melalui hasil pengamatan terhadap
jaringan yang diduga terganggu dengan diambil sampel organ (Suntoro, 1983;
Jhonson, 1994 )
Struktur jaringan normal atau abnormal dapat dipelajari dengan mikroskop
dalam bentuk preparat jaringan. Preparat ini dibuat melalui proses pengolahan
jaringan sampai didapatkan preparat yang telah diwarnai. Struktur histologi dapat
terlihat dengan jelas sehingga memudahkan pembacaan jaringan. Pembuatan
preparat sediaan histologi dilakukan melalui beberapa tahap yaitu persiapan,
pemrosesan, pengirisan dan pewarnaan jaringan (Suntoro, 1983; Leeson, 1996).
2
Seorang paramedik veteriner di laboratorium mempunyai tugas untuk
membuat sajian yang baik, agar hasil preparat dapat memberikan hasil akurat dan
permasalahan yang diteliti dapat terjawab. Pemahaman mulai dari persiapan
sebelum pembuatan preparat seperti anastesi, eutanasia, nekropsi, fiksasi sampai
pemotongan ukuran kecil atau trimming. Pemrosesan jaringan yang dimulai dari
dehidrasi, penjernihan, infiltrasi parafin, pengeblokan, pemotongan slide preparat,
pewarnaan hingga perekatan. Tahap pembuatan preparat jaringan harus
diperhatikan agar tidak terjadi kerusakan akibat kesalahan pemrosesan seperti
sobekan, goresan, lipatan, penumpukan warna dan penyaringan larutan yang kurang
bersih sehingga akan dapat menyebabkan kesalahan dalam penafsiran diagnosis.
Tujuan
Tujuan penyusunan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui dan memahami
langkah-langkah pembuatan sediaan preparat histologi dengan pewarnaan
Hematoksilin Eosin serta mengevaluasi hasil pembuatan dan pewarnaan preparat.
Manfaat
Manfaat dari penulisan tugas akhir ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
dunia pengetahuan pada umumnya dan Ahli Madya pada khususnya dalam
prosedur pembuatan sediaan preparat histologi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Histoteknik merupakan proses membuat sajian histologi dari spesimen
tertentu melalui suatu rangkaian proses hingga menjadi sajian yang siap untuk
diamati atau dianalisa. Sediaan histologi dapat berupa irisan datar yang tipis dari
jaringan atau organ yang telah difiksasi dan diwarnai di atas object glass. Tujuan
dari pembuatan sajian adalah untuk membuat preparat permanen sehingga dapat
dipelajari struktur serta fungsi dari sel dan organisasinya dalam jaringan. Sajian
histologi yang baik dapat digunakan untuk riset, guna mempelajari perubahan
jaringan dan organ tubuh hewan coba yang mendapat perlakuan tertentu atau
mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jaringan atau organ tubuh tertentu
(Hammersen, 1990; Leeson dkk., 1996; Jusuf, 2009; Peckham, 2014). Irisan datar
tersebut nantinya akan memperlihatkan bentuk, ukuran dan lapisan yang beragam
yang terdiri dari struktur seluler, fibrosa dan tubuler (Eroschenko, 2008).
Rangkaian proses pembuatan sajian histologi dimulai dari pengambilan
organ setelah hewan dilakukan eutanasi kemudian organ dimasukan dalam larutan
garam fisiologis dan selanjutnya organ dimasukan dalam larutan fiksatif (Suntoro,
1983). Rangkaian proses pembuatan preparat histologi melalui beberapa tahapan
diantaranya persiapan seperti euthanasia, nekropsi, fiksasi, trimming dilanjutkan
tahap pemrosesan jaringan seperti dehidrasi, penjernihan, infiltrasi parafin,
pengeblokan, pemotongan, pewarnaan, perekatan dan pelabelan (Jusuf, 2009).
4
Eutanasia
Eutanasia adalah tindakan membunuh hewan dengan meminimalkan rasa
sakit serta mempermudah kematian hewan yang menderita penyakit berat. Prosedur
eutanasi yaitu hewan kehilangan kesadaran dalam waktu cepat, efek fisiologis
rendah dan sesuai syarat dan tujuan penelitian. Eutanasia bisa dilakukan dengan
cara fisik dan zat anastesi dengan inhalasi serta gas – gas bersifat non anastetik
(Isbagio, 1992).
Eutanasi yang dilakukan dengan metode fisik misalnya stunning dan
cervical dislocation. Stunning dilakukan dengan memberikan sengatan listrik pada
tulang tengkorak pusat dengan tenaga yang cukup besar. Cervical dislocation
dilakukan dengan cara memberikan tekanan ke bagian posterior dasar tulang
tengkorak dan sumsum tulang belakang sehingga bagian posterior dasar tulang
tengkorak dan sum – sum tulang belakang terpisah (Isbagio, 1992).
Pemakaian zat anastesi dengan gas – gas bersifat non anastetik misalnya
menggunakan karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2) dan nitrogen.
Pemberian karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan perubahan irreversible
pada hemoglobin sel darah merah sehingga terjadi paralisa pada jantung dan pusat
respirasi, akibatnya hewan mati antara 3 – 5 menit. Penggunaan karbon dioksida
(CO2) mengakibatkan dilatasi pembuluh otak sehingga kolaps akan terjadi pada
waktu 3 – 10 detik pada hewan anjing. Pemberian nitrogen akan menyebabkan
paralisa pada pusat pernafasan yang diikuti kolaps hingga akhirnya mati (Isbagio,
1992).
5
Nekropsi
Nekropsi adalah teknik untuk mengetahui penyebab kematian, mengetahui
pengaruh suatu penelitian yang dilakukan terhadap organ coba. Nekropsi dilakukan
segera setelah kematian hewan untuk mencegah degenerasi jaringan setelah
kematian (Hedrich, 2004). Menurut Clifton (2011), prosedur nekropsi terdiri dari
observasi perubahan mikroskopik jaringan dan organ secara in situ yaitu dengan
melihat keadaan utuh organ dan melakukan koleksi organ serta jaringan untuk
diteliti lebih lanjut.
Fiksasi (Fixation)
Fiksasi merupakan proses pengawetan protoplasma sehingga struktur
jaringan tetap stabil dan tidak mengalami perubahan paska mati seperti autolisis
yang disebakan enzim proteolitik dan pembusukan yang disebabkan oleh kuman
pembusuk dari luar tubuh. Fiksasi juga berfungsi memberikan konsistensi keras
sehingga jaringan dapat diiris tipis serta pengaruh terhadap pewarnaan dan
diferensiasi optik. Jaringan yang telah difiksasi selama 24 jam akan tahan dengan
perlakuan berikutnya. Larutan fiksasi yang disebut fiksatif memiliki kemampuan
mengubah indeks bias bagian – bagian sel sehingga dapat dilihat di mikroskop
(Suntoro, 1983; Paulsen, 2000; Jusuf, 2009; Peckham, 2014).
Larutan Formalin 10%
Larutan fiksatif yang lazim digunakan adalah formalin 4% - 10% dari
pengenceran formaldehida 37% atau 40%. Formaldehida akan berikatan dengan
beberapa protein membentuk ikatan silang serta mendenaturasi protein lain tetapi
6
tidak pada lipid sehingga jaringan akan mengalami pengerasan dan menginaktivasi
enzim untuk mencegah jaringan terdegradasi. Formaldehida memiliki sifat asam
sehingga dapat dinetralkan dengan basic magnesium carbonate. Formaldehida akan
lebih baik jika dicampurkan calcium chloride untuk mempertahankan bentuk
mitokondria dan apparatus golgi. Formaldehida sangat bagus untuk fiksatif inti sel,
tapi tidak untuk kromosom. Formaldehida menyebabkan iritasi mata dan hidung
karena gas yang sangat keras. Formulasi untuk membuat formalin 10% adalah
dengan mencampurkan 10 cc Formaldehida 40% dengan 90 cc Akuades (Suntoro,
1983; Peckham, 2014).
Larutan Posphat Buffer Saline - formalin (PBS-formalin)
Larutan fiksatif yang biasa digunakan adalah Posphat Buffer Saline -
formalin (PBS-formalin) yang merupakan larutan fisiologis yang bisa digunakan
dalam prosedur immunohistokimia. Formalin dikombinasikan dengan PBS yang
direkomendasi sebagai pilihan agen fiksatif terbaik (Buchwalow, 2010). Kelebihan
yang dimiliki larutan PBS Formalin ini adalah jaringan dapat disimpan lebih lama
dan meminimalkan proses autolysis. Larutan bersifat isotonik dan tidak beracun
terhadap sel serta bertujuan untuk menjaga kadar pH dan mempertahankan
osmolalitas sel. Jaringan direndam di larutan fiksatif selama 24 jam. Jika suatu sel
difiksasi menggunakan larutan fiksatif dengan sifat hipertonik maka sel akan
mudah menyusut, sedangkan jika difiksasi dengan larutan fiksatif dengan sifat
hipotonik maka sel akan mudah mengembang, sehingga dianjurkan menggunakan
PBS Formalin sebagai larutan fiksatif yang baik dan fleksibel (Medicago, 2011).
7
Karakteristik yang dimiliki formalin adalah mampu menembus dan
memfiksasi jaringan dengan cepat, menyimpan dan mempertahankan lemak,
mielin, serabut-serabut saraf, amiloid, homosiderin dan komponen alat tubuh
lainnya (Salim 2010).
Larutan Bouin
Larutan bouin adalah larutan yang dapat menembus sediaan jaringan dengan
cepat dan fiksatif yang baik untuk sediaan sitologi. Lama waktu fiksasi dengan
larutan bouin adalah 1 – 12 jam tergantung tebal tipisnya jaringan. Larutan boin
seharusnya tidak digunakan untuk fiksasi jaringan biopsi ginjal (Warsito dan
Wuryastuti, 2014).
Pemotongan (Trimming)
Trimming merupakan pemotongan sampel organ menjadi ukuran yang lebih
kecil sehingga memudahkan tahap pembuatan preparat selanjutnya (Pratomo,
2011). Jaringan yang telah difiksasi selama 24 jam ditiriskan pada saringan
kemudian dipotong menggunakan pisau scalpel dengan ketebalan 1x1 cm disusun
ke dalam tissue cassete dan diberi label (Muntiha, 2001).
Dehidrasi (Dehydration)
Dehidrasi merupakan tahap pembenaman jaringan kedalam beberapa
larutan etanol dengan konsentrasi bertingkat. Tujuan dari peggunaan alkohol
bertingkat adalah agar tidak terjadi perubahan yang tiba – tiba pada sel jaringan
(Suntoro 1983; Jhonson, 1994). Dehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan seluruh
cairan yang terdapat dalam jaringan yang telah difiksasi sehingga dapat diisi dengan
8
parafin atau zat lain untuk membuat blok preparat. Setiap sel pada jaringan hidup
mengandung 85% air sehingga parafin tidak bisa masuk kedalam sel karena
terhalang oleh air.
Proses dehidrasi harus dilakukan dengan benar agar tidak ada molekul air
yang tertinggal sehingga parafin bisa menempati posisi dalam jaringan agar
didapatkan irisan jaringan yang utuh dan baik. Reagen yang sering digunakan
dalam proses dehidrasi ini adalah etanol karena tidak menyebabkan pengerasan
jaringan dan membuat jaringan menjadi getas terhadap pemotongan yang tipis.
Alkohol absolut memiliki kemampuan memperkeras jaringan, sehingga jaringan
tidak boleh terlalu lama ditinggal di dalam alkohol absolut (Suntoro, 1983; Hariono,
2009). Proses dehidrasi dilakukan dengan merendam jaringan dalam larutan
alkohol bertingkat dimulai dari etanol 70%, 80%, 90%, 95% masing – masing
selama 3 jam, dan etanol absolut I, II, III masing – masing 1 jam (Pratomo, 2011).
Penjernihan (Clearing)
Penjernihan merupakan tahapan membuat jaringan menjadi jernih dan
transparan menggunakan pelarut organik seperti xilene atau toluene. Tahap ini
bertujuan untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan dan digantikan dengan parafin.
Proses mengeluarkan alkohol dari jaringan ini sangat krusial karena bila di dalam
jaringan masih tertinggal sedikit alkohol maka parafin tidak bisa masuk ke dalam
jaringan sehingga jaringan tidak sempurna dalam proses blocking, pemotongan dan
pewarnaan (Junqueira dan Carneiro, 1992; Peckham, 2014).
Proses clearing dapat menggunakan larutan penjernih misalnya xilene atau
xilol dan toluene yang masing – masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Xilol
9
memiliki kelebihan yaitu proses penjernihan cepat, mudah didapat dan harga tidak
terlalu mahal. Kekurangan dari xilol adalah jaringan tidak begitu jelas dikarenakan
perendaman yang terlalu lama dan akibat dari perendaman pada alkohol absolut
sebelumnya. Jaringan yang terlalu lama direndam dalam xilol menyebabkan mudah
rapuh, mengkerut dan sulit untuk diiris. Penjernihan menggunakan toluene
memiliki kelebihan yaitu mudah, cepat, jaringan akan menjadi jernih atau
transparan bila prosesnya telah selesai dan tidak akan mengkerut walaupun jaringan
direndam lama. Kekurangannya adalah harga lebih mahal dan jaringan cepat keras
dan sukar untuk diiris jika terlalu lama direndam di toluene (Suntoro, 1983; Jusuf,
2009). Proses penjernihan dilakukan dengan mencelupkan jaringan dalam larutan
xylen I, II dan III masing – masing selama 40 menit (Pratomo, 2011).
Infiltrasi Parafin (Embedding)
Infiltrasi parafin yaitu proses perendaman jaringan dalam parafin yang
dicairkan pada suhu 58 – 60℃ selama 30 menit sampai 6 jam dalam inkubator
bertujuan untuk mengeluarkan cairan pembening (clearing agent) dari jaringan dan
diganti dengan parafin selain itu juga membuat jaringan tahan terhadap pemotongan
(Junqueira dan Carneiro, 1992).
Parafin dipilih sebagai media karena dapat memberikan konsistensi keras,
irisan yang didapat lebih tipis daripada metode beku atau seloidin yaitu mencapai
rata – rata 6 mikron, irisan seri dan pemrosesan lebih cepat dan mudah. Kekurangan
parafin adalah jaringan menjadi keras, mengkerut dan mudah patah, jaringan yang
digunakan harus kecil, dan sebagian enzim akan ikut larut (Suntoro, 1983).
10
Proses pembenaman dilakukan dengan merendam jaringan dalam parafin I,
II dan III masing – masing selama 30 - 60 menit dalam inkubator. Tujuan digunakan
parafin bertingkat adalah untuk mencegah tertahannya sejumlah zat penjernihan di
dalam jaringan, karena akan membuat jaringan lunak dan sukar diiris (Suntoro,
1983).
Pengeblokan (Blocking)
Pengeblokan adalah proses pembuatan blok preparat agar dapat dipotong
dengan mikrotom menggunakan parafin. Pengeblokan bertujuan mengganti parafin
cair disertai dengan pengerasan jaringan. Penggunaan parafin sebagai media untuk
membuat jaringan keras memang didesain untuk preparat yang diamati di
mikroskop cahaya, sedangkan media pembenam monomer plastik digunakan untuk
mikroskop elektron atau TEM (Transmission Electron Microscopy ) (Hammersen
dan Sobotta, 1985; Jhonson, 1994).
Parafin yang digunakan untuk pengeblokan titik cairnya sama dengan
parafin yang digunakan untuk infiltrasi parafin. Proses pengeblokan ini dilakukan
dengan menuangkan sedikit cairan parafin ke dalam cetakan berbahan plastik atau
piringan logam bentuk L. Secepatnya jaringan dimasukkan dengan menggunakan
pinset yang telah dipanaskan (agar parafin tak beku) dan diatur posisinya di dalam
cetakan. Parafin cair kemudian dituangkan kembali hingga menutupi seluruh
cetakan tersebut (Suntoro, 1983).
11
Pemotongan (Sectioning)
Sectioning adalah proses pemotongan blok preparat dengan menggunakan
mikrotom. Tujuan dari pemotongan blok adalah untuk mendapatkan potongan
jaringan yang tipis dengan ketebalan 3 – 8 µm. Mikrotom adalah alat yang dapat
mengiris potongan blok dengan tipis dan sesuai dengan ukuran ketebalan yang
diinginkan. Terdapat berbagai jenis mikrotom misalnya yaitu sliding microtome,
rotary microtome dan freezing microtome (Suntoro, 1983; Paulsen, 2000).
Mikrotom geser (sliding microtome)
Mikrotom geser adalah mikrotom yang bekerja dengan pisau yang bergerak
sedangkan jaringan tetap berada pada tempatnya. Pada umumnya jaringan yang
akan dipotong dengan mikrotom geser adalah jaringan tanpa penanaman
(embedding) terlebih dahulu sehingga tidak akan terjadi irisan pita jaringan.
Jaringan yang akan diiris diwarnai dengan pewarnaan tunggal ataupun tanpa
pewarnaan terlebih dahulu. Mikrotom geser banyak digunakan untuk pengirisan
jaringan tumbuh – tumbuhan. Jaringan yang diiris, pisau mikrotom dan kuas untuk
mengambil pita diusahakan tetap basah dengan air (Suntoro, 1983)
Mikrotom putar (rotary microtome)
Mikrotom putar adalah mikrotom yang paling sering digunakan karena
memiliki banyak keuntungan dan jenisnya paling cocok dengan metode blok
parafin. Mikrotom ini juga dapat memotong jaringan yang sangat besar dan tingkat
kesulitan yang besar. Blok jaringan yang disimpan dalam freezer suhu -20℃
diambil untuk dilakukan pemotongan dengan mikrotom ketebalan 3 – 8 µm.
12
Potongan diambil hati – hati dan diletakkan di waterbath berisi air dengan suhu
46℃. Potongan slide dalam waterbath diambil menggunakan object glass untuk
kemudian diletakkan di hotplate yang selanjutnya akan diwarnai (Muntiha, 2001;
Steven dkk, 2013).
Mikrotom beku (freezing microtome)
Mikrotom beku beku adalah mikrotom yang digunakan dalam pembuatan
sediaan irisan dengan metode beku. Cara kerja alat ini dengan menghubungkan
tabung berisi CO2 dingin melalui pipa karet. Pisau mikrotom bergerak ke depan dan
belakang sedangkan jaringan tetap berada di tempatnya. Jaringan yang dipotong
dengan mikrotom ini dapat difiksasi terlebih dahulu atau tidak perlu difiksasi
terlebih dahulu karena fiksasi dapat dilakukan setelah pemotongan dan sebelum
pewarnaan (Suntoro, 1983).
Evaluasi preparat
Evaluasi preparat setelah tahap pemotongan dilakukan untuk melihat
preparat jaringan baik atau tidak sebelum dilakukan proses selanjutnya. Preparat
jaringan yang berada di object glass diamati di bawah mikroskop dan dilihat ada
tidaknya kerusakan yang terjadi misalnya jaringan retak, tergores atau terlipat
sebelum dilakukan proses pewarnaan. Tahap ini bertujuan untuk mengurangi
kerugian akibat kerusakan jaringan selama pemrosesan jaringan (Suntoro, 1983;
Jusuf, 2009).
13
Pewarnaan (Staining)
Pewarnaan adalah teknik memberikan warna pada komponen seluler
dengan tujuan membedakan antar sel pada jaringan (Waheed, 2012) . Warna adalah
persepsi dari mata yang dapat dibedakan berdasarkan panjang gelombang. Teknik
pewarnaan ini membantu dalam menghasilkan kontras dimana setiap warna
memiliki afinitasnya masing – masing (Steven dkk, 2013). Jenis – jenis zat pewarna
yang dapat digunakan dalam pewarnaan antara lain pewarna ada Alcian Blue (AB),
van gieson, ‘azan’ azocarmine-anilin blue’ dan Hematoksilin Eosin.
Alcian Blue (AB)
Pewarna Alcian Blue (AB) digunakan mendeteksi mukopolisakarida atau
karbohidrat yang bersifat asam yang terwarnai biru didalam sel – sel acinus yang
mensekresikan mucus yang terdapat dalam sel atau jaringan dengan mengikat gugus
hidroksil pada pH 2,5, sedangkan nukleus diwarnai kontra dengan “Nuclear Fast
Red” (Hammersen 1990; Kiernan 1990).
Pewarnaan van Gieson
Pewarnaan van Gieson adalah pewarnaan dengan teknik trikrom lain yang
jelas mendiferensiasi antara serat – serat kolagen (berwarna merah) dan seluruh
cytoplasma (bewarna kuning). Metode pewarnaan ini mendeteksi peningkatan
jumlah serat – serat jaringan ikat dengan cepat yang timbul dalam keadaan
patologik seperti fibrosis dan sclerosis (Hammersen 1990).
14
Pewarna ‘azan’ azocarmine-anilin blue’
Pewarna ‘azan’ azocarmine-anilin blue’ adalah teknik pewarnaan yang
memperlihatkan serat – serat jaringan ikat (serat kolagen dan retikular) maupun zat
mukosa dalam berbagai warna biru sehingga berbeda jelas dengan dari nuclueus
dan komponen cytoplasma yang bewarna kemerahan (Hammersen 1990).
Pewarna hematoksilin
Pewarna hematoksilin adalah jenis pewarna inti yang paling umum
digunakan yang berasal dari ekstrak pohon logwood (Haematoxylin camphianum).
Hematoksilin digunakan sebagai pewarna dalam bentuk oksidasinya yaitu hematein
(sehingga larutan hematoksilin yang baru dibuat harus dibiarkan “matang” atau
“tua” dulu agar terjadi oksidasi baru digunakan). Hematoksilin merupakan pewarna
inti yang mengikat inti sel secara lemah, kecuali bila ditambahkan senyawaan
lainnya seperti alumunium, besi, krom dan tembaga. Proses oksidasi hematoksilin
dapat dipercepat prosesnya dengan menambahkan senyawa yang bertindak sebagai
oksidator seperti merkuri oksida, hidrogen peroksida, potassium permanganat dan
sodium iodat (Leeson, 1996; Jusuf, 2009; Peckam, 2014).
Pewarna eosin
Pewarna eosin adalah salah satu jenis pewarna dengan sifat asam dan
bermuatan negatif yang dipakai untuk mewarnai sitoplasma. Eosin memberikan
warna merah atau merah muda ketika berikatan dengan struktur basa dalam sel.
Struktur sel yang terpulas meliputi sebagian besar protein dalam sitoplasma dan
beberapa serabut ekstraseluler (Peckam, 2014; Leeson,1996).
15
