1. R. A. K A R T I N I
Jejak Keislaman seorang figur Emansipasi
(Pembelajar) Wanita Indonesia
“Min adh-Zdhulumaati ila an-Nuur.”
Q.S.Al-Baqarah Ayat 257
2. “Alhamdulillah, thank To Allah SWT.
Prophet Muhammad SAW
Teacher, Family
And Friends.
Nothing more beautiful than the grace of love.
Batam, 25 April 2017
M i z a w a t i
3. Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah pada Tanggal 21 April 1879.
Anak ke-5 dari 11 bersaudara. Putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat.
Merupakan Keturunan Hamengkubuwana VI. Silsilah Bupati Sosroningrat bahkan
dapat ditilik kembali ke istana Kerajaan Majapahit.
Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono,
seorang guru agama di Telukawur, Jepara.
Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903 dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati
Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Suaminya memberi kebebasan dan mendukung Kartini
mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang.
Melahirkan anaknya, Soesalit Djojoadhiningrat, pada 13 September 1904. Tiga hari
kemudian, 17 September 1904, Kartini wafat pada usia 25 tahun. Dimakamkan di Desa
Bulu, Rembang, Jawa Tengah.
Biografi singkat R.A. Kartini
4. Kartini pernah bersekolah di ELS (Europese Lagere School) sehigga mahir berbahasa Belanda,
dia menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya
adalah Rosa Abendanon. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada
kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan
pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Buku-buku berbahasa Belanda yang dibaca Kartini, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-
Surat Cinta karya Multatuli, pada November 1901 dibacanya dua kali. Lalu De Stille
Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden, karya Augusta de Witt,
roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan
Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata).
Kartini menjangkau Eropa
5. Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft,
menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Juga
majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Beberapa tulisan pernah dimuat di De Hollandsche
Lelie. Membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-
kadang menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya
soal emansipasi wanita, tetapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar
memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih
luas.
6. “Min adh-Zdhulumaati ila an-Nuur.”
Q.S.Al-Baqarah Ayat 257
JEJAK KEISLAMAN R.A. KARTINI
(Hal yang belum banyak diketahui)
7. Dalam suratnya kepada Stella Zihandelaar, tanggal 6 November 1899, RA Kartini menulis;
"Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya
dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku,
jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?“
"Alquran terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak
ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang dibaca."
"Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku
menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya.“
"Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?
Cuplikan surat R.A. Kartini bertanggal 15 Agustus 1902 yang dikirim ke Ny. RM. Abendanon.
"Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi
membaca Alquran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya."
"Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa
saja. Aku berdosa. Kitab ini teralu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya".
Jiwa kritis seorang Kartini...
8. Seperti diceritakan oleh Nyonya Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat.
Dalam sebuah acara pengajian di rumah Sang Paman, Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat. R.A.
Kartini bertemu dengan Kyai Sholeh bin Umar dari Darat, Semarang. Lebih dikenal dengan sebutan Kyai Sholeh
Darat.
Kyai Sholeh Darat memberikan ceramah tentang tafsir Al-Fatihah. Kartini tertegun sepanjang pengajian,
menangkap kata demi kata yang disampaikan sang penceramah. Karena selama ini Kartini hanya tahu
membaca Al Fatihah, tanpa pernah tahu makna ayat-ayat itu.
Setelah pengajian, Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya bertemu dan berdialog dengan Kyai
Sholeh Darat.
“Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah. Isinya begitu
indah, menggetarkan sanubariku,” ujar Kartini. “Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku
heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam
Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”
Tertegun (jatuh cinta) tafsir Surah Al-Fatihah
9. Pertemuan dengan Kartini itu telah menggugah kesadaran Kyai Sholeh Darat untuk menerjemahkan
Alquran ke dalam Bahasa Jawa. Menerjemahkan ayat demi ayat dengan huruf Arab Pegon. Kitab tafsir dan
terjemahan Al-Qur’an itu diberi nama Faidh al-Rahman fi Tafsir Al-Qur’an. Tafsir pertama di Nusantara dalam
bahasa Jawa dengan aksara Arab. Jilid pertama yang terdiri dari 13 juz. Mulai dari surat Al-Fatihah sampai surat
Ibrahim. Kitab itu dihadiahkannya kepada R.A. Kartini sebagai kado pernikahannya dengan RM Joyodiningrat,
Bupati Rembang. Kartini menyebutnya sebagai kado pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia.
Mulailah Kartini mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya. Sayangnya, Kartini tidak pernah
mendapat terjemahan ayat-ayat berikutnya hingga lengkap, karena Kyai Sholeh meninggal dunia. Kyai Sholeh
membawa Kartini ke perjalanan transformasi spiritual. Pandangan Kartini tentang Barat (Eropa) berubah.
Melalui kitab itu pula Kartini menemukan ayat yang amat menyentuh nuraninya. Yaitu Surat Al-Baqarah ayat
257 yang mencantumkan, bahwa Allah-lah yang telah membimbing orang-orang beriman dari gelap kepada
cahaya (Min adh-Dhulumaati ila an-Nuur). Kartini terkesan dengan kalimat “Min adh-Dhulumaati ila an-Nuur”
yang berarti dari gelap kepada cahaya karena ia merasakan sendiri proses perubahan dirinya.
Kisah ini sahih, dinukil dari Prof KH Musa al-MahfudzYogyakarta,
dari Kiai Muhammad Demak, menantu sekaligus staf ahli Kiai Soleh Darat.
10. “Min adh-Zdhulumaati ila an-Nuur.”
Q. S.Al-Baqarah Ayat 257
“Dari Gelap Kepada Cahaya”
Dalam surat R.A. Kartini kepada Ny RM.Abendanon
“Door Duisternis Tot Licht”
Judul kumpulan surat R.A. Kartini versi Abendanon
“Habis Gelap Terbitlah Terang.”
Hasil terjemanan Armijn Pane
Menemukan makna sebenarnya
11. Dalam surat-suratnya kepada sahabat Belanda-nya, Ny RM. Abendanon, Kartini banyak sekali mengulang-
ulang kalimat “Dari Gelap Kepada Cahaya” ini. Sayangnya, istilah “Dari Gelap Kepada Cahaya” yang dalam
Bahasa Belanda “Door Duisternis Tot Licht” menjadi kehilangan maknanya setelah diterjemahkan Armijn Pane
dengan kalimat “Habis Gelap Terbitlah Terang.”
Mr. Abendanon yang mengumpulkan surat-surat Kartini menjadikan kata-kata tersebut sebagai judul dari
kumpulan surat Kartini. Tentu saja ia tidak menyadari bahwa kata-kata tersebut sebenarnya dipetik dari Al-
Qur’an. Kata “Min adh-Dhulumaati ila an-Nuur” dalam bahasa Arab tersebut, tidak lain, merupakan inti dari
dakwah Islam yang artinya: membawa manusia dari kegelapan (jahiliyyah atau kebodohan) ke tempat yang
terang benderang (petunjuk, hidayah atau kebenaran).
“Min adh-Zdhulumaati ila an-Nuur.”
Q. S.Al-Baqarah Ayat 257
12. Pembelaan Kartini terhadap Islam dalam surat kepada Ny RM. Abendanon bertanggal 27
Oktober 1902.
"Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik,
tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal
bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut
peradaban.“
"Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang setengah Eropa, atau orang
Jawa kebarat-baratan.“
Dalam suratnya kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, Kartini juga menulis;
"Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah.
Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama yang
patut disukai.”
Dalam surat ke Ny RM. Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, Kartini menulis;
...gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah SWT