Hematoksilin dan eosin
Hematoksilin dan eosin adalah metode pewarnaan yang berfungsi ganda.
Fungsi pertama memungkinkan pengenalan komponen jaringan tertentu dengan
cara memulasnya secara differensial. Fungsi kedua adalah dapat mewarnai dengan
tingkat atau derajat warna berbeda yang menghasilkan kedalaman warna yang
berbeda (Peckam, 2014).
Pada pulasan Hematoksilin Eosin, kompleks pewarna hemaktosilin
berwarna ungu tua sedangkan pewarna eosin memberikan warna merah muda
sampai merah pada komponen jaringan yang tidak terpulas ungu-biru oleh
hemaktosilin. Hematoksilin bekerja sebagai pewarna basa. Zat ini mewarnai unsur
basofilik pada jaringan. Eosin bersifat asam serta memulas komponen asidofilik
pada jaringan (Jusuf, 2009; Peckam, 2014).
Pewarnaan preparat histologi dapat dikerjakan menggunakan alat
autostainer yaitu alat otomatis untuk pengerjaan pewarnaan preparat histologi atau
secara manual yaitu dengan beberapa tahapan pencelupan kedalam larutan dalam
staining jar. Tahap pewarnaan otomatis dapat menggunakan autostainer yang
merupakan alat untuk proses pewarnaan jaringan histologi pada kegiatan
histoteknik yang telah diletakkan dikaca preparat dan telah melalui beberapa tahap
proses. (Rizgan dkk., 2016).
Perekatan (Mounting)
Perekatan preparat berfungsi untuk mengawetkan jaringan yang telah
diwarnai menggunakan entelan sehingga jaringan akan awet lebih dari 5 tahun.
16
Proses perekatan ini dilakukan dengan objek glass berisi pita preparat ditetesi
canada balsam kemudian ditutup dengan cover glass (Jusuf, 2009).
Entelan DPX cocok untuk semua teknik pewarnaan yang kompatibel
dengan penggunaan alkohol dan aromatik (xylene atau toluena) sebagai agen
clearing. DPX jelas, tidak berwarna dan tidak akan menghitam preparat meski
disimpan lama. DPX mengandung antioksidan yang menghambat warna preparat
memudar. spesimen slide dalam bentuk cair. Entelan DPX memiliki indeks reflektif
mirip dengan kaca sehingga preparat jaringan dapat dilihat di bawah mikroskop.
DPX adalah campuran dari distyrene, plasticizer yang dilarutkan dalam toluena
atau xilen (Anonim, 2017).
Canada balsam merupakan media perekatan untuk preparat jaringan alami
yang diperoleh dari pohon balsam cemara. Sifat optikyang dihasilkan hampir sama
dengan kaca sehingga preparat jaringan dapat dilihat di bawah mikroskop. Slide
jaringan yang dipasang permanen dengan Canada balsam telah disimpan selama
lebih dari satu abad. Canada balsam terdiri dari terpenes, carboxylic acid dan
estersnya (Anonim, 2017).
Pelarut
Reverse osmosis (RO) water
RO water adalah air yang diperoleh dari proses pemurnian air yang secara
efektif dapat memisahkan air dari berbagai macam komponen yang tidak
diinginkan seperti komponen organik, non organik, bakteri, virus, ion terlarut dan
partikulat sehingga didapatkan air dengan tingkat kemurnian tinggi. Sistem RO
telah terbukti sangat efektif mengatasi permasalahan kualitas air dibandingkan
17
metode pemurnian yang lain seperti karbon aktif, water softener, distilasi, UV, dan
netralisasi (Clemson, 1990; Kamrin dkk., 1999; William, 2003).
Prinsip dasar reverse osmosis adalah memberi tekanan hidrostatik yang
melebihi tekanan osmosis larutan sehingga pelarut dalam hal ini air dapat berpindah
dari larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut tinggi ke larutan yang memiliki
konsentrasi zat terlarut rendah. Sistem RO juga dikenal sebagai media filter yang
memiliki pori paling kecil dibandingkan filter-filter yang lain yaitu 0.0001 mikron
(William, 2003).
Akuades
Akuades adalah air yang dimurnikan dengan cara destilasi, perlakuan
menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai prosedur.
Akuades dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum dan tidak
mengandung zat tambahan lainnya (DepKes RI, 1995). Akuades juga digunakan
sebagai pelarut. Air dapat berinteraksi dengan obat-obat dan eksipien lain yang
rentan terhadap hidrolisis pada suhu tinggi, bereaksi dengan logam alkali dan
oksidannya seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Akuades juga bereaksi
dengan 19 garam anhidrat untuk membentuk hidrat dari berbagai komposisi, dan
dengan bahan organik tertentu dan kalsium karbida (DepKes RI, 1979).
Pengamatan hasil preparat sebelum pewarnaan
Pengamatan preparat jaringan di mikroskop tidak selalu mendapatkan hasil
yang normal secara histologi atau histopatologi. Pemrosesan jaringan yang panjang
dari mulai pengambilan organ sampai tahap perekatan atau mounting sering kali
18
mengalami kecacatan dan kerusakan preparat yang bisa menyebabkan kesalahan
dalam diagnosis histopatologi (Bindhu dkk, 2014).
Preparat histologi yang baik memiliki ciri – ciri seperti nukleus bewarna
biru tua, sitoplasma dan serat terwarnai merah muda, sel – sel lemak tidak bewarna,
sel – sel lemak akan menghilang ketika pemrosesan jaringan dilakukan dengan
benar, tidak memiliki artefak seperti lipatan, goresan, presipitasi pewarnaan,
robekan, dan terlihat kotoran akibat penyaringan larutan yang tidak bersih (Bacha
dan Bacha, 1990; Aughey dan Frue, 2001).
Jaringan sobek (separation)
Jaringan sobek terjadi karena tekanan yang berlebihan, ketegangan atau
penyusutan dalam proses pengolahan menyebabkan pemisahan dalam jaringan.
Sobekan bisa terjadi karena suhu waterbath yang tinggi atau pisau mikrotom yang
tumpul karena masa pakai yang lama (Bacha dan Bacha, 1990; Khan dkk., 2014).
Jaringan pecah (crackling)
Jaringan dengan banyak seluler akan sering mengalami pecahan atau
retakan. Pisau mikrotom yang kurang tajam dan infiltrasi parafin yang kurang baik
sehingga menyebabkan jaringan pecah segala arah dan terdapat gelembung antara
object glass dengan potongan jaringan saat diletakkan di slide warmer (Bindhu
dkk., 2014; Khan dkk., 2014).
Lipatan jaringan (folding)
Jaringan terlihat tumpang tindih dan tidak dalam fokus yang tajam. Lipatan
jaringan dapat terjadi karena suhu weaterbathkurang panas atau jaringan yang tidak
19
dibiarkan mengembang dengan baik saat berada di waterbath. Proses pemotongan
yang kurang sempurna seperti pisau mikrorom tumpul atau terdapat sisa – sisa
parafin di mata pisau serta pemotongan yang terlalu tipis (Bacha dan Bacha, 1990).
Pewarnaan kurang (stain precipitate)
Stain precipitate bisa disebabkan karenan penggunaan larutan pewarna
yang kadaluarsa sehingga sebagian warna tidak terwarnai. Akumulasi pengendapan
yang menempel pada permukaan jaringan selama pemrosesan jaringan. Larutan
pewarna yang dipakai tidak disaring terlebih dahulu (Samuelson, 2007).
Potongan tidak teratur (knife marks)
Infiltrasi parafin yang tidak benar, mata pisau yang tumpul, mikrotom yang
rusak dapat menyebabkan adanya patahan atau goresan pada jaringan yang
menyebabkan pita melipat dan sobekan sepanjang jaringan (Samuelson, 2007).
Jaringan berlubang
Jaringan berlubang disebabkan terdapatnya lubang pada jaringan
disebabkan oleh proses fiksasi, dehidrasi dan media embedding yang kurang
sehingga didapat sampel yang tidak sama rata. Embedding yang tidak cocok
menyebabkan terjebaknya udara di sekitar jaringan, sehingga jaringan bergetar dan
jatuh ketika proses pemotongan sehingga terjadi artefak (Bindhu dkk., 2014).
20
BAB III
PELAKSANAAN
Materi
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM
meliputi tempat pencelupan, gelas beker, ruang asam, object glass, cover glass,
inkubator, mikrotom rotary, hotplate, waterbath, mikroskop, tempat slide, tissue
cassete, staining jar dan timer.
Peralatan yang digunakan di National Laboratory Animal Center meliputi
mesin tissue processing, tissue embedding, automaticstainer, object glass, cover
glass, mikrotom rotary, hotplate, incubator, waterbath, mikroskop, tempat slide,
tissue cassete, staining jar, ruang asam.
Bahan yang digunakan di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM
meliputi hewan coba (ayam), formalin 10%, akuades, alkohol 70%, 80%, 90%,
95%, 100%, xilol, alkohol toluen, toluen murni, parafin, gelatin, entelan DPX, acid
alcohol, larutan hematoksilin dan eosin.
Bahan yang digunakan di National Laboratory Animal Center meliputi
hewan coba (tikus), larutan PBS formalin 10%, alkohol 70%, 95%, 100%, xilol,
parafin, gelatin, Entelan DPX, Ro water, bluing solution, etanol 95%, 95%, 70%,
70%, larutan hematoksilin dan eosin.
21
Metode
Pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Histologi dan Sel FK
UGM yang dilaksanakan pada tanggal 9 September 2016 dan di National
Laboratorium Animal Center Thailand 28 november 2016.
Metode pembuatan preparat jaringan di Laboratorium Histologi dan Sel
Fakultas Kedokteran UGM.
Tahap persiapan dimulai dengan hewan ayam dilakukan eutanasi dengan
metode cervical dislocation. Hewan selanjutnya dinekropsi untuk pengambilan
organ yang akan dibuat untuk preparat histologi. Organ yang diambil meliputi hati,
jantung, pankreas, limfa dan intestinum. Organ difiksasi dengan dimasukkan dalam
larutan formalin 10 % selama 24 jam lalu dilakukan proses trimming yaitu organ
dipotong kecil ukuran 1x1 cm.
Organ yang telah dipotong dicelupkan di air selama 15 menit, dilanjutkan
pencelupan pada alkohol konsentrasi rendah ke tinggi yaitu mulai dari 70 %, 80 %,
90 %, 95 %, 100 % masing – masing 3 x pencelupan selama 10 menit. Jaringan
selanjutnya dicelupkan ke larutan alkohol toluen dan toluen murni masing - masing
selama 13 menit dan 16 menit. Jaringan dipindah ke parafin cair I , II dan III masing
– masing bersuhu 58 - 60 ℃ selama 5 menit. Jaringan dipindah ke cetakan untuk
dilakukan tahap pengeblokan atau pembenaman jaringan ke dalam parafin cair, lalu
didiamkan sampai parafin membeku kurang lebih 2 jam. Blok preparat yang sudah
padat dilakukan pemotongan dengan mikrotom geser untuk menjadikan preparat
slide seperti pita berukuran 3 – 6 µm. Pita yang terbentuk diletakkan di waterbath
berisi air hangat dengan suhu 37 ℃ dengan penambahan gelatin. Slide diamati
22
dibawah mikroskop dan dipilih yang kondisinya tidak terlipat serta tidak mengkerut
lalu diambil dengan object glass. Slide preparat diamati di bawah mikroskop, jika
sudah baik dilanjutkan untuk dikeringkan di hotplate dan siap untuk dilakukan
pewarnaan.
Tahap pewarnaan dimulai dari proses deparafinasi yaitu dengan pencelupan
pada xilol I, II dan III masing – masing 10 menit. Slide jaringan dialiri dengan air
mengalir 3 menit. Proses rehidrasi yaitu pencelupan slide jaringan dalam alkohol
bertingkat menurun dimulai dari alkohol absolut I, II, 90%, 80%, 70% masing –
masing selama 1 menit. Slide preparat dicelupkan pada larutan pewarna
hematoksilin selama 2 menit serta dicelupkan 1x pada acid alcohol. Slide jaringan
diangkat dan dialiri air kembali selama 2 menit lalu dicelupkan pada larutan eosin
selama 1 menit. Proses selanjutnya adalah dehidrasi yaitu slide jaringan dicelupkan
kembali pada alkohol dengan konsentrasi bertingkat yaitu dimulai dari alkohol
konsentrasi 70%, 80%, 90%, absolut I dan II masing – masing selama 30 detik.
Slide preparat dilakukan penjernihan menggunakan xilol I, II dan III masing –
masing selama 5 menit. Slide preparat diangkat untuk selanjutnya dilakukan
perekatan atau mounting dengan entelan DPX kemudian dilakukan pengamatan
dibawah mikroskop yang dimulai dengan pembesaran 4 x 4. Tahap pembuatan
preparat jaringan yang dilakukan secara manual dimulai dari tahap persiapan
jaringan, pemrosesan, pewarnaan hingga finishing tersaji dalam Gambar 1.
23
Gambar 1. Diagram alur pembuatan preparat histologi hewan ayam di
Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM.
Metode pembuatan preparat jaringan di National Laboratory Animal Center
(NLAC).
Tahap persiapan dimulai dengan hewan tikus dilakukan eutanasia dengan
metode inhalasi menggunakan CO2 selama 10 menit di dalam box container.
Hewan yang sudah kehilangan kesadaran dinekropsi untuk pengambilan organ yang
akan dibuat untuk preparat histologi. Organ yang diambil meliputi hati, jantung,
pankreas, limpa. Organ diletakakn di nampan plastik lalu dibawa ke ruang trimming
melalui pass box (ruangan kecil dengan suhu ruangan untuk mencegah kontaminasi
mikroorganisme dari luar). Lemak beserta selaput – selaput yang menempel pada
24
organ dihilangkan lalu ditimbang untuk dilakukan pencatatan . Organ difiksasi
dengan dimasukkan dalam PBS Formalin 10 % selama 24 jam.
Organ diangkat dari larutan fiksatif lalu dilakukan proses trimming dengan
ukuran 1x1 cm. Organ dimasukan ke dalam mesin tissue processor, dicelupkan di
dalam tangki berisi air selama 15 menit, dilanjutkan pencelupan pada tangki berisi
alkohol konsentrasi rendah ke tinggi, yaitu mulai dari 70%, 95%, 95%, absolut I
dan II masing – masing selama 1 jam. Jaringan selanjutnya dicelupkan ke tangki
berisi larutan xilol I dan II masing masing selama 1 jam. Jaringan diangkat dari alat
autostainer processor lalu dipindah ke mesin tissue embedding parafin cair 1 dan
2 bersuhu 62 ℃ masing – masing selama 1 jam. Jaringan diangkat dari cetakan
untuk dilakukan tahap pengeblokan atau pembenaman jaringan dengan menekan
tombol alat tissue embedding sehingga parafin cair suhu 60 - 65℃ keluar dan
memenuhi setengah dari cetakan, selanjutnya jaringan diletakkan di dalam cetakan
berisi parafin lalu tombol alat tissue embedding ditekan kembali sehingga parafin
cair keluar dan cetakan didiamkan sampai parafin membeku.
Blok preparat yang sudah padat dilakukan pemotongan dengan microtome
rotary untuk menjadikan preparat slide seperti pita berukuran 3 – 5 mikron. Pita
yang terbentuk diletakan di waterbath berisi air hangat dengan suhu 37 ℃ dan
ditambah gelatin. Slide diamati dan dipilih yang kondisinya tidak terlipat serta tidak
mengkerut lalu diambil dengan objek glas. Slide preparat diamati di bawah
mikroskop, jika sudah baik dilanjutkan untuk dikeringkan di hotplate dan siap
untuk dilakukan pewarnaan.
25
Pengerjaan pewarnaan dilakukan menggunakan autostainer yaitu mesin
yang digunakan untuk mencelupkan slide jaringan secara otomatis dengan waktu
yang telah diatur. Slide jaringan dimasukan pada kotak dalam mesin, tombol ON
dinyalakan. Slide jaringan mulai diangkat dan dicelupkan pada tempat berisi xilol I
dan II masing – masing selama 8 menit. Slide dipindah ke larutan etanol menurun
mulai dari etanol 95%, 95%, 70%, 70% lalu direndam dalam air selama 3 menit.
Slide selanjutnya direndam di larutan hematoksilin selama 10 menit lalu dicuci
dengan air 1 menit. Slide kemudian direndam dalam bluing solution selama 1 menit
dilanjut perendaman di air selama 3 menit. Slide dicelupkan di larutan eosin
sebanyak 5 kali selama 10 detik. Terakhir slide dicelupkan di larutan etanol
konsentrasi bertingkat mulai dari etanol 70%, 70%, 95%, 95% dan 100% masing –
masing sebanyak 3, 3, 3, 1 dan 3 kali pencelupan.
Slide jaringan yang telah diwarnai dilakukan tahap finishing yaitu perekatan
atau mounting dengan cara meneteskan entelan DPX sebanyak 2 tetes pada slide
jaringan sebagai perekat antara slide jaringan dengan object glass. Terakhir slide
ditutup dengan ‘cover glass ’ lalu dikeringkan. Slide jaringan yang sudah kering
siap untuk diamati di bawah mikroskop.
Tahap pembuatan preparat jaringan di Laboratorium Histologi NLAC yang
secara umum dilakukan secara otomatis menggunakan mesin tissue processor
untuk tahap pemrosesan jaringan, mesin tissue embedding untuk pembenaman
jaringan dengan parafin cair dan mesin autostainer untuk pewarnaan jaringan
tersaji dalam Gambar 2.
26
Gambar 2. Diagram alur pembuatan preparat histologi hewan tikus di
Laboratorium Histologi NLAC.
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap pembuatan preparat jaringan yang dilakukan di Laboratorium
Histologi dan Sel Fakultas Kedokteran UGM dan Laboratorium Histologi National
Laboratory Animal Center (NLAC) hampir sama yaitu dimulai tahap persiapan,
pemrosesan jaringan, pewarnaan sampai finishing. Perbedaan hanya di beberapa
metode, waktu dan larutan yang digunakan.
Tahap persiapan yang dilakukan di Laboratorium Histologi dan Sel FK
UGM dimulai dari hewan dilakukan eutanasi dengan cara cervical dislocation dan
dilanjutkan nekropsi dengan membuka rongga thorax dan abdomen hewan ayam
(Gambar 3).
Gambar 3. Proses pengambilan sampel organ untuk pembuatan preparat histologi
di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM. Proses eutanasia
dilakukan dengan metode cervical dislocation (A) dan pengambilan
sampel jantung, limpa, hepar, intestinum dan pankreas (B).
Cervical dislocation dilakukan dengan cara memberikan tekanan ke bagian
posterior dasar tulang tengkorak dan sumsum tulang belakang sehingga bagian
posterior dasar tulang tengkorak dan sum – sum tulang belakang terpisah (Isbagio,
28
1992). Nekropsi dilakukan segera setelah hewan mati untuk dilakukan pengambilan
organ untuk selanjutnya digunakan untuk pembuatan preparat histologi.
Organ difiksasi di larutan formalin 10 % selama 24 jam lalu dilakukan
proses trimming dengan ukuran 1x1 cm dengan menggunakan pinset dan cutter
diatas nampan aluminium (Gambar 4).
Gambar 4. Trimming organ ayam setelah tahap fiksasi yang
dilakukan di Laboratorium Diploma III
Kesehatan Hewan SV UGM.
Menurut Suntoro (1983); Paulsen (2000); Jusuf (2009), larutan formalin 10%
berfungsi untuk mengawetkan protoplasma sehingga struktur jaringan tetap stabil
dan tidak mengalami perubahan paskamati seperti autolisis yang disebakan enzim
proteolitik dan pembusukan yang disebabkan oleh kuman pembusuk dari luar
tubuh. Formalin memberikan konsistensi keras sehingga jaringan dapat diiris tipis
serta pengaruh terhadap pewarnaan dan diferensiasi optik. Jaringan yang telah
difiksasi selama 24 jam akan tahan dengan perlakuan berikutnya.
Tahap persiapan pemrosesan jaringan di National Laboratory Animal
Center eutanasi secara inhalasi menggunakan CO2 selama 10 menit di dalam box
29
container. Hewan ditimbang untuk dilakukan pencatatan berat badan selanjutnya
dinekropsi untuk pengambilan sampel organ yang meliputi hati, jantung, pankreas
dan limpa (Gambar 5). Organ diletakkan di nampan plastik lalu dibawa ke ruang
trimming melalui pass box.Pass box merupakan ruangan kecil dengan 2 pintu yang
menghubungkan 2 laboratorium di NLAC yang memiliki suhu antara 20 – 25 ℃
(room temperature) yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme
dari luar.
Gambar 5. Tahap persiapan pembuatan preparat jaringan pada hewan tikus di
Laboratorium Nekropsi NLAC. Proses eutanasia menggunakan gas
CO2 (A) dan nekropsi (B).
Eutanasia dilakukan dengan gas CO2 yaitu gas bersifat non anastetik di
dalam box container selama 10 menit dan dipastikan hewan benar – benar sudah
mati. Menurut Isbagio (1992), gas CO2 (karbondioksida) menyebabkan perubahan
irreversible pada hemoglobin sel darah merah sehingga terjadi paralisa pada
jantung dan pusat respirasi sehingga hewan akan mati dalam waktu 3 – 5 menit.
Nekropsi dilakukan segera setelah hewan mati untuk proses pengambilan organ
hati, jantung, hepar, limpha dan pankreas untuk selanjutnya digunakan untuk
pembuatan preparat histologi.
30
Lemak beserta selaput – selaput yang menempel pada organ dihilangkan
lalu ditimbang untuk dilakukan pencatatan, kemudian organ difiksasi di larutan
PBS Formalin 10% selama 24 jam (Gambar 6). Tahap selanjutnya organ diambil
dari larutan fiksatif dan dilakukan proses trimming dengan ukuran 1x1 cm.
Gambar 6. Tahap persiapan pembuatan preparat jaringan pada hewan tikus di
ruang trimming NLAC. Proses penghilangan lemak (A) dan fiksasi
menggunakan PBS Formalin 10% selama 24 jam (B).
Lemak dan selaput – selaput yang menempel pada organ dihilangkan
dengan tujuan mengetahui berat organ pada setiap hewan untuk dibandingkan
dengan berat organ normal sebelum dilakukan pemrosesan jaringan. Organ tanpa
lemak juga mempermudah saat pemrosesan jaringan karena hanya organnya saja
yang diproses sedangkan lemaknya tidak. Proses fiksasi dilakukan menggunakan
larutan Phospat Buffer Formaline (PBS formalin) selama 24 jam untuk tujuan
pengawetan jaringan.
Menurut Buchwalow (2010), formalin yang dikombinasi dengan PBS
sangat direkomendasikan sebagai pilihan agen fiksatif terbaik. Kelebihan yang
dimiliki larutan PBS formalin adalah sifat jaringan yang diteliti lebih lama dapat
disimpan dan meminimalkan proses autolisis serta fleksibel terhadap sel. Hal ini
disebabkan karena larutan PBS bersifat isotonik, tidak beracun terhadap sel dan
31
dapat mempertahankan kadar pH serta osmolalitas sel (Medicago, 2011). Di
laboratorium Histologi NLAC formulasi pembuatan PBS formalin terdiri dari
formaldehida 37 – 40% 100 ml, RO water 900 ml, sodium phosphate monobasic 4
gr dan sodium phosphate dibasic 6,5 gram.
Tahap pemrosesan jaringan yang dilakukan di Laboratorium Histologi dan
Sel FK UGM pada semua prosesnya dilakukan secara manual dengan pencelupan
ke masing – masing larutan serta dihitung waktunya (Gambar 7).
Gambar 7. Tahap pemrosesan jaringan di Laboratorium Histologi FK UGM.
Dehidrasi menggunakan air dan alkohol bertingkat (A), penjernihan
menggunakan alkohol toluen dan toluen murni (B), infiltrasi parafin
menggunakan parafin cair suhu 58℃ (C), dan pengeblokan
menggunakan parafin 58℃ (D).
32
Pemrosesan jaringan pada Laboratorium Histologi NLAC menggunakan
mesin tissue processor yang di dalamnya terdapat tangki – tangki berisi air, alkohol
bertingkat dan xilol untuk pengerjaan dehidrasi serta penjernihan, juga mesin tissue
embedding yang dilengkapi tempat parafin cair untuk pengerjaan infiltrasi parafin
dan pengeblokan (Gambar 8).
Gambar 8. Mesin otomatis untuk pemrosesan jaringan di Laboratorium Histologi
NLAC. Mesin tissue processor (A), dan mesin tissue embedding (B).
Larutan yang digunakan juga hampir sama, perbedaan hanya pada proses
penjernihan yang dipakai di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM
menggunakan alkohol toluene dan toluene murni sedangkan pada Laboratorium
Histologi NLAC penjernihan menggunakan xilol.
Menurut Suntoro (1983) dan Jusuf (2009), xilene atau xilol dan toluene
masing – masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Xilol memiliki kelebihan
yaitu proses penjernihan cepat, mudah didapat dan harga tidak terlalu mahal.
Kekurangan dari xilol adalah larutan yang sangat toksik, jaringan yang dijernihkan
menggunakan xilol ini adalah hanya jaringan yang baru saja direndam dari alkohol
absolut, setelah dijernihkan dengan xilol jaringan tidak begitu jelas sehingga sukar
33
untuk menentukan proses penjernihan sempurna atau tidak. Jaringan yang terlalu
lama direndam dalam xilol menyebabkan jaringan mudah rapuh, mengkerut dan
sulit untuk diiris, sedangkan penjernihan menggunakan toluen memiliki kelebihan
yaitu mudah, cepat, jaringan akan menjadi jernih atau transparan bila prosesnya
telah selesai dan tidak akan mengkerut walaupun jaringan direndam lama.
Kekurangannya adalah harga lebih mahal dan jaringan cepat keras dan sukar untuk
diiris jika terlalu lama direndam di toluen.
Pemotongan blok preparat yang dilakukan di Laboratorium Histologi dan
Sel FK UGM menggunakan mikrotom geser yang bekerja dengan menggeser mata
pisau untuk pengirisan blok menjadi pita preparat berukuran 3 – 6 µm (Gambar 9).
Gambar 9. Mikrotom geser (sliding microtome) di
Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM.
Pemotongan blok preparat di Laboratorium Histologi NLAC dlilakukan
dengan microtome rotary yang bekerja dengan cara diputar untuk menjadikan
preparat slide seperti pita berukuran 3 – 5 µm (Gambar 10).
34
Gambar 10. Mikrotom putar (microtome rotary) di
Laboratorium Histologi NLAC.
Menurut Muntiha (2001) dan Steven dkk, (2013), mikrotom putar adalah
mikrotom yang paling sering digunakan karena memiliki banyak keuntungan dan
jenisnya paling cocok dengan metode blok parafin. Mikrotom ini juga dapat
memotong jaringan yang sangat besar dan tingkat kesulitan yang besar. Blok
jaringan yang disimpan dalam freezer suhu -20℃ diambil untuk dilakukan
pemotongan dengan mikrotom ketebalan 3 – 8 µm, sedangkan menurut Suntoro
(1983), mikrotom geser umumnya digunakan untuk jaringan yang tanpa penanaman
(embedding) terlebih dahulu sehingga tidak akan terjadi irisan jaringan seperti pita.
Tahap pewarnaan yang dilakukan di Laboratorium Histologi dan Sel FK
UGM dan di National Laboratory Animal Center prinsip kerjanya adalah sama.
Perbedaan hanya pada proses pengerjaan pewarnaan yang dilakukan yaitu di
Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM masih menggunakan proses manual yaitu
pencelupan ke masing - masing larutan dengan durasi penandaan waktu yang
manual, sedangkan di National Laboratory Animal Center pengerjaan pewarnaan
35
menggunakan autostainer yang pengerjaan dan durasi waktu juga otomatis
(Gambar 11).
Gambar 11. Mesin autostainer di Laboratorium
Histologi NLAC. Alat ini terdiri dari tempat
pencelupan berisi larutan dan preparat yang berada
pada staining jar akan berpindah secara otomatis
kedalam tempat pencelupan tersebut.
Menurut Rizgan dkk (2016), pewarnaan yang dikerjakan secara manual dan
pengerjaannya dalam jumlah banyak akan menghabiskan banyak tenaga dan waktu
para teknisi laboratorium, sehingga mesin otomatis sangat diperlukan untuk
mempermudah teknisi laboratorium untuk bisa mengerjakan pekerjaan yang lain
sehingga efisiensi waktu dapat tercapai.
Slide jaringan setelah diwarnai dilakukan proses mounting atau perekatan
dengan cara meneteskan perekat atau entelan DPX dan slide ditutup dengan ‘cover
glass.
Perbedaan tahapan pembuatan preparat histologi di Laboratorium Histologi
dan Sel FK UGM dan NLAC tersaji dalam Tabel 1.
36
Tabel 1. Perbedaan tahapan pembuatan preparat histologi di Laboratorium
Histologi dan Sel FK UGM dan NLAC
Tahapan Pembuatan
Preparat
FK NLAC
Tahap Persiapan
1. Eutanasia Cervical dislocation Inhalasi CO2
2. Nekropsi - Tahapan sama
- Tidak ada Penghilangan
lemak pada organ
- Tahapan sama
- Ada penghilangan lemak
pada organ
3. Fiksasi Larutan Formalin 10% Larutan PBS formalin 10%
4. Trimming (1x1 cm) Tahapan sama Tahapan sama
Tahap Pemrosesan
1. Dehidrasi Pencelupan manual di :
air 15 menit, alkohol 70%,
80%, 90%, 95%, 100%
masing–masing 3 x 10
menit
Mesin tissue processor :
Pencelupan di air 15 menit,
alkohol 70%,95%, 95%,
absolut I, II masing–
masing 1 jam
2. Penjernihan Pencelupan manual di :
alkohol toluene 13 menit
dan toluene murni 16
menit
Mesin tissue processor :
Pencelupan di xilol I, II
masing – masing 1 jam
3. Infiltrasi parafin Pembenaman di :
parafin cair 58 - 60℃ I, II
dan III masing-masing 5
menit
Mesin tissue embedding :
Pembenaman di parafin
cair 62℃ I, II masing–
masing 1 jam
4. Pengeblokan Pengeblokan di :
parafin cair 58 - 60℃
sampai membeku
Mesin tissue embedding :
Pengeblokan di parafin cair
62℃ sampai membeku
5. Pemotongan Mikrotom geser Mikrotom putar
Tahap Pewarnaan
Pencelupan di :
xilol I,II,III @ 10 menit,
air mengalir 3 menit,
alkohol absolut I, II, 90%,
80%, 70% @ 1 menit,
hematoksilin @ 2 menit,
acid alkohol 1x
pencelupan, air 2 menit,
eosin 1 menit, alkohol
70%80%,90%, absolut I,II
@30 detik, xilol I, II, III
@ 5 menit
Autostainer :
xilol I dan II @ 8 menit.
Etanol 95%, 95%, 70%,
70% @ 2 menit, air 3
menit, larutan hematoksilin
10 menit, air 1 menit,
bluing solution 1 menit,
perendaman di air 3 menit,
larutan eosin 5 kali selama
10 detik, larutan etanol
konsentrasi 70%, 70%,
95%, 95% dan 100% @ 3,
3, 3, 1 dan 3 kali
pencelupan.
Tahap Finishing
Perekatan Entelan DPX 2 tetes Entelan DPX 2 tetes
37
Pengamatan dan evaluasi hasil preparat
Hasil dari pembuatan preparat histologi setelah dilakukan pengamatan
menggunakan mikroskop tidak semuanya mendapatkan hasil yang baik. Menurut
Bacha dan Bacha (1990) dan Aughey dan Frue (2001), preparat histologi yang baik
memiliki ciri – ciri seperti nukleus bewarna biru tua, sitoplasma dan serat terwarnai
merah muda, sel – sel lemak tidak tewarna, sel – sel lemak akan menghilang ketika
pemrosesan jaringan dilakukan dengan benar, tidak memiliki artefak seperti lipatan,
goresan, presipitasi pewarnaan, robekan, dan terlihat kotoran akibat penyaringan
larutan yang tidak bersih. Pengamatan hasil preparat menunjukan beberapa
kerusakan jaringan seperti jaringan pecah, sobek, tergores, lipatan, endapan warna,
kotoran yang menempel pada preparat dan artefak atau lubang pada jaringan.
Gambar 12. Hasil preparat jaringan yang baik dengan pewarnaan HE pembesaran
10x10. Preparat hepar ayam di Laboratorium Histologi dan Sel FK
UGM (A), dan preparat jantung tikus yang dilakukan di Laboratorium
Histologi NLAC (B)
Pada Gambar 12 menunjukan hasil preparat yang baik terlihat pada jaringan
nukleus dan sitoplasma terwarnai dengan baik dan jelas, tidak ada sobekan,
38
goresan, lipatan, pengendapan warna, kotoran yang menempel pada jaringan dan
artefak atau lubang pada jaringan.
Gambar 13. Hasil preparat jaringan sobek dan tergores pembesaran 10x10 di
Laboratorium Histologi NLAC. Kerusakan pada organ jantung
jaringan mengalami sobekan (A), dan pankreas jaringan mengalami
goresan (B)
Hasil preparat jaringan sobek dan tergores di Laboratorium Histologi
NLAC tersaji dalam Gambar 13. Menurut Bacha dan Bacha (1990) dan Khan
dkk., (2014), preparat jaringan bisa sobek karena tekanan yang berlebihan,
ketegangan atau penyusutan dalam proses pengolahan yang menyebabkan
pemisahan dalam jaringan. Sobekan bisa terjadi karena suhu waterbath yang
tinggi atau pisau mikrotom yang tumpul karena masa pakai yang lama. Menurut
Samulson (2007), goresan pada preparat terjadi karena proses infiltrasi parafin
yang tidak benar, mata pisau yang tumpul, mikrotom yang rusak dapat
menyebabkan adanya patahan atau goresan pada jaringan sehingga pita melipat
dan sobekan sepanjang jaringan.
39
Gambar 14. Hasil preparat jaringan pecah dan berlubang pembesaran 10x10 di
Laboratorium Histologi NLAC. Kerusakan pada organ hepar jaringan
terlihat pecah (A), dan pada organ jantung jaringannya berlubang atau
sebagaian jaringan ada yang hilang (B).
Hasil preparat jaringan pecah dan berlubang di Laboratorium Histologi
NLAC tersaji dalam Gambar 14. Menurut Bindhu dkk, (2014) dan Khan dkk.,
(2014) jaringan pecah atau retak (Gambar A) bisa terjadi karena pisau mikrotom
yang kurang tajam, infiltrasi parafin yang kurang baik sehingga menyebabkan
jaringan pecah segala arah dan terdapat gelembung antara objek glas dengan
potongan jaringan saat diletakan di slide warmer. Bindhu dkk., 2014 juga
menambahkan jaringan yang berlubang (Gambar B) dapat disebabkan terdapatnya
lubang pada jaringan karena proses fiksasi, dehidrasi dan media embedding yang
kurang sehingga didapat sampel yang tidak sama rata. Embedding yang tidak cocok
menyebabkan terjebaknya udara di sekitar jaringan, sehingga jaringan bergetar dan
jatuh ketika proses pemotongan dan terjadi artefak.
40
Gambar 15. Hasil preparat jaringan terlipat pembesaran 10x10. Jaringan dari organ
jantung ayam yang dilakukan di Laboratorium Histologi dan Sel FK
UGM (A), dan jaringan dari organ pankreas tikus yang dilakukan di
Laboratorium Histologi NLAC (B)
Pada Gambar 15, preparat jaringan (A) terlihat lipatan tanpa pengendapan
warna yang bisa terjadi dikarenakan kesalahan teknis setelah proses pewarnaan
sehingga tidak ada warna yang menumpuk. Pada preparat jaringan (B) terlihat
pengendapan warna karena lipatan jaringan yang bisa terjadi dikarenakan kesalahan
teknis sebelum pewarnaan sehingga warna menumpuk pada preparat jaringan.
Menurut Bacha dan Bacha (1990) lipatan jaringan dapat terjadi karena suhu
weaterbath kurang panas atau jaringan yang tidak dibiarkan mengembang dengan
baik saat berada di waterbath. Proses pemotongan yang kurang sempurna seperti
pisau mikrorom tumpul atau terdapat sisa – sisa parafin di mata pisau serta
pemotongan yang terlalu tipis.
41
Gambar 16. Hasil preparat jaringan organ limpha
yang mengalami endapan warna pembesaran 10x10
di Laboratorium Histologi NLAC.
Samuelson (2007), menambahkan akumulasi pengendapan (Gambar 16)
bisa terjadi karena di sebagian sisi jaringan tidak terwarnai sempurna atau stain
precipitate yaitu pewarnaan yang kurang sehingga ada jaringan yang warnanya
samar dan warnanya jelas. Penggunaan larutan pewarna yang kadaluwarsa sehingga
sebagian warna tidak terwarnai dan larutan pewarna yang dipakai tidak disaring
terlebih dahulu.
Gambar 17. Hasil preparat jaringan terlihat kotor dan terlihat spot hitam menjendal
serta mengumpul pembesaran 10x10. Preparat jaringan organ limpha
ayam di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM (A), dan preparat
jaringan organ jantung tikus di Laboratorium Histologi NLAC (B).
42
Spot hitam seperti asap atau kotoran (Gambar 17) bisa terjadi karena air
dalam waterbath yang kotor atau juga penyaringan larutan yang tidak bersih
sehingga kotoran ikut dalam pemrosesan jaringan.
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Teknik yang digunakan dari kedua laboratorium hampir sama, perbedaan hanya
dibeberapa alur proses, penggunaan alat dan beberapa reagen.
2. Keuntungan pemakaian alat dalam pengerjaan preparat histologi adalah hasil
cepat dan hemat tenaga.
3. Hasil pewarnaan hematoksilin eosin adalah nukleus terwarnai biru keunguan dan
sitoplasma terwarnai merah atau merah muda.
4. Hasil evaluasi preparat jaringan mengalami sobek, tergores, pecah, lipatan,
pewarnaan yang kurang, atau sebagian jaringan ada yang hilang, dan terdapat
spot hitam pada preparat jaringan
Saran
1. Di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM mikrotom geser yang digunakan
dalam pembuatan preparat sudah tua sehingga banyak bagian dari mikrotom
yang berkarat, seharusnya mikrotom tidak digunakan lagi untuk melakukan
pembuatan preparat.
2. Di Laboratorium histologi NLAC kapasitas untuk ruangannya terlalu sempit jika
dibandingkan dengan banyaknya peralatan serta aktivitas di dalam ruangan, jadi
untuk luas perlu ditambah.
44
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2017. Sigma Aldrich a part of merk. [terhubung berkala].
http://www.sigmaaldrich.com/catalog/product/sigma/03984?lang=en&region
=ID&cm_sp=Insite-_-recent_fixed-_-recent5-5 [1 april 2017].
Aughey, E dan Frye, F.L. 2001. Comporative Veterinary Histology : with Clinical
Correletes. London : Manson Publishing.
Bacha, W.J., dan Bacha, L.M. 1990. Color Atlas of Veterinary histology. 1
Philadephia, London : Lea and Febiger.
Bindhu, P.R., Krishnapillai, R., Thomas, P dan Jayanti, P. 2013. Facts in Artifacts.
Jurnal of Oral and Maxillofacial Pathology. 17(3): 397–401
Buchwalow, I.B., dan Bocker, W. 2010. Immuno-histochemistry. Basic and
Metods. Springer Heidelberg Dorddrecht London New York.
Buzgo, M., Chanderbali AS., Zheng., Oppenheimer, D., Soltis, PS dan Soltis, DS.
2007. Histology Protocol, Suplementary Data. International Journal Of Plant
Sciences.
Clemson, E. 1990. Home Water Treatment Systems. Bulletin of Water Quality, The
Clemson University Cooperative Extension Service.
Clifton, N.J. 2011. Necropsy and Sampling Procedures in Rodent. Article in Metods
in Moleculer Biology. Pp: 39-67.
Eroschenko,V.P. 2008. Difiore’s Atlas Of Histology With Functional Correlation.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hammersen, F dan Sobotta, J. 1985. Histologi, Atlas Berwarna Anatomi
Mikroskopik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hariono, B. 2009. Mikroskopi Elektron Pengenalan dan Teknik Preparasi.
Yogyakarta : Kanisisus.
Hendrich, H. 2004. The laboratory Mouse. Amsterdam, Netherland : Elsevier.
Isbagio, D.W. 1992. Eutanasia Pada Hewan Coba. Media Litbangkes
Vol.11No.01/1992
Junqueira, L.C dan Carneiro, J. 1992. Histologi Dasar (Basic Histology). Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
45
Johnson, K.E dan Gunawijaya, F.A. 1994. Histologi dan Biologi Sel. Jakarta :
Binarva Aksara.
Johnson, K. E. 2011. Quick Review Histologi and Biologi Sel. Tanggerang Selatan
: Binarupa Akasara Publisher.
Jusuf, A.A. 2009 . Histoteknik Dasar. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Kamrin, M., Hayden, N., Christian, B., Bennack, D., dan D’Itri, F. 1999. Reverse
osmosis for Home Drinking Water., Bulletin WQ24, Michigan University.
Khan, S., Tijare, M., Jain, M., dan Desai, A. 2014. Artifats In Histopathology A
Potensial Cause of Misinterpretation. Research and Review Journal of Dental
Sciences. 2(2). p-ISSN:2322-0090
Leeson, C. R. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Medicago. 2011. Product Catalogue 2011/2012 (Smartbuffers Phosphate Buffered
Saline (PBS) ph 7,4 and 7,2) Swedia. Pp: 13
Mescher, A.L. 2012. Histologi Dasar Junqueira Teks and Atlas.12th
. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muntiha, M. 2001. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi dari Jaringan Hewan
dengan Pewarnaan Hematoksilindan eosin ( H&E ). Temu teknis Fungsional
Non Peneliti.
Paulsen, D.F. 2000. Histology and Cell Biology. New York : Medical Pubishing
Division.
Peckam, M. 2014. At a Glance Histologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Pratomo, H., Supriatna, I dan Winarto. 2011. Perubahan Sebaran Sel – sel Asidofil
dan Basofil Hipofisa Pengaruh Pemberian Pasak Bumi (Eurycoma Longifolia
Jack). Jurnal Matematika Sains dan Teknologi. 12(2). Pp: 80-91
Rizgan, Syaifudin dan Yulianto, E. 2016. Autostainer (Blok Kontrol Motor)
.Seminar Tugas Akhir. Jurusan Teknik Elektromedik Politeknik Kemenkes
Surabaya. Juni 2012. Pp: 1-3
Safrida. 2012. Deteksi Senyawa Mukopolisakarida dengan Pewarnaan Acian Blue
pada Ovarium dan Uterus Tikus Putih. Jesbio 1(1). ISSN: 2302-1705
Salim, A. 2010. Analisis Anatomi dan Histologi Ikan. Politeknik Negeri Jember,
Kementrian Pendidikan Nasional.
46
Samuelson, D.A. 2007. Textbook of Veterinary Histology. St. Luis, Missouni :
Saunders Elsevier.
Steven dkk, L., Wendy, U., Raymond, A., Samuel, C., Douglas, C., Temple, G.,
Cheryl, G., Sharon, G., Mary, A,M., Robert, M., David, M., Jan, S dan Roy,
Y. 2013. AVMA Guidelines for the Euthanasia Animals : 2013 Edition .
Schaumburg. American Veterinary Medical Association.
Suntoro, H. 1983. Metode Pewarnaan : Histologi dan Histokimia. Bagian Anatomi
dan Mikroteknik Hewan. Fakultas Biologi UGM. Jakarta: Bhiratara Karya
Aksara.
Waheed, Usman. 2012. Histotechniques Laboratory Techniques in Histopathology
: a Handbook for Medical Technologist. Lap lambert Academic Publishing.
Warsito, R dan Wuryastuti, H. Antibodi dan Imunohistokimia. Yogyakarta: Rapha
publishing.
William, M.E., 2003. A Brief Review of Reverse osmosis Membrane Technology.,
EET Corporation and Williams Engineering Services Company.
Zulham. 2009. Penuntun praktikum histoteknik Biomedik. Departemen Histologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Medan.
47
LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Pass box di NLAC. Pass box dengan suhu ruangan ini digunakan
untuk tempat transport organ dari ruang nekropsi ke ruang trimming
sehingga kontaminasi mikroorganisme dapat dihindari.
Lampiran 1.2 Eosin Y 1% dan Phloxine B 1%. Masing – masing serbuk formula
akan diarutkan dalam 100 ml RO water untuk pembuatan eosin
working (A), dan Entelan DPX. Lem untu merekatkan object glass
dengan cover glass pada proses mounting (B).
48
Lampiran 1.3 Formulasi bahan untuk pembuatan larutan pewarna Harris’s
hematoxylin. aluminium aminium sulfate (A), dan Mercury oxide
(B).

More Related Content

What's hot

Plebotomi - teknik pengambilan darah vena
Plebotomi - teknik pengambilan darah venaPlebotomi - teknik pengambilan darah vena
Plebotomi - teknik pengambilan darah venaRiskymessyana99
 
perbedaan gram positif dan gram negatif
perbedaan gram positif dan gram negatifperbedaan gram positif dan gram negatif
perbedaan gram positif dan gram negatifTitis Sari
 
Bahan Ajar Sitohistoteknologi
Bahan Ajar SitohistoteknologiBahan Ajar Sitohistoteknologi
Bahan Ajar SitohistoteknologiRisa Wahyuningsih
 
Buku pedoman teknis pemeriksaan parasit malaria
Buku pedoman teknis pemeriksaan parasit malariaBuku pedoman teknis pemeriksaan parasit malaria
Buku pedoman teknis pemeriksaan parasit malariahersu12345
 
Pelatihan Quality Control
Pelatihan Quality Control Pelatihan Quality Control
Pelatihan Quality Control ferinurgianto
 
Morfologi bakteri, kapang dan khamir
Morfologi bakteri, kapang dan khamirMorfologi bakteri, kapang dan khamir
Morfologi bakteri, kapang dan khamirAgnescia Sera
 
Cimex lectularius
Cimex lectulariusCimex lectularius
Cimex lectulariusIshaqHaris
 
IDENTIFIKASI NYAMUK
IDENTIFIKASI NYAMUKIDENTIFIKASI NYAMUK
IDENTIFIKASI NYAMUKArini Utami
 
Sitologi, Kuliah Stikes 29 April 2009
Sitologi, Kuliah Stikes 29 April 2009Sitologi, Kuliah Stikes 29 April 2009
Sitologi, Kuliah Stikes 29 April 2009hadi irawiraman
 
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGILAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGIEDIS BLOG
 
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI I PEWARNAAN SPORA DAN KAPSUL PADA BAKTERI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI I  PEWARNAAN SPORA DAN KAPSUL PADA BAKTERILAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI I  PEWARNAAN SPORA DAN KAPSUL PADA BAKTERI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI I PEWARNAAN SPORA DAN KAPSUL PADA BAKTERIAmphie Yuurisman
 
3. laporan praktikum biologi perhitungan jumlah eritrosit darah
3. laporan praktikum biologi perhitungan jumlah eritrosit darah3. laporan praktikum biologi perhitungan jumlah eritrosit darah
3. laporan praktikum biologi perhitungan jumlah eritrosit darahSofyan Dwi Nugroho
 
Pengecatan bakteri secara sederhana
Pengecatan bakteri secara sederhanaPengecatan bakteri secara sederhana
Pengecatan bakteri secara sederhanaTidar University
 
1. sitohistoteknologi (rpl)
1. sitohistoteknologi (rpl)1. sitohistoteknologi (rpl)
1. sitohistoteknologi (rpl)khusumaari
 
Kelompok 6
Kelompok 6Kelompok 6
Kelompok 6progsus6
 

What's hot (20)

Plebotomi - teknik pengambilan darah vena
Plebotomi - teknik pengambilan darah venaPlebotomi - teknik pengambilan darah vena
Plebotomi - teknik pengambilan darah vena
 
perbedaan gram positif dan gram negatif
perbedaan gram positif dan gram negatifperbedaan gram positif dan gram negatif
perbedaan gram positif dan gram negatif
 
Bahan Ajar Sitohistoteknologi
Bahan Ajar SitohistoteknologiBahan Ajar Sitohistoteknologi
Bahan Ajar Sitohistoteknologi
 
LED (Laju Endap Darah)
LED (Laju Endap Darah)LED (Laju Endap Darah)
LED (Laju Endap Darah)
 
Buku pedoman teknis pemeriksaan parasit malaria
Buku pedoman teknis pemeriksaan parasit malariaBuku pedoman teknis pemeriksaan parasit malaria
Buku pedoman teknis pemeriksaan parasit malaria
 
Histoteknologi Dasar
Histoteknologi DasarHistoteknologi Dasar
Histoteknologi Dasar
 
Pelatihan Quality Control
Pelatihan Quality Control Pelatihan Quality Control
Pelatihan Quality Control
 
Morfologi bakteri, kapang dan khamir
Morfologi bakteri, kapang dan khamirMorfologi bakteri, kapang dan khamir
Morfologi bakteri, kapang dan khamir
 
Soal dan Jawaban Bakteriologi
Soal dan Jawaban BakteriologiSoal dan Jawaban Bakteriologi
Soal dan Jawaban Bakteriologi
 
Cimex lectularius
Cimex lectulariusCimex lectularius
Cimex lectularius
 
Pewarnaan gram
Pewarnaan gramPewarnaan gram
Pewarnaan gram
 
Sitohistoteknologi
SitohistoteknologiSitohistoteknologi
Sitohistoteknologi
 
IDENTIFIKASI NYAMUK
IDENTIFIKASI NYAMUKIDENTIFIKASI NYAMUK
IDENTIFIKASI NYAMUK
 
Sitologi, Kuliah Stikes 29 April 2009
Sitologi, Kuliah Stikes 29 April 2009Sitologi, Kuliah Stikes 29 April 2009
Sitologi, Kuliah Stikes 29 April 2009
 
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGILAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN ALAT-ALAT MIKROBIOLOGI
 
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI I PEWARNAAN SPORA DAN KAPSUL PADA BAKTERI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI I  PEWARNAAN SPORA DAN KAPSUL PADA BAKTERILAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI I  PEWARNAAN SPORA DAN KAPSUL PADA BAKTERI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI I PEWARNAAN SPORA DAN KAPSUL PADA BAKTERI
 
3. laporan praktikum biologi perhitungan jumlah eritrosit darah
3. laporan praktikum biologi perhitungan jumlah eritrosit darah3. laporan praktikum biologi perhitungan jumlah eritrosit darah
3. laporan praktikum biologi perhitungan jumlah eritrosit darah
 
Pengecatan bakteri secara sederhana
Pengecatan bakteri secara sederhanaPengecatan bakteri secara sederhana
Pengecatan bakteri secara sederhana
 
1. sitohistoteknologi (rpl)
1. sitohistoteknologi (rpl)1. sitohistoteknologi (rpl)
1. sitohistoteknologi (rpl)
 
Kelompok 6
Kelompok 6Kelompok 6
Kelompok 6
 

Similar to Pembuatan Preparat Histologi

Analisa mikrobiologi pada makanan
Analisa mikrobiologi pada makananAnalisa mikrobiologi pada makanan
Analisa mikrobiologi pada makananNuzul Dianperdana
 
Pedoman penulisan skripsi pgmi STKIP Nurul Huda
Pedoman penulisan skripsi pgmi STKIP Nurul HudaPedoman penulisan skripsi pgmi STKIP Nurul Huda
Pedoman penulisan skripsi pgmi STKIP Nurul HudaNesi Anti Andini
 
Tesis yani penentuan parameter model ja
Tesis yani penentuan parameter model jaTesis yani penentuan parameter model ja
Tesis yani penentuan parameter model jaYani Ahmad
 
Cover. compressed
Cover. compressedCover. compressed
Cover. compressedWirna YW
 
2010 1-00485-mtif cover
2010 1-00485-mtif cover2010 1-00485-mtif cover
2010 1-00485-mtif coverVa Kim Hyun
 
003 full book ipa vii smp, asep suryatna
003 full book ipa vii smp, asep suryatna003 full book ipa vii smp, asep suryatna
003 full book ipa vii smp, asep suryatnaCut Nta
 
Pembuatan biodiesel dari limbah minyak tepung ikan sardin dengan katalis abu ...
Pembuatan biodiesel dari limbah minyak tepung ikan sardin dengan katalis abu ...Pembuatan biodiesel dari limbah minyak tepung ikan sardin dengan katalis abu ...
Pembuatan biodiesel dari limbah minyak tepung ikan sardin dengan katalis abu ...Mastori Rodin
 
Bab i, v, daftar pustaka
Bab i, v, daftar pustakaBab i, v, daftar pustaka
Bab i, v, daftar pustakaAnanda Fadhil
 
Arika revisi hy paska sempro-1
Arika  revisi hy paska sempro-1Arika  revisi hy paska sempro-1
Arika revisi hy paska sempro-1NasrunGayo2
 
Optimalisasi Penelitian Biologi dan Kependidikan dalam Konservasi Sumber , Da...
Optimalisasi Penelitian Biologi dan Kependidikan dalam Konservasi Sumber , Da...Optimalisasi Penelitian Biologi dan Kependidikan dalam Konservasi Sumber , Da...
Optimalisasi Penelitian Biologi dan Kependidikan dalam Konservasi Sumber , Da...Konsultan Pendidikan
 
Skripsi MPG, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis
Skripsi MPG, Pemecahan Masalah, dan Disposisi MatematisSkripsi MPG, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis
Skripsi MPG, Pemecahan Masalah, dan Disposisi MatematisNyayu Husnul Chotimah
 
LAPORAN_PKPA_DI_PT_SOHO_INDUSTRI_PHARMAS.pdf
LAPORAN_PKPA_DI_PT_SOHO_INDUSTRI_PHARMAS.pdfLAPORAN_PKPA_DI_PT_SOHO_INDUSTRI_PHARMAS.pdf
LAPORAN_PKPA_DI_PT_SOHO_INDUSTRI_PHARMAS.pdfUsiHikmahUtami
 
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul Basith
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul BasithRingkasan disertasi biologi a.n. Abdul Basith
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul BasithAbdulBasith222525
 
Laporan magang Ustj
Laporan magang Ustj Laporan magang Ustj
Laporan magang Ustj Abdon sambom
 

Similar to Pembuatan Preparat Histologi (20)

KTI REZKI (FIX).pdf
KTI REZKI (FIX).pdfKTI REZKI (FIX).pdf
KTI REZKI (FIX).pdf
 
Analisa mikrobiologi pada makanan
Analisa mikrobiologi pada makananAnalisa mikrobiologi pada makanan
Analisa mikrobiologi pada makanan
 
Skripsi 334
Skripsi 334Skripsi 334
Skripsi 334
 
Pedoman penulisan skripsi pgmi STKIP Nurul Huda
Pedoman penulisan skripsi pgmi STKIP Nurul HudaPedoman penulisan skripsi pgmi STKIP Nurul Huda
Pedoman penulisan skripsi pgmi STKIP Nurul Huda
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Tesis yani penentuan parameter model ja
Tesis yani penentuan parameter model jaTesis yani penentuan parameter model ja
Tesis yani penentuan parameter model ja
 
ERNAWATI.pdf
ERNAWATI.pdfERNAWATI.pdf
ERNAWATI.pdf
 
Cover. compressed
Cover. compressedCover. compressed
Cover. compressed
 
2010 1-00485-mtif cover
2010 1-00485-mtif cover2010 1-00485-mtif cover
2010 1-00485-mtif cover
 
003 full book ipa vii smp, asep suryatna
003 full book ipa vii smp, asep suryatna003 full book ipa vii smp, asep suryatna
003 full book ipa vii smp, asep suryatna
 
Pembuatan biodiesel dari limbah minyak tepung ikan sardin dengan katalis abu ...
Pembuatan biodiesel dari limbah minyak tepung ikan sardin dengan katalis abu ...Pembuatan biodiesel dari limbah minyak tepung ikan sardin dengan katalis abu ...
Pembuatan biodiesel dari limbah minyak tepung ikan sardin dengan katalis abu ...
 
Bab i, v, daftar pustaka
Bab i, v, daftar pustakaBab i, v, daftar pustaka
Bab i, v, daftar pustaka
 
Arika revisi hy paska sempro-1
Arika  revisi hy paska sempro-1Arika  revisi hy paska sempro-1
Arika revisi hy paska sempro-1
 
Optimalisasi Penelitian Biologi dan Kependidikan dalam Konservasi Sumber , Da...
Optimalisasi Penelitian Biologi dan Kependidikan dalam Konservasi Sumber , Da...Optimalisasi Penelitian Biologi dan Kependidikan dalam Konservasi Sumber , Da...
Optimalisasi Penelitian Biologi dan Kependidikan dalam Konservasi Sumber , Da...
 
Skripsi MPG, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis
Skripsi MPG, Pemecahan Masalah, dan Disposisi MatematisSkripsi MPG, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis
Skripsi MPG, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis
 
Fisika XI SMA/MAN
Fisika XI SMA/MANFisika XI SMA/MAN
Fisika XI SMA/MAN
 
61511306200908101
6151130620090810161511306200908101
61511306200908101
 
LAPORAN_PKPA_DI_PT_SOHO_INDUSTRI_PHARMAS.pdf
LAPORAN_PKPA_DI_PT_SOHO_INDUSTRI_PHARMAS.pdfLAPORAN_PKPA_DI_PT_SOHO_INDUSTRI_PHARMAS.pdf
LAPORAN_PKPA_DI_PT_SOHO_INDUSTRI_PHARMAS.pdf
 
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul Basith
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul BasithRingkasan disertasi biologi a.n. Abdul Basith
Ringkasan disertasi biologi a.n. Abdul Basith
 
Laporan magang Ustj
Laporan magang Ustj Laporan magang Ustj
Laporan magang Ustj
 

Recently uploaded

Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaKelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaErvina Puspita
 
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIAPPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIACochipsPJW
 
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxKelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxWitaadw
 
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfMembaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfindigobig
 
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdfMutiaraArafah2
 
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIPresentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIariwidiyani3
 

Recently uploaded (6)

Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaKelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
 
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIAPPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
PPT Metabolisme Karbohidrat II BIOLOGI KIMIA
 
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptxKelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
Kelompok 3_Materi Hormon Fisiologi Hewan.pptx
 
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdfMembaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
Membaca-Pikiran-Orang-dengan-Trik-Psikologi.pdf
 
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
2 Laporan Praktikum Serum dan Plasma.pdf
 
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIPresentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
 

Pembuatan Preparat Histologi

  • 1. i TEKNIK PEMBUATAN DAN EVALUASI PREPARAT HISTOLOGI DENGAN PEWARNAAN HEMATOKSILIN EOSIN DI LABORATORIUM HISTOLOGI DAN BIOLOGI SEL FAKULTAS KEDOKTERAN UGM DAN NATIONAL LABORATORY ANIMAL CENTER (NLAC) MAHIDOL UNIVERSITY TUGAS AKHIR Oleh Ari Indrawati 14/367938/SV/6595 PROGRAM STUDI DIPLOMA KESEHATAN HEWAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2017
  • 2. ii HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR TEKNIK PEMBUATAN DAN EVALUASI PREPARAT HISTOLOGI DENGAN PEWARNAAN HEMATOKSILIN EOSIN DI LABORATORIUM HISTOLOGI DAN BIOLOGI SEL FAKULTAS KEDOKTERAN UGM DAN NATIONAL LABORATORY ANIMAL CENTER (NLAC) MAHIDOL UNIVERSITY Diajukan untuk melengkapi persyaratan kelulusan memperoleh gelar AHLI MADYA KESEHATAN HEWAN PROGRAM STUDI KESEHATAN HEWAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2017 Oleh : Ari Indrawati 14/367938/SV/6595 Telah dipertahankan di hadapan Dosen Penguji pada tanggal 17 Mei 2017 Pembimbing dan Penguji I Penguji II Drh. Clara Ajeng Artdita, M.Sc Drh. Dela Ria Nesti,M.Sc. NIP: 1120120142/690 NIU:1120120140/688 Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner, Sekolah Vokasi UGM Prof. Dr. drh. Ida Tjahajati, MP. NIP: 19750317200212002
  • 3. iii PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Ari Indrawati Nim : 14/367938/SV/6595 Judul Tugas Akhir : Teknik Pembuatan dan Evaluasi Preparat Histologi dengan Pewarnaan Hematoksilin Eosin di Laboratorium Histologi dan Biologi Sel Fakultas Kedokteran UGM dan National Laboratorium Animal Center (NLAC) Mahidol University. Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam daftar pustaka. Yogyakarta, 17 Mei 2017 Penulis, Ari Indawati NIM. 14/367938/SV/6595
  • 4. iv HALAMAN PERSEMBAHAN Dengan segala puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan atas dukungan dan do’a dari orang-orang tercinta, akhirnya Tugas Akhir ini dapat dirampungkan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya ucapkan rasa syukur dan terimakasih saya kepada : Bapak dan Ibu tercinta serta keluarga besar yang selalu memberikan dorongan moral dan materil, pengorbanan, nasihat dan cinta kasih yang tiada henti. Adek dan sahabat yang selalu setia menemani dan menyemangati “ Avita, Oriza, Kiki, Mila dan Destya ”. Teman - teman program Student Exchange, sejawat teman PKL Kelompok 3 dan 12 kalian luar biasa. Sahabat karib dari SD hingga sekarang yang selalu memberi dukungan penuh “Aini, Ela, Kiki dan Hendra ”. Teman - teman PARAVET 2014 semua pihak yang telah berpartisipasi dan banyak membantu dalam penyusunan tugas akhir ini. “Hidupku terlalu berat untuk mengandalkan diri sendiri tanpa melibatkan bantuan Tuhan dan orang lain. Tak ada tempat terbaik untuk berkeluh kesah selain bersama keluarga, sahabat dan teman terbaikku”
  • 5. v KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia- Nya sehingga tugas akhir yang berjudul “Teknik Pembuatan dan Evaluasi Preparat Histologi dengan Pewarnaan Hematoksilin Eosin di Laboratorium Histologi dan Biologi Sel Fakultas Kedokteran UGM dan National Laboratorium Animal Center (NLAC) Mahidol University” dapat selesai dengan baik dan tepat waktu. Tugas akhir ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Kesehatan Hewan pada Program Diploma III Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tugas akhir ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Drh. Clara Ajeng Artdita, M.Sc., selaku dosen pembimbing 2. Drh. Dela Ria Nesti,M.Sc., selaku dosen penguji 3. Wikan Sakarinto, ST., M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada 4. Prof. Dr. drh. Ida Tjahajati M.P., selaku ketua program studi Diploma Kesehatan Hewan beserta staf pengajar, perpustakaan, tata usaha dan akademik yang sangat berperan dalam kelancaran penyusunan tugas akhir dan membantu penulis selama perkuliahan di Diploma Kesehatan Hewan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada. 5. Seluruh staff dan karyawan di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM dan National Laboratory Animal Center (NLAC) Mahidol University Thailand yang banyak memberikan ilmu dan pelatihan skill laboratory.
  • 6. vi Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari pembaca demi sempurnanya Tugas Akhir ini. Semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak dan medukung perkembangan ilmu pengetahuan. Yogyakarta, 17 Mei 2017 Penulis, Ari Indrawati NIM. 14/367938/SV/6595
  • 7. vii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL …………………………......................................... i HALAMAN PENGESAHAN …………………………………...…........ ii HALAMAN PERNYATAAN ………………………….….......…........... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………...……......... iv KATA PENGANTAR ..…………………………………………………. v DAFTAR ISI ……………………………………………………………. vii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. ix INTISARI ……………………………………………………………….. x ABSTRACT …………………………………………………………….. xii BAB 1 PENDAHULUAN …………..…………………………………... 1 Latar Belakang ………………………………………………….. 1 Tujuan …………………………………………………………… 2 Manfaat ………………………………………………………….. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………... 3 Eutanasia ...…………………………………………………….... 4 Nekropsi ...………………………………………………………. 5 Fiksasi .…….…………………………………………………...... 5 Larutan formalin 10% ……………………………………… 5 Larutan Posphat Buffer Saline - formalin (PBS-formalin) … 6 Larutan bouin ………………………………………………. 7 Pemotongan (Trimming) ...…………… ………………………… 7 Dehidrasi ………………………………………………………... 7 Penjernihan ……………………………………………………… 8 Infiltrasi Parafin …………………………………………………. 9 Pengeblokan …………………………………………………….. 10 Pemotongan ……………………………………………………... 11 Mikrotom geser (sliding microtome) ...……………………... 11 Mikrotom putar (rotary microtome) ...….…………………... 11 Mikrotom beku (freezing microtome) ...……………………. 12 Pengamatan dan evaluasi hasil preparat ………………………… 12 Pewarnaan ……………………………………………………..... 13 Alcian blue (AB) …………………………………………………. 13 Van gieson ………………………………………………………… 13 ‘Azan’ azocarmine-anilin blue …………………………....... 14
  • 8. viii Hematoksilin ……………………………………………….. 14 Eosin ……………………………………………………....... 14 Hematoksilin dan eosin …………………………………….. 15 Perekatan ………………………………………………………... 15 Pelarut .…………………………………………………………... 16 Reverse osmosis (RO) water ………………………………... 16 Akuades …………………………………………………….. 17 Pengamatan hasil preparat sebelum pewarnaan………….……… 17 Jaringan sobek (Separation) ……………………………....... 18 Jaringan pecah (Crackling) …………………………………. 18 Lipatan jaringan (Folding) ………………………………….. 18 Pewarnaan kurang (Stain precipitate) …………………......... 19 Potongan tidak teratur (Knife marks) ……………………….. 19 Jaringan berlubang ………………………………………….. 19 BAB III PELAKSANAAN ………………...………………………......... 20 Materi .…………………………………………………………. 20 Alat dan Bahan ……………………………………………... 20 Metode ………………………………………………………… 21 Metode pembuatan preparat jaringan di Laboratorium Histologi dan Sel Fakultas Kedokteran UGM……………. 21 Metode pembuatan preparat jaringan di Laboratorium Histologi NLAC …………………………………………. 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………... 27 Pengamatan dan evaluasi hasil preparat ………………………. 37 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………............ 43 Kesimpulan ……......…………………………………………... 43 Saran …………………………………………………………… 43 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 44 LAMPIRAN …………………………………………………………….. 47
  • 9. ix DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram alur pembuatan preparat histologi hewan ayam di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM.................................. 23 Gambar 2. Diagram alur pembuatan preparat histologi hewan tikus di Laboratorium Histologi NLAC ................................................... 26 Gambar 3. Proses pengambilan sampel organ untuk pembuatan preparat histologi di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM .............. 27 Gambar 4. Trimming organ ayam setelah tahap fiksasi yang dilakukan di Laboratorium Diploma III Kesehatan Hewan SV UGM ............. 28 Gambar 5. Tahap persiapan pembuatan preparat jarIngan pada hewan tikus di Laboratorium Nekropsi NLAC ............................................... 29 Gambar 6. Tahap persiapan pembuatan preparat jaringan pada hewan tikus di ruang Trimming NLAC .................................................. 30 Gambar 7. Tahap pemrosesan jaringan di Laboratorium Histologi FK UGM ........................................................................................... 31 Gambar 8. Mesin otomatis untuk pemrosesan jaringan di Laboratorium Histologi NLAC .......................................................................... 32 Gambar 9. Mikrotom geser (sliding microtome) di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM......................................................................... 33 Gambar 10. Mikrotom putar (rotary microtome) di Laboratorium Histologi NLAC.......................................................................................... 34 Gambar 11. Mesin autostainer di Laboratorium Histologi NLAC................ 35 Gambar 12. Hasil preparat jaringan yang baik dengan pewarnaan HE Pembesaran 10X10...................................................................... 37 Gambar 13. Hasil preparat jaringan sobek dan tergores pembesaran 10X10 di Laboratorium Histologi NLAC ............................................... 38 Gambar 14. Hasil preparat jaringan pecah dan berlubang pembesaran 10X10 di Laboratorium Histologi NLAC ................................... 39
  • 10. x Gambar 15. Hasil preparat jaringan terlipat pembesaran 10X10 di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM.................................. 40 Gambar 16. Hasil preparat jaringan organ limpha yang mengalami endapan warna pembesaran 10X10 di Laboratorium Histologi NLAC .... 41 Gambar 17. Hasil preparat jaringan terlihat kotor dan terlihat spot hitam menjendal serta mengumpul pembesaran 10X10 ....................... 41
  • 11. xi TEKNIK PEMBUATAN DAN EVALUASI PREPARAT HISTOLOGI DENGAN PEWARNAAN HEMATOKSILIN EOSIN DI LABORATORIUM HISTOLOGI DAN BIOLOGI SEL FAKULTAS KEDOKTERAN UGM DAN NATIONAL LABORATORY ANIMAL CENTER (NLAC) MAHIDOL UNIVERSITY Oleh: ARI INDRAWATI 14/367938/SV/6595 INTISARI Pembuatan preparat jaringan harus dipahami secara benar oleh seorang laboran agar tidak terjadi kesalahan teknis yang dapat menganggu pengamatan preparat dan diagnosa. Tujuan penyusunan tugas akhir ini adalah mengetahui dan memahami langkah-langkah pembuatan sediaan preparat histologi dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin serta mengevaluasi hasil pembuatan dan pewarnaan preparat. Pembuatan preparat dilaksanakan di Laboratorium Histologi dan Sel Fakultas Kedokteran UGM dan National Laboratory Animal Center (NLAC) Mahidol University. Bahan yang digunakan di Laboratorium Histologi yaitu air, akuades / RO water, formalin 10% / PBS Formalin, alkohol, etanol, xilol / alkohol toluene dan toluen murni, parafin, gelatin, entelan DPX, larutan hematoksilin dan eosin, acid alkohol, bluing solution. Tahapan pembuatan preparat dimulai dari eutanasi, nekropsi, fiksasi, trimming, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi parafin, pengeblokan, pemotongan dan pewarnaan. Pembuatan preparat jaringan yang dikerjakan secara manual atau dengan alat otomatis hasil preparat jaringannya hampir sama, pengerjaan dengan alat otomatis hasilnya lebih cepat dan tenaga yang dibutuhkan tidak banyak. Hasil pewarnaan hematoksilin eosin adalah inti sel terwarnai biru keunguan dan sitoplasma terwarnai merah muda atau merah. Hasil dari pengamatan preparat jaringan kerusakan yang terjadi diantaranya adalah jaringan mengalami sobek, tergores, pecah, lipatan, pewarnaan yang kurang, atau sebagian jaringan ada yang hilang, dan terdapat spot hitam pada preparat jaringan. Beberapa penyebab kerusakan diantaranya akibat dari tekanan berlebih pada preparat, pisau mikrotom yang tumpul, suhu waterbath yang terlalu rendah atau tinggi, pemrosesan jaringan yang salah seperti fiksasi, infiltrasi parafin serta embedding, reagen dan larutan warna yang kadaluarsa serta tidak disaring terlebih dahulu serta kesalahan teknis karena kurang teliti yang dilakukan oleh laboran. Kata kunci: Histoteknik, Hematoksilin eosin, preparat histologi, evaluasi preparat
  • 12. xii PREPARATE HISTOLOGY PREPARATION AND EVALUATION TECHNIQUE USING HAEMATOXYLIN-EOSIN STAINING IN LABORATORY OF HISTOLOGY AND BIOLOGY-CELL, FACULTY OF MEDICINE UGM AND NATIONAL LABORATORY ANIMAL CENTER (NLAC) MAHIDOL UNIVERSITY ARI INDRAWATI 14/367938/SV/6595 ABSTRACT Tissue preparations technique should be understood correctly by a laboratory technician in order to avoid technical mistakes and disruption in preparate observation and diagnoses. The purpose of drafting of this final paper is to know and to understand the steps of making preparate histology using hæmatoxylin eosin staining. Tissue preparation technique has been done in the Laboratory Histology and Cell Biology FK UGM and National Laboratory Animal Center (NLAC) Mahidol University. The material that used in the the Laboratory Histology of them water, aquades / ro water, formalin 10 % / formalin PBS 10%, alcohol, ethanol, xylol, alcohol toluene and toluen (pure), paraffin, gelatin, entelan DPX, and hæmatoxylin eosin solution, acid alcohol, and bluing solution. The stage of tissue preparations started from euthanasi, necropsy, fixation, trimming, dehydration, clearing, embedding, blocking, sectioning and staining. The result of preparation preparate tissue manually or using an automatic instrument showed same results of preparat tissue. Besides, using an automatic instrument is faster and not required too much energy so the laboratory technician can do another tasks in the making of preparat tissue. The result from the haematoxylin eosin staining showed that cell nucleus turned into purplish blue color and cytoplasm to pink or red. The observed damaged during tissue preparations including : tissue separation, crackling, folding, stain precipitate, knife marks, perforated / some body tissues missing. Some damage caused by remaining pressure, knife microtome bluntness, waterbath temperature was too high or too low, processing tissue wrongly during fixation, paraffin infiltration and embedding, expiread reagen and color solution and not filtered first and technical error because they are not thoroughly done by laboratory technician. Keyword : Histotechnique, hæmatoxylin eosin, preparate histology, evaluation preparate
  • 13. 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Histologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan dengan irisan tipis. Irisan tersebut nantinya akan memperlihatkan bentuk, ukuran dan lapisan yang beragam yang terdiri dari struktur seluler, fibrosa dan tubuler (Eroschenko, 2008; Jusuf, 2009; Zulham, 2009). Histologi diperlukan dalam mempelajari struktur jaringan normal suatu organ atau alat tubuh lain baik struktur anatomi maupun fisiologi. Hal yang sangat penting dalam mengenali suatu kondisi patologi sebagai akibat suatu penyakit dan perubahan-perubahan seluler juga membantu mendiagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan dalam penegakan diagnosis melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang diduga terganggu dengan diambil sampel organ (Suntoro, 1983; Jhonson, 1994 ) Struktur jaringan normal atau abnormal dapat dipelajari dengan mikroskop dalam bentuk preparat jaringan. Preparat ini dibuat melalui proses pengolahan jaringan sampai didapatkan preparat yang telah diwarnai. Struktur histologi dapat terlihat dengan jelas sehingga memudahkan pembacaan jaringan. Pembuatan preparat sediaan histologi dilakukan melalui beberapa tahap yaitu persiapan, pemrosesan, pengirisan dan pewarnaan jaringan (Suntoro, 1983; Leeson, 1996).
  • 14. 2 Seorang paramedik veteriner di laboratorium mempunyai tugas untuk membuat sajian yang baik, agar hasil preparat dapat memberikan hasil akurat dan permasalahan yang diteliti dapat terjawab. Pemahaman mulai dari persiapan sebelum pembuatan preparat seperti anastesi, eutanasia, nekropsi, fiksasi sampai pemotongan ukuran kecil atau trimming. Pemrosesan jaringan yang dimulai dari dehidrasi, penjernihan, infiltrasi parafin, pengeblokan, pemotongan slide preparat, pewarnaan hingga perekatan. Tahap pembuatan preparat jaringan harus diperhatikan agar tidak terjadi kerusakan akibat kesalahan pemrosesan seperti sobekan, goresan, lipatan, penumpukan warna dan penyaringan larutan yang kurang bersih sehingga akan dapat menyebabkan kesalahan dalam penafsiran diagnosis. Tujuan Tujuan penyusunan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui dan memahami langkah-langkah pembuatan sediaan preparat histologi dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin serta mengevaluasi hasil pembuatan dan pewarnaan preparat. Manfaat Manfaat dari penulisan tugas akhir ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pengetahuan pada umumnya dan Ahli Madya pada khususnya dalam prosedur pembuatan sediaan preparat histologi.
  • 15. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Histoteknik merupakan proses membuat sajian histologi dari spesimen tertentu melalui suatu rangkaian proses hingga menjadi sajian yang siap untuk diamati atau dianalisa. Sediaan histologi dapat berupa irisan datar yang tipis dari jaringan atau organ yang telah difiksasi dan diwarnai di atas object glass. Tujuan dari pembuatan sajian adalah untuk membuat preparat permanen sehingga dapat dipelajari struktur serta fungsi dari sel dan organisasinya dalam jaringan. Sajian histologi yang baik dapat digunakan untuk riset, guna mempelajari perubahan jaringan dan organ tubuh hewan coba yang mendapat perlakuan tertentu atau mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jaringan atau organ tubuh tertentu (Hammersen, 1990; Leeson dkk., 1996; Jusuf, 2009; Peckham, 2014). Irisan datar tersebut nantinya akan memperlihatkan bentuk, ukuran dan lapisan yang beragam yang terdiri dari struktur seluler, fibrosa dan tubuler (Eroschenko, 2008). Rangkaian proses pembuatan sajian histologi dimulai dari pengambilan organ setelah hewan dilakukan eutanasi kemudian organ dimasukan dalam larutan garam fisiologis dan selanjutnya organ dimasukan dalam larutan fiksatif (Suntoro, 1983). Rangkaian proses pembuatan preparat histologi melalui beberapa tahapan diantaranya persiapan seperti euthanasia, nekropsi, fiksasi, trimming dilanjutkan tahap pemrosesan jaringan seperti dehidrasi, penjernihan, infiltrasi parafin, pengeblokan, pemotongan, pewarnaan, perekatan dan pelabelan (Jusuf, 2009).
  • 16. 4 Eutanasia Eutanasia adalah tindakan membunuh hewan dengan meminimalkan rasa sakit serta mempermudah kematian hewan yang menderita penyakit berat. Prosedur eutanasi yaitu hewan kehilangan kesadaran dalam waktu cepat, efek fisiologis rendah dan sesuai syarat dan tujuan penelitian. Eutanasia bisa dilakukan dengan cara fisik dan zat anastesi dengan inhalasi serta gas – gas bersifat non anastetik (Isbagio, 1992). Eutanasi yang dilakukan dengan metode fisik misalnya stunning dan cervical dislocation. Stunning dilakukan dengan memberikan sengatan listrik pada tulang tengkorak pusat dengan tenaga yang cukup besar. Cervical dislocation dilakukan dengan cara memberikan tekanan ke bagian posterior dasar tulang tengkorak dan sumsum tulang belakang sehingga bagian posterior dasar tulang tengkorak dan sum – sum tulang belakang terpisah (Isbagio, 1992). Pemakaian zat anastesi dengan gas – gas bersifat non anastetik misalnya menggunakan karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2) dan nitrogen. Pemberian karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan perubahan irreversible pada hemoglobin sel darah merah sehingga terjadi paralisa pada jantung dan pusat respirasi, akibatnya hewan mati antara 3 – 5 menit. Penggunaan karbon dioksida (CO2) mengakibatkan dilatasi pembuluh otak sehingga kolaps akan terjadi pada waktu 3 – 10 detik pada hewan anjing. Pemberian nitrogen akan menyebabkan paralisa pada pusat pernafasan yang diikuti kolaps hingga akhirnya mati (Isbagio, 1992).
  • 17. 5 Nekropsi Nekropsi adalah teknik untuk mengetahui penyebab kematian, mengetahui pengaruh suatu penelitian yang dilakukan terhadap organ coba. Nekropsi dilakukan segera setelah kematian hewan untuk mencegah degenerasi jaringan setelah kematian (Hedrich, 2004). Menurut Clifton (2011), prosedur nekropsi terdiri dari observasi perubahan mikroskopik jaringan dan organ secara in situ yaitu dengan melihat keadaan utuh organ dan melakukan koleksi organ serta jaringan untuk diteliti lebih lanjut. Fiksasi (Fixation) Fiksasi merupakan proses pengawetan protoplasma sehingga struktur jaringan tetap stabil dan tidak mengalami perubahan paska mati seperti autolisis yang disebakan enzim proteolitik dan pembusukan yang disebabkan oleh kuman pembusuk dari luar tubuh. Fiksasi juga berfungsi memberikan konsistensi keras sehingga jaringan dapat diiris tipis serta pengaruh terhadap pewarnaan dan diferensiasi optik. Jaringan yang telah difiksasi selama 24 jam akan tahan dengan perlakuan berikutnya. Larutan fiksasi yang disebut fiksatif memiliki kemampuan mengubah indeks bias bagian – bagian sel sehingga dapat dilihat di mikroskop (Suntoro, 1983; Paulsen, 2000; Jusuf, 2009; Peckham, 2014). Larutan Formalin 10% Larutan fiksatif yang lazim digunakan adalah formalin 4% - 10% dari pengenceran formaldehida 37% atau 40%. Formaldehida akan berikatan dengan beberapa protein membentuk ikatan silang serta mendenaturasi protein lain tetapi
  • 18. 6 tidak pada lipid sehingga jaringan akan mengalami pengerasan dan menginaktivasi enzim untuk mencegah jaringan terdegradasi. Formaldehida memiliki sifat asam sehingga dapat dinetralkan dengan basic magnesium carbonate. Formaldehida akan lebih baik jika dicampurkan calcium chloride untuk mempertahankan bentuk mitokondria dan apparatus golgi. Formaldehida sangat bagus untuk fiksatif inti sel, tapi tidak untuk kromosom. Formaldehida menyebabkan iritasi mata dan hidung karena gas yang sangat keras. Formulasi untuk membuat formalin 10% adalah dengan mencampurkan 10 cc Formaldehida 40% dengan 90 cc Akuades (Suntoro, 1983; Peckham, 2014). Larutan Posphat Buffer Saline - formalin (PBS-formalin) Larutan fiksatif yang biasa digunakan adalah Posphat Buffer Saline - formalin (PBS-formalin) yang merupakan larutan fisiologis yang bisa digunakan dalam prosedur immunohistokimia. Formalin dikombinasikan dengan PBS yang direkomendasi sebagai pilihan agen fiksatif terbaik (Buchwalow, 2010). Kelebihan yang dimiliki larutan PBS Formalin ini adalah jaringan dapat disimpan lebih lama dan meminimalkan proses autolysis. Larutan bersifat isotonik dan tidak beracun terhadap sel serta bertujuan untuk menjaga kadar pH dan mempertahankan osmolalitas sel. Jaringan direndam di larutan fiksatif selama 24 jam. Jika suatu sel difiksasi menggunakan larutan fiksatif dengan sifat hipertonik maka sel akan mudah menyusut, sedangkan jika difiksasi dengan larutan fiksatif dengan sifat hipotonik maka sel akan mudah mengembang, sehingga dianjurkan menggunakan PBS Formalin sebagai larutan fiksatif yang baik dan fleksibel (Medicago, 2011).
  • 19. 7 Karakteristik yang dimiliki formalin adalah mampu menembus dan memfiksasi jaringan dengan cepat, menyimpan dan mempertahankan lemak, mielin, serabut-serabut saraf, amiloid, homosiderin dan komponen alat tubuh lainnya (Salim 2010). Larutan Bouin Larutan bouin adalah larutan yang dapat menembus sediaan jaringan dengan cepat dan fiksatif yang baik untuk sediaan sitologi. Lama waktu fiksasi dengan larutan bouin adalah 1 – 12 jam tergantung tebal tipisnya jaringan. Larutan boin seharusnya tidak digunakan untuk fiksasi jaringan biopsi ginjal (Warsito dan Wuryastuti, 2014). Pemotongan (Trimming) Trimming merupakan pemotongan sampel organ menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga memudahkan tahap pembuatan preparat selanjutnya (Pratomo, 2011). Jaringan yang telah difiksasi selama 24 jam ditiriskan pada saringan kemudian dipotong menggunakan pisau scalpel dengan ketebalan 1x1 cm disusun ke dalam tissue cassete dan diberi label (Muntiha, 2001). Dehidrasi (Dehydration) Dehidrasi merupakan tahap pembenaman jaringan kedalam beberapa larutan etanol dengan konsentrasi bertingkat. Tujuan dari peggunaan alkohol bertingkat adalah agar tidak terjadi perubahan yang tiba – tiba pada sel jaringan (Suntoro 1983; Jhonson, 1994). Dehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan seluruh cairan yang terdapat dalam jaringan yang telah difiksasi sehingga dapat diisi dengan
  • 20. 8 parafin atau zat lain untuk membuat blok preparat. Setiap sel pada jaringan hidup mengandung 85% air sehingga parafin tidak bisa masuk kedalam sel karena terhalang oleh air. Proses dehidrasi harus dilakukan dengan benar agar tidak ada molekul air yang tertinggal sehingga parafin bisa menempati posisi dalam jaringan agar didapatkan irisan jaringan yang utuh dan baik. Reagen yang sering digunakan dalam proses dehidrasi ini adalah etanol karena tidak menyebabkan pengerasan jaringan dan membuat jaringan menjadi getas terhadap pemotongan yang tipis. Alkohol absolut memiliki kemampuan memperkeras jaringan, sehingga jaringan tidak boleh terlalu lama ditinggal di dalam alkohol absolut (Suntoro, 1983; Hariono, 2009). Proses dehidrasi dilakukan dengan merendam jaringan dalam larutan alkohol bertingkat dimulai dari etanol 70%, 80%, 90%, 95% masing – masing selama 3 jam, dan etanol absolut I, II, III masing – masing 1 jam (Pratomo, 2011). Penjernihan (Clearing) Penjernihan merupakan tahapan membuat jaringan menjadi jernih dan transparan menggunakan pelarut organik seperti xilene atau toluene. Tahap ini bertujuan untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan dan digantikan dengan parafin. Proses mengeluarkan alkohol dari jaringan ini sangat krusial karena bila di dalam jaringan masih tertinggal sedikit alkohol maka parafin tidak bisa masuk ke dalam jaringan sehingga jaringan tidak sempurna dalam proses blocking, pemotongan dan pewarnaan (Junqueira dan Carneiro, 1992; Peckham, 2014). Proses clearing dapat menggunakan larutan penjernih misalnya xilene atau xilol dan toluene yang masing – masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Xilol
  • 21. 9 memiliki kelebihan yaitu proses penjernihan cepat, mudah didapat dan harga tidak terlalu mahal. Kekurangan dari xilol adalah jaringan tidak begitu jelas dikarenakan perendaman yang terlalu lama dan akibat dari perendaman pada alkohol absolut sebelumnya. Jaringan yang terlalu lama direndam dalam xilol menyebabkan mudah rapuh, mengkerut dan sulit untuk diiris. Penjernihan menggunakan toluene memiliki kelebihan yaitu mudah, cepat, jaringan akan menjadi jernih atau transparan bila prosesnya telah selesai dan tidak akan mengkerut walaupun jaringan direndam lama. Kekurangannya adalah harga lebih mahal dan jaringan cepat keras dan sukar untuk diiris jika terlalu lama direndam di toluene (Suntoro, 1983; Jusuf, 2009). Proses penjernihan dilakukan dengan mencelupkan jaringan dalam larutan xylen I, II dan III masing – masing selama 40 menit (Pratomo, 2011). Infiltrasi Parafin (Embedding) Infiltrasi parafin yaitu proses perendaman jaringan dalam parafin yang dicairkan pada suhu 58 – 60℃ selama 30 menit sampai 6 jam dalam inkubator bertujuan untuk mengeluarkan cairan pembening (clearing agent) dari jaringan dan diganti dengan parafin selain itu juga membuat jaringan tahan terhadap pemotongan (Junqueira dan Carneiro, 1992). Parafin dipilih sebagai media karena dapat memberikan konsistensi keras, irisan yang didapat lebih tipis daripada metode beku atau seloidin yaitu mencapai rata – rata 6 mikron, irisan seri dan pemrosesan lebih cepat dan mudah. Kekurangan parafin adalah jaringan menjadi keras, mengkerut dan mudah patah, jaringan yang digunakan harus kecil, dan sebagian enzim akan ikut larut (Suntoro, 1983).
  • 22. 10 Proses pembenaman dilakukan dengan merendam jaringan dalam parafin I, II dan III masing – masing selama 30 - 60 menit dalam inkubator. Tujuan digunakan parafin bertingkat adalah untuk mencegah tertahannya sejumlah zat penjernihan di dalam jaringan, karena akan membuat jaringan lunak dan sukar diiris (Suntoro, 1983). Pengeblokan (Blocking) Pengeblokan adalah proses pembuatan blok preparat agar dapat dipotong dengan mikrotom menggunakan parafin. Pengeblokan bertujuan mengganti parafin cair disertai dengan pengerasan jaringan. Penggunaan parafin sebagai media untuk membuat jaringan keras memang didesain untuk preparat yang diamati di mikroskop cahaya, sedangkan media pembenam monomer plastik digunakan untuk mikroskop elektron atau TEM (Transmission Electron Microscopy ) (Hammersen dan Sobotta, 1985; Jhonson, 1994). Parafin yang digunakan untuk pengeblokan titik cairnya sama dengan parafin yang digunakan untuk infiltrasi parafin. Proses pengeblokan ini dilakukan dengan menuangkan sedikit cairan parafin ke dalam cetakan berbahan plastik atau piringan logam bentuk L. Secepatnya jaringan dimasukkan dengan menggunakan pinset yang telah dipanaskan (agar parafin tak beku) dan diatur posisinya di dalam cetakan. Parafin cair kemudian dituangkan kembali hingga menutupi seluruh cetakan tersebut (Suntoro, 1983).
  • 23. 11 Pemotongan (Sectioning) Sectioning adalah proses pemotongan blok preparat dengan menggunakan mikrotom. Tujuan dari pemotongan blok adalah untuk mendapatkan potongan jaringan yang tipis dengan ketebalan 3 – 8 µm. Mikrotom adalah alat yang dapat mengiris potongan blok dengan tipis dan sesuai dengan ukuran ketebalan yang diinginkan. Terdapat berbagai jenis mikrotom misalnya yaitu sliding microtome, rotary microtome dan freezing microtome (Suntoro, 1983; Paulsen, 2000). Mikrotom geser (sliding microtome) Mikrotom geser adalah mikrotom yang bekerja dengan pisau yang bergerak sedangkan jaringan tetap berada pada tempatnya. Pada umumnya jaringan yang akan dipotong dengan mikrotom geser adalah jaringan tanpa penanaman (embedding) terlebih dahulu sehingga tidak akan terjadi irisan pita jaringan. Jaringan yang akan diiris diwarnai dengan pewarnaan tunggal ataupun tanpa pewarnaan terlebih dahulu. Mikrotom geser banyak digunakan untuk pengirisan jaringan tumbuh – tumbuhan. Jaringan yang diiris, pisau mikrotom dan kuas untuk mengambil pita diusahakan tetap basah dengan air (Suntoro, 1983) Mikrotom putar (rotary microtome) Mikrotom putar adalah mikrotom yang paling sering digunakan karena memiliki banyak keuntungan dan jenisnya paling cocok dengan metode blok parafin. Mikrotom ini juga dapat memotong jaringan yang sangat besar dan tingkat kesulitan yang besar. Blok jaringan yang disimpan dalam freezer suhu -20℃ diambil untuk dilakukan pemotongan dengan mikrotom ketebalan 3 – 8 µm.
  • 24. 12 Potongan diambil hati – hati dan diletakkan di waterbath berisi air dengan suhu 46℃. Potongan slide dalam waterbath diambil menggunakan object glass untuk kemudian diletakkan di hotplate yang selanjutnya akan diwarnai (Muntiha, 2001; Steven dkk, 2013). Mikrotom beku (freezing microtome) Mikrotom beku beku adalah mikrotom yang digunakan dalam pembuatan sediaan irisan dengan metode beku. Cara kerja alat ini dengan menghubungkan tabung berisi CO2 dingin melalui pipa karet. Pisau mikrotom bergerak ke depan dan belakang sedangkan jaringan tetap berada di tempatnya. Jaringan yang dipotong dengan mikrotom ini dapat difiksasi terlebih dahulu atau tidak perlu difiksasi terlebih dahulu karena fiksasi dapat dilakukan setelah pemotongan dan sebelum pewarnaan (Suntoro, 1983). Evaluasi preparat Evaluasi preparat setelah tahap pemotongan dilakukan untuk melihat preparat jaringan baik atau tidak sebelum dilakukan proses selanjutnya. Preparat jaringan yang berada di object glass diamati di bawah mikroskop dan dilihat ada tidaknya kerusakan yang terjadi misalnya jaringan retak, tergores atau terlipat sebelum dilakukan proses pewarnaan. Tahap ini bertujuan untuk mengurangi kerugian akibat kerusakan jaringan selama pemrosesan jaringan (Suntoro, 1983; Jusuf, 2009).
  • 25. 13 Pewarnaan (Staining) Pewarnaan adalah teknik memberikan warna pada komponen seluler dengan tujuan membedakan antar sel pada jaringan (Waheed, 2012) . Warna adalah persepsi dari mata yang dapat dibedakan berdasarkan panjang gelombang. Teknik pewarnaan ini membantu dalam menghasilkan kontras dimana setiap warna memiliki afinitasnya masing – masing (Steven dkk, 2013). Jenis – jenis zat pewarna yang dapat digunakan dalam pewarnaan antara lain pewarna ada Alcian Blue (AB), van gieson, ‘azan’ azocarmine-anilin blue’ dan Hematoksilin Eosin. Alcian Blue (AB) Pewarna Alcian Blue (AB) digunakan mendeteksi mukopolisakarida atau karbohidrat yang bersifat asam yang terwarnai biru didalam sel – sel acinus yang mensekresikan mucus yang terdapat dalam sel atau jaringan dengan mengikat gugus hidroksil pada pH 2,5, sedangkan nukleus diwarnai kontra dengan “Nuclear Fast Red” (Hammersen 1990; Kiernan 1990). Pewarnaan van Gieson Pewarnaan van Gieson adalah pewarnaan dengan teknik trikrom lain yang jelas mendiferensiasi antara serat – serat kolagen (berwarna merah) dan seluruh cytoplasma (bewarna kuning). Metode pewarnaan ini mendeteksi peningkatan jumlah serat – serat jaringan ikat dengan cepat yang timbul dalam keadaan patologik seperti fibrosis dan sclerosis (Hammersen 1990).
  • 26. 14 Pewarna ‘azan’ azocarmine-anilin blue’ Pewarna ‘azan’ azocarmine-anilin blue’ adalah teknik pewarnaan yang memperlihatkan serat – serat jaringan ikat (serat kolagen dan retikular) maupun zat mukosa dalam berbagai warna biru sehingga berbeda jelas dengan dari nuclueus dan komponen cytoplasma yang bewarna kemerahan (Hammersen 1990). Pewarna hematoksilin Pewarna hematoksilin adalah jenis pewarna inti yang paling umum digunakan yang berasal dari ekstrak pohon logwood (Haematoxylin camphianum). Hematoksilin digunakan sebagai pewarna dalam bentuk oksidasinya yaitu hematein (sehingga larutan hematoksilin yang baru dibuat harus dibiarkan “matang” atau “tua” dulu agar terjadi oksidasi baru digunakan). Hematoksilin merupakan pewarna inti yang mengikat inti sel secara lemah, kecuali bila ditambahkan senyawaan lainnya seperti alumunium, besi, krom dan tembaga. Proses oksidasi hematoksilin dapat dipercepat prosesnya dengan menambahkan senyawa yang bertindak sebagai oksidator seperti merkuri oksida, hidrogen peroksida, potassium permanganat dan sodium iodat (Leeson, 1996; Jusuf, 2009; Peckam, 2014). Pewarna eosin Pewarna eosin adalah salah satu jenis pewarna dengan sifat asam dan bermuatan negatif yang dipakai untuk mewarnai sitoplasma. Eosin memberikan warna merah atau merah muda ketika berikatan dengan struktur basa dalam sel. Struktur sel yang terpulas meliputi sebagian besar protein dalam sitoplasma dan beberapa serabut ekstraseluler (Peckam, 2014; Leeson,1996).
  • 27. 15 Hematoksilin dan eosin Hematoksilin dan eosin adalah metode pewarnaan yang berfungsi ganda. Fungsi pertama memungkinkan pengenalan komponen jaringan tertentu dengan cara memulasnya secara differensial. Fungsi kedua adalah dapat mewarnai dengan tingkat atau derajat warna berbeda yang menghasilkan kedalaman warna yang berbeda (Peckam, 2014). Pada pulasan Hematoksilin Eosin, kompleks pewarna hemaktosilin berwarna ungu tua sedangkan pewarna eosin memberikan warna merah muda sampai merah pada komponen jaringan yang tidak terpulas ungu-biru oleh hemaktosilin. Hematoksilin bekerja sebagai pewarna basa. Zat ini mewarnai unsur basofilik pada jaringan. Eosin bersifat asam serta memulas komponen asidofilik pada jaringan (Jusuf, 2009; Peckam, 2014). Pewarnaan preparat histologi dapat dikerjakan menggunakan alat autostainer yaitu alat otomatis untuk pengerjaan pewarnaan preparat histologi atau secara manual yaitu dengan beberapa tahapan pencelupan kedalam larutan dalam staining jar. Tahap pewarnaan otomatis dapat menggunakan autostainer yang merupakan alat untuk proses pewarnaan jaringan histologi pada kegiatan histoteknik yang telah diletakkan dikaca preparat dan telah melalui beberapa tahap proses. (Rizgan dkk., 2016). Perekatan (Mounting) Perekatan preparat berfungsi untuk mengawetkan jaringan yang telah diwarnai menggunakan entelan sehingga jaringan akan awet lebih dari 5 tahun.
  • 28. 16 Proses perekatan ini dilakukan dengan objek glass berisi pita preparat ditetesi canada balsam kemudian ditutup dengan cover glass (Jusuf, 2009). Entelan DPX cocok untuk semua teknik pewarnaan yang kompatibel dengan penggunaan alkohol dan aromatik (xylene atau toluena) sebagai agen clearing. DPX jelas, tidak berwarna dan tidak akan menghitam preparat meski disimpan lama. DPX mengandung antioksidan yang menghambat warna preparat memudar. spesimen slide dalam bentuk cair. Entelan DPX memiliki indeks reflektif mirip dengan kaca sehingga preparat jaringan dapat dilihat di bawah mikroskop. DPX adalah campuran dari distyrene, plasticizer yang dilarutkan dalam toluena atau xilen (Anonim, 2017). Canada balsam merupakan media perekatan untuk preparat jaringan alami yang diperoleh dari pohon balsam cemara. Sifat optikyang dihasilkan hampir sama dengan kaca sehingga preparat jaringan dapat dilihat di bawah mikroskop. Slide jaringan yang dipasang permanen dengan Canada balsam telah disimpan selama lebih dari satu abad. Canada balsam terdiri dari terpenes, carboxylic acid dan estersnya (Anonim, 2017). Pelarut Reverse osmosis (RO) water RO water adalah air yang diperoleh dari proses pemurnian air yang secara efektif dapat memisahkan air dari berbagai macam komponen yang tidak diinginkan seperti komponen organik, non organik, bakteri, virus, ion terlarut dan partikulat sehingga didapatkan air dengan tingkat kemurnian tinggi. Sistem RO telah terbukti sangat efektif mengatasi permasalahan kualitas air dibandingkan
  • 29. 17 metode pemurnian yang lain seperti karbon aktif, water softener, distilasi, UV, dan netralisasi (Clemson, 1990; Kamrin dkk., 1999; William, 2003). Prinsip dasar reverse osmosis adalah memberi tekanan hidrostatik yang melebihi tekanan osmosis larutan sehingga pelarut dalam hal ini air dapat berpindah dari larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut tinggi ke larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut rendah. Sistem RO juga dikenal sebagai media filter yang memiliki pori paling kecil dibandingkan filter-filter yang lain yaitu 0.0001 mikron (William, 2003). Akuades Akuades adalah air yang dimurnikan dengan cara destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai prosedur. Akuades dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum dan tidak mengandung zat tambahan lainnya (DepKes RI, 1995). Akuades juga digunakan sebagai pelarut. Air dapat berinteraksi dengan obat-obat dan eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis pada suhu tinggi, bereaksi dengan logam alkali dan oksidannya seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Akuades juga bereaksi dengan 19 garam anhidrat untuk membentuk hidrat dari berbagai komposisi, dan dengan bahan organik tertentu dan kalsium karbida (DepKes RI, 1979). Pengamatan hasil preparat sebelum pewarnaan Pengamatan preparat jaringan di mikroskop tidak selalu mendapatkan hasil yang normal secara histologi atau histopatologi. Pemrosesan jaringan yang panjang dari mulai pengambilan organ sampai tahap perekatan atau mounting sering kali
  • 30. 18 mengalami kecacatan dan kerusakan preparat yang bisa menyebabkan kesalahan dalam diagnosis histopatologi (Bindhu dkk, 2014). Preparat histologi yang baik memiliki ciri – ciri seperti nukleus bewarna biru tua, sitoplasma dan serat terwarnai merah muda, sel – sel lemak tidak bewarna, sel – sel lemak akan menghilang ketika pemrosesan jaringan dilakukan dengan benar, tidak memiliki artefak seperti lipatan, goresan, presipitasi pewarnaan, robekan, dan terlihat kotoran akibat penyaringan larutan yang tidak bersih (Bacha dan Bacha, 1990; Aughey dan Frue, 2001). Jaringan sobek (separation) Jaringan sobek terjadi karena tekanan yang berlebihan, ketegangan atau penyusutan dalam proses pengolahan menyebabkan pemisahan dalam jaringan. Sobekan bisa terjadi karena suhu waterbath yang tinggi atau pisau mikrotom yang tumpul karena masa pakai yang lama (Bacha dan Bacha, 1990; Khan dkk., 2014). Jaringan pecah (crackling) Jaringan dengan banyak seluler akan sering mengalami pecahan atau retakan. Pisau mikrotom yang kurang tajam dan infiltrasi parafin yang kurang baik sehingga menyebabkan jaringan pecah segala arah dan terdapat gelembung antara object glass dengan potongan jaringan saat diletakkan di slide warmer (Bindhu dkk., 2014; Khan dkk., 2014). Lipatan jaringan (folding) Jaringan terlihat tumpang tindih dan tidak dalam fokus yang tajam. Lipatan jaringan dapat terjadi karena suhu weaterbathkurang panas atau jaringan yang tidak
  • 31. 19 dibiarkan mengembang dengan baik saat berada di waterbath. Proses pemotongan yang kurang sempurna seperti pisau mikrorom tumpul atau terdapat sisa – sisa parafin di mata pisau serta pemotongan yang terlalu tipis (Bacha dan Bacha, 1990). Pewarnaan kurang (stain precipitate) Stain precipitate bisa disebabkan karenan penggunaan larutan pewarna yang kadaluarsa sehingga sebagian warna tidak terwarnai. Akumulasi pengendapan yang menempel pada permukaan jaringan selama pemrosesan jaringan. Larutan pewarna yang dipakai tidak disaring terlebih dahulu (Samuelson, 2007). Potongan tidak teratur (knife marks) Infiltrasi parafin yang tidak benar, mata pisau yang tumpul, mikrotom yang rusak dapat menyebabkan adanya patahan atau goresan pada jaringan yang menyebabkan pita melipat dan sobekan sepanjang jaringan (Samuelson, 2007). Jaringan berlubang Jaringan berlubang disebabkan terdapatnya lubang pada jaringan disebabkan oleh proses fiksasi, dehidrasi dan media embedding yang kurang sehingga didapat sampel yang tidak sama rata. Embedding yang tidak cocok menyebabkan terjebaknya udara di sekitar jaringan, sehingga jaringan bergetar dan jatuh ketika proses pemotongan sehingga terjadi artefak (Bindhu dkk., 2014).
  • 32. 20 BAB III PELAKSANAAN Materi Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM meliputi tempat pencelupan, gelas beker, ruang asam, object glass, cover glass, inkubator, mikrotom rotary, hotplate, waterbath, mikroskop, tempat slide, tissue cassete, staining jar dan timer. Peralatan yang digunakan di National Laboratory Animal Center meliputi mesin tissue processing, tissue embedding, automaticstainer, object glass, cover glass, mikrotom rotary, hotplate, incubator, waterbath, mikroskop, tempat slide, tissue cassete, staining jar, ruang asam. Bahan yang digunakan di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM meliputi hewan coba (ayam), formalin 10%, akuades, alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, 100%, xilol, alkohol toluen, toluen murni, parafin, gelatin, entelan DPX, acid alcohol, larutan hematoksilin dan eosin. Bahan yang digunakan di National Laboratory Animal Center meliputi hewan coba (tikus), larutan PBS formalin 10%, alkohol 70%, 95%, 100%, xilol, parafin, gelatin, Entelan DPX, Ro water, bluing solution, etanol 95%, 95%, 70%, 70%, larutan hematoksilin dan eosin.
  • 33. 21 Metode Pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM yang dilaksanakan pada tanggal 9 September 2016 dan di National Laboratorium Animal Center Thailand 28 november 2016. Metode pembuatan preparat jaringan di Laboratorium Histologi dan Sel Fakultas Kedokteran UGM. Tahap persiapan dimulai dengan hewan ayam dilakukan eutanasi dengan metode cervical dislocation. Hewan selanjutnya dinekropsi untuk pengambilan organ yang akan dibuat untuk preparat histologi. Organ yang diambil meliputi hati, jantung, pankreas, limfa dan intestinum. Organ difiksasi dengan dimasukkan dalam larutan formalin 10 % selama 24 jam lalu dilakukan proses trimming yaitu organ dipotong kecil ukuran 1x1 cm. Organ yang telah dipotong dicelupkan di air selama 15 menit, dilanjutkan pencelupan pada alkohol konsentrasi rendah ke tinggi yaitu mulai dari 70 %, 80 %, 90 %, 95 %, 100 % masing – masing 3 x pencelupan selama 10 menit. Jaringan selanjutnya dicelupkan ke larutan alkohol toluen dan toluen murni masing - masing selama 13 menit dan 16 menit. Jaringan dipindah ke parafin cair I , II dan III masing – masing bersuhu 58 - 60 ℃ selama 5 menit. Jaringan dipindah ke cetakan untuk dilakukan tahap pengeblokan atau pembenaman jaringan ke dalam parafin cair, lalu didiamkan sampai parafin membeku kurang lebih 2 jam. Blok preparat yang sudah padat dilakukan pemotongan dengan mikrotom geser untuk menjadikan preparat slide seperti pita berukuran 3 – 6 µm. Pita yang terbentuk diletakkan di waterbath berisi air hangat dengan suhu 37 ℃ dengan penambahan gelatin. Slide diamati
  • 34. 22 dibawah mikroskop dan dipilih yang kondisinya tidak terlipat serta tidak mengkerut lalu diambil dengan object glass. Slide preparat diamati di bawah mikroskop, jika sudah baik dilanjutkan untuk dikeringkan di hotplate dan siap untuk dilakukan pewarnaan. Tahap pewarnaan dimulai dari proses deparafinasi yaitu dengan pencelupan pada xilol I, II dan III masing – masing 10 menit. Slide jaringan dialiri dengan air mengalir 3 menit. Proses rehidrasi yaitu pencelupan slide jaringan dalam alkohol bertingkat menurun dimulai dari alkohol absolut I, II, 90%, 80%, 70% masing – masing selama 1 menit. Slide preparat dicelupkan pada larutan pewarna hematoksilin selama 2 menit serta dicelupkan 1x pada acid alcohol. Slide jaringan diangkat dan dialiri air kembali selama 2 menit lalu dicelupkan pada larutan eosin selama 1 menit. Proses selanjutnya adalah dehidrasi yaitu slide jaringan dicelupkan kembali pada alkohol dengan konsentrasi bertingkat yaitu dimulai dari alkohol konsentrasi 70%, 80%, 90%, absolut I dan II masing – masing selama 30 detik. Slide preparat dilakukan penjernihan menggunakan xilol I, II dan III masing – masing selama 5 menit. Slide preparat diangkat untuk selanjutnya dilakukan perekatan atau mounting dengan entelan DPX kemudian dilakukan pengamatan dibawah mikroskop yang dimulai dengan pembesaran 4 x 4. Tahap pembuatan preparat jaringan yang dilakukan secara manual dimulai dari tahap persiapan jaringan, pemrosesan, pewarnaan hingga finishing tersaji dalam Gambar 1.
  • 35. 23 Gambar 1. Diagram alur pembuatan preparat histologi hewan ayam di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM. Metode pembuatan preparat jaringan di National Laboratory Animal Center (NLAC). Tahap persiapan dimulai dengan hewan tikus dilakukan eutanasia dengan metode inhalasi menggunakan CO2 selama 10 menit di dalam box container. Hewan yang sudah kehilangan kesadaran dinekropsi untuk pengambilan organ yang akan dibuat untuk preparat histologi. Organ yang diambil meliputi hati, jantung, pankreas, limpa. Organ diletakakn di nampan plastik lalu dibawa ke ruang trimming melalui pass box (ruangan kecil dengan suhu ruangan untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme dari luar). Lemak beserta selaput – selaput yang menempel pada
  • 36. 24 organ dihilangkan lalu ditimbang untuk dilakukan pencatatan . Organ difiksasi dengan dimasukkan dalam PBS Formalin 10 % selama 24 jam. Organ diangkat dari larutan fiksatif lalu dilakukan proses trimming dengan ukuran 1x1 cm. Organ dimasukan ke dalam mesin tissue processor, dicelupkan di dalam tangki berisi air selama 15 menit, dilanjutkan pencelupan pada tangki berisi alkohol konsentrasi rendah ke tinggi, yaitu mulai dari 70%, 95%, 95%, absolut I dan II masing – masing selama 1 jam. Jaringan selanjutnya dicelupkan ke tangki berisi larutan xilol I dan II masing masing selama 1 jam. Jaringan diangkat dari alat autostainer processor lalu dipindah ke mesin tissue embedding parafin cair 1 dan 2 bersuhu 62 ℃ masing – masing selama 1 jam. Jaringan diangkat dari cetakan untuk dilakukan tahap pengeblokan atau pembenaman jaringan dengan menekan tombol alat tissue embedding sehingga parafin cair suhu 60 - 65℃ keluar dan memenuhi setengah dari cetakan, selanjutnya jaringan diletakkan di dalam cetakan berisi parafin lalu tombol alat tissue embedding ditekan kembali sehingga parafin cair keluar dan cetakan didiamkan sampai parafin membeku. Blok preparat yang sudah padat dilakukan pemotongan dengan microtome rotary untuk menjadikan preparat slide seperti pita berukuran 3 – 5 mikron. Pita yang terbentuk diletakan di waterbath berisi air hangat dengan suhu 37 ℃ dan ditambah gelatin. Slide diamati dan dipilih yang kondisinya tidak terlipat serta tidak mengkerut lalu diambil dengan objek glas. Slide preparat diamati di bawah mikroskop, jika sudah baik dilanjutkan untuk dikeringkan di hotplate dan siap untuk dilakukan pewarnaan.
  • 37. 25 Pengerjaan pewarnaan dilakukan menggunakan autostainer yaitu mesin yang digunakan untuk mencelupkan slide jaringan secara otomatis dengan waktu yang telah diatur. Slide jaringan dimasukan pada kotak dalam mesin, tombol ON dinyalakan. Slide jaringan mulai diangkat dan dicelupkan pada tempat berisi xilol I dan II masing – masing selama 8 menit. Slide dipindah ke larutan etanol menurun mulai dari etanol 95%, 95%, 70%, 70% lalu direndam dalam air selama 3 menit. Slide selanjutnya direndam di larutan hematoksilin selama 10 menit lalu dicuci dengan air 1 menit. Slide kemudian direndam dalam bluing solution selama 1 menit dilanjut perendaman di air selama 3 menit. Slide dicelupkan di larutan eosin sebanyak 5 kali selama 10 detik. Terakhir slide dicelupkan di larutan etanol konsentrasi bertingkat mulai dari etanol 70%, 70%, 95%, 95% dan 100% masing – masing sebanyak 3, 3, 3, 1 dan 3 kali pencelupan. Slide jaringan yang telah diwarnai dilakukan tahap finishing yaitu perekatan atau mounting dengan cara meneteskan entelan DPX sebanyak 2 tetes pada slide jaringan sebagai perekat antara slide jaringan dengan object glass. Terakhir slide ditutup dengan ‘cover glass ’ lalu dikeringkan. Slide jaringan yang sudah kering siap untuk diamati di bawah mikroskop. Tahap pembuatan preparat jaringan di Laboratorium Histologi NLAC yang secara umum dilakukan secara otomatis menggunakan mesin tissue processor untuk tahap pemrosesan jaringan, mesin tissue embedding untuk pembenaman jaringan dengan parafin cair dan mesin autostainer untuk pewarnaan jaringan tersaji dalam Gambar 2.
  • 38. 26 Gambar 2. Diagram alur pembuatan preparat histologi hewan tikus di Laboratorium Histologi NLAC.
  • 39. 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap pembuatan preparat jaringan yang dilakukan di Laboratorium Histologi dan Sel Fakultas Kedokteran UGM dan Laboratorium Histologi National Laboratory Animal Center (NLAC) hampir sama yaitu dimulai tahap persiapan, pemrosesan jaringan, pewarnaan sampai finishing. Perbedaan hanya di beberapa metode, waktu dan larutan yang digunakan. Tahap persiapan yang dilakukan di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM dimulai dari hewan dilakukan eutanasi dengan cara cervical dislocation dan dilanjutkan nekropsi dengan membuka rongga thorax dan abdomen hewan ayam (Gambar 3). Gambar 3. Proses pengambilan sampel organ untuk pembuatan preparat histologi di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM. Proses eutanasia dilakukan dengan metode cervical dislocation (A) dan pengambilan sampel jantung, limpa, hepar, intestinum dan pankreas (B). Cervical dislocation dilakukan dengan cara memberikan tekanan ke bagian posterior dasar tulang tengkorak dan sumsum tulang belakang sehingga bagian posterior dasar tulang tengkorak dan sum – sum tulang belakang terpisah (Isbagio,
  • 40. 28 1992). Nekropsi dilakukan segera setelah hewan mati untuk dilakukan pengambilan organ untuk selanjutnya digunakan untuk pembuatan preparat histologi. Organ difiksasi di larutan formalin 10 % selama 24 jam lalu dilakukan proses trimming dengan ukuran 1x1 cm dengan menggunakan pinset dan cutter diatas nampan aluminium (Gambar 4). Gambar 4. Trimming organ ayam setelah tahap fiksasi yang dilakukan di Laboratorium Diploma III Kesehatan Hewan SV UGM. Menurut Suntoro (1983); Paulsen (2000); Jusuf (2009), larutan formalin 10% berfungsi untuk mengawetkan protoplasma sehingga struktur jaringan tetap stabil dan tidak mengalami perubahan paskamati seperti autolisis yang disebakan enzim proteolitik dan pembusukan yang disebabkan oleh kuman pembusuk dari luar tubuh. Formalin memberikan konsistensi keras sehingga jaringan dapat diiris tipis serta pengaruh terhadap pewarnaan dan diferensiasi optik. Jaringan yang telah difiksasi selama 24 jam akan tahan dengan perlakuan berikutnya. Tahap persiapan pemrosesan jaringan di National Laboratory Animal Center eutanasi secara inhalasi menggunakan CO2 selama 10 menit di dalam box
  • 41. 29 container. Hewan ditimbang untuk dilakukan pencatatan berat badan selanjutnya dinekropsi untuk pengambilan sampel organ yang meliputi hati, jantung, pankreas dan limpa (Gambar 5). Organ diletakkan di nampan plastik lalu dibawa ke ruang trimming melalui pass box.Pass box merupakan ruangan kecil dengan 2 pintu yang menghubungkan 2 laboratorium di NLAC yang memiliki suhu antara 20 – 25 ℃ (room temperature) yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme dari luar. Gambar 5. Tahap persiapan pembuatan preparat jaringan pada hewan tikus di Laboratorium Nekropsi NLAC. Proses eutanasia menggunakan gas CO2 (A) dan nekropsi (B). Eutanasia dilakukan dengan gas CO2 yaitu gas bersifat non anastetik di dalam box container selama 10 menit dan dipastikan hewan benar – benar sudah mati. Menurut Isbagio (1992), gas CO2 (karbondioksida) menyebabkan perubahan irreversible pada hemoglobin sel darah merah sehingga terjadi paralisa pada jantung dan pusat respirasi sehingga hewan akan mati dalam waktu 3 – 5 menit. Nekropsi dilakukan segera setelah hewan mati untuk proses pengambilan organ hati, jantung, hepar, limpha dan pankreas untuk selanjutnya digunakan untuk pembuatan preparat histologi.
  • 42. 30 Lemak beserta selaput – selaput yang menempel pada organ dihilangkan lalu ditimbang untuk dilakukan pencatatan, kemudian organ difiksasi di larutan PBS Formalin 10% selama 24 jam (Gambar 6). Tahap selanjutnya organ diambil dari larutan fiksatif dan dilakukan proses trimming dengan ukuran 1x1 cm. Gambar 6. Tahap persiapan pembuatan preparat jaringan pada hewan tikus di ruang trimming NLAC. Proses penghilangan lemak (A) dan fiksasi menggunakan PBS Formalin 10% selama 24 jam (B). Lemak dan selaput – selaput yang menempel pada organ dihilangkan dengan tujuan mengetahui berat organ pada setiap hewan untuk dibandingkan dengan berat organ normal sebelum dilakukan pemrosesan jaringan. Organ tanpa lemak juga mempermudah saat pemrosesan jaringan karena hanya organnya saja yang diproses sedangkan lemaknya tidak. Proses fiksasi dilakukan menggunakan larutan Phospat Buffer Formaline (PBS formalin) selama 24 jam untuk tujuan pengawetan jaringan. Menurut Buchwalow (2010), formalin yang dikombinasi dengan PBS sangat direkomendasikan sebagai pilihan agen fiksatif terbaik. Kelebihan yang dimiliki larutan PBS formalin adalah sifat jaringan yang diteliti lebih lama dapat disimpan dan meminimalkan proses autolisis serta fleksibel terhadap sel. Hal ini disebabkan karena larutan PBS bersifat isotonik, tidak beracun terhadap sel dan
  • 43. 31 dapat mempertahankan kadar pH serta osmolalitas sel (Medicago, 2011). Di laboratorium Histologi NLAC formulasi pembuatan PBS formalin terdiri dari formaldehida 37 – 40% 100 ml, RO water 900 ml, sodium phosphate monobasic 4 gr dan sodium phosphate dibasic 6,5 gram. Tahap pemrosesan jaringan yang dilakukan di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM pada semua prosesnya dilakukan secara manual dengan pencelupan ke masing – masing larutan serta dihitung waktunya (Gambar 7). Gambar 7. Tahap pemrosesan jaringan di Laboratorium Histologi FK UGM. Dehidrasi menggunakan air dan alkohol bertingkat (A), penjernihan menggunakan alkohol toluen dan toluen murni (B), infiltrasi parafin menggunakan parafin cair suhu 58℃ (C), dan pengeblokan menggunakan parafin 58℃ (D).
  • 44. 32 Pemrosesan jaringan pada Laboratorium Histologi NLAC menggunakan mesin tissue processor yang di dalamnya terdapat tangki – tangki berisi air, alkohol bertingkat dan xilol untuk pengerjaan dehidrasi serta penjernihan, juga mesin tissue embedding yang dilengkapi tempat parafin cair untuk pengerjaan infiltrasi parafin dan pengeblokan (Gambar 8). Gambar 8. Mesin otomatis untuk pemrosesan jaringan di Laboratorium Histologi NLAC. Mesin tissue processor (A), dan mesin tissue embedding (B). Larutan yang digunakan juga hampir sama, perbedaan hanya pada proses penjernihan yang dipakai di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM menggunakan alkohol toluene dan toluene murni sedangkan pada Laboratorium Histologi NLAC penjernihan menggunakan xilol. Menurut Suntoro (1983) dan Jusuf (2009), xilene atau xilol dan toluene masing – masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Xilol memiliki kelebihan yaitu proses penjernihan cepat, mudah didapat dan harga tidak terlalu mahal. Kekurangan dari xilol adalah larutan yang sangat toksik, jaringan yang dijernihkan menggunakan xilol ini adalah hanya jaringan yang baru saja direndam dari alkohol absolut, setelah dijernihkan dengan xilol jaringan tidak begitu jelas sehingga sukar
  • 45. 33 untuk menentukan proses penjernihan sempurna atau tidak. Jaringan yang terlalu lama direndam dalam xilol menyebabkan jaringan mudah rapuh, mengkerut dan sulit untuk diiris, sedangkan penjernihan menggunakan toluen memiliki kelebihan yaitu mudah, cepat, jaringan akan menjadi jernih atau transparan bila prosesnya telah selesai dan tidak akan mengkerut walaupun jaringan direndam lama. Kekurangannya adalah harga lebih mahal dan jaringan cepat keras dan sukar untuk diiris jika terlalu lama direndam di toluen. Pemotongan blok preparat yang dilakukan di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM menggunakan mikrotom geser yang bekerja dengan menggeser mata pisau untuk pengirisan blok menjadi pita preparat berukuran 3 – 6 µm (Gambar 9). Gambar 9. Mikrotom geser (sliding microtome) di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM. Pemotongan blok preparat di Laboratorium Histologi NLAC dlilakukan dengan microtome rotary yang bekerja dengan cara diputar untuk menjadikan preparat slide seperti pita berukuran 3 – 5 µm (Gambar 10).
  • 46. 34 Gambar 10. Mikrotom putar (microtome rotary) di Laboratorium Histologi NLAC. Menurut Muntiha (2001) dan Steven dkk, (2013), mikrotom putar adalah mikrotom yang paling sering digunakan karena memiliki banyak keuntungan dan jenisnya paling cocok dengan metode blok parafin. Mikrotom ini juga dapat memotong jaringan yang sangat besar dan tingkat kesulitan yang besar. Blok jaringan yang disimpan dalam freezer suhu -20℃ diambil untuk dilakukan pemotongan dengan mikrotom ketebalan 3 – 8 µm, sedangkan menurut Suntoro (1983), mikrotom geser umumnya digunakan untuk jaringan yang tanpa penanaman (embedding) terlebih dahulu sehingga tidak akan terjadi irisan jaringan seperti pita. Tahap pewarnaan yang dilakukan di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM dan di National Laboratory Animal Center prinsip kerjanya adalah sama. Perbedaan hanya pada proses pengerjaan pewarnaan yang dilakukan yaitu di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM masih menggunakan proses manual yaitu pencelupan ke masing - masing larutan dengan durasi penandaan waktu yang manual, sedangkan di National Laboratory Animal Center pengerjaan pewarnaan
  • 47. 35 menggunakan autostainer yang pengerjaan dan durasi waktu juga otomatis (Gambar 11). Gambar 11. Mesin autostainer di Laboratorium Histologi NLAC. Alat ini terdiri dari tempat pencelupan berisi larutan dan preparat yang berada pada staining jar akan berpindah secara otomatis kedalam tempat pencelupan tersebut. Menurut Rizgan dkk (2016), pewarnaan yang dikerjakan secara manual dan pengerjaannya dalam jumlah banyak akan menghabiskan banyak tenaga dan waktu para teknisi laboratorium, sehingga mesin otomatis sangat diperlukan untuk mempermudah teknisi laboratorium untuk bisa mengerjakan pekerjaan yang lain sehingga efisiensi waktu dapat tercapai. Slide jaringan setelah diwarnai dilakukan proses mounting atau perekatan dengan cara meneteskan perekat atau entelan DPX dan slide ditutup dengan ‘cover glass. Perbedaan tahapan pembuatan preparat histologi di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM dan NLAC tersaji dalam Tabel 1.
  • 48. 36 Tabel 1. Perbedaan tahapan pembuatan preparat histologi di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM dan NLAC Tahapan Pembuatan Preparat FK NLAC Tahap Persiapan 1. Eutanasia Cervical dislocation Inhalasi CO2 2. Nekropsi - Tahapan sama - Tidak ada Penghilangan lemak pada organ - Tahapan sama - Ada penghilangan lemak pada organ 3. Fiksasi Larutan Formalin 10% Larutan PBS formalin 10% 4. Trimming (1x1 cm) Tahapan sama Tahapan sama Tahap Pemrosesan 1. Dehidrasi Pencelupan manual di : air 15 menit, alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, 100% masing–masing 3 x 10 menit Mesin tissue processor : Pencelupan di air 15 menit, alkohol 70%,95%, 95%, absolut I, II masing– masing 1 jam 2. Penjernihan Pencelupan manual di : alkohol toluene 13 menit dan toluene murni 16 menit Mesin tissue processor : Pencelupan di xilol I, II masing – masing 1 jam 3. Infiltrasi parafin Pembenaman di : parafin cair 58 - 60℃ I, II dan III masing-masing 5 menit Mesin tissue embedding : Pembenaman di parafin cair 62℃ I, II masing– masing 1 jam 4. Pengeblokan Pengeblokan di : parafin cair 58 - 60℃ sampai membeku Mesin tissue embedding : Pengeblokan di parafin cair 62℃ sampai membeku 5. Pemotongan Mikrotom geser Mikrotom putar Tahap Pewarnaan Pencelupan di : xilol I,II,III @ 10 menit, air mengalir 3 menit, alkohol absolut I, II, 90%, 80%, 70% @ 1 menit, hematoksilin @ 2 menit, acid alkohol 1x pencelupan, air 2 menit, eosin 1 menit, alkohol 70%80%,90%, absolut I,II @30 detik, xilol I, II, III @ 5 menit Autostainer : xilol I dan II @ 8 menit. Etanol 95%, 95%, 70%, 70% @ 2 menit, air 3 menit, larutan hematoksilin 10 menit, air 1 menit, bluing solution 1 menit, perendaman di air 3 menit, larutan eosin 5 kali selama 10 detik, larutan etanol konsentrasi 70%, 70%, 95%, 95% dan 100% @ 3, 3, 3, 1 dan 3 kali pencelupan. Tahap Finishing Perekatan Entelan DPX 2 tetes Entelan DPX 2 tetes
  • 49. 37 Pengamatan dan evaluasi hasil preparat Hasil dari pembuatan preparat histologi setelah dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop tidak semuanya mendapatkan hasil yang baik. Menurut Bacha dan Bacha (1990) dan Aughey dan Frue (2001), preparat histologi yang baik memiliki ciri – ciri seperti nukleus bewarna biru tua, sitoplasma dan serat terwarnai merah muda, sel – sel lemak tidak tewarna, sel – sel lemak akan menghilang ketika pemrosesan jaringan dilakukan dengan benar, tidak memiliki artefak seperti lipatan, goresan, presipitasi pewarnaan, robekan, dan terlihat kotoran akibat penyaringan larutan yang tidak bersih. Pengamatan hasil preparat menunjukan beberapa kerusakan jaringan seperti jaringan pecah, sobek, tergores, lipatan, endapan warna, kotoran yang menempel pada preparat dan artefak atau lubang pada jaringan. Gambar 12. Hasil preparat jaringan yang baik dengan pewarnaan HE pembesaran 10x10. Preparat hepar ayam di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM (A), dan preparat jantung tikus yang dilakukan di Laboratorium Histologi NLAC (B) Pada Gambar 12 menunjukan hasil preparat yang baik terlihat pada jaringan nukleus dan sitoplasma terwarnai dengan baik dan jelas, tidak ada sobekan,
  • 50. 38 goresan, lipatan, pengendapan warna, kotoran yang menempel pada jaringan dan artefak atau lubang pada jaringan. Gambar 13. Hasil preparat jaringan sobek dan tergores pembesaran 10x10 di Laboratorium Histologi NLAC. Kerusakan pada organ jantung jaringan mengalami sobekan (A), dan pankreas jaringan mengalami goresan (B) Hasil preparat jaringan sobek dan tergores di Laboratorium Histologi NLAC tersaji dalam Gambar 13. Menurut Bacha dan Bacha (1990) dan Khan dkk., (2014), preparat jaringan bisa sobek karena tekanan yang berlebihan, ketegangan atau penyusutan dalam proses pengolahan yang menyebabkan pemisahan dalam jaringan. Sobekan bisa terjadi karena suhu waterbath yang tinggi atau pisau mikrotom yang tumpul karena masa pakai yang lama. Menurut Samulson (2007), goresan pada preparat terjadi karena proses infiltrasi parafin yang tidak benar, mata pisau yang tumpul, mikrotom yang rusak dapat menyebabkan adanya patahan atau goresan pada jaringan sehingga pita melipat dan sobekan sepanjang jaringan.
  • 51. 39 Gambar 14. Hasil preparat jaringan pecah dan berlubang pembesaran 10x10 di Laboratorium Histologi NLAC. Kerusakan pada organ hepar jaringan terlihat pecah (A), dan pada organ jantung jaringannya berlubang atau sebagaian jaringan ada yang hilang (B). Hasil preparat jaringan pecah dan berlubang di Laboratorium Histologi NLAC tersaji dalam Gambar 14. Menurut Bindhu dkk, (2014) dan Khan dkk., (2014) jaringan pecah atau retak (Gambar A) bisa terjadi karena pisau mikrotom yang kurang tajam, infiltrasi parafin yang kurang baik sehingga menyebabkan jaringan pecah segala arah dan terdapat gelembung antara objek glas dengan potongan jaringan saat diletakan di slide warmer. Bindhu dkk., 2014 juga menambahkan jaringan yang berlubang (Gambar B) dapat disebabkan terdapatnya lubang pada jaringan karena proses fiksasi, dehidrasi dan media embedding yang kurang sehingga didapat sampel yang tidak sama rata. Embedding yang tidak cocok menyebabkan terjebaknya udara di sekitar jaringan, sehingga jaringan bergetar dan jatuh ketika proses pemotongan dan terjadi artefak.
  • 52. 40 Gambar 15. Hasil preparat jaringan terlipat pembesaran 10x10. Jaringan dari organ jantung ayam yang dilakukan di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM (A), dan jaringan dari organ pankreas tikus yang dilakukan di Laboratorium Histologi NLAC (B) Pada Gambar 15, preparat jaringan (A) terlihat lipatan tanpa pengendapan warna yang bisa terjadi dikarenakan kesalahan teknis setelah proses pewarnaan sehingga tidak ada warna yang menumpuk. Pada preparat jaringan (B) terlihat pengendapan warna karena lipatan jaringan yang bisa terjadi dikarenakan kesalahan teknis sebelum pewarnaan sehingga warna menumpuk pada preparat jaringan. Menurut Bacha dan Bacha (1990) lipatan jaringan dapat terjadi karena suhu weaterbath kurang panas atau jaringan yang tidak dibiarkan mengembang dengan baik saat berada di waterbath. Proses pemotongan yang kurang sempurna seperti pisau mikrorom tumpul atau terdapat sisa – sisa parafin di mata pisau serta pemotongan yang terlalu tipis.
  • 53. 41 Gambar 16. Hasil preparat jaringan organ limpha yang mengalami endapan warna pembesaran 10x10 di Laboratorium Histologi NLAC. Samuelson (2007), menambahkan akumulasi pengendapan (Gambar 16) bisa terjadi karena di sebagian sisi jaringan tidak terwarnai sempurna atau stain precipitate yaitu pewarnaan yang kurang sehingga ada jaringan yang warnanya samar dan warnanya jelas. Penggunaan larutan pewarna yang kadaluwarsa sehingga sebagian warna tidak terwarnai dan larutan pewarna yang dipakai tidak disaring terlebih dahulu. Gambar 17. Hasil preparat jaringan terlihat kotor dan terlihat spot hitam menjendal serta mengumpul pembesaran 10x10. Preparat jaringan organ limpha ayam di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM (A), dan preparat jaringan organ jantung tikus di Laboratorium Histologi NLAC (B).
  • 54. 42 Spot hitam seperti asap atau kotoran (Gambar 17) bisa terjadi karena air dalam waterbath yang kotor atau juga penyaringan larutan yang tidak bersih sehingga kotoran ikut dalam pemrosesan jaringan.
  • 55. 43 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Teknik yang digunakan dari kedua laboratorium hampir sama, perbedaan hanya dibeberapa alur proses, penggunaan alat dan beberapa reagen. 2. Keuntungan pemakaian alat dalam pengerjaan preparat histologi adalah hasil cepat dan hemat tenaga. 3. Hasil pewarnaan hematoksilin eosin adalah nukleus terwarnai biru keunguan dan sitoplasma terwarnai merah atau merah muda. 4. Hasil evaluasi preparat jaringan mengalami sobek, tergores, pecah, lipatan, pewarnaan yang kurang, atau sebagian jaringan ada yang hilang, dan terdapat spot hitam pada preparat jaringan Saran 1. Di Laboratorium Histologi dan Sel FK UGM mikrotom geser yang digunakan dalam pembuatan preparat sudah tua sehingga banyak bagian dari mikrotom yang berkarat, seharusnya mikrotom tidak digunakan lagi untuk melakukan pembuatan preparat. 2. Di Laboratorium histologi NLAC kapasitas untuk ruangannya terlalu sempit jika dibandingkan dengan banyaknya peralatan serta aktivitas di dalam ruangan, jadi untuk luas perlu ditambah.
  • 56. 44 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2017. Sigma Aldrich a part of merk. [terhubung berkala]. http://www.sigmaaldrich.com/catalog/product/sigma/03984?lang=en&region =ID&cm_sp=Insite-_-recent_fixed-_-recent5-5 [1 april 2017]. Aughey, E dan Frye, F.L. 2001. Comporative Veterinary Histology : with Clinical Correletes. London : Manson Publishing. Bacha, W.J., dan Bacha, L.M. 1990. Color Atlas of Veterinary histology. 1 Philadephia, London : Lea and Febiger. Bindhu, P.R., Krishnapillai, R., Thomas, P dan Jayanti, P. 2013. Facts in Artifacts. Jurnal of Oral and Maxillofacial Pathology. 17(3): 397–401 Buchwalow, I.B., dan Bocker, W. 2010. Immuno-histochemistry. Basic and Metods. Springer Heidelberg Dorddrecht London New York. Buzgo, M., Chanderbali AS., Zheng., Oppenheimer, D., Soltis, PS dan Soltis, DS. 2007. Histology Protocol, Suplementary Data. International Journal Of Plant Sciences. Clemson, E. 1990. Home Water Treatment Systems. Bulletin of Water Quality, The Clemson University Cooperative Extension Service. Clifton, N.J. 2011. Necropsy and Sampling Procedures in Rodent. Article in Metods in Moleculer Biology. Pp: 39-67. Eroschenko,V.P. 2008. Difiore’s Atlas Of Histology With Functional Correlation. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hammersen, F dan Sobotta, J. 1985. Histologi, Atlas Berwarna Anatomi Mikroskopik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hariono, B. 2009. Mikroskopi Elektron Pengenalan dan Teknik Preparasi. Yogyakarta : Kanisisus. Hendrich, H. 2004. The laboratory Mouse. Amsterdam, Netherland : Elsevier. Isbagio, D.W. 1992. Eutanasia Pada Hewan Coba. Media Litbangkes Vol.11No.01/1992 Junqueira, L.C dan Carneiro, J. 1992. Histologi Dasar (Basic Histology). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
  • 57. 45 Johnson, K.E dan Gunawijaya, F.A. 1994. Histologi dan Biologi Sel. Jakarta : Binarva Aksara. Johnson, K. E. 2011. Quick Review Histologi and Biologi Sel. Tanggerang Selatan : Binarupa Akasara Publisher. Jusuf, A.A. 2009 . Histoteknik Dasar. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kamrin, M., Hayden, N., Christian, B., Bennack, D., dan D’Itri, F. 1999. Reverse osmosis for Home Drinking Water., Bulletin WQ24, Michigan University. Khan, S., Tijare, M., Jain, M., dan Desai, A. 2014. Artifats In Histopathology A Potensial Cause of Misinterpretation. Research and Review Journal of Dental Sciences. 2(2). p-ISSN:2322-0090 Leeson, C. R. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Medicago. 2011. Product Catalogue 2011/2012 (Smartbuffers Phosphate Buffered Saline (PBS) ph 7,4 and 7,2) Swedia. Pp: 13 Mescher, A.L. 2012. Histologi Dasar Junqueira Teks and Atlas.12th . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Muntiha, M. 2001. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi dari Jaringan Hewan dengan Pewarnaan Hematoksilindan eosin ( H&E ). Temu teknis Fungsional Non Peneliti. Paulsen, D.F. 2000. Histology and Cell Biology. New York : Medical Pubishing Division. Peckam, M. 2014. At a Glance Histologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Pratomo, H., Supriatna, I dan Winarto. 2011. Perubahan Sebaran Sel – sel Asidofil dan Basofil Hipofisa Pengaruh Pemberian Pasak Bumi (Eurycoma Longifolia Jack). Jurnal Matematika Sains dan Teknologi. 12(2). Pp: 80-91 Rizgan, Syaifudin dan Yulianto, E. 2016. Autostainer (Blok Kontrol Motor) .Seminar Tugas Akhir. Jurusan Teknik Elektromedik Politeknik Kemenkes Surabaya. Juni 2012. Pp: 1-3 Safrida. 2012. Deteksi Senyawa Mukopolisakarida dengan Pewarnaan Acian Blue pada Ovarium dan Uterus Tikus Putih. Jesbio 1(1). ISSN: 2302-1705 Salim, A. 2010. Analisis Anatomi dan Histologi Ikan. Politeknik Negeri Jember, Kementrian Pendidikan Nasional.
  • 58. 46 Samuelson, D.A. 2007. Textbook of Veterinary Histology. St. Luis, Missouni : Saunders Elsevier. Steven dkk, L., Wendy, U., Raymond, A., Samuel, C., Douglas, C., Temple, G., Cheryl, G., Sharon, G., Mary, A,M., Robert, M., David, M., Jan, S dan Roy, Y. 2013. AVMA Guidelines for the Euthanasia Animals : 2013 Edition . Schaumburg. American Veterinary Medical Association. Suntoro, H. 1983. Metode Pewarnaan : Histologi dan Histokimia. Bagian Anatomi dan Mikroteknik Hewan. Fakultas Biologi UGM. Jakarta: Bhiratara Karya Aksara. Waheed, Usman. 2012. Histotechniques Laboratory Techniques in Histopathology : a Handbook for Medical Technologist. Lap lambert Academic Publishing. Warsito, R dan Wuryastuti, H. Antibodi dan Imunohistokimia. Yogyakarta: Rapha publishing. William, M.E., 2003. A Brief Review of Reverse osmosis Membrane Technology., EET Corporation and Williams Engineering Services Company. Zulham. 2009. Penuntun praktikum histoteknik Biomedik. Departemen Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Medan.
  • 59. 47 LAMPIRAN Lampiran 1.1 Pass box di NLAC. Pass box dengan suhu ruangan ini digunakan untuk tempat transport organ dari ruang nekropsi ke ruang trimming sehingga kontaminasi mikroorganisme dapat dihindari. Lampiran 1.2 Eosin Y 1% dan Phloxine B 1%. Masing – masing serbuk formula akan diarutkan dalam 100 ml RO water untuk pembuatan eosin working (A), dan Entelan DPX. Lem untu merekatkan object glass dengan cover glass pada proses mounting (B).
  • 60. 48 Lampiran 1.3 Formulasi bahan untuk pembuatan larutan pewarna Harris’s hematoxylin. aluminium aminium sulfate (A), dan Mercury oxide (B).